10.07.2015 Views

KELIMPAHAN DAN KERAGAMAN MEGABENTOS DI PERAIRAN ...

KELIMPAHAN DAN KERAGAMAN MEGABENTOS DI PERAIRAN ...

KELIMPAHAN DAN KERAGAMAN MEGABENTOS DI PERAIRAN ...

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

CAPPENBERGkelompok ekhinodermata diwakili oleh Diadeama setosum, Bohadschiaargus dan Bohadschia sp., kelompok moluska diwakili oleh Drupellacornus, Tridacna squamosa dan Tridacna crocea sedangkan kelompokkrustasea diwakili oleh Stenopus sp.Hasil yang didapat dalam pengamatan ini lebih tinggi dibandingkandengan fauna megabentos yang ditemukan di perairan Pulau Hibala, NiasSelatan (Winardi & Souhoka, 2008) dan Pulau Pulau Hinako, Nias(Cappenberg et al. 2008) karena masing-masing lokasi hanya ditemukansebanyak tujuh jenis. Bila dibandingkan dengan hasil pengamatan diperairan Teluk Dalam dan Pulau Pulau Batu, Nias Selatan (Siringoringo &Budiyanto, 2008) dan perairan Sitardas, Pulau Poncan dan Pulau Mansalar,Tapanuli Tengah (Giyanto & Souhoka, 2008), maka jumlah jenis yangditemukan berimbang, masing-masing sebanyak delapan jenis. Kondisisubstrat pada lokasi-lokasi tersebut secara umum hampir sama. Cox &Moore (2002), mengatakan bahwa penyebaran biota dipengaruhi olehkondisi lingkungan seperti intensitas cahaya, suhu, salinitas dan makanan.Fauna megabentos yang memiliki jumlah individu yang dominanadalah Fungia spp. dari kelompok koral, yaitu sebanyak 1488 individu atausebanyak 89,75% dari total individu fauna megabentos yang ditemukan padasemua lokasi pengamatan. Tridacna squamosa, adalah jenis yang memilikijumlah individu terendah, (2 individu) atau 0,12% dari total individu yangditemukan. Jenis ini hanya ditemukan di lokasi Rumah Tiga, dengan substratdasar perairan yang didominasi oleh pasir. Arthur (1972) menyatakan bahwasebaran dan kompleksitas habitat berpengaruh terhadap kelimpahan dankeanekaragaman jenis.Bila dikelompokkan berdasarkan lokasi maka Kota Jawa memilikijumlah individu terbanyak yaitu 782 individu yang terdiri dari 769 individu(98,34%) kelompok karang; 10 individu (1,28%) kelompok moluska; duaindividu (0,26%) kelompok ekinodermata dan satu individu (0,13%)kelompok krustasea. Lokasi Hunuth, memiliki jumlah individu dan jenisyang terendah dan hanya diwakili oleh Stenopus sp. sebanyak enamindividu. Sebaran fauna megabentos pada masing-masing lokasi pengamatanditampilkan pada Tabel 1.282


<strong>KELIMPAHAN</strong> <strong>DAN</strong> <strong>KERAGAMAN</strong> <strong>MEGABENTOS</strong>Tabel 1. Sebaran fauna megabentos pada masing-masing lokasipengamatan di perairan Teluk Ambon, 2009.Table 1. Distribution of megabenthos at each location in Ambon Baywaters, 2009.No.Group / StationSpecies 1 2 3 4 5 6 7 8Coral group1 Fungia spp. 01231637692451717154Tot.perSpecies1488%89.75Echinoderm group2Diademasetosum0 5 87 2 0 6 4 0 104 6.273Bohadschiaargus0 0 2 0 1 1 0 0 4 0.244Bohadschiasp.0 3 1 0 2 0 0 0 6 0.36Mollusc group5Drupellacornus0 2 2 6 0 9 8 10 37 2.236Tridacnasquamosa0 0 2 0 0 0 0 0 2 0.127 T. crocea 0 0 0 4 0 0 0 0 4 0.24Crustacea group8 Stenopus sp. 6 0 4 1 2 0 0 0 13 0.78Quantity of 13 26 78 25 3 2 166individual 3 1 2 0 3 9 41658Quantity ofspecies1 4 7 5 4 4 3 2Note :1 = Hunuth 5 = Hative Besar2 = Halong 6 = Batu Capeu3 = Rumah Tiga 7 = Eri4 = Kota Jawa 8 = LiliboiKelimpahan fauna megabentos di lokasi pengamatan berkisar antara0,04 – 5,59 individu/m 2 , dan lokasi Kota Jawa memiliki nilai kelimpahanyang tertinggi yaitu 5,59 individu/m 2 . Tingginya nilai kelimpahan yangdicatat pada lokasi tersebut erat kaitannya dengan kehadiran Fungia spp.dalam jumlah individu yang melimpah yaitu sebesar 5,49 individu/m 2 . DiRumah Tiga nilai kelimpahan dicatat sebesar 1,86 individu/m 2 . Pada lokasiini, Fungia spp. juga memiliki nilai kelimpahan yang tertinggi yaitu 1,16283


