PEMANFAATAN MUCUNA BRACTEATA UNTUK PAKAN KAMBING ...
PEMANFAATAN MUCUNA BRACTEATA UNTUK PAKAN KAMBING ...
PEMANFAATAN MUCUNA BRACTEATA UNTUK PAKAN KAMBING ...
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009<br />
<strong>PEMANFAATAN</strong> <strong>MUCUNA</strong> <strong>BRACTEATA</strong> <strong>UNTUK</strong> <strong>PAKAN</strong><br />
<strong>KAMBING</strong>: PRODUKSI, NILAI NUTRISI, PALATABILITAS<br />
DAN KECERNAAN<br />
(The Use of Mucuna bracteata as Feed for Goats: Production, Nutrient Value,<br />
Palatability and Digestibility)<br />
JUNIAR SIRAIT, K. SIMANIHURUK dan JUNJUNGAN<br />
Loka Penelitian Kambing Potong, PO Box 1 Sungei Putih, Galang 20585, Sumatera Utara<br />
ABSTRACT<br />
The research was aimed to study production, nutritive value, and palatability of Mucuna bracteata, and to<br />
evaluate the feed digestibility on goats. Legume M. bracteata planted at 1x1m 2 on 0.25 ha area in low landwet<br />
climate agro-ecosystem Sei Putih, Deli Serdang, North Sumatra. The variables that measured include:<br />
production, nutritional value (dry matter, organic matter, gross energy, NDF, and nitrogen), palatability, dry<br />
matter intake, feed digestibility, and nitrogen retention. Legume M. bracteata showed good growth with<br />
production and nutritional quality that high relatively. The average fresh productions at 1 st , 2 nd , and 3 rd<br />
harvest were 915.8; 1850.5 and 2415.0 g/m 2 respectively, where leaf proportion was higher than stem. The<br />
content of crude protein and organic matter were 18.04 and 81.44% based on dry matter, respectively. The<br />
study of M. bracteata palatability has conducted for two weeks on 10 animals by competition system using<br />
Stylosanthes guianensis as comparative. The palatability of M. bracteata was relatively similar with S.<br />
guianensis where dry matter intake was 150.3 ± 17.1 vs 162.4 ± 18.5 g/h/d. The digestibility experiment had<br />
conducted for three weeks (adaptation and data collection period) using total feces collection method. It was<br />
arranged in a completely randomized design consists of four treatments (0, 10, 20, and 30% level of Mucuna<br />
meal) and four replications; each replication used one animal. Sixteen animals were put into individual<br />
metabolism cages and allocated randomly into four treatments. Data were analyzed using analysis of<br />
variance, and continued with Duncan Multiple Range Test if there was significantly different among<br />
treatments. The result of experiment showed that dry matter intake and feed digestibility were relatively<br />
equals among treatments, except nitrogen digestibility. The highest nitrogen digestibility (73.74%) and<br />
nitrogen retention (56.95%) of Mucuna meal was 30%. It was concluded that Mucuna meal can be used till<br />
30% to replace grass from intake, digestibility, and nitrogen retention points of view.<br />
KeyWords: M. bracteata, Production, Nutritive Value, Palatability, Pigestibility<br />
ABSTRAK<br />
Pemanfaatan Mucuna bractetata untuk pakan kambing: produksi, nilai nutrisi, palatabilitas dan<br />
kecernaan.Kegiatan penelitian bertujuan mempelajari aspek produksi, nilai nutrisi dan palatabilitas Mucuna<br />
bracteata serta mengevaluasi kecernaan ransum yang diberikan pada ternak kambing. Leguminosa M.<br />
bracteata ditanam pada lahan seluas 0,25 ha dengan jarak tanam 1 x 1m 2 di agroekosistem dataran rendah<br />
beriklim basah Sei Putih, Deli Serdang, Sumatera Utara. Parameter yang diukur mencakup produksi, nilai<br />
nutrisi (bahan kering, bahan organik, energi kasar, NDF dan nitrogen), palatabilitas, konsumsi bahan kering,<br />
kecernaan ransum dan retensi nitrogen. Leguminosa M. bracteata menunjukkan pertumbuhan yang baik<br />
dengan produksi dan kualitas nutrisi yang relatif tinggi. Rataan produksi segar pada panen I, II dan III<br />
masing-masing sebesar 915,8; 1850,5 dan 2415,0 g/m 2 dengan proporsi daun yang lebih tinggi dibanding<br />
batang. Kandungan protein kasar sebesar 18,04% dan bahan organik 81,44% berdasarkan bahan kering. Uji<br />
