16.11.2012 Views

Chapter II.pdf - USU Institutional Repository - Universitas Sumatera ...

Chapter II.pdf - USU Institutional Repository - Universitas Sumatera ...

Chapter II.pdf - USU Institutional Repository - Universitas Sumatera ...

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

BAB <strong>II</strong><br />

LEMBAGA JAMINAN PEMBEBANAN DEPOSITO SEBAGAI<br />

JAMINAN KREDIT<br />

A. Tinjauan Umum Tentang Jaminan<br />

Pentingnya jaminan dalam perjanjian kredit bank adalah sebagai salah satu<br />

sarana perlindungan hukum bagi keamanan bank dalam mengatasi risiko, yaitu agar<br />

terdapat suatu kepastian bahwa nasabah debitor akan melunasi pinjamannya.<br />

Dalam Penjelasan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 disebutkan<br />

bahwa jaminan pemberian kredit dalam arti keyakinan atas kemampuan dan<br />

kesanggupan nasabah debitor untuk melunasi kewajibannya sesuai dengan yang<br />

diperjanjikan merupakan faktor penting yang harus diperhatikan oleh bank.<br />

Untuk memperoleh keyakinan tersebut, bank melakukan penilaian atas jaminan<br />

(collateral) 26 sebelum memberikan kredit kepada nasabah debitor dengan memperhatikan<br />

prinsip kehati-hatian. 27<br />

Kerangka hukum jaminan dalam KUH Perdata diatur dalam Buku <strong>II</strong> (Hukum Benda),<br />

Bab ke-19, Bagian Kesatu, Pasal 1131 yang berbunyi “ Segala kebendaan si berutang,<br />

baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun<br />

yang baru akan ada dikemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala<br />

perikatannya perseorangan ” . Selanjutnya Pasal 1132 berbunyi “ Kebendaan tersebut<br />

26<br />

Collateral is the proverty subject to a security interest, and includes accounts and chattel<br />

paper which have been sold. Lihat Steven Emanuel, Secured Transaction, Larchmont NY: Harvard<br />

Law School, 1976, h. 5.<br />

27 W.S.Weerasooria, Banking Law and Financial System in Australia, Australia:<br />

Butterworths, 1993, h. 554.<br />

<strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> Utara


menjadi jaminan bersama-sama bagi semua orang yang mengutangkan padanya;<br />

pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi menurut keseimbangan,<br />

yaitu menurut besar kecilnya piutang masing-masing, kecuali apabila di antara para<br />

berpiutang itu ada alasan-alasan yang sah untuk didahulukan. 28<br />

Dalam Pasal 1131 KUH Perdata terjemahan R. Subekti dan Tjitrosudibio tersebut<br />

di atas, kata “tanggungan” adalah terjemahan dari “aansprakelijk”. Sebenarnya yang<br />

lebih tepat dipakai bukan tanggungan melainkan tanggung jawab atau tanggung<br />

29<br />

gugat, Demikian juga kata “waarborg” seharusnya diterjemahkan sebagai penjamin<br />

atau penanggung bukan jaminan. 30 Adakalanya kata “borg” 31 dapat diartikan sebagai<br />

agunan yang sama maknanya dengan jaminan. 32<br />

Jadi “borg” tidak sama maknanya<br />

dengan “waarborg”. Berdasarkan jenis lembaga jaminan deposito yang diatur oleh<br />

KUHPerdata, adapun untuk lembaga jaminan kelembagaan ini dikenal dua macam,<br />

yaitu : gadai, cessie.<br />

Deposito termasuk di dalam jenis benda bergerak tak bertubuh atau lebih dikenal<br />

dengan piutang, oleh karena itu dari ketiga lembaga yang ada, peneliti mencoba<br />