CAPPENBERGindividu/m 2 dan diikuti oleh Diadema setosum dari kelompok ekinodermata0,62 individu/m 2 . Untuk jenis lainnya pada lokasi yang sama memiliki nilaikelimpahan < 0,04 individu/m 2 . Nilai kelimpahan individu terendah (0,04individu/m 2 ) terdapat di Lokasi Hunuth. Rendahnya jumlah individumaupun jenis pada lokasi ini dapat disebabkan oleh beberapa hal sepertiletak lokasi yang cukup tertutup menyebabkan berkurangnya sirkulasi masaair yang mengandung oksigen dan zat hara, substrat dasar perairan yanghomogen (pasir lumpuran) dengan sedikit tutupan karang dari margaGoniopora sp. (9,1%) serta adanya sedimentasi yang cukup tinggi akibatdari perluasan pemukiman disekitar lokasi tersebut. Selain sedimentasi,sampah padat yang masuk ke perairan saat hujan dapat menjadi penyebabmenurunnya kualitas perairan. Nybakken (1992) mengatakan bahwakomunitas pada substrat lumpur memiliki distribusi, kelimpahan dankomposisi fauna yang tidak merata. Keadaan demikian menunjukkan bahwaperairan di lokasi ini kurang/tidak mampu mendukung kehidupanorganismenya dengan baik.Kontribusi Fungia spp. sangat besar terhadap tinggi atau rendahnyakelimpahan individu megabentos pada setiap lokasi pengamatan biladibandingkan dengan kehadiran jenis-jenis lainnya. Ditemukannya Fungiaspp. dalam jumlah individu yang relatif menonjol di setiap lokasi kecualilokasi Hunuth mungkin disebabkan oleh kesesuaian habitat bagi jenistersebut. Dengan demikian ekosistem terumbu karang merupakan tempatyang ideal bagi jenis tersebut untuk hidup dan berkembang.Kelimpahan tertinggi kedua setelah Fungia spp. adalah Diademasetosum (bulu babi). Kehadiran jenis ini pada setiap lokasi cukup fluktuatifdengan kelimpahan individu yang relatif menonjol pada lokasi Rumah Tiga(0,62 individu/m 2 ) dan terrendah di Kota Jawa (0,01 individu/m 2 ).Kelimpahan individu fauna megabentos di tampilkan pada Tabel 2.Hadirnya Diadema setosum dalam jumlah individu yang relatif melimpahpada Lokasi Rumah Tiga mungkin disebabkan oleh ketersediaan makananpada lokasi tersebut. Menurut Nybakken (1992), pada tingkat kelimpahanindividu yang sedang Diadema setosum secara selektif memakan alga sertamembiarkan koloni-koloni karang berkembang. Keberadaan Diademasetosum pada tingkat kepadatan yang tinggi akan memakan semuaorganisme jadi tidak hanya alga, sehingga akan menghalangi pertumbuhankarang. Kondisi seperti ini menjadikan fauna Diadema setosum memegangperan yang sangat penting dalam kelangsungan ekosistem terumbu karang.Dalam pengamatan ini, kehadiran Drupella cornus dengankelimpahan individu yang relatif tinggi ditemukan pada lokasi Liliboi (0,07individu/m 2 ) dan diikuti oleh lokasi Eri dan Batu Capeu (masing-masing0,06 individu/m 2 ). Jenis ini dikenal sebagai pemakan polip karang danditemukan hidup menempel pada karang batu terutama pada jenis karangbercabang (Acropora spp.). Dengan kata lain, semakin banyak jenis karang284


