12.07.2015 Views

Jurnal Fisika dan Terapannya vol.1, no.1, Januari 2013

Jurnal Fisika dan Terapannya vol.1, no.1, Januari 2013

Jurnal Fisika dan Terapannya vol.1, no.1, Januari 2013

SHOW MORE
SHOW LESS
  • No tags were found...

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

JURNAL FISIKA DAN TERAPANNYAVOLUME 1, NOMOR 1, JANUARI <strong>2013</strong>Penanggung JawabProf.,Drs., Win Darmanto, M.Si,Ph.D.Fakultas Sains <strong>dan</strong> TeknologiUniversitas Airlangga, IndonesiaDewan Redaksi (Editorial Board):Ketua : Drs. Siswanto, M.Si.Wakil Ketua: Dr. Retna Apsari, M.Si.Anggota : Dr. Suryani Dyah Astuti, M.Si.Mohammad Faried, ST.


Langkah awal adalah melakukan karakterisasi sensor pergeseran untukmengetahui karakteristik pergeseran kanal sensing fiber coupler terhadap cermindatar. Set-up karakterisasi fiber coupler sebagai sensor pergeseran ditunjukkan padaGambar 1.Gambar 1. Set-up eksperimen karakterisasi fiber coupler sebagai sensor pergeseran.Langkah selanjutnya adalah melakukan deteksi kadar glukosa dalam air destilasi denganmembuat set- up seperti pada Gambar 2.Gambar 2. Set-up eksperimen pengukuran kadar glukosa dalam air destilasimenggunakan Metode I.Pendeteksian dimulai saat fiber coupler berhimpit dengan cermin, yakni padapergeseran z=0. Fiber coupler yang ditempatkan pada mikrometer posisi digeser tiap 50µm. Pada tiap posisi pergeseran, tegangan keluaran detektor diukur sehingga diperolehdata berupa tegangan luaran detektor sebagai fungsi pergeseran fiber coupler.Pendeteksian dilakukan terhadap beberapa variasi konsentrasi larutan glukosa,antara lain 0, 5, 10,15, 20 <strong>dan</strong> 25 %.<strong>Jurnal</strong> <strong>Fisika</strong> <strong>dan</strong> <strong>Terapannya</strong> | Vol.1, No.1, <strong>Januari</strong> <strong>2013</strong> 3


Crisp, John <strong>dan</strong> Elliot, Barry, 2008, Serat Optik: Sebuah Pengantar, Erlangga, Jakarta.Fraden, Jacob, 2004, Handbook of modern sensors : physics, designs, and applications,Sringer- Verlag Inc., New York.Guenther, Robert D., 1990, Modern Optics, John Wiley and Sons, USA.Krohn , DA, 2000, Fiber Optik Sensor, Fundamental and Application, Third Edition,ISA, USA.Pramono, Yono Hadi, Ali Yunus Rohedi <strong>dan</strong> Samian, 2008, Aplikasi Directional CouplerSerat Optik sebagai Sensor Pergeseran, <strong>Jurnal</strong> <strong>Fisika</strong> <strong>dan</strong> Aplikasinya, Vol. 4,No. 2.Rahman, H. A., S. W. Harun, M. Yasin, H. Ahmad, 2011, Non-Contact Refractive IndexMeasurement Based on Fiber Optic Beam- Through Technique, Optoelectronicsand Advanced Materials – Rapid Communications, Vol. 5, No. 10, page: 1035 -1038.Rahman, H. A., S. W. Harun, M. Yasin, H. Ahmad, 2012, Fiber Optic Salinity SensorUsing Beam- Through Technique, Optik.Samian, Gatut Yudoyono, 2010, Aplikasi Multimode Fiber Coupler sebagai SensorTemperatur, <strong>Jurnal</strong> <strong>Fisika</strong> <strong>dan</strong> Aplikasinya, Vol. 6, No. 1.Samian <strong>dan</strong> Supadi, 2011, Sensor Ketinggian Air Menggunakan Multimode FiberCoupler, <strong>Fisika</strong> <strong>dan</strong> Aplikasinya, Vol. 7, No.2, hal. 110203-1 - 110203-4.Samian, Yono Hadi Pramono, Ali Yunus Rohedi, Febdian Rusydi <strong>dan</strong> A. H. Zai<strong>dan</strong>,2009, Theoretical and Experimental Study of Fiber- Optic DisplacementSensor Using Multimode Fiber Coupler, Journal of Optoelectronics andBiomedical Materials, Vol. 1, Issue 3 (page: 303-308).Sholikhan, Muhammad, 2009, Pemanfaatan Directional Coupler Serat Optik dalamPenentuan Koefisien Ekspansi Termal Logam Aluminium, Skripsi S-1,Universitas Airlangga, Surabaya.Yasin M., Harun S. W., Yang H. Z. <strong>dan</strong> Ahmad H., 2010, Fiber Optic DisplacementSensor for Measurement of Glucose Concentration in Distilled Water,Optoelectronics and Advanced Materials – Rapid Communications, Vol. 4, No. 8(page: 1063-1065).Yasin M., S. W. Harun, Pujiyanto, Z. A. Ghani, and H. Ahmad, 2010, PerformanceComparison between Plastic-Based Fiber Bundle and Multimode Fused Coupleras Probes in Displacement Sensors, Laser Physics, Vol. 20, No. 10 (page: 1890-1893).<strong>Jurnal</strong> <strong>Fisika</strong> <strong>dan</strong> <strong>Terapannya</strong> | Vol.1, No.1, <strong>Januari</strong> <strong>2013</strong> 7


Sintesis <strong>dan</strong> Karakterisasi Bioselulosa–Kitosan DenganPenambahan Gliserol Sebagai PlasticizerRiesca Ayu Kusuma Wardhani, Djony Izak Rudyardjo, Adri SupardiProgram Studi <strong>Fisika</strong> Fakultas Sains <strong>dan</strong> Teknologi Universitas AirlanggaEmail : riesca.wardhani@gmail.comABSTRAKTelah dilakukan penelitian sintesis <strong>dan</strong> karakterisasi bioselulosa-kitosan denganpenambahan gliserol sebagai plasticizer. Penambahan gliserol sebagai plasticizer berfungsi untukmemperlemah kekakuan supaya bioselulosa kitosan terhindar dari keretakan <strong>dan</strong> bersifat lebihfleksibel. Sukrosa yang ditambahkan merupakan sumber glukosa, se<strong>dan</strong>gkan urea yangditambahkan merupakan sumber karbon. Penambahan kitosan berfungsi untuk memperaktif darikinerja bioselulosa serta memperbaiki struktur permukaan. Hasil uji sifat mekanik (Tensilestrength <strong>dan</strong> Elongation at break) pada bioselulosa-kitosan yang berbahan dasar bioselulosa <strong>dan</strong>kitosan dengan variasi penambahan gliserol 1 ml – 4 ml menunjukkan bahwa bioselulosakitosan-gliserolmemiliki karakteristik yang memenuhi standar sifat mekanik kulit manusia.Bioselulosa-kitosan-gliserol terbaik ditunjukkan dengan penambahan komposisi gliserol sebesar2 ml yang memiliki nilai ketebalan sebesar 126,6 ±6,7 µ m, kuat tarik sebesar 27,62 ± 11 MPa, elongasi sebesar 37,08 ± 0,99 %, strukturpermukaannya yang rata, tidak terdapat gelembung, bersifat non toksik serta memiliki nilaiketahanan terhadap air sebesar 55,3 ± 0,6 %. Penelitian tersebut menunjukkan penambahankomposisi gliserol yang paling efektif adalah 2 ml gliserol dalam 100 ml media nira siwalan.Kata kunci : bioselulosa, kitosan, gliserol, plasticizer.8 <strong>Jurnal</strong> <strong>Fisika</strong> <strong>dan</strong> <strong>Terapannya</strong> |Vol.1, No.1, <strong>Januari</strong> <strong>2013</strong>


Gambar 1. Spektrum kitosanDari spektrum IR di atas terlihat tajam yang khas pada gugus karboksilamida pada daerah 1653,48 cm -1 . Selain itu juga terdapat puncak pita serapan gugushidroksil (-O-H) pada daerah 3445,98 cm -1 . Perhitungan derajat deasetilasimenggunakan spektra IR ditentukan dengan absorbansi dari gugus amida <strong>dan</strong>OH.Dari hasil penelitian berdasarkan analisis spektra IR dengan menggunakan metodabase-line, maka didapatkan nilai perhitungan untuk derajar deasetilasi dari kitosandari cangkang sebesar 82,272%. Standar nilai untuk derajat deasetilasi kitosan adalahDD>70%. Derajat deasetilasi menentukan banyaknya gugus asetil yang telah dihilangkanselama proses transformasi dari kitin menjadi kitosan. Semakin besar derajat deasetilasi,maka kitosan akan semakin aktif karena semakin banyak gugus amina yangmenggantikan gugus asetil, dimana gugus amina lebih reaktif bila dibandingkan dengangugus asetil karena a<strong>dan</strong>ya pasangan elektron bebas pada atom nitrogen dalam strukturkitosan.b. Pembuatan BioselulosaSelama fermentasi, kitosan yang ditambahkan ke dalam media akan membentukbioselulosa- kitosan dimana terjadi interaksi antara bioselulosa dengan kitosan. GugusNH2 dari kitosan melalui ikatan hidrogen <strong>dan</strong> dipol-dipol berinteraksi dengan gugus –OH pada molekul bioselulosa-kitosan. Pada proses pembuatan bioselulosa-kitosan12 <strong>Jurnal</strong> <strong>Fisika</strong> <strong>dan</strong> <strong>Terapannya</strong> |Vol.1, No.1, <strong>Januari</strong> <strong>2013</strong>


dilakukan variasi komposisi 1 ml, 2 ml, 3 ml, 4 ml gliserol 25%. Selama fermentasi,penambahan gliserol ini juga mengakibatkan terjadi interaksi antara gliserol denganbioselulosa-kitosan melalui ikatan hidrogen <strong>dan</strong> ikatan dipol-dipol. Interaksi ini secarahipotesis digambarkan pada gambar di bawah ini.Gambar 2. Interaksi bioselulosa-kitosan dengan gliserolc. Karakterisitik Bioselulosa-Kitosan-Gliserol Hasil Pengukuran Tebal Bioselulosa- Kitosan-GliserolTabel 1. Data pengukuran tebal bioselulosa-kitosan- gliserolKomposisi KetebalanGliserol (ml) Bioselulosa-KitosanGliserol ( µm)1 127,7 5,42 126,6 6,73 127,2 5,84 121,3 1,3<strong>Jurnal</strong> <strong>Fisika</strong> <strong>dan</strong> <strong>Terapannya</strong> | Vol.1, No.1, <strong>Januari</strong> <strong>2013</strong> 13


Gambar 3. Pengaruh variasi komposisi gliserol terhadap ketebalan rata-rata bioselulosakitosan-gliserolPada bioselulosa-kitosan gliserol dengan variasi penambahan gliserol 1 ml, 2 ml, 3ml, <strong>dan</strong> 4 ml memberikan nilai ketebalan 127,7; 126,6; 127,2; <strong>dan</strong> 121,3 m.Hal diatas dapat dijelaskan bahwa nata pada dasarnya dapat dihasilkan dari cairanfermentasi yang mengandung gula sebagai sumber karbon, dimana gula ini disintesisoleh bakteri Acetobacter Xylinum menjadi nata. Dengan penambahan gliserol makasemakin banyak komposisi gliserol yang ditambahkan larutan akan semakin kentalatau pekat. Media yang pekat akan menyebabkan terjadinya gangguan metabolismebakteri, akibatnya kerja bakteri tidak optimal <strong>dan</strong> kegiatan dari bakteri AcetobacterXylinum dalam proses pembentukan bioselulosa-kitosan akan terhambat (Arviyanti &Yulimartani, 2008). Massa kitosan juga menyebabkan penghambatan kegiatan daribakteri Acetobacter Xylinum dalam proses isomerisasi dari bioselulosa karena a<strong>dan</strong>yareaksi pengikatan dari kitosan yang bereaksi dengan bioselulosa (Setiawan, 2011).Gliserol memiliki sifat hidrofilik yaitu mampu mengikat air, sehingga kandungan airdalam bahan meningkat <strong>dan</strong> kadar air yang dihasilkan menjadi tinggi. Menurut Dewi(2009) nilai kadar air yang tinggi disebabkan oleh kepekatan medium fermentasi yangada sehingga pembentukan selulosa oleh bakteri terjadi secara lambat yang padaakhirnya menghasilkan nata dengan susunan selulosa yang lebih longgar karena banyakair yang terperangkap di dalamnya.Berdasarkan penelitian ini ketebalan bioselulosa-kitosan gliserol menurun seiringdengan peningkatan penambahan komposisi gliserol. Pengukuran ketebalan bioselulosakitosangliserol dapat digunakan sebagai indikator keseragaman <strong>dan</strong> kontrol kualitasbioselulosa-kitosan gliserol yaitu yang mempunyai ketebalan yang tipis tetapi tidakmudah sobek.14 <strong>Jurnal</strong> <strong>Fisika</strong> <strong>dan</strong> <strong>Terapannya</strong> |Vol.1, No.1, <strong>Januari</strong> <strong>2013</strong>


Hasil Uji Tarik <strong>dan</strong> Elongasi Bioselulosa- Kitosan-GliserolTabel 2. Data pengukuran kuat tarik <strong>dan</strong> elongasi bioselulosa- kitosan-gliserolKomposis (Mpa) (%)i gliserol 1 31,05 ± 12 34,58 ± 0,98(ml) 2 27,62 ± 11 37,08 ± 0,993 30,94 ± 12 35,25 ± 0,964 29,92 ± 12 35,80 ± 0,97Gambar 4. Pengaruh variasi komposisi gliserol terhadap elongasi bioselulosakitosanGambar 5. Pengaruh variasi komposisi gliserol terhadap kuat tarikbioselulosa-kitosan-gliserolPeningkatan elongasi bioselulosa-kitosan gliserol terjadi karena molekul pemlastisyaitu gliserol mempunyai gaya interaksi yang cukup kuat dengan polimer dalambioselulosa-kitosan gliserol sehingga molekul pemlastis berdifusi kedalam rantai<strong>Jurnal</strong> <strong>Fisika</strong> <strong>dan</strong> <strong>Terapannya</strong> | Vol.1, No.1, <strong>Januari</strong> <strong>2013</strong> 15


polimer. Dalam hal ini molekul pemlastis akan berada diantara rantai polimer (antarapolimer bioselulosa <strong>dan</strong> kitosan) <strong>dan</strong> mempengaruhi mobilitas rantai yang dapatmeningkatkan plastisasi sampai batas kompatibilitas (sifat yang menguntungan ketikaterjadi pencampuran polimer) rantai. Plastisasi adalah proses penambahan suatu zat cairatau padat agar meningkatkan sifat plastisitas suatu bahan, se<strong>dan</strong>gkan zat yangditambahkan disebut plasticizer atau pemlastis. Jika jumlah pemlastis melebihi batas ini,maka akan terjadi plastisasi berlebihan sehingga plastisasi tidak efisien lagi (Kurnia,2010). Penambahan plasticizer gliserol lebih dari 2 ml menunjukkan hasil elongasicenderung menurun. Hal ini terjadi karena penambahan gliserol telah melewati batassehingga molekul pemlastis yang berlebih berada pada fase tersendiri di luar fasebioselulosa <strong>dan</strong> kitosan. Keadaan tersebut menyebabkan penurunan gaya intermolekulantar rantai menurun. Dari analisa tersebut dapat diketahui bahwa penambahangliserol yang paling efektif untuk meningkatkan elongasi adalah tidak lebih dari 2 ml.Pada penambahan gliserol 2 ml terlihat bahwa nilai kuat tariknya sebesar 27,62MPa lebih kecil dibandingkan dengan penambahan gliserol 1 ml, 3 ml, <strong>dan</strong> 4 ml. Halini disebabkan karena pada penambahan gliserol 2 ml sampel berada pada bataskompatibilitas. Selain itu hal tersebut terjadi karena sifat gliserol sebagai plasticizeradalah menurunkan kekakuan supaya lebih fleksibel sehingga kekuatan bioselulosakitosangliserol juga menurun.Tabel 3. Perbandingan standar karakteristik sifat mekanik kulit manusiaBioselulosa-kitosan gliserol dapat digunakan sebagai material medis jikamemenuhi standar sifat mekanik tertentu. Berdasarkan pada tabel 3 pada penelitianVogel (1987) material medis yang dihasilkan yaitu dengan nilai kuat tarik antara 5MPa – 32 MPa, se<strong>dan</strong>gkan elongasi antara 30 % -115 %. Hasil uji sifat mebataskanik (Tensile strength <strong>dan</strong> Elongation at break)pada bioselulosa- kitosan yang berbahan dasar bioselulosa <strong>dan</strong> kitosan dengan16 <strong>Jurnal</strong> <strong>Fisika</strong> <strong>dan</strong> <strong>Terapannya</strong> |Vol.1, No.1, <strong>Januari</strong> <strong>2013</strong>


variasi penambahan gliserol 1 ml – 4 ml pada tabel II menunjukkan sifat mekanikyang baik. Hal tersebut terbukti karena bioselulosa- kitosan gliserol yang dihasilkanmemenuhi standar sifat mekanik yang ada pada kulit manusia. Hasil Uji Morfologi Bioselulosa-Kitosan- GliserolGambar 6. Hasil uji mikroskop optik permukaan atas bioselulosa-kitosan denganvariasi komposisi gliserol (a) 1 ml, (b) 2 ml, (c) 3 ml, (d) 4 ml.Berdasarkan gambar di atas dapat diketahui bahwa pada penampang atasbioselulosa-kitosan gliserol yang terdiri dari campuran bioselulosa <strong>dan</strong> kitosan denganpenambahan variasi komposisi gliserol 1 ml sampai 4 ml menunjukkan strukturpermukaan yang tidak terlihat a<strong>dan</strong>ya sedikit gelembung <strong>dan</strong> tidak berongga.Bioselulosa-kitosan gliserol dengan penambahan gliserol 2 ml menunjukkan strukturpermukaan yang halus, rata, <strong>dan</strong> tidak a<strong>dan</strong>ya kerutan bila dibandingkan denganpenambahan gliserol 1 ml, 3 ml, <strong>dan</strong> 4 ml.<strong>Jurnal</strong> <strong>Fisika</strong> <strong>dan</strong> <strong>Terapannya</strong> | Vol.1, No.1, <strong>Januari</strong> <strong>2013</strong> 17


Pada pembahasan sebelumnya telah dijelaskan bahwa plasticizer bekerja dengancara melekatkan dirinya sendiri di antara rantai-rantai polimer. Terjadi hal lain ketikapenambahan gliserol 1 ml, 3 ml, <strong>dan</strong> 4 ml yang menunjukkan pada penampang atasbioselulosa-kitosan gliserol terdapat gliserol yang kurang merata yang ditunjukkandengan a<strong>dan</strong>ya kerutan-kerutan, padahal seharusnya gliserol berada di antarabioselulosa <strong>dan</strong> kitosan. Hal ini terjadi karena penambahan gliserol telah melewatibatas sehingga molekul pemlastis yang berlebih berada pada fase tersendiri di luar fasepati <strong>dan</strong> kitosan sehingga mengakibatkan gliserol pada bioselulosa-kitosan gliserolsemakin terlihat kurang merata. Hasil Uji Spektroskopi Bioselulosa-Kitosan- GliserolGambar 7. Spektrum IR Bioselulosa-Kitosan dengan Gliserol 1 mlGambar 8. Spektrum IR Bioselulosa-Kitosan dengan Gliserol 2 ml18 <strong>Jurnal</strong> <strong>Fisika</strong> <strong>dan</strong> <strong>Terapannya</strong> |Vol.1, No.1, <strong>Januari</strong> <strong>2013</strong>


Gambar 9. Spektrum IR Bioselulosa-Kitosan dengan Gliserol 3 mlGambar 10. Spektrum IR Bioselulosa-Kitosan dengan Gliserol 4 mlAnalisis spektroskopi IR yang di dapat dari berbagai variasi komposisi gliseroldapat dilihat a<strong>dan</strong>ya interaksi antara bioselulosa-kitosan dengan gliserol. Hal ini terbuktia<strong>dan</strong>ya perubahan serapan yang terjadi pada numberwave 3500 cm -1 sampai 1580cm -1 dengan serapan yang berbeda-beda. Dari gambar diatas, dapat dilihat a<strong>dan</strong>yaserapan terletak pada bilangan gelombang 3500 cm -1 , walaupun serapan itu kecil. Padagambar menunjukkan bahwa bioselulosa-kitosan gliserol memiliki banyak gugus OH.Pada bilangan gelombang 1730 cm -1 - 1580 cm -1 terdapat gugus fungsiNH2, hal ini menunjukkan a<strong>dan</strong>ya interaksi antara bioselulosa gliserol bertujuanuntuk mengetahui gugus fungsi yang terbentuk akibat dari pencampuran antarabioselulosa-kitosan dengan gliserol. Namun jika dilihat dari panjang gelombang yang<strong>Jurnal</strong> <strong>Fisika</strong> <strong>dan</strong> <strong>Terapannya</strong> | Vol.1, No.1, <strong>Januari</strong> <strong>2013</strong> 19


terbaca belum ada gugus fungsi baru yang terbentuk. Hal tersebut berarti bioselulosakitosangliserol yang dihasilkan merupakan proses blending secara fisika karena tidakditemukannya gugus fungsi baru sehingga film memiliki sifat seperti komponenkomponenpenyusunnya. Hasil Uji Ketahanan Terhadap Air Bioselulosa-Kitosan-GliserolTabel 4. Data pengukuran ketahanan terhadap air bioselulosa- kitosan-gliserolVariasigliserolMassaawalMassaakhirPenyerapan(%)(ml) (gram) (gram) 53,2 ± 0,612 0,0427 0,0438 0,0654 0,0680 55,3 ± 0,63 0,0437 0,0720 64,8 ± 0,670,7 ± 0,84 0,0348 0,0594Gambar 11. Pengaruh variasi komposisi gliserol terhadap % air yang diserapbioselulosa-kitosan-gliserolDari data gambar di atas dapat dilihat bahwa semakin banyak penambahankomposisi gliserol semakin besar penyerapan yang terjadi. Hal ini disebabkan karenagliserol merupakan plasticizer yang bersifat hidrofilik sehingga mempunyai kemampuanmengikat air. Peningkatan konsentrasi gliserol mengakibatkan air yang tertahan dalammatriks bioselulosa-kitosan gliserol semakin meningkat.Menurut Ciechanska (2004) bioselulosa menunjukkan kandungan air yang tinggi(98– 99%) <strong>dan</strong> daya serap cairan yang baik. Karena sifat bioselulosa memiliki daya serapyang baik terhadap cairan <strong>dan</strong> keberadaan gugus-gugus hidrofilik dalam matriks20 <strong>Jurnal</strong> <strong>Fisika</strong> <strong>dan</strong> <strong>Terapannya</strong> |Vol.1, No.1, <strong>Januari</strong> <strong>2013</strong>


ioselulosa-kitosan gliserol menyebabkan air terikat, film jadi mudahmengembang <strong>dan</strong> banyak menyerap air sehingga penyerapan air pada bioselulosa-kitosangliserol akan cenderung tinggi. Hal ini sesuai sifat yang dapat bekerja efisien <strong>dan</strong>kompatibel. Hal tersebut didukung dengan hasil uji morfologi yang menunjukkan bahwasemakin banyak penambahan gliserol pada komposisi lebih dari 2 ml maka semakinbanyak gliserol yang tidak merata berada di atas bioselulosa <strong>dan</strong> kitosan karena tidakberada diantara bioselulosa <strong>dan</strong> kitosan sehingga memudahkan bioselulosa-kitosangliserol untuk menyerap air.KESIMPULANDari hasil pengujian, pengamatan, serta hasil <strong>dan</strong> pembahasan yang telahdilakukan dalam penelitian ini, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :1. Penambahan gliserol mempengaruhi karakteritik sifat mekanik <strong>dan</strong> sifat fisisbioselulosa-kitosan- gliserol, dimana struktur penampangnya semakin halus,tipis, <strong>dan</strong> fleksibel. Selain itu penambahan gliserol membuat kekuatanbioselulosa-kitosan-gliserol cenderung menurun, elongasinya cenderung naik<strong>dan</strong> ketahanan terhadap air semakin menurun.2. Komposit bioselulosa-kitosan-gliserol dapat dimanfaatkan sebagai salahsatu keperluan pengobatan dalam bi<strong>dan</strong>g medis karena memenuhi standar sifatmekanik tertentu. Karakteristik bioselulosa-kitosan-gliserol yang terbaikdiberikan pada penambahan gliserol 2 ml, dimana nilai ketebalannyaadalah 126,6 ± 6,7 µ m, kuat tarik sebesar 28 ± 11 MPa, elongasinyasebesar 37,08 ± 0,99 %, air yang diserap 55,3 ± 0,6 %, strukturpermukaannya halus, rata, tidak a<strong>dan</strong>ya kerutan <strong>dan</strong> tidak terdapat gelembung.DAFTAR PUSTAKAAnnaidh, A.N, et al, 2011, Characterization of TheAnisotropic Mechanichal Properties of Excised Human Skin, Journal of TheMechanical Behavior of Biomedical Materials, University College Dublind,Ireland: Elsevier Science Ltd.Arviyanti, E., & Yulimartani, N., 2008, Pengaruh Penambahan Air Limbah TapiokaPada Proses Pembuatan Nata, Program Studi Teknik Kimia FT, UNDIP,Semarang.<strong>Jurnal</strong> <strong>Fisika</strong> <strong>dan</strong> <strong>Terapannya</strong> | Vol.1, No.1, <strong>Januari</strong> <strong>2013</strong> 21


Bergenia H.A., 1982, Reserve osmosis of coconut water through cellulose acetatmembrane, Proceedings of the second ASEAN workshop MembraneTechnology.Ciechanska, D., 2004, Multifunctional Bacterial Cellulose/Chitosan CompositeMaterials for Medical Application, Fiber & Textiles in Eastern Europe volume12 No.4(48):p. 69- 72, Institute of Chemical Fiber, Poland.Dewi, Saraswati, 2009, Pengaruh Jenis Gula<strong>dan</strong> Milko Ditinjau dari Serat Kasar, Rendemen <strong>dan</strong> Kadar air, Skripsi, ProgramStudi Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan, UNIBRAW, Malang.Goosen, M.FA, 1997, application of Chitin and Chitosan,Technology Publishing Co.Inc, Lancaster.Kurnia, W.A., 2010, Sintesis <strong>dan</strong> Karakterisasi Edible Film Komposit dari Bahan DasarKitosan, Pati <strong>dan</strong> Asam Laurat, Skripsi, Program Studi <strong>Fisika</strong> Fakultas Sains<strong>dan</strong> Teknologi, UNAIR, Surabaya.Phillips, G.O. and Williams, P.A., 2000, Handbook of Hydrocolloid, WoodheadPublishing Limited, Cambridge.Setiawan, Agus, 2011, Sintesis <strong>dan</strong> Karakterisasi Bioselulosa-Kitosan SertaPemanfaatannya Dalam Bi<strong>dan</strong>g Medis, Skripsi, Program Studi <strong>Fisika</strong>Fakultas Sains <strong>dan</strong> Teknologi, UNAIR, Surabaya.22 <strong>Jurnal</strong> <strong>Fisika</strong> <strong>dan</strong> <strong>Terapannya</strong> |Vol.1, No.1, <strong>Januari</strong> <strong>2013</strong>


