13.07.2015 Views

BAB III PENDAPATAN NEGARA DAN HIBAH - Direktorat Jenderal ...

BAB III PENDAPATAN NEGARA DAN HIBAH - Direktorat Jenderal ...

BAB III PENDAPATAN NEGARA DAN HIBAH - Direktorat Jenderal ...

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

Pendapatan Negara dan Hibah 2009Bab <strong>III</strong>3.1. Umum<strong>BAB</strong> <strong>III</strong><strong>PENDAPATAN</strong> <strong>NEGARA</strong> <strong>DAN</strong> <strong>HIBAH</strong>Dalam periode 2005-2007, realisasi pendapatan negara dan hibah menunjukkanperkembangan yang pesat yaitu, dengan pertumbuhan rata-rata sebesar 19,6 persen.Sebagian besar dari pendapatan negara dan hibah tersebut berasal dari penerimaan dalamnegeri yang dalam waktu tiga tahun memberikan kontribusi sebesar 99,7 persen, dan sisanya0,3 persen merupakan kontribusi dari hibah. Dalam periode yang sama, penerimaanperpajakan mengalami pertumbuhan rata-rata 18,9 persen, sedangkan Penerimaan NegaraBukan Pajak (PNBP) rata-rata tumbuh 21,0 persen. Dalam tahun 2008, pendapatan negaradan hibah diperkirakan akan mengalami pertumbuhan sebesar 42,3 persen dibanding realisasipada tahun 2007. Pertumbuhan tersebut merupakan kontribusi dari penerimaan dalam negeridan hibah yang masing-masing meningkat 42,2 persen dan 75,4 persen. Secara lebih rinci,penerimaan perpajakan dan PNBP masing-masing diperkirakan tumbuh 30,6 persen dan68,8 persen.Secara umum, meningkatnya pendapatan negara dan hibah tersebut dipengaruhi olehbeberapa faktor: (i) tingginya harga minyak mentah di pasar internasional yang meningkatdari US$51,8 per barel pada tahun 2005 dan diperkirakan menjadi US$127,2 per barel tahun2008; (ii) melonjaknya harga pangan dunia seperti gandum, kedelai, dan beberapa komoditistrategis seperti CPO dan turunannya; (iii) perkembangan asumsi ekonomi makro sepertipertumbuhan ekonomi, nilai tukar rupiah dan inflasi yang terkendali yang memberipengaruh positif pada meningkatnya penerimaan dalam negeri; dan (iv) keberhasilanpelaksanaan kebijakan perpajakan dan PNBP. Kebijakan perpajakan antara lain dilakukanmelalui program reformasi sistem administrasi perpajakan, intensifikasi dan ekstensifikasi,serta law enforcement. Selain itu, Pemerintah juga memberikan berbagai fasilitas perpajakanterhadap komoditas dan sektor-sektor tertentu yang bertujuan untuk meningkatkanpertumbuhan investasi tanpa mengganggu penerimaan perpajakan. Sementara itu, kebijakanPNBP ditempuh melalui: (i) optimalisasi sumber PNBP dengan melakukan intensifikasidan ekstensifikasi terutama terhadap windfall sectors; (ii) perbaikan produksi/lifting minyakdan gas; (iii) penyempurnaan regulasi di bidang PNBP; (iv) peningkatan kinerja danakuntabilitas BUMN; dan (v) peningkatan pengawasan terhadap pelaksanaan PNBP padaKementerian Negara/Lembaga (K/L) melalui permintaan laporan penerimaan danpenggunaan secara periodik.Dalam tahun 2008, selain menjalankan berbagai kebijakan yang tercakup dalam programreformasi sistem administrasi perpajakan, Pemerintah juga mengeluarkan kebijakan “sunsetpolicy” yang merupakan bagian dari amandemen UU KUP tahun 2007. Kebijakan ini hanyaberlaku satu tahun, yaitu mulai 1 Januari 2008 hingga 31 Desember 2008. Pada dasarnyakebijakan sunset policy memberikan beberapa keringanan pembayaran pajak bagi WP yangmempunyai itikad baik untuk menyelesaikan kewajiban perpajakannya. Dengandiberlakukannya kebijakan ini diharapkan akan meningkatkan kepatuhan WP danmemperbaiki basis data perpajakan.NK RAPBN 2009<strong>III</strong>-1


Bab <strong>III</strong>Pendapatan Negara dan Hibah 2009Memasuki tahun 2009, kondisi perekonomian nasional masih dipengaruhi oleh perkembanganperekonomian global yang penuh dengan ketidakpastian dari harga minyak dan pangandunia, serta perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia. Dengan memperhatikan kondisitersebut serta prospek perekonomian nasional, dalam RAPBN 2009, pendapatan negara danhibah diperkirakan akan mencapai Rp1.124,0 triliun atau 11,6 persen lebih tinggi dari perkiraanrealisasi tahun 2008. Secara rinci, penerimaan dalam negeri ditargetkan mencapai Rp1.123,0triliun, terdiri dari penerimaan perpajakan Rp748,9 triliun dan PNBP Rp374,1 triliun.Dibandingkan dengan perkiraan realisasi tahun 2008, penerimaan dalam negeri meningkat11,8 persen, penerimaan perpajakan meningkat 16,8 persen dan PNBP meningkat 3,0 persen.Dalam upaya mencapai target-target tersebut, Pemerintah melakukan beberapa langkahpendukung, antara lain meliputi: (i) perbaikan administrasi dan peningkatan kepatuhanpajak; (ii) pemberian insentif pajak untuk mendorong investasi serta menjaga stabilitas hargapangan dalam negeri; dan (iii) kebijakan cukai IHT menuju tarif full spesific dan simplifikasilapisan tarif. Menyikapi pelaksanaan amandemen UU PPh dalam tahun 2009 yang berakibatpada menurunnya tarif PPh dan terjadinya potential loss sekitar Rp33,0 triliun, akan ditempuhberbagai langkah-langkah administrasi yang mampu mengantisipasi turunnya penerimaanperpajakan, seperti memperluas basis pajak. Sementara itu, kebijakan PNBP dalam tahun2009 akan difokuskan pada langkah-langkah antara lain: (i) mengoptimalisasikan liftingminyak mentah; (ii) meningkatkan produksi SDA nonmigas; (iii) meningkatkan kinerjaBUMN; dan (iv) meningkatkan pengawasan dan perbaikan pungutan PNBP di K/L.3.2. Tantangan dan Peluang Kebijakan PendapatanNegaraDi tengah ketidakpastian perekonomian global, secara umum kondisi perekonomian nasionaldiperkirakan akan mengalami perbaikan pada tahun 2009. Membaiknya kondisi perekonomiantersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor yang berasal dari lingkungan eksternal maupun internal.Dari lingkungan eksternal, faktor yang mempengaruhi antara lain: (i) stabilitas hargaminyak mentah dan komoditi pangan di pasar internasional; (ii) stabilitas moneterinternasional; dan (iii) perbaikan pertumbuhan ekonomi dunia. Dari lingkungan internalditentukan antara lain oleh terjaganya stabilitas keamanan dan politik yang akan memberiekspektasi positif bagi kelangsungan kegiatan ekonomi, dan perbaikan investasi, infrastrukturdan percepatan pertumbuhan sektor riil, akan memberi dorongan lebih kuat bagimeningkatnya investasi, ekspor nonmigas, dan kegiatan sektor riil.Berdasarkan kondisi perekonomian nasional yang diharapkan lebih baik tersebut, pendapatannegara masih menunjukkan prospek yang cukup menjanjikan dalam tahun 2009.Penerimaan perpajakan masih akan tumbuh cukup signifikan, terutama penerimaan PPhmigas, PPh nonmigas, serta PPN dan PPnBM. Beberapa faktor yang mempengaruhipenerimaan perpajakan adalah: (i) pelaksanaan amandemen UU Perpajakan (KUP, PPh, PPN,kepabeanan, dan cukai) yang memberi kepastian hukum dan kesetaraan kepada wajib pajak,serta penurunan beban pajak dengan adanya penurunan tarif dan lapisan tarif; (ii) masih relatiftingginya harga komoditas termasuk minyak, sehingga meningkatkan penerimaan perpajakandari sektor migas; (iii) langkah-langkah perbaikan administrasi dan sistem perpajakan yangmulai menunjukkan hasil sejak tahun 2008; dan (iv) membaiknya kondisi perekonomianyang akan meningkatkan keuntungan dunia usaha.<strong>III</strong>-2 NK RAPBN 2009


Pendapatan Negara dan Hibah 2009Bab <strong>III</strong>Demikian pula PNBP masih menunjukkan kecenderungan meningkat, terutama SDA migas,BUMN, dan PNBP lainnya. Faktor-faktor yang diperkirakan akan mempengaruhipeningkatan PNBP adalah: (i) masih relatif tingginya harga minyak meskipun mulaimenurun, sehingga penerimaan migas (PPh migas, SDA migas, dan DMO) masih cukuptinggi; (ii) membaiknya kondisi perekonomian akan mendorong BUMN meraih laba lebihbesar; (iii) langkah-langkah pengendalian cost recovery yang akan meningkatkan penerimaanmigas; dan (iv) perbaikan administrasi dalam pencatatan dan penentuan besaran tarif padaPNBP K/L akan meningkatkan PNBP lainnya.Dengan demikian, meskipun banyak menghadapi tantangan, pendapatan negara mempunyaipeluang yang cukup signifikan untuk meningkat pada tahun 2009.3.3. Perkembangan Pendapatan Negara dan Hibah Tahun2005-2007 dan Perkiraan Pendapatan Negara dan HibahTahun 20083.3.1 Penerimaan Dalam NegeriPenerimaan dalam negeri terdiri dari dua komponen utama yaitu penerimaan perpajakandan PNBP. Dalam periode 2005-2007, realisasi penerimaan dalam negeri mengalamipeningkatan rata-rata sebesar 19,6 persen, yaitu meningkat dari Rp493,9 triliun pada tahun2005 menjadi Rp706,1 triliun pada tahun 2007. Sebagian besar dari penerimaan dalam negeritersebut merupakan kontribusi dari penerimaan perpajakan sebesar 68,0 persen, sementaraPNBP memberi kontribusi sebesar 32,0 persen dalam periode yang sama.Tabel <strong>III</strong>.1Perkembangan Penerimaan Dalam Negeri, 2005-2007(triliun rupiah)20052006 2007Uraian% thd% thd% thdRealisasiRealisasiPDB PDB Realisasi PDBPenerimaan Dalam Negeri 493,9 17,7 636,2 19,0 706,1 17,81. Penerimaan Perpajakan 347,0 12,5 409,2 12,3 491,0 12,4a. Pajak Dalam Negeri 331,8 11,9 396,0 11,9 470,1 11,9i. Pajak penghasilan 175,5 6,3 208,8 6,3 238,4 6,01. Migas 35,1 1,3 43,2 1,3 44,0 1,12 Nonmigas 140,4 5,0 165,6 5,0 194,4 4,9ii. Pajak pertambahan nilai 101,3 3,6 123,0 3,7 154,5 3,9iii. Pajak bumi dan bangunan 16,2 0,6 20,9 0,6 23,7 0,6iv. BPHTB 3,4 0,1 3,2 0,1 6,0 0,2v. Cukai 33,3 1,2 37,8 1,1 44,7 1,1vi. Pajak lainnya 2,1 0,1 2,3 0,1 2,7 0,1b. Pajak Perdagangan Internasional 15,2 0,5 13,2 0,4 20,9 0,5i. Bea masuk 14,9 0,5 12,1 0,4 16,7 0,4ii. Bea keluar 0,3 0,0 1,1 0,0 4,2 0,12. Penerimaan Negara Bukan Pajak 146,9 5,3 226,9 6,8 215,1 5,4a. Penerimaan SDA 110,5 4,0 167,5 5,0 132,9 3,4i. Migas 103,8 3,7 158,1 4,7 124,8 3,2ii. Non Migas 6,7 0,2 9,4 0,3 8,1 0,2b. Bagian Laba BUMN 12,8 0,5 21,5 0,6 23,2 0,6c. PNBP Lainnya 23,6 0,8 36,5 1,1 45,3 1,1d. Surpus BI 0,0 0,0 1,5 0,0 13,7 0,3Sumber : Departemen KeuanganNK RAPBN 2009<strong>III</strong>-3


Bab <strong>III</strong>Pendapatan Negara dan Hibah 2009Sementara itu, dilihat secara lebih rinci dalam tahun 2007, realisasi penerimaan dalam negeriyang mencapai Rp706,1 triliun tesebut merupakan kontribusi dari penerimaan perpajakansebesar Rp491,0 triliun (69,5 persen) dan PNBP sebesar Rp215,1 triliun (30,5 persen). Apabiladibandingkan dengan realisasi pada tahun 2006 yang mencapai Rp636,2 triliun, penerimaandalam negeri dalam tahun 2007 tersebut meningkat sebesar Rp70,0 triliun atau 11,0 persen.Peningkatan itu didukung oleh peningkatan penerimaan perpajakan yang mengalamipertumbuhan sebesar 20,0 persen. Perkembangan penerimaan dalam negeri dalam periode2005 – 2007 dapat dilihat pada Tabel <strong>III</strong>.1.Selanjutnya, penerimaan dalam negeri dalam tahun 2008 diperkirakan akan mencapaiRp1.004,1 triliun atau 12,6 persen lebih tinggi bila dibandingkan dengan target APBN-P yangmencapai Rp892,0 triliun. Lebih tingginya perkiraan realisasi dari target APBN-P tersebutantara lain disebabkan oleh adanya perkembangan berbagai indikator ekonomi makro yangmemberi pengaruh positif baik bagi penerimaan perpajakan maupun PNBP. Sebagai contoh,kenaikan inflasi dan depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat di sisi lainmembawa pengaruh pada meningkatnya penerimaan perpajakan dan PNBP. Selain itu,tingginya harga minyak mentah dan beberapa komoditas strategis seperti batubara dan CPOjuga mendorong meningkatnya penerimaan pada beberapa jenis pajak dan PNBP tertentu.Perkembangan penerimaan dalam negeri dalam tahun 2008 dapat dilihat pada Tabel <strong>III</strong>.2.UraianAPBN APBN-P% thd Perkiraan % thd % thdPDB Realisasi PDB APBN-PPenerimaan Dalam Negeri 779,2 892,0 19,9 1.004,1 21,4 112,61. Penerimaan Perpajakan 592,0 609,2 13,6 641,0 13,7 105,2a. Pajak Dalam Negeri 570,0 580,2 12,9 606,4 13,0 104,5i. Pajak penghasilan 306,0 305,0 6,8 325,7 7,0 106,81. Migas 41,6 53,6 1,2 70,4 1,5 131,22. Nonmigas 264,3 251,4 5,6 255,3 5,5 101,6ii. Pajak pertambahan nilai 187,6 195,5 4,4 199,5 4,3 102,1iii. Pajak bumi dan bangunan 24,2 25,3 0,6 25,5 0,5 101,0iv. BPHTB 4,9 5,4 0,1 5,5 0,1 101,8v. Cukai 44,4 45,7 1,0 46,7 1,0 102,2vi. Pajak lainnya 2,9 3,4 0,1 3,3 0,1 99,2b. Pajak Perdagangan Internasional 22,0 29,0 0,6 34,7 0,7 119,6i. Bea masuk 17,9 17,8 0,4 19,8 0,4 111,1ii. Bea keluar 4,1 11,2 0,2 14,9 0,3 133,22. Penerimaan Negara Bukan Pajak 187,2 282,8 6,3 363,1 7,8 128,4a. Penerimaan SDA 126,2 192,8 4,3 264,8 5,7 137,4i. Migas 117,9 182,9 4,1 254,9 5,4 139,3ii. Nonmigas 8,3 9,8 0,2 9,9 0,2 100,3b. Bagian Laba BUMN 23,4 31,2 0,7 35,0 0,7 112,2c. PNBP Lainnya 37,6 58,8 1,3 63,2 1,4 107,5Sumber : Departemen Keuangan3.3.1.1. Penerimaan PerpajakanTabel <strong>III</strong>.2Penerimaan Dalam Negeri, 2008(triliun rupiah)Dalam periode 2005-2007, penerimaan perpajakan mengalami pertumbuhan yang sangatpesat, yaitu dari Rp347,0 triliun pada tahun 2005, menjadi Rp409,2 triliun pada tahun 2006dan Rp491,0 triliun pada tahun 2007. Secara rata-rata, dalam kurun waktu tiga tahun<strong>III</strong>-4 NK RAPBN 2009


Pendapatan Negara dan Hibah 2009Bab <strong>III</strong>tersebut, penerimaan perpajakan meningkatsebesar 18,9 persen. Dengan semakinmeningkatnya penerimaan perpajakan,maka peranan perpajakan sebagai salahsatu sumber pendapatan negara menjadisemakin penting. Hal ini dapat ditunjukkandari besarnya kontribusi penerimaanperpajakan terhadap pendapatan negaradan hibah yang dalam periode 2005-2007rata-rata mencapai 67,0 persen. Sejalandengan itu, kemampuan Pemerintah dalammemungut pajak juga menunjukkanpeningkatan. Hal ini dapat dilihat darisemakin besarnya rasio penerimaanperpajakan terhadap PDB (tax ratio). Padatahun 2005 tax ratio mencapai sekitar 12,5 persen, kemudian ditargetkan meningkat menjadi13,7 persen dalam tahun 2008. Perkembangan tax ratio selama periode 2005-2007 danperkiraan tahun 2008 dapat dilihat pada Grafik <strong>III</strong>.1.Selanjutnya, apabila dilihat dari komponen penyumbangnya, penerimaan perpajakan terdiridari pajak dalam negeri dan pajak perdagangan internasional. Dalam periode 2005-2007,pajak dalam negeri berhasil memberikan kontribusi sebesar 96,0 persen terhadap totalpenerimaan pajak selama tiga tahun, sedangkan pajak perdagangan internasionalmemberikan kontribusi sebesar 4,0 persen.Sementara itu, dari realisasi penerimaan perpajakan sebesar Rp491,0 triliun dalam tahun2007, Rp470,1 triliun atau 95,7 persen dari jumlah tersebut merupakan kontribusi dari pajakdalam negeri, sisanya Rp20,9 triliun atau 4,3 persen merupakan kontribusi dari pajakperdagangan internasional. Dibandingkan dengan realisasi tahun 2006 yang mencapaiRp409,2 triliun, penerimaan perpajakan pada tahun 2007 berhasil meningkat sebesar Rp81,8triliun atau 20,0 persen. Meningkatnya penerimaan perpajakan ini didukung olehmeningkatnya penerimaan pajak dalam negeri dan pajak perdagangan internasional masingmasing18,7 persen dan 58,2 persen.Dalam tahun 2008, penerimaan perpajakan diperkirakan mencapai Rp641,0 triliun atau105,2 persen dari target APBN-P. Secara umum, lebih tingginya penerimaan perpajakandalam tahun 2008 tersebut didukung oleh keberhasilan dari pelaksanaan kebijakanperpajakan dan reformasi sistem administrasi perpajakan yang telah dilakukan secara intensifdan adanya perkembangan dari beberapa asumsi ekonomi makro. Selain kebijakan-kebijakantersebut, salah satu kebijakan perpajakan yang dinilai berhasil adalah kebijakan intensifikasiyang dilakukan melalui kegiatan penggalian potensi perpajakan. Kegiatan penggalian potensiperpajakan ini dilakukan melalui pembuatan mapping, profiling dan benchmarking WPpenentu penerimaan di setiap Kantor Pelayanan Pajak (KPP) dan penggalian secara sektoral,khususnya pada sektor-sektor yang booming, yaitu industri kelapa sawit dan batubara.Sementara itu, di sisi perkembangan ekonomi makro, tingginya inflasi dan melemahnyanilai tukar rupiah membawa dampak positif bagi penerimaan perpajakan. Tingginya inflasimenyebabkan harga-harga di pasar domestik naik dan selanjutnya meningkatkan nilai daritransaksi bisnis yang pada gilirannya meningkatkan penerimaan PPN dan PPnBM. DisisiTax Ratio1514131211Grafik <strong>III</strong>.1Tax Ratio dan Pertumbuhan PenerimaanPerpajakan, 2005-200823,717,920,012,5 12,3 12,430,613,72005 2006 2007 2008Realisasi Perk. Realisasi Y-o-Y RHS35302520151050PersenNK RAPBN 2009<strong>III</strong>-5


Bab <strong>III</strong>Pendapatan Negara dan Hibah 2009lain, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika yang diperkirakan akan terdepresiasi ataulebih resendah dari asumsi dalam APBN-P 2008, menyebabkan penerimaan bea masuk danbea keluar akan meningkat. Selanjutnya, selain faktor-faktor tersebut, tingginya harga minyakmentah, harga komoditi pangan, dan harga CPO beserta turunannya di pasar internasionalturut mendorong meningkatnya penerimaan perpajakan, khususnya bea keluar dan PPhnonmigas.Kebijakan Umum PerpajakanDalam periode 2005-2008, kebijakan umum perpajakan lebih diarahkan untuk perluasanbasis pajak, peningkatan pelayanan, pengurangan beban pajak melalui peningkatanPenghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) dan pemberian fasilitas pajak pada dunia usaha tanpamengganggu pencapaian target penerimaan perpajakan. Dalam beberapa tahun terakhir,Pemerintah terus melakukan langkah-langkah pembaharuan serta penyempurnaankebijakan dan administrasi perpajakan (tax policy and administration reform). Hal inidilakukan dengan pertimbangan bahwa peranan penerimaan perpajakan dewasa ini menjadibegitu penting dalam menopang keberlangsungan APBN. Beberapa langkah pembenahanyang telah dan akan terus dilakukan oleh Pemerintah antara lain: (i) program intensifikasi;(ii) program ekstensifikasi; dan (iii) modernisasi kantor pelayanan pajak dan kepabeanan.Program intensifikasi yang telah mulai dilakukan sejak tahun 2004 antara lain dilakukan melaluikegiatan: (i) mapping; (ii) profiling wajib pajak; (iii) benchmarking; (iv) aktivasi wajib pajaknonfiler; (v) pemantauan kepatuhan WP orang pribadi potensial; (vi) pemanfaatan datapihak ketiga; dan (vii) optimalisasi pemanfaatan data perpajakan. Mapping bertujuan untukmendapatkan gambaran umum potensi perpajakan dan keunggulan fiskal di wilayah masingmasingkantor/unit kerja yang digunakan sebagai petunjuk dan sarana analisis dalam rangkapenggalian potensi penerimaan, pelayanan, dan pengawasan. Tahun 2007, seluruh KantorPelayanan Pajak (KPP) telah mulai melakukan mapping dan akan terus disempurnakan.Selanjutnya, profiling bertujuan untuk menyajikan informasi fiskal WP secara individu,mengukur tingkat risiko dan kepatuhan WP, mengenal WP yang terdaftar di unit kerjanya,memonitor perkembangan usaha WP, dan melakukan pengawasan, penggalian potensi, danpelayanan yang lebih baik. Dalam tahun 2007 telah dimulai pembuatan profiling di masingmasingKPP untuk periode tahun pajak 2002 sampai dengan 2006. Di tahun 2008, kegiatanprofiling difokuskan pada pemantapan profile WP. Program intensifikasi berikutnyadilakukan melalui benchmarking dan Optimalisasi Pemanfaatan Data Perpajakan (OPDP).Benchmarking merupakan proses pembuatan ukuran atau besaran suatu kegiatan yangwajar dan terbaik yang digunakan sebagai ukuran standar. OPDP adalah uji silang (datamatching)laporan satu Wajib Pajak dengan seluruh Wajib Pajak lainnya. Uji silang inimencakup seluruh jenis pajak yang meliputi data SPT, faktur pajak, bukti potong PPh, daftarpemegang saham, jumlah harta, dan data pembayaran pajak, sehingga dapat diketahuikeseluruhan potensi WP. Penggalian potensi WP tersebut dilakukan dengan himbauan,konseling, dan pemeriksaan.Sementara itu, program ekstensifikasi yang merupakan perluasan basis perpajakan(penambahan WP) dalam rangka meningkatkan penerimaan pajak dilakukan melalui tigapendekatan. Tiga pendekatan tersebut adalah: (i) pendekatan berbasis Pemberi Kerja danBendaharawan Pemerintah dengan sasaran antara lain meliputi karyawan, pegawai negerisipil (PNS) dan pejabat negara; (ii) pendekatan berbasis properti, dengan sasaran orang pribadi<strong>III</strong>-6 NK RAPBN 2009


