paper baru - Digilib ITS
paper baru - Digilib ITS
paper baru - Digilib ITS
- TAGS
- baru
- digilib
- digilib.its.ac.id
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
PRODUKSI GULA REDUKSI DARI BAGASSE TEBU MELALUI<br />
DEGRADASI ENZIMATIK<br />
Devy Dwi Lestari 1 , Emy Juniyati 2 , Setiyo Gunawan, Arief Widjaja*<br />
Jurusan Teknik Kimia, Institut Teknologi Sepuluh Nopember<br />
Surabaya - Indonesia<br />
*corresponding author; e-mail: arief_w@chem-eng.its.ac.id*<br />
devy_duonxx@yahoo.co.id 1 , mj_junzlover@yahoo.com 2<br />
Abstrak<br />
Tujuan penelitian ini adalah untuk melakukan<br />
pretreatment dengan NaOH pada bagasse tebu serta<br />
mendapatkan kondisi operasi yang optimal pada konversi<br />
selulosa menjadi gula D-glukosa oleh enzim selulase. Enzim<br />
yang digunakan merupakan enzim murni dari strain T.reesei<br />
dan A.niger. Kondisi hidrolisa yang digunakan adalah pada<br />
suhu 60 o C dan pH 3 pada semua sampel agar didapatkan<br />
kondisi hidrolisa yang paling baik. Kondisi optimal hidrolisa<br />
terbaik dari strain Trichoderma reesei dibandingkan dengan<br />
hidrolisa menggunakan strain campuran dari Trichoderma<br />
reesei dan Aspergillus niger dengan rasio 2:1. Hasil yang<br />
didapatkan dari penelitian adalah sebagai berikut : hasil<br />
hidrolisa terbaik adalah pada pretreatment dengan konsentrasi<br />
NaOH 4% suhu 80 o C selama 8 jam dengan suhu hidrolisa 60 o C<br />
dan pH 3 yaitu didapatkan gula reduksi sebesar 4,75 g/L. Dari<br />
hasil perbandingan hidrolisa antara enzim murni Trichoderma<br />
reesei, Aspergillus niger, dan campuran antara Trichoderma<br />
reesei dan Aspergillus niger dengan perbandingan 2:1<br />
didapatkan gula reduksi tertinggi pada hidrolisa menggunakan<br />
enzim dari strain Trichoderma reesei yaitu sebesar 4,75 g/L.<br />
Yield gula reduksi tertinggi yang dihasilkan pada konsentrasi<br />
gula reduksi sebesar 4,75 g/L adalah 143 mg gula/g bagasse<br />
tebu.<br />
Kata kunci : enzim selulase, hidrolisa enzimatik, bagasse tebu,<br />
glukosa, Trichoderma reesei, Aspergillus niger<br />
I. PENDAHULUAN<br />
Dunia sedang menghadapi problem penggunaan<br />
energi berbasis fosil seperti minyak bumi dan gas alam,<br />
dimana penggunaan energi ini akan semakin meningkatkan<br />
kadar CO2 di alam selain juga gas-gas lain yang<br />
memberikan efek rumah kaca yang disinyalir sebagai<br />
sumber pemanasan global. Disamping itu, bahan bakar<br />
berbasis fosil merupakan jenis yang tidak bisa diper<strong>baru</strong>i<br />
karena berasal dari sisa-sisa makhluk hidup pada jaman<br />
purba. Bila sumber energi ini dipergunakan terus menerus<br />
tanpa ada inovasi mengenai sumber energi yang dapat<br />
diper<strong>baru</strong>i, maka jumlahnya akan semakin menipis dan<br />
habis pada akhirnya. Oleh karena itu penemuan sumber<br />
energi dari bahan yang dapat diper<strong>baru</strong>i sangat dibutuhkan<br />
