14.06.2013 Views

sirkulasi udara di atmosfer

sirkulasi udara di atmosfer

sirkulasi udara di atmosfer

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

WWORKKINGG<br />

PAP PER BBINDDER<br />

OSSEANNOG<br />

GRAAPHYY<br />

Lectur rer<br />

Bagus SetyoBu<strong>di</strong> Wiwoho M.SSi<br />

CCOLLECTE<br />

ED BY:<br />

Waahyu<br />

Wardan W ni<br />

100635140<br />

00649<br />

SSTATE<br />

UNNIVERSIT<br />

TY OF MAL ALANG<br />

FFACULTYY<br />

OF MATE TEMATICS AND NATTURAL<br />

SCCINCES<br />

GEOGGRAPHY<br />

PROGRA P AM<br />

DDESEMBER<br />

R 2008


Nama<br />

Tempat Taanggal<br />

Lahir<br />

Agama<br />

Jenis Kelamin<br />

Status<br />

Anak ke<br />

Sa<strong>udara</strong> Kaandung<br />

E-mail/Blog<br />

Alamat Asal<br />

Alamat <strong>di</strong> Malang<br />

No. Telp/HHP<br />

Riwaya Penn<strong>di</strong><strong>di</strong>kan<br />

Motto<br />

MMY<br />

CURRRICUL<br />

LUM VITAE<br />

: Waahyu<br />

Wardan ni<br />

: Bakkau,<br />

28 Okto ober 1989<br />

: Islaam<br />

: Lakki-laki<br />

: Maahasiswa<br />

: 1 (PPertama)<br />

: 3 oorang<br />

: w41_4ks@yaho<br />

oo.co.id/httpp:\\kaselabooy.blogspot.<br />

com\<br />

: Bakkau<br />

Rt. 1/1 Kecamatann<br />

Pamukan Utara, Kot tabaru<br />

Kalimantan<br />

Selatan<br />

: Jl Sumbersar ri Gg. V No. 485 C Maalang<br />

Jawa Timur T<br />

Koddepos<br />

65145 5<br />

: 0855259387847<br />

: - SDDN<br />

Bakau 1 lulus<br />

tahun 22001<br />

- SMPP<br />

Negeri 1 Pamukan P Utaara<br />

lulus tahun<br />

2004<br />

- SMAA<br />

Negeri 1 Kotabaru K lulus<br />

tahun 20006<br />

- Mahhasiswa<br />

UM sampai sekaarang<br />

: - Zikkir,<br />

Pikir, Ikh htiar (ZiPiIkkh)<br />

- Sessulit<br />

apapun pekerjaan iitu<br />

pasti adaa<br />

jalan kelua ar<br />

serrta<br />

hikmah <strong>di</strong>lbalik d semuua<br />

pekerjaann<br />

tersebut.<br />

- Don on’t Think To o Be The Besst<br />

But Thinkk<br />

To Do The e Best


ISI BINDER<br />

BENUA DAN PAPARAN BENUA<br />

SEDIMEN LAUT<br />

KARAKTERISTIK AIR LAUT<br />

GELOMBANG<br />

SIRKULASI UDARA DI ATMOSFER<br />

KEHIDUPAN LAUT<br />

WILAYAH PESISIR DAN PROSES<br />

EKOLOGI ESTUARINE<br />

ESTUARINE AND INTERTIDAL ECOLOGY<br />

KOMUNITAS PELAGIK<br />

ORGANISME BENTHIC


1.1 Latar Belakang<br />

BAB I<br />

PENDAHULUAN<br />

O S E A N O G R A F I<br />

BENUA DAN PAPARAN BENUA<br />

Oseanografi (berasal dari bahasa Yunani oceanos yang berarti laut dan<br />

γράφειν atau graphos yang berarti gambaran atau deskripsi juga <strong>di</strong>sebut<br />

oseanologi atau ilmu kelautan) adalah cabang dari ilmu bumi yang<br />

mempelajari segala aspek dari samudera dan lautan. Secara sederhana<br />

oseanografi dapat <strong>di</strong>artikan sebagai gambaran atau deskripsi tentang laut.<br />

Dalam bahasa lain yang lebih lengkap, oseanografi dapat <strong>di</strong>artikan sebagai<br />

stu<strong>di</strong> dan penjelajahan (eksplorasi) ilmiah mengenai laut dan segala<br />

fenomenanya. Laut sen<strong>di</strong>ri adalah bagian dari hidrosfer. Seperti <strong>di</strong>ketahui<br />

bahwa bumi ter<strong>di</strong>ri dari bagian padat yang <strong>di</strong>sebut litosfer, bagian cair yang<br />

<strong>di</strong>sebut hidrosfer dan bagian gas yang <strong>di</strong>sebut <strong>atmosfer</strong>. Sementara itu bagian<br />

yang berkaitan dengan sistem ekologi seluruh makhluk hidup penghuni planet<br />

Bumi <strong>di</strong>kelompokkan ke dalam biosfer.<br />

Para ahli oseanografi mempelajari berbagai topik, termasuk organisme laut<br />

dan <strong>di</strong>namika ekosistem; arus samudera, ombak, dan <strong>di</strong>namika fluida<br />

geofisika; tektonik lempeng dan geologi dasar laut; dan aliran berbagai zat<br />

kimia dan sifat fisik <strong>di</strong>dalam samudera dan pada batas-batasnya. Topik<br />

beragam ini menunjukkan berbagai <strong>di</strong>siplin yang <strong>di</strong>gabungkan oleh ahli<br />

oceanografi untuk memperluas pengetahuan mengenai samudera dan<br />

memahami proses <strong>di</strong> dalamnya: biologi, kimia, geologi, meteorologi, dan<br />

fisika.<br />

Beberapa sumber lain berpendapat bahwa ada perbedaan mendasar yang<br />

membedakan antara oseanografi dan oseanologi. Oseanologi ter<strong>di</strong>ri dari dua<br />

kata (dalam bahasa Yunani) yaitu oceanos (laut) dan logos (ilmu) yang secara<br />

sederhana dapat <strong>di</strong>artikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang laut. Dalam<br />

arti yang lebih lengkap, oseanologi adalah stu<strong>di</strong> ilmiah mengenai laut dengan<br />

By Candranofani A<strong>di</strong>tyawan and Nila Eny Yustanti<br />

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Jurusan Geografi<br />

UNIVERSITAS NEGERI MALANG<br />

1


O S E A N O G R A F I<br />

BENUA DAN PAPARAN BENUA<br />

cara menerapkan ilmu-ilmu pengetahuan tra<strong>di</strong>sional seperti fisika, kimia,<br />

matematika, dan lain-lain ke dalam segala aspek mengenai laut.<br />

Oseanografi adalah bagian dari ilmu kebumian atau earth sciences yang<br />

mempelajari laut,samudra beserta isi dan apa yang berada <strong>di</strong> dalamnya hingga<br />

ke kerak samuderanya. Secara umum, oseanografi dapat <strong>di</strong>kelompokkan ke<br />

dalam 4 (empat) bidang ilmu utama yaitu: geologi oseanografi yang<br />

mempelajari lantai samudera atau litosfer <strong>di</strong> bawah laut; fisika oseanografi<br />

yang mempelajari masalah-masalah fisis laut seperti arus, gelombang, pasang<br />

surut dan temperatur air laut; kimia oseanografi yang mempelajari masalah-<br />

masalah kimiawi <strong>di</strong> laut, dan yang terakhir biologi oseanografi yang<br />

mempelajari masalah-masalah yang berkaitan dengan flora dan fauna atau<br />

biota <strong>di</strong> laut.<br />

Laut merupakan gambaran nyata mengenai permukaan bumi dan<br />

sekiitarnya 70% dari permukaan bumi merupakan air, <strong>di</strong>mana permukaan air<br />

terdapat endapan pasir laut, dasar lembah yang masing-masing memiliki cirri-<br />

ciri topografi yang berbeda. Laut merupakan suatu bagian yang saling<br />

memiliki proses yang lebih variatif, tergantung pada lokasi yang ada <strong>di</strong><br />

sekelilingnya <strong>di</strong>samping proses pergerakan aliran secara global. Oleh karena<br />

itu dalam mempelajari laut <strong>di</strong>perlukan berbagai <strong>di</strong>siplin ilmu yaitu fisika<br />

oseanografi, geologi oseanografi, kimia oseanigrafi dan biologi oseanografi.<br />

Untuk lebih jelas dapat <strong>di</strong>jelaskan sebagai berikut:<br />

Ilmu oceanografi dapat <strong>di</strong>bagi menja<strong>di</strong> beberapa cabang:<br />

1. Biologi laut atau oceanografi biologi, ilmu mengenai tumbuhan, binatang<br />

dan mikrobe (biota) samudera dan interaksi ekologi mereka;<br />

2. Oceanografi kimia atau kimia laut, ilmu mengenai kimia samudera dan<br />

interaksi kimianya dengan <strong>atmosfer</strong>;<br />

3. Geologi laut atau oceanografi geologi, ilmu mengenai geologi dasar laut<br />

termasuk tektonik lempeng;<br />

4. Oceanografi fisika ilmu mengenai ciri fisik samudera termasuk struktur<br />

suhu-salinitas, pencampuran, ombak, pasang, dan arus;<br />

By Candranofani A<strong>di</strong>tyawan and Nila Eny Yustanti<br />

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Jurusan Geografi<br />

UNIVERSITAS NEGERI MALANG<br />

2


O S E A N O G R A F I<br />

BENUA DAN PAPARAN BENUA<br />

5. Rekayasa laut mencakup <strong>di</strong>sain dan membangun anjungan minyak, kapal,<br />

pelabuhan, dan struktur lainnya sehingga memungkinkan kita untuk<br />

menggunakan samudera dengan bijaksana.<br />

Cabang-cabang tersebut menunjukkan bahwa banyak ahli oceanografi<br />

pada awalnya mendapat pen<strong>di</strong><strong>di</strong>kan ilmu pasti atau matematika dan kemu<strong>di</strong>an<br />

menggunakan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan inter<strong>di</strong>sipliner<br />

mereka untuk oceanografi.<br />

Beberapa konsep penting dalam oseanografi adalah masa jenis,<br />

temperature dan kadar garam.percampuran antara masa daratan<br />

mengakibatkan terja<strong>di</strong>nya kolisi yaitu pergerakan relative masa daratan<br />

terhadap masa lautan yang cukup lambat sehingga dapat <strong>di</strong>katakan lempeng<br />

tektonik mengalami pergerakan, sehingga seolah-olah dasar laut dan daratan<br />

bergerak.<br />

Benua adalah daratan yang sangat luas; (kontinen). Pada awalnya bumi<br />

terbentuk seluruh benua merupakan satu daratan yang amat luas, belum<br />

terbagi-bagi oleh pergeseran kerak bumi; daratan tersebut <strong>di</strong>sebut Pangæan<br />

supercontinent, pada masa mesozoic terbagi atas dua bagian besar yaitu<br />

gondwana <strong>di</strong>belahan bumi selatan dan laurasia <strong>di</strong>belahan bumi utara.<br />

1.2 Rumusan masalah<br />

1.2.1 Bagaimana formasi dan struktur bumi?<br />

1.2.2 Bagaimana topografi lepas pantai?<br />

1.2.3 Bagaimana keadaan lempeng tektonik?<br />

1.3 Tujuan<br />

1.3.1 untuk mengetahui formasi dan struktur bumi<br />

1.3.2 untuk mengetahui topografi lepas pantai<br />

1.3.3 untuk mengetahui keadaan lempeng tektonik<br />

By Candranofani A<strong>di</strong>tyawan and Nila Eny Yustanti<br />

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Jurusan Geografi<br />

UNIVERSITAS NEGERI MALANG<br />

3


BAB II<br />

PEMBAHASAN<br />

O S E A N O G R A F I<br />

BENUA DAN PAPARAN BENUA<br />

FORMASI DAN STRUKTUR BUMI<br />

Bumi atau sering <strong>di</strong>sebut dunia yang kita <strong>di</strong>ami merupakan salah satu<br />

planet dalam gugus tatasurya. Para ahli memperkirakan usia bumi telah<br />

mencapai 4.6 milyar tahun. Bias <strong>di</strong>katakan betapa bumi telah demikian tua.<br />

Bila <strong>di</strong>ban<strong>di</strong>ngkan dengan usia manusia rata-rata 60 tahun, maka usia bumi<br />

setara dengan 76.666.666 generasi.<br />

Bumi yang memiliki <strong>di</strong>ameter 12.756 ini mempunyai masa seberat 59.760<br />

milyar ton itu tersusun atas lapisan-lapisan pembentuk. Secara umum susunan<br />

bagian dalam bumi <strong>di</strong>bagi menja<strong>di</strong> tiga bagian, dari permukaan hingga lapisan<br />

terdalam bumi, yaitu; lapisan kerak, mantel dan inti bumi. Dalam<br />

perkembangan selanjutnya atas bantuan penelitian seismic yang makin maju,<br />

para akhli mengemukakan keterangan-keterangan bagian dalam bumi yang<br />

lebih memuaskan dan menyusun gambaran struktur bumi sebagai berikut;<br />

By Candranofani A<strong>di</strong>tyawan and Nila Eny Yustanti<br />

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Jurusan Geografi<br />

UNIVERSITAS NEGERI MALANG<br />

4


1. Kerak bumi<br />

O S E A N O G R A F I<br />

BENUA DAN PAPARAN BENUA<br />

Lapisan ini menempati bagian paling luar dengan tebal berkisar 6-50<br />

km. tebal lapisan ini tidak sama setempat, <strong>di</strong>sekitar benua sekitar 20-50<br />

km sedang <strong>di</strong> dasar laut 0-5 km atau bersama air laut yang berada <strong>di</strong><br />

atasnya sekitar 10-12 km, yang tersusun atas materi-materi padat terutama<br />

yang kaya silisium dan aluminium. Lapisan kerak <strong>di</strong>bedaka atas dua<br />

lapisan materi, yaitu;<br />

a. Lapisan Granitis tersusun atas batuan granites. Kecepatan gelombang<br />

longitu<strong>di</strong>nal <strong>di</strong> lapisan ini sekitar 6,5 km/detik.<br />

b. Lapisan Basaltis lapisan yang terletak <strong>di</strong> bawah lapisan granites dan<br />

kebanyakan materi basalt. Kecepatan gelombang 6,5-8 km/detik<br />

2. Selimut Bumi (Mantel)<br />

Lapisan ini terletak <strong>di</strong>bawah kerak bumi dan pada umumnya <strong>di</strong>bedakan<br />

menja<strong>di</strong> 3 lapisan, antara lain;<br />

a. Lithosfer lapisan yang berwujud padat dan kaya akan silisium dan<br />

aluminium<br />

b. Asthenosfer lapisan yang letaknya <strong>di</strong>bawah Lithosfer. Yang<br />

wujudnya agak kental, kaya akan silisium, aluminium dan magnesium<br />

c. Mesosfer lapisan yang lebih tebal dan lebih berat, kaya dengan<br />

silisium dan magnesium<br />

2. Inti bumi (Core)<br />

Lapisan ini menempati bagian paling dalam dan dapat <strong>di</strong>bedakan menja<strong>di</strong><br />

2 bagian yaitu;<br />

a. Inti bagian Luar <strong>di</strong>duga bagian ini berwujud cair sebab lapisan ini<br />

tidak <strong>di</strong>lalui oleh gelombang transversal.<br />

b. Inti Bagian dalam terja<strong>di</strong> perubahan kecepatan gelombang<br />

longitu<strong>di</strong>nal dari rendah ke tinggi, <strong>di</strong>duga inti ini berwujud padat.<br />

TOPOGRAFI LEPAS PANTAI<br />

Daerah pantai merupakan daerah yang <strong>di</strong>namis dengan segala kerumitan<br />

fisik yang terja<strong>di</strong> sehingga menampakkan ciri khas pantai tersebut. Ditinjau<br />

dari aspek geografis perairan <strong>di</strong> selat Lirung sangat potensial untuk<br />

By Candranofani A<strong>di</strong>tyawan and Nila Eny Yustanti<br />

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Jurusan Geografi<br />

UNIVERSITAS NEGERI MALANG<br />

5


O S E A N O G R A F I<br />

BENUA DAN PAPARAN BENUA<br />

pengembangan <strong>di</strong> bidang ilmu dan teknologi kelautan. Oleh karena itu salah<br />

satu kajian dalam bidang ilmu dan teknologi kelautan yaitu survei dan<br />

pemetaan dasar taut (batimetri) merupakan faktor yang sangat penting untuk<br />

menunjang pengembangan wilayah pantai dan pesisir. Keadaan topografi<br />

pantai lirung menampakkan keunikan tersen<strong>di</strong>ri. Hasil penelitian menunjukan<br />

bahwa umumnya pada setiap lajur pengukuran kedalaman terdapat penurunan<br />

topografi yang cukup tajam dengan perubahan kedalaman sekitar 7 - 15 meter<br />

pada jarak yang tidak terlalu jauh dengan garis pantai ke arah taut sehingga<br />

pada lokasi-lokasi tersebut topografinya curam.<br />

Bentuk lahan pantai yang berada <strong>di</strong>lorong laut atau selat cenderung<br />

mengalami preubahan sebagai akibat bekerjanya proses geomorfik. Sebagai<br />

salah satu lahan pantai, gisik yang secara umum <strong>di</strong>paharni sebagai akumulasi<br />

se<strong>di</strong>men pantai berupa pasir dan kerikil, merupakan suatu ruang yang<br />

<strong>di</strong>gunakan manusia sebagai tempat rekreasi karena hamparan pasirnya yang<br />

indah dan dapat memberikan potensi yang besar dalam aspek keparwisataan.<br />

Sehubungan dengan aspek kepariwisataan tersebut, keberadaan lahan gisik <strong>di</strong><br />

Selat Lembeh bagiab Barat <strong>di</strong>pandang penting untuk <strong>di</strong>ungkapkan mengingat<br />

kurangnya informasi mengenai daerah tersebut. Berdasarkan hal tersebut,<br />

serangkaian proses belajar dalam bentuk penelitian telah <strong>di</strong>lakukan untuk<br />

menye<strong>di</strong>akan jawaban terhadap masalah bagaimana peranan faktor<br />

hidrooseanografi, morfometri lahan, dan <strong>di</strong>stribusi granulometri se<strong>di</strong>ment<br />

terhadap pembentukan lahan gisik.<br />

Topografi lepas pantai dapat <strong>di</strong>bedakan menja<strong>di</strong>;<br />

a. Paparan benua (Continental shelf)<br />

Paparan benua memiliki kemiringan lereng yang mengarah keperairan<br />

dalam dan lebar dari paparan benua bervariasi berdasarkan kenampakan<br />

bentuk pantai. Apabila suatu pantai yang landai maka topografi paparan<br />

dan lereng benua akan landai juga, tetapi apabila bentuk pantai cliff maka<br />

topografi paparan dan lereng benua akan sangat terjal.<br />

b. Lereng benua (Continental slope)<br />

By Candranofani A<strong>di</strong>tyawan and Nila Eny Yustanti<br />

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Jurusan Geografi<br />

UNIVERSITAS NEGERI MALANG<br />

6


O S E A N O G R A F I<br />

BENUA DAN PAPARAN BENUA<br />

Lereng benua terbentuk akibat proses erosi dalam paparan benua,<br />

akumulasi ombak dan gelombang yang active bekerja menyebabkan garis<br />

paparan benua mengalami degradasi sehingga terbentuk lereng benua<br />

c. Kaki benua (Continental Rise)<br />

Kaki benua dapat <strong>di</strong>bedakan menja<strong>di</strong> dua yaitu;<br />

1. Passive Continental margins dapat terja<strong>di</strong> apabila suatu proses<br />

geologi tidak terja<strong>di</strong> <strong>di</strong> dasar lautan sehingga kanampakan pada<br />

paparan benua, lereng benua, kaki benua hanya berupa suatu<br />

tutupan endapan yang berasal dari erosi.<br />

2. Active Continental margins dapat terja<strong>di</strong> jika suatu proses<br />

geologi <strong>di</strong> dasar lautan, yaitu akibat dari pergerakan lempeng<br />

tektonik sehingga lempeng laut seolah-olah menunjam menuju<br />

pada lempeng benua sehingga <strong>di</strong>sebut terja<strong>di</strong> suatu subduksi yang<br />

pada akhirnya akan menghasilkan suatu lembah yang panjang dan<br />

dalam yang <strong>di</strong>hasilkan oleh aktivitas gunung api. Contoh:<br />

penunjaman antara lempeng In<strong>di</strong>an Australia dengan lempeng<br />

Eurasian yang terja<strong>di</strong> <strong>di</strong> pegunungan selatan<br />

d. Perairan dalam (Deep Osean Basin)<br />

Pada perairan dalam, yang membedakan <strong>di</strong>antara yang lain adalah<br />

stratifikasi dasar laut dan pola <strong>sirkulasi</strong> oksegen <strong>di</strong>dalam perairan dalam.<br />

Perairan dalam cenderung banyak memngandung sulfur, dengan kadar<br />

Oksigen sangat rendah. Pola arus <strong>di</strong> perairan dalam tidak stabil seperti<br />

pola arus yang ada <strong>di</strong> permukaan, hal ini <strong>di</strong>karenakan se<strong>di</strong>kitnya<br />

organisme yang berada <strong>di</strong> perairan dalam dan pola gelombang yang tidak<br />

teratur.<br />

LEMPENG TEKTONIK<br />

Tektonik lempeng adalah suatu teori yang menerangkan proses <strong>di</strong>namika<br />

bumi tentang pembentukan jalur pegunungan, jalur gunung api, jalur gempa<br />

bumi, dan cekungan endapan <strong>di</strong> muka bumi yang <strong>di</strong>akibatkan oleh pergerakan<br />

lempeng.<br />

By Candranofani A<strong>di</strong>tyawan and Nila Eny Yustanti<br />

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Jurusan Geografi<br />

UNIVERSITAS NEGERI MALANG<br />

7


O S E A N O G R A F I<br />

BENUA DAN PAPARAN BENUA<br />

Teori Tektonik Lempeng (bahasa Inggris: Plate Tectonics) adalah sebuah<br />

teori dalam bidang geologi yang <strong>di</strong>kembangkan untuk memberi penjelasan<br />

terhadap adanya bukti-bukti pergerakan skala besar yang <strong>di</strong>lakukan oleh<br />

litosfer bumi. Teori ini telah mencakup dan juga menggantikan Teori<br />

Continental Drift yang lebih dahulu <strong>di</strong>kemukakan pada paruh pertama abad<br />

ke-20 dan konsep seafloor sprea<strong>di</strong>ng yang <strong>di</strong>kembangkan pada tahun 1960-an.<br />

Bagian terluar dari interior bumi terbentuk dari dua lapisan. Di bagian atas<br />

terdapat litosfer yang ter<strong>di</strong>ri atas kerak dan bagian teratas mantel bumi yang<br />

kaku dan padat. Di bawah lapisan litosfer terdapat astenosfer yang berbentuk<br />

padat tetapi bisa mengalir seperti cairan dengan sangat lambat dan dalam skala<br />

waktu geologis yang sangat lama karena viskositas dan kekuatan geser (shear<br />

strength) yang rendah. Lebih dalam lagi, bagian mantel <strong>di</strong> bawah astenosfer<br />

sifatnya menja<strong>di</strong> lebih kaku lagi. Penyebabnya bukanlah suhu yang lebih<br />

<strong>di</strong>ngin, melainkan tekanan yang tinggi.<br />

Lapisan litosfer <strong>di</strong>bagi menja<strong>di</strong> lempeng-lempeng tektonik (tectonic<br />

plates). Di bumi, terdapat tujuh lempeng utama dan banyak lempeng-lempeng<br />

yang lebih kecil. Lempeng-lempeng litosfer ini menumpang <strong>di</strong> atas astenosfer.<br />

By Candranofani A<strong>di</strong>tyawan and Nila Eny Yustanti<br />

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Jurusan Geografi<br />

UNIVERSITAS NEGERI MALANG<br />

8


O S E A N O G R A F I<br />

BENUA DAN PAPARAN BENUA<br />

Mereka bergerak relatif satu dengan yang lainnya <strong>di</strong> batas-batas lempeng, baik<br />

<strong>di</strong>vergen (menjauh), konvergen (bertumbukan), ataupun transform<br />

(menyamping). Gempa bumi, aktivitas vulkanik, pembentukan gunung, dan<br />

pembentukan palung samudera semuanya umumnya terja<strong>di</strong> <strong>di</strong> daerah<br />

sepanjang batas lempeng. Pergerakan lateral lempeng lazimnya berkecepatan<br />

50-100 mm/a.<br />

Gambar A = Antara Lempeng Samudera dengan Lempeng Samudera<br />

Gambar B = Antara Lempeng Samudera dengan Lempeng Benua<br />

Gambar C = Antara Lempeng Benua dengan Lempeng Benua. Tidak terbentuk<br />

gunung api.<br />

By Candranofani A<strong>di</strong>tyawan and Nila Eny Yustanti<br />

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Jurusan Geografi<br />

UNIVERSITAS NEGERI MALANG<br />

9


O S E A N O G R A F I<br />

BENUA DAN PAPARAN BENUA<br />

Bagian luar interior bumi <strong>di</strong>bagi menja<strong>di</strong> litosfer dan astenosfer<br />

berdasarkan perbedaan mekanis dan cara terja<strong>di</strong>nya perpindahan panas.<br />

Litosfer lebih <strong>di</strong>ngin dan kaku, sedangkan astenosfer lebih panas dan secara<br />

mekanik lemah. Selain itu, litosfer kehilangan panasnya melalui proses<br />

konduksi, sedangkan astenosfer juga memindahkan panas melalui konveksi<br />

dan memiliki gra<strong>di</strong>en suhu yang hampir a<strong>di</strong>abatik. Pembagian ini sangat<br />

berbeda dengan pembagian bumi secara kimia menja<strong>di</strong> inti, mantel, dan kerak.<br />

Litosfer sen<strong>di</strong>ri mencakup kerak dan juga sebagian dari mantel. Suatu bagian<br />

mantel bisa saja menja<strong>di</strong> bagian dari litosfer atau astenosfer pada waktu yang<br />

berbeda, tergantung dari suhu, tekanan, dan kekuatan gesernya. Prinsip kunci<br />

tektonik lempeng adalah bahwa litosfer terpisah menja<strong>di</strong> lempeng-lempeng<br />

tektonik yang berbeda-beda. Lempeng ini bergerak menumpang <strong>di</strong> atas<br />

astenosfer yang mempunyai viskoelastisitas sehingga bersifat seperti fluida.<br />

Pergerakan lempeng biasanya bisa mencapai 10-40 mm/a (secepat<br />

pertumbuhan kuku jari) seperti <strong>di</strong> Mid-Atlantic Ridge, ataupun mencapai 160<br />

mm/a (secepat pertumbuhan rambut) seperti <strong>di</strong> Lempeng Nazca. Lempenglempeng<br />

ini tebalnya sekitar 100 km dan ter<strong>di</strong>ri atas mantel litosferik yang <strong>di</strong><br />

atasnya <strong>di</strong>lapisi dengan hamparan salah satu dari dua jenis material kerak.<br />

Yang pertama adalah kerak samudera atau yang sering <strong>di</strong>sebut dengan "sima",<br />

gabungan dari silikon dan magnesium. Jenis yang kedua yaitu kerak benua<br />

yang sering <strong>di</strong>sebut "sial", gabungan dari silikon danaluminium. Kedua jenis<br />

kerak ini berbeda dari segi ketebalan <strong>di</strong> mana kerak benua memiliki ketebalan<br />

yang jauh lebih tinggi <strong>di</strong>ban<strong>di</strong>ngkan dengan kerak samudera. Ketebalan kerak<br />

benua mencapai 30-50 km sedangkan kerak samudera hanya 5-10 km.<br />

Dua lempeng akan bertemu <strong>di</strong> sepanjang batas lempeng (plate boundary),<br />

yaitu daerah <strong>di</strong> mana aktivitas geologis umumnya terja<strong>di</strong> seperti gempa bumi<br />

dan pembentukan kenampakan topografis seperti gunung, gunung berapi, dan<br />

palung samudera. Kebanyakan gunung berapi yang aktif <strong>di</strong> dunia berada <strong>di</strong><br />

atas batas lempeng, seperti Cincin Api Pasifik (Pacific Ring of Fire) <strong>di</strong><br />

Lempeng Pasifik yang paling aktif dan <strong>di</strong>kenal luas.<br />

By Candranofani A<strong>di</strong>tyawan and Nila Eny Yustanti<br />

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Jurusan Geografi<br />

UNIVERSITAS NEGERI MALANG<br />

10


O S E A N O G R A F I<br />

BENUA DAN PAPARAN BENUA<br />

Lempeng tektonik bisa merupakan kerak benua atau samudera, tetapi<br />

biasanya satu lempeng ter<strong>di</strong>ri atas keduanya. Misalnya, Lempeng Afrika<br />

mencakup benua itu sen<strong>di</strong>ri dan sebagian dasar Samudera Atlantik dan Hin<strong>di</strong>a.<br />

Perbedaan antara kerak benua dan samudera ialah berdasarkan kepadatan<br />

material pembentuknya. Kerak samudera lebih padat daripada kerak benua<br />

<strong>di</strong>karenakan perbedaan perban<strong>di</strong>ngan jumlah berbagai elemen, khususnya<br />

silikon. Kerak samudera lebih padat karena komposisinya yang mengandung<br />

lebih se<strong>di</strong>kit silikon dan lebih banyak materi yang berat. Dalam hal ini, kerak<br />

samudera <strong>di</strong>katakan lebih bersifat mafik ketimbang felsik. Maka, kerak<br />

samudera umumnya berada <strong>di</strong> bawah permukaan laut seperti sebagian besar<br />

Lempeng Pasifik, sedangkan kerak benua timbul ke atas permukaan laut,<br />

mengikuti sebuah prinsip yang <strong>di</strong>kenal dengan isostasi.<br />

Ada tiga jenis batas lempeng yang berbeda dari cara lempengan tersebut<br />

bergerak relatif terhadap satu sama lain. Tiga jenis ini masing-masing<br />

berhubungan dengan fenomena yang berbeda <strong>di</strong> permukaan. Tiga jenis batas<br />

lempeng tersebut adalah:<br />

1. Batas transform (transform boundaries) terja<strong>di</strong> jika lempeng bergerak<br />

dan mengalami gesekan satu sama lain secara menyamping <strong>di</strong> sepanjang<br />

sesar transform (transform fault). Gerakan relatif kedua lempeng bisa<br />

sinistral (ke kiri <strong>di</strong> sisi yang berlawanan dengan pengamat) ataupun<br />

By Candranofani A<strong>di</strong>tyawan and Nila Eny Yustanti<br />

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Jurusan Geografi<br />

UNIVERSITAS NEGERI MALANG<br />

11


O S E A N O G R A F I<br />

BENUA DAN PAPARAN BENUA<br />

dekstral (ke kanan <strong>di</strong> sisi yang berlawanan dengan pengamat). Contoh<br />

sesar jenis ini adalah Sesar San Andreas <strong>di</strong> California.<br />

2. Batas <strong>di</strong>vergen/konstruktif (<strong>di</strong>vergent/constructive boundaries) terja<strong>di</strong><br />

ketika dua lempeng bergerak menjauh satu sama lain. Mid-oceanic ridge<br />

dan zona retakan (rifting) yang aktif adalah contoh batas <strong>di</strong>vergen.<br />

3. Batas konvergen/destruktif (convergent/destructive boundaries) terja<strong>di</strong><br />

jika dua lempeng bergesekan mendekati satu sama lain sehingga<br />

membentuk zona subduksi jika salah satu lempeng bergerak <strong>di</strong> bawah<br />

yang lain, atau tabrakan benua (continental collision) jika kedua lempeng<br />

mengandung kerak benua. Palung laut yang dalam biasanya berada <strong>di</strong> zona<br />

subduksi, <strong>di</strong> mana potongan lempeng yang terhunjam mengandung banyak<br />

bersifat hidrat (mengandung air), sehingga kandungan air ini <strong>di</strong>lepaskan<br />

saat pemanasan terja<strong>di</strong> bercampur dengan mantel dan menyebabkan<br />

By Candranofani A<strong>di</strong>tyawan and Nila Eny Yustanti<br />

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Jurusan Geografi<br />

UNIVERSITAS NEGERI MALANG<br />

12


O S E A N O G R A F I<br />

BENUA DAN PAPARAN BENUA<br />

pencairan sehingga menyebabkan aktivitas vulkanik. Contoh kasus ini<br />

dapat kita lihat <strong>di</strong> Pegunungan Andes <strong>di</strong> Amerika Selatan dan busur pulau<br />

Jepang (Japanese island arc).<br />

Pergerakan lempeng tektonik bisa terja<strong>di</strong> karena kepadatan relatif litosfer<br />

samudera dan karakter astenosfer yang relatif lemah. Pelesapan panas dari<br />

mantel telah <strong>di</strong>dapati sebagai sumber asli dari energi yang menggerakkan<br />

tektonik lempeng. Pandangan yang <strong>di</strong>setujui sekarang, meskipun masih cukup<br />

<strong>di</strong>perdebatkan, adalah bahwa kelebihan kepadatan litosfer samudera yang<br />

membuatnya menyusup ke bawah <strong>di</strong> zona subduksi adalah sumber terkuat<br />

pergerakan lempeng. Pada waktu pembentukannya <strong>di</strong> mid ocean ridge, litosfer<br />

samudera pada mulanya memiliki kepadatan yang lebih rendah dari astenosfer<br />

<strong>di</strong> sekitarnya, tetapi kepadatan ini meningkat seiring dengan penuaan karena<br />

terja<strong>di</strong>nya pen<strong>di</strong>nginan dan penebalan.<br />

By Candranofani A<strong>di</strong>tyawan and Nila Eny Yustanti<br />

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Jurusan Geografi<br />

UNIVERSITAS NEGERI MALANG<br />

13


O S E A N O G R A F I<br />

BENUA DAN PAPARAN BENUA<br />

Besarnya kepadatan litosfer yang lama relatif terhadap astenosfer <strong>di</strong><br />

bawahnya memungkinkan terja<strong>di</strong>nya penyusupan ke mantel yang dalam <strong>di</strong><br />

zona subduksi sehingga menja<strong>di</strong> sumber sebagian besar kekuatan penggerak<br />

pergerakan lempeng. Kelemahan astenosfer memungkinkan lempeng untuk<br />

bergerak secara mudah menuju ke arah zona subduksi. Meskipun subduksi<br />

<strong>di</strong>percaya sebagai kekuatan terkuat penggerak pergerakan lempeng, masih ada<br />

gaya penggerak lain yang <strong>di</strong>buktikan dengan adanya lempeng seperti lempeng<br />

Amerika Utara, juga lempeng Eurasia yang bergerak tetapi tidak mengalami<br />

subduksi <strong>di</strong> manapun. Sumber penggerak ini masih menja<strong>di</strong> topik penelitian<br />

intensif dan <strong>di</strong>skusi <strong>di</strong> kalangan ilmuwan ilmu bumi.<br />

Pencitraan dua dan tiga <strong>di</strong>mensi interior bumi (tomografi seismik)<br />

menunjukkan adanya <strong>di</strong>stribusi kepadatan yang heterogen secara lateral <strong>di</strong><br />

seluruh mantel. Variasi dalam kepadatan ini bisa bersifat material (dari kimia<br />

batuan), mineral (dari variasi struktur mineral), atau termal (melalui ekspansi<br />

dan kontraksi termal dari energi panas). Manifestasi dari keheterogenan<br />

kepadatan secara lateral adalah konveksi mantel dari gaya apung (buoyancy<br />

forces) Bagaimana konveksi mantel berhubungan secara langsung dan tidak<br />

dengan pergerakan planet masih menja<strong>di</strong> bidang yang sedang <strong>di</strong>pelajari dan<br />

<strong>di</strong>bincangkan dalam geo<strong>di</strong>namika. Dengan satu atau lain cara, energi ini harus<br />

<strong>di</strong>pindahkan ke litosfer supaya lempeng tektonik bisa bergerak. Ada dua jenis<br />

gaya yang utama dalam pengaruhnya ke pergerakan planet, yaitu friksi dan<br />

gravitasi.Lempeng-lempeng tektonik utama yaitu:<br />

1. Lempeng Afrika, meliputi Afrika - Lempeng benua<br />

2. Lempeng Antarktika, meliputi Antarktika - Lempeng benua<br />

3. Lempeng Australia, meliputi Australia (tergabung dengan Lempeng In<strong>di</strong>a<br />

antara 50 sampai 55 juta tahun yang lalu)- Lempeng benua<br />

4. Lempeng Eurasia, meliputi Asia dan Eropa - Lempeng benua<br />

5. Lempeng Amerika Utara, meliputi Amerika Utara dan Siberia timur laut –<br />

Lempeng benua<br />

6. Lempeng Amerika Selatan, meliputi Amerika Selatan - Lempeng benua<br />

7. Lempeng Pasifik, meliputi Samudera Pasifik - Lempeng samudera<br />

By Candranofani A<strong>di</strong>tyawan and Nila Eny Yustanti<br />

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Jurusan Geografi<br />

UNIVERSITAS NEGERI MALANG<br />

14


O S E A N O G R A F I<br />

BENUA DAN PAPARAN BENUA<br />

Lempeng-lempeng penting lain yang lebih kecil mencakup Lempeng<br />

In<strong>di</strong>a, Lempeng Arabia, Lempeng Karibia, Lempeng Juan de Fuca, Lempeng<br />

Cocos, Lempeng Nazca, Lempeng Filipina, dan Lempeng Scotia.<br />

Pergerakan lempeng telah menyebabkan pembentukan dan pemecahan<br />

benua seiring berjalannya waktu, termasuk juga pembentukan superkontinen<br />

yang mencakup hampir semua atau semua benua. Superkontinen Ro<strong>di</strong>nia<br />

<strong>di</strong>perkirakan terbentuk 1 miliar tahun yang lalu dan mencakup hampir semua<br />

atau semua benua <strong>di</strong> Bumi dan terpecah menja<strong>di</strong> delapan benua sekitar 600<br />

juta tahun yang lalu. Delapan benua ini selanjutnya tersusun kembali menja<strong>di</strong><br />

superkontinen lain yang <strong>di</strong>sebut Pangaea yang pada akhirnya juga terpecah<br />

menja<strong>di</strong> Laurasia (yang menja<strong>di</strong> Amerika Utara dan Eurasia), dan Gondwana<br />

(yang menja<strong>di</strong> benua sisanya)<br />

By Candranofani A<strong>di</strong>tyawan and Nila Eny Yustanti<br />

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Jurusan Geografi<br />

UNIVERSITAS NEGERI MALANG<br />

15


KESIMPULAN<br />

BAB III<br />

PENUTUP<br />

O S E A N O G R A F I<br />

BENUA DAN PAPARAN BENUA<br />

Paparan benua memiliki kemiringan lereng yang mengarah keperairan<br />

dalam dan lebar dari paparan benua bervariasi berdasarkan kenampakan bentuk<br />

pantai. Apabila suatu pantai yang landai maka topografi paparan dan lereng benua<br />

akan landai juga, tetapi apabila bentuk pantai cliff maka topografi paparan dan<br />

lereng benua akan sangat terjal.<br />

By Candranofani A<strong>di</strong>tyawan and Nila Eny Yustanti<br />

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Jurusan Geografi<br />

UNIVERSITAS NEGERI MALANG<br />

16


SEDIMEN LAUT<br />

Disusun Untuk Memenuhi Tugas<br />

Matakuliah Oceanografi<br />

yang Dibina Oleh Bpk. Bagus Setiabu<strong>di</strong> Wiwoho,S.Si<br />

oleh:<br />

Taufikurohman Tahir (106351400…)<br />

Linda Ranita (106351400695)<br />

UNIVERSITAS NEGERI MALANG<br />

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM<br />

JURUSAN GEOGRAFI<br />

September,2008


Se<strong>di</strong>men Laut.<br />

Se<strong>di</strong>mentasi adalah masuknya muatan se<strong>di</strong>men ke dalam suatu lingkungan<br />

perairan tertentu melalui me<strong>di</strong>a air dan <strong>di</strong>endapkan <strong>di</strong> dalam lingkungan tersebut.<br />

Se<strong>di</strong>mentasi membawa material hasil dari pengikisan dan pelapukan oleh Air, angin atau<br />

gletser ke suatu wilayah yang kemu<strong>di</strong>an <strong>di</strong>endapkan. Se<strong>di</strong>mentasi yang terja<strong>di</strong> <strong>di</strong><br />

lingkungan pantai menja<strong>di</strong> persoalan bila terja<strong>di</strong> <strong>di</strong> lokasi-lokasi yang terdapat aktifitas<br />

manusia yang membutuhkan kon<strong>di</strong>si perairan yang dalam seperti pelabuhan, dan aluralur<br />

pelayaran, atau yang membutuhkan kon<strong>di</strong>si perairan yang jernih seperti tempat<br />

wisata, ekosistem terumbu karang atau padang lamun. Untuk daerah-daerah yang tidak<br />

terdapat kepentingan seperti itu, se<strong>di</strong>mentasi memberikan keuntungan, karena<br />

se<strong>di</strong>mentasi menghasilkan pertambahan lahan pesisir ke arah laut.<br />

Seluruh permukaan lautan <strong>di</strong>tutupi oleh partikel-partikel se<strong>di</strong>men yang telah<br />

<strong>di</strong>endapkan secara perlahan-lahan dalam jangka waktu berjuta-juta tahun. Secara relatif<br />

ketebalan lapisan se<strong>di</strong>men yang terdapat <strong>di</strong>banyak bagian lautan, mempunyai variasi<br />

kedalaman yang berbeda-beda . partikel-partikel se<strong>di</strong>men berasal yang berasal dari hasil<br />

pembongkaran batu-batuan dan potongan-potongan kulit (shell) serta sisa rangka–rangka<br />

dari organisme laut.<br />

Besarnya endapan laut yang dapat <strong>di</strong><strong>di</strong>stribusikan merupakan suatu fungsi dari<br />

kecepatan dan ukuran butir. Beberapa endapan laut dapat <strong>di</strong>jumpai suatu struktur yang<br />

tersortasi baik dan ada pula struktur dengan sortasi buruk. Sortasi baik apabila susunan<br />

dari atas kebawah breturut-turut <strong>di</strong>susun oleh material halus sampai material kasar. Hal<br />

ini <strong>di</strong>sebabkan proses pengendapan berlangsung secara alami tanpa ada pengaruh dari<br />

luar. Sortasi buruk apabila material tercampur secara merata sehingga tidak ada sortasi<br />

yang baik. Proses pengendapan berlangsung secara tiba-tiba sehingga material tidak<br />

smpat melakukan pemilihan berdasarkan ukuran butir dan beratnya.<br />

Ada 4 jenis struktur endapan yang dominan yaitu:<br />

a. Cross bed<strong>di</strong>ng<br />

Perlapisan endapan ini <strong>di</strong>sebabkan karena adanya dua atau lebih proses yang<br />

berpengaruh secara bergantian sehingga memberikan kanampakan adanya lingkaran


pengaruh pada masing-masing proses. Setiap perlapisan tidak memiliki suatu sortasi<br />

yang baik.<br />

b. Laminer bed<strong>di</strong>ng<br />

Perlapisan endapan ini terja<strong>di</strong> <strong>di</strong>sebabkan oleh adanya suatu proses yang <strong>di</strong>cirikan<br />

dengan endapan yang memiliki ukuran ataupun jenis material yang berbeda-beda<br />

pada setiap perlapisan.setiap perlapisan tidak memiliki suatu sortasi yang baik.<br />

c. Graded bed<strong>di</strong>ng<br />

Perlapisan endapan ini memiliki siatu sortasi yangb angat baik karena pada saat<br />

pengendapan terja<strong>di</strong> suatu pemilihan ukuran butir dan berat secar alami sehingga<br />

material yang kasar berada <strong>di</strong>bawah dan material yang halus berada <strong>di</strong>atas.<br />

d. Massive bed<strong>di</strong>ng<br />

Perlapisan ini tidak memiliki sortasi yang baik, pen<strong>di</strong>nginan berlangsung secara cepat<br />

sehingga material yang kasar dan halus tercampur secara merata.<br />

Endapan laut dapat <strong>di</strong>klasifikasikan berdasarkan asal usulnya, ukuran dan lokasi<br />

pengendapan.<br />

1. Klasifikasi berdasarkan asal-asulnya.<br />

(a) Lithogenous<br />

Endapan ini memiliki material yang berasal dari batuan yang ada <strong>di</strong> daratan<br />

maupun lautan. Endapan ini <strong>di</strong>hasilkan karena adanya suatu proses pelapukan<br />

kimia maupun mekanik. Aliran sungai akan membawa sse<strong>di</strong>men dari daratan ke<br />

dalam lautan dan <strong>di</strong>stribusinya <strong>di</strong>tentukan oleh besar kecilnya ukuran partikel.<br />

Sumber material se<strong>di</strong>men banyak <strong>di</strong>temukan <strong>di</strong> wilayah arid dan semi arid,<br />

<strong>di</strong>mana curah hujan sangat kecil untuk dapat menumbuhkan vegetasi sebagi<br />

pencegah terja<strong>di</strong>nya erosi. Erosi angin juga memgang peranan peranan penting<br />

dalam transportasi material terutama material yang memiliki <strong>di</strong>ameter butiran<br />

sangat kecil. Persebaran se<strong>di</strong>men <strong>di</strong> lautan <strong>di</strong>tentukan terutama oleh sifat-sifat<br />

fisik dari pertikel-partikelm itunsen<strong>di</strong>ri khususnya oleh lamnya mereka tinggal<br />

melyang-layng <strong>di</strong> lepisan airn. Partikel dengan ukuran besar cenderung untuk<br />

lebih cepat tenggelam dan menetap dari yang berukuran lebih kecil. Contoh<br />

penyebaranse<strong>di</strong>men lautan hin<strong>di</strong>a, jenis se<strong>di</strong>emn lithogenous cenderung untuk<br />

<strong>di</strong>endapkan pada daerah yang letaknya dekat dengan massa daratan.


