You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
Doktrin Tritunggal<br />
Keilahian Yesus: Kolose 2:9 dan Titus 2:13<br />
Pendalaman Alkitab <strong>GKRI</strong> <strong>Exodus</strong>, 17 Juni 2008<br />
Yakub Tri Handoko, Th. M.<br />
Kolose 2:9<br />
Sama seperti Filipi 2:6, Kolose 2:9 tidak menyatakan “secara eksplisit” bahwa Yesus adalah<br />
qeos dalam bentuk kalimat sederhana “A = B”. Ayat ini juga tidak secara langsung<br />
menyebut Yesus sebagai Allah. Kolose 2:9 hanya menyatakan bahwa “dalam Dialah berdiam<br />
secara jasmaniah seluruh kepenuhan ke-Allahan”. Walaupun demikian, bukan berarti ayat ini<br />
kurang jelas dalam menegaskan keilahian Kristus. John Frame menyatakan bahwa teks ini<br />
mengajarkan keilahian Kristus dalam nuansa yang paling kuat, bahkan lebih kuat daripada<br />
teks-teks yang secara langsung menyebut Yesus sebagai qeos. 1<br />
Untuk mengetahui bagaimana teks tersebut mengajarkan keilahian Kristus, kita harus<br />
memperhatikan beberapa petunjuk yang ada di dalam teks. Pertama, konteks. Paulus tidak<br />
menulis dalam sebuah kevakuman. Dia menulis sebagai respon terhadap ajaran sesat (bidat)<br />
yang muncul dan mempengaruhi jemaat Kolose (2:3, 8, 11, 16, 18, 23; 3:11). Walaupun<br />
identitas yang jelas dari bidat ini terus menimbulkan perdebatan di kalangan para penafsir,<br />
namun mereka sepakat bahwa bidat ini berkaitan dengan keutamaan Kristus (1:15-19). 2 Jika<br />
bidat ini adalah semacam pemikiran gnostik yang menganggap Kristus hanyalah sebuah<br />
emanasi ilahi yang lebih rendah daripada Allah dan tidak mungkin mengambil bentuk tubuh<br />
(materi), maka Kolose 2:9 merupakan jawaban tegas dari Paulus bahwa Yesus adalah<br />
sungguh-sungguh Allah dan sungguh-sungguh menyatakan diri dalam bentuk materi. Jika<br />
bidat ini berakar dari keagamaan Yahudi yang mengagungkan malaikat dan menjadikannya<br />
sebagai objek penyembahan (2:18), maka Kolose 2:9 merupakan penjelasan Paulus bahwa<br />
Kristus lebih daripada sekedar malaikat. Semua malaikat bahkan diciptakan oleh dan<br />
bergantung kepada Dia (1:16-17). Dia adalah Pencipta dari segala sesuatu.<br />
Dari pertimbangan konteks di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa apa yang disampaikan<br />
Paulus di Kolose 2:9 harus dipahami sebagai upaya untuk menempatkan Kristus pada posisi-<br />
Nya yang tertinggi. Kolose 1:15-19 jelas membedakan Kristus dengan ciptaan lain. Kristus<br />
disamakan dengan Allah sebagai Pencipta dari segala sesuatu. Hal ini di kalangan teolog<br />
sering disebut dengan istilah “High Christology”. Jika Paulus hanya menampilkan Kristus<br />
sebagai hasil emanasi ilahi yang hakekatnya lebih rendah dari Allah, maka hal itu sama saja<br />
dengan menegaskan pandangan gnostik. Jika Kristus hanyalah penghulu malaikat Mikhael,<br />
maka hal itu justru memberi dukungan bagi sebagian jemaat yang terjebak ke dalam<br />
penyembahan kepada malaikat.<br />
1 The Doctrine of God (Phillipsburg: P&R Publishing, 2002), 671.<br />
2 D. A. Carson & Douglas J. Moo, An Introduction to the New Testament (2 nd ed., Grand Rapids:<br />
