11.07.2015 Views

Download Report (Bahasa Indonesia, 2.8 MB, PDF)

Download Report (Bahasa Indonesia, 2.8 MB, PDF)

Download Report (Bahasa Indonesia, 2.8 MB, PDF)

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

88 KOTAKHIDUP DI PINGGIR SUNGAI DI JAKARTAKebanyakan penghuni kampung-kampung miskin di Jakarta hidupberdesakan dengan kondisi jauh dari sehat. Tidak jarang seluruh anggotakeluarga, ditambah sanak saudara, tinggal dalam satu kamar. Merekamenyewa bulanan dari keluarga yang keadaan ekonominya lebih baik.Sewanya murah, tetapi di rumah sewaan seperti itu nyaris tak ada privasi,juga tak ada dapur atau kamar mandi yang memadai. Mereka masak,memandikan bayi, dan "ngerumpi" dengan tetangga di depan pintu rumahatau di gang kampungnya.Rumah Mbok Inem terletak di ujung gang yang berliku-liku di salah satukampung miskin di Kelurahan Cipinang, Jatinegara, persis di pinggir SungaiCipinang, di atas lahan yang bukan diperuntukkan untuk pemukiman.Anak-anak: berikan merekapilihan yang lebih baikBeberapa tahun yang lalu keluarga Mbok Inem pindah ke kampung ini dalam keadaan putus asa setelahrumah beserta seluruh hartanya habis dilalap si jago merah.Rumah Mbok Inem yang berbilik dua dibangun dari bahanbangunan bekas, sisa-sisa kayu, bilik bambu, dan besirongsokan, sementara lantainya dari tanah. Beberapameter dari pintu rumah mereka ada MCK umum yangbaru dibangun, lengkap dengan keterangan biaya yangditulis besar. Di belakang rumahnya mengalir SungaiCipinang yang dipenuhi sampah, airnya hitam keruh, danberbau busuk menyengat. Juga di tepi kali itu ada sederet‘MCK’ dari bilik bambu. Belakang rumah Mbok Inem penuhgunungan sampah penduduk yang membusuk. SungaiCipinang selalu banjir, kadang-kadang 3 atau 4 kalisetahun. Biasanya datangnya mendadak, menerjang kedalam rumah, airnya mencapai ketinggian satu meter,bau dan sarat dengan sampah.“Tahun ini kami masihuntung karena hanya kena banjir sekali,” kata Mbok Inemdengan wajah pasrah, sambil menunjuk ke bekas batasbanjir di dinding rumahnya.Kemiskinan dan lingkungan yang menekan tampak jelasdalam kehidupan keluarga Mbok Inem, namunInikah "Home sweet home?"kelihatannya mereka santai saja. Mereka sudah punyabeberapa perabot rumah tangga, TV bekas, dan satumesin jahit tua. Mereka juga memelihara ayam di belakang rumah, danbeberapa cucunya sekolah di SD setempat. Makanan seadanya tersedia dimeja. Tetapi tampaknya di rumah itu tidak ada kepala keluarga laki-laki yangmencari nafkah - suami Mbok Inem meninggal beberapa tahun yang lalu,menantu laki-lakinya pengangguran, hanya mendapat penghasilan kecil darikomisi menjual barang di perempatan jalan di Jakarta yang padat lalu lintas.Bagaimana mereka dapat bertahan hidup? Ternyata Mbok Inem dan anakperempuannya sangat kreatif dalam mencari nafkah. Setiap hari merekamenghabiskan banyak waktu mengumpulkan pakaian bekas daritetangganya di Jatinegara yang keadaannya lebih mampu. Di atas lantaitanah terlihat tumpukan pakaian bekas. Pakaian bekas itu kemudian dipilih,dicuci, dan diperbaiki supaya bisa dijual lagi dengan harga murah. Misalnyapakaian anak-anak bisa laku Rp500 per potong. Masa depan mereka masihsuram, tetapi keluarga ini tidak melepaskan harapan mereka.Fasilitas MCK:bisa jadi sumber penghasilan

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!