(b) Biogenous<br />

Material yang berasal dari tumbuhan dan hewan. Sisa-sisa rangka dari organisme<br />

hidup juga akan membentuk endapan partikel halus yang <strong>di</strong>namakan ooze.<br />

Se<strong>di</strong>men ini dapat <strong>di</strong>jumpai pada daerah perairan lereng benua bersama-sama<br />

dengan material lithogenous yang <strong>di</strong>endapkan oleh aliran bawah air. Se<strong>di</strong>men ini<br />

<strong>di</strong>golongkan dalam dua tipe utama yaitu:<br />

▪ Tipe calcerous<br />

- Globeregina Ooze merupakan salah satu grup dari organisme yang bersel<br />

tunggal yang mempunyai kulit yang mengandung calcium carbonat atau<br />

zat kapur. Mereka membentuk Ooze yang menutup 35% bagian<br />

permukaan dasar laut yang relatif kebanyakan <strong>di</strong> jumpai <strong>di</strong> daerah panas<br />

dunia.<br />

- Peteropod Ooze merupakan golongan molusca yang bersifat sebagai<br />

plankton<strong>di</strong>mana tubuh mereka mempunyai kulit yang mengandung zat<br />

kapur. Se<strong>di</strong>men ini menutupi permukaan dasar laut hanya berjumlah 1%<br />

saja, walaupun kadang bercampur dengan Ooze dari jenis lain.<br />

▪ Tipe siliceous<br />

- Diatum Ooze merupakan golongan tumbuh-tumbuhan yang bersel tunggal<br />

yang mempuynayi kulit mengandung silica. Ooze ini menutupi 9%<br />

permukaan dasar laut dan banyak <strong>di</strong>jumpai <strong>di</strong> daerah-daerah yang lebih<br />

<strong>di</strong>ngin yang bersalinitas rendah.<br />

- Ra<strong>di</strong>olaria Ooze merupakan golongan protozoa bersel satu <strong>di</strong>mana bentuk<br />

endapannya menutupi 1-2% permukaan dasar laut.<br />

- Red clay Ooze memunayi kandungan silica yang tinggi, endapan ini<br />

banyak <strong>di</strong>jumpai <strong>di</strong> bagian timur laut in<strong>di</strong>a.<br />

(c) Hydrogenous<br />

Se<strong>di</strong>men yang berasal dari reaksi kimia yang tercampur dalam air laut. Reaksi<br />

kimia ini menyebabkan material akan terlarut, baik material yang terbawa oleh<br />

aliran sungai maupun air hujan.<br />

(d) Cosmogenous


Material berasal dari luar angkasa dan tercampur bersama paertikel meteorit<br />

maupun asteoit. Material ini banyak mengandung unsur besi.<br />

2. Klasifikasi berdasarkan ukuran butir.<br />

Dapat <strong>di</strong>bagi menja<strong>di</strong> 7 tipe se<strong>di</strong>men:<br />

▪ Boulders, memiliki ukuran butir > 256 mm<br />

▪ Cobbles, memiliki ukuran butir 64-256 mm<br />

▪ Pebbles, memiliki ukuran butir 4-64 mm<br />

▪ Granules, memiliki ukuran butir 2-4 mm<br />

▪ Sand, memiliki ukuran butir 0.062-2 mm<br />

▪ Silt, memilki ukuran butir 0.004-0.62 mm<br />

▪ Clay, memiliki ukuran butir < 0.004 mm<br />

3. Klasifikasi berdasarkan lokasi.<br />

Dapat <strong>di</strong>bagi menja<strong>di</strong> 2 tipe se<strong>di</strong>men yaitu:<br />

a. Neritik se<strong>di</strong>men, yang tersebar pada paparan benua, lereng benua kaki benua yang<br />

memiliki sumber material dari lithogenous, biogenous, hidrogeous dan<br />

kosmogenous. Komposisi utamanya berasal dari material terrigenous yang <strong>di</strong>bawa<br />

kelaut dengan aliran sungai maupun aliran permukaan. Ukuran butirnya yang<br />

besar sehingga dapat <strong>di</strong>jumpai endapan dari yang berbutir kasar sampai yang<br />

terhalus.<br />

b. Pelagik s<strong>di</strong>men yang tersebar pada perairan laut dalam dengan memiliki sumber<br />

material dai lithogeous, biogenous, hidrogeous dan kosmogenous. Variasi ukuran<br />

butirnya sangat kecil sehingga hanya dapat <strong>di</strong>jumpai material yang berbuitir halus<br />

dan tersebar secara merata pada perairan laut dalam.<br />

c. Bathyal, se<strong>di</strong>men yang tersebar pada perairan dengan kedalaman 200-3700 m<br />

dengan sumber material sumber matarial berasal dari terrigenous, biogenous<br />

hydrogenous dan cosmogenous.<br />

d. Abyssal, se<strong>di</strong>men yang berada pada kedalaman 3700-6000 m dengan sumber<br />

matarial yang berasal dari terrigenous, biogenous, hydrogenous dan<br />

cosmogenous.<br />

e. Hadal, se<strong>di</strong>men yang berada pada kedalaman 6000 m dengan sumber material<br />

yang berupa lempung dan debu.


Berbagai sifat fisik se<strong>di</strong>men <strong>di</strong>telaah sesuai dengan tujuan dan kegunaannya.<br />

Diantaranya adalah tekstur se<strong>di</strong>men yang meliputi ukuran butir (grain size), bentuk butir (<br />

partikel shape), dan hubungan antar butir (fabrik), struktur se<strong>di</strong>men, komposisi mineral,<br />

serta kandungan biota. Dari berbagai sifat fisik tersebut ukuran butur menja<strong>di</strong> sangat<br />

penting karena umumnya menja<strong>di</strong> dasar dalam penamaan se<strong>di</strong>men yang bersangkutan<br />

serta membantu analisa proses pengendapan karena ukuran butir berhubungan erat<br />

dengan <strong>di</strong>namika transfortasi dan deposisi (Krumbein dan Sloss (1983)). Berkaitan denga<br />

se<strong>di</strong>mentasi mekanik ukuran butir akan mencerminkan resistensi butiran se<strong>di</strong>men<br />

terhadap proses pelapukan erosi/abrasi serta mencerminkan kemampuan dalam<br />

menentukan transfortasi dan deposisi. Dengan melihat cara transfor se<strong>di</strong>men dapat <strong>di</strong>lihat<br />

melalui :<br />

1. Transfor Se<strong>di</strong>men pada Pantai<br />

Pettijohn (1975), Selley (1988) dan Richard (1992) menyatakan bahwa cara<br />

transfortasi se<strong>di</strong>men dalam aliran air <strong>di</strong>bedakan menja<strong>di</strong> tiga jenis, yaitu :<br />

- Se<strong>di</strong>men merayap (bed load) yaitu material yang terangkut secara menggeser atau<br />

menggelin<strong>di</strong>ng <strong>di</strong> dasar aliran.<br />

- Se<strong>di</strong>men loncat (saltation load) yaitu material yang meloncat-loncat bertumpu pada<br />

dasar aliran.<br />

- Se<strong>di</strong>men layang (suspended load) yaitu material yang terbawa arus dengan cara<br />

melayang-layang dalam air.<br />

2. Transfor Se<strong>di</strong>men Sepanjang Pantai<br />

Transfor se<strong>di</strong>men sepanjang pantai merupakan gerakan se<strong>di</strong>men <strong>di</strong> daerah pantai yang<br />

<strong>di</strong>sebabkan oleh gelombang dan arus yang <strong>di</strong>bangkitkannya (Komar : 1983). Transfor<br />

se<strong>di</strong>men ini terja<strong>di</strong> <strong>di</strong> daerah antara gelombang pecah dan garis pantai akibat se<strong>di</strong>men<br />

yang <strong>di</strong>bawanya (Carter, 1993). Menurut Triatmojo (1999) transfor se<strong>di</strong>men sepanjang<br />

pantai ter<strong>di</strong>ri dari dua komponen utama yaitu transfor se<strong>di</strong>men dalam bentuk mata gergaji<br />

<strong>di</strong> garis pantai dan transfor se<strong>di</strong>men sepanjang pantai <strong>di</strong> surf zone.<br />

Transfor se<strong>di</strong>men pantai banyak menimbulkan fenomena perubahan dasar perairan<br />

seperti pendangkalan muara sungai erosi pantai perubahan garis pantai dan sebagainya<br />

(Yuwono, 1994). Fenomena ini biasanya merupakan permasalahan terutama pada daerah<br />

pelabuhan sehingga pre<strong>di</strong>ksinya sangat <strong>di</strong>perlukan dalam perencanaan ataupun penentuan


metode penanggulangan. Menurut Triatmojo (1999) beberapa cara yang biasanya<br />

<strong>di</strong>gunakan antara lain adalah :<br />

a. Melakukan pengukuran debit se<strong>di</strong>men pada setiap titik yang <strong>di</strong>tinjau, sehingga secra<br />

berantai akan dapat <strong>di</strong>ketahui transfor se<strong>di</strong>men yang terja<strong>di</strong>.<br />

b. Menggunakan peta/ foto <strong>udara</strong> atau pengukuran yang menunjukan perubahan elevasi<br />

dasar perairan dalam suatu periode tertentu. Cara ini akan memberikan hasil yang<br />

baik jika <strong>di</strong> daerah pengukuran terdapat bangunan yang mampu menangkap se<strong>di</strong>men<br />

seperti training jetty, groin, dan sebagainya.<br />

c. Rumus empiris yang <strong>di</strong>dasarkan pada kon<strong>di</strong>si gelombang dan se<strong>di</strong>men pada daerah<br />

yang <strong>di</strong> tinjau.<br />

3. Se<strong>di</strong>mentasi Pada Muara Sungai<br />

Muara sungai dapat <strong>di</strong>bedakan dalam tiga kelompok yang tergantung pada faktor<br />

domonan yang mempengaruhi. Yaitu <strong>di</strong>dominasi faktor gelombang, debit sungai atau<br />

pasang surut. Pada kenyataannya ketiga sungai tersebut akan bekerja secra simultan,<br />

walaupun salah satunya akan terlihat lebih dominan pada daerah muara <strong>di</strong>mana<br />

gelombang lebih dominan biasanya akan mengakibatkan tertutupnya muara sungai<br />

akibat transfor se<strong>di</strong>men sepanjang pantai yang <strong>di</strong>bawanya masuk ke alur sungai.


KARAKTERISTIK AIR LAUT<br />

Makalah<br />

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Oceanografi<br />

yang <strong>di</strong>bina oleh Bapak Bagus Setia Bu<strong>di</strong><br />

Disusun oleh:<br />

Chandra Ningrat (1063514006)<br />

Tuti Mutia (106351400692)<br />

UNIVERSITAS NEGERI MALANG<br />

FAKULTAS MATERMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM<br />

JURUSAN GEOGRAFI<br />

Oktober, 2008


1.1 Latar Belakang<br />

BAB I<br />

PENDAHULUAN<br />

Oceanografi, ilmu tentang kelautan, adalah sebuah <strong>di</strong>siplin ilmu<br />

yang <strong>di</strong> dalamnya menyangkut berbagai bidang ilmu yang lain. (yang<br />

berhubungan dengan kelautan). Kemajuan dalam ilmu kelautan<br />

oseanografi cukup laut, sampai pada abad 19 hingga kemu<strong>di</strong>an<br />

perkembangan yang penting adalah penggabungan untuk hal-hal yang<br />

berhubungan dengan perdagangan dari pada untuk ilmu tentang kelautan<br />

itu sen<strong>di</strong>ri. Oseanografi sekarang adalah sebuah penetapan yang bagus dan<br />

pertumbuhan ilmu yang cukup cepat.<br />

Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan Negara<br />

kepulauanterbesar <strong>di</strong> dunia, yang memiliki ± 18.110 pulau dengan garis<br />

pantai sepanjang 108.000 km. Berdasarkan Konvensi Hukum Laut<br />

(UNCLOS) 1982, Indonesia memiliki kedaulatan atas wilayah perairan<br />

seluas 3,2 juta km2 yang ter<strong>di</strong>ri dari perairan kepulauan seluas 2,9 juta<br />

km2 dan laut teritorial seluas 0,3 juta km2. Selain itu Indonesia juga<br />

mempunyai hak eksklusif untuk memanfaatkan sumber daya kelautan dan<br />

berbagai kepentingan terkait seluas 2,7 km2 pada perairan ZEE (sampai<br />

dengan 200 mil dari garis pangkal). Sebagai negara kepulauan, laut dan<br />

wilayah pesisir memiliki nilai strategis dengan berbagai keunggulan<br />

komparatif dan kompetitif yang <strong>di</strong>milikinya sehingga berpotensi menja<strong>di</strong><br />

prime mover pengembangan wilayah nasional. Bahkan secara historis<br />

menunjukan bahwa wilayah pesisir ini telah berfungsi sebagai pusat<br />

kegiatan masyarakat karena berbagai keunggulan fisik dan geografis yang<br />

<strong>di</strong>milikinya. Untuk mengoptimalkan nilai manfaat sumberdaya laut dan<br />

pesisir bagi pengembangan wilayah secara berkelanjutan dan menjamin<br />

kepentingan umum secara luas (public interest), <strong>di</strong>perlukan intervensi<br />

kebijakan dan penanganan khusus oleh Pemerintah untuk pengelolaan<br />

wilayah laut dan pesisir.


Hal ini seiring dengan agenda Kabinet Gotong Royong untuk<br />

menormalisasi kehidupan ekonomi dan memperkuat dasar bagi kehidupan<br />

perekonomian rakyat melalui upaya pembangunan yang <strong>di</strong>dasarkan atas<br />

sumber daya setempat (resourcebased development), <strong>di</strong>mana sumberdaya<br />

pesisir dan lautan saat ini <strong>di</strong>dorong pemanfaatannya, sebagai salah satu<br />

andalan bagi pemulihan perekonomian nasional, <strong>di</strong>samping sumberdaya<br />

alam darat. Agar pemanfaatan sumber daya laut dan pesisir dapat<br />

terselenggara secara optimal, <strong>di</strong>perlukan upaya penataan ruang sebagai<br />

salah satu bentuk intervensi kebijakan dan penanganan khusus dari<br />

pemerintah dengan memperhatikan kepentingan stakeholders lainnya.<br />

Selain itu, implementasi penataan ruang perlu <strong>di</strong>dukung oleh programprogram<br />

sektoral baik yang <strong>di</strong>selenggarakan oleh Pemerintah Pusat,<br />

Pemerintah Daerah, dan masyarakat, termasuk dunia usaha. Makalah ini<br />

bertujuan untuk memberikan <strong>di</strong>skriptif tentang karakteristik laut seperti<br />

zona pesisir dan laut serta morfologi laut dan kualitas air laut.<br />

1.2 Rumusan Masalah<br />

Dari latar belakng <strong>di</strong> atas dapat <strong>di</strong>atrik rumusan masalah yaitu bagaimana<br />

karakteristik air laut, yang ter<strong>di</strong>ri dari:<br />

1. Bagaimana genesa dan tipologi pantai?<br />

2. Bagaimana jenis-jenis laut?<br />

3. Bagaimana permukaan dasar (morfologi) laut dan pantai?<br />

4. Apa saja yang merupakan kualitas air laut?<br />

1.3 Tujuan<br />

“Mengetahui karakteristik air laut” yang ter<strong>di</strong>ri dari:<br />

1. Mengetahui batas antara pantai, pesisir, dan laut<br />

2. Mengetahui permukaan dasar (morfologi) laut<br />

3. Mengetahui apa saja yang termasuk kualitas air laut


BAB II<br />

ANALISIS DAN PEMBAHASAN<br />

2.1 Genesa Dan Tipologi Pantai<br />

Kepulauan Indonesia terbentuk oleh proses (endogen) rumit geologi dari<br />

gejala konvergensi lempeng (litosfer) menghasilkan bentang alam (fisiografi)<br />

yang sangat kompleks. Demikian halnya dengan pantai pulau-pulaunya, terbentuk<br />

seiring evolusi geologi dengan ciri masing-masing berdasar proses dan mandala<br />

geologinya, yang kemu<strong>di</strong>an terlihat pada keragaman jenis batuan, struktur dan<br />

kelurusan, lereng pantai dan perairan bentuk muara sungai dan lain-lain bagian<br />

bentang pantai. Kon<strong>di</strong>si iklim/cuava (<strong>atmosfer</strong>) dan laut (biosfer) mengiringi<br />

evolusi tersebut memberi pengaruh (eksogen) pada proses pembentukan bentang<br />

alam. Kegiatan manusia (biosfer) mulai ikut berpengaruh pada proses evolusi<br />

mengubah bentang alam melalui upaya (anthropogenic) mengubah lingkungan<br />

untuk kepentingannya sejak zaman Anthroposen.<br />

Berdasar kenyataan demikian, klasifikasi wilayah pesisir dan pantai <strong>di</strong><br />

Indonesia akan lebih sempurna bila <strong>di</strong>dasarkan atas beberapa hal yang<br />

menyangkut proses pembentukan (genesa) dan perubahannya yang melibatkan<br />

unsur-unsur <strong>di</strong> atas. Berdasar klasifikasi ini, dapat lebih mudah mengenali sifat<br />

dan potensi hingga kerawanan yang <strong>di</strong>milikinya, yang bermanfaat sebagai dasar<br />

dalam upaya pengelolaannya berdasar keseimbangan dan kelestarian, <strong>di</strong> masa<br />

yang akan datang.<br />

Suatu pengkelasan pantai berdasar genesa, morfologi serta kon<strong>di</strong>si perairannya<br />

<strong>di</strong>usulkan sebagai berikut, mengikuti kriteria-kriteria:<br />

2. 1.1 Tektonik:<br />

Proses tektonik akibat konvergensi gerak lempeng dan kerak adalah<br />

sebagai kendali utama proses yang menghasilkan geologi dan bentang alam<br />

pesisir dan pantai saat ini.<br />

a. Penunjaman (Subduction):<br />

Gerak relatif kerak Samudra Hin<strong>di</strong>a dan benua Australia ke utara<br />

menghasilkan penunjaman <strong>di</strong> bawah Sumatra, Jawa dan sebagian Sunda Kecil


(NTB). Penunjamann <strong>di</strong>cirikan oleh palung dalam samudra, lereng depan curam,<br />

jalur busur luar dan jalur volkanik. Pesisir dan pantai jalur ini umumnya <strong>di</strong>bentuk<br />

oleh perbukitan terjal dengan tebing lereng depan curam tanpa tutupan tumbuhan.<br />

Pantai umumnya menerima langsung hempasan gelombang dan erosi, sementara<br />

teluk terbentuk <strong>di</strong>kontrol oleh struktur geologi yang rumit dan batas antar litologi.<br />

Pasir pantai terbentuk <strong>di</strong> dataran sempit hasil akumulasi se<strong>di</strong>men sungai. Terumbu<br />

karang tumbuh <strong>di</strong> perairan yang terlindung <strong>di</strong> pantai pulau utama dan pulau-pulau<br />

kecil.<br />

Ciri morfologi pantai dan pesisir lainnya adalah:<br />

- Tebing curam perbukitan pantai<br />

- Erosi dan abrasi kuat pada tebing curam<br />

- Pantai datar berpasir relatif lurus dengan asupan se<strong>di</strong>men dari sungai<br />

kadang membentuk bukit pasir (sand dune) dengan selingan rawa.<br />

- Pola aliran sungai hampir tegak lurus pantai dengan gra<strong>di</strong>ent tebing curam<br />

lambah sungai<br />

- Kegempaan kuat dan sering keja<strong>di</strong>annya, adakalanya <strong>di</strong>ikuti tsunami<br />

- Penenggelaman bergantian dengan pengangkatan pantai atau terumbu<br />

karang mengiringi proses penunjaman<br />

Curah hujan tinggi dan gejala geologi <strong>di</strong> kawasan ini memberikan<br />

bentang alam dengan tebing dan lereng curam. Contoh kota pantai <strong>di</strong> jalur ini<br />

adalah: Sibolga, Padang, Bnegkulu, Cilacap, dll.<br />

b. Tumbukan (collision):<br />

Gerak lempeng yang saling bertumbukan menghasilkan batuan yang<br />

tercampur aduk (chaotic) yang terkerat kuat oleh struktur geologi patahan dan<br />

rekahan. Proses tumbukan dapat <strong>di</strong>amati hasilnya <strong>di</strong> kawasan antara Flores<br />

hingga Wetar sebagai sisa jalur volkanik dengan ciri pantai kaki volkanik<br />

dengan tutupan batu gamping terangkat, Sumba sebagai busur luarnya dengan<br />

morfologi pantai teras terumbu terangkat, dan jalur Sabu-Rote dan Timor<br />

sebagai jalur tumbukan dengan ciri pantai curam serta singkapan batu<br />

gamping terangkat dengan terobosan lumpur endapan tua. Contoh kota <strong>di</strong><br />

jalur ini adalah: Kupang, Waingapu, Baa, dll<br />

c. Gerakan Lateral :


Jenis konvergensi yang menghasilkan batas pertemuan dari lempeng<br />

yang saling geser ini <strong>di</strong> Indonesia tidak begitu mudah <strong>di</strong>lihat gejalanya <strong>di</strong><br />

daratan, kecuali <strong>di</strong> kepala burung Irian Jaya yang menghasilkan sesar geser<br />

Sorong dengan pegunungan terjal menghadap langsung ke laut membentuk<br />

pantai curam berbukit. Patahan dan rekahan menandai jalur ini menyebabkan<br />

batuan pantai bertebing curam bertambah rentan longsor dan terabrasi. Pantai<br />

<strong>di</strong> jalur ini umumnya sangat labil dan rawan bencana, mengingat kegempaan<br />

juga relatif tinggi (gempa dan tsunami <strong>di</strong>. P Biak). Contoh kota <strong>di</strong> mandala<br />

ini: Biak, Manokwari, Sorong<br />

d. Kraton Stabil :<br />

Inti atau kraton <strong>di</strong> Indonesia <strong>di</strong>tandai oleh hampir absennya<br />

kegempaan, sebagaimana <strong>di</strong>catat <strong>di</strong> Kalimantan (barat dan selatan) yang<br />

<strong>di</strong>anggap sebagai kraton dari busur kepulauan Indonesia saat ini. Stabilnya<br />

kawasan ini dari kerjaan gejala geologi menyebabkan gaya eksogen (cuaca,<br />

dll) mengontrol lebih jauh dengan gejala denudasi atau pendataran<br />

(peneplain) dari bentang alam pegunungan tua menghasilkan wilayah pesisir<br />

sangat luas yang <strong>di</strong>tempati rawa dataran (lahan) basah (wet land) dari bentang<br />

alam hilir yang telah lanjut. Dataran basah <strong>di</strong>tutupi rawa atau hutan tropis<br />

basah. Estuari terbentuk lebar <strong>di</strong> bagian yang memiliki beda pasang tinggi,<br />

yang pasang naiknya dapat <strong>di</strong>rasakan <strong>di</strong> pedalaman jauh dari muara. Rataan<br />

tebal bakau menutup pantai, menahan gempuran gelombang dan menangkap<br />

se<strong>di</strong>men dari muara yang menyebar, menghasilkan akresi pantai. Contoh kota<br />

<strong>di</strong> jalur ini adalah: Pontianak, Banjarmasin<br />

e. Pantai terangkat dan tenggelam :<br />

Jenis pantai yang mengalami pengangkatan dan penuruan dapat<br />

<strong>di</strong>temukan <strong>di</strong> berbagai pulau <strong>di</strong> kawasan yang saat ini berada pada jalur aktif<br />

tektonik yang menghasilkan gerak tegak, <strong>di</strong> jalur tumbukan atau penunjaman.<br />

Di darat, gejala ini terlihat <strong>di</strong> pantai yang bertutupan tumbuhan adalah<br />

tenggelamnya sebagian tumbuhan (Cassuarina sp, mangrove, dll) atau bentuk<br />

khusus terumbu karang yang menandai gejala ini (out side stepping) dan<br />

gejala erosi pantai. Adanya pengangkatan dapat terlihat dari bentuk undak<br />

teras pantai dan adanya akresi pantai sementara munculnya terumbu karang


membentuk daratan merupakan tanda <strong>di</strong> bagian perairan. Penurunan daratan<br />

dapat <strong>di</strong>akibatkan oleh adamya kompaksi endapan <strong>di</strong> pesisir, atau memang<br />

ada gejala kenaikan permukaan air laut. Contoh kota <strong>di</strong> pulau ini adalah:<br />

Waingapu (Sumba), Tuah Pejat (Mentawai)<br />

f. Volkanik:<br />

Jalur gunung api menempati suatu kelurusan, yang <strong>di</strong> pulau besar<br />

seperti Sumatra dan Jawa, hasil kegiatannya membentuk kerucut yang<br />

kakinya tidak mencapai pesisir (kecuali beberapa: Muria, Rajabasa, dll),<br />

namun <strong>di</strong> Sunda Kecil, pulau volkanik relatif kecil dan memiliki gugusan<br />

gunung api yang muntahan kegiatannya mencapai pesisir dan masuk ke laut<br />

(Bali-Flores, Alor).<br />

Batuan padat dan keras hasil kegiatan volkanik membentuk tebing<br />

curam pantai pulau gunung api, <strong>di</strong>seling lereng landai kaki gunung berbatuan<br />

lepas dan pasir membentuk pantai sempit datar. Aliran lava atau lahar<br />

seringkali langsung masuk ke laut, membentuk lereng dasar laut dengan<br />

kemiringan dan jenis batuannya tergantung dari komposisi magmanya. Pantai<br />

sempit landai dengan sungai kecil <strong>di</strong>sekitarnya memungkinkan bakau<br />

tumbuh, adakalanya bersisian atau menumpang <strong>di</strong> atas substrat pasiran dan<br />

terumbu karang. Kota-kota pantai <strong>di</strong> mintakat ini antara lain: Jepara,<br />

Denpasar, Larantuka, dll.<br />

2. 1.2 Pantai dan pesisir berdasar fisiografi kepulauan:<br />

a. Pulau/daratan menghadap ke arah samudera lepas :<br />

Pantai dan pesisir yang menghadap ke arah laut/samudera lepas<br />

<strong>di</strong>tandai oleh tebing perbukitan curam, pantai berbentang alam kasar, berbukit<br />

terjal menerima hempasan kuat gelombang. Pantai datar berpasir adakalanya<br />

menyelingi pesisir ini, terbentuk oleh endapan se<strong>di</strong>men sungai. Jalur ini<br />

umumnya erat kaitannya dengan jalur tumbukan atau penunjaman.<br />

Gelombang besar merupakan bagian dari sistim gelombang samudra, namun<br />

tsunami adakalanya terja<strong>di</strong> menyusul gempa kuat yang sering terja<strong>di</strong> <strong>di</strong> jalur<br />

ini. Contoh kota <strong>di</strong> pesisir ini antara lain: Sibolga, Padang, Bengkulu,<br />

Cilacap, dst.<br />

b. Pantai – pesisir yang menghadap cekungan belakang (tepian paparan)


Cekungan belakang dari jalur konvergensi tektonik <strong>di</strong>tandai oleh<br />

paparan landai luas dengan alur sungai (dendritic) panjang dan dataran<br />

tangkapan hujan luas, mengalir berkelok-kelok melalui rawa dan dataran<br />

limpahan banjir, ke pantai berawa dan ber tutupan tebal bakau membentuk<br />

muara delta luas dengan pulau pulau delta <strong>di</strong> depannya. Jenis pesisir ini<br />

<strong>di</strong>jumpai <strong>di</strong> perairan timur Sumatra utara Jawa dan selatan Irian. Contoh kota<br />

yang mewakili dan berada <strong>di</strong> mintakat ini adalah: Lhokseumawe, Palembang,<br />

Jakarta, Semarang, dll.<br />

c. Pesisir menghadap tepian kontinen.<br />

Indonesia memiliki dua tepian kontinen, Sunda dan Sahul yang ke arah<br />

mana beberapa pulau menghadapnya dengan ciri pantai landai dan sangat<br />

stabil dari gejala geologi. Dua paparan tersebut menyisakan bentang alam<br />

dataran saat sempat kering ketika susut laut hingga –145 m dari muka laut<br />

sekarang. Bentang alam saat susut laut memiliki kemiripan dengan bentang<br />

pesisir sekarang, <strong>di</strong>tandai oleh daerah limpahan banjir, rataan terumbu karang<br />

dan bakau serta endapan pasir pantai. Beberapa sisa bentang alam tinggian<br />

masih terlihat berupa pulau pulau <strong>di</strong> perairan ini (Senayang-Lingga-Bangka-<br />

Natuna-Karimata dll). Landai dan dangkalnya perairan seringkali<br />

menyebabkan kekeruhan akibat agitasi laut saat musim barat sulit hilang.<br />

Rataan tipis bakau menutup pesisir perairan. Sisa pematang pantai purba<br />

membentuk rataan tipis oleh endapan pasir kuarsa. Terumbu karang kurang<br />

pertumbuhannya <strong>di</strong> perairan ini yang umumnya <strong>di</strong>tandai oleh air keruh siltasi<br />

se<strong>di</strong>men agitasi gelombang. Kota-kota yang mewakili antara lain: Tanjung<br />

Pinang, Pangkal Pinang, dll<br />

d. Jalur pulau busur luar:<br />

Jalur pulau non volkanik busur luar terbentuk hampir menerus <strong>di</strong> barat<br />

dari pulau Sumatra menghadap ke lepas Samudra Hin<strong>di</strong>a. Di bagian timur<br />

busur Sunda, busur luar terbentuk kembali sebagai pulau Sumba dan Sabu.<br />

Pulau-pulau tersebut terbentuk dari terangkatnya se<strong>di</strong>men laut oleh proses<br />

penunjaman dan tumbukan lepeng, <strong>di</strong>cirikan oleh lapisan batuan yang terlipat<br />

membentuk perbukitan dan terpotong patahan. Adakalanya batu gamping<br />

terumbu karang ikut terangkat keluar membentuk perbukitan <strong>di</strong> pantai


ertebing curam. Teluk terbentuk oleh struktur geologi, umumnya padanya<br />

bermuara sungai membentuk endapan pasir <strong>di</strong>sekelilingnya atau tutupan<br />

bakau. Dangkalan akibat terangkatnya batuan, <strong>di</strong>tumbuhi terumbu karang<br />

yang <strong>di</strong> atasnya seringkali kemu<strong>di</strong>an tumbuh bakau. Se<strong>di</strong>men lepas atau keras<br />

terkomkakan dari endapan karbonat <strong>di</strong> pantai terbentuk dari hasil rombakan<br />

terumbu karang. Pulau-pulau <strong>di</strong> barat Sumatra mengalami gerak<br />

pengangkatan mengiringi kegempaan yang adakalanya <strong>di</strong>ikuti tsunami,<br />

namun <strong>di</strong>tengarai pula adanya penurunan. Di Sumba dan Sabu, pengangkatan<br />

lebih dominan dan menerus menghasilkan undak teras. Kota-kota yang<br />

mewakili, antara lain: Muara Siberut, Waingapu, Seba, Baa, dll<br />

e. Pulau gunung api:<br />

Pantai pulau ini <strong>di</strong>cirikan oleh endapan bahan volkanik yang<br />

<strong>di</strong>muntahkan hingga ke perairan membentuk pesisir pantai landai <strong>di</strong> bagian<br />

mana sering <strong>di</strong>tumbuhi bakau dan terumbu karang <strong>di</strong> perairannya. Endapan<br />

lahar atau lava sering mencapai rataan bakau dan terumbu, namun dapat<br />

segera tumbuh pulih kembali setelah 5-6 tahun kemu<strong>di</strong>an. Pulau-pulau ini<br />

membentuk jajaran dari Bali hingga Flores. Pantai curam terbentuk oleh<br />

terobosan batuan volkanik atau batuan tufa lelehan dan lahar konglomeratan<br />

yang tersemenkan. Lembah sungai dalam <strong>di</strong> hulu berakhir pada muara yang<br />

berpantai landai pada pesisir datar, namun sering berupa muara sempit.<br />

Contoh kota yang mewakili mintakat ini antara lain: Denpasar, Mataram,<br />

Bima, Banda, Maumere, dll<br />

f. Pulau kecil <strong>di</strong> laut dalam:<br />

Guyot dan kerucut gunung api aktif banyak <strong>di</strong>temukan <strong>di</strong> perairan Laut<br />

Banda, membubung naik dari kedalaman membentuk pulau yang terisolasi.<br />

Pulau-pulau ini <strong>di</strong>cirikan oleh lereng perairan curam, namun lereng atas dekat<br />

permukaannya sering <strong>di</strong>kelilingi oleh terumbu karang yang menempel pada<br />

batuan volkanik. Terumbu karang adakalanya terangkat membentuk undak<br />

sempit batu gamping karang dengan takik ombak, sebagai bukti adanya<br />

pengangkatan. Pantai sempit landai adakalanya <strong>di</strong>tumbuhi bakau. Contoh<br />

kota yang mewakili pemukiman <strong>di</strong> pulau ini antara lain adalah Banda<br />

g. Pulau-pulau kecil <strong>di</strong> paparan tepian kontinen.


Pulau terbentuk oleh tinggian batuan yang resistan dari kerjaan cuaca<br />

<strong>di</strong> kawasan geologi yang stabil bagian dari paparan kontinen. Perubahan paras<br />

muka laut lebih mengontrol evolusi morfologi perairan ini membentuk alur<br />

perairan dangkal yang <strong>di</strong>tutupi endapan pantai dan sungai purba. Dangkalnya<br />

perairan menyebabkan kekeruhan tidak mudah hilang, menyebabkan kualitas<br />

terumbu karang kurang baik namun endapan pantai <strong>di</strong> perairan tenang<br />

mengalasi rataan tebal bakau. Pantai purba sempit terbentuk <strong>di</strong> pesisir yang<br />

menghadap ke periaran bebas yang bergelombang kuat yang membantu<br />

pembentukan endapan pasir kuarsa putih. Contoh kota yang menempati<br />

gugusan pulau ini adalah: Pangkal Pinang, Tanjung Pinang, dll.<br />

h. Pulau Delta:<br />

Pulau-pulau delta terbentuk <strong>di</strong> bagian perairan landai <strong>di</strong> muara sungai<br />

yang mengalir jauh dari pedalaman mengangkut se<strong>di</strong>men yang <strong>di</strong>endapkan<br />

dan membentuk pulau-pulau ini. Hampir seluruh pulau umumnya <strong>di</strong>tutupi<br />

bakau atau hutan tropis dataran basah pada kisaran supra tidal atau intertidal.<br />

Kota-kota <strong>di</strong> pesisir timur Sumatra dari Riau hingga Jambi menempati<br />

kawasan ini (Rumbai, dst).<br />

Daerah peralihan antara daratn dan lautan sering <strong>di</strong>tandai dengan adnya<br />

suatu perubahan kedalaman. Ada tiga daerah untuk membedakan kedalaman,<br />

yaitu sebagai berikut.<br />

a. Continental Shelf<br />

Continental Shelf adalah suatu daerah yang mempunyai lereng yang landai<br />

(kemiringan kira-kira sebesar 0,4 %) dan berbatasan langsung dengan<br />

daerah daratan. Daerah ini biasanya mempunyai lebar antara 50-70 km dan<br />

kedalam maksimum dari lautan yang ada <strong>di</strong> atasnya tidak lebih besar <strong>di</strong><br />

antara 100-200 m.<br />

b. Continental Slope<br />

Continental Slope mempunyai lereng yang lebih terjal dari Continental<br />

Shel <strong>di</strong> mana kemiringannya bervariasi antara 3 % dan 6 %.<br />

c. Continental Rise<br />

Daerah ini merupakan daerah yang mempunyai lereng yang kemu<strong>di</strong>an<br />

perlahan-lahan menja<strong>di</strong> datar pada dasar lautan.


Masih ada lagi istilah <strong>di</strong> kawasan pantai, yaitu lepas pantai (offshore), tepi laut<br />

depan (foreshore), dan tepi laut belakng (backshore). Adapun rincian penjelannya<br />

yaitu:<br />

a. kawasan lepas pantai (offshore) adalah daerah yang ada <strong>di</strong> luar lintasan<br />

gelombang laut<br />

b. kawasan tepi laut depan (foreshore) <strong>di</strong>batasi dari zona pasang rendah hingga<br />

pasang tinggi.<br />

c. Kawasan tepi laut belakang (backshore) adalah kawasan yang tidak<br />

tergenang laut pada waktu pasang tinggi, tetapi hanya terbenam bila ada<br />

gelombang ataupasang yang sangat besar.<br />

Adapun kenampakan yang terkait dengan pantai yaitu:<br />

a. Laguna (haff) atau danau pantai atau pantai berdanau, yaitu bagian laut yang<br />

ada <strong>di</strong> tepi pantai yang terpisah sebagian atau seluruhnya akibat adanya lidah<br />

tanah atau kubus pesisir (nehrung)<br />

b. Estuarium adalah sebagian lembah yang sudah tenggelam <strong>di</strong> sebuah pantai<br />

rendah. Estuarium terja<strong>di</strong> karena <strong>di</strong> tempat itu terdapat perbedaan<br />

besarantara tingginya air laut pada waktu pasang naik dan pasang surut.<br />

Estuarium berbentuk corong agak jauh kea rah darat.<br />

c. Delta adalah daratan yang rendah sekali <strong>di</strong> muara sebuah sungai, yang<br />

terja<strong>di</strong> karena pengendapan hasil erosi<br />

d. Fyord adalah lembah-lembah gletser pada zaman es yang <strong>di</strong>genangi kembali<br />

oleh air laut setelah berakhirnya zaman es<br />

e. Ria adalah genangan air laut yang terdapat pada lembah sungai yang<br />

mengalami penurunan.<br />

f. Teluk adalah laut yang menjorok ke darat.<br />

2.1.3 Pantai dengan pengaruh kegiatan manusia:<br />

a. Pemukiman Tra<strong>di</strong>sional:<br />

Pantai dan pesisir telah terubah dari bentang dan bentuk semula oleh<br />

kebutuhan manusia yang <strong>di</strong>bangun sepanjang pantai atau pesisir. Pemukiman<br />

dan pelabuhan merupakan perubahan yang paling awal <strong>di</strong>lakukan <strong>di</strong> pantai.<br />

- Diatas perairan:<br />

Manusia yang kehidupannya tergantung pada laut merasa nyaman<br />

tinggal dan membangun pemukimannya <strong>di</strong> atas air (Suku Bajo, Orang Laut,


dll). Pemukiman <strong>di</strong>bangun dan <strong>di</strong>sangga oleh tiang kayu <strong>di</strong> atas batas pasut<br />

tertinggi.<br />

- Diatas pematang pantai :<br />

Pemukiman dapat juga <strong>di</strong>bangun <strong>di</strong>atas rataan pasir pantai yang<br />

terbebas dari pasang tertinggi, <strong>di</strong> tempat mana manusia dapat memperoleh air<br />

tawar dari sumber atau dengan membuat sumur. Kegiatan meramu hutan dan<br />

bercocok ringan mulai <strong>di</strong>lakukan.<br />

b.Pemukiman baru<br />

Pembangunan pemukiman baru <strong>di</strong>lakukan <strong>di</strong> pesisir dengan memperkuat<br />

pantai, membuat perlindungan dari erosi dan limpasan gelombang.<br />

Pembuatan turap pelindung mengubah sama sekali bentang pantai. Bakau<br />

<strong>di</strong>hilangkan untuk memperoleh pandangan ke laut lepas.<br />

c.Pelabuhan<br />

Tempat berlabuh memerlukan perairan tenang terbebas setiap saat dari<br />

kesulitan sandar dan memrlukan perairan dalam. Perluasan pelabuhan untuk<br />

ukuran kapal lebih besar mengubah bentang alam, yang semula hanya terbuat<br />

dari dermaga kayu sederhana menja<strong>di</strong> demikian masif terbuat dari bangunan<br />

beton dengan turap. Pembangunan pelabuhan mengubah bentang pantai.<br />

d.Kota Besar Pesisir<br />

Pembangunan pemukiman berskala besar dari perluasan kota cenderung<br />

berdampak pada terubahnya bentang alam wilayah pesisir menja<strong>di</strong> blok-blok<br />

perumahan yang penataannya lebih <strong>di</strong>dasarkan pada efisiensi ruang<br />

semaksimal mungkin. Kon<strong>di</strong>si demikian tidak lagi mengindahkan keperluan<br />

keseimbangan estetika mupun daya dukung lingkungan. Adakalanya<br />

pengelolaan limbah pemukiman juga terabaikan dengan dampak semakin<br />

buruknya kualitas pantai dan perairan.<br />

e.Pantai Reklamasi:<br />

Reklamasi pantai demi memperoleh lahan lebih luas merupakan kegiatan<br />

palingburuk yang mengubah bentang alam asli pantai dan wilayah<br />

pesisir.Penataan ruang bentang alam yang <strong>di</strong>peroleh harus <strong>di</strong>lakukan dengan<br />

perhitungan dan perencanaan yang matang sehingga ruang baru dapat<br />

menyatu dengan bentang alam asli <strong>di</strong>sekelilingnya.


f.Tambak (ponds):<br />

Tambak <strong>di</strong>bangun <strong>di</strong>perairan intertidal dengan membuka tutupan lahan asli<br />

berupa bakau dan lahan rawa. Kegiatan ini mengubah bentang alam dalam<br />

skala luas <strong>di</strong> pesisir datar dengan kisaran pasut tidak terlalu kuat. Seringkali<br />

tambak <strong>di</strong>buat langsung <strong>di</strong> perairan pinggir laut, namun seringkali<br />

menyisakan rataan tipis bakau sebagai pelindung dan penangkap se<strong>di</strong>men.<br />

Pertambakan luas <strong>di</strong>kembangkan <strong>di</strong> perairan tepian kontinen.<br />

g. Hunian wisata:<br />

Beberapa tempat terpilih sebagai kegiatan hunian wisata, dalam format besar<br />

dan modern maupun kecil bernuansa ekowisata. Bentang alam umumnya<br />

terubah pada hunian wisata masif dan modern berupa hotel atau bungalow,<br />

sementara nuansa asli seringkali justru <strong>di</strong>pertahankan pada hunian ekowisata.<br />

2. 2 Laut<br />

Laut adalah bagian dari permukaan bumi yang <strong>di</strong>genangi oleh air dan<br />

mempunyai kadar garam yang cukup tinggi. Ilmu yang mempelajari laut adalah<br />

oseanografi. Indonesia adalah Negara maritime, luas laut territorial sebesar 3,1<br />

juta km2 atau kira-kira 63 % dari seluruh wilayah Indonesia.<br />

• Jenis-jenis laut<br />

Laut dapat <strong>di</strong>kelompokkan menurut letak, kedalaman, dan terja<strong>di</strong>nya.<br />

1. menurut letaknya, laut dapat <strong>di</strong> bedakan menja<strong>di</strong> tiga, yaitu sebagai<br />

berikut.<br />

a. laut tepi adalah laut yang terletak <strong>di</strong> tepi benua, seakan-akan terpisah oleh<br />

sederetan pulau-pulau atau jajazirah, seperti laut cina selatan.<br />

b. Laut pertengahan adalah laut yang terletak <strong>di</strong> antara benua, seperti laut<br />

tengah yang berada <strong>di</strong> antara benua eropa, benua afrika dan benua asia.<br />

c. Laut pedalaman adalah laut yang berada <strong>di</strong> tengah-tengah benua atau laut<br />

yang <strong>di</strong>kelilingi oleh daratan, seperti laut mati, laut hitam, dan laut kaspia.<br />

2. menurut kedalamanya, laut dapat <strong>di</strong>bedakan menja<strong>di</strong> empat, yaitu sebagi<br />

berikut.<br />

a. zona litoral (zona pesisir), yaitu laut yang terletak <strong>di</strong> antara garis pasang<br />

dan garis surut.


. Zona neritios, yaitu laut yang mempunyai kedalaman dari 0 m - 200 m.<br />

wilayah ini memiliki cirri-ciri:<br />

1. sinar matahari masih tembus sampai dasar laut<br />

2. kedalaman 200 m<br />

3. tempat ikan dan tumbuhan laut, seperti yang terdapat <strong>di</strong> laut jawa,<br />

selat malaka, dan laut arafuru<br />

c. zona bathyal, yaitu laut dengan kedalaman 200 m – 1000 m. wilayah ini<br />

memiliki cirri-ciri:<br />

1. sinar matahari tidak bisa mencapai dasar laut<br />

2. ikan dan tumbuhan yang <strong>di</strong>hidup <strong>di</strong> wilayah ini mulai berkurang<br />

d. zona abyssal, yaitu laut yang mempunyai kedalaman 1000 m – sampai<br />

6000 m. wilayah ini memiliki cirri-ciri:<br />

1. sinar matahari tidak ada lagi<br />

2. suhu sangat rendah hingga mencapai titik beku<br />

3. tumbuhan dan binatang yang ada sangat terbatas.<br />

3. menurut terja<strong>di</strong>nya, laut dapat <strong>di</strong>bedakan menja<strong>di</strong> dua, yaitu<br />

a. laut trangresi (laut genangan), yaitu laut yang terja<strong>di</strong> setelah zaman es<br />

berakhir, dengan kedalaman kurang dari 200 m. contoh, laut transgresi<br />

adalah laut yang memisahkan pulau-pulau <strong>di</strong> Indonesia.<br />

b. laut ingresi (laut tanah turun), yaitu laut yang terja<strong>di</strong> akibat tanah longsor,<br />

patahan atau pelipatan kulit bumi dan biasanya sangat dalam. Contohnya,<br />

laut banda<br />

2.3 Morfologi Laut Dan Pantai<br />

Pada mulanya <strong>di</strong>percaya bahwa permukaan dasar lautan itu adalah datar dan<br />

tidak mempunyai bentuk. Namun, ilmu-ilmu modern sekarang telah membuktikan<br />

bahwa topografi laut kompleks seperti daratan.<br />

Dasar laut hamper sama dengan permukaan bumi, ada yang datar, rata, lereng,<br />

ngarai, lembah, dan ada juga dataran rendah, dataran tinggi, dan gunung berapi.<br />

• Relief dasar laut<br />

a. daerah jeluk (abisal)


daerah atau kawasan ini relative datar terletak <strong>di</strong> bagian laut dalam.<br />

Kawasan abisal luasnya mencakup hingga dua pertiga luas dasar lautan.<br />

b. Trench<br />

Palung memanjang adalah ngarai dasar laut sempit yang dalam dan<br />

panjang. Bagian laut yang terdalam adalah berbentuk seperti saluran yang<br />

seolah-olah terpisah sangat dalam yang terdapat <strong>di</strong> perbatasan antara benua<br />

dengan kepulauan. Contohnya palung jawa. Palung ini ada yang mencapai<br />

kedalaman 7700 m.<br />

c. Seamount<br />

Gunung laut adalah gunung yang ada <strong>di</strong> dasar laut. Gunung tersebut<br />

merupakan gunung-gunung berapi yang muncul dari dasar lautan, tetapi<br />

tidak dapat mencapai permukaan laut. Seamount mempunyai lereng yang<br />

curam, berpuncak runcing dan kemungkinan mempunyai tinggi 1 km.<br />

d. pulau gunung api<br />

pulau gunung api adalah gunung api laut yang tersembul hingga<br />

permukaan laut.<br />

e. punggung laut atau pematang tengah samudera<br />

pematang tengah samudera adalah pegunungan besar dan sangat panjang<br />

yang ada <strong>di</strong> tengah samudera. Panjangnya hingga puluhan ribu kilometer.<br />

Contohnya. Pematang tengah samudera pasifik dan pematang tengah<br />

samudera atlantik.<br />

f. atol-atol<br />

daerah ini ter<strong>di</strong>ri dari kumpulan pulau-pulau yang sebagaian tenggelam <strong>di</strong><br />

bawah permukaan air. Batu-batuan yang terdapat <strong>di</strong> sini <strong>di</strong>tandai oleh<br />

adanya terumbu karang yang terbentuk seperti cincin.<br />

Adapun Pantai yaitu ter<strong>di</strong>ri dari beberapa kelompok yaitu:<br />

a.Pantai curam singkapan batuan :<br />

Jenis pantai ini umumnya <strong>di</strong>temukan <strong>di</strong> pesisir yang menghadap laut lepas<br />

dan merupakan bagian jalur tunjaman/tumbukan, berupa pantai curam<br />

singkapan batuan volkanik, terobosan, malihan atau se<strong>di</strong>men. Jenis pantai<br />

<strong>di</strong>temukan pantai barat Sumatra, Pulau Simeuleule hingga Enggano, Pantai<br />

Selatan Jawa, Nusa Dua-Bali, Pantai selatan Lombok - Flores, Sumba,


Sabu, Rote, Timor, Solor - Wetar, Pantai timur Tanimbar, Pantai utara<br />

Ceram Irian Jaya.<br />

b.Pantai landai atau datar:<br />

Pesisir datar hingga landai menempati bagian mintakat kraton stabil atau<br />

cekungan belakang. Absennya gejala geologi berupa pengangkatan dan<br />

perlipatan atau volkanisme, pembentukan pantai <strong>di</strong>kendalikan oleh proses<br />

eksogen cuaca dan hidrologi. Estuari lebar menandai muara dengan tutupan<br />

tebal bakau. Bagian pesisir dalam <strong>di</strong>tandai dataran rawa atau lahan basah.<br />

Se<strong>di</strong>mentasi kuat terja<strong>di</strong> <strong>di</strong> perairan bila <strong>di</strong> hulu mengalami erosi. Progradasi<br />

pantai atau pembentukan delta sangat lazim. Kompaksi se<strong>di</strong>men <strong>di</strong>iringi<br />

penurunan permukaan tanah, sementara air tanah tawar sulit <strong>di</strong>temukan.<br />

c.Pantai dengan bukit atau paparan pasir:<br />

Pantai menghadap perairan bergelombang dan angin kuat dengan asupan<br />

se<strong>di</strong>men sungai cukup, umumnya membentuk rataan dan perbukitan pasir.<br />

Kon<strong>di</strong>si kering dan berangin kuat dapat membentuk perbukitan pasir. Air<br />

tanah seringkali terkumpul dari air meteorik yang terjebak. Sementasi<br />

se<strong>di</strong>men terbentuk bila terdapat cukup kelembaban dari air laut (spray) dan<br />

terik matahari. Jenis pantai ini berkembang baik <strong>di</strong> perairan yang menghadap<br />

samudra Hin<strong>di</strong>a (Sumatra pantai barat, Jawa, dst.). Paparan pasir juga<br />

terbentuk <strong>di</strong> perairan yang menghadap cekungan dalam <strong>di</strong> pulau kecil atau<br />

gunung api sejauh cukup landai lereng pantai dan se<strong>di</strong>men sungai serta agitasi<br />

gelombangnya.<br />

d. Pantai lurus dan panjang dari pesisir datar:<br />

Pantai tepian samudra dengan agitasi kuat gelombang serta memiliki<br />

sejumlah muara sungai kecil berjajar padanya dengan asupan se<strong>di</strong>men, dapat<br />

membentuk garis lurus dan panjang pantai berpasir. Erosi terja<strong>di</strong> bila terja<strong>di</strong><br />

ketidak seimbangan lereng dasar perairan dan asupan se<strong>di</strong>men.<br />

e. Pantai berbukit dan tebing terjal:<br />

Bentang pantai ini <strong>di</strong>temukan <strong>di</strong> berbagai mintakat berbeda, yaitu <strong>di</strong> jalur<br />

tumbukan/tunjaman, jalur volkanik, pulau-pulau sisa tinggian <strong>di</strong> paparan tepi<br />

kontinen, jalur busur luar atau jalur tektonik geser. Batuan keras yang terkerat<br />

patahan dan rekahan umun <strong>di</strong>jumpai <strong>di</strong> kawasan yang gejala tektoniknya kuat.