untuk memenuhi kebutuhan energi dunia yang semakin<br />
lama semakin meningkat.<br />
Disisi lain Indonesia merupakan penghasil gula<br />
besar di dunia yang memberikan limbah padat bagasse<br />
tebu yang sangat besar pula. Luas areal tanaman tebu di<br />
Indonesia pada tahun 2010 sekitar 430.000 hektar dengan<br />
produksi tebu lebih dari 20 juta ton, dan menghasilkan<br />
gula lebih dari 2,5 juta ton. Pada proses pembuatan gula,<br />
sekitar 30% dari jumlah ini tersisa sebagai limbah padat<br />
yaitu bagasse tebu, yang terdiri dari 45,5 % selulosa, 27 %<br />
hemiselulosa dan 21,1 % lignin (Rocha dkk.,2011). Proses<br />
konversi selulosa menjadi gula D-glukosa yang merupakan<br />
bahan baku fermentasi menghasilkan etanol sudah banyak<br />
dilakukan oleh para peneliti dengan menggunakan katalis<br />
enzim selulase (Gomez dkk., 2008; Rabelo dkk.,2011)<br />
Dibandingkan degradasi secara fisik maupun kimiawi,<br />
degradasi menggunakan enzim memiliki banyak<br />
keuntungan karena sifatnya yang sangat selektif, hemat<br />
energi dan tidak mencemari lingkungan.<br />
II. DASAR TEORI<br />
Selulase adalah enzim yang dapat mendegradasi<br />
selulosa (polisakarida dari bentukan glukosa). Selulase<br />
dapat menjadi katalisator reaksi pendegradasian selulosa.<br />
Umumnya selulase mendegradasi selulosa yang memiliki<br />
rantai yang lebih pendek dari komponen kayu (selulosa,<br />
hemiselulosa, lignin, ekstraktif dan mineral). Rantai<br />
selulosa yang lebih pendek tersebut terdapat pada<br />
hemiselulosa (glukosa, galaktosa, manosa, xylosa,<br />
arabinosa). Karena komponen hemiselulosa yang memiliki<br />
sifat seperti selulosa adalah glukosa maka hemiselulosa<br />
lebih dahulu terdegradasi dibandingkan dengan selulosa.<br />
Selulosa adalah bagian utama tanaman, berupa<br />
polimer glukosa linier hidrofilik yang dihubungkan oleh<br />
ikatan glikosida. Derajat polimerisasi untuk selulosa<br />
tumbuhan berada pada kisaran 305 sampai 15300 (Fengel<br />
dan Wegener,1984). Polimer selulosa terdiri dari bagian<br />
kristalin dan amorf. Bagian amorf mudah dihidrolisis<br />
sedangkan bagian kristalin tidak mudah dihidrolisis baik<br />
secara kimiawi maupun enzimatik (Dahot dan Noomrio,<br />
1996).<br />
Hidrolisis selulosa terdiri dari dua tahap, yaitu<br />
degradasi selulosa menjadi selobiosa oleh endo-β-1,4glukanase<br />
dan ekso-β-1,4 glukanase kemudian dilanjutkan<br />
dengan pemecahan selobiosa oleh β-1,4 glukosidase.<br />
Kebanyakan sistem selulase yang dihasilkan oleh jamur<br />
selulotik, jumlah β-glukosidasenya kurang dari yang<br />
dibutuhkan untuk hidrolisis selulosa menjadi glukosa<br />
secara efisien, sehingga produk utama hidrolisisnya bukan<br />
glukosa melainkan selobiosa (Juhasz dkk., 2003; Martins<br />
dkk., 2008; Ahamed dan Vermette, 2008). Selobiosa<br />
merupakan inhibitor kuat terhadap endo-β-1,4-glukanase<br />
