02.06.2013 Views

Kejadian 4 ayat 5b - GKRI Exodus

Kejadian 4 ayat 5b - GKRI Exodus

Kejadian 4 ayat 5b - GKRI Exodus

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

PEMAHAMAN ALKITAB <strong>GKRI</strong> EXODUS<br />

EKSPOSISI KITAB KEJADIAN<br />

Ev. Yakub Tri Handoko Th.M.<br />

KEJADIAN 4:<strong>5b</strong>-8<br />

Respon TUHAN yang berbeda terhadap persembahan Kain dan Habel (4:4b-5a) bukanlah<br />

akhir dari kisah di bagian ini. Berdasarkan perbandingan porsi dalam kisah ini, kita bahkan<br />

dengan mudah menangkap kesan bahwa inti dalam kisah ini bukanlah persembahan Kain (4:2-<br />

5a). Porsi terbesar diberikan untuk respon Kain terhadap penolakan ilahi (5:<strong>5b</strong>-8) dan bagaimana<br />

TUHAN memberikan respon terhadap hal itu (4:9-16). Itulah sebabnya mengapa teks tidak<br />

memberikan penjelasan eksplisit dan detil tentang alasan di balik penolakan TUHAN atas<br />

persembahan Kain.<br />

<strong>5b</strong> Reaksi Kain dalam <strong>ayat</strong> ini diungkapkan dalam dua cara. Yang pertama, hatinya<br />

menjadi sangat panas (LAI:TB). Secara hurufiah ungkapan Ibrani yang digunakan berarti “ini<br />

membakar Kain melebihi batas”. Hampir semua versi memahami ungkapan tersebut sebagai<br />

bentuk kemarahan yang luar biasa (ASV/KJV/GNV “very wroth”, NASB/RSV/NIV/ESV/NLT<br />

“very angry”). YLT memilih terjemahan yang lebih umum, yaitu “ini sangat tidak<br />

menyenangkan untuk Kain” (it is very displeasing to Cain). Konstruksi kalimat Ibrani yang mirip<br />

dengan itu juga ditemukan di 34:7 untuk menunjukkan kemarahan anak-anak Yakub yang sangat<br />

besar begitu mendengar kabar tentang pelecehan seksual yang dialami saudara perempuan<br />

mereka.<br />

Dewasa ini sebagian penafsir mulai mempertanyakan ketepatan dari penafsiran seperti<br />

itu. Mereka meyakini bahwa dalam konteks 4:<strong>5b</strong> ungkapan “ini membakar Kain melebihi batas”<br />

seharusnya dipahami sebagai bentuk depresi, bukan kemarahan. Alasan yang diajukan berasal<br />

dari analisa konteks maupun kosa kata yang digunakan. Dari sisi konteks, makna yang<br />

terekspresikan dalam ungkapan tersebut pasti sejalan dengan ungkapan selanjutnya, yaiu<br />

“mukanya muram” (lit. “wajahnya jatuh/tunduk”). Gambaran tentang wajah yang tertunduk lebih<br />

mengarah pada kesedihan daripada kemarahan (Ay 29:24, “disuramkan” = “ditundukkan” atau<br />

“dijatuhkan”). Dari sisi kosa kata, ungkapan ḥārâ l e (lit. “ini membakar kepada…”) di 4:<strong>5b</strong> perlu<br />

dibedakan dari ḥārâ’ ap (lit. “sebuah hidung terbakar”). Yang kedua selalu menyiratkan<br />

kemarahan, sedangkan yang pertama kadangkala menyiratkan kemarahan (31:36; 34:7; Bil<br />

16:15) atau depresi atau percampuran antara keduanya (1 Sam 18:8; Neh 4:1; Yun 4:1, 4, 9).<br />

Tambahan kata keterangan m e ’ōd (LAI:TB “sangat”) di 4:5 menjelaskan kualitas dari<br />

depresi yang dialami Kain. Kata m e ’ōd sebelumnya sudah muncul di 1:31 untuk menunjukkan<br />

betapa indahnya segala sesuatu yang sudah diciptakan Allah. Kata ini kadangkala muncul<br />

sebagai kata benda dengan arti “kekuatan” (Ul 6:5; 2 Raj 23:25; bdk. Mar 12:30; Luk 10:27).