Zondervan, 2005), 526-528. Ada beberapa usulan utama sehubungan dengan bidat di Kolose: (1) bidat Hellenis,<br />
terutama pemikiran gnostik atau praktik agama misteri; (2) bidat Yahudi, terutama berkaitan dengan praktik<br />
asketisisme (menjauhi hal-hal yang dianggap duniawi); (3) gabungan antara Hellenis dan Yahudi; (4) ajaran<br />
tertentu yang hanya ada di kota Kolose pada waktu itu; (5) tidak ada satu ajaran tertentu yang dibahas, karena<br />
terdiri dari banyak ajaran atau ajaran-ajaran itu sudah sangat umum sehingga tidak mewakili satu aliran<br />
pemikiran tertentu.<br />
1/5
Kedua, kata “ke-Allahan” (qeothtos, dari kata dasar qeoths). Saksi Yehuwah berusaha<br />
menerjemahkan kata ini dengan “kualitas keilahian”. 3 Beberapa penafsir juga memandang<br />
qeoths sebagai sinonim dari kata qeioths (Rom 1:20) atau qeios (Kis 17:29; 2Pet 1:4). 4<br />
Jika pandangan ini benar, maka tidak ada yang istimewa dari istilah qeoths yang diterapkan<br />
pada Kristus. Dia bukanlah satu-satunya yang memiliki qeoths.<br />
Untuk menentukan benar atau tidaknya pandangan di atas memang tidak mudah, karena kata<br />
qeoths dalam Alkitab hanya muncul sekali di Kolose 2:9. Bagaimanapun, bukti linguistik<br />
yang ada tampaknya menunjukkan bahwa pandangan di atas tidak tepat. Yang paling jelas<br />
adalah perbedaan kata dasar yang dipakai. Qeoths berasal dari kata dasar qeos (“Allah”),<br />
sedangkan qeioths atau qeios berasal dari qeios (“ilahi”). Perbedaan ini membawa<br />
perbedaan dalam tingkat makna juga, karena “qeoths berbeda dengan qeioths, sama seperti<br />
hakekat/esensi berbeda dari sifat atau kualitas”. 5 Qeoths adalah bentuk abstrak dari kata<br />
qeos, 6 sedangkan kata qeioths lebih mengarah pada sifat/kualitas keilahian. 7 Seandainya<br />
Paulus hanya ingin menekankan bahwa Kristus adalah ilahi tetapi bukan Allah, sulit<br />
dimengerti mengapa dia tidak memakai kata dasar qeios yang lebih umum. Berdasarkan<br />
semua pertimbangan ini, mayoritas Alkitab bahasa Inggris memilih terjemahan “deity” (“ke-<br />
Allahan”), dan bukan “divinity” (“keilahian”).<br />
Satu hal yang sering dilupakan oleh para penafsir adalah posisi “kepenuhan ke-Allahan” di<br />
pasal 2:9. Frase ini merupakan subjek kalimat. Dalam pasal 1:19 “kepenuhan” juga sebagai<br />
subjek yang “berkenan untuk diam” di dalam Kristus (LAI:TB/RSV). Konstruksi kalimat<br />
seperti ini sedikit mengagetkan, karena kita cenderung memahami “kepenuhan [ke-Allahan]”<br />
hanya sebagai benda yang tidak dapat melakukan suatu tindakan. Dalam pasal 1:19 beberapa<br />
penerjemah berusaha menghindari posisi “kepenuhan” sebagai subjek dengan cara<br />
menyisipkan kata “Allah” (NIV) atau “Bapa” (KJV/NASB) sebagai subjek, tetapi usaha ini<br />
jelas terlalu dipaksakan karena secara tata bahasa kata “kepenuhan” sudah pantas berfungsi<br />
sebagai subjek sehingga tidak memerlukan tambahan subjek yang tersirat. Selain itu, usaha<br />
ini tidak konsisten dengan pasal 2:9 yang secara eksplisit menyatakan “kepenuhan ke-<br />
