Chapter II.pdf - USU Institutional Repository - Universitas Sumatera ...
Chapter II.pdf - USU Institutional Repository - Universitas Sumatera ...
Chapter II.pdf - USU Institutional Repository - Universitas Sumatera ...
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
2.1. Polimer<br />
BAB <strong>II</strong><br />
TINJAUAN PUSTAKA<br />
Plastik, serat, film dan sebagainya yang biasanya dipergunakan dalam<br />
kehidupan sehari-hari mempunyai berat molekul diatas 10.000. Bahan dengan<br />
berat molekul yang besar itu disebut polimer, mempunyai struktur dan sifat yang<br />
rumit disebabkan oleh jumlah atom pembentuk yang lebih besar dibandingkan<br />
senyawa yang berat atomnya rendah. Umumnya polimer dibangun oleh satuan<br />
struktur tersusun secara berulang diikat oleh gaya tarik-menarik yang disebut<br />
ikatan kovalen, dimana ikatan setiap atom dari pasangan menyumbangkan satu<br />
elektron untuk membentuk sepasang elektron.<br />
Dibawah ini dijelaskan istilah teknis yang sering dipakai bagi polimer, yaitu :<br />
1). Monomer<br />
Polimer yang terbentuk oleh satuan struktur secara berulang disebut monomer.<br />
Contoh : Polietilen<br />
H H H H H<br />
│ │ │ │ │<br />
C = C → ─ C ─ C ─ C ─ …..<br />
│ │ │ │ │<br />
H H H H H<br />
Etilen (monomer) Polietilen<br />
2). Berat molekul dan derajat polimerisasi.<br />
Polipropilen terdiri dari banyak monomer propilen dalam rantai kombinasi.<br />
CH3 H H3 H<br />
│ │ │ │<br />
n.C = C → ─ C ─ C ─<br />
│ │ │ │<br />
H H H H n<br />
Propilen Polipropilen<br />
26<br />
<strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> Utara
Sifat-sifat khas bahan polimer pada umumnya adalah sebagai berikut :<br />
1. Kemampuan cetaknya baik. Pada temperatur rendah bahan dapat dicetak<br />
dengan penyuntikan, penekanan, ekstruksi, dan seterusnya.<br />
2. Produk ringan dan kuat.<br />
3. Banyak polimer bersifat isolasi listrik. Polimer dapat bersifat konduktor.<br />
4. Baik sekali ketahannya terhadap air dan zat kimia.<br />
5. Produk dengan sifat yang berbeda dapat dibuat tergantung cara<br />
pembuatannya.<br />
6. Umumnya bahan polimer lebih murah harganya.<br />
7. Kurang tahan terhadap panas sehingga perlu diperhatikan<br />
penggunaannya.<br />
8. Kekerasan permukaan yang sangat kurang.<br />
9. Kurang tahan terhadap pelarut.<br />
10. Mudah termuati listrik secara elektrostatik.<br />
11. Beberapa bahan tahan abrasi, atau mempunyai koefisien gesek yang<br />
kecil.<br />
2.2. Komposit<br />
Komposit adalah penggabungan dua atau lebih material yang berbeda<br />
sebagai suatu kombinasi yang menyatu. Bahan komposit pada umumnya terdiri<br />
dari dua unsur, yaitu serat (fiber) sebagai pengisi dan bahan pengikat serat yang<br />
disebut matrik. Didalam komposit unsur utamanya serat, sedangkan bahan<br />
pengikatnya polimer yang mudah dibentuk. Penggunaan serat sendiri yang utama<br />
adalah menentukan karakteristik bahan komposit, seperti kekakuan, kekuatan<br />
serta sifat mekanik lainnya.<br />
Sebagai bahan pengisi, serat digunakan untuk menahan gaya yang bekerja pada<br />
bahan komposit, matrik berfungsi melindungi dan mengikat serat agar dapat<br />
bekerja dengan baik terhadap gaya-gaya yang terjadi. Oleh karena itu untuk bahan<br />
27<br />
<strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> Utara
