29.01.2015 Views

“Membentuk Jejaring Creativepreneur Indonesia ... - Indonesia Kreatif

“Membentuk Jejaring Creativepreneur Indonesia ... - Indonesia Kreatif

“Membentuk Jejaring Creativepreneur Indonesia ... - Indonesia Kreatif

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

“Membentuk <strong>Jejaring</strong> <strong>Creativepreneur</strong> <strong>Indonesia</strong> di Luar Negeri:<br />

Belajar dari Negeri Firaun”<br />

Paparan Duta Besar RI untuk Mesir<br />

A.M. Fachir<br />

Disampaikan pada Dialog Dubes di PPKI 2010, Jakarta, 24 Juni 2010<br />

Pendahuluan<br />

Mesir merupakan negara di Timur Tengah yang memiliki industri kreatif yang sangat<br />

berkembang. Industri kreatif Mesir tersebut tidak dapat dilepaskan dari kekayaan peradaban<br />

yang dimiliki Mesir mulai dari peradaban Pharaonic, Persia, Greco-Roman, Islam sampai<br />

dengan peradaban modern di bawah kolonisasi beberapa negara Eropa seperti Inggris dan<br />

Perancis. Semua peradaban tersebut telah membentuk budaya dan industri kreatif yang<br />

saat ini dimiliki Mesir.<br />

Kekayaan peradaban tersebut menjadi berkah tersendiri bagi Mesir. Mesir kini menjadi salah<br />

satu negara tujuan wisata utama di dunia dengan berbagai peninggalan sejarahnya. Turis<br />

mancanegara berbondong-bondong datang ke Mesir untuk menyaksikan berbagai kekayaan<br />

sejarah Mesir mulai dari bangunan piramid yang megah, istana-istana Firaun yang kokoh,<br />

mumi Firaun yang tetap utuh, Bibliotheca Alexandria yang menawan, sungai Nil yang elok<br />

dan al-Azhar yang mempesona. Kesemua itu merupakan sebagian dari daya tarik Negara<br />

Seribu Menara ini.<br />

Selain pariwisata, Mesir juga merupakan entitas utama industri hiburan di kawasan Timur<br />

Tengah. Di kawasan ini, Mesir dapat dikatakan menjadi hub bagi industri hiburan<br />

multimedia, khususnya film, musik populer dan seni pertunjukan. Berbagai produk hiburan<br />

mulai dari film, musik, seni pertunjukan banyak dihasilkan oleh Mesir dan dikonsumsi oleh<br />

negara-negara di kawasan.<br />

Sektor Pariwisata dan Industri <strong>Kreatif</strong> Mesir<br />

Membicarakan industri pariwisata Mesir dalam konteks pengembangan industri kreatif di<br />

<strong>Indonesia</strong> adalah hal yang penting mengingat sektor pariwisata merupakan salah satu pilar<br />

industri kreatif yang memiliki multiplier effect bagi industri kreatif lainnya seperti fesyen,<br />

produk kerajinan, desain, seni pertunjukan dan lain-lain. Besarnya industri pariwisata Mesir<br />

pada akhirnya mendorong geliat pengembangan industri kreatif lainnya yang kemudian<br />

menyumbang devisa dan menciptakan lapangan pekerjaan luas bagi masyarakat Mesir.<br />

Signifikansi sektor pariwisata ini terlihat dari persentase devisa yang disumbangkan sektor<br />

ini, yaitu sekitar 20% dari total devisa yang diperoleh Mesir. Angka tersebut menempatkan<br />

sektor pariwisata sebagai salah satu penyumbang devisa terbesar Mesir diluar migas,<br />

