suatu pembelajaran bukan hanya pencapaian tujuan ... - LPMP Sulsel
suatu pembelajaran bukan hanya pencapaian tujuan ... - LPMP Sulsel
suatu pembelajaran bukan hanya pencapaian tujuan ... - LPMP Sulsel
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Mata<br />
Diklat Matematika untuk Model Pembelajaran<br />
Kooperatif Tipe STAD (Student Team<br />
Achievement Division) Siswa di SMKN I<br />
Makassar<br />
Arnidah, Amir Daud<br />
Abstract: This classroom action research involved the planning<br />
activity, action, observation, and reflection. The learning materials<br />
were instructional design prepared by teachers, and planned based<br />
on the cooperative learning model consisted of scenario, students’<br />
book, and students’ paperwork. The development of scenario<br />
arrangement was done in 4 sintaks namely 1) introduction:<br />
presenting objective and motivating students, 2) the main activity:<br />
presenting information, 3) organizing students, 4) guiding the<br />
group of work, 5) evaluation/quiz , and 6) giving the reward.<br />
Kata kunci: model <strong>pembelajaran</strong> kooperatif tipe STAD (Student<br />
Team Achievement Division), perangkat <strong>pembelajaran</strong>, skenario<br />
<strong>pembelajaran</strong>, bahan ajar (buku siswa), Lembar Kegiatan Siswa<br />
(LKS).<br />
Tujuan <strong>suatu</strong> <strong>pembelajaran</strong> <strong>bukan</strong> <strong>hanya</strong> <strong>pencapaian</strong> <strong>tujuan</strong> instruksional<br />
berupa kecerdasan akademik. Keberhasilan yang sesungguhnya adalah<br />
kecerdasan akademik yang dibarengi oleh kecerdasan emosional berupa<br />
kemampuan bekerja sama dan menjalin hubungan sosial antar siswa.<br />
Arnidah adalah dosen FIP Universitas Negeri Makassar<br />
Amir Daud adalah widyaiswara <strong>LPMP</strong> Sulawesi Selatan<br />
http://www.lpmpsulsel.net/v2/index.php?option=com_content&view=<br />
article&id=137:pengembangan&catid=42:widyaiswara&Itemid=203
Pembelajaran kooperatif dapat memberi keuntungan pada semua<br />
siswa baik bagi siswa kelompok bawah (kecepatan belajar rendah)<br />
maupun siswa kelompok atas (kecepatan belajar tinggi), sebab kedua<br />
kelompok ini bekerja sama dalam menyelesaikan tugas-tugas akademik.<br />
Siswa kelompok atas menjadi tutor sebaya bagi siswa kelompok bawah<br />
yang memperoleh bantuan khusus dari teman sebaya yang memiliki<br />
orientasi dan bahasa yang sama, dengan demikian terjadi komunikasi<br />
resiprokal yang lebih efektif. Dalam proses tutorial ini kemampuan<br />
akademik siswa kelompok atas juga akan terus meningkat karena<br />
memberi pelayanan sebagai tutor yang membutuhkan pemikiran lebih<br />
mendalam tentang ide-ide yang terdapat di dalam materi. Untuk<br />
mewujudkan hal tersebut, dibutuhkan dukungan perangkat <strong>pembelajaran</strong><br />
yang terdiri dari strategi instruksional (skenario <strong>pembelajaran</strong>), buku<br />
siswa (BS), dan lembar kegiatan siswa (LKS) yang dikembangkan sesuai<br />
karakteristik model <strong>pembelajaran</strong> kooperatif.<br />
Pengembangan perangkat <strong>pembelajaran</strong> akan dikaji lebih lanjut<br />
dalam penelitian ini. Sekolah yang akan menjadi fokus penelitian adalah<br />
sekolah menengah kejuruan yang selama ini menggunakan perangkat<br />
<strong>pembelajaran</strong> yang berbasis moduler, dan dalam proses <strong>pembelajaran</strong><br />
masih berorientasi pada <strong>pembelajaran</strong> individual.<br />
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana gambaran<br />
<strong>pembelajaran</strong> kooperatif tipe STAD (Student Team Achievement<br />
Division) dengan menggunakan perangkat <strong>pembelajaran</strong> yang telah<br />
dikembangkan dalam mata diklat matematika di SMK Negeri 1 Makassar<br />
Jurusan Akuntansi kelas 2?<br />
Pembelajaran Kooperatif<br />
Model <strong>pembelajaran</strong> kooperatif dikembangkan berdasarkan teori<br />
belajar-konstruktivis. Hal ini terlihat pada salah satu teori Vygotsky, yaitu<br />
penekanan pada hakikat sosiokultural dari <strong>pembelajaran</strong>. Vigotsky yakin<br />
bahwa fungsi mental yang lebih tinggi pada umumnya muncul dalam<br />
percakapan atau kerjasama antar individu sebelum fungsi mental yang<br />
lebih tinggi itu terserap ke dalam individu. Pembelajaran kooperatif<br />
merupakan <strong>suatu</strong> model pengajaran dimana siswa yang memiliki tingkat<br />
kemampuan berbeda belajar bersama dalam kelompok-kelompok kecil.<br />
Dalam menyelesaikan tugas kelompok, setiap anggota saling bekerja<br />
sama dan membantu untuk memahami <strong>suatu</strong> bahan <strong>pembelajaran</strong>.<br />
Menurut Slavin (1994) dalam Suradi dan Djadir (3;2004), <strong>tujuan</strong><br />
<strong>pembelajaran</strong> kooperatif adalah menciptakan situasi dimana keberhasilan<br />
http://www.lpmpsulsel.net/v2/index.php?option=com_content&view=<br />
article&id=137:pengembangan&catid=42:widyaiswara&Itemid=203
individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya,<br />
untuk mencapai tiga <strong>tujuan</strong> <strong>pembelajaran</strong> penting yang dirangkum<br />
sebagai berikut : (a) hasil belajar akademik. Ber<strong>tujuan</strong> untuk<br />
meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik. Para ahli<br />
mengemukakan bahwa model ini unggul dalam membantu siswa<br />
memahami konsep-konsep yang sulit. Struktur penghargaan pada<br />
<strong>pembelajaran</strong> kooperatif telah dapat meningkatkan penilaian siswa pada<br />
belajar akademik dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasii<br />