Pendapatan Negara dan Hibah 2009Bab <strong>III</strong>yang melakukan usaha atau memiliki usaha di pusat perdagangan; dan (iii) pendekatanberbasis profesi, dengan sasaran antara lain dokter, artis, pengacara dan notaris. Programekstensifikasi pada tahun 2007 antara lain telah menambah 1,7 juta WP baru.Selanjutnya, program modernisasi yang merupakan wujud pelaksanaan good governance,dilakukan dengan strategi pelayanan prima, sekaligus pengawasan intensif kepada WP. Programmodernisasi ini antara lain dilaksanakan melalui: (i) reformasi struktur organisasiberdasarkan fungsi; (ii) business process yang berorientasi pada pemanfaatan teknologikomunikasi dan informasi; (iii) pembentukan data processing center; (iv) pengembangan sumberdaya manusia; (v) pelaksanaan good governance; dan (vi) perbaikan kelembagaan yangmengarah pada konsep one stop service. Hasil dari program modernisasi tersebut, sampai denganakhir 2007 Pemerintah telah memodernisasi 22 Kanwil dan 202 KPP yang terdiri dari 3 KPP WPBesar, 28 KPP Madya dan 171 KPP Pratama di Jawa dan Bali. Dalam tahun 2008, seluruhkantor di luar Jawa dan Bali direncanakan akan dimodernisasi dengan dibentuknya 128 KPPPratama untuk menggantikan seluruh kantor pelayanan pajak yang ada. Modernisasi kantorpelayanan pajak tersebut telah menunjukkan hasil yang menggembirakan dan mendapattanggapan positif dari masyarakat. Di samping pembentukan kantor modern, programmodernisasi ditandai dengan penerapan teknologi informasi terkini dalam pelayanan perpajakanseperti: online payment, e-SPT, e-filling, e-registration dan sistem informasi DJP, kampanyesadar dan peduli pajak, serta pengembangan bank data dan Single Identity Number.Secara garis besar program modernisasi perpajakan bertujuan untuk mencapai empat sasaranyaitu: (i) optimalisasi penerimaan yang berkeadilan, meliputi perluasan tax base dan stimulusfiskal; (ii) peningkatan kepatuhan sukarela melalui pemberian layanan prima dan penegakanhukum secara konsisten; (iii) efisiensi administrasi berupa penerapan sistem dan administrasihandal serta pemanfaatan teknologi tepat guna; serta (iv) terbentuknya citra yang baik dantingkat kepercayaan masyarakat yang tinggi, melalui kapasitas sumber daya manusia yangprofesional, budaya organisasi yang kondusif serta pelaksanaan good governance.Selain kebijakan modernisasi dan intensifikasi tersebut, Pemerintah dalam tahun 2008 jugamenempuh kebijakan law enforcement dan sunset policy. Kebijakan law enforcement lebihdiarahkan untuk pengungkapan tindak pidana di bidang perpajakan melalui kegiatanpenyidikan. Sementara itu, kebijakan sunset policy memberikan beberapa keringanan kepadawajib pajak (WP) yang mempunyai itikad baik untuk menyelesaikan kewajibannya dalammembayar PPh. Keringanan itu diberikan dalam dua skema. Pertama, pengurangan ataupenghapusan sanksi administratif berupa bunga atas keterlambatan pelunasan kekuranganpembayaran PPh. Keringanan ini diberikan apabila pembetulan SPT Tahunan PPh sebelumtahun pajak 2007 yang mengakibatkan pajak yang harus dibayar menjadi lebih besar,dilakukan dalam jangka waktu satu tahun setelah berlakunya UU KUP N0mor 28 Tahun2007. Kedua, penghapusan sanksi administrasi atas pajak yang tidak atau kurang dibayaruntuk tahun pajak sebelum diperoleh NPWP dan tidak dilakukan pemeriksaan pajak kepadaWP orang pribadi yang secara sukarela mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP palinglama satu tahun setelah berlakunya UU KUP N0mor 28 Tahun 2007.Di bidang kepabeanan, Pemerintah antara lain telah melakukan langkah-langkah : (i) kebijakanharmonisasi tarif; (ii) pembentukan beberapa Kantor Pelayanan Utama (KPU) seperti TanjungPriok dan Batam; serta (iii) pengembangan National Single Window (NSW). Sementara dibidang cukai, Pemerintah antara lain telah melakukan kebijakan kenaikan Harga Jual Eceran(HJE) dan implementasi tarif spesifik.NK RAPBN 2009<strong>III</strong>-7


Bab <strong>III</strong>Pendapatan Negara dan Hibah 2009Selain melaksanakan reformasi administrasi dan berbagai kebijakan perpajakan, dalamrangka mengantisipasi dampak negatif dari kenaikan harga pangan dunia, pada tahun 2008Pemerintah juga memberikan beberapa insentif perpajakan dalam kerangka pemberian subsidipajak program stabilisasi harga (Paket Kebijakan Stabilisasi Harga – PKSH) dan subsidi pajaknon PKSH. Untuk subsidi pajak PKSH, Pemerintah memberikan subsidi pada terigu (Rp0,5triliun), gandum (Rp1,4 triliun) dan minyak goreng (Rp3,0 triliun) dalam bentuk PPNditanggung Pemerintah (PPN DTP). Subsidi pajak tersebut diberikan dalam bentuk pajakditanggung Pemerintah (DTP) yang dituangkan dalam Paket Kebijakan Stabilisasi Harga(PKSH) dan non PKSH. Berdasarkan hasil survei yang dilakukan selama tiga bulan pertamamenunjukkan perkembangan yang cukup menggembirakan yang ditunjukkan oleh adanyakecenderungan kestabilan harga. Perkembangan harga komoditas pangan dunia selama limatahun terakhir dapat dilihat dalam Grafik <strong>III</strong>.2.Grafik <strong>III</strong>.2Perkembangan Harga Komoditas Pangan Dunia400350US$300250200150100Beras Gandum Jagung502004 2005 2006 2007 2008400350Pa lm Oil Sugar Kedelai300US$250200150100502004 2005 2006 2007 2008Lebih lanjut, hasil survei menunjukkan bahwa subsidi pajak yang diberikan dalam bentukPPN DTP menunjukkan bahwa jika Pemerintah memberikan subsidi, maka harga tepungterigu, gandum, mie instan, mie basah dan roti akan turun. Untuk pelaksanaan subsidi nonPSH, yaitu pemberian fasilitas bea masuk, hanya direspon secara positif oleh harga tepungterigu, sedangkan mie instant dan mie basah memberikan respon negatif. Dengan kata lain,jika bea masuk diturunkan atau dihapuskan, maka harga tepung terigu akan turun,sebaliknya harga mie instan, mie basah dan roti tawar tidak akan turun. Dengan demikian,dari hasil survei dalam waktu tiga bulan tersebut dapat disimpulkan bahwa pemberian fasilitasdalam bentuk subsidi PPN DTP dan pembebasan/penurunan bea masuk secara umum dapatberpengaruh pada menurunnya harga-harga komoditi tercakup.<strong>III</strong>-8 NK RAPBN 2009


Pendapatan Negara dan Hibah 2009Bab <strong>III</strong>Pajak Dalam NegeriDalam komponen penerimaan perpajakan, pajak dalam negeri meliputi PPh, PPN danPPnBM, PBB, BPHTB, cukai dan pajak lainnya. Selama periode 2005-2007, penerimaanpajak dalam negeri meningkat sebesar Rp138,3 triliun, yaitu dari Rp331,8 triliun dalamtahun 2005 menjadi Rp470,1 triliun dalam tahun 2007. Secara rata-rata, penerimaan pajakdalam negeri dalam periode tersebut tumbuh sebesar 19,0 persen. Dari seluruh jenis pajakyang tercakup dalam pajak dalam negeri, hampir seluruhnya mengalami pertumbuhanyang sangat signifikan dalam tahun 2007 yaitu BPHTB tumbuh 87,0 persen, PPN dan PPnBM25,6 persen, cukai 18,3 persen dan pajak lainnya 19,7 persen. Tingginya pertumbuhanpenerimaan BPHTB pada tahun 2007 tersebut disebabkan oleh adanya pembayaran DTPPertamina sebesar lebih dari Rp1,5 triliun, dimana pada saat itu Pertamina berubah menjadiperseroan terbatas (PT). Di sisi lain, PPh dan PBB hanya mengalami pertumbuhan sebesar14,2 persen dan 13,7 persen. Pertumbuhan dari masing-masing jenis pajak dalam periode2005-2007 dapat dilihat dalam Grafik <strong>III</strong>.3.Grafik <strong>III</strong>.3Pertumbuhan Penerim aan Perpajakan Dalam Negeri, 2005-2008Persen (Y-o-Y)9080706050403020100(1 0)53,260,045,437,831,329,1 28,625,622,918,021,517 ,4 13 ,77,61,9PPhMig a s2005 2006 2007 2008*PPhnon Migas(1,2)17,6(7,2)87,0(7,1)18,3 19,7 21,514 ,0 13,611,69,54,6PPN PBB BPHTB Cu ka i Pa ja kLainny a* Perkiraan realisasiSum ber : Departem en keuanganSementara itu, apabila dilihat dari besarnya kontribusi, PPh merupakan kontributor utamabagi penerimaan pajak dalam negeri. Dalam tahun 2007, PPh mampu memberikan kontribusisebesar Rp238,4 triliun atau 50,7 persen terhadap total penerimaan pajak dalam negeri.Sebagai kontributor terbesar kedua adalah PPN dan PPnBM yang memberikan kontribusisebesar Rp154,5 triliun atau 32,9 persen. Selanjutnya, cukai memberikan kontribusi sebesarRp44,7 triliun atau 9,5 persen, PBB Rp23,7 triliun atau 5,0 persen, BPHTB Rp6,0 triliunatau 1,3 persen dan pajak lainnya Rp2,7 triliun atau 0,6 persen.Dalam tahun 2008, penerimaan pajak dalam negeri diperkirakan mencapai Rp606,4 triliun.Apabila dibandingkan dengan target APBN-P yang mencapai Rp580,2 triliun, terjadipeningkatan sebesar Rp26,1 triliun atau 4,5 persen. Namun, jika dibandingkan dengan realisasitahun 2007 yang mencapai Rp470,1 triliun, terjadi peningkatan sebesar Rp136,3 triliun atauNK RAPBN 2009<strong>III</strong>-9


Bab <strong>III</strong>Pendapatan Negara dan Hibah 200929,0 persen. Sementara itu, dilihat dari kontribusinya, sebagaimana terjadi pada tahun 2007,kontribusi terbesar berasal dari PPh yang diperkirakan mencapai Rp325,7 triliun atau 53,7persen dari total penerimaan pajak dalam negeri pada tahun 2008. PPN dan PPnBMdiperkirakan mencapai Rp199,5 triliun atau 32,9 persen, cukai Rp46,7 triliun atau 7,7 persen,PBB Rp25,5 triliun atau 4,2 persen, BPHTB Rp5,5 triliun atau 0,9 persen dan pajak lainnyaRp3,3 triliun atau 0,5 persen.Apabila dibandingkan antara realisasi tahun 2007 dan perkiraan realisasi tahun 2008, terlihatbahwa kontribusiPPh mengalamikenaikan yaitu dari50,7 persen padatahun 2007 menjadi53,7 persen padatahun 2008. Di sisilain, besarnyakontribusi cukaim e n g a l a m ipenurunan dari 9,5persen pada tahun2007 menjadi 7,7persen pada tahun2008. Perbandinganantara kontribusi dari masing-masing jenis pajak yang tercakup dalam pajak dalam negeripada tahun 2007 dan 2008 dapat dilihat pada Grafik <strong>III</strong>.4.Pajak PenghasilanPPh terdiri dari PPh minyak bumi dan gas (PPh Migas) dan PPh nonmigas. Secara rata-ratadalam tahun 2005-2007, penerimaan PPh meningkat cukup tinggi sebesar 16,5 persen. Dalamtahun 2006, realisasi penerimaan PPh mencapai Rp208,8 triliun yang terdiri dari PPh MigasRp43,2 triliun (20,7 persen) dan PPh nonmigas Rp165,6 triliun (79,3 persen). Realisasi penerimaanPPh dalam tahun 2006 ini lebih tinggi 19,0 persen dibandingkan dengan realisasinya dalamtahun 2005 sebesar Rp175,5 triliun. Dalam tahun 2007, realisasi penerimaan PPh tumbuh sebesar14,2 persen menjadi Rp238,4 triliun yang disumbang oleh PPh Migas sebesar Rp44,0 triliun(18,5 persen) dan PPh nonmigas Rp194,4 triliun (81,5 persen).Dalam tahun 2008, penerimaan PPh diperkirakan akan mencapai Rp325,7 triliun. PPh Migasdiperkirakan akan menyumbang Rp70,4 triliun (21,6 persen) dan PPh nonmigas diperkirakanakan menyumbang Rp255,3 triliun (78,4 persen). Bila dibandingkan dengan targetnya dalamAPBN-P sebesar Rp305,0 triliun, perkiraan realisasi penerimaan PPh tahun 2008 lebih tinggiRp20,7 triliun atau 6,8 persen.PPh MigasBPHTB1,3%PBB5,0 %PPN32,9%Grafik <strong>III</strong>.4Kontribusi Penerimaan Pajak Dalam Negeri 2007 -2008Cuka i9,5%2007Pa ja k Lain ny a0,6%PPh Mig as9,4%Sumber : Departemen KeuanganPPhNon-Migas41,4%Penerimaan PPh Migas selama tahun 2005-2007 mengalami peningkatan yang cukupsignifikan, yaitu meningkat rata-rata sebesar 11,9 persen. Realisasi penerimaan PPh Migasdalam tahun 2005 sebesar Rp35,1 triliun bersumber dari PPh minyak bumi Rp11,8 triliun(33,6 persen) dan PPh gas alam Rp23,3 triliun (66,3 persen). Dalam tahun berikutnya, realisasiBPHTB0,9%PB B4,2%PPN32,9%Cukai7,7%2008Paja k Lainn y a0,5%PPh Migas11,6%PPhNon-Migas42,1%<strong>III</strong>-10 NK RAPBN 2009


Pendapatan Negara dan Hibah 2009Bab <strong>III</strong>penerimaan PPh Migas tumbuh 22,9 persen menjadi Rp43,2 triliun yang disumbang dariPPh minyak bumi Rp14,7 triliun (34,0 persen) dan PPh gas alam Rp28,5 triliun (66,0 persen).Perkembangan realisasi PPh Migas 2005-2007 selanjutnya dapat dilihat pada Tabel <strong>III</strong>.3.Dalam tahun 2007, realisasipenerimaan PPh Migas mencapaiRp44,0 triliun yang disumbangdari PPh minyak bumi Rp16,3triliun (37,0 persen), PPh gasalam Rp27,3 triliun (62,0 persen)dan PPh Migas lainnya Rp0,4triliun (1,0 persen).Dibandingkan denganrealisasinya dalam tahun 2006,realisasi penerimaan PPh Migas tahun 2007 menunjukkan peningkatan sebesar 1,9 persen.Realisasi penerimaan PPh Migas yang dalam beberapa tahun terakhir meningkat cukupbesar terutama dipengaruhi oleh meningkatnya harga minyak Indonesian Crude Oil Price(ICP) di pasar internasional dari US$ 51,8 per barel tahun 2005 menjadi US$69,7 per bareltahun 2007.Sampai dengan akhir tahun 2008,penerimaan PPh Migas diperkirakan akanterus meningkat menjadi Rp70,4 triliun,lebih tinggi Rp16,7 triliun atau 31,2 persendari target APBN-P 2008 sebesar Rp53,6triliun. Dengan demikian, bila dibandingkandengan realisasinya dalam tahun 2007terjadi peningkatan sebesar Rp26,4 triliunatau 60,0 persen. Meningkatnyapenerimaan PPh migas tersebut antara laindipengaruhi oleh (i) masih terusberlanjutnya kecenderungan peningkatanharga ICP yang mencapai US$127,2 perbarel; (ii) peningkatan lifting minyak dari0,899 MBCD tahun 2007 menjadi 0,927MBCD tahun 2008; dan (iii) melemahnyanilai tukar rupiah dari Rp9.140 per dolar AS tahun 2007 menjadi Rp9.250 per dolar AS padatahun 2008. Perkiraan realisasi PPh Migas tahun 2008 dapat dilihat pada Grafik <strong>III</strong>.5.PPh NonmigasTabel <strong>III</strong>.3Perkembangan PPh Migas, 2005-2007(triliun rupiah)20052006 2007Uraian% thd % thd % thdReal.Real.Real.Total Total TotalPPh Minyak Bumi 11,8 33,6 14,7 34,0 16,3 37,0PPh Gas Alam 23,3 66,4 28,5 66,0 27,3 62,0PPh Migas Lainnya 0,0 0,0 0,0 0,0 0,4 1,0Total 35,1 100,0 43,2 100,0 44,0 100,0Sumber : Departemen Keuangan(triliun Rp)PPh nonmigas merupakan penyumbang terbesar penerimaan perpajakan. Dalam periode2005-2007, rata-rata pertumbuhan PPh nonmigas mencapai 17,7 persen. Dalam tahun 2006,realisasi penerimaan PPh nonmigas tumbuh 18,0 persen menjadi Rp165,6 triliun, terutamaberasal dari PPh pasal 25/29 Badan sebesar Rp65,1 triliun yang mengalami pertumbuhansebesar 26,6 persen dibanding tahun 2005. Hal ini disebabkan karena mulai pulihnyaperkembangan sektor riil setelah mengalami perlambatan sebagai dampak kenaikan hargaBBM pada akhir tahun 2005.80706050403020100Grafik <strong>III</strong>.5Penerim aan PPh Migas, 200841,653,670,4APBN APBN-P Perk.RealisasiSum ber : Departem en KeuanganNK RAPBN 2009<strong>III</strong>-11


Bab <strong>III</strong>Pendapatan Negara dan Hibah 2009Selanjutnya dalamtahun 2007, realisasipenerimaan PPhnonmigas meningkatmenjadi Rp194,4triliun atau tumbuh17,4 persen. Realisasitersebut terdiri dari PPhpasal 25/29 BadanRp80,8 triliun (41,6persen), PPh pasal 21Rp39,4 triliun (20,3persen), PPh final danfiskal Rp21,6 triliun(11,1 persen), PPh pasalTabel <strong>III</strong>.4Perkembangan PPh Nonmigas, 2005-2007(triliun rupiah)20052006 2007Uraian% thd % thd % thdReal.Real.Real.Total Total TotalPPh Pasal 21 27,4 19,5 31,6 19,1 39,4 20,3PPh Pasal 22 2,8 2,0 4,0 2,4 4,0 2,0PPh Pasal 22 Impor 13,5 9,6 13,1 7,9 16,6 8,6PPh Pasal 23 13,0 9,2 15,4 9,3 15,7 8,1PPh Pasal 25/29 Pribadi 1,6 1,1 1,8 1,1 1,6 0,8PPh Pasal 25/29 Badan 51,4 36,6 65,1 39,3 80,8 41,6PPh Pasal 26 8,9 6,4 10,5 6,4 14,6 7,5PPh Final dan Fiskal LN 21,9 15,6 24,1 14,6 21,6 11,1PPh Non Migas Lainnya 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0Total 140,4 100,0 165,6 100,0 194,4 100,0Sumber : Departemen Keuangan23 Rp15,7 triliun (8,1 persen), PPh pasal 22 impor Rp16,6 triliun (8,6 persen), dan PPh pasal26 Rp14,6 triliun (7,5 persen). Meningkatnya realisasi penerimaan PPh nonmigas tersebuterat kaitannya dengan makin membaiknya kinerja perekonomian nasional secarakeseluruhan. Selain itu, peningkatan penerimaan PPh nonmigas juga didukung olehkeberhasilan program intensifikasi dan ekstensifikasi yang telah dilakukan oleh Pemerintah.Perkembangan realisasi PPh nonmigas 2005-2007 selanjutnya dapat dilihat pada Tabel <strong>III</strong>.4.Boks <strong>III</strong>.1Definisi dari PPh Nonmigas Per PasalPasal 21:PPh pasal 21 dikenakan terhadap penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatandengan nama dan dalam bentuk apapun. Definisi penghasilan disini termasuk penghasilanditerima atau diperoleh secara tidak teratur berupa jasa produksi, tantiem, gratifikasi, tunjangancuti, tunjangan hari raya, tunjangan tahun baru, bonus, pren d tahunan, dan penghasilan sejenislainnya. Tarif PPh Pasal 21 adalah tarif untuk PPh Orang Pribadi (5%-35% peraturan lama, 5%-30% peraturan baru hasil amandemen) sesuai dengan lapisan penghasilan, setelah dikurangidengan penghasilan tidak kena pajak (PTKP).Pasal 22:PPh Pasal 22 dikenakan terhadap pembayaran atas penyerahan barang kepada bendaharawanpemerintah dan badan-badan tertentu, serta impor. Apabila dilihat dari objek pajak yangdikenakan, maka PPh Pasal 22 dapat dibedakan menjadi 5 (lima) kelompok, yakni:(i) PPh Pasal 22 Impor, dengan tarif 2,5% dari Nilai Impor (API), (mulai Feb 2008, imporkedelai, gandum dan tepung terigu 0,5%) dan 7,5% dari Nilai Impor (Non API)(ii) PPh Pasal 22 Bendaharawan, dengan tarif tarif 1,5% dari harga beli(iii) PPh Pasal 22 Migas, dengan tarif 0,25%-0,3% tergantung produk(iv) PPh Pasal 22 Industri Tertentu, yaitu Baja (0,3%), Otomotif (0,45%), Semen (0,25%),Rokok (0,15%), Kertas (0,1%).(v) PPh Pasal 22 Pedagang Pengumpul, tarif 0.5% dari harga beli<strong>III</strong>-12 NK RAPBN 2009


Pendapatan Negara dan Hibah 2009Bab <strong>III</strong>Jenis setoran dalam MPN memisahkan jenis pembayaran PPh Pasal 22 menjadi PPh Pasal 22Dalam Negeri (DN) dan PPh Pasal 22 Impor. PPh Pasal 22 DN dapat menangkap fenomena yangterjadi di sektor riil, terutama sektor-sektor yang langsung berkaitan dengan jenis pajak ini,seperti industri tertentu yang dikenakan PPh ini.Pasal 23PPh Pasal 23 dikenakan atas penghasilan berupa:(i) Dividen, bunga (karena jaminan pengembalian utang), royalti dan hadiah, dengan tarif15% dari jumlah bruto(ii) Bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi, dengan tarif 15% dari jumlah bruto(iii) Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta dan imbalansehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, danjasa lain selain jasa yang telah dipotong PPh Pasal 21, dengan tarif 15% dari perkiraanpenghasilan neto.Pasal 25/29 Orang Pribadi (OP)/BadanPPh Pasal 25 OP dikenakan terhadap keuntungan atau laba usaha (business surplus) yangditerima atau diperoleh WP OP/Badan, sedangkan PPh Pasal 29 adalah pembayaran atas PPh25 OP/Badan yang kurang dibayar atas penerimaan penghasilan periode tahun sebelumnya.Pasal 26PPh Pasal 26 dikenakan atas penghasilan bruto WP Luar Negeri yang berupa Dividen, Bungatermasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang,Royalti, sewa, dan imbalan lain sehubungan dengan penggunaan harta, Imbalan sehubungandengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan, Hadiah dan penghargaan, dan Pensiun dan pembayaranberkala lainnya.Tarif 20% dari jumlah bruto, atau tarif pada tax treaty dalam hal telah dilakukan PerjanjianPenghindaran Pajak Berganda.PPh FinalObyek Pajak PPh Final beserta tarifnya sebagai berikut:a. Penghasilan dari Bunga Deposito/Tabungan : 20%b. Transaksi Saham di Bursa Efek : 0.1%c. Penghasilan dari Hadiah atas Undian : 25%d. Penghasilan Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan : 5%e. Penghasilan Persewaan Tanah dan/atau Bangunan : 6% Bdn, 10% OPf. Penghasilan dari Bunga atau Diskonto Obligasi yangdiperdagangkan di Bursa Efek : 15-20%g. Penghasilan Jasa Konstruksi oleh Kontraktor Pengusaha Kecil : 2-4%h. Penghasilan Perusahaan Pelayaran Dalam Negeri : 1,2%i. Penghasilan Perusahaan Pelayaran/Penerbangan Luar Negeri : 2,64%j. Penghasilan BUT Perwakilan Dagang Asing di Indonesia : 1%k. Penghasilan dari Selisih Lebih Revaluasi Aktifa Tetap :10%l. Penghasilan sebagai Distributor Produk Pertamina & Premix : 0.25%-03%m. Penghasilan sebagai Penyalur Gula Pasir dan Tepung Terigu BulogTepung Terigu: Rp 38-91/zakGula Pasir: Rp 270-650/kuintalNK RAPBN 2009<strong>III</strong>-13


