17.11.2012 Views

37 BAB II KEDUDUKAN HUKUM CESSIE TAGIHAN PIUTANG ...

37 BAB II KEDUDUKAN HUKUM CESSIE TAGIHAN PIUTANG ...

37 BAB II KEDUDUKAN HUKUM CESSIE TAGIHAN PIUTANG ...

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

<strong>BAB</strong> <strong>II</strong><br />

<strong>KEDUDUKAN</strong> <strong>HUKUM</strong> <strong>CESSIE</strong> <strong>TAGIHAN</strong> <strong>PIUTANG</strong> SEBAGAI OBJEK<br />

JAMINAN KREDIT/PEMBIAYAAN<br />

A. Tinjauan Umum Perjanjian Kredit.<br />

Pengertian Perjanjian kredit tidak ada diatur secara tegas dalam undang-<br />

undang. Baik itu Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang per ubahan atas<br />

Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan maupun dalam Kitab<br />

Undang-Undang Hukum Perdata.<br />

Para ahli berpendapat bahwa perjanjian kredit sangat mirip dengan<br />

perjanjian pinjam meminjam menurut pasal 1754 KUHPerdata yang berbunyi:<br />

” Perjanjian pinjam meminjam adalah perjanjian dengan mana pihak yang<br />

satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang -<br />

barang yang menghabis karena pemakaian dengan syarat bahwa pihak<br />

yang belakangan ini akan mengembalikan sejumlah yang sama da ri<br />

macam dan keadaaan yang sama pula”<br />

Sedangkan Sutan Remy Sjahdeini berpendapat bahwa ”P erjanjian kredit<br />

bukanlah perjanjian rill seperti halnya perjanjian pinjam meminjam. Bahwa<br />

perjanjian kredit memiliki pengertian secara khusus yaitu bahwa perjanjian kredit<br />

adalah perjanjian antara bank sebagai kreditur dengan nasabah sebagai debitur<br />

mengenai penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu<br />

<strong>37</strong><br />

Universitas Sumatera Utara


yang mewajibkan debitur untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tetentu<br />

dengan jumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan. 40<br />

Melihat bunyi pendapat di atas dapat diambil suatu pemahaman bahwa<br />

dalam hal perjanjian kredit terdapat persetujuan dengan mana pihak kreditur<br />

menyediakan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu dala m<br />

jangka waktu tertentu sesuai dengan kesepakatan, kepada pihak debitur dengan<br />

syarat bahwa debitur akan mengembalikan hutangnya disertai jasa bunga, imbalan<br />

atau pembagian keuntungan.<br />

Hermansyah berpendapat bahwa:<br />

”Perjanjian Kredit adalah perjanjian poko k (principal) yang bersifat rill. Sebagai<br />

perjanjian principal, maka perjanjian jaminan adalah accesornya. Ada dan<br />

berakhirnya perjanjian jaminan adalah bergantung pada perjanjian pokok, arti rill<br />

ialah bahwa perjanjian kredit ditentukan oleh penyerahan ua ng oleh bank kepada<br />

debitur. 41<br />

Dari pendapat yang dikemukakan diatas maka bisa diambil sebuah<br />

kesimpulan bahwa definisi perjanjian kredit dapat diartikan sebuah perjanjian<br />

pokok (prinsipal) yang bersifat formil dan rill, maksudnya perjanjian kredit<br />

bersifat formil dan penyerahan uangnya bersifat rill.<br />

Dalam pemberian kredit kepada debitur ada asas -asas yang harus di<br />

perhatikan oleh bank yaitu:<br />

1. Character (watak)<br />

40 Sutan Remy Sjahdenie, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan Yang seimbang<br />

bagi para Pihak dalam Perjanjian Kredit . Jakarta, 1993 Institut bankir Indonesia. hal. 14.<br />

41 Hermansyah, Edisi Revisi Hukum Perbankan Nasional Indonesia , Kencana Prenada<br />

Media Group. Hal. 71.<br />

38<br />

Universitas Sumatera Utara


yaitu watak dari pemohon kredit, apakah akan dipercaya, apakah orang<br />

tersebut betul-betul mempergunakan kredit seperti apa yang di maksud.<br />

2. Capacity (kemampuan)<br />

yaitu apakah pemberian kredit itu akan membawa manfaat yang<br />

menguntungkan bagi pihak yang meminjam dan apakah ini akan<br />

membawa hasil baik bagi usahanya.<br />

3. Capital (modal)<br />

yaitu bahwa pemohon kredit itu mempunyai usaha dan telah tersedia<br />

modal yang menurut perhitungan ekonomi memungkinkan hal itu.<br />

4. Collateral (jaminan)<br />

yaitu uang yang di pinjamkan kepada debitur betul betul akan di<br />

kembalikan dan bila terjadi hal-hal yang negatif terhadap usahanya ada<br />

jaminan yang positif sehingga kreditur tidak merasa dirugikan.<br />

5. Condition of economic (kondisi ekonomi)<br />

yaitu masa depan usaha yang akan di biayai oleh bank dengan kredit<br />

tersebut menunjukan gambaran positif yang akan menguntungkan. 42<br />

Perjanjian kredit mempunyai fungsi yang sangat penting dalam<br />

pemberian, pengelolaan dan pelaksanaan perjanjian kredit tersebut, maka<br />

perjanjian kredit sangat perlu mendapat perhatian yang khusus baik oleh lembaga<br />

pembiayaan sebagai kreditur maupun oleh debitur melihat b erkaitan dengan itu<br />

perjanjian kredit mempunyai fungsi:<br />

1. Perjanjian kredit berfungsi sebagai perjanjia n pokok<br />

2. Perjanjian kredit berfungsi sebagai alat bukti mengenai batasan -batasan hak<br />

dan kewajiban diantara kreditur dan debitur.<br />

3. Perjanjian kredit berfungsi sebagai alat untuk melakukan monitoring. 43<br />

Fungsi kredit perbankan dalam kehidupan perekonomian dan<br />

perdagangan antara lain sebagai berikut:<br />

42 Marhainis Abdul Hay, Op.Cit. hal. 153.<br />

43 Hermansyah, Op.cit ,hal. 72.<br />

39<br />

Universitas Sumatera Utara


a. Kredit pada hakikatnya dapat meningkatkan daya guna uang.<br />

b. Kredit dapat meningkatkan peredaran lalu linta u ang.<br />

c. Kredit dapat pula meningkatkan daya guna dan peredaran barang.<br />

b. Kredit sebagai salah satu alat stabilitas ekonomi.<br />

c. kredit dapat meningkatkan kegairahan berusaha.<br />

d. Kredit dapat meningkatkan pemerataan pendapatan. 44<br />

Di pandang dari sisi lembaga pemb iayaan atau bank sebagai kreditur,<br />

fungsi kredit penting bagi kelangsungan usaha lembaga pembiayaan/bank karena<br />

sebagai keuntungan diperoleh pendapatan bunga.<br />

Perjanjian kredit diatur dalam Kitab undang -undang hukum perdata,<br />

Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 dan Undang-Undang Perubahan yaitu<br />

Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 (Undang -Undang Perbankan).<br />

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tidak memuat suatu larangan<br />

terhadap subjek hukum untuk membuat perjanjian dalam suatu bentuk tertentu<br />

yang mereka inginkan. Asalkan memenuhi syarat sahnya sebuah perjanjian<br />

berdasarkan pasal 1320 KUHPerdata, kecuali perjanjian itu adalah perjanjian<br />

tertentu yang harus dibuat dalam bentuk yang sudah ditentukan karena perjanjian<br />

ini berfungsi sebagai alat pembuktian untuk ke depa nnya.<br />

Berdasarkan surat keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 27/7/UPPB<br />

tanggal 31 Maret 1997 tentang kewajiban Penyusunan dan Pelaksanaan kebijakan<br />