Batuan terobosan atau bekuan tufa dapat membentuk tebing terjal <strong>di</strong> pantai<br />

pulau volkanik. Di kawasan dengan proses pengangkatan dan pelipatan,<br />

kecuraman lereng pantai atau bukit adakalanya tergantung arah lipatan dan<br />

kemiringan perlapisan dan kekerasan maupun kestabilan batuannya.<br />

Terjalnya tebing pantai dan kuatnya agitasi gelombang meniadakan peluang<br />

terumbu karang tumbuh, demikian halnya dengan bakau. Tutupan tumbuhan<br />

masih mampu tumbuh <strong>di</strong> lapukan batuan, terutama <strong>di</strong> kawasan dengan curah<br />

hujan memadai.<br />

f. Pantai erosi<br />

Terja<strong>di</strong>nya erosi terhadap pantai <strong>di</strong>sebabkan oleh adanya: batuan atau<br />

endapan yang mudah tererosi, agen erosi berupa air oleh berbagai bentuk<br />

gerak air. Gerak air dalam hal ini bisa berupa arus yang mengikis endapan<br />

atau agitasi gelombang yang menyebabkan abrasi pada batuan. Erosi tidak<br />

hanya berlangsung <strong>di</strong> permukaan, namun juga yang terja<strong>di</strong> <strong>di</strong> permukaan<br />

se<strong>di</strong>men dasar perairan. Erosi maksimum terja<strong>di</strong> bila enersi dari agen erosi<br />

mencapai titik paling lemah materi tererosi. Pada se<strong>di</strong>men lepas <strong>di</strong> pantai,<br />

arus sejajar pantai oleh adanya gelombang atau arus pasang surut sudah<br />

mampu menja<strong>di</strong> penyebab erosi. Erosi yang terja<strong>di</strong> pada dasar perairan akan<br />

mengubah lereng yang berdampak pada perubahan posisi jatuhnya enersi<br />

gelombang pada pantai. Berikutnya, agitasi gelombang dapat merusak titik<br />

terlemah dari apapun yang <strong>di</strong>temukan dengan enersi maksimal. Pencapaian<br />

titik terlemah dapat terja<strong>di</strong> bila saat badai dengan gelombang kuat terja<strong>di</strong><br />

bersamaan dengan posisi paras muka laut jatuh pada sisi paling lemah, yaitu<br />

permukaan rataan pasir pantai. Erosi <strong>di</strong>perparah bila se<strong>di</strong>men sungai yang<br />

menja<strong>di</strong> penyeimbang tidak cukup mengganti se<strong>di</strong>men yang tererosi. Jenis<br />

pantai dengan ancaman seperti ini terdapat <strong>di</strong> pesisir barat Sumatra, selatan<br />

Jawa dan beberapa tempat yang menghadap perairan dengan agitasi<br />

gelombang kuat. Pada tebing pantai batuan keras, abrasi terja<strong>di</strong> pula namun<br />

memerlukan waktu lama untuk menghasilkan dampak yang terlihat. Takik<br />

pada batuan <strong>di</strong> ketinggian tertentu <strong>di</strong>akibatkan kerjaan abrasi ini, bila takik<br />

terlalu dalam dan beban tidak dapat tertahan lagi, bagian atas tebing runtuh.


Pada beberapa keja<strong>di</strong>an, takik juga <strong>di</strong>percepat dalamnya oleh kegiatan<br />

pelubangan biota.<br />

g. Pantai akresi:<br />

Proses akresi terja<strong>di</strong> <strong>di</strong> pesisir yang menerima asupan se<strong>di</strong>men lebih dari<br />

jumlah yang kemu<strong>di</strong>an <strong>di</strong>erosi oleh laut. Dengan demikian, akresi merupakan<br />

kebalikan dari proses erosi. Keseimbangan yang menyebabkan dua proses<br />

tersebut berlangsung bergantian adalah kon<strong>di</strong>si: berubahnya paras muka laut,<br />

perubahan enersi agen erosi, perubahan jumlah se<strong>di</strong>men yang terse<strong>di</strong>a, dan<br />

lereng dari dasar perairan. Akresi pantai oleh se<strong>di</strong>men halus sering <strong>di</strong>ikuti<br />

tumbuhnya bakau yang berfungsi kemu<strong>di</strong>an sebagai penguat endapan baru<br />

dari erosi atau longsor. Kecepatan akresi <strong>di</strong> beberapa pantai <strong>di</strong>kendalikan oleh<br />

intensifnya se<strong>di</strong>mentasi hasil erosi <strong>di</strong> hulu.<br />

2.4 kualitas Air<br />

• Salinitas<br />

Salinitas adalah material yang terlarut dalam air dalam I kg air. air laut<br />

mengandung garam. Kandungan unsure kimia paling besar dalam air laut<br />

selain air adalah Natrium Chlorida (NaCl) atau garam. Setiap satu kilometer<br />

kubik air laut mengandung sekitar 969 juta ton oksigen, 122 juta ton<br />

hydrogen, 21,5 juta ton khlor, dan 12 juta ton natrium. Banyak se<strong>di</strong>kitnya<br />

garam berpengaruh terhadap kegaraman atau salinitas air laut.<br />

Di dekat khatulistiwa, salinitas mempunyai nilai rendah. Salinitas tertinggi<br />

terdapt <strong>di</strong> daerah lintang 20˚ LU dan 20˚ LS, kemu<strong>di</strong>an menurun kembali pada<br />

daerah lintang yang lebih tinggi. Keadaan salinitas yang rendah pada daerah<br />

sekitar ekuator <strong>di</strong>sebabkan oleh tingginya curah hujan. Di daerah<br />

subtropics,terutama yang beriklim kering ,penguapan lebih tinggi daripada<br />

curah hujan sehingga salinitas dapat mencapai 45 ‰.Contohnya,<strong>di</strong> Laut<br />

Merah dan Lagoon yang ada <strong>di</strong> texas,Amerika Serikat.<br />

Besar kecilnya salinitas sangat <strong>di</strong> pengaruhi oleh bentang laut dan iklim.<br />

a. Pengaruh Bentang Laut terhadap Salinitas<br />

Bentang lautadalah posisi laut terhadap daratan.Bentang laut<br />

ada yang tertutup dan ada yang terbuka.Pada laut yang tertutup<br />

dan ada yang terbuka.Pada laut yang tertutup airnya tidak mudah


tercampur dengan air laut atau air tawar lainnya.Oleh karena<br />

itu,bentang laut yang tertutup biasanya memiliki salinitas yang<br />

tinggi.Contohnya,Laut Hitam,Laut Tengah,Laut Kaspia,dan Laut<br />

Mati.Laut tersebut dalam sehingga hanya se<strong>di</strong>kit pertambahan air<br />

tawarnya.<br />

b. Pengaruh Iklim terhadap Salinitas<br />

Laut yang terletak <strong>di</strong> wilayah subtropis cenderung<br />

memiliki salinitas lebih tinggi.Mengapa? Karena <strong>di</strong> wilayah<br />

subtropis kon<strong>di</strong>si <strong>atmosfer</strong> cenderung terdapat se<strong>di</strong>kit awan<br />

sehingga mata hari bersinar terus sepanjang hari.Akibatnya,terja<strong>di</strong><br />

penguapan yang sangat besar.Penguapan tinggi berakibat kadar<br />

garam air yang tertinggal semakin besar.Hal itu berbeda dengan<br />

wilayah tropis seperti Indonesia,terutama Indonesia bagian barat.Di<br />

wilayah ini setidaknya enam bulan setiap tahun.Matahari bersinar<br />

tidak satu hari penuh karena sering ada awa.Hal itu menyebabkan<br />

penguapan air laut tidak setinggi penguapan <strong>di</strong> wilayah<br />

subtropis.Akibatnya salinitas <strong>di</strong> wilayah ini cenderung<br />

rendah.Salinitasnya kurang dari 30‰.Berbeda dengan wilayah<br />

Laut Tengah dan Laut Mati yang salinitasnya bisa mencapai lebih<br />

dari 40‰ (per mil)<br />

• Suhu Air Laut<br />

Suhu air laut.terutama permukaan air laut,<strong>di</strong> tentukan oleh pemanasan<br />

matahari Intensitas pemanasan matahari senantiasa beruba sehingga suhu<br />

air laut akan berubah sesuai dengan perubahan intensitas penyinaran<br />

matahari.Perubahan suhu ini dapat terja<strong>di</strong> secara harian,musiman,tahunan<br />

dan jangka panjang.<br />

Panas air laut berasal dari sinar matahari.Semakin dalam laut semakin<br />

se<strong>di</strong>kit menerima sinar matahari.Oleh karena itu,semakin ke bawah<br />

semakin <strong>di</strong>ngin.Demikian pula semakin mendekati kutub.suhunya semakin<br />

<strong>di</strong>ngin.Suhu air laut bervariasi antara-2˚C HINGGA 32˚ c.Separuh air laut<br />

memiliki suhu <strong>di</strong> bawa 10˚ C.Suhu air laut -2˚ Cterja<strong>di</strong> <strong>di</strong> wilayah iklim


<strong>di</strong>ngin.sedangkan suhu air laut 32˚ C terja<strong>di</strong> <strong>di</strong>wilayah subtropics ketika<br />

musim panas.<br />

Suhu air laut berkisar antara -2˚ C sampai 40˚ C.Hal ini tergantung musim<br />

dan letak pada garis lintang.Fluktuasi suhu permukaan air laut pada umumnya<br />

tidak lebih dari 1˚ C setiap harinya,sedangkan suhu maksimum <strong>di</strong> lautan<br />

terbuka tidak akan lebih dari 30˚ C.<br />

• .Kecerahan Air Laut<br />

Cahaya matahari yang sampai <strong>di</strong> permukaan air laut akan <strong>di</strong> serap dan<br />

<strong>di</strong>seleksi oleh air laut sehingga cahaya dengan gelombang yang panjang seperti<br />

cahaya merah,ungu dan kuning akan hilang lebih dahulu.Cahaya dengan panjang<br />

gelombang yang pendek mampu menembus permukaan yang lebih<br />

dalam.Banyaknya sinar matahari yang masuk ke dalam laut berubah-ubah<br />

tergantung pada intensitas cahaya,banyaknya pemantulan <strong>di</strong> permukaan,sudut<br />

datang,dan transparansi air laut.<br />

Perubahan intensitas cahaya <strong>di</strong> permukaan laut bervariasi berdasarkan<br />

musim.Penurunan intensitas cahaya dan absorbsi akan berkurang karena <strong>di</strong><br />

pengaruhi oleh kedalaman.Cahaya dapat menembus lapisan perairan hinga<br />

mencapai kedalaman 200 m.<br />

Dengan adanya cahaya tersebut menyebabkan air laut berwarna.Warna air<br />

laut bermacam-macam.Hal ini <strong>di</strong>sebabkan karena beberapa factor,seperti:<br />

a.warna biru karena pengaruh warna langit;<br />

b.Warna kuning <strong>di</strong>sebabkan karena warna lumpur yang berwarna kuning;<br />

c.warna hitam karena adanya Lumpur yang berada <strong>di</strong> dasar laut;<br />

d.wana hijau karena endapan dekat pantai yang memantulkan warna hijau;<br />

e.warna merah karena pengaruh warna plankton merah yang terdapat <strong>di</strong> laut;<br />

f.warna putih bila laut tersebut <strong>di</strong>tutupi oleh lapisan es.


BAB III<br />

PENUTUP<br />

1. Bentang alam wilayah pesisir dan pantai <strong>di</strong>bentuk oleh gejala endogen<br />

geologi. Tiga gejala utama tektonik yang mengontrol awal bentang alam<br />

adalah tunjaman dan tumbukan lempeng, gerak geser antar lempeng,<br />

gunung api dengan komponen gerak tegaknya. Cekungan belakang busur<br />

<strong>di</strong>tandai oleh penurunan yang membentuk se<strong>di</strong>men tebal. Jenis batuan<br />

menentukan kestabilan pantai dan kemampuan bertahan dari kerjaan laut<br />

dan cuaca.<br />

2. Di perairan stabil tanpa gejala geologi (endogen), <strong>di</strong> bagian yang<br />

mengalami pengaruh kuat perubahan paras muka laut, <strong>di</strong> pesisir dan <strong>di</strong><br />

pantai, selanjutnya pembentukan bentang alam lebih <strong>di</strong>pengaruhi oleh<br />

gejala cuaca (erosi) dan laut (erosi, se<strong>di</strong>mentasi).<br />

3. Pantai yang menghadap perairan terbuka dengan agitasi kuat memiliki<br />

kota pantai yang berkembang <strong>di</strong> rataan pasir pantai, berawal dari<br />

pemukiman dan pelabuhan sebagai bandar niaga <strong>di</strong> muara sungai.<br />

Pemilihan muara <strong>di</strong> bentang manapun sebagai awal pemukiman sangat<br />

umum <strong>di</strong>jumpai <strong>di</strong> Indonesia, <strong>di</strong> dataran alluvial, <strong>di</strong> kaki gunung pulau<br />

volkanik, <strong>di</strong> pesisir perairan paparan tepian kontinen atau <strong>di</strong> pantai dataran<br />

limpah banjir.<br />

4. Kota pantai tumbuh dan berkembang sesuai status dan fungsinya dari saat<br />

ke saat melalui beberapa perioda masa penjajahan dan kemu<strong>di</strong>an masa<br />

setelah kemerdekaan. Perkembangan dan perluasan kota yang berstatus<br />

kota pusat pemerintahan terlihat lebih pesat.<br />

5. Perluasan kota untuk pemukiman mulai terasa sejak 30 tahun terakhir.<br />

Demikian halnya dengan pembangunan sarana pelabuhan dan<br />

transportasi lain.<br />

6. Sejumlah besar kota pantai berkembang pesat oleh peningkatan usaha<br />

ekonomi perniagaan, pertanian/perkebunan dan industri, sementara<br />

marikultur dan industri hilirnya hanya berkembang <strong>di</strong> beberapa kota pantai<br />

saja atau hanya sebagai suplemen kecil usaha ekonomi. Perlu peningkatan


usaha ekonomi kelautan <strong>di</strong> segala lini (industri rekayasa, bu<strong>di</strong>daya dan<br />

tangkap, pengolahan, wisata, dll)<br />

7. Pertumbuhan kota-kota pantai <strong>di</strong> akhir abad 20 an cenderung mangabaikan<br />

daya dukung lingkungan <strong>di</strong> sekelilingnya serta ancaman bencana yang<br />

berpotensi merusak. Keterbatasan ruang yang layak <strong>di</strong>kembangkan<br />

menyebabkan perluasan merambah lingkungan yang seharusnya<br />

<strong>di</strong>pertahankan sebagai penyangga, antara lain yang berada <strong>di</strong> hulu, hilir,<br />

pantai dan perairan dengan pulau-pulau <strong>di</strong> depannya.<br />

8. Cuaca, kon<strong>di</strong>si laut dan tektonik merupakan gejala-gejala yang mengontrol<br />

bentang alam dari awal pembentukan hingga bentuk saat ini. Mengingat<br />

demikian kuat pengaruhnya hingga saat ini seiring perkembangan kota,<br />

maka gejala tersbut harus <strong>di</strong>perhitungkan sebagai potensi alam dalam<br />

upaya mempertahankan kelestarian lingkungan kota pantai.<br />

9. Jenis ancaman bencana pada kota-kota pantai beragam tergantung pada<br />

gejala alam apa saja yang mengontrolnya. Namun secara regional,<br />

ancaman kenaikan muka air laut estatik - walaupun akan <strong>di</strong>rasakan hampir<br />

semua kota pantai dengan besaran dampak berbeda tergantung bentang<br />

alam dan gelogi <strong>di</strong> atas mana kota <strong>di</strong>bangun. Kota pantai berbukit hampir<br />

tidak terpengaruh oleh gejala ini sementara kota <strong>di</strong> pesisir delta atau pulau<br />

kecil, akan merasakan akibat gejala ini dengan ancaman sangat serius pada<br />

kerusakan langsung pada pantai oleh erosi dan penenggelaman.


DAFTAR RUJUKAN<br />

-Hantoro W.S. 2001. Low stand sea level and landform changes: climatic<br />

changes consequence to epicontinental shelf and fauna migration through<br />

Indonesian.Archipelago. In Precee<strong>di</strong>ng of: “The environmental and Cultural<br />

History and Dynamics of the Australian-Southeast Asian Region” seminar,<br />

Melbourne, December 10-12, 1996.<br />

-www.goole.com


GELOMBANG<br />

Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah<br />

Oseanografi<br />

Yang <strong>di</strong>bina Oleh Bpk Bagus SetyoBu<strong>di</strong> Wiwoho M.Si<br />

Oleh:<br />

1. Siti Nurhasanah (106351400626)<br />

2. Evy Agustina R (106351400629)<br />

UNIVERSITAS NEGERI MALANG<br />

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM<br />

JURUSAN GEOGRAFI<br />

Oktober, 2008


- Pengertian Gelombang<br />

GELOMBANG<br />

Gelombang adalah pergerakan naik dan turunnya air dengan arah tegak<br />

lurus permukaan air laut yang membentuk kurva/ grafik sinusoidal. Gelombang<br />

laut <strong>di</strong>sebabkan oleh angin. Angin <strong>di</strong> atas lautan mentransfer energinya ke<br />

perairan, menyebabkan riak-riak, alun/ bukit, dan berubah menja<strong>di</strong> apa yang kita<br />

sebut sebagai gelombang. Gelombang adalah suatu variabel dan corak <strong>di</strong><br />

permukaan laut. Gelombang dapat mencakup dari ukuran riak yang paling kecil<br />

pada <strong>di</strong>n<strong>di</strong>ng air yang sangat besar yang <strong>di</strong>produksi oleh gangguan kulit keras/<br />

karang yang berhubungan dengan laut. Gelombang <strong>di</strong>permukaan laut selalu<br />

berubah-ubah dan bersifat <strong>di</strong>namis. Gelombang tersebut berukuran dari riakan air<br />

kecil sampai yang tersebar yang membentuk <strong>di</strong>n<strong>di</strong>ng air. Proses pembentukan<br />

gelombang <strong>di</strong>pengaruhi oleh tiga faktor yaitu: angin, gravitasi, dan gempa.<br />

Ketika gelombang bergerak naik dan turun dengan suatu gerakan kecil dari<br />

sisi satu kembali ke sisi semula. Seperti contohnya pada pelampung yang<br />

sebenarnya bergerak dalam suatu lingkaran (orbital). Gerakan pelampung<br />

memberi gambaran suatu bentuk gelombang. Pelampung yang mengapung <strong>di</strong> air<br />

pindah ke pola yang sama, naik turun <strong>di</strong> suatu lingkaran yang lambat, yang<br />

<strong>di</strong>bawa oleh pergerakan air. Di bawah permukaan, gerakan berputar gelombang<br />

itu semakin mengecil. Ada gerak orbital yang mengecil seiring dengan kedalaman<br />

air, sehingga kemu<strong>di</strong>an <strong>di</strong> dasar hanya akan meninggalkan suatu gerakan kecil<br />

mendatar dari sisi ke sisi yang <strong>di</strong>sebut surge.<br />

Bentuk ideal dari suatu gelombang akan mengikuti gerak sinosoide. Selain<br />

ra<strong>di</strong>asi elektromagnetik, dan mungkin ra<strong>di</strong>asi gravitasional, yang bisa berjalan<br />

lewat vakum, gelombang juga terdapat pada me<strong>di</strong>um yang karena perubahan<br />

bentuk dapat menghasilkan gaya yang lentur <strong>di</strong>mana dapat juga berjalan dan<br />

dapat memindahkan energi dari satu tempat ke tempat lain tanpa mengakibatkan<br />

partikel me<strong>di</strong>um yang berpindah secara permanent, yaitu tidak ada perpindahan<br />

secara masal. Dan setiap titik khusus berosilasi <strong>di</strong> sekitar satu posisi tertentu.<br />

Suatu me<strong>di</strong>um <strong>di</strong>sebut linier jika gelombang yang berbeda <strong>di</strong>semua titik<br />

tertentu <strong>di</strong> me<strong>di</strong>um bisa <strong>di</strong> jumlahkan, terbatas jika terbatas, selain itu <strong>di</strong>sebut tak


terbatas, seragam jika cirri fisiknya tidak berubah pada titik yang berbeda,<br />

isotoprik jika ciri fisiknya sama pada arah yang berbeda.<br />

- Pengaruh Gelombang<br />

Gelombang dapat mempengaruhi kon<strong>di</strong>si sesungguhnya <strong>di</strong> alam,<br />

pergerakan orbital <strong>di</strong> perairan dangkal (shallow water) dekat dengan kawasan<br />

pantai. Dan ketinggian serta periode gelombang tergantung kepada panjang fetch<br />

pembangkitnya. Fetch adalah jarak perjalanan tempuh gelombang dari awal<br />

pembangkitannya. Fetch ini <strong>di</strong>batasi oleh bentuk daratan yang mengelilingi laut.<br />

Semakin panjang jarak fetchnya, ketinggian gelombangnya akan semakin besar.<br />

Angin juga mempunyai pengaruh yang penting pada ketinggian<br />

gelombang. Angin yang lebih kuat akan menghasilkan gelombang yang lebih<br />

besar. Gelombang yang menjalar dari laut dalam (deep water) menuju kepantai<br />

akan mengalami perubahan bentuk karena adanya perubahan kedalaman laut.<br />

Apabila gelombang bergerak mendekati pantai, pergerakan gelombang <strong>di</strong> bagian<br />

bawah yang berbatasan dengan dasar laut akan melambat. Ini adalah akibat dari<br />

friksi atau gesekan antara air dan dasar pantai.<br />

Sementara itu, bagian atas gelombang <strong>di</strong> permukaan air akan terus melaju.<br />

Semakin menuju kepantai, puncak gelombang akan semakin tajam dan lembahnya<br />

akan semakin datar. Fenomena ini yang menyebabkan gelombang tersebut<br />

kemu<strong>di</strong>an pecah. Pengaruh gelombang terhadap dasar laut sangat se<strong>di</strong>kit. Bila<br />

gelombang bergerak ke continental shelf dan memasuki wilayah pantai dangkal<br />

gelombang mulai terpengaruh oleh dasar laut. Dasar laut dangkal akan<br />

mengakibatkan kecepatan, bentuk dan gerakan gelombang menja<strong>di</strong> berubah.<br />

Efek gelombang jelas nyata dan utama <strong>di</strong>amati <strong>di</strong> sepanjang potongan<br />

pantai <strong>di</strong>dalam zona antar tinggi - dan rendah- level pasang gelombang berada <strong>di</strong><br />

area ini membentuk lepas pantai yang jauh, dengan cepat mengeluarkan energi<br />

yang <strong>di</strong>simpan sebagai gelombang pecah, atas garis pantai itu. Energi ini<br />

<strong>di</strong>gunakan untuk membawa se<strong>di</strong>ment dari pantai zone gelombang yang memecah<br />

gelombang. Sebagian besar se<strong>di</strong>ment <strong>di</strong>mulai sebagai hasil erosi benua yang<br />

bersebelahan oleh adanya tindakan atau <strong>di</strong>pindahkan kelaut dengan arus sungai<br />

atau permukaan run off selama hujan badai dan keja<strong>di</strong>an lainya.


Di musim panas angin badai dan gelombang lebih lembut dan permukaan<br />

pantai yang jarang menja<strong>di</strong> penuh. Ketika gelombang musim panas lebih kecil<br />

banyak orang bepergian ke arah pantai, mereka memindahkan pasir yang sangat<br />

lembut dari bar dan masuk surfing. Ketika retakan gelombang ini menghalau air<br />

karam masuk ke dalam permukaan pantai yang tak terbungkus dan kembali ke<br />

lepas pantai seperti arus <strong>di</strong> bawah permukaan tanah. Pasir terbawa dari bar<br />

kemu<strong>di</strong>an terendap dan tinggal pada permukaan pantai.<br />

Ketika gelombang membentur pantai, bentuk gelombang akan memecah<br />

pada suatu penjuru/sudut. Jika gelombang sedang mendekati pantai dari arah kiri,<br />

gelombang akan pecah pada suatu penjuru, mengambil pasir dan<br />

memindahkannya dengan gerakan yang secara langsung <strong>di</strong> lepas pantai ke dalam<br />

zone gelombang yang memecah. Pasir akan <strong>di</strong>terbangkan dari pantai oleh<br />

gelombang sebelumnya. Se<strong>di</strong>ment segera <strong>di</strong>simpan dan <strong>di</strong>pindahkan oleh<br />

gelombang lainnya,, dan <strong>di</strong>simpan kembali se<strong>di</strong>kit lebih jauh, <strong>di</strong> sepanjang pantai<br />

yang menggantikan butir pasir yang telah <strong>di</strong>pindahkan sebelumnya. Selanjutnya<br />

gerakan se<strong>di</strong>ment akan pindah pada sepanjang pantai dan suatu gerakan yang<br />

berliku-liku. Ukuran se<strong>di</strong>ment yang <strong>di</strong>bawa oleh arus longsor tergantung atas<br />

energi gelombang yang membentur pantai pada waktu tertentu.<br />

- Karakteristik Gelombang<br />

Gelombang yang terja<strong>di</strong> <strong>di</strong> lautan <strong>di</strong>klasifikasikan menja<strong>di</strong> beberapa<br />

macam tergantung kepada gaya pembangkitnya. Pembangkit gelombang laut<br />

dapat <strong>di</strong>sebabkan oleh angin (gelombang angin), gaya tarik menarik bumi- bulanmatahari<br />

(gelombang tsunami), ataupun gelombang yang <strong>di</strong>sebabkan oleh gerakan<br />

kapal. Gelombang yang sehari-hari terja<strong>di</strong> dan <strong>di</strong>perhitungkan dalam bidang<br />

teknik pantai adalah gelombang angin dan pasang-surut (pasut).<br />

Gelombang dapat membentuk dan merusak pantai dan berpengaruh pada<br />

bangunan-bangunan pantai. Energi gelombang akan membangkitkan arus dan<br />

mempengaruhi pergerakan se<strong>di</strong>ment dalam arah tegak lurus pantai (cross-shore)<br />

dan sejajar pantai (longshore). Pada perencanan teknis bidang teknik pantai,<br />

gelombang merupakan faktor utama yang <strong>di</strong>perhitungkan karena menyebabkan<br />

gaya-gaya yang bekerja pada bangunan pantai.


Ada dua tipe gelombang, bila <strong>di</strong>pandang dari sifat-sifatnya yaitu::<br />

- Gelombang pembangunan/ pembentuk pantai (Constructive wave) dan<br />

- Gelombang perusak pantai (Destructive wave).<br />

Yang termasuk gelombang pembentuk pantai, bercirikan mempunyai ketinggian<br />

kecil dan kecepatan rambatnya rendah. Sehingga saat gelombang tersebut pecah <strong>di</strong><br />

pantai akan mengangkut se<strong>di</strong>ment (material pantai). Material pantai akan<br />

tertinggal <strong>di</strong> pantai (deposit) ketika aliran balik dari gelombang pecah meresap<br />

kedalam pasir atau pelan-pelan mengalir kembali ke laut.<br />

Sedangkan gelombang perusak pantai biasanya mempunyai ketinggian dan<br />

kecepatan rambat yang besar (sangat tinggi). Air yang kembali berputar<br />

mempunyai lebih se<strong>di</strong>kit waktu untuk meresap ke dalam pasir. Ketika gelombang<br />

dating kembali menghantam pantai akan ada banyak volume air yang terkumpul<br />

dan mengangkut material pantai menuju ke tengah laut atau ke tempat lain.<br />

Setiap gelombang akan mempunyai puncak dan lembah, sehingga ciri-ciri<br />

yang <strong>di</strong>punyai gelombang adalah tinggi gelombang, jarak gelombang dan periode<br />

gelombang. Puncak gelombang adalah ujung yang paling tinggi dari gelombang.<br />

Puncak gelombang adalah jarak ke atas dari lembah sampai puncak gelombang,<br />

sedangkan jarak gelombang adalah jarak horizontal antar kedua puncak lembah<br />

gelombang adalah titik dasar gelombang. Serangkaian jalannya gelombang dari<br />

arah yang sama <strong>di</strong>sebut deretan gelombang.<br />

Gelombang memiliki tipe berdasarkan periodenya, yaitu:<br />

1. Ripples (riak gelombang), memiliki periode 1 detik<br />

2. Fully developed seas, memiliki periode 5-12 detik<br />

3. Swell (gelombang besar), memilki periode 6-16 detik<br />

4. Surf, memiliki periode 1-3 menit<br />

5. Tsunami, memiliki periode 10-20 menit<br />

6. Tides (pasang-surut), memilki periode 12-24 jam.<br />

Pada umumnya sebagian besar daerah pantai <strong>di</strong>hantam gelombang pasang<br />

setiap hari selama pasang. Gelombang pasang ini terbentuk akibat pangaruh gaya<br />

gravitasi bumi yaitu adanya gaya tarik-menarik antara bulan dan matahari<br />

terhadap air laut, waktu terja<strong>di</strong>nya kira-kira 12 atau 21 jam tergantung pada letak


lintang suatu daerah. Gelombang Tsunami merupakan gelombang yang salah<br />

satunya <strong>di</strong>hasilkan oleh gempa bumi.<br />

Gelombang mempunyai ketidaksamaan pada kedalaman dan kedangkalan<br />

airnya, sehingga sering <strong>di</strong>pisahkan sebagai gelombang air dalam dan gelombang<br />

air dangkal. Suatu gelombang yang dapat <strong>di</strong>anggap sebagai:<br />

a. gelombang air dalam jika rasio dari kedalaman dengan panjang<br />

gelombang lebih dari 1: 2,<br />

b. gelombang air dangkal jika rasio dari kedalaman dengan panjang<br />

gelombang kurang dari 1: 25,<br />

c. gelombang interme<strong>di</strong>et jika rasio dari kedalaman dan panjang<br />

gelombang antara 1: 2 dan 1: 25.<br />

Pengklasifikasian ini tergantung kedalaman air juga panjang gelombang.<br />

Dalam kedalaman air yang sam maka panjang satu gelombang mungkin dapat<br />

<strong>di</strong>golongkan sebagai gelombang dalam walaupun dengan panjang yang lain.<br />

Gelombang yang sangat panjang mungkin <strong>di</strong>klasifikasikan sebagai gelombang air<br />

dangkal. Sebagai contoh gelombang dengan tinggi 3 meter dari permukaan air<br />

rata-rata dan panjangnya kurang dari 1 meter <strong>di</strong>anggap sebagai gelombang air<br />

dalam, pada kedalam yang sama tsunami dengan panjang gelombang 75 km akan<br />

termasuk dalam gelombang air dangkal.<br />

Bentuk yang nyata dari suatu coastline akan mempengaruhi karakteristik<br />

gelombang. Suatu contoh klasik adalah peningkatan pasang <strong>di</strong> (dalam) Teluk<br />

Fundy. Di dalam area ini coastline Maine, Brunswick Baru, dan Nova Scotia<br />

mengubah bentuk [dari;ttg] perairan ini untuk menciptakan suatu perbedaan besar<br />

antara pasang tinggi dan rendah. Permukaan laut memberikan suatu pola teladan<br />

bagi gelombang dari ukuran, bentuk, kecepatan bergerak dan arah yang berbeda.<br />

Untuk mencoba <strong>di</strong>dalam mengikuti kemajuan gelombang atau rangkaian<br />

gelombang tertentu bahkan untuk suatu jangka waktu yang pendek hampir<br />

mustahil. Oceanographer biasanya mulai mempelajari gelombang <strong>di</strong> bawah<br />

kon<strong>di</strong>si-kon<strong>di</strong>si yang <strong>di</strong>kendalikan. Mereka melakukan ini <strong>di</strong> dalam suatu<br />

laboratorium, dan jika mereka membuat dan mengamati gelombang <strong>di</strong> dalam<br />

suatu tangki/tank gelombang atau saluran gelombang. Suatu saluran gelombang<br />

selalu menggunakan tangki/tank dengan sisi gelas/kaca. Gelombang <strong>di</strong>hasilkan


oleh suatu pedal yang <strong>di</strong>gerakkan oleh mesin. Suatu alat penahan goncangan atau<br />

pantai tiruan dapat mencegah dari air <strong>di</strong> sekeliling saluran mem-backup dan<br />

memproduksi gelombang yang kacau. Pantai dapat menja<strong>di</strong> bagian dari<br />

eksperimen yang nyata jika berbagai keinginan untuk mengamati gelombang<br />

dapat <strong>di</strong>pecahkan.<br />

Jika suatu gelombang yang spesifik <strong>di</strong> pilih dan <strong>di</strong>ikuti, akan <strong>di</strong>temukan<br />

bahwa gelombang akan membantu melewati rentet gelombang dengan cepat.<br />

Seperti melanjut untuk maju melalui rentet gelombang, dan secara berangsurangsur<br />

akan hilang energi dan tingginya akan menurun. Ketika menjangkau<br />

medan, gelombang akan menghilang lenyap dan <strong>di</strong>gantikan oleh gelombang<br />

lainnya, gelombang <strong>di</strong>bentuk naik pada tingkat dari kerak. Penghilangan<br />

gelombang yang terkenuka dalam kaitan dengan tenaga/energi akan pindah dan<br />

bergerak ke air yang tenang dan lenyap, dan penyebabnya adalah energi yang<br />

se<strong>di</strong>kit / kecil. Faktanya bahwa tanpa alternative dapat terja<strong>di</strong> dari masing-masing<br />

gelombang tertentu <strong>di</strong> dalam suatu tran yang benar-benar bergerak lebih cepat dari<br />

kelompok gelombang. Pengamatan yang <strong>di</strong>ulangi menunjukkkan bahwa dalam<br />

kesukaran tenaga getaran kelompok adalh separuh energi dari suatu gelombang<br />

in<strong>di</strong>vidu.<br />

- Gerakan air dalam gelombang: Gerakan partikel muka air se<strong>di</strong>kit<br />

hubungannya dengan jumlah gelombang channel. Muka air se<strong>di</strong>kit berpindah<br />

dengan tiap-tiap gelombang yang berlalu. Sebagai akibatnya air menunjukkan<br />

orbit gerakan gelombang yang lewat. Gerakan ke atas dan masing-masing ujun,<br />

bawah dan punggung dalam tiap lembah sangat se<strong>di</strong>kit permukaan yang bergerak,<br />

karena orbitnya tidak nenyeluruh. Pergerakan yang se<strong>di</strong>kit dari air <strong>di</strong>namakan<br />

dengan Mass Transport<br />

The Surf Zone merupakan suatu area <strong>di</strong>mana gelombang mulai masuk<br />

dalam perairan laut dangkal untuk pertama kali sehingga terdapat suatu<br />

kenampakan gelombang yang bergulung-gulung menuju ke arah daratan dan<br />

selanjutnya menuju pada daerah pecah gelombang.<br />

The Swash Zone merupakan zone <strong>di</strong>mana air bergerak secara laminar kea<br />

rah daratan, karena gelombang sudah pecah sehingga hanya merupakan suatu<br />

aliran yang mirip dengan limpasan permukaan.


- Gelombang Angin: Ketika angin mulai berhembus melintasi hamparan<br />

pantai, energi dari angina <strong>di</strong>transfer ke air dalam bentuk gelombang. Ini memeng<br />

sifat dari angin, yang menimbulkan pergeseran seperti gerakan lintasan air.<br />

Pergeseran ini menekan melawan air dan jika energinya sangat akan membentuk<br />

riakan, jika anginnya sangat keras akan membentuk gelombang besar dari riakan<br />

tersebut.<br />

- Gelombang permukaan laut : gelombang <strong>di</strong>hasilkan oleh angina yang<br />

berubah dalam jumlah besar. Gelombang ini berjalan dari tempat yang berbeda,<br />

akan bertemu dengan sudut yang tidak sama. Angin jarang berhembus dalam arah<br />

yang tetap pada kecepatan yang tetap. Oleh karena itu setiap perubahan<br />

gelombang <strong>di</strong>hasilkan pada daerah terbuka dan gelombang yang ter<strong>di</strong>ri dari<br />

beberapa ketidaksamaan ukuran, kecepatan dan bentuk: rip currents, longshore<br />

currents.<br />

- Rip currents adalah gelombang yang bergerak <strong>di</strong> dalam permukaan laut dan<br />

menyusur pada dasar laut <strong>di</strong> perairan dangkal terutama pada paparan benua.<br />

- Longshore currents adalah gelombang yang gerakannya menyusur garis<br />

pantai. Gelombang ini <strong>di</strong>sebabkan karena adanya sudut dating gelombang<br />

datang dan waktu datangnya gelombang yang tidak sama. Gelombang yang<br />

datang dengan membentuk sudut terhadap pantai akan <strong>di</strong>pantulkan kembali<br />

tegak lurus terhadap pantai yang kemu<strong>di</strong>an pada zone surf, gelombang pantul<br />

ini akan <strong>di</strong>bawah kea rah pantai kembali oleh gelombang yang datang pada<br />

waktu berikutnya yang membentuk sudut terhadap pantai. Hal ini berlangsung<br />

sepanjang pantai sehingga gerakan gelombang seolah-olah menyusur garis<br />

pantai.<br />

Pantulan, Pembiasan, Pembelokan Gelombang<br />

Jika gelombang bertemu dengan benda-benda yang tak bergerak aliran air<br />

yang curam, jurang vertical, atau pemecah gelombang, gelombang mungkin akan<br />

<strong>di</strong>pantulkan, <strong>di</strong>biaskan atau <strong>di</strong>belokkan. Jika deretan gelombang <strong>di</strong>pantulkan,<br />

bentuk energi yang pindah <strong>di</strong>dorong juga olehnya sampai tambahan puncak<br />

dengan lembah bertemu. Sebagai contoh jika gelombang bertabrakan dengan<br />

pembelah ombak akan <strong>di</strong>pantulkan kembali.


- Refleksi<br />

Reflaksi yaitu gelombang akan <strong>di</strong>pantulkan apabila menemui bentuk<br />

pantai yang memiliki topografi Cliff atau biasa <strong>di</strong>sebut pantai Cliff ataupun suatu<br />

barier/ penghalang, karena memiliki bidang pantul yang relatif tegak lurus<br />

terhadap arah gelombang dating.<br />

Gelomabng yang dating akan <strong>di</strong>pantulkan kembali menuju kea rah <strong>di</strong> mana<br />

gelombang itu ta<strong>di</strong> berasal, hanya pada saat puncak gelombang menyentuh<br />

<strong>di</strong>n<strong>di</strong>ng pantai cliff, maka pantulan yang terja<strong>di</strong> <strong>di</strong>mulai dalam bentuk lembah<br />

gelombang.<br />

- Refraksi<br />

Refraksi yaitu gelombang akan <strong>di</strong>belokkan menuju suatu pusat sehingga<br />

tampak gelombang yang dating akan menuju pada suatu titik. Terja<strong>di</strong> pada pantai<br />

yang memiliki suatu tanjung atau headland, sehingga gelombang akan mengarah<br />

pada tanjung ataupun headlandstersebut, karena arah gelombang akan mengikuti<br />

garis kontur yang bentuknya mirip dengan kenampakan topografi pantai tersebut.<br />

- Difraksi<br />

Difraksi yaitu gelombang akan <strong>di</strong>belokkan menuju ke segala arah sehingga<br />

tamp[ak gelombang akan menyebar pada seluruh garis pantai. Hal ini biasanya<br />

terja<strong>di</strong> apabila gelombang air memasuki pantai yang memiliki teluk (masa lautan<br />

masuk kea rah daratan) sehingga gelombang akan <strong>di</strong> <strong>di</strong>stribusikan secara merata<br />

dan menyebar ke segala garis pantai.<br />

- Tenaga Pembentuk Gelombang<br />

Semua gelombang <strong>di</strong>pengaruhi atau <strong>di</strong>hasilkan oleh salah satu dari 3 faktor<br />

atau mekanisme dasar yaitu angin, gravitasi, dan gempa. Ketika gelombang<br />

terbentuk, gelombang mampu bergerak sepanjang laut interlokal dengan tenaga<br />

yang kecil. Ketika gelombang bergerak ke atas kerak samudera, kebanyakan<br />

gelombang hanya mempunyai se<strong>di</strong>kit interaksi dengan kerak. Ketika bergerak<br />

naik ke landas kontinen, terutama ketika masuk ke kawasan pantai dangkal,<br />

gelombang mulai berhubungan dengan kerak. Hasilnya adalah suatu perubahan<br />

dalam bentuk kecepatan gelombang. Di dalam air dangkal gelombang akan<br />

secepatnya <strong>di</strong>mo<strong>di</strong>fikasi menja<strong>di</strong> gelombang yang memecah pada suatu garis<br />

pantai dan melepaskan suatu jumlah energi yang dapat <strong>di</strong>perhitungkan.


Gelombang dapat juga <strong>di</strong>belokkan, <strong>di</strong>biaskan dan <strong>di</strong>pantulkan oleh dermaga,<br />

pulau dan berbagai hal lainnya. Kon<strong>di</strong>si topografi dasar laut dan keadaan angin.<br />

Hasil pengamatan memperlihatkan bahwa keadaan gelombang tertinggi terja<strong>di</strong><br />

pada periode bulan desember sampai februari (musim barat), ketinggian<br />

gelombang mencapai 1,5 m – 2 m. Sedangkan pada bulan lainnya tinggi<br />

gelombang yang tercatat kurang dari 1,5 meter (Nurjaya,1993).<br />

Penyebab utama terja<strong>di</strong>nya gelombang adalah angin. Gelombang<br />

<strong>di</strong>pengaruhi oleh kecepatan angin, lamanya angin bertiup, dan jarak tanpa<br />

rintangan saat angin bertiup (fetch). Gelombang ter<strong>di</strong>ri dari panjang gelombang,<br />

tinggi gelombang, periode gelombang, kemiringan gelombang dan frekuensi<br />

gelombang. Panjang gelombang adalah jarak berturut-turut antara dua puncak atau<br />

dua buah lembah. Tinggi gelombang adalah jarak vertikal antara puncak dan<br />

lembah gelombang. Periode gelombang adalah waktu yang <strong>di</strong>butuhkan gelombang<br />

untuk kembali pada titik semula. Kemiringan gelombang adalah perban<strong>di</strong>ngan<br />

antara tinggi dan panjang gelombang. Frekuensi gelombang adalah jumlah<br />

gelombang yang terja<strong>di</strong> dalam satu satuan waktu. Pada hakikatnya, gelombang<br />

yang terbentuk oleh hembusan angin akan merambat lebih jauh dari daerah yang<br />

menimbulkan angin tersebut. Hal ini yang menyebabkan daerah <strong>di</strong> pantai selatan<br />

Pulau Jawa memiliki gelombang yang besar meskipun angin setempat tidak begitu<br />

besar. Gelombang besar yang datang itu bisa merupakan gelombang kiriman yang<br />

berasal dari badai yang terja<strong>di</strong> jauh <strong>di</strong>bagian selatan Samudera Hin<strong>di</strong>a


DAFTAR RUJUKAN<br />

Setiabu<strong>di</strong>, Bagus W. 1999. Pengantar Oseanografi. Malang: Universitas<br />

Negeri Malang.<br />

Triatmadja, R. 1999. Teknik Pantai. (Online) {http://elisa.ugm.ac.id/} <strong>di</strong>akses<br />

tanggal 18 September 2008.<br />

Triatmodjo, B. 1999. Pantai. (Online) {http://www.reefnews.com/} <strong>di</strong>akses<br />

tanggal 18 September 2008.<br />

(Online) http://www.geography.learnonthe internet.co.uk/ <strong>di</strong>akses tanggal 18<br />

September 2008.<br />

Nontji, Anugerah. 1986. Laut Nusantara. Jakarta: Djambatan.


SIRKULASI UDARA DI ATMOSFER<br />

Makalah<br />

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Oseanografi<br />

Yang Dibimbing Oleh Bpk. Bagus Setiabu<strong>di</strong> Wiwoho<br />

Oleh :<br />

Dita Kusumaningtyas (106351400638)<br />

Wahyu Setiyawan (106351400662)<br />

UNIVERSITAS NEGERI MALANG<br />

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM<br />

JURUSAN GEOGRAFI<br />

Ok tober, 2008


A. Atmosfer<br />

SIRKULASI UDARA DI ATMOSFER<br />

Atmosfer adalah lapisan gas yang melingkupi sebuah planet, termasuk bumi, dari<br />

permukaan planet tersebut sampai jauh <strong>di</strong> luar angkasa. Di bumi, <strong>atmosfer</strong> terdapat dari<br />

ketinggian 0 km <strong>di</strong> atas permukaan tanah, sampai dengan sekitar 560 km dari atas permukaan<br />

bumi. Atmosfer tersusun atas beberapa lapisan, yang <strong>di</strong>namai menurut fenomena yang terja<strong>di</strong><br />

<strong>di</strong> lapisan tersebut. Transisi antara lapisan yang satu dengan yang lain berlangsung bertahap.<br />

Stu<strong>di</strong> tentang <strong>atmosfer</strong> mula-mula <strong>di</strong>lakukan untuk memecahkan masalah cuaca, fenomena<br />

pembiasan sinar matahari saat terbit dan tenggelam, serta kelap-kelipnya bintang. Dengan<br />

peralatan yang sensitif yang <strong>di</strong>pasang <strong>di</strong> wahana luar angkasa, kita dapat memperoleh<br />

pemahaman yang lebih baik tentang <strong>atmosfer</strong> berikut fenomena-fenomena yang terja<strong>di</strong> <strong>di</strong><br />

dalamnya.<br />

Atmosfer Bumi ter<strong>di</strong>ri atas nitrogen (78.17%) dan oksigen (20.97%), dengan se<strong>di</strong>kit<br />

argon (0.9%), karbon<strong>di</strong>oksida (variabel, tetapi sekitar 0.0357%), uap air, dan gas lainnya.<br />

Atmosfer melindungi kehidupan <strong>di</strong> bumi dengan menyerap ra<strong>di</strong>asi sinar ultraviolet dari<br />

matahari dan mengurangi suhu ekstrem <strong>di</strong> antara siang dan malam. 75% dari <strong>atmosfer</strong> ada<br />

dalam 11 km dari permukaan planet. Atmosfer tidak mempunyai batas mendadak, tetapi agak<br />

menipis lambat laun dengan menambah ketinggian, tidak ada batas pasti antara <strong>atmosfer</strong> dan<br />

angkasa luar.<br />

Atmosfer juga berfungsi sebagai payung atau pelindung kehidupan <strong>di</strong> bumi dari<br />

ra<strong>di</strong>asi matahari yang kuat pada siang hari dan mencegah hilangnya panas keruang angkasa<br />

pada malam hari. Atmosfer juga merupakan penghambat bagi benda-benda angkasa yang<br />

bergerak melaluinya sehingga sebagian meteor yang melalui <strong>atmosfer</strong> akan menja<strong>di</strong> panas<br />

dan hancur sebelum mencapai permukaan bumi. Lapisan <strong>atmosfer</strong> merupakan campuran dari<br />

gas yang tidak tampak dan tidak berwarna. Empat gas utama dalam <strong>udara</strong> kering meliputi<br />

(lihat tabel 1.1).