Allahan” sebagai subjek. Penjelasan ini semakin meyakinkan kita bahwa “kepenuhan ke-<br />
Allahan” merujuk pada hakekat ke-Allahan yang dapat melakukan sesuatu, baik itu<br />
“berkenan” (1:19) maupun “berdiam” (2:9). “Kepenuhan ke-Allahan” bukanlah objek dari<br />
tindakan Allah, melainkan Allah sendiri. Dengan demikian, definisi qeoths sebagai “bentuk<br />
abstrak dari qeos” mendapat dukungan dari konteks surat Kolose.<br />
Di samping itu, dari cara Paulus menekankan ke-Allahan Kristus di Kolose 2:9 terlihat bahwa<br />
dia memahami keilahian ini sebagai sesuatu yang sangat unik: (1) Paulus meletakkan frase<br />
“di dalam Dia” (en autw) di awal kalimat seolah-olah dia ingin menegaskan bahwa hanya di<br />
dalam Dialah berdiam seluruh kepenuhan ke-Allahan. Ini merupakan koreksi terhadap<br />
pengajar sesat yang memberitakan bahwa kepenuhan ke-Allahan dapat ditemukan di tempat<br />
3<br />
Alkitab Terjemahan Dunia Baru (New World Translation).<br />
4<br />
Louw-Nida Lexicon.<br />
5<br />
Thayer’s Greek Lexicon of the New Testament.<br />
6<br />
BAGD, A Greek-English Lexicon of the New Testament (Chicago: University of Chicago, 1957), 359.<br />
7<br />
Sebagaimana sudah sering disinggung dalam berbagai tafsiran, salah satu contoh yang secara jelas<br />
membedakan kata qeoths dan qeioths ada dalam tulisan Plutarch yang berjudul Moralia. Contoh ini menjadi<br />
popular setelah dikutip oleh J. B. Lightfoot, St. Paul’s Epistles to the Colossians and to the Philemon (Grand<br />
Rapids: Zondervan Publishing House, 1959), 179.<br />
2/5
lain; 8 (2) ke-Allahan yang berdiam di dalam Kristus dijelaskan dengan kata “seluruh” (pan)<br />
dan “kepenuhan” (plhrwma). Keterangan semacam ini menegaskan bahwa tidak ada bagian<br />
dari “ke-Allahan” itu yang tidak berdiam di dalam Kristus dan bahwa tidak ada tempat lain<br />
yang di dalamnya ke-Allahan itu berdiam – bahkan dalam porsi yang paling kecil sekalipun –<br />
selain di dalam Kristus. 9 Jika bidat di Kolose berhubungan dengan pemikiran gnostik yang<br />
menganggap plhrwma sebagai sebuah sistem keilahian yang terdiri dari banyak dewa yang<br />
ber-emanasi dari Allah, maka frase “seluruh kepenuhan” di Kolose 2:9 menegaskan bahwa<br />
Kristus bukanlah salah satu dari dewa-dewa itu. 10 Dia adalah kepenuhan ke-Allahan yang<br />
sempurna dan satu-satunya. (3) penggunaan tense present pada kata “berdiam” (katoikei).<br />
Keterangan waktu ini merujuk pada peristiwa inkarnasi, karena dikaitkan dengan kata<br />
swmatikws (LAI:TB “secara jasmaniah”). 11<br />
Begitu uniknya ke-Allahan Kristus tersebut, Paulus sangat berhati-hati dalam membedakan<br />
kepenuhan Allah di dalam Kristus (2:9) dengan kepenuhan kita di dalam Kristus (2:10 “kamu<br />
telah dipenuhi di dalam Dia”). Di ayat 10 Paulus tidak memakai kata qeoths. 12 . Dia bahkan<br />
tidak berani memakai kata benda plhrwma (“kepenuhan”) untuk menghindari kesan bahwa<br />
kepenuhan di ayat 10 sama dengan kepenuhan di ayat 9. Sebaliknya, dia memakai bentuk<br />
participle perfect peplhrwmenoi (“telah dipenuhi”). Jika Paulus ingin menyamakan<br />
