04.03.2013 Views

APLIKASI KOMPOS KULIT KAYU EUKALIPTUS DAN MIKORIZA ...

APLIKASI KOMPOS KULIT KAYU EUKALIPTUS DAN MIKORIZA ...

APLIKASI KOMPOS KULIT KAYU EUKALIPTUS DAN MIKORIZA ...

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

Botani dan Penyebaran Eukaliptus<br />

TINJAUAN PUSTAKA<br />

Adapun sistematika tanaman Eukaliptus menurut Wulandari (2002) adalah<br />

sebagai berikut :<br />

Divisi : Spermatophyta<br />

Sub Divisi : Angiospermae<br />

Klas : Dicotyledoneae<br />

Ordo : Myrtales<br />

Famili : Myrtaceae<br />

Genus : Eucalyptus<br />

Spesies : Eucalyptus spp<br />

Marga Eukaliptus termasuk kelompok yang berbuah kapsul dalam suku<br />

Myrtaceae dan dibagi menjadi 7-10 anak marga, setiap anak dibagi lagi menjadi<br />

beberapa seksi dan seri. Marga Eukaliptus terdiri atas 500 jenis yang kebanyakan<br />

endemik di Australia. Hanya 2 jenis tersebar di wilayah Malesia (Maluku,<br />

Sulawesi, Nusa Tenggara dan Filiphina) yaitu E. urophylus dan E. deglupta.<br />

Beberapa jenis menyebar dari Australia bagian utara menuju Malesia bagian<br />

timur. Keragaman terbesar di daerah-daerah pantai New South Wales dan<br />

Australia bagian Barat daya. Pada saat ini beberapa jenis ditanam di luar daerah<br />

penyebaran alami, misalnya di kawasan Malesia, juga di Benua Asia, Afrika<br />

(Sutisna, Kalima dan Purnadjaja, 1998).<br />

Eukaliptus yang masih muda, mempunyai akar utama yang cepat sekali<br />

tumbuh memanjang masuk ke dalam tanah. Anakan pohon yang telah di sapih di<br />

Universitas Sumatera Utara


dalam kontainer (kantong) yang siap menjadi bibit dan di simpan dalam<br />

bedengan bibit, pada umur satu bulan akar-akarnya telah menembus kontainer dan<br />

masuk kedalam tanah setelah pohon mencapai dewasa, akar utama banyak<br />

bercabang ke arah bawah tanah. Intensitas penyebaran akar ke arah bawah hampir<br />

sama banyaknya dengan arah samping (Firmansyah, 2001).<br />

Tanaman Eukaliptus pada umumnya berupa pohon kecil hingga besar,<br />

tingginya 60-87 m. Batang utamanya berbentuk lurus, dengan diameter hingga<br />

200 cm. Permukaan kulit kayu licin, berserat berbentuk papan catur. Daun muda<br />

dan daun dewasa sifatnya berbeda, daun dewasa umumnya berseling kadang-<br />

kadang berhadapan, tunggal, tulang tengah jelas, pertulangan sekunder menyirip<br />

atau sejajar, berbau harum bila diremas. Perbungaan berbentuk payung yang rapat<br />

kadang-kadang berupa malai rata di ujung ranting. Buah berbentuk kapsul, kering<br />

dan berdinding tipis. Biji berwarna coklat atau hitam. (Sutisna, Kalima dan<br />

Purnadjaja, 1998).<br />

Sifat Kayu Eukaliptus<br />

Eukaliptus adalah termasuk jenis pohon cahaya (intoleran, light demanter)<br />

dan sepanjang tahun selalu tetap hijau (evergreen). Pertumbuhan cepat waktu<br />

muda, baik riap tinggi maupun riap diameter dan umumnya Eukaliptus tahan<br />

terhadap kebakaran, terutama jenis-jenis yang berkulit tebal, bila di bandingkan<br />

dengan kayu daun lebar (Firmansyah, 2001).<br />

Selanjutnya dinyatakan dalam Firmansyah (2001) bahwa perakaran jenis<br />

Eukaliptus terdapat paling banyak pada kedalaman satu meter. Pada tanah dangkal<br />

dan kurang subur akar dapat mencapai 18 – 20 meter jauhnya dari pohon.<br />

Universitas Sumatera Utara


Akarnya mempunyai kemampuan untuk menembus tanah yang keras dan<br />

memasuki celah batu untuk mendapatkan air dan mineral. Sistem perakaran yang<br />

demikian sangat menguntungkan untuk penanaman di daerah dekat aliran sungai<br />

