mkn-mar2009-42 (12).pdf - USU Institutional Repository ...
mkn-mar2009-42 (12).pdf - USU Institutional Repository ...
mkn-mar2009-42 (12).pdf - USU Institutional Repository ...
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
Karangan Asli<br />
Distribusi Gambaran Klinik Laring pada Penderita dengan Suara Serak<br />
di Departemen THT-KL Fakultas Kedokteran <strong>USU</strong><br />
RSUP H. Adam Malik Medan<br />
T. Siti Hajar Haryuna<br />
Departemen Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok, Bedah Kepala dan Leher<br />
Fakultas Kedokteran, Universitas Sumatera Utara/RSUP H. Adam Malik Medan<br />
kelompok umur >60 tahun sebanyak 32 penderita (29,9%) dan terendah pada kelompok umur<br />
11-20 tahun sebanyak 3 penderita (2,8%). Gambaran laring yang paling banyak dijumpai adalah<br />
keganasan 21 penderita (19,6%) diikuti paralisa pita suara 18 penderita (16,8%) dan nodul pita<br />
suara 13 penderita (<strong>12</strong>,1%).<br />
Kata kunci: suara serak, pita suara, laring, laringoskopi optik, bedah mikrolaring<br />
Abstract: Hoarseness is a clinical symptom of voice distortion form normal condition as a result<br />
of changes in form, size and vibration of vocal cord. The objective of the research is to investigate<br />
the distribution of clinical laryng of hoarseness patient at ENT clinic in RSUP H. Adam Malik<br />
Medan, and also to investigate the major cause affecting it. There were no previous study on the<br />
distribution of clinical laryng of hoarseness patient being done at the ENT Department, Medical<br />
Faculty of Universitas Sumatera Utara/RSUP Hj. Adam Malik Medan. This research was being<br />
done using a case study method and descriptive statistic. The research gathered 107 patients as<br />
samples which distributed to 70 male (64,5%) and 37 female (34,6%). The heighest percentage<br />
based on age distribution were found at the age group above 60 (32 patient, 29,9%), and the<br />
lowest at the age group between 11-20 (3 patients, 2,8%). The major cause of hoarseness were<br />
found to be malignancy, which contracted by 21 patients (19,6%), followed by vocal cord<br />
paralysis as the second major cause, which were found on 18 patients (16,8%) and vocal cord<br />
nodule as the third major cause (found on 13 patients, <strong>12</strong>,1%).<br />
Keywords: hoarseness, vocal cord, laryng, laryngoscopy optic<br />
PENDAHULUAN<br />
Suara bagi manusia berfungsi sebagai alat<br />
komunikasi dengan lingkungannya yaitu<br />
dengan cara verbal atau percakapan. Produksi<br />
dari suara manusia adalah suatu fungsi yang<br />
kompleks yang memerlukan kontrol<br />
neuromuskular dan koordinasi yang baik. 1<br />
Suara serak timbul akibat pola vibrasi<br />
yang reguler dari korda vokalis, sebagai akibat<br />
suatu keadaan atau penyakit, misalnya<br />
kelainan kongenital, anatomi laring yang tidak<br />
normal serta fisiologi laring yang tidak normal.<br />
Beberapa kondisi atau penyakit pada laring<br />
yang mengakibatkan perubahan bentuk<br />
anatomi dan fisiologi salah satu atau kedua<br />
korda vokalis, dapat menjadi penyebab<br />
timbulnya suara serak. Perubahan tersebut<br />
antara lain adalah adanya penebalan oedem<br />
atau tumor pada korda vokalis serta paralisa<br />
Majalah Kedokteran Nusantara Volume <strong>42</strong> No. 1 Maret 2009 33
T. Siti Hajar Haryuna Distribusi Gambaran Klinik Laring pada Penderita...<br />
dari korda vokalis akibat kerusakan saraf yang<br />
memelihara korda vokalis. 1-3<br />
Penelitian yang dilakukan di seksi<br />
endoskopi Lab/UPF THT FK UNAIR/RSUD.<br />
Dr. Soetomo Surabaya tahun 1987 didapatkan<br />
tiga penyakit terbanyak yang menyebabkan<br />
suara serak pada orang dewasa adalah parese<br />
adduktor korda vokalis, vokal nodul, dan<br />
tumor laring. Sedangkan tiga penyakit<br />
terbanyak penyebab suara serak pada anak<br />
berturut-turut adalah vokal nodul, laringitis<br />
akut, dan papiloma laring. 4 Utami dan<br />
Siswantoro (1994) di tempat yang sama<br />
mendapatkan tiga penyakit terbanyak<br />