Bab <strong>III</strong>Pendapatan Negara dan Hibah 2009n. Penghasilan sebagai Distributor Hasil Industri Rokok DN : 0,15%o. Penghasilan sebagai Distributor Kertas : 0.1%p. Penghasilan dari Bunga Simpanan Anggota Koperasi : 15%PPh Fiskal Luar Negeri (FLN)Fiskal Luar Negeri (FLN) dikenakan terhadap orang pribadi yang bertolak keluar negeri, denganpesawat udara Rp1 juta, dengan kapal laut Rp500 ribu.Penerimaan PPh nonmigas tahun 2008diperkirakan akan mencapai Rp255,3triliun, naik Rp4,0 triliun atau 1,6 persen daritarget dalam APBN-P 2008 sebesar Rp251,4triliun. Dengan demikian, dibandingkandengan realisasi dalam tahun 2007 terjadipeningkatan sebesar Rp60,9 triliun atau 31,3persen. Peningkatan ini terutama berasaldari penerimaan PPh Pasal 25/29 Badanterkait dengan penggalian potensi padabooming sector komoditas tertentu sepertiCPO dan turunannya. Selain itu,meningkatnya penerimaan PPh nonmigasjuga didukung oleh penerimaan PPh pasal21 yang terkait dengan upaya intensifikasiantara lain melalui mapping, profiling,benchmarking, dan meningkatnya(triliun Rp)270265260255250245Grafik <strong>III</strong>.6Penerim aan PPh Nonm igas, 2008264,3251,4255,3240APBN APBN-P Perk.RealisasiSum ber : Departem en Keuangankesadaran dan kepatuhan WP dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. Perkiraanrealisasi PPh nonmigas tahun 2008 dapat dilihat dalam Grafik <strong>III</strong>.6.PPh Nonmigas SektoralSecara nominal, angka realisasi PPh nonmigas sektoral lebih kecil dari angka penerimaanPPh nonmigas. Perbedaan ini terutama disebabkan oleh tiga faktor, yaitu: (i) PenerimaanPajak berupa PPh Valas dan BUN belum termasuk pada penerimaan per sektor (ModulPenerimaan Negara-MPN), namun sudah tercatat dalam penerimaan nonmigas per jenis(laporan penerimaan Pemerintah); (ii) masih adanya pembayaran offline dari WP yangbelum tercatat pada penerimaan sektoral, yang sebaliknya tercatat di laporan penerimaanPemerintah; dan (iii) data penerimaan Pemerintah adalah penerimaan neto setelah restitusi,sedangkan data sektoral adalah penerimaan bruto.Dalam tahun 2005-2007, penerimaan PPh nonmigas didominasi oleh sektor keuangan, realestate dan jasa perusahaan dan sektor industri pengolahan. Penerimaan PPh nonmigas darisektor keuangan, real estate dan jasa perusahaan meningkat rata-rata 23,9 persen dari Rp35,7triliun tahun 2005, menjadi Rp54,8 triliun tahun 2007. Sedangkan penerimaan PPh nonmigasdari sektor industri pengolahan meningkat rata-rata 11,2 persen dari Rp33,9 triliun tahun 2005menjadi Rp41,9 triliun tahun 2007. Secara keseluruhan, penerimaan PPh nonmigas per sektortanpa memperhitungkan PPh valas, transaksi yang offline dan restitusi mengalami peningkatan<strong>III</strong>-14 NK RAPBN 2009


Pendapatan Negara dan Hibah 2009Bab <strong>III</strong>yang cukup signifikan. Perkembangan selengkapnya penerimaan PPh nonmigas sektoral dapatdilihat dalam Tabel <strong>III</strong>.5.Tabel <strong>III</strong>.5Perkembangan PPh nonmigas Sektoral 2005-2007dan Perkiraan Realisasi 2008(triliun rupiah)20052006 20072008Uraian% thd% thd% thd Perk. % thdReal.Real.Real.TotalTotalTotal Real. TotalPertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan 2,5 2,1 2,8 2,0 4,7 2,6 10,9 4,6Pertambangan Migas 9,9 8,1 12,1 8,3 14,0 7,8 18,0 7,6Pertambangan Bukan Migas 5,6 4,5 6,2 4,3 10,5 5,8 13,4 5,7Penggalian 0,1 0,1 0,1 0,1 0,2 0,1 0,7 0,3Industri Pengolahan 33,9 27,7 34,7 24,0 41,9 23,3 59,9 25,4- Makanan dan Minuman 4,7 3,8 5,5 3,8 8,0 4,5 12,4 5,3- Pengolahan Tembakau 2,9 2,4 2,8 1,9 3,8 2,1 4,4 1,9- Kendaraan Bermotor 3,2 2,6 2,5 1,7 3,1 1,7 4,2 1,8- Alat Angkutan, Selain Kend. BermotorRoda Empat atau Dua3,7 3,0 3,0 2,1 3,0 1,7 4,1 1,7- Lainnya 19,4 15,9 20,9 14,4 24,0 13,4 34,8 14,7Listrik, Gas dan Air Bersih 3,0 2,4 5,7 3,9 4,7 2,6 5,6 2,4Konstruksi 2,5 2,0 3,1 2,1 4,8 2,7 4,7 2,0Perdagangan, Hotel dan Restoran 11,1 9,1 13,5 9,3 16,9 9,4 23,6 10,0Pengangkutan dan Komunikasi 11,3 9,3 14,7 10,2 16,3 9,1 20,4 8,6Keuangan, Real Estate dan Jasa Perusahaan 35,7 29,2 44,3 30,6 54,8 30,5 65,0 27,5Jasa Lainnya 6,7 5,5 7,6 5,2 10,7 5,9 10,9 4,6Kegiatan yang belum jelas batasannya 0,1 0,1 0,1 0,0 0,2 0,1 2,9 1,2Total 122,4 100,0 145,0 100,0 179,7 100,0 236,0 100,0* Belum memperhitungkan PPh valas dan restitusiSumber : Departemen KeuanganTerkait dengan perkembangan sektor industri pengolahan, empat subsektor yang merupakankontibutor utama adalah industri makanan dan minuman, industri pengolahan tembakau,industri kendaraan bermotor, dan industri alat angkutan selain kendaraan bermotor rodaempat atau dua. Besarnya penerimaan PPh nonmigas dari subsektor industri makanan danminuman inididukung olehbesarnya nilaikontribusiterhadap PDBnominal yang daritahun ke tahunmenunjukkana d a n y apeningkatan. Halyang sama jugaberlaku untuki n d u s t r ipengolahan(triliun Rp)9,08,07,06,05,04,03,02,01,0-Grafik <strong>III</strong>.7Perkem bangan PPh Nonm igas Sektor Industri Pengolahan, 2005-20074,75,58,0Makanan danMinumanSum ber : Departem en Keuangantembakau. Gabungan dari kedua subsektor tersebut mampu memberikan kontribusi terhadapPDB nominal sebesar Rp177.753,0 miliar pada tahun 2005 dan meningkat menjadiRp264.080,0 miliar pada tahun 2007. Selanjuntnya, perkembangan realisasi PPh nonmigassektor industri pengolahan dapat dilihat pada Grafik <strong>III</strong>.7.2,92,83,8PengolahanTembakau2005 2006 20073,22,5Kendaraan Bermotor3,73,1 3,0 3,0Alat Angkutan, SelainKend. Berm otor RodaEmpat atau DuaNK RAPBN 2009<strong>III</strong>-15


Pendapatan Negara dan Hibah 2009Bab <strong>III</strong>PPN SektoralDalam tahun 2005-2007, sebesar 62,6 persen penerimaan PPN berasal dari penerimaanPPN dalam negeri dan sebesar 37,4 persen berasal dari penerimaan PPN impor. RealisasiPPN sektoral ini belum memperhitungkan pengembalian restitusi. Secara nominal,perhitungan penerimaan PPN sektoral lebih kecil dari penerimaan PPN dan PPnBM. Hal inidisebabkan karena: (i) perhitungan PPN sektoral tidak memperhitungkan penerimaanPPnBM; (ii) belum memperhitungkan PPN dari transaksi pembelian yang dilakukan K/L;(iii) belum memasukkan transaksi yang offline.PPN Dalam NegeriDalam periode 2005-2007, realisasi penerimaan PPN dalam negeri tumbuh rata-rata sebesar34,2 persen dari Rp55,8 triliun pada tahun 2005 menjadi Rp100,6 triliun pada tahun 2007.Selama periode tersebut, penerimaan PPN dalam negeri dari sektor pertambangan migasyang mencapai pertumbuhan tertinggi dengan rata-rata 124,7 persen. Peningkatan ini jugadiiringi oleh meningkatnya kontribusi dari sektor pertambangan migas dari 5,2 persen tahun2005 menjadi 14,5 persen tahun 2007 dari total penerimaan PPN dalam negeri. PenerimaanPPN dalam negeri yang juga mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi berasal dari sektorkonstruksi yang tumbuh rata-rata sebesar 66,9 persen dari Rp4,3 triliun tahun 2005 menjadiRp12,0 triliun tahun 2007.Dilihat dari komposisinya, sebagian besar realisasi PPN dalam negeri bersumber daripenerimaan sektor industri pengolahan. Sumbangan penerimaan dari sektor ini mencapai33,2 persen dalam tahun 2005. Di tahun berikutnya, meski kontribusinya turun menjadi27,9 persen tahun 2006 dan 28,4 persen tahun 2007, penerimaan dari sektor ini tetapmendominasi penerimaan PPN dalam negeri. Perkembangan realisasi PPN dalam negerisektoral tahun 2005-2007 dapat dilihat pada Tabel <strong>III</strong>.7.Tabel <strong>III</strong>.7Perkembangan PPN DN Sektoral 2005-2007dan Perkiraan Realisasi 2008(triliun rupiah)20052006 20072008Uraian% thd% thd% thd Perk. % thdReal.Real.Real.TotalTotalTotal Real. TotalPertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan 1,6 2,8 1,8 2,2 2,0 2,0 3,7 3,5Pertambangan Migas 2,9 5,2 16,8 21,0 14,6 14,5 14,9 14,2Pertambangan Bukan Migas 0,8 1,4 1,3 1,6 1,8 1,8 1,3 1,2Penggalian 0,0 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1Industri Pengolahan 18,5 33,2 22,3 27,9 28,6 28,4 31,3 29,8- Makanan dan Minuman 2,8 5,0 3,6 4,5 4,6 4,6 6,2 5,9- Pengolahan Tembakau 6,4 11,5 8,0 10,0 10,2 10,1 10,2 9,7- Kimia 2,2 3,9 2,7 3,4 3,5 3,5 3,6 3,4- Barang Galian Bukan Logam 1,2 2,2 1,4 1,8 1,8 1,8 2,2 2,1- Lainnya 5,9 10,6 6,6 8,3 8,5 8,4 9,1 8,7Listrik, Gas dan Air Bersih 0,4 0,8 0,6 0,7 0,5 0,5 0,6 0,5Konstruksi 4,3 7,7 6,2 7,8 12,0 11,9 9,1 8,7Perdagangan, Hotel dan Restoran 10,6 19,0 12,8 16,0 17,9 17,8 18,6 17,7Pengangkutan dan Komunikasi 6,1 10,9 6,6 8,2 8,1 8,1 8,6 8,2Keuangan, Real Estate dan Jasa Perusahaan 7,7 13,7 8,4 10,6 10,8 10,8 9,0 8,6Jasa Lainnya 1,3 2,4 1,6 2,0 2,3 2,2 2,3 2,2Kegiatan yang belum jelas batasannya 1,5 2,7 1,5 1,9 1,9 1,9 5,7 5,4Total 55,8 100,0 79,9 100,0 100,6 100,0 105,1 100,0* Belum memperhitungkan restitusiSumber : Departemen KeuanganNK RAPBN 2009<strong>III</strong>-17


Bab <strong>III</strong>Pendapatan Negara dan Hibah 2009Penerimaan PPN dalam negeri terbesar dari sektor industri pengolahan berasal dari industripengolahan tembakau, industri makanan dan minuman, industri kimia dan industri baranggalian bukan logam. Dalam periode 2005-2007, rata-rata pertumbuhan realisasi penerimaanPPN dalam negeri dari keempat subsektor industri tersebut berkisar antara 18,7 persen hingga27,9 persen. Subsektor industri makanan dan minuman mengalami rata-rata pertumbuhantertinggi yaitu sebesar 27,9 persen dari Rp2,8 triliun tahun 2005 menjadi Rp4,6 triliun tahun2007. Kondisi ini selaras dengan perkembangan konsumsi dalam negeri yang meningkatsetiap tahunnya. Sementara itu, subsektor industri kimia rata-rata tumbuh 27,1 persen dariRp2,2 triliun tahun 2005 menjadi Rp3,5 triliun tahun 2007. Tingginya penerimaan PPNdari subsektor kimia ini disebabkan oleh berkembangnya manufaktur yang membutuhkanbahan baku kimia. Selanjutnya, industri pengolahan tembakau rata-rata tumbuh 25,8 persendari Rp6,4 triliunmenjadi Rp10,2 triliuntahun 2007, danindustri barang galianbukan logam rata-ratatumbuh 18,7 persendari Rp1,2 triliun tahun2005 menjadi Rp1,8triliun tahun 2007.Perkembanganrealisasi PPN dalamnegeri sektor industripengolahan tahun2005-2007 dapat dilihat pada Grafik <strong>III</strong>.9.(triliun Rp)12108642Grafik <strong>III</strong>.9Perkembangan PPN Dalam Negeri Sektor Industri Pengolahan, 2005-20072,83,64,6-Ma ka n a n da nMinumanSum ber : Departem en KeuanganTanpa memperhitungkan restitusi, penerimaan PPN DN dalam tahun 2008 ditargetkanmencapai Rp105,1 triliun, 4,5 persen lebih tinggi dari realisasi 2007. Realisasi tersebut terutamadidukung oleh sektor industri pengolahan yang diperkirakan mencapai Rp31,3 triliun atautumbuh sebesar 9,5 persen apabila dibandingkan dengan realisasi tahun 2007. Sementaraitu, sektor perdagangan, hotel dan restoran dan sektor pertambangan migas masing-masingdiperkirakan akan mencapai Rp18,6 triliun dan Rp14,9 triliun, dengan pertumbuhanmencapai 3,7 persen dan 2,4 persen. Perkiraan realisasi penerimaan PPN DN sektoral darikeduabelas sektor ekonomi pada tahun 2008 dapat ditunjukkan pada Tabel <strong>III</strong>.7.PPN ImporDalam periode 2005-2007, realisasi penerimaan PPN impor rata-rata tumbuh sebesar 9,3persen dari Rp45,2 triliun tahun 2005 menjadi Rp54,0 triliun dalam tahun 2007. Sumberutama penerimaan PPN impor didominasi oleh tiga sektor yaitu sektor industri pengolahan,sektor pertambangan migas dan sektor perdagangan, hotel dan restoran. Bila digabungkan,kontribusi ketiga sektor tersebut mencapai lebih dari 92 persen. Namun demikian, kontribusipenerimaan PPN impor dari sektor pertambangan migas mengalami penurunan dari 25,3persen tahun 2005 menjadi 23,4 persen tahun 2006, dan 22,0 persen tahun 2007. Sebaliknya,kontribusi penerimaan dari sektor perdagangan, hotel dan restoran mengalami peningkatandari 17,9 tahun 2005 menjadi 21,4 persen tahun 2006, dan 23,0 persen tahun 2007. Kontribusidari masing-masing sektor terhadap penerimaan PPN impor tahun 2005-2007 dapat dilihatpada Tabel <strong>III</strong>.8.6,48,010,22,22005 2006 20072,7Pengolahan Tembakau Kimia Barang Galian BukanLogam3,51,21,41,8<strong>III</strong>-18 NK RAPBN 2009


Pendapatan Negara dan Hibah 2009Bab <strong>III</strong>20052006 20072008Uraian% thd% thd% thd Perk. % thdReal.Real.Real.TotalTotalTotal Real. TotalPertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan 0,1 0,1 0,1 0,3 0,1 0,2 0,1 0,1Pertambangan Migas 11,4 25,3 9,9 23,4 11,9 22,0 19,9 26,1Pertambangan Bukan Migas 0,2 0,5 0,1 0,2 0,2 0,3 0,4 0,5Penggalian 0,1 0,3 0,1 0,1 0,0 0,1 0,1 0,1Industri Pengolahan 22,2 49,1 20,0 47,3 26,4 48,8 34,2 44,9- Makanan dan Minuman 2,3 5,1 2,3 5,4 3,5 6,5 3,2 4,2- Kimia 4,5 10,0 4,9 11,6 6,1 11,3 8,2 10,8- Logam Dasar 2,2 4,9 1,9 4,5 2,9 5,4 5,2 6,8- Kendaraan Bermotor 4,0 8,9 2,2 5,2 3,6 6,7 4,8 6,3- Lainnya 9,2 20,4 8,7 20,6 10,3 19,0 12,8 16,8Listrik, Gas dan Air Bersih 0,2 0,3 0,2 0,5 0,1 0,2 0,2 0,2Konstruksi 0,5 1,2 0,4 0,9 0,5 0,9 1,0 1,3Perdagangan, Hotel dan Restoran 8,1 17,9 9,0 21,4 12,4 23,0 17,3 22,8Pengangkutan dan Komunikasi 1,9 4,1 2,0 4,7 1,8 3,3 2,1 2,8Keuangan, Real Estate dan Jasa Perusahaan 0,4 1,0 0,4 0,9 0,4 0,8 0,6 0,8Jasa Lainnya 0,1 0,2 0,1 0,2 0,2 0,3 0,2 0,2Kegiatan yang belum jelas batasannya 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0Total 45,2 100,0 42,3 100,0 54,0 100,0 76,1 100,0* Belum memperhitungkan restitusiSumber : Departemen KeuanganDalam periode yang sama, sektor industri pengolahan mengalami rata-rata pertumbuhansebesar 9,0 persen, sektor pertambangan migas 2,0 persen dan sektor perdagangan, hoteldan restoran 24,0 persen. Secara umum, peningkatan penerimaan dari sektor-sektor tersebutdisebabkan oleh adanya kenaikan harga pada komoditi-komoditi di pasar internasional yangmenyebabkan naiknya nilai impor dan pada akhirnya meningkatkan penerimaan PPN impor.Selain itu, tingginya harga minyak di pasar dunia juga turut mendorong kenaikan hargaimpor yang menyebabkan penerimaan PPN impor meningkat.Selanjutnya,penerimaan PPNimpor terbesar darisektor industripengolahan berasaldari industri kimia,industri kendaraanbermotor, industrimakanan danminuman, danindustri logam dasar.Dalam periode 2005-2007, realisasi(triliun Rp)7654321-Tabel <strong>III</strong>.8Perkembangan PPN Impor Sektoral 2005-2007dan Perkiraan Realisasi 2008(triliun rupiah)Grafik <strong>III</strong>.10Perkembangan PPN Im por Sektor Industri Pengolahan 2005-20072,32,33,5Makanan danMin u m a nSum ber : Departem en Keuanganpenerimaan PPNimpor dari industri kendaraan bermotor mengalami penurunan sebesar minus 5,6 persen,meskipun mulai menunjukkan peningkatan pada tahun 2007. Hal ini disebabkan karenapenurunan tajam pada tahun 2006 sebagai dampak dari kenaikan harga BBM dan tingginyainflasi tahun 2005. Penerimaan PPN impor dari tiga industri lainnya cenderung meningkatdengan kisaran antara 15,1 persen hingga 22,8 persen. Perkembangan realisasi PPN imporsektor industri pengolahan tahun 2005-2007 dapat dilihat pada Grafik <strong>III</strong>.10.4,54,96,12,22005 2006 20071,92,94,0Kimia Logam Dasar Kendaraan Bermotor2,23,6NK RAPBN 2009<strong>III</strong>-19


Bab <strong>III</strong>Pendapatan Negara dan Hibah 2009Dalam tahun 2008, penerimaan PPN impor sektoral diperkirakan meningkat 40,9 persenhingga mencapai Rp76,1 triliun. Tiga sektor utama yang mendukung penerimaan PPN imporsektoral tersebut adalah sektor industri pengolahan, sektor pertambangan migas yang tumbuhdan sektor perdagangan, hotel dan restoran. Apabila dibandingkan dengan realisasi tahun2007, masing-masing sektor tersebut meningkat 29,6 persen, 67,3 persen dan 39,6 persen.Secara lengkap, kontribusi dari masing-masing sektor terhadap penerimaan PPN impor dapatdilihat pada Tabel <strong>III</strong>.8.Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa subsektor industri kimia, dan industri makanandan minuman merupakan industri yang memiliki kontribusi yang cukup besar padapenerimaan PPN dalam negeri dan PPN impor. Di samping itu pada periode 2005-2007,pertumbuhan kedua sektor tersebut meningkat dari tahun ke tahun.PBB dan BPHTBPBB dan BPHTB merupakan pajak yang dipungut oleh Pemerintah Pusat dan seluruh hasilpenerimaannya dibagihasilkan kepada Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota. Dalamperiode 2005-2007, penerimaan PBB tumbuh rata-rata sebesar 21,0 persen, yaitu dari Rp16,2triliun tahun 2005 menjadi Rp23,7 triliun tahun 2007. Tingginya realisasi penerimaan PBBterutama berasal dari windfall PBB pertambangan migas yang terjadi sebagai akibatmelonjaknya harga minyak internasional. Tingginya inflasi pada tahun 2005 yang mencapai17,1 persen mendorong naiknya NJOP yang pada akhirnya juga meningkatkan penerimaanPBB. Selain itu, pelaksanaanlangkah-langkah intensifikasiTabel <strong>III</strong>.9penerimaan PBB seperti:Perkembangan PBB 2005-2007pendataan kembali(triliun rupiah)kepemilikan tanah dan20052006 2007bangunan, serta penggalianUraian% thd % thd % thdReal.Real.Real.potensi PBB perkebunankelapa sawit juga turutmendorong peningkatanpenerimaan PBB tersebut.Perkembangan realisasi PBBtahun 2005-2007 dapatdilihat pada Tabel <strong>III</strong>.9.Total Total TotalPBB Pedesaan 4,5 27,8 5,8 27,7 1,7 7,3PBB Perkotaan 3,6 21,9 3,8 18,2 4,9 20,5PBB Perkebunan 0,1 0,9 0,2 0,7 0,4 1,7PBB Kehutanan 0,1 0,6 0,1 0,4 0,1 0,5PBB Pertambangan 7,4 45,7 10,5 50,4 16,6 69,9PBB Lainnya 0,5 3,1 0,5 2,5 0,03 0,1Total 16,2 100,0 20,9 100,0 23,7 100,0Sumber : Departemen KeuanganSecara sektoral, penerimaan PBB dari sektor pertambangan merupakan penyumbangterbesar dari total penerimaan PBB. Dalam periode 2005-2007, penerimaan PPB sektorpertambangan menyumbang rata-rata 56,7 persen dengan rata-rata pertumbuhan sebesar49,6 persen. Selain PBB pertambangan, peningkatan yang cukup tajam juga terjadi padapenerimaan PBB perkebunan dengan rata-rata pertumbuhan 65,1 persen. Di sisi lain,penerimaan PBB pedesaan mengalami rata-rata pertumbuhan negatif 38,1 persen.Dalam tahun 2008, penerimaan PBB diperkirakan mencapai Rp25,5 triliun. Dibandingkandengan target APBN-P 2008 yang mencapai sebesar Rp25,3 triliun, terjadi peningkatanRp0,2 triliun atau 1,0 persen. Selanjutnya bila dibandingkan dengan realisasinya tahun 2007,diperkirakan realisasi PPB tahun 2008 meningkat Rp1,8 triliun atau tumbuh 7,6 persen.Selain disebabkan oleh tingginya harga minyak mentah yang diperkirakan akan tetap terjadihingga akhir tahun, peningkatan penerimaan PBB tersebut juga didukung oleh<strong>III</strong>-20 NK RAPBN 2009


Pendapatan Negara dan Hibah 2009Bab <strong>III</strong>meningkatnya nilai jual obyek pajak (NJOP)yang disebabkan oleh tingginya inflasi.Selanjutnya, adanya booming pada sektorproperti, dalam hal ini real estate, juga akanmembawa dampak pada meningkatnyapenerimaan PBB. Perkiraan realisasi PBB tahun2008 dapat dilihat pada Grafik <strong>III</strong>.11.Sementara itu, penerimaan BPHTB dalamperiode 2005-2007 tumbuh rata-rata sebesar31,7 persen. Dalam tahun 2007, realisasipenerimaan BPHTB sebesar Rp6,0 triliun,meningkat sebesar 87,0 persen dibandingkandengan realisasi tahun 2006 sebesar Rp3,2triliun. Tingginya pertumbuhan realisasiGrafik <strong>III</strong>.11Penerimaan PBB 2008penerimaan BPHTB tahun 2007 terkait dengan meningkatnya transaksi di sektor propertisebagai akibat meningkatnya daya beli masyarakat seiring dengan meningkatnyapertumbuhan ekonomi. Dalam waktu bersamaan, turunnya suku bunga mendorongmasyarakat berinvestasi di sektor properti melalui kredit perbankan. Perkembangan realisasiBPHTB 2005-2007 dapat dilihat pada Grafik <strong>III</strong>.12(triliun Rp)2625242322212024,225,325,5APBN APBN-P Perk.RealisasiSumber : Departemen KeuanganGrafik <strong>III</strong>.12Perkem bangan BPHT B, 2005-200776,0656,05,6Grafik <strong>III</strong>.13Penerimaan BPHTB 20085,45,5(triliun Rp)4323,43,2(triliun Rp)5,24,84,914,402005 2006 2007Sumber : Departemen Keuangan4,0APBN APBN-P Perk.RealisasiSum ber : Departem en KeuanganDalam tahun 2008, penerimaan BPHTB diperkirakan akan mencapai Rp5,5 triliun ataumeningkat 1,8 persen dibandingkan dengan target APBN-P yang ditetapkan sebesar Rp5,4 triliun.Lebih tingginya perkiraan realisasi tersebut didukung oleh berkembangnya sektor properti, yangdiperkirakan akan mengalami pertumbuhan pesat. Selain itu, tingginya inflasi yang diperkirakanmencapai 11,4 persen dalam tahun 2008 melebihi asumsi dalam APBN-P, akan menyebabkanNJOP dari tanah dan bangunan tersebut meningkat dan pada gilirannya, akan meningkatkanpenerimaan BPHTB. Perkiraan realisasi BPHTB tahun 2008 dapat dilihat pada Grafik <strong>III</strong>.13.NK RAPBN 2009<strong>III</strong>-21