kepenuhan di ayat 9 dan 10 maka dia pasti akan memakai kata benda plhrwma yang disertai<br />
dengan artikel to di depan kata itu. Keunikan ini cukup untuk meyakinkan kita bahwa<br />
keilahian yang dinyatakan di dalam alam (Rom 1:20) maupun yang dibagikan kepada kita<br />
(2Pet 1:4) tidak sama dengan ke-Allahan yang ada di dalam Kristus. Kristus bukan hanya<br />
memiliki sifat ilahi, tetapi juga hakekat ilahi.<br />
Ketiga, kesejajaran arti plhrwma di pasal 1:19 dan 2:9. Semua penafsir setuju bahwa dua teks<br />
ini harus dilihat secara bersama-sama. Ada beberapa alasan bagi hal ini: (1) dua ayat ini<br />
sama-sama menyebutkan bahwa kepenuhan [Allah] berdiam di dalam Kristus; (2) kata benda<br />
plhrwma dalam surat Kolose hanya muncul dalam dua ayat ini; (3) kata benda plhrwma di<br />
2:9 memiliki artikel di depannya, yang menyiratkan bahwa plhrwma ini sudah pernah<br />
disinggung sebelumnya, yaitu di 1:19; (4) kata ini dikaitkan dengan kata kerja katoikew<br />
(“berdiam”).<br />
Jika dua teks di atas dilihat secara bersamaan, maka kita akan mendapatkan petunjuk lain<br />
untuk memahami makna dari “kepenuhan ke-Allahan” yang ada di dalam Kristus. Artikel to<br />
di depan kata plhrwma di 1:19 menyiratkan bahwa kepenuhan ini adalah sesuatu yang<br />
spesifik yang sudah disinggung sebelumnya. Karena kata plhrwma tidak muncul sebelum<br />
1:19, maka kita harus melihat ayat 15-18 sebagai gambaran dari plhrwma. Dengan kata lain,<br />
8<br />
Robert L. Reymond, Jesus: Divine Messiah (Ross-shire: Christian Focus Publication, 2003), 439-440.<br />
9<br />
Lihat Peter T. O’Brien, Colossians, Philemon, WBC Vol. 44 (Dallas: Word Books Publisher, 1998),<br />
electronic edition.<br />
10<br />
Frame, The Doctrine of God, 671.<br />
11<br />
Dalam pasal 1:19 kata “berkenan” maupun “berdiam” memakai bentuk lampau. Perbedaan tense<br />
yang dipakai di 1:19 dan 2:9 sangat mungkin dimaksudkan untuk menjelaskan bahwa sejak kekekalan<br />
kepenuhan ke-Allahan sudah ada di dalam Kristus dan tetap di dalam Dia selama inkarnasi, walaupun tentu saja<br />
dalam pengertian yang berbeda. Dalam kekekalan kepenuhan itu tidak bersangkut-paut dengan apa pun yang<br />
jasmaniah.<br />
12<br />
Di Kolose 1:19 Paulus juga tidak memakai kata qeoths pada waktu ia berbicara tentang kepenuhan<br />
Kristus, tetapi di ayat ini dia memakai artikel to di depan kata plhrwma (“kepenuhan”), sehingga kepenuhan<br />
yang dimaksud sudah jelas, yaitu kepenuhan/hakekat Allah sebagaimana dijelaskan di ayat 15-18. Makna yang<br />
spesifik ini tercermin dalam terjemahan NASB “the fulness”, NIV “His fulness” atau RSV “the fulness of God”.<br />
3/5
ayat 15-18 memberikan penjelasan tentang makna kepenuhan [ke-Allahan] di ayat 19. Kristus<br />
adalah Pencipta dan Penopang segala sesuatu, sehingga Dia lebih utama dari semua yang ada<br />
(band. kata “segala” yang muncul di ayat 15-18). Inilah makna dari “kepenuhan ke-Allahan”<br />
di dalam Kristus. Jika ini diterima, maka “sangat sulit menemukan teks Alkitab lain yang<br />
menyatakan kesempurnaan dan keseluruhan ke-Allahan Yesus Kristus secara lebih terusterang<br />