<strong>KELIMPAHAN</strong> <strong>DAN</strong> <strong>KERAGAMAN</strong> <strong>MEGABENTOS</strong>kelompok Acropora pada suatu rataan terumbu, maka semakin besarpeluang untuk menemukan Drupella cornus. Menurut Moyer et al. (1982),selain memakan Acropora spp., Drupella spp. juga ditemukan memakankarang dari jenis Montipora spp., Seriatopora spp. serta Pocillopora spp.dan beberapa jenis karang lainnya.Untuk Tridacna squamosa hanya memiliki kelimpahan sebanyak0,01 individu/m 2 , begitu juga dengan T. crocea (0,03 individu/m 2 ). Keduajenis biota ini hanya ditemukan di lokasi Rumah Tiga dan Kota Jawa,sedangkan jenis-jenis lainnya tidak ditemukan. User (1984) menyatakanbahwa Tridacna gigas dan T. derasa, di perairan Indonesia bagian baratdiduga telah punah, sedangkan jenis-jenis yang lain seperti T. maxima dan T.squamosa populasinya semakin terbatas. Rendahnya jumlah individu darijenis-jenis ini diduga disebabkan oleh beberapa hal antara lain habitat yangtidak sesuai (pasir/pasir lumpuran); perairan yang keruh/sedimentasi yangcukup tinggi; serta keterbatasannya ketersediaan makanan. Jenis ini akanbaik pertumbuhannya bila berada pada perairan yang jernih. Hal iniberhubungan dengan cara makan yang menyaring makanan dari perairansekitar (filter feeder). Adanya zooxanthella (alga bersel satu) yang hidupbersimbiosis dengan genus Tridacna membutuhkan sinar matahari untukmelakukan fotosintesa serta dapat memberikan sebagian nutrisi pada jenistersebut. Menurut Nybakken (1992), fotosintesa dapat terjadi atauberlangsung bila cahaya matahari yang sampai ke suatu sel alga lebih besardari pada suatu intensitas tertentu.Kelompok krustasea hanya diwakili oleh Stenopus sp. (udang karangberukuran kecil yang hidup di sela karang) yang ditemukan di lokasi Hunuth(0,04 individu/m 2 ) Rumah Tiga (0,03 individu/m 2 ), serta Kota Jawa danHative Besar (masing-masing 0,01 individu/m 2 ). Tidak ditemukannyaPanulirus spp. (lobster) ataupun Trochus niloticus (lola) dalam pengamatanini dapat disebabkan oleh tingginya aktivitas manusia dalam memanfaatkansumberdaya hayati, habitat yang tidak cocok terutama untuk jenis lola, yanghidup pada habitat karang mati yang ditumbuhi mikro alga. Jenis-jenis inijuga terancam punah akibat tangkap lebih (over fishing).Dari semua jenis megabentos yang terkumpulkan, hanya Fungiaspp. yang memiliki sebaran relatif luas. Jenis ini hadir hampir disemualokasi transek kecuali lokasi Hunuth, dengan nilai persentase kehadirantertinggi sebesar 87,5%, kemudian diikuti oleh Drupella cornus (75%),Diadema setosum (62,5%) dan Stenopus sp. (50%). Empat jenis lainnyaseperti Bohadschia argus, Bohadschia sp., Tridacna squamosa dan T.crocea, memiliki nilai persentase kehadiran < 40% (Tabel 1). Itu berartidari delapan stasiun transek permanen yang diamati jenis-jenis tersebuthanya hadir pada satu hingga tiga lokasi dengan jumlah individu yang relatifsedikit. Odum (1971) menyatakan bahwa penyebaran yang umumnya285


