04.02.2013 Views

Mendaki Gunung-Gunung Weekend

Mendaki Gunung-Gunung Weekend

Mendaki Gunung-Gunung Weekend

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

sempurna dengan keelokan<br />

alam.<br />

Kali ini saya mendaki bersama<br />

dua teman yakni Dyah dan Tuti.<br />

Keduanya tertarik mendaki begitu<br />

saya ceritakan keindahan yang<br />

akan mereka lihat saat melalui<br />

Candi Cetho. Terlebih saat itu<br />

bertepatan 1 Suro yang akan<br />

jatuh pada 7 Desember 2010.<br />

Kita dapat melihat langsung<br />

ritual yang dilakukan para peziarah<br />

di puncak <strong>Gunung</strong> Lawu.<br />

Sekitar pukul 7 pagi dengan<br />

menggunakan Bus Solo-Tawangmangu,<br />

kami menuju Terminal<br />

Karangpandang. Lalu dilanjutkan<br />

dengan minibus menuju<br />

Desa Kemuning di Kecamatan<br />

Ngargoyoso. Sekitar setengah<br />

jam kemudian setelah melalui<br />

jalan menanjak dan berkelokkelok,<br />

kami tiba di terminal Desa<br />

Kemuning. Di sini kami sempatkan<br />

untuk sarapan dan membeli<br />

tambahan perbekalan pendakian<br />

di pasar sekitar terminal.<br />

Dengan menggunakan ojek<br />

perjalanan dilanjutkan ke objek<br />

Candi Cetho. Jalan aspal<br />

berkelok dan menanjak di antara<br />

perkebunan teh merupakan<br />

tantangan tersendiri. Bukit dan<br />

lembah di kiri dan kanan jalan<br />

22 MountMag 01 2011<br />

terlihat bagai permadani hijau.<br />

Sungguh pemandangan indah<br />

dan memesona.<br />

gerbang utama<br />

Rumah kediaman mas Suroso,<br />

anggota OPA Himalawu, volunter<br />

<strong>Gunung</strong> Lawu Jalur Cetho<br />

menjadi titik awal perjalanan<br />

kami. Rumahnya persis berada<br />

di depan gerbang Candi Cetho.<br />

Di sini kami menambah persediaan<br />

air. Pendakian kami awali<br />

dengan keliling Candi.<br />

Candi peninggalan Raja Brawijaya<br />

V ini memang unik. Bentuknya<br />

berbeda dengan candicandi<br />

lainnya di Jawa Tengah.<br />

Bangunannya berupa komplek<br />

yang terdiri dari 13 teras yang<br />

tersusun dari barat ke timur<br />

dengan pola makin kebelakang<br />

makin tinggi. Relief-relief yang<br />

terdapat di candi ini umumnya<br />

menggambarkan binatang. Komplek<br />

Candi Cetho diperkirakan<br />

berasal dari masa akhir Kerajaan<br />

Majapahit atau sekitar abad 15.<br />

Karena komplek candi inilah<br />

mungkin wilayah ini disebut<br />

sebagai gerbang utama <strong>Gunung</strong><br />

Lawu.<br />

Kabut yang sesekali turun saat<br />

itu, membuat suasana kom-<br />

PESONA LAWU: Pemandangan<br />

dari puncak Hargo Dumilah.<br />

plek candi terasa misterius<br />

dan membuat kami semakin<br />

terpesona. Walaupun sebelum<br />

pernah berkunjung ke tempat<br />

ini, namun saat itu benar-benar<br />

saya merasakan suasana yang<br />

berbeda.<br />

Awal Pendakian<br />

Setelah satu jam berkeliling<br />

menikmati segala keunikan<br />

Candi Cetho, sekitar pukul 11.30<br />

pendakian pun kami mulai.<br />

Sepuluh menit pertama kami<br />

berjalan melalui jalan beton di<br />

sisi kiri komplek Candi. Kemudian<br />

melintasi jalan setapak dan<br />

menyeberangi sungai menuju<br />

Candi Ketek. Candi yang jaraknya<br />

hanya sekitar 20 menit dari<br />

Candi Cetho ini berada di tengah<br />

hutan pinus. Menariknya candi<br />

ini tersusun seperti punden<br />

berundak dengan susunan<br />

batuan sungai atau gunung.<br />

Cuaca yang sedikit berkabut<br />

membuat awal perjalanan terasa<br />

lebih sejuk. Kami terus berjalan<br />

melalui jalan setapak yang<br />

umumnya didominasi semak<br />

dan ilalang hingga di pos 1. Kami<br />

beristirahat sejenak di sini.

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!