serat digunakan bahan yang kuat, kaku dan getas, sedangkan bahan matrik dipilih<br />
bahan-bahan yang liat, lunak dan tahan terhadap perlakuan kimia.<br />
2.2.1. Klasifikasi Bahan Komposit<br />
Klasifikasi komposit serat (fiber-matrik composites) dibedakan menjadi;<br />
1. Fibre composites (komposit serat) adalah gabungan serat dengan matrik.<br />
2. Flake composites adalah gabungan serpih rata dengan matrik.<br />
3. Particulate composites adalah gabungan partikel dengan matrik.<br />
4. Filled composites adalah gabungan matrik continous skeletal<br />
5. Laminar composites adalah gabungan lapisan atau unsur pokok lamina.<br />
Klasifikasi komposit ditunjukkan pada gambar dibawah ini ;<br />
Serat Satu<br />
Arah<br />
Serat<br />
Komposit Serat<br />
Gambar 2.1. Klasifikasi Bahan Komposit (Hadi, 2001)<br />
Bahan komposit terdiri dari dua macam, yaitu komposit partikel (particulate<br />
composite) dan komposit serat (fibre composite). Bahan komposit partikel terdiri<br />
dari partikel yang diikat matrik. Komposit serat ada dua macam, yaitu serat<br />
panjang (continuos fibre) dan serat pendek (short fibre atau whisker).<br />
28<br />
Bahan Komposit<br />
Komposit<br />
Serat Satu Serat Multi Arah Arah<br />
Serat Dua<br />
Arah (woven)<br />
Laminat Hybrid<br />
Serat Tidak<br />
Arah Arah<br />
<strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> Utara
2.2.2. Tipe Komposit Serat<br />
yaitu :<br />
Berdasarkan penempatannya terdapat beberapa tipe serat pada komposit,<br />
1. Continuous Fibre Composite<br />
Tipe ini mempunyai susunan serat panjang dan lurus, membentuk lamina<br />
diantara matriknya. Tipe ini mempunyai kelemahan pemisahan antar lapisan.<br />
2. Woven Fibre Composite (bi-directional)<br />
Komposit ini tidak mudah dipengaruhi pemisahan antar lapisan karena<br />
susunan seratnya mengikat antar lapisan. Susunan serat memanjangnya yang<br />
tidak begitu lurus mengakibatkan kekuatan dan kekakuan melemah.<br />
3. Discontinous Fibre Composite<br />
Discontinous Fibre Composite adalah tipe komposit dengan serat pendek.<br />
Tipe ini dibedakan lagi menjadi 3 :<br />
a) Aligned discontinous fibre<br />
b) Off-axis aligned discontinous fibre<br />
c) Randomly oriented discontinous fibre<br />
a) aligned b) off-axis c) randomly<br />
Gambar 2.2. Tipe discontinous fibre (Gibson, 1994)<br />
4. Hybrid Fibre Composite<br />
Hybrid fibre composite merupakan komposit gabungan antara tipe serat<br />
lurus dengan serat acak. Tipe ini digunakan supaya dapat menganti<br />
kekurangan sifat dari kedua tipe dan dapat menggabungkan kelebihannya.<br />
29<br />
<strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> Utara
Continous Fibre Composit Woven Fibre Composite<br />
Randomly Oriented Discontinous Fibre Hybrid Fibre Composite<br />
Gambar 2.3. Tipe Komposit Serat (Gibson, 1994)<br />
2.2.3. Faktor yang mempengaruhi Performa Komposit<br />
1. Faktor Serat<br />
2. Letak Serat<br />
A. One dimensional reinforcement, mempunyai kekuatan pada arah axis serat.<br />
B. Two dimensional reinforcement (planar), mempunyai kekuatan pada dua<br />
arah atau masing-masing arah orientasi serat.<br />
C. Three dimensional reinforcement, mempunyai sifat isotropic kekuatannya<br />
lebih tinggi dibanding dengan dua tipe sebelumnya.<br />