dan ekso-β-1,4-glukanase mendegradasi selulosa. T. reesei<br />
mampu menghasilkan endo-β-1,4-glukanase dan ekso-β-<br />
1,4-glukanase sampai 80% (Muthuvelayudham dan<br />
Viruthagiri, 2006), tetapi β-glukosidasenya rendah
(Martins dkk., 2008) sedangkan A. niger dapat<br />
menghasilkan β-glukosidase tinggi tetapi endo-β-1,4glukanase<br />
dan ekso-β-1,4-glukanasenya rendah.<br />
Enzim selulase merupakan suatu campuran kompleks<br />
yang terdiri dari tiga enzim yaitu :<br />
1. Endo- β -1,4-glukanase<br />
Endo-β-1,4-glukanase adalah glycoprotein dengan berat<br />
molekul 5300-145000. Enzim ini menyerang rantai bagian<br />
dalam dari selulosa amorphous menghasilkan selodextrin,<br />
sellobiosa, atau glukosa. Enzim ini tidak dapat<br />
menghidrolisa selulosa kristal secara sendirian, tetapi<br />
ketika bersamaan dengan Exo-β-1,4-glukanase enzim ini<br />
dapat mendegradasi selulosa kristal secara intensif.<br />
2. Exo-β-1,4-glukanase<br />
Exo-β-1,4-glukanase adalah glycoprotein dengan berat<br />
molekul 42000-65000. Ada dua jenis yaitu Exo-β-1,4cellobiohidrolase<br />
dan Exo-β-1,4-glucan glukohidrolase.<br />
Enzim ini menyerang Crystalline Cellulose. Kerja enzim<br />
ini dihambat dengan adanya produk yaitu selobiosa atau<br />
glukosa.<br />
3. β-1,4-glukosidase<br />
β-1,4-glukosidase atau selobiosa adalah glycoprotein<br />
dengan berat molekul 50000-410000. Enzim ini dapat<br />
menghidrolisa selobiosa menjadi glukosa dan juga dapat<br />
mendegradasi seloligosakarida. Kerja enzim ini dihambat<br />
oleh produk reaksi yaitu glukosa.<br />
III. METODE PENELITIAN<br />
Persiapan Bagasse Tebu<br />
Bagasse tebu didapatkan dari limbah Pabrik Gula<br />
Candi Sidoarjo. Pada tahap pretreatment secara mekanik,<br />
bagasse tebu digiling dan diayak untuk mendapatkan<br />
ukuran 100-120 mesh, untuk pretreatment secara kimia,<br />
digunakan NaOH dengan konsentrasi 0; 1 ;2 ; dan 4%,<br />
dengan suhu 60 o C dan 80 o C, dan waktu pretreatment<br />
selama 8 jam dan 16 jam. Kandungan kimia dari bagasse<br />
tebu dianalisa dengan menggunakan metode Chesson.<br />
Penyiapan Larutan Enzim Selulase<br />
Enzim yang digunakan adalah enzim selulase komersial<br />
dari strain Trichoderma reesei dan Asperrgillus niger yang<br />
telah diencerkan. Untuk mengetahui aktivitas enzim,<br />
dilakukan uji aktivitas enzim selulase dengan<br />
menggunakan metode asam dinitrosalicylic (Miller, 1959).<br />
Degradasi Enzimatik<br />
Kondisi hidrolisa yang digunakan adalah pada suhu 60 o C<br />
dan pH 3 pada semua sampel agar didapatkan kondisi<br />
hidrolisa yang paling baik. 5 gram bagasse tebu yang<br />
sudah dilakukan pretreatment secara kimiawi dimasukkan<br />
ke dalam erlenmeyer 250 ml. Kemudian mencampurkan<br />
enzim selulase dari T.reesei dan A.niger yang sudah<br />
diketahui aktivitasnya ke dalam bagasse tebu.<br />
menambahkan buffer sitrat pH 3 sampai volume 150 ml.<br />