Terusan Suez, dan remittance.<br />

1


Dari tahun ke tahun, pariwisata Mesir juga menunjukkan pertumbuhan yang sangat<br />

menjanjikan. Jika pada tahun 2000 angka kunjungan wisatawan mancanegara ke Mesir<br />

sebesar 5,5 juta, maka tahun lalu (2009), angka tersebut telah mencapai 12 juta jiwa dengan<br />

pendapatan sebesar US$ 10,7 miliar. Sementara itu proyeksi untuk tahun 2011 adalah 14<br />

juta kunjungan dengan pendapatan sebesar US$ 12 miliar. Tidak berhenti disitu, Mesir juga<br />

menetapkan rencana strategis pariwisata tahun 2022 dengan target 25 juta wisatawan asing<br />

dengan pendapatan sebesar US$ 21 miliar.<br />

Pengembangan pariwisata Mesir ini berdampak pada kebutuhan akan investasi pada<br />

infrastruktur pariwisata. Untuk mencapai target tahun 2011 saja, Mesir membutuhkan<br />

tambahan 240.000 kamar hotel yang kemudian mendatangkan investasi lebih dari US$ 1<br />

miliar per tahunnya. Tidak hanya itu, industri kreatif, khususnya bidang kerajinan sebagai<br />

penunjang pariwisata juga kemudian terdorong untuk lebih berkembang. Saat ini dari<br />

berbagai kerajinan tangan yang dipasarkan, Mesir meraup lebih dari US$ 3,6 miliar per<br />

tahunnya.<br />

Guna mencapai target pariwisata ini, Mesir melakukan positioning yang menyandarkan pada<br />

kekayaan peradabannya. Untuk itu maka Mesir keluar dengan slogan pariwisata: “EGYPT,<br />

WHERE IT ALL BEGINS!” (Mesir, dimana semuanya bermula). Slogan tersebut sangat<br />

mengena dengan sejarah peradaban dunia yang dimiliki Mesir. Melalui slogan ini Mesir telah<br />

secara jeli menkapitalisasi warisan budaya yang dimiliki untuk tujuan-tujuan ekonominya.<br />

Dalam kaitannya dengan pemanfaatan warisan budaya. pemerintah Mesir saat ini terus<br />

melakukan upaya untuk melakukan repatriasi artifak yang berada di luar Mesir dan<br />

melestarikan berbagai cagar budaya yang dimilikinya.<br />

Upaya repatriasi terus dilakukan Mesir terhadap artifak bersejarah Mesir peninggalan<br />

beberapa peradaban yang pernah berkembang di lembah sungai Nil. Salah satu upaya<br />

puncak yang dilakukan Mesir adalah dilangsungkannya Konferensi Repatriasi Internasional<br />

yang diorganisir oleh Supreme Council of Antiquities (SCA), di Cairo pada 7 April 2010.<br />

Sejauh ini Mesir telah berhasil mendatangkan kembali sekitar 5000 artifak yang secara<br />

illegal keluar dari Mesir. Konferensi tersebut dihadiri oleh berbagai negara seperti Libya,<br />

Yunani, Itali, China dan Peru yang berkepentingan untuk mendapatkan kembali artifak<br />

nasional masing-masing negara yang berada di luar negeri.<br />

Selain upaya itu, Mesir yang memiliki warisan budaya yang berlimpah di berbagai daerah<br />

mencoba mempercantik diri dengan menjadikan berbagai kotanya sebagai “open air<br />

museum.” Salah satu contohnya adalah sebuah kawasan di Cairo yang dahulunya<br />

merupakan pusat peradaban Islam kini terus dibenahi untuk menjadi kawasan wisata religi.<br />

Untuk melakukan hal ini pemerintah memberdayakan masyarakat yang hidup di dalam<br />

maupun bersampingan dengan cagar-cagar budaya tersebut. Pengrajin yang telah secara<br />

turun-temurun mewarisi keahlian memahat/mengukir dilatih dan diberikan peran dalam<br />

program restorasi berbagai cagar budaya tersebut. Selain itu, para pengrajin juga diberikan<br />

bermacam pelatihan dan modal dasar untuk mengembangkan industri kecil kerajinan tangan<br />

guna memenuhi permintaan pasar/wisatawan di Mesir. Produk kerajinan tangan tersebut<br />