Bab <strong>III</strong>Pendapatan Negara dan Hibah 2009CukaiPenerimaan cukai bersumber dari cukai hasil tembakau, cukai ethyl alkohol, dan cukaiminuman mengandung ethyl alkohol (MMEA). Dalam periode 2005-2007, cukai hasiltembakau memberikontribusi rata-rata 97,9Tabel <strong>III</strong>.10persen dengan rata-rataPerkembangan Cukai 2005-2007pertumbuhan 15,5 persen,(triliun rupiah)cukai ethyl alkohol 0,620052006 2007Uraian% thd % thd % thdReal.Real.Real.persen dengan rata-ratapertumbuhan 106,8 persen,dan cukai MMEA 1,5 persendengan rata-ratapertumbuhan 17,2 persen.Total Total TotalCukai Hasil Tembakau 32,6 98,2 37,1 98,1 43,5 97,4Cukai Ethyl Alkohol (EA) 0,1 0,3 0,1 0,4 0,4 1,0Cukai Minuman Mengandung EA 0,5 1,5 0,6 1,5 0,7 1,6Total 33,3 100,0 37,8 100,0 44,7 100,0Sumber : Departemen KeuanganDalam tahun 2007, realisasi penerimaan cukai menunjukkan peningkatan sebesar 18,3 persenmenjadi Rp44,7 triliun dibandingkan dengan realisasi tahun 2006 sebesar Rp37,8 triliun.Dari jumlah tersebut, sebanyak Rp43,5 triliun (97,4 persen) berasal dari cukai hasil tembakau,Rp0,4 triliun (1,0 persen) dari cukai ethyl alkohol dan Rp0,7 triliun (1,5 persen) dari cukaiMMEA. Perkembangan realisasi cukai tahun 2005-2007 dapat dilihat pada Tabel <strong>III</strong>.10.Penerimaan cukai hasil tembakau menunjukkan kecenderungan meningkat yang terutamadipengaruhi oleh peningkatan produksi rokok, Harga Jual Eceran (HJE) serta kebijakantarif cukai hasil tembakau. Sejak tahun 2007, kebijakan umum tarif cukai hasil tembakaudiarahkan menuju simplifikasi dan tarif specific. Untuk mewujudkan tujuan tersebut, dalamtahun 2007 Pemerintah telah menaikkan HJE pada Mei dan memperkenalkan tarif spesifikpada Oktober.Berdasarkan pengklasifikasian golongan pabrik, dalam periode 2005-2007 enam perusahaanrokok besar memproduksi sekitar 70,0 persen dari total produksi rokok nasional. Dalam tahun2007, total produksi rokok mencapai 231,9 miliar batang, meningkat 7,0 persen dibandingkandengan tahun 2006 yang mencapai 216,8 miliar batang. Sementara bila dibandingkan totalprodusi rokok tahun 2005 sebesar 220,1 miliar batang, total produksi rokok tahun 2006tumbuh sebesar negatif 1,5 persen. Pertumbuhan negatif yang terjadi dalam tahun 2006 initerutama disebabkan oleh adanya kenaikan Harga Jual Eceran (HJE) rokok dan melemahnyadaya beli masyarakat. Meski demikian, kenaikan HJE rokok mampu memberikan dampakpositif terhadap cukai dari sisi penerimaannya. Perkembangan produksi rokok tahun 2005-2007 dapat dilihat pada Tabel <strong>III</strong>.11.Penerimaan cukai dalam tahun 2008 diperkirakan akan mencapai Rp46,7 triliun, 2,2 persenlebih tinggi dari target APBN-P sebesar Rp45,7 triliun. Bila dibandingkan dengan realisasitahun 2007, perkiraan realisasi penerimaan cukai dalam tahun 2008 meningkat sebesar 4,6persen. Meningkatnya penerimaan cukai pada tahun 2008 tersebut secara umum didukungoleh penerapan kebijakan tarif cukai hasil tembakau. Untuk mencapai target perkiraan realisasicukai 2008 tersebut, perlu dilakukan berbagai langkah administratif di bidang cukai. Adapunlangkah administratif yang ditempuh di bidang cukai adalah: (i) operasi pasar atas peredaranhasil tembakau ilegal seperti hasil tembakau tidak dilekati pita cukai/polos, dilekati pita cukaipalsu, atau dilekati pita cukai yang bukan peruntukannya; (ii) operasi intelijen yaitu operasisecara tertutup untuk mengumpulkan data dan informasi terkait dengan penindakan atas<strong>III</strong>-22 NK RAPBN 2009


Pendapatan Negara dan Hibah 2009Bab <strong>III</strong>Tabel <strong>III</strong>.11Perkembangan Produksi Rokok 2005-2007Jenis Rokok2005 20062007Tarif Produksi HJE Produksi HJE Produksi(miliar (Rp) (miliar (Rp) (miliarbatang)batang)batang)HJE(Rp)TarifSpesifika. Sigaret Kretek Mesin (SKM) 126,6 417,4 125,4 483,3 131,7 541,7Gol. Pabrik Besar 40 103,8 501,7 102,8 580,7 107,3 650,9 7Gol. Pabrik Menengah 36 18,0 391,9 17,8 459,9 10,9 515,5 5Gol. Pabrik Kecil 26 4,8 358,6 4,7 409,3 13,5 458,8 3b. Sigaret Kretek Tangan (SKT) 78,2 368,1 77,9 419,6 84,3 470,3Gol. Pabrik Besar 22 55,2 471,1 55,0 544,6 57,6 610,5 7Gol. Pabrik Menengah 16 14,6 335,4 14,6 372,3 11,6 417,4 5Gol. Pabrik Kecil 8 8,3 298,0 8,3 341,8 15,1 383,1 3c. Sigaret Putih Mesin (SPM) 15,3 287,4 13,5 313,0 16,0 350,8Gol. Pabrik Besar 40 10,4 407,0 9,2 447,0 13,5 501,0 7Gol. Pabrik Menengah 36 3,8 249,1 3,4 267,2 2,4 299,5 5Gol. Pabrik Kecil 26 1,0 206,2 0,9 224,7 0,1 251,9 3Total (a+b+c) 220,1 216,8 231,9Sumber : Departemen Keuanganpelanggaran di bidang cukai; (iii) penyempurnaan desain dan feature pita cukai; (iv) audit cukaiyaitu dengan melakukan audit reguler atau audit investigasi; dan (v) sosialisasi atas ketentuanperaturan di bidang cukai. Disamping itu dengan diterbitkannya Surat edaran Direktur <strong>Jenderal</strong>Bea dan Cukai Nomor SE-06/BC/2008 tanggal 15 Februari 2008 tentang Laporan PemesananPita Cukai, memungkinkan Pemerintah mendapatkan informasi yang lebih akurat mengenaipotensi penerimaan cukai hasil tembakauuntuk dua bulan kedepan.Dalam tahun 2008, Pemerintahmemberlakukan kebijakan tarif spesifik baruyang dituangkan dalam Peraturan MenteriKeuangan nomor 134/PMK.04/2007 tanggal1 Nopember 2007 tentang Harga Dasar danTarif Cukai Hasil Tembakau. Dalamperaturan tersebut ditetapkan tarif cukaispesifik sebesar Rp35,0 per batang untuksemua jenis hasil tembakau baik buatandalam negeri maupun yang diimpor, kecualijenis Sigaret Kretek Tangan (SKT) golonganpabrik kecil yang ditetapkan sebesar Rp30,0(triliun Rp)4847464544434241Grafik <strong>III</strong>.14Penerim aan Cukai 200844,445,746,740APBN APBN-P Perk.RealisasiSum ber : Departem en KeuanganNK RAPBN 2009<strong>III</strong>-23


Bab <strong>III</strong>Pendapatan Negara dan Hibah 2009per batang. Ketentuan ini mengatur juga penggabungan golongan antara golongan <strong>III</strong>Bdengan golongan <strong>III</strong>A menjadi golongan <strong>III</strong>, dan tarif cukai Sigaret Kretek Tangan Filterdisamakan dengan Sigaret Kretek Mesin. Perkiraan realisasi cukai tahun 2008 dapat dilihatpada Grafik <strong>III</strong>.14.Pajak LainnyaDalam periode 2005-2007,penerimaan pajak lainnyatumbuh rata-rata sebesar15,6 persen. Sebagian besardari penerimaan pajaklainnya tersebut berasal daribea materai yangmemberikan kontribusirata-rata sebesar 96,6 persenterhadap total penerimaanpajak lainnya. Perkembangan realisasi pajak lainnya tahun 2005-2007 dapat dilihat padaTabel <strong>III</strong>.12. Dalam tahun 2007, realisasi penerimaan pajak lainnya mencapai Rp2,7triliun, meningkat 19,7 persen dibandingkan dengan realisasi tahun 2006 sebesar Rp2,3triliun. Secara umum, meningkatnya realisasi penerimaan pajak lainnya dalam periode 2005-2007 dipengaruhi oleh semakin banyaknya transaksi yang menggunakan dokumen berutangmaterai.Dalam tahun 2008, penerimaan pajak lainnyadiperkirakan akan mencapai Rp3,3 triliun,turun 0,8 persen dibandingkan dengan targetAPBN-P sebesar Rp3,4 triliun. Hal inidisebabkan oleh sedikit melambatnyapertumbuhan ekonomi yang diperkirakanakan terjadi pada tahun 2008 sehinggaberpengaruh pada menurunnya jumlahtransaksi ekonomi. Namun demikian, apabiladibandingkan dengan realisasi tahun 2007,penerimaan pajak lainnya tahun 2008diperkirakan meningkat Rp0,6 triliun atau21,5 persen. Perkiraan realisasi pajak lainnyatahun 2008 dapat dilihat pada Grafik <strong>III</strong>.15.Tabel <strong>III</strong>.12Perkembangan Pajak Lainnya 2005-2007(triliun rupiah)20052006 2007Uraian% thd % thd % thdReal.Real.Real.Total Total TotalBea Meterai 2,0 98,1 2,2 97,1 2,6 95,0Lainnya 0,0 1,9 0,1 2,9 0,1 5,0Total 2,1 100,0 2,3 100,0 2,7 100,0Sumber : Departemen KeuanganGrafik <strong>III</strong>.15Penerim aan Pajak Lainny a 2008Pajak Perdagangan InternasionalDalam periode 2005-2007, realisasi penerimaan pajak perdagangan internasional mengalamipeningkatan rata-rata 17,2 persen, yaitu dari Rp15,2 triliun pada tahun 2005 menjadi Rp20,9triliun pada tahun 2007. Secara umum, peningkatan tersebut antara lain disebabkan olehmelonjaknya tarif bea keluar dan harga komoditas strategis seperti CPO dan turunannya,serta meningkatnya volume ekspor dan impor.Dalam tahun 2008, perkiraan realisasi penerimaan pajak perdagangan internasional akanmencapai Rp34,7 triliun. Dibandingkan dengan target APBN-P 2008 yang ditetapkan sebesar(triliun Rp)3,63,43,23,02,82,62,42,93,43,3APBN APBN-P Perk.RealisasiSumber : Departemen Keuangan<strong>III</strong>-24 NK RAPBN 2009


Pendapatan Negara dan Hibah 2009Bab <strong>III</strong>Rp29,0 triliun, perkiraanrealisasi tersebutmeningkat sebesarRp5,7 triliun atau 19,6persen. Realisasipenerimaan pajakp e r d a g a n g a ninternasional dalamempat tahun terakhirdapat dilihat padaGrafik <strong>III</strong>.16.(triliun Rp)2520151050Grafik <strong>III</strong>.16Perkembangan Pajak Perdagangan Internasional 2005-200814,912,116,7Bea Masuk* Perkiraan realisasiSumber : Departemen Keuangan19,82005 2006 2007 2008*14,90,31,14,2Bea KeluarBea MasukRealisasi penerimaan bea masuk selama periode 2005-2007 meningkat dari Rp14,9 triliunpada tahun 2005 menjadi Rp16,7 triliun pada tahun 2007. Secara rata-rata peningkatanyang terjadi adalah sebesar 5,8 persen. Dalam tahun 2007, realisasi penerimaan bea masukmencapai Rp16,7 triliun atau naik 37,6 persen dibandingkan dengan realisasinya dalamtahun 2006 sebesar Rp12,1 triliun. Pertumbuhan sebesar 37,6 persen tersebut lebih tinggidibandingkan dengan pertumbuhan tahun 2006 sebesar minus 18,6 persen. Pertumbuhanminus tersebut terutama disebabkan oleh kebijakan harmonisasi tarif bea masuk yangdilaksanakan secara menyeluruh pada tahun 2006.Kebijakan harmonisasitarif bea masuk yangdiberlakukan berdasarkanrata-rata tarif umum(Most Favoured Nations-MFN) berlanjut di tahun2008, yaitu dari 9,9 persentahun 2005 menjadi 7,6persen tahun 2008. Rataratatarif MFN pertanianTabel <strong>III</strong>.13Perkembangan Tarif rata-rata 2005-2008KategoriRata-rata Tarif MFN (%)2005 2006 2007 2008Produk Pertanian 12,1 11,7 11,6 11,6Produk non Pertanian 9,6 9,2 7,3 7,0Produk Migas 3,2 1,1 1,2 0,6Tarif Rata-rata 9,9 9,5 7,8 7,6turun dari 12,1 persen tahun 2005 menjadi 11,6 persen tahun 2008, sedangkan rata-ratatarif MFN produk non pertanian turun dari 9,6 persen tahun 2005 menjadi 7,0 persentahun 2008. Perkembangan rata-rata tarif MFN Indonesia tahun 2005-2008 dapat dilihatdalam Tabel <strong>III</strong>.13.Perjanjian perdagangan antar kawasan seperti ASEAN Free Trade Area (AFTA) melaluiskema Common Effective Preferential Tariff (CEPT) telah disepakati dalam tahun 2003.Konsekuensi dari perjanjian ini, Pemerintah telah menjadwalkan penurunan tarif menjadinol persen dalam tahun 2010 untuk negara-negara anggota ASEAN. Dalam tahun 2007,rata-rata tarif CEPT menurun menjadi 2,7 persen. Selain berkomitmen dalam perjanjianAFTA, Indonesia juga terikat dalam perjanjian perdagangan ASEAN-China FTA. Untukmendukung perjanjian tersebut, sejak tahun 2006 secara bertahap 90,0 persen produkkategori normal track akan mulai diturunkan tarif bea masuknya hingga menjadi nol persenpada tahun 2010 atau selambat-lambatnya tahun 2012.NK RAPBN 2009<strong>III</strong>-25


Bab <strong>III</strong>Pendapatan Negara dan Hibah 2009Selain itu, Pemerintah Indonesiajuga melakukan kerjasama denganPemerintah Jepang untukmenghapuskan atau menurunkantarif bea masuk hingga mencapainol persen. Penurunan tarif beamasuk tersebut mulai berlaku pada1 Juli 2008. Dalam hal ini,Pemerintah Indonesia akanmenghapus sekitar 35,0 persen pos tarif menjadi nol persen, dan 58,0 persen pos tarif menjadinol persen setelah tiga sampai dengan sepuluh tahun berlakunya kesepakatan tersebut. Disisi lain, Pemerintah Jepang akan menghapuskan 80,0 persen pos tarif menjadi nol persen,dan 10,0 persen pos tarif akan dihapus secara bertahap. Perkembangan tarif rata-rataperjanjian perdagangan selengkapnya dapat dilihat dalam Tabel <strong>III</strong>.14.Dalam tahun 2008, penerimaan bea masukdiperkirakan akan mencapai Rp19,8 triliun,meningkat 11,1 persen dibandingkan dengantarget APBN-P yang mencapai Rp17,8 triliun.Dibandingkan dengan realisasi dalam tahun2007 sebesar Rp16,7 triliun, penerimaan beamasuk diperkirakan akan mengalamipeningkatan sebesar 18,6 persen. Peningkatantersebut terutama bersumber dari naiknyanilai impor. Selain itu, tingginya penerimaanbea masuk juga disebabkan oleh melemahnyanilai tukar rupiah yang meningkatkanpenerimaan dalam denominasi rupiah.Perkiraan realisasi bea keluar tahun 2008dapat dilihat pada Grafik <strong>III</strong>.17.Tabel <strong>III</strong>.14Perkembangan Tarif Rata-rata 2005-2008NegaraTarif Rata-rata (%)2005 2006 2007 2008ASEAN 2,8 2,8 2,7 2,4China 9,6 9,5 6,2 4,7Korea 9,9 9,5 6,6 5,2Jepang 9,9 9,5 7,8 6,3Lainnya 9,9 9,5 7,8 6,3Selanjutnya, penerimaan bea masuk dalam tahun 2007 dan 2008 juga dapat dibedakanberdasarkan negara asal impor. Secara umum, negara-negara importir tersebut dapatdigolongkan ke dalam empat regional yaitu ASEAN, APEC, NAFTA, dan Uni Eropa. Dalamtahun 2007, ASEAN memberikan kontribusi sebesar Rp3,4 triliun dengan nilai impor sebesarUS$14,9 miliar dan tarif rata-rata 2,7 persen. Singapura adalah negara importir terbesar dikawasan ASEAN dengan nilai impor mencapai Rp6,6 triliun, namun dengan tarif rata-ratasebesar 1,0 persen maka bea masuk yang dihasilkan hanya sebesar Rp0,5 triliun. Thailanddengan nilai impor sebesar Rp4,0 triliun dan tarif rata-rata 5,5 persen memberikan kontribusibea masuk sebesar Rp1,7 triliun. APEC secara total memberikan kontribusi bea masuk sebesarRp6,9 triliun dengan nilai impor US$20,3 miliar dan tarif rata-rata 5,1 persen. Chinamerupakan negara importir terbesar yang mampu memberikan kontribusi terhadap beamasuk sebesar Rp2,9 triliun dengan nilai impor sebesar US$7,7 miliar dan tarif rata-rata 6,2persen. Sementara itu, NAFTA dan Uni Eropa masing-masing memberikan kontribusiterhadap bea masuk sebesar Rp1,2 triliun dan Rp2,6 triliun. Amerika merupakan negaraimportir terbesar dari kawasan NAFTA dengan nilai impor sebesar US$4,4 miliar dankontribusi terhadap bea masuk sebesar Rp1,1 triliun.(triliun Rp)21201918171615Grafik <strong>III</strong>.17Penerim aan Bea Masuk 200817,9 17,819,8APBN APBN-P Perk.RealisasiSum ber : Departem en Keuangan<strong>III</strong>-26 NK RAPBN 2009


Pendapatan Negara dan Hibah 2009Bab <strong>III</strong>Boks <strong>III</strong>.2Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement(Persetujuan Kemitraan Ekonomi antara Republik Indonesia dan Jepang)Dalam rangka kerjasama ekonomi antara Indonesia dan Jepang yang telahdisepakati oleh pemimpin kedua negara tanggal 20 Agustus 2007, telah ditetapkanFramework Agreement yang telah diratifikasi oleh Pemerintah Republik Indonesiaberdasarkan Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2008 tentang PengesahanAgreement between the Republic of Indonesia and Japan for an EconomicPartnership-IJEPA. Berdasarkan Framework Agreement, telah disepakati duamacam skema penurunan tarif Bea Masuk dalam rangka IJEPA ini, yaitu skematarif preferensi umum dan skema tarif User Specific Duty Free Scheme (USDFS).Khusus mengenai skema tarif preferensi umum, telah disepakati sekitar 35 persendari pos tarif sebagaimana tercantum dalam Buku Tarif Bea Masuk (BM) Indonesiaakan diturunkan menjadi 0 persen tarif bea masuknya pada saat berlakunya IJEPAsedangkan Jepang menurunkan sekitar 80 persen pos tarifnya. Indonesia akanmenurunkan menjadi 0 persen secara bertahap sekitar 93 persen dari pos tarifnyaselama tiga sampai lima belas tahun dan untuk Jepang sekitar 90 persen dari postarifnya. Sisanya sebanyak lebih kurang 7 persen dari pos tariff Indonesia bisadipertahankan tarif bea masuknya sesuai dengan yang berlaku umum (MFN)sedangkan Jepang sekitar 10 persen pos tarif tetap MFN.Modalitas penurunan tarif dalam kerjasama ini meliputi beberapa kategori:1. Kategori A: tarif BM menjadi 0 persen pada saat berlakunya IJEPA2. Kategori B: tarif BM dihapuskan bertahap menjadi 0 persen dalam 3, 5, 7, 10dan 15 tahun3. Kategori P : jadwal penurunan tarif berdasarkan catatan tersendiri4. Kategori X : dikecualikan dari penurunan tarif berlaku tarif MFNSkema USDFS merupakan pemberian fasilitas (penetapan) tarif bea masuk 0 persenatas impor bahan baku dari Jepang yang digunakan dalam kegiatan proses produksioleh industri-industri tertentu yang telah disepakati dan industri-industri yangberbasis baja yang dikategorikan sebagai driver sectors setelah memenuhi kriteriayang bergerak di bidang: (i) Kendaraan angkut bermotor dan komponenkomponennya;(ii) Kelistrikan; (iii) Mesin konstruksi dan alat berat; dan (iv) Energi.Sebagai kompensasi atas pembukaan akses pasar ini, Jepang memberikan bantuandalam kerjasama ekonomi jangka panjang yang terangkum dalam skema MIDEC(Manufacturing Industry Development Center). MIDEC merupakan programbantuan teknis dari Jepang untuk capacity building di bidang industri yang meliputiotomotif, welding, elektronik, tekstil, makanan dan minuman, baja, export andimport promotion, dan Small and Medium Enterprises. Melalui program MIDECini, industri-industri yang tercakup dalam skema diharapkan akan dapat memenuhisuatu target tingkat produksi dalam jangka waktu tertentu ke depan denganpemasaran lebih ditujukan ke pasar ekspor.NK RAPBN 2009<strong>III</strong>-27


Bab <strong>III</strong>Pendapatan Negara dan Hibah 2009NegaraA ASEAN 14,9 3,4 2,7 10,4 1,7 2,01 Singapura 6,6 0,5 1,0 4,5 0,3 0,92 Thailand 4,0 1,7 5,5 2,7 1,0 4,43 Malaysia 2,5 0,6 2,7 2,1 0,3 1,74 Lainnya 1,9 0,6 3,3 1,0 0,1 1,3B APEC 20,3 6,9 5,1 14,4 5,2 4,31 China 7,7 2,9 6,2 5,6 2,0 4,42 Jepang 6,1 2,4 7,8 4,5 2,1 5,53 Korea Selatan 2,0 0,6 6,6 1,3 0,4 4,24 Australia 2,0 0,4 2,2 1,2 0,2 1,75 Taiwan 1,4 0,4 3,5 1,0 0,3 3,56 Lainnya 1,1 0,2 2,3 0,8 0,1 2,0C NAFTA 5,5 1,2 2,4 4,1 0,5 1,61 Amerika Serikat 4,4 1,1 2,9 3,2 0,5 1,92 Kanada 1,0 0,1 0,4 0,9 0,0 0,33 Meksiko 0,1 0,0 3,5 0,1 0,0 1,5D UNI EROPA (27 Negara) 7,5 2,6 2,5 4,2 1,1 2,9E LAINNYA 7,8 2,6 1,6 6,5 0,5 0,9TOTAL 56,1 16,7 3,0 39,7 9,0 2,7*) Realisasi s.d. 30 JuniSumber : Departemen KeuanganDalam tahun 2008, realisasi sampai dengan 30 Juni, ASEAN dengan nilai impor US$10,4miliar dan tarif rata-rata 2,0 persen mampu memberikan kontribusi sebesar Rp1,7 triliunterhadap penerimaan bea masuk. Thailand masih merupakan negara yang memberikankontribusi terbesar yaitu sebesar Rp1,0 triliun dengan nilai impor sebesar US$2,7 miliar.APEC, NAFTA dan Uni Eropa masing-masing memberikan kontribusi sebesar Rp5,2 triliun,Rp0,5 triliun dan Rp1,1 triliun. Perkembangan dari penerimaan bea masuk per negara asaldalam tahun 2007 dan 2008 dapat dilihat pada Tabel <strong>III</strong>.15.Secara sektoral, penerimaan beamasuk dapat dikelompokkanmenjadi 16 sektor. Dari 16 sektortersebut, sekitar 65 persenpenerimaan bea masukdisumbang oleh empat sektoryaitu sektor kendaraanbermotor dan bagiaannyatermasuk pesawat udara, sektorlogam dan produk olahannya,sektor industri kimia hulu, sertasektor mesin dan komponennya.Sampai dengan 30 Juni 2008,sektor kendaraan bermotor danbagiannya termasuk pesawatudara menjadi sektor denganbea masuk paling tinggi yaituTabel <strong>III</strong>.15Perkembangan Nilai Impor, Bea Masuk dan Tarif Rata-rata 2007-2008Nilai Impor (miliarUS$)2007 2008*Bea Masuk(triliun Rp)Tarif Rata-rata (%)Nilai Impor (miliarUS$)Bea Masuk(triliun Rp)Grafik <strong>III</strong>.18Bea Masuk Sektoral 2008 (s.d. 30 Juni 2008)Lainny a (1 0 Sektor);Rp1 ,7 triliu n (1 9 ,0%)Peternakan danPerkebu nan;Rp0,6 triliun (6,9%)Industri Kimia Hilir;Rp0,9 triliu n (9 ,7 %)Mesin da nKom ponenn y a;Rp1 ,1 triliun (1 2 ,6 %)In du str i Kim ia Hu lu ;Rp1,2 triliun (12,8%)Ken d. Ber m otor danBagianny a, TermasukPesaw a t Udar a ;Rp2 ,0 triliu n (2 1 ,9 %)Logam dan ProdukOlahannya;Rp1 ,6 triliu n (1 7 ,2%)Tarif Rata-rata (%)sebesar Rp2,0 triliun atau 21,9 persen. Penerimaan bea masuk sektoral selanjutnya dapatdilihat pada Grafik <strong>III</strong>.18.<strong>III</strong>-28 NK RAPBN 2009