Perkreditan Bank bagi Bank umum yang menyatakan bahwa ”Setiap kredit yang<br />

44 Thomas Suyatno, Dasar-dasar Perkreditan, Jakarta , PT. Gramedia Pustaka Utama,<br />

Jakarta 1992. hal 16-17.<br />

40<br />

Universitas Sumatera Utara


telah di setujui dan di sepakati permohonan kreditnya dituangkan dalam<br />

perjanjian kredit (akad kredit) secara tertulis”.<br />

Dalam praktek perbankan, perjanjian yang dibuat secara tertulis<br />

dibedakan menjadi dua bentuk perjanjian, yaitu:<br />

1. Akta dibawah tangan dan,<br />

2. Akta otentik. 45<br />

Dalam hal perjanjian kredit dengan akta dibawah tangan adalah<br />

merupakan perjanjian kredit yang dibuat oleh kreditur (bank atau lembaga<br />

pembiayaan) yang telah disetujui dan ditanda tangani oleh debitur yang<br />

selanjutnya dimintakan legalisasi dari perjanjian kredit tersebut ke notaris yang di<br />

tunjuk oleh debitur. Biasanya perjanjian kredit dibawah tangan dibuat untuk<br />

plafond kredit yang kecil dan biasanya untuk kredit konsumtif atau perorangan.<br />

Sedangkan perjanjian kredit dengan akta otentik di buat dan ditanda tangani oleh<br />

kedua pihak (kreditur dan debitur) dihadapan notaris yang ditunjuk.<br />

Perjanjian kredit merupakan pengikatan antara kreditur dengan debitur<br />

yang menentukan hak dan kewajiban para pihak karena adanya pemberian<br />

fasilitas kredit. Jika debitur menerima semua ke tentuan dalam klausula yang<br />

diperjanjikan maka ia akan menandatangani perjanjian kredit tersebut, tetapi<br />

apabila ia menolak maka ia tidak perlu menandatangani perjanjian tersebut, dan<br />

berarti tidak terjadi kesepakatan antara kedua pihak.<br />

45 Badriyah Harun, Opcit, hal. 24.<br />

41<br />

Universitas Sumatera Utara


Perjanjian kredit/pembiayaan adalah perjanjian kredit dengan jaminan<br />

(secured loan). Adanya jaminan ini disyaratkan oleh bank dan lembaga<br />

pembiayaan untuk dikabulkannya permohonan pemberian fasilitas kredit/<br />

pembiayaan kepada calon debitur.<br />

Bagi lembaga keuangan pemberi kre dit khususnya lembaga pembiayaan,<br />

jaminan dalam hubungannya dengan pemberian kredit adalah merupakan salah<br />

satu syarat untuk dapat di kabulkannya permohonan kredit. Benda Jaminan yang<br />

diberikan debitur ini bagi kreditur merupakan sebagai jaminan akan di terimanya<br />

kembali uang yang telah di pinjamkan beserta bunganya sesuai dengan syarat -<br />

syarat yang di perjanjikan dalam perjanjian kredit.<br />

Dalam Pasal 2 ayat 1 (satu) surat keputusan Direksi Bank Indonesia<br />

nomor 23/69/KEP/DIR tanggal 28 Februari 1991 tentan g jaminan pemberian<br />

kredit, memberi pengertian bahwa yang dimaksud dengan jaminan dalam hal ini<br />

adalah ”Suatu keyakinan bank atas kesanggupan debitur untuk melunasi kredit<br />

sesuai dengan yang diperjanjikan”, sedangkan yang dimaksud dengan agunan<br />

menurut pasal 1 butir 23 (dua puluh tiga) Undang-undang nomor 10 tahun 1998<br />

adalah ”Jaminan tambahan yang diserahkan kepada bank dalam rangka pemberian<br />

fasilitas kredit atau pembiayaan”.<br />

Thomas Suyatno mengemukakan bahwa, ”Jaminan secara umum dapat<br />

diartikan sebagai penyerahan kekayaan atau pernyataan kesanggupan seseorang<br />

42<br />

Universitas Sumatera Utara


untuk menanggung pembayaran kembali suatu hutang. 46 Penyerahan kekayaan<br />

debitur merupakan bukti kesungguhan debitur untuk mengembalikan dana yang<br />

dipinjamkan oleh kreditur.<br />

Thomas Suyatno berpendapat bahwa kegunaan jaminan adalah untuk:<br />

1. Memberikan hak dan kekuasaan kepada bank untuk mendapatkan pelunasan<br />

dari hasil penjualan barang-barang jaminan tersebut apabila nasabah<br />

melakukan cidera janji, yaitu tidak membayar kembali utangnya pada waktu<br />

yang telah ditetapkan dalam perjanjian.<br />

2. Menjamin agar nasabah berperan serta dalam transaksi untuk membiayai<br />

usahanya, sehingga kemungkinan unutk meninggalkan usaha atau proyeknya<br />

dengan merugikan diri sendiri atau perusahaannya, dapat dicegah atau<br />

sekurang-kurangnya kemungkinan untuk dapat berbuat demikian diperkecil<br />

terjadinya.<br />

3. Memberi dorongan kepada debitur (tertagih) untuk memenuhi perjanjian<br />

kredit. Khususnya mengenai pembayaran kembali sesuai dengan syarat -syarat<br />

yang telah di setujui agar ia tidak kehilang an kekayaan yang telah dijaminkan<br />

kepada bank. 47<br />

Dalam pelaksanaan perjanjian kredit, jaminan kredit juga sebagai<br />

motivator kepada debitur supaya menjalankan usahanya secara baik, dan<br />

menggunakan dana kredit sesuai dengan tujuan pengajuan dan pemberian kre dit,<br />

memanajemen keuangannya secara hai -hati sehingga mampu untuk memenuhi<br />

prestasinya sampai berakhirnya perjanjian kredit dengan pelunasan sampai pada<br />

akhirnya kembalinya hak menguasai terhadap benda yang dijaminkan kepada<br />

kreditur dalam hal ini lembaga pembiayaan.<br />

Dari definisi jaminan dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa fungsi<br />

utama dari jaminan adalah untuk mendapatkan kepercayaan dari kreditur. Dalam<br />

46 Thomas Suyatno,dkk, Op.Cit, hal. 81.<br />

47 Ibid, hal. 81.<br />

43<br />

Universitas Sumatera Utara


hal ini bahwa seorang calon debitur mempunyai kemampuan untuk memenuhi<br />

clausul yang telah disepakati dalam perjanjian kredit yang telah disepakati<br />

bersama oleh para pihak.<br />

B. Jaminan Kebendaan Dalam Perjanjian Kredit.<br />

Perjanjian kredit pada prinsipnya diberikan kepada debitur yang<br />

mempunyai kelayakan sebagai penerima fasilitas kredit. Dibutuhkan keperc ayaan<br />

dari kreditur kepada calon debitur bahwa debitur akan menjalankan komitmen<br />

yang konsisten sesuai dengan klausula yang diperjanjikan, juga dalam hal menilai<br />

seorang debitur layak atau tidak untuk diberikan fasilitas kredit harus dilihat<br />

bahwa calon debitur mempunyai kelayakan usaha yang memiliki sumber<br />

pengembalian yang pasti dan mencakupi.<br />

Disamping kepercayaan dan kelayakan dari seorang debitur untuk lebih<br />

menjamin kepentingan kreditur dalam hal pengembalian hutang maka dibutuhkan<br />

jaminan tambahan berupa segala hak atas kebendaan yang dapat dimiliki oleh<br />

perorangan maupun institusi sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.<br />

Jaminan diberikan kepada kreditur adalah semata -mata untuk<br />

menumbuhkan keyakinan bahwa seorang debitur akan memenuhi kewajiban atas<br />

pemenuhan prestasinya yaitu melunasi kreditnya sesuai yang dituangkan dalam<br />

akta perjanjian kredit.<br />

44<br />

Universitas Sumatera Utara


Dasar penilaian jaminan atas benda yang menjadi objek jaminan pada perjanjian<br />

pembiayaan/ kredit adalah : 48<br />

1. Persediaan barang dagangan sebagai objek ja minan meliputi nilai kondisi<br />

barang dagangan, bahan baku, setengah jadi.<br />

2. Piutang dagang sebagai objek jaminan yang meliputi nilai tagihan.<br />

3. Surat-surat berharga sebagai objek jaminan meliputi keabsahan yuridis.<br />

4. Tanah sebagai objek jaminan dilihat peruntukan nya dan lokasi yang ada.<br />

5. Bangunan sebagai objek jaminan dengan memperlihatkan IMB, lokasi<br />

konstruksi, kondisi dan tahun pendirian.<br />

6. Kendaraan bermotor sebagai objek jaminan dengan melihat tahun<br />

pembuatannya, kondisi fisik, jenis, dan merek.<br />

7. Mesin-mesin sebagai objek jaminan dengan melihat umur ekonomis semakin<br />

lama umurnya semakin menurun nilai agunannya.<br />

Shanty Dewi, Legal Team PT. Permodalan Nasional Madani (Persero)<br />

mengatakan bahwa perjanjian jaminan adalah bersifat accesoir yaitu perjanjian<br />