palatabilitas M. bracteata dilakukan selama dua minggu dengan sistem kompetisi menggunakan Stylosanthes<br />
guianensis sebagai pembanding pada 10 ekor ternak kambing. Palatabilitas M. bracteata relatif sama dengan<br />
S. guianensis dengan konsumsi bahan kering sebesar 150,3 ± 17,1 vs 162,4 ± 18,5 g/ekor/hari. Penelitian<br />
kecernaan dilaksanakan selama 3 minggu (adaptasi dan koleksi) dengan metode koleksi feses total.<br />
Rancangan penelitian menggunakan rancangan acak lengkap terdiri atas 4 perlakuan pakan (tepung M.<br />
bracteata pada taraf 0, 10, 20 dan 30%) dan 4 ulangan, setiap ulangan terdiri atas 1 ekor ternak kambing.<br />
Ternak ditempatkan pada kandang metabolisme secara acak pada empat perlakuan pakan. Data dianalisis<br />
425
426<br />
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008<br />
menggunakan ANOVA dan dilanjutkan dengan uji Duncan apabila perlakuan berpengaruh terhadap peubah<br />
yang diamati. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsumsi dan kecernaan ransum relatif sama pada semua<br />
perlakuan pakan, kecuali kecernaan nitrogen. Retensi nitrogen tertinggi diperoleh pada taraf 30% pemberian<br />
tepung Mucuna yakni sebesar 56,95% dengan kecernaan nitrogen sejumlah 73,74%. Disimpulkan bahwa<br />
pemberian tepung Mucuna dapat direkomendasikan hingga taraf 30% untuk menggantikan rumput dilihat dari<br />
konsumsi, kecernaan dan retensi nitrogen.<br />
Kata Kunci: M. bracteata, Produksi, Nilai Nutrisi, Palatabilitas, Kecernaan<br />
PENDAHULUAN<br />
Salah satu alternatif sistem produksi<br />
pertanian di Indonesia yang dinilai memiliki<br />
prospek menjanjikan adalah sistem integrasi<br />
tanaman-ternak (crop-livestock system).<br />
Keunggulan sistem ini terletak pada adanya<br />
peluang pemanfaatan sumberdaya yang<br />
tersedia secara lokal seperti lahan dan bahan<br />
pakan yang inherent dalam sistem serta<br />
hubungan komplementer antara tanaman<br />
dengan ternak. Khusus untuk ternak<br />
ruminansia, sistem ini semakin penting<br />
mengingat ketersediaan lahan untuk<br />
pengembangan ternak dan sumber pakan<br />
semakin terbatas dan mahal.<br />
Penyediaan hijauan pakan ternak yang<br />
berkualitas dan berkelanjutan merupakan aspek<br />
yang sangat menentukan dalam menunjang<br />
keberhasilan usahaternak ruminansia termasuk<br />
ternak kambing. Dalam sistem pemeliharaan<br />
ternak tradisional di Indonesia, tanaman pakan<br />
ternak (TPT) merupakan bagian terbesar dari<br />
seluruh pakan yang diberikan, sehingga TPT<br />
merupakan bagian yang sangat penting dalam<br />
usahaternak ruminansia. TPT yang diberikan<br />
kepada ternak biasanya terdiri atas jenis<br />
rumput-rumputan dan daun leguminosa<br />
(kacang-kacangan), disamping itu ada juga<br />
hasil sisa panen (limbah pertanian). Kenyataan<br />
yang dihadapi saat ini adalah sulitnya<br />
penyediaan TPT dengan kualitas tinggi secara<br />
kontiniu disebabkan: 1) keterbatasan<br />
ketersediaan lahan khusus untuk TPT, 2)<br />
berkurangnya lahan pangonan/penggembalaan,<br />
3) sulitnya memperoleh benih/bibit unggul, dan<br />
4) masih rendahnya dinamika bisnis TPT.<br />
Penyediaan hijauan menghadapi kendala<br />
karena keterbatasan lahan khusus untuk<br />
penanaman hijauan maupun lahan<br />
penggembalaan yang cenderung mengalami<br />
penurunan dari waktu ke waktu. Menurut<br />
KASRYNO dan SYAFA’AT (2000) sumberdaya<br />
alam untuk peternakan berupa padang<br />
penggembalaan di Indonesia mengalami<br />
penurunan sekitar 30%.<br />
Leguminosa merupakan sumber protein<br />
murah yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan<br />
ternak. Mucuna bracteata merupakan TPT<br />
dari kelompok leguminosa yang sejak tiga<br />
tahun terakhir ini banyak digunakan sebagai<br />
tanaman penutup tanah (LCC/Legume Cover<br />
Crop) di perkebunan karet di Sumatera Utara<br />
(KARYUDI dan SIAGIAN, 2005).<br />
MATHEWS (2007) memaparkan<br />
karakteristik M. bracteata sebagai berikut:<br />
pertumbuhan sangat cepat, mudah dipelihara,<br />
jumlah biji yang dihasilkan rendah, tidak<br />