3. Panjang Serat<br />
Serat panjang lebih kuat dibanding serat pendek. Oleh karena itu panjang dan<br />
diameter sangat berpengaruh pada kekuatan maupun modulus komposit. Serat<br />
panjang (continous fibre) lebih efisien dalam peletakannya daripada serat<br />
pendek.<br />
4. Bentuk Serat<br />
Bentuk serat tidak mempengaruhi, yang mempengaruhi adalah diameter<br />
seratnya. Semakin kecil diameter serat akan menghasilkan kekuatan komposit<br />
yang tinggi.<br />
30<br />
<strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> Utara
5. Faktor Matrik<br />
Matrik berfungsi mengikat serat. Polimer sering dipakai termoplastik dan<br />
termoset.<br />
a. Thermoplastik<br />
1. Polyamide (PI),<br />
2. Polysulfone (PS),<br />
3. Poluetheretherketone (PEEK),<br />
4. Polypropylene (PP),<br />
5. Polyethylene (PE) dll.<br />
b. Thermosetting<br />
1. Epoksi,<br />
2. Polyester.<br />
3. Plenol,<br />
4. Resin Amino,<br />
5. Resin Furan dll.<br />
6. Katalis<br />
Katalis digunakan untuk membantu proses pengeringan (curring) pada bahan<br />
matriks suatu komposit. Penggunaan katalis yang berlebihan akan semakin<br />
mempercepat proses laju pengeringan, tetapi akan menyebabkan bahan<br />
komposit yang dihasilkan semakin getas.<br />
2.3. Serat Sabut Kelapa<br />
Buah kelapa terdiri dari epicarp yaitu bagian luar yang permukaannya licin,<br />
agak keras dan tebalnya ± 0,7 mm, mesocarp yaitu bagian tengah yang disebut<br />
sabut, bagian ini terdiri dari serat keras yang tebalnya 3–5 cm, endocarp yaitu<br />
tempurung tebalnya 3–6 mm. Sabut merupakan bagian tengah (mesocarp) epicarp<br />
dan endocarp.<br />
Sabut kelapa merupakan bagian terluar buah kelapa. Ketebalan sabut kelapa<br />
berkisar 5-6 cm yang terdiri atas lapisan terluar (exocarpium) dan lapisan dalam<br />
(endocarpium). Endocarpium mengandung serat halus sebagai bahan pembuat<br />
31<br />
<strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> Utara
tali, karpet, sikat, keset, isolator panas dan suara, filter, bahan pengisi jok<br />
kursi/mobil dan papan hardboard. Satu butir buah kelapa menghasilkan 0,4 kg<br />
sabut yang mengandung 30% serat.<br />
Serat Panjang<br />
Sabut Serat Pendek<br />
Debu Sabut<br />
Gambar 2.4. Produk Turunan Pengolahan Sabut Kelapa (Zainal. M.dan<br />
Yulius,2005)<br />
Komposisi kimia sabut kelapa terdiri atas selulosa, lignin, pyroligneous acid, gas,<br />
arang, ter, tannin, dan potasium. Dilihat sifat fisisnya sabut kelapa terdiri dari :<br />
a. Seratnya terdiri dari serat kasar dan halus dan tidak kaku.<br />
b. Mutu serat ditentukan dari warna dan ketebalan.<br />
c. Mengandung unsur kayu seperti lignin, suberin, kutin, tannin dan zat lilin.<br />
Dari sifat mekanik nya :<br />
a. Kekuatan tarik dari serat kasar dan halus berbeda.<br />
b. Mudah rapuh.<br />
c. Bersifat lentur.<br />
32<br />
Serat Berkaret<br />
Matras<br />
Kerajinan<br />
- Keset<br />
- Karpet<br />
-Tali, dll<br />
Geotekstil<br />
Genteng<br />
Hardboard<br />
Cocopeat<br />
Kompos<br />
Hardboard<br />
Isolator Listrik<br />
<strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> Utara
2.3.1. Komposisi Serat Sabut Kelapa<br />
Hasil uji komposisi serat sabut kelapa berdasarkan SNI yang dilakukan<br />
Sarana Riset dan Standarisasi dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut :<br />