Menganalisa konsentrasi glukosa dalam hidrolisat dengan<br />
menggunakan metoe DNS pada setiap selang waktu<br />
tertentu. Kondisi optimal hidrolisa terbaik dari strain T.<br />
reesei dibandingkan dengan hidrolisa menggunakan strain<br />
campuran dari T. reesei dan A. niger dengan rasio 2:1.<br />
IV. HASIL DAN DISKUSI<br />
Komposisi Kimia Bagasse Tebu<br />
Pada pretreatment mekanik, bagasse tebu<br />
dikeringkan terlebih dahulu menggunakan sinar matahari<br />
selama 12 jam. Setelah itu diayak dengan ukuran 100-120<br />
mesh, dimana bertujuan untuk mempermudah proses<br />
enzimatik oleh enzim selulase dan ukuran yang kecil akan<br />
memperluas permukaan kontak antara enzim dengan<br />
bagasse tebu sehingga mempermudah enzim dalam<br />
mendegradasi selulosa dalam bagasse tebu menjadi<br />
glukosa. Dari penelitian sebelumnya, ukuran optimum<br />
untuk proses degradasi diperoleh pada ukuran 100-120<br />
mesh. (Anwar, N., dkk, 2011)<br />
Pretreatment bagasse tebu secara kimiawi perlu<br />
dilakukan karena struktur lignin pada bagasse tebu yang<br />
bersifat kokoh sehingga menghalangi kinerja enzim dalam<br />
mendegradasi selulosa. Pada pretreatment ini<br />
menggunakan NaOH, dimana NaOH dapat menurunkan<br />
derajat polimerisasi, kristalinitas dan memutus ikatan<br />
antara lignin dan karbohidrat. Oleh karena itu, diperlukan<br />
treatment kimiawi untuk merusak komponen lignin. (Sun,<br />
Ye., Cheng, Jiayang, 2002).<br />
Efek utama dari pretreatment ini adalah<br />
menghilangkan lignin dalam bagasse tebu, kemudian akan<br />
meningkatkan kereaktifan dari polisakarida yang tersisa.<br />
Dalam metode pretreatment ini, menggunakan variabel<br />
konsentrasi NaOH (1%, 2%, 4%), suhu pretreatment<br />
(60 o C, 80 o C), dan waktu pretreatment (8 jam, 16 jam).<br />
Setelah proses pretreatment secara kimiawi selesai,<br />
bagasse tebu dipisahkan dari larutan dan dicuci dengan air<br />
panas sampai pH larutan menjadi 7. Kemudian bagasse<br />
tebu dikeringkan dalam oven dan didinginkan hingga suhu<br />
ruangan. Selanjutnya melakukan analisa dengan metode<br />
chesson untuk mengetahui komponen-komponen dalam<br />
bagasse tebu setelah pretreatment, hasil dari analisa<br />
chesson ditunjukkan pada tabel 1.<br />
Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa<br />
massa total setelah pretreatment lebih kecil dari pada<br />
massa awal sebelum pretreatment. Hal ini menunjukkan<br />
adanya zat-zat organik dalam bagasse tebu yang menguap<br />
ketika proses pretreatment dan larut ketika proses<br />
pencucian. Selain itu, pretreatment yang dilakukan berhasil<br />
menurunkan massa lignin dalam bagasse tebu serta<br />
meningkatkan massa selulosanya.<br />
Gambar 1. Pengaruh pretreatment pada 60 o C terhadap konsentrasi<br />
hemiselulosa, selulosa dan lignin setelah 8 dan 16 jam pada berbagai<br />
konsentrasi NaOH.