disukai ternak sapi, toleran terhadap<br />
kekeringan dan naungan, mengandung<br />
senyawa kimia allelo sehingga mampu<br />
menekan pertumbuhan gulma, toleran terhadap<br />
hama dan penyakit, membutuhkan tenaga kerja<br />
dan bahan kimia yang rendah dalam<br />
pemeliharaannya, kontrol yang baik dalam<br />
mencegah erosi tanah, serta menghasilkan<br />
produksi biomassa yang tinggi (pada panen<br />
pertama sebanyak 4,4 t BK/ha, sedang pada<br />
akhir tahun ketiga dapat mencapai 8 - 10 ton<br />
BK/ha) dengan tambahan hara nitrogen yang<br />
tinggi (220 kg/ha), baik dari serasah maupun<br />
tambatan nitrogen dari udara melalui nodul<br />
yang terdapat di akar. Namun dari sisi<br />
peternakan memiliki kelemahan karena kurang<br />
disukai ternak. Menurut VISSOH et al. (2005)<br />
penyebabnya adalah adanya senyawa fenolik<br />
yang terkandung dalam M. bracteata. WIAFE<br />
(2007) juga menyebutkan bahwa M. bracteata<br />
memiliki kandungan senyawa fenolik yang<br />
tinggi. Dengan pengolahan menjadi bentuk<br />
tepung (melalui penjemuran dan penggilingan)<br />
dan digunakan sebagai campuran pakan,<br />
diharapkan ternak akan mengkonsumsinya.<br />
Disamping aspek produksi dan nilai nutrisi<br />
TPT yang dikonsumsi oleh ternak, kecernaan<br />
pakan tersebut juga perlu mendapat perhatian.<br />
Produksi dan nilai gizi TPT yang baik tanpa<br />
didukung oleh kecernaan yang tinggi, tidak
akan memberikan dampak positif terhadap<br />
pertumbuhan ternak yang mengkonsumsinya.<br />
Kecernaan merupakan bagian zat makanan<br />
yang tidak diekskresikan dalam feses.<br />
ANGGORODI (1990) mengatakan bahwa pada<br />
dasarnya tingkat kecernaan adalah suatu upaya<br />
untuk mengetahui banyaknya zat makanan<br />
yang diserap oleh saluran pencernaan. Hal ini<br />
juga didukung oleh MCDONALD et al. (2002)<br />
yang menyatakan bahwa selisih antara zat<br />
makanan yang dikandung dalam bahan<br />
makanan dengan zat makanan yang ada di<br />
dalam feses merupakan bagian yang dicerna.<br />
Penelitian bertujuan mengetahui produksi,<br />
nilai nutrisi dan palatabilitas Mucuna bracteata<br />
serta kecernaan pakan untuk kambing sedang<br />
tumbuh, sehingga potensi yang tersedia dapat<br />
dimanfaatkan secara optimal.<br />
MATERI DAN METODE<br />
Produksi Mucuna bracteata di dataran<br />
rendah beriklim basah Sei Putih<br />
Penelitian dilaksanakan di Kebun<br />
Percobaan Loka Penelitian Kambing Potong<br />
pada agroekosistem dataran rendah beriklim<br />
basah (50 m dpl; curah hujan rata-rata 1800<br />
mm/tahun ) Sungai Putih, Kabupaten Deli<br />
Serdang, Sumatera Utara pada bulan Januari<br />
hingga Desember tahun 2008.<br />
Tanaman pakan ternak (TPT) yang<br />
digunakan dalam penelitian ini adalah<br />
leguminosa merambat Mucuna bracteata. TPT<br />
ditanam pada lahan seluas 0,25 ha dengan jarak<br />
tanam 1 x 1 m 2 . Pupuk dasar menggunakan<br />
pupuk kandang sebanyak 5 ton/ha, SP - 36<br />
(300 kg/ha) dan KCl (400 kg/ha) serta kapur 1<br />
t/ha.<br />
Parameter yang diamati adalah karakteristik<br />
produksi mencakup produksi segar daun,<br />
produksi segar batang dan rasio daun/batang.<br />
Data produksi diperoleh dari tiga kali<br />
pemanenan dengan interval panen 2 bulan.<br />
Diambil sampel sebanyak 300 g untuk<br />
dianalisis. Analisis kimia mencakup bahan<br />
kering, bahan organik, NDF, energi dan<br />
kandungan nitrogen serta kandungan anti<br />
nutrisi. Produksi dari setiap panen dikeringkan<br />
dengan penjemuran di bawah sinar matahari<br />
untuk selanjutnya digiling menjadi tepung.<br />
Tepung ini akan digunakan sebagai campuran<br />
bahan pakan ternak kambing.<br />
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009<br />
Analisis data dilakukan menggunakan<br />
metode deskriftif dengan memaparkan<br />
produksi Mucuna bracteata yang diteliti.<br />
Uji palatabilitas Mucuna bracteata dan<br />
kecernaan pakan yang diberikan pada<br />
ternak kambing<br />
Penelitian dilakukan di kandang percobaan<br />
Loka Penelitian Kambing Potong Sungai Putih,<br />
Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara pada<br />