tambahan, yang mana ada atau hapusnya perjanjian jaminan tergantung dengan<br />

perjanjian pokoknya. Jika perjanjian pokoknya batal maka perjanjian<br />

tambahannya juga batal, jika perjanjian pokok berakhir maka perjanjian tambahan<br />

juga berakhir dan jika perjanjian pokok be ralih karena cessie maka perjanjian<br />

tambahan akan beralih tanpa penyerahan khusus. 49<br />

Gunawan Widjaya dan Ahmad Yani berpendapat bahwa<br />

”Menurut sifatnya, ada jaminan yang bersifat umum, yaitu jaminan yang<br />

diberikan bagi kepentingan semua kreditur dan menyan gkut semua harta debitur,<br />

sebagaimana yang diatur dalam pasal 1331 KUHPerdata. Dan jaminan yang<br />

bersifat khusus yang merupakan jaminan dalam bentuk penunjukan atau<br />

penyerahan barang tertentu secara khusus sebagai jaminan atas pelunasan<br />

48 Hasil wawancara Shanty Dewi Legal team Pada PT. Permodalan Nasional<br />

Madani (Persero) Cabang Medan, Pada hari Selasa Tanggal 12 Juli 2011.<br />

49 Hasil wawancara dengan Shanty Dewi, Legal Team PT. Permodalan Nasional<br />

Madani (Persero) cabang Medan. Pada hari Selasa tanggal 12 Juli 2011.<br />

45<br />

Universitas Sumatera Utara


kewajiban / hutang debitur kepada kreditur tertentu, yang hanya berlaku untuk<br />

kreditur tertentu tersebut, baik secara kebendaan maupun perorangan. Timbulnya<br />

jaminan khusus ini karena adanya perjanjian yang khusus diadakan antara debitur<br />

dan kreditur yang dapat berupa :<br />

a. Jaminan yang bersifat kebendaan yaitu adanya benda tertentu yang<br />

dijadikan jaminan (zakelijk)<br />

b. Jaminan perorangan (personlijk) yaitu adanya orang tertentu yang<br />

sanggup membayar atau memenuhi prestasi jika debitur cedera janji. Jaminan<br />

perorangan ini tunduk kepada hukum perjanjian yang diatur dalam buku <strong>II</strong><br />

Kitab Undang-undang Hukum Perdata. 50<br />

Pasal 499 KUHPerdata memberi pengertian tentang benda yang berbunyi:<br />

”Menurut paham undang-undang yang dinamakan kebendaan ialah tiap -<br />

tiap barang dan tiap-tiap hak yang dikuasai hak milik.”<br />

Menurut H. Riduan Syahrani, pengertian benda ( zaak) secara yuridis<br />

adalah segala sesuatu yang dapat dihaki atau yang dapat menjadi obyek hak<br />

milik. 51<br />

Jadi pengertian kebendaan menurut paham undang -undang dalam<br />

ketentuan pasal 499 KUHPerdata adalah setiap benda atau barang yang menjadi<br />

objek hak milik dan dikuasai dengan hak milik. Penguasaan atas benda atau<br />

barang itu mutlak harus ada karena layaknya sebuah benda atau barang harus<br />

dalam penguasaan orang atau badan hukum. Benda atau ba rang yang belum<br />

dikuasai oleh hak milik bukanlah benda yang dimaksud pasal ini.<br />

50<br />

Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Jaminan Fidusia Jakarta. PT. Raja Grafindo<br />

Persada. hal. 81.<br />

51<br />

H.Riduan Syahrani. Seluk Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata, Bandung,<br />

PT.Alumni Bandung, 2004. hal. 104.<br />

46<br />

Universitas Sumatera Utara


Menurut sistem hukum perdata Indonesia benda dapat digolongkan<br />

menjadi dua yaitu benda bergerak dan benda tidak bergerak, maka dengan adanya<br />

pembedaan antara benda bergerak de ngan benda tiak bergerak terjadi pembedaan<br />

dalam hal pembebanan terhadap jaminan kebendaan.<br />

Pembedaan benda bergerak dan benda tidak bergerak dalam perjanjian<br />

pengikatan jaminan menimbulkan pengikatan jaminan yang berbeda pula.<br />

Sehingga pihak kreditur yang dalam hal ini diwakili oleh seorang analis kredit<br />

harus mengetahui macam-macam benda dan bentuk pengikatan benda tersebut.<br />

Mengenai Jaminan kebendaan dalam praktek dilakukan suatu pemisahan<br />

bagian kekayaan calon debitur (pemberi jaminan), yaitu melepaskan sebagian<br />

kekuasaan atas sebagian atau secara keseluruhan diperuntukan guna memenuhi<br />

kewajiban debitur apabila kelak diperlukan. Kekayaan yang dimaksud adalah<br />

berupa kekayaan debitur itu sendiri, ataupun kekayaan pihak ketiga.<br />

R. Soebekti memberi pendapat bahwa: ”Pemberian jaminan kebendaan<br />

kepada si kreditur, memberikan suatu keistimewaan baginya terhadap kreditur<br />

lainnya. 52<br />

Hak jaminan kebendaan adalah hak yang memberikan kepada seorang<br />

kreditur kedudukan yang lebih baik karena :<br />

1. Kreditur didahulukan dan dimudahkan dalam mengambil pelunasan atas<br />

tagihannya dari hasil penjualan benda teretntu milik debitur.<br />

52 R.Soebekti, Jaminan-jaminan Untuk Pemberian Kredit Menurut Hukum Indonesia,<br />

Cetakan Ketiga, Bandung, Alumni.1996. hal. 29.<br />

47<br />

Universitas Sumatera Utara


2. Ada benda tertentu yang dipegang oleh kreditur/ yang terikat hak kepada<br />

kreditur, yang berharga bagi debitur yang dapat memberi tekanan psikologi<br />

terhadap debitur untuk melunasi kewajibannya dengan baik terhadap<br />

kreditur. 53<br />

a. Jaminan Kebendaan Barang Bergerak.<br />

Pembebanan kebendaan barang bergerak yaitu antara lain dapat<br />

dijatuhkan kepada jaminan fidusia dan gadai.<br />

Undang-undang nomor 42 tahun 1999 tentang jaminan fidusia dalam<br />

pasal 1 butir 2 menjelaskan bahwa: jaminan fidusia adalah hak jaminan atas<br />

benda bergerak, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda<br />

tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan<br />

sebagaimana yang dimaksud dalam undang-undang nomor 4 tahun 1996 tentang<br />

hak tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia sebagai<br />

agunan bagi pelunasan hutang tertentu yang memberikan kedudukan yang<br />

diutamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditur lainnya.<br />

Munir fuady berpendapat bahwa ketentuan tentang objek jaminan fidusia<br />

terdapat antara lain dalam pasal 1 butir 4, Pasal 9, Pasal 10 dan Pasal 20 undang -<br />

undang jaminan fidusia nomor 42 tahun 1999, benda -benda tersebut adalah<br />

sebagai berikut:<br />

a. Benda tersebut harus dimiliki dan dialihkan secara hukum.<br />

b. Dapat atas benda berwujud.<br />

c. Dapat juga atas benda tidak berwujud, termasuk piutang.<br />

d. Benda bergerak.<br />

2007, hal. 73.<br />

53 J.Satrio, Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung,<br />

48<br />

Universitas Sumatera Utara


e. Benda tidak bergerak yang tidak dapat diikat dengan hak tanggungan.<br />

f. Benda tidak bergerak yang tidak dapa t diikat dengan hipotik.<br />

g. Baik atas benda yang sudah ada maupun terhadap benda yang akan ada<br />

dikemudian. Dalam hal benda yang akan diperoleh kemudia, tidak diperlukan<br />

suatu akta pembedaan fidusia tersendiri.<br />

h. Dapat atas satu satuan jenis benda.<br />

i. Dapat juga atas lebih dari satu jenis atau satuan benda.<br />

j. Termasuk hasil dari benda yang telah menjadi objek fidusia.<br />

k. Termasuk juga hasil klaim asuransi dari benda yang menjadi objek jaminan<br />

fidusia.<br />

l. Benda persedian (inventory, stock perdagangan) dapat juga menjadi obje k<br />