PENGARUH VARIASI WAKTU MILLING TERHADAP SIFATFISIS SENG FOSFAT DAN NANO ZINC OXIDEDessy Mayasari, Drs. Siswanto, M.Si, Dyah Hikmawati, S.Si, M.SiDepartemen <strong>Fisika</strong>, Fakultas Sains <strong>dan</strong> Teknologi, Universitas AirlanggaABSTRAKTelah dilakukan penelitian tentang variasi waktu milling terhadap semen gigi seng fosfat<strong>dan</strong> nanopartikel ZnO, dengan variasi waktu milling 0, 5, 10, 15 <strong>dan</strong> 25 menit. Semua sampel diujidengan menggunakan XRD (X-ray Diffraction), kekerasan (Vickers) <strong>dan</strong> kekuatan tekan(Autograph). Hasil uji XRD menunjukkan fraksi volume hopiete ( Zn 3 (PO 4 ) + 4H 2 O) meningkatseiring bertambahnya waktu milling 25 menit <strong>dan</strong> fraksi volume ZnO menurun seiringbertambahnya waktu milling dengan nilai terendah sebesar 43,54% pada waktu milling 25 menit.Hal ini terjadi karena nano ZnO bereaksi dengan semen seng fosfat membentuk hopiete. Hasil ujikekerasan didapatkan nilai tertinggi sebesar 148,0 Mpa <strong>dan</strong> nilai tertinggi uji kekuatan tekansebesar 401,8 Mpa meningkat seiring bertambahnya waktu milling 25 menit. Hal ini menunjukkanpertambahan kandungan hopiete meningkatkan nilai kekerasan <strong>dan</strong> kekuatan tekan. Nilai ini cukupbaik sebagai bahan penambal gigi, karena kekuatan tekan enamel gigi sekitar 250 – 550 Mpa.Kata kunci : waktu milling , semen seng fosfat, nanopartikel Zinc oxide<strong>Jurnal</strong> <strong>Fisika</strong> <strong>dan</strong> <strong>Terapannya</strong> | Vol.1, No.1, <strong>Januari</strong> <strong>2013</strong> 23


PENDAHULUANSemen gigi merupakan bahan penambal gigi pada mahkota gigi yang hilang.Bahan tersebut berisi partikel dari keramik berbahan dasar seng oksida <strong>dan</strong> magnesiumoksida. Bubuk semen gigi dicampur dengan cairan yang berisi asam fosfat <strong>dan</strong> air. Semengigi yang digunakan sebagai bahan tambal mempunyai kekuatan yang rendahdibandingkan resin komposit <strong>dan</strong> amalgam, tetapi dapat digunakan untuk daerah yangmendapat sedikit tekanan. Terlepas dari kekuatannya yang rendah, semen ini memilikisifat khusus yang diinginkan yaitu sebagai alas penahan panas dibawah tambalan logamserta pelindung saraf <strong>dan</strong> pembuluh darah pada ruang pulpa sehingga digunakan padahampir 60% restorasi. (Anusavice, 2003).Semen gigi yang digunakan pada penelitian ini adalah semen seng fosfat (zincphosphate cement) yang merupakan bahan semen tertua sehingga mempunyai catatanterpanjang <strong>dan</strong> tolok ukur bagi sistem-sistem yang baru (Anusavice, 2003). Seng fosfatmemiliki sifat daya larut yang relatif rendah di dalam air <strong>dan</strong> keasamanan semen yangcukup tinggi, sehingga diperlukan tambahan partikel yang dalam penelitian ini berupananopartikel ZnO. Penambahan nanopartikel ZnO memungkinkan terbentuknya hopeiteZn 3 (PO 4 ) 2 +4H 2 O yang lebih banyak sehingga sifat mekaniknya meningkat <strong>dan</strong>menambah kekuatan semen sesuai dengan teori Holepack, sehingga diharapkan dapatmeningkatkan kekuatan tekan yang lebih baik. Nilai kekuatan tekan yang diperoleh daripenelitian tersebut 9,917 MPa, ini jauh dari penelitian yang telah ada (Erick, 2011). Olehkarena itu diperlukan proses pencampuran dengan menggunakan HEM, sehinggadiharapkan memiliki nilai yang sama. HEM membantu homogenisasi karena ukuranpartikel yang semakin kecil dengan waktu pencampuran <strong>dan</strong> perubahan suhu yangdiakibatkan tumbukan antar partikel.Ukuran partikel dari semen seng fosfat maupun ZnO yang dibuat berukuran kecil(nano) akan mempermudah proses pencampuran. Kedua partikel tersebut jikadicampurkan akan menghasilkan campuran yang lebih keras <strong>dan</strong> memiliki daya tekanyang lebih besar. Semakin kecil ukuran suatu partikel maka semakin cepat prosespencampuran. Hasil sintesis dikarakterisasi dengan melakukan uji XRD (X-RayDiffraction) untuk mengetahui fasa yang terbentuk, uji kekerasan <strong>dan</strong> uji kekuatan tekan.24 <strong>Jurnal</strong> <strong>Fisika</strong> <strong>dan</strong> <strong>Terapannya</strong> |Vol.1, No.1, <strong>Januari</strong> <strong>2013</strong>


METODE PENELITIANAlatPeralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pipette, cetakan sampel dariteflon, kaca, stainless steel spatula, neraca analitik, Vickers Hardness, CompressiveStrength, High Energy Milling <strong>dan</strong> X-ray Diffraction.BahanBahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Semen seng fosfatdalam bentuk serbuk, Nanopartikel Zinc Oxide serbuk (ZnO powder) <strong>dan</strong> Cairan semenseng fosfat.Cara KerjaPersiapan bahan yang harus dilakukan sebelum melakukan penelitian adalahmenyediakan serbuk semen seng fosfat murni <strong>dan</strong> cairan semen seng fosfat serta zincoxide serbuk yang berukuran nano.Komposisi bahan yang dipilih berupa semen seng fosfat <strong>dan</strong> nano ZnO dalambentuk serbuk dengan perbandingan kadar semen seng fosfat (8,5) <strong>dan</strong> nano ZnO (1,5)serta cairan semen seng fosfat (Erick, 2011). Sebelum di beri cairan seng fosfat, terlebihdahulu semen seng fosfat di campur dengan ZnO yang berukuran nano dengan berat totalkedua sampel 15 gram. Perbandingan kedua sampel tersebut sebesar 85% semen sengfosfat <strong>dan</strong> 15% ZnO yang akan menghasilkan nilai massa masing-masing sampel sebesar12,75 gram semen seng fosfat <strong>dan</strong> 2,25 gram ZnO. Selanjutnya dilakukan pencampurandengan menggunakan HEM dengan variasi waktu milling 0, 5, 10, 15 <strong>dan</strong> 25 menit.Hasil dari pencampuran semen seng fosfat <strong>dan</strong> nano ZnO, akan dicampur dengancairan semen seng fosfat beberapa mililiter <strong>dan</strong> diaduk secara merata denganmenggunakan spatula semen yang diletakkan di atas kaca slab. Setelah adonan tercampursecara merata (homogen) lalu diletakkan ke dalam cetakan <strong>dan</strong> di cetak sehinggaterbentuk pellet dengan spesifikasi cetakan terbuat dari bahan teflon yang memilikipanjang 6 cm, lebar 4 cm, tebal 5 mm <strong>dan</strong> diameter 0,8 cm. Sampel yang telah di buatkemudian dilakukan uji kekerasan <strong>dan</strong> kekuatan tekan serta karakterisasi XRD.<strong>Jurnal</strong> <strong>Fisika</strong> <strong>dan</strong> <strong>Terapannya</strong> |Vol.1, No.1, <strong>Januari</strong> <strong>2013</strong> 25


HASIL DAN PEMBAHASANHasil Uji XRDGrafik pola hasil XRD ditentukan fasa-fasanya dengan melakukan search matchGambar 1 (a) Grafik hasil search match XRD sampel dengan waktu milling 0 menitGambar 1 (b) Grafik hasil search match XRD sampel dengan waktu milling 5 menitGambar 1 (c) Grafik hasil search match XRD sampel dengan waktu milling 10 menitGambar 1 (d) Grafik hasil search match XRD sampel dengan waktu milling 15 menit26 <strong>Jurnal</strong> <strong>Fisika</strong> <strong>dan</strong> <strong>Terapannya</strong> |Vol.1, No.1, <strong>Januari</strong> <strong>2013</strong>


Fraksi Volume (%)Gambar 1 (e) Grafik hasil search match XRD sampel dengan waktu milling 25 menitHasil search match dapat di identifikasi fasa puncak XRD yang digunakan untukmenghitung nilai fraksi volume sehingga dapat diketahui presentase fasa dari masingmasingfasa yang ada. Hasil perhitungan ditampilkan pada Tabel 1 <strong>dan</strong> digambarkandengan grafik yang ditunjukkan pada Gambar 2 <strong>dan</strong> Gambar 3.Tabel 1. Fraksi VolumeSampelWaktu Milling(Menit)Fraksi VolumeHopiete ZnO(Zn 3 (PO 4 ) 2 4H 2 O)A 0 28,78 % 67,83 %B 5 44,72 % 55,27 %C 10 47,14 % 51,96 %D 15 53,64 % 46,35 %E 25 56,45 % 43,54 %Grafik Fraksi VolumeHopiete terhadap LamaWaktu Milling6040200HopieteLama Waktu MillingGambar 2. Kurva Nilai Fraksi Volume Hopiete<strong>Jurnal</strong> <strong>Fisika</strong> <strong>dan</strong> <strong>Terapannya</strong> |Vol.1, No.1, <strong>Januari</strong> <strong>2013</strong> 27


Fraksi Volume (%)Grafik Fraksi Volume ZnOterhadap Lama WaktuMilling806040200ZnOA (0Menit)B (5Menit)C (10Menit)D (15Menit)E (25Menit)Lama Waktu MillingGambar 3. Kurva Nilai Fraksi Volume ZnOGambar 2 <strong>dan</strong> Gambar 3 menunjukkan nilai fraksi volume antara ZnO <strong>dan</strong>Zn 3 (PO 4 ) 2 4H 2 O (hopiete). Nilai fraksi volume yang dihasilkan untuk Zn 3 (PO 4 ) 2 4H 2 O(hopiete) terjadi peningkatan seiring dengan lamanya waktu milling, se<strong>dan</strong>gkan pada ZnOsemakin lama waktu milling nilai fraksi volume yang dihasilkan semakin menurun.Hasil Uji KekerasanNilai kekerasan masing-masing sampel diperoleh dari rata-rata nilai HVNtersebut. Hasilnya ditunjukkan pada Tabel 2 <strong>dan</strong> di grafikkan pada Gambar 4.Tabel 2. Hasil Uji KekerasanNo. Sampel WaktuTestDwellD1D2HVNMillingLoadTime(mikro)(mikro)(MPa)(Menit)(kgf)(detik)1. A 0 204 10 92,00 89,98 44,762. B 5 201 10 56,70 59,31 108,53. C 10 202 10 63,52 54,91 104,64. D 15 203 10 59,27 55,32 112,35. E 25 200 10 46,34 52,75 148,028 <strong>Jurnal</strong> <strong>Fisika</strong> <strong>dan</strong> <strong>Terapannya</strong> |Vol.1, No.1, <strong>Januari</strong> <strong>2013</strong>


HVN (MPa)Hasil Uji KekerasanVickers6004002000A ( 0 B menit ( 5 C menit ()10 D menit ()15 E menit ( 25 ) menit ) )Lama Waktu MillingKekerasan(MPa)Gambar 4. Kurva Hasil Uji KekerasanTampak hasil uji kekerasan diperoleh nilai yang ditunjukkan pada Gambar 4,yang nilai dari hasil uji kekerasan yang dinyatakan dalam satuan MPa (Megapascal).Sampel A merupakan sampel semen gigi seng fosfat tanpa proses milling, nilai kekerasansebesar 44,76 MPa. Sampel B sampai dengan Sampel E merupakan sampel semen gigiseng fosfat dengan proses milling masing-masing 5 menit, 10 menit, 15 menit <strong>dan</strong> 25menit. Besarnya kekerasan sampel B, C, D <strong>dan</strong> E masing-masing adalah sebesar 108,54MPa, 104,67 MPa, 112,35 MPa <strong>dan</strong> 148,03 MPa. Berdasarkan nilai kekerasan darimasing-masing sampel menunjukkan peningkatan nilai kekerasan seiring dengan lamanyawaktu milling yang dilakukan, se<strong>dan</strong>gkan pada sampel C nilai kekerasan yang dihasilkanmengalami penurunan, hal ini terjadi karena ukuran pellet yang dihasilkan berubah padasaat pengambilan dari cetakan, sehingga mempengaruhi kekerasan bahan semen gigi.Hasil Uji Kekuatan TekanPengukuran kekuatan tekan pada sampel, yang dibuat dengan massa 0,6 gram <strong>dan</strong>8 tetes cairan seng fosfat. Proses pengujian dilakukan dengan menekan sampel hinggapatah dengan beban yang diberikan sebesar 100 kN.Hasil dari pengujian kekuatan tekan dapat dilihat pada Tabel 3 <strong>dan</strong> kemudianhasilnya akan di grafikkan pada Gambar 5. antara nilai kekuatan tekan bahan terhadapvariasi waktu milling.<strong>Jurnal</strong> <strong>Fisika</strong> <strong>dan</strong> <strong>Terapannya</strong> |Vol.1, No.1, <strong>Januari</strong> <strong>2013</strong> 29


Kekuatan Tekan (MPa)Tabel 3. Hasil Uji Kekuatan TekanNo. Sampel Waktu Milling(Menit)F(N) Luas Permukaan(m 2 )Kuat Tekan(MPa)1. A 0 5390 42,98 x 10 -6 125,4072. B 5 16856 47,75 x 10 -6 353,0053. C 10 10976 45,34 x 10 -6 242,0824. D 15 17836 48,99 x 10 -6 364,0745. E 25 20188 50,24 x 10 -6 401,831500Hasil Uji KekuatanTekan0A ( 0 B menit ( 5 C menit ( 10 D ) ( menit 15 E ) ( menit 25 ) menit ) )Lama Waktu MillingKekuatan Tekan(MPa)Gambar 5. Kurva Hasil Uji Kekuatan TekanGambar 5. menunjukkan nilai hasil uji kekuatan tekan yang dinyatakan dalamsatuan MPa (Megapascal). Sampel A merupakan sampel semen gigi seng fosfat tanpaproses milling, nilai kekuatan tekan sebesar 125,407 MPa. Sampel B sampai denganSampel E merupakan sampel semen gigi seng fosfat dengan proses milling masingmasing5 menit, 10 menit, 15 menit <strong>dan</strong> 25 menit. Besarnya kekuatan tekan Sampel B, C,D <strong>dan</strong> E masing-masing adalah sebesar 353,005 MPa, 242,082 MPa, 364,074 MPa <strong>dan</strong>401,831 MPa. Berdasarkan nilai kekuatan tekan dari masing-masing sampelmenunjukkan peningkatan kekuatan tekan seiring dengan lama waktu milling yangdilakukan, se<strong>dan</strong>gkan pada sampel C nilai kekuatan tekan yang dihasilkan mengalamipenurunan, hal ini terjadi karena ukuran pellet yang dihasilkan berubah pada saatpengambilan dari cetakan, sehingga mempengaruhi kekuatan tekan bahan semen gigi.Nilai hasil kekuatan tekan yang diperoleh dengan proses milling menunjukkanbahwa lama waktu milling mempengaruhi kekuatan tekan bahan semen gigi, sehinggamembantu proses homogenisasi dari campuran semen seng fosfat <strong>dan</strong> nano ZnO.Selain sampel dengan massa 0,6 gram <strong>dan</strong> 8 tetes cairan seng fosfat, dilakukanpula pengujian sampel dengan massa <strong>dan</strong> jumlah tetes yang berbeda. Tabel 4.30 <strong>Jurnal</strong> <strong>Fisika</strong> <strong>dan</strong> <strong>Terapannya</strong> |Vol.1, No.1, <strong>Januari</strong> <strong>2013</strong>


menunjukkan nilai hasil uji kekuatan tekan tanpa proses milling dengan variasi massasemen seng fosfat dengan nano ZnO <strong>dan</strong> cairan semen seng fosfat. Nilai kekuatan tekansemakin meningkat seiring dengan penambahan massa semen seng fosfat dengan nanoZnO dari 0,5 gram menjadi 0,6 gram <strong>dan</strong> penambahan jumlah cairan seng fosfat yangdiberikan sama banyaknya, Penambahan massa meningkatkan nilai kekuatan tekan dari66,322 MPa <strong>dan</strong> 107,285 MPa. Se<strong>dan</strong>gkan untuk massa 0,5 gram <strong>dan</strong> 0,7 gram denganpenambahan jumlah cairan seng fosfat yang diberikan dari 8 tetes menjadi 12 tetesmeningkatkan nilai kekuatan tekan dari 66,322 MPa menjadi 403,782 MPa.Nilai hasil kekuatan tekan yang diperoleh tanpa proses milling dengan variasimassa <strong>dan</strong> cairan semen seng fosfat menunjukkan bahwa selain massa, cairan semen sengfosfat mempengaruhi kekuatan tekan bahan semen gigi, semakin banyak cairan sengfosfat semakin besar nilai kekuatan tekan yang dihasilkan, sehingga membantu proseshomogenisasi dari campuran semen seng fosfat <strong>dan</strong> nano ZnO.Tabel 4. Hasil Uji Kekuatan Tekan Sampel Tanpa MillingNo. Sampel F (N) Luas KuatPermukaan TekanJumlah Jumlah(m 2 ) (MPa)Gram Tetes1. 0,5 8 3332 50,24 x 10 -666,3222. 0,6 8 5390 50,24 x 10 -6107,2853. 0,7 12 20286 50,24 x 10 -6403,782PEMBAHASANPada penelitian ini sampel yang digunakan adalah campuran semen sengfosfat, nano ZnO <strong>dan</strong> cairan seng fosfat dengan perbandingan 85% semen sengfosfat <strong>dan</strong> 15% nano ZnO dari massa total 15 gram, sehingga didapatkan nilaimassa masing-masing bahan sebesar 12,75 gram semen seng fosfat <strong>dan</strong> 2,25 gramnano ZnO. Sebelum dicampur <strong>dan</strong> dicetak, dilakukan proses milling pada semen<strong>Jurnal</strong> <strong>Fisika</strong> <strong>dan</strong> <strong>Terapannya</strong> |Vol.1, No.1, <strong>Januari</strong> <strong>2013</strong> 31


seng fosfat <strong>dan</strong> nano ZnO dengan variasi waktu 0, 5, 10, 15 <strong>dan</strong> 25 menit.Kemudian kedua bahan campuran tersebut masing-masing diambil 0,6 gramdengan penambahan 8 tetes cairan seng fosfat, setelah itu bahan dicampur denganmenggunakan pengaduk hingga bahan tercampur rata, pada saat prosespencampuran menggunakan pengaduk, waktu yang diperlukan masing-masingsampel berbeda, semakin lama waktu milling yang diberikan, maka semakin cepatkedua campuran mengeras. Hal ini dikarenakan proses milling mempengaruhisifat homogen campuran bahan tersebut. Setelah bahan tercampur rata, kemudianbahan dicetak <strong>dan</strong> dibentuk sehingga membentuk pellet dengan diameter 8 mmdengan spesimen waktu 12 menit setiap sampel.Pellet yang sudah jadi, kemudian dilakukan beberapa pengujian untukmengetahui nilai fraksi volume hopiete pada uji XRD, kekerasan <strong>dan</strong> kekuatantekan. Hasil Uji XRD yang dilakukan, digunakan untuk mengidentifikasi fasa-fasayang terkandung dalam campuran, dari uji tersebut ditemukan nilai kandunganhopiete <strong>dan</strong> ZnO, kemudian dilakukan perhitungan fraksi volume untukmendapatkan persentase nilai kedua campuran tersebut. Dari perhitungan fraksivolume didapatkan persentase nilai tertinggi untuk hopiete sebesar 56,45% padavariasi waktu milling 25 menit <strong>dan</strong> persentase nilai terendah sebesar 28,78% padavariasi waktu milling 0 menit (tanpa proses milling), se<strong>dan</strong>gkan pada nano ZnOpersentase nilai tertinggi sebesar 67,83% pada variasi waktu milling 0 menit(tanpa proses milling) <strong>dan</strong> persentase nilai terendah sebesar 43,54% pada variasiwaktu milling 25 menit.Hasil uji kekerasan menunjukkan nilai kekerasan yang cenderungmeningkat dengan bertambahnya waktu milling. Nilai tertinggi yang didapatkanpada uji kekerasan sebesar 148,03 MPa dengan waktu milling 25 menit,se<strong>dan</strong>gkan nilai terendah yang didapatkan sebesar 44,76 MPa dengan waktumilling 0 menit (tanpa proses milling). Hal ini dikarenakan proses millingmempengaruhi sifat homogen campuran bahan.Hasil uji kekuatan tekan menunjukkan nilai kekuatan tekan yangcenderung meningkat dengan bertambahnya waktu milling. Nilai tertinggi yangdidapatkan pada uji kekuatan tekan sebesar 401,831 MPa dengan waktu milling25 menit, se<strong>dan</strong>gkan nilai terendah yang didapatkan sebesar 125,407 MPa dengan32 <strong>Jurnal</strong> <strong>Fisika</strong> <strong>dan</strong> <strong>Terapannya</strong> |Vol.1, No.1, <strong>Januari</strong> <strong>2013</strong>


waktu milling 0 menit (tanpa proses milling), se<strong>dan</strong>gkan nilai lapisan email(enamel) sekitar 250-550 MPa. Hal ini dikarenakan proses milling mempengaruhisifat homogen campuran bahan.Hasil dari beberapa pengujian tersebut dapat dilihat bahwa proses millingmempengaruhi nilai kekerasan, kekuatan tekan <strong>dan</strong> fraksi volume pada uji XRD.Nilai yang diperoleh menyatakan bahwa semakin lama waktu milling, maka nilaiyang dihasilkan semakin besar. Hal ini dikarenakan pada saat proses milling,kedua campuran bahan tersebut tercampur secara merata (homogen).KESIMPULANDari serangkaian penelitian <strong>dan</strong> analisis tentang pemberian nanopartikelZnO ke dalam semen gigi seng fosfat (zinc phosphate cement) tanpa <strong>dan</strong> denganvariasi waktu milling diperoleh kesimpulan sebagai berikut :Hasil Uji XRD (X-Ray Diffraction) menunjukkan fraksi volume hopietemeningkat seiring dengan bertambahnya waktu milling, dengan nilai tertinggidicapai pada waktu milling yaitu sebesar 25 menit dengan nilai yang dihasilkansebesar 56,45 %, diikuti dengan menurunnya nilai fraksi volume nano ZnOdengan nilai terendah dicapai pada waktu milling 25 menit sebesar 43,54 %. Halini terjadi karena nano ZnO bereaksi dengan semen seng fosfat membentukhopiete.Nilai kekerasan <strong>dan</strong> kekuatan tekan dari semen gigi seng fosfat (zincphosphate cement) meningkat seiring dengan lamanya waktu milling 25 menitdengan nilai uji kekerasan tertinggi sebesar 148,03 MPa <strong>dan</strong> nilai uji kekuatantekan tertinggi sebesar 401,831 MPa. Hal ini menunjukkan pertambahankandungan hopiete meningkatkan nilai kekerasan <strong>dan</strong> kekuatan tekan.DAFTAR PUSTAKAAfif,K.M., 2011, Pengaruh Penambahan Nanopartikel Seng Oksida Terhadap StrukturKristal Semen Seng Fosfat, Skripsi Fsaintek UNAIR, SurabayaAnusavice,J.K., 2003, Philips : Buku Ajar Ilmu Bahan Kedokteran Gigi, alih bahasa :Johan Arif Budiman <strong>dan</strong> Susi Purwoko, E.GC, Jakarta<strong>Jurnal</strong> <strong>Fisika</strong> <strong>dan</strong> <strong>Terapannya</strong> |Vol.1, No.1, <strong>Januari</strong> <strong>2013</strong> 33


Combe,E.C,, 1992, Sari Dental Material, alih bahasa : drg. Slamet Terigan, MS, PhD,Balai Pustaka, JakartaGreenwood, Norman N. And A. Earnshaw., 1997, Chemistry of the Elements 2 nd Edition.Oxford : Butterworth - HeinemannHera, 2009, Konsep Laju ReaksiNoort,R.V., 1994, Introduction to Dental Material, Mosley, LondonNikisami, 2011, Sintesis Nanopartikel dengan High Energy MillingPark C.K., Silsbee M.R., Roy D.M., 1998, Setting Reaction and Resultant Structure ofZinc Phosphate Cement in Various Orthophosphoric Acid Cement-FormingLiquids. Cement and Concrete Research 28 (1): 141-150. doi: 10.1016/S0008-8846(97)00223-8Rohman.N.T., 2009, HKI Media/Vol.IV/No.3. Tangerang : PUSPIPTEK, Serpong,TangerangServais.G.E. And L.Cartz., 1971, Structure of Zinc Phosphate Dental Cement. Wisconsin: College of Engineering, Marquette University, Milwaukee, Wisconsin, USAVan Vlack.L.H., 1985, Ilmu <strong>dan</strong> Teknologi Bahan ( Ilmu Logam <strong>dan</strong> Bukan Logam )Edisi Kelima. Jakarta : ErlanggaWidodo,R.W.E., 2011, Pengaruh Pemberian Nanopartikel ZnO Terhadap MikrostrukturSemen Gigi Seng Fosfat, Skripsi Fsaintek UNAIR, Surabaya34 <strong>Jurnal</strong> <strong>Fisika</strong> <strong>dan</strong> <strong>Terapannya</strong> |Vol.1, No.1, <strong>Januari</strong> <strong>2013</strong>


Optimasi Interferometer Michelson Real Time Untuk DeteksiKoefisien Muai Termal Composite NanofillerErsti Ulfa A 1 , Retna Apsari 1 , Yhosep Gita Y.Y 1 .1 Program Studi S1 <strong>Fisika</strong>, Departemen <strong>Fisika</strong>, Fakultas Sains <strong>dan</strong> Teknologi, UniversitasAirlangga,Email : erstiatma@gmail.comABSTRAKPenelitian bertujuan untuk mendeteksi koefisien muai termal composite nanofillermenggunakan metode interferometer Michelson real time. Penelitian ini menggunakan sumberlaser He-Ne dengan panjang gelombang 632,8 nm, alat bantu rangkaian sensor suhu,mikrokontroler AT Mega 8535, program Delphi <strong>dan</strong> bahan yang digunakan adalah compositenanofiller Filtek Z350. Bahan composite nanofiller yang telah ditipiskan diletakkan pada salahsatu lengan interferometer Michelson kemudian dipanasi mengunakan solder pada suhu 30 o C-60 o C. Sensor suhu LM 35 diletakkan pada bahan composite nanofiller untuk mengetahui suhupada bahan akibat pemanasan. Output sensor suhu LM 35 yang berupa analog harus diubahmenjadi digital menggunakan ADC mikrokontroler AT Mega 8535. Mikrokontroler AT Mega8535 juga berfungsi untuk komunikasi serial agar suhu bahan dapat ditampilkan ke Laptop padasoftware Delphi. Software pada Delphi memiliki 4 fungsi yaitu merekam frinji pada saat suhu 30 0sampai dengan 60 0 C dengan menggunakan webcam, menampilkan suhu, menghitung jumlahcacahan frinji yang berdenyut, <strong>dan</strong> untuk menghitung koefisien muai termal suatu bahan. Hasilpenelitian menunjukkan bahwa kinerja sensor suhu adalah 99,6% <strong>dan</strong> kinerja software sebesar98,17%. Waktu tunda (delay) yang dihasilkan sistem adalah (1,1±0,1) detik. Koefisien muai termalbahan composite nanofiller sebesar (70±4)x10 -6 / o C.Delay yang dihasilkan lebih kecil 38.9 %dibanding literatur, se<strong>dan</strong>gkan nilai koefisien muai termal memiliki beda 31,1% dibandingliteratur.Kata kunci : interferometer Michelson, real time, Koefisien muai termal<strong>Jurnal</strong> <strong>Fisika</strong> <strong>dan</strong> <strong>Terapannya</strong> |Vol.1, No.1, <strong>Januari</strong> <strong>2013</strong> 35