bulan Nopember hingga Desember tahun 2008.<br />
Penelitian kecernaan menggunakan ternak<br />
kambing jantan sebanyak 16 ekor dengan<br />
rataan bobot hidup sekitar 12,2 - 12,4 kg,<br />
sedang uji palatabilitas hanya menggunakan 10<br />
ekor ternak (rataan bobot hidup 12,2 kg) terkait<br />
dengan ketersediaan TPT Stylosanthes<br />
guianensis. Uji palatabilitas dilaksanakan<br />
selama 2 minggu (adaptasi 1 minggu dan<br />
koleksi data 1 minggu) dengan memberikan<br />
TPT yang terdiri atas Mucuna bracteata dan<br />
Stylosanthes guianensis pada waktu bersamaan<br />
dengan sistem cafetaria. Setiap hari ditimbang<br />
dan dicatat jumlah pemberian dan sisa TPT.<br />
Penelitian kecernaan dilaksanakan selama 3<br />
minggu (adaptasi pakan dan koleksi). Pakan<br />
terdiri atas 4 perlakuan dengan taraf M.<br />
bracteata tepung yang berbeda dari 0 hingga<br />
30% dalam campuran pakan. Konsentrat<br />
disusun dengan kandungan protein sebesar<br />
16% dan energi 2,8 DE M.Kal/kg. Jumlah<br />
pemberian sebanyak 3,8% bobot hidup<br />
berdasarkan bahan kering. Keempat perlakuan<br />
pakan dimaksud adalah sebagai berikut:<br />
P1 = Konsentrat 60% + M. bracteata tepung<br />
0% + rumput 40%<br />
P2 = Konsentrat 60% + M. bracteata tepung<br />
10% + rumput 30%<br />
P3 = Konsentrat 60% + M. bracteata tepung<br />
20% + rumput 20%<br />
P4 = Konsentrat 60% + M. bracteata tepung<br />
30% + rumput 10%<br />
Bahan penyusun konsentrat terdiri atas:<br />
dedak halus, tepung jagung, bungkil kelapa,<br />
tepung ikan, urea, ultra mineral, garam dan<br />
tepung tulang.<br />
Rancangan pada penelitian kecernaan<br />
menggunakan rancangan acak lengkap; terdiri<br />
atas 4 perlakuan pakan dan masing-masing 4<br />
ulangan. Setiap ulangan terdiri atas 1 ekor<br />
ternak kambing. Data yang diperoleh dianalisis<br />
427
menggunakan sidik ragam. Bila analisis<br />
keragaman (ANOVA) menunjukkan perbedaan<br />
nyata, dilanjutkan dengan uji jarak berganda<br />
Duncan (DMRT) menurut STEEL dan TORRIE<br />
(1993) dengan menggunakan program SAS<br />
(1987). Parameter yang diamati mencakup:<br />
konsumsi, kecernaan bahan kering, bahan<br />
organik, NDF dan energi serta retensi nitrogen.<br />
Perhitungan kecernaan dan retensi nitrogen<br />
mengacu pada TILLMAN et al. (1991), yaitu:<br />
Zat makanan yang dikonsumsi –<br />
Zat makanan dalam feses<br />
Kecernaan = ------------------------------------- x 100%<br />
Zat makanan yang dikonsumsi<br />
Neraca nitrogen (N) dihitung dari jumlah N<br />
yang dikonsumsi dikurangi dengan jumlah N<br />
yang dikeluarkan melalui feses dan urin.<br />
Retensi nitrogen dapat dihitung dengan<br />
persamaan:<br />
RN = NI – NU – NF<br />
dimana:<br />
RN = Retensi nitrogen<br />
NU = Nitrogen dalam urin<br />
NI = Nitrogen yang dikonsumsi<br />
NF = Nitrogen dalam feses<br />
Prosedur pengambilan sampel feses dan urin<br />
Ternak ditempatkan di kandang<br />
metabolisme dan dialokasikan secara acak<br />
dalam empat perlakuan pakan. Pemberian<br />
pakan dilakukan pada pagi dan sore hari<br />
sebanyak 3,8% dari bobot hidup berdasarkan<br />
bahan kering. Sebelum pengumpulan data,<br />
ternak dibiarkan beradaptasi dengan pakan<br />
selama 2 minggu. Konsumsi pakan dicatat<br />
setiap hari dengan menimbang jumlah<br />
428<br />
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009<br />
pemberian dan sisa. Selanjutnya kecernaan<br />
ditentukan dengan mengoleksi total feses dan<br />
urin selama 5 hari berturut-turut. Feses<br />
ditampung dalam rang plastik yang<br />
ditempatkan pada posisi miring di bawah<br />
kandang metabolisme, sehingga feses yang<br />
dikeluarkan ternak jatuh menggelinding ke<br />
tempat penampungan. Selama masa koleksi<br />
dilakukan penimbangan feses serta pengukuran<br />
urin; sampel feses dan urin masing-masing<br />
diambil sebanyak 10% dari total berat feses<br />
dan volume urin. Sampel feses dan urin per<br />
ternak percobaan digabung lalu disimpan di<br />
dalam lemari pendingin sebelum dianalisis.<br />
Dari gabungan sampel diambil sub-sampel<br />