28<br />

Dalam bahasa Belanda Pasal 1131 tersebut berbunyi “Alle de roerende en onroerende<br />

goederen van den schuldenaar, zoo wel tegenwoordige als toekomstige, zijn voor deszelfs persoonlijke<br />

verbintenissen aansprakelijke”. Pasal 1132 berbunyi “Die goedern strekken tot gemeenschappelijken<br />

waarborg voor zijne schuldeischers; delzelver opbrengst wordt onder hen, pondspondsgelijk,<br />

naar evenredigheid van eens eiders inschuld, verdeeld, ten ware er tusschen de schuldeischers wettige<br />

redenen van voorrang mogten bestaan”<br />

29<br />

Marjanne Termorshuizen, Kamus Hukum Belanda Indonesia, (Jakarta: Djambatan, 1999),<br />

hal. 6.<br />

30Ibid.,<br />

h. 524.<br />

31<br />

Ibid., h. 69.<br />

32<br />

Lihat Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta :<br />

Balai Pustaka, 1990, h. 11 dan 348. Istilah “jaminan” dijumpai dalam Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang<br />

Nomor 14 Tahun 1967 yang diartikan harus bersifat kebendaan (zakelijk), yang mempunyai akibat<br />

kebendaan yang dinamakan hak preferensi (droit de preference) dan hak mengikuti bendanya<br />

(droit de suite)<br />

<strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> Utara


membandingkan manakah yang lebih effisien untuk dipakai di dalam praktek<br />

penjaminannya.<br />

1. Gadai<br />

a. Pengertian Gadai<br />

Deposito termasuk dalam katagori benda bergerak yang tidak berwujud, sehingga<br />

atasnya dapat dibebani hak gadai. Terhadap gadai atas benda bergerak tersebut maka<br />

hukum yang berlaku adalah ketentuan hukum KUH Perdata Pasal 1150 sampai<br />

dengan Pasal 1160.<br />

Pemberian gadai pada dasarnya adalah suatu jaminan dalam pelaksanaan suatu<br />

prestasi yang akan diberikan oleh debitur untuk masa yang akan datang mengingat<br />

bahwa gadai memberikan kekuasaan kepada pemegang gadai untuk mengambil<br />

pelunasan dari barang gadai secara didahulukan. 33<br />

Hak gadai terjadi dengan penyerahan benda gadai secara nyata, sehingga benda<br />

tersebut berada di bawah kekuasaan kreditur. Hak kebendaan (jaminan) atas benda<br />

bergerak itu ada pada pemegang gadai. Hal tersebut tercantum dalam Pasal 1152 ayat<br />

(1) KUH Perdata, yaitu:<br />

“Hak gadai atas benda-benda bergerak dan atas piutang-piutang bahwa<br />

diletakkan dengan membawa barang gadainya dibawah kekuasaan si<br />

berpiutang atau seseorang pihak ketiga, tentang siapa telah disetujui oleh<br />

kedua belah pihak”.<br />

33 Budi Untung, kredit perbankan Di Indonesia,Andi, Yokyakarta,tahun 2000, hal 86<br />

<strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> Utara


Gadai merupakan perjanjian accecoir, maksudnya adalah bahwa sebelum<br />

diadakan perjanjian gadai, terlebih dahulu harus ada perjanjian kredit sebagai<br />

perjanjian pokoknya.<br />

Menurut ketentuan Pasal 1150 bahwa pihak yang mengadaikan disebut “pemberi<br />

gadai” dan pihak yang menerima gadai disebut “penerima atau pemegang gadai”.<br />

gadai adalah :<br />

Pasal 1150 KUH Perdata mendefinisikan gadai sebagai berikut :<br />

“ Gadai adalah suatu hak yang diperoleh seorang yang berpiutang atas suatu<br />

barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang berutang atau<br />

seorang lain atas namanya, dan yang memberikan kekuasaan kepada si<br />

berpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara<br />

didahulukan dari pada orang –orang berpiutang lainnya; dengan kekecualian<br />

biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk<br />

menyelamatkannya setelah barang itu digadaikan, biaya-biaya mana harus<br />

didahulukan ”.<br />

Selanjutnya, Volmar dengan bahasanya sendiri, ia memberikan pengertian<br />

“Sebuah hak atas benda bergerak milik orang lain yang dimaksud tujuannya<br />

bukan memberikan kepada orang yang berhak terhadap gadai itu (penerima<br />

gadai) nikmat benda tersebut, tetapi hanyalah untuk memberikan kepadanya<br />

jaminan tertentu bagi pelunasan suatu barang”. 34<br />

Dari perumusan di atas dapat disimpulkan bahwa gadai adalah suatu hak<br />

kebendaan yang mempunyai objek berupa benda bergerak yang berwujud dan tidak<br />

berwujud yang penyerahannya dilakukan oleh debitur atau orang lain atas nama<br />

debitur/pihak ketiga dengan fungsi untuk menjamin pemenuhan piutang kreditur,<br />