PENDAHULUANSurvey kesehatan yang dilakukan Departemen Kesehatan RI menunjukkan bahwaangka kerusakan gigi di Indonesia tinggi. Kerusakan gigi yang sering adalah gigiberlubang. Upaya untuk meminimalisir gigi berlubang adalah dengan menambal gigi.Cara ini termasuk paling banyak digemari karena efektif mengurangi rasa sakit akibatgigi berlubang. Oleh karena itu penting untuk mengetahui jenis material tambal gigi yangcocok. Teknik fabrikasi material tambal gigi baru terus dikembangkan. Untuk pemilihanbahan tambal gigi ada beberapa sifat yang harus dipertimbangkan, antara lainbiokompatibilitas, sifat fisik kimia, karakteristik penanganan, estetika, <strong>dan</strong> ekonomis(Philips, 2003).Material tambal gigi memiliki ketahanan tertentu terhadap berbagai perlakuansalah satunya dengan termal. Gigi biasanya digunakan untuk makan atau minum yangpanas. Penyakit yang ditimbulkan terkait panas adalah infeksi syaraf gigi karena a<strong>dan</strong>yapemuaian pada material gigi. Pemuaian ini menyebabkan terlepasnya ikatan antar atomantara material dengan gigi .Oleh karena itu penting bagi kita untuk mengetahui koefisienmuai termal bahan.Mahalnya pengukuran koefisien muai termal menggunakan DTA mendorongperlunya dilakukan penelitian untuk mencari metode alternatif. Salah satu metodealternatif diantaranya menggunakan metode optik dengan interferometer Michelson.Dengan keunggulannya yaitu ketelitian tinggi, bersifat non invasif, menggunakan sumbernon destructive sehingga minim efek samping, <strong>dan</strong> dapat diamati secara visual (Apsari,2007). Berdasarkan penelitian Wolff et. al (1993) menyatakan bahwa interferometerMichelson telah banyak <strong>dan</strong> berhasil digunakan dalam pengukuran koefisien muai termaldari silica, material composite, <strong>dan</strong> keramik.Penelitian School <strong>dan</strong> Liby (2009) menggunakan interferometer Michelson untukmengukur koefisien muai termal tembaga. Metode interferometri juga dapat digunakanuntuk mengukur koefisien muai termal bahan tipis kristal ZnSe (Hua Shu et. all, 2009).Penelitian juga dilakukan oleh Ariyanti (2008) yaitu menggunakan interferometerMichelson real time untuk mendeteksi deformasi gigi akibat suhu, dengan kelemahanpenelitian ini adalah terdapat delay (waktu tunda) sebesar) detik <strong>dan</strong>pengamatan frinji secara visual. Kekurangan yang terdapat pada interferometerMichelson dioptimasi dengan menggunakan sensor suhu LM 35 <strong>dan</strong> AT Mega 8535 sertapenggunaan image processing deteksi gerak pada Delphi dalam pengolahan frinji.36 <strong>Jurnal</strong> <strong>Fisika</strong> <strong>dan</strong> <strong>Terapannya</strong> |Vol.1, No.1, <strong>Januari</strong> <strong>2013</strong>


METODOLOGI PENELITIANPenelitian ini menggunakan seperangkat interferometer Michelson, LaserHe-Ne, Laptop, Webcam, rangkaian sensor suhu LM 35 <strong>dan</strong> mikrokontroler ATMega 8535. Bahan tambal gigi yang digunakan dalam penelitian adalah compositenanofiller Filtek Z350 dari 3M ESPE. Keseluruhan alat <strong>dan</strong> bahan penelitiandisajikan pada Gambar 1.Gambar 1. Keseluruhan alat <strong>dan</strong> bahan penelitianTahapan penelitian disajikan pada diagram blok Gambar 2.<strong>Jurnal</strong> <strong>Fisika</strong> <strong>dan</strong> <strong>Terapannya</strong> |Vol.1, No.1, <strong>Januari</strong> <strong>2013</strong> 37


Gambar 2. Diagram blok penelitianDalam penelitian terlebih dahulu dirancang hardware yang meliputi rangkaiansensor suhu LM 35, minimum sistem AT Mega 8535 <strong>dan</strong> power supply. Se<strong>dan</strong>gkansoftware Delphi memiliki 4 fungsi yaitu:merekam frinji, menghitung cacahan frinji,penampil suhu <strong>dan</strong> menghitung koefisien muai termal. Kemudian hardware <strong>dan</strong> softwareyang telah dirancang digabung dengan interferometer Michelson. Sistem interferometerMichelson real time inilah yang digunakan untuk mengambil jumlah cacahan denyutfrinji pada suhu 30 o C-60 o C. Dengan mengetahui jumlah cacahan frinji <strong>dan</strong> rentang suhumaka koefisien muai bahan dapat ditentukan.38 <strong>Jurnal</strong> <strong>Fisika</strong> <strong>dan</strong> <strong>Terapannya</strong> |Vol.1, No.1, <strong>Januari</strong> <strong>2013</strong>


HASIL DAN PEMBAHASANHasil perancangan hardware disajikan pada Gambar 3.ACBDGambar 3. Hasil Perancangan HardwareKeterangan:A : Sensor suhu LM 35B: Rangkaian penguat sensor suhuC : Minimum sistem AT Mega 8535D: Power SupplyUntuk hasil perancangan software pada Delphi disajikan pada Gambar 4.ABDCGambar 4. Hasil Perancangan Software<strong>Jurnal</strong> <strong>Fisika</strong> <strong>dan</strong> <strong>Terapannya</strong> |Vol.1, No.1, <strong>Januari</strong> <strong>2013</strong> 39


Keterangan:ABCD: Program merekam frinji: Program mencacah denyut frinji: Program penampil suhu: Program menghitung koefisien muai termalSetelah tahap perancangan selesai selanjutnya adalah kalibrasi. Kalibrasi inidilakukan untuk mengetahui kinerja dari hardware <strong>dan</strong> software. Kalibrasi hardwaredilakukan pada rangkaian sensor suhu, kalibrasi ini dilakukan untuk mengetahuihubungan suhu terhadap tegangan keluaran sensor. Pada kalibrasi ini juga dapat diketahuinilai konversi suhu. Hasil kalibrasi hardware disajikan Gambar 5 <strong>dan</strong> 6.Gambar 5. Grafik tegangan terhadap suhuHasil kalibrasi pada Gambar 5 menunjukkan hubungan yang linier antarategangan <strong>dan</strong> suhu dengan koefisien regresi sebesar 0,997. Hal ini sesuai dengandatasheet LM 35 dimana suhu memiliki hubungan yang linier terhadap tegangan.Nilai konversi suhu diperoleh dari persamaan regresi antara data digital dari ADCmikrokontroler <strong>dan</strong> suhu yang tertampil pada termometer digital. Nilai konversi suhu inidimasukkan ke sintaks pada Delphi. Hal ini agar nilai suhu dapat langsung tertampil padaprogram Delphi sehingga mudah diamati kenaikan suhunya. Grafik disajikan padaGambar 6.40 <strong>Jurnal</strong> <strong>Fisika</strong> <strong>dan</strong> <strong>Terapannya</strong> |Vol.1, No.1, <strong>Januari</strong> <strong>2013</strong>


Gambar 6. Konversi suhuUntuk selanjutnya adalah kalibrasi software, kalibrasi ini dilakukan denganmengukur panjang gelombang Laser He-Ne dengan penghitungan cacahan frinjimenggunakan software yang telah dirancang. Frinji direkam dengan Webcam kemudiandengan prinsip deteksi gerak maka program akan mencacah frinji yang berdenyut.Pengukuran panjang gelombang dilakukan dengan menghitung cacahan frinji yangberdenyut setiap pergeseran 10 µm. Grafik kalibrasi software disajikan pada Gambar 7.Gambar 7. Kalibrasi softwareRumus untuk menghitung cacahan frinji:<strong>Jurnal</strong> <strong>Fisika</strong> <strong>dan</strong> <strong>Terapannya</strong> |Vol.1, No.1, <strong>Januari</strong> <strong>2013</strong> 41


Keterangan:zΔdλ= cacahan frnji= pergeseran= panjang gelombangsehingga,Laser He-Ne yang digunakan memiliki panjang gelombang 632,8 nm, se<strong>dan</strong>gkanberdasarkan rumus (4) diperoleh nilai panjang gelombang laser He-Ne adalah 621,2 nm.Hasil pengukuran panjang gelombang memiliki beda 1,83%, sehingga kinerja softwareadalah sebesar 98,17%.Tahap kalibrasi untuk hardware <strong>dan</strong> software selesai dilakukan kemudiandigabungkan ke dalam satu sistem menjadi interferometer Michelson real time. Sistemperlu diuji untuk mengetahui kinerja sensor <strong>dan</strong> waktu tunda (delay) sistem. Kinerjasensor disajikan pada Gambar 8.Gambar 8. Grafik perbandingan termometer digital <strong>dan</strong> sensor suhuBerdasarkan grafik pada Gambar 8 diperoleh kinerja sensor sebesar 99,6%. Pengujiansistem selanjutnya adalah pengukuran waktu tunda (delay) sistem. Delay merupakan bedawaktu suhu yang tertampil pada termometer digital <strong>dan</strong> yang tertampil pada program42 <strong>Jurnal</strong> <strong>Fisika</strong> <strong>dan</strong> <strong>Terapannya</strong> |Vol.1, No.1, <strong>Januari</strong> <strong>2013</strong>


Delphi. Diperoleh nilai delay sebesar (1,1±0,1) detik. Delay yang dihasilkan sistem lebihbaik 38,9% dibandingkan penelitian Ariyanti (2008) yang memiliki delay sebesar(1,8±0,7) detik. Penurunan delay dikarenakan dalam penelitian digunakan sensor suhuLM 35 <strong>dan</strong> mikrokontroler AT Mega 8535.Tahap selanjutnya adalah pengambilan data, Sistem yang telah diuji dapatdigunakan untuk menghitung koefisein muai termal. Set Up interferferometer Michelsonreal time disajikan pada Gambar 9.Gambar 9. Set Up interferometer Michelson real timeDalam penelitian diperoleh data jumlah cacahan denyut frinji pada suhu30 o C-60 o C. Data dapat dilihat pada Tabel 1. Untuk menghitung koefisien muaitermal maka dibuat grafik seperti pada Gambar 10.Tabel 1. Data interferometer Michelson real timeNo ΔT (Rentang suhu)n (Jumlah denyutfrinji)1 30 12 35 33 40 44 45 55 50 66 55 77 60 8<strong>Jurnal</strong> <strong>Fisika</strong> <strong>dan</strong> <strong>Terapannya</strong> |Vol.1, No.1, <strong>Januari</strong> <strong>2013</strong> 43


Rumus koefisien muai termal:Gambar 10. Koefisien muai termalDapat dituliskan,Sehingga,.................................................(8)Berdasarkan perhitungan diperoleh nilai koefisein muai bahan compositenanofiller adalah sebesar (70±4)x10 -6 / o C. Nilai koefisien muai termal ini memilkibeda 31,1 % dibandingkan literatur. Hal ini diduga karena pemanas yangdigunakan untuk memberikan kalor memiliki daya terlalu besar 30-40 watt, <strong>dan</strong>juga karena interferometer Michelson sensitif terhadap goncangan. Untuk44 <strong>Jurnal</strong> <strong>Fisika</strong> <strong>dan</strong> <strong>Terapannya</strong> |Vol.1, No.1, <strong>Januari</strong> <strong>2013</strong>


mengetahui hasil perbandingan koefisien muai termal yang tepat perlu dilakukanpengujian TMA (Thermomechanical Analysis).KESIMPULANSistem interferometer Michelson real time dapat dioptimalkan denganmenggunakan sensor suhu LM 35, rangkaian penguat non inverting mengunakanLM 358 <strong>dan</strong> minimum sistem AT Mega 8535 menggunakan fitur ADC <strong>dan</strong>komunikasi serial dengan penterjemah frinji adalah menggunakan deteksi gerak.Sistem interferometer Michelson real time dapat digunakan untuk deteksikoefisien muai termal dengan hasil yang diperoleh adalah (70 ± 4)x10 -6 / o C.Kinerja rangkaian sensor suhu sebesar 99,6%, kinerja software adalah 98,17% <strong>dan</strong>delay sistem adalah (1,1±0,1) detik. Koefisien muai termal yang dihasilkanmemiliki beda sebesar 31,1% dibandingkan penelitian Park et,al (2011) <strong>dan</strong> delaypenelitian lebih baik 38,9% dari penelitian Ariyanti (2008).DAFTAR PUSTAKAAndi W, 2009, Panduan Praktis Delphi 2009, Wahana Komputer:JakartaApsari, R. 1998, Penentuan Koefisien Difusi Larutan Dengan Teknik InterferometerHolografi. Tesis, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, 1998.Apsari, R. 2007, Pengembangan Interferometer Berbasis Electronic Speckle PatternInterferometry (ESPI) untuk analisis deformasi suhu pada gigi secaraInvitro. Materi Kualifikasi Program Doktor Program Pasca SarjanaUNAIR, 2007. Surabaya.Ariyanti, R, 2008, Pengembangan Interferometer Michelson Real Time Untuk DeteksiDeformasi Suhu Pada Gigi, Skripsi, Jurusan <strong>Fisika</strong> Universitas Airlangga.Surabaya.Fadlisyah, Fauzan, Taufiq, Zulfikar,2008, Pengolahan Citra Menggunakan Delphi, GrahaIlmu,YogyakartaFuhaid N, 2004, Pemanfaatan Perangkat Komputer Untuk Menentukan Koefisien MuaiPanjang Benda Menggunakan Interferometer Michelson. Skripsi, Jurusan<strong>Fisika</strong> Universitas Airlangga, Surabaya.<strong>Jurnal</strong> <strong>Fisika</strong> <strong>dan</strong> <strong>Terapannya</strong> |Vol.1, No.1, <strong>Januari</strong> <strong>2013</strong> 45


Firdausy K, Hana M,K, 2010, Purwarupa Sistem Deteksi Objek Waktu Nyata BerbasisLayanan Pesan Singkat, Indonesian Journal of Electrical Engineeringvolume (1693-6930).Firdausy, K, Daryono, Anton Y, 2008, Webcam Untuk Sistem Pemantauan MenggunakanMetode Deteksi Gerakan, Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi2008 (SNATI 2008).Gerdolle, D.A, Eric M, Dominique D, 2008, Microleakage and Polymerization Shrinkageof Various Polymer Restorative Materials. Journal of dentistry,vol 75 (125-33).Guenther R.D. 1990, Modern Optics. United State,Canada.Heryanto, 2008, Pemrograman Bahasa C untuk Mikrokontroler AT Mega 8535.Andi:Yogyakarta.Hestiningsih, I ,2008 .Pengolahan citra digital, Gava Media:Yogyakarta.Hua Shu C, Shari Feth, S,L Lehoczky, 2009, Thermal Expansion Coefficient CrystalBetween 17 o -1080 o by interferometry. vol 63.Iswanto, 2008, Antarmuka Port Paralel <strong>dan</strong> Port Serial, Gava media:Yogyakarta.Jenkins and White, 1965, Fundamentals of Optics, McGraw Hill, United State ofAmerica.Kamal,Z,2008, Microleakage In Class Ii Composite Restorations Bonded With DifferentAdhesive System Thesis Universiti Sains MalaysiaKawuryan U, 2010, Hubungan Pengetahuan Tentang Kesehatan Gigi DanMulut Dengan Kejadian Karies Gigi Anak. Skripsi ilmu keperawatanUniversitas muhammadiyah,Surakarta.Kishen, Murukeshan, Krishnakumar, Asundi, 2001, Analysis On The Nature OfThermally Induced Deformation In Human Dentine By Electronic SpecklePattern Interferometry (ESPI), journal of dentistry 29. BiomedicalEngineering Research Center, Nanyang Technological University,Singapore.Kurniawan D, 2011, Mahir Pemrograman Webcam dengan Delphi, eBook, Bandung.Marquis,DM, Eric Guiilaume, Carine CV , 2010, Properties of Nanofiller in Polymer.Intech ,France.Nugroho, Sofyan F, Indras M, 2010, Penentuan Tebal Bahan Transparan (ZnO)Menggunakan Interferometer Michelson. Skripsi FMIPA Undip.Ong, J, 2010, Investigations of light with a Michelson Interferometer. Journal46 <strong>Jurnal</strong> <strong>Fisika</strong> <strong>dan</strong> <strong>Terapannya</strong> |Vol.1, No.1, <strong>Januari</strong> <strong>2013</strong>


Engineering Physics. Cornell University.Park, JK, Bock Hur, ching-chang, Franklin,Hyung Kim, Yong Hoon, 2011, Effect ofLight-curing Units on the Thermal Expansion of Resin Nanocomposites.Journal Dental. Vol 23 issue 6 (331-334).Philips, R.W, 2003, Ilmu Bahan Kedokteran Gigi, Edisi 10, WB Saunders Co,Philadelphia, Pennsylvania.Scholl and Bruce will, 2009, Using a Michelson Interferometer to Measure Coefficient ofThermal Expansion of Copper. Journal The Physics Teacher.Vol 47.Setyabudi, 2010, Analisis Termal. Bahan kuliah Universitas Padjajaran.Stankovic, J, 1992, Real Time Computer, University of MasachusetsTipler, Ralph, 2008, Modern Physics, W.H Freeman Company: New york.Wardhana L, 2006, Mikrokontroler AVR Seri AT Mega 8535 Simulasi, Hardware <strong>dan</strong>Aplikasi. Andi:Yogyakarta.Winoto A, 2010, Mikrokontroler AVR Atmega8535 <strong>dan</strong> pemrogaramannya denganBahasa C pada WinAvr.Informatika,Bandung.Wolff E.G and Peng G.S, 1993, Processing of Interferometric Signal for a CTEMeasurement system. Journal elsevier.<strong>Jurnal</strong> <strong>Fisika</strong> <strong>dan</strong> <strong>Terapannya</strong> |Vol.1, No.1, <strong>Januari</strong> <strong>2013</strong> 47


Studi Teori <strong>dan</strong> Eksperimen Sensor PergeseranMenggunakan Fiber Coupler dengan Target Cermin CekungSefria Anggarani, Samian, Adri SupardiProgram Studi <strong>Fisika</strong> Fakultas Sains <strong>dan</strong> Teknologi Universitas AirlanggaEmail : sefria.anggarani@yahoo.comABSTRAKStudi sensor pergeseran menggunakan fiber coupler dengan target cermin cekung telahdilakukan. Studi dilakukan baik secara teori maupun eksperimen untuk mengoptimalkankemamupan fiber coupler sebagai sensor pergeseran. Analisis teori dilakukan melalui pendekatanbahwa cahaya keluaran dari fiber coupler merupakan berkas Gaussian. Prinsip pendektesianpergeseran dilakukan melalui deteksi perubahan daya optis cahaya pantulan dari cermin cekungyang diterima oleh port sensing fiber coupler. Perubahan daya optis cahaya tersebut terbacamelalui perubahan tegangan keluaran detektor optis. Eksperimen dilakukan dengan menggunakandua buah cermin cekung masing-masing denganpanjang fokus 4,5 mm <strong>dan</strong> 12 mm. Hasileksperimen berupa grafik tegangan keluaran detektor optis sebagai fungsi pergeseran cermincekung menunjukkan nilai yang tidak sesuai dengan perhitungan secara teori. Walaupun demikian,karakteristik kedua grafik menunjukkan kesamaan. Hasil eksperimen menunjukkan bahwa sensorpergeseran dengan target cermin cekung (4,5 mm <strong>dan</strong> 12 mm) menghasilkan jangkauan sebesar 25mm dengan step pergeseran sebesar 50 µm. Kedua cermin cekung dalam rentang jangkauantersebut menghasilkan tiga buah daerah kerja sensor (daerah linier). Hasil yang sama jugadiperoleh melalui perhitungan secara teori tetapi dengan nilai yang berbeda. Sensitivitas sensorterbaik secara eksperimen yaitu sebesar 25,31 mV/mm dihasilkan dengan menggunakan cermincekung fokus 4,5 mm pada rentang daerah kerja 9,9 – 13,85 mm.Kata kunci : Sensor Pergeseran, Cermin Cekung, Fiber Coupler.48 <strong>Jurnal</strong> <strong>Fisika</strong> <strong>dan</strong> <strong>Terapannya</strong> |Vol.1, No.1, <strong>Januari</strong> <strong>2013</strong>


PENDAHULUANOptimasi serat optik sebagai sensor banyak dikembangkan karena memilikikeunggulan yang utama yaitu memiliki akurasi yang tinggi <strong>dan</strong> tidak kontak langsung(Krohn, 2000). Serat optik telah dapat diaplikasikan sebagai sensor pergeseran berbasismodulasi intensitas dengan berbagai desain <strong>dan</strong> konfigurasinya. Diantaranya adalahmenggunakan serat optik bundle multimode (M. Yasin et al, 2007), singlemode (A.Rostami et al, 2007), multimode fiber coupler (Samian et al, 2008) <strong>dan</strong> singlemode fibercoupler (Baruch M.C. et al, 2002). Kesemuanya menggunakan cermin datar sebagaitarget pergeseran. Aplikasi sensor pergeseran serat optik berbasis modulasi fase denganmetode dual fabry-perrot cavity menghasilkan akurasi <strong>dan</strong> resolusi tinggi tetapijangkauan kecil <strong>dan</strong> set up eksperimen kurang praktis <strong>dan</strong> harga alat-alat sangat mahal(Bitou et al, 2009).Dalam perkembangannya, berbasis pada sensor pergeseran serat optik, telahdikembangkan sensor serat optik untuk mendeteksi suhu (Samian et al, 2010), strainbahan (Inaudi et al. 2005), <strong>dan</strong> ketinggian zat cair (Samian et al, 2011). Artinya sensorpergeseran serat optik dapat menjadi dasar bagi pengembangan sensor untuk mendeteksiparameter-parameter fisis lainnya yang diperlukan dibi<strong>dan</strong>g industri maupun bi<strong>dan</strong>glainnya.Untuk tujuan tersebut, sensor pergeseran serat optik telah dikembangkan melaluipenggunaan serat optik bundle multimode (H.Z. Yang, 2010) dengan target berupacermin cekung. Dengan tujuan yang sama, yaitu mengoptimalkan kinerja serat optikkhususnya fiber coupler sebagai sensor pergeseran, dalam makalah dipaparkan hasilkajian secara teori <strong>dan</strong> eksperimen aplikasi fiber coupler jenis multimode sebagai sensorpergeseran menggunakan cermin cekung sebagai target.ANALISIS TEORIDesain sensor pergeseran menggunakan fiber coupler dengan cermin cekung sebagaitarget diperlihatkan pada Gambar 1. Perangkat sensor pergeseran terdiri dari laser,detektor optis, fiber coupler, <strong>dan</strong> target cermin cekung. Prinsip kerja sensor adalahpergeseran cermin cekung dideteksi melalui perubahan daya optis berkas cahaya pantulandari cermin cekung yang terkopel pada port sensing fiber coupler. Mekanismenya adalahberkas laser dari sumber dilewatkan melalui port masukan fiber coupler <strong>dan</strong> sebagianberkas cahaya tersebut keluar melalui port sensing menuju cermin cekung. Berkas cahayapantulan dari cermin cekung sebagian akan masuk kembali ke port sensing. Berkascahaya balik tersebut kemudian akan terkopel menuju port deteksi.<strong>Jurnal</strong> <strong>Fisika</strong> <strong>dan</strong> <strong>Terapannya</strong> |Vol.1, No.1, <strong>Januari</strong> <strong>2013</strong> 49


Gambar 1. Desain Sensor Pergeseran Menggunakan Fiber Coupler dengan Target CerminCekung.Besar daya optis cahaya yang sampai ke port deteksi (persamaan berikut.22aPdP o 1 exp2(1)W ( z)Pd ) ditunjukkan oleh<strong>dan</strong>P o0,1Le0,1D21 ,156cr(1cr)(1010 ) P in (2)dengan a <strong>dan</strong> W(z) adalah jari-jari core fiber coupler <strong>dan</strong>jari-jari berkas hasil pantulancermin. Se<strong>dan</strong>gkan cr, Le, <strong>dan</strong> D masing-masing adalah rasio kopling (coupling ratio),excess loss, <strong>dan</strong> directivity (Samian 2009).Secara geometris, berkas laser yang keluar dari port sensing menuju cermin cekung<strong>dan</strong> kembali lagi ke port sensing dapat dilukiskan seperti pada Gambar 2. Divergensiberkas mula-mula yang keluar dari port sensing sebesar θ yang berhubungan dengantingkap numerik serat optik (NA) dengan hubunganNAsin. Se<strong>dan</strong>gkan divergensiberkas setelah terpantul dari cermin adalah sebesar ' .Gambar 2. Struktur geometri port sensing sensor pergeseran serat optik terhadap cermincekung.50 <strong>Jurnal</strong> <strong>Fisika</strong> <strong>dan</strong> <strong>Terapannya</strong> |Vol.1, No.1, <strong>Januari</strong> <strong>2013</strong>


Berkas cahaya yang keluar dari port sensing yang terpantul oleh cermin cekungdapat ditunjukkan melalui persamaan :f z zv a(3)z a z fdengan v, f, z, z a , <strong>dan</strong> v masing-masing merupakan jarak sumber hasil pantulan terhadapcermin cekung, panjang fokus cermin cekung, jarak berkas laser yang keluar dari portsensing, <strong>dan</strong> jarak port sensing dengan cermin cekung. Jarak sumber hasil pantulanterhadap port sensing dapat dinyatakan melalui persamaan:f z zu z a(4)z a z fSudutmembentuk dapat ditulis :yang dibentuk berkas cahaya yang keluar dari port sensing menuju cerminh atan (5)z a z z aSementara sudut ’ dapat ditulis dalam bentuk persamaan :W z htan '(6)u vUntuk jari-jari berkas cahaya yang terpantul kembali sebagi fungsi pergeseran dapatdinyatakan dalam persamaan berikut.Wza z z a2zf z af z a(7)Substitusi persamaan (7) ke persamaan (1) maka akan diperoleh persamaan sepertiberikut.22 f zP 1 expadP o(8)2 2z z a z f z aPersamaan (8) menyatakan besar daya optis laser pada port deteksi yang dapat berubahterhadap pergeseran <strong>dan</strong> panjang fokus target yang berupa cermin cekung. DenganasumsiP cV ; P o cV o ; <strong>dan</strong>PP oVV o, maka persamaan (8) dapat ditulis menjadi22 f zV 1 expadV o(9)2 2z z a z f z aPersamaan (10) merupakan hubungan tegangan keluaran sebagai fungsi pergeseran.<strong>Jurnal</strong> <strong>Fisika</strong> <strong>dan</strong> <strong>Terapannya</strong> |Vol.1, No.1, <strong>Januari</strong> <strong>2013</strong> 51