2


selanjutnya dipasarkan di berbagai bazaar yang biasanya berlokasi dekat dengan pusatpusat<br />

pariwisata.<br />

Dari upaya yang dilakukan untuk melestarikan cagar budaya di atas, Mesir secara langsung<br />

maupun tidak langsung telah melibatkan dan memberdayakan insan kreatif di masyarakat<br />

Mesir untuk berkembang. Upaya pemberdayaan yang dilakukan oleh pemerintah Mesir ini<br />

dilakukan bersama dengan mitra kerjasamanya dari kalangan dunia usaha, lembaga<br />

swadaya masyarakat, organisasi internasional seperti UNIDO dan UNESCO maupun<br />

dengan negara-negara lain. Program pemberdayaan tersebut terdiri dari pemberian<br />

pelatihan, akses pada modal, memberikan dukungan pemasaran, dan membangun jejaring<br />

bagi para insan kreatif.<br />

Dalam hal pelatihan, Mesir mencoba untuk mendorong para insan kreatif untuk<br />

memanfaatkan kekayaan warisan budayanya tanpa melupakan aspek permintaan pasar,<br />

khususnya terkait dengan desain dan kegunaan (usability) dari produk-produk budaya yang<br />

dihasilkan. Sasaran yang ingin dicapai oleh karenanya adalah bagaimana menggabungkan<br />

inovasi dan teknologi dengan tetap mempertahankan warisan budaya, serta upaya-upaya<br />

pengayaan perajin di bidang desain produk.<br />

Pelatihan yang dilakukan oleh Mesir kepada para insan kreatifnya tidak hanya bertujuan<br />

untuk memberikan pengetahuan dan keahlian menganai beragam produk budaya saja.<br />

Lebih dari itu, pemerintah Mesir berupaya agar melalui pelatihan-pelatihan tersebut tercipta<br />

para insan kreatif yang memiliki jiwa kewirausahaan/ entrepreneurship. Dengan terciptanya<br />

kewirausahaan di dalam industri kreatif, maka dengan sendirinya industri tersebut dapat<br />

berkembang dan berevolusi mengikuti perkembangan pasar.<br />

Untuk bantuan terkait akses pendanaan, pemerintah Mesir melalui Social Fund for<br />

Development (SFD), yang didirikan pada tahun 1991 melalui sebuah ketetapan presiden<br />

memberikan akses modal, terutama guna menciptakan lapangan kerja berbasis UKM.<br />

Diantara usaha yang dilakukan SFD dalam rangka memajukan sektor UKM di Mesir adalah<br />

memberikan bantuan permodalan. Sasaran utama bantuan tersebut adalah generasi muda<br />

yang sedang merintis UKM. Sejauh ini SFD telah membantu UKM di Mesir yang beroperasi<br />

di berbagai bidang, di antaranya bidang industri pemintalan, furniture, kerajinan tradisional<br />

dan beberapa proyek industri lainnya. Selain itu SFD juga membantu para pengusaha<br />

pemula yang berpotensi dalam pendirian usaha mereka dan memberikan paket-paket<br />

pelatihan bagi para pengusaha tersebut agar dapat meningkatkan usahanya.<br />

Meskipun pemerintah Mesir telah mengeluarkan inisiatif SFD, namun pada kenyataannya<br />

masih banyak pengusaha kecil dan menengah termasuk mereka yang bergerak di bidang<br />

kreatif yang belum mendapatkan akses terhadap permodalan. Terdapat distorsi dalam<br />

distribusi pendanaan, dimana 98% kredit perbankan jatuh ke perusahaan-perusahaan skala<br />

besar. Perusahaan skala kecil-menengah mayoritas berada di sektor informal dan belum<br />

menjalankan manajemen modern. Hal tersebut menyulitkan pihak bank untuk melakukan<br />

penilaian terhadap mereka.<br />

3


Kesenjangan ini dicoba untuk ditutupi oleh lembaga-lembaga microfinancing dengan<br />

memberikan pinjaman kepada perusahaan skala kecil-menengah sekaligus memberikan<br />