Pendapatan Negara dan Hibah 2009Bab <strong>III</strong>Bea KeluarPenerimaan bea keluar selama tahun 2005-2007 mengalami peningkatan yang sangatsignifikan rata-rata sebesar 264,9 persen. Dalam tahun 2007, realisasi penerimaan bea keluarsebesar Rp4,2 triliun. Dibandingkan dengan realisasinya dalam tahun 2006 sebesar Rp1,1triliun, realisasi penerimaan bea keluar tahun 2007 menunjukkan peningkatan sebesar 288,4persen. Sementara bila dibandingkan dengan realisasinya dalam tahun 2005 sebesar Rp0,3triliun, realisasi penerimaan bea keluar tahun 2006 tumbuh sebesar 242,8 persen. PeningkatanNo.Tabel <strong>III</strong>.16Perkembangan Tarif Bea Keluar Kelapa Sawit, CPO dan Produk Turunan2005-2008Kelapa Sawit, CPO danProduk Turunannya2005 (PMK-92/11/2005)Tarif Bea Keluar2006 (PMK-61/11/2006)2007 (PMK-94/11/2007)2008 (PMK-72/11/2008)1 Tandan Buah Segar dan Kernel Kelapa Sawit 3% 10% 40% 40%2 Crude Palm Oil (CPO) 3% 6,5% 0% - 10% 0%- 25%3 Crude Olein 1% 6,5% 0% - 10% 0%- 25%4 Crude Stearin -- 6,5% 0% - 10% 0% - 23%5 Crude Palm Kernel Oil (CPKO) -- 6,5% 0% - 10% 0% - 23%6 Crude Kernel Stearin -- -- 0% - 10% 0% - 23%7 Crude Kernel Olein -- -- 0% - 10% 0% - 23%8 RBD Palm Olein 1% 6,5% 0% - 10% 0%- 25%9 RBD Palm Kernel Olein -- -- 0% - 10% 0%- 25%10 RBD Palm Kernel Oil -- 6,5% 0% -9% 0% - 23%11 RBD Palm Stearin -- 6,5% 0% -9% 0% -21%12 RBD Palm Kernel Stearin -- -- 0% -9% 0% -21%13 RBD Palm Oil 1% 6,5% 0% -9% 0% - 23%14 Biofuel Dari Minyak Sawit -- -- -- 0% - 5%Sumber : Departemen Keuanganpenerimaan bea keluar tersebut terutama disebabkan oleh kebijakan tarif bea keluar progresifakibat naiknya harga beberapa komoditas primer di pasar internasional seperti CPO.Kebijakan tarif bea keluar atas kelapa sawit, CPO dan produk turunannya dari 1 hingga 3persen dalam tahun 2005 menjadi nol hingga 40,0 persen dalam tahun 2008 merupakansalah satu upaya pemerintah dalam rangka program stabilisasi harga minyak goreng dalamnegeri. Hal ini dilakukan untuk mengamankan pasokan minyak goreng di dalam negerimengingat harga CPO di pasar internasional melonjak cukup signifikan. Selain itu,Pemerintah juga meningkatkan pengawasan fisik dan administrasi terhadap lalu lintas BBMdan CPO baik ekspor-impor maupun antar pulau yang diatur dalam Surat Edaran Direktur<strong>Jenderal</strong> Bea dan Cukai Nomor SE-01/BC.8/2008 tanggal 8 Februari 2008 tentangOptimalisasi Pengawasan Lalu Lintas Bahan Bakar Minyak dan CPO. Perkembangan besarantarif bea keluar kelapa sawit, CPO dan produk turunannya dapat dilihat dalam Tabel <strong>III</strong>.16.Dalam tahun 2008, penerimaan bea keluar diperkirakan menjadi Rp14,9 triliun ataumeningkat 33,2 persen dari target dalam APBN-P yang mencapai Rp11,2 triliun. Biladibandingkan dengan realisasi tahun 2007, penerimaan bea keluar tahun 2008 meningkatNK RAPBN 2009<strong>III</strong>-29


Bab <strong>III</strong>Pendapatan Negara dan Hibah 2009sebesar 250,6 persen. Peningkatan initerutama disebabkan oleh tingginya hargaCPO dan produk turunannya. Selain itu,meningkatnya perkiraan realisasi tersebutjuga disebabkan oleh kebijakan Pemerintahdalam menetapkan tarif Bea Keluar untukstabilisasi harga minyak goreng dalamnegeri sesuai PMK Nomor 72/PMK.011/2008. Perkiraan realisasi bea keluar dapatdilihat pada Grafik <strong>III</strong>.19.3.3.1.2. Penerimaan NegaraBukan PajakPenerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)di dalam APBN memiliki peranan yangsangat penting sebagai salah satu sumber pendapatan negara di samping penerimaanperpajakan. Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 Tentang Penerimaan NegaraBukan Pajak (PNBP), PNBP adalah seluruh penerimaan Pemerintah pusat yang tidak berasaldari penerimaan perpajakan. Sumber PNBP tersebut meliputi: (i) penerimaan yang bersumberdari pengelolaan dana Pemerintah; (ii) penerimaan dari pemanfaatan sumber daya alam(SDA); (iii) penerimaan dari hasil-hasil pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan; (iv)penerimaan dari kegiatan pelayanan yang dilaksanakan Pemerintah; (v) penerimaanberdasarkan putusan pengadilan dan yang berasal dari pengenaan denda administrasi; (vi)penerimaan hibah yang merupakan hak Pemerintah; dan (vii) penerimaan lainnya yangdiatur dalam undang-undang tersendiri.Dalam struktur APBN, PNBP terdiri dari: (i) penerimaan SDA, meliputi penerimaan SDAmigas dan SDA nonmigas (SDA pertambangan umum, SDA kehutanan, dan SDA perikanan);(ii) penerimaan bagian Pemerintah atas laba BUMN; dan (iii) PNBP lainnya, meliputipendapatan dari penjualan, sewa, jasa, PNBP dari luar negeri, kejaksaan dan peradilan,pendidikan, pelunasan piutang, pendapatan lainnya dari kegiatan usaha migas, danpendapatan anggaran lain-lain. Secara historis, besaran PNBP didominasi oleh penerimaanSDA, khususnya dari penerimaan SDA minyak bumi dan gas bumi (migas).Besaran penerimaan SDA migas dipengaruhi oleh lifting minyak dan volume produksi gasbumi, harga minyak bumi dan gas bumi di pasar internasional, nilai tukar rupiah terhadapdolar Amerika Serikat, dan besaran cost recovery. Cost recovery merupakan biaya-biayayang dapat dikembalikan kepada kontraktor minyak bumi dan gas bumi sebagaimana diaturdi dalam Kontrak Production Sharing (KPS). Sementara itu, besaran penerimaan SDAnonmigas, yang terdiri dari penerimaan pertambangan umum, kehutanan, dan perikanandipengaruhi oleh tingkat produksi masing-masing jenis tambang, harga komoditi tambang,luas area/volume produksi hasil hutan untuk kehutanan, jenis dan jumlah kapal ikan untukperikanan, serta kebijakan yang dilakukan Pemerintah, terutama dalam bidang tarif.Penerimaan bagian Pemerintah atas laba BUMN, menurut Peraturan Pemerintah Nomor44 Tahun 2003 tentang Tarif atas Jenis PNBP yang berlaku pada Departemen Keuangan,merupakan penerimaan Pemerintah dalam bentuk: (i) dividen dari Perusahaan Persero atau(triliun Rp)1614121086420Grafik <strong>III</strong>.19Bea Keluar 2005-20074,1APBN11,214,9APBN-P Perk.RealisasiSum ber : Departem en Keuangan<strong>III</strong>-30 NK RAPBN 2009


Pendapatan Negara dan Hibah 2009Bab <strong>III</strong>Perseroan Terbatas yang besarnya ditetapkan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS);(ii) Dana Pembangunan Semesta (DPS) dari Perusahaan Umum (Perum) yang besarnyaditetapkan dalam Pengesahan Laporan Keuangan oleh Menteri Keuangan; dan (iii) bagianlaba Pemerintah dari Pertamina yang besarnya ditetapkan dalam Rapat Dewan Komisaris,selama Pertamina belum disesuaikan dan beroperasi sebagai Perusahaan Perseroan.PNBP lainnya terdiri dari penerimaan yang bersumber dari: (i) pendapatan penjualan dansewa; (ii) pendapatan jasa; (iii) pendapatan bunga; (iv) pendapatan kejaksaan dan peradilan;(v) pendapatan pendidikan; (vi) pendapatan gratifikasi dan uang sitaan hasil korupsi; dan(vii) pendapatan lain-lain. Pengelolaan atas jenis-jenis PNBP tersebut dilaksanakan olehkementerian/lembaga (K/L) terkait. Adapun K/L yang mengelola PNBP lainnya tersebutantara lain adalah: Departemen Komunikasi dan Informatika, Departemen PendidikanNasional, Departemen Kesehatan, Kepolisian Republik Indonesia, Badan PertanahanNasional, Departemen Hukum dan HAM, serta Departemen lainnya. PNBP yangbersumber dari berbagai K/L tersebut meskipun besaran penerimaannya relatif kecil,namun kecenderungannya meningkat dan masih dapat lebih dioptimalkan. PemungutanPNBP K/L tersebut dilakukan dalam rangka pengaturan, pelayanan, dan pengawasan.Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap PNBP lainnya adalah jumlah objek, besarantarif, dan kualitas pelayanan dan administrasi/pengelolaan. Dalam rangka pengaturandan pengawasan, maka sebagian penerimaan PNBP tersebut dipergunakan kembali olehK/L sesuai dengan ketentuan yang berlaku.Selama kurun waktu 2005-2008, langkah kebijakan yang ditempuh untukmengoptimalkan PNBP antara lain meliputi: Pertama, kebijakan penerimaan SDA yangdifokuskan pada: (i) peningkatan lifting migas melalui peningkatan koordinasi instansi terkait;(ii) peningkatan atau percepatan pembayaran kewajiban PT Pertamina dan KKKS kepadaPemerintah; (iii) penyempurnaan ketentuan cost recovery pada KPS; (iv) optimalisasi penerimaanSDA pertambangan umum melalui peningkatan koordinasi dengan Pemda dan instansi terkaitserta penyempurnaan peraturan; dan (v) optimalisasi penerimaan SDA kehutanan dan SDAperikanan melalui upaya intensifikasi dan ekstensifikasi dengan tetap memperhatikan faktorkelestarian lingkungan. Kedua, kebijakan dalam penerimaan bagian Pemerintah atas laba BUMNyang difokuskan pada: (i) penyehatan perusahaan dengan mengoptimalkan investasi (capitalexpenditure/CAPEX); (ii) optimalisasi dividen payout ratio dengan mempertimbangkan kondisikeuangan perusahaan, penugasan oleh Pemerintah, dan peraturan yang berlaku; (iii) pelaksanaanaudit oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) sesuai jadwal yang ditetapkan; (iv) melanjutkanlangkah-langkah restrukturisasi yang semakin terarah dan efektif terhadap orientasi dan fungsiBUMN tersebut yang meliputi restrukturisasi manajemen, organisasi, operasi, dan sistem prosedur;(v) memantapkan penerapan prinsip-prinsip Good Corporate Governance (GCG), yaitutransparansi, akuntabilitas, keadilan, dan responsibiltas pada pengelolaan BUMN, PSO maupunBUMN komersial; (vi) melakukan sinergi antar BUMN agar dapat meningkatkan daya saingdan memberikan multiplier effect kepada perekonomian Indonesia, antara lain denganmenumbuhkembangkan resource base sectors yang membeerikan nilai tambah; dan (vii) upayadividen interim dengan memperhatikan cash flow perusahaan apabila sampai dengan triwulanketiga pada tahun anggaran berjalan target PNBP belum terpenuhi. Ketiga, kebijakan mengenaiPNBP lainnya yang difokuskan pada: (i) optimalisasi PNBP pada K/L; (ii) peninjauan danpenyempurnaan peraturan PNBP pada masing-masing K/L; (iii) monitoring, evaluasi dankoordinasi pelaksanaan pengelolaan PNBP pada K/L; dan (iv) peningkatan akurasi target danpenyusunan pagu penggunaan PNBP dan K/L yang realistis serta pelaporannya.NK RAPBN 2009<strong>III</strong>-31


Bab <strong>III</strong>Pendapatan Negara dan Hibah 2009(triliun Rp)25020015010050Grafik <strong>III</strong>.20Perkembangan PNBP, 2005-2007(triliun Rp)400300200100Grafik <strong>III</strong>.21Penerimaan Negara Bukan Pajak, 200802005 2006 20070APBN APBN-P Perk. RealisasiPenerim aan SDA Div iden BUMN PNBP LainnyaSumber : Departemen KeuanganPenerimaan SDA Div iden BUMN PNBP Lainny aSumber : Departemen KeuanganPNBP secara keseluruhan meningkat rata-rata sebesar 21,0 persen selama kurun waktu2005-2007. Pertumbuhan tertinggi terjadi dalam tahun 2006 sebesar 54,5 persen (lihatGrafik <strong>III</strong>.20). Dalam tahun 2007, PNBP mencapai Rp215,1 triliun (5,4 persen PDB).PNBP tersebut mengalami penurunan sebesar Rp11,8 triliun atau 5,2 persen dibandingkandengan realisasi pada tahun 2006 sebesar Rp227,0 triliun (6,8 persen PDB). Penurunantersebut terutama diakibatkan oleh penurunan penerimaan SDA migas sebesar Rp33,3 triliunyaitu dari Rp158,1 triliun pada tahun 2006 menjadi Rp124,8 triliun pada tahun 2007. Dalamtahun 2007, realisasi PNBP memberikan kontribusi sebesar 30,5 persen dari total realisasipenerimaan dalam negeri tahun 2007 (lihat Tabel <strong>III</strong>.17).Tabel <strong>III</strong>.17Perkembangan Realisasi PNBP, 2005 – 2007 *)(triliun rupiah)2005 20062007Realisasi% thdPDBRealisasi% thdPDBRealisasi% thdPDBPenerimaan Negara Bukan Pajak 146,9 5,3 227,0 6,8 215,1 5,4a. Penerimaan SDA 110,5 4,0 167,5 5,0 132,9 3,4i. Migas 103,8 3,7 158,1 4,7 124,8 3,2- Minyak bumi 72,8 2,6 125,1 3,7 93,6 2,4- Gas bumi 30,9 1,1 32,9 1,0 31,2 0,8ii. Non Migas 6,7 0,2 9,4 0,3 8,1 0,2- Pertambangan umum 3,2 0,1 6,8 0,2 5,9 0,1- Kehutanan 3,2 0,1 2,4 0,1 2,1 0,1- Perikanan 0,3 0,0 0,2 0,0 0,1 0,0b. Bagian Laba BUMN 12,8 0,5 21,5 0,7 23,2 0,6c. PNBP Lainnya 23,6 0,8 36,5 1,1 45,3 1,1d. Surplus Bank Indonesia 0,0 0,0 1,5 0,0 13,7 0,3Sumber: Departemen Keuangan*) Perbedaan satu angka di belakang koma terhadap angka penjumlahan adalah karena pembulatanDalam tahun 2008, PNBP diperkirakan memberikan kontribusi sebesar 36,2 persen terhadappenerimaan dalam negeri. Perkiraan realisasi PNBP dalam tahun 2008 tersebut mencapaiRp363,1 triliun (7,8 persen PDB), meningkat sebesar Rp147,9 triliun atau 68,8 persendibandingkan realisasi PNBP tahun 2007. Peningkatan tersebut terutama dipengaruhi olehpeningkatan perkiraan realisasi PNBP yang berasal dari penerimaan SDA, khususnya SDAmigas (lihat Grafik <strong>III</strong>.21 dan Tabel <strong>III</strong>.18).<strong>III</strong>-32 NK RAPBN 2009


Pendapatan Negara dan Hibah 2009Bab <strong>III</strong>Penerimaan SDADalam kurun waktu 2005-2007, penerimaan SDA rata-rata tumbuh sebesar 9,7 persen.Pertumbuhan tertinggi terjadi dalam tahun 2006 sebesar 51,6 persen, namun kemudianmenurun sebesar 20, 6 persen dalam tahun 2007. Dalam tahun 2006, realisasi penerimaanSDA mencapai Rp167,5 triliun (5,0 persen PDB) dan dalam tahun 2007 realisasi penerimaanSDA mencapai Rp132,9 triliun (3,4 persen PDB). Dalam tahun 2008, penerimaan SDAdiperkirakan mencapai Rp264,8 triliun (5,6 persen PDB) atau naik sebesar Rp131,9 triliunatau 99,3 persen dibandingkan realisasi penerimaan SDA tahun 2007.Penerimaan SDA Minyak Bumi dan Gas BumiPenerimaan SDA migas merupakan sumber utama penerimaan SDA, dan secara historismenyumbang lebih dari 50 persen dari total penerimaan SDA. Dalam kurun waktu 2005-2007, perkembangan penerimaan SDA migas menunjukan trend yang meningkat hinggatahun 2006 dan kemudian menurun pada tahun 2007. Rata-rata pertumbuhan penerimaanSDA migas dalam kurun waktu 2005-2007 sebesar 9,6 persen, sedangkan kontribusinyaterhadap total PNBP dalam kurun waktu yang sama adalah rata-rata sebesar 66,1 persen.Dalam tahun 2007, penerimaan SDA migas mengalami penurunan dari Rp158,1 triliun(4,7 persen PDB) pada tahun 2006 menjadi Rp124,8 triliun (3,2 persen PDB). PenurunanJenis PenerimaanTabel <strong>III</strong>.18Perkembangan Realisasi PNBP, 2008 *)(triliun rupiah)APBN% thdPDBAPBN-P2008% thdPDBPerkiraanRealisasi% thdPDB% thdAPBN-PPenerimaan Negara Bukan Pajak 187,2 4,2 282,8 6,3 363,1 7,8 128,4a. Penerimaan SDA 126,2 2,8 192,8 4,3 264,8 5,7 137,4i. Migas 117,9 2,6 182,9 4,1 254,9 5,4 139,3Minyak bumi 84,3 1,9 149,1 3,3 209,9 4,5 140,8Gas bumi 33,6 0,8 33,8 0,8 45,0 1,0 133,0ii. Non Migas 8,3 0,2 9,8 0,2 9,9 0,2 100,3Pertambangan umum 5,3 0,1 6,9 0,2 6,9 0,1 100,0Kehutanan 2,8 0,1 2,8 0,1 2,8 0,1 101,2Perikanan 0,2 0,0 0,2 0,0 0,2 0,0 100,0b. Bagian Laba BUMN 23,4 0,5 31,2 0,7 35,0 0,7 112,2c. PNBP Lainnya 37,6 0,8 58,8 1,3 63,2 1,3 107,5Sumber: Departemen Keuangan*) Perbedaan satu angka di belakang koma terhadap angka penjumlahan adalah karena pembulatanpenerimaan SDA migas tersebut terutama disebabkan oleh penurunan SDA minyak bumi.Dalam tahun 2007, penerimaan SDA minyak bumi mencapai Rp93,6 triliun (2,4 persenPDB), menurun sebesar Rp31,5 triliun atau 25,2 persen dibandingkan penerimaan SDAminyak bumi dalam tahun 2006 sebesar Rp125,1 triliun (3,7 persen PDB).Sementara itu, penerimaan SDA gas bumi menurun sebesar Rp1,8 triliun atau 5,3 persendari Rp32,9 triliun (1,0 persen PDB) dalam tahun 2006 menjadi Rp31,2 triliun (0,8 persenPDB) dalam tahun 2007. Faktor utama yang mempengaruhi penurunan penerimaan SDAmigas dalam tahun 2007 tersebut adalah menurunnya realisasi lifting minyak bumi dariNK RAPBN 2009<strong>III</strong>-33


Bab <strong>III</strong>Pendapatan Negara dan Hibah 2009959 ribu barel per hari dalam tahun 2006 menjadi 899 ribu barel per hari dalam tahun 2007.Untuk memperbaiki kondisi tersebut, Pemerintah berupaya meningkatkan lifting minyakmelalui peningkatan kegiatan usaha eksplorasi migas. Salah satu upaya tersebut adalahdengan pemberian insentif fiskal melalui penerbitan Peraturan Menteri Keuangan Nomor177/PMK.011/2007 Tentang Pembebasan Bea Masuk Atas Impor Barang Untuk KegiatanUsaha Hulu Minyak dan Gas Bumi Serta Panas Bumi, dan Peraturan Menteri KeuanganNomor 179/PMK.011/2007 Tentang Penetapan Tarif Bea Masuk atas Impor PlatformPengeboran atau Produksi Terapung di Bawah Air sebesar nol persen. Grafik <strong>III</strong>.22memperlihatkan perkembangan penerimaan SDA migas dalam periode 2005-2007.(triliun Rp)16012080400Grafik <strong>III</strong>.22Perkembangan SDA Migas, 2005-2007Gas BumiMiny ak Bumi2005 2006 2007Sumber : Departemen Keuangan(triliun Rp)2702402101801501209060300Grafik <strong>III</strong>.23Penerim aan SDA Migas, 2008Gas BumiMiny ak BumiSum ber : Departem en KeuanganAPBN APBN-P Perk. RealisasiDalam tahun 2008, penerimaan SDA migas diperkirakan mencapai Rp254,9 triliun (5,4 persenPDB), yang berarti meningkat Rp130,1 triliun atau 104,3 persen apabila dibandingkan denganrealisasi APBN tahun 2007 sebesar Rp124,8 triliun (3,2 persen PDB). Jumlah perkiraanpenerimaan SDA migas tersebut sebagian besar bersumber dari perkiraan penerimaan SDAminyak bumi sebesar Rp209,9 triliun (4,5 persen PDB). Penerimaan SDA minyak bumi tersebutmengalami kenaikan Rp116,3 triliun atau 124,3 persen apabila dibandingkan dengan realisasipenerimaan SDA minyak bumi dalam tahun 2007 sebesar Rp93,6 triliun (lihat Grafik <strong>III</strong>.23).Peningkatan tersebut dipengaruhi oleh perkiraan pencapaian target lifting minyak sebesar 927ribu barel per hari dan perkiraan rata-rata harga minyak mentah Indonesia di pasar internasional(ICP) mencapai US$127,2 per barel lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata ICP tahun 2007yang sebesar US$69,7 per barel (lihat Grafik <strong>III</strong>.24 dan Grafik <strong>III</strong>.25).(ribu barel/hari)Grafik <strong>III</strong>.24Rata-rata Lifting Minyak Bumi, 2005-2008110010009008007006005002005 2006 2007 Perk.RealisasiSumber : Departemen Keuangan2008Grafik <strong>III</strong>.25Rata-rata Harga ICP, 2005-20081401201008060402002005 2006 2007 Perk.RealisasiSumber : Departemen Keuangan2008(US$/barel)Penerimaan SDA gas bumi tahun 2008 diperkirakan mencapai Rp45,0 triliun (1,0 persenPDB) meningkat Rp13,8 triliun atau 44,3 persen apabila dibandingkan dengan realisasi tahunsebelumnya sebesar Rp31,2 triliun. Faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan<strong>III</strong>-34 NK RAPBN 2009