Tabel 1.1. Gas Utama dalam Udara Kering.<br />

Macam gas Volume % Massa%<br />

Nitrogen<br />

Oksigen<br />

Argon<br />

Karbon<strong>di</strong>oksida<br />

78,088<br />

20,049<br />

0,930<br />

0,030<br />

75,527<br />

23,143<br />

1,282<br />

0,045<br />

Total keseluruhan 99,097 99,097<br />

Kon<strong>di</strong>si dan manfaat gas dalam <strong>atmosfer</strong> antara lain:<br />

1. Nitrogen (N2) jumlahnya paling banyak, meliputi 78 bagian. Nitrogen tidak langsung<br />

bergabung dengan unsur lain, tapi merupakan bagian dari senyawa organik.<br />

2. Oksigen (O2) sangat penting bagi kehidupan, yaitu untuk mengubah zat makanan<br />

menja<strong>di</strong> energi hidup.<br />

3. Karbon <strong>di</strong>oksida (CO2) menyebabkan efek rumah kaca (greenhouse) transparan terhadap<br />

ra<strong>di</strong>asi gelombang pendek dan menyerap ra<strong>di</strong>asi gelombang panjang. Dengan demikian<br />

kenaikan kosentrasi CO2 <strong>di</strong> dalam <strong>atmosfer</strong> akan menyebabkan kenaikan suhu <strong>di</strong> bumi.<br />

4. Ozon (O3) adalah gas yang sangat aktif dan merupakan bentuk lain dari oksigen. Gas ini<br />

terdapat pada ketinggian antara 20 hingga 30 km. Ozon dapat menyerap ra<strong>di</strong>asi ultra<br />

violet yang mempunyai energi besar dan berbahaya bagi tubuh manusia.<br />

Salah satu unsur yang penting dalam <strong>atmosfer</strong> adalah uap air. Uap air (H2O) sangat<br />

penting dalam proses cuaca atau iklim, karena dapatmerubah fase (wujud) menja<strong>di</strong> fase cair,<br />

atau fase padat melalui kondensasidan deposisi. Perubahan fase air, dapat <strong>di</strong>lukiskan pada<br />

gambar 1.<br />

Gambar 1. Perubahan Fase Air.


Uap air merupakan senyawa kimia <strong>udara</strong> dalam jumlah besar yang tersusun dari dua<br />

bagian hidrogen dan satu bagian oksigen. Uap air yang terdapat <strong>di</strong> <strong>atmosfer</strong> merupakan hasil<br />

penguapan dari laut, danau, kolam, sungai dan transpirasi tanaman.<br />

Atmosfer selalu <strong>di</strong>kotori oleh debu. Debu adalah istilah yang <strong>di</strong>pakai untuk benda<br />

yang sangat kecil sehingga tidak tampak kecuali dengan mikroskop. Jumlah debu berubahubah<br />

tergantung pada tempat. Sumber debu beraneka ragam, yaitu asap, abu vulkanik,<br />

pembakaran bahan bakar, kebakaran hutan, smog dan lainnya. Smog singkatan dari smoke<br />

and fog adalah kabut tebal yang sering <strong>di</strong>jumpai <strong>di</strong> daerah industri yang lembab. Debu dapat<br />

menyerap, memantulkan, dan menghamburkan ra<strong>di</strong>asi matahari. Debu <strong>atmosfer</strong>ik dapat<br />

<strong>di</strong>sapu turun ke permukaan bumi oleh curah hujan, tetapi kemu<strong>di</strong>an <strong>atmosfer</strong> dapat terisi<br />

partikel debu kembali. Debu <strong>atmosfer</strong> adalah kotoran yang terdapat <strong>di</strong> <strong>atmosfer</strong>.<br />

B. Struktur Vertikal Atmosfer<br />

Dengan memakai suhu sebagai dasar pembagian <strong>atmosfer</strong>, maka <strong>atmosfer</strong> ter<strong>di</strong>ri dari lapisan<br />

troposfer, stratosfer, mesosfer dan thermosfer. Lihat gambar 2.<br />

Gambar 2. Pembagian lapisan <strong>atmosfer</strong> berdasarkan suhu.<br />

a. Lapisan Troposfer<br />

Gejala cuaca (awan, petir, topan, badai dan hujan) terja<strong>di</strong> <strong>di</strong> lapisan troposfer.Pada<br />

lapisan ini terdapat penurunan suhu yang terja<strong>di</strong> karena sangatse<strong>di</strong>kitnya troposfer<br />

menyerap ra<strong>di</strong>asi gelombang pendek dari matahari,sebaliknya permukaan tanah<br />

memberikan panas pada lapisan troposfer yangterletak <strong>di</strong> atasnya; melalui konduksi,


konveksi, kondensasi dan sublimasiyang <strong>di</strong>lepaskan oleh uap air <strong>atmosfer</strong>.Konduksi<br />

adalah proses pemanasan secara merambat.Konveksi adalah proses pemanasan secara<br />

mengalir.Kondensasi adalah proses pen<strong>di</strong>nginan yang mengubah wujud uap air<br />

menja<strong>di</strong>air.Sublimasi adalah proses perubahan wujud es menja<strong>di</strong> uap air.Pertukaran<br />

panas banyak terja<strong>di</strong> pada troposfer bawah, karena itu suhu turundengan bertambahnya<br />

ketinggian pada situasi meteorologi (ilmu tentangcuaca). Nilainya berkisar antara 0,5 dan<br />

1 o C tiap 100 meter dengan nilai rata-rata 0,65 o C tiap 100 meter.<br />

Udara troposfer atas sangat <strong>di</strong>ngin dengan demikian lebih berat <strong>di</strong>ban<strong>di</strong>ngkan dengan<br />

<strong>udara</strong> <strong>di</strong>atas tropopause sehingga <strong>udara</strong> troposfer tidak dapat menembus tropopause.<br />

Ketinggian tropopause lebih besar <strong>di</strong> ekuator daripada <strong>di</strong> daerah kutub. Di ekuator,<br />

tropopause terletak pada ketinggian 18 km dengan suhu - 80 o C, sedangkan <strong>di</strong> kutub<br />

tropopause hanya mencapai ketinggian 6 km dengan suhu - 40 o C. Tropopause adalah<br />

lapisan <strong>udara</strong> yang terdapat <strong>di</strong>antara troposfer dengan stratosfer.<br />

b. Lapisan Stratosfer<br />

Lapisan <strong>atmosfer</strong> <strong>di</strong>atas tropopause merupakan lapisan inversi, artinya suhu <strong>udara</strong><br />

bertambah tinggi (panas) seiring dengan naiknya ketinggian. Disebut juga lapisan<br />

Isothermis. Kenaikan suhu ini <strong>di</strong>sebabkan oleh lapisan ozonosfer yang menyerap ra<strong>di</strong>asi<br />

ultra violet dari matahari. Bagian atas stratosfer <strong>di</strong>batasi oleh permukaan <strong>di</strong>skontinuitas<br />

suhu yang <strong>di</strong>sebut stratopause. Stratopause terletak pada ketinggian 60 km dengan suhu<br />

0 o C.<br />

c. Lapisan Mesosfer<br />

Lapisan mesosfer <strong>di</strong>tandai dengan penurunan orde suhu 0,4 o C setiap 100 meter, karena<br />

lapisan ini mempunyai keseimbangan ra<strong>di</strong>asi yang negatif. Bagian atas mesosfer <strong>di</strong>batasi<br />

oleh mesopause yaitu lapisan <strong>di</strong> dalam <strong>atmosfer</strong> yang mempunyai suhu paling rendah,<br />

kira-kira -100 o C. Ketinggian sekitar 85 km.<br />

d. Lapisan Thermosfer<br />

Lapisan ini terletak pada ketinggian 85 dan 300 km yang <strong>di</strong>tandai dengan kenaikan suhu<br />

dari -100 o C sampai ratusan bahkan ribuan derajat. Lihat gambar 3.


Gambar 3. Lapisan Thermosfer.<br />

Bagian atas lapisan <strong>atmosfer</strong> <strong>di</strong>batasi oleh termopause yang meluas dari ketinggian 300 km<br />

sampai pada ketinggian 1000 km.<br />

Suhu termopause adalah konstant terhadap ketinggian, tetapi berubah dengan waktu, yaitu<br />

dengan insolasi (incoming solar ra<strong>di</strong>ation). Suhu pada malam hari berkisar antara 300 dan<br />

1200 o C dan pada siang hari antara 700 dan 1700 o C. Densitas termopause sangat kecil, kirakira<br />

10 kali densitas <strong>atmosfer</strong> permukaan tanah.<br />

B. Efek Koriolis<br />

Gaya koriolis, gaya ini timbul ini timbul karena rotasi bumi yang kadang-kadang <strong>di</strong>sebut<br />

gaya semu. Gaya koriolis adalah gaya fiktif yang <strong>di</strong>munculkan pada sistem koor<strong>di</strong>nat yang<br />

tidak inersial. Pada system koor<strong>di</strong>nat tidak inersial berlaku berlaku hokum newton I. salah<br />

satu contoh system koor<strong>di</strong>nat ti tidak inersial adalah system koor<strong>di</strong>nat yang ikut berotasi<br />

dengan bumi, seperti garis lintang dan garis bujur.<br />

Efek coriolis adalah "gaya semu" yang <strong>di</strong>rasakan oleh benda yang berada pada sebuah<br />

piringan yang bergerak. Nah, tapi harus <strong>di</strong>ingat, kerangka inersia (<strong>di</strong>am) harus ikut bergerak<br />

bersama piringan sehingga piringan <strong>di</strong>anggap <strong>di</strong>am (tak bergerak). Benda tersebut akan<br />

merasa terlempar keluar karena adanya gaya sentrifugal yang arah gayanya tak linier.<br />

Penerapannya yang paling berpengaruh <strong>di</strong>gunakan adalah untuk "melempar" roket ke luar<br />

angkasa. Itulah alasannya kenapa daerah sekitar equator sangat <strong>di</strong>perebutkan negara-negara<br />

maju sebagai basis peluncuran roketnya. Karena efek coriolis yuang besar <strong>di</strong> sekita


khatulistiwa akibat rotasi bumi, penghematan bahan bakar dapat <strong>di</strong>gunakan untuk<br />

meluncurkan benda yang laebih berat ke antariksa.<br />

• Efek koriolis<br />

Jika benda melakukan gerakan <strong>di</strong> sistem K' (permukaan bumi), percepatan<br />

Coriolis akan ikut berbicara karena adanya vektor kecepatan v'. Arah percepatan ini sudah<br />

kita ketahui selalu tegak lurus terhadap arah kecepatan benda <strong>di</strong> sistem K', sehingga<br />

arahnya tergantung pada arah kecepatan v'. Kita tinjau misalnya gerak benda jatuh bebas.<br />

Pada awal geraknya arah kecepatan v' adalah vertikal ke bawah. Jika keja<strong>di</strong>annya itu <strong>di</strong><br />

Surabaya yang terletak pada lintang 7° LS, gambar 6 akan menunjukkan pada kita arah<br />

percepatan Coriolis yang terja<strong>di</strong>. Percepatan ini akan menyebabkan lintasan benda<br />

menyimpang dari arah vertikal. Dapat <strong>di</strong>duga bahwa simpangan yang terja<strong>di</strong> cukup kecil,<br />

kecuali kalau laju gerak bendanya besar sekali, sehingga arah kecepatannya setiap saat<br />

dapat <strong>di</strong>dekati dengan arah vertikal. Untuknya mudahnya gesekan <strong>udara</strong> kita abaikan dan<br />

arah vertikal kita impitkan dengan arah ra<strong>di</strong>al, efek sentrifugalnya juga kita abaikan.<br />

Efek Coriolis tampak paling jelas jika kita mengamati pola aliran arus laut dan<br />

arah angin pasat sepanjang tahun. Pada semester Maret-September matahari berada <strong>di</strong><br />

belahan utara mengakibatkan atmosfir <strong>di</strong> belahan selatan mempunyaikelebihan tekanan.<br />

Udara dari belahan selatan akan bergerak menyeberangi khatulistiwa ke belahan utara.<br />

Gerakan massa <strong>udara</strong> ke utara ini akan <strong>di</strong>belokkan arahnya oleh percepatan Coriolis. Kita<br />

lihat dulu <strong>di</strong> belahan selatan percepatan Coriolis yang <strong>di</strong>derita <strong>udara</strong> arahnya ke barat<br />

sehingga angin akan berbelok ke barat laut. Angin ini adalah angin tenggara pada musim<br />

kemarau <strong>di</strong> pulau Jawa. setelah menyeberangi khatulistiwa percepatan Coriolis berbalik ke<br />

arah timur, sehingga angin berbelok ke arah timur laut .<br />

Pada semester September-Maret yang terja<strong>di</strong> adalah sebaliknya. Angin ke selatan<br />

terkena percepatan Coriolis ke barat <strong>di</strong> belahan utara dan ke timur <strong>di</strong> belahan selatan.<br />

Anda periksa sen<strong>di</strong>ri arah-arahnya. Angin ini adalah angin barat laut pada musim<br />

penghujan <strong>di</strong> pulau Jawa. Secara ringkas efek Coriolis menyebabkan gerakan angin akan<br />

menyimpang ke kiri <strong>di</strong> belahan selatan dan menyimpang ke kanan <strong>di</strong> belahan utara. Hal<br />

ini dapat mengakibatkan berputarnya gerakan <strong>udara</strong> searah jarum jam <strong>di</strong> belahan utara dan<br />

berlawanan dengan arah jarum jam <strong>di</strong> belahan selatan, angin yang berputar ini bisa <strong>di</strong>sebut<br />

angin siklon.


C. Pola Pergerakan Udara<br />

Pergerakan <strong>udara</strong> pada umumnya <strong>di</strong>sebabkan oleh pemanasan terhadap <strong>udara</strong> dalam bentuk<br />

persebaran panas. Pemanasan atau persebaran panas <strong>di</strong>bagi atas pemanasan langsung dan<br />

tidak langsung. Pemanasan langsung merupakan absorpsi atau penyerapan panas oleh <strong>udara</strong><br />

sedangkan pemanasan tidak langsung terja<strong>di</strong> pada lapisan <strong>udara</strong> paling bawah, panas yang<br />

berasal dari bumi (setelah <strong>di</strong>terima bumi dari matahari) lalu <strong>di</strong>sebarkan secara vertikal dan<br />

horizontal. Berdasarkan pemanasan atau persebaran panas tersebut, maka pola gerakan <strong>udara</strong><br />

dapat <strong>di</strong>bedakan menja<strong>di</strong> beberapa macam, yaitu konduksi, konveksi, adveksi, dan turbulensi.<br />

a. Konduksi, yaitu pemanasan secara kontak atau bersinggungan. Pemanasan ini terja<strong>di</strong><br />

karena molekul-molekul yang dekat dengan permukaan bumi akan menja<strong>di</strong> panas karena<br />

bersinggungan dengan bumi yang menerima panas langsung dari matahari. Molekulmolekul<br />

<strong>udara</strong> yang sudah panas bersinggungan dengan molekul-molekul <strong>udara</strong> yang<br />

belum panas; lalu saling memberikan panas sehingga menja<strong>di</strong> sama- sama panas.<br />

b. Koveksi, yaitu pemanasan atau penyebaran panas yang terja<strong>di</strong> akibat adanya gerakan<br />

<strong>udara</strong> secara vertikal, sehingga <strong>udara</strong> <strong>di</strong> atas yang belum panas menja<strong>di</strong> panas karena<br />

pengaruh <strong>udara</strong> <strong>di</strong> bawahnya yang sudah panas.<br />

c. Adveksi, yaitu pemanasan atau persebaran panas yang terja<strong>di</strong> sebagai akibat gerakan<br />

<strong>udara</strong> panas secara horizontal atau mendatar dan menyebabkan <strong>udara</strong> <strong>di</strong> sekitarnya juga<br />

menja<strong>di</strong> panas. Perhatikan gambar bagan terja<strong>di</strong>nya peristiwa adveksi <strong>di</strong> bawah ini.<br />

d. Turbulensi, yaitu persebaran <strong>udara</strong> panas secara tak teratur, berputar-putar. Hal ini akan<br />

menyebabkan <strong>udara</strong> yang sudah panas bercampur dengan <strong>udara</strong> yang belum panas,<br />

sehingga <strong>udara</strong> yang belum panas akan ikut menja<strong>di</strong> panas. Untuk lebih jelasnya, silakan<br />

Anda perhatikan gambar berikut.


D. Angin<br />

Angin adalah <strong>udara</strong> yang bergerak. Ada tiga hal penting yang menyangkut sifat angin yaitu:<br />

kekuatan angin, arah angin, kecepatan angin.<br />

a. Kekuatan Angin<br />

Menurut hukum Stevenson, kekuatan angin berban<strong>di</strong>ng lurus dengan gra<strong>di</strong>ent<br />

barometriknya. Gra<strong>di</strong>ent baromatrik ialah angka yang menunjukkan perbedaan tekanan<br />

<strong>udara</strong> dari dua isobar pada tiap jarak 15 meri<strong>di</strong>an (111 km).<br />

b. Arah Angin<br />

Satuan yang <strong>di</strong>gunakan untuk besaran arah angin biasanya adalah derajat.<br />

1 derajat untuk angin arah dari Utara.<br />

90 derajat untuk angin arah dari Timur.<br />

180 derajat untuk angin arah dari Selatan.<br />

270 derajat untuk angin arah dari Barat.


Angin menunjukkan dari mana datangnya angin dan bukan ke mana angin itu bergerak.<br />

Menurut hukum Buys Ballot, <strong>udara</strong> bergerak dari daerah yang bertekanan tinggi<br />

(maksimum) ke daerah bertekanan rendah (minimum), <strong>di</strong> belahan bumi utara berbelok ke<br />

kanan sedangkan <strong>di</strong> belahan bumi selatan berbelok ke kiri.<br />

Arah angin <strong>di</strong>pengaruhi oleh tiga faktor:<br />

1. Gra<strong>di</strong>ent barometrik<br />

2. Rotasi bumi<br />

3. Kekuatan yang menahan (rintangan)<br />

Makin besar gra<strong>di</strong>ent barometrik, makin besar pula kekuatannya. Angin yang besar<br />

kekuatannya makin sulit berbelok arah. Rotasi bumi, dengan bentuk bumi yang bulat,<br />

menyebabkan pembelokan arah angin. Pembelokan angin <strong>di</strong> ekuator sama dengan 0 (nol).<br />

Makin ke arah kutub pembelokannya makin besar. Pembelokan angin yang mencapai 90o<br />

sehingga sejajar dengan garis isobar <strong>di</strong>sebut angin geotropik. Hal ini banyak terja<strong>di</strong> <strong>di</strong><br />

daerah beriklim sedang <strong>di</strong> atas samudra. Kekuatan yang menahan dapat membelokan arah<br />

angin. Sebagai contoh, pada saat melalui gunung, angin akan berbelok ke arah kiri, ke<br />

kanan atau ke atas.<br />

c. Kecepatan angin<br />

Atmosfer ikut berotasi dengan bumi. Molekul-molekul <strong>udara</strong> mempunyai kecepatan<br />

gerak ke arah timur, sesuai dengan arah rotasi bumi. Kecepatan gerak tersebut <strong>di</strong>sebut<br />

kecepatan linier. Bentuk bumi yng bulat ini menyebabkan kecepatan linier makin kecil<br />

jika makin dekat ke arah kutub. Lihat tabel 3. Alat yang <strong>di</strong>gunakan untuk mengukur<br />

kecepatan angin <strong>di</strong>sebut anemometer.<br />

Tabel 3. Hubungan antara lintang tempat dan kecepatan linier<br />

Lintang Tempat Kecepatan Linier<br />

0 o (ekuator) 461 meter/detik


30 o 402 meter/detik<br />

60 o 232 meter/detik<br />

90 o (kutub) 0 meter/detik<br />

E. Jenis-jenis Angin<br />

1. Angin Siklon dan Anti Siklon<br />

a. Angin siklon<br />

Angin siklon adalah angin yang gerakannya berputar ke dalam, mengelilingi daerah<br />

tekanan minimum. Tentu Anda masih ingat dengan Hukum Buys Ballot bahwa antara<br />

lain <strong>di</strong> belahan bumi selatan angin berbias ke kiri. Gerakan angin siklun mengikuti<br />

hukum ini, yaitu:<br />

• Di belahan bumi utara perputarannya berlawanan dengan arah perputaran jarum<br />

jam.<br />

• Di belahan bumi selatan sesuai dengan arah putaran jarum jam. Perhatikan<br />

Berdasarkan bergeraknya, siklon <strong>di</strong>bedakan atas siklon tropik, siklon ekstra tropik,<br />

dan tornado. Siklon-siklon tersebut dapat terja<strong>di</strong>:<br />

a) Siklon tropik<br />

Siklon tropik terja<strong>di</strong> <strong>di</strong> daerah tropis, yaitu antara 10( - 20( LU dan 10( - 20( LS.<br />

Sering terja<strong>di</strong> <strong>di</strong> wilayah lautan daripada <strong>di</strong> daratan, misalnya <strong>di</strong> Indonesia pernah<br />

terja<strong>di</strong> <strong>di</strong> sekitar Pulau Timor 11(LS).<br />

Di beberapa negara badai siklon <strong>di</strong>beri nama-nama khusus sesuai dengan bahasa<br />

negara masing-masing, dan umumnya menggunakan nama wanita, antara lain:<br />

o Di Samudera Atlantik dan Pasifik Timur <strong>di</strong>namai Hurricanes artinya Dewa<br />

Kehancuran.<br />

o Di Samudera Atlantik Barat , masyarakat Jepang menyebutnya Typhoon.<br />

o Di Filipina <strong>di</strong>sebut Begieros (nama satu kota).<br />

o Di Australia <strong>di</strong>sebut Willy-Willies.<br />

o Di Samudera Hin<strong>di</strong>a <strong>di</strong>sebut Siklon Tropik Lena (nama wanita).


o Di beberapa tempat lain <strong>di</strong>beri nama Siklon Anna, Dora, Corrie, Diana,<br />

Elly dan sebagainya.<br />

b) Siklon Ekstra Tropik<br />

Siklon ekstra tropik terja<strong>di</strong> <strong>di</strong> daerah sedang pada lintang 35o- 65oLU dan 35o-<br />

65oLS, yaitu <strong>di</strong> sekitar wilayah front. Tempat bertemunya massa angin barat yang<br />

panas dan angin timur yang <strong>di</strong>ngin. Misalnya, Amerika Serikat dan Eropa.<br />

Tekanan <strong>udara</strong> 15 mb dan kecepatannya 30 km/jam.<br />

c) Tornado<br />

Angin siklon tornado merupakan jenis angin yang paling cepat dan paling<br />

merusak. Tornado sering terja<strong>di</strong> <strong>di</strong> Amerika Serikat. Diameter angin siklon tor<br />

nado antara 100-500 km, panjang lintasannya mencapai 100 km. Kecepatannya<br />

mencapai 700 km/jam.<br />

b. Angin Anti Siklon<br />

Angin anti siklon adalah angin yang gerakannya berputar ke luar, dengan tekanan<br />

maksimum <strong>di</strong> pusatnya. Arah pergerakannya adalah sebagai berikut:<br />

Di belahan bumi utara, putarannya searah dengan jarum jam.<br />

Di belahan bumi selatan, putarannya berlawanan dengan arah jarum jam.<br />

2. Angin Monsun Asia-Australia<br />

Angin monsun <strong>di</strong> Asia dan Australia adalah sistem yang unik yang bergerak dari Kutub<br />

Utara sampai Kutub Selatan dalam satu musim dan kemu<strong>di</strong>an membalik arah pada musim<br />

berikutnya. Sistem angin monsun tersebut tidak bersamaan dengan pola <strong>atmosfer</strong> global<br />

yang umum dan itulah sebabnya sifatnya unik. Penelitian ilmiah dewasa ini menunjukkan<br />

bahwa gelombang angin kutub yang <strong>di</strong>ngin mengawali siklus angin monsun dalam dua<br />

jalur yang sudah tertentu, sebagaimana <strong>di</strong>bahas <strong>di</strong> bawah ini.<br />

Angin monsun <strong>di</strong> bulan Juni sampai dengan bulan September. Selama periode ini, <strong>di</strong><br />

belahan bumi selatan adalah musim <strong>di</strong>ngin dan gelombang angin <strong>di</strong>ngin bergerak <strong>di</strong> atas<br />

Australia dan <strong>di</strong> samudera sekitarnya. Terja<strong>di</strong> sel tekanan tinggi <strong>di</strong> atas Australia dan<br />

angin berhembus ke arah khatulistiwa. Angin ini mengumpulkan kelembaban dan panas


pada saat berhembus melewati samudera. Di Asia musimnya adalah musim panas dan<br />

kawasan (zona) antartropis bergerak ke sebelah utara In<strong>di</strong>a, melalui Cina Selatan, ke<br />

Filipina Utara. Kawasan panas maksimum (kira-kira 40°C) merentang dari bagian<br />

baratlaut sub-benua In<strong>di</strong>a ke Timur Tengah. Suatu sel tekanan rendah berkembang <strong>di</strong><br />

sebelah utara In<strong>di</strong>a.<br />

Pada Garis Khatulistiwa, angin yang berada <strong>di</strong> bawah pengaruh Efek Koriolis, berhembus<br />

ke kanan dan tertarik ke arah sel tekanan rendah dan menja<strong>di</strong> angin monsun barat-daya<br />

yang kuat dan yang membawa hujan deras ke selatan, ke Asia Tenggara dan Timur pada<br />

saat angin itu bergerak ke arah utara. Di dekat Jepang, angin tersebut berayun ke arah<br />

timur laut dan bergerak ke arah kawasan kutub.<br />

Angin monsun bulan November sampai Februari. Saat itu musim <strong>di</strong>ngin <strong>di</strong> Asia Utara<br />

dan kawasan yang sangat <strong>di</strong>ngin sekali (<strong>di</strong> bawah -40°C) berkisar <strong>di</strong> Siberia. Massa <strong>udara</strong><br />

kutub yang <strong>di</strong>ngin dan sel tekanan tinggi merentang <strong>di</strong> atas sebagian besar Asia (sampai<br />

ke Pegunungan Himalaya dan sebagian besar Cina). Angin barat laut bertiup dalam<br />

gelombang <strong>udara</strong> <strong>di</strong>ngin dari Siberia ke arah Jepang, <strong>di</strong> mana angin tersebut berputar dan<br />

menja<strong>di</strong> angin monsun timur laut, yang berhembus ke arah khatulistiwa. Di sana, Efek<br />

Koriolis menangkis angin yang bergerak dari barat laut ke arah Australia. Angin monsun<br />

ini <strong>di</strong>terima <strong>di</strong> Asia bagian timur dan selatan serta <strong>di</strong> Australia Utara. Di Australia terja<strong>di</strong><br />

musim panas, yang dalam suatu kawasan panas maksimum (<strong>di</strong> atas 40°C) berkembang<br />

bersama-sama dengan sel tekanan rendah yang berkisar <strong>di</strong> Gurun Australia. Angin<br />

monsun berhembus ke arah sel tersebut dan membawa hujan, kadang-kadang termasuk<br />

angin topan tropis, ke arah Australia bagian utara.<br />

Angin monsun yang kuat juga mempengaruhi arus samudera. Ja<strong>di</strong>, angin baratdaya<br />

menyebabkan arus yang kuat <strong>di</strong> Lautan Arab dan Teluk Benggali, yang mengakibatkan<br />

arus samudera bergerak searah jarum jam selama bulan Juni sampai dengan bulan<br />

September sedangkan angin timur laut menyebabkan gerak berlawanan dengan arah<br />

jarum jam <strong>di</strong> samudera ini selama bulan November sampai Pebruari. Arus yang mengalir<br />

antara Korea dan Jepang mengalir ke arah utara selama angin monsun panas dan berbalik<br />

arah pada musim <strong>di</strong>ngin.


3. Angin Pasat dan Angin Anti Pasat<br />

Angin pasat<br />

Angin passat adalah angin bertiup tetap sepanjang tahun dari daerah subtropik menuju ke<br />

daerah ekuator (khatulistiwa). Lihat gambar 6: a) Angin Passat Timur Laut bertiup <strong>di</strong><br />

belahan bumi Utara. b) Angin Passat Tenggara bertiup <strong>di</strong> belahan bumi Selatan.<br />

Di sekitar khatulistiwa, kedua angin passat ini bertemu. Karena temperatur <strong>di</strong> daerah<br />

tropis selalu tinggi, maka massa <strong>udara</strong> tersebut <strong>di</strong>paksa naik secara vertikal (konveksi).<br />

Daerah pertemuan kedua angin passat tersebut <strong>di</strong>namakan Daerah Konvergensi Antar<br />

Tropik (DKAT). DKAT <strong>di</strong>tandai dengan temperatur yang selalu tinggi. Akibat kenaikan<br />

massa <strong>udara</strong> ini, wilayah DKAT terbebas dari adanya angin topan. Akibatnya daerah ini<br />

<strong>di</strong>namakan daerah doldrum (wilayah tenang).<br />

Angin anti pasat<br />

Udara <strong>di</strong> atas daerah ekuator yang mengalir ke daerah kutub dan turun <strong>di</strong> daerah<br />

maksimum subtropik merupakan angin Anti Passat. Di belahan bumi Utara <strong>di</strong>sebut Angin<br />

Anti Passat Barat Daya dan <strong>di</strong> belahan bumi Selatan <strong>di</strong>sebut Angin Anti Passat Barat<br />

Laut. Pada daerah sekitar lintang 20o - 30o LU dan LS, angin anti passat kembali turun


secara vertikal sebagai angin yang kering. Angin kering ini menyerap uap air <strong>di</strong> <strong>udara</strong><br />

dan permukaan daratan. Akibatnya, terbentuk gurun <strong>di</strong> muka bumi, misalnya gurun <strong>di</strong><br />

Sau<strong>di</strong> Arabia, Gurun Sahara (Afrika), dan gurun <strong>di</strong> Australia. Di daerah Subtropik (30o –<br />

40o LU/LS) terdapat daerah “teduh subtropik” yang <strong>udara</strong>nya tenang, turun dari atas, dan<br />

tidak ada angin. Sedangkan <strong>di</strong> daerah ekuator antara 10o LU – 10o LS terdapat juga<br />

daerah tenang yang <strong>di</strong>sebut daerah “teduh ekuator” atau “daerah doldrum”<br />

4. Angin Lokal<br />

Selain angin muson barat dan timur juga terdapat angin lokal. Angin ini bertiup setiap<br />

hari, seperti angin darat, angin laut, angin lembah dan angin gunung.<br />

1) Angin Darat dan Angin Laut<br />

Angin ini terja<strong>di</strong> <strong>di</strong> daerah pantai yang <strong>di</strong>akibatkan adanya perbedaan sifat daratan<br />

dan lautan. Pada malam hari daratan lebih <strong>di</strong>ngin daripada lautan sehingga <strong>di</strong> daratan<br />

merupakan daerah maksimum yang menyebabkan terja<strong>di</strong>nya angin darat. Sebaliknya,<br />

pada siang hari terja<strong>di</strong> angin laut. Perhatikan gambar 20. Kedua angin ini banyak<br />

<strong>di</strong>manfaatkan oleh para nelayan tra<strong>di</strong>sional untuk menangkap ikan <strong>di</strong> laut. Pada<br />

malam hari saat bertiupnya angin darat, para nelayan pergi menangkap ikan <strong>di</strong> laut.


Sebaliknya pada siang hari saat bertiupnya angin laut, para nelayan pulang dari<br />

penangkapannya.<br />

2) Angin Lembah dan Angin Gunung<br />

Pada siang hari puncak gunung lebih cepat menerima panas daripada lembah yang<br />

dalam keadaan tertutup. Puncak gunung tekanan <strong>udara</strong>nya minimum dan lembah<br />

tekanan <strong>udara</strong>nya maksimum. Karena keadaan ini maka <strong>udara</strong> bergerak dari lembah<br />

menyusur lereng menuju ke puncak gunung. Angin dari lembah ini <strong>di</strong>sebut angin<br />

lembah.<br />

Pada malam hari puncak gunung lebih cepat mengeluarkan panas daripada lembah.<br />

Akibatnya <strong>di</strong> puncak gunung bertekanan lebih tinggi (maksimum) <strong>di</strong>ban<strong>di</strong>ngkan<br />

dengan <strong>di</strong> lembah (minimum) sehingga angin bertiup dari puncak gunung menuruni<br />

lereng menuju ke lembah. Angin dari puncak gunung ini <strong>di</strong>sebut angin gunung<br />

3) Angin Jatuh yang sifatnya kering dan panas<br />

Angin jatuh atau Fohn ialah angin jatuh bersifatnya kering dan panas terdapat <strong>di</strong><br />

lereng pegunungan Alpine. Sejenis angin ini banyak terdapat <strong>di</strong> Indonesia dengan<br />

nama angin Bahorok (Deli), angin Kumbang (Cirebon), angin Gen<strong>di</strong>ng <strong>di</strong> Pasuruan<br />

(Jawa Timur), dan Angin Brubu <strong>di</strong> Sulawesi Selatan).<br />

.


Daftar Pustaka<br />

http://elcom.umy.ac.id/elschool/muallimin_muhamma<strong>di</strong>yah/file.php/1/materi/Geografi/AT<br />

MOSFER%20(Cuaca%20dan%20Iklim).pdf<br />

http://ft.unsada.ac.id/wp-content/uploads/2008/04/bab6a-tm1.pdf<br />

http://id.wikipe<strong>di</strong>a.org/wiki/Oseanografi<br />

http://portal.bppt.go.id/berita/index.php?id=605]<br />

http://www.geocities.com/dmipa/article/sp/Rotasi.PDF<br />

http://www.puslittan.bogor.net/berkas_PDF/IPTEK/2006/Nomor-2/01-GatotIrianto.pdf


LINGKUNGAN DAN KEHIDUPAN DI LAUT<br />

Disusun untuk memenuhi tugas<br />

Matakuliah Oceanografi<br />

Yang <strong>di</strong>bimbing oleh Bapak Bagus Setiabu<strong>di</strong> Wiwoho<br />

Nailul Maram<br />

Oleh:<br />

(206351403553)<br />

Miftakul Janah (106351403454)<br />

Muhammad Syaifu<strong>di</strong>n (106351403446)<br />

UNIVERSITAS NEGERI MALANG<br />

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM<br />

JURUSAN GEOGRAFI<br />

S1 PENDIDIKAN GEOGRAFI<br />

AGUSTUS 2008


KATA PENGANTAR<br />

Alhamdulillah berkat ridho dan karunia-Nyalah makalah yang berjudul<br />

“Kehidupan <strong>di</strong> Laut” dapat kami selesaikan dengan baik.<br />

Terima kasih kepada Bapak Bagus Setiabu<strong>di</strong> Wiwoho sebagai dosen<br />

pembimbing Matakuliah Oceanografi, teman-teman yang mengikuti matakuliah<br />

tersebut yang telah ikut mendukung, memotivasi, dan memberikan masukan<br />

dalam selesainya makalah ini, serta kepada semua pihak yang telah membantu<br />

dalam terselesainya makalah ini.<br />

Kami menyadari makalah ini mengandung banyak kekurangan, baik dari<br />

segi isi maupun sistematika. Oleh karena itu, kami sangat berterima kasih apabila<br />

ada kritik dan saran untuk perbaikan dan kemaslahatan makalah ini.<br />

Malang, 15 Nopember 2008,<br />

Penulis


BAB I<br />

PENDAHULUAN<br />

A. Latar Belakang<br />

Laut adalah bagian dari bumi kita yang tertutup oleh air asin. Kata laut<br />

sudah <strong>di</strong>kenal sejak dulu kala oleh bangsa kita dan bahkan oleh bangsa-bangsa<br />

<strong>di</strong>beberapa Negara <strong>di</strong> Asia Tenggara seperti Filipina, malaisia, Thailand,<br />

singapura dan mungkin beberapa suku bangsa <strong>di</strong> kawasan ini. Laut lepas yang<br />

luas yang <strong>di</strong>batasi oleh benua-benua kita kenal sebagai samudera.<br />

Bangsa Eropa mempunyai cerita tersen<strong>di</strong>ri tentang asal-usul kata samudera ini.<br />

Mereka menamakan The ocean yang berasal dari kata Yunani kuno Oceanus.<br />

Dipermukaan bumi kita terdapat tiga samudera yakni atlantik, pasifik, dan hin<strong>di</strong>a<br />

(In<strong>di</strong>a).<br />

Kehidupan biota laut baik tumbuh-tumbuhan, hewan maupun mikroba,<br />

<strong>di</strong>manapun ia terdapat selalu <strong>di</strong>pengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan. Factorfaktor<br />

tersebut dapat berpengaruh bersama-sama dan sederajat, atau satu faktor<br />

yang lebih menonjol pengaruhnya daripada faktor yang lain. Seperti pada muara<br />

sungai, faktor salinitas lebih menonjol pengaruhnya daripada faktor-faktor lain<br />

dalam kaitannya dengan sebaran biota dari sungai ke laut dan selanjutnya.<br />

Lingkungan laut selalu berubah atau <strong>di</strong>namik. Kadang-kadnag perubahan<br />

ini lambat seperti datangnya jaman es yang memakan waktu ribuan tahun.<br />

Kadang-kadang cepat seperti datangnya hujan badai yang menumpahkan air tawar<br />

dan mengalirkan endapan Lumpur dari darat ke laut. Cepat atau lambatnya<br />

perubahan itu sama-sama mempunyai pengaruh, yaitu kedua sifat perubahan<br />

tersebut akan mengubah intensitas faktor-faktor lingkungan tersebut. Perubahan<br />

apapun yang terja<strong>di</strong> akan baik bagi suatu kehidupan dan buruk bagi kehidupan<br />

yang lain. Karena <strong>di</strong>namika atau terus berubahnya lingkungan ini, makhluk hidup<br />

akan juga berubah.<br />

Oleh karena itu, pada makalah ini, kami akan membahas tentang biota<br />

yang terdapat <strong>di</strong> laut.


B. Rumusan Masalah<br />

Berdasarkan latar belakang <strong>di</strong> atas, maka rumusan masalah dari makalah<br />

ini antara lain:<br />

1. Apa sajakah lingkungan yang ada <strong>di</strong> laut berdasarkan zonasinya?<br />

2. Bagaimana keberadaan makhluk hidup yang ada <strong>di</strong> lingkungan laut?<br />

C. Tujuan<br />

1. Mengetahui apa sajakah lingkungan yang ada <strong>di</strong> laut berdasarkan<br />

zonasinya<br />

2. Mengetahui bagaimana keberadaan makhluk hidup yang ada <strong>di</strong><br />

lingkungan laut


BAB II<br />

PEMBAHASAN<br />

ZONASI ATAU PEMINTAKAN LINGKUNGAN LAUT<br />

Lingkungan laut sangat luas cakupannnya dan sangat majemuk sifatnya.<br />

Karena luasnya dan majemuknya lingkungan tersebut, tiada satu kelompok biota<br />

laut pun yang mampu hidup <strong>di</strong> semua bagian lingkungan laut tersebut dan <strong>di</strong><br />

segala kon<strong>di</strong>si lingkungan yang majemuk. Mereka <strong>di</strong>kelompok-kelompokan oleh<br />

pengaruh sifat-sifat lingkungan yang berbeda-beda ke dalam lingkungan yang<br />

berbeda-beda pula. Para ahli oceanologi membagi-bagi lingkungan laut menja<strong>di</strong><br />

zona-zona atau mintakat-mintakat menurut kriteria yang berbeda.<br />

Karena lingkungan laut ter<strong>di</strong>ri dari dasar laut dan kolam air <strong>di</strong>atasnya maka<br />

lingkungan ini dapat <strong>di</strong>bagi menja<strong>di</strong> dua bagian utama, yakni bagian pelagic<br />

meliputi seluruh kolom air <strong>di</strong>mana tumbuh-tumbuhan dan hewan mengapung atau<br />

berenang dan bagian dasar laut atau bentik yang meliputi semua lingkungan dasar<br />

laut <strong>di</strong>mana biota laut hidup melata, memendamkan <strong>di</strong>ri atau meliang, mulai dari<br />

pantai sampai ke dasar laut terdalam.<br />

A. Lingkungan Pelagik<br />

Semua biota yang hidup <strong>di</strong> lingkungan laut tetapi tidak hidup <strong>di</strong> dasar laut<br />

<strong>di</strong>namakan biota pelagic. Lingkungan ini mencakup kolom air mulai dari<br />

permukaan dasar laut sampai paras laut. Lingkungan pelagic mempunyai batas<br />

wilayah atau mintakat yang meluas dari garis pantai sampai wilayah laut terdalam.<br />

Dalam pemintakatan lingkungan pelagik, dasar yang <strong>di</strong>pakai untuk membagi-bagi<br />

lingkungan yang lebih kecil lagi adalah berdasar pada tingkat kedalaman. Tetapi<br />

ada juga pembagian mintakat yang sifatnya fisiografik, seperti mintakat neritik<br />

dan oceanografik.<br />

1. Mintakat neritik<br />

Perbedaan mintakat neritik yang berada <strong>di</strong> paparan benua <strong>di</strong>huni oleh<br />

masyarakat biota laut dengan mintakat oseanik:<br />

a. Kandungan zat hara <strong>di</strong> mintakat neritik melimpah.


. Sifat kimia perairan neritik berbeda dengan perairan oseanik karena<br />

berbeda-bedanya zat-zat terlarut yang <strong>di</strong>bawa ke laut dari daratan.<br />

c. Perairan neritik sangat berubah-ubah, baik dalam waktu maupun dalam<br />

ruang, jika <strong>di</strong>ban<strong>di</strong>ngkan dengan perairan oseanik. Hal ini dapat terja<strong>di</strong><br />

karena dekatnya mintakat ini dengan daratan dan adanya tumpahan<br />

berbagai zat terlarut dari darat ke laut.<br />

d. Penembusan cahaya, kandungan se<strong>di</strong>ment dan energi fisik dalam kolom<br />

air berbeda antara mintakat neritik dan oseanik.<br />

2. Mintakat oseanik<br />

Kolom air <strong>di</strong> mintakat oseanik biasanya <strong>di</strong>bagi menja<strong>di</strong> empat lapisan<br />

perairan. Masing-masing lapisan dapat <strong>di</strong>anggap sebagai satu lingkungan perairan<br />

dan luasnya sebagai satu mintakat. Keempat lingkungan perairan atau mintakat itu<br />

adalah:<br />

a. Mintakat Pelagik<br />

Yaitu perairan oseanik atas yang meluas dari permukaan laut<br />

sampai kedalaman 200 m.<br />

b. Mintakat Pesopelagik<br />

Yaitu terdapat <strong>di</strong>bawah mintakat epipelagik. Mintakat mesopelagik<br />

meluas sampai ke kedalaman 1000 m, ja<strong>di</strong> lingkungan ini terletak<br />

antara kedalaman 200 m dan 1000 m. Lapisan perairan ini bertepatan<br />

dengan mintakat terja<strong>di</strong>nya perubahan-perubahan suhu yang besar dan<br />

tempat terja<strong>di</strong>nya termoklin. Karena letaknya <strong>di</strong>bawah mintakat fotik<br />

(Cahaya) maka tidak terdapat kegiatan yang menghasilkan produksi<br />

primer. Mintakat ini terutama <strong>di</strong>huni oleh konsumen primer yang<br />

memanfaatkan detritus yang turun dari lapisan yang lebih dangkal.<br />

1) Mintakat batipelagik meluas dari kedalaman 100 m sampai<br />

kedalaman 4000 m itu sama dengan kedalaman dasar laut dalam.<br />

Sifat-sifat fisiknya seragam.<br />

2) Mintakat abisopelagik meluas ke bagian-bagian terdalam dari<br />

samudera atau mudahnya <strong>di</strong>sebut mintakat palung. Biota laut yang<br />

hidup <strong>di</strong> mintakat ini mengalami kegelapan, karena tiada cahaya,<br />

suhu <strong>di</strong>ngin dan tekanan air yang tinggi. Mintakat ini merupakan


lingkungan hidup atau habitat yang paling sederhana, artinya<br />

berubah-berubahnya factor-faktor lingkungan terkecil <strong>di</strong> mintakat<br />

ini. Di perairan abisal ini tidak ada cahaya kecuali cahaya yang<br />

berasal dari hewan-hewan laut yang hidup <strong>di</strong> mintakat ini atau<br />

bioluminesensi atau biopendar cahaya. Di mintakat ini tidak terja<strong>di</strong><br />

fotosintesis dan tumbuhan yang hidup sangat se<strong>di</strong>kit atau tidak ada<br />

sama sekali. Perubahan suhu, salinitas dan kon<strong>di</strong>si srupa tidak<br />

terja<strong>di</strong> atau kalu ada sangat kecil sehingga dapat <strong>di</strong>abaikan <strong>di</strong>lihat<br />

dari segi ekologik.<br />

B. Lingkungan Bentik<br />

Lebih sederhana dari lingkungan pelagic, lingkungan bentik <strong>di</strong>bagi<br />

menja<strong>di</strong> mintakat litoral yang meluas mulai dari garis pasang tertinggi sampai ke<br />

pinggiran paparan benua, dan mintakat dasar laut dalam yang meluas mulai dari<br />

pinggir paparan benua sampai ke dasaar laut terdalam dari samudera. Garis<br />

pembatas antara litoral dan laut jeluk biasanya terletak pada kedalaman 200 m dan<br />

secara kasar merupakan kedalaman dengan sinar matahari masih dapat menembus<br />

dasar laut.<br />

1. Mintakat Litoral<br />

Pantai yang secara berkala mengalami perendaman dan pengeringan akibat<br />

terja<strong>di</strong>nya proses pasang surut seperti yang <strong>di</strong>terangkan <strong>di</strong> bab sebelumnya oleh<br />

para ilmuwan <strong>di</strong>bagi-bagi menurut berbagai sudut pandang. Mintakat litoral atau<br />

mintakat pasut adalah bentangan pantai yang terletak antara paras air tertinggi dari<br />

pasut purnama ke arh daratan dan paras air terendah dari pasut purnama.<br />

2. Mintakat Abisal<br />

Lingkungan dasar laut abisal dalam banyak hal menyerupai dasar lumpur<br />

yang terdapat pada dasar perairan yang lebih dangkal dan dapat <strong>di</strong>anggap<br />

menimbulkan masalah bagi penghuninya. Benda-benda keras seperti batu yang<br />

dapat <strong>di</strong>gunakan untuk menempel bagi hewan-hewan tertentu jarang sekali<br />

terdapat. Hewan-hewan bercangkang seperti keong dan kerang biasanya tipis<br />

cangkangnya dan jika mati cangkangnya cepat terlarut. Plankton yang mati yang


jutaan jumlahnya, sebelum mencapai dasar abisal sudah <strong>di</strong>makan oleh hewan atau<br />

sudah terurai saat melewati lapisan air yang lebih dangkal.<br />

KEHIDUPAN DI LAUT<br />

Jumlah dan keanekaragaman jenis biota yang hidup <strong>di</strong> laut sangat<br />

menakjubkan. Walaupun sudah banyak sekali <strong>di</strong>ketahui jenis-jenis tersebut,<br />

ilmuwan masih saja menemukan penghuni-penghuni baru, terutama <strong>di</strong> daerahdaerah<br />

terpencil dan <strong>di</strong> lingkungan laut yang dulunya tak pernah <strong>di</strong>jangkau orang.<br />

Perbedaan keadaan berbagai lingkungan <strong>di</strong> laut sangat besar dan penghuninya pun<br />

beraneka ragam. Namun demikian ada keteraturan dalam penyebaran makhlukmakhluk<br />

laut tersebut.<br />

Di laut terdapat makhluk-makhluk mulai dari yang berupa jasad-jasad<br />

hidup bersel satu yang sangat kecil sampai yang berupa jasad-jasad hidup yang<br />

berukuran yang sangat besar seperti ikan paus yang panjangnya lebih dari 10 m.<br />

Ratusan ribu jenis biota laut yang saling berinteraksi, tetapi <strong>di</strong> beberapa wilayah<br />

perairan yang lain hanya terdapat beberapa jenis biota laut yang hidup dan<br />

berinteraksi karena kendala makanan khususnya dan Kendal lingkungan<br />

umumnya.<br />

Berbagai Bentuk Kehidupan Laut<br />

Meskipun <strong>di</strong> laut terdapat kehidupan yang sangat beraneka ragam, tetapi<br />

lazimnya biota laut hanya <strong>di</strong>kelompokkan ke dalam tiga kategori utama, yakni<br />

plankton, nekton dan bentos. Pengelompokan ini tidak ada kaitannya dengan jenis<br />

menurut klasifikasi ilmiah, ukuran atau apakah mereka tumbuh-tumbuhan atau<br />

hewan, tetapi hanya <strong>di</strong>dasarkan pada kebiasaan hidup mereka secara umum,<br />

seperti gerakan berjalan, pola hidup dan sebaran menurut ekologi.<br />

Plankton adalah biota yang hidup <strong>di</strong> mintakat pelagic dan mengapung,<br />

menghanyut atau berenang sangat lemah, artinya mereka tak dapat melawan arus.<br />

Plankton ter<strong>di</strong>ri dari fitoplankton atau plankton tumbuh-tumbuhan dan<br />

zooplankton atau plankton hewan. Sedangkan Nekton adalah biota yang<br />

berenang-renag yang hanya ter<strong>di</strong>ri dari hewan. Bentos (Benthos) adalah biota


yang hidup <strong>di</strong> atas atau <strong>di</strong> dalam dasar laut, baik itu tumbuh-tumbuhan maupun<br />

hewan.<br />

Plankton merupakan biota laut yang teramat beraneka ragam dan terdapat <strong>di</strong> laut,<br />

menyusul kemu<strong>di</strong>an bentos. Banyak biota laut yang dalam daur hidupnya<br />

menempuh lebih dari satu cara hidup. Pada saat mereka menja<strong>di</strong> larva atau<br />

juwana, mereka hidup sebagai plankton dan kemu<strong>di</strong>an menja<strong>di</strong> nekton atau bentos<br />

pada saat dewasa.<br />

A. Plankton<br />

Biota yang mengapung ini mencakup sejumlah besar biota laut baik<br />

<strong>di</strong>tinjau dari jumlah jenisnya maupun kepadatannya. Produsen primer<br />

(fitoplankton), herbivore, konsumen tingkat pertama, larva dan juwana planktonik<br />

dari hewan lain, <strong>di</strong>gabung menja<strong>di</strong> satu membentuk volume biota laut yang luar<br />

biasa besarnya. Mereka hidup terbatas <strong>di</strong> lapisan perairan laut beberapa ratus<br />

meter dari permukaan laut.<br />

Ukuran plankton sangat beraneka ragam, dar yang terkecil yang <strong>di</strong>sebut<br />

ultraplankton berukuran


sebagian hidup sebagai meroplankton, dan sebagian pula sebagai holoplankton.<br />

Hampir semua hewan laut menghabiskan sebagian hidupnya dalam bentuk<br />

plankton.<br />

B. Nekton<br />

Hewan-hewan perenang <strong>di</strong> laut sudah lama menja<strong>di</strong> perhatian manusia,<br />

karena nilai ekonomiknya yang besar sebagai sumber makanan. Kelompok ini<br />

kurang beraneka ragam <strong>di</strong>ban<strong>di</strong>ngkan dengan dua kelompok yang lain, yaitu<br />

planton dan bentos. Kelompok yang termasuk dalam nekton ini adalah ikan<br />

bertulang belakang rawan, ikan bertulang keras, penyu, ular, dan hewan menyusui<br />

laut yang termasuk vertebrata. Sotong, dan cumi-cumi yang termasuk mollusca<br />

juga termasuk nekton. Tidak ada tumbuh-tumbuhan yang mampu berenang,<br />

sehingga tidak ada tumbuhan yang termasuk nekton ini.<br />

C. Bentos<br />

Bentos mencakup biota menempel, merayap, dan meliang <strong>di</strong> dasar laut. Kelompok<br />

biota ini hidup <strong>di</strong> dasar perairan mulai dari garis pasang-surut sampai dasar<br />

abasial. Contoh biota menempel, yaitu sepon, teritip, dan tiram. Kemu<strong>di</strong>an yang<br />

merayap, yaitu kepiting, dan udang karang, dan biota meliang yaitu jenis karang<br />

tertentu, dan cacing.<br />

Selain pembagian seperti yang tersebut <strong>di</strong> atas, biota laut juga dapat<br />

<strong>di</strong>bagi menurut cara makannya. Mereka yang dapat menghasilkan makanannya<br />

sen<strong>di</strong>ri <strong>di</strong>namakan autotrof. Termasuk <strong>di</strong> dalam golongan ini adalah tumbuhtumbuhan.<br />

Mereka dapat menghasilkan makanannya sen<strong>di</strong>ri tanpa tergantung<br />

pada biota lain dengan berfotosintesis. Mereka yang tidak dapat menghasilkan<br />

makanan sen<strong>di</strong>ri <strong>di</strong>namakan biota heterotrof.