dan sumber air dengan tujuan untuk pengawetan tanah dan air (hidrologis).<br />

Kulit kayu lebih bersifat asam daripada kayu karena kandungan senyawa<br />

yang bersifat asam lebih tinggi. Asam organik selama dekomposisi yang pada saat<br />

pengomposan tidak sempurna akan bersifat toksik bagi tanaman<br />

sehingga mengganggu proses metabolisme tanaman. Kulit luar juga lebih bersifat<br />

asam daripada kulit dalam dan bahwa terdapat sedikit penurunan pH kulit pohon<br />

dengan tambahnya umur (Volz dalam Fengel, 2003).<br />

Syarat Tumbuh<br />

Umumnya Eucalyptus spp tumbuh baik pada tanah jenis aluvial kecuali<br />

Eucalyptus saligna yang memerlukan jenis tanah podsol, kelembaban tinggi dan<br />

tergenang air. Jenis Eucalyptus deglupta (leda) tumbuh baik pada tanah aluvial<br />

subur, berkelerengan datar dan rendah serta waktu hujan tanahnya tergenang<br />

mengering ( Khaerudin, 1999).<br />

Hampir semua jenis Eukaliptus berdaptasi dengan iklim muson. Beberapa<br />

jenis bahkan dapat bertahan hidup di musim yang sangat kering, misalnya jenis-<br />

jenis yang telah dibudidayakan yaitu E. alba, E. camaldulensis, E. citriodora, E.<br />

deglupta adalah jenis yang beradaptasi pada habitat hutan hujan dataran rendah<br />

dan hutan pegunungan rendah, pada ketinggian hingga 1800 meter dari<br />

permukaan laut (mdpl), dengan curah hujan tahunan 2500-5000 mm, suhu<br />

Universitas Sumatera Utara


minimum rata-rata 23 0<br />

C dan maksimum 31 0<br />

C di dataran rendah, dan suhu<br />

minimum rata-rata 13 0<br />

C dan maksimum 29 0<br />

C di pegunungan (Sutisna dkk, 1998).<br />

Mikoriza<br />

Mikoriza adalah suatu bentuk asosiasi simbiotik antara akar tumbuhan<br />

tingkat tinggi dan miselium cendawan tertentu. Nama mikoriza pertama kali<br />

dikemukakan oleh ilmuwan Jerman Frank pada tanggal 17 April 1885. Tanggal<br />

ini kemudian disepakati oleh para pakar sebagai titik awal sejarah mikoriza.<br />

Mikoriza adalah suatu struktur yang khas yang mencerminkan adanya interaksi<br />

fungsional yang saling menguntungkan antara suatu autobion/tumbuhan tertentu<br />

dengan satu atau lebih galur mikobion dalam ruang dan waktu. Struktur yang<br />

terbentuk dari asosiasi ini tersusun secara beraturan dan memperlihatkan spektrum<br />

yang sangat luas, baik dalam hal tanaman inang, jenis cendawan maupun<br />

penyebaranya. Mikoriza tersebar dari artictundra sampai ke daerah tropis dan dari<br />