penyebab suara serak pada anak yaitu<br />
papiloma laring, vokal nodul dan laringitis<br />
akut. Sedangkan pada orang dewasa adalah<br />
parese adduktor korda vokalis, vokal nodul<br />
dan tumor laring. 1 Pola penyakit ini mirip<br />
dengan penemuan Sri Herawati pada tahun<br />
1987.<br />
Di Departemen THT-KL FK <strong>USU</strong>/<br />
RSUP H. Adam Malik Medan, belum pernah<br />
dilaporkan tentang distribusi gambaran klinik<br />
laring pada penderita dengan suara serak<br />
secara keseluruhan. Maka dari itu kami ingin<br />
untuk mengetahui bagaimana distribusi<br />
gambaran klinik laring pada penderita dengan<br />
suara serak yang datang berobat ke Poliklinik<br />
THT-KL RSUP H. Adam Malik Medan dan<br />
untuk mengetahui penyebab terbanyak yang<br />
mendasarinya.<br />
METODE<br />
Penelitian yang dilakukan ini adalah studi<br />
kasus yang bersifat deskriptif dan dilakukan di<br />
34<br />
Departemen Ilmu Kesehatan Telinga Hidung<br />
Tenggorok, Bedah Kepala Leher FK<br />
<strong>USU</strong>/RSUP H. Adam Malik Medan selama <strong>12</strong><br />
bulan yaitu dimulai 1 Oktober 2005 sampai<br />
dengan 30 September 2006.<br />
Sampel adalah semua penderita dengan<br />
keluhan suara serak yang dilakukan<br />
pemeriksaan laringoskopi optik di sub divisi<br />
endoskopi Departemen THT-KL FK <strong>USU</strong><br />
RSUP H. Adam Malik Medan yang memenuhi<br />
kriteria inklusi sebagai berikut: dapat diperiksa<br />
dengan laringoskopi optik, penderita<br />
kooperatif dan bersedia diikutsertakan dalam<br />
penelitian.<br />
Penentuan jumlah sampel diperhitungkan<br />
dengan mengambil proporsi penderita suara<br />
serak yaitu kurang lebih 50% kasus.<br />
Setelah dianamnesis, dilakukan<br />
pemeriksaan rutin THT dan dilakukan<br />
pemeriksaan laringoskopi optik. Diagnosis<br />
ditegakkan berdasarkan pemeriksaan<br />
laringoskopi optik. Bagi yang dicurigai tumor<br />
dilanjutkan dengan bedah mikrolaring untuk<br />
pemeriksaan histopatologi. Semua data yang<br />
terkumpul diolah dan disusun dalam bentuk<br />
tabel.<br />
HASIL<br />
Pada penelitian ini diperoleh 107 penderita<br />
dengan keluhan suara serak yang dilakukan<br />
pemeriksaan laringoskopi optik di sub divisi<br />
Endoskopi RSUP H. Adam Malik Medan dari<br />
bulan Oktober 2005 sampai dengan September<br />
2006 yang terdiri dari 70 penderita laki-laki dan<br />
37 penderita perempuan dengan hasil seperti<br />
pada tabel berikut ini:<br />
Tabel 1.<br />
Distribusi penderita suara serak berdasarkan kelompok umur dan jenis kelamin<br />
Kelompok Umur<br />
Jenis Kelamin<br />
Jumlah Persen (%)<br />
(Tahun) Laki-laki % Perempuan %<br />
< 10<br />
2<br />
2,9<br />
3<br />
8,2<br />
5<br />
4,7<br />
11-20<br />
3<br />
4,3<br />
-<br />
-<br />
3<br />
2,8<br />
21-30<br />
4<br />
5,7<br />
6<br />
16,2 10<br />
9,3<br />
31-40<br />
5<br />
7,1<br />
7<br />
18,9 <strong>12</strong> 11,2<br />
41-50<br />
10 14,3<br />
10<br />
27,0 20 18,7<br />
51-60<br />
19 27,1<br />
6<br />
16,2 25 23,4<br />
>60<br />
27 38,6<br />
5<br />
13,5 32 29,9<br />
Total 70 100,0 37 100,0 107 100,0<br />
Majalah Kedokteran Nusantara Volume <strong>42</strong> No. 1 Maret 2009
Karangan Asli<br />
Tabel 2.<br />
Distribusi penderita berdasarkan gambaran laring yang dijumpai<br />
Gambaran Laring Jumlah Persen (%)<br />
Normal<br />
Hiperemis<br />
Oedem<br />
Polip<br />
Kista<br />
Nodul<br />
Papilloma<br />
Suspek keganasan<br />
Keganasan<br />
Tuberkulosa<br />
Parese/Paralisa<br />
Hiperemis + Oedem<br />
Majalah Kedokteran Nusantara Volume <strong>42</strong> No. 1 Maret 2009 35<br />
7<br />
4<br />
3<br />
8<br />
4<br />
13<br />
3<br />
<strong>12</strong><br />
21<br />
7<br />
18<br />
7<br />
6,6<br />
3,7<br />
2,8<br />
7,5<br />
3,7<br />
<strong>12</strong>,1<br />
2,8<br />
11,2<br />
19,6<br />
6,6<br />
16,8<br />
6,6<br />
Total 107 100,0<br />
Tabel 3.<br />
Distribusi gambaran nodul, kista, dan polip pita suara berdasarkan lokasi yang dikenai<br />
Lokasi Pita<br />
suara<br />
Nodul<br />
Unilateral Bilateral<br />
n(%) n(%)<br />