A. Ringkasan<br />

BAB III<br />

PENUTUP<br />

• lingkungan laut ini dapat <strong>di</strong>bagi menja<strong>di</strong> dua bagian utama, yakni<br />

bagian pelagic meliputi seluruh kolom air <strong>di</strong>mana tumbuh-tumbuhan<br />

dan hewan mengapung atau berenang dan bagian dasar laut atau bentik<br />

yang meliputi semua lingkungan dasar laut <strong>di</strong>mana biota laut hidup<br />

melata, memendamkan <strong>di</strong>ri atau meliang, mulai dari pantai sampai ke<br />

dasar laut terdalam<br />

• Plankton adalah biota yang hidup <strong>di</strong> mintakat pelagic dan mengapung,<br />

menghanyut atau berenang sangat lemah, artinya mereka tak dapat<br />

melawan arus<br />

• Nekton adalah biota yang berenang-renag yang hanya ter<strong>di</strong>ri dari<br />

hewan<br />

• Bentos (Benthos) adalah biota yang hidup <strong>di</strong> atas atau <strong>di</strong> dalam dasar<br />

laut, baik itu tumbuh-tumbuhan maupun hewan


Daftar Pustaka<br />

Romimohtarto Kasijan, dan Juwana, Sri. 2001. Biota Laut: Ilmu Pengetahuan<br />

Tentang Biota Laut. Djakarta: Djambatan


WILAYAH PESISIR DAN PROSES<br />

PAPER<br />

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Oseanografi<br />

yang <strong>di</strong>bimbing oleh Bapak Bagus Setiabu<strong>di</strong> Wiwoho<br />

oleh :<br />

Wahyu Wardani 106351400649<br />

Antis RR Diniy 106351400659<br />

UNIVERSITAS NEGERI MALANG<br />

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM<br />

JURUSAN GEOGRAFI<br />

November 2008


A. Wilayah Pesisir<br />

Wilayah pesisir adalah daerah pertemuan antara darat dan laut, dengan<br />

batas ke arah darat meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air<br />

yang masih mendapat pengaruh sifat-sifat laut seperti angin laut, pasang surut,<br />

perembesan air laut (intrusi) yang <strong>di</strong>cirikan oleh vegetasinya yang khas,<br />

sedangkan batas wilayah pesisir ke arah laut mencakup bagian atau batas terluar<br />

daripada daerah paparan benua (continental shelf), <strong>di</strong>mana ciri-ciri perairan ini<br />

masih <strong>di</strong>pengaruhi oleh proses alami yang terja<strong>di</strong> <strong>di</strong> darat seperti se<strong>di</strong>mentasi dan<br />

aliran air tawar, maupun proses yang <strong>di</strong>sebabkan oleh kegiatan manusia <strong>di</strong> darat<br />

seperti penggundulan hutan dan pencemaran (Bengen, 2002).<br />

Wilayah pesisir merupakan daerah pertemuan antara darat dan laut; ke<br />

arah darat meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air, yang masih<br />

<strong>di</strong>pengaruhi sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut, dan perembesan air<br />

asin; sedangkan ke arah laut meliputi bagian laut yang masih <strong>di</strong>pengaruhi oleh<br />

proses-proses alami yang terja<strong>di</strong> <strong>di</strong> darat seperti se<strong>di</strong>mentasi dan aliran air tawar,<br />

maupun yang <strong>di</strong>sebabkan oleh kegiatan manusia <strong>di</strong> darat seperti penggundulan<br />

hutan dan pencemaran (Soegiarto, 1976; Dahuri et al, 2001).<br />

Berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor:<br />

KEP.10/MEN/2002 tentang Pedoman Umum Perencanaan Pengelolaan Pesisir<br />

Terpadu, Wilayah Pesisir <strong>di</strong>definisikan sebagai wilayah peralihan antara<br />

ekosistem darat dan laut yang saling berinteraksi, <strong>di</strong>mana ke arah laut 12 mil dari<br />

garis pantai untuk propinsi dan sepertiga dari wilayah laut itu (kewenangan<br />

propinsi) untuk kabupaten/kota dan ke arah darat batas administrasi<br />

kabupaten/kota.<br />

Berdasarkan batasan tersebut <strong>di</strong> atas, beberapa ekosistem wilayah pesisir<br />

yang khas seperti estuaria, delta, laguna, terumbu karang (coral reef), padang<br />

lamun (seagrass), hutan mangrove, hutan rawa, dan bukit pasir (sand dune)<br />

tercakup dalam wilayah ini. Luas suatu wilayah pesisir sangat tergantung pada<br />

struktur geologi yang <strong>di</strong>cirikan oleh topografi dari wilayah yang membentuk tipetipe<br />

wilayah pesisir tersebut. Wilayah pesisir yang berhubungan dengan tepi<br />

benua yang meluas (trailing edge) mempunyai konfigurasi yang landai dan luas.<br />

Ke arah darat dari garis pantai terbentang ekosistem payau yang landai dan ke


arah laut terdapat paparan benua yang luas. Bagi wilayah pesisir yang<br />

berhubungan dengan tepi benua patahan atau tubrukan (collision edge), dataran<br />

pesisirnya sempit, curam dan berbukit-bukit, sementara jangkauan paparan<br />

benuanya ke arah laut juga sempit.<br />

Mendasarkan pada batasan tersebut, dapat <strong>di</strong>simpulkan bahwa wilayah<br />

pesisir merupakan wilayah peralihan (interface) antara daratan dan laut. Oleh<br />

karena itu, wilayah pesisir merupakan ekosistem khas yang kaya akan sumberdaya<br />

alam baik sumberdaya alam dapat pulih (renewable resources) seperti ikan,<br />

terumbu karang, hutan mangrove, dan sumberdaya tak dapat pulih (non-renewable<br />

resources) seperti minyak dan gas bumi, bahan tambang dan mineral lainnya.<br />

Selain itu <strong>di</strong>wilayah pesisir juga terdapat berbagai macam proses yang sangat khas<br />

pula, seperti gelombang, erosi dan pengedapan, dan proses lainnya yang dapat<br />

membentuk wilayah pesisir menja<strong>di</strong> lebih komplit.<br />

Ekosistem alami <strong>di</strong> wilayah pesisir antara lain adalah terumbu karang<br />

(coral reefs), hutan mangrove, padang lamun (sea grass), pantai berpasir (sandy<br />

beach), pantai berbatu (rocky beach), formasi pescaprea, formasi baringtonia,<br />

estuaria, laguna, delta dan ekosistem pulau kecil. Sedangkan ekosistem buatan<br />

dapat berupa tambak, pemukiman, pelabuhan, kawasan industri, pariwisata dan<br />

sebagainya.<br />

B. Pembagian Zone Wilayah Pesisir<br />

Setiap zone perairan <strong>di</strong>pesisir mengalami proses mengahasilkan struktur<br />

se<strong>di</strong>men yang khas dan berbeda satu sama lainnya.Berdasarkan hal ini zone<br />

pesisir <strong>di</strong>bagi menja<strong>di</strong> backshore, foreshore, shoreface, dan offshore.<br />

1. Backshore terletak <strong>di</strong>antara batas bawah gumuk pasir (sand dune) hingga<br />

ke garis air pasang paling tinggi (mean high water line). Ja<strong>di</strong> Backshore<br />

terdapat <strong>di</strong> amabang pantai (beach bar).<br />

2. Foreshore yaitu zone pasang surut, kawasan yang terletak <strong>di</strong> antara batas<br />

atas dan bawah pasang air laut <strong>di</strong>sebut. Backshore dan foreshore<br />

merupkan bagian atas dari pesisir pantai. Dikawasan ini terdapat zone<br />

pemecah, zone swash dan arus sepanjang pantai (longshore current).


Sehingga kawasan ini menerima tenaga aliran yang kuat. Se<strong>di</strong>mense<strong>di</strong>men<br />

yang ada <strong>di</strong>wilayah ini kebanyakan ter<strong>di</strong>ri dari material pasir.<br />

3. Shoreface yaitu zone yang berbatasan dengan zone peralihan. Batas<br />

bawah shoreface bergantung pada rata-rata dasar gelombang maksimal<br />

(average maximum wave base). Di kawasan shoreface se<strong>di</strong>mennya ter<strong>di</strong>ri<br />

dari pasir bersih, <strong>di</strong>bagian atas shoreface terdapat arus pesisir pantai. Pada<br />

saat cuaca buruk arus ini akan bertambah kuat dan akan mengkikis bagian<br />

atas shoreface dan mengendapkannya semula <strong>di</strong> bagian bawah shoreface<br />

atau membawanya kearah daratan seperti laguna. Ja<strong>di</strong> <strong>di</strong>bagian shoreface<br />

se<strong>di</strong>mennya makin kasar kearah daratan dan riak simetri berubak menja<strong>di</strong><br />

tak simetri dan gumuk (Clifton, 1967). Bagian bawah shoreface ter<strong>di</strong>ri dari<br />

lapisan dan percampuran antara lumpur dan pasir, tetapi pada saat cuaca<br />

buruk bagian bawahnya mengalami tindakan gelombang dan akibatnya<br />

endapan pasir akan percampuran lumpur dan pasir akan terbentuk <strong>di</strong><br />

kawasan ini.<br />

4. Offshore merupakan zone lepas pantaiyang mengarah kelaut.


Gambar B.1 Pembagian Zone Pesisir Berdasarkan Strukturnya<br />

Selain pembagian <strong>di</strong>atas wilayah pesisir juga dapat <strong>di</strong>bagi berdasarkan<br />

kedalamannya, yaitu:<br />

1. Zona Lithoral, adalah wilayah pantai atau pesisir atau “shore”. Di<br />

wilayahini pada saat air pasang tergenang air dan pada saat air laut surut<br />

berubahmenja<strong>di</strong> daratan. Oleh karena itu wilayah ini sering <strong>di</strong>sebut juga<br />

wilayah pasang surut.<br />

2. Zona Meritic (wilayah laut dangkal), yaitu dari batas wilayah pasang<br />

surut hingga kedalaman 150 m. Pada zona ini masih dapat <strong>di</strong>tembus oleh<br />

sinar matahari sehingga wilayah ini paling banyak terdapat berbagai jenis


kehidupan baik hewan maupun tumbuhan-tumbuhan, contoh Jaut Jawa,<br />

Laut Natuna, Selat Malaka dan laut-laut <strong>di</strong>sekitar kepulauan Riau.<br />

3. Zona Bathyal (wilayah laut dalam), adalah wilayah laut yang memiliki<br />

kedalaman antara 150 hingga 1800 meter. Wilayah ini tidak dapat<br />

<strong>di</strong>tembus sinar matahari, oleh karena itu kehidupan organismenya tidak<br />

sebanyak yang terdapat <strong>di</strong> zona meritic.<br />

4. Zona Abysal (wilayah laut sangat dalam), yaitu wilayah laut yang<br />

memiliki kedalaman lebih dari 1800 m. Di wilayah ini suhunya sangat<br />

<strong>di</strong>ngin dan tidak ada tumbuh-tumbuhan, jenis hewan yang hidup <strong>di</strong><br />

wilayah ini sangat terbatas.<br />

Gambar B.2 Pembagian Zone Pesisir Berdasarkan Kedalamannya<br />

C. Proses yang Terja<strong>di</strong> <strong>di</strong> Wilayah Pesisir<br />

Daerah pesisir merupakan daerah yang selalu mengalami perubahan,<br />

karena daerah tersebut menja<strong>di</strong> tempat bertemunya dua kekuatan, yaitu berasal<br />

dari daratan dan lautan. Perubahan lingkungan pesisir dapat terja<strong>di</strong> secara lambat<br />

hingga sangat cepat, tergantung pada imbang daya antara topografi, batuan dan<br />

sifat-sifatnya dengan gelombang, pasang surut dan angin. Perubahan pesisir<br />

terja<strong>di</strong> apabila proses geomorfologi yang terja<strong>di</strong> pada suatu segmen pesisir<br />

melebihi proses yang biasa terja<strong>di</strong>. Perubahan proses geomorfologi tersebut<br />

sebagai akibat dari sejumlah faktor lingkungan seperti faktor geologi,<br />

geomorfologi, iklim, biotik, pasang surut, gelombang, arus laut, dan salinitas<br />

(Sutikno, 1993 dalam Johanson D. Putinella, 2002). Iklim mempengaruhi


gelombang dan juga aktivitas biologi serta proses-proses kimia <strong>di</strong> permukaan atau<br />

dekat dengan permukaan seperti evaporation, penyemian dan lain-lain.<br />

Menurut Dahuri (1996) dalam Johanson. D. Putinella (2002), ombak<br />

merupakan salah satu penyebab yang berperan besar dalam pembentukan pesisir.<br />

Ombak yang terja<strong>di</strong> <strong>di</strong> laut dalam pada umumnya tidak berpengaruh terhadap<br />

dasar laut dan se<strong>di</strong>men yang terdapat <strong>di</strong> dalamnya. Sebaliknya ombak yang<br />

terdapat <strong>di</strong> dekat pesisir, terutama <strong>di</strong> daerah pecahan ombak mempunyai energi<br />

besar dan sangat berperan dalam pembentukan morfologi pesisir, seperti menyeret<br />

se<strong>di</strong>men (umumnya pasir dan kerikil) yang ada <strong>di</strong> dasar laut untuk <strong>di</strong>tumpuk<br />

dalam bentuk gosong pasir. Di samping mengangkut se<strong>di</strong>men dasar, ombak<br />

berperan sangat dominan dalam menghancurkan daratan (erosi laut). Daya<br />

penghancur ombak terhadap daratan atau batuan <strong>di</strong>pengaruhi oleh beberapa faktor<br />

antara lain keterjalan garis pesisir, kekerasan batuan, rekahan pada batuan,<br />

kedalaman laut <strong>di</strong> depan pesisir, bentuk pesisir, terdapat atau tidaknya<br />

penghalang <strong>di</strong> muka pesisir dan sebagainya.<br />

Berbeda dengan ombak yang bergerak maju ke arah pesisir, arus laut,<br />

terutama yang mengalir sepanjang pesisir merupakan penyebab utama yang lain<br />

dalam membentuk morfologi pesisir. Arus laut terbentuk oleh angin yang bertiup<br />

dalam selang waktu yang lama, dapat pula terja<strong>di</strong> karena ombak yang membentur<br />

pesisir secara miring. Berbeda dengan peran ombak yang mengangkut se<strong>di</strong>men<br />

tegaklurus terhadap arah ombak, arus laut mampu membawa se<strong>di</strong>men yang<br />

mengapung maupun yang terdapat <strong>di</strong> dasar laut. Pergerakan se<strong>di</strong>men searah<br />

dengan arah pergerakan arus, umumnya menyebar sepanjang garis pesisir. Bentuk<br />

morfologi spit, tombolo, beach ridge atau akumulasi se<strong>di</strong>men <strong>di</strong> sekitar jetty<br />

(dermaga atau tembok laut) dan tanggul pantai menunjukkan hasil kerja arus laut.<br />

Dalam hal tertentu arus laut dapat pula berfungsi sebagai penyebab terja<strong>di</strong>nya<br />

abrasi pesisir.<br />

Keseimbangan antara se<strong>di</strong>men yang <strong>di</strong>bawa sungai dengan kecepatan<br />

pengangkutan se<strong>di</strong>men <strong>di</strong> muara sungai akan menentukan berkembangnya dataran<br />

pesisir. Apabila jumlah se<strong>di</strong>men yang <strong>di</strong>bawa ke laut dapat segera <strong>di</strong>angkut oleh<br />

ombak dan arus laut, maka pantai akan dalam keadaan stabil. Sebaliknya apabila<br />

jumlah se<strong>di</strong>men melebihi kemampuan ombak dan arus laut dalam


pengangkutannya, maka dataran pesisir akan bertambah. Selain itu aktivitas<br />

manusia yang memanfaatkan wilayah pesisir untuk berbagai kepentingan juga<br />

dapat merubah morfologi pesisir menja<strong>di</strong> rusak apabila pengelolaannya tidak<br />

memperhatikan kelestarian lingkungan.<br />

Proses-proses lainnya yang terja<strong>di</strong> <strong>di</strong> wilayah pesisir antara lain:<br />

• Proses Fisika yaitu proses-proses fisik yang mempengaruhi pembentukan<br />

pesisir seperti gelombang, rombakan arus (rip current), arus pasang surut,<br />

pasang surut dan sebagainya. Gelombang merupakan parameter utama<br />

dalam proses erosi atau se<strong>di</strong>mentasi .<br />

• Erosi dan atau abrasi merupakan proses pengikisan batuan yang<br />

<strong>di</strong>akibatkan oleh tenaga eksogen seperti air, angin, ombak, dan lainlainnya.<br />

• Se<strong>di</strong>mentasi yang <strong>di</strong>bawa melalui sungai, arus sepanjang tepi pantai<br />

(longshore drift), dan arus pasang surut. Se<strong>di</strong>men ini terbentuk dari<br />

lumpur, pasir, hingga kerikil. Se<strong>di</strong>men bertekstur kasar terdapat <strong>di</strong><br />

kawasan bertenaga tinggi.<br />

• Arus laut pasang surut yang <strong>di</strong>sebabkan oleh pasang surut air laut<br />

(subsidence) adalah proses naik turunnya muka laut secara hampir<br />

perio<strong>di</strong>k karena gaya tarik benda-benda angkasa, terutama bulan dan<br />

matahari. Naik turunnya muka laut dapat terja<strong>di</strong> sehari sekali (pasang surut<br />

tunggal), atau dua kali sehari (pasang surut ganda). Ketika pasang surut<br />

terbentuk <strong>di</strong>lautan luas merambat sebagai gelombang menuju lereng benua<br />

(continental slope) dan paparan benua (continental shelf), gelombang<br />

tersebut akan mengalami proses perubahan karena nakin dangkalnya<br />

perairan.<br />

D. Geomorfologi Wilayah Pesisir<br />

Bentuk/morfologi wilayah pesisir, seperti pantai terjal atau landai,<br />

<strong>di</strong>tentukan oleh kekerasan (resestivity) batuan, pola morfologi dan tahapan proses<br />

tektoniknya. Relief/topografi dasar laut perairan nusantara ter<strong>di</strong>ri dari berbagai<br />

tipe mulai dari paparan (shelf) yang dangkal, palung llaut, gunung bawah laut,<br />

terumbu karang dan sebagainya.


Kon<strong>di</strong>si oseanografi fisik <strong>di</strong> kawasan pesisir dan lautan <strong>di</strong>tentukan oleh<br />

fenomena pasang surut, arus, gelombang, kon<strong>di</strong>si suhu, salinitas serta angin.<br />

Fenomena-fenomena tersebut memberikan kekhasan karakteristik pada kawasan<br />

pesisir dan lautan. Proses-proses utama yang sering terja<strong>di</strong> <strong>di</strong> wilayah pesisir<br />

meliputi: <strong>sirkulasi</strong> massa air, percampuran (terutama antara dua massa air yang<br />

berbeda), se<strong>di</strong>mentasi dan abrasi serta upwelling.<br />

Bentukan-bentukan yang umum terdapat <strong>di</strong>wilayah pesisir adalah sebagai<br />

berikut:<br />

1. Pesisir Pantai (Beach) adalah yaitu pesisir <strong>di</strong>antara garis pasang naik dan<br />

pasang surut.<br />

2. Laguna adalah air laut dangkal yang memiliki luas beberapa mil, sering<br />

merupakan teluk atau danau yang terletak <strong>di</strong>antara pulau penghalang<br />

dengan pantai.<br />

3. Pulau Penghalang (Barrier Island) adalah gosong pasir yang tersembul<br />

<strong>di</strong>pantai yang <strong>di</strong>pisahkan dari pantai oleh laguna. Pulau penghalang ini<br />

bias tebentuk sebagai spit atau gumuk pasir yang <strong>di</strong>bentuk oleh angin atau<br />

air.<br />

4. Delta adalah deposit lumpur, pasir, atau kerikil (endapan alluvium) yang<br />

mengendap <strong>di</strong> muara suatu sungai. Delta <strong>di</strong>bagi menja<strong>di</strong> tiga berdasarkan<br />

bentuknya, yaitu Delta Arcuate (Berbentuk kipas), Delta Cuspate<br />

(Berbentuk gigi tajam), Delta Estuarine (Berbentuk estuarine).<br />

5. Goa Laut (Sea Cave) merupakan goa yang terbentuk pada terbing terjal<br />

(cliff) atau tanjung (headland) sebagai akibat erosi dari hantaman<br />

gelombang dan arus.<br />

6. Sea Arch merupakn sea cave yang telah tereosi sangat berat akibat dari<br />

hantaman ombak.<br />

7. Sea Stack merupakan tiang-tiang batu yang terpisah dari daratan yang<br />

tersusun dari batuan yang resisten sehingga masih bertahan dari hantaman<br />

gelombang.<br />

8. Rawa Air Asin (Salt Marsh) merupakan rawa yang terbentuk akibat<br />

genangan air laut <strong>di</strong> <strong>di</strong>nggir pantai.


9. Head Land yaitu batuan daratan resisten yang menjorok kelaut sebagai<br />

akibat erosi gelombang.<br />

10. Bar yaitu gosong pasir dan kerikil yang terletak pada dasar laut <strong>di</strong>pinggir<br />

pantai yang terja<strong>di</strong> oleh pengerjaan arus laut dan gelombang. Kadanngkadang<br />

terbenam seluruhnya oleh air laut. Beberapa jenis bar antara lain:<br />

• Spit yaitu yang salah satu ujunganya terikat pada daratan, sedangkan<br />

yang lainnya tidak. Bentuknya kebanyakan lurus sejajar dengan pantai,<br />

tetepai oleh pengaruh arus yang membelok ke arah darat atau oleh<br />

pengaruh pasang naik yang besar, spit itupun membelok pula ke arah<br />

darat yang <strong>di</strong>sebut Hook atau Recurved Spit (Spit Bengkok).<br />

• Baymouth Bar adalah spit yang kedua ujungnya terikat pada daratan<br />

yang menyeberang <strong>di</strong>bagian muka teluk.<br />

• Tombolo adalah spit yang menghubungkan pulau dengan daratan induk<br />

atau dengan pulau lain, contohnya daratan antara Pulau Pananjung<br />

dengan daratan induknya Pulau Jawa.<br />

Gambar D.1. Bentukan Wilayah Pesisir


Gambar D.2. Jenis Bar<br />

Gambar D.3. Barrier Island<br />

Gambar D.4. Padre Island dan Pesisir Laguna Belize


DAFTAR RUJUKAN<br />

Herlambang, Sudarno. 2004. Dasar-dasar Geomorfologi. Malang: Universitas<br />

Negeri Malang (UM).<br />

McNeill, Leon.___. Geologic Explorations GeoDe II. United States:<br />

Tasa Graphics Art, Inc.<br />

Mustofa, Bisri, dkk. 2008. Kamus Lengkap Geogafi. Yogyakarta. Panji Pustaka.<br />

Pariwono, John I. 1992. Proses-proses Fisik <strong>di</strong> Wilayah Perairan Pantai. Bogor:<br />

Institut Pertanian Bogor (IPB).<br />

Puttinella, Johanson D. 2002. Permasalahan dan Dinamika Pantai Pada Daerah<br />

Wisata Pantai Baron dan Krakal Yogyakarta.<br />

Jogjakarta: Universitas Gajah Mada (UGM) (Laporan Penelitian)<br />

Microsoft Corporation. 1993-2004. Microsoft Encarta Reference Library 2005.<br />

All rights reserved.<br />

http://www.pdf-search-engine.com/pesisir-pdf.html<br />

http://www.ebook-search-engine.com/pantai-ebook-all.html


ESTUARIN<br />

TUGAS<br />

Yang <strong>di</strong>susun untuk memenuhi tugas mata kuliah Oceanografi<br />

Yang <strong>di</strong>bina Oleh Bapak Bagus Setyabu<strong>di</strong> Wiwoho<br />

Disusun Oleh:<br />

Ari Setya Sukarsih 103351465201<br />

Eva Selvia Handayani 103351465197<br />

UNIVERSITAS NEGERI MALANG<br />

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM<br />

PENDIDIKAN GEOGRAFI<br />

Desember, 2004


ESTUARIN<br />

Semua Organisme berpengaruh langsung terhadap lingkungan, baik<br />

lingkungan biotik, maupun abiotik,organime ini akan bersaing dalam<br />

memperebutkan kebutuhan hidupnya, seperti makanan, tempat tinggal, organisme<br />

akan hidup dan berkembangbiak dalam suatu wilayah jika kon<strong>di</strong>sinya cocok, jika<br />

tidak maka akan punah. Suatu populasi itu akan <strong>di</strong>katakan baik jika interaksi<br />

antara hewan dan tumbuhan seimbang juga <strong>di</strong>dukung oleh lingkungan biotik.<br />

Prinsip Ekologi<br />

Ekologi adalah ilmu biologi yang berhubungan dengan faktor lingkungan<br />

biotik dan lingkungan abiotik. Komponen botik mempelajari ekologi tentang<br />

organisme, populasi, komunitas, dan ekosistem.<br />

Kumpulan organisme yang hidup bersama-sama dalam suatu wilayah<br />

perlu memperhatikan populasinya, semua populasi yang hidup dalam suatu<br />

wilayah saling berinteraksi dengan kon<strong>di</strong>si biotik. Komunitas adalah kumpulan<br />

populasi tumbuhan dan hewan yang hidup dalam suatu wilayah.<br />

Ekosistem laut antara yang <strong>di</strong> utara dengan Atlantik subtropis memiliki<br />

se<strong>di</strong>kit perbedaan seperti, salinitas, suhu. Ekosistem dapat <strong>di</strong>artikan sebagai<br />

wilayah geografi yang luas yang ter<strong>di</strong>ri dari beberapa komunitas. Spesies dapat<br />

<strong>di</strong>artikan sebagai dasar penggambaran suatu populasi. Spesies memiliki peranan<br />

penting dam perkembangbiakan untuk memperoleh keturunan yang baru dalam<br />

suatu kumpulan organisme.<br />

Habitat (Tempat Hidup) dan Niche (Cara Hidup)<br />

Habitat adalah tempat suatu organisme yang ada <strong>di</strong> suatu wilayah tertentu,<br />

sedangkan Niche adalah Suatu cara bagaimana suatu organisme itu biasa hidup <strong>di</strong><br />

wilayah tersebut.


Hubungan Antara Interspesifik dan Intraspesifik<br />

Organisme merupakan bagian dari populasi yang saling bersaing untuk<br />

memperoleh kebutuhan seperti, makanan, tempat tinggal, dan pasangan.<br />

Persaingan ini <strong>di</strong>sebut kompetisi intraspesifik karena <strong>di</strong>lakukan oleh organisme<br />

yang spesiesnya sama. Organisme yang menang dalam persaingan tentu akan<br />

mendapatkan makanan dan tempat hidup yang baik. Organisme unggul <strong>di</strong>peroleh<br />

dari pasangan organisme yang unggul juga. Organisme dari keturunan yang<br />

unggul prosentasenya akan lebih banyak jika <strong>di</strong>ban<strong>di</strong>ngkan dengan organisme<br />

yang kurang unggul karena kalah bersaing. Keturunan yang unggul akan<br />

memperoleh keturunan yang unggul juga. Hal ini terja<strong>di</strong> secara berulang-ulang.<br />

Di dalam komunitas tentunya terdapat spesies yang berbeda yang bersaing<br />

untuk memperoleh makanan, tempat hidup, tempat berkembangbiak. Kompetisi<br />

ini <strong>di</strong>lakukan oleh spesies yang berbeda yang <strong>di</strong>sebut kompetisi Interspesifik.<br />

Dengan adanya kompetisi interspesifik akan menyebabkan spesies yang dapat<br />

menyesuaikan <strong>di</strong>ri sehingga dominan dalam suatu komunitas, sebaliknya spesies<br />

yang kurang unggul akan tersaingi dan jumlah keturunannya akan berkurang.<br />

Akibat dari kompetisi ini organisme yang unggul akan terus hidup karena<br />

mendapatkan kebutuhan yang <strong>di</strong>perlukan. Didalam kehidupan sepanjang waktu<br />

suatu organisme pasti mengalami kelahiran dan kematian, persaingan spesifik<br />

menyebabkan suatu populasi akan melakukan migrasi<br />

Perluasan tempat menyebabkan jumlah populasi semakin banyak <strong>di</strong> daerah<br />

itu karena dapat menyesuaikan <strong>di</strong>ri. Tetapi <strong>di</strong>dalam suatu habitat yang spesiesnya<br />

berbeda dan cara hidup yang sama, kompetisi interspesifik akan semakin<br />

meningkat menyebabkan tempat dan cara hidup akan semakin berkurang karena<br />

spesiesnya yang lemah. Spesies akan mudah punah karena <strong>di</strong> daerah yang sama<br />

terdapat spesies dengan cara hidup yang berbeda.


Faktor Abiotik<br />

1. Temperatur<br />

Efek geografi yang sangat luas dari temperatur pada <strong>di</strong>stribusi mahluk<br />

hidup sangat nyata sepanjang pantai timur Amerika. Oleh karenanya <strong>di</strong>setiap<br />

wilayah pasti memiliki perbedaan mahluk hidup. Suhu dapat <strong>di</strong>katakan stabil jika<br />

temperatur dalam masa air perbedaannya rendah dan jika perbedaan<br />

temperaturnya tinggi maka <strong>di</strong>katakan tidak stabil.<br />

Pada skala lokal yang lebih luas efek temperaturnya adalah faktor abiotik<br />

<strong>di</strong> muara Estuarin, sedangkan dalam skala yang lebih kecil adalah daerah zone<br />

intertidal. Estuarin mengandung volume air yang lebih kecil dari pada daerah<br />

perbatasan pantai.<br />

Sistem temperatur pada air tawar membawa air <strong>di</strong>ngin ke muara pada saat<br />

musim <strong>di</strong>ngin dan membawa air panas pada musim panas. Ketika masa jenis air<br />

tawar lebih kecil dari pada air laut maka air muara akan naik kepermukaan.<br />

2. Salinitas / kadar garam<br />

Perbedaan kadar garam mempunyai pengaruh bagi <strong>di</strong>stribusi hewan dan<br />

tumbuhan terutama <strong>di</strong> sekitar esruarin dan zone intertidal. Klasifikasi estuarin<br />

pada dasarnya ter<strong>di</strong>ri dari pola susunan salinitas dan efek variasi salinitas yang<br />

terdapat penyebaran organisme estuarin.. Efek Coriolis dan temperatur dapat<br />

mempengaruhi pola susunan salinitas estuarin.<br />

Pada muara yang memiliki pasang surut tinggi akan membawa air laut<br />

jauh kedalam muara. saat pasang tinggi, dan air bawah tanah akan menuju ke laut<br />

pada saat surut.<br />

Pada daerah maksimum salinitas befluktuasi, yang tersusun <strong>di</strong>atas 6-12<br />

jam periode pasang surut yang melampaui susunan salinitas terhadap muara. Efek<br />

Corilos yaitu pembelokan air yang bergerak berotasi ke bawah. Yang<br />

menyebabkan air bergerak ke kanan menuju belahan bumi utara dan bergerak ke<br />

kiri menuju belahan bumi selatan. Pada pengamatan estuarin, air laut akan<br />

bergerak ke kanan dan air tawar akan bergerak ke kiri. Kadar garam air <strong>di</strong>belahan<br />

bumi utara bergerak menuju estuarin yaitu ke kanan.yang berlawanan dengan<br />

garis pantai.


Pasang Surut Air Laut<br />

Terdapat tiga jenis pasang surut air laut berdasarkan waktu yaitu: lama<br />

pasang surut, waktu utama pasang surut dan aliran balik pasang surut. Lama<br />

pengaturan pasang surut tergantung pada cuaca pada langit<br />

Waktu terja<strong>di</strong>nya pasang surut adalah pada siang hari dan pada malam<br />

hari. Pada siang hari pasang surut lebih rendah dari pada pasang surut yang terja<strong>di</strong><br />

pada mala hari.<br />

Lapisan Bawah Hubungan Komunitas<br />

Di dalam lingkungan terdapat adanya faktor biotik dan abiotik yang akan<br />

membentuk adanya suatu komunitas yang saling berhubungan, sebagai contoh<br />

pada rumput dalam rumput terdapat adanya komunitas hewan dan tumbuhan<br />

hewan yang hidup pada zone ini adalah berupa kerang yang lunak dan cacing pita<br />

sedangkan tumbuhan yang dapat hidup adalah tanaman bakau. hewan juga dapat<br />

hidup dengan sempurna pada lapisan ini, organisme seperti kulit kerang juga<br />

dapat membantu dalam proses se<strong>di</strong>mentasi.<br />

Pantai Berkarang<br />

Pada zone pantai berkarang terdapat wilayah pasang surut yang hebat.<br />

Daerah ini terbentuk akibat adanya hempasan energi gelombang yang tinggi.Pada<br />

daerah ini juga terdapat banyak tanaman alga. Jenis alga yang terbanyak yaitu alga<br />

hijau dan alga biru. Organisme pada daerah ini membentuk suatu simbiosis<br />

Pada musim panas, air pada daerah payau pasang surut bisa mencapai suhu<br />

<strong>udara</strong> yang tinggi yang dapat merusak, sedangkan pada musim <strong>di</strong>ngin suhunya<br />

turun sangat rendah atau juga membeku. Saat air pasang, daerah ini <strong>di</strong>banjiri<br />

dengan air laut dengan suhu <strong>udara</strong> yang berbeda. Untuk mempertahankan<br />

hidupnya biota air payau pasang surut harus bisa melawan variasi suhu <strong>udara</strong> yang<br />

meluas dan perubahan suhu <strong>udara</strong> yang cepat.<br />

Daerah payau pasang surut mencapai suhu <strong>udara</strong> yang tinggi pada musim<br />

panas sehingga evaporasi <strong>di</strong>percepat. Pada musim <strong>di</strong>ngin es terbentuk pada daerah<br />

payau pasang surut sehingga hal ini menyebabkan percepatan evaporasi, sehingga<br />

salinitas juga berubah-ubah. Oleh karena itu biota daerah pasang surut harus bisa


melawan perubahan salinitas yang cepat dan meluas. Spesies yang terdapat pada<br />

daerah pasang surut adalah alga hijau, anemon, kerang-kerangan, dan siput.<br />

Pantai Berpasir<br />

Pada daerah ini lapisan tanah tidak tetap tetapi mudah berubah akibat arus<br />

dan ombak. Perubahan tersebut menyebabkan populasi tumbuhan dan hewan yang<br />

hidup <strong>di</strong> garis pantai berbatu. Persebaran tumbuhan dan hewan pada garis pantai<br />

<strong>di</strong>pengaruhi oleh faktor abiotik. Lapisan tanah ini sering berubah-ubah sehingga<br />

adaptasi hewan pada kon<strong>di</strong>si ini sangat besar. Contohnya organisme Psimodan<br />

siput “Olive” <strong>di</strong> pantai pasifik membuat lubang sangat dalam untuk <strong>di</strong>ja<strong>di</strong>kan<br />

tempat tinggal, sehingga tidak terpengaruh oleh ombak dan arus air. Pada<br />

komunitas pantai berpasir tidak terdapat populasi predator, hal ini <strong>di</strong>sebabkan<br />

biota yang hidup berada <strong>di</strong> dalam tanah<br />

Hamparan Lumpur<br />

Hamparan lumpur tersusun oleh endapan lumpur dan partikel yang<br />

berukuran tanah liat. Hamparan lumpur hanya berkembang pada daerah yang<br />

terlindungi dari gelombang dan arus laut. Hamparan lumpur memiliki topografi<br />

datar dan ter<strong>di</strong>ri dari se<strong>di</strong>men yang sangat halus. Karakteristik daerah hamparan<br />

lumpur adalah keterse<strong>di</strong>aan oksigennya se<strong>di</strong>kit atau daerah anaerob. Spesies yang<br />

hidup pada daerah hamparan lumpur adalah siput dan cacing.<br />

Vegetasi Pantai Unkonsolidasi<br />

Vegetasi yang terdapat pada zone pasang yaitu rumput rawa pada daerah<br />

sub tropis dan hutan bakau pada daerah tropis. Kedua jenis vegetasi ini tumbuh<br />

pada daerah yang terlindungi dari ombak dan arus pantai terutama daerah<br />

hamparan lumpur.<br />

Rawa garam ter<strong>di</strong>ri dari dua tanaman utama yaitu rumput tali atau Spartina<br />

alterniflora dan rumput jerami rawa asin atau Spartina patens. Rumput tali<br />

berkembak biak secara cepat pada daerah ini, Rumput tali menghalangi air<br />

sehingga pada waktu pasang se<strong>di</strong>men tersuspensi <strong>di</strong> dasar rumput tali sehingga<br />

rawa garam semakin tinggi.


Hutan bakau atau hutan mangrove berada <strong>di</strong> daerah tropis dan subtropis.<br />

Hutan mangrove merupakan pohon darat yang berada pada zone pasang. Tiga<br />

spesies pohon bakau sering <strong>di</strong>temukan <strong>di</strong> mangrove <strong>di</strong>mana keberadaannya<br />

<strong>di</strong>tentukan oleh tingkat genangan air pasang. Pohon bakau merah terdapat <strong>di</strong> tepi<br />

air pasang rendah, pohon bakau hitam terdapat <strong>di</strong> daerah pasang sedang, dan<br />

pohon bakau putih terdapat pada daerah air pasang tinggi. Organisme yang<br />

<strong>di</strong>temukan pada hutan bakau biasanya adalah kepiting fidller dan kepiting hantu.<br />

Pantai Penghalang<br />

Pantai penghalang bukan bagian dari daerah pesisir tetapi merupakan<br />

komponen penting dari daerah pantai. Vegetasi yang hidup pada pantai<br />

penghalang harus dapat mengatasi hembusan angin yang menghembuskan bijibijian<br />

sebelum biji-biji tersebut bertunas. Ketinggian pantai penghalang<br />

<strong>di</strong>pengaruhi oleh vegetasi yang hidup pada tempat tersebut.<br />

Vegetasi ini dapat berkembang biak secara seksual dengan biji dan<br />

berkembang biak secara aseksual dengan rizoma. Tetapi karena<br />

perkembangbiakan dengan biji sering terhambat, maka perkembangbiakan yang<br />

paling utama terja<strong>di</strong> secara aseksual dengan rizoma. Sebagaimana rumput yang<br />

tumbuh pada gumuk pasir atau gandum pantai, vegetasi pada pantai pengahalang<br />

menja<strong>di</strong> perangkap se<strong>di</strong>men yang terbawa oleh angin sehingga mempengaruhi<br />

ketinggian pantai. Vegetasi penghalang tumbuh menja<strong>di</strong> semak belukar. Semak<br />

belukar sepertu prem laut berkembang biak dengan biji dan menghasilkan buah,<br />

sehingga menarik perhatian burung-burung. Kotoran burung dan daun-daunan<br />

yang jatuh ke air terdekomposisi dan menutupi substrat pasir. Substrat pasir<br />

berkembang menja<strong>di</strong> tanah. Tanah ini berkembang terus menerus menja<strong>di</strong> lebih<br />

subur dan akhirnya tumbuhlah beberapa vegetasi separti pinus dan cedar merah.<br />

Tumbuhan ini menja<strong>di</strong> pohon perintis yang membangun kesuburan tanah<br />

sehingga tumbuhan lain seperti oak dapat tumbuh <strong>di</strong> daerah ini. Setelah waktu<br />

yang lama dan adanya interaksi abiotik dan biotik menyebakan pantai pasir<br />

penghalang berubah menja<strong>di</strong> hutan


BAB I<br />

PENDAHULUAN<br />

A. Latar Belakang<br />

Laut merupakan gambaran nyata mengenai permukaan bumi dan sekitarnya,<br />

70% dari permukaan bumi merupakan air, <strong>di</strong>mana permukaan air terdapat endapan pasir<br />

laut, dasar lembah yang masing-masing memiliki cirri-ciri topografi yang berbeda. Laut<br />

merupakan suatu bagian yang saling memiliki proses yang lebih variatif, tergantung<br />

pada lokasi yang ada <strong>di</strong> sekelilingnya <strong>di</strong>samping proses pergerakan aliran secara global.<br />

Oleh karena itu dalam mempelajari laut <strong>di</strong>perlukan berbagai <strong>di</strong>siplin ilmu yaitu fisika<br />

oseanografi, geologi oseanografi, kimia oseanografi dan biologi oseanografi.<br />

Estuaria sebagai bagian dari laut merupakan suatu wilayah yang memiliki<br />

keunikan tersen<strong>di</strong>ri dari lingkungan perairan laut. Kombinasi pengaruh air laut dan air<br />

tawar akan menghasilkan suatu komunitas yang khas, dengan lingkungan yang<br />

bervariasi.<br />

Ekologi sebagai salah satu ilmu yang mengkaji hubungan antara lingkungan<br />

hidup dengan manusia akan mengkaji peranan ekosistem estuaria terhadap kehidupan<br />

manusia. Banyak sekali manfaat yang <strong>di</strong>berikan ekosistem estuaria bagi kehidupan<br />

umat manusia, baik secara langsung maupun tidak langsung.<br />

Kawasan estuaria berdasarkan karakteristik geomorfologinya memiliki banyak<br />

variasi. Setiap jenis memiliki ekosistem yang berbeda dengan komponen penyusun<br />

yang berbeda pula.<br />

Keunikan dan peranan kawasan estuaria yang beraneka ragam tersebut, akan<br />

<strong>di</strong>kemukakan dalam makalah yang singkat ini. Selain itu dalam makalah ini akan<br />

<strong>di</strong>kemukakan juga tinjauan ekologis kawasan estuaria.<br />

B. Rumusan Masalah<br />

Berdasarkan latar belakang <strong>di</strong> atas, dapat <strong>di</strong>rumuskan beberapa masalah yang<br />

akan <strong>di</strong>bahas dalam makalah, yaitu:<br />

1. Apakah yang <strong>di</strong>maksud dengan Ekologi?<br />

2. Apa yang <strong>di</strong>maksud dengan Estuaria?<br />

3. Apa saja komponen abiotik daerah Estuaria?<br />

4. Bagaimakah ekosistem Estuaria?<br />

5. Apa saja tipe-tipe Estuaria berdasarkan karakteristik geomorfologi?<br />

1


6. Bagaimanakah produktifitas dan peran ekologi Estuaria?<br />

7. Apa saja jenis-jenis pantai?<br />

8. Bagaimanakah vegetasi kawasan pasang surut ?<br />

C. Tujuan Penulisan<br />

Sesuai dengan rumusan masalah <strong>di</strong> atas, penulisan makalah ini bertujuan untuk<br />

mengetahui:<br />

1. Pengetian ekologi<br />

2. Pengertian Estuaria<br />

3. Komponen abiotik estuaria<br />

4. Ekosistem Estuaria<br />

5. Tipe-tipe Estuaria berdasarkan karakteristik geomorfologinya<br />

6. Produktifitas dan peran ekologi Estuaria<br />

7. Jenis-jenis pantai<br />

8. Vegetasi pasang surut<br />

2


A. Pengertian Ekologi<br />

BAB II<br />

PEMBAHASAN<br />

Inti permasalahan ekologi adalah hubungan makhluk hidup, khususnya<br />

manusia dengan lingkungan hidupnya. Ilmu tentang hubungan timbal balik<br />

antara makhluk hidup dengan lingkungan hidupnya <strong>di</strong>sebut ekologi.<br />

Istilah ekologi pertama kali <strong>di</strong>perkenalkan oleh Enerst Haeckel, seorang<br />

ahli biologi bangsa Jerman. Ekologi berasal dari bahasa Yunani yaitu Oikos<br />

yang berarti rumah dan logos yang berarti ilmu/telaah. Oleh karena itu ekologi<br />

berarti ilmu tentang rumah (tempat tinggal) makhluk hidup. Dengan demikian ekologi<br />

biasanya <strong>di</strong>artinya sebagai ilmu yang mempelajari hubungan timbal<br />

balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya.<br />

Berdasarkan arti harfiah dari asal katanya ekologi dan ekonomi sama. Ekologi<br />