asistensi dalam pengelolaan perusahaan secara modern, transfer ilmu dan teknologi, dan<br />

business know-how untuk membuat perusahaan dan produk yang dihasilkan berdaya saing<br />

di pasar.<br />

Upaya lain yang ditempuh oleh Mesir adalah memberikan dukungan pemasaran dan jejaring<br />

para insan kreatif di Mesir diantaranya melalui penyelenggaraan berbagai pameran produk<br />

kreatif yang diselenggarakan di Mesir maupun di negara lain. Selain itu, pemerintah Mesir<br />

juga giat melakukan upaya membangun jejaring di kawasan untuk menciptakan akses pasar<br />

bagi produk-produk kreatifnya.<br />

Salah satu langkah besar yang dilakukan Mesir baru-baru ini adalah melaksanakan<br />

konferensi regional bagi negara-negara di kawasan Mediterania untuk membahas upaya<br />

kerja sama dalam industri kreatif di kawasan. Kegiatan yang bertajuk Cairo Forum ini<br />

menghasilkan Cairo Document yang isinya mendorong negara-negara di kawasan untuk<br />

bekerja sama mempromosikan dan meningkatkan kesadaran pentingnya kesenian dan<br />

kerajinan tangan sebagai warisan budaya Mediterania dan bagaimana keduanya dapat<br />

menciptakan lapangan pekerjaan dan mendukung ekonomi berkelanjutan, memberikan<br />

dukungan pemasaran bagi para praktisi di bidang kerajinan tangan, dan membangun<br />

jejaring bagi para praktisi untuk saling berbagi informasi terkait produksi, pemasaran,<br />

preservasi dan best practice dengan sesama perajin di negara-negara lain.<br />

Dari sekian banyak upaya memajukan sektor industri kreatif, salah satu bagian yang belum<br />

mendapat perhatian besar dari pemerintah Mesir adalah dalam hal perlindungan atas<br />

kekayaan intelektual. Terkait masalah ini, Menteri Perdagangan Mesir pernah<br />

menyampaikan kekecewaannya bagaimana salah satu produk budaya unggulan Mesir, yaitu<br />

lentera khas mediterania diproduksi dan dipasarkan secara masal oleh negara lain sehingga<br />

merugikan insan kreatif Mesir.<br />

Pemajuan atas hak-hak kekayaan intelektual merupakan bentuk dari perlindungan kepada<br />

para insan kreatif. Upaya perlindungan diperlukan tidak saja karena hal tersebut dapat<br />

melindungi warisan budaya suatu bangsa, tapi juga hal tersebut sangat berarti dari segi<br />

ekonomi. Dari sisi ini, perlindungan akan menguntungkan pemilik/ pewaris kebudayaan<br />

tersebut sebagai the rightful owner of the creation. Dalam masa globalisasi ini perpindahan<br />

barang dan informasi juga membuat marak pemalsuan/penjiplakan. Di beberapa negara,<br />

industri kreatif berupa kerajinan merupakan penyumbang terbesar GDP, misalnya Maroko<br />

dimana sekitar 70% dari GDP disumbangkan oleh industri kerajinan, lebih besar dari industri<br />

pertanian.<br />

Mesir: Hollywood Timur Tengah<br />

Siapa tidak kenal Oum Khaltoum atau yang juga dikenal di <strong>Indonesia</strong> dengan nama Ummi<br />

Kalsum. Ia adalah penyanyi legenda Mesir yang dikenal seantero Timur Tengah dan dunia.<br />

Sampai saat ini lagu-lagunya masih diperdengarkan dan menjadi inspirasi musisi dunia<br />

4


terutama di Timur Tengah. Di dunia musik populer saat ini, nama-nama penyanyi Mesir<br />

seperti Amr Diab dan Tamer Hosny merajai dunia musik di Timur Tengah.<br />

Mesir memang menjadi kiblat dunia musik populer Timur Tengah, akan tetapi dunia hiburan<br />