Tabel 2.1 Komposisi Serat Sabut Kelapa<br />
Parameter Hasil Uji<br />
Komposisi (%)<br />
33<br />
Metode Uji<br />
Kadar Abu 2.02 SNI 14-1031-1989<br />
Kadar Lignin ( Metode Klason) 31.48 SNI 14-0492-1990<br />
Kadar Sari 3.41 SNI 14-1032-1989<br />
Kadar Alfa Selulosa 32.64 SNI 14-0444-1989<br />
Kadar Total Selulosa 55.34 Metoda Internal<br />
Kadar Pentosan sebagai 22.70<br />
BBPK<br />
SNI 01-1561-1989<br />
Hemiselulosa<br />
Kelarutan dalam NaOH 1 % 20.48 SNI 19-1938-1990<br />
Sumber : Sunario, 2008 dalam ( Laboratorium Balai Besar Pulp dan Kertas)<br />
Uji komposisi sifat kimia untuk megetahui komposisi kimia yang terdapat dalam<br />
serat sabut kelapa. Uji kadar abu untuk mengetahui kadar abu yang terdapat dalam<br />
serat sabut kelapa. Uji lignin untuk mengetahui jumlah lignin dalam serat sabut<br />
kelapa. Lignin adalah bagian yang terdapat dalam lamela tengah dan dinding sel<br />
yang berfungsi sebagai perekat antar sel, dan merupakan senyawa aromatik yang<br />
berbentuk amorf. Suatu komposit akan mempunyai sifat fisik atau kekuatan yang<br />
baik apabila mengandung sedikit lignin, karena lignin bersifat kaku dan rapuh.<br />
2.3.2. Morfologis Serat Sabut Kelapa<br />
Uji morfologis bertujuan untuk mengetahui dimensi serat dan turunannya.<br />
Pengujian yang dilakukan oleh Sunariyo, (2008) dihasilkan sebagai berikut :<br />
<strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> Utara
Tabel 2.2 Morfologi Serat Sabut Kelapa<br />
Parameter Hasil Uji<br />
34<br />
Komposisi (%)<br />
Satuan<br />
Panjang Serat Minimal 0.37 µm<br />
Panjang Serat Maksimal 2.49 µm<br />
Panjang Serat Rata-rata 1.20 µm<br />
Diamater Luar ( D) 23.23 µm<br />
Diameter dalam ( l) 13.26 µm<br />
Tebal Dinding (W) 4.99 µm<br />
Bilangan Runkel (2xW/l) 0.75 µm<br />
Kelangsingan (LD) x 1000 55.53 µm<br />
Kekakuan (W/D) 0.21 µm<br />
Kelenturan (l/D) 0.57 µm<br />
Muhisiep ratio (D 2 -i 2 /D 2 x 100) 67.42 µm<br />
Sumber : Sunario, 2008 dalam ( Laboratorium Balai Besar Pulp dan Kertas)<br />
2.4. Matriks Unsaturated Polyester Resin (UPR)<br />
Unsaturated Polyester Resin berupa resin cair dengan viskositas yang relatif<br />
rendah, dapat mengeras pada suhu kamar dengan menggunakan katalis tanpa<br />
menghasilkan gas sewaktu pengesetan. Salah satu Unsaturated Polyester Resin<br />
adalah tipe Yukallac 157 BQTN-FR yaitu Halogenated Unsaturated Polyester<br />
Resin yang khusus dikembangkan untuk FRP tahan api. Yukallac 157 BQTN-FR<br />
merupakan resin yang telah berpromotor, mengandung thixotropic agent, tanpa<br />
wax dan bersifat mencegah/mengurangi timbulnya pembakaran sehingga waktu<br />
untuk mulai terbakar lebih lama, memperlambat penyebaran api dan berhenti<br />
terbakar bila dijauhkan dari sumber api. Dengan spesifikasi sifat yang demikian<br />
maka resin ini baik digunakan sebagai bahan dinding panel dengan tahan api<br />
<strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> Utara
Unsaturated Polyester Resin yang digunakan dalam penelitian ini adalah seri<br />
Yukalac 157 ® BQTN-FR yang memiliki spesifikasi sebagai berikut :<br />
Tabel 2.3 Spesifikasi Unsaturated Polyester Resin Yukalac 157® BTQN-EX<br />
Item Satuan Nilai Tipikal Catatan<br />
Berat Jenis - 1,215 25 0 C<br />
Kekerasan _ 40 Barcol/GYZJ 934-1<br />