daerah bergurun pasir sampai ke hutan hujan yang melibatkan 80% jenis<br />

tumbuhan yang ada (Nuhamara, 1993).<br />

Menurut Titiek (1995), berdasarkan susunan anatomi infeksinya, mikoriza<br />

dapat dibedakan menjadi 3 tipe antara lain:<br />

1. Ektomikoriza adalah cendawan yang strukturnya membentuk banyak cabang<br />

pada rambut akar tanaman pohon. Struktur mikoriza ini terdiri dari selimut<br />

(mantle) miselium cendawan yang menyelimuti akar yang sel korteksnya<br />

membesar dan hifa cendawan yang masuk dalam ruang interseluler. Selimut<br />

ini seringkali berwarna putih-coklat keemasan sampai hitam dan biasanya<br />

permukaannya halus<br />

Universitas Sumatera Utara


2. Endomikoriza adalah strukturnya disebut endotrophic, tidak membentuk<br />

selimut dan hifa cendawan menginvasi sel korteks akar tanpa mematikannya<br />

3. Ektendomikoriza adalah strukturnya diantara ekto dan endomokoriza.<br />

Ektendomikoriza mempunyai penyebaran yang terbatas sehingga pengetahuan<br />

tentang ini masih sangat sedikit. Pada umumnya dianggap kurang mempunyai<br />

arti ekonomis (Kuswanto, 1982).<br />

Sedikitnya ada 5 hal yang dapat membantu perkembangan tanaman dari<br />

adanya mikoriza ini yaitu :<br />

1. Mikoriza dapat meningkatkan absorpsi hara dari dalam tanah<br />

2. Mikoriza dapat berperan sebagai penghalang biologi terhadap<br />

infeksi patogen akar.<br />

3. Meningkatkan ketahanan tanaman terhadap kekeringan dan<br />

kelembaban yang ekstrim<br />

4. Meningkatkan produksi hormon pertumbuhan dan zat pengatur<br />

tumbuh lainnya seperti auxin.<br />

5. Menjamin terselenggaranya proses biogeokemis.<br />

(Nuhamara, 1993).<br />

Para peneliti telah melaporkan keberhasilan simbiosis cendawan mikoriza<br />

arbuskular (CMA) dengan Rhizobum dalam meningkatkan pertumbuhan dan mutu<br />

semai pohon misalnya akasia atau jati dan untuk merehabilitasi lahan kritis<br />

(Nusantara, 2002).<br />

Universitas Sumatera Utara


Kompos<br />

Salah satu pupuk organik adalah kompos. Karena hadirnya pupuk organik<br />

sangat diharapkan, berarti kehadiran kompos pun demikian. Kompos adalah<br />

bahan-bahan organik (sampah organik) yang telah mengalami proses pelapukan<br />

karena adanya interaksi antara mikroorganisme (bakteri pembusuk) yang bekerja<br />

di dalamnya (Murbandono, 2000). Bahan-bahan organik tersebut seperti<br />

dedaunan, rumput, jerami, sisa-sisa ranting dan dahan, kotoran hewan, rerontokan<br />

kembang, air kencing dan kotoran hewan, dan lain-lain. Adapun kelangsungan<br />

hidup mikroorganisme tersebut didukung oleh keadaan lingkungan yang basah<br />

dan lembab.<br />

Menurut Murbandono (2000) bahan organik yang telah mengalami<br />

pengomposan mempunyai peran penting bagi perbaikan mutu dan sifat tanah.<br />

Berikut ini sejumlah peran penting tersebut:<br />

1. Memperbesar daya ikat tanah yang berpasir (memperbaiki struktur tanah<br />

berpasir) sehingga tanah tidak terlalu berderai<br />

2. Memperbaiki struktur tanah liat atau berlempung sehingga tanah yang<br />

semula berat akan menjadi ringan<br />

3. Memperbesar kemampuan tanah menampung air sehingga tanah dapat<br />

menyediakan air lebih banyak bagi tanaman<br />

4. Memperbaiki drainase dan tata udara tanah (terutama tanah yang berat)<br />

sehingga kandungan air mencukupi dan suhu tanah lebih stabil<br />

5. Meningkatkan pengaruh positif dari pupuk buatan (bahan organik menjadi<br />

penyeimbang bila pupuk buatan membawa efek negatif)<br />

Universitas Sumatera Utara


6. Mempertinggi daya ikat tanah terhadap zat hara sehingga tidak mudah<br />

larut oleh pengairan atau curah hujan<br />

Dengan adanya perubahan hayati pada saat pengomposan, sebagian besar<br />

senyawa zat arang (C) akan hilang dan menguap ke udara. Kadar senyawa N yang<br />

terlarut (amoniak) akan meningkat. Peningkatan ini tergantung pada perbandingan<br />

C/N bahan asal. Perbandingan C/N bahan yang semakin kecil berarti bahan<br />

tersebut mendekati C/N tanah. Idealnya, C/N bahan sedikit lebih rendah dibanding<br />

C/N tanah. Dalam pengomposan, kadar abu dan humus makin meningkat. Pada<br />

perubahan selanjutnya (diakhir pembuatan kompos), akan diperoleh bahan yang<br />

berwarna kehitaman. Bahan dengan kondisi semacam itu sudah siap untuk<br />

digunakan. Jika perbandingan C/N kompos besar, maka persenyawaan zat lemas<br />

organik di dalam bahan baku itu amat sedikit sehingga tidak akan terjadi<br />

pembebasan amoniak. Hanyut atau aliran zat lemas juga mengalami hambatan<br />

sehingga amat perlahan-lahan baru bisa tersedia untuk tanaman. Jika<br />

perbandingan C/N kompos kecil, maka akan banyak amoniak dibebaskan oleh<br />

bakteri. Di sini, NH3 di dalam tanah segera diubah menjadi nitrat yang mudah<br />

diserap oleh tanaman. Kecepatan suatu bahan menjadi kompos dipengaruhi oleh<br />

kandungan C/N. Semakin mendekati C/N tanah maka bahan tersebut akan<br />

menjadi lebih cepat menjadi kompos. Jadi sebelum digunakan, C/N kompos harus<br />