daripada Kolose 1:15-20”. 13<br />
Titus 2:13<br />
Ayat ini berbunyi “dengan menantikan penggenapan pengharapan kita yang penuh bahagia<br />
dan penyataan kemuliaan Allah yang Mahabesar dan Juruselamat kita Yesus Kristus”. Ayat<br />
ini termasuk salah satu teks penting dalam diskusi tentang ke-Allahan Kristus. Fokus<br />
pembahasan terletak pada bagian terakhir “penyataan kemuliaan Allah yang Mahabesar dan<br />
Juruselamat kita Yesus Kristus”. Apakah ayat ini berbicara tentang dua Pribadi: Allah Yang<br />
Mahabesar dan Juruselamat kita Yesus Kristus ataukah sebutan “Allah Yang Mahabesar dan<br />
Juruselamat sama-sama merujuk pada satu Pribadi, yaitu Yesus Kristus? Jika alternatif<br />
terakhir ini benar, maka ayat ini menyebut Yesus Kristus sebagai Allah Yang Mahabesar.<br />
Mereka yang memegang alternatif pertama memberikan beberapa argumen. Pertama, sebutan<br />
qeos dalam tulisan Paulus jarang ditujukan pada Kristus. Kedua, kedatangan Kristus yang<br />
kedua kali dalam kemuliaan-Nya di Lukas 9:26 dikaitkan dengan kemuliaan Bapa.<br />
Bagaimana kita meresponi pandangan di atas? Seperti sudah kita bahas sebelumnya, argumen<br />
pertama di atas tidak dapat diterapkan pada segala konteks. Roma 9:5, Filipi 2:6 dan Kolose<br />
2:9 secara definitif menyebut Kristus sebagai Allah. Perkataan Paulus di Kisah Rasul 20:28<br />
juga menyatakan hal yang sama. Argumen yang kedua memang memungkinkan, tetapi dalam<br />
kasus Titus 2:13 pertimbangan kontekslah yang paling menentukan (lihat pembahasan di<br />
bawah ini).<br />
Beberapa argumen berikut ini memberikan dasar yang kuat untuk memilih sebutan “Allah<br />
Yang Mahabesar dan Juruselamat” sebagai rujukan pada Kristus saja. 14 Pertama, frase ini<br />
hanya memiliki satu artikel di depan kata qeos. Sesuai dengan Granville Sharp Rule, 15<br />
konstruksi “artikel + benda 1 + kai + benda 2” seperti ini menyiratkan bahwa artikel ini<br />
memayungi kata benda “Allah” (qeos) dan “Juruselamat” (swthr) serta merujuk pada<br />
pribadi/hal yang sama. Dalam hal ini, baik qeos maupun swthr merujuk pada Yesus Kristus.<br />
Kedua, dalam tulisan Paulus kata “penyataan” (epifaneia) yang merujuk pada akhir jaman<br />
selalu dikaitkan dengan Yesus Kristus saja (1Tim 6:14; 2Tim 1:20; 2Tim 4:8; Tit 2:13). Salah<br />
satu ayat yang perlu dicermati secara khusus adalah 2Timotius 4:1. Walaupun dalam ayat ini<br />
Allah dan Yesus Kristus muncul bersamaan, namun kata “penyataan” hanya ditujukan pada<br />
13 Reymond, Jesus: Divine Messiah, 437; lihat juga tulisan Reymond yang lain, A New Systematic<br />
Theology of the Christian Faith (Nashville: Thomas Nelson Publisher, 1998), 250-251.<br />
14 Dikembangkan dari Reymond, Jesus: Divine Messiah, 472-473; D. Edmond Hiebert, “Titus”,<br />
Ephesians – Philemon, EBC Vol. XI, ed. by Frank Gaebelein (Grand Rapids: Zondervan Publishing House,<br />
1978), electronic edition; Frame, The Doctrine of God, 669.<br />
15 Beberapa orang telah berusaha mematahkan prinsip ini termasuk yang berkaitan dengan teks-teks<br />
seputar doktrin Tritunggal. Bagaimanapun, usaha ini tidak pernah berhasil dan dalam konteks tulisan Perjanjian<br />