(oikos dan logos) sedang ekonomi (oikos dan nomos) sehingga kedua ilmu itu<br />

banyak persamaannya. Namun dalam ekologi, mata uang yang <strong>di</strong>pakai dalam<br />

transaksi bukan rupiah atau dolar, melainkan materi, energi, dan informasi.<br />

Arus materi, energi, dan informasi dalam suatu komunitas atau beberapa<br />

komunitas mendapat perhatian utama dalam ekologi, seperti uang dalam<br />

ekonomi. Oleh karena itu transaksi dalam ekologi berbentuk materi, energi,<br />

dan informasi.<br />

1. Habitat dan Relung<br />

Habitat dan relung, dua istilah tentang kehidupan organisme. Habitat adalah<br />

tempat hidup suatu organisme. Habitat suatu organisme dapat juga <strong>di</strong>sebut<br />

“alamat”. Relung (niche atau nicia) adalah profesi atau status suatu organisme<br />

dalam suatu komunitas dan ekosistem tertentu, sebagai akibat adaptasi<br />

struktural, tanggal fisiologis serta perilaku spesifik organisme itu.<br />

Penyesuaian <strong>di</strong>ri secara umum <strong>di</strong>sebut adaptasi. Kemampuan adaptasi<br />

mempunyai nilai untuk kelangsungan hidup. Makin besar kemampuan adaptasi<br />

makin besar kementakan kelangsungan hidup organisme.<br />

2. Hubungan Intra dan Interspesifik<br />

Organisme merupakan bagian dari populasi yang saling bersaing untuk<br />

memperoleh kebutuhan seperti, makanan, tempat tinggal, dan pasangan. Persaingan ini<br />

3


<strong>di</strong>sebut kompetisi intraspesifik karena <strong>di</strong>lakukan oleh organisme yang spesiesnya sama.<br />

Organisme yang menang dalam persaingan tentu akan mendapatkan makanan dan<br />

tempat hidup yang baik. Organisme unggul <strong>di</strong>peroleh dari pasangan organisme yang<br />

unggul juga. Organisme dari keturunan yang unggul prosentasenya akan lebih banyak<br />

jika <strong>di</strong>ban<strong>di</strong>ngkan dengan organisme yang kurang unggul karena kalah bersaing.<br />

Keturunan yang unggul akan memperoleh keturunan yang unggul juga. Hal ini terja<strong>di</strong><br />

secara berulang-ulang.<br />

Di dalam komunitas tentunya terdapat spesies yang berbeda yang bersaing untuk<br />

memperoleh makanan, tempat hidup, tempat berkembangbiak. Kompetisi ini <strong>di</strong>lakukan<br />

oleh spesies yang berbeda yang <strong>di</strong>sebut kompetisi Interspesifik.<br />

Dengan adanya kompetisi interspesifik akan menyebabkan spesies yang dapat<br />

menyesuaikan <strong>di</strong>ri sehingga dominan dalam suatu komunitas, sebaliknya spesies yang<br />

kurang unggul akan tersaingi dan jumlah keturunannya akan berkurang. Akibat dari<br />

kompetisi ini organisme yang unggul akan terus hidup karena mendapatkan kebutuhan<br />

yang <strong>di</strong>perlukan. Didalam kehidupan sepanjang waktu suatu organisme pasti mengalami<br />

kelahiran dan kematian, persaingan spesifik menyebabkan suatu populasi akan<br />

melakukan migrasi<br />

Perluasan tempat menyebabkan jumlah populasi semakin banyak <strong>di</strong> daerah itu<br />

karena dapat menyesuaikan <strong>di</strong>ri. Tetapi <strong>di</strong>dalam suatu habitat yang spesiesnya berbeda<br />

dan cara hidup yang sama, kompetisi interspesifik akan semakin meningkat<br />

menyebabkan tempat dan cara hidup akan semakin berkurang karena spesiesnya yang<br />

lemah. Spesies akan mudah punah karena <strong>di</strong> daerah yang sama terdapat spesies dengan<br />

cara hidup yang berbeda.<br />

3. Ekosistem<br />

Suatu konsep sentral dalam ekologi adalah ekosistem sistem ekologi yang<br />

terbentuk oleh hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan<br />

lingkungannya. Oleh karena itu ekosistem adalah tatanan kesatuan secara<br />

utuh menyeluruh antara segenap unsur lingkungan yang saling mempengaruhi.<br />

Berdasarkan pengertian <strong>di</strong> atas, suatu sistem ter<strong>di</strong>ri dari komponenkomponen<br />

yang bekerja secara teratur sebagai suatu kesatuan. Ekosistem<br />

terbentuk oleh komponen hidup (biotik) dan tak hidup (abiotik) yang berinteraksi<br />

membentuk suatu kesatuan yang teratur.<br />

4


Keteraturan itu terja<strong>di</strong> karena adanya arus materi dan energi, yang terkendali<br />

oleh arus informasi antara komponen dalam ekosistem. Masing-masing<br />

komponen mempunyai fungsi (relung). Selama masing-masing komponen tetap<br />

melakukan fungsinya dan bekerjasama dengan baik, keteraturan ekosistem<br />

tetap terjaga.<br />

B. Pengertian Estuaria<br />

Estuaria adalah suatu perairan semi tertutup yang terdapat <strong>di</strong> hilir sungai dan<br />

masih berhubungan dengan laut, sehingga memungkinkan terja<strong>di</strong>nya percampuran air<br />

laut dan air tawar dari sungai atau drainase yang berasal dari muara sungai, teluk, rawa<br />

pasang surut.<br />

Estuaria merupakan tempat bersatunya sungai dengan laut. Estuaria sering<br />

<strong>di</strong>pagari oleh lempengan lumpur intertidal yang luas atau rawa garam. Salinitas air<br />

berubah secara bertahap mulai dari daerah air tawar ke laut. Salinitas ini juga<br />

<strong>di</strong>pengaruhi oleh siklus harian dengan pasang surut aimya. Nutrien dari sungai<br />

memperkaya estuari.<br />

Bentuk estuaria bervariasi dan sangat bergantung pada besar kecilnya air sungai,<br />

kisaran pasang surut, dan bentuk garis pantai. Kebanyakan estuaria <strong>di</strong>dominasi subtrat<br />

Lumpur yang berasal dari endapan yang <strong>di</strong>bawa oleh air tawar maupun air laut. Karena<br />

partikel yang mengendap kebanyakan bersifat organik, subtrat dasar estuaria biasanya<br />

kaya akan bahan organik. Bahan organic ini menja<strong>di</strong> cadangan makanan utama bagi<br />

organisme estuaria.<br />

C. Komponen Abiotik Daerah Estuaria<br />

1. Temperatur<br />

Efek geografi yang sangat luas dari temperatur pada <strong>di</strong>stribusi mahluk<br />

hidup sangat nyata sepanjang pantai timur Amerika. Oleh karenanya <strong>di</strong>setiap<br />

wilayah pasti memiliki perbedaan mahluk hidup. Suhu dapat <strong>di</strong>katakan stabil<br />

jika temperatur dalam masa air perbedaannya rendah dan jika perbedaan<br />

temperaturnya tinggi maka <strong>di</strong>katakan tidak stabil.<br />

Pada skala lokal yang lebih luas efek temperaturnya adalah faktor abiotik<br />

<strong>di</strong> muara Estuaria, sedangkan dalam skala yang lebih kecil adalah daerah zone<br />

intertidal. Estuaria mengandung volume air yang lebih kecil dari pada daerah<br />

perbatasan pantai.<br />

5


Sistem temperatur pada air tawar membawa air <strong>di</strong>ngin ke muara pada<br />

saat musim <strong>di</strong>ngin dan membawa air panas pada musim panas. Ketika masa<br />

jenis air tawar lebih kecil dari pada air laut maka air muara akan naik<br />

kepermukaan.<br />

2. Salinitas<br />

Perbedaan kadar garam mempunyai pengaruh bagi <strong>di</strong>stribusi hewan dan<br />

tumbuhan terutama <strong>di</strong> sekitar esruarin dan zone intertidal. Klasifikasi estuaria<br />

pada dasarnya ter<strong>di</strong>ri dari pola susunan salinitas dan efek variasi salinitas yang<br />

terdapat penyebaran organisme estuaria.. Efek Coriolis dan temperatur dapat<br />

mempengaruhi pola susunan salinitas estuaria.<br />

Pada muara yang memiliki pasang surut tinggi akan membawa air laut<br />

jauh kedalam muara. saat pasang tinggi, dan air bawah tanah akan menuju ke<br />

laut pada saat surut.<br />

Pada daerah maksimum salinitas befluktuasi, yang tersusun <strong>di</strong>atas 6-12<br />

jam periode pasang surut yang melampaui susunan salinitas terhadap muara.<br />

Efek Corilos yaitu pembelokan air yang bergerak berotasi ke bawah. Yang<br />

menyebabkan air bergerak ke kanan menuju belahan bumi utara dan bergerak<br />

ke kiri menuju belahan bumi selatan. Pada pengamatan estuaria, air laut akan<br />

bergerak ke kanan dan air tawar akan bergerak ke kiri. Kadar garam air<br />

<strong>di</strong>belahan bumi utara bergerak menuju estuaria yaitu ke kanan.yang berlawanan<br />

dengan garis pantai.<br />

3. Pasang Surut Air Laut<br />

Terdapat tiga jenis pasang surut air laut berdasarkan waktu yaitu: lama<br />

pasang surut, waktu utama pasang surut dan aliran balik pasang surut. Lama<br />

pengaturan pasang surut tergantung pada cuaca pada langit<br />

Waktu terja<strong>di</strong>nya pasang surut adalah pada siang hari dan pada malam<br />

hari. Pada siang hari pasang surut lebih rendah dari pada pasang surut yang<br />

terja<strong>di</strong> pada mala hari.<br />

4. Substrat<br />

Hamparan lumpur tersusun oleh endapan lumpur dan partikel yang<br />

berukuran tanah liat. Hamparan lumpur hanya berkembang pada daerah yang<br />

terlindungi dari gelombang dan arus laut. Hamparan lumpur memiliki topografi<br />

6


datar dan ter<strong>di</strong>ri dari se<strong>di</strong>men yang sangat halus. Karakteristik daerah hamparan<br />

lumpur adalah keterse<strong>di</strong>aan oksigennya se<strong>di</strong>kit atau daerah anaerob. Spesies<br />

yang hidup pada daerah hamparan lumpur adalah siput dan cacing<br />

D. Ekosistem Estuaria<br />

Kombinasi pengaruh air laut dan air tawar akan menghasilkan suatu komunitas<br />

yang khas dan lingkungan yang bervariasi, antara lain:<br />

1. Tempat bertemunya arus air dengan arus pasang-surut, yang berlawanan<br />

menyebabkan suatu pengaruh yang kuat pada se<strong>di</strong>mentasi, pencampuran air,<br />

dan cirri-ciri fisika lainnya, serta membawa pengaruh besar pada biotanya.<br />

2. Pencampuran kedua macam air tersebut menghasilkan suatu sifat fisika<br />

lingkungan khusus yang tidak sama dengan sifat air sungai maupun sifat air<br />

laut.<br />

3. Perubahan yang terja<strong>di</strong> akibat adanya pasang-surut mengharuskan komunitas<br />

mengadakan penyesuaian secara fisiologis dengan lingkungan sekelilingnya;<br />

dan<br />

4. Tingkat kadar garam <strong>di</strong> daerah estuaria tergantung pada pasang-surut air laut,<br />

banyaknya aliran air tawar dan arus-arus lainnya, serta topografi daerah<br />

estuaria tersebut.<br />

Perbedaan salinitas <strong>di</strong> wilayah estuaria menciptakan suatu stratifikasi salinitas<br />

yang unik, perbedaan salinitas itu setidaknya menciptakan 3 stratifikasi air pada<br />

wilayah estuaria, yaitu:<br />

1. Estuari berstartifikasi nyata atau estuaria baji garam, yang <strong>di</strong>cirikan oleh adanya<br />

batas yang jelas antara air tawar dan air asin. Estuaria ini banyak <strong>di</strong>temukan <strong>di</strong><br />

daerah <strong>di</strong>mana alir air tawar dari daratan (biasanya melalui sungai besar) lebih<br />

dominan ketimbang penyusupan (intrusi) air asin dari laut yang <strong>di</strong>pengaruhi oleh<br />

pasang surut.<br />

2. Estuaria campuran sempurna atau estuaria homogen vertikal, banyak<br />

<strong>di</strong>pengaruhi oleh pasang surut sehingga tercampur sempurna dan tidak terdapat<br />

stratifikasi.<br />

7


3. Estuaria berstratifikasi sebagian/parsial atau estuaria berstratifikasi moderat.<br />

Paling umum <strong>di</strong>jumpai, biasanya aliran air tawar seimbang dengan masuknya air<br />

laut lewat arus pasang. Percampuran air teruatama oleh karena adanya aksi<br />

pasang surut secara terus-menerus, dan akan tercipta pola lapisan air dan massa<br />

air yang kompleks.<br />

Variasi salinitas <strong>di</strong> daerah estuaria menentukan kehidupan organisme laut/payau.<br />

Hewan-hewan yang hidup <strong>di</strong> perairan payau (salinitas 0,5 - 30¡ë), hipersaline (salinitas<br />

40 - 80¡ë), atau air garam (salinitas > 80¡ë), biasanya mempunyai toleransi terhadap<br />

kisaran salinitas yang lebih besar <strong>di</strong>ban<strong>di</strong>ngkan dengan organisme yang hidup <strong>di</strong> air laut<br />

atau air tawar. Organisme yang dapat tahan terhadap konsentrasi garam mulai dari air<br />

berkristal dalam kon<strong>di</strong>si kehidupan latent (benih, spora, cysta), dan mulai dari air<br />

destilata sampai salinitas hampir mencapai 300¡ë dalam kon<strong>di</strong>si kehidupan yang aktif.<br />

Terdapat beberapa spesies yang dapat bertahan hidup pada salinitas <strong>di</strong> atas<br />

200¡ë seperti brine shrimp, Artemia salina dan larva <strong>di</strong>pteran, Ephydra. Pada estuaria<br />

Laguna Madre, terdapat paling se<strong>di</strong>kit 25 spesies hewan yang tahan pada salinitas<br />

sekitar 75 - 80¡ë. Beberapa <strong>di</strong>antara spesies tersebut seperti Nemopsis bacheri, Acartia<br />

tonsa, Balanus eburneus, dan beberapa jenis ikan juga <strong>di</strong>jumpai pada salinitas serendah<br />

15 ¡ë.<br />

Hewan-hewan yang toleran pada kisaran salinitas yang luas <strong>di</strong>sebut euryhaline,<br />

sedangkan yang toleran pada kisaran salinitas yang sempit <strong>di</strong>sebut stenohaline.<br />

Pengaruh salinitas terhadap organisme dapat terja<strong>di</strong> melalui perubahan-perubahan total<br />

osmocon-sentration, relatif proporsi kandungan garam, koefisien absorpsi dan<br />

saturation gas-gas terlarut, densitas dan viskositas, dan kemungkinan juga melalui<br />

absorpsi ra<strong>di</strong>asi, transmisi suara, dan konduktivitas listrik.<br />

Jumlah spesies organisme yang men<strong>di</strong>ami estuaria jauh lebih se<strong>di</strong>kit jika<br />

<strong>di</strong>ban<strong>di</strong>ngkan dengan organisme yang hidup <strong>di</strong> perairan tawar dan laut. Se<strong>di</strong>kitnya<br />

jumlah spesies ini terutama <strong>di</strong>sebabkan oleh fluktuasi kon<strong>di</strong>si lingkungan, sehingga<br />

hanya spesies yang memiliki kekhususan fisiologis yang mampu bertahan hidup <strong>di</strong><br />

estuaria. Selain miskin dalam jumlah spesies fauna, estuaria juga miskin akan flora.<br />

Keruhnya perairan estuaria menyebabkan hanya tumbuhan mencuat yang dapat tumbuh<br />

mendominasi. Rendahnya produktivitas primer <strong>di</strong> kolom air, se<strong>di</strong>kitnya herbivora dan<br />

terdapatnya sejumlah besar detritus menunjukkan bahwa rantai makanan pada<br />

8


ekosistem estuaria merupakan rantai makanan detritus. Detritus membentuk substrat<br />

untuk pertumbuhan bakteri dan algae yang kemu<strong>di</strong>an menja<strong>di</strong> sumber makanan penting<br />

bagi organisme pemakan suspensi dan detritus. Suatu penumpukan bahan makanan<br />

yang <strong>di</strong>manfaatkan oleh organisme estuaria merupakan produksi bersih dari detritus<br />

ini. Fauna <strong>di</strong> estuaria, seperti ikan, kepiting, kerang, dan berbagai jenis cacing<br />

berproduksi dan saling terkait melalui suatu rantai makanan yang kompleks.<br />

E. Tipe-tipe Estuaria<br />

Estuaria dapat <strong>di</strong>kelompokkan atas empat tipe, berdasarkan karakteristik<br />

geomorfologinya, sebagai berikut:<br />

1. Estuaria daratan pesisir, paling umum <strong>di</strong>jumpai, <strong>di</strong>mana pembentukannya<br />

terja<strong>di</strong> akibat penaikan permukaan air laut yang menggenangi sungai <strong>di</strong> bagian<br />

pantai yang landai;<br />

2. Laguna (Gobah) atau teluk semi tertutup, terbentuk oleh adanya beting pasir<br />

yang terletak sejajar dengan garis pantai sehingga menghalangi interaksi<br />

langsung dan terbuka dengan perairan laut;<br />

3. Fjords, merupakan estuaria yang dalam, terbentuk oleh aktivitas glesier yang<br />

mengakibatkan tergenangnya lembah es oleh air laut;<br />

4. Estuaria tektonik, terbentuk akibat aktivitas tektonik (gempa bumi atau letusan<br />

gunung berapi) yang mengakibatkan turunnya permukaan tanah yang kemu<strong>di</strong>an<br />

<strong>di</strong>genangi oleh air laut pada saat pasang.<br />

F. Produktifitas dan Peran Ekologi Estuaria<br />

Ada bebrapa penyebab sehingga produktivitas hayati daerah estuaria sangat baik<br />

yaitu:<br />

1. estuaria berperan sebagai penjebak zat hara. Dimana ada tiga cara ekosistim<br />

estuaria menyuburkan <strong>di</strong>ri yaitu:<br />

• <strong>di</strong>pertahankan dan cepat <strong>di</strong> daur-ulang zat-zat hara oleh hewan-hewan<br />

yang hidup <strong>di</strong> dasar estuaria seperti bermacam kerang dan cacing.<br />

• Produksi detritus, yaitu partikel-partikel sersah daun tumbuhan akuatik<br />

makro seperti lamun, yang kemu<strong>di</strong>an <strong>di</strong> makan olh bermacam ikan dan<br />

udang pemakan detritus.<br />

9


• Pemanfaatan zat hara yang terpendam jauh dalam dasar lewat aktivitas<br />

mikroba (organisme renik seperti bakteri) lewat akar tumbuhan yang<br />

masuk jauh kedalam dasar estuaria, atau lewat hewan penggali liang <strong>di</strong><br />

dasar estuaria seperti bermacam cacing.<br />

2. Di daerah tropik estuaria memperoleh manfaat besar dari kenyataan bahwa<br />

tetumbuhan ter<strong>di</strong>ri dari bermacam tipe yang komposisinya demikian rupa<br />

sehingga proses fotosintesis terja<strong>di</strong> sepanjang tahun.<br />

3. arti penting pasang surut dalam menciptakan suatu ekosistim akuatik yang<br />

permukaan airnya berfluktuasi.<br />

Peran Ekologis Estuaria.<br />

Secara singkat dapat <strong>di</strong>katakan bahwa peran ekologis estuaria yang penting ialah:<br />

1. merupakan sumber zat hara dan bahan organik bagi bagian estuaria yang jauh<br />

dari garis pantai maupun yang berdekatan dengannya, lewat <strong>di</strong>angkutnya zat<br />

hara dan bahan organik tersebut oleh <strong>sirkulasi</strong> pasang surut (tidal circulation);<br />

2. menye<strong>di</strong>akan habitat bagi sejumlah spesies ikan yang ekonomis penting yang<br />

bergantung pada dasar estuaria sebagai tempat berlindung dan tempat mencari<br />

makanan (fee<strong>di</strong>ng ground); dan<br />

3. memenuhi kebutuhan bermacam spesies ikan dan udang yang hidup <strong>di</strong> lepas<br />

pantai, tetapi yang bermigrasi ke perairan yang dangkal dan terlindung untuk<br />

bereproduksi dan /atau sebagai tempat tumbuh besar (nursery ground) anak<br />

mereka.<br />

G. Jenis-jenis Pantai<br />

1. Pantai Berkarang<br />

Pada zone pantai berkarang terdapat wilayah pasang surut yang hebat.<br />

Daerah ini terbentuk akibat adanya hempasan energi gelombang yang<br />

tinggi.Pada daerah ini juga terdapat banyak tanaman alga. Jenis alga yang<br />

terbanyak yaitu alga hijau dan alga biru. Organisme pada daerah ini membentuk<br />

suatu simbiosis<br />

Pada musim panas, air pada daerah payau pasang surut bisa mencapai<br />

suhu <strong>udara</strong> yang tinggi yang dapat merusak, sedangkan pada musim <strong>di</strong>ngin<br />

suhunya turun sangat rendah atau juga membeku. Saat air pasang, daerah ini<br />

<strong>di</strong>banjiri dengan air laut dengan suhu <strong>udara</strong> yang berbeda. Untuk<br />

10


mempertahankan hidupnya biota air payau pasang surut harus bisa melawan<br />

variasi suhu <strong>udara</strong> yang meluas dan perubahan suhu <strong>udara</strong> yang cepat.<br />

Daerah payau pasang surut mencapai suhu <strong>udara</strong> yang tinggi pada musim<br />

panas sehingga evaporasi <strong>di</strong>percepat. Pada musim <strong>di</strong>ngin es terbentuk pada<br />

daerah payau pasang surut sehingga hal ini menyebabkan percepatan evaporasi,<br />

sehingga salinitas juga berubah-ubah. Oleh karena itu biota daerah pasang surut<br />

harus bisa melawan perubahan salinitas yang cepat dan meluas. Spesies yang<br />

terdapat pada daerah pasang surut adalah alga hijau, anemon, kerang-kerangan,<br />

dan siput.<br />

2. Pantai Berpasir<br />

Pada daerah ini lapisan tanah tidak tetap tetapi mudah berubah akibat<br />

arus dan ombak. Perubahan tersebut menyebabkan populasi tumbuhan dan<br />

hewan yang hidup <strong>di</strong> garis pantai berbatu. Persebaran tumbuhan dan hewan pada<br />

garis pantai <strong>di</strong>pengaruhi oleh faktor abiotik. Lapisan tanah ini sering berubahubah<br />

sehingga adaptasi hewan pada kon<strong>di</strong>si ini sangat besar. Contohnya<br />

organisme Psimodan siput “Olive” <strong>di</strong> pantai pasifik membuat lubang sangat<br />

dalam untuk <strong>di</strong>ja<strong>di</strong>kan tempat tinggal, sehingga tidak terpengaruh oleh ombak<br />

dan arus air. Pada komunitas pantai berpasir tidak terdapat populasi predator, hal<br />

ini <strong>di</strong>sebabkan biota yang hidup berada <strong>di</strong> dalam tanah<br />

H. Vegetasi Zona Pasang Surut<br />

1. Hutan Mangrove<br />

Mangrove merupakan sekumpulan tumbuhan berkayu maupun berupa semak<br />

belukar yang mampu tumbuh dan berkembang dengan baik <strong>di</strong> daerah peralihan antara<br />

darat dan laut yang secara perio<strong>di</strong>c masih terkena bahkan tergenangi air pasang.<br />

Tumbuhan-tumbuhan mangrove sering <strong>di</strong>kenal dengan istilah ‘vegetasi mangrove’,<br />

sedangkan habitat mangrove lebih <strong>di</strong>kenal dengan istilah ‘mangal’. Vegatasi mangrove<br />

tidak akan kita jumpai <strong>di</strong> habitat lain, mereka hanya dapat <strong>di</strong>temukan <strong>di</strong> habitatnya,<br />

yaitu daerah intertidal atau daerah antara darat dan laut. Hal inilah yang menja<strong>di</strong>kan<br />

mangrove sebagai komunitas yang menarik sebagai objek penelitian. Seorang scientist<br />

mangrove bernama Tomlinson membagi komponen penyusun vegetasi mangrove<br />

11


menja<strong>di</strong> tida komponen besar, yaitu komponen mayor (major component), komponen<br />

minor (minor component), dan komponen asosiasi (Associate component).<br />

Komponen mayor merupakan komponen penyusun ekosistem mangrove yang<br />

keberadaannya melimpah dan mampu membentuk tegakan murni, namun tidak pernah<br />

meluas sampai ke dalam komunitas daratan. Ada sekitar tiga puluh spesies dalam<br />

sembilan genera dari lima famili yang tercatat sebagai komponen mayor. Sedangkan<br />

komponen minor keberadaannya tidak begitu mencolok dan jarang membentuk tegakan<br />

murni. Tidak kurang dari dua puluh sepesies dari sebelas genera yang tercatat sebagai<br />

komponen minor. Sedangkan komponen asosiasi merupakan komponen yang mampu<br />

tumbuh dengan baik <strong>di</strong> ekosistem mangrove atau keberadaannya selalu mengikuti<br />

ekosistem mangrove namun jarang <strong>di</strong>temukan.<br />

Ekosistem mangrove mempunyai fungsi ekologis antara lain sebagai tempat<br />

untuk mencari makan (fee<strong>di</strong>ng ground), bukan hanya untuk biota namun juga untuk<br />

manusia. Berbagai invertebrata menggantungkan hidupnya pada produktivitas<br />

mangrove baik langsung maupun tidak langsung. Beberapa spesies memakan langsung<br />

daun maupun propagul mangrove, sedangkan lainnya mencerna partikel organik halus,<br />

baik yang tersuspensi dalam kolom air sebagai “filter feeder” maupun yang telah<br />

terendapkan <strong>di</strong> dasar lumpur. Ada pula spesies predator ataupun pemakan sisa-sisa<br />

tumbuhan dan pemangsa hewan lain. Selain itu ekosistem mangrove juga berperan<br />

sebagai tempat pemijahan (spawning ground), tempat pembesaran (nursery ground)<br />

bagi berbagai jenis hewan seperti ikan, udang dan kepiting dan sebagai tempat<br />

bersarang (nesting ground) oleh banyak satwa.<br />

2. Rawa Rumput (marsh grass)<br />

Vegetasi yang terdapat pada zone pasang yaitu rawa rumput pada daerah sub<br />

tropis. Jenis vegetasi ini tumbuh pada daerah yang terlindungi dari ombak dan arus<br />

pantai terutama daerah hamparan lumpur.<br />

Rawa garam ter<strong>di</strong>ri dari dua tanaman utama yaitu rumput tali atau Spartina<br />

alterniflora dan rumput jerami rawa asin atau Spartina patens. Rumput tali berkembak<br />

biak secara cepat pada daerah ini, Rumput tali menghalangi air sehingga pada waktu<br />

pasang se<strong>di</strong>men tersuspensi <strong>di</strong> dasar rumput tali sehingga rawa garam semakin tinggi.<br />

12


BAB III<br />

PENUTUP<br />

Kesimpulan<br />

Dari uraian panjang lebar tentang ekosistem estuaria dan perananannya dalam<br />

kehidupan, jelaslah bahwa ekosistem estuaria tidak bisa <strong>di</strong>kesampingkan peranannya<br />

bagi kehidupan, khususnya kehidupan manusia.<br />

Ekosistem estuaria, salah satunya hutan mangrove memegang peranan penting<br />

dalam kelestarian kehidupan laut. Sebagai fee<strong>di</strong>ng ground, spawning ground, dan<br />

nursery ground, kelestarian hutan mangrove adalah harga mati bagi kelestarian<br />

kehidupan laut <strong>di</strong>mana laut merupakan salah satu sumber pemenuhan kebutuhan protein<br />

umat manusia.<br />

Selain itu, secara umum ekosistem estuaria memiliki peran ekologis estuaria<br />

yang penting. Estauria merupakan penye<strong>di</strong>a sumber zat hara dan bahan organik bagi<br />

bagian estuaria yang jauh dari garis pantai maupun yang berdekatan dengannya, lewat<br />

<strong>di</strong>angkutnya zat hara dan bahan organik tersebut oleh <strong>sirkulasi</strong> pasang surut (tidal<br />

circulation).<br />

Kawasan estuaria juga berperan sebagai penye<strong>di</strong>a habitat bagi sejumlah spesies<br />

ikan yang ekonomis penting yang bergantung pada dasar estuaria sebagai tempat<br />

berlindung dan tempat mencari makanan. Selain itu bagi beberapa spesies kawaan<br />

estuaria juga <strong>di</strong>ja<strong>di</strong>kan sebagai tempat pengasuhan bagi anak-anak mereka.<br />

Mengingat besarnya peranan kawasan estuaria terhadap kehidupan kita, sudah<br />

semestinya ekosistem ini terus kita jaga kelestariannya. Kesadaran untuk melestarikan<br />

alam bukan hanya tumbuh karena alam yang kita lestarikan memberikan manfaat bagi<br />

kehidupan kita, tetapi alam <strong>di</strong>lestarikan karena mereka memiliki nilai pada <strong>di</strong>rinya<br />

sen<strong>di</strong>ri.<br />

13


DAFTAR PUSTAKA<br />

Sunarto, 2002. Hand out kuliah Ekosistem Pantai. Laboratorium Geomorfologi<br />

Terapan, Jurusan Geofisik, Fakultas Geografi UGM.<br />

Zuidam, van, 1986. Aerial photo. Interpretation in Terrain Analysis in Geomorphologic<br />

Mapping, Smith Publisher, The Hague Netherland.<br />

Black, John A. 1986. Ocean and Coast An Introduction to Oceanography. New York:<br />

United State of America.<br />

Setiabu<strong>di</strong> Wiwoho, Bagus. 1999. Pengantar Oseanografi. Malang: Jurusan Geografi UM<br />

14


Kata kunci<br />

Penghalang biotik<br />

Penghalang abiotik<br />

Komunitas<br />

Prinsip eksklusif kompetitif<br />

Rata – rata reproduksi <strong>di</strong>ferensial<br />

Ekosistem<br />

Prinsip Gause<br />

Habitat<br />

Kompetisi interspesifik<br />

Perairan interstitial<br />

13. EKOLOGI MUARA DAN INTERTIDAL<br />

Kompetisi intraspesifik<br />

Batasan kematian<br />

Mortalitas<br />

Natalitas<br />

Ceruk<br />

Organisme<br />

Populasi<br />

Stabil secara termal<br />

Tak stabil secara termal<br />

Semua organisme <strong>di</strong>pengaruhi dan, sebaliknya, mempengaruhi lingkungan terdekatnya,<br />

yang ter<strong>di</strong>ri dari komponen hidup, atau biotik dan tak hidup atau abiotik. Ketika<br />

organisme dengan kebutuhan yang sama berhadapan satu sama lain, mereka akan secara<br />

umum berkompetisi demi beragam sumber daya alam, seperti makanan dan tempat<br />

tinggal. Satu kelompok organisme akan sukses dan akan berkembang biak dan menja<strong>di</strong><br />

mudah <strong>di</strong>temukan pada area tersebut; yang lain akan menja<strong>di</strong> langka dan mungkin<br />

musnah dari area tersebut.<br />

Kemampuan hewan dan tanaman untuk secara sukses berinteraksi <strong>di</strong> antara mereka<br />

sen<strong>di</strong>ri, dengan hewan dan tanaman lainnya, dan dengan lingkungan biotiknya<br />

<strong>di</strong>cerminkan oleh besarnya populasi mereka, rata – rata kematian dan kelahiran, dan<br />

faktor – faktor lainnya. Organisme dan <strong>di</strong>stribusi organisme ini sepanjang garis pantai<br />

adalah hasil akhir interaksi ini.<br />

Prinsip ekologis<br />

Ekologi adalah cabang ilmu biologi yang mempelajari hubungan faktor biotik dan abiotik<br />

yang keduanya mencakup lingkungan. Komponen biotik yang <strong>di</strong>pelajari oleh ahli ekologi<br />

adalah organisme, populasi, komunitas dan ekosistem.


Dengan pengecualian plankton bersel satu dan bakteri, sebuah organisme adalah sesuatu<br />

yang <strong>di</strong>anggap sebagai in<strong>di</strong>vidu tunggal dari spesies tertentu yang ter<strong>di</strong>ri dari sel, organ<br />

dan sistem organ yang berfungsi bersama – sama sebagai entitas biologis. Kelompok<br />

organisme dari spesies yang sama yang hidup bersama <strong>di</strong> area tertentu <strong>di</strong>anggap sebagai<br />

sebuah populasi. Sebagai contoh, sekelompok bintang laut yang menghuni teluk tertentu<br />

sepanjang pesisir maine adalah sebuah populasi spesies bintang laut tersebut. Kelompok<br />

laun dari organisme ini yang menghuni zona intertidal <strong>di</strong> belakang barisan bay-mouth <strong>di</strong><br />

cape god, massachusetts, akan membentuk populasi spesies yang sama lainnya.<br />

Sepertinya akan terdapat spesies lain yang menghuni area ini. sebagai contoh, Secara<br />

umum siput periwinkle biasanya juga <strong>di</strong>temukan <strong>di</strong> daerah seperti ini. Semua populasi<br />

yang hidup <strong>di</strong> area yang sama berinteraksi satu dengan lainnya dan dengan lingkungan<br />

biotik untuk membentuk sebuah komunitas. Komunitas dapat <strong>di</strong>definisikan sebagai<br />

beragam populasi tanaman dan hewan yang menghuni area tertentu.<br />

Beberapa komunitas yang berlokasi <strong>di</strong> sepanjang garis pantai tertentu <strong>di</strong>anggap sebagai<br />

sebuah ekosistem. Sebagai contoh, pesisir utara long island, new York, dan garis pantai<br />

sebelah selatan connecticut penuh dengan teluk – teluk, masing – masing teluk dapat<br />

<strong>di</strong>anggap sebagai sebuah komunitas, karena <strong>di</strong>huni oleh beragam populasi. Semua<br />

populasi ini berinteraksi <strong>di</strong> dalam <strong>di</strong>rinya sen<strong>di</strong>ri dan dengan yang lainnya, dan semua<br />

<strong>di</strong>pengaruhi dan mempengaruhi lingkungan abiotiknya. Masing – masing teluk ini<br />

berinterkoneksi dengan perairan laut lepas long island sound, dan perairan yang lebih<br />

dalam ini juga mengandung beragam populasi dan komunitas. Semua komponen biotik<br />

dan biotik ini berinteraksi untuk membentuk ekosistem long island sound.<br />

ekosistem long island sound, sebaliknya, berinterkoneksi dengan, mempengaruhi dan<br />

<strong>di</strong>pengaruhi oleh ekosistem zona sedang mid-atlantik. Ekosistem kelautan ini cukup<br />

berbeda dalam hal salinitas (kadar garam), temperatur, substrat (landasan) pesisir, dan<br />

sebagainya, untuk membedakannya dari atlantik utara maupun subtropis. Ekosistem dapat<br />

<strong>di</strong>definisikan sebagai area geografis yang lebih luas yang mencakup beberapa komunitas<br />

gbr 13.1.<br />

Spesies adalah unit dasar yang <strong>di</strong>gunakan untuk menguraikan populasi. Sebuah spesies<br />

dapat <strong>di</strong>anggap sebagai sebuah kelompok organisme yang secara nyata dan potensial<br />

mampu berkembang biak dan memproduksi keturunan yang viabel, subur. Keturunan –


keturunan ini juga harus mampu bereproduksi dalam rangka melestarikan spesies<br />

tersebut. Kuda dan keledai, dua spesies yang berbeda, mampu kawin dan mereproduksi<br />

keturunan yang viabel, tetapi para biologis menganggap mereka sebagi dua spesies yang<br />

berbeda. Hal ini <strong>di</strong>karenakan hasil dari perkawinan mereka – seekor bagal – tidaklah<br />

subur dan tidak mampu bereproduksi.<br />

Sebuah populasi periwinkle dari spesies L littores, yang menghuni garis pantai tertentu<br />

sepanjang pesisir maine, <strong>di</strong>anggap sebagai spesies yang sama dengan periwinkle yang<br />

menghuni pantai sepanjang long island sound. Meskipun populasi maine sebenarnya<br />

tidak dapat berkembang biak dengan populasi long islang sound, tetapi potensi<br />

reproduksi tetap ada; jika populasi maine <strong>di</strong>bawa ke perairan long island, reproduksi<br />

dapat terja<strong>di</strong>. Oleh karena itu, kedua populasi ini <strong>di</strong>anggap sebagai spesies yang sama.<br />

Habitat dan ceruk<br />

Akan lebih mudah jika kita membahas populasi dalam hal habitat dan ceruknya. Habitat<br />

<strong>di</strong>definisikan sebagi sebuah area <strong>di</strong> mana organisme tertentu sering <strong>di</strong>temukan. Sebagai<br />

contoh, habitat periwinkle adalah zona intertidal dari garis pantai berbatu. Habitat<br />

memberitahukan <strong>di</strong> mana organisme tersebut tinggal dan se<strong>di</strong>kit hal lainnya.<br />

Ceruk adalah konsep yang jauh lebih bernilai dan dapat <strong>di</strong>definisikan sebagi peran<br />

fungsional dari sebuah populasi <strong>di</strong> dalam komunitasnya. Dalam rangka menjelaskan<br />

ceruk secara lengkap, segala aspek dari gaya hidup sebuah organisme harus<br />

<strong>di</strong>pertimbangkan. Sebagai contoh, penting untuk memperjelas apa yang <strong>di</strong>makan dan<br />

memakan organisme tersebut, model reproduksinya, jumlah organisme muda yang<br />

<strong>di</strong>produksi, tipe substrat yang lebih <strong>di</strong>pilihnya, tipe substrat yang dapat <strong>di</strong> toleransi dan<br />

sebagainya.<br />

Hubungan intra dan interspesifik<br />

Organisme yang ter<strong>di</strong>ri dari populasi yang ada saling berkompetisi dalam <strong>di</strong>rinya sen<strong>di</strong>ri<br />

demi beragam faktor, seperti makanan, tempat tinggal fisik, dan dalam beberapa kasus,<br />

pasangan. Hal ini <strong>di</strong>namakan kompetisi intraspesifik, karena hal ini terja<strong>di</strong> <strong>di</strong> antara<br />

spesies yang sama. Organisme yang berada <strong>di</strong> dalam populasi yang merupakan pesaing<br />

yang lebih baik akan mendapatkan makanan paling banyak, tempat tinggal yang


<strong>di</strong>inginkan, dst. Organisme superior ini <strong>di</strong>sebut sebagai yang paling layak, dan oleh<br />

karena itu mereka ia, dalam kebanyakan, akan mulai berkembang biak lebih cepat dengan<br />

in<strong>di</strong>vidu superior lain, memproduksi lebih banyak keturunan daripada anggota populasi<br />

yang kurang layak. Sebagai tambahan, terdapat probabilitas tinggi bahwa sejumlah besar<br />

keturunan ini akan menja<strong>di</strong> superior dan sehingga memiliki rata – rata daya tahan lebih<br />

tinggi daripada keturunan dari perkawinan in<strong>di</strong>vidu yang kurang layak.<br />

Keturunan superior ini juga akan mulai berkembang naik lebih cepat dan akan kawin<br />

dengan in<strong>di</strong>vidu superior yang lain untuk memproduksi keturunan yang superior; dan<br />

siklus ini akan berulang – ulang. Oleh karena itu, dalam jangka waktu yang lama, garis<br />

keturunan organisme superior akan memiliki keuntungan numerik dan juga fisik dan/ atau<br />

psikologis dan akan menyingkirkan in<strong>di</strong>vidu yang kurang layak dalam populasi. Secara<br />

esensial, ini adalah contoh dari seleksi alam Charles Darwin, yang terja<strong>di</strong> sebagai hasil<br />

dari rata – rata reproduksi <strong>di</strong>ferensial <strong>di</strong> mana organisme yang paling layak memproduksi<br />

sebagian besar garis keturunan, yang paling banyak dari mereka akan bertahan untuk<br />

secara penuh mendominasi populasi tersebut.<br />

In<strong>di</strong>vidu yang lebih lemah akan mati atau jika mampu bergerak, mungkin berpindah ke<br />

lokasi lain <strong>di</strong> mana kompetisi intraspesifiknya kurang kejam. Seluruh proses ini berujung<br />

pada perkembangan kontinu populasi. Proses ini cenderung pasif, jarang, jika ada,<br />

membuat organisme terlibat dalam pertarungan fisik aktif.<br />

Di dalam komunitas, in<strong>di</strong>vidu dari spesies yang berbeda dapat berkompetisi satu sama<br />

lainnya demi makanan, tempat tinggal, dan pada kasus tertentu, area berkembang biak.<br />

jika terja<strong>di</strong>, kompetisi antara spesies yang berbeda <strong>di</strong>namakan kompetisi interspesifik.<br />

Ketika spesies berkompetisi secara interspesifik, populasi yang kurang layak akan<br />

tersingkir, rata –rata reproduksinya akan jatuh dan spesies yang lebih layak akan<br />

berkembang biak dan mendominasi komunitas tersebut. In<strong>di</strong>vidual yang termasuk<br />

populasi yang kurang layak akan menurun jumlahnya ataupun mati. Jika dapat bergerak,<br />

populasi tersebut mungkin pindah ke tempat dengan se<strong>di</strong>kit kompetisi.<br />

Kompetisi intra maupun interspesifik berujung pada organisme yang paling layak<br />

menja<strong>di</strong> lebih efisien dalam mendapatkan sumber daya alam yang mereka butuhkan<br />

dalam menjalankan siklus hidupnya. Jika organisme yang kurang layak mampu<br />

menemukan dan berpindah ke area lain, mereka akan <strong>di</strong>paksa melakukan strategi


pemangsaan yang berbeda mengadopsi suplai makanan alternatif, dll. Sehingga,<br />

organisme superior dapat menja<strong>di</strong> lebih terspesialisasi dalam hal makanan, sementara<br />

organisme yang kurang layak dapat menja<strong>di</strong> lebih serba bisa.<br />

Spesialisasi eksesif sebenarnya dapat menja<strong>di</strong> kerugian bagi spesies tersebut. Sebagai<br />

contoh, spesies burung, alap – alap everglades, telah mengembangkan paruh yang sangat<br />

spesial yang membuatnya mampu secara eksklusif memangsa siput yang menghuni<br />

everglades <strong>di</strong> florida. Saat everglades menja<strong>di</strong> berkembang , populasi siput turun drastis,<br />

berujung pada penurunan dramatis dalam populasi alap – alap sehingga banyak orang<br />

khawatir akan punah. Seperti yang <strong>di</strong>ilustrasikan contoh ini, ketika sebuah spesies<br />

termo<strong>di</strong>fikasi sebagai respons terhadap faktor alam, adaptasi menguntungkan yang<br />

menakjubkan mungkin terja<strong>di</strong>. Akan tetapi, manusia sering mengubah kon<strong>di</strong>si dengan<br />

sangat cepat sehingga sebuah spesies tidak mampu mengikutinya.<br />

Pada 1932, biologis Argentina tak jelas, angel cabrera, menghubungkan ceruk dengan<br />

kompetisi yang sekarang <strong>di</strong>kenal sebagai prinsip ekslusi kompetitif. Prinsip ini percaya<br />

bahwa tidak ada dua spesies yang dapat menempati ceruk yang sama pada waktu yang<br />

sama dalam komunitas yang sama tanpa memicu kompetisi. Ketika spesies mulai<br />

berkompetisi, salah satu dari tiga hal harus terja<strong>di</strong>; kompetitor yang lebih lemah <strong>di</strong>paksa<br />

keluar komunitas, menja<strong>di</strong> mati atau salah satu dari dua spesies yang berkompetisi<br />

mampu memo<strong>di</strong>fikasi gaya hidupnya sampai pada derajat yang cukup untuk menghindari<br />

kompetisi. Jika yang terakhir terja<strong>di</strong>, masing – masing spesies atau yang lebih lemah,<br />

akan memakai ceruk yang lebih terbatas. Sebagai contoh, kompetisi dapat memaksa<br />

spesies yang lebih lemah untuk hanya mengonsumsi satu spesies mangsa. Sementara<br />

dalam ketiadaan kompetisi beragam spesies mangsa yang berbeda mungkin telah<br />

<strong>di</strong>konsumsi. Dalam sebagian besar komunitas penyusutan ceruk secara umum adalah<br />

hasil akhir kompetisi interspesifik. Sepertinya, hanya kompetitor yang paling lemah yang<br />

mati atau tersingkir dari area tersebut. Akan tetapi, kompetitor superior akan memiliki<br />

rata – rata reproduksi yang lebih tinggi dan mendominasi komunitas tersebut.<br />

Prinsip ekslusi interpsesifik sering <strong>di</strong>sebut sebagai prinsip Gause, <strong>di</strong>ambil dari nama GF<br />

Gause, yang membuta korelasi secara independen tetapi setelah carbera. Karya Gause<br />

lebih tersebar luas dan menja<strong>di</strong> lebih <strong>di</strong>kenal. Akan tetapi cabrera tidak hanya


mendahului Gause tetapi juga menyatakan prinsip tersebut dengan lebih jelas dan<br />

ringkas.<br />

Ketika kompetisi interspesifik seringnya mengarah pada penyusustan ceruk dalam<br />

populasi yang kurang layak, sebaliknya kompetisi intraspesifik, dengan menaikkan rata –<br />

rata reproduksi <strong>di</strong> antara in<strong>di</strong>vidu yang lebih layak dalam sebuah populasi, sering<br />

menyebabkan populasi tesebut memperluas lingkupnya.<br />

Awal dari ekspansi lingkup dapat <strong>di</strong>amati dengan baik ketika se<strong>di</strong>kit in<strong>di</strong>vidu pindah ke<br />

area yang belum pernah <strong>di</strong>tempati sebelumnya yang mengandung semua sumber daya<br />

alam yang <strong>di</strong>butuhkan spesies tersebut. Jika terja<strong>di</strong> populasi secara awal akan mulai<br />

meningkat dari angka rendah saat in<strong>di</strong>vidu membiasakan <strong>di</strong>ri mereka dengan sekitarnya.<br />

Setelah periode ini, rata – rata pertumbuhan populasi akan meningkat secara dramatis dan<br />

kemu<strong>di</strong>an akhirnya berlevel stabil gbr 13.2.<br />

Jika rata – rata kelahiran dan kematian, masing – masing <strong>di</strong>sebut sebagai natalitas dan<br />

mortalitas, tetap sama sepanjang masa, hal ini mengikuti bahwa beberapa in<strong>di</strong>vidu harus<br />

meninggalkan area tersebut. Migrasi pada populasi yang bergerak umumnya terja<strong>di</strong><br />

sebagai hasil dari kompetisi intrasepesifik. Hewan muda dan tua umumnya merupakan<br />

kompetitor yang lebih lemah dan <strong>di</strong>paksa bergerak menuju area lain dalam mencari<br />

makanan dan kebutuhan yang lain. Ketika hal ini terja<strong>di</strong>, populasi tersebut telah<br />

memperluas jangkauannya gbr 13.3<br />

Ekspansi jangkauan akan berlanjut sampai terhenti oleh penghalang biotik dan biotik.<br />

Sebagai contoh, siput periwinkle membutuhkan substrat berbatuan; suplai makanannya,<br />

beragam spesies alga, <strong>di</strong>temukan menempel pada batuan. Sehingga, periwinkle hanya<br />

bisa memperluas jangkauannya sepanjang garis pantai berbatu, karena suplai<br />

makanannya terbatas pada daerah ini saja. Jika periwnkle berniat berkoloni <strong>di</strong> garis pantai<br />

berlumpur dan mengonsumsi suplai makanan lain, periwinkle akan berkompetisi<br />

interspesifik dengan siput lumpur. Spesies ini, sebagai hasil dari kompetisi intraspesifik<br />

kontinu-nya sen<strong>di</strong>ri, telah beradaptasi dengan baik terhadap area berlumpur ini dan akan,<br />

sepertinya, dengan mudah menyingkirkan periwinkle.<br />

Dalam banyak kasus, sebuah populasi yang menjalani ekspansi jangkauan akan<br />

memasuki area yang cocok tetapi telah <strong>di</strong>huni oleh spesies lain dengan kebutuhan ceruk


yang sama. Jika hal ini terja<strong>di</strong>, maka kompetisi interspesifik akan muncul dan spesies<br />

yang lebih lemah akan <strong>di</strong>paksa menyusutkan jangkauan ataupun ceruknya.<br />

Adalah penting untuk memperhatikan bahwa penyusutan ceruk membuat spesies yang<br />

lebih lemah mampu bertahan dalam area yang sama. Penyusutan jangkauan, sebaliknya,<br />

terja<strong>di</strong> ketika sebuah organisme <strong>di</strong>paksa dari sebuah area oleh kompetisi interspesifik.<br />

Secara umum, ekspansi jangkauan adalah hasil dari kompetisi intraspesifik, sementara<br />

kompetisi interspesifik mengarah pada penyusutan jangkauan ataupun ceruknya.<br />

Penghalang biotik terhadap ekspansi jangkauan, ketiadaan suplai makanan yang<br />

mencukupi atau keha<strong>di</strong>ran spesies lain yang memperluas populasi yang mungkin<br />

berkompetisi dengannya. Penghalang biotik yang paling umum bagai ekspansi jangkauan<br />

adalah tipe substrat, jangkauan pasang surut, temperatur dan salinitas. Dari beberapa ini,<br />

substrat, jangkauan pasang surut dan salinitas adalah penting secara lokal, sementara<br />

temperatur membatasi jangkauan organisme dalam area geografis yang luas. Efek<br />

temperatur juga penting secara lokal <strong>di</strong> area muara, dan juga dalam zona intertidal.<br />

Faktor abiotik<br />

Temperatur<br />

Efek geografi skala luas temperatur pada <strong>di</strong>stribusi biologis sangatlah tegas sepanjang<br />

pesisir timur Amerika serikat. Ini adalah bukti dalam keaneka ragaman biologis yang<br />

banyak area tersebut. Samudra atlantik sedang antara nova scotia dan cape hatteras,<br />

carolina utara gbr 13.4, meliputi hanya 9’ latitude, tetapi memiliki komponen biotik dari<br />

atlantik kutub maupun tropis. Keragaman yang luas dalam bentuk kehidupan <strong>di</strong>karenakan<br />

jalur Gulf Stream bab 10, yang bergerak sebagai aliran pesisir sepanjang pantai florida,<br />

Georgia, carolina utara dan bagian selatan carolina utara. Di cape hatteras Gulf stream<br />

bergerak ke laut dan terus menuju utara sebagai aliran lepas pantai. Sebagai hasilnya<br />

perairan pantai selatan cape hatteras menja<strong>di</strong> hangat dan menunjukkan lingkup<br />

temperatur hanya 10’ C18; F antara panasnya musim panas dan <strong>di</strong>nginnya musim <strong>di</strong>ngin.<br />

Perairan pantai dari cape hatteras sampai cape god, massachusetts, sebaliknya,<br />

mengalami fluktuasi temperatur yang lebar dan beragam sebesar 20 C 36 F pertahunnya.<br />

Perairan pantai utara cape god bergerak menuju selatan dari laut utara yang lebih <strong>di</strong>ngin.<br />

Perairan dari nova scotia sampai cape god biasanya <strong>di</strong>ngin, tetapi seperti imbangannya <strong>di</strong><br />

cape hatteras, menunjukkan jangkauan temperatur yang sempit 10 C.