Respon Kain yang kedua adalah mukanya muram (lit. “wajahnya jatuh/tertunduk”).<br />

Dalam Alkitab posisi wajah mengekspresikan sesuatu. Wajah yang tertunduk di sini sangat<br />

berhubungan dengan kesedihan Kain akibat penolakan dari pihak Tuhan. Sesuai dengan 33:10,<br />

melihat wajah seseorang menyiratkan penerimaan suatu persembahan dari orang yang wajahnya<br />

dilihat (Yakub melihat wajah Esau = Esau berkenan menerima persembahan Yakub). Wajah<br />

Kain yang tertunduk menjelaskan semua yang terjadi tanpa perlu banyak kata.<br />

6-7 Pertanyaan ilahi di <strong>ayat</strong> 6 bukanlah yang pertama. Tatkala Adam menghadapi<br />

masalah, TUHAN juga memberi pertanyaan kepadanya (3:9). Tujuan pertanyaan di dua<br />

kesempatan tersebut bukan untuk memarahi, tetapi membangkitkan pengakuan dosa dan<br />

pertobatan. Sayangnya, baik Adam maupun Kain sama-sama meresponi secara tidak tepat.<br />

Para penafsir mengakui bahwa dari segi struktur kalimat bahasa Ibrani, 4:7 merupakan<br />

salah satu teks dalam kitab <strong>Kejadian</strong> yang paling sulit untuk diterjemahkan dan dipahami.<br />

Kesulitan ini sangat beragam dan pelik. Paling tidak ada tiga alasan utama yang membuat teks<br />

ini menjadi begitu rumit.<br />

(1) Ketidakadaan obyek dari kata kerja śe’ēţ (bentuk infinitif dari kata kerja nāśā’ yang berarti<br />

“meninggikan/mengangkat”). Secara hurufiah 4:7a diterjemahkan “jika engkau berbuat<br />

baik, tidakkah akan ditinggikan?”.<br />

(2) Ketidaksesuaian jenis kelamin antara subyek ḥaţţā’t (“dosa”) dan predikat partisip rōbēş<br />

(“mengintip”). Kata ḥaţţā’t berjenis kelamin feminin, sedangkan rōbēş adalah maskulin.<br />

Persoalan ini masih ditambah dengan arti rōbēş yang tidak terlalu jelas.<br />

(3) Ketidaksesuaian jenis kelamin antara subyek ḥaţţā’t (feminin) dan sufiks maskulin pada<br />

kata kerja t e šûqāţȏ (“ia menggoda”) maupun timšol-bȏ (“berkuasa atasnya”).<br />

Bagaimana kita seharusnya menjelaskan kerumitan tata bahasa di atas? Sebagian penafsir<br />

berusaha untuk mengubah teks yang ada, baik dengan cara mengganti urutan kata maupun<br />

mengubah vokal dan konsonan yang ada. Yang lain memilih untuk menambahkan beberapa kata<br />

yang dianggap dapat memperjelas arti <strong>ayat</strong> tersebut. Yang lain lagi mengusulkan arti yang jarang<br />

(aneh) dari beberapa kata yang muncul di 4:7. Semua upaya yang menuntut perubahan teks<br />

sebaiknya ditolak, karena tidak mendapat dukungan sama sekali dari salinan kuno yang ada.<br />

Begitu pula dengan usaha untuk memberikan arti yang janggal, karena hal itu tampak terlalu<br />

dipaksakan. Menerima teks apa adanya dan menafsirkan sesuai prinsip umum tetap menjadi<br />

pilihan yang lebih bijaksana.<br />

Berkaitan dengan absennya obyek eksplisit dari kata kerja śe’ēţ, para penerjemah Alkitab<br />

tampaknya sepakat untuk menyisipkan obyek apa yang kira-kira disiratkan oleh teks. LAI:TB<br />

memilih untuk menambahkan “mukamu” sebagai obyek (bdk. NASB), tetapi menerjemahkan<br />

śe’ēţ dengan “berseri”. ASV memberikan terjemahan yang bias (“If thou doest well, shall it not<br />

be lifted up?). Beberapa versi lain memilih untuk menyisipkan “wajahmu” sebagai obyek<br />