Jlh (%)<br />
Kista<br />
Unilateral Bilateral<br />
n(%) n (%)<br />
Jlh (%)<br />
Polip<br />
Unilateral Bilateral<br />
n(%) n(%)<br />
Jlh (%)<br />
1/3<br />
Anterior<br />
3 (60) 7 (87,5) 10 (76,9) 2 (50) - 2 (50) 3 (50) - 3 (37,5)<br />
1/3<br />
Medial<br />
2 (40) 1 (<strong>12</strong>,5) 3 (23,1) 2 (50) - 2 (50) 3 (50) 2 (100) 5 (62,5)<br />
Total 5 (100) 8 (100) 13 (100) 4 (100) - 4 (100) 6 (100) 2 (100) 8 (100)<br />
Tabel 4.<br />
Lokasi papilloma laring dan tumor ganas laring<br />
Lokasi<br />
Supraglotis<br />
n(%)<br />
Glotis<br />
n(%)<br />
Subgotis<br />
n(%)<br />
Suproglotis +<br />
Giotis<br />
n(%)<br />
Glotis +<br />
Subglotis<br />
n(%)<br />
Jumlah (%)<br />
Papilloma - 3 (100) - - - 3 (100)<br />
Tumor ganas 4 (19) 6(28,6) - 10 (47,6) 1 (4,8) 21 (100)<br />
Tabel 5.<br />
Distribusi gambaran parese/paralisa pita suara berdasarkan pita suara yang terlihat<br />
Parese/Paralisa Adduktor Jumlah Persen (%)<br />
Unilateral Plika Vokalis Kanan 2 11,1<br />
Plika Vokalis Kiri 13 72,2<br />
Bilateral 3 16,7<br />
Total 18 100,0<br />
Tabel 6.<br />
Jenis lesi laringitis tuberkulosa<br />
Lokasi Jenis Lesi Jumlah Persentase (%)<br />
Epiglotis Oedem + hiperemis<br />
2<br />
66,7<br />
Granulomatous<br />
Plika Vokalis Oedem + hiperemis<br />
Ulserasi<br />
Granulomatous<br />
Plika vestibularis Oedem + hiperemis<br />
Granulomatous<br />
Aritenoid Oedem + hiperemis<br />
Ulserasi<br />
Granulomatous<br />
1<br />
1<br />
3<br />
1<br />
2<br />
1<br />
2<br />
1<br />
1<br />
33,3<br />
20,0<br />
60,0<br />
20,0<br />
66,7<br />
33,3<br />
50,0<br />
25,0<br />
25,0<br />
Pilka ariepiglotika Granulomatous 1 100,0<br />
Nb: Pada satu kasus bisa didapati lebih dari satu kelainan
T. Siti Hajar Haryuna Distribusi Gambaran Klinik Laring pada Penderita...<br />
Dari Tabel 1 didapat bahwa persentase<br />
tertinggi penderita suara serak terdapat pada<br />
kelompok umur > 60 tahun sebanyak 32<br />
penderita (29,9%) dan terendah pada<br />
kelompok umur 11-20 tahun sebanyak 3<br />
penderita (2,8%). Dimana umur tertua<br />
dijumpai adalah 81 tahun dan umur termuda<br />
3 tahun. Usia rata-rata penderita pada<br />
penelitian ini adalah 48,9 tahun.<br />
Dari Tabel 2 terlihat bahwa keganasan<br />
laring adalah yang paling banyak dijumpai<br />
yaitu 21 penderita (19,6%) diikuti oleh<br />
parese/paralisa pita suara sebanyak 18<br />
penderita (16,8%) dan nodul pita suara<br />
sebanyak 13 penderita (<strong>12</strong>,1%).<br />
Dari Tabel 3 terlihat bahwa nodul pita<br />
suara paling banyak dijumpai bilateral dan<br />
terletak pada 1/3 anterior pita suara yaitu 7<br />
penderita (87,5%). Polip pita suara paling<br />
banyak dijumpai unilateral yaitu sebanyak 6<br />
penderita, sedangkan kista pita suara hanya<br />
dijumpai unilateral yaitu 4 penderita (100%).<br />
Dari Tabel 4 diperoleh bahwa lokasi<br />
papilloma pada laring hanya dijumpai di glotis<br />
yaitu 3 penderita (100%), sedangkan tumor<br />
ganas laring paling banyak dijumpai di<br />
supraglotis dan glotis yaitu 10 penderita<br />
(47,6%).<br />
Dari Tabel 5 diperoleh parese/paralisa<br />
adduktor pita suara paling banyak dijumpai<br />
unilateral terutama mengenai plika vokalis kiri<br />
yaitu sebanyak 13 penderita (72,2%).<br />
Dari Tabel 6 didapat bahwa pada<br />
epiglotis jenis lesi terbanyak adalah oedem dan<br />
hiperemis (66,7%). Pada plika vokalis jenis lesi<br />
terbanyak adalah ulserasi (60%). Pada plika<br />
vestibularis jenis lesi terbanyak adalah oedem<br />
dan hiperemis (66,7%). Pada aritenoid jenis<br />
lesi terbanyak adalah oedem dan hiperemis<br />
(50%). Pada plika ariepiglotika hanya<br />
dijumpai jenis lesi granulomatous.<br />
DISKUSI<br />
Pada penelitian ini didapatkan 1<strong>12</strong><br />
penderita dengan suara serak, tetapi hanya<br />
107 penderita yang memenuhi kriteria<br />
penelitian yang selanjutnya dimasukkan ke<br />
dalam sampel penelitian. Terdapat lima<br />
penderita yang tidak bisa diperiksa. Hal ini<br />
disebabkan oleh karena pasien yang tidak<br />
kooperatif, sangat sensitif, batuk, ruang<br />