SET UP EKSPERIMENSet up eksperimen sensor pergeseran menggunakan fiber coupler dengan targetcermin cekung diperlihatkan pada Gambar 3. Set up eksperimen terdiri dari laser He-Ne(Mellesgriot, 632.8 nm, 30 mW), cermin cekung, fiber coupler 2 2, detektor 818-SL(Newport), <strong>dan</strong> mikrovoltmeter (Leybold).Gambar 3. Set Up Eksperimen Sensor Pergeseran menggunakan fiber coupler denganTarget Cermin Cekung.Eksperimen dilakukan dengan mencatat tegangan keluaran yang terbaca padamikrovoltmeter untuk setiap pergeseran cermin. Pergeseran cermin dilakukan dengan steppergeseran sebesar 50 µm. Pencatatan tegangan keluaran dilakukan sampai tegangankeluaran yang terbaca oleh detektor tidak menunjukkan perubahan yang berarti(cenderung konstan). Langkah tersebut dilakukan pada masing-masing cermin cekungfokus 4,5 mm <strong>dan</strong> 12 mm.HASIL DAN PEMBAHASANHasil penelitian baik secara teori maupun eksperimen berupa grafik tegangankeluaran detektor optis sebagai fungsi pergeseran cermin cekung. Hasil penelitian denganmenggunakan cermin cekung fokus 4,5 mm diperlihatkan pada Gambar 4 <strong>dan</strong> cermincekung fokus 12 mm diperlihatkan pada Gambar 5.52 <strong>Jurnal</strong> <strong>Fisika</strong> <strong>dan</strong> <strong>Terapannya</strong> |Vol.1, No.1, <strong>Januari</strong> <strong>2013</strong>


Tegangan Keluaran (mV)Tegangan Keluaran (mV)16014012010080Teori60402000 5Pergeseran10 15(mm)20 25Gambar 4. Hasil Teori <strong>dan</strong> Eksperimen Sensor Pergeseran Serat Optik MenggunakanCermin Cekung dengan Fokus 4,5 mm.16014012010080Teori60402000 5Pergeseran10(mm)15 20 25Gambar 5. Hasil Teori <strong>dan</strong> Eksperimen Sensor Pergeseran Serat Optik MenggunakanCermin Cekung dengan Fokus 12 mm.Hasil eksperimen berupa grafik tegangan keluaran detektor optis sebagai fungsipergeseran cermin cekung pada masing-masing cermin menunjukkan nilai yang tidaksesuai dengan perhitungan secara teori. Hal ini dapat disebabkan oleh fiber coupler yangdigunakan adalah buatan tangan sehingga diindikasikan bahwa potongan pada tiap ujungfiber coupler memiliki kecembungan yang mengakibatkan nilai NA lebih besar. Nilai NAyang besar menyebabkan besarnya berkas cahaya yang masuk ke fiber coupler.Walaupun demikian, hasil perhitungan teori <strong>dan</strong> eksperimen pada masing-masing cerminmemiliki karakteristik yang sama. Kedua cermin cekung menghasilkan tiga buah daerahkerja sensor (daerah linier) . Daerah kerja sensor secara eksperimen masing-masingdiperlihatkan pada Gambar 6 <strong>dan</strong> untuk cermin cekung fokus 4,5 mm <strong>dan</strong> Gambar 7untuk cermin cekung fokus 12 mm.<strong>Jurnal</strong> <strong>Fisika</strong> <strong>dan</strong> <strong>Terapannya</strong> |Vol.1, No.1, <strong>Januari</strong> <strong>2013</strong> 53


(a)(b)(c)Gambar 6. Grafik Sensor Pergeseran Serat Optik Menggunakan Cermin Cekung denganFokus 4,5 mm. (a) Daerah Kerja 1, (b) Daerah Kerja 2,(c) Daerah Kerja 3.54 <strong>Jurnal</strong> <strong>Fisika</strong> <strong>dan</strong> <strong>Terapannya</strong> |Vol.1, No.1, <strong>Januari</strong> <strong>2013</strong>


(a)(b)(c)Gambar 7. Grafik Sensor Pergeseran Serat Optik Menggunakan Cermin Cekung denganFokus 12 mm. (a) Daerah Kerja 1, (b) Daerah Kerja 2, (c) Daerah Kerja 3.<strong>Jurnal</strong> <strong>Fisika</strong> <strong>dan</strong> <strong>Terapannya</strong> |Vol.1, No.1, <strong>Januari</strong> <strong>2013</strong> 55


Dari hasil regresi linier yang ditunjukkan oleh Gambar 6 <strong>dan</strong> Gambar 7 dapatdiperoleh prameter-parameter sensor untuk masing-masing cermin yang disajikan padaTabel 1.Tabel 1. Parameter sensor pergeseran fiber coupler dengan target cermin cekung.Fokus Cermin CekungParameterDaerah Kerja (mm) Sensitivitas (mV/mm)0,2 – 3,05 21,114,5 mm6 – 8,25 13,109,9 – 13,85 25,310,9 – 5,05 21,3812 mm20,25 – 22,65 13,8522,65 – 25,00 11,39Dengan dihasilkan daerah kerja yang lebih banyak, maka pemanfaatan sensorpergeseran menggunakan fiber coupler dengan target cermin cekung untuk pengukuranbesaran-besaran fisis yang lain seperti suhu, strain bahan, <strong>dan</strong> ketinggian zat cair akanlebih baik.KESIMPULANOptimasi sensor pergeseran serat optik dapat dilakukan menggunakan fibercoupler dengan target berupa cermin cekung. Secara teori <strong>dan</strong> eksperimen sensorpergeseran menggunkan fiber coupler dengan target cermin cekung fokus 4,5 mm<strong>dan</strong> 12 mm menghasilkan tiga buah daerah kerja sensor pada masing-masingcermin dengan jangkauan 25 mm dengan step pergeseran 50 µm. Eksperimenmenunjukkan performa sensor yang baik dengan memberikan sensitivitas sebesar25,31 mV/mm oleh cermin cekung fokus 4,5 mm pada rentang daerah kerja 9,9 –13,85 mm.DAFTAR PUSTAKAA. Rostami, M. Noshad, H. Hedayati, A. Ghanbari <strong>dan</strong> F. Janabi (2007), A Novel nadHigh Precision Optical Displacement Sensor, IJCSNS 7, 311 – 316Baruch M.C., Gerdt D.W., Adkins, (2002), Fiber Optic Couplers Displacement Sensor,Procceding SPIE.56 <strong>Jurnal</strong> <strong>Fisika</strong> <strong>dan</strong> <strong>Terapannya</strong> |Vol.1, No.1, <strong>Januari</strong> <strong>2013</strong>


Bitou, Youichi, 2009, High Accuracy displacement Metrology and Control Using DualFabry-Perot Cavity with an Optcal Frequency Comb Generator, PrecisionEngineering, Vol 33, hal 187-193.Inaudi, D., Glisic, B., Field Aplication of of Fiber Optic and Temperature monitoring,Proceeding International Conference Optoelectronic Sensor Based Monitoring InGeo-Engineering, Nanjing, 1-6, 2005.Krohn, D.A., 2000, Fiber Optic Sensor, Fundamental and Application, 3rd, ISA, NewYork.H.Z. Yang, K.S. Lim, S.W. Harun, K. Damayanti, H. Ahmad, 2010, Enhanced BundleFiber Displacement Sensor Based on Concave Mirror, Sensors and Actuators A,Vol 162, hal 8-12.M. Yasin., Harun, W.S., Abdul Rasyid, H.A., Kusminarto, Karyono <strong>dan</strong> H.Ahmad, 2007,The Performance of a Fiber Optic Displacement Sensor for Different Types ofProbe and Target, Laser Physics, Vol. 10, No. 1002, hal 1 – 4.Samian, 2008, Directional Coupler sebagai Sensor Pergesran Mikro, Prosiding SeminarNasional Aplikasi Fotonika, Surabaya.Samian <strong>dan</strong> Gatut Yudoyono, 2010, Aplikasi Multimode Fiber Coupler sebagai SensorTemperatur, <strong>Jurnal</strong> <strong>Fisika</strong> da Aplikasinya, Vol. 6, No.1, hal. 100104-1 - 100104-4.Samian <strong>dan</strong> Supadi, 2011, Sensor Ketinggian Air Menggunakan Multimode FiberCoupler, <strong>Fisika</strong> <strong>dan</strong> Aplikasinya, Vol. 7, No.2, hal. 110203-1 - 110203-4.Samian, Yono Hadi Pramono, Ali Yunus Rohedi, Febdian Rusydi, A.H. Zai<strong>dan</strong> (2009),Theoretical and Experimental Study of Fiber-Optic Displacement Sensor UsingMultimode Fiber Coupler, Journal of Optoelectronics and Biomedical Materials,Vol. 1, Issue 3, 303 – 308.<strong>Jurnal</strong> <strong>Fisika</strong> <strong>dan</strong> <strong>Terapannya</strong> |Vol.1, No.1, <strong>Januari</strong> <strong>2013</strong> 57


Deteksi Kanker Paru-Paru Dari Citra Foto RontgenMenggunakan Jaringan Saraf Tiruan BackpropagationTri Deviasari Wulan 1 , Endah Purwanti 2 , Moh Yasin 31,2 Program Studi <strong>Fisika</strong> Fakultas Sains <strong>dan</strong> Teknologi Universitas AirlanggaEmail : tridevie@gmail.comAbstrakPada penelitian ini dibangun suatu program aplikasi yang dapat mengelompokkan citrafoto rontgen paru-paru ke dalam kategori normal, kanker paru-paru atau penyakit paru lain. Prosesini diawali dengan pengolahan citra yaitu cropping, resizing, median filter, BW labelling <strong>dan</strong>ekstraksi fitur menggunakan transformasi wavelet haar. Ekstraksi fitur citra foto rontgenmenggunakan fitur energi <strong>dan</strong> koefisien setiap subband yang kemudian dijadikan masukanjaringan saraf tiruan backpropagation. Parameter yang digunakan untuk proses pelatihan <strong>dan</strong>pengujian menggunakan jaringan saraf tiruan backpropagation adalah hidden layer sebanyak 10,learning rate 0,1 <strong>dan</strong> target eror 0,001. Hasil pengujian jaringan saraf tiruan backpropagationdengan menggunakan data baru diperoleh tingkat akurasi sebesar 86,67 % dalam mendeteksikeabnormalan dari citra foto rontgen paru.Kata Kunci : Kanker Paru, Foto Rontgen, Backpropagation58 <strong>Jurnal</strong> <strong>Fisika</strong> <strong>dan</strong> <strong>Terapannya</strong> |Vol.1, No.1, <strong>Januari</strong> <strong>2013</strong>


PENDAHULUANKanker paru merupakan masalah kesehatan dunia. Dari tahun ke tahun, datastatistik di berbagai negara menunjukkan angka kejadian kanker paru cenderungmeningkat. Merokok merupakan penyebab utama dari sekitar 90% kasus kanker paruparupada pria <strong>dan</strong> sekitar 70% pada wanita. Semakin banyak rokok yang dihisap,semakin besar resiko untuk menderita kanker paru-paruSalah satu pemeriksaan kanker paru-paru adalah dengan menggunakanpemeriksaan radiologi atau lebih dikenal dengan Sinar-X (foto Rontgen). Prinsip kerjadari alat ini adalah berdasarkan difraksi sinar-x. Pengenalan dengan sinar-X sederhanamerupakan teknik yang paling sering digunakan. Citra dari Sinar -X akan memberikanhasil yang berbeda antara paru-paru yang sehat <strong>dan</strong> yang tidak sehat, seperti kanker paruparusekaligus stadium dari kanker paru-paru tersebut.Namun, pemeriksaaan kanker paru-paru dari citra hasil foto Rontgen masihmemiliki kekurangan yaitu beberapa praktisi medis seperti dokter-dokter spesialis paruparumasih mengandalkan pengamatan visual dalam pembacaan hasil foto rontgensehingga hasilnya sangat subjektif. Dokter spesialis paru-paru harus melakukanpengamatan citra foto Rontgen secara teliti <strong>dan</strong> diagnosis yang benar-benar akurat dalamdeteksi kanker paru-paru pada pasien. Oleh karena itu diperlukan perangkat lunak yangmampu mendeteksi kanker paru-paru sebagai pembanding dari kerja para praktisi medis,sehingga perangkat lunak ini dapat membantu keakuratan penentuan deteksi kanker paruparu.Jaringan saraf tiruan merupakan salah satu sistem pemrosesan informasi yangdidesain dengan menirukan cara kerja otak manusia dalam menyelesaikan suatu masalahdengan melakukan proses belajar melalui perubahan bobot sinapsisnya. Metodepembelajaran jaringan syaraf tiruan yang digunakan adalah backpropagation karenametode ini dapat diaplikasikan dalam berbagai bi<strong>dan</strong>g untuk melakukan pengenalan pola(pattern recognition), klasifikasi citra, <strong>dan</strong> penerapannya di bi<strong>dan</strong>g diagnosa medik.Jaringan saraf terdiri dari 3 lapisan, yaitu lapisan masukan/input terdiri atas variabelmasukan unit sel saraf, lapisan tersembunyi terdiri atas 10 unit sel saraf, <strong>dan</strong> lapisankeluaran/output terdiri atas 2 sel saraf. (kusumadewi, 2004)<strong>Jurnal</strong> <strong>Fisika</strong> <strong>dan</strong> <strong>Terapannya</strong> |Vol.1, No.1, <strong>Januari</strong> <strong>2013</strong> 59


Gambar. 1 Arsitektur BackpropagationPada pengoperasian jaringan syaraf tiruan terdapat dua tahap operasi yang terpisahyaitu tahap belajar (learning) <strong>dan</strong> tahap pemakaian (mapping). Tahap belajar merupakanproses untuk mendapatkan bobot koneksi yang sesuai. Penyesuaian bobot dimaksudkanagar setiap pemberian input ke neural menghasilkan output yang dinginkan.METODE PENELITIANDalam Penelitian ini digunakan data citra paru dari foto rontgen berupa softcopy.Peralatan yang digunakan yaitu seperangkat komputer dengan software Matlab R2008a.Data citra paru yang diperoleh terdiri dari 20 data normal, 20 data kanker paru-paru, 20data penyakit paru lain yang digunakan untuk pelatihan data. Se<strong>dan</strong>gkan untuk keperluanpengujian data digunakan 5 data normal , 5 data kanker paru-paru <strong>dan</strong> 5 data penyakitparu lain.Gambar 2. Data Citra Paru (a) Normal, (b) Kanker Paru-Paru, (c) Penyakit Paru lainProsedur penelitian antara lain mengolah citra hasil foto rontgen terlebih dahuluyang meliputi cropping untuk memotong citra paru pada bagian daerah paru-paru.Kemudian resizing untuk mengubah dimensi citra sehingga memudahkan pada60 <strong>Jurnal</strong> <strong>Fisika</strong> <strong>dan</strong> <strong>Terapannya</strong> |Vol.1, No.1, <strong>Januari</strong> <strong>2013</strong>


pengolahan selanjutnya. Tahap thresholding digunakan untuk mengubah citra menjadibiner. Langkah selanjutnya adalah filter median untuk menghilangkan noise-noise padacitra hasil thresholding. Selanjutnya dilakukan BW Labelling untuk menandai objekobjekpada citra hitam putih yang memiliki nilai intensitas yang hampir sama. Setelah ituekstraksi fitur menggunakan transformasi wavelet untuk mendapatkan fitur citra yangberupa energi <strong>dan</strong> koefisien wavelet citra. Hasil ekstrasi fitur citra tersebut digunakanmenjadi masukan jaringan saraf tiruan backpropagation.HASIL UJICOBA DAN PEMBAHASANPada proses pelatihan digunakan 60 data citra paru yang berukuran 2010x2010pixel, terdiri dari data normal, data kanker paru-paru <strong>dan</strong> data penyakit paru lain.Sebelum dilakukan pelatihan data terlebih dahulu dilakukan proses pengolahan citra padacitra paru. proses pengolahan citra yang dilakukan antara lain yaitu cropping untukmemotong citra pada bagian daerah paru <strong>dan</strong> resizing untuk mengubah dimensi citramenjadi 320x320 pixel. Langkah selajutnya adalah thresholding untuk mengubah citramenjadi citra biner sehingga dari proses ini backgroud dari citra dapat dihilangkan.Setelah itu dilakukan proses filter median untuk menghilangkan noise-noise kecil darihasil thresholding. Langkah terakhir dari preprosessing ini adalah BW Labelling untukmenandai objek-objek yang ada pada citra yang memiliki Hasil dari preprosessing iniditunjukkan pada gambar 3. Ekstraksi fitur citra menggunakan transformasi wavelet haartujuh level untuk mendapatkan fitur energi <strong>dan</strong> koefisien wavelet setiap subband padamasing-masing level sehingga didapatkan matriks 1x66 pixel sebagai masukanbackpropagation.Gambar 3. Hasil Preprosessing Citra Paru<strong>Jurnal</strong> <strong>Fisika</strong> <strong>dan</strong> <strong>Terapannya</strong> |Vol.1, No.1, <strong>Januari</strong> <strong>2013</strong> 61


Pelatihan data dilakukan dengan memvariasi hidden layer <strong>dan</strong> jumlah epohuntuk mendapatkan arsitektur jaringan yang hasil performance (MSE) paling mendekatitarget eror 0,001. Dari hasil variasi ini di peroleh parameter-parameter yang digunakanpada proses training yaitu hidden layer = 10, epoh = 3000, learning rate=0,1 <strong>dan</strong> targeteror = 0,001. Tingkat akurasi yang diperoleh sebesar 100 %Gambar 4 Grafik antara Performance (MSE) <strong>dan</strong> Variasi Jumlah Epoh dengan SeluruhVariasi Hidden LayerGambar 4. Grafik antara MSE <strong>dan</strong> 3000 epoh pada hidden layerData yang digunakan untuk proses pengujian ini sebanyak 15 data yang terdiri dari5 data normal, 5 data kanker paru-paru <strong>dan</strong> 5 data penyakit paru lain. Parameterparameterdari hasil pelatihan digunakan untuk pengujian data baru yaitu 10 hidden layer,3000 epoh, learning rate 0,1. Dari pengujian data menggunakan parameter-parametertersebut tingkat akurasi yang dihasilkan adalah sebesar 86,67 %. Tabel 1 menunjukkan62 <strong>Jurnal</strong> <strong>Fisika</strong> <strong>dan</strong> <strong>Terapannya</strong> |Vol.1, No.1, <strong>Januari</strong> <strong>2013</strong>


akurasi data pengujian dengan nilai 1 untuk kondisi normal, nilai 0 untuk kondisi kankerparu-paru <strong>dan</strong> nilai -1 untuk kondisi penyakit paru lain.Tabel 1. Tingkat Akurasi Data PengujianPada penelitian ini juga telah dibuat suatu tampilan apliksi interface seperti padaGambar 5. Layar tersebut berguna untuk pengguna mendeteksi hasil foto rontgen thorakparu-paru <strong>dan</strong> hasil dari pengolahan citra serta hasil ekstraksi fitur yang dijadikanmasukan pada jaringan saraf tiruan metode backpropagation. Dari hasil pengujian inidapat diketahui hasil citra tersebut masuk kedalam kelompok normal, kanker paru-paruatau penyakit paru lain.Gambar 5. Tampilan Aplikasi<strong>Jurnal</strong> <strong>Fisika</strong> <strong>dan</strong> <strong>Terapannya</strong> |Vol.1, No.1, <strong>Januari</strong> <strong>2013</strong> 63


KESIMPULAN1. Perancangan sistem perangkat lunak menggunakan jaringan saraf tiruanbackpropagation berdasarkan citra foto rontgen dilakukan dengan mengolahcitra menggunakan beberapa metode yaitu thresholding, median filter, BWLabelling <strong>dan</strong> transformasi wavelet haar. Ekstraksi fitur citra parumenggunakan fitur energi dak koefisien setiap subband yang kemudiandijadikan masukan jaringan saraf tiruan backpropagation.2. Parameter yang digunakan untuk proses pelatihan <strong>dan</strong> pengujian menggunakanjaringan saraf tiruan backpropagation adalah hidden layer sebanyak 50,learning rate 0,1 <strong>dan</strong> target eror 0,01.Hasil pengujian jaringan saraf tiruanbackpropagation dengan menggunakan data baru diperoleh tingkat akurasisebesar 86,67 % dalam mendeteksi keabnormalan dari citra foto rontgen paru.DAFTAR PUSTAKAKiki & Kusumadewi S. 2004. Jaringan Saraf Tiruan dengan Metode Backpropagationuntuk Mendeteksi Gangguan Psikologi. Jurusan Teknik Informatika. UniversitasIslam Indonesia : YogyakartaMuhta<strong>dan</strong> & Harsono Djiwo. 2008. Pengembangan Aplikasi Untuk Perbaikan CitraDigital Film Radiologi.Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir-BATAN: Yogyakarta.Putra Darma. 2010. Pengolahan Citra Digital. Penerbit Andi: Yogyakarta.Prasetyo Eko. 2010. Pengolahan Citra Digital <strong>dan</strong> Aplikasinya Menggunakan Matlab.Penerbit Andi : YogyakartaSuyatno Ferry. 2008. Aplikasi Radiasi Sinar-X di Bi<strong>dan</strong>g Kedokteran untuk MenunjangKesehatan Masyarakat. Pusat Rekayasa Perangkat Nuklir BATAN: Banten.Saksono H.T, Rizal Ahmad & Usman Koredianto. 2010. Pendeteksian kanker Paru-ParuDengan Menggunakan Transformasi Wavelet <strong>dan</strong> Metode Linear DiscriminantAnalysis. Teknologi Elektro. Institute Teknologi Telkom: Bandung64 <strong>Jurnal</strong> <strong>Fisika</strong> <strong>dan</strong> <strong>Terapannya</strong> |Vol.1, No.1, <strong>Januari</strong> <strong>2013</strong>


Rancang Bangun Oksimeter Digital Berbasis MikrokontrolerATMega16Guruh Hariyanto 1 , Welina Ratnayanti K. 2 , Franky Chandra S.A 3 ,1,3 Program Studi S1 Teknobiomedik Fakultas Sains <strong>dan</strong> Teknologi Universitas Airlangga2 Program Studi S1 <strong>Fisika</strong> Fakultas Sains <strong>dan</strong> Teknologi Universitas AirlanggaEmail : guruh.hariyanto@gmail.comABSTRAKOksimeter merupakan alat yang digunakan untuk memonitor keadaan saturasi oksigendalam darah (arteri) pasien, untuk membantu pengkajian fisik pasien, tanpa harus melalui analisates darah. Kadar saturasi oksigen darah merupakan parameter vital untuk mengetahui a<strong>dan</strong>yadisfungsi pernafasan <strong>dan</strong> mencegah lebih dini a<strong>dan</strong>ya kekurangan oksigen tingkat selularmetabolisme yang dapat menyebabkan kerusakan jaringan <strong>dan</strong> organ pada pasien kritis. Sensoroksimeter bekerja menggunakan prinsip transmisi cahaya tampak <strong>dan</strong> infrared yang ditembakkanpada jaringan organ jari tangan atau daun telinga. Intensitas cahaya yang diteruskan kemudianditangkap oleh sensor fototransistor. Pada penelitian ini menggunakan sensor fototransistorTEMT6000 yang memiliki nilai kepekaan yang lebih akurat dibandingkan fotodioda. Selain itu,harganya yang terjangkau, mampu menekan biaya pembuatan lebih murah. Penelitian ini jugamenggunakan tiga macam warna LED yaitu, merah, biru <strong>dan</strong> hijau sebagai sumber cahayatransmisi. Berdasarkan hasil yang didapatkan, ternyata LED merah lebih baik untuk menerobosjaringan organ jari tangan. Alat penelitian ini mampu membedakan hasil pengukuran antara pasiensatu dengan yang lain dengan nilai eror 5,7 % <strong>dan</strong> akurasi 97 %Kata kunci : oksimeter, fototransistor, saturasi oksigen<strong>Jurnal</strong> <strong>Fisika</strong> <strong>dan</strong> <strong>Terapannya</strong> |Vol.1, No.1, <strong>Januari</strong> <strong>2013</strong> 65


PENDAHULUANPerkembangan teknologi elektronika berkembang pesat hingga merambat kebi<strong>dan</strong>g elektronika medis. Elektronika medis dibuat untuk berbagai macam tujuan,diantaranya monitoring instrument, diagnostic instrument, therapeutic instrument, <strong>dan</strong>assistive devices. Monitoring instrument digunakan untuk memperoleh informasi rekammedis pasien <strong>dan</strong> menampilkan data melalui media display. Salah satu contoh monitoringinstrument adalah oksimeter.Oksimeter merupakan salah satumetode penggunaan alat untuk memonitorkeadaan saturasi oksigen dalam darah (arteri) pasien, untuk membantu pengkajian fisikpasien, tanpa harus melalui analisa tes darah. Oksimeter merupakan salah satu alat yangsering digunakan di rumah sakit saat dilakukan proses pembedahan untuk mengetahuisaturasi oksigen dalam darah. Saturasi adalah persentase dari pada hemoglobin yangmengikat oksigen dibandingkan dengan jumlah total hemoglobin yang ada di dalam darah(Andrey, 2005). Cara kerja oksimeter yaitu mengukur intensitas cahaya LEDyangdipaparkan di permukaan kulit jari setelah melewati kulit <strong>dan</strong> berinteraksi dengan seldarah merah. Alat ini bertujuan untuk mengukur saturasi oksigen darah denganobservasi absorpsi gelombang optik yang melewati kulit <strong>dan</strong> berinteraksi dengan seldarah merah. Dengan membandingkan absorpsi cahaya, alat tersebut dapat menentukanpersentase Hb yang disaturasi (Srie, 2003).Oksimeter termasuk alat kategori non-invasive, artinya oksimeter tidakmemerlukan sampel darah yang harus dikeluarkan dari dalam tubuh. Hal ini sangatpenting pada situasi perubahan mendadak kadar oksigen darah, karena seperti yang kitaketahui bahwa nilai normal saturasi oksigen hanya berkisar 85%-100%. Jika nilaipengukuran dibawah nilai 85% menandakan bahwa jaringan tidak mendapatkan oksigenmencukupi sehingga memerlukan tindakan lanjut. Aplikasi oksimeter sangat banyakdiantaranya pada lingkup perawatan di rumah sakit, lingkungan diagnostik <strong>dan</strong> di tempatdimana dibutuhkan pengamatan saturasi oksigen.Pada penelitian sebelumnya yang sudah dilakukan oleh Andrey (2011) tentangoksimeter berbasis mikrokontroler, menjelaskan rancang bangun oksimeter digital dengansensor oxisensor. Ada beberapa hal yang perlu ditambah dalam alat tersebut yaitu sistemalarm. Hal ini sangat penting karena berfungsi sebagai indikator untuk mengingatkanpetugas kesehatan jika terjadi penurunan saturasi oksigen dibawah kadar 80%.Penambahan alarm akan menambah nilai kegunaan oksimeter yang lebih otomatis <strong>dan</strong>cepat respon terhadap keselamatan pasien. Dengan menggunakan rangkaian buzzer yangdisambungkan ke mikrokontroler, parameter alarm dapat diatur dengan baik.66 <strong>Jurnal</strong> <strong>Fisika</strong> <strong>dan</strong> <strong>Terapannya</strong> |Vol.1, No.1, <strong>Januari</strong> <strong>2013</strong>


