1 Korintus 7 - GKRI Exodus
1 Korintus 7 - GKRI Exodus
1 Korintus 7 - GKRI Exodus
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
EKSPOSISI 1KORINTUS<br />
1<strong>Korintus</strong> 7:32-34<br />
Mimbar <strong>GKRI</strong> <strong>Exodus</strong>, 9 Agustus 2009<br />
Yakub Tri Handoko, M. Th.<br />
Di ayat 29-31 Paulus sudah mengajarkan agar orang percaya tidak terikat dengan hal-hal<br />
yang bernilai sementara, misalnya pernikahan, kebahagiaan-kesedihan, kepemilikan dan<br />
benda-benda duniawi. Kita diingatkan bahwa semua itu akan berlalu seiring dengan dunia<br />
yang juga sedang berlalu. Waktu yang pendek selama menanti akhir jaman ini harus dihidupi<br />
dengan fokus hidup yang eskhatologis (menantikan kedatangan Kristus kedua kali).<br />
Di ayat 32-34 Paulus masih membahas isu yang sama, namun kali ini ia berusaha untuk lebih<br />
spesifik. Hal-hal duniawi yang sementara bukan hanya akan berlalu, tetapi hal itu juga<br />
berpotensi untuk merusak fokus kita dalam menantikan Kristus. Secara khusus Paulus<br />
menyinggung tentang pernikahan, karena hal itulah yang sedang menjadi inti pembahasan di<br />
seluruh pasal 7. Apa yang ingin disampaikan Paulus di bagian ini konsisten dengan<br />
pandangannya bahwa tidak menikah adalah lebih baik daripada menikah (7:6, 8, 38, 40),<br />
walaupun ia tetap tidak menganggap perkawinan sebagai dosa (7:7, 9, 28, 38-39). Orang<br />
yang menikah bukan hanya akan ditimpa kesusahan badani yang besar (7:28b), tetapi fokus<br />
hidupnya yang eskhatologis dapat terganggu (7:32-34). Ayat 32-34 menunjukkan bahwa<br />
secara umum kualitas penantian eskhatologis orang yang menikah akan berbeda dengan yang<br />
tidak menikah.<br />
Mula-mula Paulus menyatakan harapannya agar jemaat <strong>Korintus</strong> bebas dari kekuatiran<br />
(amerimnos, ayat 32a). Selanjutnya ia menjelaskan perbedaan antara orang yang tidak<br />
menikah dengan yang menikah sehubungan dengan fokus merimnaw (bisa “menguatirkan”<br />
atau “memperhatikan”) mereka. Perhatian/kekuatiran orang yang tidak menikah adalah<br />
perkara-perkara Tuhan (dibahas di ayat 32b dan 34c), sedangkan yang menikah adalah<br />
perkara duniawi (dibahas ayat 32a dan 34b).<br />
Tujuan nasehat: supaya tidak hidup dalam kekuatiran (ayat 32a)<br />
Dalam bagian ini Paulus menyatakan keinginan hatinya (“aku ingin”). Walaupun ini adalah<br />
keinginan pribadi Paulus, tetapi manfaatnya justru untuk jemaat <strong>Korintus</strong> (“supaya kamu...”).<br />
Ia ingin agar mereka hidup bebas dari kekuatiran. Ini menunjukkan bahwa Paulus sedang<br />
memikirkan kepentingan mereka (bdk. 7:35 “semuanya ini kukatakan untuk kepentingan<br />
kamu sendiri”).<br />
Kepentingan yang dimaksud Paulus bukan dalam arti kenyamanan atau kesenangan.<br />
Kepentingan ini lebih mengarah pada keuntungan secara rohani. Bagian selanjutnya (ayat<br />
32b-35) menjelaskan bahwa tujuan nasehat ini adalah eskhatologis, yaitu mempersiapkan<br />
jemaat untuk berfokus kepada kedatangan Kristus tanpa terganggu dengan hal-hal lain.<br />
Paulus tidak sedang membicarakan tentang enak atau tidaknya menikah. Fokusnya adalah<br />
hidup bagi Kristus (kristologis), bukan kenyamanan hidup manusia (anthroposentris).<br />
1/4
EKSPOSISI 1KORINTUS<br />
Kata Yunani di balik “hidup tanpa kekuatiran” (LAI:TB) adalah amerimnos. Kata ini<br />
dipakai di apokrifa (Keb. Sal. 6:15; 7:23) dan Matius 28:14b (lit. “membuat kamu tanpa<br />
kekuatiran”). Dari penggunaan ini terlihat bahwa kata amerimnos memiliki makna negatif.<br />