untuk analisis kimia. Analisis kimia feses<br />
mencakup bahan kering, bahan organik,<br />
nitrogen, NDF dan energi, sedang analisis urin<br />
hanya kandungan nitrogen.<br />
HASIL DAN PEMBAHASAN<br />
Produksi Mucuna bracteata di dataran<br />
rendah beriklim basah Sei Putih<br />
Produksi segar tanaman pakan ternak<br />
Mucuna bracteata yang ditanam di<br />
agroekosistem dataran rendah beriklim basah<br />
Sei Putih disajikan dalam Tabel 1. Data<br />
produksi diperoleh dari tiga kali pemanenan<br />
yang dilaksanakan pada interval panen selama<br />
2 bulan. Panen dilakukan dengan memotong<br />
tanaman pada ketinggian sekitar 5 – 10 cm di<br />
atas permukaan tanah. Total produksi segar<br />
Mucuna bracteata dari panen I hingga III<br />
cenderung meningkat. Rataan total produksi<br />
pada panen I, II dan III masing-masing<br />
sebanyak 915,8; 1.850,5 dan 2.415,0 g/m 2 .<br />
Tabel 1. Rataan produksi segar daun dan batang serta rasio daun/batang Mucuna bracteata di dataran rendah<br />
beriklim basah Sei Putih tahun 2008<br />
Uraian<br />
I II III<br />
Pemanenan Rataan<br />
Daun (g/m2) 633,8 1.253,0 1.425,0 1.103,93<br />
Batang (g/m2) 282,0 597,5 990,0 623,17<br />
Total (g/m2) 915,8 1.850,5 2.415,0 1.727,10<br />
Persentase daun (%) 69,4 67,9 59,0 65,43<br />
Persentase batang (%) 30,6 32,1 41,0 34,57<br />
Rasio daun/batang 2,3 2,1 1,5 1,97
Pada setiap pemanenan dilakukan separasi<br />
antara batang dan daun. Hasil separasi<br />
menunjukkan bahwa produksi daun lebih<br />
tinggi dibandingkan dengan batang. Proporsi<br />
daun pada panen I, II dan III masing-masing<br />
sejumlah 69,4; 67,9 dan 59,0% dengan<br />
proporsi batang sebesar 30,6; 32,1 dan 41,0%<br />
seperti disajikan dalam Tabel 1. Data tersebut<br />
menunjukkan bahwa seiring dengan<br />
peningkatan total produksi, persentase<br />
produksi batang juga meningkat. Meskipun<br />
demikian jumlah produksi daun, yang<br />
merupakan bagian yang dikonsumsi oleh<br />
ternak dalam keadaan segar (pada uji<br />
palatabilitas), tetap lebih tinggi dibandingkan<br />
dengan produksi batang yang diindikasikan<br />
oleh nilai rasio daun/batang lebih besar dari 1.<br />
Pada panen ke III misalnya, rataan produksi<br />
daun sebanyak 1.425 g/m 2 dan batang sejumlah<br />
990 g/m 2 dengan rasio daun/batang sebesar 1,5.<br />
Nilai nutrisi Mucuna bracteata<br />
Mucuna bracteata yang digunakan sebagai<br />
campuran pakan ternak dalam penelitian<br />
kecernaan adalah berupa tepung kasar. Tepung<br />
M. bracteata diperoleh melalui proses<br />
penjemuran hingga kering matahari dan<br />
dilanjutkan dengan penggilingan sebanyak dua<br />
kali. Tepung M. bracteata tersebut dianalisis<br />
dengan komposisi kimiawi seperti dicantumkan<br />
dalam Tabel 2. Kandungan bahan kering tepung<br />
Mucuna sebesar 90,72% dan nitrogen 2,89%.<br />
Tabel 2. Komposisi kimiawi tepung Mucuna<br />
bracteata<br />
Komposisi kimiawi % Bahan kering<br />
Bahan kering 90,72<br />
Bahan organik 81,44<br />
Nitrogen 2,89<br />
Protein Kasar 18,04<br />
Serat Kasar 32,88<br />
Lemak Kasar 1,62<br />
Beta-N 28,20<br />
NDF 71,11<br />
ADF 52,29<br />
Total senyawa fenolik 1,51<br />
Tannin 1,05<br />
Energi kasar (K.Kal/kg BK) 3.899,00<br />
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009<br />
Palatabilitas Mucuna bracteata pada<br />
Kandungan protein kasar M. bracteata sebesar<br />
18,04% berdasarkan bahan kering. Kandungan<br />
protein kasar ini lebih tinggi dibanding<br />
kandungan protein kasar rumput alam pada<br />
umumnya maupun leguminosa lainnya seperti<br />
Calopogonium mucunoides sebesar 15,8%<br />
berdasarkan bahan kering (SUTARDI, 1980).<br />
Kandungan total senyawa fenolik yang<br />
terdapat pada tepung M. bracteata sebanyak<br />
1,51% berdasarkan bahan kering dan sejumlah<br />
1,05% diantaranya berupa anti nutrisi tannin.<br />
Ternak kambing<br />
Uji palatabilitas Mucuna bracteata<br />
dilakukan dengan sistem kompetisi atau ”free<br />
choice” menggunakan leguminosa Stylosanthes<br />
guianensis sebagai pembandingnya. Kedua<br />
spesies hijauan tersebut diberikan secara ad<br />