Pendapatan Negara dan Hibah 2009Bab <strong>III</strong>penerimaan SDA gas alam tersebut antaralain: (i) peningkatan volume produksi,khususnya Liquid Natural Gas (LNG); (ii)peningkatan harga internasional komoditigas bumi, terutama LNG; dan (iii) upayaperbaikan kontrak dengan operatoreksplorasi gas bumi dan perbaikan hargadalam kontrak dengan negara tujuanekspor. Grafik <strong>III</strong>.26 memperlihatkanperkembangan lifting gas bumi dalamkurun waktu 2005-2008.(MMSCFD)12.00010.0008.0006.0004.0002.0000Grafik <strong>III</strong>.26Perkembangan Lifting Gas Bumi 2005-20082005 2006 2007 Perk.RealisasiSumber : Departemen Keuangan2008Penerimaan SDA NonmigasPenerimaan SDA nonmigas terdiri dari penerimaan pertambangan umum, penerimaan SDAkehutanan, dan penerimaan SDA perikanan. Dalam kurun waktu 2005-2007, perkembangandari masing-masing komponen penerimaan SDA nonmigas menunjukkan kecenderungan yangberagam. Pertambangan umum meningkat secara signifikan dalam tahun 2005-2006, dankemudian mengalami penurunan dalam tahun 2007. Penerimaan SDA kehutanan menunjukkankecenderungan menurun dalam periode yang sama. Demikian juga penerimaan dari sektorperikanan cenderung menurun dan memberikan kontribusi terkecil terhadap penerimaan SDAnonmigas. Dalam kurun waktu 2005-2007, pertumbuhan penerimaan SDA nonmigas secararata-rata mencapai 10,0 persen. Dalam tahun 2007, penerimaan SDA nonmigas mencapai Rp8,1triliun (0,2 persen PDB), menurun sebesar Rp1,3 triliun atau 13,6 persen dibandingkan realisasidalam tahun 2006 sebesar Rp9,4 triliun (0,3 persen PDB). Dalam tahun 2008, penerimaan SDAnonmigas diperkirakan mencapai Rp9,9 triliun (0,2 persen PDB), meningkat sebesar Rp1,8 triliunatau 21,8 persen dibandingkan realisasi tahun 2007.Sementara itu, penerimaan SDApertambangan umum mengalamipertumbuhan rata-rata sebesar 35,7 persendan memberikan kontribusi terbesar ratarata64,1 persen terhadap total penerimaanSDA nonmigas dalam kurun waktu 2005-2007. Dalam tahun 2007, realisasipenerimaan SDA pertambangan umummencapai Rp5,9 triliun (0,1 persen PDB),menurun sebesar Rp0,9 triliun atau 13,3persen dibandingkan realisasi dalam tahun2006 sebesar Rp6,8 triliun (0,2 persen PDB).Penurunan penerimaan SDA pertambangan umum tersebut terutama disebabkan olehmenurunnya penerimaan dari pendapatan royalti batubara dari Rp6,6 triliun dalam tahun2006 menjadi Rp5,3 triliun dalam tahun 2007 karena masih adanya Kuasa Pertambangan(KP) yang diterbitkan oleh Pemerintah Daerah dan belum dilaporkan ke Pemerintah Pusat(Departemen ESDM).Penerimaan SDA pertambangan umum dalam tahun 2008 diperkirakan mencapai Rp6,9 triliun(0,1 persen PDB). Perkiraan realisasi tersebut bersumber dari penerimaan iuran tetap (landrent)(triliun Rp)1086420Grafik <strong>III</strong>.27Perkembangan Penerimaan SDA Non Migas, 2005-2007PerikananKehu tananPertambangan Umum2005 2006 2007Sumber : Departemen KeuanganNK RAPBN 2009<strong>III</strong>-35


Bab <strong>III</strong>Pendapatan Negara dan Hibah 2009Rp83,0 miliar, dan pendapatanroyalti Rp6,8 triliun (0,1persen PDB). Apabiladibandingkan dengan realisasitahun 2007 sebesar Rp5,9triliun, realisasi tersebutmeningkat sebesar Rp1,0triliun atau 16,8 persen.Peningkatan tersebutterutama disebabkan oleh: (i)peningkatan harga dan volumeproduksi komodititambang, terutama batubarayang diperkirakan meningkatdari 211,7 juta ton dalamKomoditiTabel <strong>III</strong>.19Produksi Batu Bara dan Mineral 2007 dan 2008Batubara Juta ton 211,7 230,0Emas Ton 116,0 74,3Perak Ton 268,0 171,3Tembaga Ribu Ton 814,7 793,2Bauksit Juta Ton 9,6 9,5Nikel In Mate Juta Lbs 165,0 170,0Bijih Nikel Juta Ton 6,7 7,8Nikel In FeNi Ribu Ton 17,5 20,4Timah Ribu Ton 90,0 79,2Intan Ribu Karat 30,2 16,4Sumber : Departemen ESDMtahun 2007 menjadi 230 juta ton pada tahun 2008; (ii) peningkatan setoran para pengusahatambang daerah berdasarkan izin penambangan yang diterbitkan oleh Pemerintah Daerah;dan (iii) upaya intensifikasi Pemerintah atas setoran perjanjian karya pengusahaan pertambanganbatubara. Tabel <strong>III</strong>.19 memperlihatkan produksi pertambangan umum per jenis komoditidalam tahun 2007 dan 2008.Di sisi lain, penerimaan SDA kehutanan dalam kurun waktu 2005-2007 mengalamipenurunan rata-rata sebesar 19,3 persen. Dalam tahun 2007, penerimaan SDA kehutananmengalami penurunan sebesar Rp294,7 miliar atau 12,2 persen dari Rp2,4 triliun (0,1 persenPDB) menjadi Rp2,1 triliun (0,1 persen PDB) apabila dibandingkan realisasi penerimaanpada tahun 2006. Penurunan penerimaan sektor kehutanan tersebut terutama disebabkanoleh penurunan penerimaan dari Iuran Hak Pengusahaan Hutan (IHPH) seiring dengankebijakan revitalisasi sektor kehutanan. Dalam tahun 2008, penerimaan SDA kehutanandiperkirakan mencapai Rp2,8 triliun (0,1 persen PDB). Apabila dibandingkan dengan tahun2007, maka penerimaan SDA kehutanan dalam tahun 2008 diperkirakan meningkat sebesarRp694,1 miliar atau 32,8 persen. Peningkatan perkiraan penerimaan tersebut terutamadisebabkan oleh peningkatan tarif Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) dan Dana Reboisasi(DR) serta meningkatnya perkiraan penerimaan IHPH yang diterbitkan oleh PemerintahDaerah sebagai akibat penertiban izin pemanfaatan hutan di daerah.Penerimaan SDA perikanan dalam kurun waktu 2005-2007 memberikan kontribusi terhadappenerimaan SDA nonmigas rata-rata sebesar 2,5 persen. Dalam tahun 2007, penerimaanSDA perikanan mencapai Rp0,1 triliun, menurun sebesar Rp80,6 miliar atau 40,9 persenapabila dibandingkan dengan realisasi tahun 2006. Penurunan penerimaan tersebut terutamadisebabkan oleh adanya penurunan produksi perikanan sebagai akibat dari: (i) penghapusansistem lisensi dan keagenan kapal asing dimana izin penangkapan ikan hanya diberikankepada orang dan/atau badan hukum Indonesia; (ii) berakhirnya bilateral arrangementantara Pemerintah RI - RRC pada tanggal 16 Juli 2007; (iii) maraknya illegal fishing(pemalsuan dokumen penangkapan yang tidak sesuai dengan perizinannya dan tidakmelaporkan hasil tangkapan); dan (iv) banyaknya pungutan ganda di daerah.Dalam tahun 2008, penerimaan SDA perikanan diperkirakan mencapai Rp200 miliar,meningkat sebesar Rp83,7 miliar atau 72,0 persen apabila dibandingkan dengan realisasiUnitRealisasi2007Perk. Real.2008<strong>III</strong>-36 NK RAPBN 2009


Pendapatan Negara dan Hibah 2009Bab <strong>III</strong>Grafik <strong>III</strong>.28Perkembangan Produksi Batubara,2005-2008Grafik <strong>III</strong>.29Penerimaan SDA Non Migas, 20082502001501005002005 2006 2007 Perk. RealisasiSumber : Departemen Keuangan2008(juta ton)1210 Pertambangan Umum Kehutanan Perikanan86420APBN APBN-P Perk. RealisasiSumber : Departemen Keuangan(triliun Rp)penerimaan SDA perikanan tahun 2007 sebesar Rp116,3 miliar. Meningkatnya perkiraanpenerimaan tersebut terutama disebabkan adanya beberapa langkah kebijakan, yaitu:(i) peningkatan produksi perikanan; (ii) pemberdayaan masyarakat nelayan,pembudidayaan ikan, pengolahan, dan masyarakat lainnya; (iii) peningkatan sistempengawasan mutu produk perikanan; dan (iv) peningkatan pengelolaan sumber daya pesisir,laut, dan pulau-pulau kecil.Penerimaan Bagian Pemerintah atas Laba BUMNMenurut ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan UsahaMilik Negara (BUMN), BUMN adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besarmodalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal darikekayaan negara yang dipisahkan. Pada tahun 2007, jumlah BUMN yang dilaporkan adalah139 BUMN dan mengalami penambahan 3 BUMN baru dalam tahun 2008, yaitu: PTDirgantara Indonesia (Persero) yang sebelumnya dikelola oleh PT Perusahaan PengelolaAsset (PPA) (Persero), PT Askrindo (Persero) yang sebelumnya mayoritas sahamnya dikuasaioleh Bank Indonesia, dan Perum LKBN Antara yang sebelumnya merupakan lembagapenyiaran publik. Dengan demikian saat ini Pemerintah mengelola kepemilikan sahammayoritas pada 142 BUMN. Dari ke 142 BUMN tersebut dapat diklasifikasikan menjadi limakelompok BUMN, yaitu: (i) jasa keuangan dan perbankan; (ii) jasa lainnya;, (iii) bidangusaha logistik dan pariwisata; (iv) agro industri, pertanian, kehutanan, kertas, percetakan,dan penerbitan; serta (v) pertambangan, telekomunikasi, energi, dan industri strategis.Selain mengelola kepemilikan saham pada sejumlah BUMN, Pemerintah melalui KementerianNegara BUMN juga mengelola saham minoritas di sejumlah perusahaan. Beberapa sahamminoritas tersebut antara lain terdapat pada PT Indosat Tbk dan perusahaan-perusahaanlainnya. Sesuai dengan UU Nomor 19 Tahun 2003 perusahaan-perusahaan tersebut tidakdapat dikategorikan sebagai BUMN karena saham Pemerintah bersifat minoritas.Kinerja BUMN selama tahun 2007 menunjukkan adanya peningkatan dibandingkan dengantahun sebelumnya, sebagaimana diindikasikan oleh naiknya perolehan laba bersih BUMN.Pada tahun 2007, realisasi laba bersih BUMN mencapai Rp71,6 triliun atau meningkat 34,6persen apabila dibandingkan dengan perolehan laba bersih tahun 2006 yang mencapai Rp53,2triliun. Laba bersih BUMN tersebut dihasilkan oleh 107 BUMN dan sekitar 83,4 persendisumbang oleh sepuluh BUMN, dengan PT Pertamina sebagai penyumbang laba terbesarNK RAPBN 2009<strong>III</strong>-37


Bab <strong>III</strong>Pendapatan Negara dan Hibah 2009yang mencapaiTabel <strong>III</strong>.20Rp24,5 triliun (lihatLaba Beberapa BUMN 2006-2007(Triliun Rp)Tabel <strong>III</strong>.20).Peningkatan labaBUMN 2006 2007bersih BUMN PT Pertamina (Persero) 21,5 24,5tersebut dipengaruhiPT Telekomunikasi Indonesia, Tbk (TELKOM) 10,5 12,9PT Aneka Tambang, Tbk (ANTAM) 1,0 5,1oleh semakinPT Bank Rakyat Indonesia, Tbk (BRI) 4,2 4,8membaiknya kinerja PT Bank Mandiri, Tbk 1,5 4,3BUMN dan beberapa PT Timah, Tbk 0,1 1,8faktor eksternalPT Semen Gresik, Tbk 1,1 1,8PT Pupuk Sriwidjaja (Persero) (PUSRI) 0,6 1,7antara lain: (i)PT Perusahaan Gas Negara, Tbk (PGN) 1,0 1,6tingginya harga PT Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Persero) (JAMSOSTEK) 1,0 1,0minyak mentah Jumlah 10 BUMN 42,5 59,4dunia; (ii) tingginya Jumlah Total Laba Seluruh BUMN 53,2 71,6harga komoditassektor pertambangan; dan (iii) tingginya harga komoditas sektor perkebunan dan komoditaspertanian.Dalam kurun waktu 2005-2007, penerimaan bagian Pemerintah atas laba BUMN menunjukkankecenderungan yang meningkat. Pertumbuhan tersebut mencapai rata-rata 34,5 persen, denganpenerimaan tertinggi terjadi pada tahun 2007yaitu sebesar Rp23,2 triliun. Penerimaantersebut berasal dari sektor nonperbankan(85,0 persen) dan sektor perbankan (15,0persen). Dalam tahun 2005 penerimaanbagian Pemerintah atas laba BUMNmencapai Rp12,8 triliun (0,5 persen PDB)atau 8,7 persen terhadap total PNBP. Dalamtahun 2006 dan 2007 penerimaan tersebutmeningkat menjadi masing-masing Rp21,5triliun (0,6 persen PDB) dan Rp23,2 triliun(0,6 persen PDB) atau 10,8 persen terhadaptotal PNBP. Peningkatan tersebut antara laindisebabkan oleh: (i) perbaikan pay out ratio (POR); (ii) meningkatnya kinerja BUMN terutamaPT Pertamina yang dipengaruhi oleh meningkatnya harga minyak dunia, perubahan nilai tukardan suku bunga; serta (iii) intensifikasi penagihan dividen dan kebijakan penarikan divideninterim (lihat Grafik <strong>III</strong>.30).Sementara itu, dalam tahun 2007 Pemerintah menerima setoran yang berasal dari surplus BankIndonesia sebesar Rp 13,7 triliun atau 0,3 persen terhadap PDB. Jumlah tersebut merupakansurplus dari hasil kegiatan Bank Indonesia setelah dikurangi 30 persen untuk cadangan tujuandan cadangan umum sebagai penambah modal, sehingga rasio jumlah modal mencapai 10persen terhadap total kewajiban moneter Bank Indonesia. Hal tersebut sesuai dengan amanatUndang-Undang Nomor 23 pasal 62 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia yang telah diubahdengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004.Tabel <strong>III</strong>.21 memperlihatkan perkembangan beberapa BUMN utama pembayar dividen dalamtahun 2005-2008. Pada tahun 2007, bagian Pemerintah atas laba PT Pertamina mencapai Rp11,1(triliun Rp)4035302520151050Grafik <strong>III</strong>.30Bagian Laba BUMN, 2005-2008Pertam inaPerbankan2005 2006 2007 AP BN-P2008Sumber : Departemen KeuanganNon PertaminaPerk. Real2008<strong>III</strong>-38 NK RAPBN 2009


Pendapatan Negara dan Hibah 2009Bab <strong>III</strong>NoTabel <strong>III</strong>.21Perkembangan Pembayar Dividen Beberapa BUMN, 2005-2008(triliun rupiah)BUMN2005 2006Realisasi Realisasi APBN-P Realisasi2007 2008% thdAPBN-PAPBN-PPerk.Realisasi2008% thdAPBN-P1 PT Pertamina 4,0 12,0 11,1 11,1 100,0 10,7 18,6 173,82 PT Telkom Tbk 0,7 2,3 3,1 3,1 100,0 2,7 3,4 125,93 PT BRI Tbk 1,3 1,1 1,2 1,2 100,0 1,3 1,4 107,74 PT Bank Mandiri Tbk 0,1 0,2 1,0 1,0 100,0 0,9 1,3 144,45 PT Timah Tbk 0,1 0,1 0,0 0,0 100,0 0,3 0,3 100,06 PT Aneka Tambang Tbk 0,2 0,2 0,4 0,4 100,0 0,2 1,1 550,07 PT Perusahaan Gas Negara Tbk 0,3 0,3 0,5 0,5 100,0 0,5 0,3 60,08 PT Jamsostek 0,1 0,2 0,3 0,2 66,7 0,2 0,2 100,09 PT Semen Gresik Tbk 0,1 0,1 0,2 0,3 150,0 0,2 0,2 100,010 PT Pupuk Sriwijaya Tbk 0,1 0,2 0,1 0,1 100,0 0,3 0,3 100,0triliun yang berasal dari dividen murni laba bersih tahun buku 2006 sebesar Rp9,7 triliun dandividen interim sebesar Rp1,4 triliun yang menempatkan PT Pertamina sebagai BUMN pembayardividen terbesar. Penerimaan tersebut meningkat sebesar Rp1,5 triliun apabila dibandingkantahun 2006, dengan catatan dividen PT Pertamina tahun 2006 tidak memperhitungkan faktorcarry over dividen tahun 2003 dan 2004. Pembayar dividen terbesar dalam tahun 2007selanjutnya adalah PT Telkom Tbk dan PT BRI Tbk masing-masing sebesar Rp3,1 triliun danRp1,2 triliun.Dalam tahun 2008 penerimaanbagian pemerintah atas labaBUMN mencapai Rp35,0 triliun(0,7 persen PDB) atau 9,7persen dari total PNBP,meningkat sebesar 50,9 persenapabila dibandingkan denganrealisasi penerimaan tahunsebelumnya. Secara sektoral,PNBP dalam tahun 2008didominasi oleh sektor migas,perbankan, pertambangan,MigasPerbankanPertambanganIndustri StrategisTelekomunikasiLogistikAgro IndustriLainnyaGrafik <strong>III</strong>.31Komposisi Dividen BUMN per Sektor, 2008*serta telekomunikasi. Penerimaan dividen dari sektor migas diperkirakan sebesar Rp18,6 triliun(0,4 persen PDB), yang merupakan dividen dari PT Pertamina. Sementara itu, penerimaan darisektor perbankan dalam tahun 2008 diperkirakan sebesar Rp4,5 triliun (0,1 persen PDB). Jumlahini meningkat sebesar Rp1,1 triliun atau 32,4 persen dibandingkan tahun sebelumnya.Sektor pertambangan dalam tahun 2008 diperkirakan mencapai Rp3,2 triliun (0,1 persenPDB). Faktor yang mempengaruhi perkiraan dividen BUMN sektor pertambangan adalahmeningkatnya permintaan dunia terhadap komoditi mineral seperti batubara, aluminiumdan nikel tahun 2007. Sementara itu, BUMN sektor telekomunikasi diperkirakan dalamtahun 2008 mencapai Rp3,5 triliun (0,1 persen PDB), terutama dari dividen PT Telkom Tbk.(lihat Grafik <strong>III</strong>.31).53,1%* Perkiraan RealisasiSumber : Kementerian BUMN2,9%12,9%9,1%2,9%8,9%0,3%10,0%NK RAPBN 2009<strong>III</strong>-39


Bab <strong>III</strong>Pendapatan Negara dan Hibah 2009PNBP LainnyaDalam kurun waktu 2005-2007, realisasi PNBP lainnya rata-rata tumbuh sebesar 38,6 persen.Pertumbuhan tertinggi terjadi dalam tahun 2006 sebesar 54,8 persen, dan kemudian menurunmenjadi 24,2 persen dalam tahun 2007. Dalam tahun 2006, realisasi PNBP lainnya mencapaiRp36,5 triliun (1,1 persen PDB) sedangkan dalam tahun 2007 realisasi PNBP lainnya mencapaiRp45,3 triliun (1,1 persen PDB). Grafik <strong>III</strong>.32 memperlihatkan perkembangan PNBP lainnyaselama periode 2005-2007.Dalam tahun 2008, realisasi PNBP Lainnya diperkirakan sebesar Rp63,2 triliun meningkat sebesarRp17,9 triliun atau 39,4 persen dibandingkan dengan realisasi PNBP Lainnya dalam tahun 2007sebesar Rp45,3 triliun. Kenaikan tersebut sebagian besar bersumber dari penerimaan fungsionalatas pemberian pelayanan oleh K/L kepada masyarakat. (lihat Grafik <strong>III</strong>.33)(triliun Rp)50403020Grafik <strong>III</strong>.32Perkembangan PNBP Lainnya 2005-20071002005 2006 2007Sumber : Departem en Keuangan(triliun Rp)706050403020100Grafik <strong>III</strong>.33PNBP Lainnya, 2008APBN APBN-P Perk. RealisasiSumber : Departemen KeuanganPenerimaan PNBP Lainnya dari beberapa K/L yang mempunyai pengaruh signifikan baikdari sisi penerimaan maupun kebijakan dapat dilihat pada Tabel <strong>III</strong>.22.NoTabel <strong>III</strong>.22Perkembangan PNBP Lainnya Tahun 2005 – 2008(triliun rupiah)Kementerian/LembagaRealisasi2005Realisasi20062007 *Perk.Realisasi20081 Departemen Komunikasi dan Informatika 1,8 4,0 5,1 6,52 Departemen Pendidikan Nasional 2,0 2,2 3,2 4,23 Departemen Kesehatan 0,2 0,4 3,0 2,94 Kepolisian Negara Republik Indonesia 1,2 1,3 1,5 1,55 Badan Pertanahan Nasional 0,6 0,6 1,1 1,36 Departemen Hukum dan HAM 0,7 0,8 0,9 1,27 Peneriman Lainnya, seperti:- Rekening Dana Investasi (RDI) 8,1 7,4 7,9 8,3- Pendapatan minyak mentah (DMO) - 7,3 8,6 12,9- Penjualan hasil tambang 1,5 2,1 2,9 3,3- Penerimaan lain-lain 7,5 12,4 11,1 21,1Total PNBP Lainnya23,6 38,5 45,3 63,2* Angka PerkiraanSumber: berbagai Kementerian/Lembaga<strong>III</strong>-40 NK RAPBN 2009


Pendapatan Negara dan Hibah 2009Bab <strong>III</strong>PNBP Departemen Komunikasi dan InformatikaPenerimaan Negara Bukan Pajak Departemen Komunikasi dan Informatika (Depkominfo)terutama berasal dari PNBP <strong>Direktorat</strong> <strong>Jenderal</strong> Pos dan Telekomunikasi yang dipungutsesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2005 Tentang Tarif atas PenerimaanNegara Bukan Pajak yang Berlaku pada Depkominfo. Jenis penerimaan tersebut terdiri dari:(i) pendapatan hak dan perizinan (Biaya Hak Penyelenggaraan Frekuensi); (ii) pendapatan jasapenyelenggaraan telekomunikasi (Biaya Hak Penyelenggaraan Telekomunikasi); (iii) pendapatanjasa tenaga, pekerjaan informasi, pelatihan dan jasa teknologi; (iv) kontribusi kewajiban pelayananuniversal telekomunikasi (Universal ServiceObligation); dan (v) pendapatan pendidikan,sewa, dan penghapusan aset.Dalam tahun 2007, realisasi PNBPDepkominfo mencapai sebesar Rp5,1triliun meningkat sebesar Rp1,1 triliunatau 27,5 persen apabila dibandingkandengan realisasi PNBP pada tahun 2006sebesar Rp4,0 triliun. Kenaikan tersebutdisebabkan oleh semakin meningkatnyajumlah pengguna jasa telekomunikasisehingga pendapatan dari jasapenyelenggaraan telekomunikasi (BHPTelekomunikasi) meningkat (lihatGrafik <strong>III</strong>.34).Sementara itu, dalam tahun 2008 Pemerintah memperkirakan realisasi penerimaan PNBPDepkominfo sebesar Rp6,5 triliun, mengalami peningkatan sebesar Rp1,4 triliun atau 27,4persen dibandingkan dengan realisasi dalam tahun 2007 yang sebesar Rp5,1 triliun. Kenaikantersebut antara lain karena penggunaan spektrum di pita seluler oleh para operator seluler.Selama periode 2005-2008 PNBP Depkominfo secara keseluruhan mengalami peningkatansecara rata-rata sebesar 46,9 persen, dimana peningkatan tertinggi terjadi pada tahun 2006,yaitu sebesar 123,2 persen.PNBP Departemen Pendidikan Nasionaltriliun RpBerdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1997, jenis penerimaan yang berlakudi Departemen Pendidikan Nasional terdiri dari: (i) penerimaan dari penyelenggaraanpendidikan; (ii) penerimaan kontrak kerja yang sesuai dengan peran dan fungsi PTN; (iii)penerimaan dari hasil penjualan produk yang diperoleh dari penyelenggaraan pendidikan;dan (iv) penerimaan dari sumbangan hibah perorangan, lembaga pemerintah atau nonpemerintah.Dalam tahun 2007 PNBP Departemen Pendidikan Nasional mencapai sebesar Rp3,2 triliun,meningkat sebesar Rp0,9 triliun atau 39,1 persen dibandingkan dengan realisasi PNBP 2006sebesar Rp2,3 triliun. Lebih tingginya PNBP dalam tahun 2007 dibandingkan dengan realisasitahun 2006 disebabkan PTN telah menyampaikan data penerimaan sehingga pengelolaan,penganggaran, dan penerimaan PNBP di pendidikan tinggi cukup optimal(lihat Grafik <strong>III</strong>.35).86420Grafik <strong>III</strong>.34Perkembangan PNBP Depkominfo,2005-20082005 2006 2007 2008Sumber : DepartemenKominfoNK RAPBN 2009<strong>III</strong>-41