Mesir tidak hanya terbatas pada musik populer semata. Mesir adalah episentrum industri<br />

musik di Timur Tengah untuk berbagai jenis musik mulai dari musik klasik, tradisi, pop dan<br />

ekperimental. Melalui para insan kreatif yang bergerak di dunia industri musik, Mesir menjadi<br />

trend setter bagi perkembangan musik kawasan. Salah satu contohnya adalah kehadiran<br />

Amr Diab yang dijuluki sebagai “Father of Mediterranean Music.” Julukan ini diperolehnya<br />

karena kreasinya memadukan musik tradisi Arab dengan musik Barat yang kemudian<br />

menjadi sebuah aliran musik baru di Timur Tengah.<br />

Bagi kalangan industri hiburan di Timur Tengah, Cairo merupakan kawah candradimuka<br />

bagi seorang artis untuk menjadi superstar. Posisi ini setidaknya mulai mengemuka sejak<br />

berkembangnya musik rekam gramophone pada tahun 1920an. Nama-nama besar musisi<br />

Mesir selain Ummi Kalsum seperti Mohammed Abd el-Wahaab, Abd el-Halim Hafez dan<br />

Sayed Darweesh mewarnai perkembangan industri musik di Timur Tengah.<br />

Musik tidak berdiri sendiri di Mesir, ia berdampingan erat dengan industri perfilman. Jika<br />

India memiliki Bollywood, maka Mesir disebut sebagai “Hollywood of the Arab World.”<br />

Pertujukan film dalam format yang sederhana telah dimulai di Mesir bahkan sejak 1986.<br />

Saat itu berbagai kafe di Mesir, terutama di Cairo dan Alexandria secara rutin<br />

mempertunjukan film yang baru sedikit diproduksi di dunia. Baru pada tahun 1927 Mesir<br />

untuk pertama kalinya memproduksi film dengan keseluruhan artis dan kru nya berasal dari<br />

Mesir. Film pertama tersebut berjudul Leila. Sejak kemunculan film pertama itu Mesir telah<br />

menjelma menjadi industri film terdepan di Timur Tengah.<br />

Saat ini Mesir memproduksi sekitar 40 film setahunnya, atau sekitar 80% dari total produksi<br />

film di Timur Tengah. Selain didistribusikan ke negara-negara di kawasan, film-film tersebut<br />

juga didistribusikan ke negara-negara Eropa dan Amerika untuk konsumsi masyarakat<br />

keturunan Arab di negara-negara tersebut.<br />

Kemampuan Mesir untuk menjadi pusat industri film di Timur Tengah tidak terlepas dari<br />

beberapa faktor diantaranya yaitu latar belakang budaya kreasi yang sudah mengakar di<br />

Mesir dan infrastruktur produksi yang memadai.<br />

Budaya kreasi yang berkembang di Mesir tidak dapat dilepaskan dari perhatian besar Mesir<br />

kepada warisan budaya yang dimiliki Mesir, baik warisan budaya kuno maupun modern.<br />

Pengembangan budaya kreasi ini didukung pula oleh sarana pertunjukan yang menjamur di<br />

berbagai kota di Mesir. Cairo sendiri saat ini memiliki lebih dari 5 pusat pertunjukan besar<br />

dengan beberapa teater di masing-masing pusat pertunjukan tersebut. Pusat-pusat<br />

pertunjukan tersebut diantaranya Cairo Opera House, El-Sawy Culturewheel, El-Ghury<br />

Cultural Center, dan lain-lain.<br />

Tingginya budaya kreasi dan besarnya apresiasi masyarakat terhadap kreasi seni di Mesir<br />

juga terbukti dengan selalu terisinya pusat-pusat pertunjukan tersebut dengan beragam jenis<br />

5


tampilan. Hal ini pada akhirnya menjadi faktor yang menjadikan industri kreatif di Mesir<br />

menjadi besar. Untuk menunjukan kebesaran industri perfilman Mesir, setiap tahunnya<br />