orofaring dangkal. Selain itu kegagalan menilai<br />
36<br />
laring juga disebabkan terdapatnya banyak<br />
sekret.<br />
Berdasarkan jenis kelamin, diperoleh lakilaki<br />
sebanyak 70 penderita (65,4%) dan<br />
perempuan 37 penderita (34,6%) dengan<br />
perbandingan 1,9:1. Hal yang serupa juga<br />
dijumpai dibagian THT-KL PERJAN RS.<br />
Hasan Sadikin Bandung periode Juli 2002<br />
sampai dengan Juli 2003 mendapatkan 46<br />
penderita dengan suara serak yang dilakukan<br />
pemeriksaan laringoskopi optik dan<br />
laringoskopi kaku yang terdiri dari 33<br />
penderita laki-lakki (72%) dan 13 penderita<br />
perempuan (28%) dengan rasio laki-laki dan<br />
perempuan 2,5:1. 5<br />
Berdasarkan kelompok umur dan jenis<br />
kelamin pada tabel 1 terlihat bahwa<br />
persentase tertinggi terdapat pada kelompok<br />
umur > 60 tahun sebanyak 32 penderita yang<br />
terdiri dari 27 penderita laki-laki (38,6%) dan<br />
5 penderita perempuan (13,5%). Hal ini<br />
dikarenakan kasus terbanyak dijumpai pada<br />
penelitian ini adalah keganasan laring, yang<br />
biasanya lebih banyak dijumpai pada<br />
kelompok penderita yang berusia lanjut.<br />
Hasil yang sama dilaporkan oleh Djainali<br />
dan Purwanto (2003) 5 di bagian THT-KL RS.<br />
Hasan Sadikin Bandung periode Juli 2002<br />
sampai dengan Juli 2003 mendapatkan<br />
kelompok usia tertinggi yang menderita suara<br />
serak yaitu kelompok umur 51-60 tahun yaitu<br />
sebanyak <strong>12</strong> penderita yang terdiri dari 10<br />
laki-laki (21,7%) dan 2 perempuan (4,3%).<br />
Dari Tabel 2 diperoleh gambaran laring<br />
yang paling banyak dijumpai adalah keganasan<br />
yaitu sebanyak 21 penderita (19,6%) diikuti<br />
oleh parese/paralisa pita suara sebanyak 18<br />
penderita (16,8%) dan nodul pita suara<br />
sebanyak 13 penderita (<strong>12</strong>,1%).<br />
Hasil yang hampir serupa juga diperoleh<br />
oleh Djainali dan Purwanto (2003) 5<br />
yang<br />
mendapatkan penyebab suara serak yang<br />
terbanyak adalah karsinoma laring yaitu 21<br />
penderita (45,6%) diikuti oleh nodul pita<br />
suara sebanyak 7 penderita (5,2%) dan yang<br />
lainnya 18 penderita (39,2%).<br />
Fachruddin (1999) 6 juga mendapatkan<br />
tumor laring menjadi penyebab terbanyak<br />
suara serak yaitu 78 penderita (27%) diikuti<br />
oleh parese pita suara sebanyak 69 penderita<br />
(24%), laringitis sebanyak 62 penderita (21%)<br />
dan nodul pita suara sebanyak <strong>42</strong> penderita<br />
(14%).<br />
Majalah Kedokteran Nusantara Volume <strong>42</strong> No. 1 Maret 2009
Karangan Asli<br />
Utami dan Siswantoro (1999) 1<br />
mendapatkan tiga penyakit terbanyak<br />
penyebab suara serak pada penderita dewasa<br />
adalah parese adduktor korda vokalis yaitu<br />
110 penderita (24%), diikuti oleh nodul pita<br />
suara 66 penderita (15%) dan tumor laring 66<br />
penderita (15%). Sedangkan pada anak adalah<br />
papilloma laring sebanyak 26 penderita (38%),<br />
diikuti oleh nodul pita suara 25 penderita<br />
(37%) dan laringitis akut sebanyak 11<br />
penderita (16%).<br />
Herawati (1987) 4 mendapatkan hasil tiga<br />
penyakit terbanyak penyebab suara serak pada<br />
anak berturut-turut adalah nodul pita suara,<br />
laringitis akut dan papilloma laring. Sedangkan<br />
pola penyakit penyebab suara serak pada<br />
dewasa berturut-turut adalah parese adduktor<br />
korda vokalis, nodul pita suara dan tumor<br />
laring. Pola penyakit ini mirip dengan<br />
penemuan Utami dan Siswantoro.<br />
Pada penelitian ini terdapat <strong>12</strong> penderita<br />
(11,2%) yang diduga suatu keganasan, karena<br />
tidak dilakukan bedah mikrolaring. Hal ini<br />
disebabkan <strong>12</strong> penderita tersebut tidak<br />
menjalani pemeriksaan secara teratur setelah<br />
pengobatan pertama, sehingga evaluasi sulit<br />
dilakukan. Hal ini kebanyakan dikarenakan<br />
faktor ekonomi dan tempat tinggal yang jauh<br />
yang merupakan kendala bagi penderita untuk<br />
datang kembali secara teratur. Disamping itu<br />
kebutuhan untuk berobat tidak dirasakan<br />