Bab <strong>III</strong>Pendapatan Negara dan Hibah 2009Dalam tahun 2008, PNBP DepartemenPendidikan Nasional diperkirakan sebesarRp4,2 triliun. Apabila dibandingkan denganrealisasi dalam tahun 2007 mengalamipeningkatan sebesar Rp1,0 triliun atau 31,254persen Kenaikan tersebut terutama 3diperkirakan karena adanya peningkatanpada: (i) kegiatan Tri Dharma PerguruanTinggi; (ii) kegiatan manajemen nonreguler;(iii) kualitas proses belajar mengajar; serta210(iv) jumlah dan mutu kegiatan mahasiswa.Selama periode 2005-2008, PNBP Depdiknas Sumber : Departemen Pendidikan Nasionalmengalami peningkatan rata-rata sebesar28,1 persen, dimana peningkatan tertinggi terjadi pada tahun 2006, yaitu 91,7 persen.PNBP Departemen KesehatanSesuai dengan Peraturan Pemerintah NomorGrafik <strong>III</strong>.367 Tahun 2006 Tentang Tarif atas JenisPerkembangan PNBP Depkes, 2005-2008PNBP yang Berlaku pada Departemen4Kesehatan, jenis penerimaan yang berlakudi Depkes terdiri dari: (i) penerimaan dari3pemberian izin pelayanan kesehatan olehswasta; (ii) penerimaan dari pemberian izin2mendirikan rumah sakit swasta; (iii)penerimaan dari jasa pendidikan tenaga1kesehatan; (iv) penerimaan dari jasa0pemeriksaan laboratorium; (v) penerimaan2005 2006 2007 2008dari jasa pemeriksaan air secara kimiaSumber : Departemen Kesehatanlengkap; (vi) penerimaan dari jasa BalaiPengobatan Penyakit Paru-Paru (BP4); (vii)penerimaan dari jasa Balai Kesehatan Mata Masyarakat (BKMM); (viii) penerimaan dari ujipemeriksaan spesimen; dan (ix) penerimaan dari jasa pelayanan rumah sakit.Dalam tahun 2007, PNBP Depkes mencapai sebesar Rp3,0 triliun meningkat sebesar Rp2,6triliun atau sekitar 6 kali lipat dibandingkan realisasi PNBP tahun 2006 sebesar Rp0,4 triliun.Sementara itu, dalam tahun 2008 pemerintah memperkirakan PNBP Depkes sebesar Rp2,9triliun. Hal tersebut berarti menurun sebesar Rp0,1 triliun atau 3,3 persen dibandingkandengan realisasi dalam tahun 2007 (lihat Grafik <strong>III</strong>.36).PNBP Kepolisian Negara Republik IndonesiaGrafik <strong>III</strong>.35Perkembangan PNBP Diknas, 2005-20082005 2006 2007 2008Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Tarif atas PenerimaanNegara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kepolisian Negara Republik Indonesia, jenis penerimaanPolri terdiri dari: (i) Surat Izin Mengemudi (SIM); (ii) Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK);(iii) Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (TNKB); (iv) Surat Tanda Coba Kendaraan (STCK); (v)Bukti Pemilikan Kendaraan Bermotor (BPKB); (vi) simulator; dan (vii) izin Senjata Api (Senpi).triliun Rptriliun Rp<strong>III</strong>-42 NK RAPBN 2009


Pendapatan Negara dan Hibah 2009Bab <strong>III</strong>Dalam tahun 2007 realisasi PNBP Polrimencapai sebesar Rp1,5 triliun mengalamipeningkatan sebesar Rp0,2 triliun atau 12,7persen dibandingkan dengan penerimaandalam realisasi PNBP 2006 sebesar Rp1,3triliun. Peningkatan tersebut antara laindisebabkan: (i) meningkatnya penjualankendaraan bermotor pada tahun 2007; (ii)bertambahnya permohonan pembuatanSIM; dan (iii) meningkatnya kesadaranmasyarakat untuk melengkapi surat-suratkendaraan bermotor, sehingga berpengaruhterhadap perkembangan PNBP yangtermasuk dalam Peraturan PemerintahNomor 31 Tahun 2004.Dalam tahun 2008, PNBP Polri diperkirakan sebesar Rp1,5 triliun. Hal tersebut berartimengalami peningkatan sebesar Rp4,4 miliar atau 0,3 persen dibandingkan realisasipenerimaan dalam tahun 2007 sebesar Rp1,5 triliun (lihat Grafik <strong>III</strong>.37). Peningkatantersebut diperkirakan akibat semakin membaiknya pertumbuhan ekonomi, sehingga dayabeli masyarakat terhadap kendaraan bermotor semakin meningkat. Berdasarkan hal tersebut,penerimaan PNBP Polri dari STNK dan BPKB akan mengalami peningkatan yang cukupsignifikan. Selama periode 2005-2008, PNBP Polri mengalami peningkatan rata-rata sebesar7,7 persen, dimana peningkatan tertinggi terjadi pada tahun 2006, yaitu 13,4 persen.PNBP Badan Pertanahan NasionalBerdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2002 Tentang Tarif atas PenerimaanNegara Bukan Pajak yang Berlaku pada Badan Pertanahan Nasional (BPN), jenis penerimaanyang berlaku di BPN bersumber dari: (i) pelayanan pendaftaran tanah; (ii) pelayananpemeriksaan tanah; (iii) pelayanan informasi pertanahan; (iv) pelayanan konsolidasi tanahsecara swadaya; (v) pelayanan redistribusi tanah secara swadaya; (vi) pelayananpenyelenggaraan program Diploma satu(D1) pengukuran dan pemetaan kadastral;dan (vii) pelayanan penetapan Hak AtasTanah (HAT).Dalam tahun 2007 realisasi PNBP BPNmencapai sebesar Rp1,1 triliun mengalamikenaikan sebesar Rp0,5 triliun atau 83,3persen dibandingkan realisasi penerimaanPNBP tahun 2006 sebesar Rp0,6 triliun(lihat Grafik <strong>III</strong>.38).Sementara itu, dalam tahun 2008 PNBPBPN diperkirakan sebesar Rp1,3 triliun.Apabila dibandingkan dengan realisasitahun 2007 sebesar Rp1,1 triliun, mengalamipeningkatan sebesar Rp0,2 triliun atau 18,2triliun RpGrafik <strong>III</strong>.37Perkem bangan PNBP Polri, 2005-200821,510,502005 2006 2007 2008Sumber : Kepolisian Negara Republik Indonesiatriliun Rp1,41,20,80,60,40,2Grafik <strong>III</strong>.38Perkembangan PNBP BPN, 2005-2008102005 2006 2007 2008Sumber : Badan Pertanahan NasionalNK RAPBN 2009<strong>III</strong>-43


Bab <strong>III</strong>Pendapatan Negara dan Hibah 2009persen. Peningkatan tersebut dipengaruhi oleh membaiknya pertumbuhan ekonomi,rendahnya suku bunga dan menguatnya daya beli masyarakat. Selama periode 2005-2008,PNBP BPN mengalami peningkatan rata-rata sebesar 29,4 persen, dimana peningkatantertinggi terjadi pada tahun 2007, yaitu 33,3 persen.PNBP Departemen Hukum dan Hak Asasi ManusiaBerdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2007, jenis penerimaan DepartemenHukum dan Hak Asasi Manusia (Depkumham) bersumber dari: (i) surat perjalananRepublik Indonesia; (ii) visa; (iii) izin keimigrasian; (iv) izin masuk kembali (re-entrypermit); (v) surat keterangan 400 keimigrasian; (vi) biaya beban; (vii) smart card; dan(viii) APEC Business Travel Card (ABTC).Dalam tahun 2007, realisasi PNBPDepkumham mencapai sebesar Rp0,9 triliunmengalami peningkatan sebesar Rp0,1triliun atau 12,5 persen dibandingkandengan realisasi tahun 2006 sebesar Rp0,8triliun. Peningkatan tersebut antara laindisebabkan oleh meningkatnya volumekunjungan izin tinggal orang asing.Kebijakan PNBP Depkumham terutama di0,2bidang keimigrasian yang telah0dilaksanakan antara lain: (i) merubah tarif2005 2006 2007 2008biaya imigrasi seperti Pas Lintas Batas SmartSumber : Departemen Hukum dan HAMCard Kartu Perjalanan Pebisnis Asia PacificEconomic Cooperation (KPP-APEC)/APEC Bussiness Travel Card (ABTC); (ii) menambahnegara subyek Visa Kunjungan Saat Kedatangan (VKSK) dari 52 negara menjadi 63 negara;dan (iii) memasukkan Sistem Photo Terpadu Berbasis Biometrik (SPTBB) menjadi PNBPdengan merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2007.Dengan adanya kebijakan tersebut, dalam tahun 2008 PNBP Depkumham diperkirakanmeningkat sebesar Rp0,3 triliun atau 33,3 persen menjadi sebesar Rp1,2 triliun apabiladibandingkan dengan realisasi PNBP pada tahun 2007 sebesar Rp0,9 triliun (lihat Grafik<strong>III</strong>.39). Selama periode 2005-2008, PNBP Depkumham mengalami peningkatan rata-ratasebesar 19,7 persen, dimana peningkatan tertinggi terjadi pada tahun 2006, yaitu 127,9 persen.3.3.2. Penerimaan HibahGrafik <strong>III</strong>.39Perkem bangan PNBP Depkum ham ,2005-20081,4Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2006 Tentang Tata Cara PengadaanPinjaman Dan/Atau Penerimaan Hibah Serta Penerusan Pinjaman Dan/Atau Hibah LuarNegeri, yang dimaksud dengan penerimaan hibah adalah semua penerimaan negara baikdalam bentuk devisa dan/atau devisa yang dirupiahkan, rupiah maupun dalam bentuk barangdan/atau jasa yang diperoleh dari sumbangan swasta dalam negeri serta sumbangan lembagaswasta dan Pemerintah luar negeri tanpa diikuti kewajiban untuk membayar kembali.Penerimaan hibah yang dicatat di dalam APBN adalah penerimaan negara yang bersumberdari sumbangan atau donasi (grant) dari negara-negara asing, lembaga/badan internasional,lembaga/badan nasional, serta perorangan asing dan dalam negeri. Perkembangantriliun Rp1,210,80,60,4<strong>III</strong>-44 NK RAPBN 2009


Pendapatan Negara dan Hibah 2009Bab <strong>III</strong>penerimaan negara yang berasal dari hibah ini tergantung pada pledge dan kesediaan negaraatau lembaga donor dalam memberikan donasi (bantuan) kepada Pemerintah Indonesia.Selain itu, pada umumnya penggunaan dana hibah harus sesuai dengan kesepakatan bersamayang tertuang dalam nota kesepahaman (memorandum of understanding) antara PemerintahIndonesia dengan pihak donor.Dilihat dari sumber-sumbernya, hibah dari luar negeri dapat dibedakan menjadi hibah yangbersifat bilateral dan multilateral. Hibah bilateral adalah hibah yang berasal dari Pemerintahsuatu negara melalui suatu lembaga/badan keuangan yang ditunjuk oleh Pemerintah negarayang bersangkutan untuk melaksanakan hibah, sedangkan hibah multilateral adalah hibahyang berasal dari lembaga multilateral, atau hibah yang berasal dari donor lainnya jika pihakyang memberikan hibah tidak termasuk di dalam lembaga bilateral ataupun multilateral.Perkembangan hibah yang diterima oleh Pemerintah Indonesia dalam tiga tahun terakhir(2005 s.d 2007) terkait erat dengan terjadinya bencana alam yang melanda berbagai daerah,seperti bencana alam gempa bumi dan gelombang tsunami yang menerpa sebagian besarwilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Kepulauan Nias pada penghujung tahun2004, yang kemudian disusul dengan gempa bumi yang melanda pulau Simeulue pada bulanMaret 2005, gempa bumi yang melanda Provinsi D.I. Yogyakarta dan sebagian ProvinsiJawa Tengah. Berkaitan dengan bencana tersebut, Pemerintah Indonesia banyak menerimakomitmen bantuan baik berupa pinjaman lunak maupun hibah yang tertuang dalam CGIPledge. Selain hibah dalam kerangka kerjasama multilateral tersebut (CGI Pledge),Pemerintah Indonesia juga banyak menerima donasi dari negara-negara asing dalamkerangka kerjasama bilateral (government to government/G to G).Dalam periode 2005-2007, realisasi penerimaan hibah mengalami rata-rata pertumbuhansebesar 14,4 persen. Realisasi tertinggi terjadi dalam tahun 2006 yang mencapai Rp1,8 triliunatau 0,1 persen terhadap PDB, meningkat sebesar Rp0,5 triliun atau 36,4 persen dibandingkanrealisasi tahun 2007 sebesar Rp1,3 triliunatau 0,0 persen PDB. Peningkatan jumlahrealisasi tersebut terkait dengan komitmenpara negara donor untuk membanturekonstruksi dan rehabilitasi Provinsi NADdan Nias terkait dengan bencana tsunamipada akhir tahun 2004. Sementara itu,dalam tahun 2007 jumlah realisasipenerimaan hibah sebesar Rp1,7 triliunatau 4,6 persen, mengalami sedikitpenurunan sebesar Rp82,1 miliar atau 0,0persen terhadap PDB. Perkembanganrealisasi penerimaan hibah dalam kurunwaktu tahun 2005-2007 dapat terlihatdalam Grafik <strong>III</strong>.40.Penerimaan negara yang berasal dari hibah dalam tahun 2008 diperkirakan mencapai Rp3,0triliun atau 0,1 persen PDB (lihat Grafik <strong>III</strong>.41). Jumlah ini, berarti mengalami peningkatansebesar Rp1,3 triliun atau 75,4 persen apabila dibandingkan dengan realisasi tahun 2007 sebesarRp1,7 triliun (0,0 persen PDB).(triliun Rp)Grafik <strong>III</strong>.40Perkembangan Realisasi Hibah, 2005-20072,01,51,00,50,0Sumber : Departemen Keuangan2005 2006 2007NK RAPBN 2009<strong>III</strong>-45


Bab <strong>III</strong>Pendapatan Negara dan Hibah 2009Nota kesepahaman mengenai realisasi hibahGrafik <strong>III</strong>.41yang telah ditandatangani antaraRealisasi Hibah, 2008Pemerintah Indonesia dengan negara/3,53,0lembaga donor untuk pencairan selama2,5tahun 2008 mencapai Rp0,4 triliun (0,02,0persen PDB). Jumlah tersebut dialokasikan1,5antara lain untuk: (i) membiayai program1,0lanjutan Earthquake and Tsunami EmergencySupport Project (ETESP) guna0,50,0mempercepat proses rehabilitasi danSumber : Departemen Keuanganrekonstruksi Aceh dan Nias; (ii) mendukungprogram ketahanan pangan; serta (iii)membiayai berbagai program ataupun proyek pembangunan yang dikelola oleh K/L.Pemerintah Indonesia juga menerima hibah dalam kerangka kerjasama bilateral yang digunakanuntuk pendanaan program dalam: (i) sektor ekonomi; (ii) sektor pendidikan; (iii) sektor kesehatan;(iv) sektor infrastruktur, perumahan dan pertanahan; (v) sektor kelembagaan; (vi) sektorkeagamaan; (vii) sektor sosial kemasyarakatan; serta (viii) sektor tata ruang.3.4. Sasaran Pendapatan Negara dan Hibah Tahun 2009Dalam rangka mewujudkan sasaran pembangunan nasional dan menjawab tantangan pokokperekonomian di tahun 2009, Pemerintah akan menerapkan strategi kebijakan fiskal yangtetap diarahkan untuk memberikan dorongan terhadap perekonomian dengan tetap menjagalangkah-langkah konsolidasi fiskal. Dalam tahun 2009, Pemerintah akan tetap melakukankebijakan pengendalian defisit dan pengendalian utang. Langkah pengendalian defisit tersebutdilakukan melalui optimalisasi pendapatan negara dan efisiensi alokasi belanja negara.Sementara itu, langkah pengendalian utang antara lain dilakukan melalui pemilihan strategipengelolaan utang yang tepat, optimalisasi pembiayaan dalam negeri, pemilihan alternatifinstrumen pembiayaan yang sesuai, serta penurunan rasio utang terhadap PDB melaluioptimalisasi pendapatan negara.Pendapatan negara dan hibah dalam tahun 2009 ditargetkan mencapai Rp1.124,0 triliun,terdiri dari penerimaan dalam negeri sebesar Rp1.123,0 triliun, dan penerimaan hibah sebesarRp0,9 triliun. Dibandingkan dengan perkiraan realisasi dalam tahun 2008 yang mencapaiRp1.007,0 triliun, maka terjadi peningkatan sebesar Rp116,9 triliun atau 11,6 persen.Peningkatan pendapatan negara dan hibah tersebut terutama berasal dari peningkatanpenerimaan perpajakan yang memberikan kontribusi sebesar 66,6 persen terhadap totalpendapatan negara dan hibah.3.4.1. Penerimaan Dalam Negeri(triliun Rp)APBN AP BN-P 2008 Perk. Real2008Dalam RAPBN 2009, penerimaan dalam negeri ditargetkan mencapai Rp1.123,0 triliun. Halini berarti terjadi peningkatan sebesar Rp118,9 triliun atau 11,8 persen apabila dibandingkandengan perkiraan realisasi tahun 2008 yang mencapai Rp1.004,1 triliun. Dari jumlahRp1.123,0 triliun tersebut, sebesar Rp748,9 triliun (66,7 persen) berasal dari penerimaanperpajakan dan sebesar Rp374,1 triliun (33,3 persen) berasal dari penerimaan PNBP.<strong>III</strong>-46 NK RAPBN 2009


Pendapatan Negara dan Hibah 2009Bab <strong>III</strong>3.4.1.1. Penerimaan PerpajakanKebijakan Umum PerpajakanPokok-pokok kebijakan umum perpajakan pada tahun 2009 merupakan kelanjutan kebijakanumum perpajakan tahun-tahun sebelumnya, yaitu: (i) program intensifikasi perpajakan;(ii) program ekstensifikasi perpajakan; (iii) pelaksanaan amandemen UU PPh dan PPN; dan(iv) law enforcement.Kebijakan intensifikasi dalam tahun 2009 dilakukan melalui lima kegiatan utama yaitumapping, profiling, benchmarking, pemanfaatan data pihak ketiga, dan OptimalisasiPemanfaatan Data Perpajakan (OPDP). Kegiatan profiling akan lebih difokuskan padaperluasan pembuatan profile dan penyempurnaan profile yang sudah ada, dan selanjutnyaakan dibangun dalam suatu sub sistem database profil WP yang terintegrasi. Data hasil profilingini akan digunakan untuk melakukan penggalian potensi pajak. Terkait dengan kegiatanbenchmarking, dalam tahun 2009 akan diarahkan untuk menindaklanjuti hasilbenchmarking produk unggulan tahun 2008, antara lain: kelapa sawit, batubara, konstruksi,real estate, pulp and paper, consumer finance, pedagang eceran, perbankan, jasa pelayananTabel <strong>III</strong>.23Pendapatan Negara dan Hibah, 2008-2009(miliar rupiah)2008 2009Uraian% thd Perk. % thd % thdAPBN-PRAPBNPDB Real. PDB PDBPendapatan Negara dan Hibah 895,0 20,0 1.007,0 21,5 1.124,0 21,2I. Penerimaan Dalam Negeri 892,0 19,9 1.004,1 21,4 1.123,0 21,21. Penerimaan Perpajakan 609,2 13,6 641,0 13,7 748,9 14,1a. Pajak Dalam Negeri 580,2 12,9 606,4 13,0 717,6 13,6i. Pajak penghasilan 305,0 6,8 325,7 7,0 384,3 7,31. Migas 53,6 1,2 70,4 1,5 85,6 1,62. Non-Migas 251,4 5,6 255,3 5,5 298,7 5,6ii. Pajak pertambahan nilai 195,5 4,4 199,5 4,3 245,4 4,6iii. Pajak bumi dan bangunan 25,3 0,6 25,5 0,5 28,9 0,5iv. BPHTB 5,4 0,1 5,5 0,1 7,3 0,1v. Cukai 45,7 1,0 46,7 1,0 47,5 0,9vi. Pajak lainnya 3,4 0,1 3,3 0,1 4,3 0,1b. Pajak Perdagangan Internasional 29,0 0,6 34,7 0,7 31,3 0,6i. Bea masuk 17,8 0,4 19,8 0,4 19,2 0,4ii. Bea keluar 11,2 0,2 14,9 0,3 12,1 0,22. Penerimaan Negara Bukan Pajak 282,8 6,3 363,1 7,8 374,1 7,1a. Penerimaan SDA 192,8 4,3 264,8 5,7 288,4 5,4i. Migas 182,9 4,1 254,9 5,4 278,9 5,3ii. Non Migas 9,8 0,2 9,9 0,2 9,5 0,2b. Bagian Laba BUMN 31,2 0,7 35,0 0,7 33,0 0,6c. PNBP Lainnya 53,7 1,2 58,1 1,2 46,8 0,9d. Pendapatan BLU 5,1 0,1 5,1 0,1 5,8 0,1II. Hibah 2,9 0,1 3,0 0,1 0,9 0,0Sumber : Departemen KeuanganNK RAPBN 2009<strong>III</strong>-47


Bab <strong>III</strong>Pendapatan Negara dan Hibah 2009kepelabuhanan, dan restoran. Selain itu, kegiatan benchmarking juga akan dilakukan untuksektor-sektor yang diperkirakan akan mengalami booming pada tahun 2009. Lebih lanjut,sebagai salah satu bentuk kebijakan intensifikasi perpajakan, kegiatan OPDP dalam tahun2009 akan lebih dikembangkan dengan memanfaatkan data lain seperti data obyek pajakPBB, data PIB/PEB dari Ditjen Bea dan Cukai, dan data dari pemerintah daerah berupakepemilikan rumah mewah, mobil, dan data kependudukan.Kebijakan ekstensifikasi pada tahun 2009 ditujukan untuk memperluas basis pajak dengantetap melanjutkan program ekstensifikasi yang telah dilaksanakan pada tahun 2008 melaluiperluasan sasaran pada sektor properti untuk perumahan dan apartemen. Untuk kebijakanlaw enforcement dalam tahun 2009, dilakukan dengan melanjutkan program pemeriksaanyang dititikberatkan pada perorangan dan badan hukum. Selain itu, law enforcement jugadilakukan melalui penagihan yang difokuskan kepada penertiban administrasi penagihan,serta pemetaan dan pengelompokan berdasarkan kriteria-kriteria tertentu.Selain keempat kebijakan utama tersebut, dalam rangka meningkatkan penerimaanperpajakan dalam jangka panjang, dalam tahun 2009 Pemerintah akan melaksanakanamandemen UU PPh. Amandemen UU PPh tersebut antara lain: (i) perluasan lapisan tarifdan penurunan tarif PPh OP, serta penyederhanaan lapisan tarif dan penurunan tarif PPhBadan; (ii) kenaikan PTKP dari Rp13,2 juta menjadi Rp15,8 juta; dan (iii) pemberian fasilitastarif khusus bagi WP UMKM (50 persen dari tarif normal).Latar BelakangBoks <strong>III</strong>.2Amandemen Undang-undang PPhRelatif rendahnya tax ratio Indonesia dibandingkan dengan tax ratio negara-negara ASEANlainnya menunjukkan bahwa penerimaan perpajakan di Indonesia masih belum optimal. Tidakoptimalnya penerimaan perpajakan tersebut disebabkan oleh: (i) sistem perpajakan yangdirasakan cukup rumit, banyak grey area, dan berpotensi menimbulkan tumpang tindihperaturan; (ii) kurangnya kesadaran wajib pajak yang cenderung menghindari pembayaranpajak; dan (iii) kondisi perekonomian yang masih didominasi oleh sektor informal dan ilegal.Dalam upaya untuk mengatasi permasalahan-permasalahan yang menyebabkan kurangoptimalnya penerimaan perpajakan, Pemerintah senantiasa melakukan kaji ulang, evaluasi danpenyempurnaan sistem perpajakan baik secara administrasi atau yang berkaitan dengankebijakan. Salah satu upaya tersebut adalah melalui amandemen UU PPh sebagai bagian dariamandemen undang-undang perpajakan yang telah dimulai sejak tahun 2005. Pada Juli 2008,pembahasan Undang-undang PPh sudah berhasil diselesaikan pada tahap panitia kerja. Hasilpembahasan dari panja tersebut akan dibawa ke tingkat sidang paripurna untuk tahap pengesahandan akan mulai berlaku pada awal tahun 2009.TujuanSecara umum, tujuan dari amandemen Undang-undang perpajakan adalah untuk meningkatkanefektifitas dan efisiensi sistem perpajakan, sejalan dengan perkembangan globalisasi yang menuntutdaya saing tinggi. Dengan demikian, prinsip-prinsip perpajakan yang sehat seperti persamaan(equality), kesederhanaan (simplicity), dan keadilan (fairness) dapat dicapai. Khusus untukUndang-undang PPh, tujuan dari amandemen tersebut adalah untuk meningkatkan kepatuhandari WP dan memperluas basis pajak.<strong>III</strong>-48 NK RAPBN 2009


Pendapatan Negara dan Hibah 2009Bab <strong>III</strong>Pokok-Pokok Perubahan dalam Undang-undang PPh1 . Penurunan tarif Pajak Penghasilan:a. bagi WP orang pribadi tarif tertinggi diturunkan dari 35 persen menjadi 30 persen danmenghapus lapisan tarif 10 persen, sehingga lapisan tarif berkurang dari 5 (lima) menjadimenjadi 4 (empat) lapisan serta memperluas lapisan penghasilan kena pajak (incomebracket) yang semula lapisan tertinggi sebesar Rp200 juta menjadi Rp500 juta;b. bagi WP Badan, tarif PPh Badan menjadi tarif tunggal. Tarif yang semula terdiri dari 3 (tiga)lapisan yaitu 10 persen, 15 persen, dan 30 persen, menjadi tarif tunggal 28 persen ditahun 2009 dan menjadi 25 persen mulai tahun pajak 2010. Bagi WP Badan masuk bursa(Go Public) diberikan pengurangan tarif 5 persen dari tarif normal, dengan kriteria palingsedikit 40 persen saham dimiliki oleh masyarakat (public);c. bagi WP Badan usaha mikro, kecil dan menengah diberikan insentif berupa pengurangantarif sebesar 50 persen dari tarif PPh badan yang berlaku terhadap bagian peredaranbruto sampai dengan Rp4,8 miliar;d. bagi WP OP Tertentu, besarnya angsuran PPh Pasal 25 diturunkan dari 2 persen menjadi0,75 persen dari peredaran bruto;e. bagi WP penerima jasa yang semula dipotong Tarif PPh Pasal 23 sebesar 15 persen dariperkiraan penghasilan neto menjadi 2 persen dari peredaran bruto;f. Bagi WP OP penerima dividen yang semula dikenakan tarif PPh normal yang progresifdengan tarif sampai dengan 35 persen, dikenai tarif final sebesar 10 persen;g. Bagi WP yang telah mempunyai NPWP, dibebaskan dari kewajiban pembayaran FiskalLuar Negeri sejak tahun 2009, dan pemungutan Fiskal Luar Negeri dihapus tahun 2011.Secara lengkap, perbandingan tarif yang tercakup dalam perubahan tersebut dapat dilihatsebagai berikut:Tabel TARIF PPh ORANG PRIBADI (OP) dan PPh BA<strong>DAN</strong>LamaBaruLapisan Tarif (Rp) Tarif Lapisan Tarif (Rp) Tarif- PPh OP 0 - 25 juta 5% 0 - 50 juta 5%25 - 50 juta 10% 50 - 250 juta 15%50 - 100 juta 15% 250 - 500 juta 25%100 - 200 juta 25% 500 juta < 30%200 juta > 35%- PPh Badan 0 - 50 juta 10% Tarif tunggal 28 % (2009)50 - 100 juta 15% Tarif tunggal 25 % (2010)100 juta > 30%Sumber : Departemen Keuangan2. Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) meningkat 20 persen PTKP bagi orang pribadiditingkatkan sebesar 20 persen, dari Rp13.200.000 menjadi Rp15.840.000. Sedangkan untuktunjangan istri dan keluarga ditingkatkan sebesar 10 persen, dari Rp1.200.000 menjadiRp1.320.000 dengan tanggungan maksimum 3 orang.NK RAPBN 2009<strong>III</strong>-49