Bagaimanapun, kata kerja merimnaw yang dipakai Paulus di ayat 32-b-34 bisa memiliki<br />
makna negatif atau positif. Jika bermakna positif, kata merimnaw diterjemahkan<br />
“memperhatikan” (Flp 2:20; 1Kor 12:25; 2Kor 11:28), sedangkan jika sebaliknya dipakai<br />
terjemahan “menguatirkan” (Flp 4:6).<br />
Berdasarkan keberagaman arti kata ini, para penafsir berbeda pendapat dalam memahami<br />
nasehat Paulus di 1<strong>Korintus</strong> 7:32-34. Apakah kata merimnaw dalam bagian ini semua<br />
bermakna negatif (Barret), ada yang positif ada yang negatif (Garland) atau semua positif<br />
(Fee)? Jika mengikuti pandangan Barret, maka “memusatkan perhatian pada perkara Tuhan”<br />
juga bermakna negatif dan merupakan sindiran Paulus terhadap sikap jemaat <strong>Korintus</strong> yang<br />
mengabaikan seks demi kerohanian. Jika mengikuti Garland, maka memperhatikan perkara<br />
Tuhan adalah positif, sedangkan memperhatikan perkara duniawi adalah negatif. Jika Fee<br />
benar, maka dua hal tersebut sama-sama positif.<br />
Dari tiga kemungkinan ini, yang terakhir tampaknya lebih tepat. Paulus tidak menganggap<br />
bahwa memperhatikan pasangan (ayat 33-34a, 34c) adalah sesuatu yang negatif. Ia bahkan<br />
melarang suami-istri saling menjauhi secara seksual (ayat 2-5). Di tempat lain ia<br />
memerintahkan suami untuk mengasihi isteri seperti Kristus mengasihi jemaat (Ef 5:25-31).<br />
Sama seperti pandangan Paulus di 1<strong>Korintus</strong> 7:29-31 yang tidak melarang orang Kristen<br />
menikah, bersedih, bergembira, membeli atau menggunakan sesuatu sejauh hal-hal itu tidak<br />
mengikat orang percaya, begitu pula di 1<strong>Korintus</strong> 7:32-34 Paulus tidak melarang orang<br />
percaya memperhatikan suami/istrinya. Yang menjadi inti persoalan adalah bahaya<br />
“perhatian yang terbagi-bagi” (ayat 34a). Jadi, yang disorot bukanlah “memilih yang mana”,<br />
tetapi “mengutamakan yang mana”.<br />
Perhatian orang yang tidak menikah (ayat 32b, 34b)<br />
Paulus memakai beberapa sebutan untuk mereka yang tidak memiliki suami/isteri. Di ayat<br />
32b ia memakai agamos (“tidak kawin”, ayat 32b), gunh agamos (“wanita tidak kawin”,<br />
ayat 34b) dan parqenos (“gadis”, ayat 34b). Seperti yang sudah dibahas pada bagian-bagian<br />
sebelumnya, kata agamos bisa merujuk pada semua orang yang tidak memiliki pasangan,<br />
termasuk janda dan duda (7:8). Kata parqenos bisa merujuk pada semua wanita yang belum<br />
menikah, termasuk yang berada dalam tahap pertunangan (7:25, 27). Pada dasarnya di ayat<br />
32-34 Paulus hanya membedakan dua golongan orang: yang sedang memiliki pasangan dan<br />
yang tidak. Agamos (termasuk janda) dan parqenos masuk dalam kategori yang terakhir.<br />
Orang yang tidak menikah memusatkan perhatian (merimnaw) pada perkara Tuhan (ayat<br />
32b, 33b). Penggunaan bentuk jamak “perkara” (ta, KJV/NASB “the things”; NIV/RSV “the<br />
affairs”) menunjukkan bahwa Paulus sedang memikirkan beberapa (banyak) hal. Ada<br />
beberapa hal yang dapat dikategorikan sebagai memperhatikan perkara-perkara Tuhan<br />
(merimnaw ta tou kuriou). Penjelasan selanjutnya di ayat 32b dan 33b membuktikan hal<br />
itu.<br />
Supaya jemaat <strong>Korintus</strong> tidak menebak-nebak apa yang dia maksud dengan “memperhatikan<br />
perkara-perkara Tuhan”, Paulus lalu memberikan keterangan tambahan. Penjelasan seperti ini<br />
2/4
EKSPOSISI 1KORINTUS<br />
sangat diperlukan, mengingat jemaat <strong>Korintus</strong> sudah memiliki konsep yang salah tentang<br />