belajar. Selain itu, <strong>pembelajaran</strong> kooperatif dapat memberikan<br />
keuntungan baik pada siswa kelompok bawah maupun kelompok atas<br />
yang bekerja sama menyelesaikan tugas-tugas akademik; (b) penerimaan<br />
terhadap perbedaan individu. Tujuan lain dari model pambelajaran<br />
kooperatif adalah penerimaan terhadap orang yang berbeda ras, budaya,<br />
kelas sosial, maupun kemampuan. Allport (Ibrahim, 2000)<br />
mengemukakan bahwa kontak fisik di antara orang-orang yang berbeda<br />
ras atau kelompok etnis tidak cukup untuk mengurangi kecurigaan dan<br />
perbedaan ide; (c) pengembangan keterampilan sosial. Banyak kerja<br />
orang dewasa sebagian besar dilakukan dalam organisasi yang saling<br />
bergantung satu sama lain dan di dalam masyarakat yang secara budaya<br />
beragam. Atas dasar itu, Ibrahim (2000) mengemukakan bahwa <strong>tujuan</strong><br />
penting yang lain dari pembalajaran kooperatif adalah untuk mengajarkan<br />
kepada siswa keterampilan kerjasama dan kolaborasi; (d) lingkungan<br />
belajar dan sistem pengelolaan. Lingkungan belajar untuk <strong>pembelajaran</strong><br />
kooperatif dicirikan oleh proses demokrasi dan peran aktif siswa dalarn<br />
menentukan apa yang harus dipelajari dan bagaimana mempelajarinya.<br />
Guru menerapkan <strong>suatu</strong> struktur tingkat tinggi dalam pembentukan<br />
kelompok dan mendefinisikan semua prosedur, namun siswa diberi<br />
kebebasan dalam mengendalikan dari waku ke waktu di dalam<br />
kelompoknya.<br />
Beberapa Variasi dalam Model Pembelajaran Kooperatif<br />
Walaupun prinsip dasar <strong>pembelajaran</strong> kooperatif tidak berubah,<br />
namun terdapat beberapa variasi dari model seperti berikut ini :<br />
a. Student Teams-Achievement Division (STAD)<br />
STAD atau Tim Siswa-Kelompok Prestasi, merupakan jenis<br />
<strong>pembelajaran</strong> kooperatif yang paling sederhana. Dalam STAD siswa<br />
dikelompokkan menjadi beberapa kelompok dengan anggota 4-5 orang,<br />
dan setiap kelompok haruslah heterogen. Guru menyajikan pelajaran, dan<br />
kemudian siswa bekerja di dalam tim mereka untuk memastikan bahwa<br />
http://www.lpmpsulsel.net/v2/index.php?option=com_content&view=<br />
article&id=137:pengembangan&catid=42:widyaiswara&Itemid=203
seluruh anggota tim telah menguasai pelajaran tersebut. Akhimya,<br />
seluruh siswa dikenai kuis tentang materi itu, dan pada saat kuis ini<br />
mereka tidak boleh saling membantu.<br />
Skor poin siswa diberikan berdasarkan pada seberapa jauh siswa<br />
menyamai atau melampaui prestasinya yang lalu. Poin tiap anggota tim<br />
ini dijumlah untuk mendapatkar skor tim, dan tim yang mencapai kriteria<br />
tertentu dapat diberi sertifikat atau penghargaan yang lain.<br />
b. Teams-Games-Tournaments (TGT)<br />
TGT atau Pertandingan-Permainan-Tim merupakan jenis<br />
<strong>pembelajaran</strong> kooperatif yang berkaitan dengan STAD. Dalarn TGT,<br />
siswa memainkan permainan dengan anggota-anggota tim lain untuk<br />
memperoleh tambahan poin pada skor tim mereka. Permainan disusun<br />
dari pertanyaan-pertanyaan yang relevan dengan pelajaran yang<br />
dirancang untuk mengetes pengetahuan yang diperoleh siswa dari<br />
penyampaian <strong>pembelajaran</strong> di kelas dan kegiatan-kegiatan kelompok.<br />
Permainan itu dimainkan pada meja-meja turnamen. Setiap Meja<br />
turnamen dapat diisi oleh wakil-wakil kelompok yang berbeda, yang<br />
memiliki kemampuan setara.<br />
Permainan itu berupa pertanyaan-pertanyaan yang ditulis pada<br />
kartu-kartu yang diberi angka. Tiap-tiap siswa akan mengambil sebuah<br />
kartu yang diberi angka dan berusaha untuk menjawab pertanyaan yang<br />
sesuai dengan angka tersebut. Turnamen ini memungkinkan bagi siswa<br />
dari semua tingkat untuk menyumbangkan dengan maksimal bagi<br />
skor-skor kelompoknya bila mereka berusaha dengan maksimal.<br />
Turnamen ini dapat berperan sebagai reviu materi pelajaran.<br />
c. Jigsaw<br />
Dalam penerapan jigsaw, siswa dibagi berkelompok dengan<br />
anggota kelompok 5 atau 6 orang heterogen. Materi pelajaran diberikan<br />
kepada siswa dalam bentuk teks yang telah dibagi-bagi menjadi beberapa<br />
sub-bab. Sebagai misal, bab zat dan wujudnya dapat dibagi menjadi<br />
sub-bab, massa jenis zat-zat padat, zat cair, zat gas, serta panas dan gerak<br />
partikel. Setiap anggota kelompok membaca sub-bab yang ditugaskan<br />
dan bertanggung jawab untuk mempelajari bagian yang diberikan itu.<br />
Anggota, dari kelompok lain yang telah mempelajari sub-bab yang<br />
sama bertemu dalam kelompok-kelompok lain untuk mendiskusikan<br />
sub-bab mereka. Setelah itu para siswa kembali ke kelompok asal mereka<br />
dan bergantian mengajar teman satu kelornpok mereka tentang sub-bab<br />
mereka. Satu-satunya cara siswa dapat belajar sub-bab lain selain dari<br />
sub-bab yang mereka pelajari adalah dengan mendengarkan secara<br />
http://www.lpmpsulsel.net/v2/index.php?option=com_content&view=<br />
article&id=137:pengembangan&catid=42:widyaiswara&Itemid=203
sungguh-sungguh terhadap teman satu kelompok mereka. Setelah selesai<br />
pertemuan dan diskusi kelompok asal, siswa-siswa dikenai kuis secara<br />
individu tentang materi belajar. Skor kelompok menggunakan prosedur<br />
skoring yang sama dengan STAD.<br />
d. Think-Pair-Share (TPS)<br />
TPS atau Berpikir-Berpasangan-Berbagi merupakan jenis<br />
<strong>pembelajaran</strong> kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola<br />
interaksi siswa. Struktur yang dikembangkan ini dimaksudkan sebagai<br />
alternatif terhadap struktur kelas tradisional. Struktur ini menghendaki<br />
siswa bekerja saling membantu dalam kelompok kecil (2-6 anggota) dan<br />
lebih dicirikan oleh penghargaan kooperatif daripada penghargaan<br />
individual.<br />
e. Numbered-Head-Together (NHT)<br />
NHT atau Penomoran-Berpikir Bersama merupakan jenis <strong>pembelajaran</strong><br />
kooperatif yang sejenis dengan TPS, dirancang untuk mempengaruhi pola<br />
interaksi siswa dan sebagai altetnatif terhadap struktur kelas tradisional.<br />
Sebagai gantinya mengajukan pertanyaan kepada seluruh kelas.<br />
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Strategi Instruksional<br />
Para ahli sepakat bahwa strategi instruksional berkenaan dengan<br />
pendekatan pengajaran dalam mengelola kegiatan instruksional untuk<br />
menyampaikan materi atau isi pelajaran secara sistematis, sehingga<br />
kemampuan yang diharapkan dapat dikuasai oleh siswa secara efektif dan<br />
efisien. Strategi instruksional merupakan perpaduan dari urutan kegiatan,<br />
cara pengorganisasian materi pelajaran, peralatan dan bahan, serta waktu<br />
yang digunakan dalam proses instruksional untuk mencapai <strong>tujuan</strong><br />
instruksional yang telah ditentukan. Dengan perkataan lain, strategi<br />
instruksional dapat pula disebut sebagai cara yang sistematis dalam<br />
mengkomunikasikan isi pelajaran kepada siswa untuk mencapai <strong>tujuan</strong><br />
instruksional tertentu.<br />
Bahan ajar dapat digunakan untuk membantu guru dan siswa dalam<br />
<strong>pembelajaran</strong>, sehingga guru tidak perlu terlalu banyak menyajikan<br />
materi dalam kelas. Hal ini akan berdampak positif, yaitu guru<br />
mempunyai lebih banyak waktu untuk memberi bimbingan kepada siswa.<br />
Bahan ajar juga dapat membantu siswa tidak tergantung kepada guru<br />
sebagai satu-satunya sumber informasi.<br />
Pengembangan bahan ajar selalu berlandaskan pada kebutuhan<br />
siswa yang meliputi kebutuhan pengetahuan, keterampilan, bimbingan,<br />
latihan, dan kebutuhan umpan balik. Kebutuhan siswa berdasarkan : (a)<br />
http://www.lpmpsulsel.net/v2/index.php?option=com_content&view=<br />
article&id=137:pengembangan&catid=42:widyaiswara&Itemid=203
analisis instruksional yang telah dibuat oleh guru materi diklat, dan (b)<br />
berdasarkan GBPP.<br />
Penyusunan bahan ajar dapat dilakukan guru melalui beragam cara,<br />
namun secara umum ada tiga cara yang dapat ditempuh, yaitu :<br />
(1). Menulis sendiri (starting from scratch)<br />
Guru dapat menulis sendiri bahan ajar yang akan digunakan dalam<br />
proses <strong>pembelajaran</strong>, atau bergabung dengan beberapa guru atau pakar<br />
lain di bidang ilmu yang sama untuk menulis bahan ajar secara kelompok<br />
(menulis bersama) atau secara kolektif (seorang penulis menulis beberapa<br />
bagian saja). Penulisan bersama dengan beberapa pakar di bidang ilmu<br />
yang sama merupakan cara yang baik karena dapat menambah<br />
kredibilitas bahan ajar tersebut bagi pemakai (siswa dan guru-guru)<br />
Untuk dapat menulis sendiri bahan ajar, diperlukan kemampuan<br />
menulis bahan ajar sesuai dengan prinsip-prinsip instruksional. Belum<br />
semua guru memiliki keterampilan tersebut, namun <strong>bukan</strong> tidak mungkin<br />
bagi guru secara individu atau kelompok untuk mempelajari cara<br />
penulisan bahan ajar, baik melalui seminar atau pelatihan, dan lain-lain.<br />
Cara lain yang dapat ditempuh adalah bekerja sama dengan perancang<br />
instruksional (instructional designer) agar diberi bimbingan dan<br />
petunjuk menulis bahan ajar yang benar.<br />
(2). Pengemasan kembali informasi (information repackaging atau text<br />
transformation).<br />
Dalam pengemasan kembali informasi, guru tidak menulis bahan<br />
ajar sendiri dari awal (from nothing atau from scratch ), tetapi<br />
memanfaatkan buku-buku teks dan sumber belajar lain yang sudah ada<br />
untuk dikemas kembali sehingga berbentuk bahan ajar yang memenuhi<br />
karakteristik bahan ajar yang baik, dan dapat dipergunakan oleh guru dan<br />
siswa dalam proses <strong>pembelajaran</strong>. Informasi yang didapat dari berbagai<br />
sumber belajar yang sudah tersedia dikumpulkan berdasarkan kebutuhan<br />
(sesuai dengan <strong>tujuan</strong> instruksional, dan GBPP), kemudian disusun<br />
kembali atau ditulis ulang dengan gaya bahasa dan strategi yang sesuai<br />
untuk menjadi <strong>suatu</strong> bahan ajar (atau digubah), juga diberi tambahan<br />
keterampilan atau kompetensi yang akan dicapai, bimbingan belajar bagi<br />
siswa, latihan dan tes formatif dan umpan balik bagi siswa agar mereka<br />
dapat mengukur sendiri kemampuan yang telah dicapai.<br />
Pengemasan kembali informasi memerlukan keterampilan guru<br />
untuk menulis ulang atau menggubah dan melengkapi informasiinformasi<br />
tersebut untuk menjadi <strong>suatu</strong> bahan ajar yang baik. Dalam<br />
proses ini guru perlu menentukan seberapa banyak perubahan yang perlu<br />
http://www.lpmpsulsel.net/v2/index.php?option=com_content&view=<br />
article&id=137:pengembangan&catid=42:widyaiswara&Itemid=203
dilakukan terhadap bahan ajar yang sudah ada, kemudian apakah<br />
perubahan tersebut mungkin dilakukan dalam batas waktu yang<br />
ditentukan, dengan sumber daya yang tersedia, dan seijin dan<br />
sepengetahuan pengarang asli. Bantuan perancang instruksional dalam<br />
tahap ini diperlukan guru untuk mendapatkan bimbingan tentang<br />
perubahan-perubahan yang perlu dilakukan dan sesuai dengan prinsipprinsip<br />
instruksional, serta kelayakan perubahan-perubahan tersebut.<br />
Kegiatan penyusunan bahan ajar dengan cara pengemasan kembali<br />
informasi ini selain menghasilkan seperangkat bahan ajar yang digubah<br />
dari buku teks atau informasi dari sumber belajar lain, juga memberikan<br />
pengetahuan dan keterampilan kepada guru untuk menggubah materi<br />
diklat dari beberapa sumber belajar yang ada menjadi satu bahan ajar<br />
yang berkualitas dan dapat digunakan dalam proses <strong>pembelajaran</strong>.<br />
(3). Penataan Informasi (compilation atau wrap around text)<br />
Selain menulis sendiri, pengembangan bahah ajar juga dapat<br />
dilakukan melalui cara lain, yaitu dengan mengkompilasi seluruh bahan<br />
atau materi diklat yang diambil dari buku teks, media elektronik, dan<br />
lain-lain. Proses ini dikenal sebagai proses pengembangan bahan ajar<br />
melalui penataan informasi (kompilasi). Dalam proses penataan informasi<br />
tidak ada perubahan yang dilakukan terhadap materi yang diambil dari<br />
sumber : buku teks, materi audiovisual, dan informasi lain yang ada. Jadi<br />
materi tersebut dikumpulkan, di fotocopy, dan digunakan secara<br />
langsung. Materi dari sumber utama digunakan sebagai materi inti dari<br />
bahan ajar, kemudian dipilih, dipilah, dan disusun berdasrkan <strong>tujuan</strong><br />
instruksional yang akan dicapai, dan GBPP. Di samping itu, materi<br />
tersebut juga dilengkapi dengan pedoman belajar untuk siswa yang berisi<br />
petunjuk penggunaan materi, latihan-latihan, dan tugas yang perlu<br />
dilakukan siswa, dan juga pedoman pengajar yang berisi petunjuk<br />
kegiatan yang harus dilakukan pengajar. Penataan materi inti dan<br />
penulisan materi tambahan hendaknya dilakukan bersamaan, sehingga isi<br />
keduanya tidak simpang siur, Pannen Paulina & Purwanto (2001:11).<br />
METODE<br />
Penelitian ini berbasis kelas (Classroom Action Research), yang<br />
dilaksanakan di Sekolah Menengah Kejuruan Negeri I Makassar Jurusan<br />
Akuntansi Kelas II. Pelaksanaan meliputi aktivitas perencanaan,<br />
tindakan, observasi, dan refleksi yang bersiklus. Dalam penelitian ini ada<br />
dua siklus, setiap siklus berlangsung selama kurang lebih satu bulan.<br />
http://www.lpmpsulsel.net/v2/index.php?option=com_content&view=<br />
article&id=137:pengembangan&catid=42:widyaiswara&Itemid=203
Gambar. 1. Bagan kegiatan sirkular pada setiap siklus<br />
Penelitian ini dikategorikan dengan penelitian deskriptif, yang<br />
diarahkan untuk mengidentifikasi dan mendeskripsikan pengembangan<br />
dan penerapan perangkat <strong>pembelajaran</strong>, serta persepsi siswa terhadap<br />
penggunaan bahan ajar kooperatif.<br />
Penelitian ini terdiri dari satu variabel, yaitu pengembangan<br />
perangkat <strong>pembelajaran</strong> mata diklat matematika dalam model<br />
<strong>pembelajaran</strong> kooperatif tipe STAD (Student Team Achievement<br />
Division). Perangkat <strong>pembelajaran</strong> dalam penelitian ini yaitu, desain<br />
instruksional pra operasional harus dipersiapkan guru, dan dirancang<br />
sesuai dengan karakteristik materi, siswa, media, dan model <strong>pembelajaran</strong><br />
kooperatif. Perangkat <strong>pembelajaran</strong> tersebut terdiri dari skenario<br />
<strong>pembelajaran</strong> model kooperatif, bahan ajar berupa buku siswa (BS), dan<br />
lembar kegiatan siswa (LKS).<br />
Prosedur pengumpulan data dalam penelitian ini adalah sebagai<br />
berikut: Pertama, observasi. Dilakukan observasi awal untuk<br />
mengidentifikasi: (a) sejauh mana pengenalan dan pengimplementasian<br />
model <strong>pembelajaran</strong> kooperatif di Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 1<br />
Makassar, (b) mata diklat apa yang telah mengembangkan bahan ajar.<br />
Selain itu dilakukan observasi proses untuk mengetahui interaksi siswa<br />
selama <strong>pembelajaran</strong> berlangsung; Kedua, Tes. (a) tes awal diberikan<br />
sebelum siswa belajar dengan menggunakan bahan ajar kooperatif, (b) tes<br />
yang diberikan setiap siklus, berupa kuis individu setelah menyelesaikan<br />
materi. Ketiga, revisi perangkat <strong>pembelajaran</strong>. Revisi perangkat<br />
<strong>pembelajaran</strong> pada bagian yang dianggap belum optimal pada siklus 1<br />
(satu). Kemudian hasil revisi tersebut selanjutnya diterapkan pada siklus<br />
2 (dua). Keempat, Angket. Setelah siklus 2 (dua) berakhir peneliti<br />
http://www.lpmpsulsel.net/v2/index.php?option=com_content&view=<br />
article&id=137:pengembangan&catid=42:widyaiswara&Itemid=203
membagikan angket pada siswa untuk mengetahui persepsi siswa tentang<br />
bahan ajar kooperatif yang telah digunakan.<br />
HASIL<br />
Sebelum proses <strong>pembelajaran</strong> dilakukan desain instruksional.<br />
Dalam penelitian ini tim peneliti melalui langkah berikut: (1) skenario<br />
<strong>pembelajaran</strong>. Skenario <strong>pembelajaran</strong> model kooperatif memiliki sintaks<br />
sebagai berikut: (a) pendahuluan, meliputi Fase 1: menyampaikan <strong>tujuan</strong><br />
dan memotivasi siswa (± 10 menit); (b) kegiatan inti, meliputi fase 2:<br />
penyajian informasi/materi (10 menit), fase 3: mengorganisasikan siswa<br />
(5 menit), fase 4: membimbing kelompok bekerja dan belajar (40 menit);<br />
(c) penutup, meliputi fase 5: evaluasi/kuis (20 menit), fase 6: memberikan<br />
penghargaan (5 menit).<br />
Dalam pengimplementasian model <strong>pembelajaran</strong> kooperatif Tipe<br />
STAD (Student Team Achievement Division) diperlukan penyesuaian<br />
bahan ajar, sebab karakteristik bahan ajar modul yang digunakan selama<br />
ini di sekolah menengah kejuruan berorientasi pada <strong>pembelajaran</strong><br />
individual. Oleh sebab itu dalam penelitian ini dilakukan pengembangan<br />
dari bahan ajar modul menjadi bahan ajar kooperatif tipe STAD dengan<br />
teknik pengemasan kembali informasi (information repackaging atau text<br />
transformation).<br />
Model <strong>pembelajaran</strong> kooperatif ini dikembangkan berdasarkan<br />
teori belajar kognitif-konstruktivis. Dengan demikian pada lembar<br />
kegiatan siswa dimunculkan apa yang akan dikonstruksi siswa.<br />
Pertanyaan-pertanyaannya kontekstual, dan biasanya siswa menemukan<br />
sendiri rumus-rumus semestinya.<br />
Lembar kegiatan siswa dikerjakan secara kelompok agar diperoleh<br />
kesamaan kompetensi dalam ketuntasan materi setiap anggota kelompok,<br />
yang memiliki perbedaan kecepatan belajar individu.<br />
Penilain dalam <strong>pembelajaran</strong> kooperatif, didasarkan atas skor<br />
individu dan skor kelompok. Untuk mengukur kompetensi setiap siswa,<br />
tetap dilakukan evaluasi individu berupa kuis di setiap akhir kerja<br />
kelompok, tepatnya setelah siswa belajar dalam tim dan menuntaskan<br />
materi pelajaran melalui lembar kegiatan siswa (LKS). Sesegera mungkin<br />
setelah kuis, nilai setiap siswa dikeluarkan untuk penghitungan skor<br />
peningkatan individual yang merupakan acuan skor kelompok.<br />
Adapun pedoman yang digunakan untuk menghitung skor<br />
peningkatan individual mengacu pada tabel berikut:<br />
http://www.lpmpsulsel.net/v2/index.php?option=com_content&view=<br />
article&id=137:pengembangan&catid=42:widyaiswara&Itemid=203
Tabel 1. Menghitung Skor Peningkatan Individual<br />
Skor Kuis Akhir<br />
Lebih dari 10 poin di bawah skor dasar<br />
10 sampai 1 poin di bawah skor dasar<br />
Skor dasar sampai 10 poin di atas skor dasar<br />
Lebih dari 10 poin di atas skor dasar<br />
Pekerjaan sempurna (tanpa memperhatikan skor dasar)<br />
Nilai Peningkatan<br />
5 poin<br />
10 poin<br />
20 poin<br />
30 poin<br />
30 poin<br />
Skor kelompok didasarkan pada peningkatan skor anggota<br />
kelompok dibandingkan skor yang telah diperoleh sebelumnya.<br />
Pengakuan kepada prestasi kelompok, segera setelah menghitug skor<br />
untuk setiap siswa dan menghitug skor kelompok. Untuk menghitung<br />
skor dan penghargaan kelompok digunakan kriteria seperti pada tabel<br />
berikut:<br />
Tabel 2. Kriteria Penghargaan Kelompok<br />
Nilai Rata-rata Kelompok<br />
Penghargaan<br />
5 < X < 15 Baik<br />
15 < X < 25 Hebat<br />
25 < X < 30 Super<br />
Sebelum memasuki siklus 1, peneliti mengadakan tes awal. Tes<br />
kemampuan awal dalam penelitian ini merupakan ujian blok 1 (pertama)<br />
dengan pokok bahasan Barisan dan Deret. Proses <strong>pembelajaran</strong>nya belum<br />
bermodel kooperatif, dan bahan ajar yang digunakan adalah modul.<br />
Penguasaan materi barisan dan deret merupakan prasyarat materi<br />
selanjutnya yang akan dilalui dengan model <strong>pembelajaran</strong> kooperatif,<br />
yaitu Matematika Keuangan, dengan pokok bahasan Bunga Tunggal yang<br />
akan diberikan pada siklus I (pertama), dan pokok bahasan Bunga<br />
Majemuk yang disajikan pada siklus 2 (kedua). Adapun distribusi skor<br />
yang diperoleh siswa pada tes kemampuan awal tersebut, dapat dilihat<br />
pada tabel 3 berikut:<br />
Tabel 3. Kategorisasi Hasil Tes Kemampuan Awal<br />
Kategori Skor Jumlah Siswa<br />
Tinggi 90 4<br />
80 6<br />
Sedang 70 9<br />
60 11<br />
Rendah 50 14<br />
40 2<br />
Jumlah 46<br />
http://www.lpmpsulsel.net/v2/index.php?option=com_content&view=<br />
article&id=137:pengembangan&catid=42:widyaiswara&Itemid=203
Berdasarkan hasil tes awal, peneliti membentuk kelompok siswa.<br />
Agar terjadi distribusi siswa yang heterogen, setiap kelompok terdiri atas<br />
siswa berkategori tinggi, sedang, dan rendah, sedangkan siswa laki-laki<br />
yang <strong>hanya</strong> berjumlah 6 orang dari 46 siswa berada pada kelompok yang<br />
berbeda.<br />
Hasil tes awal merupakan pedoman penghitungan skor peningkatan<br />
individual yang selanjutnya merupakan acuan skor kelompok, dan kriteria<br />
penghargaan kelompok pada siklus 1 (satu).<br />
Siklus I (Pertama)<br />
Kegiatan yang dilakukan pada siklus 1 (pertama) meliputi<br />
persiapan, tindakan, observasi, dan refleksi. Masing-masing kegiatan<br />
diuraikan sebagai berikut: (1) sebelum memulai <strong>pembelajaran</strong> tim peneliti<br />
mempersiapkan antara lain: (a) Skenario Pembelajaran (SP) disusun<br />
berdasarkan silabus mata pelajaran, (b) Buku Siswa (BS) dirancang oleh<br />
tim peneliti dengan teknik pengemasan kembali materi pada bahan ajar<br />
modul yang digunakan selama ini, (c) Lembar Kegiatan Siswa (LKS)<br />
mengacu pada kompetensi yang diharapkan, dan menggunakan strataegi<br />
penyampaian pesan yang kontruktivis, (d) Lembar Observasi Aktivitas<br />
Siswa (LOAS) untuk menilai aktivitas siswa selama proses <strong>pembelajaran</strong><br />
kelompok berlangsung, dan (e) membentuk kelompok heterogen; tim<br />
membentuk kelompok heterogen yang terdiri dari 9 (sembilan), 8<br />
(delapan) kelompok yang beranggotakan 5 (lima) orang, dan 1 kelompok<br />
yang beranggotakan 6 (enam) orang.<br />
a. Tindakan<br />
Pada pelaksanaan <strong>pembelajaran</strong>, guru mengikuti skenario<br />
<strong>pembelajaran</strong> yang telah dipersiapkan sebelumnya. Tindakan siklus 1<br />
(satu) dengan sub pokok bahasan Bunga Tunggal, alokasi waktu 1 (satu)<br />
kali pertemuan, yaitu 2 x 45 menit. Kegiatan guru di kelas, adalah<br />
mengikuti langkah-langkah berikut : (1) pendahuluan, meliputi fase 1:<br />
menyampaikan <strong>tujuan</strong> dan memotivasi siswa (± 10 menit); (2) kegiatan<br />
inti, meliputi fase 2: penyajian informasi/materi (10 menit), fase 3:<br />
mengorganisasikan siswa (5 menit), dan fase 4: membimbing kelompok<br />
bekerja dan belajar (40 menit); (3) penutup, meliputi fase 5: evaluasi/kuis<br />
(20 menit) dan fase 6 : memberikan penghargaan (5 menit)<br />
b. Observasi<br />
Dari sembilan kelompok yang terbentuk, peneliti memilih 2 (dua)<br />
kelompok yaitu kelompok 1(satu) yang konselornya seorang perempuan,<br />
dan kelompok 8 (delapan) dengan konselor laki-laki untuk diamati<br />
http://www.lpmpsulsel.net/v2/index.php?option=com_content&view=<br />
article&id=137:pengembangan&catid=42:widyaiswara&Itemid=203
aktivitasnya selama bekerja kelompok. Dan pendeskripsian hasil<br />
pengamatan tersebut: a) aktivitas dominan konselor sebaya pada akhir<br />
pengamatan yaitu konselor sebaya dari kedua kelompok tersebut dominan<br />
memunculkan ide-ide matematika untuk menyelesaikan masalah, b)<br />
konselor sebaya kelompok 1 (satu) lebih proaktif menanyakan materi<br />
yang belum dipahami oleh semua anggota kelompok dibandingkan<br />
konselor kelompok 8 (delapan), c) tidak terdapat anggota kelompok dari<br />
keduanya yang melakukan aktivitas lain, yang tidak berhubungan dengan<br />
materi.<br />
Di samping melakukan pengamatan pada aktivitas siswa, dilakukan<br />
oula pengamatan dari aktivitas guru. Antara lain hasil pengamatan<br />
tersebut adalah guru mengalami kesulitan dalam membimbing siswa yang<br />
meminta bantuan selama proses belajar berlangsung, karena rasio murid<br />
dan guru tidak sebanding.<br />
c. Refleksi<br />
Pembelajaran dalam siklus 1 membahas materi bunga tunggal.<br />
Hasil refleksi dari proses pelaksanaanya sebagai berikut: (1) dalam<br />
kegiatan inti, guru tidak menjelaskan materi secara rinci; (2) dalam buku<br />
siswa terdapat soal latihan yang cukup padat untuk diselesaikan; (3) guru<br />
membimbing siswa selama proses kerja kelompok berjalan.<br />
Berdasarkan beberapa analisis data yang diuraikan di atas, ada<br />
beberapa hal yang perlu diperbaiki dalam pelaksanaan siklus berikutnya,<br />
yaitu: (1) karakteristik siswa dan materi matematika menuntut guru untuk<br />
meningkatkan waktu menyajian materi sebelum memulai kerja<br />
kelompok; (2) frekuensi dan banyaknya siswa yang bertanya tinggi,<br />
sedangkan dalam bekerja kelompok dan menyelesaikan kuis waktu yang<br />
digunakan sebaiknya ditambah; (3) pertanyaan konstruktivis tidak<br />
diadakan di buku siswa, dan kuantitas latihan pada buku siswa perlu<br />
dikurangi, karena banyak menggunakan waktu dalam penyelesaiannya,<br />
sehingga saat mengerjakan lembar kegiatan siswa (LKS), siswa telah<br />
merasa jenuh.<br />
Siklus 2 (Kedua)<br />
a. Persiapan<br />
Sebelum memulai <strong>pembelajaran</strong> guru mempersiapkan: a) skenario<br />
Pembelajaran (SP): disusun berdasarkan silabus mata pelajaran, dan<br />
melakukan perubahan waktu pada kegiatan inti guru dalam menyajikan<br />
materi, b) Lembar Kegiatan Siswa (LKS) mengacu pada kompetensi yang<br />
diharapkan, dan menggunakan strategi penyampaian pesan yang<br />
http://www.lpmpsulsel.net/v2/index.php?option=com_content&view=<br />
article&id=137:pengembangan&catid=42:widyaiswara&Itemid=203
kontruktivis, c) Lembar Observasi Aktivitas Siswa (LOAS); lembar<br />
observasi dimaksudkan untuk menilai aktivitas siswa selama proses<br />
<strong>pembelajaran</strong> kelompok berlangsung, dan d) Buku Siswa (BS) materi<br />
bunga majemuk diberikan kepada siswa pada saat materi bunga tunggal<br />
selesai dibahas. Dalam buku siswa kuantitas latihan dikurangi dan tidak<br />
dimunculkan lagi pertanyaan konstruktivis.<br />
b. Tindakan<br />
Pada tahap tindakan, hal yang dilakukan adalah: (1) pendahuluan,<br />
fase 1: menyampaikan <strong>tujuan</strong> dan memotivasi siswa (± 10 menit); (2)<br />
kegiatan inti, fase 2: penyajian informasi/materi (20 menit), fase 3:<br />
mengorganisasikan siswa (5 menit), fase 4: membimbing kelompok<br />
bekerja dan belajar (30 menit); (3) penutup, fase 5: evaluasi/kuis (20<br />
menit), fase 6 : memberikan penghargaan (5 menit)<br />
c. Observasi<br />
Berdasarkan hasil observasi terhadap 2 (dua) kelompok yaitu<br />
kelompok 1(satu), dan kelompok 8 (delapan) untuk diamati aktivitas<br />
dominannya selama bekerja kelompok. Pendeskripsian hasil pengamatan<br />
tersebut adalah: a) pertanyaan tentang materi yang belum dipahami oleh<br />
semua anggota kelompok sudah berkurang, b) tidak terdapat anggota<br />
kelompok dari keduanya yang melakukan aktivitas lain, yang tidak<br />
berhubungan dengan materi.<br />
d. Refleksi<br />
Pada tahap ini tergambar kesulitan yang dihadapi guru dalam<br />
menangani jumlah siswa masih belum bisa diatasi serta kemasan<br />
perangkat <strong>pembelajaran</strong>, khususnya buku siswa masih belum maksimal.<br />
PEMBAHASAN<br />
Analisis Deskriptif Persepsi Siswa terhadap Bahan Ajar<br />
Setelah dilakukan pengumpulan data melalui angket untuk<br />
mengetahui bagaimana persepsi siswa terhadap bahan ajar yang<br />
digunakan pada model <strong>pembelajaran</strong> kooperatif tipe STAD dalam<br />
penelitian ini, maka diperoleh data yang didistribusikan pada beberapa<br />
tabel berikut:<br />
1. Persepsi siswa tentang sistematika materi bahan ajar<br />
Dari 46 siswa, terdapat 2 orang (4,35%) yang menyatakan tidak<br />
sistematis, dan 44 orang (95,65%) yang menyatakan bahwa materi pada<br />
bahan ajar sistematis, yaitu materi secara runtut dimulai dengan uraian<br />
dan pengertian secara umum yang disertai contoh dalam kehidupan<br />
http://www.lpmpsulsel.net/v2/index.php?option=com_content&view=<br />
article&id=137:pengembangan&catid=42:widyaiswara&Itemid=203
sehari-hari, pembahasan materi masing-masing memiliki contoh soal dan<br />
penyelesaiannya, yang diakhiri dengan beberapa latihan.<br />
2. Persepsi siswa tentang hubungan antar pokok bahasan.<br />
Agar mampu memahami dan menyelesaikan materi berikutnya,<br />
siswa harus kompeten pada materi sebelumnya, sebab setiap pokok<br />
bahasan merupakan lanjutan dari pokok bahasan sebelumnya, dengan<br />
demikian pokok bahasan sebelumnya adalah prasyarat. Hubungan seperti<br />
ini disebut hubungan hirarki. Ada 44 siswa (95,65%) yang menyatakan<br />
hubungan antar pokok bahasan adalah hirarki, sedangkan 2 orang<br />
(4,35%) mengatakan tidak hirarki.<br />
3. Distribusi persepsi siswa tentang bahasa materi bahan ajar<br />
Bahasa dalam <strong>suatu</strong> bahan ajar harus disesuaikan dengan<br />
karakteristik peserta didiknya, yaitu tingkat kemampuan rata-rata siswa<br />
memahami perbendaharaan bahasa yang digunakan agar terjadi<br />
persamaan asumsi antara sumber pesan dan siswa sebagai penerima<br />
pesan.<br />
Dari 46 siswa terdapat 18 (39,13%) orang yang menyatakan bahasa<br />
dalam bahan ajar yang digunakan komunikatif dan dapat dimaknai tanpa<br />
membutuhkan bantuan dari guru, 11 (23,91%) orang yang menyatakan<br />
tidak, sehingga untuk memaknainya membutuhkan bantuan dari guru,<br />
dan 17 orang (36,96%) menyatakan bahwa pertanyaan konstruktivis<br />
dalam lembar kerja siswa (LKS) adalah hal baru bila dibandingkan<br />
dengan lembar kerja siswa (LKS) pada bahan ajar sebelumnya, sehingga<br />
butuh usaha yang lebih untuk memecahkannya.<br />
4. Distribusi persepsi siswa tentang tampilan fisik materi bahan ajar<br />
Tampilan fisik <strong>suatu</strong> bahan ajar adalah salah satu faktor yang<br />
mampu menarik minat siswa untuk membaca dan mempelajarinya.<br />
Dalam penelitian ini bahan ajar disusun oleh tim peneliti dengan tampilan<br />
dan kemasan yang masih sederhana, sehingga 34 (73,92%) orang siswa<br />
menganggapnya tidak lebih menarik dari bahan ajar sebelumnya, 11<br />
orang (23,91%) menyatakan menarik sebab beberapa pesan utama<br />
ditampilkan agak menonjol, sedangkan 1 siswa (2,17%) menyatakan<br />
tampilan fisik bahan ajar tidak berpengaruh banyak terhadap minat siswa<br />
untuk mempelajarinya.<br />
5. Distribusi sikap siswa dengan soal cerita pada bahan ajar<br />
Untuk menciptakan <strong>pembelajaran</strong> kontekstual, masalah pada materi<br />
dibuat sesuai dengan pengalaman hidup siswa. Salah satunya yaitu soal<br />
yang muncul adalah soal cerita, baik dalam buku siswa maupun pada<br />
lembar kegiatan siswa. Dan persepsi siswa tentang strategi tersebut<br />
http://www.lpmpsulsel.net/v2/index.php?option=com_content&view=<br />
article&id=137:pengembangan&catid=42:widyaiswara&Itemid=203
seperti pada tabel distribusi di atas memperlihatkan bahwa, siswa yang<br />
menyukai soal cerita ada 26 orang (56,52%), sedangkan yang tidak<br />
menyukai soal cerita karena menganggap terlalu panjang dan butuh<br />
ketelitian menelaah maksudnya berjumlah 18 (39,13%) orang, selebihnya<br />
2 (4,35%) siswa menganggap bahwa model soal tidak memberi pengaruh<br />
berarti pada kemampuan penyelesaian soal.<br />
6. Distribusi sikap siswa pada penggunaan lembar kegiatan siswa (LKS)<br />
dengan buku siswa (BS).<br />
Salah satu ciri khas bahan ajar modul yang digunakan dalam proses<br />
<strong>pembelajaran</strong> sebelumnya adalah buku siswa (BS) dan lembar kegiatan<br />
siswa (LKS) dibuat menyatu, sehingga siswa dapat menyelesaikan lembar<br />
kegiatan siswa secara mandiri/kelompok, baik di rumah maupun di<br />
sekolah. Dalam <strong>pembelajaran</strong> kooperatif, lembar kegiatan siswa terpisah<br />
dengan buku siswa, dan dibagikan setelah mempelajari dan membahas<br />
buku siswa. Dengan proses tutorial, siswa kelompok atas akan menjadi<br />
tutor sebaya bagi siswa kelompok bawah, dan data yang dikumpulkan<br />
sehubungan dengan itu adalah terdapat 30 (65,22%) yang menganggap<br />
efektif bila buku siswa berpisah dengan lembar kegiatan siswa, dan 16<br />
(34,78%) yang menyatakan bahwa buku siswa dan lembar kegiatan siswa<br />
sebaiknya menyatu agar lembar kegiatan siswa (LKS) dapat dikerjakan di<br />
luar jam belajar.<br />
7. Distribusi persepsi siswa pada model penyelesaian lembar kegiatan<br />
siswa (LKS).<br />
Lembar kegiatan siswa (LKS) dikerjakan dan dibahas secara<br />
kelompok. Siswa kelompok atas menjadi tutor sebaya bagi siswa<br />
kelompok bawah, sehingga siswa kelompok bawah dapat memperoleh<br />
bantuan khusus dari teman sebaya, yang memiliki orientasi dan bahasa<br />
yang sama. Hasil pengumpulan data menunjukkan 40 (86,96%) siswa<br />
setuju bila buku lembar kegiatan siswa dikerjakan secara kelompok, dan<br />
6 siswa (13,04%) yang lebih suka mengerjakan lembar kegiatan siswa<br />
secara mandiri, hal ini membuktikan bahwa ada sebagian kecil siswa<br />
yang sulit beradaptasi dengan belajar kelompok, hal tersebut merupakan<br />
salah satu dampak model <strong>pembelajaran</strong> yang selama ini diterapkan.<br />
8. Distribusi sikap siswa dengan pertanyaan konstruktivis pada lembar<br />
kegiatan siswa (LKS).<br />
Pertanyaan konstruktivis dimunculkan pada lembar kegiatan siswa.<br />
