You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
<strong>EKSPOSISI</strong> <strong>1KORINTUS</strong><br />
1Korintus 1:4-6<br />
Mimbar <strong>GKRI</strong> <strong>Exodus</strong>, 23 September 2007<br />
Yakub Tri Handoko, Th. M.<br />
Seperti pola surat Hellenis pada umumnya, setelah memberikan salam pembukaan, Paulus<br />
meneruskan dengan ucapan syukur (ayat 4-6) dan harapan bagi penerima surat (ayat 7-9).<br />
Ucapan syukur Paulus difokuskan pada aspek kekinian (apa yang sekarang ini telah<br />
dilakukan Allah melalui Kristus Yesus), sedangkan harapan Paulus bersifat eskhatologis (apa<br />
yang akan dilakukan Allah terus-menerus sampai akhir jaman).<br />
Kalau di surat Hellenis umum ucapan syukur dan harapan ditujukan pada dewa-dewa atau<br />
dewa tertentu, dalam surat-surat Paulus dua hal ini ditujukan kepada Allah dengan jaminan<br />
apa yang telah dilakukan Yesus. Dari pembacaan sekilas terlihat bahwa pendahuluan surat<br />
Paulus sangat teosentris (berpusat pada Allah) dan kristosentris (berpusat pada Kristus). Kata<br />
“Allah” secara eksplisit muncul 6 kali, tidak termasuk dalam beberapa kata kerja yang secara<br />
jelas menunjukkan bahwa subjeknya adalah Allah. Kata “Kristus” atau “Kristus Yesus”<br />
muncul 4 kali dalam bagian salam pembukaan dan 6 kali dalam bagian ucapan syukur dan<br />
harapan.<br />
Sikap dalam mengucap syukur<br />
Apa yang disampaikan Paulus dalam ucapan syukurnya tidak sekedar sebuah formalitas<br />
dalam sebuah surat. Dari cara Paulus mengungkapkan syukur, kita dapat belajar tentang sikap<br />
yang benar dalam mengucap syukur. Pertama, mengucap syukur harus terus-menerus. Di ayat<br />
4 Paulus memakai bentuk present tense untuk kata “mengucap syukur” (eucaristw), yang<br />
menunjukkan tindakan terus-menerus. Untuk mempertegas makna ini, Paulus menambahkan<br />
kata “senantiasa” (pantote), walaupun dari sisi tata bahasa penambahan ini tidak terlalu<br />
diperlukan. Bagaimanapun, penambahan ini berfungsi untuk memberikan penekanan. Paulus<br />
ingin menunjukkan bahwa ucapan syukur harus menjadi gaya hidup orang Kristen (band.<br />
1Tes 5:18).<br />
Kedua, mengucap syukur tidak dihalangi oleh respon negatif dari orang lain. Di ayat 4 Paulus<br />
mengatakan bahwa dia mengucap syukur “karena kalian” (lit. “tentang kalian” atau “untuk<br />
kalian”). Sekilas tidak ada yang istimewa dari hal ini, namun jika kita memahami sikap<br />
negatif jemaat Korintus terhadap Paulus, kita dapat melihat ucapan syukur ini sebagai sesuatu<br />
yang luar biasa. Di tengah jemaat yang tidak berpihak (1:12), bahkan menyerang dirinya (ps.<br />
4), Paulus masih bisa mengucap syukur untuk keberadaan mereka. Dia tidak hanya mengucap<br />
syukur untuk mereka yang masih loyal terhadap dirinya. Dia mengucap syukur untuk mereka<br />
semua!<br />
Terakhir, mengucap syukur tidak dibatasi oleh kelemahan orang lain. Di surat-suratnya yang<br />
lain Paulus biasanya mengucap syukur untuk iman, kasih atau ketekunan yang dimiliki<br />
penerima surat (band. Rom 1:8). Dalam surat 1Korintus dia mengucap syukur untuk karuniakarunia<br />
rohani yang dimiliki jemaat. Fokus ucapan syukur ini sedikit mengejutkan, karena<br />