Komposisi<br />
(%)<br />
Tabel 1. Komposisi bagasse tebu sebelum dan sesudah pretreatment<br />
Tanpa<br />
pretre<br />
atment<br />
8<br />
jam<br />
Gambar 2. Pengaruh pretreatment pada 80 o C terhadap<br />
konsentrasi hemiselulosa, selulosa dan lignin setelah 8 dan 16<br />
jam pada berbagai konsentrasi NaOH.<br />
Dari Gambar 1, tampak bahwa jika<br />
pretreatment dilakukan pada 60 o C penggunaan 4%<br />
NaOH tidak menyebabkan kenaikan kadar selulosa<br />
secara signifikan. Dan sebaliknya, dari Gambar 2,<br />
tampak bahwa jika pretreatment dilakukan pada<br />
80 o C penggunaan 4% NaOH menyebabkan<br />
kenaikan kadar selulosa sampai mencapai kadar<br />
tertingginya. Untuk itu, disimpulkan bahwa<br />
penggunaan 4% NaOH adalah yang terbaik. Pada<br />
konsentrasi ini, konsentrasi lignin sudah turun<br />
secara signifikan dengan kandungan selulosa yang<br />
tertinggi.<br />
Gambar 3. Pengaruh pretreatment dengan konsentrasi 4%<br />
NaOH terhadap konsentrasi hemiselulosa, selulosa dan<br />
lignin pada temperatur 60 dan 80 o C dan waktu 8 dan 16<br />
jam.<br />
Variabel<br />
NaOH 1% NaOH 2% NaOH 4%<br />
60 °C 80 °C 60 °C 80 °C 60 °C 80 °C<br />
16<br />
jam<br />
8<br />
jam<br />
16<br />
jam<br />
8<br />
jam<br />
Selulosa 44,99 54,42 67,20 66,63 72,29 68,14 72,64 69,89 72,74 65,62 71,03 69,80 74,51<br />
Hemiselulosa 30,59 28,20 17,38 21,83 19,26 22,52 17,59 21,77 17,33 18,89 19,27 17,53 15,20<br />
Lignin 22,28 16,36 14,21 9,30 4,86 8,68 8,94 7,79 8,60 13,14 6,60 10,24 8,13<br />
Abu 2,15 1,02 1,21 2,24 3,59 0,66 0,83 0,55 1,33 2,35 3,11 2,43 2,15<br />
Total 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100<br />
16<br />
jam<br />
8<br />
jam<br />
16<br />
jam<br />
8<br />
jam<br />
16<br />
jam<br />
8<br />
jam<br />
Berdasarkan analisa di atas, dapat<br />
disimpulkan bahwa suhu optimal untuk<br />
pretreatment adalah 80 o C, sedangkan waktu<br />
pretreatment optimal adalah selama 16 jam.<br />
Apabila dibandingkan berdasarkan konsentrasi<br />
NaOH yang digunakan, dapat dilihat bahwa<br />
konsentrasi NaOH 4% untuk pretreatment<br />
menujukkan hasil yang lebih baik dari pada<br />
pretreatment dengan konsentrasi NaOH 1% dan<br />
2%. Kadar selulosa yang dihasilkan dari<br />
pretreatment menggunakan konsentrasi NaOH 4%<br />
mencapai 74,51%, angka ini jauh lebih tinggi dari<br />
pada kadar selulosa yang dihasilkan dengan<br />
pretreatment menggunakan konsentrasi NaOH 1%<br />
dan konsentrasi NaOH 2%. Berdasarkan hal<br />
tersebut, dapat disimpulkan bahwa konsentrasi<br />
optimal untuk pretreatment bagasse tebu adalah 4%<br />
NaOH.<br />
Hal tersebut sesuai dengan hasil yang<br />
didapatkan dari pretreatment dengan kondisi<br />
optimal yaitu dengan konsentrasi NaOH 4%, pada<br />
suhu 80 o C, dan selama 16 jam yang menunjukkan<br />
hasil kadar selulosa paling tinggi. Kadar selulosa<br />
yang dihasilkan dari kondisi optimal pretreatment<br />
ini mencapai 74,51%, lebih tinggi dibandingkan<br />
dengan kadar selulosa yang dihasilkan kondisi<br />
pretreatment yang lain.<br />
Selain analisa chesson, juga dilakukan<br />
analisa Scanning Electron Microscope (SEM)<br />