Mesir menyelenggarakan sebuah festival film bergengsi, “Cairo International Film Festival.”<br />

Festival yang telah berlangsung sejak 1976 ini merupakan satu-satunya festival film di Afrika<br />

dan Timur Tengah yang mendapat pengakuan dari asosiasi festival film internasional dunia:<br />

FIAPF (Fédération Internationale des Associations de Producteurs de Films; English:<br />

International Federation of Film Producers Associations).<br />

Dalam hal infrastruktur, Mesir merupakan satu-satunya negara di kawasan yang memiliki<br />

studio produksi besar layaknya Hollywood di Amerika Serikat dan Bollywood di India. Mesir<br />

sejak lama telah memiliki beberapa studio yang dikelola oleh berbagai rumah produksi besar<br />

di Mesir, yaitu Nahas Studio, Studio Misr dan Studio Al-Ahram. Selain itu, Mesir sejak tahun<br />

1992 juga memiliki sebuah pusat produksi media seperti film, drama dan dokumenter seluas<br />

sebuah kota kecil (3 juta m 2 ).<br />

Mega studio yang diberi nama Egyptian Media Production City (EMPC) ini terletak di 6 th of<br />

October City, sekitar 10 km dari Cairo. Dalam mega studio ini terdapat 64 studio indoor<br />

maupun outdoor dengan berbagai setting mulai dari setting pyramid, Islamic Cairo, hutan,<br />

gurun pasir, pantai dan lain sebagainya. Selain itu, untuk mendukung keperluan produksi,<br />

EMPC juga menyediakan hotel dengan kapasitas 250 kamar. Sebuah akademi media<br />

(International Academy for Engineering and Media Science/ IAEMS) juga terdapat di dalam<br />

kompleks mega studio ini sejak tahun 2001.<br />

EMPC terbuka tidak hanya untuk produksi media asal Mesir. Untuk mendorong produksi,<br />

pemerintah Mesir menetapkan EMPC sebagai Media Free Zone sejak 24 Oktober 2000.<br />

Melalui skema ini, pemerintah memberikan serangkaian insentif bagi para media producer<br />

mulai dari keringanan bea masuk bagi peralatan dan sarana produksi yang akan digunakan,<br />

bebas pajak bagi kru produksi, serta jaminan kebebasan atas materi produksi.<br />

Berbagai produksi film Hollywood maupun Timur Tengah lain memproduksi filmnya di Mesir.<br />

Beberapa diantaranya yaitu the Message (ar-Risalah) yang sering ditayangkan di <strong>Indonesia</strong>,<br />

Lawrence of Arabia, dan yang terbaru Transformer III. Banyaknya film asing yang diproduksi<br />

di Mesir menjadikan Mesir layak mendapat julukan “Hollywood of the Arab World.”<br />

Namun demikian, industri media di Mesir juga masih memiliki beberapa tantangan yang<br />

sering mendapat sorotan dari pemerhati media di Mesir. Secara garis besar, tantangan<br />

tersebut terkait dengan budaya suap yang masih kental dan kendala bahasa.<br />

Permasalahan suap ini telah sering disorot oleh para pengamat dan praktisi media/ dunia<br />

hiburan di Mesir. Akibat suap ini, Mesir kehilangan banyak kesempatan produksi film-film<br />

bernilai jutaan dollar. Mengenai hal ini, Nabil Shazly, produser film di rumah produksi Misr<br />

International Films, menaksir kerugian yang diderita karena masalah ini sampai dengan<br />

jutaan dollar. Pembatalan produksi film The English Patient di Mesir karena masalah ini<br />

menyebabkan rumah produksinya merugi sebesar $5 juta. Sementara itu, terbatasnya<br />

bahasa yang digunakan—bahas Arab—menyebabkan distribusi film-film Mesir tidak dapat<br />

menjangkau pasar yang lebih luas.<br />

6


Peluang Membentuk <strong>Jejaring</strong> <strong>Creativepreneur</strong><br />