CAPPENBERGterjadi di alam adalah penyebaran individu berkelompok yang diakibatkanoleh perubahan musim, perubahan habitat dan proses reproduksi.Tabel 2. Kelimpahan individu megabentos pada masing-masing lokasipengamatan di perairan Teluk Ambon, 2009.Table 2. Abundance of megabenthos at each location in Ambon Baywaters, 2009.No. MegabenthosL o c a t i o n1 2 3 4 5 6 7 8I Coral Group1 Fungia spp. 0 0.88 1.16 5.49 1.75 0.12 0.12 1.10II Echinoderm Group2 Diadema setosum 0 0.04 0.62 0.01 0 0.04 0.03 03 Bohadschia argus 0 0 0,01 0 0.01 0.01 0 04 Bohadschia sp. 0 0.01 0.01 0 0.01 0 0 0III Mollusc Group5 Drupella cornus 0 0.02 0.01 0.04 0 0.06 0.06 0.076 Tridacna squamosa 0 0 0.01 0 0 0 0 07 Tridacna crocea 0 0 0 0.03 0 0 0 0IV Crustasea Group8 Stenopus sp. 0.04 0 0.03 0.01 0.01 0 0 0Average of abundance (individual/m 2 ) 0.04 0.95 1.86 5.59 1.79 0.24 0.21 1.17Kisaran suhu yang dicatat selama pengamatan ini berkisar antara26,39 – 27,36 ˚C, nilai suhu tertinggi terdapat di lokasi Hunuth, yaitu27,36˚C dan yang terendah di Eri di (26,39˚C). Untuk lokasi Halong suhuyang dicatat adalah 27,19˚C, sedangkan Rumah Tiga (27,04˚C); Kota Jawadan Hative Besar masing-masing 26,51˚ C dan 26,43˚C dan Batu Capeumencapai 26,41˚C. Suhu yang relatif tinggi pada lokasi Hunuth dan Halong,dibandingkan lima lokasi lainnya, mungkin disebabkan oleh bentuk telukyang agak tertutup sehingga mempengaruhi pergerakan sirkulasi masa air.Hal ini didukung dengan substrat dasar kedua lokasi tersebut yang tertutupoleh lumpur-pasir halus. Secara umum nilai suhu yang dicatat tidakmenunjukkan ada perbedaan antar lokasi pengamatan yang mencolok,walaupun terdapat variasi dalam kisaran yang sempit. Menurut Nontji(1987), suhu optimal yang dibutuhkan untuk pembentukan terumbu karangadalah berkisar 25 - 30 °C sedangkan Adriman (1995) mengatakan bahwa286


<strong>KELIMPAHAN</strong> <strong>DAN</strong> <strong>KERAGAMAN</strong> <strong>MEGABENTOS</strong>batas toleransi suhu tertinggi untuk keseimbangan struktur populasi faunabentos yaitu mendekati 32 ˚C.Salinitas yang dicatat selama pengamatan ini berikisar antara33,21‰ – 34,04‰, salinitas tertinggi terdapat di Kota Jawa, yaitu 33,04 ‰dan yang terendah di Rumah Tiga (33,21‰). Sebaran nilai salinitas yangdidapat pada masing-masing lokasi pengamatan ini masih berada dalambatas yang normal. Umumnya nilai salinitas yang terdapat pada daerahpesisir selain di pengaruhi oleh curah hujan juga di pengaruhi oleh ada tidakaliran sungai yang bermuara ke perairan tersebut. Nybakken (1992)mengatakan bahwa kondisi salinitas yang baik bagi pertumbuhan hewankarang berkisar antara 32 - 35‰. Kehidupan fauna megabentos ataupunhewan karang itu sendiri tidak hanya ditentukan oleh faktor-faktor tersebutdiatas tetapi juga di pengaruhi oleh faktor lain yang saling mempengaruhisatu dengan lainnya yaitu kadar oksigen dalam perairan, ketersediaanmakanan, kedalaman perairan, ataupun tipe substrat. Sirkulasi arus ataumasa air yang dinamis akan mempengaruhi suplai oksigen dan nutrisi dalamperairan yang mempengaruhi pertumbuhan biota. Taylor seperti dirujuk olehKastoro & Mudjiono (1989) menyatakan bahwa kekayaan jenis di daerahrataan terumbu karang pada umumnya tinggi disebabkan oleh kecepatanpertukaran masa air dan pertukaran oksigen serta mendapatkan panasmatahari yang rendah.Struktur KomunitasKeseimbangan ekosistem akan terjaga bila komponen pendukungselalu berada pada kondisi yang stabil. Indikator kestabilan itu dapat dilihatdari besarnya keanekaragaman hayati (biodiversitas) yang merupakan unsurbiotik dalam suatu ekosistem. Dengan kata lain tingginya biodiversitasmengindikasikan kualitas ekosistem dalam kondisi baik dan sebaliknyarendahnya biodiversitas menunjukkan adanya tekanan atau degradasikualitas ekosistem.Secara kuantitatif, hasil transek permanen memperlihatkan bahwanilai indeks keanekaragaman tertinggi terdapat di lokasi Eri (H’ = 0, 94),begitu juga dengan nilai indeks kemerataan tertinggi (J’ = 0,86) (Tabel 3).Tingginya kedua nilai tersebut disebabkan oleh tidak adanya dominasiindividu dari jenis tertentu. Artinya semua jenis yang ditemukan memilikijumlah individu yang relatif berimbang sedangkan nilai keanekaragamanjenis terendah terdapat di lokasi Kota Jawa (H’ = 0,10) diikuti denganrendahnya nilai kemerataan jenis (J’ = 0,06). Rendahnya nilai-nilai inidisebabkan oleh adanya dominasi atau pemusatan individu pada Fungiaspp., tanpa diikuti oleh jenis lainnya. Jenis ini dicatat sebanyak 769 individu(98%) dari total individu yang dicatat pada lokasi tersebut. Setyaning yangdirujuk oleh Hartati dan Awwaludin (2007) mengatakan bahwa jika dalam287