untuk mengetahui struktur dari bagasse tebu setelah<br />
dilakukan pretreatment. Untuk analisa SEM,<br />
mengambil beberapa sampel hasil dari pretretment<br />
dimana menunjukkan kadar lignin yang tertinggi<br />
dan juga terendah sehingga dapat dibandingkan<br />
dengan bagasse tebu tanpa pretretment. Sampel<br />
yang dianalisa dengan SEM adalah bagasse tebu<br />
yang telah dipretreatment dengan konsentrasi<br />
NaOH 1% pada suhu 60 o C selama 8 jam dimana<br />
menghasilkan kadar lignin tertinggi dan konsentrasi<br />
16<br />
jam
NaOH 1% pada suhu 80 o C selama 16 jam dimana<br />
menghasilkan kadar lignin terendah, serta bagasse<br />
tebu tanpa pretreatment. Hasil dari analisa SEM<br />
dapat dilihat pada gambar berikut ini :<br />
(a) (b) (c)<br />
Gambar 4. Foto SEM bagasse tebu : (a) tanpa pretreatment;<br />
(b) hasil pretreatment dengan konsentrasi NaOH 1% pada<br />
suhu 60 o C selama 8 jam; (c) hasil pretreatment dengan<br />
konsentrasi NaOH 1% pada suhu 80 o C selama 16 jam<br />
Pada gambar 4. (a) yaitu kondisi dimana<br />
tidak dilakukan pretreatment menunjukkan selulosa<br />
masih terbungkus oleh lignin dan hemiselulosa.<br />
Sedangkan pada gambar 4. (b) merupakan bagasse<br />
tebu yang telah di pretreatment dengan<br />
menggunakan NaOH 1% pada suhu 60 o C selama 8<br />
jam menunjukkan lignin dan hemiselulosa yang<br />
membungkus selulosa sudah berkurang karena<br />
larut dalam larutan NaOH pada saat pretreatment,<br />
begitu juga pada gambar 4. (c) merupakan bagasse<br />
tebu yang telah di pretreatment menggunakan<br />
NaOH 1% pada suhu 80 o C selama 16 jam<br />
menunjukkan semakin berkurangnya lapisan lignin<br />
dan hemiselulosa yang membungkus selulosa.<br />
Semakin berkurangnya lapisan lignin akan<br />
menyebabkan semakin mudah mencapai ikatan<br />
glikosida.<br />
Hidrolisis bagasse tebu<br />
Dalam penelitian ini, hidrolisis dilakukan<br />
untuk semua sampel hasil pretreatment. Sampel<br />
yang dihidrolisis yaitu bagasse tebu hasil<br />
pretreatment dengan konsentrasi NaOH 1%, 2%,<br />
dan 4% pada suhu 60 o C dan 80 o C selama 8 dan 16<br />
jam.<br />
Variabel yang digunakan untuk kondisi<br />
hidrolisis adalah menggunakan suhu hidrolisis 60 o C<br />
dengan pH 3. Variabel kondisi hidrolisis tersebut<br />
ditetapkan berdasarkan penelitian yang telah<br />
dilakukan sebelumnya bahwa aktivitas enzim akan<br />
optimum pada suhu tinggi dengan pH rendah<br />
(anwar dkk., 2011), sehingga ditetapkan suhu 60 o C<br />
dan pH 3 untuk variabel hidrolisis. Berdasarkan<br />
analisa yang telah dilakukan, diperoleh hasil seperti<br />
gambar 5.<br />
Data hasil hidrolisa menunjukan<br />
kecenderungan peningkatan konsentrasi gula yang<br />
dihasilkan sampai jam ke 36 dan jam ke 42 setelah<br />
itu menunjukan penurunan sedikit demi sedikit. Hal<br />
ini berarti bahwa enzim yang dihasilkan mampu<br />
menghidrolisis sampai jam ke 42 dan setelah itu<br />
enzim mulai terdenaturasi sehingga tidak mampu<br />
menghidrolisis substrat yang ada.<br />
Gambar 5. Hasil hidrolisis pada bagasse tebu hasil<br />
pretreatment dengan suhu hidrolisis 60 o C dan pH 3<br />
Sedangkan penurunan gula yang<br />