Suhu distorsi panas<br />
o C 70 -<br />
Penyerapan air<br />
% 0,188 24 jam<br />
( suhu ruang) % 0,466 7 hari<br />
Kekuatan Fleksural Kg/mm 2 9,4 _<br />
Modulus Fleksural Kg/mm 2 300 _<br />
Daya Rentang Kg/mm 2 5,5 _<br />
Modulus Rentang Kg/mm 2 300 _<br />
Elongasi % 2,1 _<br />
Catatan untuk sifat-sifat Resin :<br />
Kekentalan (Poise, pada 25 o C ) : 4,0 – 5,0<br />
Thixotropic Index : > 1,5<br />
Waktu gel (menit, pada 25 o C) : 20 – 30<br />
Bilangan asam, mgKOH/gr : 20 - 30<br />
Lama dapat disimpan (bulan) : < 6, pada 25 o C.<br />
Formulasi : Bagian<br />
Resin 157 BQTN – FR : 100 bagian<br />
MEKPO : 1 bagian<br />
2.5. Katalis Mekpo<br />
Katalis digunakan untuk membantu proses pengeringan resin dan serat<br />
dalam komposit. Waktu yang dibutuhkan resin untuk berubah menjadi plastik<br />
tergantung pada jumlah katalis yang dicampurkan. Penelitian ini menggunakan<br />
katalis metil ethyl katon peroxide (MEKPO) yang berbentuk cair dan bewarna<br />
bening. Semakin banyak katalis yang ditambahkan pada resin maka makin cepat<br />
35<br />
<strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> Utara
pula proses curringnya, tetapi apabila kelebihan katalis material yang dihasilkan<br />
akan getas atau resin bisa terbakar. Penambahan katalis yang baik 1% dari volum<br />
resin. Bila terjadi reaksi akan timbul panas antara 60 0 C – 90 0 C. Panas ini cukup<br />
untuk mereaksikan resin sehingga diperoleh kekuatan dan bentuk plastik yang<br />
maksimal sesuai dengan bentuk cetakan yang diinginkan.<br />
2.6. Karakteristik Papan Partikel<br />
Papan partikel umumnya berbentuk datar dengan ukuran relatif panjang,<br />
relatif lebar, dan relatif tipis sehingga disebut panel. Ada papan partikel yang<br />
tidak datar (papan partikel lengkung) dan mempunyai bentuk tertentu tergantung<br />
pada acuan (cetakan) yang dipakai. Papan partikel adalah papan yang dibuat dari<br />
partikel kayu atau bahan berlignoselulosa lainnya yang diikat dengan perekat<br />
organik dan dengan bantuan satu atau lebih unsur panas, tekanan, kelembaban,<br />
ataupun katalis (Sutigno, P. 2002).<br />
Untuk mengetahui mutu dan karakteristik papan partikel yang dihasilkan perlu<br />
dilakukan pengujian, yaitu :<br />
2.6.1.Sifat-sifat Mekanik<br />
1. Pengujian Kuat Tarik (Tensile Strength).<br />
Uji tarik adalah salah satu uji stress-strain mekanik yang bertujuan mengetahui<br />
kekuatan bahan terhadap gaya tarik. Dengan melakukan uji tarik kita<br />
mengetahui bagaimana bahan tersebut bereaksi terhadap tenaga tarikan dan<br />
mengetahui sejauh mana material bertambah panjang. Bila kita terus menarik<br />
suatu bahan sampai putus, kita akan mendapatkan profil tarikan yang lengkap<br />
berupa kurva. Kurva ini menunjukkan hubungan antara gaya tarikan dengan<br />
perubahan panjang.<br />
36<br />
<strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> Utara
Gambar 2.5. Gaya Tarik terhadap Pertambahan Panjang.<br />
Yang menjadi perhatian dalam gambar tersebut adalah kemampuan<br />
maksimum bahan dalam menahan beban. Kemampuan ini umumnya disebut<br />
"Ultimate Tensile Strength" disingkat dengan UTS. Untuk semua bahan, pada<br />
tahap sangat awal uji tarik, hubungan antara beban atau gaya yang diberikan<br />
berbanding lurus dengan perubahan panjang bahan tersebut. Ini disebut daerah<br />