34<br />

Volmar,pengantar study Hukum Perdata, Jilid I, Raja Grafindo Persada, Jakarta, Tahun<br />

1994, hal 310<br />

<strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> Utara


dimana gadai mempunyai hak untuk didahulukan (hak preferen) dari kreditur-kreditur<br />

lainnya, kecuali ditentukan lain dalam undang-undang. 35<br />

b. Unsur-unsur Yuridis Dari Perjanjian Gadai<br />

Di dalam perjanjian gadai terdapat beberapa unsur yuridis yang terdapat<br />

dalam pelaksanaan perjanjian gadai antara lain :<br />

1. obyek gadai adalah barang bergerak<br />

2. subyek gadai adalah perorangan atau badan usaha<br />

3. syarat gadai bahwa benda gadai harus diserahkan kepada kreditor (inbezitstelling)<br />

4. pihak yang menyerahkan barang adalah debitor atau kuasanya<br />

5. kreditor gadai mempunyai hak didahulukan penagihannya dari kreditor-kreditor<br />

lainnya<br />

6. pengecualian atas hak didahulukan meliputi 2 (dua) hal yaitu biaya lelang dan biaya<br />

penyelamatan barang.<br />

Barang bergerak yang menjadi obyek gadai meliputi barang bergerak berwujud dan<br />

barang bergerak tidak berwujud. 37<br />

35 Ibid.<br />

36 Tan Kamello, Karakter Hukum Perdata Dalam Fungsi Perbankan Melalui Hubungan<br />

Antara Bank dengan Nasabah, Kampus <strong>USU</strong> 2 September 2006.<br />

37 Lihat Pasal 1152 bis dan 1153 KUHPerdata.<br />

36<br />

Tidak sah perjanjian gadai apabila obyek gadai tidak<br />

dilepaskan dari kekuasaan debitor. Benda jaminan gadai tidak dibolehkan berada dalam<br />

tangan debitur, walaupun hal tersebut diperjanjikan, karena sangat bertentangan dengan<br />

prinsip gadai. Larangan ini sekaligus menunjukkan pula bahwa perjanjian gadai bersifat riil.<br />

Mahkamah Agung dalam salah satu pertimbangan hukumnya menetapkan bahwa dalam<br />

<strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> Utara


hubungan “ pand ” /gadai, pemilikan atas barang jaminan tetap berada pada debitor, namun<br />

penguasaan secara fisik atas barang tersebut berada di tangan kreditor. 38<br />

2. Cessie<br />

a. Pengertian Cessie<br />

Cessie adalah suatu cara pengalihan piutang atas nama yang diatur dalam Pasal<br />

613 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Pengalihan ini terjadi atas dasar suatu<br />

peristiwa perdata, seperti perjanjian jual-beli antara kreditor lama dengan calon<br />

kreditor baru.<br />

39<br />

Cessie atau pengalihan hak atas<br />

kebendaan tak bertubuh (intangible goods)<br />

kepada pihak ketiga. Kebendaan tak bertubuh di sini biasa berbentuk piutang atas<br />

nama. Cessie dapat dilakukan melalui akta otentik atau akta bawah tangan. Syarat<br />

utama keabsahan cessie adalah pemberitahuan cessie tersebut kepada pihak terhutang<br />

untuk disetujui dan diakuinya. Pihak terhutang di sini adalah pihak terhadap mana si<br />

berpiutang memiliki tagihan. Pengaturan mengenai cessie diatur dalam Pasal 613<br />

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia.Dalam praktek transaksi bisnis di<br />

Indonesia saat ini, akta cessie biasa dibuat dalam bentuk "Assignment Deed". Hal<br />

pokok yang diatur dalam Assignment Deed adalah sebagai berikut: 40<br />

a. Para pihak, yaitu pihak yang memiliki piutang (Transferor) dan pihak<br />

yang akan menerima pengalihan piutang (transferee);<br />

38<br />

Varia Peradilan, Majalah Hukum Tahun <strong>II</strong>I, No. 34, IKAHI, 1988, h. 11.<br />