(NASB "If you do well, will not your countenance be lifted up?”, juga NJB). Sebagian besar<br />

penerjemah berpendapat bahwa peninggian ini (apa pun obyek yang menyertai) mengandung<br />

makna penerimaan (KJV/RSV/NRSV/NIV/ESV “accepted/acceptance”). Di antara semua


pilihan ini, dua yang terakhir sebenarnya mengandung makna yang sama. Kata dasar nāśā’<br />

memang secara umum berarti “menerima” (19:21) atau “mengampuni” (50:17). Seandainya kita<br />

menambahkan “wajah” sebagai obyek, maka gambaran tentang wajah yang terangkat merupakan<br />

kebalikan dari wajah Kain sebelumnya yang tertunduk (4:<strong>5b</strong>-6a; bdk. Ay 10:15; 11:15) dan<br />

dengan demikian menyiratkan penerimaan dari pihak Allah.<br />

Apa yang diucapkan Allah di 4:7 sejalan dengan undangan para nabi pada umat Allah<br />

supaya mereka belajar melakukan yang baik, sehingga Allah akan berbalik untuk mengampuni<br />

(Yes 1:17-18), menolong (Am 5:14), dan tetap diam bersama mereka (Yer 7:5-7). Allah<br />

memperlakukan kita berdasarkan perbuatan kita. Kebaikan akan membawa perkenanan Allah,<br />

sedangkan dosa membawa kehancuran. Yang paling penting di sini bukan hanya dosa yang<br />

sudah dilakukan Kain (hidupnya jahat dan ia sendiri tidak mempersembahkan korban yang baik),<br />

melainkan juga responnya terhadap hal tersebut. Apabila ia mau melakukan yang baik,<br />

keadaannya masih bisa berubah. Kepalanya tidak akan tertunduk lagi, tetapi tegak memandang<br />

Allah.<br />

Sehubungan dengan perbedaan jenis kelamin antara “dosa” (ḥaţţā’t) dengan kata lain<br />

yang maskulin, para penafsir biasanya mengusulkan dua solusi. Sebagian berpendapat bahwa<br />

subyek dari kata kerja rōbēş (maskulin) bukanlah dosa, melainkan roh jahat (REB “sin is a<br />

demon crouching at the door”). Dugaan ini dibangun di atas kesamaan akar kata dengan istilah<br />

Akkadian rābişum (maskulin), yang merujuk pada roh jahat dalam mitologi Mesopotamia yang<br />

bertugas sebagai penunggu pintu sebuah bangunan, baik untuk melindungi atau mengganggu<br />

penghuninya. Pemunculan kata “di depan pintu” dianggap memberi petunjuk kuat bagi dugaan<br />

ini. Lebih jauh, teks ini pada dasarnya dilihat sebagai sebuah peperangan antara keturunan ular<br />

dan perempuan (3:15). Iblis sedang mengintai dan siap menerkam Kain (1 Pet 5:8). Jika usulan<br />

ini diterima, maka semua bentuk maskulin di 4:7 dapat dipahami dengan cara yang sama.<br />

Solusi lain adalah melihat problem ini sebagai salah satu contoh fenomena konstruksi<br />

kalimat yang beberapa kali dapat ditemukan dalam bahasa Ibrani Alkitab. Tata bahasa Ibrani<br />

mengenal pemakaian jenis kelamin yang berbeda antara subyek dan kata kerja dengan<br />

pertimbangan tertentu. Contoh yang paling jelas dan terkenal adalah penulis Kitab Pengkhotbah<br />

yang disebut qōheleţ (feminin partisip). Bentuk feminin yang digunakan di sini cukup menarik<br />

untuk diperhatikan, karena qōheleţ ternyata adalah anak laki-laki Daud (maskulin).<br />

Solusi mana pun yang kita ambil (yang kedua tampaknya lebih masuk akal), pesan yang<br />

ingin disampaikan tetap sama. Dosa diibaratkan seperti binatang yang sedang “berbaring”<br />

(KJV/GNV “lieth”), “siap menerkam” (ASV/NIV/NASB “is courching”) atau “mengintai”<br />

(NRSV “is lurking”) di depan pintu. Walaupun kata rābaş dapat dikenakan pada binatang<br />

peliharaan (29:2; Kel 23:5) maupun liar (49:9), tetapi konteks 4:7 mengarah pada yang terakhir.<br />

Dosa bukan hanya sekadar berbaring, tetapi ingin menginginkan kekuasaan (těšûqâ) atas Kain.<br />

Kata těšûqâ sebelumnya muncul di 3:16a (lit. “engkau akan mengingini [těšûqâ] suami tetap ia<br />

akan menguasai [māšal] engkau”) dengan konstruksi kalimat yang hampir sama dengan 4:7 (lit.<br />

“„ia ingin menguasai [těšûqâ] engkau dan engkau harus berkuasa [māšal] atasnya”).