kerohanian (menganggap seks sebagai dosa yang harus dijauhi).<br />
Penjelasan pertama adalah “bagaimana Tuhan berkenan kepadanya” (ayat 32b). Sesuai teks<br />
Yunani yang ada, bagian ini seharusnya diterjemahkan “bagaimana ia menyenangkan<br />
Tuhan”. Di tempat lain Paulus berkali-kali mengajarkan bahwa orang Kristen harus<br />
menyenangkan Tuhan selama menghidupi keselamatan yang Tuhan sudah karuniakan kepada<br />
mereka (Rom. 8:8; 2Kor 5:9; Kol 1:10; 1Tes 2:15; 4:1). Nasehat ini memang berlaku bagi<br />
semua orang, tetapi tidak semua orang menjadikan hal ini sebagai prioritas hidup. Karena<br />
orang-orang yang tidak menikah secara umum tidak terlalu terikat dengan banyak hal lain,<br />
maka mereka lebih dapat memfokuskan diri untuk menyenangkan Tuhan.<br />
Penjelasan kedua yang masih terkait dengan poin di atas adalah “supaya tubuh dan jiwa<br />
mereka kudus” (ayat 34b). Kekudusan yang dimaksud Paulus di sini bukan dalam arti<br />
menjauhi hubungan seks antara suami-istri (bdk. 7:2-5). Kekudusan ini juga bukan dalam arti<br />
posisi setiap orang Kristen di dalam Kristus (bdk. 1:2). Kekudusan di sini lebih mengarah<br />
pada arti “pengkhususan”. Ada beberapa argumen yang mengarah pada tafsiran ini: (1) di<br />
7:14 Paulus sudah menyinggung tentang “kudus” dalam arti “dikhususkan oleh Allah”; (2)<br />
konteks 7:32-34 berbicara tentang fokus hidup yang khusus untuk Tuhan.<br />
Penekanan Paulus di ayat 34b terletak pada frase “tubuh dan jiwa”, bukan pada kata “kudus”.<br />
Setiap orang Kristen harus kudus (1Tes 5:23; bdk. Rom 6:12, 19; 12:1; 1Kor 6:13, 19–20;<br />
2Kor 7:1; Flp 1:20; 1Tes 4:4), tetapi tidak semua orang menjadikan itu sebagai fokus hidup<br />
satu-satunya. Frase “tubuh dan jiwa” di 1<strong>Korintus</strong> 7:34b (versi Inggris “body and spirit”)<br />
berguna untuk menekankan ide “totalitas”. Secara umum orang yang tidak menikah bisa lebih<br />
total dalam mengejar kekudusan (dalam arti mengkhususkan hidup bagi Tuhan). Waktu dan<br />
perhatiannya terhadap hal-hal rohani tidak terbagi-bagi untuk hal-hal lain.<br />
Paulus tidak hanya bisa memberikan nasehat, tetapi ia sendiri sudah mengalami apa yang dia<br />
ajarkan. Berbeda dengan para rasul lain yang memiliki isteri dan membawa isteri mereka<br />
dalam perjalanan misi (9:5), Paulus dan Barnabas tidak perlu merisaukan isteri. Dengan<br />
demikian mereka lebih mudah untuk bekerja keras membiayai pelayanan mereka sendiri<br />
(9:6). Keputusan mereka untuk tidak mau menerima tunjangan dari jemaat (9:18) mungkin<br />
akan lebih sulit diambil jika mereka harus membiayai keluarga mereka, belum lagi situasi<br />
pelayanan Paulus yang penuh dengan bahaya dan penderitaan (2Kor 11:23-27).<br />
Perhatian orang yang menikah (ayat 33-34a, 34c)<br />
Paulus juga menjelaskan tentang orang yang menikah. Di ayat 33-34a ia melihat dari<br />
perspektif suami, sedangkan di ayat 34c dari pihak isteri. Orang yang menikah memusatkan<br />
perhatian pada perkara duniawi (merimnaw ta tou kosmo, ayat 33, 34c). Seperti sudah<br />
dijelaskan sebelumnya, frase ini tidak bermakna negatif. Orang percaya tidak dituntut untuk<br />
keluar dari dunia nyata (5:10) maupun mengisolasi diri secara total dari semua persoalan<br />
dunia (7:29-31). Setiap orang bahkan diharuskan untuk bekerja supaya bisa memenuhi<br />
kebutuhan hidupnya sendiri (2Tes 3:10-11). Perkara duniawi di sini harus dipahami sebagai<br />
hal-hal yang bersifat sementara (perkawinan, harta, benda, dsb.). Hal-hal ini pada dirinya<br />
sendiri adalah netral, tetapi bisa menjadi jerat bagi kita. Uang tidak dosa, tetapi kita harus<br />