Masa air menunjukkan jangkauan temperatur yang kecil <strong>di</strong>sebut sebagai stabil secara<br />

termal; sedangkan yang memiliki variasi temperatur lebar <strong>di</strong>sebut tak stabil secara termal.<br />

Sehingga, dapat <strong>di</strong>katakan bahwa perairan dari cape hattteras sampai cape god tak stabil<br />

secara termal dan berlokasi antar dua masa air stabil secara termal, satu <strong>di</strong>ngin dan tang<br />

lainnya hangat.<br />

Daerah temperatur yang berbeda ini memiliki implikasi biotik penting dan menyebabkan<br />

perairan cape god dan cape hatteras berlaku sebagai penghalang termal yang mencegah<br />

ekspansi jangkauan permanen spesies selatan menuju utara dan spesies selatan menuju<br />

utara. Sebagai contoh, <strong>di</strong> musim <strong>di</strong>ngin perairan dari cape god sampai cape hatteras<br />

menja<strong>di</strong> <strong>di</strong>ngin sapai pada derajat <strong>di</strong>aman spesies utara, seperti ikan cod, mampu<br />

bermigrasi ke selatan. Plankton utara juga terbawa ke selatan oleh aliran air <strong>di</strong>ngin, tetapi<br />

migrasi mereka pasif. Ketik air menja<strong>di</strong> hangat pada akhir musim semi, ikan cod bergeak<br />

lagi ke utara; planktonnya, karena tidak mampu bertahan <strong>di</strong> air yang lebih hangat, akan<br />

mati.<br />

Hal yang sebaliknya terja<strong>di</strong> <strong>di</strong> musim <strong>di</strong>ngin ketika air hangat menembus ke utara cape<br />

hatteras. Spesies air hangat mampu bermigrasi ke utara sejauh cape god. Penngahalang<br />

termal air <strong>di</strong>ngin secara umum mencegah migrasi lebih jauh ke utara, meskipun kadang –<br />

kadang beberapa spesies selatan <strong>di</strong>temukan <strong>di</strong> teluk maine. Ketika perairannya men<strong>di</strong>ngin<br />

<strong>di</strong> musim gugur, ikan tersebut akan bergerak ke selatan, sementara planktonnya,<br />

beradaptasi dengan air hangat akan mati.<br />

Karena perubahan temperatur musiman <strong>di</strong> cape hatteras dan cape god mencegah ekspansi<br />

jangkaun permanen dari spesies utara dan selatan, cape ini <strong>di</strong>anggap sebagai titik<br />

perubahan biogeografis. akan tetapi, Perbatasan biogeografis ini tidaklah absolut; tetapi<br />

lebih berlaku sebagai filter selektif. Sebagi contoh propinsi Virginia bab 10 memiliki<br />

beberapa spesies asli tetapi paling utama ter<strong>di</strong>ri dari komponen yang lebih berasa dari<br />

utara dan selatan. Propinsi ini <strong>di</strong>katakan menja<strong>di</strong> miskin, yang berarti bahwa hanya<br />

terdapat se<strong>di</strong>kit penghuni dari selatan dan utara <strong>di</strong> dalamnya. Pada kenyataannya propinsi<br />

Virginia adalah area transisional antara propinsi carolina yang lebih stabil secara termal<br />

dengan daerah selatan dan yang lebih utara atau boreal.<br />

Pada skala yang lebih lokal, efek temperatur adalah faktor biotik penting <strong>di</strong> area muara<br />

dan, masih pada skala yang lebih kecil, <strong>di</strong> zona intertidal. Muara ter<strong>di</strong>ri dari volume air


yang lebih se<strong>di</strong>kit daripada laut lepas pantaui terdekat. Karena volume yang lebih kecil<br />

air menghangat dan men<strong>di</strong>ngin lebih cepat sebagai respons terhadap temperatur<br />

<strong>atmosfer</strong>ik, temperatur air muara beragam menurut musimnya. Jangkauan temperatur ini<br />

<strong>di</strong>ubah oleh input air tawar dari sungai, arus dan pengikisan permukaan. Karena<br />

temperatur sistem air tawar ini mendekati temperatur <strong>atmosfer</strong>ik, mereka membawa air<br />

<strong>di</strong>ngin ke muara <strong>di</strong> musim <strong>di</strong>ngin dan air hangat <strong>di</strong> musim panas. Hal ini memperkuat<br />

perbedaan temperatur antar perairan muara dan laut pesisir. Lebih – lebih sungai, arus<br />

dst. Masuk sepanjang sisi menuju daratan muara, sementara air yang lebih asin masuk<br />

melewati jalan masuk dan menga<strong>di</strong>lkan jangkauan temperatur rendah <strong>di</strong> porsi menuju laut<br />

muara dan jangkauan temperatur luas menuju porsi daratan. Dikarenakan air tawar<br />

kurang padat daripada aiar laut maupun air muara, maka ia cenderung melapisi <strong>di</strong><br />

permukaan. Stratifikasi tipe ini bertanggung jawab terhadap <strong>di</strong>stribusi vertikal temperatur<br />

<strong>di</strong> beberapa muara. Semua faktor ini menyebabkan muara menja<strong>di</strong> lebih hangat <strong>di</strong> musim<br />

panas dan lebih <strong>di</strong>ngin <strong>di</strong> musim <strong>di</strong>ngin daripada perairan pesisir terdekat.<br />

Temperatur juga memainkan peranan penting dalam zona intertdal. Area ini secara<br />

perio<strong>di</strong>k tertutupi oleh air pada saat pasang dan terekspos ke <strong>atmosfer</strong> selama air surut.<br />

Karena <strong>udara</strong> memiliki jangkauan temperatur harian dan tahunan yang lebih luas daripada<br />

air dengan pana latennya bab 6 organisme intertidal terekspos terhadap variasi temperatur<br />

yang luas. Bahwasanya jangkauan temperatur <strong>udara</strong> sering melewati batasan lethal bagi<br />

organisme kelautan. Jika organisme intertidal terekspos pas saat air surut, ketika<br />

temperatur <strong>udara</strong> pada batas maksimum atau minimumnya, batasan lethal mungkin<br />

terlampaui dan organisme tersebut akan mati. Bahkan jika batasan lethal tidak tercapai,<br />

temperatur <strong>udara</strong> mungkin menja<strong>di</strong> rendah atau tinggi sehingga melemahkan organisme<br />

tersebut dan mereka akan mati karena penyebab lainnya, seperti kurangnya suplai<br />

makanan dst.<br />

Salinitas kadar garam<br />

Variasi salinitas juga memiliki efek mendalam pada <strong>di</strong>stribusi tanaman dan hewan,<br />

khususnya <strong>di</strong> muara dan zona intertidal. Klasifikasi muara berdasarkan pada pola salinitas<br />

dan efek variasi salinitas pada <strong>di</strong>stribusi organisme muara <strong>di</strong>bahas pada bab 11. sebagai<br />

tambahan terhadap efek yang relatif berskala besar, jangkauan tidal, efek coriolis dan<br />

hujan musiman dan daerah temperatur juga mempengaruhi pola salinitas muara.


Di muatra yang memiliki jangkau tidal yang luas, air laut akan terbawa jauh ke dalam<br />

muara pada saat air pasang, sementara pada air surut, air tawar subpermukaan dapat<br />

menembus jarak yang lumayan menuju laut. Dalam kasus ini, daerah tertentu muara akan<br />

memiliki daerah salinitas yang temperatur dengan peruangan pasang – surut dari salinitas<br />

tinggi sampai hampir air tawar. Dalam area seperti fluktuasi salinitas maksimum ini,<br />

salinitas berkisar lebih dari enam sampai duabelas periode tidal dapat melampaui kisaran<br />

salinitas tahunan bagi seluruh muara. Populasi hewan bergerak mungkin ter<strong>di</strong>ri dari<br />

spesies air tawar selama air surut dan spesies laut selam air pasang. Organisme sessiel,<br />

jika ada, pastinya adalah euryhaline bab 11.<br />

Efek coriolis adalah pembiasan perairan yang bergerak karena rotasi bumi. Hal ini akan<br />

<strong>di</strong>ingat bahwa perairan ini terbiaskan ke sebelah kanannya <strong>di</strong> hemisphere selatan dan ke<br />

kirinya <strong>di</strong> hemisphere utara. Di hemispheree utara ketika air asin menuju ke dalam muara,<br />

ia <strong>di</strong>biaskan ke kanan; air tawar yang bergerak menuju laut juga <strong>di</strong>biaskan ke kanan –<br />

sepanjang garis pantai yang berlawanan gbr 13.5. bagi para pengamat yang menghadap<br />

muara air laut akan <strong>di</strong>biaskan ke kanan mereka dan air tawar <strong>di</strong>biaskan ke kiri mereka.<br />

Sebagai hasil dari efek coriolis, terdapat dua titik pada garis pantai berlawanan dari<br />

muara yang akan memilik salinitas yang berbeda gbr 13.6. area ini mungkin <strong>di</strong>tandai<br />

dengan populasi hewan dan tanaman yang berbeda juga. Di hemisphere selatan<br />

pembiasan air asin dan tawar akan terbalik gbr 13.7, seperti titik – itik salinitas tinggi dan<br />

rendah sepanjang garis pantai berlawanan – air laut yang datang akan <strong>di</strong>biaskan ke<br />

sebelah kiri pengamat.<br />

Perubahan musiman dalam salinitas muara secara umum <strong>di</strong>korelasikan dengan perubahan<br />

musiman dalam temperatur dan/ atau aliran sungai. Dalam zona sedang temperatur<br />

musim panas yang lebih hangat mengarahkan pada rata – rata penguapan yang lebih<br />

tinggi dan oleh karena itu salinitas muara yang lebih tinggi <strong>di</strong> musim panas. Yang sama<br />

<strong>di</strong> area <strong>di</strong> mana aliran sungai dan pengikisan permukaan berubah musiman karena pola<br />

precipiasi, salinitas muara akan meningkat selama periode kering dan menurun selama<br />

periode hujan deras.<br />

Variasi salinitas juga mempengaruhi <strong>di</strong>stribusi organisme penggali. Se<strong>di</strong>men zona<br />

subtidal dan intertidal dari garis pantai tak berkonsolidasi paling sering ter<strong>di</strong>ri dari<br />

lumpur dan/ atau pasir. Air yang <strong>di</strong>ketahui sebagai air interstitial menjenuhkan ruang,


atau celah <strong>di</strong> antara se<strong>di</strong>men – se<strong>di</strong>men ini. Yang sama, organisme penggali yang<br />

menghuni ruang interstitial ini <strong>di</strong>anggap sebagai organisme interstitial.<br />

Air interstitial berasal dari pelapisan air laut yang secara permanen menutupi se<strong>di</strong>men<br />

subtidal atau bahwa banjir perio<strong>di</strong>k zona intertidal pada saat air pasang. Karena air yang<br />

lebih asin secara umum lebih padat daripada air dengan salinitas rendah, air yangpaling<br />

asin akan <strong>di</strong>temukan secara cepat <strong>di</strong> bawah dasar. Adalah air asin ini yang merembes<br />

menja<strong>di</strong> se<strong>di</strong>men dan membentuk air interstitial. Sebagai hasilnya organisme penggali<br />

dasar dari zona subtidal dan intertidal akan tetap terekspos pada air asin gbr 13.8.<br />

Akan tetapi terdapat dua pengecualian; muara yang <strong>di</strong>dominasi tidal dan yang merupakan<br />

area sub dan intertidal yang menerima masukan air tanah signifikan. Seperti yang <strong>di</strong>bahas<br />

sebelumnya muara yang <strong>di</strong>dominasi tidal menunjukkan fluktuasi salinitas maksimum,<br />

menyebabkan variasi luas dalam salinitas air interstitial. Sepanjang banyak air tanah garis<br />

pantai, terbentuk oleh air hujan yang merembes ke dalam se<strong>di</strong>men terestrial, bergerak<br />

horizontal dan menyilang permukaan bumi pada zona intertidal dan subtidal. Jika hal ini<br />

terja<strong>di</strong> air tanah yang kurang padat akan naik ke atas air interstitial asin yang lebih padat.<br />

Organisme penggali mungkin akan terekspos pada aliran kontinu air tanah yang naik.<br />

Reduksi salinitas ini pada air interstitial mungkin pas untuk menghilangkan organisme<br />

penggali dasar <strong>di</strong> area sepeti itu gbr 13.9.<br />

Di dalam porsi yang lebih atas, se<strong>di</strong>men intertidal <strong>di</strong>banjiri hanya pada saat air pasang,<br />

ketika air pantai yang lebih asin terbawa naik menuju porsi daratan pada saat air pasang.<br />

Sebaliknya lebih banyak porsi menuju laut dari zona intertidal yang tertutup oleh air<br />

dengan salinitas yang lebih rendah, <strong>di</strong>karenakan naiknya jumlah air sungai yang mengalir<br />

ke muara pada saat air surut. Sebagai hasilnya salinitas interstitialnya lebih tinggi pada<br />

horizon air surut, yang sering membuat organisme laut intersttial menembus jauh lebih ke<br />

atas pada saat horizon air pasang daripada yang terja<strong>di</strong> saat horizon air surut.<br />

Salinitas air interstitial juga memainkan peranan penting dalam <strong>di</strong>stribusi organisme<br />

penggali intertidal pada pantai penghalang. Pantai – pantai ini berkembang pada sisi<br />

menuju laut dari muara, secara umum jauh dari input air tawar sungai. Karena jarang<br />

terekspos <strong>atmosfer</strong> dan tertutup oleh air laut, dapat <strong>di</strong>duga bahwa organisme yang hidup<br />

<strong>di</strong> pantai – pantai ini adalah stenohaline bab 11 dan mampu bertahan hanya pada air yang<br />

lumayan asin saja. Agaknya organisme ini, khususnya yang tinggal <strong>di</strong> atau menjorok ke


permukaan se<strong>di</strong>men, adalah euryhaline dan dapat dengan sukses tahan akan variasi<br />

salinitas air 15 0/00. meskipun organisme ini terekspos pada air yang lumayan asin pada<br />

saat air pasang, ia juga terkena air tawar pada periode hujan kedua air surut. Karena air<br />

tawar kurang padat <strong>di</strong>ban<strong>di</strong>ng dengan air laut interstitial, air tawar tidak akan tenggelam<br />

<strong>di</strong> bawah air laut interstitial. Sebagai hasilnya hanya se<strong>di</strong>men dekat dengan permukaan<br />

yang mengandung air interstitial yang benar – benar tawar atau berkurang besar<br />

salinitasnya. Di bawah pertemuan air laut – air tawar, salinitas air interstitial tetap sama<br />

seperti air yang melapisi se<strong>di</strong>men selama air pasang. Karena perbedaan dalam salinitas air<br />

interstitial ini, organisme euryhalin <strong>di</strong>temukan pada permukaan dan dalam se<strong>di</strong>men<br />

terdekat dengan permukaan pantai penghalang intertidal, sementara organisme<br />

stenohaline <strong>di</strong>temukan dalam se<strong>di</strong>men yang lebih dalam.<br />

Tidal pasang surut<br />

Terdapat tiga efek tidal utama yang <strong>di</strong>alami oleh hewan dan tanaman yang hidup <strong>di</strong> zona<br />

intertidal; durasi tidal, hari <strong>di</strong> mana tidal tertentu terja<strong>di</strong>, dan perio<strong>di</strong>sitas ritmis tidal.<br />

Durasi tidal menurut; jumlah waktu <strong>di</strong>mana organisme intertidal akan terekspos pada<br />

<strong>atmosfer</strong>. Sebagai contoh hewan dari horizon air surut mengalami waktu ekspos yang<br />

sangat berbeda daripada yag <strong>di</strong>alami hewan horizon air pasang. periode waktu <strong>di</strong> mana<br />

organisme ini terekspos yang mereka mudah terpengaruh terhadap kekeringan dan<br />

atmospherik lethal. Semakin lama periode ekspos, semakin besar probabilitas organisme<br />

tersebut menja<strong>di</strong> kekeringan atau mengalami temperatur tinggi atau rendah yang<br />

mematikan. Naiknya ekspos waktu mungkin juga melemahkan organisme ini sampai<br />

pada derajat <strong>di</strong>mana ia akan mati karena penyebab lain. Sebagai tambahan sebagian besar<br />

organisme laut sessile hanya dapat makan ketika mereka tergenang air. Sebagai hasilnya<br />

hewan sessile dari horizon air surut memiliki kesempatan makan lebih besar, jika<br />

<strong>di</strong>ban<strong>di</strong>ngkan dengan yang berada <strong>di</strong> horizon air pasang. Hal ini umum tercermin dari<br />

ukuran <strong>di</strong>stribusi populasi yang hidup seluruh zona intertidal. Organisme yang menghuni<br />

horizon air surut secara umum lebih besar daripada reknnya yang berada <strong>di</strong> horizon air<br />

pasang. Fenomena ini umum <strong>di</strong>amati pada populasi berangas; yang berada <strong>di</strong> horizon air<br />

surut lebih besar daripada yang berada <strong>di</strong> horizon air pasang.<br />

Hari <strong>di</strong>mana terja<strong>di</strong>nya tidal tertentu juga penting, ketika <strong>di</strong>anggap berhubungan dengan<br />

kemungkinan bahwa organisme mengalami temperatur yang mematikan. Terdapat


probabilitas yang lebih tinggi bahwa organisme intertida tropis mengalami temperatur<br />

<strong>atmosfer</strong> yang secara mematikan tinggi jika air surut terja<strong>di</strong> pada siang hari daripada jika<br />

terja<strong>di</strong> pada tengah malam. Hal yang sebaliknya akan terja<strong>di</strong> pada daerah kutub, <strong>di</strong>mana<br />

akan terdapat kemungkinan yang lebih besar jika sebuah organisme akan mengalami<br />

temperatur rendah yang memetikan jika terekspos pada tegah malam daripada siang hari.<br />

Dalam daerah <strong>di</strong>ngin sedang, temperatur mematikan kebanyakan terja<strong>di</strong> ketika organisme<br />

tersebut terekspos selama siang <strong>di</strong> musim panas dan malam hari <strong>di</strong> musim <strong>di</strong>ngin. Selama<br />

musim tersebut, temperatur tinggi dan rendah yang mematikan sepertinya sering terja<strong>di</strong>.<br />

Pada akhirnya, kemampuan pre<strong>di</strong>ksi siklus tidal nampak memiliki ritme biologis<br />

terinduksi pada banyak organisme laut. Seperti yang telah <strong>di</strong>catat banyak hewan intertidal<br />

sessile mampu makan hanya pada saat mereka tergenang <strong>di</strong> air. Lebih – lebih banyak dari<br />

organisme ini, kalau tidak semua, hidup <strong>di</strong> zona intertidal menja<strong>di</strong> <strong>di</strong>am ketika terekspos<br />

ke <strong>udara</strong> dan kembali ke aktivitas normal hanya ketika habitatnya tergenangi. Lebih jauh<br />

beberapa hewan seperti grunion, ikan yang hidup <strong>di</strong> perairan pesisir samudra pasifik,<br />

mengukur waktu bertelurnya berbarengan dengan tidal musim panas dan semi bab 4.<br />

Substrat landasan<br />

Mungkin tidak ada faktor abiotik lainnya yang memainkan peranan jelas dalam<br />

mengontrol <strong>di</strong>stribusi organisme laut seperti yang <strong>di</strong>lakukan se<strong>di</strong>men. Dalam<br />

menggambarkan habitat, semua se<strong>di</strong>men dapat <strong>di</strong>bagi menja<strong>di</strong> tipe sen<strong>di</strong>men<br />

berkonsolidasi dan tak terkonsolodasi. Habitat yang ter<strong>di</strong>ri dari substrat terkonslidasi<br />

termasuk garis pantai bergletser seperti nova scotia <strong>di</strong> mana lapisan batuan dasar telah<br />

terekspos dan karena laut pada zona intertidal, sama seperti garis pantai berbatu <strong>di</strong> maine.<br />

Pada area seperti itu se<strong>di</strong>men yang baik , berkisar dari pasir kasar sampai endapan<br />

umumnya terbawa ke perairan yang lebih dalam dan menutupi lapisan batuan lepas<br />

pantai. Dermaga batu, pelindung pantai dan pemecah ombak bab 12 adalah contoh habitat<br />

berkonsolidasi buatan, karya manusia. Karena strukturnya <strong>di</strong>bangun untuk menstabilkan<br />

garis pantai tak terjkonsoliasi, mereka mampu mempuat organisme mendapatkan subtrat<br />

berkonsolidasi untuk berpopulasi <strong>di</strong> garis pantai <strong>di</strong>mana biasanya tidak akan terja<strong>di</strong><br />

secara normal.<br />

Substrat tak berkonsolidasi biasanya <strong>di</strong>temukan sepanjang garis pesisir nongletser.<br />

Substrat ini ter<strong>di</strong>ri dari material yang <strong>di</strong>pindahkan oleh ombak dan aliran normal yang


terja<strong>di</strong> <strong>di</strong> area yang ada. Sehingga, se<strong>di</strong>men yang berkisar dari batu kali sampai lempung<br />

dan endapan mencakup substrat tak berkonsolidasi. Se<strong>di</strong>men memainkan peranan penting<br />

dalam <strong>di</strong>stribusi biotik sehingga komunitas sering ter<strong>di</strong>sain oleh tipe se<strong>di</strong>men dominan<br />

yang ada.<br />

Interaksi substrat – komunitas<br />

Ahli ekologi sering menggambarkan dan mendeskripsikan komunitas dengan<br />

menamainya dari faktor biotik dan biotiknya yang paling jelas. Dengan menggunakan<br />

metode ini, juga memungkinkan untuk menduga tipe organisme yang mungkin ha<strong>di</strong>r<br />

dalam komunitas yang ada. Sebagai contoh, dataran berlumpur <strong>di</strong>belakang tepi baymouth<br />

sering menja<strong>di</strong> fitur yang sangat jelas. Area ini dapat <strong>di</strong>sebut sebagai komunitas<br />

dalarn lumpur, menamakannya karena fitur abiotik yang paling terbukti. Nama komunitas<br />

daratan lumpur mengin<strong>di</strong>kasikan bahwa se<strong>di</strong>mennya sangat baik dan bahwa organsime<br />

seperti berangas, yang menempekan <strong>di</strong>ri pada substrat, tidak mungkin ada. Agaknya<br />

hewan penggali yang memungkinkan menja<strong>di</strong> penghuninya, bersama dengan siput<br />

lumpur.<br />

Hal yang sama, garis pantai berbatu adalah fitur yang umum dan jelas sepanjang pesisir<br />

yang tersapu ombak dengan aliran yang kuat. Di area seperti ini ombak dan aliran<br />

pemecah menghilangkan pasir yang baik, lempung dan endapan. Garis pantai berbatu<br />

mengin<strong>di</strong>kasikan sebuah area <strong>di</strong>mana sejumlah besar energi ombak <strong>di</strong>lepaskan; area ini<br />

sering <strong>di</strong>sebut sebagai komunitas pantai-berbatu. Komunitas pantai berbatu ter<strong>di</strong>ri dari<br />

organisme yang beradaptasi dengan menempel pada batuan dengan maksud mencegah<br />

agar tidak tersapu ombak. Berangas, bintang laut, periwinkle dan ganggang laut yang<br />

menempel kuat adalah populasi yang umum pada komunitas pantai berbatu. Komunitas<br />

ini juga <strong>di</strong>namakan dari fitur yang paling mencolok, substrat abiotik.<br />

Ujung tepi bay-mouth adalah area <strong>di</strong>mana aliran pantai panjang mengendapkan sejumlah<br />

banyak pasir kasar ketika menuju teluk. Area seperti ini memiliki rata – rata se<strong>di</strong>men<br />

tinggi dan organisme yang hidup pada dasarnya terancam terkubur. Organisme yang<br />

hidup <strong>di</strong> komunitas pantai pasir ini harus mampu dengan cepat menggali menembus<br />

substrat agar bertahan dengan se<strong>di</strong>mentasi yang cepat. Populasi khas yang <strong>di</strong>temukan<br />

pada komunitas pantai pasir adalah kerang cangkang halus dan cacing pita.


Seperti yang <strong>di</strong>tulis <strong>di</strong> bab 10, komunitas daratan lumpur mungkin dengan cepat <strong>di</strong>invasi<br />

oleh vegetasi yang mampu bertahan pada zona intertidal. Ketik daratan lumpur mencapai<br />

ketinggian tertentu, vegetasi ini berpindah dan mengaburkan daratan lumpur. Ketika hal<br />

ini terja<strong>di</strong> fitur yang paling jelas adalah vegetasi tersebut, dalam zona sedang, hal ini<br />

adalah rumput payau, dan kalau <strong>di</strong> daerah tropis adalah bakau. Oleh karena itu, dalam<br />

zona sedang adalah umum untuk mendapatkan komunitas payau , sedangkan <strong>di</strong> zona<br />

tropis adalah komunitas bakau yang berkembang. Komunitas ini <strong>di</strong>namakan berdasarkan<br />

himpunan biotik yang paling jelas, vegetasi.<br />

Pada banyak kasus garis pantai berbatu memberikan titik penempelan bagi remis biru<br />

ataupun barangas. Seringnya hewan ini tumbuh dengan sangat padat pada batuan<br />

sehingga mereka menja<strong>di</strong> fitur yang paling jelas. Komunitas seperti ini akan <strong>di</strong>namakan<br />

komunitas remis biru atau barangas, karena hewan inilah yang menja<strong>di</strong> fitur yang paling<br />

jelas.<br />

Seringnya kesuksesan sebuah populasi dalam area yang ada menyebabkan perubahan<br />

tajam pada tipe substrat. Sebagai contoh, ketika remis biru pindah ke substrat berbatu<br />

agak curam, ia seringnya berkembang dengan baik dan menutupi batuan tersebut.<br />

Cangkang remis yang telah ada sebelumnya kemu<strong>di</strong>an berfungsi sebagai substrat bagi<br />

remis lain, dan kemu<strong>di</strong>an remis <strong>di</strong>atas remis <strong>di</strong> atas remis akan menyebabkan air yang<br />

membawa se<strong>di</strong>men baik untuk melambat pada derajat tertentu sehingga se<strong>di</strong>men ini<br />

terendap dan menutupi populasi remis. Garis pesisir berbatu, dalam kasus ini, telah<br />

berubah menja<strong>di</strong> daratan lumpur, dan komunitasnya seringnya akan <strong>di</strong>invasi oleh vegetasi<br />

dan menja<strong>di</strong> komunitas payau. Ini adalah contoh yang sempurna dari lingkungan abiotik<br />

yang membimbing komponen biotik tertentu, yang kemu<strong>di</strong>an mengubah area tersebut<br />

menja<strong>di</strong> tipe substrat yang berbeda yang, pada waktunya membawa komunitas yang<br />

benar – benar berbeda.<br />

Karena substrat menentukan tipe organisme yang akan muncul <strong>di</strong> sepanjang garis pesisir<br />

yang ada, sering nyaman untuk membagi area ini berdasarkan tipe substrat. Pada<br />

dasarnya, terdapat hanya dua tipe substrat; berkonsolidasi dan tak berkonsolidasi. Seperti<br />

yang telah <strong>di</strong>catat, garis pesisir berkonsolidasi dapat ter<strong>di</strong>ri dari batuan dasar, batubesar<br />

atau batuan – materi yang tidak berpindah karena ombak dan aliran normal. Garis pesisir<br />

tak berkonsolidasi ter<strong>di</strong>ri dari beragam pasir, juga lempung dan endapan. Pantai yang


ter<strong>di</strong>ri dai batuan kali adalah kasus uni, karena ia memberikan titik penempelan bagi<br />

organisme khas pesisir berbatu tetapi sering berpindah karena ombak dan aliran normal<br />

seperti substrat berpasir dan berlumpur.<br />

Pantai berbatu<br />

Fitur yang paling jelas dari garis pantai berbatu adalah zonasi beragam populasi hewan<br />

dan tanaman. Hal ini <strong>di</strong>karenakan <strong>di</strong>stribusi populasi tertentu dalam horizon air pasang,<br />

tengah dan surut.<br />

Horizon air pasang adalah sebuah area dengan kon<strong>di</strong>si yang sangat penuh stres. Ia<br />

terekspos <strong>atmosfer</strong> dalang periode waktu yang lama, menyebabkan temperatur pada zona<br />

ini fluktuatif secara luas. Sebagai tambahan nutrisi tanaman larut jarang ada dan hanya<br />

terse<strong>di</strong>a ketika area ini tergenangi selama air pasang. Dikarenakan kon<strong>di</strong>si yang payah<br />

ini, horizon air pasang jarang <strong>di</strong>huni.<br />

Memproduksi utama dalam area ini adalah beragam spesies alga hijau dan biru-hijau dan<br />

sejenis lumut berwarna kehitam – hitaman. Lumut berasosiasi dengan jamur dan alga<br />

bersel satu. Jamur memberikan titik pelekatan bagi alga, sementara alga, lewat<br />

fotosintesis memproduksi nutrisi bagi jamur. Dengan cara seperti ini kedua organisme<br />

memberikan keuntungan dari hubungannya, yang <strong>di</strong>sebut berbagai simbiosis. Populasi<br />

plankton bersifat sementara dan ada hanya ketika zona tersebut tertutup air. Pemakan<br />

tanaman yang dominan, hanya memakan alga dan lumut adalah periwnkle dan limper.<br />

Tepat <strong>di</strong> bawah alga adalah menonjol <strong>di</strong>huni oleh berangas. Karena area ini adalah<br />

pemakan berfilter, mereka mampu makan hanya ketika air pasang terja<strong>di</strong> dan plankton<br />

muncul. Ketika sebuah area terekspos ke atmospher, berangar akan mengunci <strong>di</strong>rinya <strong>di</strong><br />

dalam tempurungku dalam cangkang mereka dan melindungi mereka dari kekeringan.<br />

Horizon tengah lebih sering tertutup air, temperaturnya karang bervariasi dan nutrisinya<br />

lebih banyak. Sebagai hasilnya area ini berpopulasi lebih padat daripada horizon air<br />

pasang. Pertumbuhan padat alga makroskopis hijau, merah dan cokelat terdapat <strong>di</strong> sini<br />

dan memberikan makanan bagi pemakan tanaman, yang ter<strong>di</strong>ri populasi remis. Limpet<br />

dan chiton.<br />

Hewan dominan dari horizon air tengah adalah remis, pemakan berfilter. Hewan ini<br />

menempel pada substrat dengan benang byssal elastis karena benang ini elastis, membuat<br />

mereka mampu menyimpan airnya ke dalam derajat yang terbatas <strong>di</strong> dalam kolom,


membuat kita mampu pada level yang berbeda Membuatnya harus yang memberi remis<br />

keuntungan kompetitif selama tiga generasi. Seperti berangas yang menempel pada<br />

substrat dan tidak dapat mengubah posisinya remis dapat mengubah posisinya dan<br />

serinya terlalu banyak tumbuh dan menyingkirkan berangas yang tidak bergerak, karena<br />

remis secara ekstensif <strong>di</strong> mangsa oleh bintang laut, yang juga ha<strong>di</strong>r <strong>di</strong> substrat beratu.<br />

Sebagai tambahan remis dalam zona sedang sering menderita mortalitas tinggi selama<br />

musim <strong>di</strong>ngin ketika mereka terlepas dari substrat karena es laut. Semakin kencang<br />

berangas tertempel, sepertinya ia tidak menderita mortalitas yang tinggi seperti itu.<br />

Secara jelas faktor biotik maupun abiotik berfungsi membatasi populasi remis dalam<br />

horizon air tengah.<br />

Horizon air surut sering tertutup oleh tidal, dengan akibat bahwa nutrisi tanaman, nitrat<br />

dan phosphat seecara konsisten selalu terse<strong>di</strong>a. Akibatnya terdapat populasi alga<br />

mikroskopik hijau merah dan cokelat yang tinggi dalam area ini. Lebih – lebih karena<br />

horizon air surut sering tergenang air laut, plankton umumnya terse<strong>di</strong>a <strong>di</strong>sini. Sehingga<br />

makanan bagi pemakan tanaman melimpah dan jumlah hewan ini juga predator<br />

populasinya, sering tinggi. Karena melimpahnya makanan dan stabilitas temperatur dan<br />

daerah salinitas, bukan faktor biotik maupun abiotik yang sepertinya membatasi populasi<br />

dari organisme horizon air surut. Lebih jauh, kompetisi interspesifik, aman sebagai<br />

tempat tinggal, secara umum tidak signifikan; sehingga tak satu spesiespun yang<br />

mendominasi horizon air surut. Akan tetapi, seperti pada horizon air tengah, pemangsaan<br />

akan menja<strong>di</strong> faktor utama dalam membatasi jumlah beberapa spesies.<br />

Secara umum, faktor biotik berfungsi membatasi kesuksesan populasi dalam horizon air<br />

surut, sementara faktor abiotik, utamanya salinitas dan variasi temperatur, bersifat<br />

penting dalam Horison air surut. Kombinasi dari kedua faktor biotik daun abiotik<br />

mempengaruhi populasi dalam horizon air tengah.<br />

Kolam tidal adalah tipe khusus dari habitat yang sering <strong>di</strong>temukan pada substrat berbatu.<br />

Meskipun dapat <strong>di</strong>temukan dalam zona intertidal manapun, yang <strong>di</strong>temukan <strong>di</strong> horizon<br />

air surut adalah yang paling sering <strong>di</strong>genangi. Sebagai hasilnya biotanya mirip, jika tidak<br />

identik, dengan tanaman daun hewan sekitar horizon air surut. Kolam tidak dari horizon<br />

air pasang dan tengah, sebaliknya tidak sering <strong>di</strong>genangi, sehingga terekspos terhadap<br />

<strong>udara</strong> dalam periode yang lebih lama. Eksposur ini mengarah pada daerah dan hasil


abiotik yang sangat berbeda dalam biota yang mengalami level temperatur, salinitas dan<br />

oksigen yang berfluktuasi secara luas.<br />

Se<strong>di</strong>kit volume air dalam kolam tidal dan ketika tidal hilang, air ini menghangat dan<br />

men<strong>di</strong>ngin jauh lebih cepat daripada laut sekitar. Pada musimpanas, air dalam kolam tidal<br />

mungkin mencapai temperatur tinggi mematikan, sementara pada musin <strong>di</strong>ngin bisa jatuh<br />

ke temperatur rendah yang mematikan – atau bahkan benar – benar membeku. Ketika<br />

tidal datang, kolam tidal <strong>di</strong>banjiri dengan air laut dari temperatur yang sangat berbeda –<br />

pada musim panas dengan air yang lebih <strong>di</strong>ngin dan pada musim <strong>di</strong>ngin dengan air yang<br />

lebih hangat. Dalam rangka untuk bertahan kolam tidal harus mampu tahan variasi<br />

temperatur luas maupun perubahan temperatur yang cepat.<br />

Situasi yang mirip terja<strong>di</strong> dalam hal salinitas. Karena terekspos, kolam tidal mencapai<br />

temperatur tinggi <strong>di</strong> musim panas, penguapan terja<strong>di</strong>. Seperti yang <strong>di</strong>bahas <strong>di</strong> bab 7,<br />

hanya air yang menguap, meninggalkan garam larut ke dalam solusi, keadaan yang dapat<br />

menaikkan salinitas dengan drastis. Di musim <strong>di</strong>ngin es mungkin terbentuk <strong>di</strong> kolam<br />

penampungan. Hal ini juga menaikkan salinitas, karena zat padat larut tidak termasuk<br />

dalam kristal es. Ketika air naik, air laut dari salinitas <strong>di</strong>bawa menuju kolam. Tidal yang<br />

terekspos mungkin juga mengalami penurunan besar salinitas selama periode hujan,<br />

sehingga dapat meningkatkan salinitas secara cepat ketika kolam tidal tergenangi air<br />

pasang. Sehingga biota alam tidal haru mampu bertahan fluktuasi dan salinitas besar dan<br />

cepat.<br />

Level oksigen juga beragam pada kolam tidal. Level oksigen larut bergantung pada<br />

temperatur, bab 7, dan ketika temperatur air naik peningkatan serempak dalam gerakan<br />

molekul akan mengganggu kekuatan intermolekular yang menjaga oksigen tetap dalam<br />

larutan. Karena alasan ini ketika temperatur alam tidal meningkat, level oksigen<br />

menurun. Hal ini berujung pada pengurasan oksigen parah selama musim panas. Kolam<br />

tidal mengandung populasi besar tanaman yang secara menakjubkan lemah terhadap<br />

kekurangan oksigen berani menghadapi malam – malam musim <strong>di</strong>ngin yang hangat.<br />

Meskipun tanaman melakukan fotosintesis dan meproduksi oksigen, fotosintesis terja<strong>di</strong><br />

hanya selama siang hari. Pada malam hari tanaman tidak mampu melaksanakan<br />

fotosintesis, tetapi mereka menghirup oksigen bersama – sama alam ketiadaan


fotosintesis., seringnya benar – benar mengurangi kolam air pasang kolam tidal oksigen<br />

larut. Ketika air pasang,kolam air tersebut sekali lagi <strong>di</strong>genangi air laut kaya oksigen.<br />

Meskipun kolam tidal <strong>di</strong> horizon tengah dan pasang menyimpan air dan melindungi biota<br />

dari kekeringan, mereka mengalami kon<strong>di</strong>si parah yang lain. Sebagai hasilnya, hanya<br />

organisme yang mampu bertahan dalam kon<strong>di</strong>si ini <strong>di</strong>temukan dalam kolam tidal; alga<br />

hijau, anemon, landak laut, barangas, kerang laut besar, dst.<br />

Pantai berpasir<br />

Garis pantai berpasir menawarkam kontras yang jelas dengan pantai berbatuan. Alam<br />

area ini substrat tidaklah tetap, tetapi mudah pindah oleh ombak dan aliran. Hal ini<br />

menciptakan lingkungan yang terus berganti yang menawarkan beberapa titik<br />

penempelan bagi populasi hewan dan tanaman yang merupakan karakteristik garis pantai<br />

berbatuan. Sebagai akibat dari substrat yang konstan berganti, organisme penggali adalah<br />

penghuni pantai berpasir; permukaan se<strong>di</strong>men sering nampak sebagai dan seringnya<br />

memang, kosong akan kehidupan.<br />

Faktor abiotiks utama yang mengontrol <strong>di</strong>stribusi tanaman dan hewan pada garis pantai<br />

berpasir adalah ukuran se<strong>di</strong>mennya. Ukuran se<strong>di</strong>men secara langsung mempengaruhi<br />

jumlah air interstitial yang tersimpan oleh se<strong>di</strong>men. Pasir yang baik, dengan jalan yang<br />

banyak dan berliku – liku, mampu menyimpan sejumlah besar air interstitial. Sebagai<br />

akibatnya sub permukaan se<strong>di</strong>men jarang kekeringan, bahkan jika terletak <strong>di</strong> horizon air<br />

pasang. Se<strong>di</strong>men kasar, sebaliknya, benar – benar kering dan se<strong>di</strong>men sub permukaannya<br />

cenderung cepat kering sebentar setelah air surut. Akibatnya organisme penggalinya yang<br />

menghuni substrat yang ter<strong>di</strong>ri dari pasir baik jarang lemak terhadap kekeringan. Lebih<br />

jauh se<strong>di</strong>men lapisan memberikan banyak sekat; oleh karena itu; perairan interstitial yang<br />

mengelilingi organisme ini jarang mencapai temperatur rendah dan tinggi yang<br />

mematikan. Meskipun substratnya secara konstan berganti pada pantai berpasir,<br />

organisme yang menghuni area ini terekspos pada kon<strong>di</strong>si yang kurang keras daripada<br />

yang berada <strong>di</strong> garis pantai berbatuan.<br />

Karena substratnya terus menerus berganti, organisme penggalinya telah<br />

mengembangkan satu dari dua adaptasi utama yang membuat mereka bisa bertahan <strong>di</strong><br />

bawah kon<strong>di</strong>si seperti ini. Organisme seperti kerang pismo dab siput “zaitun” pesisir<br />

pasifik menggali dengan sangat dalam <strong>di</strong> substrat sehingga mereka jarang terpengaruh


oleh substrat yang berganti sebagai respons terhadap kegiatan ombak dan aliran normal.<br />

Organisme ini juga mengembangkan cangkang yang sangat berat yang membantu<br />

menanamkan mereka dalam substrat. Organisme lain yang hidup dekat dengan<br />

permukaan dan mampir secara kontinu terekspos ketika ombak dan aliran mengikis<br />

lapisan substrat. Sebagai akibatnya organisme ini mampu dengan cepat menguburkan <strong>di</strong>ri<br />

mereka kembali.kerang razor dari pesisir timur dan kerang donax dari pesisir Gulf adalah<br />

contoh penggali cepat pantai berpasir.<br />

Karena alga makroskopis dari garis pantai berbatu tidak ada <strong>di</strong> substrat berpasir, maka<br />

populasi pemakan tanaman yang signifikan juga tidak ada. Organisme yang menghuni<br />

pantai berpasir adalah detritus ataupun pemangsa sementara bab 8. se<strong>di</strong>kit hewan<br />

penghuni permukaan melakukan gaya hidup pemulung, memangsa detritus – partikel baik<br />

ringan tanaman dan hewan yang terbawa ke pantai oleh ombak.. kerang razor, kerang surf<br />

dan donax adalah semua pemangsa sementara dan plankton filter dari air selama air<br />

pasang.<br />

Komunitas pantai pasir, tidak seperti pantai berbatu, tidak memiliki populasi predator.<br />

Hal ini <strong>di</strong>karenakan keberadaan subteranean dari banyak biota, yang mengurangi<br />

pemangsaan dan ha<strong>di</strong>rnya predator.<br />

Daratan lumpur<br />

Meskipun daratan lumpur hanyalah jenis garis pantai takterkosolidasi, ter<strong>di</strong>ri dari partikel<br />

endapan dan / atau lempung, terdapat cukup perbedaan biotik dan abiotik dalam<br />

membahas area ini secara terpisah.karena lempung dan endapan terendap hanya <strong>di</strong> area<br />

dengan pergesaran air minimal, daratan lumpur berkembang hanya <strong>di</strong> area yang secara<br />

signifikan terlindung dari kegiatan ombak dan aliran. Karena kegiatan ombaknya yang<br />

minimal, kecuraman area ini lebih rendah daripada kecuraman <strong>di</strong> pantai berpasir dan<br />

secara tempat <strong>di</strong>sebut daratan lumpur.<br />

Karena topografi yang datar dan ukuran sen<strong>di</strong>men yang bagus, daratan lumpur jarang<br />

kering dan air interstitialnya tersimpan dalam periode waktu yang lama. Sebagai<br />

tambahan area ini memiliki populasi bakteri interstitial yang tinggi. Keha<strong>di</strong>ran bakteria<br />

ini, dalam hubungan dengan waktu huni yang lama dari air interstitial, sering berujung<br />

pada hilangnya oksigen dalam air interstitial. Sehingga, kon<strong>di</strong>si non-oksigen atau anaerob<br />

adalah karakteristik daratan lumpur.