39<br />

Suharnoko dan Endah Hartati, Doktrin, Subrogasi, Novasi dan Cessie, ( Jakarta : Prenada<br />

Media, 2005), Hal. 101.<br />

40<br />

http://one.indoskripsi.com diakses pada tanggal 2 januari 2010.<br />

<strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> Utara


. Pernyataan pengalihan piutang oleh Transferor kepada Transferee dan<br />

pernyataan penerimaan pengalihan piutang tersebut oleh Transferee<br />

dari Transferor;<br />

c. Syarat adanya pemberitahuan dari Transferor kepada pihak yang<br />

berhutang dan penegasan si berhutang ini bahwa ia menerima<br />

pengalihan hutangnya (atau piutang si Transferor) kepada Transferee.<br />

Sedangkan dalam praktek, dasar diadakannya cessie ini adalah sebagaimana<br />

ketentuan penyerahan piutang yang diatur dalam KUH Perdata, khususnya terdapat<br />

dalam Pasal 613, yaitu :<br />

“Penyerahan akan piutang atas nama dan kehendak tak bertubuh lainnya,<br />

dilakukan dengan jalan membuat suatu akta otentik atau dibawah tangan<br />

dengan mana hak-hak atas kebendaan itu dilimpahkan kepada orang lain”.<br />

Penyerahan yang demikian bagi si berutang tiada akibatnya melainkan setelah<br />

penyerahan itu diberikan kepadanya, atau secara tertulis disetujui dan<br />

diakuinya.<br />

Penyerahan tiap-tiap piutang karena surat-bawa dilakukan dengan penyerahan<br />

surat itu; penyerahan tiap-tiap pitang karena surat tunjuk dilakukan dengan<br />

penyerahan surat disertai dengan endorsement”. 41<br />

Dari Bunyi Pasal tersebut di atas, maka cessie jaminan hanya dibebankan atas<br />

piutang atas bawa, oleh karena itu bilyet deposito yang termasuk sebagai piutang atas<br />

nama dapat dibebankan dengan cessie.<br />

Menurut Budi Untung lebih lanjut dapat dikemukakan bahwa berlakunya secara<br />

yuridis formal suatu cessie adalah memenuhi tiga pensyaratan minimal, yaitu :<br />

41<br />

Budi Untung, Budi Untung, Kredit Perbankan Di Indonesia,Andi, Yokyakarta,tahun 2000,<br />

hal 100.<br />

<strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> Utara


1. Atas pengalihan piutang/tagihan tersebut haruslah dilakukan dengan suatu<br />

perjanjian cessie baik dengan akta otentik maupun akta di bawah tangan.<br />

2. Adanya pemebritahuan, persetujuan dan pengakuan dari si tertagih bahwa<br />

hak atas piutang/tagihan sebelumnya tersebut telah dialihkan kepada pihak<br />

lain.<br />

3. Adanya penyerahan nyata atas bukti kepemilikan atas piutang tagihan tersebut<br />

dari yang berhak sebelumnya kepada yang menerima hak atas piutang/tagihan<br />

tersebut. 42<br />

Untuk kepentingan dan keamanan bank, ada beberapa hal yang perlu diketahui<br />

oleh kreditur sebelum suatu piutang/tagihan diterima dan diikat sebagai jaminan<br />

yaitu :<br />

1. Kepastian jumlah tagihan, bukti/dasar adanya tagihan tersebut serta tanggal<br />

jatuh tempo penagihan;<br />

2. Adanya pemberutahuan,persetujuan dan pengakuan dari pihak tertagih<br />

mengenai pengalihan tagihan tersebut kepada bank;<br />

3. Untuk setiap pengalihan tagihan tersebut selain harus ada penyerahan nyata<br />

atas kepemilikannya, juga harus ada perjanjian pengalihan tersebut, baik<br />

dengan akta otentik ataupun dengan akta di bawah tangan. 43<br />

Akan tetapi dalam praktek perbankan sekarang berdasarkan hasil penelitian<br />

bahwa pada PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk, pengikatan kredit dengan jaminan<br />

deposito tidak memakai lembaga jaminan cessie akan tetapi pengikatannya cukup<br />