jaminan fidusia. 54<br />

Dalam hal cessie tagihan piutang merupakan benda bergerak tidak<br />

berwujud yang termasuk kedalam benda objek jaminan fidusia menurut undang -<br />

undang ini.<br />

Ketentuan Pasal 2 Undang-Undang Jaminan Fidusia nomor 42 tahun 1999<br />

mengatur ruang lingkup berlakunya undang-undang jaminan fidusia yaitu berlaku<br />

terhadap setiap perjanjian yang bertujuan untuk membebani benda dengan<br />

jaminan fidusia. Yang dipertegas dengan rumusan yang dimuat dalam pasal 3<br />

Undang-undang jaminan fidusia, undang-undang nomor 42 tahun 1999 bahwa<br />

undang-undang fidusia ini tidak berlaku terhadap:<br />

hal. 48.<br />

a. Hak tanggungan yang berkaitan dengan tanah dan bangunan, sepanjang<br />

peraturan perundang-undangan yang berlaku menentuka jaminan atas<br />

benda-benda tersebut wajib didaftar. Namun demikian b angunan diatas<br />

hak milik orang lain yang tidak dapat dibebani hak tanggungan<br />

berdasarkan Undang-Undang nomor 4 tahun 1996 tentang Hak<br />

Tanggungan dapat dijadikan objek jaminan fidusia.<br />

b. Hipotik atas kapal yang terdaftar dengan isi kotor berukuran 20 M3 (dua<br />

puluh meter kubik) atau lebih.<br />

54 Munir Fuady, Jaminan Fidusia cetakan kedua revisi . PT.Citra Aditya Bakti, 2003,<br />

49<br />

Universitas Sumatera Utara


c. Hipotik atas pesawat terbang.<br />

d. Gadai.<br />

Terhadap objek jaminan fidusia yang berupa kendaraan -kendaraan,<br />

mesin-mesin dan alat-alat berat, debitur (pemberi fidusia) berhak menguasai<br />

objek jaminan fidusia, tetapi dilarang/tidak d iperkenankan untuk menjual,<br />

menyewakan atau mengalihkan haknya. Sedangkan untuk objek jaminan fidusia<br />

berupa persediaan barang dagangan ( inventory), pemberi fidusia dalam kapasitas<br />

sebagai kuasa dari kreditur (penerima fidusia) berhak dan diperkenankan me nukar<br />

atau menjual atau mengalihakan objek jaminan kepada pihak lain dan debitur<br />

(pemberi fidusia) berkewajiban mengganti dari objek yang digunakan sesuai<br />

jumlah yang di jual atau dialihkan dengan objek fidusia lainnya sesuai jumlah<br />

yang diperjanjikan yaitu dengan nilai nominal yang sama.<br />

Selain penyerahan jaminan dengan fidusia terdapat juga penyerahan<br />

jaminan dengan Gadai. Kitab Undang -Undang Perdata Pasal 1150 menerangkan<br />

yang dimaksud dengan gadai adalah:<br />

” Suatu hak yang diperoleh seorang berpiutang at as suatuu barang<br />

bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang berhutang atau oleh<br />

seorang lain atas namanya, dan yang memberikan kekuasaan kepada<br />

siberpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara<br />

didahulukan dari orang-orang berpiutang lainnya; dengan pengecualian<br />

biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan<br />

untuk menyelamatkannya setelah barang itu digadaikan, biaya -biaya<br />

mana harus dikeluarkan”<br />

Sedangkan yang menjadi objek gadai antara lain adalah barang bergerak<br />

bertubuh dan tak bertubuh yaitu diantaranya saham, deposito, emas dan benda<br />

berharga lainnya.<br />

50<br />

Universitas Sumatera Utara


Tahapan pembebanan jaminan dengan gadai antara lain:<br />

a. Adanya penandatangan perjanjian pemberian dan penerimaan gadai.<br />

b. Penyerahan objek gadai dari pemberi ke penerima hak gadai.<br />

Dalam gadai terjadi penyerahan kekuasaan atas barang yang dijadikan<br />

objek gadai dari pemberi gadai kepada penerima gadai. Dana pembebanan<br />

jaminan gadai hapus bila objek gadai berpindah kepada pemberi gadai.<br />

Pada jaminan gadai pemberi gadai memberikan hak preferent kepada<br />

penerima gadai (dalam hal ini kreditur), dimana kreditur penerima gadai<br />

mempunyai hak yang didahulukan ( preferent) terhadap kreditur lainnya artinya<br />

bila debitur dinilai cedera janji atau lalai maka kreditur penerima gadai<br />

mempunyai hak untuk menjual jaminan gadai tersebut dan hasil penjualan<br />

digunakan terutama unutk melunasi hutang debitur. Apabila terdapat kreditur lain<br />

ysng juga memiliki tagihan kepada debitur tersebut, kreditur yang ada setelah<br />

kreditur pertama tidak akan mendapat pelunasan sebelum kreditur yang pertama<br />

mendapat pelunasan.<br />

b. Jaminan Kebendaan Barang Tak Bergerak.<br />

Pembebanan benda tak bergerak sebagai jamina n kredit dalam hal hak<br />

atas tanah dan bangunan yang terdapat diatasnya dibebankan hak tanggungan , hal<br />

ini dijelaskan dalam undang-undang nomor 4 tahun 1996 tentang hak tanggungan<br />

Pasal 1 ayat (1) menjelaskan bahwa:<br />

”Hak tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan atas tanah berikut<br />

atau tidak berikut benda yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu,<br />

51<br />

Universitas Sumatera Utara


untuk pelunasan suatu utang teretntu yang memberikan kedudukan yang<br />

diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur lainnya.”<br />

Dalam pasal 4 ayat (1) dan (2) disebutkan yang menjadi objek hak tanggugan<br />

adalah: hak atas tanah hak milik, hak guna u saha, hak guna bangunan dan hak<br />

pakai atas tanah negara.<br />

Untuk tanah yang telah bersertifikat Pemberian hak tanggungan dilakukan<br />

dengan akta pemberian hak tanggungan oleh pejabat pembuat akta tanah (PPAT)<br />

dan akta pemberian hak tanggungan tersebut wajib di daftarkan pada kantor<br />

pertanahan di kabupaten kota wilayah objek hak tanggungan berada. Dengan<br />

adanya pendaftaran tersebut akan melahirkan sertifikat hak tanggungan. Dimana<br />

didalam sertifikat hak akan dijelaskan bahwa tanah tersebut dibebankan hak<br />

tanggungan.<br />

Hak tanggungan memberikan hak preferent bagi kreditur pemegang hak ,<br />

dan hak tanggungan mengikuti objek nya di tangan siapapun objek hak<br />

tanggungan itu berada (droit de suite).<br />

Hak tanggungan mempunyai kekuatan eksekutorial, halmana ketika<br />

debitur pemberi hak cidera janji/wanprestasi maka penerima hak tanggungan<br />

(kreditur) berhak melakukan eksekusi terhadap benda yang menjadi objek hak<br />

tanggungan.<br />

Pasal 6 Undang-Undang Nomor 4 tahun 1996 tentang hak tanggungan<br />

menjelaskan bahwa:<br />

52<br />

Universitas Sumatera Utara


”Apabila debitur cidera janji, pemegang hak tanggungan pertama<br />

mempunyai hak untuk menjual objek hak tanggungan atas kekusaan<br />

sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya<br />

dari hasil penjualan tersebut.”<br />

Ketika kreditur atas debitur pemberi hak tan ggungan lebih dari satu,<br />

maka kreditur pertama penerima hak tanggungan mempunyai hak untuk menjual<br />

objek hak tanggungan. Ini merupakan perwujudan dari kedudukan yang<br />

diutamakan yang dimiliki pemegang hak tanggungan yang pertama kali.<br />

Pasal 14 ayat (1), (2), dan (3) undangundang hak tanggungan, Undang -Undang<br />