dihasilkan kemungkinan disebabkan terabsorbnya<br />
gula yang dihasilkan kedalam partikel sellulosa dan<br />
hemisellulosa yang tidak terhidrolisis. Pengaruh<br />
pretreatment kimiawi menunjukan perbedaan hasil<br />
yang signifikan.<br />
Dari gambar grafik 5 di atas menunjukkan<br />
hasil yang terbaik untuk hidrolisis pada bagasse<br />
tebu hasil pretreatment adalah dengan konsentrasi<br />
NaOH 4% pada suhu 80 o C selama 8 jam dengan<br />
suhu hidrolisis 60 o C dan pH 3 yaitu didapatkan<br />
sebesar 4,75 g/L. Dari hasil analisa, gula reduksi<br />
yang dihasilkan semakin lama semakin meningkat<br />
dengan kondisi yang stabil. Hal ini menunjukkan<br />
bahwa suhu 60 o C dan pH 3 adalah kondisi yang<br />
optimal digunakan dalam hidrolisis, diperkirakan<br />
pada suhu ini aktifitas enzim menjadi semakin<br />
meningkat.<br />
Berdasarkan hal tersebut, dapat diambil<br />
kesimpulan bahwa bagasse tebu dengan kadar<br />
selulosa terbaik hasil pretreatment dengan kondisi<br />
optimal belum tentu memberikan hasil terbaik pada<br />
proses hidrolisis. Pretreatment akan mempermudah<br />
akses enzim menuju selulosa, tetapi belum tentu<br />
akan mengoptimalkan gula reduksi yang dihasilkan<br />
dalam proses hidrolisis.<br />
Aktivitas enzim bisa berkurang selama<br />
berlangsungnya proses hidrolisis, sehingga akan<br />
menghambat produksi gula reduksi. Salah satu<br />
penyebabnya adalah adanya adsorpsi enzim<br />
selulase oleh partikel selulosa yang tidak reversible.<br />
Penambahan surfaktan selama proses hidrolisis<br />
dapat memperbaiki sifat permukaan selulosa dan<br />
meminimalkan adsorpsi selulase yang irreversible<br />
(Errikson dkk., 2002).<br />
Hasil hidrolisa yang tebaik dengan<br />
menggunakan enzim murni yang berasal dari jamur<br />
T. Reesei dibandingakan dengan enzim murni yang<br />
berasal dari jamur A. Niger dan campuran enzim<br />
murni yang berasal dari jamur T. Reesei dan A.<br />
Niger dengan perbandingan 2 : 1. Maka hasil
perbandingannya dapat dilihat dalam grafik di<br />
bawah ini :<br />
Gambar 6. Hasil perbandingan hidrolisis pada bagasse tebu<br />
hasil pretreatment untuk konsentrasi NaOH 4% pada suhu<br />
80 o C selama 8 jam dengan suhu hidrolisis 60 o C dan pH 3 dan<br />
menggunakan enzim murni yang berbeda-beda<br />
Hidrolisis menggunakan enzim murni<br />
yang berasal dari jamur T. Reesei menghasilkan<br />
konsentrasi gula reduksi yang lebih tinggi<br />
dibandingkan dengan hidrolisis menggunakan<br />
campuran enzim murni yang berasal dari jamur T.<br />
Reesei dan A. Niger dengan perbandingan 2 : 1 dan<br />
diikuti dengan menggunakan enzim murni yang<br />
berasal dari jamur A. Niger, hal tersebut<br />
membuktikan bahwa enzim murni yang berasal dari<br />
jamur T. Reesei lebih mampu mengkonversi<br />
selulosa menjadi gula reduksi dibanding dengan<br />
lainnya.<br />
Hal ini dibuktikan dengan kandungan gula<br />
reduksi yang didapatkan pada saat hidrolisis<br />
menggunakan enzim murni yang berasal dari jamur<br />
T. Reesei paling besar daripada lainnya yaitu 4,75<br />
gram/L. Maka enzim murni yang berasal dari jamur<br />
T. Reesei lebih cocok digunakan untuk hidrolisis<br />