Peluang membentuk jejaring creativepreneur baik dengan sesama insan kreatif <strong>Indonesia</strong> di<br />

luar negeri maupun jejaring dengan institusi dan komunitas kreatif di Mesir cukup besar.<br />

Mahasiswa <strong>Indonesia</strong> di Mesir yang berjumlah lebih dari 4000 orang merupakan asset yang<br />

sangat berharga bagi pengembangan jejaring ini. Melalui pelibatan mereka secara intensif<br />

dalam berbagai kegiatan promosi budaya dan <strong>Indonesia</strong> di Mesir oleh KBRI, mahasiswa<br />

memiliki sarana untuk mengaplikasikan kreatifitasnya, terutama terkait dengan kreasi seni<br />

dan budaya <strong>Indonesia</strong>.<br />

Selain itu, mahasiswa <strong>Indonesia</strong> di Mesir juga memiliki kreatifitas tinggi terkait dengan<br />

budaya menulis. Beberapa tulisan lulusan ataupun mahasiswa <strong>Indonesia</strong> di Mesir sudah<br />

sangat mendapat tempat di hati para pembaca di <strong>Indonesia</strong>. Habiburrahman el-Shirazy yang<br />

lulusan Al-Azhar telah menelurkan berbagai karya seperti Ayat-Ayat Cinta dan Ketika Cinta<br />

Bertasbih yang menjadi best selling novel di <strong>Indonesia</strong> dan negara-negara tetangga seperti<br />

Malaysia dan Brunei Darussalam.<br />

Para penulis atau pun calon penulis yang masih menempuh studinya di Mesir kini tergabung<br />

dengan Forum Lingkar Pena (FLP) cabang Mesir. FLP merupakan kelompok penulis<br />

<strong>Indonesia</strong> yang berdedikasi menciptakan penulis-penulis baru <strong>Indonesia</strong>. Di <strong>Indonesia</strong>,<br />

Forum Lingkar Pena sendiri dibimbing oleh berbagai penulis kawakan seperti Helvy Tiana<br />

Rosa dan lain-lain. Bahan baku atau calon-calon penulis <strong>Indonesia</strong> di Mesir cukup banyak,<br />

oleh karenanya masih terbuka lebar peluang untuk membentuk jejaring calon penulis di<br />

<strong>Indonesia</strong> dengan di Mesir.<br />

Sektor industri kreatif lainnya yang memiliki peluang besar untuk dikembangkan jejaringnya<br />

antara pemuda <strong>Indonesia</strong> di Mesir dengan industri kreatif di tanah air adalah di bidang<br />

desain multimedia. Melalui saran teknologi informasi, kreasi para pemuda <strong>Indonesia</strong> di Mesir<br />

dapat dilihat, dinikmati dan dipasarkan di <strong>Indonesia</strong>. <strong>Jejaring</strong> semacam ini tentu saja dapat<br />

dikembangkan dengan terlebih dahulu menyiapkan cetak biru dan wadah yang dapat<br />

menampungnya.<br />

Selanjutnya, mengenai peluang pembentukan jejaring dengan institusi dan komunitas kreatif<br />

di luar negeri, dapat dikatakan bahwa KBRI Cairo sejauh ini telah memiliki hubungan yang<br />

baik dengan beberapa institusi kreatif di Mesir terutama dalam hal seni pertunjukan, musik,<br />

televisi dan radio serta pasar seni dan barang antik. Hubungan baik tersebut terbangun<br />

berkat kerja sama yang erat antara KBRI dengan berbagai institusi yang menangani<br />

berbagai sektor industri kreatif tersebut.<br />

Salah satu yang paling maju adalah dalam kaitannya dengan seni pertunjukan. Bersama<br />

dengan beberapa pusat-pusat pertunjukan di Mesir, KBRI secara berkala mempertunjukkan<br />

tampilan seni dan budaya dari <strong>Indonesia</strong> di Mesir. Dalam pandangan KBRI, peluang untuk<br />

meningkatkannya ke dalam kerja sama atau jejaring dengan berbagai institusi kesenian di<br />