Di Indonesia banyak sekali distributor yang menjual oksimeter dengan hargayang relatif masih mahal. Hal ini dikarenakan ketersediaan oksimeter masih mengimporbarang dari luar Indonesia. Berdasarkan uraian sebelumnya, oksimeter masihmemungkinkan untuk dibuat dengan komponen dalam negeri karena sediaan bahanpenyusun sensor fotodetektor seperti LED cahaya tampak <strong>dan</strong> LED inframerah terdapatdalam jumlah besar. Berawal dari masalah itulah penulis melakukan penelitian untukmembuat oksimeter dengan alarm dari komponen lokal sehingga biaya pembuatanmenunjang hasil cipta dengan harga yang lebih terjangkau. Harapan setelah terwujudnyaalat ini adalah mampu memicu kreasi bangsa untuk membuat alat elektronik medisdengan berbagai macam modifikasinya. Selain itu melepas ketergantungan terhadapkebutuhan alat medis buatan luar Indonesia.METODE PENELITIAN1. Pulse OximetryPulse Oximetry berfungsi mengamati saturasi oksigen darah. Hal ini dilakukanuntuk menjamin kadar oksigen cukup pada pembuluh. Biasanya dipakai pada pasien yangmengalami under anesthesia, neonates (bayi baru lahir yang berusia di bawah 28 hari(Stoll, 2007), pasien yang mengalami kondisi buruk (critically). Alat ini menampilkanfrekuensi denyut jantung <strong>dan</strong> saturasi oksigen, parameter yang menjadi andalan <strong>dan</strong>sangat berguna untuk mengetahui kondisi pasien saat pemeriksaan. Oksimeter termasukalat medis non invasive <strong>dan</strong> portabel. Proses penggunaan probe sensor dengan menjepitbagian ujung jari seperti pada Gambar 1Gambar 1. Probe Pulse OximetrySensor dibangun dengan menggunakan LED (Light Emitting Diode) berwarnamerah <strong>dan</strong> LED infrared. Perlu diketahui hemoglobin yang mengandung oksigen akanmenyerap panjang gelombang cahaya 910 nm <strong>dan</strong> hemoglobin yang tidak mengikat<strong>Jurnal</strong> <strong>Fisika</strong> <strong>dan</strong> <strong>Terapannya</strong> |Vol.1, No.1, <strong>Januari</strong> <strong>2013</strong> 67


oksigen menyerap panjang gelombang cahaya 650 nm sehingga hal inilah yang mengapaLED merah <strong>dan</strong> inframerah digunakan sebagai komponen utama pembangun sensorkarena kedua LED ini memiliki panjang gelombang yang sesuai kriteria.2. Prinsip Dasar OksimeterSensor pulse oximetry menggunakan cahaya dalam analisis spektral untukpengukuran saturasi oksigen, yaitu deteksi <strong>dan</strong> kuantifikasi komponen (hemoglobin)dalam larutan. Saturasi oksigen adalah persentase total hemoglobin yang membawa ataumengandung oksigen. Probe umumnya ditempatkan jari atau daun telinga. Sebuahfotodetektor pada sisi lain mengukur intensitas cahaya yang berasal dari transmisi sumbercahaya yang menembus jari. Transmisi cahaya melalui arteri adalah denyutan yangdiakibatkan pemompaan darah oleh jantung (Hill et al, 2006)Alat oksimeter menggunakan LED merah <strong>dan</strong> inframerah bersama-sama denganfotodetektor untuk mengatur arus di dalam rangkaian relatif terintegrasi untuk penyerapancahaya yang melalui jari. Pengurangan cahaya dapat dilihat seperti Gambar 2 <strong>dan</strong> dapatdibagi dalam tiga bagian besar : pengurangan cahaya akibat darah arteri, pengurangancahaya akibat darah vena, <strong>dan</strong> pengurangan darah akibat jaringan. Pengurangan cahayaakibat darah vena dapat menyebabkan beberapa sinyal akibat perubahan di dalam alirandarah <strong>dan</strong> juga perubahan akibat level oksigen darah. Pengurangan cahaya yangdisebabkan aliran darah vena <strong>dan</strong> jaringan menciptakan suatu sinyal yang relatif stabil<strong>dan</strong> sinyal ini disebut dengan komponen DC.Gambar 2 Transmisi Cahaya melalui Jari TanganSemakin relefan komponen pengurangan cahaya di dalam oksimeter adalahsinyal AC yang ditimbulkan oleh aliran denyut dari darah arteri. Penyerapan lebih darispektrum cahaya inframerah relatif ke spektrum cahaya merah adalah indikasi darioksigen saturasi yang tinggi <strong>dan</strong> absorpsi lebih dari spektrum cahaya merah relatif kespektrum cahaya inframerah adalah indikasi dari oksigen saturasi yang rendah.68 <strong>Jurnal</strong> <strong>Fisika</strong> <strong>dan</strong> <strong>Terapannya</strong> |Vol.1, No.1, <strong>Januari</strong> <strong>2013</strong>


3. Penyerapan Cahaya oleh HemoglobinTerdapat dua jenis Hb berdasarkan kandungan oksigen didalamnya, diantaranyaoxyhemoglobin yaitu hemoglobin yang mengikat okigen <strong>dan</strong> deoxyhemoglobin adalahhemoglobin yang tidak mengandung okigen.Gambar 3 Grafik Perbedaan Hemoglobin Menyerap Cahaya(Prasanna, 2011). Dari Gambar 3 dapat dianalisis bahwa cahaya LED merah lebih banyak diserapoleh deoxyhemoglobin <strong>dan</strong> cahaya LED Inframerah lebih banyak diserap oxyhemoglobin.Rasio perbedaan penyerapan cahaya tersebut menjadi acuan untuk menentukan saturasioksigen. Rasio (R) adalah jumlah perbandingan penyerapan cahaya infrared <strong>dan</strong> cahayamerah. Nilai rasio dapat dihitung dengan rumus 2.1 [1].SpO 2 ....................................2.1....................................2.2Nilai SpO 2 dapat dihitung dengan memasukkan nilai R pada persamaan linier 2.3 [2].SpO 2 = 110-25 x R ....................................2.34. PerancanganDibutuhkan beberapa modul rangkaian untuk proses pengolahan sinyal.Perancangan didasari pada Gambar 3.<strong>Jurnal</strong> <strong>Fisika</strong> <strong>dan</strong> <strong>Terapannya</strong> |Vol.1, No.1, <strong>Januari</strong> <strong>2013</strong> 69


Gambar 4. Diagram Blok OksimeterLED Merah <strong>dan</strong> IR perlu diberi setting timer agar LED menyala berkedip denganfrekuensi 1000Hz. Hal ini dilakukan untuk memenuhi kecepatan denyut aliran darah padaarteri. Cahaya yang diteruskan akan ditangkap oleh fototransistor TEMT6000 yang nilaikeluaran berupa tegangan analog. Fototransistor TEMT6000 ditunjukkan pada gambar 5.Gambar 5. Sensor TEMT6000Keluaran dari fototransitor kemudian dikuatkan dengan amplifier cascade.Amplifier ini memiliki penguatan sebanyak tiga kali yang terdiri dari low pass filter7Hz,high pass filter7Hz, kopling dioda germanium <strong>dan</strong> kopling kapasitor untuk membloksinyal AC <strong>dan</strong> DC pada karakter penguatan masing-masing.70 <strong>Jurnal</strong> <strong>Fisika</strong> <strong>dan</strong> <strong>Terapannya</strong> |Vol.1, No.1, <strong>Januari</strong> <strong>2013</strong>


Gambar 6. Rangkaian Penguat CascadeKeluaan tegangan dari amplifier akan diolah di rangkaian sample and hold.Rangkaian menggunakan IC CD4066 (quad bilateral switch) yang memiliki empatgerbang input <strong>dan</strong> empat gerbang output. Sinyal yang akan masuk disimpan terlebihdahulu sebelum dikeluarkan selama periode tertentu, sesuai dengan input pada pin ctrlmasing-masing. Selain itu, IC CD4066 perlu ditambah Input buffer amplifieryang mempunyai impe<strong>dan</strong>si input yang tinggi. Hal ini berfungsi untuk mengurangipembebanan pada tahap sebelumnya <strong>dan</strong> mempunyai impe<strong>dan</strong>si output yang rendahuntuk memungkinkan pengisian muatan dengan sangat cepat pada hold capacitor.Gambar 7. Rangkaian Sample and HoldTerdapat dua keluaran tegangan dari rangkaian sample adn hold yang kemudiandihubungkan pada pin ADC pada mikrokontroler agar tegangan yang dihasilkan akandikonversi menjadi data digital <strong>dan</strong> dihitung dengan rumus ratio saturasi oksigen<strong>Jurnal</strong> <strong>Fisika</strong> <strong>dan</strong> <strong>Terapannya</strong> |Vol.1, No.1, <strong>Januari</strong> <strong>2013</strong> 71


HASIL DAN PEMBAHASANPengujian ini mengambil data perubahan hasil pengukuran selama intervalsatu menit sebanyak tiga kali pengukuran di lima jari yang berbeda. Jari yangdikuru yaitu jari telunjuk, jari jempol, jari tengah, jari manis, jari kelingking.Adapun data yang didapatkan adalah sebagai berikut.Tabel 1. Nilai Pengukuran Spo2 Jari TanganSpo2 Spo2 Jari Spo2 Jari Spo2 Spo2 JariNo Telunjuk(%)Tengah(%)Manis(%)Jempol(%)Kelingking(%)1 94,16 95 92,2 92,4 90,52 92,5 92,94 91,6 91,89 95,253 93,7 90,8 92,6 91 89,8693,45 92,91 92,2 91,76 91,87SD 0,857 2,100 0,48 0,708 2,944Eror 0,917 2,260 0,52 0,772 3,205Dari data tersebut dapat dianalisa bahwa pengukuran spo2 pada jari telunjukmenunjukkan angka pengukuran paling besar dengan pengukuran yang lain.Tetapi secara keseluruhan, jari yang lain menunjukkan hasil pengukuran yangmemiliki selisih yang relatif kecil. Perbedaan ini bisa disebabkan panjang lintasantranmisi cahaya dari LED yang berbeda pada setiap jari. Semakin panjang lintasantransmisi cahaya maka semakin banyak cahaya yang diserap sehingga sedikit sajacahaya yang diteruskan. Jari jempol yang memiliki struktur lapisan jaringan yanglebih tebal atau panjang menunjukkan hasil pengukuran yang paling kecil. Selainitu ada beberapa faktor yang menyebabkan mengapa jari telunjuk menghasilkanpengukuran yang lebih besar dibandingkan dengan jari kelingking. Hal ini bisadisebabkan seperti ukuran jari yang terlalu besar, perubahan kadar Hb, aktivitasberlebihan pada saat pengukuran <strong>dan</strong> desain probe sensor yang kurang sempurna.Selain iu alat hasil penelitian dibandingkan dengan Mindrey PM50,didapatkan hasil sebagai berikut :72 <strong>Jurnal</strong> <strong>Fisika</strong> <strong>dan</strong> <strong>Terapannya</strong> |Vol.1, No.1, <strong>Januari</strong> <strong>2013</strong>


Tabel 2. Hasil Perbandingan Pengukuran AlatDari hasil tabel 2. Dapat dilihat bahwa alat masih kurang stabil dikarenakana<strong>dan</strong>ya nilai toleransi eror pada komponen yang digunakan sehingga prosespembacaan ADC masih sering berubah-ubah. Selain itu bisa disebakan kondisipasien yang kurang tenang saat proses pengukuran. Oksimeter berbasismikrokontroler ATMega16 telah dibuat <strong>dan</strong> dapat bekerja dengan cukup baik.Alat penelitian mampu membedakan hasil pengukuran antara pasien satu denganyang lain dengan nilai error 2,774 % <strong>dan</strong> akurasi 97 %KESIMPULANBerdasarkan analisis data <strong>dan</strong> pembahasan yang dilakukan dalampenelitian ini dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut :1. LED merah mampu diserap sebagian oleh jaringan jari <strong>dan</strong> sebagiannyalainnya lagi ditransmisikan sehingga mampu ditangkap oleh detekorTEMP6000. Se<strong>dan</strong>gkan LED hijau <strong>dan</strong> biru tidak mampu ditransmisikansehingga tidak terdeteksi oleh detektor.2. Oksimeter berbasis mikrokontroler ATMega16 telah dibuat <strong>dan</strong> dapatbekerja dengan cukup baik. Setelah dilakukan peneletian, didapatkan datadengan akurasi terbaik alat dalam mengukur SpO 2 adalah 97 % <strong>dan</strong> erorterbesarnya adalah 5,8 %.3. Pengukuran SpO 2 di lima jari yang berbeda ternyata terdapat perbedaanyang relatif kecil. Hal ini bisa disebabkan panjang lintasan transmisicahaya dari LED yang berbeda pada setiap jari.<strong>Jurnal</strong> <strong>Fisika</strong> <strong>dan</strong> <strong>Terapannya</strong> |Vol.1, No.1, <strong>Januari</strong> <strong>2013</strong> 73


DAFTAR PUSTAKAAdil, Ratna <strong>dan</strong> M.Rochmad.2009. Design and Analyze Detector Stress Level BasedOxihaemoglobin (HbO2) in Blood. ICICI-BME 2009 Proceedings.Surabaya: PENS.Andrianto, Heri.2008. Pemrogaman Mikrokontroler AVR ATMEGA16. Bandung:Informatika bandung.Atmel Corporation.2010.ATMega16. Tersedia : www.atmel.com. [7 Juli 2010].Hadi, Mokh. Sholihul.2008. Mengenal Mikrokontroler AVRATMega16.IlmuKomputer.com. Diakses[19 Juni 2012]Hul<strong>dan</strong>i.2010.Pengaruh Kadar Hemoglobin <strong>dan</strong> Jenis Kelamin terhadapKonsumsi Oksigen Maksimum Siswa-Siswi Pesantren DarulHijrah.Banjarmasin:Fakultas Kedokteran Universitas Lambung MangkuratBanjarbaru.Khandpur, R.S.2005.Biomedical Instrumentation Technology andAplications.USA: The Mebraw-Hill Companies. [1]Matviyenko, Serhiy.2010.Pulse Oximetry-Standard. San Jose: CypressCorporation.SemiconductorParumaanor, John Tinsy.2008. Visible Versus Near-Infrared Light PenetrationAnalysis In An Intralipid Suspension As It Relates To Clinical HyperspectralImages.Arlington : The University of Texas.DepthPutra, Andrey Aranta.2006.Rancang BangunMikrokontroller.Surabaya: PENS.Pulse Oximetry Digital BebasisPutri, Tyan Resa.2010.Photodiode Dan LED [Online].Tersedia :http://tyanretsa.blogspot.com. Diakses[20 Desember 2011 ]Royn.2011.Fototransistor.[Online].Tersedia:Diakses[21 Juli 2012]http://Sinelectronicblogspot.com.Thai Li, Yun.2007. Pulse Oximetry. Guildford. Department of ElectronicEngineering : University of Surrey.74 <strong>Jurnal</strong> <strong>Fisika</strong> <strong>dan</strong> <strong>Terapannya</strong> |Vol.1, No.1, <strong>Januari</strong> <strong>2013</strong>


Town, Neil.2001.Pulse Oximetry.Journal Medical Electronics.MichaelmasTerm.2001.Webster, J.G.1997. Design of Pulse Oximeters, Intitute of Physics Publishingand Philadelphia: Medical Science Series. [2]BristolWongjan, Anan <strong>dan</strong> Amphawan Julseree, members.2009. Continuous Measurementsof ECG and SpO2 for Cardiology Information System . Proceedings of the InternationalMultiConference of Engineers and Computer Scientists 2009 Vol II: HongkongYanda, Srie. 2003. Perbandingan Nilai Saturasi Oksigen Pulse oximetry dengan AnalisaGas Darah Arteri pada Neonatus yang Dirawat di Unit Perawatan Intensif Anak.Me<strong>dan</strong> : USU Digital Library.Yasmin, Nilu Gede <strong>dan</strong> Christantie Effendy. 2002. Keperawatan Medikal Bedah :Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: EGC.Young, IvenH.2003.Oximetry.[Online].Tersedia:www.australianprescriber.com/ [11Oktober 2011]Supriyanto.2007.Perambatan Gelojgmbang Elektromagnetik.Jakarta:Departemen<strong>Fisika</strong> Universitas Indonesia.Syahrul.2006.LED, Light Emitting Diode: Teknologi DanPerkembangannya.Bandung : Universitas Komputer Indonesia.<strong>Jurnal</strong> <strong>Fisika</strong> <strong>dan</strong> <strong>Terapannya</strong> |Vol.1, No.1, <strong>Januari</strong> <strong>2013</strong> 75


Desain Sistem Deteksi Kerusakan Jaringan Dermisdari Citra Mikroskop Digital Menggunakan MetodeEkstraksi FiturKurniastuti 1 , Y. G. Y. Yhuwana 2 , S. Soelistiono 2 , R. Apsar 1,21 Prodi S1 Teknobiomedik F.Sains <strong>dan</strong> Teknologi Universitas Airlangga Surabaya2 Prodi S1 <strong>Fisika</strong> Fakultas Sains <strong>dan</strong> Teknologi Universitas Airlangga SurabayaAbstrakPenelitian ini dilakukan untuk mendesain sistem deteksi kerusakan jaringan kulit mencit(mus musculus) akibat paparan laser Nd:YAG dengan dosis energi 18,8 – 53,8 J/cm 2 dari citramikroskop digital. Kerusakan jaringan kulit akibat paparan laser Nd:YAG berupa pendarahan(bleeding) <strong>dan</strong> lubang. Sampel citra yang digunakan adalah citra jaringan normal <strong>dan</strong> citra jaringanrusak. Desain sistem menggunakan pemograman Delphi dengan metode ekstraksi fitur warna <strong>dan</strong>segmentasi warna. Ekstraksi fitur warna yang digunakan dalam penelitian ini ada tiga buah yaitufitur warna jaringan normal, fitur warna pendarahan (bleeding), <strong>dan</strong> fitur warna lubang. Metodeekstraksi fitur warna dilakukan dengan menggunakan histogram untuk mengetahui intensitasdengan nilai frekuensi tertinggi secara teliti. Segmentasi warna menghasilkan daerah-daerah padacitra yang termasuk dalam rentang intensitas fitur. Hasil uji program penentuan jaringan kulitnormal <strong>dan</strong> jaringan kulit rusak pada penelitian ini menunjukkan bahwa 25 citra dari 40 citra yangdigunakan berhasil diidentifikasi sehingga tingkat keakuratan program sebesar 62,5%. Se<strong>dan</strong>gkanpada hasil uji program pengukuran diameter, tingkat keakurasian sebesar 38,84% hingga 68,14%.Kata kunci : Laser Nd:YAG, Ekstraksi Fitur, Segmentasi warna, Delphi76 <strong>Jurnal</strong> <strong>Fisika</strong> <strong>dan</strong> <strong>Terapannya</strong> |Vol.1, No.1, <strong>Januari</strong> <strong>2013</strong>


PENDAHULUANKerusakan jaringan kulit akibat paparan laser Nd:YAG secara berlebih akanmenyebabkan kulit tidak berfungsi dengan baik, sehingga perlindungan tubuh terhadapgangguan dari luar akan melemah. Kerusakan jaringan kulit yang terjadi akibat paparanlaser Nd:YAG berupa pendarahan (bleeding) <strong>dan</strong> lubang (Pribadi, 2011). Hal itudisebabkan karena a<strong>dan</strong>ya fenomena interaksi yang timbul saat pemaparan laser Nd:YAGterhadap jaringan kulit. Fenomena interaksi tersebut adalah fotokimia (photochemical),fototermal (phototermal), fotoablasi (photoablastion), plasma-induced ablation <strong>dan</strong>fotoakustik (photodisruption). Fenomena interaksi yang terjadi pertama kali adalahfotokimia (photochemical) yang menyebabkan terjadinya efek kimia <strong>dan</strong> reaksi antaramakrokolekul <strong>dan</strong> jaringan saat energi laser diserap oleh jaringan kulit. Setelah terjadiefek kimia, temperatur pada jaringan akan meningkat (fototermal) yang menyebabkanterjadinya penguapan molekul air pada jaringan kulit <strong>dan</strong> letupan jaringan kulit yangditandai dengan penyemburan pecahan-pecahan jaringan kulit serta proses ablasi(fotoablasi). Proses ablasi tersebut akan diikuti dengan pembentukan plasma (plasmainducedablation) <strong>dan</strong> pembangkitan shock wave (photodistruption) yang menyebabkanmunculnya lubang pada jaringan kulit (Apsari, 2009).Dalam penelitian Pribadi (2011) dilakukan pemaparan laser Nd:YAG terhadapjaringan kulit mencit (mus musculus) dengan tegangan pumping sebesar 540-620 V <strong>dan</strong>740 V <strong>dan</strong> dosis energi sebesar 18,8 J/cm 2 –53,8 J/cm 2 . Dengan perlakuan perbedaanbesar dosis energi menyebabkan dampak yang muncul pada jaringan kulit akan berbeda.Hasil penelitian tersebut mengemukakan bahwa tegangan pumping yang menyebabkankerusakan pada jaringan kulit adalah 590–620 V <strong>dan</strong> 740 V serta dosis energi sebesar29,5-53,8 J/cm 2 . Dalam penelitian ini, digunakan preparat jaringan kulit mencit (musmusculus) baik jaringan normal maupun jaringan rusak yang merupakan hasil penelitianPribadi (2011) sebagai sampel image yang diteliti.Penelitian ini diawali dengan mendapatkan citra digital dari preparat jaringankulit mencit (mus musculus). Pengambilan citra dilakukan dengan menggunakanmikroskop digital. Mikroskop digital merupakan mikroskop cahaya yang telahdimodifikasi dengan kamera digital <strong>dan</strong> telah terhubung dengan perangkat lunakkomputer (Fifin, 2010). Pada umumnya, mikroskop digital telah dilengkapi denganprogram yang men-capture video menjadi citra digital. Akan tetapi dalam penelitian ini,program tersebut tidak digunakan sehingga diperlukan bantuan sebuah frame grabber.Frame grabber merupakan program yang fungsinya mengubah video menjadi citra digital(Gunadhi, 2002). Dalam penggunaannya, frame grabber dapat digunakan apabila driver<strong>Jurnal</strong> <strong>Fisika</strong> <strong>dan</strong> <strong>Terapannya</strong> |Vol.1, No.1, <strong>Januari</strong> <strong>2013</strong> 77


kamera telah terinstall sebelumnya. Frame grabber dibuat menggunakan pemogramanDelphi. Hasil akhir dari frame grabber adalah citra digital yang merupakan citra kontiyuf(x,y) yang sudah didiskritkan baik koordinasi spasial maupun tingkat kecerahannya.Citra digital yang dihasilkan berupa citra berwarna. Pada citra berwarna, warna pikselyang ditampilkan pada layar monitor merupakan campuran dari tiga warna dasar yaitumerah, hijau <strong>dan</strong> biru dengan nomor warna dasar mulai dari 1 hingga 3. Setiap nomorwarna dasar menginformasikan intensitas dalam menyusun suatu warna yang nilainnyaberkisar dari 0 hingga 255 pada resolusi 8 bit (Sutoyo et. al, 2009).Untuk mempermudah proses pengidentifikasian lubang, dilakukan metodeekstraksi fitur, proses untuk mendapatkan fitur-fitur yang membedakan suatu objek dariobjek yang lain (Putra, 2010). Ekstraksi fitur sendiri terbagi menjadi tiga macam yaituekstraksi fitur bentuk merupakan ekstraksi berdasarkan karakter konfigurasi permukaanyang diwakili oleh garis <strong>dan</strong> kontur, ekstraksi fitur tekstur merupakan ekstraksi yangdidasarkan pada fitur tekstur se<strong>dan</strong>gkan ekstraksi fitur warna merupakan ekstraksi yangdidasarkan pada fitur warna. Pada citra berwarna yang memiliki komposisi warna R, G,<strong>dan</strong> B maka ekstraksi fitur warna dilakukan pada tiga warna (Nahari, 2010). Ekstraksifitur warna menggunakan histogram. Histogram citra adalah grafik yang menggambarkanpenyebaran nilai-nilai intensitas piksel dari sautu citra atau bagian tertentu di dalam citra.Pada citra berwarna 24 bit, histogram terdiri dari 3 buah histogram warna dasar yaituhistogram red (R), green (G), <strong>dan</strong> blue (B) dengan masing-masing histogram terdiri darinilai tingkat keabuan 0–255. Contoh sebuah histogram citra disajikan pada Gambar 2.9dengan i adalah intensitas 0 – 255 <strong>dan</strong> h i adalah histogram dari intensitas i.Gambar 2.9 Histogram citra (Putra, 2010)Dalam penelitian ini, ekstraksi fitur yang digunakan adalah ekstraksi fitur warnadisebabkan dalam citra digital jaringan kulit terdapat tiga fitur yang digunakan yaitu fitur78 <strong>Jurnal</strong> <strong>Fisika</strong> <strong>dan</strong> <strong>Terapannya</strong> |Vol.1, No.1, <strong>Januari</strong> <strong>2013</strong>


jaringan normal, fitur pendarahan (bleeding), <strong>dan</strong> fitur lubang. Ketiga fitur tersebutmemiliki tingkat keabuan yang berbeda. Metode selanjutnya adalah segmentasi warnayang merupakan proses membagi citra menjadi daerah-daerah (region) berdasarkan warna(Gonzales, 2008). Daerah yang dimaksud adalah sekumpulan piksel yang berdekatanyang memiliki sifat yang sama. Se<strong>dan</strong>gkan warna merupakan sebuah fitur dalam ruangwarna (color-space) 3-dimensi RGB yang berisi informasi yang berkenaan dengandistribusi spectral cahaya.Pada citra berwarna, fitur yang paling umum digunakan dalam proses segmentasiadalah fitur warna seperti yang dikemukakan oleh Saikumar et. al (2011). Phung et. al(2003) melakukan penelitian mengenai segmentasi terhadap kulit manusia. Fitur yangdigunakan adalah fitur warna. Untuk mendapatkan daerah kulit, menggunakan rentangwarna kulit yang dihasilkan dari segmentasi warna. Presentase error dalam segmentasiwarna relatif kecil yaitu 15,3%. Oleh karena itu, dalam penelitian ini dilakukansegmentasi warna dengan menggunakan rentang intensitas fitur jaringan normal,pendarahan (bleeding), <strong>dan</strong> lubang yang dihasilkan dari proses ekstraksi fitur.METODE PENELITIANDalam penelitian ini digunakan mikroskop digital untuk mendapatkan citradigital jaringan kulit yang berupa preparat. Komputer yang digunakan adalah Core 2 Duodengan sistem operasi Windows 7. Program dibuat dengan menggunakan bahasapemograman Borland Delphi 6 <strong>dan</strong> Matrox Inspector 2.1 sebagai software pendukung.Data merupakan hasil penelitian Pribadi (2011) sejumlah 40 buah dengan jaringan kulitnormal sebanyak 20 buah <strong>dan</strong> jaringan kulit rusak sebanyak 20 buah.Prosedur penelitian antara lain mengolah data yang berupa preparat menjadi citradigital dengan menggunakan frame grabber, citra tersebut kemudian di ekstraksi fiturwarna pada intensitas R (red), G (green), <strong>dan</strong> B(blue) dengan menggunakan histogramuntuk mengetahui rentang intensitas tiap fitur yang ada dalam citra yang dilakukandengan penge-crop-an fitur sebelumnya. Fitur yang digunakan dalam penelitian ini adalahfitur jaringan normal, fitur pendarahan (bleeding), <strong>dan</strong> fitur lubang.langkah selanjutnyaadalah segmentasi warna untuk mengetahui daerah fitur. Dari segmentasi warna dapatdiketahui citra yang termasuk citra jaringan kulit normal <strong>dan</strong> citra jaringan kulit rusakdengan menggunakan ada atau tidaknya fitur pendarahan (bleeding) <strong>dan</strong> fitur lubang.Citra yang termasuk jaringan kulit rusak kemudian dilakukan perhitungan diameterlubang menggunakan fitur lubang.<strong>Jurnal</strong> <strong>Fisika</strong> <strong>dan</strong> <strong>Terapannya</strong> |Vol.1, No.1, <strong>Januari</strong> <strong>2013</strong> 79