Baru – terutama Titus 2:13 dan 2Petrus 1:1 – prinsip ini tetap berlaku. Daniel B. Wallace, Greek Grammar<br />
Beyond the Basics (Grand Rapids: Zondervan Publishing House, 1996), 276.<br />
4/5
Kristus. Hal ini terlihat dari kata ganti “dia” (autou) yang dipakai, bukan “mereka” (autwn).<br />
Sehubungan dengan Lukas 9:26, dalam ayat ini dinyatakan dengan jelas bahwa yang<br />
“datang” adalah Anak Manusia (band. “apabila Ia datang kelak”), bukan “Anak Manusia dan<br />
Bapa”.<br />
Ketiga, dalam tulisan-tulisan keagamaan Yunani waktu itu istilah qeos dan swthr beberapa<br />
kali muncul secara bersamaan dan tentu saja selalu merujuk pada satu pribadi. Fenomena ini<br />
menunjukkan bahwa orang-orang waktu itu sudah terbiasa dengan ungkapan tersebut dan<br />
tidak akan berpikir bahwa ungkapan itu merujuk pada dua pribadi. Jika ini diterima, maka<br />
kita dapat menambahkan poin penting di sini: penambahan “Yang Mahabesar” merupakan<br />
tambahan dari Paulus untuk menekankan ke-Allahan Yesus Kristus. Jika “Allah” di ayat ini<br />
merujuk pada “Bapa”, maka tambahan “Yang Mahabesar” tampaknya tidak terlalu<br />
diperlukan, karena hal itu sudah sangat jelas.<br />
Keempat, penjelasan di ayat 14 (“menyerahkan diri-Nya” dan “menguduskan bagi diri-Nya”)<br />
secara jelas hanya merujuk pada Yesus Kristus. Seandainya ayat 13 merujuk pada dua<br />
pribadi, maka kita berharap akan ada penjelasan untuk keduanya di ayat 14. Argumen ini<br />
sekalipun kurang konklusif, namun tetap mendukung pandangan yang kita anut.<br />
Kelima, terjemahan yang paling wajar dari ayat ini memang merujuk pada satu pribadi.<br />
Beberapa penafsir sudah menyatakan bahwa tidak akan pernah ada pertanyaan tentang<br />
apakah “Allah” dan “Juruselamat” merujuk pada satu pribadi seandainya teks ini berakhir di<br />
kata “kita” (tanpa “Yesus Kristus”). Jika tanpa “Yesus Kristus”, maka orang akan membaca<br />
ayat ini sebagai rujukan pada satu pribadi. Jadi, satu-satunya penghalang untuk memahami<br />
ayat ini dengan benar adalah presuposisi seseorang terhadap Yesus Kristus. Seandainya dia<br />
mengakui Yesus Kristus sebagai Allah, maka dia secara wajar akan menganggap frase “Allah<br />
Yang Mahabesar dan Juruselamat kita” sebagai rujukan pada satu pribadi.<br />
Terakhir, dilihat dari semua penjelasan di atas, orang sulit untuk tidak memikirkan satu<br />
pribadi dalam frase “Allah Yang Mahabesar dan Juruselamat”. Jika ini bukan yang dimaksud<br />
oleh Paulus, dia pasti akan meminimalisasi semua petunjuk yang dapat mengarah pada satu<br />
pribadi. Ada banyak cara yang dia bisa lakukan tetapi kenyataannya dia tidak melakukan itu,<br />
misalnya menambahkan artikel di depan kata swthr 16 atau menambahkan kata “Bapa” (pathr)<br />
setelah kata “Allah Yang Mahabesar” (band. 1:4). Jika dia tidak melakukan itu, maka dia<br />
pasti memaksudkan Titus 2:13 sebagai rujukan pada Yesus Kristus saja. #<br />
16 Nigel Turner, A Grammar of New Testament Greek J. H. Moulton, Vol. III: Syntax (Edinburgh: T&T<br />
Clark, 1963.), 181.<br />
5/5