Nomor 4 Tahun 1996 menegaskan bahwa: Sertifikat hak tanggungan memuat<br />

irah-irah dengan kata-kata ”Demi keadilan berdasarkan ketuhanan yang maha<br />

esa”<br />

Hal ini menyebabkan sertifikat hak tanggungan mempuny ai kekuatan<br />

eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh<br />

kekuatan hukum tetap dan berlaku sebagai pengganti grosse acte hypotik<br />

sepanjang mengenai hak atas tanah.<br />

Dengan adanya irah-irah ini, maka kreditur sebagai pemegang hak<br />

tanggungan dapat melakukan penjualan benda jaminan secara langsung dengan<br />

bantuan kantor lelang negara tanpa persetujuan pemilik benda jaminan dan tidak<br />

perlu meminta fiat eksekusi dari pengadilan. Hanya pemegang hak tanggungan<br />

pertama yang mempunyai hak para te eksekusi ketika terdapat lebih dari satu<br />

pemegang hak tanggungan.<br />

53<br />

Universitas Sumatera Utara


Sifat hak tanggungan yang memberikan kemudahan dan pasti dalam<br />

pelaksanaan eksekusi adalah bersifat kuat dari hak tanggungang sebagai lembaga<br />

jaminan yang disukai<br />

Undang-undang Perbankan Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998, tidak<br />

menyebutkan dengan tegas tentang adanya kewajiban dan keharusan tentang<br />

tersedianya jaminan kredit yang di mohonkan oleh seorang calon debitur. Akan<br />

tetapi dalam Pasal 8 (delapan) ayat 1 (satu) undang -undang nomor 10 tahun 1998<br />

tentang perbankan menyiratkan adanya suatu jaminan yaitu di dalam kalimat<br />

”Keyakinan berdasarkan analisa yang mendalam atas itikad dan kemampuan s erta<br />

kesanggupan nasabah debitur” disini juga terlihat apa yang di sebut collateral<br />

(jaminan atau agunan) yang harus disediakan debitur.<br />

Dalam pasal 8 (delapan) undang-undang nomor 10 tahun 1998 ini juga<br />

disebutkan bahwa kredit yang diberikan oleh bank mengandung resiko, sehingga<br />

pada pelaksanaan perkreditan bank harus memperhatikan asas -asas perkreditan<br />

yang sehat. Maka untuk mengurangi resiko tersebut, jaminan pemberian suatu<br />

kredit dalam arti keyakinan atau kemampuan dan kesanggupan dari debitur untuk<br />

melunasi hutangnya sesuai dengan yang di perjanjikan merupakan faktor penting<br />

yang di perhatikan oleh bank.<br />

Dalam hal pembebanan hipotik yaitu dibebankan terhadap kapal laut dan<br />

pesawat terbang. Pembebanan kapal laut sebagai objek jaminan kredit diatur<br />

dalam pasal 314 KUHDagang yang berbunyi:<br />

54<br />

Universitas Sumatera Utara


1. Atas kapal-kapal Indonesia yang berukuran paling sedikit 20 m3 isi<br />

kotor dapat didaftar dalam register kapal menurut ketentuan -ketentuan<br />

yang di tetapkan dalam suatu ordonansi tersendiri.<br />

2. Atas kapal-kapal yang didaftar dalam register kapal -kapal dalam<br />

pembangunan dan kapal dalam andil -andil seperti itu dapat dibebani<br />

dengan hipotik.<br />

Dari bunyi pasal diatas dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa bahwa syarat -<br />

syarat pembebanan hipotik atas kapal laut adalah :<br />

a. Kapal tersebut adalah kapal laut Indonesia dan tidak berlaku untuk kapal<br />

asing.<br />

b. Berukuran paling sedikit 20 m3 isi kotor.<br />

c. Telah terdaftar dalam register kapal Indonesia di syahbandar tempat kapal<br />

tersebut pertama kali bersandar.<br />

Kapal laut yang dimaksud dalam pasal ini dianggap sebagai benda tetap<br />

(tidak bergerak) apabila kapal telah terdaftar. Apabila kapal terse but belum<br />

terdaftar dalam register pendaftaran kapal Indonesia maka kapal laut tersebut<br />

dapat dibebankan dengan jaminan fidusia. Sedangkan dalam hal pesawat terbang<br />

sebagai jaminan dapat dibebankan dengan hipotik.<br />

C. <strong>CESSIE</strong> SEBAGAI JAMINAN KEBENDAAN DALAM PERJANJIAN<br />

KREDIT/PEMBIAYAAN<br />

1. Pengertian Umum Cessie<br />

KUHPerdata tidak mengenal istilah Cessie, tetapi di dalam pasal 613<br />

KUHPerdata disebutkan bahwa:<br />

1. Penyerahan akan piutang-piutang atas nama dan kebendaan tak<br />

bertubuh lainnya, dilakukan dengan jalan memb uat sebuah<br />

akta otentik atau dibawah tangan, dengan mana dengan mana<br />

55<br />

Universitas Sumatera Utara


hal-hak atas kebendaan tersebut dilimpahkan kepada orang<br />

lain.<br />

2. Penyerahan yang demikian bagi siberutang tiada akibat,<br />

melainkan setelah penyerahan itu diberitahukan kepadanya,<br />

atau secara tertulis disetujui dan diakui.<br />

3. Penyerahan tiap-tiap piutang karena surat bawa dilakukan<br />

dengan menyerahkan surat itu; penyerahan tiap -tiap piutang<br />

karena surat-surat tunjuk dilakukan dengan penyerahan surat<br />

disertai dengan endosmen.<br />

Dari pasal 613 ayat 1 (satu) KUHPerdata diatas dapat dilihat dua hal<br />

bahwa disana disebutkan dua jenis penyerahan tagihan yaitu tagihan atas nama<br />

dan penyerahan tagihan atas nama yang bukan berupa tagihan atas nama.<br />

Rachmad setiawan dan J satrio berpendapat bahwa :<br />

”Cessie merupakan istilah yang diciptakan oleh doktrin, untuk menunjukan<br />

kepada tindakan penyerahan tagihan atas nama, sebagai mana yang diatur oleh<br />

pasal 613 KUHPerdata penyerahannya dilakukan dengan membuat akta<br />

penyerahan tagihan piutang atas nama yang disebut akt a cessie.<br />

Namun karena pasal 613 sekaligus mengatur tentang penyerahan tagihan<br />

atas nama dan benda-benda tak bertubuh lainnya, maka orang sedikit tidak jeli<br />

untuk membedakan benda tak bertubuh lainnya. Penyerahan benda tak bertubuh<br />

lainnya memang sama dengan penyerahan tagihan atas nama, dilakukan dengan<br />

membuat akta, tetapi dalam doktrin tidak disebutkan sebagai akta cessie. Ini perlu<br />

dibedakan sebab kalau tidak dibedakan, maka kita bisa lagi mengatakan, bahwa<br />

cessie selesai dalam arti objek cessie telah beralih kedalam pemilikan<br />

cessionaries dengan ditanda tanganinya akta cessie, sebab penyerahan saham<br />

sebagai benda tak bertubuh melalui akta penyerahan, dengan ditandatangan akta<br />

penyerahan saham, belum mengalihkan hak milik atas saham yang bersangkutan<br />

kepada pembelinya, karena untuk itu masih diperlukan balik nama dalam daftar<br />

saham.” 55<br />

Dari pendapat diatas dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa istilah cessie<br />

yang diciptakan doktrin diperuntukan untuk tindakan penyerahan tagihan atas<br />

nama.<br />

55 Rachmad Setiawan, Op.Cit, hal. 1.<br />

56<br />

Universitas Sumatera Utara


Dalam pasal 613 diatur dua hal pokok, yaitu penyerahan tagihan atas nama<br />

dan penyerahan benda tak bertubuh lainnya. Adapun yang dimaksud dengan<br />

benda tak bertubuh lainnya adalah benda tak bertubuh yang bukan berupa tagihan<br />

atas nama dan bahkan yang bukan berupa tagihan. Sebab penyerahan tagihan atas<br />

tunjuk (aan toonder) dan tagihan kepada order mempunyai cara penyerahan<br />

sendiri, sebagimana diatur dalam pasal 613 ayat 3 KUHPerdata.<br />

Wirjono Prodjodikoro dalam Rachmadi Usman berpendapat bahwa :<br />

”Untuk jelasnya, ada baiknya kita sepakati dulu istilah tagihan atas nama. Tagihan<br />

tertentu disebut tagihan atas nama, berdasarkan ciri, krediturnya tertentu dan<br />

diketahui dengan baik oleh debitur”. Sedangkan J.Satrio dalam Rachmadi Usman<br />

berpendapat : tagihan Order adalah tagihan -tagihan yang menunjuk orang tertentu<br />