HASIL DAN PEMBAHASANFrame grabber untuk mendapatkan citra digital <strong>dan</strong> tampilan desain disajikanpada Gambar 1. Desain frame grabber diawali dengan pemilihan perangkat kamera yangakan digunakan. Video akan muncul komponen VideoWindow1 yang secara real-timeterhubung secara otomatis. Video real-time dimanfaatkan untuk mengatur letak preparatagar kamera fokus pada bagian preparat yang akan diamati sehingga terlihat jelas.Capture video yang merupakan proses pemindahan file video menjadi file image dapatdilakukan <strong>dan</strong> image hasil capture kemudian akan terlihat pada DBImage1. Padapenyimpanan image, user dapat meng-klik tombol save image yang secara otomatis akanmenyimpan image dalam bentuk file bmp. Setelah didapatkan citra digital jaringan kulit,dilakukan ekstraksi fitur warna dengan menggunakan histogram dengan tampilanprogram seperti yang disajikan pada Gambar 2.Gambar 1. Tampilan desain frame grabberGambar 2. Tampilan desain ekstraksi fitur warna dengan histogram80 <strong>Jurnal</strong> <strong>Fisika</strong> <strong>dan</strong> <strong>Terapannya</strong> |Vol.1, No.1, <strong>Januari</strong> <strong>2013</strong>


Tujuan dari proses ekstraksi fitur adalah mengetahui rentang fitur citra dengan carakarakterisasi citra menggunakan histogram. Proses untuk mendapatkan karakteristik citramenggunakan fitur citra yaitu fitur jaringan normal, fitur pendarahan (bleeding), <strong>dan</strong> fiturlubang. Fitur citra di-crop <strong>dan</strong> ditampilkan dalam bentuk histogram dengan menggunakanprogram ekstraksi fitur warna dengan histogram. Pada penelitian ini dilakukan segmentasiwarna pada R, G, <strong>dan</strong> B sehingga histogram yang ditampilkan berjumlah 3 buah yaituhistogram R, histogram G, <strong>dan</strong> histogram B. Dari histogram tersebut, akan diketahuifrekuensi kemunculan tiap intensitas pada fitur citra, <strong>dan</strong> data yang diambil adalahintensitas dengan frekuensi kemunculan tertinggi. Untuk menghindari kesalahan dalampenentuan intensitas dengan frekuensi kemunculan tertinggi, maka data histogramdipindah ke dalam bentuk tabel. Hasil run program ekstraksi fitur warna denganhistogram menghasilkan intensitas frekuensi tertinggi pada tiap fitur citra. Tabel 1, Tabel2, Tabel 3 menunjukkan rata-rata intensitas frekuensi tertinggi pada fitur jaringan normal,fitur pendarahan (bleeding) <strong>dan</strong> fitur lubang.Tabel 1. Rata-rata intensitas frekuensi tertinggi fitur jaringan normalTeganganIntensitasPumping (V)R G B540 153 115 98550 175 125 111560 185 143 122570 180 85 109580 181 138 116Tabel 2. Rata-rata intensitas frekuensi tertinggi fitur jaringan pendarahan (bleeding)TeganganIntensitasPumping (V)R G B590 255 75 85600 192 76 99610 202 86 92620 180 100 102740 175 65 64<strong>Jurnal</strong> <strong>Fisika</strong> <strong>dan</strong> <strong>Terapannya</strong> |Vol.1, No.1, <strong>Januari</strong> <strong>2013</strong> 81


Tabel 3. Rata-rata intensitas frekuensi tertinggi fitur lubangTeganganIntensitasPumping (V)R G B590 240 255 213600 195 158 138610 228 207 198620 191 156 111740 183 146 129Berdasarkan rata-rata intensitas frekuensi tertinggi tiap fitur yang ditunjukkan padaTabel 1, Tabel 2, <strong>dan</strong> Tabel 3 maka rentang intensitas pada tiap fitur citra diketahui.Rentang intensitas fitur yang dihasilkan adalah1. Fitur jaringan normal R = (153-181), G = (85-143), B = (98-122)2. Fitur pendarahan R = (175-255), G = (65-100), B = (64-102)3. Fitur lubang R = (183-240), G = (145-255), B = (111-213)Rentang intensitas fitur yang didapatkan digunakan dalam proses selanjutnya yaitusegmentasi warna yang akan membedakan antara jaringan kulit normal <strong>dan</strong> jaringan kulitrusak. Pada jaringan kulit rusak akan dilakukan pengukuran diameter lubang denganmenghitung jumlah piksel pada lubang pada tiap baris.Pada desain program segmentasi warna digunakan pemograman Delphi. Prosesini dilakukan dalam 4 tahap yaitu tahap pengidentifikasian pendarahan (bleeding), tahappengidentifikasian lubang, tahap penentuan posisi <strong>dan</strong> diameter lubang serta kalibrasidiameter dengan menggunakan Matrox Inspector 2.1. Tahap pengidentifikasianpendarahan (bleeding) <strong>dan</strong> lubang memanfaatkan rentang intensitas pendarahan(bleeding) <strong>dan</strong> lubang yang dihasilkan dari ekstraksi fitur. Namun karena terjadioverlapping pada rentang intensitas fitur jaringan normal <strong>dan</strong> pendarahan (bleeding),maka rentang intensitas pendarahan (bleeding) adalah diluar rentang fitur jaringannormal. Pada tahap pengidentifikasian pendarahan (bleeding), piksel yang intensitasnyatermasuk dalam rentang pendarahan (bleeding) akan berwarna biru. Hal itu sebagaipenanda letak pendarahan. Piksel yang intensitasnya termasuk dalam rentang lubang akanberwarna hijau. Akan tetapi pengidentifikasian lubang tidak hanya berdasarkan rentangfitur lubang melainkan juga berdasarkan definisi lubang yaitu daerah dengan intensitasyang berbeda dengan daerah sekitarnya yang berada di antara daerah pendarahan82 <strong>Jurnal</strong> <strong>Fisika</strong> <strong>dan</strong> <strong>Terapannya</strong> |Vol.1, No.1, <strong>Januari</strong> <strong>2013</strong>


(bleeding) (Pribadi, 2011). Tampilan segmentasi warna pada jaringan kulit normaldisajikan pada Gambar 3 <strong>dan</strong> pada jaringan kulit rusak pada Gambar 4.Gambar 3. Tampilan segmentasi warna pada jaringan kulit normalGambar 4. Tampilan segmentasi warna pada jaringan kulit rusakPada jaringan kulit rusak dilakukan pengukuran diameter lubang. Tahappenentuan diameter lubang, perlu dilakukan rotate pada citra. Tujuan rotate adalahmengubah posisi lubang sejajar terhadap sumbu x. Hal itu disebabkan data citra daripenelitian Pribadi (2011) memiliki posisi lubang tidak sama antara satu dengan yang lain.Selain itu, sebelum dilakukan pengukuran diameter lubang, diperlukan kalibrasi pikselmenjadi mikrometer dengan menggunakan Matrox Inspector 2.1. Berdasarkan Matrox<strong>Jurnal</strong> <strong>Fisika</strong> <strong>dan</strong> <strong>Terapannya</strong> |Vol.1, No.1, <strong>Januari</strong> <strong>2013</strong> 83


Inspector 2.1 diketahui bahwa kalibrasi 1 piksel = 1,923 µm. Akan tetapi perlu diingatbahwa data citra yang diproses ini telah mengalami proses resize 25% sehingga sebelumdikalibrasi dari piksel ke mikrometer, panjang piksel dikalikan dengan 4 untukmendapatkan panjang piksel dalam ukuran sebenarnya (100%). Perhitungan kalibrasitersebut sudah terdapat dalam program penentuan diameter lubang sehingga diameterlubang yang terlihat dalam program sudah bersatuan mikrometer. Tampilan kalibrasidisajikan pada Gambar 5.Gambar 5. Tampilan Matrox Inspector 2.1 dalam kalibrasi pikselPada program penentuan jaringan kulit normal <strong>dan</strong> rusak, didapatkan bahwa dari40 buah citra digital yang digunakan sebanyak 25 citra berhasil dideteksi dengan benarsehingga tingkat akurasinya sebesar 62,5%. Se<strong>dan</strong>gkan untuk pengukuran diameterlubang tingkat keakurasiannya berkisar antara 38,84% hingga 68,14%. Tabel 4 <strong>dan</strong> Tabel5 menunjukkan hasil run program penentuan citra jaringan normal <strong>dan</strong> citra jaringanrusak <strong>dan</strong> hasil run program pengukuran diameter lubang.84 <strong>Jurnal</strong> <strong>Fisika</strong> <strong>dan</strong> <strong>Terapannya</strong> |Vol.1, No.1, <strong>Januari</strong> <strong>2013</strong>


Tabel 4. Hasil run program penentuan citra jaringan normal <strong>dan</strong> citra jaringan rusakTegangan pumping (V) Dosis energi Hasil run program Benar (√) atau salah (x)(J/cm 2 )540 (1) 18,8 Jaringan normal √540 (2) 18,8 Jaringan normal √540 (3) 18,8 Jaringan normal √540 (4) 18,8 Jaringan normal √540 (5) 18,8 Jaringan normal √550 (1) 23,9 Jaringan normal √550 (2) 23,9 Jaringan normal √550 (3) 23,9 Jaringan normal √550 (4) 23,9 Jaringan normal √550 (5) 23,9 Jaringan normal √560 (1) 21,1 Jaringan normal √560 (2) 21,1 Jaringan normal √560 (3) 21,1 Jaringan normal √560 (4) 21,1 Jaringan normal √560 (5) 21,1 Jaringan normal √570 (1) 21,5 Jaringan normal √570 (2) 21,5 Jaringan normal √570 (3) 21,5 Jaringan normal √580 (1) 25,6 Jaringan normal √580 (2) 25,6 Jaringan normal √590(1) 31,3 Jaringan normal x590(2) 31,3 Jaringan normal x590(3) 31,3 Jaringan normal x600(1) 29,5 Jaringan rusak √600(2) 29,5 Jaringan rusak √600(3) 29,5 Jaringan rusak √600(4) 29,5 Jaringan rusak √600(5) 29,5 Jaringan normal x610(1) 32,0 Jaringan normal x610(2) 32,0 Jaringan normal x610(3) 32,0 Jaringan normal x610(4) 32,0 Jaringan normal x610(5) 32,0 Jaringan normal x620(1) 35,7 Jaringan normal x620(2) 35,7 Jaringan normal x620(3) 35,7 Jaringan normal x620(4) 35,7 Jaringan normal x620(5) 35,7 Jaringan normal x740(1) 53,8 Jaringan rusak √740(2) 53,8 Jaringan normal x<strong>Jurnal</strong> <strong>Fisika</strong> <strong>dan</strong> <strong>Terapannya</strong> |Vol.1, No.1, <strong>Januari</strong> <strong>2013</strong> 85


Tabel 2. Hasil run program pengukuran diameter lubangNo. Tegangan pumping(V)Dosis energi(J/cm 2 )Diameter lubang(µm)1. 600(1) 29,5 138,4562. 600(2) 29,5 169,2243. 600(3) 29,5 169,2244. 600(4) 29,5 169,2245. 740(1) 53,8 153,84Tingkat keakurasian pada penelitian ini tergolong rendah disebabkan karena padapenelitian ini hanya menggunakan ekstraksi fitur warna sebagai fitur pembe<strong>dan</strong>ya. Padaumumnya untuk melakukan segmentasi pada kulit setidaknya diperlukan minimal duafitur diantaranya adalah fitur warna <strong>dan</strong> tekstur seperti pada penelitian Nammalwar et. al(2009) yang melakukan segmentasi pada image kanker kulit menggunakan fitur warna<strong>dan</strong> tekstur. Kanker kulit menyebabkan a<strong>dan</strong>ya luka pada kulit. Untuk menganalisa lukapada kulit yang harus dilakukan adalah mengetahui lokasi luka secara akurat <strong>dan</strong>memisahkan daerah luka. Fitur warna <strong>dan</strong> tekstur digunakan untuk membedakan warnateksturluka dari kulit normal. Penyebaran fitur tersebut didasarkan pada struktur tepi <strong>dan</strong>warna image. Selain itu, pada penelitian Phung et. al (2003) melakukan segmentasiterhadap kulit manusia dengan presentasi error sebesar 15,3%.Jiang et. al (2005) mendeteksi kulit dengan menggunakan tiga fitur sekaligusyaitu fitur warna, tekstur <strong>dan</strong> jarak. Deteksi kulit pada penelitian ini adalah memisahkandaerah kulit dengan daerah bukan kulit misalnya mata, rambut <strong>dan</strong> bibir pada area wajah.Proses segmentasi pada penelitian ini menunjukkan tingkat keakurasian tinggi yaitusebesar 94,8%.Fitur tekstur itu sendiri adalah keteraturan pola-pola tertentu yang terbentuk darisusunan piksel-piksel dalam citra digital. Se<strong>dan</strong>gkan segmentasi tekstur merupakanproses yang membagi suatu citra ke dalam beberapa daerah dimana tekstur dianggapkonstan. Oleh karena itu, segmentasi tekstur lebih ditekankan pada penentuan batas-batasantar daerah-daerah di dalam citra dengan tekstur yang berbeda secara otomatis(Nammalwar et. al, 2009). Untuk mengoptimalisasi hasil, penelitian deteksi kerusakanjaringan dermis <strong>dan</strong> pengukuran diameter lubang dapat disarankan untuk menggunakanfitur warna, fitur tekstur, struktur tepi <strong>dan</strong> jarak untuk mendapatkan batas daerah lubangyang lebih akurat sehingga penentuan citra jaringan kulit normal <strong>dan</strong> citra jaringan kulitrusak serta pengukuran diameter lubang dapat terdeteksi lebih akurat.86 <strong>Jurnal</strong> <strong>Fisika</strong> <strong>dan</strong> <strong>Terapannya</strong> |Vol.1, No.1, <strong>Januari</strong> <strong>2013</strong>


SIMPULAN DAN SARANSistem deteksi kerusakan jaringan dermis dengan metode ekstraksi fitur dapatdigunakan sebagai alat bantu menentukan citra jaringan kulit normal <strong>dan</strong> citra jaringanrusak dengan tingkat keakurasian 62,5 % <strong>dan</strong> tingkat keakurasian pengukuran diameterlubang berkisar 38,84% sampai 68,14%.Dengan mengetahui tingkat keakurasian program dalam penelitian ini, maka untukmeningkatkan tingkat keakurasian program dapat menggunakan fitur lain dalam citramisalnya fitur tekstur pada citra. Atau dapat juga dilakukan penggunaan dua fitursekaligus yaitu fitur warna <strong>dan</strong> tekstur dengan menggunakan metode segmentasi warna<strong>dan</strong> tekstur serta struktur tepi <strong>dan</strong> jarak.DAFTAR PUSTAKAApsari, Retna. 2009. Sistem Fuzzy Berbasis Laser Speckle Imaging untuk DeteksiKualitas Enamel igi Akibat Paparan Laser Nd:YAG. Disertasi.ProgramPascaSarjana. Universitas Airlangga. Surabaya.Apsari, R, Noriah Bidin, Suhariningsih. 2008. Karakteristik Output Laser Nd:YAGDengan Q-Switch <strong>dan</strong> tanpa Q-Switch Untuk Aplikasi Diagnosis Pada Bi<strong>dan</strong>gedokteran Gigi. Prosiding Seminar Nasional IV. Universitas TeknologiYogyakarta. Yogyakarta.Fifin, D.R. 2010. Pengenalan Pola Citra Leukosit Dengan Metode Ekstraksi FiturCitra. <strong>Jurnal</strong> Pendidikan <strong>Fisika</strong> Indonesia 6 (2010) 133-137.Gonzales. 2008. Digital Image Processing. 3 rd edition. United State of America : PrenticeHall.Gunadhi, Albert. 2002. Sensor Warna Dengan Menggunakan Kamera Video BerbasisKomputer Pribadi. Jurusan Teknik Elektro. Universitas Widya Mandala Surabaya.Jiang, Zhiwei, Yao, Min, Jiang, Wei. 2005. Skin Detection Using Color, Texture andSpace Information. College of Computer Science. Zhejiang University. Hangzhou.China.Nahari, Anugrah. 2010. Implementasi Temu Kembali Citra Mammogram Dengan<strong>Jurnal</strong> <strong>Fisika</strong> <strong>dan</strong> <strong>Terapannya</strong> |Vol.1, No.1, <strong>Januari</strong> <strong>2013</strong> 87


Teknik Ekstraksi Fitur Tekstur <strong>dan</strong> Fitur Bentuk. Internetwork Indonesia<strong>Jurnal</strong>.Vol.1. No.1.Nammalwar, Padmapriya, Ghita, Ovidiu, Whelan, Paul F. 2009. Segmentation of SkinCancer Images. Vision Systems Group. Centre for Image Processing and Analysis.School of Electronic Engineering. Dublin City University. Ireland.Phung, Son Lam. Bouzerdoum, Abdesselam. Chai, Douglas. 2003. Skin SegmentationUsing Color and Edge Information. School of Engineering and Mathematics. EdithCowan University. Perth. Australia.Putra, Dharma. 2010. Pengolahan Citra Digital. Penerbit ANDI.Yogyakarta.Pribadi, Siswanto. 2011. Pengaruh Paparan Laser Nd:YAG Q-Switch Secara in-vivoTerhadap Kerusakan Jaringan Kulit Mencit (Mus Musculus). Program Studi S1<strong>Fisika</strong>, Fakultas Sains <strong>dan</strong> Teknologi, Universitas Airlangga, Surabaya.Saikumar, Tara. Yugander, P. Murthy, P. Sreenivasa. Smitha, B. 2011. Colour BasedImage Segmentation Using Fuzzy C-Means Clustering. International Conferenceon Computer and Software Modelling IPCSIT. Volume 14. Year 2011. LACSITPress. Singapore.Sutoyo,T. Edy Mulyanto. Oky Dwi Nurhayati. Wijanarto. Vincent Suhartono. 2009. TeoriPengolahan Citra Digital.Penerbit ANDI. Semarang.88 <strong>Jurnal</strong> <strong>Fisika</strong> <strong>dan</strong> <strong>Terapannya</strong> |Vol.1, No.1, <strong>Januari</strong> <strong>2013</strong>


SINTESIS KOMPOSIT KOLAGEN-HIDROKSIAPATITSEBAGAI KANDIDAT BONE GRAFTMiranda Zawazi Ichsan 1 , Siswanto 2 , Dyah Hikmawati 31 Program Studi Teknobiomedik Fakultas Sains <strong>dan</strong> Teknologi Universitas Airlangga2,3 Staf Pengajar Departemen <strong>Fisika</strong> Fakultas Sains <strong>dan</strong> Teknologi Universitas AirlanggaEmail : miranda_zi@yahoo.comABSTRAKTelah dilakukan sintesis makroporus komposit kolagen-hidroksiapatit sebagai kandidatbone graft. Kolagen disintesis dari cakar ayam. Metode yang dilakukan adalah dengan teknikfreeze dry dengan variasi lama pembekuan 2, 4, <strong>dan</strong> 6 jam pada suhu -80°C. Proses selanjutnyadengan pengeringan dalam liyophilizer. Hasilnya dikarakterisasi dengan menggunakan FTIR,SEM, <strong>dan</strong> diuji kekuatan tekan dengan Autograf serta uji sitotoksisitas dengan MTT assay. HasilFTIR membuktikan serapan kolagen <strong>dan</strong> hidroksiapatit tergabung secara kimia ditunjukkandengan serapan gugus fungsi yang tidak berhimpit antara gugus fungsi kolagen <strong>dan</strong> hidroksiapatitdengan komposit. Ukuran pori terbesar diperoleh pada waktu pembekuan selama 2 jam yaitusebesar 774 µm <strong>dan</strong> yang terkecil pada pembekuan selama 6 jam yaitu sebesar 640 µm Hasil ujikekuatan tekan komposit untuk pembekuan selama 2, 4, <strong>dan</strong> 6 jam masing-masing 737 KPa, 842KPa <strong>dan</strong> 707.7 KPa. Hasil uji sitotoksisitas dengan MTT assay menunjukkan komposit tidaktoksik dengan persentase sel hidup di atas 100%.Kata kunci : Komposit Kolagen-Hidroksiapatit, Makroporus, Bone Graft<strong>Jurnal</strong> <strong>Fisika</strong> <strong>dan</strong> <strong>Terapannya</strong> |Vol.1, No.1, <strong>Januari</strong> <strong>2013</strong> 89


PENDAHULUANSetiap tahun kebutuhan bone graft terus bertambah. Hal ini disebabkan olehmeningkatnya jumlah kecelakaan yang mengakibatkan patah tulang, penyakit bawaan,<strong>dan</strong> non bawaan. Berdasarkan data di Asia Indonesia adalah Negara dengan jumlahpenderita patah tulang tertinggi. Diantaranya, ada sebanyak 300-400 kasus operasi bedahtulang per bulan di RS. Dr. Soetomo Surabaya (Gunawarman dkk, 2010).Bagian tubuh yang paling sering terjadi patah tulang adalah bagian panggul,pergelangan kaki, tibia, <strong>dan</strong> fibula (Ficai et al., 2011). Bone graft yang biasanyadigunakan adalah autograft <strong>dan</strong> allograft. Namun, autograft <strong>dan</strong> allograft tidak dapatmemenuhi keseluruhan kebutuhan bone graft yang terus meningkat. Upaya untukmengatasi masalah ini adalah penggunaan bone graft sintetis.Syarat yang harus dipenuhi oleh bone graft sintetis adalah dapat diterima tubuhatau biokompatibel <strong>dan</strong> menguntungkan bagi proses osteokonduksi, osteoinduksi, <strong>dan</strong>osteogenesis tulang. Osteokonduktif <strong>dan</strong> osteoinduktif adalah hal terpenting untukbiomaterial resorbable guna mengarahkan <strong>dan</strong> mendorong formasi pertumbuhan jaringan(Wahl <strong>dan</strong> Czernuszka, 2006). Osteokonduktif <strong>dan</strong> osteointegrasi dari bone graftberhubungan dengan tingkat porositas <strong>dan</strong> ukuran pori (Develioglu et al. 2005).Berdasarkan penelitian sebelumnya, persyaratan minimum untuk ukuran poridianggap ~100µm karena ukuran sel, persyaratan migrasi <strong>dan</strong> transport sel. Namun,dianjurkan ukuran pori >300 µm karena meningkatkan pembentukan tulang baru <strong>dan</strong>pembentukan kapiler (Karageorgiou, 2005). Makroporositas yang tinggi dapatmeningkatkan pembentukan tulang, akan tetapi nilai yang lebih tinggi dari 50% dapatmengakibatkan hilangnya sifat mekanik biomaterial (Lu JX et al., 1999).Bone graft sintetis yang baik adalah bone graft yang secara struktur <strong>dan</strong>komposisi mirip dengan tulang alami. Komposit kolagen-hidroksiapatit adalah bone graftsintetis yang sangat mirip dengan tulang dari banyak sudut pan<strong>dan</strong>g. Tulang terdiri darikolagen <strong>dan</strong> hidroksiapatit sebagai komponen utama <strong>dan</strong> beberapa persen dari komponenlainnya (Vaccaro, 2002). Komposit kolagen-hidroksiapatit saat ditanamkan dalam tubuhmanusia menunjukkan sifat osteokonduktif yang lebih baik dibandingkan denganhidroksiapatit monolitik <strong>dan</strong> menghasilkan kalsifikasi matriks tulang yang persis sama(Serre et al., 1993; Wang et al., 1995). Selain itu, komposit kolagen-hidroksiapatitterbukti biokompatibel baik pada manusia maupun hewan (Serre et al., 1993; Scabbia <strong>dan</strong>Trombelli., 2004).90 <strong>Jurnal</strong> <strong>Fisika</strong> <strong>dan</strong> <strong>Terapannya</strong> |Vol.1, No.1, <strong>Januari</strong> <strong>2013</strong>


Upaya untuk mendapatkan komposit dengan struktur <strong>dan</strong> komposisi yang samadengan tulang alami adalah mengolaborasikan beberapa metode sintesis. Kunci dalamsintesis makroporus salah satunya adalah dengan variasi laju pembekuan (Wahl <strong>dan</strong>Czernuszka, 2006). Metode sintesis yang paling berguna untuk fabrikasi material porousadalah metode freeze-drying. Pada metode freeze-drying, pengendalian pertumbuhankristal es sangat penting untuk mendapatkan diameter <strong>dan</strong> bentuk pori yang sesuai, karenastruktur pori adalah replikasi dari jeratan dendrite kristal es. Pada prinsipnya metodefreeze-drying terdiri atas dua urutan proses, yaitu pembekuan yang dilanjutkan denganpengeringan. Diameter pori dapat dikontrol pada tahap pembekuan. Pada penelitian ini,kontrol ukuran makroporus komposit dilakukan dengan beberapa variasi waktupembekuan.BAHAN DAN METODEBahan yang digunakan untuk membuat komposit kolagen-hidroksiapatit berporusdengan teknik freeze-drying adalah hidroksiapatit bubuk dengan ukuran butir 150-355µm, HCL, NaOH, Na 2 HPO 4 , CH 3 COOH, NH 3 , asam fosfat <strong>dan</strong> aquades. Hidroksiapatityang digunakan berasal dari tulang sapi <strong>dan</strong> kolagen diekstraksi dari cakar ayam.Kolagen diekstraksi dari cakar ayam broiler. Ekstraksi kolagen dari cakar ayamdigunakan metode Prayitno (2007) dimodifikasi. Cakar ayam yang digunakan berasal daripenjual daging ayam di pasar Manukan Kulon Surabaya.Cakar ayam yang telah terkumpul dicuci bersih <strong>dan</strong> disimpan dalam freezer.Penyimpanan dalam freezer dimaksudkan supaya cakar ayam tidak membusuk. Cakarayam dikeluarkan dari freezer kemudian dipisahkan dari tulangnya dengan dipotongpotongmenggunakan pisau untuk memudahkan proses penghancuran. Potongan cakarselanjutnya dihancurkan dengan blender. Reduksi ukuran ini untuk mempermudah prosesperegangan kolagen oleh larutan asam. Cakar yang telah hancur ditimbang sebanyak 100gram kemudian direndam selama 24 jam dengan larutan HCL 5% dengan volume 8 kaliberat sampel. Selama perendaman, sampel disimpan dalam kulkas.Setelah mencapai waktu perendaman, cairan dipisahkan melalui penyaringandengan kain mori. Filtrat (cairan hasil penyaringan) ditambah larutan NaOH 1 N sampaimencapai pH netral <strong>dan</strong> didiamkan sampai kolagen menggumpal. Saat mendekati pHnetral, terlihat gumpalan sedikit demi sedikit mulai teramati. Begitu mencapai pH netral,serabut-serabut kolagen mulai terbentuk <strong>dan</strong> menyatu sehingga terlihat gumpalan yangnyata. Gumpalan kolagen terbentuk sempurna pada pH netral (pH 7). Selanjutnya<strong>Jurnal</strong> <strong>Fisika</strong> <strong>dan</strong> <strong>Terapannya</strong> |Vol.1, No.1, <strong>Januari</strong> <strong>2013</strong> 91


gumpalan kolagen disaring dengan kertas saring. Kolagen yang dihasilkan dikeringkandengan metode freeze- dry.Sintesis Komposit Kolagen-HidroksiapatitSintesis komposit kolagen-hidroksiapatit dengan metode freeze-drying dimulaidengan pencampuran kolagen <strong>dan</strong> hidroksiapatit dengan rasio 20:80. Sebelum dua bahandicampur, kolagen <strong>dan</strong> hidroksiapatit dilarutkan terlebih dahulu untuk mendapatkancampuran yang homogen.Kolagen dilarutkan dengan asam asetat dengan perbandingan 1:1. Selanjutnyaditambahkan dengan Na 2 HPO 4 . H 2 O dengan rasio 1:1. Campuran dinetralkan denganNaOH 1M. Adapun hidroksiapatit dilarutkan dengan asam fosfat. Perbandinganhidroksiapatit asam fosfat yaitu 1:4. Larutan hidroksiapatit selanjutnya dinetralkandengan NH 3 tetes demi tetes dengan pipet gelas. pH netral diukur dengan menggunakankertas lakmus asam basa. Larutan hidroksiapatit <strong>dan</strong> larutan kolagen yang telah netraldicampur sambil diaduk perlahan-lahan. Campuran kolagen hidroksiapatit dimasukkan kedalam wadah tabung silinder setinggi 2 cm <strong>dan</strong> dilabeli. Selanjutnya dibekukan dengansuhu -80 °C dengan waktu pembekuan 2 jam, 4 jam, <strong>dan</strong> 6 jam. Komposit kolagenhidroksiapatityang telah kering dikeluarkan dari cetakan untuk dikarakterisasi.HASIL DAN PEMBAHASANHasil sintesis kolagen berbentuk serbuk berwarna putih kekuningan yang tampakpada Gambar 1. Kolagen hasil sintesis diuji dengan FTIR diperoleh grafik transmisi (%)terhadap bilangan gelombang (cm -1 ) pada Gambar 2.Gambar 1 Kolagen hasil sintesis92 <strong>Jurnal</strong> <strong>Fisika</strong> <strong>dan</strong> <strong>Terapannya</strong> |Vol.1, No.1, <strong>Januari</strong> <strong>2013</strong>