lebih rendah atau mendekati C/N tanah (Murbandono, 2000).<br />

Universitas Sumatera Utara


Kompos, Hubungannya dengan Mikoriza dan Tanaman<br />

Untuk memacu pertumbuhan pohon di persemaian dan lapangan,<br />

diperlukan pemahaman kondisi biologi di sekitar sistem perakaran beserta<br />

interaksi biogeokimia dalam proses penyerapan unsur hara oleh tanaman.<br />

Cendawan mikoriza merupakan mikroba penting dalam ekosistem hutan. Bagian<br />

tubuh cendawan mikoriza yang cocok dengan inang dapat dimanfaatkan dalam<br />

bentuk produk inokulum. Bibit bermikoriza lebih tahan kering daripada bibit yang<br />

tidak bermikoriza. Kekeringan yang menyebabkan rusaknya jaringan korteks,<br />

kemudian matinya perakaran, pengaruhnya tidak akan permanen pada akar yang<br />

bermikoriza. Akar bermikoriza akan cepat pulih kembali setelah periode<br />

kekurangan air berlalu. Hifa cendawan masih mampu menyerap air pada pori-pori<br />

tanah pada saat akar bibit sudah tidak mampu lagi. Sebagai contoh Pinus merkusii<br />

yang banyak ditanam di Indonesia sejak awal merupakan salah satu jenis tanaman<br />

cepat tumbuh yang pertumbuhannya sangat memerlukan mikoriza, maka untuk<br />

meningkatkan keberhasilan penanaman P. merkusii di lapangan, dibutuhkan bibit<br />

dengan mikoriza pada perakarannya (Santoso, 2006).<br />

Bagi tanaman inang, adanya asosiasi ini dapat memberikan manfaat yang<br />

sangat besar bagi pertumbuhannya, baik secara langsung maupun tidak langsung.<br />

Secara tidak langsung, cendawan mikoriza berperan dalam perbaikan struktur<br />

tanah, meningkatkan kelarutan hara dan proses pelapukan bahan induk.<br />

Sedangkan secara langsung, cendawan mikoriza dapat meningkatkan serapan air,<br />

hara dan melindungi tanaman dari patogen akar dan unsur toksik (Killham, 1994).<br />

Aktivitas mikroba tanah yang bermanfaat bagi tanaman akan meningkat<br />

dengan penambahan kompos. Aktivitas mikroba ini membantu tanaman untuk<br />

Universitas Sumatera Utara


menyerap unsur hara dari tanah dan menghasilkan senyawa yang dapat<br />

merangsang pertumbuhan tanaman. Aktivitas mikroba tanah juga diketahui dapat<br />

membantu tanaman menghadapi serangan penyakit. Tanaman yang dipupuk<br />

dengan kompos juga cenderung lebih baik kualitasnya daripada tanaman yang<br />

dipupuk dengan pupuk kimia, misal: hasil panen lebih tahan disimpan, lebih berat,<br />

lebih segar, dan lebih enak (Crawford, 2003).<br />

Pengaruh mikoriza terhadap pertumbuhan tanaman yang bermikoriza<br />

dinyatakan bahwa tanaman yang bermikoriza lebih baik daripada tanaman yang<br />

tidak bermikoriza karena akar tanaman yang bermikoriza dapat menyerap unsur<br />

hara dalam bentuk terikat dan tidak tersedia bagi tanaman (Adiwiganda, 1996).<br />

Peningkatan serapan hara akan menyebabkan peningkatan biomassa<br />

tanaman. Meskipun derajat infeksi yang terjadi pada akar cukup tinggi ternyata<br />

tidak dapat menjamin memberikan hasil yang tinggi terhadap pertumbuhan<br />

serapan hara dan bobot kering. Hal ini ditentukan oleh kombinasi cendawan<br />

dengan inang. Keefektifan mikoriza terhadap suatu jenis tanaman, ditentukan oleh<br />

kemampuannya menginfeksi akar dan membentuk hifa eksternal, serta dapat<br />

membantu meningkatkan absorbsi hara dan pertumbuhan tanaman<br />

(Muas, et al., 2007).<br />

Pada awal perkembangan mikoriza bersifat parasit bagi tanaman dan jika<br />

kondisi tidak optimum, sering menyebabkan pertumbuhan tanaman tertekan.<br />

Fotosintat diserap mikoroza dalam akar khususnya melalui arbuskola, yang<br />

merupakan area kontak permukaan terbesar antara tanaman dan fungi<br />

(Hanafiah, 2005).<br />

Universitas Sumatera Utara

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!