libitum dalam waktu bersamaan selama 2<br />
minggu; terdiri atas masa adaptasi 1 minggu<br />
dan koleksi data 1 minggu. Jumlah ternak<br />
kambing yang digunakan sebanyak 10 ekor<br />
sebagai ulangan dengan rataan bobot hidup<br />
12,2 ± 1,3 kg. Ternak ditempatkan dalam<br />
kandang individu.<br />
Rataan konsumsi segar Mucuna bracteata<br />
sebanyak 910,8 ± 103,7 g/ekor/hari sedikit<br />
lebih rendah dibandingkan dengan Stylosanthes<br />
guianensis sejumlah 949,4 ± 109,3 g/ekor/hari<br />
seperti disajikan dalam Tabel 3. Demikian juga<br />
halnya dengan konsumsi bahan kering untuk<br />
Mucuna dan Stylo masing-masing sebesar<br />
150,3 ± 17,1 dan 162,4 ± 18,5 g/ekor/hari. Hal<br />
ini diduga terkait dengan lebih tingginya<br />
kandungan serat kasar Mucuna dibanding Stylo<br />
masing-masing sejumlah 32,88 dan 25,2%<br />
berdasarkan bahan kering. Meskipun demikian,<br />
palatabilitas Mucuna relatif sebanding dengan<br />
Stylo karena perbedaan konsumsi relatif kecil.<br />
Konsumsi dan kecernaan nutrien ransum<br />
Nutrien ransum yang dimaskud dalam<br />
penelitian ini mencakup: bahan kering, bahan<br />
organik dan energi kasar serta NDF. Rataan<br />
konsumsi dan kecernaan ransum pada keempat<br />
perlakuan pakan disajikan dalam Tabel 4.<br />
Rataan konsumsi bahan kering, bahan organik<br />
dan energi kasar yang terendah ditemukan pada<br />
perlakuan pakan P-3 (Konsentrat 60% + M.<br />
bracteata tepung 20% + rumput 20%) namun<br />
429
430<br />
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009<br />
Tabel 3. Rataan konsumsi Mucuna bracteata dan Stylosanthes guianensis pada uji palatabilitas untuk ternak<br />
kambing di Sei Putih<br />
Ulangan<br />
Konsumsi segar (g/ ekor/hari) Konsumsi BK (g/ekor/hari)<br />
Mucuna Stylo Total Mucuna Stylo Total<br />
1 926,4 941,0 1.867,3 152,9 160,9 313,8<br />
2 858,0 843,4 1.701,4 141,6 144,2 285,8<br />
3 1.015,2 1.073,4 2.088,6 167,5 183,6 351,1<br />
4 995,3 1.060,2 2.055,5 164,2 181,3 345,5<br />
5 925,4 968,5 1.893,9 152,7 165,6 318,3<br />
6 837,8 864,4 1.702,2 138,2 147,8 286,0<br />
7 1.056,0 1.069,9 2.125,9 174,2 183,0 357,2<br />
8 971,6 1.046,8 2.018,4 160,3 179,0 339,3<br />
9 744,3 816,7 1.561,0 122,8 139,7 262,5<br />
10 778,2 810,0 1.588,1 128,4 138,5 266,9<br />
Rataan 910,8 949,4 1.860,2 150,3 162,4 312,6<br />
Std Dev 103,7 109,3 211,0 17,1 18,7 35,5<br />
Tabel 4. Rataan konsumsi dan kecernaan nutrien ransum pada ternak kambing dengan taraf tepung Mucuna<br />
yang berbeda di Sei Putih.<br />
Nutrien/perlakuan<br />
(taraf tepung Mucuna)<br />
Konsumsi Nutrien di feses Kecernaan (%)<br />
Bahan kering -- g/ekor/hari -- -- g/ekor/hari --<br />
P-1 (0%) 404,3 174,9 56,7 a<br />
P-2 (10%) 394,5 173,6 55,6 a<br />
P-3 (20%) 342,6 157,1 54,7 a<br />
P-4 (30%) 394,6 163,4 58,7 a<br />
Bahan organik<br />
P-1 (0%) 323,9 143,9 55,5 a<br />
P-2 (10%) 314,8 143,7 54,0 a<br />
P-3 (20%) 289,6 129,5 53,1 a<br />
P-4 (30%) 339,3 136,4 56,3 a<br />
Energi kasar -- Kkal -- -- Kkal --<br />
P-1 (0%) 1402,2 584,7 58,3 a<br />
P-2 (10%) 1396,4 578,1 58,3 a<br />
P-3 (20%) 1231,0 524,2 57,9 a<br />
P-4 (30%) 1457,3 542,4 62,8 a<br />
Serat deterjen netral (NDF) -- g/ekor/hari -- -- g/ekor/hari --<br />
P-1 (0%) 227,6 139,0 38,8 a<br />
P-2 (10%) 224,4 134,1 39,7 a<br />
P-3 (20%) 197,7 123,4 38,3 a<br />
P-4 (30%) 226,7 127,7 43,7 a
elatif sama dengan tiga perlakuan pakan<br />
lainnya.<br />
Seperti halnya dengan konsumsi, nutrien<br />
dalam feses yang terendah juga ditemukan<br />
dalam perlakuan pakan P-3. Namun demikian,<br />
jumlah konsumsi yang terkecil pada P-3 pada<br />
akhirnya menghasilkan kecernaan yang terkecil<br />
pada perlakuan tersebut. Meskipun secara<br />
numerik kecernaan nutrien (bahan kering,<br />
bahan organik dan energi kasar serta NDF)<br />
pada perlakuan pakan P-3 lebih rendah dan<br />
yang tertinggi pada perlakuan pakan P-4,<br />
analisis keragaman menunjukkan tidak terdapat<br />
perbedaan nyata (P > 0,05) pada keempat<br />
perlakuan pakan.<br />
Kecernaan NDF pada penelitian ini cukup<br />
rendah dibanding dengan kecernaan nutrien<br />