Hal ini menjadi tantangan tertentu bagi sebagian siswa, dan tantangan<br />
tersebut telah menjadi penguatan bagi 43 (93,48%) siswa untuk belajar<br />
http://www.lpmpsulsel.net/v2/index.php?option=com_content&view=<br />
article&id=137:pengembangan&catid=42:widyaiswara&Itemid=203
lebih keras lagi, walaupun ada 3 siswa (6,52%) yang merasakannya<br />
<strong>bukan</strong> <strong>suatu</strong> penguatan.<br />
KESIMPULAN DAN SARAN<br />
Kesimpulan<br />
Dari hasil penelitian yang dilakukan maka dapat disimpulkan<br />
bahwa pengembangan perangkat <strong>pembelajaran</strong> mata diklat matematika<br />
dalam model <strong>pembelajaran</strong> kooperatif tipe STAD (Student Team<br />
Achievement Division) pada jurusan Akuntansi kelas 2 SMK Negeri 1<br />
Makassar, melalui langkah-langkah sebagai berikut: (1) penyusunan<br />
skenario <strong>pembelajaran</strong> model kooperatif; (2) pengembangan buku siswa;<br />
3) penyusunan Lembar Kegiatan Siswa (LKS); 4) evaluasi; 5)<br />
penghargaan kelompok; 6) revisi perangkat <strong>pembelajaran</strong>.<br />
Gambaran <strong>pembelajaran</strong> kooperatif tipe STAD (Student Team<br />
Achievement Division) dengan menggunakan perangkat <strong>pembelajaran</strong><br />
yang telah dikembangkan: 1) diterapkan pada 2 siklus dengan materi<br />
pembahasan bunga tunggal dan bunga majemuk; 2) dilaksanakan dalam 4<br />
sintaks; 3) Perbaikan yang dilakukan dalam siklus 2 setelah melalui<br />
siklus 1.<br />
Persepsi dari 46 siswa tentang penggunaan bahan ajar: 44 siswa<br />
(95,65%) menyatakan susunan materi sistematis, 44 siswa (95,65%)<br />
menyatakan hubungan antar sub pokok bahasan hirarki, 18 siswa<br />
(39,13%) siswa berpendapat bahwa bahasa yang digunakan komunikatif,<br />
34 siswa (73,92%) menganggap tampilan isi/materi perlu ditingkatkan,<br />
26 siswa (56,52%) menyenangi bentuk soal cerita, 30 (65,22%) setuju<br />
lembar kegiatan siswa (LKS) terpisah dengan buku siswa (BS), 40 siswa<br />
(86,96%) siswa setuju lembar kegiatan siswa dikerjakan secara<br />
kelompok, 43 siswa (93,48%) merasakan pertanyaan konstruktivis pada<br />
lembar kegiatan siswa (LKS) menjadi tantangan yang menarik.<br />
Saran<br />
Sebaiknya dalam mengembangkan perangkat <strong>pembelajaran</strong>, guru<br />
bergabung dengan beberapa guru atau pakar lain di bidang ilmu yang<br />
sama untuk menulis bahan ajar secara kelompok (menulis bersama) atau<br />
secara kolektif (seorang penulis menulis beberapa bagian saja). Penulisan<br />
bersama dengan beberapa pakar di bidang ilmu yang sama merupakan<br />
http://www.lpmpsulsel.net/v2/index.php?option=com_content&view=<br />
article&id=137:pengembangan&catid=42:widyaiswara&Itemid=203
cara yang baik karena dapat menambah kredibilitas bahan ajar tersebut<br />
bagi pemakai (siswa dan guru-guru).<br />
Guru tidak dibebani biaya pengembangan setiap perangkat<br />
<strong>pembelajaran</strong>, bahkan untuk meningkatkan motivasi guru berkarya segi<br />
insentif harus diperhatikan, serta pihak sekolah memperhatikan alokasi<br />
waktu <strong>pembelajaran</strong> dan rasio guru dan siswa.<br />
DAFTAR RUJUKAN<br />
Arends, Richard I. 2000. Learning to Teach. Fifth Edition. New York:<br />
McGraw Hill Companies,Inc<br />
Azra Azyumardi. 2004. Paradigma Pembelajaran di Era Global. Jakarta:<br />
Seminar Nasional Teknologi Pembelajaran.<br />
Carr, W. and Kemmis, S. 1986. Becoming Critical Education, Knowledge<br />
and Action Research. Victoria. Australia: Deaking University<br />
Press.<br />
Degeng, N.S, Miarso, Y. 1993. Terapan Teori Kognititf dalam Desain<br />
Pembelajaran. Jakarta: Dirjendikti.<br />
Dikmenjur, 2004. Pengembangan Modul SMK, Kurikulum SMK Edisi<br />
2004, Jakarta; Departemen Pendidikan Nasional.<br />
………….., 2004. Pedoman Penulisan Modul. Jakarta: Departemen<br />
Pendidikan Nasional.<br />
Dimyati, Mudjiono, 1999. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka<br />
Cipta.<br />
Djamarah, B. Syaiful dan Zain Aswan. 1997. Strategi Belajar-Mengajar.<br />
Jakarta: Rineka Cipta<br />
Elliot, John. 1992. Action Research for Educational Change.<br />
Philadelphia: Open University Press.<br />
Goldin, Gerald A, 1992. Epistemology, Constructivism, and Discovery<br />
Learning Mathematics. Journal for Research in Mathematics<br />
Education. Monograph, Number 4, 1992, p.31-47. USA: NTCM,<br />
Inc.<br />
Hudojo Herman. 2003. Paradigma Mengajar ke Paradigma Belajar.<br />
Yogyakarta: Kumpulan Makalah Seminar Nasional di Universitas<br />
Sanata Darma.<br />
Mc. Taggart, R. 1989. Principel Participatory Action Research. A Paper<br />
Presented for the Third World Encounter Participatory Action<br />
Research. In B. Smith (Ed). Research Methodology 1: Issues and<br />
http://www.lpmpsulsel.net/v2/index.php?option=com_content&view=<br />
article&id=137:pengembangan&catid=42:widyaiswara&Itemid=203
methods in research: Reader Part 3: Underdal, South Australia,<br />
Univesity of South Australia.<br />
Pannen Paulina, Purwanto, 2001. Penulisan Bahan Ajar. Jakarta: Dirjen<br />
dikti.<br />
Sianipar, Entang, 2001. Teknik-Teknik Analisis Manajemen. Jakarta:<br />
Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia.<br />
Suradi, Djadir, 2004. Model Pembelajaran Kooperatif. Makassar:<br />
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas<br />
Negeri Makassar.<br />
Suparman Atwi, M. 2001. Desain Instruksional. Jakarta: Direktorat<br />
Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.<br />
http://www.lpmpsulsel.net/v2/index.php?option=com_content&view=<br />
article&id=137:pengembangan&catid=42:widyaiswara&Itemid=203