Pengelolaan sumberdaya hutan di era ... - Terry Sunderland
Pengelolaan sumberdaya hutan di era ... - Terry Sunderland
Pengelolaan sumberdaya hutan di era ... - Terry Sunderland
- No tags were found...
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
78 <strong>Pengelolaan</strong> <strong>sumberdaya</strong> <strong>hutan</strong> <strong>di</strong> <strong>era</strong> desentralisasi<br />
yang lebih nyata serta ketidakpastian yang <strong>di</strong>hadapi<br />
selama ini. Perencanaan oleh karena itu menja<strong>di</strong><br />
bagian kecil dari rencana tata guna lahan yang<br />
<strong>di</strong>lakukan oleh kelompok kerja <strong>di</strong> tingkat kabupaten.<br />
Guna mencapai tujuan tersebut, dengan demikian<br />
pendekatan alternatif terhadap perencanaan tata<br />
guna lahan harus <strong>di</strong>lakukan berdasar hal-hal<br />
sebagai berikut:<br />
1. Menghubungkan pengetahuan dan pengalaman<br />
lokal serta aspirasi yang ada pada berbagai<br />
kelompok ke dalam perencanaan tata guna lahan<br />
serta pengambilan keputusan secara formal<br />
(termasuk <strong>di</strong> antaranya adalah <strong>di</strong>skusi tentang<br />
hak kepemilikan).<br />
2. Membangun kapasitas adaptasi para pimpinan<br />
serta institusi yang ada melalui komunikasi yang<br />
lebih baik serta penyertaan para pengguna lahan<br />
dan pengelola lahan tingkat lokal; membangun<br />
mekanisme transparansi sangat <strong>di</strong>perlukan.<br />
3. Memanfaatkan k<strong>era</strong>ngka sistem untuk<br />
memahami tata guna lahan sebagai suatu proses<br />
dan antisipasi terhadap perubahan. Melakukan<br />
identifikasi terhadap pendorong adanya<br />
perubahan dan membangun skenario berbagai<br />
pilihan tata guna lahan, termasuk <strong>di</strong> dalamnya<br />
timbal balik antara berbagai tujuan.<br />
4. Melakukan analisis dan intervensi pada berbagai<br />
tingkatan, termasuk <strong>di</strong> tingkat provinsi serta<br />
tingkat nasional.<br />
5. Membangun kapasitas melalui berbagai kegiatan<br />
dan prosedur yang bersifat eksplisit.<br />
Kelima prinsip tersebut <strong>di</strong> atas memungkinkan<br />
perencanaan sebagai suatu aktivitas yang bermakna<br />
bagi semua pihak (Forester 1989:120) dan<br />
bukannya sebagai alat birokrasi ataupun alat untuk<br />
mengedepankan keinginan kelompok tertentu.<br />
Menghubungkan pengetahuan lokal, pengalaman<br />
dan aspirasi ke dalam perencanaan formal tata<br />
guna lahan<br />
Rencana tata guna lahan hanya akan menja<strong>di</strong><br />
laporan semata dan tidak <strong>di</strong>manfaatkan GIS nya<br />
apabila tidak <strong>di</strong>integrasikan ke dalam pemerintahan<br />
lokal yang ada dan apabila tidak <strong>di</strong>barengi dengan<br />
rasa memiliki para pihak pada berbagai tingkatan.<br />
Masyarakat luas dalam hal ini perlu menuntut<br />
terciptanya transparansi perencanaan dan memiliki<br />
akses terhadap dokumen yang mana tahapan<br />
proposal sampai dengan final mudah <strong>di</strong>peroleh serta<br />
<strong>di</strong>baca. Masukan dari publik harus <strong>di</strong>munculkan<br />
dan <strong>di</strong>dukung dengan pendanaan yang jelas oleh<br />
pemerintah kabupaten untuk memperoleh kejelasan<br />
akan hak dan penggunaan terhadap perencanaan<br />
tata guna lahan.<br />
Membangun kepemimpinan dan institusi dengan<br />
kapasitas yang adaptif berdasarkan komunikasi<br />
dan keterlibatan para pengguna dan pengelola<br />
lahan setempat<br />
Kepemimpinan harus siap untuk mengambil<br />
kesempatan, secara cepat merespon adanya<br />
ancaman serta secara bijaksana menyeimbangkan<br />
berbagai timbal-balik. Terse<strong>di</strong>anya komunikasi<br />
yang terbuka melalui berbagai macam saluran,<br />
serta dukungan terhadap transparansi komitmen<br />
memungkinkan masyarakat untuk mempertanyakan,<br />
men<strong>di</strong>skusikan serta bertukar informasi tentang<br />
kesesuaian dari suatu perencanaan yang <strong>di</strong>susun<br />
serta kemungkinan untuk melakukan penyesuaian.<br />
Komunikasi pada situasi yang sensitif dan<br />
kritis perlu <strong>di</strong>jalani demi memenuhi struktur<br />
pemerintahan lokal.<br />
Menggunakan sistem k<strong>era</strong>ngka untuk memahami<br />
penggunaan lahan sebagai suatu proses dan<br />
mengantisipasi perubahan<br />
Penatagunaan lahan kemungkinan akan sesuai<br />
dengan kon<strong>di</strong>si saat <strong>di</strong>buatnya, <strong>di</strong> mana pada<br />
kon<strong>di</strong>si yang tidak menentu dan perubahan terja<strong>di</strong><br />
begitu cepat maka perencanaan akan bersifat<br />
situasional. Pemahaman terhadap perubahan<br />
yang mungkin terja<strong>di</strong> atau perspektif sistem akan<br />
membuat para pengambil keputusan semakin<br />
memiliki perhatian terhadap bentuk-bentuk<br />
perubahan yang mungkin terja<strong>di</strong> serta upaya<br />
untuk menghadapinya (Prato 2007). Metode<br />
pemahaman berbasis sitem mampu mengakomodasi<br />
pengetahuan masyarakat lokal maupun<br />
menggambarkan secara sederhana perubahan yang<br />
terja<strong>di</strong> guna melengkapi peta yang ada.<br />
Analisis serta intervensi pada berbagai tingkatan<br />
Rencana tata guna lahan pada akhirnya akan<br />
<strong>di</strong>fokuskan pada skala unit analisis tertentu. Di<br />
Malinau fokus tersebut <strong>di</strong>ambil pada tingkat<br />
kabupaten, yang <strong>di</strong>tentukan oleh keputusan<br />
penggunaan lahan <strong>di</strong> tingkat op<strong>era</strong>sional serta<br />
<strong>di</strong>pengaruhi oleh adanya keputusan <strong>di</strong> tingkat<br />
provinsi dan nasional. Dengan demikian, <strong>di</strong>perlukan<br />
adanya analisis dan intervensi <strong>di</strong> berbagai level<br />
atau tingkatan (Sayer dan Campbell 2004). Sebagai<br />
implikasinya adalah bahwa perencana <strong>di</strong> tingkat<br />
kabupaten perlu <strong>di</strong>dukung dengan perencanaan<br />
yang <strong>di</strong>lakukan <strong>di</strong> tingkat desa. Selain itu, mereka<br />
perlu menyeimbangkan pandangan dan perspektif<br />
para pihak <strong>di</strong> tingkat yang berbeda, serta melakukan<br />
pendekatan <strong>di</strong> tingkat yang lebih atas dan