Populasi besar dari siput lumpur penghuni permukaan, sama seperti hewan penggali,<br />

ha<strong>di</strong>r dalam komunitas daratan lumpur. Siput lumpur tidak perlu menghadapi kon<strong>di</strong>si<br />

anaeorob, karena mereka tinggal <strong>di</strong> permukaan sen<strong>di</strong>men. Hewan ini mengonsumsi<br />

detritus yang melimpah yang berada dan <strong>di</strong> antara partikel lempung dan endapan dan<br />

mungkin juga memakan bakteri penghuni permukaan.<br />

Akan tetapi Organisme penggali harus melawan kon<strong>di</strong>si anaerob permukaan sen<strong>di</strong>men.<br />

Sebagian besar mampu bertahan <strong>di</strong> bawah kon<strong>di</strong>si seperti ini dengan membuat lubang<br />

yang memiliki pintu permanen pada permukaan daratan lumpur, membuat <strong>udara</strong> bergerak<br />

ke dalam lubang. Mayoritas lubang yang <strong>di</strong>amati <strong>di</strong> daratan lumpur, berbentuk seperti itu.<br />

Organisme penggali adalah pengonsumsi endapan ataupun sementara. Sebagian besar<br />

cacing dan beberapa spesies kerang <strong>di</strong>temukan <strong>di</strong> daratan lumpur adalah pengonsumsi<br />

endapan dan mendapatkan makananya dengan memakan substrat, menggunakan makanan<br />

yang terkandung <strong>di</strong> dalamnya dan mengeluarkan sen<strong>di</strong>men yang tak berguna. Pemakan<br />

sementara, spesies kerang dan kepiting lain, menyaring dan memakan plankton <strong>di</strong> air.<br />

Sama dengan <strong>di</strong> pantai berpasir, gaya hidup penggali dari mayoritas penghuni darat<br />

lumpur mencegah perkembangan populasi predator.<br />

Vegetasi garis pantai tak berkonsolidasi<br />

Dengan pengecualian ganggang laut yang menempel <strong>di</strong> pantai berbatu, kebanyakan<br />

vegetasi zona intertidal adalah rumput rawa pada zona sedang dan bakau pada zona<br />

tropis. Kedua tipe vegetasi ini berkembang <strong>di</strong> garis pantai tak terlindungi, tak<br />

terkosolidasi, biasanya <strong>di</strong> daratan lumpur.<br />

Area payau ter<strong>di</strong>ri dari dua tanaman dominan; rumput cord payau atau spartina<br />

alterniflora dan rumput kuning payau atau spartina patens. Ketika area terakumulasi<br />

cukup sen<strong>di</strong>men untuk <strong>di</strong>ekspos terhadap <strong>atmosfer</strong> setidaknya selama satu hari tidal dan<br />

ketinggian air pasang sebesar ukuran dari 2 meter, rumput cord akan dengan cepat<br />

berkoloni <strong>di</strong> area tersebut. Meskipun spesies <strong>di</strong>katakan lebih memilih lingkungan air<br />

tawar, ia tersingkir dari area ini keran spesies l;ain dan terbatas pada zona intertidal yang<br />

terbatas, <strong>di</strong>mana tanaman lain tidak dapat tahan luapan tidal.<br />

Rumput cord mampu tahan banyak perendapan <strong>di</strong> air muara oleh karena itu ia berkoloni<br />

do horizon air surut, <strong>di</strong>mana kompetisi interspesifik benar – benar tidak ada. Ketika<br />

rumput cord berpindah ke area ini, ia membentuk penghalang efektif dan memperlambat


air pada tidal selanjutnya. Pengurangan kecepatan air ini menyebabkan sen<strong>di</strong>men turun<br />

suspensi dan berdeposit <strong>di</strong> dasar rumput cord. Sebagai hasilnya rawa tersebut menja<strong>di</strong><br />

lebih tinggi, periode pengenangan tidal berkurang dan rawa menerima air yang kurang<br />

pada air pasang. Hal ini membentuk penghalang yang bahkan lebih efektif terhadap<br />

luapan air dan sen<strong>di</strong>menya berdeposit pada angkat yang semakin naik, menjorok keluar<br />

menuju tepi laut tumpuan rumput cord.<br />

Secara bertahap, porsi menuju laut ini menja<strong>di</strong> cukup tinggi untuk <strong>di</strong>genangi hanya pada<br />

saat air pasang saja. Ketika ini terja<strong>di</strong> rumput cord berpindah dan berkoloni ke daerah<br />

intertidal baru ini. Dengan cara seperti ini, air payau bergerak menuju lautan melewati<br />

batas pada perairan terbuka oleh kombinasi deposit fisik sen<strong>di</strong>men dan pertumbuhan<br />

rumput cord. Secara bertahap, porsi menuju daratan rawa yang awalnya <strong>di</strong>amati rumput<br />

cord akan naik ke ketinggian tertentu sehingga tidak akan lagi <strong>di</strong>genangi dua kali sehari.<br />

Meskipun rawa tinggi ini memberikan habitat yang cocok bagi rumput, mereka secara<br />

cepat <strong>di</strong>invasi oleh spesies spatina yang lebih kecil – rumput kuning asin. Spesies ini<br />

hanya dapat bertahan dari sejumlah kecil genangan tidal yang terja<strong>di</strong> dua bulan sekali,<br />

ketika porsi yang lebih tinggi payau <strong>di</strong>genangi oleh tidal musim semi bab 4. rumput<br />

kuning, yang menja<strong>di</strong> kompetitor superior, cenderung menyingkirkan rumput cord dari<br />

rawa tinggi. Sehingga rumput cord secara efektif terbatas pada posi rawa yang <strong>di</strong>genangi<br />

setiap hari dan oleh karena itu bukanlah habitat yang cocok bagi rumput kuning asin.<br />

Telah <strong>di</strong>perkirakan bahwa hanya 20 persen spatina yang langsung <strong>di</strong>konsumsi oleh<br />

pemakan tanaman. Agaknya, dalam daerah yang lebih <strong>di</strong>ngin, tanaman ini ter<strong>di</strong>ri dari<br />

tumbuhan yang tinggi besar yang cukup kuat pada musim gugur. Di musim <strong>di</strong>ngin<br />

tanaman ini turun bawah <strong>di</strong> mana es terdorong naik ke rawa. Vegetasi yang terpangkas es<br />

ini kemu<strong>di</strong>an terbawa ke muara, khususnya pada tidal musim semi yang mengenangi<br />

sebagian besar rawa. Beragam rumput rawa yang tenggelam dalam teluk atau terbawa<br />

arus ke laut lepas. Pada dua kasus tersebut mereka <strong>di</strong>bawa ombak dan aliran normal dan<br />

akhirnya berkurang menuju detritus dan memasuki rantai makanan pemulung.<br />

Rawa payau lumayan umum sepanjang pesisir timur dan Gulf <strong>di</strong> Amerika serikat. Area<br />

ini memiliki dataran pesisir melereng rendah yang luas, beragam pantaui penghalang dan<br />

muara yang bersinambungan, batas benua dan jumlah terbatas lembah bawah laut. Semua


faktor ini, yang sen<strong>di</strong>ri – sen<strong>di</strong>ri maupun yang berhubungan dengan yang lainnya, adalah<br />

kondusif untuk formasi rawa payau.<br />

Pesisir barat, sebaliknya, memiliki pegunungan pesisir yang curam yang berujung pada<br />

garis pantai. Akibatnya se<strong>di</strong>kit air yang memiliki muara sempit yang dengan keras<br />

membatasi derajat lingkungan kemuaraan. Lebih – lebih batas benua yang sempit<br />

menyilang dengan bermacam – macam, lembah bawah laut yang berfungsi mengeringkan<br />

se<strong>di</strong>men pesisir dan membawanya jauh ke lepas pantai bab 2,3. hasilnya adalah bahwa<br />

terdapat se<strong>di</strong>kit pantai penghalang sepanjang garis pesisir barat dan sehingga juga se<strong>di</strong>kit<br />

rawa payau.<br />

Hutan bakau atau mangal adalah imbangan rawa payau <strong>di</strong> daerah tropris dan subtropis<br />

pada zona sedang. Istilah bakau merujuk pada satu in<strong>di</strong>vidu tanaman, sementara mangal<br />

merujuk pada semua komunitas. Bakau sebenarnya tanaman yang terestrial yang telah<br />

menginvasi ulang zona intertidal. Mereka menginvasi garis pantai terlindungi ketika<br />

se<strong>di</strong>mentasi normal telah menaikannya pada ketinggian yang cukup untuk mengekspos<br />

seluruhnya pada air surut. Proses yang mirip seperti yang <strong>di</strong>gambarkan bagi rawa payau;<br />

bakau berfungsi untuk menjebak sen<strong>di</strong>men tambahan dan oleh karena itu menjalankan<br />

proses pendepositoan dan perkembagnan mangal.<br />

Tiga spesies bakau yang sering <strong>di</strong>temukan <strong>di</strong> mangal, posisi mereka <strong>di</strong>jelaskan oleh<br />

tingkat genangan tidal. Bakau merah <strong>di</strong>temukan <strong>di</strong> horizon air surut dan oleh karena itu<br />

dapat tahan jumlah besar genangan tidal. Bakau hitam menempati horizon air tengah dan<br />

dapat bertahan dari se<strong>di</strong>kit genangan. Dan bakau putih <strong>di</strong>temukan <strong>di</strong> atas horizon air<br />

pasang dan tidak dapat menoleransi genangan minimum.<br />

Mangal menjebak sejumlah besar se<strong>di</strong>men dan detritus. Oleh karena itu organisme yang<br />

hidup <strong>di</strong> permukaan biasa <strong>di</strong>temukan <strong>di</strong> area ini, seperti kepiting fiddler dan kepiting<br />

ghost, adalah pemakan detritus. Kedua spesies ini hidup dalam lubang, yang berfungsi<br />

membawa oksigen ke dalam se<strong>di</strong>men yang lebih dalam, mengurangi kon<strong>di</strong>si anaerob<br />

yang cenderung muncul.<br />

Pantai penghalang<br />

Meskipun pantai penghalang bukanlah, menurut definisi, bagian dari garis pantai bab 12,<br />

mereka adalah komponen penting zona pesisir. Vegetasi pantai penghalang adalah<br />

penting karena ia menstabilkan membangun pantai. Pantai penghalang dan khususnya


pulau penghalang, dengan tumpuan vegetasi signifikan sepertinya tidak terlanggar dan/<br />

atau tersapu habis.<br />

Tanaman pantai penghalang harus menghadapi dua faktor utama. Pantai penghalang<br />

sering tersapu angin, dan angin umumnya membawa pasir yang cenderung menggesek<br />

tanaman dan kalau tidak mengubur maka menerbangkan bibit sebelum mereka sempat<br />

bertunas. Sebagai tambahan substrat pasir pantai penghalang benar – benar kering dan<br />

mempunyai se<strong>di</strong>kit air sehingga terdapat sangat se<strong>di</strong>kit air yang terse<strong>di</strong>a bagi tanaman.<br />

Ketika pantai penghalang secara permanen muncul dari bawah laut, air hujan mengguyur<br />

garam dari se<strong>di</strong>men, membuatnya cocok untuk invasi oleh rumput bukit pasir <strong>di</strong> zona<br />

sedang dan gandum laut <strong>di</strong> zona tropis dan subtropis. Kedua tanaman ini secara<br />

menakjubkan beradaptasi dengan baik pada pantai penghalang yang gersang tertiup<br />

angin. Tanaman ini memproses daun yang fleksibel berlilin yang membengkok dan<br />

memberi se<strong>di</strong>kit perlawanan terhadap angin. Akan tetapi daunnya memperlambat angin<br />

normal secara cukup agar menyebabkan pasir yang tertiup angin berdeposit pada dasar<br />

tanaman, sehingga menambah ketinggian pantai.<br />

Tanaman ini mampu mereproduksi secara seksual, dengan memproduksi biji, mampu<br />

secara aseksual, dengan menyebarkan sulur yang seperti akar yang <strong>di</strong>namakan rhizoma.<br />

Karena biji pasti terkubur atau tertiup angin, maka bentuk dominan reproduksi adalah<br />

yang terakhir. Rhizoma juga berfungsi lain; karena mereka menjangkau cukup ke dalam<br />

tanah , ia mapu mencapai se<strong>di</strong>kit air dari besarnya posi lautan. Akan tetapi, sulur tersebut<br />

harus tertutup beberapa inchi <strong>di</strong> dalam pasir sebelum mereka mampu mengembangkan<br />

tunas baru. Ini adalah kerugian yang jelas pada banyak pantai, karena lalu lalang manusia<br />

memindahkan se<strong>di</strong>men dan mencegah tanaman bereproduksi.<br />

Ketika rumput bukit pasi atau gandum laut menjebak se<strong>di</strong>men yang tertiup angin dan<br />

menaikkan ketinggian pantai, porsi daratan pantai penghalang mendapatkan perlindungan<br />

dari angin. Perlindungan ini secara umum cukup untuk membuat semak mulai<br />

menginvasi area ini. Semak cenderung mengalahkan rumput bukit pasir atau gandum laut<br />

dan menyingkirkan demi cahaya. Juga semak seperti plum pantai bereproduksi dengan<br />

membentuk biji dan buah , yang cenderung menarik burung. Kombinasi kotoran burung<br />

dan dekomposisi daun yang jatuh pada dasar semak mengubah substrat pasir menja<strong>di</strong><br />

pasir bertanah. Tipe substrat ini mampu menyimpan sejumlah besar air hujan.


Substrat tersebut mulai mengembangkan lebih banyak tanah, membuatnya mampu<br />

menyimpan jumlah air interstitial yang meningkat. Secara bertahap mengembangkan<br />

pohon seperti cedar merah dan pinus untuk mulai menguasai dan pada akhirnya<br />

menyingkirkan tahap semak. Dengan cara ini lebih banyak posi terlindung dari pulau<br />

penghalang yang menja<strong>di</strong> hutan. Pohon awal yang menginvasi area seperti ini sering<br />

<strong>di</strong>sebut sebagai pohon pioner. Spesies pioner juga memo<strong>di</strong>fikasi dan membangun tanah,<br />

sehingga membuat substrat tersebut cocok untuk menyokong spesies pohon lain, secara<br />

umum beragam spesies oak. Pohon ini berpindah he area tersebut, menyingkirkan pohon<br />

pioner dan mengubah area terebut menja<strong>di</strong> hutan oak. Dalam jangka waktu yang lama<br />

kombinasi interaksi biotik dan abiotik berfungsi mengubah pantai penghalang berpasir<br />

yang gersang menja<strong>di</strong> hutan.


KOMUNITAS PELAGIK<br />

Nurria Susanti<br />

Oleh:<br />

(106351400665)<br />

Titien Mayasari (106351400683)<br />

UNIVERSITAS NEGERI MALANG<br />

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM<br />

JURUSAN GEOGRFI<br />

Desember, 2008


KOMUNITAS PELAGIK<br />

Sistem pelagik ter<strong>di</strong>ridari hewan dan tumbuh-tumbuhan yang hidupnya<br />

berenang dan melayang-layang <strong>di</strong> lauatan terbuka. Sistem pelagik <strong>di</strong>bagi menja<strong>di</strong><br />

dua kelompok utama, yaitu plankton dan nekton.<br />

Gambar Bio Oseanogarfi<br />

PLANKTON<br />

Plankton yaitu, organisme-organisme yang berukuran kecil (mikroskopik)<br />

yang jumlahnya sangat banyak dan mereka ini tidak cukup kuat untuk menahan<br />

gerakan gelombang air yang begitu besar. Banyak <strong>di</strong> antara kelompok hewan ini<br />

yang merupakan golongan perenang aktif walalupun demikian mereka tetap<br />

terombang-ambing oleh arus lautan. Plankton merupakan salah satu komponen<br />

utama dalam sistem mata rantai makanan ( food chain ) dan jaring makanan ( food<br />

web ). Mereka menja<strong>di</strong> pakan bagi sejumlah konsumen dalam sistem mata rantai<br />

makanan dan jaring makanan ini. Plankton ter<strong>di</strong>ri dari golongan binatang<br />

(zooplankton) dan golongna tumbauhan (fitoplankton).<br />

Plankton, baik itu Plankton Hewani ( ZooPlankton ) maupun Plankton<br />

Nabati ( PhytoPlankton ) merupakan pakan alami bagi ikan dan koral yang hidup


<strong>di</strong>dalamnya. Mereka tergolong pakan yang memiliki nilai gizi yang tinggi,<br />

memiliki bentuk dan ukuran yang sesuai dengan mulut ikan dan koral, isi sel-nya<br />

padat, <strong>di</strong>n<strong>di</strong>ng sel-nya tipis, serta tidak beracun.Plankton juga mempunyai<br />

kemampuan berkembangbiak dengan cepat, dan dapat dengan mudah<br />

<strong>di</strong>bu<strong>di</strong>dayakan secara massal, sehingga tidak perlu <strong>di</strong>kwatirkan mereka akan<br />

punah.<br />

Fitoplankton adalah tumbuh-tumbuhan air yang berukuran sangat kecil<br />

yang ter<strong>di</strong>ri dari sejumlah besar klas (phylum) yang berbeda.<br />

Phylum Nama Umum Contoh<br />

Cyanophyceae Blue-green algae Trichodesmium<br />

Chryosophyceae Yellow-brown algae termasuk<br />

silicoflagellates<br />

Haptophyceae Yellow-brown algae termasuk<br />

coocolithophores<br />

Bacillariophyceae Diatoms, biasanya berwarna yellowbrown<br />

Dictyocha<br />

Coccolithus<br />

Biddulphia<br />

Chlorophyceae Green algae, green flagellates Dunaliella<br />

Prasinophyceae Green flagellates Halosphaera<br />

Euglenophyceae Green flagellates Euglena<br />

Cryptophyceae Alga berbagai warna Cryptomonas<br />

Dinophyceae Dinoflagellates, biasanya yellowbrown<br />

Ceratium<br />

Fitoplankton mempunyai peranan penting seperti halnya tumbuhan tingkat tinggi<br />

<strong>di</strong> dataratan. Mereka adalah produsen utama (primary producer) zat-zat organik.<br />

Plankton membuat ikatan iakatan organik yang kompleks dari bahan anorganik<br />

sederhana (melakukan fotosintesa). Proses ini <strong>di</strong>lakukan dengan bantuan sinar<br />

matahari sebagai sumber energinya, sehingga fitoplankton hanya dapat hidup<br />

dengan baik <strong>di</strong> tempat-tempat yang mendapatkan cukup sinar matahari. Akibatnya<br />

fitoplankton hanya dapat <strong>di</strong>jumpai <strong>di</strong> lapisan permukaanlaut saja. Mereka juga


akan lebih banyak <strong>di</strong>jumpai pada tempat-tempat yang terletak <strong>di</strong> daerah<br />

continental shelf dan sepanjang pantai <strong>di</strong>mana terdapat proses upwelling. Fungsi<br />

ekologisnya sebagai produser primer dan awal mata rantai dalam jaringan<br />

makanan menyebabkan fitoplankton sering <strong>di</strong>ja<strong>di</strong>kan skala ukuran kesuburan<br />

suatu ekosistim. Namun fitoplankton tertentu mempunyai peran menurunkan<br />

kualitas perairan laut apabila jumlahnya berlebihan. Contoh kelas <strong>di</strong>noflgellata<br />

tubuhnya memiliki kromatopora yang menghasilkan toksin (racun), dalam<br />

keadaan blooming dapat mematikan ikan.<br />

Dewasa ini fitoplankton laut telah <strong>di</strong>manfaatkan untuk berbagai keperluan<br />

manusia antara lain:<br />

1) Bidang perikanan<br />

Sebagai makanan larva ikan, <strong>di</strong>lakukan melalui isolasi untuk mendapatkan<br />

satu spesis tertentu, misalnya Skeletonema. Kemu<strong>di</strong>an <strong>di</strong>bu<strong>di</strong>dayakan pada<br />

bak-bak terkontrol pada usaha pembibitan ikan untuk keperluan makanan<br />

larva ikan.<br />

2) Industri farmasi dan makanan suplemen<br />

Fitoplankton yang mempunyai kandungan nutrisi yang tinggi <strong>di</strong>gunakan<br />

sebagai makanan suplemen bagi penderita gangguan pencernaan dan yang<br />

membutuhkan energi tinggi. Contoh produk yang beredar dari jenis<br />

Chlorella.<br />

3) Pengolahan limbha logam berat<br />

Dalam pengolahan limbah logam berat fitoplankton dapat <strong>di</strong>gunakan untuk<br />

mengikat logam dari badan air dan mengendapkannya pada dasar kolam.<br />

Sehingga logam dalam air menja<strong>di</strong> berkurang.<br />

4) Memperlambat pemanasan bumi<br />

Karena rentan terhadap sinar ultraviolet, plankton mencoba melindungi <strong>di</strong>ri<br />

dengan menghasilkan zat <strong>di</strong>methylsulfoniopropionate (DMSP) yang<br />

berfungsi untuk menguatkan <strong>di</strong>n<strong>di</strong>ng sel mereka. Zat ini jika terurai ke air<br />

akan menja<strong>di</strong> zat <strong>di</strong>methylsulfide (DMS). DMS kemu<strong>di</strong>an terlepas dengan<br />

sen<strong>di</strong>rinya dari permukaan laut ke <strong>udara</strong>. Di <strong>atmosfer</strong>, DMS bereaksi dengan<br />

oksigen sehingga membentuk sejenis komponen sulfur. Komponen sulfur<br />

DMS itu kemu<strong>di</strong>an saling melekat dan membentuk partikel kecil seperti


debu. Partikel-partikel kecil tersebut kemu<strong>di</strong>an memudahkan uap air dari laut<br />

untuk berkondensasi dan membentuk awan.Awan yang <strong>di</strong>sebabkan oleh<br />

plankton ini, <strong>di</strong>percaya dapat memperlambat proses pemanasan bumi, serta<br />

memiliki efek besar tehadap iklim bumi.<br />

Berdasarkan struktur tropik level , pada kebanyakan ekosistim fitoplankton<br />

terutama <strong>di</strong>komsumsi oleh zooplankton <strong>di</strong>samping larva hewan tingkat tinggi<br />

lainnya. Fitoplankton dan zooplankton memiliki kedekatan hubungan ekologis<br />

yaitu pemangsaan (grazing), selanjutnya zooplankton <strong>di</strong>komsumsi oleh<br />

konsumner yang lebih tinggi seperti larva dan hewan muda dari berbagai<br />

organisme.


Contoh Zooplankton<br />

Beberapa organisme zooplankton ada yang bersifat plankton untuk seluruh<br />

masa hidupnya, contohnya: copepoda. Selainitu, juga ada hewan yang bersifat<br />

plankton hanya pada sebagian hidupnya saja, contoh kepiting adalah anggota dari<br />

hewan yang bentik pada waktu dewasa, tetapi larva mereka bersifat sebagai<br />

plankton. Mereka kemunginan akan berada pada fase pelagik (sebagai plankton)<br />

selama beberapa minggu atau bulan sebelum mengalamiproses metamorfosis<br />

untuk berubah dewasa dan berubah menja<strong>di</strong> bentos.<br />

Zooplankton tidak dapat memproduksi zat-zat organik dari zat-zat organik,


oleh karena itu mereka harus mendapat tambahan bahan-bahan organik dari<br />

makanannya. Hal ini dapat mereka peroleh baik secara langsung maupun tidak<br />

langsung. Zooplankton yang besirfat herbivora akan memakan fitoplankton secara<br />

langsung, sedangkan golongan carnivora memanfaatkan mereka secara tidak<br />

langsung dengan memakan golongan herbivora atau carnivora yang lain.<br />

NEKTON<br />

Nekton ter<strong>di</strong>ri dari hewan-hewan yang berukuran lebih besar yang<br />

mempunyai kemampuan untuk bergerak sen<strong>di</strong>ri yang membuat gerakan<br />

merekatidak tergantung pada kekuatan arus. Ikan adalah golonganyang paling<br />

banyak <strong>di</strong>jumpai dalam kelompok ini, termasuk cumi-cumi, ular laut, dugong, dan<br />

ikan paus. Semua ikan adalah predator. Golongan pelagik kebanyakan memakan<br />

plankton atau anggota nekton yang berukuran kecil. Beberapa jenis ikan tertentu<br />

hidup <strong>di</strong> lautan yang sangat dalam. Pada kedalaman ini sudah tentu tidak <strong>di</strong>jumpai<br />

cahaya dan oleh karen ituhewan-hewan yang hidup <strong>di</strong> daerah ini kebanyakan<br />

mempunyai organ dalam tubuhnya yang dapat mengeluarkan cahaya.<br />

Ikan paus merupakan anggota nekton yang mempunyai ukuran yang paling<br />

besar, walaupun demikian mereka kebanyakan pemakan plankton. Jenis ikan paus<br />

biru, yiatu yang mempunyai ukuran paling besar, paling banyak memangsa krill<br />

yaitu salah satu jenis crustaceayang berukuran kecil yang <strong>di</strong>kenal sebagai<br />

euphausiid. Ikan pus mempunyai sebuah sistem alat penyaring yang dapat<br />

<strong>di</strong>kontrol yang letaknya <strong>di</strong> bagian dalam mulut. Alat ini cukup kuat untuk<br />

menangkap krill yang <strong>di</strong>butuhkan dari air laut. Jenis ikan paus pemakan plankton<br />

umumnya bersifat lebih tenang bila <strong>di</strong>ban<strong>di</strong>ngkan ikan lain yang sebagi predator<br />

aktif sepert lumba-lumba.


Contoh beberapa jenis dari Nekton


SISTEM RANTAI MAKANAN<br />

Nutrisi dari Air Laut<br />

PRODUSEN UTAMA<br />

Fitoplankton<br />

KONSUMEN PRIMER<br />

Zooplankton Herbivora<br />

KONSUMEN SEKUNDER<br />

Zooplankton Karnivora Ikan<br />

Pemangsa<br />

KONSUMEN TINGKAT<br />

LANJUT<br />

Energi dari Cahaya Matahari<br />

Hewan-hewan herbivora yangmendapat bahan organik dengan memakanan<br />

fitoplankton merupakan konsumen pertama atau juga ada yang menyebut sebagai<br />

produsen kedua <strong>di</strong> dalam rantai makanan. Begitu seterusnya sampai pada tingkat<br />

konsumen tingkat lanjut, yaitu bisa berupa ikan yang lebih besar lagi atau<br />

makhluk hidup lain seperti burung, manusia atau komunitas bentos.<br />

Perpindahan ikatan organik dari satu tingkatan ke tingkat berikutnya<br />

merupakan suatu proses yang relatif tidak efisien. Sebagai contoh, <strong>di</strong> lautan bebas<br />

dan banyak temapt <strong>di</strong> daratan efisiensi perpindahannya dari satu tingkat ke tingkat<br />

berikutnya <strong>di</strong>percaya hanya sebesar kira-kira 10%. itu berarti bahwa dari 100 unit<br />

bahan organik yang <strong>di</strong>produksi oleh produsen pertama hanya 10 unit yang dapat


<strong>di</strong>manfaatkann oleh produsen kedua, i unit oleh produsen ketigaatau konsumen<br />

kedua, dan begitu seterusnya. Makin pendek rantai makanan akan menghasilkan<br />

produksi ikan yang lebih tinggi. Hal ini <strong>di</strong>sebabkan karena mereka dapt<br />

menghindari kehilangan bahan-bahan organik yang seharusnya <strong>di</strong>pergunakan<br />

untuk menambah setiap kenaikan tingkatan pada sistem rantai makanan yang lebih<br />

besar. Akibatnya semakin besar jumlah bahan-bahan produksi yang <strong>di</strong>hasilkan<br />

oleh produsen utama yang menja<strong>di</strong> terikat ke dalam jaringan tubuh ikan.


DAFTAR RUJUKAN<br />

Anonim. 2008. Makhluk Mungil Si Penentu Kehidupan. (Oneline),<br />

(HUhttp://www.koran-jakarta.com/details.php?cid=1&id=3926UHHU, <strong>di</strong>akses 01<br />

Desember 2008UH).<br />

Farid Samawi Muhammad. ______. Peranan Plankton Bagi Kehidupan.<br />

(Oneline), (HUhttp://tumoutou.net/702_05123/m_farid.htmUHHU, <strong>di</strong>akses 17<br />

Nopember 2008UH).<br />

Haris Julian. 2006. Plankton dan Pemanasan Global. (Oneline),<br />

(HUhttp://sekrehijau.blogwae.com/archives/60UH , <strong>di</strong>akses 17 Nopember 2008).<br />

Hutabarat Sahala. 1985. Pengantar Oseanografi. Jakarta: UI-Press.<br />

Ika. 2008. Plankton Dapat Memperlambat Proses Pemanasan Bumi. (Oneline),<br />

(HUhttp://ikanmania.wordpress.com/2008/03/02/plankton-dapatmemperlambat-proses-pemanasan-bumi/UHHU,<br />

<strong>di</strong>akses 17 Nopember 2008UH).<br />

Norma. 2008. Ringkasan: Kehidupan <strong>di</strong> dalam air. (Oneline),<br />

(HUhttp://norma1087.wordpress.com/2008/01/13/kehidupan-<strong>di</strong>-dalam-air/UHHU,<br />

<strong>di</strong>akses 01 Desember 2008UH).<br />

Wikipe<strong>di</strong>a. 2008. Fitoplankton. (Oneline),<br />

(HUhttp://id.wikipe<strong>di</strong>a.org/wiki/FitoplanktonUH , <strong>di</strong>akses 17 Nopember 2008).<br />

Wikipe<strong>di</strong>a. 2008. Plankton. (Oneline), (HUhttp://id.wikipe<strong>di</strong>a.org/wiki/PlanktonUHHU,<br />

<strong>di</strong>akses 17 Nopember 2008UH).<br />

Wikipe<strong>di</strong>a. 2008. Zooplankton. (Oneline),<br />

(HUhttp://id.wikipe<strong>di</strong>a.org/wiki/ZooplanktonUH , <strong>di</strong>akses 17 Nopember 2008).


ORGANISME BENTHIC<br />

Makalah<br />

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Oceanografi<br />

yang <strong>di</strong>bina oleh Bapak Bagus Setia Bu<strong>di</strong><br />

Disusun oleh:<br />

Nevy Farista Aristin (106351400678)<br />

Lusiana Rusiati (1063514006 )<br />

UNIVERSITAS NEGERI MALANG<br />

FAKULTAS MATERMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM<br />

JURUSAN GEOGRAFI<br />

Desember 2008


1.1 Latar Belakang<br />

BAB I<br />

PENDAHULUAN<br />

Oceanografi adalah suatu ilmu yang mempelajari lautan. Laut<br />

merupakan gambaran nyata yang mengenai permukaan bumi, dan sekitar<br />

70% dari permukaan bumi berupa air, <strong>di</strong>mana permukaan air terdapat<br />

endapan pasir laut, dasar lembah yang masing-masing memiliki topografi<br />

yang berbeda.<br />

Laut merupakan suatu bagian yang saling berhubungan sehingga<br />

memiliki proses yang lebih variatif, tergantung pada lokasi yang ada <strong>di</strong><br />

sekelilingnya <strong>di</strong> samping proses pergerakan aliran air secara global.<br />

Dalam mempelajari oseanografi ada 3 hal penting yang sangat<br />

berpengaruh terhadap lautan, yaitu<br />

a. Massa jenis, ini berupa massa jenis air yang menyebabkan<br />

pergerakan yang berupa faktor pengontrol aliran yang bergerak<br />

<strong>di</strong> bawah permukaan air laut. Selain itu, mengenai massa jenis<br />

material yang menyusun dasar laut dan benua<br />

b. Kadar garam, <strong>di</strong>definisikan sebagai jumlah total sari persentase<br />

material. Ini akan mempengaruhi pergerakan dan posisi massa<br />

air, kadar garam juga mempengaruhi dalam menentukan<br />

<strong>di</strong>stribusi organisme laut.<br />

c. Suhu laut, merupakan faktor penting dalam <strong>di</strong>stribusi<br />

organisme laut. Pada skala besar suhu laut sangat <strong>di</strong>pengaruhi<br />

oleh aliran permukaan yang melewati bagian utara dan selatan<br />

equator dan aliran permukaan air lebih cepat daripada air <strong>di</strong><br />

laut dalam.<br />

Dari ketiga faktor <strong>di</strong> atas sangatlah mempengaruhi organisme yang<br />

hidup <strong>di</strong> lautan,mulai dari bagian atas hingga dasar permukaan. Sehingga<br />

setiap organisme mempunyai cara tersen<strong>di</strong>ri untuk beradaptasi terhadap<br />

lingkungan sekitarnya untuk mempertahankan <strong>di</strong>ri. Dan setiap bagian<br />

lautan,akan <strong>di</strong>huni organisme yang berbeda-beda. Dan <strong>di</strong> makalah ini,


kelompok kami akan membahas organisme yang berada <strong>di</strong> wilayah benthic<br />

yaitu benthos, organisme yang hidup <strong>di</strong> dasar lautan. Sehingga kami<br />

mengangkat judul “ORGANISME BENTHIC”.<br />

1.2 Rumusan Masalah<br />

Dari latar belakang tersebut maka dapat <strong>di</strong>tarik permasalahan yaitu<br />

Jenis-jenis organisme apa saja yang ada <strong>di</strong> wilayah benthic?<br />

1.3 Tujuan<br />

Untuk mengetahui jenis-jenis organisme yang ada <strong>di</strong> Benthic


BAB II<br />

PEMBAHASAN<br />

Bentos adalah organisme yang hidup <strong>di</strong> bagian dasar lautan. Dalam hal ini,<br />

maka akan <strong>di</strong>bahas persebaran baik hewan maupun tumbuhan yang ada <strong>di</strong> daerah<br />

Bentik.<br />

1. Batas penyebaran Tumbuh-tumbuhan Dasar (Benthic Plants)<br />

Penyebaran tumbuh-tumbuhan hijau <strong>di</strong>batasi oleh daerah litoral dan daerah<br />

sublitoral <strong>di</strong>mana masih terdapat sinar yang cukup untuk dapat<br />

berlangsungnya proses fotosintesis. Tiga macam tumbuh-tumbuhan yang<br />

terdapat <strong>di</strong> daerah ini ialah:<br />

a. Tanaman air yang bersel tunggal yang umumnya hidup <strong>di</strong> bagian<br />

permukaan pasir dan lumpur<br />

b. Tanaman air yang berukuran besar, seaweed, yang cenderung <strong>di</strong>jumpai<br />

<strong>di</strong> segala tempat yang cocok untuk tempat yang menempel. Sebagai<br />

contoh, daerah pantai yang ter<strong>di</strong>ri dari batu-batuan (rocky shore)<br />

adalah tempat yang cocok bagi kehidupan mereka, sehingga kita sering<br />

menjumpai banyaknya tanaman seaweed yang hidup <strong>di</strong> daerah ini.<br />

Semua tumbuhan yang mengandung klorofil sehingga dapat<br />

melangsungkan proses fotosintesis. Contoh: Chlcrophyceae yang<br />

berklorofil hijau, Rhodophyceae berklorofil merah, dan Phaeophyceae<br />

berwarna coklat.<br />

c. Beberapa tanaman berbunga (angiosperm) seperti rumput laut Zostera<br />

dan beberapa pohon da semak yang hidup <strong>di</strong> mangrove swamp<br />

terdapat <strong>di</strong> daerah litoral.<br />

2. Batas Penyebaran Hewan-Hewan Dasar (Benthic Animals)<br />

Bermacam-macam jenis hewan invertebrata, banyak <strong>di</strong>jumpai <strong>di</strong> dalam<br />

benthos, seperti <strong>di</strong> bawah ini:<br />

phylum Subgrup dan nama umum<br />

Cnidaria Hydrozoa (hydroid coelenterata)


Anthozoa (anemones, corals)<br />

Plathyhelminthes Turbellaria (flatworms)<br />

Aschelminthes Nematoda (roundworms)<br />

Annelida Polychaeta (bristle worms,<br />

lugworms)<br />

Mollusca Gastropoda (snails dan sea-glugs)<br />

Lamellibranchiata (biyalves)<br />

Cephalophoda (cuttlefish and squids)<br />

Anthropoda Crustacea (especially ostracods,<br />

copepods, cirripedes,<br />

malacostracans)<br />

Echinodermata Crinoidea (sea-lilies)<br />

Holothuroidea (sea-cucumber)<br />

Echinoidea (sea-urchins)<br />

Asteroidea (starfish)<br />

Ophiuroidea (brittle stars)<br />

Hemichordata Enteropneusta(2 corn-worms)<br />

chordata Urochordata(sea-squirts)<br />

Cephalochordata(amphioxus)<br />

Mereka mempunyai kisaran ukuran yang sangat luas yaitu dari yang<br />

berukuran sebesar protozoa hingga sebesar crustacea dan mollusca. Ukuran ini<br />

kadang-kadang <strong>di</strong>pakai sebagai dasar klasifikasi.<br />

1. Microfauna<br />

Istilah ini <strong>di</strong>pakai untuk menerangkan hewan-hewan yang mempunyai<br />

ukuran


3. Macrofauna<br />

Meliputi hewan-hewan yang mempunyai ukuran >1.0 mm. Contoh:<br />

Echinodermata, crustacea, annelida, mollusca, dan anggota beberapa<br />

phylum lainnya.<br />

Cara lain untuk mengklasifikasikan hewan dasar adalah dengan melihat hubungan<br />

mereka dengan tempat hidupnya. Semua hewan yang hidup <strong>di</strong> atas permukaan<br />

dasr laut <strong>di</strong>kenal sebagai epifauna, contoh: kepiting berduri, siput laut, bintang<br />

laut, dan siput; dan yang hidupnya dengan cara menggali lubang pada dasr lauttan<br />

<strong>di</strong>kenal sebagai infauna. Contoh: cacing (lugworm),tiram, macoma, remis.<br />

3. Masyarakat Hewan Yang Hidup <strong>di</strong> Dasar (Benthic Communities)<br />

Keadaan lingkungan seperti tipe se<strong>di</strong>men, salinitas, dan kedalaman <strong>di</strong><br />

bawah permukaan memberi variasi yang amat besar dari satu daerah dasar lautan<br />

ke daerah lautan yang lain. Sehingga hal ini menyebabkan berbedanya jenis-jenis<br />

hewan pada daerah yang berbeda. Pada kenyataannya, hewan-hewan benthic<br />

<strong>di</strong>kenal sebagai communities (masyarakat). Hal ini berhubungan dengan kon<strong>di</strong>si<br />

lingkungan hidup yang spesifik. Communities biasanya <strong>di</strong>dominasi oleh satu atau<br />

dua jenis hewan (species) darimana mereka <strong>di</strong>kenal, yang <strong>di</strong>sertai dengan<br />

organisme yang bersifat subdominan.<br />

Contoh: 1). masyarakat Venus, banyak <strong>di</strong>jumpai <strong>di</strong> lingkungan pasir <strong>di</strong><br />

lepas pantai <strong>di</strong>dominasi oleh bivalve mollusca Venus striatula. Juga banyak<br />

<strong>di</strong>jumpai bersama-sama dengan sea-urchin Echinorcar<strong>di</strong>um cordatum, cacing<br />

polychaete dan amphipod crustacean. 2).masyarakat Brissopsis/Amphiura yang


<strong>di</strong>jumpai lingkungan lumpur <strong>di</strong> lepas pantai, mempunyai dua spesies yaitu bristle<br />

star Brissopsis lyrifera dan Amphiura chiajei.<br />

Hewan subdominan yang hidup bersama-sama mereka adalah beberapa<br />

golongan bivalve mollusca dan polychaete.<br />

Masyarakat hewan tertentu sering <strong>di</strong>jumpai tersebar luas asalkan kon<strong>di</strong>si<br />

lingkungan hidupnya cocok, walaupun letak geografi mereka berbeda. Sebagai<br />

contoh: bivalve Macoma, yang terdapat <strong>di</strong> perairan dangkal dan bersalinitas<br />

rendah pada kedalaman 10-60 meter <strong>di</strong> beberapa bagian dunia. Yang hidup<br />

bersamanya adalah kerang-kerangan Mya, Car<strong>di</strong>um, dan cacing polychaete<br />

Arenicola.<br />

Kenyataan spesies Macoma dan hewan-hewan yang lainnya yang hidup<br />

bersama-sama, <strong>di</strong>bedakan dalam daerah geografi yang berbeda:<br />

1. Macoma naguta adalah anggota dari masyarakat Macoma yang<br />

dominan terdapat <strong>di</strong> daerah lepas pantai Pasifik <strong>di</strong> amerika Utara.<br />

Disertai dengan hewan-hewan Mya arenaria, Car<strong>di</strong>um Corbis, dan<br />

Arenicola claparedei.<br />

2. Macoma calcarea mendominasi daerah lauta Arktik yang <strong>di</strong>sertai<br />

dengan jenis hewan Mya truncatum dan Car<strong>di</strong>um citiatum<br />

3. Macoma balthica memegang peranan dalam mendominasi masyarakat<br />

hewan yang ada <strong>di</strong> bagian utara Lautan Atlantik Timur. Hewan<br />

subdominan yang menyertai mereka adalah Mya arenoria, Car<strong>di</strong>um<br />

adule, dan Arenicola marina.


4. Produksi Benthos<br />

Primary production hanya terja<strong>di</strong> pada daerah dangkal <strong>di</strong> perairan pantai <strong>di</strong><br />

mana terdapat cukup sinar matahari bagi tumbuh-tumbuhan untuk melangsungkan<br />

proses fotosintesis. Contoh: fitoplankton yang akan produksi tinggi apabila <strong>di</strong><br />

daerah yang kaya akan bahan-bahan organik seperti <strong>di</strong> daerah estuarin.<br />

Primari production akan turun secara cepat sesuai semakin dalamnya perairan<br />

<strong>di</strong>mana tidak ada tumbuh-tumbuhannya. Primary production kemu<strong>di</strong>an sama<br />

sekali tidak terja<strong>di</strong> pada peraiaran yang mempunyai kedalaman berkisar antara 30-<br />

100 meter.<br />

Di daerah benthic yang dalam juga terdapat hewan-hewan herbivora seperti<br />

surgeon fish Acanthurus lineolatus dan parrot fish leptoscatrus coeruleopuncatus,<br />

tetapi sumber makanan <strong>di</strong>dapat dari bahan tumbuh-tumbuhan mati atau yang<br />

mengalami pembusukan dari sumber lainnya. Sumber-sumber terbentuknya<br />

dendritus antara lain:<br />

a. Sisa-sisa tumbuhan atau hewan benthic yang hancur pada amasa hidupnya<br />

yang tinggal <strong>di</strong> daerah perairan yang dangkal.<br />

b. Sisa-sisa tubuh organisme pelagik<br />

c. Kotoran-kotoran (faeces) binatang yang hidup <strong>di</strong> daerah pelagik. Contoh:<br />

beberapa golongan copepoda.


Hewan-hewan benthic dapat memanfaatkan sisa kotoran mengalami suatu<br />

masalah khusus, tetapi dapat <strong>di</strong>atasi dengan dua cara, antara lain:<br />

a. Suspension feeders, yaitu dengan cara menyaring partikel-partikel<br />

dendritus yang masih melayang-melayang <strong>di</strong> air yang ada <strong>di</strong>sekitarnya.<br />

Contoh:<br />

1.cacing polychaete Chaetopterus, mendorong arus air untuk masuk ke<br />

dalam saluran pipanya dengan cara memompa dari kipas-kipasnya.<br />

Dendritus yang ada <strong>di</strong> dalam arus akan terperangkap pada jaringan mucus<br />

yang <strong>di</strong>keluarkan oleh cacing. Secara perio<strong>di</strong>k cacing akan memakan<br />

jaringan ini bersama-sama dengan makanan yang terperangkap <strong>di</strong><br />

dalamnya dan kemu<strong>di</strong>an akan memproduksi jaringan mucus lagi.<br />

2.Cacing kipas (fan worm) Sabella, mempunyai alat yang dapat menyaring<br />

partikel-partikel dari air yang ada <strong>di</strong>sekitarnya dengan mempergunakan<br />

tentakel yang berbentuk seperti cincin.<br />

b. Deposit feeders, yang mengumpulkan dendritus yang telah menetap <strong>di</strong><br />

dasar.<br />

Contoh: jenis polychaete Arenicola dan Amphitrite.<br />

Arenicola hidup pada sebuah lubang galian yang berbentuk seperti huruf L<br />

dan semata-mata hanya memakan tanah pasir pada bagian ujung galian<br />

yang berbatasan dengan mulutnya. Disana terdapat sejumlah besar bahan<br />

makanan yang tidak dapat <strong>di</strong>cernakan dan pada waktu yang bersamaan<br />

cacing memproduksi kotoran. Hewan ini akan merangkak ke arah<br />

belakang <strong>di</strong> sepanjang lubang galiannya pada waktu-waktu tertentu dan<br />

menumpuk sisa kotorannya pada permukaan pasir.<br />

Amphitrite mengumpulkan dendritus dari permukaan me<strong>di</strong>a dengan<br />

mempergunakan tentakel mereka yang berbentuk seperti mahkota (crown<br />

of tentakles)<br />

Dedritus yang dapat sampai dasar lautan pada laut-laut yang sangat dalam hanya<br />

berjumlah kecil. Karena bahan-bahan organik yang terse<strong>di</strong>a <strong>di</strong>daerah ini menja<strong>di</strong><br />

kurang. Data <strong>di</strong> bawah ini menunjukkan bagaiaman biomass menurun secara<br />

menyolok dengan makin dalamnya kedalaman laut.


Kedalaman (m) Jumlah rata-rata biomass (berat hewan<br />

0 – 200 200<br />

200 – 3000 20<br />

3000 0.2<br />

(gram)/m2 permukaan se<strong>di</strong>men)<br />

Beberapa contoh bentos antara lain kerang, bulu babi, bintang laut,cambuk laut,<br />

terumbu karang dan lain-lain.Tubuh bentos banyak mengandung mineral kapur.<br />

Batu-batu karang yang biasa kita lihat <strong>di</strong> pantai merupakan sisa-sisa rumah atau<br />

kerangka bentos. Jika timbunannya sangat banyak rumah-rumah binatang karang<br />

ini akan membentuk Gosong Karang,yaitu dataran <strong>di</strong> pantai yangter<strong>di</strong>ri dari batu<br />

karang. Selain Gosong Karang ada juga Atol, yaitu pulau karang yang berbentuk<br />

cincin atau bulan sabit.Batu-batu karang yang <strong>di</strong>hasilkan oleh bentos dapat<br />

<strong>di</strong>manfaatkan untuk keperluan penelitian, rekreasi, sebagai bahan bangunan dan<br />

lain-lain. Sedangkan zat kimia yang terkandung dalam tubuh bentos bisa<br />

<strong>di</strong>manfaatkan sebagai bahan untuk permbuatan obat dan kosmetika.


BAB III<br />

PENUTUP<br />

Bentos adalah organisme yang hidup <strong>di</strong> dasar laut baik yang menempel pada pasir<br />

maupun lumpur.<br />

1. Batas penyebaran Tumbuh-tumbuhan Dasar (Benthic Plants)<br />

Tiga macam tumbuh-tumbuhan yang terdapat <strong>di</strong> daerah ini ialah:<br />

a. Tanaman air yang bersel tunggal yang umumnya hidup <strong>di</strong> bagian<br />

permukaan pasir dan lumpur<br />

b. Tanaman air yang berukuran besar, seaweed, yang cenderung <strong>di</strong>jumpai<br />

<strong>di</strong> segala tempat yang cocok untuk tempat yang menempel<br />

c. Beberapa tanaman berbunga (angiosperm)<br />

2. Batas Penyebaran Hewan-Hewan Dasar (Benthic Animals)<br />

phylum Subgrup dan nama umum<br />

Cnidaria Hydrozoa (hydroid coelenterata)<br />

Anthozoa (anemones, corals)<br />

Plathyhelminthes Turbellaria (flatworms)<br />

Aschelminthes Nematoda (roundworms)<br />

Annelida Polychaeta<br />

lugworms)<br />

(bristle worms,<br />

Mollusca Gastropoda (snails dan sea-glugs)<br />

Lamellibranchiata (biyalves)<br />

Cephalophoda (cuttlefish and squids)<br />

Anthropoda Crustacea (especially ostracods,<br />

copepods, cirripedes,<br />

malacostracans)<br />

Echinodermata Crinoidea (sea-lilies)<br />

Holothuroidea (sea-cucumber)<br />

Echinoidea (sea-urchins)<br />

Asteroidea (starfish)<br />

Ophiuroidea (brittle stars)<br />

Hemichordata Enteropneusta(2 corn-worms)


chordata Urochordata(sea-squirts)<br />

Cephalochordata(amphioxus)<br />

3. Masyarakat Hewan Yang Hidup <strong>di</strong> Dasar (Benthic Communities)<br />

Keadaan lingkungan seperti tipe se<strong>di</strong>men, salinitas, dan kedalaman <strong>di</strong><br />

bawah permukaan memberi variasi yang amat besar dari satu daerah dasar<br />

lautan ke daerah lautan yang lain. Sehingga hal ini menyebabkan<br />

berbedanya jenis-jenis hewan pada daerah yang berbeda.<br />

4. Produksi Benthos<br />

Sumber-sumber terbentuknya dendritus antara lain:<br />

a. Sisa-sisa tumbuhan atau hewan benthic yang hancur pada amasa hidupnya<br />

yang tinggal <strong>di</strong> daerah perairan yang dangkal.<br />

b. Sisa-sisa tubuh organisme pelagik<br />

c. Kotoran-kotoran (faeces) binatang yang hidup <strong>di</strong> daerah pelagik. Contoh:<br />

beberapa golongan copepoda.


DAFTAR RUJUKAN<br />

Hantoro W.S. 2001. Low stand sea level and landform changes: climatic changes<br />

consequence to epicontinental shelf and fauna migration through<br />

Indonesian.Archipelago. In Precee<strong>di</strong>ng of: “The environmental and Cultural<br />

History and Dynamics of the Australian-Southeast Asian Region” seminar,<br />

Melbourne, December 10-12, 1996.<br />

Hutabarat, Sanala dan Stewart M.Evans. 1986. Pengantar Oseanografi. Jakarta: UI<br />

Press.<br />

Setiabu<strong>di</strong>, Bagus Wiwoho. 1999. Pengantar Oseanografi. Malang: UM Press

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!