linier atau linear zone. Di daerah ini, kurva pertambahan panjang vs beban<br />
mengikuti aturan Hooke, yaitu :<br />
rasio tegangan (stress) dan regangan (strain) adalah konstan<br />
Bentuk sampel uji secara umum digambarkan seperti gambar 2.6. berikut :<br />
Gambar.2.6 Uji Tarik ASTM D 638M<br />
37<br />
<strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> Utara
Pengujian dilakukan sampai sampel uji patah, maka pada saat yang sama<br />
diamati pertambahan panjang yang dialami sampel uji. Kekuatan tarik atau<br />
tekan diukur dari besarnya beban maksimum (Fmaks) yang digunakan untuk<br />
memutuskan/mematahkan spesimen bahan dengan luas awal A0. Umumnya<br />
kekuatan tarik polimer lebih rendah dari baja 70 kg.f/mm 2 . Hasil pengujian<br />
adalah grafik beban versus perpanjangan (elongasi).<br />
Enginering Stess (σ) :<br />
F maks<br />
σ =<br />
…………………………… (1)<br />
A 0<br />
Fmaks = Beban yang diberikan arah tegak lurus terhadap penampang<br />
spesimen (N)<br />
A0 = Luas penampang mula-mula spesimen sebelum diberikan<br />
pembebanan (m 2 )<br />
σ = Enginering Stress (Nm -2 )<br />
Enginering Strain (ε):<br />
l 1 − l 0 Δ l<br />
ε =<br />
= ……………………. (2)<br />
l 0 l 0<br />
ε = Enginering Strain<br />
l0 = Panjang mula-mula spesimen sebelum pembebanan<br />
Δl = Pertambahan panjang<br />
Hubungan antara stress dan strain dirumuskan:<br />
σ<br />
E = ………………………………..….……. (3)<br />
ε<br />
E = Modulus Elastisitas atau Modulus Young (Nm -2 )<br />
σ = Enginering Stress (Nm -2 )<br />
ε = Enginering Strain<br />
38<br />
<strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> Utara
Dari gambar kurva hubungan antara gaya tarikan dan pertambahan panjang<br />
kita dapat membuat hubungan antara tegangan dan regangan (stress vs strain).<br />
Selanjutnya kita dapat gambarkan kurva standar hasil eksperimen uji tarik.<br />
Deformasi Plastis<br />
Gambar 2.7 Kurva Tegangan dan Regangan Hasil Uji Tarik<br />
Daerah Linear ( elastic limit)<br />
O<br />
A<br />
Bila sebuah bahan diberi beban sampai pada titik A, kemudian bebannya<br />
dihilangkan, maka bahan tersebut akan kembali ke kondisi semula (tepatnya<br />
hampir kembali ke kondisi semula) yaitu regangan “nol” pada titik O. Tetapi<br />
bila beban ditarik sampai melewati titik A, hukum Hooke tidak lagi berlaku<br />
dan terdapat perubahan permanen dari bahan tersebut. Terdapat konvensi<br />
batas regangan permamen (permanent strain) sehingga disebut perubahan<br />
elastis yaitu kurang 0.03%, tetapi sebagian referensi menyebutkan 0.005% .<br />
Titik Luluh atau batas proporsional<br />
Titik dimana suatu bahan apabila diberi suatu beban memasuki fase peralihan<br />
deformasi elastis ke plastis. Yaitu titik sampai di mana penerapan hukum<br />
Hook masih bisa ditolerir. Dalam praktek, biasanya batas proporsional sama<br />
dengan batas elastis.<br />
39<br />
<strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> Utara
Deformasi plastis (plastic deformation)<br />
Yaitu perubahan bentuk yang tidak kembali ke keadaan semula, yaitu bila<br />
bahan ditarik sampai melewati batas proporsional.<br />
Ultimate Tensile Strength (UTS)<br />
Merupakan besar tegangan maksimum yang didapatkan dalam uji tarik.<br />
Titik Putus<br />
