ISI BUKU Udayana_Revisi .indd - Lembaga Penelitian dan ...
ISI BUKU Udayana_Revisi .indd - Lembaga Penelitian dan ...
ISI BUKU Udayana_Revisi .indd - Lembaga Penelitian dan ...
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
Cina terurai di atas sangatlah memungkinkan untuk<br />
membangun masyarakat multikultural yang dalam<br />
kehidupannya mencerminkan azas multikulturalisme.<br />
Dikatakan demikian karena sikap <strong>dan</strong> perilaku yang<br />
demikian itu merupakan kebalikan dari sikap <strong>dan</strong><br />
perilaku yang dapat mengganggu multikulturalisme.<br />
Sebagaimana telah disebutkan di atas, sikap <strong>dan</strong><br />
perilaku yang dapat mengganggu multikulturalisme<br />
lazim disebut mutual distrust <strong>dan</strong> inequality frustration,<br />
Mutual distrust dapat berupa eksklusivisme, hubungan<br />
yang tidak sehat yang dapat menimbulkan aksi balas<br />
dendam, <strong>dan</strong> ketidakpercayaan antarkelompok yang<br />
berbeda. Se<strong>dan</strong>gkan inequality frustration bisa berupa<br />
perasaan diperlakukan tidak wajar atau fair (Abdullah,<br />
2006; Atmadja, 2008).<br />
KESIMPULAN DAN SARAN<br />
Kesimpulan<br />
Uraian di atas menunjukkan bahwa orang Cina di<br />
satu pihak mengkonversi modal ekonomi (materi) yang<br />
mereka miliki menjadi alat untuk mempertahankan<br />
modal budaya yang juga menjadi simbol identitas<br />
budaya mereka berupa tempat ibadah <strong>dan</strong> pemakaman.<br />
Begitu juga tindakan orang Bali di pihak lain dapat<br />
dipahami sebagai tindakan mengkonversi modal<br />
budaya mereka (Desa Pakraman) menjadi alat untuk<br />
memperoleh materi (modal ekonomi) dalam rangka<br />
menguatkan Desa Pakraman (modal budaya) yang<br />
merupakan simbol identitas budaya mereka sendiri.<br />
Tindakan konversi modal melalui Desa Pakraman<br />
seperti itu, <strong>dan</strong> mengingat pula bahwa orang Bali <strong>dan</strong><br />
orang Cina memaknai kebersamaan mereka dalam<br />
Desa Pakraman sebagai upaya pelestarian tradisi leluhur<br />
mereka sebagaimana dikatakan di atas, maka itu berarti<br />
mereka telah memaknai kebersamaan mereka dalam<br />
Desa Pakraman secara beragam sehingga karakteristik<br />
<strong>dan</strong> acuannya menjadi tidak stabil. Berpegang pada<br />
konsep permainan bahasa, maka fenomena kebersamaan<br />
mereka dalam Desa Pakraman dapat dikatakan sebagai<br />
sebuah permainan bahasa <strong>dan</strong>/atau permainan politik<br />
identitas etnik yang berarenakan Desa Pakraman.<br />
Bertolak dari keberagaman makna kebersamaan<br />
orang Cina <strong>dan</strong> orang Bali dalam Desa Pakraman<br />
tersebut, kajian ini mendeskripsikan orientasi (acuan<br />
ataupun motivasi) orang Cina <strong>dan</strong> orang Bali dalam<br />
konteks strategi konversi modal masing-masing pihak<br />
dari perspektif multikulturalisme. Mengingat dalam<br />
konteks ini orang Bali <strong>dan</strong> orang Cina sama-sama<br />
memperoleh keuntungan maka strategi konversi modal<br />
yang dilakukan oleh masing-masing pihak tersebut<br />
terlihat berpotensi untuk membangun masyarakat<br />
multikultural yang berazaskan multikulturalisme.<br />
Dikatakan demikian karena perolehan keuntungan <strong>dan</strong><br />
insentif selektif masing-masing pihak tersebut bukan<br />
melalui pemaksaan atau kekerasan melainkan melalui<br />
hubungan antara keduanya yang menunjukkan sikap<br />
saling menghargai <strong>dan</strong> menghormati. Hal ini tampaknya<br />
merupakan pendorong bagi kedua belah pihak untuk<br />
terus menjalin hubungan yang baik. Secara konkret<br />
hal ini terwujud sebagai sikap orang Bali yang mau<br />
menerima kehadiran orang Cina, <strong>dan</strong> a<strong>dan</strong>ya sikap<br />
orang Cina yang mau berperan dalam berbagai kegiatan<br />
Desa Pakraman. Doktrin multikulturalisme memang<br />
mempromosikan nilai-nilai <strong>dan</strong> prinsip-prinsip<br />
perbedaan serta menekankan pentingnya penghargaan<br />
pada setiap kelompok yang berbeda. Tujuannya adalah<br />
untuk membawa masyarakat ke dalam suasana rukun,<br />
damai, egaliter, toleran, saling menghargai, saling<br />
menghormati, tanpa ada konfl ik <strong>dan</strong> kekerasan, tanpa<br />
mesti menghilangkan kompleksitas perbedaan yang<br />
ada.<br />
Saran<br />
Bertitik tolak dari simpulan di atas, ada dua saran<br />
yang dapat diajukan sebagai berikut.<br />
Hubungan antara orang Bali <strong>dan</strong> orang Cina<br />
melalui Desa Pakraman agar tetap dapat dipertahankan,<br />
bahkan ditingkatkan, maka peraturan (Awig-Awig)<br />
Desa Pakraman patut dijadikan pedoman utama.<br />
Namun peraturan itu diterapkan secara selektif. Secara<br />
selektif, artinya bahwa pasal-pasal tertentu di dalam<br />
peraturan tersebut hendaklah dimaknai dengan tetap<br />
berpegang pada kepentingan untuk mempertahankan<br />
keharmonisan hubungan antara kedua etnik yang<br />
berbeda itu. Saran ini diajukan karena peraturan Desa<br />
Pakraman terlihat mengandung pembedaan-pembedaan<br />
sehingga berpotensi terjadinya sikap yang disertai<br />
dengan perilaku yang tidak mencerminkan perlakukan<br />
secara egalitarian, melainkan diskriminatif atau<br />
perbedaan antara satu pihak <strong>dan</strong> pihak yang lainnya.<br />
Penting untuk dilakukan reformasi peraturan<br />
(Awig-Awig) Desa Pakraman agar menjadi lebih bersifat<br />
multikulturalisme dengan cara tertentu antara lain<br />
dengan mengubah pasal-pasal yang mengatur ideologi<br />
<strong>dan</strong> hubungan antarsesama warga masyaraka setempat.<br />
Suatu contoh yang dapat ditunjukkan dalam konteks<br />
ini adalah hasil analisis kritis terhadap Awig-Awig Desa<br />
Pakraman yang menjadi lokasi penelitian ini yang dapat<br />
dilihat pada lampiran hasil penelitian ini.<br />
The Excellence Research UNIVERSITAS UDAYANA 2011<br />
9