3/4
EKSPOSISI 1KORINTUS<br />
waspada supaya tidak menjadi hamba uang (Mat 6:21; 1Tim 6:10). Jabatan tidak berdosa,<br />
tetapi kita perlu berhati-hati dengan virus gila hormat (Mat 23:5-7).<br />
Untuk memperjelas apa yang dimaksud dengan “memperhatikan perkara duniawi”, Paulus<br />
lalu menambahkan keterangan “bagaimana menyenangkan pasangan” (ayat 33, 34c).<br />
Memperhatikan pasangan jelas bukanlah dosa. Suami-isteri harus tetap memenuhi kebutuhan<br />
seksual pasangan (7:2-5). Suami-isteri tidak boleh bercerai (7:10-11). Perceraian hanya<br />
dimungkinkan jika berasal dari inisiatif pihak yang non-Kristen, tetapi hal ini pun bukanlah<br />
pilihan yang paling ideal (7:12-16). Suami-isteri tetap terikat selama hidup mereka (7:39).<br />
Paulus tidak melarang suami-isteri saling memperhatikan. Yang dipersoalkan adalah<br />
perhatian yang terbagi-bagi (merizw, ayat 34a). Kata Yunani merizw memang memiliki akar<br />
kata (bukan kata dasar) yang sama dengan merimnaw. Orang yang kuatir (merimnaw dalam<br />
arti negatif) adalah orang yang memiliki alternatif lebih dari satu. Jika ia hanya memiliki satu<br />
kemungkinan atau pilihan, maka ia pasti tidak akan kuatir.<br />
Para penafsir meyakini bahwa Paulus sedang memikirkan Ulangan 6:4-5 (Mat 22:37//Mar<br />
12:30//Luk 10:27). Tuntutan untuk mengasihi Allah dengan totalitas hidup kita bukanlah<br />
sesuatu yang mudah. Ada banyak hal yang seringkali mencuri perhatian kita sehingga kita<br />
tidak bisa total dalam mengasihi Tuhan, termasuk pasangan kita. Ketika seseorang<br />
memperhatikan pasangannya, sangat mungkin perhatian itu terlalu berlebihan sehingga<br />
mengganggu perhatiannya pada hal-hal rohani.<br />
Nasehat Paulus ini sekaligus menyiratkan pandangannya bahwa suami-isteri memang harus<br />
saling memperhatikan. Suami harus berkorban bagi isteri (Ef 5:25-27) dan<br />
memperhatikannya (Ef 5:28-29). Perhatian ini bahkan secara umum sangat besar sehingga<br />
berpotensi merusak fokus hidup seseorang kepada Kristus. Jika suami-isteri tidak perlu saling<br />
memperhatikan, maka Paulus juga tidak perlu merisaukan hal itu bisa mengganggu perhatian<br />
kepada Tuhan. Siapa yang diberi karunia khusus untuk menikah (7:7), maka orang itu harus<br />
memperhatikan pasangannya sedemikian rupa, tetapi tidak boleh mengalahkan perhatiannya<br />
pada perkara-perkara Tuhan.<br />
Penutup<br />
Ajaran Paulus di 1<strong>Korintus</strong> 7:32-34 tidak berarti bahwa semua orang yang menikah pasti<br />
tidak memperhatikan perkara Tuhan. Perkawinan hanyalah salah satu dari sekian banyak<br />
perkara-perkara duniawi yang dapat merusak fokus hidup kita. Isunya bukanlah menikah atau<br />
tidak, tetapi apakah pernikahan itu mengganggu fokus eskhatologis kita. Jika seseorang tidak<br />
menikah namun fokus hidupnya terletak pada uang atau karir, maka hal itu sama saja.<br />
Sebaliknya, seseorang yang menikah bisa jadi justru tetap bisa memiliki fokus yang benar.<br />
Nasehat Paulus ini mengajarkan bahwa orang yang tidak menikah seharusnya lebih bisa<br />
fokus untuk memperhatikan hal-hal yang bernilai kekal. Mereka seharusnya bisa bekerja bagi<br />
Tuhan ebih keras daripada orang-orang yang menikah. Begitu pula bagi yang sudah menikah,<br />
mereka tetap harus memenuhi kewajiban perkawinan, tetapi pada saat yang sama mereka<br />
tetap harus berfokus pada kedatangan Kristus yang kedua kali. Kita bahkan harus<br />
membimbing pasangan dan anak-anak untuk memiliki fokus hidup yang sama. #<br />
4/4