Bab <strong>III</strong>Pendapatan Negara dan Hibah 2009Tabel PTKPPTKP Lama (Rp) Baru (Rp)- PTKP Sendiri 13.200.000 15.800.000- Istri/suami 1.200.000 1.320.000- Anak 1 1.200.000 1.320.000- Anak 2 1.200.000 1.320.000Sumber : Departemen Keuangan3. Penerapan tarif pemotongan/pemungutan PPh yang berbeda:a. bagi WP penerima penghasilan dari pekerjaan yang tidak mempunyai NPWP dikenaipemotongan PPh Pasal 21 sebesar 20 persen lebih tinggi dari tarif normal;b. bagi WP penerima penghasilan dari jasa yang tidak mempunyai NPWP dikenai pemotonganPPh Pasal 23 sebesar 100 persen lebih tinggi dari tarif normal;c. bagi WP yang dikenakan PPh Pasal 22 yang tidak mempunyai NPWP dikenai pemungutanPPh Pasal 22 sebesar 100 persen lebih tinggi dari tarif normal.4. Perluasan biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto:a. sumbangan yang dikeluarkan untuk keperluan beasiswa;b. sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional;c. sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan serta fasilitas pendidikan yangdilakukan di Indonesia;d. bantuan atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakuidi Indonesia, yang diterima lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan olehpemerintah, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakatyang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah;e. biaya pembangunan infrastruktur sosial.5. Pengecualian dari obyek PPh:a. sisa lebih yang diterima atau diperoleh lembaga atau badan nirlaba yang bergerak dalambidang pendidikan dan atau bidang penelitian dan pengembangan, yang ditanamkan kembalipaling lama dalam jangka waktu 4 (empat) tahun;b. beasiswa;c. bantuan atau santunan yang diterima dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.6. Surplus Bank Indonesia ditegaskan kembali menjadi obyek pajak.Selain amandemen UU PPh, Pemerintah akan menyelesaikan pembahasan amandemenUU PPN. Amandemen UU PPN tersebut antara lain: (i) menetapkan tarif nol persen terhadapekspor jasa yang bertujuan meningkatkan daya saing sektor jasa dalam negeri;(ii) menetapkan barang hasil pertambangan umum sebagai barang kena pajak; dan(iii) menaikkan tarif tertinggi PPnBM dari 75 persen menjadi 200 persen. Terkait dengan<strong>III</strong>-50 NK RAPBN 2009


Pendapatan Negara dan Hibah 2009Bab <strong>III</strong>kebijakan pemberian fasilitas perpajakan, Pemerintah akan tetap memberikan fasilitas PPhmelalui penambahan bidang-bidang usaha tertentu dan/atau daerah tertentu.Sementara itu, dalam rangka memperbaiki iklim investasi 2009 Pemerintah akan melakukanharmonisasi UU Perpajakan dengan UU Penanaman Modal, antara lain melalui:(i) pembebasan atau pengurangan PPh Badan dalam jumlah dan waktu tertentu kepadainvestor yang merupakan industri pionir; (ii) keringanan PBB khususnya untuk bidang usahatertentu pada wilayah atau daerah atau kawasan tertentu; dan (iii) pembebasan ataupenangguhan PPN atas impor barang modal atau mesin atau peralatan untuk keperluanproduksi yang belum dapat diproduksi di dalam negeri selama jangka waktu tertentu. Selainitu, Pemerintah juga akan mengubah perlakuan PPN atas sebagian barang kena Pajak yangbersifat strategis dari yang semula “dibebaskan” menjadi “tidak dipungut”.Di bidang kepabeanan dan cukai, di samping meningkatnya pemberian fasilitas kepabeanandan cukai, memasuki tahun 2009 Pemerintah akan memberlakukan penerapan Free TradeZone (FTZ) di kawasan pulau Batam, pulau Bintan dan kepulauan Karimun (BBK). Dengandiberlakukannya kebijakan FTZ ini, terdapat potensi hilangnya penerimaan bea masuk dancukai dari wilayah BBK, yang pada gilirannya akan menyebabkan penerimaan perpajakansecara umum menurun. Untuk mengantisipasi penurunan tersebut, Pemerintah akan tetapmelakukan berbagai upaya Reformasi birokrasi melalui peningkatan kinerja dan peran KantorPelayanan Utama (KPU). Peningkatan kinerja dan peran KPU dapat diwujudkan antaralain melalui penerapan program National Single Windows (NSW) yang bertujuan untuklebih memberikan kemudahan dan kelancaran pelayanan kepada para pengguna jasakepabeanan.Khusus di bidang kepabeanan, dalam tahun 2009 Pemerintah akan melakukan kebijakanharmonisasi tarif dan FTA, memberikan fasilitas kepabeanan dalam rangka mendoronginvestasi dan perdagangan serta melaksanakan reformasi birokrasi kepabeanan. Sementaraitu, khusus di bidang cukai hasil tembakau, Pemerintah akan tetap mengacu pada kebijakanyang telah ditetapkan dalam Road Map IHT dimana dalam periode 2007-2010 kebijakancukai akan diprioritaskan pada aspek tenaga kerja, aspek penerimaan dan aspek kesehatan.Selanjutnya, Pemerintah juga akan melakukan pemberantasan cukai ilegal antara laindengan memanfaatkan Dana Bagi Hasil Cukai dan menetapkan kebijakan tarif cukai.Di sisi lain, kebijakan bea keluar dalam tahun 2009 ditujukan untuk: (i) menjaminterpenuhinya permintaan dalam negeri atas komoditas strategis dalam rangka mengantisipasipengaruh kenaikan harga di pasar internasional; (ii) melindungi kelestarian sumber dayaalam; dan (iii) menjaga stabilitas harga barang tertentu di dalam negeri.Terkait dengan pelaksanaan PKSH, berdasarkan evaluasi kebijakan PKSH pada tahun 2008dan perkembangan harga komoditas strategis di pasar internasional yang relatif stabil,Pemerintah tetap melanjutkan kebijakan tersebut untuk komoditi minyak goreng sebesarRp3,0 triliun.Penerimaan PerpajakanDalam tahun 2009, penerimaan perpajakan diperkirakan meningkat hingga mencapaiRp748,9 triliun. Dibandingkan dengan perkiraan realisasi tahun 2008 yang mencapaiRp641,0 triliun terjadi peningkatan sebesar Rp107,9 triliun atau 16,8 persen. Secara umum,peningkatan penerimaan perpajakan tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor. Pertama,NK RAPBN 2009<strong>III</strong>-51


Bab <strong>III</strong>Pendapatan Negara dan Hibah 2009lebih tingginya asumsi pertumbuhan ekonomi dalam tahun 2009 dibanding tahun 2008.Tingginya pertumbuhan ekonomi tersebut akan mendorong meningkatnya kegiatan transaksibisnis yang pada gilirannya akan meningkatkan penerimaan perpajakan, seperti PPN danPPnBM. Selain itu, tingginya pertumbuhan ekonomi akan berpengaruh pada meningkatnyapendapatan masyarakat yang akan bermuara pada meningkatnya penerimaan perpajakankhususnya pajak nonmigas. Kedua, masih tingginya harga minyak mentah di pasarinternasional yang diasumsikan mencapai US$130 per barel dalam RAPBN 2009. Tingginyaharga minyak tersebut mendorong meningkatnya penerimaan dalam negeri khususnya daripenerimaan pajak migas. Ketiga, dilaksanakannya berbagai kebijakan perpajakan dan langkahadministrasi yang ditujukan untuk optimalisasi penerimaan perpajakan. Keempat, semakinmeningkatnya kesadaran masyarakat untuk melaksanakan kewajiban perpajakan sesuaidengan undang-undang yang berlaku.PPhDengan dilaksanakannya amandemen UU PPh, akan terjadi potential loss pada penerimaanperpajakan dalam tahun 2009, khususnya penerimaan PPh nonmigas. Namun demikian,adanya upaya perbaikan administrasi dan peningkatan kepatuhan WP diharapkan dapatmenutupi potensi kerugian tersebut. Bersamaan dengan membaiknya kondisi perekonomianbaik di dalam maupun di luar negeri, penerimaan PPh dalam tahun 2009 ditargetkanmeningkat hingga mencapai Rp384,3 triliun. Dibandingkan dengan perkiraan realisasi dalamtahun 2008 yang mencapai Rp325,7 triliun, berarti telah terjadi peningkatan sebesar Rp58,5triliun atau 18,0 persen. Membaiknya kondisi perekonomian dalam tahun 2009 merupakanfaktor utama yang menyebabkan meningkatnya penerimaan PPh.PPh MigasPPh migas ditargetkan akan mencapai Rp85,6 triliun dalam tahun 2009. Dengan demikian,terjadi peningkatan sebesar Rp15,2 triliun atau 21,6 persen dibandingkan dengan perkiraanrealisasi penerimaan PPh migas tahun 2008. Faktor utama yang mempengaruhimeningkatnya penerimaan tersebut adalah masih tetap tingginya harga minyak mentah dipasar internasional dalam tahun 2009.PPh NonmigasDalam tahun 2009, PPh nonmigas ditargetkan akan mencapai Rp298,7 triliun. Dibandingkandengan perkiraan realisasi dalam tahun 2008, terjadi peningkatan sebesar Rp43,3 triliunatau 17,0 persen. Peningkatan ini antara lain disebabkan oleh: (i) semakin luasnya basispajak sebagai dampak dari amandemen UU PPh; (ii) meningkatnya daya saing dalam negerisebagai dampak dari adanya perbaikan sistem tarif; (iii) meningkatnya asumsi pertumbuhanekonomi yang diperkirakan mencapai 6,2 persen dalam tahun 2009; (iv) berhasilnyapelaksanaan modernisasi KPP dan sistem administrasi perpajakan; serta (v) kegiatanekstensifikasi WP orang pribadi melalui pendataan wajib pajak.PPh Nonmigas SektoralHarga minyak mentah dan beberapa komoditi tertentu seperti CPO dan turunannya, sertakelapa sawit diperkirakan masih tinggi dalam tahun 2009. Tingginya harga-harga tersebutsecara langsung akan mempengaruhi tingginya penerimaan perpajakan pada sektor-sektor<strong>III</strong>-52 NK RAPBN 2009


Pendapatan Negara dan Hibah 2009Bab <strong>III</strong>tertentu. Secara sektoral, total penerimaan PPh nonmigas diperkirakan mencapai Rp289,6triliun, meningkat Rp52,6 triliun atau 22,2 persen dibandingkan dengan perkiraan realisasitahun 2008. Jumlah tersebut belum termasuk penerimaan PPh nonmigas dalam bentukvalas, dan belum memperhitungkan angka restitusi.Sebagaimana terjadi dalam tahun 2008, sektor keuangan, real estate dan jasa perusahaandiperkirakan akan tetap menjadi kontributor utama dalam tahun 2009 dengan nilai sebesarRp73,5 triliun. Dibandingkan dengan perkiraan realisasi dalam tahun 2008, hal ini berartiterjadi kenaikan sebesar Rp8,5 triliun atau 13,1 persen. Sementara itu, sektor industripengolahan yang merupakan kontributor terbesar kedua diperkirakan mencapai Rp70,1triliun, atau 17,1 persen lebih tinggi dibandingkan dengan perkiraan realisasi dalam tahun2008. Sektor perdagangan, hotel dan restoran, sebagai kontributor terbesar ketiga,diperkirakan mencapai Rp30,6 triliun atau 29,4 persen lebih tinggi dibandingkan denganperkiraan realisasi dalam tahun 2008. Besaran perkiraan penerimaan PPh nonmigas besertaangka pertumbuhannya dalam tahun 2008 dapat dilihat secara lengkap pada Tabel <strong>III</strong>.24.PPN dan PPn BMPenerimaan PPN dan PPnBM dalam tahun 2009 ditargetkan sebesar Rp245,4 triliun.Dibandingkan dengan perkiraan realisasi tahun 2008 yang mencapai Rp199,5 triliun, targetdalam tahun 2009 tersebut mengalami peningkatan sebesar Rp45,9 triliun atau 23,0 persen.Meningkatnya perkiraan penerimaan PPN dan PPnBM ini antara lain terkait denganmeningkatnya kegiatan transaksi bisnis pada tahun 2009.PPN DN SektoralUraianTabel <strong>III</strong>.24PPh Nonmigas Sektoral, 2008 - 2009Perk.Real.2008% thdTotalY-o-Y (%)Perk.Real.% thdTotalY-o-Y (%)Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Peikanan 10,9 4,6 130,3 16,9 5,8 55,2Pertambangan Migas 18,0 7,6 28,7 21,5 7,4 19,3Pertambangan Bukan Migas 13,4 5,6 27,4 20,8 7,2 55,4Penggalian 0,7 0,3 176,0 1,3 0,4 92,1Industri Pengolahan 59,9 25,3 42,8 70,1 24,2 17,1Listrik, Gas dan Air Bersih 5,6 2,4 19,5 6,2 2,2 10,5Konstruksi 4,7 2,0 (0,9) 6,0 2,1 27,7Perdagangan, Hotel dan Restoran 23,6 10,0 40,1 30,6 10,6 29,4Pengangkutan dan Komunikasi 20,4 8,6 25,2 25,4 8,8 24,6Keuangan, Real Estate dan Jasa Perusahaan 65,0 27,4 18,5 73,5 25,4 13,1Jasa Lainnya 10,9 4,6 2,1 12,6 4,3 15,6Kegiatan yang belum jelas batasannya 3,9 1,6 2.107,8 4,6 1,6 18,0Total 237,0 100,0 31,9 289,6 100,0 22,2* Belum memperhitungkan PPh valas dan restitusiSumber : Departemen KeuanganDalam tahun 2009, penerimaan perpajakan dari PPN DN diperkirakan mencapai Rp128,3triliun, meningkat sebesar 22,1 persen atau senilai Rp23,2 triliun dibandingkan dengan2009NK RAPBN 2009<strong>III</strong>-53


Bab <strong>III</strong>Pendapatan Negara dan Hibah 2009perkiraan realisasi dalam tahun 2008. Secara umum, meningkatnya penerimaan PPN DNtersebut terutama dipengaruhi oleh sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, hoteldan restoran, dan sektor pertambangan migas. Sektor industri pengolahan diperkirakan akanUraianTabel <strong>III</strong>.25PPN Dalam Negeri Sektoral, 2008 - 2009Perk.Real.% thdTotalY-o-Y(%)Perk.Real.% thdTotalY-o-Y(%)Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Peikanan 3,7 3,5 81,2 4,6 3,6 26,5Pertambangan Migas 14,9 14,2 2,4 20,4 15,9 36,8Pertambangan Bukan Migas 1,3 1,2 (28,3) 1,6 1,2 23,8Penggalian 0,1 0,1 75,7 0,2 0,2 52,6Industri Pengolahan 31,3 29,8 9,5 36,3 28,3 16,0Listrik, Gas dan Air Bersih 0,6 0,5 6,2 0,5 0,4 (6,2)Konstruksi 9,1 8,7 (23,8) 11,6 9,1 27,1Perdagangan, Hotel dan Restoran 18,6 17,7 3,7 22,1 17,2 18,9Pengangkutan dan Komunikasi 8,6 8,2 5,8 10,1 7,9 17,6Keuangan, Real Estate dan Jasa Perusahaan 9,0 8,6 (16,7) 10,0 7,8 11,0Jasa Lainnya 2,3 2,2 1,2 2,6 2,0 13,4Kegiatan yang belum jelas batasannya 5,7 5,4 199,0 8,3 6,5 46,0Total 105,1 100,0 4,5 128,3 100,0 22,1* Belum memperhitungkan PPh valas dan restitusiSumber : Departemen Keuanganmencapai Rp36,3 triliun dalam tahun 2009, meningkat Rp5,0 triliun atau 16,0 persendibandingkan dengan perkiraan realisasi dalam tahun 2008. Sektor perdagangan, hotel danrestoran diperkirakan meningkat Rp3,5 triliun atau 18,9 persen dibanding perkiraan realisasitahun 2008, hingga mencapai Rp22,1 triliun dalam tahun 2009. Sementara itu, sektorpertambangan migas diperkirakan mencapai Rp20,4 triliun, atau tumbuh 36,8 persendibandingkan dengan perkiraan realisasi tahun 2008. Besaran perkiraan penerimaan PPNDN per sektor dalam tahun 2009 dapat dilihat pada Tabel <strong>III</strong>.25.PPN ImporDalam tahun 2009, penerimaan PPN impor diperkirakan akan mencapai Rp95,8 triliun.Dibandingkan dengan perkiraan realisasi tahun 2008, terjadi peningkatan sebesar Rp19,8triliun atau 26,0 persen. Meningkatnya penerimaan PPN impor tersebut terutama dipengaruhioleh sektor industri pengolahan yang diperkirakan mencapai Rp40,3 triliun atau tumbuh17,9 persen dibanding perkiraan realisasi tahun sebelumnya. Selanjutnya, sektorpertambangan migas diperkirakan mencapai Rp26,8 triliun, meningkat 35,1 persen atausenilai dengan Rp7,0 triliun. Sektor perdagangan, hotel dan restoran diperkirakan mencapaiRp23,0 triliun atau meningkat Rp5,7 triliun atau 32,6 persen dibanding perkiraan realisasitahun sebelumnya. Kontribusi dari masing-masing sektor ekonomi terhadap penerimaanPN impor dalam tahun 2009 dapat dilihat secara lengkap pada Tabel <strong>III</strong>.26.20082009<strong>III</strong>-54 NK RAPBN 2009


Pendapatan Negara dan Hibah 2009Bab <strong>III</strong>PBBTerdapat 3 (tiga) faktor utama yang dijadikan dasar perhitungan perkiraan penerimaan PBB,yaitu luas, harga minyak mentah dan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat.Faktor luas erat kaitannya dengan perhitungan penerimaan PBB areal yang dipengaruhioleh luas areal onshore dan offshore. Sementara itu, besaran faktor harga minyak mentahdan nilai tukar rupiah ditetapkan oleh Menteri Keuangan. Ketiga faktor tersebut memberipengaruh terhadap penerimaan PBB dengan rentang waktu (lag) 1 (satu) tahun. Dengankata lain, besaran luas, harga minyak mentah dan nilai tukar rupiah pada tahun 2008 akanberpengaruh pada penerimaan PBB 2009.Dengan memperhitungkan ketiga faktor utama tersebut, target penerimaan PBB dalam tahun2009 diperkirakan akan mencapai sebesar Rp28,9 triliun. Dengan demikian, terjadipeningkatan sebesar Rp3,4 triliun atau 13,3 persen dibandingkan dengan perkiraan realisasisampai dengan akhir tahun 2008. Meskipun harga minyak internasional diperkirakan akancenderung menurun pada tahun 2008, namun windfall PBB migas masih diharapkan sebagaisumber utama peningkatan PBB dalam tahun 2009.Secara sektoral, penerimaan PBB tersebut terdiri dari PBB perdesaan Rp1,1 triliun, PBBperkotaan Rp6,3 triliun, PBB perkebunan Rp0,9 triliun, PBB kehutanan Rp0,5 triliun, danPBB pertambangan Rp20,2 triliun. Tercakup dalam PBB pertambangan adalah PBBpertambangan migas Rp19,9 triliun dan PBB pertambangan umum Rp0,2 triliun.BPHTBUraianTabel <strong>III</strong>.26PPN Impor Sektoral, 2008 -2009Perk.Real.2008 2009% thdTotalY-o-Y(%)Perk.Real.% thdTotalY-o-Y(%)Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Peikanan 0,1 0,1 (13,5) 0,1 0,1 15,0Pertambangan Migas 19,9 26,1 67,3 26,8 28,0 35,1Pertambangan Bukan Migas 0,4 0,5 114,5 0,4 0,4 15,1Penggalian 0,1 0,1 119,4 0,1 0,1 36,5Industri Pengolahan 34,2 44,9 29,6 40,3 42,0 17,9Listrik, Gas dan Air Bersih 0,2 0,2 48,4 0,2 0,2 13,2Konstruksi 1,0 1,3 103,1 1,3 1,4 29,0Perdagangan, Hotel dan Restoran 17,3 22,8 39,6 23,0 24,0 32,6Pengangkutan dan Komunikasi 2,1 2,8 19,3 2,3 2,4 9,2Keuangan, Real Estate dan Jasa Perusahaan 0,6 0,8 43,5 0,8 0,9 31,6Jasa Lainnya 0,2 0,2 15,6 0,2 0,2 19,5Kegiatan yang belum jelas batasannya 0,0 0,0 571,4 0,2 0,2 453,5Total 76,1 100,0 40,9 95,8 100,0 26,0* Belum memperhitungkan PPh valas dan restitusiSumber : Departemen KeuanganTarget penerimaan BPHTB diperkirakan meningkat hingga mencapai Rp7,3 triliun padatahun 2009. Dibandingkan dengan perkiraan realisasi sampai dengan akhir tahun 2008,penerimaan BPHTB pada tahun 2009 tersebut meningkat Rp1,7 triliun atau 31,2 persen.NK RAPBN 2009<strong>III</strong>-55


Bab <strong>III</strong>Pendapatan Negara dan Hibah 2009Selain disebabkan oleh membaiknya kondisi perekonomian secara umum, kenaikan tersebutjuga disebabkan oleh meningkatnya transaksi di bidang properti yang diperkirakan tetapakan mengalami peningkatan di tahun depan.CukaiArah kebijakan cukai hasil tembakau tahun 2009 adalah melanjutkan tarif cukai spesifikyang secara gradual akan menggantikan tarif advalorum, dan melakukan simplifikasi sertapenerapan HJE sebagai harga yang ditetapkan sebagai dasar penghitungan besarnya cukai.Instrumen HJE ini dipergunakan untuk mengendalikan harga dan penerimaan pada waktuvolume maksimum sudah tercapai. Seiring dengan diterapkannya berbagai kebijakan dibidang cukai di tahun 2009 akan dapat menciptakan iklim industri yang sehat, memperkuatstruktur industri, menuju administrasi yang sederhana, dan mengurangi penyebab peredarancukai ilegal. Dengan mempertimbangkan hal-hal tersebut, penerimaan cukai pada tahun2009 diperkirakan meningkat sehingga mencapai Rp47,5 triliun. Apabila dibandingkandengan perkiraan realisasi penerimaan cukai pada tahun 2008 yang mencapai Rp46,7 triliun,maka perkiraan target penerimaan cukai pada tahun 2009 mengalami sedikit peningkatanyaitu sebesar Rp0,8 triliun atau 1,7 persen.Pajak LainnyaDalam tahun 2009, penerimaan pajak lainnya ditargetkan mencapai Rp4,3 triliun. Apabiladibandingkan dengan perkiraan realisasi tahun 2008, peningkatan yang terjadi adalah sebesarRp0,9 triliun atau 28,5 persen. Secara umum, peningkatan penerimaan pajak lainnyadisebabkan oleh meningkatnya transaksi yang menggunakan dokumen berutang meterai.Bea MasukNilai penerimaan bea masuk ditentukan oleh beberapa variabel antara lain nilai devisa imporbayar, tarif efektif rata-rata dan nilai tukar rupiah. Seiring dengan meningkatnya asumsipertumbuhan ekonomi pada tahun 2009 dan menguatnya asumsi nilai tukar rupiah,ditambah dengan tarif efektif rata-rata berada pada kisaran 2,4 persen, maka penerimaanbea masuk pada tahun 2009 ditargetkan mencapai Rp19,2 triliun. Apabila dibandingkandengan perkiraan realisasi tahun 2008, terjadi penurunan sebesar Rp0,6 triliun atau minus3,2 persen. Penurunan ini antara lain terkait dengan diterapkannya kebijakan stabilisasipangan pokok melalui penurunan tarif bea masuk untuk beberapa komoditi seperti kedelai,terigu dan beras serta kebijakan insentif fiskal untuk penanaman modal melalui perubahanTabel <strong>III</strong>.27Nilai Impor, Bea Masuk, