19.11.2014 Views

masjid lembaga pendidikan islam oleh imam ... - Kemenag Sumsel

masjid lembaga pendidikan islam oleh imam ... - Kemenag Sumsel

masjid lembaga pendidikan islam oleh imam ... - Kemenag Sumsel

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

Masjid; <strong>lembaga</strong> Pendidikan Islam<br />

(Suatu Kajian menurut Pendidikan Islam)<br />

Oleh: Imam Nasruddin 1<br />

Pendahuluan<br />

Dalam tulisan ini perlu ditegaskan dahulu bahwa menurut Hasan<br />

Langgulung (2003: 16) perkataan <strong>lembaga</strong> menyangkut tiga komponen, yaitu suatu<br />

sistem peraturan yang bersifat mujarrad, suatu konsepsi yang terdiri dari kode-kode,<br />

norma-norma, ideologi-ideologi dan sebagainya, baik tertulis maupun tidak,<br />

termasuk perlengkapan material dan organisasi simbolik; kelompok manusia yang<br />

terdiri dari individu-individu yang dibentuk dengan sengaja atau tidak, untuk<br />

mencapai tujuan atau memenuhi fungsi tertentu; dan tempat-tempat kelompok itu<br />

melaksanakan peraturan itu, seperti <strong>masjid</strong>, sekolah, kuttab dan lain-lain. Namun<br />

penulis menggunakan istilah yang ketiga yaitu bahwa yang dimaksud dengan<br />

<strong>lembaga</strong> <strong>pendidikan</strong> adalah tempat dimana pembelajaran dilaksanakan, khususnya<br />

<strong>masjid</strong> yang akan menjadi pembahasan pada makalah ini.<br />

Para ulama telah sepakat bahwa terdapat tiga lingkungan <strong>pendidikan</strong> yang<br />

utama, yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat. Sesungguhnya ketiganya adalah<br />

trilogi lingkungan, satu kesatuan lingkungan yang tak dapat dipisahkan, saling<br />

melengkapi, dan merupakan suatu sistem. Dalam kontek seperti ini maka<br />

<strong>pendidikan</strong> proses <strong>pendidikan</strong> Islam dari seorang Muslim tidak hanya ditentukan<br />

<strong>oleh</strong> keberhasilannya pada salah satu dari ketiga lingkungan tersebut (Abdullah Idi,<br />

2006: 77-78).<br />

Lingkungan keluarga, di dalam lingkungan bersifat utama dan pertama.<br />

Utama karena dari lingkungan inilah sifat dan watak seseorang anak akan dibentuk,<br />

sehingga peran orang tua sangat menentukan. Sampai-sampai seperti yang ada<br />

dalam hadist Nabi saw mengatakan bahwa orang tua lah yang menentukan kelak<br />

kemudian, mau Nasroni atau Yahudi kah anak itu. Pertama karena sebelum anak<br />

1 Pendidik di MAN Sakatiga Kabupaten Ogan Ilir Provinsi Sumatera Selatan.<br />

1


mengenyam <strong>pendidikan</strong> formal di luar, ia akan mendapatkan <strong>pendidikan</strong> di dalam<br />

keluarga. Sehingga apa yang akan ditampilkan di luar tentu sangat dipengaruhi<br />

hasilnya dari apa yang ada di rumah tersebut.<br />

Lingkungan sekolah adalah lingkungan kedua setelah lingkungan keluarga.<br />

Disini anak mulai berkenalan dengan dunia luar baik dengan teman sekelas maupun<br />

dengan guru barunya atau bahkan dengan alam sekitarnya yang masih asing bagi<br />

anak. Ia mulai beradaptasi dengan ketiga dunia tersebut. Dari sini biasanya akan<br />

ditemukan anak yang cerdas kurang cerdas, bergaul kurang bergaul, manja kurang<br />

manja dan sebaginya.<br />

Proses <strong>pendidikan</strong> Islam di dalam lingkungan masyarakat umumnya bersifat<br />

non-formal. Proses seperti ini umum terjadi melalui <strong>lembaga</strong>-<strong>lembaga</strong> sosial atau<br />

organisasi sosial yang tidak terlalu mengikat secara formal. Di zaman Rasulullah,<br />

proses bimbingan dilakukan melalui keluarga. Beliau senantiasa melakukan<br />

kunjungan ke tiap keluarga dalam rangka melaksanakan risalahnya. Proses<br />

<strong>pendidikan</strong> melalui jalur di luar lingkungan keluarga baru dilaksanakan setelah syiar<br />

Islam semakin meluas dan peradaban Islam berkembang pesat. Hassan Langgulung<br />

(1985: 32) mengemukanan bahwa sarana <strong>pendidikan</strong> Islam dan kaum muslimin<br />

yang pada masa permulaan Islam adalah kuttab (surau), madrasah (sekolah), dan<br />

<strong>masjid</strong>. Sedangkan Ramayulis (1994: 161-166) menyebutkan bahwa terdapat tiga<br />

<strong>lembaga</strong> sosial atau organisasi sosial yang hingga masa modern ini tetap menjadi<br />

sarana <strong>pendidikan</strong> Islam. Ketiganya adalah <strong>masjid</strong>, asrama, dan perkumpulan<br />

remaja.<br />

Sekilas Sejarah Masjid<br />

Ketika Rasulullah saw berhijrah ke Madinah, langkah pertama yang<br />

dilakukan adalam membangun <strong>masjid</strong> kecil yang diberi nama Masjid Quba‟<br />

(Abdullah Idi, 2006: 79-80). Saat dibangun <strong>masjid</strong> ini berlantaikan tanah, dan<br />

beratap pelepah kurma. Dari <strong>masjid</strong> yang kecil inilah selanjutnya Rasulullah<br />

membangun peradaban Islam yang besar. Perkembangan pesat kota Madinah<br />

sendiri bermula dari pembangunan Masjid.<br />

2


Setelah Masjid Quba‟, Rasulullah kemudian membangun Masjid Nabawi di<br />

Madinah. Kedua <strong>masjid</strong> tersebut dibangun atas dasar taqwa, sebagimana yang di<br />

dalam al-Qur‟an surat At-Taubah ayat 108,<br />

<br />

<br />

<br />

<br />

<br />

“Janganlah kamu bersembahyang dalam mesjid itu selama-lamanya.<br />

sesungguh- nya mesjid yang didirikan atas dasar taqwa (mesjid Quba), sejak<br />

hari pertama adalah lebih patut kamu sholat di dalamnya, di dalamnya mesjid<br />

itu ada orang-orang yang ingin membersihkan diri, dan Sesungguhnya Allah<br />

menyukai orang-orang yang bersih”.<br />

Sehingga lebih patut digunakan sebagai tempat shalat bagi orang-orang<br />

yang bermaksud membersikan diri. Berdasarkan ayat tersebut, Rasulullah kemudian<br />

meruntuhkan suatu bangunan yang <strong>oleh</strong> kaum Munafik yang disebut sebagai <strong>masjid</strong>.<br />

Pasalnya, pendirian bangunan tersebut jelas-jelas tidak dilakukan atas dasar<br />

ketaqwaan. Lokasi bekas bangunan tersebut kemudian dijadikan tempat<br />

pembuangan sampah dan bangkai binatang, seperti pada QS al-Taubah 107 di<br />

bawah ini :<br />

<br />

<br />

<br />

<br />

<br />

<br />

<br />

<br />

<br />

<br />

<br />

<br />

<br />

<br />

<br />

<br />

<br />

<br />

<br />

<br />

<br />

<br />

<br />

“Dan (di antara orang-orang munafik itu) ada orang-orang yang mendirikan<br />

<strong>masjid</strong> untuk menimbulkan kemudharatan (pada orang-orang mukmin), untuk<br />

kekafiran dan untuk memecah belah antara orang-orang mukmin serta<br />

menunggu kedatangan orang-orang yang Telah memerangi Allah dan rasul-<br />

3


Nya sejak dahulu 2 . mereka Sesungguhnya bersumpah: Kami tidak menghendaki<br />

selain kebaikan dan Allah menjadi saksi bahwa Sesungguhnya mereka itu<br />

adalah pendusta (dalam sumpahnya)”.<br />

Dari uraian di atas terlihat jelas bahwa eksistensi <strong>masjid</strong> mensyaratkan unsur<br />

ketaqwaan. Pendirian setiap <strong>masjid</strong> semestinya dilakukan atas dasar ketaqwaan,<br />

bukan atas dasar kemegahan. Bahkan di dalam suatu hadits sahih yang diriwayatkan<br />

<strong>oleh</strong> Imam Ahmad dan Ibnu Hibban dari Anas bin Malik disebutkan bahwa, salah<br />

satu pertanda akan terjadinya kiamat adalah dibangunnya berbagai <strong>masjid</strong> akan<br />

tetapi dengan maksud untuk bermegah-megahan 3 .<br />

Masjid sebagai <strong>lembaga</strong> Pendidikan Islam<br />

Agaknya sudah menjadi pengetahuan umum bahwa al-Azhar sebagai <strong>masjid</strong><br />

dan sebagai universitas (al-Azhar Jami‟an wa Jami‟atan) telah melalui periode<br />

pemerintahan, semenjak kerajaan Fatimiah sampai sekarang, yang meliputi jangka<br />

waktu lebih seribu tahun. Perlu dicatat di sini bahwa sebelum al-Azhar didirikan di<br />

kota Cairo, sudah ada banyak <strong>masjid</strong> yang digunakan sebagai <strong>lembaga</strong> <strong>pendidikan</strong>.<br />

Tentu kebijakan kerajaan, terutama <strong>oleh</strong> khalifah-khalifah Umawiyah untuk<br />

menjadikan <strong>masjid</strong> sebagai pusat pekembangan ilmiah. Di antara <strong>masjid</strong>-<strong>masjid</strong> itu<br />

adalah :<br />

1. Masjid „Amr bin As yang dianggap <strong>masjid</strong> pertama dibangun di Mesir pada<br />

tahun 20 H, ( 641 M.).<br />

2. Masjid al-„Askar yang didirikan pada tahun 132 H. (750 M) <strong>oleh</strong> gubernur<br />

kerajaan Abbasiah setelah penguasa Umawiyah digulingkan.<br />

3. Masjid Ibnu Tulun yang didirikan <strong>oleh</strong> Ahmad bin Tulun pada tahun 265 H.<br />

(878-879 M) sebagai pengganti kekuasaan Abbasiah di Mesir walaupun<br />

2 yang dimaksudkan dengan orang yang telah memerangi Allah dan rasul-Nya sejak dahulu ialah<br />

seorang pendeta Nasrani bernama Abu 'Amir, yang mereka tunggu-tunggu kedatangannya dari<br />

Syiria untuk bersembahyang di <strong>masjid</strong> yang mereka dirikan itu, serta membawa tentara Romawi<br />

yang akan memerangi kaum muslimin. akan tetapi kedatangan abu 'Amir Ini tidak jadi Karena ia<br />

mati di Syiria. dan <strong>masjid</strong> yang didirikan kaum munafik itu diruntuhkan atas perintah Rasulullah<br />

s.a.w. berkenaan dengan wahyu yang diterimanya sesudah kembali dari perang Tabuk.<br />

3 Hadits ini berbunyi : Lihat Jalal al-Din al-Suyŭti, Al-Jâmi’ al-Saghir,<br />

Juz II (Bandung: Al Maarif, t.t.) h. 202<br />

4


secara simbolik masih mengakui kerajaan Abbasiah yang berpusat di Baghdad<br />

(Hassan Langgulung, 1985: 56-57).<br />

Fungsi Masjid<br />

Masjid adalah Rumah Allah (Baitullâh) yang kesuciannya harus tetap dijaga<br />

(Abdullah Idi, 2006: 80-81). Allah telah menyerukan agar para pengunjungnya<br />

berpakaian sopan dan bersih sebagaimana QS al-A‟raf ayat 31 sebagai berikut :<br />

<br />

<br />

<br />

<br />

<br />

<br />

<br />

<br />

<br />

<br />

<br />

<br />

<br />

<br />

<br />

<br />

<br />

“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid,<br />

makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah<br />

tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan”.<br />

Bahkan, Rasulullah menganjurkan agar para pengunjung <strong>masjid</strong> memakai<br />

wangi-wangian, dan melarang orang yang baru saja makan bawang untuk<br />

memasuki <strong>masjid</strong>. Rasululah melarang munculnya benih-benih pertengkaran di<br />

dalam <strong>masjid</strong>. Bahkan beliau juga melarang adanya transaksi perniagaan yang<br />

dilakukan di dalam <strong>masjid</strong>, kecuali perniagaan yang bersifat mendidik.<br />