kepada siapa tagihan harus dilunasi, tetapi disertai dengan hak untuk<br />

memindahkan kepada orang lain melalui endosmen. Sedangkan tagihan-tagihan<br />

yang krediturnya (sengaja dibuat, demi untuk memudahkan pengalihannya) tidak<br />

tertentu. Untuk mudahnya orang menyebut tagihan atas nama sebagai semua<br />

tagihan yang bukan tagihan kepada order dan juga bukan tagihan atas tunjuk atau<br />

aan toonder”. Perlu di ingat, bahwa benda tak bertubuh diluar tagihan atas nama,<br />

seperti yang disebutkan dalam pasal 613 KUHPerdata, tentunya bukan berupa<br />

tagihan. Contohnya adalah saham perseroan. 56<br />

Rachmad Setiawan berpendapat bahwa pada dasarnya cessie bukanlah<br />

merupakan lembaga jaminan seperti halnya hipotik/creditverband, gadai atau<br />

fidusia. Namun dalam praktek pemberian kredit perbankan selama ini, cessie<br />

banyak dipergunakan untuk menjanjikan pengalihan suatu piutang/tagihan yang<br />

dijadikan jaminan suatu kredit. 57<br />

Setelah di undangkannya Undang-Undang Nomor 42 tahun 1999, tentang<br />

jaminan fidusia cessie tagihan piutang sebagai benda jaminan masuk kedalam<br />

ranah fidusia. Hal ini terdapat dalam ketentuan pasal 1 angka 2 Undang -Undang<br />

56 Ibid.<br />

57 Ibid, hal 50.<br />

57<br />

Universitas Sumatera Utara


Nomor 42 tahun 1999 tentang jaminan fidusia memberi definisi tentang jaminan<br />

fidusia yaitu :<br />

“Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang<br />

berwujud maupun tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya<br />

bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana<br />

dimaksud dalam undang-undang nomor 4 tahun 1996 tentang hak<br />

tanggungan yang tetap berada dalam pe nguasaan pemberi fidusia, sebagai<br />

agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang<br />

diutamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditur lain”.<br />

Dari bunyi pasal diatas sangat jelas tersurat bahwa sebagai benda<br />

bergerak tidak berwujud, tagihan piutang (cessie) adalah merupakan benda objek<br />

jaminan yang diikat dengan jaminan fidusia.<br />

Dalam pasal 3 Undang-Undang Nomor 42 tahun 1999 ini juga di<br />

sebutkan bahwa:<br />

”Undang-Undang ini Tidak berlaku terhadap:<br />

1. Hak tanggungan yang berkaitan dengan tan ah dan bangunan, sepanjang<br />

peraturan perundang-undangan yang berlaku menentukan jaminan atas<br />

benda-benda tersebut wajib didaftar;<br />

2. Hipotek kapal yang terdaftar dengan isi kotor berukuran 20 (dua puluh)<br />

M3 atau lebih;<br />

3. Hipotek atas pesawat terbang dan;<br />

4. Gadai”.<br />

Cessie tagihan piutang tidak disebutkan dalam pengecualiaan yang tidak<br />

berlaku terhadap Undang-Undang Nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.<br />

Dapat disimpulkan bahwa cessie tagihan piutang sebagai jaminan masuk kedalam<br />

jaminan yang bisa dibebankan jaminan fidusia.<br />

58<br />

Universitas Sumatera Utara


2. Kedudukan Hukum Cessie<br />

a. Cessie Sebagai Objek Jaminan.<br />

Herlien Budiono mengutip H.L.E. Verhagen dan M.H.E.Rongen<br />

menuliskan cessie adalah Suatu pengoperan hak tagih. Didalam KUHPerdata<br />

untuk cessie digunakan istilah ”penyerah an atas nama ” dan mempunyai sifat<br />

yang dualistis. Cessie diatur dalam buku kedua didalam bagian yang mengatur<br />

tentang kebendaan dari penyerahan pada benda bergerak karena perolehan hak<br />

milik, cessie dari sudut pandang berbeda, hukum perikatan di kategori kan sebagai<br />

suatu lembaga dan sarana hukum melalui mana terjadi penggantian kreditor, sama<br />

hal nya seperti dalam subrogasi dan novasi subjek aktif. 58<br />

Cessie sebagai jaminan kredit, berdasarkan ketentuan pasal 613<br />

KUHPerdata dilakukan dengan dibuat dan dit andatangani akta cessie, baik berupa<br />

akta notaril maupun akta bawah tangan.<br />

Rachmad Setiwan dan J.Satrio menjelaskan bahwa:<br />

”Pembicaraan tentang cessie adalah pembicaraan atas pasal 613<br />

KUHPerdata, sekalipun dalam pasal tersebut tidak di gunakan istilah<br />

cessie, untuk lebih jelasnya, kembali di kutip pasal 613 ayat 1<br />

KUHPerdata yang berbunyi sebagai berikut:<br />

”Penyerahan akan piutang-piutang atas nama dan kebendaan tak bertubuh<br />

lainya, dilakukan dengan jalan membuat sebuah akta autentik atau di<br />

bawah tangan, dengan mana ha-hak atas kebendaan itudilimpahkan<br />

kepada orang lain”.<br />

Di dalam pasal tersebut diatur dua pokok, yaitu penyerahan ”Tagihan atas<br />

nama” dan ”penyerahan benda tak bertubuh lainnya”. Adapun yang<br />

dimaksud dengan benda tak bertubuh lainnya adalah b enda tak bertubuh<br />

yang bukan berupa tagihan atas nama dan yang bukan berupa tagihan.<br />

Sebab penyerahan tagihan atas tunjuk (aan toonder) dan tagihan kepada<br />

order mempunyai cara sendiri, sebagaimana diatur dalam pasal 613 ayat 3<br />

KUHPerdata”<br />

Rachmad setiawan mengutip Wiryono prodjodikoro menuliskan bahwa<br />

Untuk lebih jelasnya, ada baiknya disepakati dulu arti istilah tagihan atas<br />

nama (tagihan tertentu) berdasarkan ciri, krediturnya tertentu dan<br />

diketahui dengan baik oleh debitur.<br />

58 Herlien Budiono, Op. Cit, hal. 185.<br />

59<br />

Universitas Sumatera Utara


Rachmad Setiawan mengutip J.Satrio menuliskan tagihan kepada order<br />

adalah tagihan kepada orang-orang tertentu kepada siapa tagihan harus di<br />

lunasi, tetapi disertai dengan hak untuk memindahkannya kepada orang<br />

lain melalui endosmen.<br />

Rachmad Setiwan Mengutip Hartono Soerjopraktiknjo menu liskan bahwa<br />

tagihan atas tunjuk (aan toonder) adalah tagihan -tagihanyang krediturnya<br />

(sengaja dibuat demi untuk memudahkan pengalihannya) tidak tertentu.<br />

Untuk mudahnya orang menyebut tagihan atas nama sebagai semua<br />

tagihan yang bukan tagihan kepada order dan juga bukan tagihan atas<br />

tunjuk atau aan toonder.” 59<br />

Herlien Budiono menyatakan bahwa:<br />

”Seseorang yang mempunyai hak tuntut akan piutang atas nama atau hak<br />

kebendaan tak bertubuh lainya kreditor dapat mengalihkan hak piutang atas nama<br />

tersebut kepada pihak ketiga yang karena peralihan atau penyerahan tersebut,<br />

menggantikan kedudukan kreditur.” 60<br />

Adapun yang dimaksud dalam kebendaan tak bertubuh terdapat dalam<br />

pasal 511 KUHPerdata yang berbunyi:<br />

1. Hak pakai hasil dan hak pakai atas kebendaan bergerak;<br />

2. Hak atas bunga-bunga yang diperjanjikan, baik bunga yang<br />

diabadikan, amupun bunga cagak hidup;<br />

3. Perikatan-perikatan dan tuntutan –tuntutan mengenai jumlah –jumlah<br />

uang yang dapat ditagih atau mengenai benda -benda bergerak;<br />

4. Sero-sero atau andil-andil dalam persekutuan dagang atau<br />

persekutuan perusahaan, sekalipun benda -benda persekutuan yang<br />

bersangkutan dan perusahaan itu adalah kebendaa bergerak, akan<br />

tetapi hanya terhadap para pesertanya selama persekutuan berjalan;<br />

5. Andil dalam perutangan atas beban nega ra Indonesia, baik andil-andil<br />

karena pendaftaran dalam buku besar, maupun sertifikat -sertifikat,<br />

surat-surat pengakuan hutang, obligasi atau surat-surat lain yang<br />

59 Rachmad setiawan, Loc Cit, hal. 1 dan 2.<br />

60 Herlien Budiono, Op Cit. hal. 185.<br />

60<br />

Universitas Sumatera Utara


erharga, beserta kupon-kupon atau surat tanda bunga, yang termasuk<br />

didalamnya;<br />

6. Sero-sero atau kupon obligasi dalam perutangan yang dilakukan<br />

negara asing;<br />

Mengenai tagihan atas nama (cessie tagihan piutang) di sebutkan dalam<br />

ayat 3 (tiga) pasal diatas yaitu perikatan -perikatan dan tuntutan–tuntutan<br />