Bentuk imperfek dari kata timšol (“engkau berkuasa”) sedikit menimbulkan kerancuan<br />

arti. Apakah kata ini sebaiknya dimengerti sebagai sebuah janji (“engkau akan berkuasa”,<br />

KJV/GNV), perintah (“engkau harus berkuasa”, RSV/NASB/NRSV/NIV/NLT “you must rule”),<br />

atau pernyataan (“engkau masih dapat berkuasa”, NJB)? Manapun yang benar, dalam peristiwa<br />

ini Kain ditampilkan sebagai pribadi yang memiliki pilihan. Ia bisa memilih berbuat baik dan<br />

diterima oleh TUHAN (4:7a) atau tetap dalam kesalahannya sehingga dikuasai dosa (4:7b).<br />

Kekuatan Kain untuk melawan dosa bahkan dipertegas dengan penempatan kata ganti “engkau”<br />

di depan kata kerja timšol sebagai penekanan (“engkau, engkau berkuasa atasnya”). Seandainya<br />

ia tidak memberi kesempatan kepada hawa nafsu dalam dirinya, ia akan menang dalam situasi<br />

tersebut (bdk. Yak 1:15; 4:1-3). Pencobaan yang ia alami adalah pencobaan biasa yang tidak<br />

melebihi kekuatannya (1 Kor 10:13) dan ini dihadapi oleh semua orang (1 Pet 5:9). Sayangnya,<br />

hati Kain memang jahat (1 Yoh 3:12), karena itu dari hati yang jahat ini muncul berbagai<br />

perbuatan kejahatan pula (Mat 15:19).<br />

<strong>Kejadian</strong> 4:7 tidak boleh digunakan untuk menentang doktrin kerusakan total (Total<br />

Depravity), seolah-olah Kain memang memiliki kebebasan penuh atas dosa. Kita perlu<br />

mengingat beberapa hal: (1) ucapan ini berkaitan dengan situasi khusus, yaitu respon Kain<br />

terhadap penolakan; (2) dalam kenyataannya Kain tetap gagal menguasai dosa; (3) kekuatan dosa<br />

yang sangat besar terlihat dari kejatuhan Kain sekalipun Allah secara langsung sudah<br />

memberikan peringatan; (4) bagian Alkitab yang lain menyinggung tentang ajakan Allah kepada<br />

orang-orang tertentu untuk bertobat tetapi Allah tahu persis bahwa mereka tidak akan bertobat,<br />

misalnya TUHAN mengeraskan hati Firaun (Kel 4:21; 7:3; 9:12; 10:20, 27; 11:10; 14:4) atau<br />

khotbah Yesaya yang tidak akan menghasilkan pertobatan (Yes 6:9-10); (5) PB memberi<br />

kesaksian eksplisit bahwa Kain berasal dari si jahat (1 Yoh 3:12); (6) Kain dapat memiliki ide<br />

untuk membunuh sekalipun ia sebelumnya tidak pernah melihat pembunuhan terhadap manusia<br />

(Mat 23:35); (7) doktrin kerusakan total memang tidak mengajarkan bahwa manusia akan selalu<br />

kalah dengan setiap dosa yang menggoda mereka. Doktrin ini hanya menegaskan cakupan<br />

kerusakan yang menyeluruh dan ketidakmampuan untuk hidup sesuai dengan tuntutan kebenaran<br />

Allah.<br />

8 Salah satu hal menarik dari teks ini adalah pemunculan kata “adiknya” untuk<br />

menjelaskan Habel. Dua kali nama Habel yang muncul di <strong>ayat</strong> ini selalu disertai tambahan<br />

“adiknya”, padahal dari terang 4:2 penjelasan seperti ini tidak diperlukan lagi. Kata “adik”<br />

selanjutnya masih muncul beberapa kali (4:9-11) untuk menandaskan tindakan Kain yang<br />

berlebihan. Depresi dan kemarahannya telah memakan korban adiknya sendiri.<br />

Perselisihan antar saudara ini di kemudian hari menjadi fenomena yang umum dijumpai.<br />

Keturunan Ismael akan memerangi saudara-saudaranya yang lain (16:12; 25:18). Yakub sudah<br />

“berperang” melawan Esau sejak dari rahim (25:23), walaupun keduanya berakhir pada<br />

perpisahan yang penuh kedamaian (36:6). Yusuf sempat begitu dibenci oleh semua saudaranya<br />

(37:3-4, 11), namun akhirnya mereka semua bersatu kembali (45:15).


