02.11.2014 Views

inkonsistensi pendidikan agama islam - Kemenag Sumsel

inkonsistensi pendidikan agama islam - Kemenag Sumsel

inkonsistensi pendidikan agama islam - Kemenag Sumsel

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

Dari hasil penelitian yang sebagaimana diungkapkan oleh Amin<br />

Abdullah bahwa guru-guru <strong>agama</strong> di sekolah yang berperan sebagai<br />

ujung tombak <strong>pendidikan</strong> <strong>agama</strong> dari tingkat yang paling bawah hingga<br />

yang paling tinggi atau dari TK sampai perguan tinggi, nyaris kurang<br />

(untuk tidak mengatakan sama sekali) tersentuh oleh gelombang<br />

pergumulan pemikiran dan diskursus pemikiran ke<strong>agama</strong>an di seputar isu<br />

pluralisme dan dialog antar umat ber<strong>agama</strong>. Padahal, guru-guru inilah<br />

yang menjadi mediator pertama untuk menterjemahkan nilai-nilai toleransi<br />

dan pluralisme kepada siswa, yang pada tahap selanjutnya juga ikut<br />

berperan aktif dalam mentransfomasikan kesadaran toleransi secara lebih<br />

intensif dan massif.<br />

Karena itulah, meminjam filsafat <strong>pendidikan</strong> yang dikembangkan<br />

oleh Paulo Freire, bahwa fungsi pendidkan adalah untuk pembebasan,<br />

bukan untuk penguasaan (dominasi). Pendidikan harus menjadi proses<br />

pemerdekaan, bukan penjinakan sosial-budaya (social and cultural<br />

domestication). Tujuan <strong>pendidikan</strong> adalah untuk menggarap realitas<br />

manusia, dan karena itu, secara metodologis bertumpu pada prinsipprinsip<br />

aksi dan refleksi total, yakni prinsip bertindak untuk merubah<br />

kenyataan yang menindas dan pada sisi simultan lainnya secara terusmenerus<br />

menjumbuhkan kesadaran akan realitas dan hasrat untuk<br />

merubah kenyataan yang menindas.<br />

Dengan cara pandang seperti ini, maka sekarang kita mesti<br />

melakukan 'pembebasan' terhadap <strong>pendidikan</strong> yang selama ini dilakukan<br />

oleh masyarakat dengan memberikan warna yang lebih inklusif. Yang<br />

perlu untuk kita lakukan adalah mendekonstruksi visi <strong>pendidikan</strong> <strong>agama</strong><br />

yang ekslusif ke arah penguatan visi inklusif. Hal ini dianggap penting<br />

karena kegagalan dalam mengembangkan semangat toleransi dan<br />

pluralisme dalam <strong>pendidikan</strong> <strong>agama</strong> pada akhirnya akan menyuburkan<br />

gerakan radikalisme (yang mengatasnamakan) <strong>agama</strong>. Namun<br />

sebaliknya, keberhasilan dalam menumbuhkan sikap toleran dalam<br />

<strong>pendidikan</strong> <strong>agama</strong>, akan semakin menciptakan cita-cita perdamaian antar<br />

15

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!