Merupakan besar tegangan di mana bahan yang diuji putus atau patah.<br />
2. Pengujian Kuat Lentur (Flexural Strength).<br />
Kekuatan lentur atau kekuatan bending adalah tegangan bending terbesar yang<br />
dapat diterima akibat pembebanan luar tanpa mengalami deformasi besar.<br />
Pengujian kuat lentur dilakukan untuk mengetahui ketahanan suatu bahan<br />
terhadap pembebanan pada titik lentur dan juga untuk mengetahui<br />
keeleksitasan suatu bahan. Cara pengujian kuat lentur ini dengan memberikan<br />
pembebanan tegak lurus terhadap sampel dengan tiga titik lentur dan titik-titik<br />
sebagai penahan berjarak tertentu. Titik pembebanan diletakkan pada<br />
pertengahan panjang sampel. Pada pengujian ini terjadi perlengkungan pada<br />
titik tengah sampel dan besarnya perlengkungan ini dinamakan defleksi (δ).<br />
Kemudian dicatat beban maksimum (Wmaks) dan regangan saat spesimen<br />
patah.<br />
Pengujian dilakukan dengan three point bending.<br />
SAMPEL<br />
PEMBEBANAN<br />
Gambar 2.8. Pemasangan Benda Uji Lentur<br />
40<br />
W<br />
l<br />
h<br />
<strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> Utara
Pada perhitungan untuk menentukan kekuatan lentur/bending, digunakan<br />
persamaan sesuai standar ASTM D-790, yaitu :<br />
3 Wl<br />
K = 2 ……………… (4)<br />
2 bh<br />
K = Tegangan lentur maksimum (N/m 3 )<br />
W = Beban maksimum (N)<br />
b = Lebar dari benda uji (m)<br />
h = Tebal benda uji (m)<br />
l = Jarak antara penyangga (m)<br />
3. Pengujian Kuat Impak (Impact Strength)<br />
Kekuatan impak adalah ketahanan terhadap tegangan yang datang secara tibatiba.<br />
Polimer mempunyai kekuatan impak jika kuat saat dipukul dengan keras<br />
secara tiba-tiba. Kekuatan impak dilakukan untuk mengetahui kegetasan<br />
bahan polimer. Kekuatan impak bahan polimer lebih kecil daripada kekuatan<br />
impak logam. Bahan polimer menunjukkan penurunan besar pada kekuatan<br />
impak kalau diberi regangan pada pencetakannya. Cara pengujian impak dapat<br />
dilakukan dengan pengujian Charphy, Izod atau dengan bola jatuh.<br />
2.6.2. Analisa Termal (Differential Thermal Analisis)<br />
Analisa termal dilakukan untuk mengetahui intensitas tahanan termal panel<br />
dinding terhadap bahan dinding tersebut. Sampai pada suhu berapa panas<br />
berpengaruh pada bahan komposit. Sifat termal dilakukan karena sifat ini penting<br />
untuk menentukan sifat mekanis bahan polimer. Metoda yang dapat digunakan<br />
dalam pengujian termal adalah Differential Thermal Analysis (DTA). DTA adalah<br />
salah satu tehnik yang dapat mencatat perbedaan antara suhu sampel dan senyawa<br />
pembanding baik terhadap waktu atau suhu saat kedua spesimen dikenai kondisi<br />
suhu yang sama dalam sebuah lingkungan yang dipanaskan atau didinginkan pada<br />
laju terkendali.<br />
41<br />
<strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> Utara
Sifat khas bahan polimer akan berubah oleh karena perubahan temperatur.<br />
Apabila temperatur bahan polimer berubah, maka pergerakan molekul karena<br />
termal akan mengubah kumpulan molekul atau mengubah struktur bahan polimer<br />
tersebut. Selanjutnya karena panas, oksigen dan air bersama-sama memancing<br />
reaksi kimia pada molekul-molekul dan terjadilah depolimerisasi, oksidasi,<br />
hidrolisa dan seterusnnya, dan yang paling hebat terjadi pada temperatur yang<br />