CAPPENBERGsuatu perairan ditemukan jenis yang dominan maka dalam perairan tersebutmenunjukkan ada tekanan ekologis yang cukup tinggi.Nilai kekayaan jenis tertinggi terdapat di lokasi Rumah Tiga, yaitu d= 1,08 (tujuh jenis) dan yang terendah di lokasi Hunuth (satu jenis). Nilaikekayaan jenis merupakan suatu kajian ekologis yang digunakan untukmenghitung banyak atau ada tidaknya jenis, serta perimbangan jumlahindividu yang diwakili yang ditemukan pada lokasi pengamatan.Hasil perhitungan nilai rata-rata indeks keanekaragaman dankemerataan jenis yang didapat dalam pengamatan ini adalah 0,34 dan 0,35.Nilai ini menunjukkan bahwa keanekaragaman dan kemerataan jenis faunamegabentos di perairan Teluk Ambon berada dalam kondisi yang rendah.Keragaman dan kemerataan jenis yang rendah menyebabkan jumlahindividu tiap jenis serta kestabilan komunitas berada dalam kondisi yangrendah atau tertekan. Odum (1971) menyatakan bahwa bila nilai-nilai indekskeanekaragaman dan kemerataan jenis rendah menunjukkan adanyakonsentrasi dominan yang tinggi. Nilai indeks keanekaragaman dankemerataan jenis yang didapat dalam pengamatan ini lebih rendahdibandingkan hasil yang ditemukan Widyastuti (2008) di perairanKepulauan Tambelan dengan nilai rata-rata H′ = 1,53 dan J′ = 0,61 sertaAswandy & Cappenberg (2008) di perairan Pulau Natuna (H′ = 0,98 dan J′ =0,89). Tingginya nilai ekologis pada kedua daerah pengamatan ini didugadisebabkan oleh terumbu karang berada dalam kondisi “baik” dengan nilairata-rata persentase tutupan karang hidup (live coral) sebesar 67,11% diperairan Kepulauan Tambelan dan 51,77% (P. Natuna), memiliki substratyang cukup bervariasi (heterogen), kurangnya aktivitas manusia (jauh daripemukiman) serta tidak adanya sedimentasi. Done yang disitir Manuputty(2008) menyatakan bahwa terumbu karang yang berdekatan dengan daratanutama sangat rawan terhadap siltasi, penurunan salinitas dan pengayaannutrient.Hasil penelitian Sutarna (1987, 1989) di perairan Teluk Ambonmendapatkan persentase tutupan karang hidup berkisar antara 33 – 76,40%dan berada dalam kategori sedang – sangat baik dengan nilai rata-ratasebesar 52,85%. Anonimous (2009) mendapatkan nilai persentase tutupankarang hidup antara 9,1 – 68,49% atau masuk dalam kategori jelek – baikdengan nilai rata-rata sebesar 40,09%. Penggolongan ini berdasarkan nilaipersentase tutupan karang menurut Suharsono (2002), yaitu 0 – 24,90%tergolong jelek; 25 – 49,90% tergolong sedang; 50 – 74,90% tergolong baikdan 77 – 100% tergolong sangat baik. Hasil ini memperlihatkan bahwadalam kurun waktu 22 tahun (1987 – 2009) telah terjadi penurunanpersentase tutupan karang hidup sebesar 12,76%. Kondisi inimengindikasikan bahwa kualitas ekosistem terumbu karang di Teluk Ambontelah mengalami degradasi dan hal ini akan mempengaruhi keanekaragamanjenis biota megabentos yang berinteraksi pada ekosistem tersebut.288