sebagai hal yang penting, apalagi tidak ada<br />
keluhan serius yang mengganggu aktivitas<br />
dasar penderita seperti makan dan minum.<br />
Pada penderita yang tidak dilakukan bedah<br />
mikrolaring, keganasan ditegakkan dari adanya<br />
pembesaran kelenjar getah bening pada leher.<br />
Tujuh (6,5%) penderita pada penelitian<br />
ini pada pemeriksaan laring tampak normal,<br />
dimana tidak ditemukan adanya kelainan.<br />
Dalam hal ini sarana penunjang lain mungkin<br />
diperlukan untuk melengkapi pemeriksaan<br />
seperti analisa suara, stroboskopi dan lain<br />
sebagainya, sehingga diagnosa dapat lebih<br />
mudah ditegakkan.<br />
Fachruddin (1999) 6 pernah melaporkan<br />
hal yang sama, dimana terdapat 30 penderita<br />
yang tidak ditemukan kelainan pada<br />
pemeriksaan laringoskopi optik, ternyata<br />
beberapa pasien diantaranya adalah dengan<br />
keluhan suara serak.<br />
Dari Tabel 3 didapat bahwa nodul pita<br />
suara paling banyak bilateral dan lokasi yang<br />
paling banyak sering dikenai adalah pada 1/3<br />
anterior pita suara yaitu 7 penderita (87,5%).<br />
Hal ini sesuai dengan kepustakaan yang<br />
mengatakan bahwa nodul umumnya bilateral,<br />
sedangkan polip umumnya unilateral. 7,8<br />
Dikatakan juga nodul terjadi pada sepertiga<br />
anterior pita suara, karena merupakan pusat<br />
getaran dan disitulah amplitudo yang<br />
maksimal, tempat kontak yang maksimal<br />
ketika bergetar. Karena tempat itu merupakan<br />
bagian pita suara yang ”saling memukul satu<br />
sama lain”, terbentuklah ditempat tersebut<br />
mula-mula oedem dan lama-lama fibrosis. 8-10<br />
Pada penelitian ini kista pita suara<br />
dijumpai pada 1/3 anterior dan 1/3 medial<br />
pita suara. Kista dapat terjadi secara<br />
kongenital atau didapat. Kista umumnya<br />
terjadi di epiglotis, plika ariepiglotika, plika<br />
ventrikularis. Kista jarang berada di pita<br />
suara. 8<br />
Tetapi menurut Lehmann (1981) yang<br />
dikutip dari Soedjak (1995) 8<br />
justru kista lebih<br />
sering terjadi di pita suara. Hal yang sama<br />
didapatkan pada penelitian ini dimana kista<br />
hanya dijumpai di pita suara.<br />
Terbentuknya kista karena terbuntunya<br />
saluran kelenjar sehingga cairan menumpuk,<br />
pada operasi tampak cairan encer pada kista<br />
yang kecil dan seperti mukoid kental pada<br />
kista yang besar. 8<br />
Shapshay (1993) 11 mengatakan bahwa<br />
vokal nodul yang unilateral merupakan kista.<br />
Pada penelitian ini polip pita suara paling<br />
banyak dijumpai unilateral yaitu sebanyak 6<br />
penderita dan terletak pada 1/3 anterior dan<br />
1/3 medial pita suara. Hal ini sesuai dengan<br />
kepustakaan yang menyatakan polip/kista<br />
dapat terjadi sepanjang bagian membran pita<br />
suara, namun paling banyak terjadi dekat<br />
komisura anterior dan kebanyakan tumbuh<br />
unilateral meskipun dapat tumbuh<br />
bilateral 10,<strong>12</strong> . Polip yang bilateral disebut<br />
Kissing Polip. 13<br />
Utami dan Siswantoro (1999) 1<br />
mendapatkan polip/kista paling sering tumbuh<br />
unilateral, lokasi polip paling banyak di pita<br />
suara kiri yaitu 15 penderita, pita suara kanan<br />
13 penderita, bilateral 3 penderita dan di<br />
komisura anterior 3 penderita.<br />
Banyak penulis mengatakan bahwa<br />
terbentuknya nodul karena cara berbicara<br />
yang salah (vocal abuse). Sedangkan penyebab<br />
polip juga karena vocal abuse 7,10,11,13-16 . Yang<br />
Majalah Kedokteran Nusantara Volume <strong>42</strong> No. 1 Maret 2009 37
T. Siti Hajar Haryuna Distribusi Gambaran Klinik Laring pada Penderita...<br />
disebut vocal abuse adalah terlalu<br />
13,15,16<br />
lama/banyak bersuara , terlalu keras,<br />
terlalu tinggi nadanya, terlalu rendah 16 ,<br />
ditekan, salah cara menyanyi, dan teriakteriak<br />
8 .<br />
Karena pada nodul dan polip pita suara<br />
sebab terbentuknya sama (vocal abuse) maka<br />
tempat benjolannya pun sama yaitu di titik<br />
1/3 anterior dan 1/3 medial pita suara.<br />
Sedangkan terbentuknya kista tidak ada yang<br />
mengatakan karena ”vocal abuse”. Hanya<br />
Shapshay (1993) 11 yang mengatakan nodul<br />
pita suara yang unilateral merupakan kista.<br />
Pada penelitian ini papilloma laring hanya<br />
dijumpai pada pita suara. Hulu dkk (1999) 7<br />
mendapatkan lokasi papilloma laring<br />
terbanyak pada pita suara, diikuti supraglotis<br />
(44,4%) dan subglotis (11,1%).<br />
Irwin dkk (1993) 17 yang dikutip dari<br />
Hulu juga mendapatkan hasil yang sama yaitu<br />
78% pita suara, 50% di komisura anterior dan<br />
perluasan di supraglotis dan 9% di subglotis.<br />
Dari tabel 4 diperoleh bahwa tumor<br />
ganas paling banyak dijumpai di supraglotis<br />
dan glotis yaitu 10 penderita (47,6%) diikuti<br />
glotis sebanyak 6 penderita (28,6%) dan<br />
supraglotis sebanyak 4 penderita (19%).<br />
Zainuddin dkk (1988) 18<br />
menyatakan<br />
sebagian besar terletak pada glotis, bahkan<br />
75% di 2/3 depan, sedang 15% terletak pada<br />
komisura anterior.<br />
Septo dkk (1999) 19<br />
mendapatkan lokasi<br />
tumor primer terbanyak secara berurutaan<br />
yaitu supraglotis 32 penderita (46,4%), glotis<br />
28 penderita (40,6%) dan subglotis 8<br />
penderita (11,6%).<br />
Zirmacatra dkk (1995) 20 juga<br />
mendapatkan hasil yang serupa, dimana letak<br />
tumor primer terbanyak ditemukan di<br />
supraglotis dan glotis.<br />
Jenis histopatologi tumor ganas laring<br />
yang paling banyak dijumpai pada penelitian<br />
ini adalah karsinoma sel skuamosa yang<br />
terdiferensiasi yaitu sebanyak 20 penderita<br />
(60,6%).<br />
Zirmacatra dkk (1995) 20 mendapatkan<br />
jenis histopatologi yang terbanyak ditemukan<br />
adalah karsinoma epidermoid berdiferensiasi<br />
baik (38,5%) dan berdiferensiasi sedang<br />
(36,5%).<br />
Hutagalung dkk (1996) 21 mendapatkan<br />
dari 149 penderita tumor ganas laring<br />
diperoleh <strong>12</strong>0 penderita (80,53%) adalah<br />
38<br />
karsinoma sel skuamosa, 13 penderita (8,72%)<br />
karsinoma anaplastik, 9 penderita (6,04%)<br />
adenokarsinoma dan 7 penderita (4,69%)<br />
papilari karsinoma.<br />
Dari Tabel 5 diperoleh parese adduktor<br />
pita suara paling banyak dijumpai unilateral<br />
terutama mengenai plika vokalis kiri yaitu 13<br />
penderita (72,2%). Hal ini sesuai dengan<br />
kepustakaan yang mengatakan paralisa pita<br />
suara bagian kiri lebih sering terjadi dari yang<br />
kanan karena saraf rekuren laring sebelah kiri<br />
lebih panjang jalannya dari yang kanan dan<br />
dalam perjalannya masuk ke intratorakal<br />
sehingga bila terjadi proses intratorakal akan<br />
menekan saraf tersebut. 15,22<br />
Utami dan Siswantoro (1999) 1<br />
mendapatkan lokasi parese adduktor pita<br />
suara pada dewasa paling banyak dijumpai<br />
sebelah kiri yaitu 59 penderita (54%) diikuti<br />
bilateral 27 penderita (25%) dan pita suara<br />
kanan 24 penderita (21%). Sedangkan pada<br />
anak, paling banyak juga dijumpai pada sisi<br />
sebelah kiri (67%) diikuti bilateral (33%).<br />
Dari Tabel 6 terlihat bahwa penderita<br />
yang mengalami kelainan pada plika vokalis<br />
berupa ulserasei (60%) diikuti oleh oedem<br />
dan hiperemis (20%), granulomatous (20%),<br />
hal inilah yang menyebabkan keseluruhan<br />
penderita mengalami keluhan suara serak.<br />
Bentuk lesi terbanyak yang berupa ulserasi<br />
(60%) merupakan gambaran khas lesi<br />
tuberkulosis laring. Lesi ulserasi ini juga<br />
didapati di aritenoid (25%).<br />
Bentuk lesi lain yang menggambarkan<br />
proses tuberkulosis di laring adalah<br />
granulomatous. Dari tabel tersebut kita<br />
melihat lesi granulomatous di plika vokalis<br />
(20%), epiglotis (33,3%), plika vestibularis<br />
(33,3%), aritenoid (25%) dan plika<br />
ariepiglotika (100%).<br />
Sedangkan bentuk lesi oedem dan<br />
hiperemis merupakan persentase terbesar dari<br />
keseluruhan jenis lesi yang didapati yaitu<br />
66,7% pada epiglotis, 66,7% pada plika<br />
vestibularis, 50% pada aritenoid dan 20% pada<br />
plika vokalis.<br />
Zuraidah (2005) 23 mendapatkan pada<br />