mengenai jumlah-jumlah uang yang dapat di tagih atau mengenai benda-benda<br />

bergerak.<br />

Benda tak bertubuh yang berupa tagihan atas nama cessie tagihan piutang<br />

tidak mempunyai wujud, jadi bagaimana dilakukan penyerahan dari benda<br />

bergerak tidak berwujud ini?<br />

Secara umum peristiwa cessie dapat di gambarkan dengan sebuah contoh konkrit<br />

yaitu:<br />

“PT.Bank Perkreditan Rakyat (cedent) mempunyai tagihan (atas nama)<br />

terhadap beberapa orang debitur (debitur cessus) contohnya : ( A, B, C,<br />

D, E, F, G, dan H). Karena membutuhkan sejumlah uang untuk tambahan<br />

modal usaha perkreditan, telah mengalihkan hak tagih piutangnya dari<br />

beberapa orang debiturnya (A, B, C, D, E, E, F, G dan H) kepada<br />

PT.Permodalan Nasional Madani (Persero). Dan telah di buatkan suatu<br />

akta penyerahan objek jaminan cessie tagihan piutang, yang didahului<br />

dengan perjanjian pokoknya yaitu perjanjian kredit/pembiayaan.<br />

Hubungan hukum PT. Bank Perkreditan Rakyat (kreditur) dengan<br />

debiturnya disebut hubungan awal. Pada saat PT. Bank perkreditan<br />

Rakyat mengalihakan tagihan Piutangnya kepada PT. Permodalan<br />

Nasional Madani (Persero), maka dalam hubungan hukum antara<br />

PT.Bank Perkreditan Rakyat dan PT.Permodalan Nasional Madani<br />

(Persero) , A, B, C, D, F, G, dan H adalah pihak ketiga. Karena<br />

penyerahan cessie tagihan piutang oleh PT. Bank perkreditan Rakyat<br />

Kepada PT. Permodalan Nasional Madani (Persero) dapat terjadi diluar<br />

kerjasama (A, B. C, D, E, F, G dan H) debitur cessus. Maka<br />

PT.Permodalan Nasional Madani (persero) perlu mendapat jaminan<br />

bahwa sesudah penyerahan cessie tagihan piutang, A, B, C, D, E, F, G,<br />

dan H (sebagai debitur cessus/pihak ketiga) jika terjadi wanprestasi dari<br />

61<br />

Universitas Sumatera Utara


cedent maka debitur cessus tidak membayarkan Utangnya secara sah<br />

kepada PT.Bank Perkreditan Rakyat (kreditur asal/ cedent) tetapi hanya<br />

kepada PT.Permodalan Nasional Madani (Persero ). Maka di perlukan<br />

mekanisme yang mengikat A, B, C, D E, F, G, dan H, agar selanjutya<br />

tidak bisa membayar secara sah kepada PT Bank Perkreditan Rakyat.<br />

Sebaliknya debitur cessus (A, B, C, D, E, F, G dan H) perlu ada pegangan<br />

kepada siapa selanjutnya sesudah penyerahan cessie tagihan piutang ia<br />

harus membayar, agar hutangnya lunas.<br />

Herlien Boediono menyebutkan bahwa: “Sebagaimana kita ketahui, untuk<br />

beralihnya hak kebendaan harus dipenuhi tiga syarat yaitu:<br />

1. Kewengan dari pihak yang menyerahkan.<br />

2. Alas hak /titel yang sah (rechtstile).<br />

3. Penyerahan sesuai jenis benda (levering).<br />

formalitas yang harus disyaratkan bagi sahnya cessie termuat hanya dalam satu<br />

ketentuan, yakni pasal 613 KUHPerdata. Penyerahan ( cessie) dari hak tuntut akan<br />

piutang atas nama atau kebendaan tak bertubuh lainnya, menurut pasal ini harus<br />

dilakukan dengan membuat akta otentik atau akta dibawah tangan, yang oleh<br />

cedent hak-hak atas kebendaan itu dilimpahkan kepada orang lain (cesioneris).” 61<br />

Syarat utama keabsahan cessie adalah pemberitahuan cessie tersebut<br />

kepada pihak terhutang untuk disetujui dan diakui. Pihak terhutang disini adalah<br />

pihak terhadap mana siberpiutang memiliki tagihan. 62<br />

Shanty Dewi Legal Team PT. Permodalan Nasional Madani (Persero)<br />

menjelaskan bahwa untuk memenuhi syarat utama keabsahan cessie ini yaitu<br />

adanya pemberitahuan cessie itu kepada pihak terhutang maka di dalam SP3<br />

Perjanjian kredit/pembiayaan PT. Permodalan Nasional Madani (Persero)<br />

mensyaratkan kepada debitur bahwa di dalam perjanjian kredit/pembiayaan antar<br />

61 Herlien Boediono. Op, Cit. hal. 189.<br />

62 Racmad Setiawan dkk, Op. Cit. Hal 46.<br />

62<br />

Universitas Sumatera Utara


PT. BPR atau koperasi dengan debitur ( cessus/end user) agar mencantumkan<br />

klausul sebagai berikut:<br />

“ Perjanjian ini hanya dapat dialihkan/ cessie kepada PNM semata, dalam<br />

hal akan dilakukan pengalihan kepada pihak lainnya atas hak -hak dan<br />

kewajiban berdasarkan perjanjian, maka pengalihan hanya dapat<br />

dilaksanakan apabila pengalihan/ cessie tersebut telah mendapat<br />

persetujuan secara tertulis sebelumnya dari pihak PT . Permodalan<br />

Nasional Madani(Persero). Sehubungan dengan pengalihan/cessie<br />

tersebut para pihak dalam perjanjian ini sepakat dan setuju tanpa dapat<br />

dibatalkan , ditarik kembali, diubah dalam bentuk apapun tanpa kecuali<br />

untuk memberikan hak kepada PT. Permodalan Nasional Madani<br />

(Persero) atas permintaan tersebut. PT. BPR atau Koperasi termasuk yang<br />

menggantikan haknya, penerus atau tim likuidasi wajib tanpa dapat<br />

ditunda dengan alasan apapun untuk melaksanakan pengalihan/ cessie<br />

tersebut, atas pelaksanaanya debitur dengan ini telah memberikan<br />

persetujuan dan pengakuan”. 63<br />

Klausul diatas menjawab bagaima na proses pemberitahuan kepada<br />

debitur cessus/end user bahwa telah terjadi pengalihan piutang antara PT. BPR<br />

atau Koperasi kepada PT. Permodalan Nasional Madani (Persero). Klausul diatas<br />

juga terdapat dalam akta perjanjian kredit/pembiayaan antara PT. Perm odalan<br />

nasional Madani (Persero) dengan PT. BPR/ Koperasi.<br />

Penggunaan cessie sebagai jaminan tidak bertentangan dengan asas -asas<br />

hukum jaminan, sebagaimana ternyata bahwa cessie piutang atas nama memiliki<br />

cir-ciri sebagai gadai piutang atas nama, tetapi d ikarenakan piutang atas nama<br />

tersebut telah memiliki nilai atau harga tertentu, maka penerima cessie<br />

(cessieoneris) dapat langsung menguasai piutang atas nama tersebut (tidak<br />

63 Hasil wawancara dengan Shanty Dewi, Legal Team pada PT. Permodalan Nasional<br />

Madani (Persero), pada hari Kamis tanggal 14 Juli 2011.<br />

63<br />

Universitas Sumatera Utara


ertentangan degan pasal 1154 KUHPerdata) dan karenanya kreditur<br />

(cessioneris) tidak harus melakukan penjualan atas piutang atas nama itu secara<br />

di muka umum atau lelang, dipasar atau bursa dan cara laianyang lazim dilakukan<br />