<strong>KELIMPAHAN</strong> <strong>DAN</strong> <strong>KERAGAMAN</strong> <strong>MEGABENTOS</strong>Tabel 3.Table 3.Indeks keanekaragaman (H’), kemerataan (J’) dan kekayaanjenis (d) megabentos pada masing-masing lokasi di perairanTeluk Ambon, 2009.Diversity index (H’), evenness index (J’) and richness ofspecies (d) megabenthos at each location in Ambon Baywaters, 2009.Locations S N H′ J′ dHunuth 1 6 0 0 0Halong 4 133 0.34 0.25 0.61Rumah Tiga 7 261 0.86 0.44 1.08Kota Jawa 5 782 0.10 0.06 0.60Hative Besar 4 250 0.12 0.08 0.86Batu Capeu 4 33 0.11 0.80 0.86Eri 3 29 0.94 0.86 0.59Liliboi 2 164 0.23 0.33 0.20Berdasarkan nilai kemiripan Bray-Curtis (Bray-Curtis Similarity)yang dihitung berdasarkan data jumlah individu megabentos yangditemukan pada masing-masing lokasi transek, terlihat ada tiga kelompok(Gambar 2). Kelompok pertama (A) hanya terdiri dari lokasi Hunuth (Hu).Lokasi ini sangat jauh berbeda dibandingkan lokasi lainnya, karena jenismaupun jumlah individu hanya didominasi oleh satu jenis saja, yaituStenopus sp. Kelompok kedua (B) terdiri dari lokasi Batu Capeu dan Eri.Komunitas megabentos pada kedua lokasi ini tersusun dari 3 – 4 jenis faunamegabentos yang sangat berimbang jumlah individunya dan didominasi olehFungia spp. dan Drupella cornus. Nilai kesamaan pada kedua lokasitersebut adalah sebesar 0,857 (85,71%) dan merupakan nilai kesamaantertinggi. Tingginya nilai ini, menunjukkan bahwa komunitas pada kedualokasi tersebut memiliki banyak kesamaan jenis dengan substrat dasarperairan yang relatif sama/mirip. Kelompok ketiga (C) terdiri dari lokasiKota Jawa, Rumah Tiga, Hative Besar, Halong dan Liliboi, dengan nilaikesamaan berkisar antara 57,14 – 72,73%. Selain kesamaan jenis, terjadinyapengelompokan pada kelima lokasi tersebut juga disebabkan oleh adanyadominasi dari Fungia spp. Banyak tidaknya jenis maupun jumlah individufauna megabentos yang terdistribusi pada semua lokasi pengamatan selaindipengaruhi oleh letak lokasi yang berdekatan, kesamaan substrat/habitat,289


CAPPENBERGketersediaan makan kondisi hidrologis juga dapat menjadi faktor penentutinggi rendahnya nilai kesamaan antar lokasi tersebut.Gambar 2. Dendogram kemiripan lokasi denganmenggunakan data kelimpahan megabentos.Figure 2. Dendogram of location similarity usingmegabenthos abundance.KESIMPULANBerdasarkan hasil pengamatan di delapan lokasi ditemukansebanyak delapan jenis fauna megabentos mewakili empat taxa (kelompok)yaitu kelompok karang sebanyak satu jenis, ekinodermata (tiga jenis),moluska (tiga jenis) dan krustasea (satu jenis). Fungia spp., (kelompokkarang) adalah jenis yang ditemukan tersebar hampir di semua lokasipengamatan, kecuali lokasi Hunuth, serta memiliki nilai kelimpahantertinggi (5,59 ind/m 2 ). Hasil analisa menunjukkan lokasi Eri memiliki nilaiindeks keanekaragaman dan kemerataan jenis tertinggi, masing-masing 0,94dan 0,86. Dari nilai indeks keanekaragaman jenis yang didapat selamapengamatan maka dapat dikatakan kondisi keragaman jenis di perairanTeluk Ambon tergolong rendah.290