epiglotis jenis lesi terbanyak adalah oedem dan<br />
hiperemis (35%) diikuti oleh granulomatous<br />
(15%). Pada plika vokalis jenis lesi terbanyak<br />
adalah ulserasi (35%) diikuti oleh oedem dan<br />
hiperemis (30%), dan granulomatous (20%)<br />
dan hipertrofi pucat (15%). Pada plika<br />
Majalah Kedokteran Nusantara Volume <strong>42</strong> No. 1 Maret 2009
Karangan Asli<br />
vestibularis jenis lesi terbanyak adalah oedem<br />
dan hiperemis (50%) diikuti oleh<br />
granulomatous (5%). Pada aritenoid jenis lesi<br />
terbanyak adalah oedem dan hiperemis (35%)<br />
diikuti oleh ulserasi (25%) dan granulomatous<br />
(5%).<br />
Gambaran laringitis tuberkolosa dapat<br />
bervariasi, mulai dari lesi exofitik, perubahan<br />
ke bentuk laringitis kronis, oedema mukosa<br />
dan lesi ulserasi. Kepustakaan terbaru<br />
menyatakan bahwa lesi exofitik lebih sering<br />
dibanding lesi ulserasi. 24<br />
Meskipun ulserasi masih ditemukan di<br />
laring, seperti di korda vokalis, dimana<br />
mukosanya melekat tipis ke struktur di<br />
bawahnya, ulkus yang sebenarnya jarang<br />
terlihat dewasa ini. Oedema dan hiperemis<br />
merupakan satu-satunya temuan di laring dan<br />
mungkin ditemukan hingga 50% kasus di pliva<br />
vokalis. Beberapa penderita dapat mengalami<br />
berbagai lesi tuberkolosis pada daerah-daerah<br />
yang berbeda di laring. 25<br />
KESIMPULAN DAN SARAN<br />
Pada penelitian ini diperoleh 107<br />
penderita yang memenuhi kriteria penelitian.<br />
Jenis kelamin terbanyak adalah laki-laki yaitu<br />
70 penderita (65,4%) dan persentase tertinggi<br />
terdapat pada kelompok umur > 60 tahun<br />
yaitu 32 penderita (29,9%).<br />
Dari 107 penderita, terdapat 7 orang<br />
penderita dengan keluhan suara serak tetapi<br />
pada pemeriksaan laringoskopi optik tidak<br />
dijumpai kelainan pada laring sehingga sukar<br />
dibuat diagnosanya. Dalam hal ini sarana<br />
penunjang lain sangat diperlukan untuk<br />
melengkapi pemeriksaan seperti analisa suara,<br />
stroboskopi, dan lain sebagainya, sehingga<br />
kelainan yang sangat minimal pada laring<br />
dengan mudah dapat diketahui dan diagnosa<br />
dapat lebih mudah ditegakkan.<br />
Penyebab suara serak yang dijumpai pada<br />
penelitian ini sangat banyak. Gambaran laring<br />
penyebab suara serak yang paling banyak<br />
dijumpai adalah keganasan yaitu 21 penderita<br />
(19,6%). Dari penelitian ini dapat diambil<br />
kesimpulan bahwa perlu diadakan<br />
penyuluhan-penyuluhan tentang penyakitpenyakit<br />
yang bisa menyebabkan suara serak,<br />
memberikan motivasi kepada penderita agar<br />
cepat memeriksakan ke dokter dan berobat<br />
teratur agar merasakan keuntungan dengan<br />
menjalani pengobatan yang teratur hingga<br />
sembuh, mengingat hasil dari penelitian ini<br />
adalah keganasan laring sebagai penyebab<br />
terbanyak dan banyak mengenai kelompok<br />
penderita yang berusia lanjut.<br />
DAFTAR PUSTAKA<br />
1. Utami IS, Siswantoro. Pola penyakit<br />
penyebab suara parau di UPF THT RSUD<br />
Dr. Soetomo Surabaya tahun 1994.<br />
Kumpulan Naskah Ilmiah PIT Perhati.<br />
Batu-Malang 1996. Malang: Immanuel<br />
Press, 1999. h.521-33.<br />
2. Moore GP, Hicks DM, Abbott TB.<br />
Gangguan bicara dan bahasa. Dalam:<br />
Ballenger JJ, Ed. Penyakit Telinga,<br />
Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher.<br />
Alih bahasa: Staf Ahli Bagian THT RSCM<br />
FK-UI. Edisi 13. Jilid I. Jakarta: Binarupa<br />
Aksara, 1994. h.803-10.<br />
3. De SK. Fundamentals of Ear, Nose &<br />
Throat Diseases and Head-Neck Surgery.<br />
6 th ed. Calcutta: The New Book Stall,<br />
1996.p.4<strong>12</strong>-13.<br />
4. Herawati S. Suara Parau di Seksi<br />
Endoskopi Lab/UPF THT FK<br />
UNAIR/RSUD. Dr. Soetomo Surabaya<br />
Tahun 1988. Penelitian Lab/UPF THT<br />
UNAIR/RSUD Dr. Soetomo. Surabaya.<br />
1987.<br />
5. Djainali, Purwanto B. Evaluasi Suara<br />
Serak Dengan Pemeriksaan Endoskopi Di<br />
Bagian THT-KL PERJAN RS. Hasan<br />
Sadikin Bandung Periode Juli 2002 - Juli<br />
2003. Kumpulan Naskah Kongres<br />