Dalam teks Ibrani (Teks Masorah) apa yang dikatakan Kain kepada Habel tidak dicatat<br />

sama sekali. Hal ini tentu saja terlihat janggal karena kata kerja wayyō’mer (dari kata dasar<br />

’āmar) selalu diikuti dialog (4:6, 8-10, 13, 15). “Keanehan” ini pula yang mendorong<br />

penerjemah kuno, baik penerjemah LXX, Vulgata, Pentateuk Samaria maupun beberapa targum<br />

Yahudi, untuk menambahkan isi ucapan Kain. Sebuah tambahan penafsiran (midrash) dalam<br />

Targum Palestinia bahkan menceritakan perdebatan Kain dan Habel seputar kebaikan dan<br />

keadilan TUHAN. Kecenderungan untuk memberikan tambahan isi dialog ini pada akhirnya juga<br />

dituruti oleh sebagian besar versi modern yang member tambahan “marilah kita pergi ke padang”<br />

(LAI:TB/RSV/NRSV/NIV/NLT/NJB).<br />

Sudah banyak teori dimunculkan oleh para penafsir untuk menjelaskan fenomena di atas.<br />

Sebagian meyakini bahwa telah terjadi penghilangan tanpa disengaja yang dilakukan oleh<br />

penyalinan dalam tradisi Teks Masorah. Yang lain berusaha memberi makna lain pada kata<br />

’āmar di <strong>ayat</strong> ini sehingga tidak membutuhkan isi percakapan, misalnya menyamakan ’āmar<br />

dengan dābar (“berkata”), menerjemahkan ’āmar dengan “melihat”, “menghina”, “menentukan<br />

tempat pertemuan”, dsb. Mengingat dari sisi salinan tidak ada alasan kuat untuk menerima<br />

tambahan ini, kita sebaiknya menerima teks apa adanya. Perkataan Kain memang sengaja tidak<br />

dituliskan supaya perhatian para pembaca terfokus pada tindakan Kain. Ini untuk menunjukkan<br />

progresivitas tindakan yang begitu cepat (bdk. 3:6, 12, 22).<br />

Sebelum membunuh Habel, Kain lebih dahulu memukulnya (LAI:TB). Kata Ibrani<br />

dibalik terjemahan “memukul” adalah wayyāqām (lit. “bangkit melawan”,<br />

KJV/ASV/RSV/NRSV/NASB/ESV). Versi lain menerjemahkan kata wayyāqām dengan<br />

“menyerang” (NIV/NLT). Kita tidak bisa memastikan apakah di sini mengandung makna<br />

hurufiah yang menunjukkan posisi Kain pada saat menyerang Habel ataukah secara figuratif<br />

untuk mengungkapkan kesiapan melakukan sesuatu. Teks pun tidak memberikan keterangan<br />

yang pasti tentang cara pembunuhan dilakukan. Apakah Habel mati dipukul dengan suatu benda<br />

keras atau ditusuk dengan pisau? Kita tidak tahu persis. Berdasarkan ide tentang penumpahan<br />

darah di 4:10-11, pembunuhan dengan senjata tajam tampaknya lebih masuk akal (bdk. 34:26;<br />

49:6; 2 Sam 3:30).<br />

Pembunuhan yang didahului dengan pembicaraan dengan Habel (4:8a) dan dilakukan di<br />

padang (4:8b) mengindikasikan sebuah rencana matang dari pihak Kain. Perkataan Allah di 4:7<br />

ternyata tidak digubris oleh Kain. Bukannya menguasai dosa yang sedang mengintai (4:7), Kain<br />

malah membiarkan depresi dan kemarahan menyeretnya ke dosa lain yang lebih serius (Ams<br />

27:4; Pkt 7:9; Ef 4:25, 31). Pembunuhan ini sengaja dilakukan di padang supaya tidak ada<br />

seorang pun yang melihat dan memberikan pertolongan (Ul 22:25-27; 1 Raj 11:29). Ironisnya,<br />

Kain pun berpikir bahwa TUHAN tidak mengetahui apa yang ia lakukan (4:9). Dalam Alkitab<br />

pembunuhan secara sengaja yang dilakukan Kain ini sebenarnya dapat dijatuhi hukuman mati<br />

(9:6), walaupun tetap tersedia kota perlindungan (Ul 19:11-12).

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!