Pemahaman mendasar yang penting ditekankan di sini adalah bahwa <strong>masjid</strong><br />

adalah tempat ibadah dan tempat <strong>pendidikan</strong> dalam pengertian yang luas. Menurut<br />

Quraish Shihab (1996: 460), kata „<strong>masjid</strong>‟ bukan sekedar memiliki makna<br />

sebagaimana bangunan tempat bersujud. Masjid juga bermakna tempat<br />

melaksanakan segala aktifitas manusia yang mencerminkan kepatuhan kepada Allah<br />

swt. Dalam kaitannya dengan <strong>pendidikan</strong> Islam, <strong>masjid</strong> mempunyai dua fungsi,<br />

yaitu fungsi edukatif dan fungsi sosial (Abdurrahman al-Nahlawi, 1989: 190-191).<br />

Sebagaimana sejarah telah mencatat, bahwa <strong>masjid</strong> Nabawi di Madinah telah<br />

mampu melaksanakan dua fungsi itu secara optimal. Sehubungan dengan kedua<br />

fungsi tersebut, Quraish Shihab (1996: 462), menyebutkan 10 peranan <strong>masjid</strong>, yaitu:<br />

5


1. Tempat ibadah,<br />

2. Tempat konsultasi dan komunikasi,<br />

3. Tempat <strong>pendidikan</strong>,<br />

4. Tempat santunan social,<br />

5. Tempat latihan militer,<br />

6. Tempat pengobatan,<br />

7. Tempat perdamaian dan pengadilan,<br />

8. Aula dan tempat menerima tamu,<br />

9. Tempat tawanan,<br />

10. Pusat penerangan dan pembelaan agama.<br />

Namun pada perkembangan selanjutnya, <strong>pendidikan</strong> bagi anak-anak tidak<br />

dilaksanakan di rumah masing-masing, tetapi di kuttab-kuttab. Hal ini dimaksudkan<br />

ada kekhawatiran bahwa anak-anak akan merusak suasana <strong>masjid</strong>. Terlebih anakanak<br />

yang belum terbiasa untuk memelihara kebersihan <strong>masjid</strong>. Dari tinjauan sekilas<br />

di atas terlihat bahwa <strong>masjid</strong> berfungsi sebagai salah satu <strong>lembaga</strong> <strong>pendidikan</strong> Islam,<br />

bahkan laksana markas <strong>pendidikan</strong>. Di <strong>masjid</strong>, kaum Muslimin belajar agar tetap<br />

berpegang teguh pada keimanan, mencintai ilmu pengetahuan, mempunyai<br />

kesadaran sosial yang tinggi, dan mampu menjalankan hak dan kewajibannya.<br />

Masjid dibangun guna merealisasikan ketaatan kepada Allah, mengamalkan syariat<br />

Islam, dan menegakkan keadilan (Abdurahman An-Nahlawi , 1995: 190). Melalui<br />

<strong>lembaga</strong> <strong>masjid</strong>, kaum Muslimin terdahulu mampu memberikan dampak edukatif<br />

bagi perkembangan dan pertumbuhan jiwa anak didik sehingga menjadi manusia<br />

Muslim yang mampu membawa peradaban Islam menuju puncak kejayaan.<br />

Namun pada perkembangan selanjutnya hasil Muktamar Risalah Masjid di<br />

Mekkah tahun 1975 yang dikutip <strong>oleh</strong> Abdullah Idi (2006: . 83-84), dicapai suatu<br />

kesepakatan bahwa <strong>masjid</strong> dapat berperan sebagai pusat <strong>pendidikan</strong> kaum Muslim<br />

sepanjang Masjid memiliki sarana dan prasarana yang memadai, seperti :<br />

a. Ruang shalat yang memenuhi syarat-syarat kesehatan;<br />

6


. Ruang khusus wanita –untuk shalat maupun <strong>pendidikan</strong> kesejahteraan keluarga–<br />

yang memungkinkan kaum wanita keluar-masuk <strong>masjid</strong> tanpa bercampur<br />

dengan kaum pria;<br />

c. Ruang pertemuan dan perpustakaan;<br />

d. Ruang poliklinik;<br />

e. Ruang untuk memandikan dan mengkafani mayat;<br />

f. Ruang bermain dan olah raga bagai generasi muda.<br />

Di samping itu, sistem <strong>pendidikan</strong> di <strong>masjid</strong> harus pula mengikuti sistem<br />