<strong>KELIMPAHAN</strong> <strong>DAN</strong> <strong>KERAGAMAN</strong> <strong>MEGABENTOS</strong>PERSANTUNANPenulis mengucapkan terima kasih kepada semua rekan yang telahbanyak membantu selama di lapangan serta kepada Bapak DR. Ir. AugySyahailatua, M.Sc selaku Koordinator Penelitian Proyek Sensus Biota Lautdi Teluk Ambon tahun 2009 yang telah memberikan dukungan dalammenyelesaikan tulisan ini.DAFTAR PUSTAKAAbbott, R.T. & P. Dance. 1990. Compendium of seashell. Crawford HousePres, Australia. 411 pp.Adriman. 1995. Kualitas perairan pesisir Dumai ditinjau dari karakteristikfisika kimia dan struktur komunitas hewan bentos makro. Tesis.Program Pasca Sarjana. Institut Partanian Bogor. 139 hal.Anonimous. 2009. Laporan Akhir Sensus Biota Laut Teluk Ambon. Kegiatanprogram insentif bagi Peneliti dan Perekayasa. Pusat PenelitianOseanografi – LIPI. 57 hal.Arthur, M.R.H. 1972. Geographycal ecology pattern in the distributionspecies. Haper & Row. Publish. New York. 260 pp.Aswandi, I. & H.A.W. Cappenberg. 2008. Fauna megabentos di perairanterumbu karang Pulau Natuna, Propinsi Kepulauan Riau. Dalam: A.Aziz, Ruyitno, A. Syahailatua, M. Muchtar, Pramudji, Sulistijo & T.Susana (Eds). Sumberdaya Laut di Perairan Laut Cina Selatan danSekitarnya. Pusat Penelitian Oseanografi-LIPI, Jakarta: 89–98.Cappenberg, H.A.W., Djuwariah & J. Picasouw. 2008. Monitoring terumbukarang Pulau Pulau Hinako, Nias. Coral Reef Rehabilitation andManagement Program II – LIPI, Jakarta. 38 hal.Clark, A.M. & F.W.E. Rowe. 1971. Monograph of shallow-water Indo-westPasific Echinoderms. Trustees of The British Museum (Nat. Hist.),London. 238 pp.291


CAPPENBERGCox, C.B. & P.D. Moore. 2002. Biogeography: an ecological andevolutionary approach.6 th ed. Blackwell Science Ltd. 2. 98 pp.Dance, P. 1976. The collector’s encyclopedia of shell. Cartwell Book Inc.New Jersey. 288 pp.Giyanto & J. Souhoka. 2008. Monitoring terumbu karang Pulau Sitardas,Pulau Poncan, dan Pulau Mansalar, Tapanuli Tengah. Coral ReefRehabilitation and Management Program II – LIPI, Jakarta. 63 hal.Hartati, S.T. & Awwaluddin. 2007. Struktur komunitas makrozoobentos diperairan Teluk Jakarta. Perikanan Indonesia, 13 (2) : 105–124.Hermanto, B. 1987. Laju sedimentasi dan stratifikasi sedimen Teluk Ambonbagian dalam. Dalam: S. Soemodiharja, S. Birowo & K.Romimohtarto (eds.) Teluk Ambon I. Biologi, Perikanan,Oseanografi dan Geologi, Puslitbang Oseanologi-LIPI:125–132.Kastoro, W. & Mudjiono. 1989. Penelaahan tentang komunitas moluska diPerairan Teluk Tering, Pulau Batam (RIAU). Dalam: D.P. Praseno,W.S. Atmadja, O.H. Arinardi, Ruyitno dan I. Supangat (Eds).Penelitian Oseanologi Perairan Indonesia. Buku I. Biologi,Geologi, Lingkungan dan Oseanografi. Puslitbang Oseanologi-LIPI: 22–32.Manuputty, A. E. 2008. Profil terumbu karang dengan teknik ”Rapid ReefResource Inventory” di Pulau Karimunjawa, Jawa Tengah.Oseanologi dan Limnologi di Indonesia, 34 : 25 – 46.Margalef, R. 1957. La theoria de la informacia en ecologis. Mem. R.Acad.Sci. J. Arte., Bercelona (32): 373–449.Moyer, J.T.; W.K. Emerson & M. Ross. 1982. Massive destruction ofscleractinian corals by the muricid gastropod, Drupella, in Japan andthe Philippines. Nautilus, 96: 69–82.Nontji, A. 1987. Laut Nusantara. Penerbit Djambatan. Jakara. 114 hal.Nybakken, J.W. 1992. Biologi laut, suatu pendekatan ekologi. PT. GramediaPustaka Utama. Jakarta. 496 hal.Odum, E.P. 1971. Fundamental of ecology. Sounders College Publishing.USA: 174–200.292