(sebagaimana yang dimaksud pasal 1155 KUHPerdata), melainkan cessioneris<br />

dapat langsung mengeksekusi piutang at as nama tersebut dari cessus. 64<br />

Sebelum lahirnya Undang-undang nomor 42 tahun 1999 tentang jaminan<br />

fidusia terhadap cessie sebagai jaminan, tidak terdapat satupun ketentuan<br />

perundang-undangan yang menyatakan cessie sebagai salah satu lembaga<br />

jaminan, sehingga cessie tidak termasuk lembaga jaminan. Cessie merupakan<br />

penyerahan atau pengalihan hak tagih atas piutang, sehingga dalam cessie terjadi<br />

peralihan hak dan kewenangan untuk menagih suatu piutang<br />

Dalam pasal 613 KUHPerdata disebutkan bahwa cessie harus dilakukan<br />

dengan membuat suatu akta cessie. Dari ketentuan tersebut terlihat bahwa untuk<br />

cessie ditentukan suatu bentuk tertulis, walaupun untuk hubungan obligatoir yang<br />

menjadi dasar cessie tidak disyaratkan suatu bentuk tertentu, jadi bisa lisan<br />

maupun tertulis. Cessie dapat dituangkan dalam suatu akta di bawah tangan<br />

maupun akta otentik, asal di dalamnya tegas-tegas di sebutkan bahwa kreditur<br />

lama dengan itu telah menyerahkan hak tagihnya kepada kreditur baru.<br />

Namun dalam perkembangannya setelah cessie tagihan piutang masuk ke<br />

dalam benda yang dijaminkan dengan jaminan fidusia maka merupakan suatu<br />

64 Rachmad Setiawan. Op, Cit. hal. 46.<br />

64<br />

Universitas Sumatera Utara


keharusan untuk menuangkan penyerahan cessie tagihan piutang dalam suatu akta<br />

otentik. Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam pasal 5 ayat (1) undang -undang<br />

nomor 42 tahun 1999 yang berbunyi :<br />

“Pembebanan benda dengan jaminan fidusia dibuat dengan akta notaris<br />

dalam bahasa Indonesia dan merupakan akta jaminan fidusia.”<br />

Dalam Undang-undang nomor 42 tahun 1999 tentang jaminan fidusia<br />

pasal 9 ayat 1 (satu) juga disebutkan tentang kedudukan piutang dapat diberikan<br />

jaminan fidusia yaitui :<br />

“ Jaminan Fidusia dapat di berikan terhadap satu atau lebih satuan atau<br />

jenis benda, termasuk piutang, baik yang telah ada pada saat diberi<br />

maupun yang diperoleh kemudian hari”<br />

Dari bunyi pasal ini menyiratkan bahwa terhadap piutang (cessie) dapat<br />

diberikan jaminan fidusia. Hal ini menegaskan bahwa piutang (tagihan piutang<br />

atas nama) masuk kedalam ranah lembaga fidusia.<br />

Ketentuan pasal ini juga penting dipandang dari segi komersil, b ahwa<br />

ketentuan ini secara tegas membolehkan jaminan fidusia mencakup benda yang<br />

diperoleh di kemudian hari. Hal ini menunjukan undang -undang ini menjamin<br />

fleksibilitas yang berkenaan dengan ihwal benda yang dapat dibebani jaminan<br />

bagi pelunasan hutang. 65<br />

Jaminan Fidusia.<br />

65 Penjelasan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 42 tahun 1999 tentang<br />

65<br />

Universitas Sumatera Utara


Shanty Dewi legal team PT. Permodalan Madani (Persero) mengatakan<br />

bahwa ketentuan yang mengatur perihal ketentaun agunan berupa piutang diatur<br />

dalam Surat Edaran SE-010/PNM-Dirut/IX/08. dan surat keputusan direksi<br />

No.SK 013/PNM-DIR/IV/10 tentang Perubahan Kebijakan Ketentuan Agunan<br />

Pembiayaan Terkait Dengan Rating BPR/S dan LKM/S. 66<br />

Cessie piutang termasuk sebagai benda yang dapat dijadikan jaminan<br />

pembiayaan yang disebutkan dalam surat edaran PT. Permodalan Nasional<br />

Madani (Persero) tersebut.<br />

b.Cessie Tagihan Piutang Sebagai Jaminan Yang Di Ikat Dengan Jaminan<br />

Fidusia Sebagai Perjanjian Accesoir.<br />

Rachmad Setiawan berpendapat bahwa penyerahan tidak pernah berdiri<br />

sendiri, tindakan tersebut selalu merupakan konsekwensi lebih lanjut dari suatu<br />

peristiwa hukum, yang mewajibkan orang untuk menyerahkan sesuatu, yang<br />

disini sehubungan dengan pembicaraan tentang pasal 613 KUHPerdata berupa<br />

tagihan atas nama atau suatu benda tidak bertubuh lain. Hubungan hukum yang<br />

mewajibkan penyerahan disebut obligatoir, yang bisa timbul dari perjanjian<br />

ataupun undang-undang. Peristiwa yang menjadi dasar penyerahan itu disebut<br />

peristiwa perdata (rechtstile) adalah peristiwa yang menimbulkan perikatan -<br />

perikatan diantara dua pihak, dimana yang satu berkedudukan sebagai kreditur<br />

dan pihak lainya sebagai debitur. Maka peristiwa perdata (rechtsile) ini adalah<br />

sebagai hubungan obligatoir yang menjadi dasar cessie. 67<br />

Lembaga pembiayaan sebagai penopang dana bagi usaha simpan pinjam<br />

dari debiturnya dalam pembiayaan biasanya mensyaratkan adan ya jaminan atas<br />

fasilitas kredit yang di berikan kepada debitur. Untuk menjamin segala sesuatu<br />

66 Hasil wawancara dengan Shanty Dewi, Legal team pada PT. Permodalan Nasional<br />

Madani (Persero) pada hari Kamis, tanggal 14 Juli 2011.<br />

67 Racmad Setiwan. Op.Cit . Hal. 5.<br />

66<br />

Universitas Sumatera Utara


yang akan terjadi di kemudian hari PT. Permodalan Nasional Madani (Persero)<br />

sebagai kreditur membuat suatu akta perjanjian kredit antara PT. PNM dan<br />

debiturnya dihadapan Notaris. Hal mana akta perjanjian ini adalah perjanjian<br />

utama dan akta ini di ikuti dengan suatu perjanjian pengikatan jaminan yang<br />

bersifat accecoir (tambahan) terhadap perjanjian induknya yaitu perjanjian kredit.<br />

Perjanjian pengikatan jaminan yang bersifat accesoir memiliki ciri-ciri<br />

sebagai berikut:<br />

1. Lahir dan hapusnya tergantung perjanjian pokoknya;<br />

2. Menjadi batal dengan batalnya perjanjian pokoknya;<br />

3. Ikut beralih dengan beralihnya perjanjian pokoknya . 68<br />

Kreditur (Bank dan lembaga pembiayaan) aka n merasa aman, apabila<br />

benda yang menjadi jaminan kredit dikuasainya menurut Undang -undang yang<br />

berlaku. Karena dengan adanya jaminan apabila debitur wanprestasi untuk<br />

membayar hutangnya tepat pada waktunya, kreditur sebagai pemilik dana masih<br />

dapat menutupi piutang atau sisa tagihan piutang dari debitur yang lalai dengan<br />

mencairkan atau menjual barang jaminan yang telah di jadikan objek jaminan dari<br />

perjanjian kredit tersebut.<br />

Perjanjian jaminan bersifat accesoir karena perjanjian pengikatan jaminan<br />

timbul karena adanya perjanjian kredit (pembiayaan). Dapat di simpulkan bahwa<br />

perjanjian pengikatan jaminan tidak akan pernah ada jika tidak ada perjanjian<br />

68 Edy Putra The’Aman, Kredit Perbankan Suatu Ttinjauan Yuridis, Yogyakarta,<br />

Liberty, 1989. hal. 41.<br />

67<br />

Universitas Sumatera Utara


pokoknya yaitu perjanjian kredit (p embiayaan). Jaminan pada perjanjian<br />

kredit/pembiayaan adalah sebagai pe ngaman bagi bank /lembaga keuangan lain<br />

sebagai penyedia dana /kreditur dalam pemberian kredit.<br />

68<br />

Universitas Sumatera Utara

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!