tinggi. Dengan demikian keadaan tersebut akan mempengaruhi sifat-sifat mekanik<br />
bahan polimer. Hal tersebut akan mengakibatkan modulus elastiknya menurun<br />
dan kekerasan bahannya rendah, sedangkan tegangan patahnya lebih kecil dan<br />
perpanjangan lebih besar.<br />
Gambar 2.9. Pola Umum Kurva DTA (Laboratorium PTKI Medan)<br />
Perubahan temperatur dapat digunakan untuk mengetahui ketahanan panas bahan<br />
polimer, selain dari keadaan lingkungan, bentuk bahan, macam dan jumlah<br />
pengisi, termasuk bahan penyetabil. Temperatur yang tinggi akan memberikan<br />
perubahan atau kerusakan yang banyak terhadap bahan polimer. Ketika zat-zat<br />
organik dipanaskan sampai suhu tinggi mereka memiliki kecenderungan untuk<br />
membentuk senyawa-senyawa aromatik. Agar suatu polimer layak dianggap<br />
“stabil panas” atau “tahan panas”, polimer tersebut harus tidak terurai di bawah<br />
suhu 400 0 C dan dapat mempertahankan sifat-sifatnya yang bermanfaat pada suhusuhu<br />
dekat suhu dekomposisi tersebut. Stabilitas panas merupakan fungsi dari<br />
42<br />
<strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> Utara
energi ikatan. Ketika suhu naik ke titik di mana energi getaran menimbulkan<br />
putusnya ikatan, polimer tersebut akan terurai.<br />
6.2.3. Analisa Scanning Electron Microscope (SEM)<br />
Analisa Scanning Electron Microscope (SEM) digunakan untuk<br />
mengkarakterisasi morfologi permukaan sampel dengan menggunakan metode<br />
Secondary Electron Image (SEI). Hasil yang didapat adalah foto polaroid dan<br />
mampu memfoto dengan perbesaran dari 35x sampai 10000x. Sampel yang difoto<br />
berukuran kecil, yaitu 5 mm x 5 mm untuk luas permukaan dan sampel dalam<br />
keadaan kering. Untuk sampel yang tidak bersifat konduktif, sampel harus<br />
dilapisi terlebih dahulu dengan bahan yang bersifat konduktif. Ion sputtering, alat<br />
yang digunakan untuk melapisi sampel ini tersedia juga di Laboratorium Uji<br />
Polimer (LUP). Bahan pelapisnya adalah emas (Au).<br />
6.2.4. Pengujian Ketahanan Nyala Api<br />
Pengujian ketahanan nyala api dilakukan sesuai sifat bahan yang sangat<br />
mudah menyala seperti bahan yang terkandung didalamnya yaitu seluloid dan<br />
yang dapat habis terbakar sendiri secara spontan walaupun api dipadamkan<br />
setelah penyalaan (polikarbonat). Pengujian nyala api dilakukan dengan tujuan<br />
untuk mengembangkan polimer dan serat-serat yang tak dapat nyala. Dengan<br />
mengembangkan polimer dan serat yang tak dapat nyala dapat mengurangi gasgas<br />
berasap dan beracun yang terbentuk selama proses pembakaran.<br />
Ketahanan nyala api dilakukan dengan cara membakar ujung bahan dengan api<br />
yang berasal dari pembakar bunsen. Cara ini telah ditetapkan dalam JIS-K6911-<br />
1970 dan ASTM-D635-1974. Waktu yang diperlukan agar spesimen menyala<br />
disebut waktu penyalaan dan panjang spesimen yang terbakar disebut jarak bakar.<br />
Adapun kategori kemampuan nyala dapat di kategorikan :<br />
1). Mampu nyala : terbakar lebih lama dari 180 detik dengan nyala.<br />
2). Habis terbakar : jarak bakar lebih dari 25 mm tapi kurang dari 100mm.<br />
3). Tak mampu nyala : jarak bakar kurang dari 25 mm.<br />
43<br />
<strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> Utara