Gambar 2 Hasil Uji FTIR Serbuk Kolagen Cakar ayamGrafik hasil uji FTIR pada Gambar 2 dianalisis dengan membandingkan pitaabsorbs yang terbentuk pada spektrum inframerah menggunakan tabel korelasi <strong>dan</strong>menggunakan spektrum senyawa pembanding yang sudah diketahui.. Hasil perbandinganspektrum inframerah kolagen dengan tabel korelasi disajikan pada Tabel 1.Tabel 1 Karakteristik absorbsi kolagen hasil ekstraksi dari cakar ayamNoRentang Peak Ikatanfrekuensi (cm -1 ) (cm -1 )1 3500-3300 3409 N-H2 3000-2500 2927 O-H3 3000-2500 2857 O-H4 1760-1670 1746 C=O5 1640-1660 1651 N-H6 1500-1600 1546 N-H7 1470-1350 1458 C-H8 1340-1020 1160 C-N9 1340-1020 1100 C-N10 1000-675 917 C-H11 870-675 723 C-H12 870-675 686 C-H13 700-610 647 C-HSpektrum utama dari kolagen adalah a<strong>dan</strong>ya amida I banding yang muncul daristretching vibration C=O (karbonil) grup amida dari protein. Amida I ditemukan pada1651 cm -1 , amida II ditemukan pada 1546 cm -1 <strong>dan</strong> amina C-N ditemukan pada 1100cm -1<strong>dan</strong> 1159 cm -1 . Amina N-H ditemukan pada 3409 cm -1 . Hasil perbandingan grafik FTIR<strong>Jurnal</strong> <strong>Fisika</strong> <strong>dan</strong> <strong>Terapannya</strong> |Vol.1, No.1, <strong>Januari</strong> <strong>2013</strong> 93


kolagen dari cakar ayam dengan kolagen murni pada Kirubanan<strong>dan</strong>, 2010 menunjukkanpita serapan yang mirip <strong>dan</strong> gugus yang sama. Hasil perbandingan pita absorbs dengantabel korelasi ataupun dengan senyawa pembanding yang telah diketahui menunjukkanbahwa kolagen cocok sebagai bahan untuk sintesis komposit.Komposit kolagen-hidroksiapatit hasil sintesis menggunakan metode freeze-drydengan variasi pembekuan 2, 4 <strong>dan</strong> 6 jam tampak pada Gambar.3. Komposit dengan 2jam pembekuan diuji dengan FTIR. diperoleh grafik pada Gambar 4.Grafik hasil uji FTIR dianalisis dengan membandingkan pita absorbs yangterbentuk pada spektrum inframerah menggunakan tabel korelasi. Hasil perbandingan pitaabsorbs disajikan pada Tabel 2.Tabel 2 Karakteristik absorbsi komposit kolagen-hidroksiapatitNoRentangfrekuensi(cm -1 )Peak(cm -1 )Ikatan1 3640-3160 3232 O-H2 3000-2500 3081 O-H3 2960-2850 2873 C-H4 2260-2100 2202 C≡C5 1760-1670 1716 C=O6 1600-1700 1672 N-H7 1500-1600 1519 N-H8 1470-1350 1460 C-H9 1470-1350 1405 C-H10 1340-1020 1200 C-N11 1340-1020 1074 C-N12 900-1200 10183-PO 413 900-1200 9663-PO 414 500-600 553 C-XPuncak karakteristik HA adalah pada panjang gelombang 500 cm -1 -600 cm -1 .Pada hasil FTIR komposit kolagen-hidroksiapatit, ditemukan pada panjang gelombang553 cm -1 . Puncak karakteristik kolagen ditemukan pada 2873 untuk CH stretching, 1716cm -1 untuk C=O grup, <strong>dan</strong> di atas 3000 cm -1 untuk N-H. Amida I banding antara panjanggelombang 1600 cm -1 -1700 cm -1 <strong>dan</strong> PO 3- 4 banding antara 900 cm -1 -1200 cm -1 .Data serapan gugus fungsi pada spektrum FTIR digunakan untuk mengetahuijenis reaksi yang terjadi. Jika data berimpit dengan data spektrum FTIR bahan yangdigunakan, maka proses yang terjadi merupakan proses fisika. Se<strong>dan</strong>gkan jika data tidak94 <strong>Jurnal</strong> <strong>Fisika</strong> <strong>dan</strong> <strong>Terapannya</strong> |Vol.1, No.1, <strong>Januari</strong> <strong>2013</strong>


erimpit maka proses yang terjadi adalah rekasi kimia. Berdasarkan perbandingan hasilFTIR kolagen, hidroksiapatit, <strong>dan</strong> komposit diperoleh reaksi yang terjadi pada prosessintesis komposit kolagen-hidroksiapatati adalah reaksi kimia.(a) (b) (c)Gambar 3 Komposit Kolagen-Hidroksiapatit dengan:(a) 2 jam pembekuan, (b) 4 jam pembekuan <strong>dan</strong> (c) 6 jam pembekuanGambar 4 Hasil FTIR komposit kolagen-hidroksiapatitBentuk MakroporusMakroporus yang terbentuk dengan metode freeze-drying pada penelitian inimenghasilkan ukuran pori yang tidak merata. Pada metode freeze-drying, pengendalianpertumbuhan kristal es sangat penting untuk mendapatkan diameter <strong>dan</strong> bentuk pori yangsesuai. Diameter pori dikontrol pada tahap pembekuan. Pembekuan dilakukan padatemperatur -80°C dengan tiga variasi waktu pembekuan yaitu 2,4, <strong>dan</strong> 6 jam. Hasil citraSEM dengan perbesaran 1000x menunjukkan perbedaan yang signifikan. Perbedaan<strong>Jurnal</strong> <strong>Fisika</strong> <strong>dan</strong> <strong>Terapannya</strong> |Vol.1, No.1, <strong>Januari</strong> <strong>2013</strong> 95


yang dapat diamati adalah bentuk makroporus, kekasaran permukaan, <strong>dan</strong> polapenggabungan kolagen dengan hidroksiapatit pada komposit.Pada Gambar 5 terlihat bentuk makroporus komposit tidak merata. Pembekuanpada suhu -80°C selama dua jam membentuk dendrite kristal es yang tidak teratursehingga ukuran makroporus tidak seragam <strong>dan</strong> tidak ada cross link. Kolagen tampakberbentuk jarum panjang yang menjulang. Serabut kolagen bergabung dalam ikatanlapisan hidroksiapatit yang tipis. Serabut kolagen berperan sebagai serat komposit <strong>dan</strong>hidroksiapatit berperan sebagai matriks komposit. Secara makro, permukaan kompositterlihat kasar.Komposit yang dibekukan selama empat jam pada gambar 6 tampak lebih padatdibandingkan komposit yang dibekukan selama dua jam. Serabut kolagen tidak dapatdibedakan dengan jelas seperti pada Gambar 4.5. Gabungan kolagen <strong>dan</strong> hidroksiapatitpada komposit menyatu dengan baik sehingga tidak terlihat batas antara keduanya.Secara makro, komposit terlihat lebih halus dibandingkan dengan komposit yangdibekukan selama dua jam.Gambar 5. Permukaan mikroskopis komposit dengan 2 jam pembekuanGambar 6. Permukaan mikroskopis komposit dengan 4 jam pembekuan96 <strong>Jurnal</strong> <strong>Fisika</strong> <strong>dan</strong> <strong>Terapannya</strong> |Vol.1, No.1, <strong>Januari</strong> <strong>2013</strong>


Gambar 4.7 Permukaan mikroskopis komposit dengan 6 jam pembekuanKomposit kolagen-hidroksiapatit dengan pembekuan selama enam jam tidaksepadat komposit dengan pembekuan selam empat jam. Secara makro, permukaankomposit terlihat kasar. Serabut kolagen tampak lebih pendek jika dibandingkan dengankolagen pada komposit yang dibekukan selama dua jam. Kolagen bergabung denganhidroksiapatit <strong>dan</strong> masih terlihat batas antara kolagen dengan hidroksiapatit.Komposit yang diberi waktu pembekuan berbeda menghasilkan kekasaran yangberbeda <strong>dan</strong> pola gabungan yang berbeda. Ditinjau dari batas antara kolagen denganhidroksiapatit dalam komposit, komposit yang dibekukan selama dua jam bergabungdengan baik sehingga membentuk kerapatan yang besar. Kontrol lama waktu pembekuandengan variasi waktu pembekuan pada suhu -80°C dapat membentuk makroporus dengantopografi permukaan yang berbeda-beda. Namun, metode ini tidak dapat membentukmakroporus dengan bentuk <strong>dan</strong> ukuran yang seragam <strong>dan</strong> teratur sehingga tidak ada crosslink antar pori. Hal ini terjadi karena struktur pori adalah replikasi dari jeratan dendritkristal es. Kristal es yang terbentuk selain bergantung pada suhu pembekuan <strong>dan</strong> lamapembekuan, juga bergantung pada konsentrasi zat terlarut dalam komposit.Ukuran MakroporusHasil analisis topografi komposit menunjukkan perbedaan dalam bentuk <strong>dan</strong>pola persenyawaan kolagen dengan hidroksiapatit. Selain bentuk <strong>dan</strong> modelpersenyawaan, ukuran makroporus yang dihasilkan juga berbeda-beda <strong>dan</strong> tidak merata.Gambar 8 menunjukkan rata-rata ukuran pori yang terbentuk pada komposit kolagenhidroksiapatitdengan beberapa variasi pembekuan.<strong>Jurnal</strong> <strong>Fisika</strong> <strong>dan</strong> <strong>Terapannya</strong> |Vol.1, No.1, <strong>Januari</strong> <strong>2013</strong> 97


Ukuran Makroporus(µm)10008006004002000774Sampel 2jam675 640Sampel 4 Sampel 6jam jamGambar 8 Rata-rata Ukuran makroporus yang terukurRata-rata ukuran pori terbesar yang terbentuk pada komposit kolagenhidroksiapatitadalah pada pembekuan selama dua jam yaitu sebesar 774 µm. Se<strong>dan</strong>gkanrata-rata ukuran pori yang terkecil yaitu 640 terbentuk pada waktu pembekuan selamaenam jam. Berdasarkan penelitian sebelumnya, persyaratan minimum untuk ukuran poridianggap ~100µm karena ukuran sel, persyaratan migrasi <strong>dan</strong> transport sel. Namun,dianjurkan ukuran pori lebih besar dari 300 µm karena meningkatkan pembentukantulang baru <strong>dan</strong> pembentukan kapiler (Karageorgiou, 2005). Komposit kolagenhidroksiapatityang disintesis dengan ketiga variasi waktu pembekuan dapat memenuhistandar ukuran pori yang dianjurkan.O’Brien et al. tahun 2004 telah melakukan sintesis scaffold kolagen-GAG denganvariasi laju pembekuan 0.6°C , 0.7°C, 0,9°C, <strong>dan</strong> 4.1°C per menit. Hasilnyamenunjukkan bahwa ukuran pori scaffold kolagen-GAG terbesar yaitu ± 130 µmdidapatkan pada laju pembekuan 0.6°C per menit. Hal ini membuktikan bahwa lajupembekuan yang semakin rendah menghasilkan ukuran pori yang semakin besar. Dalampenelitian ini, diperoleh hasil bahwa dengan waktu pembekuan yang paling cepat yaitu 2jam menghasilkan ukuran pori yang paling besar.Yunoki et al. tahun 2006 yang telah melakukan sintesis komposit kolagenhidroksiapatitdengan suhu pembekuan -20°C dengan metode freeze-drying,menghasilkan komposit dengan ukuran pori sebesar 200-500 µm. Jika dibandingkandengan hasil penelitian ini, maka pembekuan dengan suhu -80°C dapat menghasilkanukuran pori yang lebih besar. Hal ini terjadi karena semakin rendah suhu pembekuan,semakin cepat komposit membeku, sehingga semakin cepat pula terbentuknya dendritekristal es.98 <strong>Jurnal</strong> <strong>Fisika</strong> <strong>dan</strong> <strong>Terapannya</strong> |Vol.1, No.1, <strong>Januari</strong> <strong>2013</strong>


KekuatanTekan (KPa)Hasil Uji Kekuatan TekanPengujian sifat mekanik kekuatan tekan pada Gambar 9 menunjukkan bahwakomposit yang dibekukan selama 2 jam dengan porositas sebesar 52% memiliki kekuatantekan yang lebih rendah dibandingkan komposit yang dibekukan selama 4 jam. Kompositdengan 4 jam pembekuan memiliki densitas yang paling tinggi sehingga mempengaruhisifat biomekanik.9008007006008427377082 jam 4 jam 6 jamGambar 9Diagram pengaruh waktu pembekuan terhadap kekuatan tekanKomposit yang dibekukan selama 4 jam memiliki kekuatan tekan yang palingtinggi yaitu sebesar 842 KPa dibandingkan dengan sampel yang lain. Se<strong>dan</strong>gkan yangpaling rendah adalah yang dibekukan selama 6 jam yaitu 708 KPa. Dibandingkan dengansifat biomekanik tulang sehat, nilai kekuatan tekan komposit yang dihasilkan masihbelum memenuhi standar yaitu 2-12 MPa,Hasil Uji SitotoksisitasSelain bentuk pori yang terbentuk <strong>dan</strong> struktur jalinan kolagen denganhidroksiapatit, biokompatibilitas adalah salah satu hal terpenting dalam aplikasi.Sitotoksisitas suatu material adalah tahap awal dalam penentuan biokompatibilitasmaterial implant. Uji MTT adalah salah satu metode yang digunakan dalam uji sitotoksik.Hasil Pengamatan sel hidup dengan mikroskop ditunjukkan pada Gambar 10.Sel hidupGambar 10 Sel Hidup Hasil Uji MTT<strong>Jurnal</strong> <strong>Fisika</strong> <strong>dan</strong> <strong>Terapannya</strong> |Vol.1, No.1, <strong>Januari</strong> <strong>2013</strong> 99


Persentase Sel Hidup (%)110109108107106105104103102101100103.6105.6108.9Gambar 11. Hasil Uji Sitotoksisitas dengan Metode MTTPersentase sel hidup yang di dapatkan dari uji MTT pada Gambar 11membuktikan ketoksikan senyawa bahan <strong>dan</strong> komposit. Grafik hasil uji MTTmenunjukkan kolagen <strong>dan</strong> hidroksiapatit tidak toksik karena persentase sel hidup di atas100%. Komposit kolagen–hidroksiapatit meningkatkan persentase sel hidup. Hal inimembuktikan bahwa penggunaan kolagen <strong>dan</strong> hidroksiapatit secara bersama-samamenguntungkan dalam hal pertumbuhan sel. Kolagen <strong>dan</strong> hidroksiapatit dibuktikan dapatmeningkatkan diferensiasi osteoblas (Xie et al., 2004), tapi dikombinasikan bersamasamaterbukti mempercepat osteogenesis. Komposit kolagen-hidroksiapatit saatditanamkan dalam tubuh manusia menunjukkan sifat osteokonduktif yang lebih baikdibandingkan dengan hidroksiapatit monolitik <strong>dan</strong> menghasilkan kalsifikasi matrikstulang yang persis sama (Serre et al., 1993; Wang et al., 1995).Potensi sebagai Kandidat Bone GraftBentuk pori yang terbentuk <strong>dan</strong> struktur jalinan kolagen dengan hidroksiapatitdalam komposit adalah dua hal penting yang berpengaruh pada proses regenerasi tulang.Persenyawaan antara kolagen <strong>dan</strong> kristal hidroksiapatit bertanggung jawab atas dayatekan <strong>dan</strong> daya regang tulang yang besar. Cara penyusunan tulang serupa denganpembuatan palang beton. Serat-serat kolagen seperti batang-batang baja pada beton <strong>dan</strong>hidroksiapatit serta garam-garam tulang yang lain sama seperti semen, pasir <strong>dan</strong> batupada beton tersebut. Analisis topografi komposit dengan SEM menunjukkan polagabungan kolagen dengan hidroksiapatit yang sesuai dengan analogi beton di atas.100 <strong>Jurnal</strong> <strong>Fisika</strong> <strong>dan</strong> <strong>Terapannya</strong> |Vol.1, No.1, <strong>Januari</strong> <strong>2013</strong>


Selain bentuk pori yang terbentuk <strong>dan</strong> struktur jalinan kolagen denganhidroksiapatit, biokompatibilitas adalah salah satu hal terpenting dalam aplikasi. Syaratyang harus dipenuhi oleh bone graft sintetis adalah dapat diterima tubuh ataubiokompatibel <strong>dan</strong> menguntungkan bagi proses osteokonduksi, osteoinduksi, <strong>dan</strong>osteogenesis tulang. Berdasarkan tinjauan sitotoksik, komposit kolagen-hidroksiapatitterbukti tidak toksik bahkan meningkatkan persentase sel hidup dibandingkan dengankolagen atau hidroksiapatit monolitik. Secara fisik, bentuk permukaan komposit cocoksebagai media perlekatan sel. Ukuran makroporus komposit yang besar dengan rata-rataberukuran antara 640-774 µm mendorong proses osteokonduksi tulang. Ditinjau dari polapersenyawaan kolagen dengan hidroksiapatit, kerapatan, ukuran makroporus, <strong>dan</strong>kekuatan tekan, komposit yang dibekukan selama 4 jam lebih cocok sebagai kandidatbone graft dibandingkan dengan komposit 2 <strong>dan</strong> 6 jam pembekuan.KESIMPULANKontrol waktu pembekuan mempengaruhi ukuran makroporus <strong>dan</strong> sifatmekaniknya. Komposit dengan ukuran pori terbesar diperoleh dengan 2 jampembekuan yaitu 774 µm <strong>dan</strong> yang terkecil pada pembekuan selama 6 jam yaitu640 µm. Komposit dengan pembekuan 4 jam memiliki rata-rata ukuranmakroporus 675 µm dengan kekuatan tekan paling besar yaitu 842 KPa.Komposit kolagen-hidroksiapatit terbukti non-toksik dengan persentase sel hidupdi atas 100%.Ucapan TerimakasihTerimakasih kepada Dr. Prihartini Widiyanti, drg., M.Kes <strong>dan</strong> Dr.Ferdiansyah, dr., SPOT atas saran <strong>dan</strong> kritik dalam penelitian ini.DAFTAR PUSTAKAAnselme, K. 2000. Osteoblast adhesion on biomaterials. Biomaterials 21, 667.Attaf, Brahim .2011..Advances in Composite Materials for Medicine andNanotechnology. Tech Janeza Trdine 9, 51000 Rijeka, CroatiaChang, M. C. and Tanaka, J. 2002. FT-IR study for hydroxyapatite/collagennanocomposite cross-linked by glutaraldehyde. Biomaterials 23:4811–818.<strong>Jurnal</strong> <strong>Fisika</strong> <strong>dan</strong> <strong>Terapannya</strong> |Vol.1, No.1, <strong>Januari</strong> <strong>2013</strong> 101


Develioglu, H., Koptagel, E., Gedik, R. and Dupoirieux, L. 2005. The effect of abiphasic ceramic on calvarial bone regeneration in rats. Journal of OralImplantology 31(6):309-312.Ficai, A., Andronescu, E., Voicu, G., Ficai, D. 2011. Advances inCollagen/Hidroxyapatite Composite Material. InTechGunawarman, Malik, A., Mulyadi S., Riana, Hayani, A. 2010. Karakteristik Fisik<strong>dan</strong> Mekanik Tulang Sapi Variasi Berat Hidup sebagai Referensi DesainMaterial Implan. Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin (SNMTTM)ke-9Karageorgiou V, Kaplan D .2005. Porosity of 3D biornaterial scaffolds andosteogenesis. Biomaterials 26:5474-5491.Kirubanan<strong>dan</strong>, S <strong>dan</strong> Sehgal, P.K, 2010. Regeneration of Soft Tissue UsingPorous Bovine Collagen Scaffold. Journal of Optoelectronics andBiomedical Materials. Vol. 2.Laurencin C, Khan Y, El-Amin SF (2006) Bone graft substitutes. Expert Rev MedDev 3: 49-57.Lu JX, Flautre B et al. 1999. Role of interconnections in porous bioceramics onbone recolonization in vitro and vivo. J Mater Sci Mater Med 10:111–120.Meiyanto, E., Sugiyanto, Murwanti, R., 2003, Efek Antikarsinogenesis EkstrakEtanolik Daun Gynura procumbens (Lourr) Merr pada Kanker PayudaraTikus yang Diinduksi dengan DMBA, Laporan Penelitian Hibah BersaingXI/1 Perguruan Tinggi, Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada,Yogyakarta.Melannisa, R., 2004, Pengaruh PGV-1 Pada Sel Kanker Payudara T47D YangDiinduksi 17β-estradiol: Kajian Antiproliferasi, Pemacuan Apoptosis, <strong>dan</strong>Antiangiogenesis, Tesis, Sekolah Pascasarjana, Universitas Gadjah Mada.Moran, Michael J. <strong>dan</strong> Shapiro, Howard N. 2004. Termodinamika Teknik. Jakarta:Erlangga.O’Brien FJ, Harley BA, Yannas IV, Gibson L. 2004. Influence of freezing rate onpore structure in freeze-dried collagen-GAG scaffolds. Biomaterials 25:1077-1086.102 <strong>Jurnal</strong> <strong>Fisika</strong> <strong>dan</strong> <strong>Terapannya</strong> |Vol.1, No.1, <strong>Januari</strong> <strong>2013</strong>


Prayitno, 2007. Ekastraksi Kolagen Cakar Ayam dengan Berbagai Jenis LarutanAsam <strong>dan</strong> Lama Perendamannya. <strong>Jurnal</strong> Animal Production Vol. 9. No. 2.Ratner, Buddy D., dkk. 1996. Biomaterial Science, An Introduction to Materialsin Medicine. Academic Press.:1-8.Scabbia A, Trombelli L (2004) A comparative study on the use of aHA/collagen/chondroitin sulphate biomaterial (Biostite&reg;) and abovine-derived HA xenograft (Bio-Oss&reg;) in the treatment of deepintra-osseous defects. J Clin Periodontol 31: 348-355.Schoof H, Bruns L, Fischer A, Heschel I, Rau G. 2000. Dendritic ice morphologyin unidirectionally solidified collagen suspensions. J Crystal Growth 209:122-129.Serre CM, Papillard M, Chavassieux P, Boivin G. 1993. In vitro induction of acalcifying matrix by biomaterials constituted of collagen and/orhydroxyapatite: an ultrastructural comparison of three types ofbiomaterials. Biomaterials 14: 97-106.Sloane, Ethel. 1995. Anatomi <strong>dan</strong> Fisiologi untuk Pemula. EGC: Jakarta.Vaccaro, Alexander R. 2002. The Role of the Osteoconductive Scaffold inSynthetic Bone Graft. Orthobluejournal vol 22 no 5/ SupplementWahl, DA <strong>dan</strong> Czernuszka .2006. Collagen-Hydroxiapatite Composites for HardTissue Repair. Eropean Cells and Material Vol.11 pages 43-56Wang RZ, Cui FZ, Lu HB, Wen HB, Ma CL, Li HD. 1995. Synthesis ofNanophase Hydroxyapatite Collagen Composite. J Mater Sci Lett 14: 490-492.Wang, X., Nyman, J.S., Dong X., Leng,H., and Reyes, M. 2010. FundamentalBiomechanics in Bone Tissue Engineering. Morgan and Claypool.Yunoki, Shunji et al. 2006. Fabrication and Mechanical and Tissue IngrowthProperties of Unidirectionally Porous Hydroxyapatite/CollagenComposite. Journal of Biomedical Materials Part B:166-173<strong>Jurnal</strong> <strong>Fisika</strong> <strong>dan</strong> <strong>Terapannya</strong> |Vol.1, No.1, <strong>Januari</strong> <strong>2013</strong> 103


Pembuatan Hidrogel Kitosan – GlutaraldejidUntuk Aplikasi Penutup Luka Secara In VivoNurul Istiqomah 1 , Djony Izak R 2 ., <strong>dan</strong> Sri Sumarsih 3 .1 Program Studi S1 Teknobiomedik Fakultas Sains <strong>dan</strong> Teknologi Universitas Airlangga2 Program Studi <strong>Fisika</strong> Fakultas Sains <strong>dan</strong> Teknologi Universitas Airlangga3 Program Studi Kimia Fakultas Sains <strong>dan</strong> Teknologi Universitas AirlanggaEmail : nurulistiqomahwaluyo@yahoo.co.idABSTRAKPembuatan hidrogel kitosan – glutaraldehid telah diteliti untuk aplikasi penutup lukasecara in vivo. Pembuatan hidrogel dilakukan dengan cara mencampurkan kitosan yang dilarutkandalam 1% asam asetat dengan 1% larutan glutaraldehid (dengan perbandingan kitosan :glutaraldehid sebanyak 50ml:0ml, 50ml:2ml, 50ml:3ml <strong>dan</strong> 50ml:4ml). Penambahan glutaraldehidberfungsi untuk memperbaiki sifat mekanik dari kitosan. Hidrogel kitosan – glutaraldehiddikarakterisasi menggunakan FTIR, kemampuan absorbsi, <strong>dan</strong> uji in vivo. Hasil FTIRmenunjukkan terbentuknya ikatan silang antara kitosan <strong>dan</strong> glutaraldehid, yang dapat ditunjukkanpada bilangan gelombang 1638,23 cm -1 <strong>dan</strong> 1550,49 cm -1 , hasil uji kemampuan absorbsimenunjukkan bahwa swelling ratio menurun dengan meningkatnya derajat ikat silang, hasil uji invivo menunjukkan bahwa semakin besar volume glutaraldehid, proses penyembuhan memerlukanwaktu yang lebih lama. Hidrogel terbaik ditunjukkan dengan penambahan glutaraldehid 3 ml yangmemiliki nilai kemampuan absorbsi rata-rata 560,7 % <strong>dan</strong> uji in vivo yang mana hewan cobasembuh pada hari ke 5.Kata kunci : Hidrogel, kitosan, glutaraldehid, penutup luka, in vivo, kemampuan absorbsi, FTIR104 <strong>Jurnal</strong> <strong>Fisika</strong> <strong>dan</strong> <strong>Terapannya</strong> |Vol.1, No.1, <strong>Januari</strong> <strong>2013</strong>