<strong>Indonesia</strong> sangatlah besar.<br />

7


Tidak hanya itu, di Mesir juga terdapat sebuah grup Nasyid (akapela) bernama Dai Nada<br />

yang cukup terkenal di Mesir, beranggotakan mahasiswa <strong>Indonesia</strong> di Al-Azhar. Grup<br />

tersebut telah mengeluarkan album dan pada tahun ini direncanakan akan mengeluarkan<br />

album keduanya. Dalam hubungannya dengan dunia pertunjukan di Mesir, grup ini<br />

merupakan salah satu grup kolaborasi yang mengusung tema “risalah salam” atau pesan<br />

perdamaian. Bersama grup lainnya di Mesir, Dai Nada melakukan pertunjukan rutin dwi<br />

mingguan di beberapa pusat pertunjukan di Mesir dan juga muhibbah ke beberapa negara di<br />

Eropa dan Swiss.<br />

DI bidang publikasi (penerbitan dan percetakan), Mesir dikenal juga sebagai salah satu<br />

negara utama di Timur Tengah yang produktif menghasilkan terbitan para penulis Timur<br />

Tengah. Setiap tahunya pameran buku internasional di Mesir dihadiri oleh ribuan<br />

pengunjung dari Mesir dan berbagai negara lain di dunia termasuk <strong>Indonesia</strong>. Dari<br />

<strong>Indonesia</strong>, para penerbit hadir untuk mendapatkan buku-buku yang akan diterbitkan dalam<br />

bahasa <strong>Indonesia</strong> di <strong>Indonesia</strong>. Proses transfer tulisan dari Timur Tengah ke <strong>Indonesia</strong><br />

sebetulnya dapat dilakukan dengan proses yang lebih baik seandainya ada jejaring yang<br />

terbangun antara penerbit di <strong>Indonesia</strong> dengan para penerbit di Mesir. Dengan adanya<br />

jejaring tersebut diharapkan <strong>Indonesia</strong> akan selalu mendapatkan update atas berbagai<br />

bahan bacaan berkualitas untuk dikonsumsi masyarakat <strong>Indonesia</strong>.<br />

Peluang lain yang sangat menjanjikan adalah di bidang produksi multimedia seperti film,<br />

dokumenter dan lainnya. Mesir yang memiliki pengalaman lebih dari satu abad dalam<br />

produksi media di Timur Tengah, dan juga memiliki berbagai infrastruktur megah untuk<br />

menunjang sektor multimedia ini merupakan mitra potensial <strong>Indonesia</strong> dalam rangka<br />

pengembangan dunia produksi multimedia <strong>Indonesia</strong>. Selain dapat memetik pengalaman<br />

dalam rangka pengembangan industri multimedia di <strong>Indonesia</strong>, Mesir dan <strong>Indonesia</strong> dapat<br />

berkolaborasi dalam pembuatan produksi multi media seperti film, dokumenter dan lain<br />

sebagainya.<br />

Salah satu contoh sukes kolaborasi yang telah dilakukan antara rumah produksi <strong>Indonesia</strong><br />

dan Mesir adalah dalam pembuatan film Ketika Cinta Bertasbih di Mesir. Masih dalam<br />

lingkup produksi multimedia, dalam waktu dekat artis papan atas Mesir Tamer Hosny akan<br />

melakukan pengambilan gambar di <strong>Indonesia</strong> untuk video klip album barunya. Rumah<br />

produksi di Mesir akan bekerja sama dengan salah satu rumah produksi di <strong>Indonesia</strong> dalam<br />

menggarap program yang akan mempromosikan <strong>Indonesia</strong> di Timur Tengah ini. Dua contoh<br />

ini dapat dijadikan referensi dalam pembuatan produksi multimedia dengan pihak Mesir dan<br />

juga dalam pembuatan jejaring antara seniman <strong>Indonesia</strong> dan Mesir.<br />

-o0o-<br />

8

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!