42 Ibid,hal 101<br />

43 Ibid<br />

<strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> Utara


dilakukan dengan lembaga jaminan gadai, yang sudah pasti terjamin dan akurat<br />

dalam hal pencairannya. 44<br />

B. Pengertian Tentang Deposito Sebagai Jaminan Kredit<br />

1. Pengertian Deposito<br />

Pengertian deposito disebut dalam pasal 1 angka (7) UU Perbankan. Pasal<br />

tersebut menyatakan bahwa “Deposito adalah simpanan yang penarikannya hanya<br />

dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan perjanjian nasabah penyimpan<br />

dengan bank”<br />

45<br />

Berdasarkan pasal tersebut, deposito dikategorikan sebagai bentuk simpanan dana<br />

oleh nasabah penyimpan (deposan) kepada pihak bank, dimana berdasarkanperjanjian<br />

antara keduanya, dana itu dapat ditarik kembali oleh nasabah setelah jangka waktu<br />

tertentu.<br />

Kata perjanjian yang terdapat pada pasal 1 angka (7) UU Perbankan tersebut<br />

menunjukan bahwa simpanan deposito yang lahir dari perjanjian yang dibuat antara<br />

pihak bank dengan nasabah, tidak terikat bentuknya, tetapi diberikan kesempatan<br />

kepada para pihak untuk menentukan syarat-syaratnya. Asas ini sengaja demikian<br />

untuk memberikan ruang gerak kepada bank dan nasabah dalam menentukan syarat-<br />

syarat deposito yang akan dibuat diantara mereka.<br />

44<br />

Wawacara dengan Andri Antoni, Tanggal 03 maret 2010<br />

45<br />

Anwari AhmadPraktek Perbankan (Deposito Berjangka), PT. Balai Aksara,<br />

Jakarta,1979, hal 37.<br />

<strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> Utara


Ahmad Anwari memberikan pengertian bahwa “deposito adalah nama yang<br />

diberikan pada simpanan deposan di bank yang lasim diletakkan pada persyaratan<br />

jangka waktu penyimpanan” 46<br />

Referensi dari sarjana lain, seperti Karim (2004 : 411), juga mengemukakan<br />

pendapat bahwa : “uang yang dititipkan pada bank oleh pribadi maupun lembaga<br />

usaha tertentu untuk disimpan dan kemudian ditarik kembali saat dibutuhkan atau<br />

berdasarkan syarat yang telah disepakati bersama, yang dapat dimintai atau<br />

dibutuhkan disebut deposito”.<br />

Berdasarkan uraian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa deposito adalah<br />

simpanan uang ke bank yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu<br />

tertentu menurut perjanjian yang telah disepakati yang dibuat secara tertulis oleh dan<br />

antara pihak bank dengan nasabah penyimpan dana (deposan).<br />

2. Jenis-jenis Deposito<br />

OP.Simorangkir dalam bukunya “Seluk Beluk Bank Komersial”, membagi<br />

deposito menjadi empat jenis, yaitu :<br />

a. Deposito berjangka (time deposit), yaitu simpanan dalam rupiah milik pihak<br />

ketiga yang penarikannya dilakukan setelah jangka waktu tertentu menurut<br />

perjanjian antara bank dan si penyimpan (deposan). Bila jangka waktunya<br />

telah habis maka kemungkinannya deposan dapat mencairkan atau<br />

46<br />

Ahmad, Anwari , Praktek Perbankan (Deposito Berjangka), PT. Balai Aksara,<br />

Jakarta.hal 12<br />

<strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> Utara


memperpanjang jangka waktunya. Jangka waktu deposito ini biasanya<br />

bervariasi mulai dari 1, 2, 3, 6 ataupun 12 bulan, tergantung kesepakatan<br />

kedua belah pihak. Dalam praktek sehari-hari jenis ini lasim disebut deposito<br />

biasa.<br />

b. Deposito on call, yaitu simpanan deposan dalam jumlah tertentu artinya<br />

penempatannya ada syarat jumlah minimal tertentu, biasanya lebih besar dari<br />

deposito berjangka biasa, dan jangka waktu penempatannya minimal 7 hari,<br />

tergantung bank yang bersangkutan.<br />

c. Deposito Automatic Roll-over, perbedaannya dengan deposito berjangka<br />

biasa ialah ketika jatuh tempo maka pihak bank harus melakukan<br />

perpanjangan jangka waktu secara otomatis, tanpa menunggu konfirmasi lagi<br />

ke deposan. Artinya pada saat penempatannya sudah ditentukan syarat<br />

perpanjangan otomatis tersebut.<br />

d. Sertifikat Deposito, adalah surat berharga yang pada hakikatnya sama dengan<br />