pada bagasse tebu hasil pretreatment dengan suhu<br />
hidrolisis 60 o C dan pH 3.<br />
V. KESIMPULAN<br />
1. Bahan baku yang digunakan memilki<br />
konsentrasi lignin, hemiselulosa, dan selulosa<br />
berturut turut sebesar 22,28%; 30,59%;<br />
44,99%.<br />
2. Kondisi pretreatment yang menunjukkan hasil<br />
kadar selulosa paling tinggi sebesar 74,51%<br />
adalah konsentrasi NaOH 4%, pada suhu 80 o C,<br />
dan selama 16 jam.<br />
3. Hasil yang terbaik untuk hidrolisis pada<br />
bagasse tebu hasil pretreatment adalah dengan<br />
konsentrasi NaOH 4% pada suhu 80 o C selama<br />
8 jam dengan suhu hidrolisis 60 o C dan pH 3<br />
yaitu didapatkan gula reduksi sebesar 4,75 g/L.<br />
4. Kandungan gula reduksi yang didapatkan pada<br />
saat hidrolisis menggunakan enzym murni<br />
yang berasal dari T. Reesei paling besar yaitu<br />
4,75 gram/L daripada campuran enzym murni<br />
yang berasal dari T. Reesei dan A. Niger<br />
dengan perbandingan 2 : 1 dan enzim murni<br />
yang berasal dari A. Niger.<br />
DAFTAR PUSTAKA<br />
1. Anwar, N., Widjaja, A., Winardi, S. 2011. “Study of The<br />
Enzymatic Hydrolysis of Alkaline Pretrieted Rice Straw<br />
Using Cellulase of Various Sources and<br />
Compositions”.International Review of Chemical<br />
Engineering Vol. 3.N.2. March 2011.<br />
2. Dahot, M.U., dan M.H. Noomrio. 1996. “Microbial<br />
Production ofCellulases by Aspergillus Fumigatus Using<br />
Wheat Straw as A CarbonSource”.Journal of Islamic<br />
Academy of Sciences 9:4, 119-124.<br />
3. Fengel D. & Wegener G. 1984. Wood: Chemistry,<br />
Ultrastructure and Reactions. De Gruvter. Berlin,<br />
pp.217-20.<br />
4. Gómez S.M R, Rafael A. R, Carlos S.G, Aline C. C, Filho<br />
M. R. 2008. “Pretreatment of sugar cane bagasse with<br />
phosphoric and sulfuric diluted acid for fermentable<br />
sugars production by enzymatic hydrolysis”,School of<br />
Chemical Engineering, University of Campinas,<br />
UNICAMP: Campinas - SP – Brazil.<br />
5. Juhasz, T., K. Kozma, Z. Szengyel, K. Reczey. 2003.<br />
“Production of β-Glucosidase in Mixed Culture of<br />
Aspergillus niger BKMF 1305 and Trichoderma reesei<br />
RUT C30”, Food Technol. Biotechnol. 41 (1) 49–53.<br />
6. Martins, L.F., D. Kolling, M. Camassola, A.J.P. Dillon,<br />
L.P. Ramos. 2008. “Comparison of Penicillium<br />
echinulatum and Trichoderma reesei Cellulases in<br />
Relation to Their Activity Against Various Cellulosic<br />
Substrates”, Bioresource Technology, 99, 1417–1424.<br />
7. Muthuvelayudham, R. and T. Viruthagiri. 2006.<br />
“Fermentative Production and Kinetics of Cellulase<br />
Protein on Trichoderma reesei Using Sugarcane Bagasse<br />
and Rice Straw”, African Journal of Biotechnology Vol.<br />
5 (20), 16 October, pp. 1873-1881.<br />
8. Rocha J.G., Martin C., Soares I.B.,Maior A. M. S., Baudel<br />
H. M., Abreu A.C.. 2010. “Dilute mixed-acid<br />
pretreatment of sugarcane bagasse for ethanol<br />
production”. Biomass and Bioenergy 35; 663-670.<br />
9. Yee S.danJiayang C. 2002.“ Hydrolysis of lignosellulosic<br />
material forethanol production: a review”, Biosource<br />
Technology 83: 1-11.