<strong>pendidikan</strong> modern, dengan tetap memperhatikan sendi-sendi <strong>pendidikan</strong> Islam.<br />

Aspek kemanusian, demokrasi, kebebasan dalam menuntut ilmu pengetahuan, bebas<br />

meimilih materi dan guru bagi peserta didik yang sudah dewasa, serta bebas dari<br />

pengarah keuangan dan kebendaan harus dapat dipertahankan sebagai identitas<br />

system <strong>pendidikan</strong> Islam. Sepanjang revitalisasi ini dapat dilaksanakan dengan baik,<br />

maka <strong>masjid</strong> pun kembali memiliki signifikansi yang tinggi sebagai <strong>lembaga</strong><br />

<strong>pendidikan</strong> Islam.<br />

Revitalisasi fungsi edukatif <strong>masjid</strong> adalah suatu keniscayaan jika saja setiap<br />

kaum muslimin berkomitmen tinggi untuk melaksanaknnya. Kini tinggal bagaimana<br />

sikap kau Muslimin menanggapinya. Sudah waktunya <strong>pendidikan</strong> Islam tidak<br />

diserahkan kepada <strong>lembaga</strong> sekolah semata, melainkan juga kepada semua<br />

lingkungan, termasuk di dalamnya di <strong>masjid</strong>.<br />

Pergeseran Fungsi Masjid<br />

Pada masa awal penyebaran Islam, <strong>masjid</strong> memiliki fungsi mulia yang bisa<br />

jadi sekarang ini mulai terlupakan. Pada zaman itu, <strong>masjid</strong> digunakan sebagai<br />

markas besar tentara dan pusat gerakan pembebasan umat dari penghambaan<br />

kepada manusia, berhala dan taghut. Masjid pun digunakan sebagai pusat<br />

<strong>pendidikan</strong> yang mengajak manusia kepada keutamaan, kecintaan pada<br />

pengetahuan, kesadaran sosial, serta pengetahuan mengenai hak dan kewajiban<br />

mereka terhadap Negara Islam yang pada dasarnya didirikan untuk mewujudkan<br />

ketaatan kepada syariat, keadilan dan rahmat Allah. Masjid dimanfaatkan juga<br />

7


sebagai pusat gerakan penyebaran akhlak Islam dan pemberantasan kebodohan.<br />

Kondisi seperti ini terus berlanjut hingga dalam perkembangannya sekarang ini<br />

mengalami pasang surut yang kadang-kadang menjadikan <strong>masjid</strong> sebagai ajang<br />

penonjolan fanatisme mazhab, golongan atau individu (Abdurahman An-Nahlawi ,<br />

1995: 136-137). Saat ini tidak sedikit <strong>masjid</strong> yang dimiliki <strong>oleh</strong> golongan,<br />

perkumpulan atau aliran tertentu, sebut saja misalnya <strong>masjid</strong> kepunyaan Lembaga<br />

Dakwah Islam Indonesia (LDII), <strong>masjid</strong> kepunyaan Islam Ahmadiyah, <strong>masjid</strong><br />

kepunyaan berbagai aliran atau keyakinan lainnya.<br />

Menurut Ali Al Jumbulati (2002: 24), fungsi <strong>masjid</strong> pada zaman Rasulullah<br />

adalah tempat berkumpulnya kaum muslimin beserta Rasulullah saw untuk belajar<br />

hukum-hukum dan dasar-dasar agama Islam. Dar Al-Arqam merupakan <strong>lembaga</strong><br />

<strong>pendidikan</strong> pertama dan madarasah yang pertama kali dalam Islam. Guru yang<br />

mengajar di <strong>lembaga</strong> tersebut adalah Rasulullah sendiri. Masjid selain sebagai<br />

tempat <strong>lembaga</strong> <strong>pendidikan</strong> Islam, juaga merupakan tempat menghimpun kekuatan<br />