lainnya, hanya berkisar 38,3 – 43,7%.<br />
Kandungan NDF tepung Mucuna relatif besar,<br />
yakni 71,11%. Total materi dinding sel yang<br />
dinyatakan sebagai NDF sebagian besar terdiri<br />
atas hemisellulosa, sellulosa dan lignin.<br />
Hemisellulosa dan sellulosa dicerna relatif<br />
lambat oleh mikroba rumen, sementara lignin<br />
tidak dicerna. Lignin juga berkaitan dengan<br />
bagian dinding sel yang lain, menyebabkan<br />
bagian tersebut sukar dicerna (BEAUCHEMIN,<br />
1996). Rendahnya kecernaan NDF pada<br />
penelitian ini, yang ditandai dengan tingginya<br />
kandungan NDF dalam feses, diduga akibat<br />
tingginya kandungan lignin. VAN SOEST (1993)<br />
menyebutkan bahwa lignin mempunyai<br />
pengaruh langsung terhadap kecernaan dinding<br />
sel dibanding dengan kecernaan bahan organik.<br />
Leguminosa Arachis glabrata yang<br />
diberikan sebagai pakan tunggal pada ternak<br />
kambing memiliki kecernaan NDF yang lebih<br />
tinggi dibanding kecernaan NDF ransum yang<br />
menggunakan tepung Mucuna pada penelitian<br />
ini. SIRAIT et al. (2008) melaporkan kandungan<br />
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009<br />
NDF A.glabrata yang ditanam pada naungan<br />
55% sebesar 67,96% dengan kecernaan<br />
mencapai 67,01%. Meskipun kandungan NDF<br />
A. glabrata lebih tinggi dibanding tepung<br />
Mucuna, kecernaannya masih lebih baik<br />
diduga terkait dengan kandungan lignin A.<br />
glabrata yang ditanam pada kondisi ternaungi<br />
relatif rendah.<br />
Retensi nitrogen<br />
Retensi nitrogen atau nitrogen tertinggal<br />
merupakan selisih antara nitrogen yang<br />
dikonsumsi dengan yang dikeluarkan dari<br />
tubuh bersama feses dan urin.<br />
Nitrogen konsumsi diperoleh dari hasil<br />
perkalian konsumsi bahan kering dengan<br />
kandungan nitrogen pada masing-masing<br />
perlakuan pakan.<br />
Rataan retensi nitrogen pada keempat<br />
perlakuan pakan disajikan dalam Tabel 5.<br />
Rataan retensi N tertinggi diperoleh pada<br />
perlakuan pakan P-4 (Konsentrat 60% + M.<br />
bracteata tepung 30% + rumput 10%) sebesar<br />
59,65%. Analisis keragaman menunjukkan<br />
nilai retensi ini lebih tinggi dan berbeda nyata<br />
(P < 0,05) dengan nilai retensi N pada<br />
perlakuan pakan P-1 dan P-2, namun tidak<br />
berbeda nyata (P > 0,05) dengan retensi N pada<br />
perlakuan pakan P-3. Meskipun konsumsi N<br />
terendah diperoleh pada perlakuan pakan P-3,<br />
persentase retensi N pada P-3 ini lebih tinggi<br />
dibanding P-1 dan P-2 disebabkan kandungan<br />
N terendah dalam feses maupun urin<br />
ditemukan pada P-3. Sejalan dengan tingginya<br />
retensi N pada perlakuan pakan P-4, kecernaan<br />
N tertinggi juga diperoleh pada perlakuan ini<br />
(73,74%), lebih tinggi dan berbeda nyata (P <<br />
0,05) dengan P-1 dan P-2.<br />
Tabel 5. Rataan retensi nitrogen pada ternak kambing dengan taraf tepung Mucuna yang berbeda di Sei Putih<br />
Peubah<br />
Perlakuan pakan/taraf tepung Mucuna<br />
P-1 (0%) P-2 (10%) P-3 (20%) P-4 (30%)<br />
N konsumsi (g/ekor/hari) 7,31 7,77 7,17 9,11<br />
N feses (g/ ekor/hari) 2,67 2,65 2,28 2,37<br />
N urin (g/ ekor/hari) 1,32 1,17 1,01 1,24<br />
Retensi N (g/ ekor/hari) 3,33 3,95 3,88 5,50<br />
Retensi N (%) 46,13 b 50,48 b 54,15 ab 59,65 a<br />
Kecernaan N (%) 63,78 b 65,71 b 68,20 ab 73,74 a<br />
431
Retensi nitrogen pada penelitian ini<br />
seluruhnya bernilai positif. Kondisi ini<br />
menunjukkan bahwa ternak kambing<br />
mengalami pertumbuhan. Meskipun dalam<br />
penelitian ini pertambahan bobot hidup (PBH)<br />
tidak diukur, diyakini bahwa bobot hidup<br />
ternak kambing yang diteliti meningkat. Hal ini<br />
mengacu pada pernyataan CRAMPTON dan<br />
HARIS (1969) serta MCDONALD et al. (2002)<br />
yang menyebutkan bila neraca nitrogen positif<br />
berarti ternak tersebut akan meningkat bobot<br />
badannya karena terjadi penambahan pada<br />
tenunan urat dagingnya.<br />
432<br />
KESIMPULAN<br />
Leguminosa Mucuna bracteata<br />
menunjukkan pertumbuhan yang baik dengan<br />
produksi dan nilai nutrisi yang relatif tinggi.<br />