PENDAHULUANKulit adalah salah satu organ terbesar dalam tubuh. Kulit mempunyai beberapafungsi utama yang penting untuk tubuh, yaitu : sebagai pelindung, sensasi, komunikasi,termoregulasi, sintesis metabolik <strong>dan</strong> kosmetik (Carville, 2007). Kulit memainkan peranpenting dalam homeostasis <strong>dan</strong> pencegahan invasi dari mikroorganisme oleh sebab itukulit pada umumnya perlu ditutup segera setelah terjadi kerusakan (jayakumar et al.,2011).Penutup luka yang ideal harus dapat memelihara lingkungan yang lembab dipermukaan luka, memungkinkan pertukaran gas, bertindak sebagai penghalang bagimikroorganisme <strong>dan</strong> menghilangkan kelebihan eksudat.Saat ini, penelitian difokuskan pada percepatan perbaikan luka denganperancangan secara sistematis pada bahan penutup. Misalnya penggunaan bahan yangberasal dari bahan biologis seperti kitin <strong>dan</strong> turunannya, yang mampu mempercepatproses penyembuhan pada tingkat molekul, seluler, <strong>dan</strong> tingkat sistemik.Kitin <strong>dan</strong> turunannya kitosan, mempunyai sifat yang biokompatibel,biodegradabel, tidak beracun, antimikroba <strong>dan</strong> hydrating agent. Penelitian yang telahdilakukan oleh David R. Rohindra dkk pada tahun 2004 menunjukkan bahwapencampuran kitosan dengan glutaraldehid dapat diaplikasikan sebagai hidrogel. Jumlahair bebas dalam hidrogel menurun dengan meningkatnya ikatan silang dalam hidrogel.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan hidrogel kitosan –glutaraldehid untuk penyembuhan luka <strong>dan</strong> mengetahui karakteristik hidrogel yangterbaik.Kulit mempunyai beberapa fungsi utama yang penting untuk tubuh, yaitu :sebagai pelindung, sensasi, komunikasi, termoregulasi, sintesis metabolik <strong>dan</strong> kosmetik(Carville, 2007). Kulit memainkan peran penting dalam homeostasis <strong>dan</strong> pencegahaninvasi dari mikroorganisme oleh sebab itu kulit pada umumnya perlu ditutup segerasetelah terjadi kerusakan (jayakumar et al., 2011).Penutup luka yang baik memiliki beberapa karakteristik seperti biokompatibilitasyang baik, rendah toksisitas, aktivitas antibakteri <strong>dan</strong> kestabilan kimia sehingga akanmempercepat penyembuhan, tidak menyebabkan alergi, mudah dihilangkan tanpa trauma,<strong>dan</strong> harus terbuat dari bahan biomaterial yang sudah tersedia sehingga memerlukanpengolahan yang minimal, memiliki sifat antimikroba <strong>dan</strong> dapat menyembuhkan luka(Jayakumar et al., 2011).Dalam beberapa tahun terakhir, sejumlah besar kelompok penelitian yangbertujuan untuk menghasilkan, baik yang baru maupun memperbaiki sifat-sifat penutup<strong>Jurnal</strong> <strong>Fisika</strong> <strong>dan</strong> <strong>Terapannya</strong> |Vol.1, No.1, <strong>Januari</strong> <strong>2013</strong> 105


luka (Shitaba et al., 1997; Draye et al., 1998; Ulubayram et al., 2001). Saat ini, penelitiandifokuskan pada percepatan perbaikan luka dengan perancangan secara sistematis padabahan penutup. Misalnya penggunaan bahan yang berasal dari bahan biologis seperti kitin<strong>dan</strong> turunannya, yang mampu mempercepat proses penyembuhan pada tingkat molekul,seluler, <strong>dan</strong> tingkat sistemik. Kitin telah tersedia <strong>dan</strong> dapat diperoleh dari bahan biologisyang murah dari kerangka invertebrate serta dinding sel jamur. Kitin adalah ikatanpolimer linier 1,4 yang terdiri dari residu N-acetyl-D-Glucosamine. Kitin <strong>dan</strong> turunannyakitosan, mempunyai sifat yang biokompatibel, biodegradabel, tidak beracun, antimikroba<strong>dan</strong> hydrating agent. Karena sifat ini, baik kitin maupun kitosan menunjukkanbiokompatibilitas yang baik <strong>dan</strong> efek positif pada penyembuhan luka. Penelitiansebelumnya menunjukkan bahwa kitin yang digunakan berbasis penutup dapatmempercepat perbaikan kontraksi jaringan luka <strong>dan</strong> mengatur sekresi dari mediatorinflamasi seperti interleukin 8, prostaglandin E, interleukin 1 , <strong>dan</strong> lain-lainya(Bottomley et al, 1999.; Willoughby <strong>dan</strong> Tomlinson, 1999). Kitosan merupakan hemostat,yang membantu dalam pembekuan darah secara alami. Kitosan secara bertahapterdepolimerisasi untuk melepaskan N-acetyl- -D-glukosamin, yang memulai poliferasifibroblast, membantu dalam memberikan perintah deposisi kolagen <strong>dan</strong> merangsangpeningkatan sintesis tingkat asam hyaluronic alami pada lokasi luka. Ini membantupercepatan penyembuhan luka <strong>dan</strong> pencegahan bekas luka (Paul <strong>dan</strong> Sharma, 2004).Kitin <strong>dan</strong> kitosan tampaknya akan menjadi bahan penutup luka yang dapatdiunggulkan. Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Jayakumar dkk pada tahun 2011,menunjukkan bahwa bahan berserat yang berasal dari kitin <strong>dan</strong> turunannya memiliki sifatsifatketahanan yang tinggi, biokompatibilitas yang baik, rendah toksisitas, dapatmenyerap cairan <strong>dan</strong> aktivitas antibakteri sehingga akan mempercepat penyembuhan.Untuk meningkatkan sifat penyembuhan luka, kitin <strong>dan</strong> kitosan berbasis membran telahdikembangkan dengan mencampurkan ke dalam beberapa polimer.Penelitian yang telah dilakukan oleh David R. Rohindra dkk pada tahun 2004menunjukkan bahwa pencampuran kitosan dengan glutaraldehid dapat diaplikasikansebagai hidrogel. Jumlah air bebas dalam hidrogel menurun dengan meningkatnya ikatansilang dalam hidrogel. Hidrogel berbasis kitosan menunjukkan biokompatibel yang baik,degradasi rendah <strong>dan</strong> cara pengolahannya mudah. Kemampuan dari hidrogel untukmengembang <strong>dan</strong> dehidrasi tergantung pada komposisi <strong>dan</strong> lingkungan yang telahdimanfaatkan untuk memfasilitasi berbagai aplikasi seperti pelepasan obat,biodergradibilitas <strong>dan</strong> kemampuan untuk membentuk hidrogel (Li Q et al. 1997).Pencampuran kitosan dengan polimer lain (Park <strong>dan</strong> Nho, 2001; Shin et al. 2002; Zhu et106 <strong>Jurnal</strong> <strong>Fisika</strong> <strong>dan</strong> <strong>Terapannya</strong> |Vol.1, No.1, <strong>Januari</strong> <strong>2013</strong>


al.2002) <strong>dan</strong> ikatan silang mereka berdua adalah metode yang tepat <strong>dan</strong> efektif untukmemperbaiki sifat fisik <strong>dan</strong> mekanik kitosan untuk aplikasi praktis. Studi dilakukan padatikus menggunakan ikatan silang antara kitosan <strong>dan</strong> glutaraldehid (Jameela et al. 1994)menunjukkan toleransi yang menjanjikan pada jaringan hidup dari otot tikus.METODE PENELITIANProsedur pembuatan larutan kitosan adalah sebagai berikut : kitosan dilarutkan kedalam asam asetat 1% pada temperatur ruang <strong>dan</strong> dibiarkan semalam dengan pengadukanmekanik terus menerus untuk mendapatkan larutan 1% (b/v). larutan kitosan kentalberwarna kuning pucat disaring untuk menghilangkan materi yang tidak larut.Prosedur pembuatan hidrogel sebagai berikut : larutan glutaraldehid 1 % denganrasio mol berbeda ditambahkan ke dalam larutan kitosan. Larutan tersebut diaduk selama30 menit dalam suhu ruang sampai viskositasnya meningkat. Hidrogel yang terbentuk,dituang lalu diratakan pada plat kaca yang sudah dilapisi kasa steril sebelumnya. Dankemudian dikeringkan dalam suhu ruang selama 7 hari (proses dilakukan dengan keadaanlingkungan steril).Penelitian ini menggunakan uji FTIR, kemampuan absorbsi, <strong>dan</strong> uji in vivo untukmendapatkan karakteristik hidrogel yang terbaik. Diagram penelitian ini ditunjukkan padagambar dibawah ini.<strong>Jurnal</strong> <strong>Fisika</strong> <strong>dan</strong> <strong>Terapannya</strong> |Vol.1, No.1, <strong>Januari</strong> <strong>2013</strong> 107


Gambar 1. Diagram Alir Pelaksanaan PenelitianPada uji in vivo merupakan penelitian eksperimen murni (True Experimental).Kriteria penelitian true experimental terdiri dari a<strong>dan</strong>ya perlakuan, kontrol, replikasi, <strong>dan</strong>juga terdapat randomisasi. Desain penelitian ini menggunakan desain penelitian Post-TestControl Group Design. Skema desain penelitian yang dipakai sebagai berikut:108 <strong>Jurnal</strong> <strong>Fisika</strong> <strong>dan</strong> <strong>Terapannya</strong> |Vol.1, No.1, <strong>Januari</strong> <strong>2013</strong>


Gambar 2. Desain Penelitian Karakterisasi In Vivo Komposit Kitosan - GlutaraldehidSebagai Wound Dressing.Populasi penelitian pada uji in vivo ini adalah mencit (Mus musculus) jantan darikoloni yang sama, umur 2-3 bulan, berat 20-30 gram. Pembagian kelompok dilakukandengan cara sampling. Teknik sampling merupakan cara-cara yang ditempuh dalampengambilan sampel, agar memperoleh sampel yang benar-benar sesuai dengankeseluruhan obyek penelitian. Pemilihan sampel pada penelitian ini menggunakan carasimple random sampling. Simple random sampling merupakan pemilihan sampel dengancara menyeleksi setiap elemen secara acak. Penjabaran rumus besar sampel :p (n-1) 155 (n-1) 155n – 5 155n 20N 4Untuk mengetahui apakah kitosan <strong>dan</strong> gluteraldehid telah bercampur (denganharapan kedua bahan telah berikatan silang) dilakukan pengujian dengan FT-IR untukmengetahui ada tidaknya gugus fungsi senyawa gluteraldehid <strong>dan</strong> kitosan. Sebelumdilakukan uji, terlebih dahulu sampel dibentuk pelet dengan ketebalan 1 cm. Setelah itusampel dimasukkan tabung dalam perangkat FT-IR <strong>dan</strong> disinari.Kemampuan absorbsi dari hidrogel ditentukan dengan menginkubasi hidrogelpada pH 7,4 di phosphate buffer saline (PBS) pada suhu ruang. Berat basah hidrogeldihitung selama beberapa kali dengan memberi sponge filter paper untukmenghilangankan air yang diserap pada permukaan kemudian segera ditimbang dengantimbangan digital.Banyaknya air yang terserap pada hidrogel dapat dihitung menggunakanpersamaan<strong>Jurnal</strong> <strong>Fisika</strong> <strong>dan</strong> <strong>Terapannya</strong> |Vol.1, No.1, <strong>Januari</strong> <strong>2013</strong> 109


E = X 100 %Dimana E adalah persentase absorb air pada hidrogel. We menunjukkan berathidrogel yang telah menyerap PBS <strong>dan</strong> Wo adalah berat mula-mula. Dilakukanpengulangan sebanyak 3 kali <strong>dan</strong> rata-ratanya yang digunakan.HASIL DAN PEMBAHASANHasil uji kimia fisik menggunakan spektrofotometer FT-IR diketahui bahwauntuk bahan kitosan <strong>dan</strong> glutaraldehid 2ml, sudah terjadi reaksi ikatan silang. Ikatansilang ditunjukkan pada bilangan gelombang 1638,23 <strong>dan</strong> 1550,49 cm -1 yang manamerupakan gugus C=O <strong>dan</strong> NH 2 .Gambar 3. Spektrum FTIR hidrogel kitosan + glutaraldehidDari hasil uji kemampuan absorbsi semakin banyak jumlah glutaraldehid yangditambahkan, semakin menurun kemampuan absorbsinya. Hal tersebut dikarenakan,rantai yang digunakan kitosan untuk mengikat H 2 O telah habis dipakai untuk mengikatglutaraldehid.110 <strong>Jurnal</strong> <strong>Fisika</strong> <strong>dan</strong> <strong>Terapannya</strong> |Vol.1, No.1, <strong>Januari</strong> <strong>2013</strong>


1000800600400200Grafik Kemampuan Absorbsi893.39732.14560.77353.970sampel A sampel B sampel C sampel DGambar 4. Grafik kemampuan absorbsi berdasarkan penambahan glutaradehidDari hasil uji in vivo hewan coba yang diberi kasa hidrogel kitosan sembuh padahari ke 3, hewan coba yang diberi kasa hidrogel kitosan 2 ml sembuh pada hari ke-4,hewan coba yang diberi kasa hidrogel kitosan 3 ml sembuh pada hari ke-5, hewan cobayang diberi kasa hidrogel kitosan 4 ml sembuh pada hari ke-6.Penelitian ini memerlukan sampel yang homogen agar variabel perancu dapat dikurangi<strong>dan</strong> hasil yang diperoleh juga homogen, oleh karena itu hewan coba yang digunakan padapenelitian ini memiliki kriteria yang sama agar dapat dikatakan homogen. Sampel yangdigunakan dalam penelitian ini adalah mencit (Mus Musculus) dimana semua hewanberjenis kelamin sama, mempunyai berat yang sama yaitu sekitar 20-30 gram <strong>dan</strong>memiliki umur yang sama yaitu sekitar 2-3 bulan. Pemilihan kriteria tersebut didasarkanbahwa hewan jantan tidak mengalami siklus menstruasi. Jika menggunakan hewanberjenis kelamin betina, maka akan mengalami menstruasi yang dapat memicu terjadinyastress pada hewan. Peningkatan stress akan memicu hormone glukokortikoid yaitukortisol yang bersifat imunosupresif.Jenis penelitian ini menggunakan post test only control group sehingga penilaianluka hanya dilakukan pada hari ke-3, ke-5 <strong>dan</strong> ke-7 post insisi. Selain itu penelitian inibertujuan untuk membandingkan penggunaan kasa hidrogel paduan kitosan <strong>dan</strong>glutaraldehid dengan masing-masing komposisi glutaraldehid sebanyak 2 ml, 3 ml, <strong>dan</strong> 4ml terhadap penyembuhan luka insisi dimana hal itu dapat diobservasi ketika prosespenyembuhan luka masih berlangsung, sehingga penilaian hari ke-3, ke-5 <strong>dan</strong> ke-7 sudahbisa menggambarkan perbedaan penyembuhan luka insisi pada kelima kelompok.Penilaian luka dilakukan pada hari ke-3 <strong>dan</strong> ke-5 karena untuk melihat kondisi luka padafase inflamasi, penilaian pada hari ke-7 untuk melihat kondisi luka pada fase proliferasi.<strong>Jurnal</strong> <strong>Fisika</strong> <strong>dan</strong> <strong>Terapannya</strong> |Vol.1, No.1, <strong>Januari</strong> <strong>2013</strong> 111


Penyembuhan luka melibatkan integritas proses fisiologis. Sifat penyembuhanpada semua luka sama dengan variasinya bergantung pada lokasi, keparahan <strong>dan</strong> luasnyacedera, kemampuan sel <strong>dan</strong> jaringan melakukan regenerasi atau kembali ke strukturnormal melalui pertumbuhan sel juga mempengaruhi penyembuhan luka.Berdasarkan data yang diperoleh dari uji invivo dengan pengamatan secaramakroskopis pada kelompok yang diberi perlakuan kasa hidrogel kitosan sembuh padahari ke-3, kemudian secara berturut-turut kasa hidrogel kitosan + glutaraldehid 2 mlsembuh pada hari ke-4, kasa hidrogel kitosan + glutaraldehid 3 ml sembuh pada hari ke-5,kasa hidrogel kitosan + glutaraldehid 4 ml sembuh pada hari ke-6. Sementara itu,kelompok yang diberi perlakuan kontrol negatif sampai hari ke-7 tak kunjung sembuh,karena target peneliti hanya mengobservasi hingga hari ke-7 maka tidak dapat dipastikankelompok kontrol negatif sembuh hingga hari ke berapa. Sementara mengacu padaliteratur, kelompok kontrol positif atau yang hanya diberi obat komersial berupabetadine® sembuh pada hari ke-6. Se<strong>dan</strong>gkan berdasarkan uji statistika, pada kemerahandidapatkan nilai p pada uji ANOVA dua arah sebesar 0,000 pada hari <strong>dan</strong> 0,000 padaperlakuan. Karena nilai p < 0,05 artinya ada pengaruh pada kedua variabel (hari <strong>dan</strong>perlakuan). Pada cairan luka didapatkan nilai p pada uji ANOVA dua arah sebesar sebesar0,000 pada hari <strong>dan</strong> 0,000 pada perlakuan. Karena nilai p < 0,05 artinya ada pengaruhpada kedua variabel (hari <strong>dan</strong> perlakuan). Pada tepi luka menyatu didapatkan nilai p padauji ANOVA dua arah sebesar 0,000 pada hari <strong>dan</strong> 0,000 pada perlakuan. Karena nilai p


untuk aktivitas tumoricidal (Jayakumar, 2011). Hal tersebut merangsang proliferasi sel.Selain itu kitosan merupakan hemostat, yang membantu dalam pembekuan darah secaraalami karena kitosan diduga memilki kemampuan sebagai katalis pembekuan darah.Kitosan juga memiliki sifat biokompatibel, biodegradabel, tidak beracun, antimikroba <strong>dan</strong>hydrating agent (Jayakumar, 2011). Tetapi hal tersebut bertentangan dengan sifatmekanik kitosan yang amorf, sehingga kasa hidrogel mudah robek. Jadi untuk penutupluka yang ideal, selain dapat memelihara lingkungan yang lembab di permukaan luka,memungkinkan pertukaran gas, bertindak sebagai penghalang bagi mikroorganisme <strong>dan</strong>menghilangkan kelebihan eksudat, penutup luka juga harus mempunyai sifat mekanikyang unggul. Pada penelitian ini tidak dilakukan uji sifat mekanik dikarenakan sampelhidrogel terlalu tipis <strong>dan</strong> gampang sobek. Penutup luka harus memiliki sifat mekaniktertentu yang mendekati sifat mekanik kulit. Hal tersebut mengacu pada tabel 4.2.Tabel 1. Sifat mekanik dari beberapa liteteraturTabel diatas menjelaskan tentang sifat mekanik yang telah dilakukan oleh Aislingpada tahun 2011 <strong>dan</strong> beberapa peneliti untuk mengetahui sifat mekanik kulit. Sehinggakedepannya dapat dijadikan acuan untuk pengujian sifat mekanik pada penutup lukahidrogel iniDilihat dari uji FTIR, terlihat bahwa pada penambahan glutaraldehid sebanyak 2ml, sudah ada reaksi ikat silang antara glutaraldehid <strong>dan</strong> kitosan yang tampak padapuncak gelombang 1638,23 <strong>dan</strong> 1550,49 cm -1 yang mana merupakan gugus C=O <strong>dan</strong>NH 2 .Ikatan silang diduga dapat memperbaiki sifat mekanik, hal ini terbukti bahwasemakin banyak glutaraldehid yang ditambahkan semakin menurun kemampuan<strong>Jurnal</strong> <strong>Fisika</strong> <strong>dan</strong> <strong>Terapannya</strong> |Vol.1, No.1, <strong>Januari</strong> <strong>2013</strong> 113


absorbsinya dikarenakan rantai NH 2 dipakai untuk mengikat gugus aldehid padaglutaraldehid. Dapat dianalogikan, semakin banyak jumlah glutaraldehid yangditambahkan, struktur hidrogel semakin padat (pori-pori rongga mengecil), jika strukturhidrogel semakin padat maka dapat dipastikan sifat mekanik semakin meningkat. Hasilyang diinginkan dalam penelitian ini adalah mencari komposisi kitosan <strong>dan</strong> glutaraldehidyang memenuhi uji kemampuan absorbsi tetapi juga memiliki sifat mekanik yang baik.Maka dari itu, perbandingan kitosan 50 ml <strong>dan</strong> glutaraldehid 3 ml yang diperoleh hidrogeldengan karakteristik yang terbaik. Selain itu pada uji in vivo, kasa hidrogel paduankitosan + glutaraldehid 3 ml, hewan coba sembuh pada hari ke 5. Menurut penelitianyang dilakukan oleh Djamaludin pada tahun 2009, hewan coba yang hanya diberi obatkomersial sembuh pada hari ke-6. Jadi dapat disimpulkan bahwa kitosan + glutaraldehid 3ml merupakan hidrogel dengan karakteristik yang terbaik, dibuktikan dengan ujikemampuan absorbsi yang mempunyai nilai E rata-rata 560,7 % dimana hidrogel dengankarakter yang baik jika hidrogel mampu menyerap air hingga 99 % kandungannya <strong>dan</strong> ujiinvivo yang mana hewan coba sembuh pada hari ke-5.Pada penelitian ini tidak dilakukan pengamatan secara mikroskopis (pengamatanhistopatologi) dikarenakan terkendala biaya <strong>dan</strong> waktu. Parameter yang diamati padapemeriksaan histopatologi adalah jumlah sel-sel ra<strong>dan</strong>g (neutrofil, makrofag <strong>dan</strong>limfosit), jumlah neokapiler, presentasi re-epitalisasi dengan preparat yang digunakanadalah preparat yang telah diwarnai dengan pewarnaan HE <strong>dan</strong> kepadatan jaringan ikat(fibroblas) dengan preparat yang digunakan adalah preparat yang telah diwarnai denganpewarnaan MT.Presentase re-epitalisasi menurut Low et al (2001) menggunakan rumus, yaitu :Perhitungan kepadatan jaringan ikat dilihat dari intensitas jaringan ikat (fibroblas) padapewarnaan Masson Trichrome (MT) dengan metode skoring. Adapun kriteria skoringhistopatologi dilakukan dengan acuan sebagai berikut :114 <strong>Jurnal</strong> <strong>Fisika</strong> <strong>dan</strong> <strong>Terapannya</strong> |Vol.1, No.1, <strong>Januari</strong> <strong>2013</strong>


SkorKeteranganJaringan ikat sedikit, jarang atau tidak kompak <strong>dan</strong> tersebar tidak1merata. Luka masih dalam keadaan terbukaJaringan ikat sedikit tetapi sudah mengumpul dibeberapa tempat. Luka2terbuka atau tertutupJaringan ikat sudah padat <strong>dan</strong> kompak. Luka sudah tertutup tetapi3masih terdapat ronggaJaringan ikat padat <strong>dan</strong> kompak. Luka sudah menutup <strong>dan</strong> tidak4terdapat rongga0 Hewan matiKESIMPULANBerdasarkan hasil yang diperoleh pada penelitian ini, dapat disimpulkan bahwaKasa hidrogel paduan kitosan <strong>dan</strong> glutaraldehid dapat diaplikasikan sebagai penutup luka,dimana sesuai dengan hasil uji invivo yang menunjukkan bahwa pada hewan coba yangdiberi kasa hidrogel campuran kitosan <strong>dan</strong> glutaraldehid sembuh pada hari ke-4 (kitosan<strong>dan</strong> glutaraldehid 2 ml), ke-5 (kitosan <strong>dan</strong> glutaraldehid 3 ml) <strong>dan</strong> ke-6 (kitosan <strong>dan</strong>gltaraldehid 4 ml). Karakteristik kasa hidrogel campuran kitosan <strong>dan</strong> glutaraldehid yangterbaik yaitu pada penambahan glutaraldehid sebanyak 3 ml, dimana rata-rata nilaikemampuan absorbsinya adalah 560,77 % <strong>dan</strong> pada uji invivo, hewan coba sembuh padahari ke-5.DAFTAR PUSTAKABagas, 2009, Sintesis Hydrogel. http://www.wordpress.com , Diakses 12 Juli 2012Basuki, Bagus Rahmat., I Gusti Made Sanjaya, 2009, Sintesis Ikat Silang Kitosan denganGlutaraldehid serta Identifikasi Gugus Fungsi <strong>dan</strong> Derajat Deasetilasinya. <strong>Jurnal</strong>ILMU DASAR Vol. 10 No. 1, 93 – 101.Djamaludin, Andre Mahesa. 2009. Pemanfaatan Khitosan dari Limbah Krustacea UntukPenyembuhan Luka Pada Mencit. Fakultas Ilmu Pengetahuan <strong>dan</strong> MatematikaInstitut Pertanian Bogor, Bogor.<strong>Jurnal</strong> <strong>Fisika</strong> <strong>dan</strong> <strong>Terapannya</strong> |Vol.1, No.1, <strong>Januari</strong> <strong>2013</strong> 115


Jayakumar, R., Prabaharan, M., Sudheesh Kumar, P.T., Nair, S.V., Tamura, H. 2011.Biomaterials Based on Chitin and Chitosan in Wound Dressing Applications. Doi:10.1016/j.biotechadv.2011.01.005Novriansyah, Robin, 2008, Perbedaan Kepadatan Kolagen di Sekitar Luka Insisi TikusWistar yang Dibalut Kasa Konvensional <strong>dan</strong> Penutup Oklusif Hidrokoloid Selama2 <strong>dan</strong> 14 Hari. Universitas Diponegoro, Semarang.Nursalam, 2008, Konsep <strong>dan</strong> Penerapan Metodologi penelitian Ilmu keperawatanPedoman Skripsi, Tesis, <strong>dan</strong> Instrumen Penelitian keperawatan, ed. 2. Jakarta :Salemba Medika, hal: 77-115.Rohindra, D.R., Ashveen V. Nand., Jagjit R. Khurma. 2004. Swelling Properties ofChitosan Hydrogel. The South Pacific Journal of Natural Science 22(1), 32.35Triyono, Bambang, 2005, Perbedaan Tampilan Kolagen di Sekitar Luka Insisi pada TikusWistar yang Diberi Infiltrasi Penghilang Nyeri Levobupivakain <strong>dan</strong> yang TidakDiberi Levobupivikain. Universitas Diponegoro Semarang.Wakidah, Nur. 2009. Pengaruh Ekstrak Cacing Tanah (Lumbricus Rubellus)terhadapProses Penyembuhan Luka Terinfeksi Bakteri Staphylococcus Aureus pada HewanCoba Tikus Putih (Rattus Norvegicus). Fakultas Ilmu Keperawatan UniversitasAirlangga Surabaya..116 <strong>Jurnal</strong> <strong>Fisika</strong> <strong>dan</strong> <strong>Terapannya</strong> |Vol.1, No.1, <strong>Januari</strong> <strong>2013</strong>

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!