Islam baik dari segi fisik maupun mentalnya.<br />

Selain dari itu masih menurut Ali Al-Jumbulati (2002: 23) <strong>masjid</strong> di samping<br />

sebagai tempat untuk shalat, ia juga dipergunakan sebagai tempat untuk<br />

mendiskusikan dan mengkaji permasalahan dakwah Islam. Oleh karena itu, <strong>masjid</strong><br />

dalam sejarah Islam sebenarnya adalah madrasah pertama setelah rumah Dar Al-<br />

Arqam bin Al-Arqam sabahat nabi. Di dalam <strong>masjid</strong> itulah kaum muslimin alam<br />

memecahkan berbagai masalah keagamaan, kemasyarakatan, kebudayaan bahkan<br />

sampai masalah politik. Masjid sebagai tempat berkumpulnya para guru dan murid<br />

dalam mengkaji berbagi disiplin ilmu pengetahuan baik itu ilmu keagamaan pun<br />

juga ilmuu kedunian, pada saat itu dikenal dikotomi ilmu pengetahuan yang<br />

beberapa waktu yang lalu telah menjadi issu yang santer yang sering diperdebatkan<br />

orang. Mereka yakin bahwa semua ilmu datangnya dari Allah swt, bahkan dalam<br />

Islam, mempelajari semua Ilmu itu hukumnya mubah (b<strong>oleh</strong>), sedang<br />

pengamalannya tergantung sifat dan jenis ilmu itu sendiri. Kalau ilmu itu membawa<br />

kebaikan untuk sesama, maka wajib disampaikan kepada orang lain, seperti ilmu<br />

8


membaca al-Qur‟an, sedang kalau ilmu itu membawa bahaya dan malapetaka untuk<br />

sesama maka haram mengamalkannya seperti ilmu sihir.<br />

Penutup<br />

Dari artikel yang sangat singkat ini dapatlah ditarik beberapa kesimpulan<br />

bahwa <strong>lembaga</strong> <strong>pendidikan</strong> Islam itu ada berapa macam mulai dari yang disebut<br />

Dar al-Arqam (zaman Nabi), kuttab (surau), madrasah (sekolah), dan <strong>masjid</strong>.<br />

Bahkan ada yang mengatakan bahwa <strong>lembaga</strong> <strong>pendidikan</strong> Islam itu terdiri dari<br />

<strong>masjid</strong>, asrama, dan perkumpulan remaja.<br />

Pada makalah ini penulis hanya mengetengahkan <strong>masjid</strong> sebagai alternatif<br />

<strong>lembaga</strong> <strong>pendidikan</strong> Islam. Masjid sudah sejak lama dimanfaatkan sebagai <strong>lembaga</strong><br />

<strong>pendidikan</strong> Islam <strong>oleh</strong> Nabi Muhammad saw, para sahabat, tabi‟in, tabi‟ tabi‟in<br />

bahkan sampai sekarang. Masjid dijadikan <strong>lembaga</strong> <strong>pendidikan</strong> Islam karena<br />

memang tempat ini adalah tempat yang sangat strategis untuk mengkaji ilmu umum<br />

terlebih ilmu agama.<br />

Di samping <strong>masjid</strong> menjadi <strong>lembaga</strong>-<strong>lembaga</strong> <strong>pendidikan</strong> Islam, sebenarnya<br />

fungsi <strong>masjid</strong> lebih banyak lagi mulai dari tempat ibadah, tempat konsultasi dan<br />

komunikasi, tempat <strong>pendidikan</strong>, tempat santunan sosial, tempat latihan militer,<br />

tempat pengobatan, tempat perdamaian dan pengadilan, aula dan tempat<br />

menerima tamu, tempat tawanan, dan pusat penerangan dan pembelaan agama.<br />

Namun pada saat sekarang ini ada kecenderungan bahwa fungsi <strong>masjid</strong> tadi<br />

mengalami pasang surut yang terkadang menjadikan <strong>masjid</strong> sebagai ajang<br />

penonjolan fanatisme mazhab, golongan atau individu.<br />

9

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!