Palatabilitas M. bracteata sebanding dengan<br />
Stylosanthes; dimana konsumsi bahan kering<br />
masing-masing sebesar 150,3 vs 162,4 g/e/h.<br />
Konsumsi dan kecernaan ransum (kecuali<br />
kecernaan nitrogen) relatif sama pada semua<br />
taraf pemberian tepung Mucuna. Retensi<br />
nitrogen tertinggi diperoleh pada taraf 30%<br />
pemberian tepung Mucuna yakni sebesar<br />
56,95% dengan kecernaan nitrogen sejumlah<br />
73,74%. Pemberian tepung M. bracteata dapat<br />
direkomendasikan hingga taraf 30% untuk<br />
menggantikan rumput dilihat dari konsumsi,<br />
kecernaan dan retensi nitrogen. Perlu dilakukan<br />
evaluasi pemberian Mucuna bracteata dalam<br />
bentuk segar sebagai pakan kambing dalam<br />
jangka waktu yang lebih lama (feeding trial)<br />
untuk mengetahui pengaruh kandungan<br />
senyawa fenolik terhadap pertumbuhan ternak.<br />
DAFTAR PUSTAKA<br />
ANGGORODI, R. 1990. Ilmu Makanan Ternak<br />
Umum. Gramedia, Jakarta.<br />
BEAUCHEMIN, K.A. 1996. Using ADF and NDF in<br />
dairy cattle diet formulation. A. Western<br />
Canadian Perspective. Anim. Feed Sci. Tech.<br />
58: 101 – 111.<br />
CRAMPTON, E.W. and L.E. HARRIS. 1969. Applied<br />
Animal Nutrition. 2 nd Ed. W.H. Freeman, San<br />
Francisco.<br />
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009<br />
KARYUDI dan N. SIAGIAN. 2005. Peluang dan<br />
kendala dalam pengusahaan tanaman penutup<br />
tanah di perkebunan karet. Pros. Lokakarya<br />
Nasional Tanaman Pakan Ternak. Puslitbang<br />
Peternakan, Bogor.<br />
KASRYNO, F. dan N. SYAFA’AT. 2000. Strategi<br />
pembangunan pertanian yang berorientasi<br />
pemerataan di tingkat petani, sektoral dan<br />
wilayah. Pros. Persfektif Pembangunan<br />
Pertanian dan Pedesaan dalam Era Otonomi<br />
Daerah. Puslit Sosial Ekonomi Pertanian,<br />
Badan Litbang Pertanian, Departemen<br />
Pertanian, Jakarta.<br />
MATHEWS, C. 2007. The introduction and<br />
establishment of a new leguminous cover<br />
plant, Mucuna bracteata under oil palm in<br />
Malaysia. The Mucuna Network. Golden<br />
Hope Plantation Berhad, Tangkak Estate,<br />
Malaysia.<br />
MCDONALD, P., R.A. EDWARDS, J.F.D. GREENHALG<br />
and C.A. MORGAN. 2002. Animal Nutrition.<br />
6 th Ed. Ashford Color Pr., Gosport.<br />
SIRAIT, J., R. HUTASOIT, JUNJUNGAN dan K.<br />
SIMANIHURUK. 2008. Potensi Arachis glabrata<br />
yang ditanam pada taraf naungan berbeda<br />
sebagai pakan ternak kambing: morfologi,<br />
produksi, nilai nutrisi dan kecernaan. Pros.<br />
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan<br />
Veteriner. Bogor. 11 – 12 Nopember 2008.<br />
Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 436 – 445.<br />
STATISTICS ANALYTICAL SYSTEM. 1987. SAS User’s<br />
Guide: Statistic. 6 th ed., SAS Institute Inc.,<br />
Cary, NC, USA.<br />
STEEL, R.G.D. and J.H. TORRIE. 1993. Prinsip dan<br />
Prosedur Statistika: Suatu Pendekatan<br />
Biometrik. Penerjemah: SUMANTRI, B.<br />
Terjemahan dari: Principles and Procedures of<br />
Statistics. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.<br />
SUTARDI, T. 1980. Landasan Ilmu Nutrisi Jilid I.<br />
Departemen Ilmu Makanan Ternak, Fakultas<br />
Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.<br />
TILLMAN, D.A., H. HARTADI, S. REKSOHADIPRODJO,<br />
S. PRAWIROKUSUMO dan S. LEBDOSOEKOTJO.<br />
1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar.<br />
Universitas Gadjah Mada Press, Yogyakarta.<br />
VAN SOEST, P.J. 1993. Cell Wall Matrix Interactions<br />
and Degradation-Session Synopsis. In: JUNG,<br />
H. G., D. R. BUXTON, R. D. HATFIELD and J.<br />
RALPH (eds.). Madison, WI: ASA-CSSA-<br />
SSSA. p. 377.
VISSOH, P., V.M. MANYONG, J.R. CARSKY, P. OSEI-<br />
BONSU and M. GALIBA. 2005. Experiences<br />
with Mucuna in West Africa. International<br />
Development Research Centre. 36 p.<br />
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009<br />
WIAFE, E.K. 2007. Mucuna bracteata. The House of<br />
J. GOPDC. Vol. 19, May 2007. www.gopdcltd.com/sitescene/custom/data/downloads<br />
(29<br />
April 2009).<br />
433