<strong>KELIMPAHAN</strong> <strong>DAN</strong> <strong>KERAGAMAN</strong> <strong>MEGABENTOS</strong>Pielou, E.C. 1966. The measurement of diversity in different types ofbiological collection. Jour. Theor. Biol., (13): 131–144.Shannon, C.E. & W. Wiever. 1963. The mathematical theory ofcommunication. University Illinois Press. Urbane. 117 pp.Siringoringo, R.M. & A. Budiyanto. 2008. Monitoring terumbu karangTeluk Dalam dan Pulau Pulau Batu, Nias Selatan. Coral ReefRehabilitation and Management Program II – LIPI, Jakarta. 54 hal.Suharsono. 2002. Condition of coral reefs resources in Indonesia.GCMRMN workshop. Ministry of Environment Japan, Ishigaki :50–65.Sukarno, M. Hutomo, M. K. Moosa & P. Darsono. 1981. Terumbu karang diIndonesia. Sumberdaya, permasalahan dan pengelolaanya. ProyekPenelitian Potensi Sumberdaya Alam Indonesia. LembagaOseanologi Nasional, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia,Jakarta. 112 hal.Sutarna, I. N. 1987. Keanekaragaman dan kekayaan jenis karang batu (StonyCoral) di Teluk Ambon bagian luar, Pulau Ambon. Dalam: D.P.Praseno, W.S. Atmadja, O.H. Arinardi, Ruyitno & I. Supangat(Eds). Biologi, Perikanan, Oseanografi dan Geologi. BPPSDL –P3O LIPI Ambon : 1 – 9 hal.Sutarna, I. N. 1989. Kondisi karang di Teluk Ambon bagian dalam, PulauAmbon. Dalam : D.P. Praseno, W.S. Atmadja, O.H. Arinardi,Ruyitno & I. Supangat (Eds). Teluk Ambon II. Biologi, Perikanan,Oseanografi dan Geologi. BPPSDL – P3O LIPI Ambon : 18 – 22hal.User, G.F. 1984. Coral reef invertebrates in Indonesia their exploitation andconservation needs. Rep. IUCN/WWF Project 1688, BogorIV. 100pp.Warwick, R.M. & K.R. Clarke. 2001. Change in marine communities; anapproach to statistical analysis and interpretation. Plymouth,Natural Environmental Research Council : Bourne Press. 169 pp.Widyastuti, E. 2008. Fauna megabentos pada ekosistem terumbu karang diperairan Kepulauan Tambelan, Propinsi Kepulauan Riau. Dalam: A.Aziz, Ruyitno, A. Syahailatua, M. Muchtar, Pramudji, Sulistijo & T.293


CAPPENBERGSusana (eds). Sumberdaya Laut di Perairan Laut Cina Selatan danSekitarnya. Pusat Penelitian Oseanografi-LIPI, Jakarta: 79–88.Wilson, B. 1993. Australian marine shells. Odyssey Publishing 4 Saint IvesLoop Kallaroo Westren. Ausralia. Vol. I. 406 pp.Winardi & J. Souhoka. 2008. Monitoring terumbu karang Pulau Hibala,Nias Selatan. Coral Reef Rehabilitation and Management ProgramII – LIPI, Jakarta. 47 hal.294

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!