surat tanda bukti menyimpan uang. Perbedaan dengan deposito biasa<br />

adalahpembayaran bunganya adalah diawal penempatan, diterbitkan oleh<br />

bank sebagai surat berharga atas unjuk yang dapat diperjual-belikan atau<br />

dipindah tangankan, sedangkan deposito biasa diterbitkan atas nama dan tidak<br />

dapat diperjual-belikan. 47<br />

47<br />

Hartono Hadisoeprapto , Pokok-Pokok Hukum Perikatan dan Hukum Jaminan,<br />

Liberty, Yogyakarta.1984,hal54<br />

<strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> Utara


3. Hak dan Kewajiban Pemegang Deposito<br />

Mengenai hak dan kewajiban bagi seorang deposan ini, telah ditetapkan dan<br />

dibuat secara tertulis di dalam bilyet deposito yang asli, namun tidak secara jelas<br />

dibedakan mengenai hak dan kewajiban. Dari bilyet deposito hanya tercantum antara<br />

lain :<br />

1. menerima atas depositonya pada saat jatuh tempo<br />

2. menerima nominal deposito pada saat jatuh tempo<br />

3. depositonya dapat dijadikan jaminan kredit<br />

4. deposito dijamin secara penuh oleh bank untuk mendapat pembayaran<br />

kembali<br />

5. meminta izin kepada bank yang bersangkutan bila ingin memindahtangankan<br />

deposito berjangkanya. 48<br />

Hak dan kewajiban yang dimiliki deposan ini dibuat dan ditetapkan oleh pihak<br />

bank yang menerbitkan deposito tersebut dan deposan harus mematuhinya seperti<br />

tercantum di dalam deposito.<br />

4. Deposito Sebagai Jaminan Kredit<br />

Sebagaimana telah diuraikan dalam bagian terdahulu bahwa jaminan diperlukan<br />

sebagai salah salah satu sumber pembayaran kredit jika kredit yang diberikan<br />

bermasalah maka deposito belakangan ini juga berkembang menjadi trend yang<br />

berlaku/diterima sebagai jaminan kredit. Diterimanya deposito sebagai jaminan kredit<br />

48 Ahmad Anwari, Op.Cit, hal 30<br />

<strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> Utara


tidak terlepas dari sifat kepastian jumlahnya yang memang sangat pasti dan sangat<br />

likuid dibanding dengan jaminan-jaminan kredit lainnya. Sehingga dapat dikatakan<br />

bahwa pemberian kredit dengan jaminan deposito memberikan tingkat keamanan<br />

yang sangat tinggi dan pasti bagi kreditur. Apalagi jika deposito tersebut<br />

keberadaannya (penempatannya) berada di bank pemberi kredit. 49<br />

Selain karena sifatnya yang sangat likuid tersebut, dari sudut debitur,<br />

faktor pendorong deposito diserahkan sebagai jaminan kredit, adalah pertimbangan<br />

proses permohonan dan approval kredit serta biaya. Dibandingkan dengan kredit<br />

dengan jaminan selain deposito, proses permohonan dan approval kreditnya sangat<br />

cepat dan tidak berbelit-belit. Demikian juga dengan biaya, dalam kredit dengan<br />

jaminan deposito (back to back loan), biaya kredit yang dikeluarkan oleh debitur<br />

dapat ditekan sedemikian rupa sehingga bisa jauh lebih murahdibandingkan dengan<br />

50<br />

kredit umum dengan jaminan lainnya. Hal ini disebabkan karena dua hal<br />

a. seluruh pengikatan kredit dan jaminannya cukup dilakukan secara di bawah tangan;<br />

b. karena kepentingan kreditur yang tidak mau kehilangan bisnis dari sisi<br />

pendanaan, yaitu dengan penempatan depositonya di bank yang sama dengan<br />

kreditur, maka bagi kreditur, deposito jaminan ini juga membawa keuntungan<br />

tersendiri sebagai bagian dari pemenuhan target pengumpulan dana-dana<br />

pihak ketiga. Sehingga karenanya, terdapat bargaining position yang relatif<br />

lebih kuat dibanding dengan jenis-jenis kredit dengan jaminan selain deposito.<br />