Nasional XIII (PERHATI-KL) Kuta 2003.<br />
h.228<br />
6. Fachruddin D. Pemeriksaan Telelaringoskopi<br />
Di Poliklinik. Dalam:<br />
Kumpulan Naskah Ilmiah Kongres<br />
Nasional XII (PERHATI-KL) Semarang<br />
1999. h.362-66.<br />
7. Hyams VJ, Batsakis JG and Michaels L.<br />
Tumor of the upper respiratory tract and<br />
Ear. Armed Forces Institute of Pathology,<br />
1988. p.13-8.<br />
8. Soedjak S. Apakah nodul vokal, kista dan<br />
polip merupakan "saudara"? Kumpulan<br />
Naskah Kongres Nasional XI PERHATI-<br />
INDOS Yogyakarta, 1996. h.563-71.<br />
Majalah Kedokteran Nusantara Volume <strong>42</strong> No. 1 Maret 2009 39
T. Siti Hajar Haryuna Distribusi Gambaran Klinik Laring pada Penderita...<br />
9. Maqbool M. Text Book of Ear, Nose and<br />
Throat Disease. 6 th ed. New Delhi:<br />
Jaypee Brothers Medical Publishers PVT.<br />
Ltd, 1993.p.386-400, <strong>42</strong>1-2, <strong>42</strong>4-5.<br />
10. Spector GT. Penyakit non spesifik laring<br />
kronis. Dalam: Ballenger JJ, Ed. Penyakit<br />
Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan<br />
Leher. Jilid I Edisi 13. Jakarta: Binarupa<br />
Aksara, 1994. h.526-37.<br />
11. Snapshay SM, Rebeiz EE. Benign lesions<br />
of the larynx. In: Bailey BJ, Ed. Head and<br />
Neck Surgery-Otolaryngology. Volume I.<br />
Philadelphia: JB Lippincott Company,<br />
1993. p.631-33.<br />
<strong>12</strong>. Damste PH. Disorders of the voice. In:<br />
Hibbert J, Kerr AG, General Ed. Scott-<br />
Brown’s Otolaryngology. 6 th ed. Vol. 5<br />
(Laryngology and Head and Neck<br />
Surgery). Oxford: Butterworth-<br />
Heinemann, 1997. p.5/6/1-7.<br />
13. Lehmann W, Pidoux JM, Widmann JJ.<br />
Larynx microlaryngoscopy and histology.<br />
Inpharzam Medical Publication, 1981.<br />
p.68 - 9.<br />
14. Koufman JA. Issacson G. The spectrum of<br />
vocal dysfunction in Otolaryngology<br />
Clinic of North America, 1991. p.985 –<br />
88<br />
15. Becker W, Nauman HH, Pfaltz CR. Ear,<br />
Nose and Throat Diseases, A Pocket<br />
Reference. 2 nd<br />
ed. New York: Thieme Med<br />
Publisher, 1994. p.388-94, 409,<strong>42</strong>0-32.<br />
16. Snow JB. Surgical therapy for vocal<br />
dysfunction in Otolaryngology Clinic of<br />
North America, 1984: 17,1 Febr; 91 -<br />
100.<br />
17. Hulu O, Sudarman K, Mashari.<br />
Penanganan sembilan kasus Papilloma<br />
Laring di RSUP. Dr. Sardjito. Kumpulan<br />
Naskah Ilmiah Kongres Nasional XII,<br />
PERHATI, 1999. h.<strong>12</strong>69-76.<br />
40<br />
18. Zainuddin MN, Cakra IGM, Kartono.<br />
Subtotal Laryngektomi Dengan Teknik<br />
Tracheohyoidopexy. Kumpulan Proceding<br />
Pertemuan Ilmiah I, PERHATI, 1988. h.<br />
77.<br />
19. Septo H, Hariwiyanto B, Hulu O.<br />
Tinjauan Retrospektif Karsinoma Laring<br />
Terhadap Gejala Klinis dan Lokasi Tumor<br />
Primer di RSUP. Dr. Sardjito. Kumpulan<br />
Naskah Ilmiah Kongres Nasional XII,<br />
PERHATI, 1999. h.1191-99.<br />
20. Zirmacatra, Cakra IGM, Sulantri.<br />
Penanganan Karsinoma Laring di Rumah<br />
Sakit Dr. Sardjito Tahun 1989-1993.<br />
Kumpulan Naskah Ilmiah Kongres<br />
Nasional XI, PERHATI, 1995. h.<strong>12</strong>07.<br />
21. Hutagalung M, Cakra IGM, S. Dhaeng Y.<br />
Tinjauan Lima Besar Tumor Ganas THT<br />
di RSUP. Dr. Sardjito Selama Lima<br />
Tahun (1991 - 1995). Kumpulan Naskah<br />
Ilmiah Pertemuan Ilmiah Tahunan<br />
PERHATI, l996. h.952 – 62<br />
22. Dhingra PL. Diseases of Ear, Nose and<br />
Throat. 3 rd ed. New Delhi: Elsevier, 2004.<br />
p.358-66.<br />
23. Zuraidah. Gambaran Laring Penderita<br />
Tuberkulosis Paru Dengan Perubahan<br />
Suara. Tesis. Medan, 2005. h.63.<br />
24. Harney M, Hone S, Timon C, and<br />
Donnelly M. Laryngeal tuberculosis: an<br />
important diagnosis. The journal of<br />
laryngology and otology. London-2000.<br />
Vol. 1149(11). p.878-900.<br />
25. Rom WN, Garay SM. Tuberculosis of the<br />
head and neck. In: Tuberculosis 2 nd<br />
ed.<br />
Philadelphia: Lippincott Williams and<br />
Wilkins, 2003. p.477-86.<br />
Majalah Kedokteran Nusantara Volume <strong>42</strong> No. 1 Maret 2009