jemaat Korintus justru menyalahgunakan karunia-karunia rohani yang mereka miliki. Paulus<br />
1/3
<strong>EKSPOSISI</strong> <strong>1KORINTUS</strong><br />
tidak setuju dengan penyalahgunaan ini (ps 12-14), namun dia tidak kehilangan alasan untuk<br />
tetap bersyukur atas pemberian ilahi tersebut.<br />
Isi ucapan syukur<br />
Isi ucapan syukur Paulus di surat 1Korintus adalah “kasih karunia Allah yang dianugerahkan<br />
kepada kamu dalam Kristus Yesus” (ayat 4). Apa yang dimaksud dengan “kasih karunia”<br />
(caris) di sini? Dalam teologi Paulus, kata caris bisa memiliki beragam arti: keselamatan<br />
(Rom 3:24; Ef 2:8-9), panggilan (Rom 1:5) maupun pemberian tertentu (2Kor 8:1, 4). Dalam<br />
1Korintus 1:4, kata caris tampaknya merujuk pada pemberian/karunia rohani. Arti ini<br />
didukung oleh konteks, khususnya ayat 5 yang menyebutkan karunia berkata-kata dan<br />
pengetahuan (band. 1Kor 12:8-10). Dari sini terlihat bahwa karunia-karunia rohani<br />
(carisma/carismata) merupakan salah satu bentuk kasih karunia (caris) Allah. Hubungan<br />
seperti ini terlihat jelas dari Roma 12:6a “demikianlah kita mempunyai karunia<br />
(carismata) yang berlain-lainan menurut kasih karunia (caris) yang dianugerahkan<br />
kepada kita”.<br />
Sebagai salah satu bentuk kasih karunia, karunia rohani merupakan pemberian Allah kepada<br />
mereka yang tidak layak menerima dan tidak mengupayakan hal itu. Jika mereka layak, maka<br />
hal itu bukan kasih karunia, tetapi “hak”. Jika mereka mengupayakan, maka hal itu bukan<br />
kasih karunia, tetapi “upah” (band. Rom 4:4-5). Penyebutan “karunia rohani” sebagai “kasih<br />
karunia” memiliki maksud tertentu. Penyebutan ini dimaksudkan sebagai teguran halus<br />
kepada jemaat Korintus yang memegahkan diri atas karunia rohani yang mereka miliki (ps<br />
12-14). Jika mereka menyadari bahwa semua itu adalah karih karunia, maka mereka tidak<br />
akan menyombongkan hal itu (band. 4:7 “Sebab siapakah yang menganggap engkau begitu<br />
penting? Dan apakah yang engkau punyai, yang tidak engkau terima? Dan jika engkau<br />
memang menerimanya, mengapakah engkau memegahkan diri, seolah-olah engkau tidak<br />
menerimanya?”).<br />
Karunia rohani yang melimpah (ayat 5)<br />
Paulus tidak hanya mensyukuri karunia rohani bagi jemaat Korintus, tetapi dia secara khusus<br />
mensyukuri kuantitas karunia yang diberikan. Jemaat Korintus bukan hanya diberi karunia<br />
rohani, tetapi juga diperkaya (bentuk aktif “menjadi kaya” dalam LAI:TB sebenarnya tidak<br />
terlalu tepat). Bentuk pasif di sini jelas merujuk pada Allah sebagai subjek. Penggunaan kata<br />
“diperkaya” menyiratkan bahwa mereka memiliki banyak karunia rohani. Di ayat 7 Paulus<br />
bahkan secara eksplisit mengatakan bahwa mereka tidak kekurangan suatu karunia pun.<br />
Karunia rohani yang paling disalahgunakan (ayat 5)<br />
Walaupun ada banyak macam karunai rohani (band. ps 12), Paulus dalam ucapan syukurnya<br />
hanya menyebutkan dua di antaranya, yaitu “perkataan” (logos) dan “pengetahuan” (gnwsis).<br />
Dua kata ini merupakan kosa kata yang unik dalam konteks Korintus. Kata logos muncul 64<br />