49<br />

Ibid, hal. 54.<br />

50<br />

Mariam Darus Badrulzaman, Perjanjian Kredit Bank, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung,<br />

1991, hal. 23-24.<br />

:<br />

<strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> Utara


5. Tata Cara Pengikatan Deposito Sebagai Jaminan Kredit<br />

Deposito termasuk dalam kategori benda bergerak yang tidak berwujud,<br />

sehingga atasnya, dapat dibebani dengan hak gadai. Terhadap gadai atas benda<br />

bergerak tersebut maka hukum yang berlaku adalah ketentuan dalam KUHPerdata<br />

pasal 1150 sampai dengan pasal 1160.<br />

Maka untuk mengikat deposito sebagai jaminan kredit, akan dilakukan<br />

tahap-tahap pengikatan sebagai berikut : 51<br />

a. Tahap pertama. Pengikatan kredit sebagai perjanjian pokok dimana di dalamnya<br />

disebutkan jaminan kredit ini adalah deposito.<br />

b. Tahap kedua. Pengikatan deposito dilakukan dengan pembuatan akta perjanjian<br />

gadai antara pemilik deposito dengan pihak bank. Menurut hukum, akta perjanjian<br />

gadai dapat dibuat secara sah dengan dilakukan secara notaril maupun di bawah<br />

tangan, dibuat untuk menjamin perjanjian pokoknya yang berupa perjanjian<br />

kredit.<br />

c. Tahap ketiga. Untuk membebankan hak gadai maka setelah pembuatan akta<br />

perjanjian gadai antara pemilik deposito dengan pihak bank, selanjutnya diikuti<br />

dengan penyerahan bilyet deposito yang dijaminkan kepada pemegang gadai,<br />

dalam hal ini pihak bank. Penyerahan tersebut merupakan penyerahan yang nyata,<br />

51 Satrio J, Hukum Perikatan, Perikatan yang Lahir dari Undang-Undang,<br />

PT. Citra Aditya Bakti, Bandung., 2002, hal 67-69.<br />

<strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> Utara


artinya bilyet deposito itu harus benar-benar diserahkan dibawah kekuasaan bank,<br />

tidak boleh hanya berdasarkan pada pernyataan dari pemberi gadai saja, tetapi<br />

benda itu masih berada didalam kekuasaannya. Penyerahan nyata ini dilakukan<br />

bersamaan dengan penyerahan yuridis, sehingga penyerahan tersebut merupakan<br />

unsur sahnya gadai.<br />

d. Tahap keempat. Bersamaan dengan tahap ketiga, pemilik deposito/penjamin harus<br />

memberikan kuasa kepada pemegang gadai/pihak bank untuk melakukan<br />

pencairan deposito dalam hal pemilik deposito/debitur wanprestasi. Kuasa<br />

mencairkan deposito ini adalah juga bentuk nyata penyerahan yuridis deposito<br />

kepada bank untuk memudahkan pihak kreditur dalam melakukan pelunasan<br />

kredit yang dijamin dengan deposito tersebut.<br />

d. Tahap kelima. Kreditur selaku penerima gadai deposito akan melakukan<br />

pemblokiran atas deposito jaminan tersebut sesuai dengan jangka waktu<br />

perjanjian kreditnya. Artinya sepanjang kredit sebagai perjanjian pokok belum<br />

dilunasi maka sepanjang itu pula deposito jaminan diblokir.<br />

C. Lembaga Jaminan Kredit Deposito<br />

Deposito termasuk di dalam jenis benda bergerak tak bertubuh atau lebih dikenal<br />

dengan piutang, oleh karena itu dari lembaga yang ada, peneliti mencoba<br />

membandingkan manakah yang lebih effisien untuk dipakai di dalam praktek<br />

penjaminannya.<br />

<strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> Utara


Berdasarkan jenis lembaga jaminan deposito yang diatur oleh KUH Perdata,<br />

adapun untuk lembaga jaminan kelembagaan ini dikenal dua macam, yaitu : gadai,<br />

cessie.<br />

<strong>Universitas</strong> <strong>Sumatera</strong> Utara

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!