kali dalam tulisan Paulus, 26 di antaranya ditemukan di surat 1 dan 2 Korintus, sedangkan<br />
gnwsis muncul 23 kali dengan 16 di antaranya ada di surat 1 dan 2 Korintus. Dalam daftar<br />
karunia rohani di pasal 12, logos dan gnwsis bahkan muncul bersamaan (12:8). Dari<br />
pemunculan dua kata ini kita dapat menyimpulkan bahwa karunia logos merujuk pada segala<br />
macam karunia rohani yang berkaitan dengan berkata-kata (misalnya bahasa rohani,<br />
2/3
<strong>EKSPOSISI</strong> <strong>1KORINTUS</strong><br />
penafsiran bahasa roh, perkataan hikmat), sedangkan gnwsis berkaitan dengan segala jenis<br />
pengetahuan rohani yang diberikan Roh Kudus (misalnya hikmat, nubuat, dsb.).<br />
Penyebutan logos dan gnwsis sebagai fokus ucapan syukur Paulus merupakan hal yang<br />
menarik. Mengapa? Karena dua jenis karunia inilah yang paling sering disalahgunakan oleh<br />
jemaat Korintus! Mereka merasa diri berhikmat dan menganggap inji sebagai kebodohan<br />
(band. 1:17-18, 25-29; 2:1-4). Mereka yang menganggap diri “berpengetahuan” justru<br />
menggunakan hal itu untuk menimbulkan syak di hati orang lain yang masih lemah (8:1, 7).<br />
Begitu pula dengan mereka yang diberi karunia bahasa roh telah menganggap diri mereka<br />
lebih rohani dan penting daripada orang lain (ps 14).<br />
Karunia rohani sebagai konfirmasi injil (ayat 6)<br />
Ucapan syukur Paulus tidak berhenti pada keberadaan karunia-karunia rohani dalam jemaat<br />
Korintus. Dia melihat hal ini sebagai bentuk peneguhan bagi pemberitaan injil yang dia<br />
lakukan (ayat 6). Kata “diteguhkan” di ayat ini merpakan kosa kata perdagangan legal. Suatu<br />
transaksi yang besar pada jaman kuno perlu diteguhkan, misalnya dengan dokumen-dokumen<br />
penting, uang muka atau meterai. Fakta bahwa jemaat Korintus diberi karunia rohani yang<br />
berlimpah menunjukkan bahwa usaha pekabaran injil Paulus tidak sia-sia.<br />
Kita harus memahami bahwa memiliki kemampuan supranatural bukanlah jaminan bahwa<br />
seseorang sudah diselamatkan. Saul (1Sam 19:23-24), nabi-nabi palsu (Mat 7:21-23) dan<br />
pengikut iblis (Why 13:13-14; 19:20) juga memiliki hal-hal yang supranatural. Beberapa<br />
orang yang dari luar termasuk bagian dari orang Kristen dan menikmati karunia-karunia<br />
rohani tertentu ternyata adalah orang-orang yang tidak pernah bertobat sungguh-sungguh (Ibr<br />
6:4-9).<br />
Kita harus memahami pernyataan Paulus di 1Korintus 1:6 tersebut dalam terang 1Korintus<br />
12. Sebelum membahas tentang karunia rohani (ayat 4-11), Paulus lebih dahulu menegaskan<br />
peranan Roh Kudus dalam keselamatan (ayat 1-3). Dia ingin menegaskan bahwa setiap orang<br />
yang sudah diselamatkan pasti memiliki karunia rohani tertentu (band. kata “semua orang”<br />
atau “tiap-tiap orang” di ayat 6, 7, 11). Setiap orang percaya adalah anggota tubuh Kristus<br />
yang memiliki fungsi tertentu. Jadi, pemberian karunia kepada seseorang menunjukkan<br />
bahwa orang itu sudah menerima injil. Dalam kalimat yang sederhana, orang yang memiliki<br />
karunia rohani belum tentu diselamatkan, tetapi orang yang sudah diselamatkan pasti<br />
memiliki karunia rohani tertentu. #<br />
3/3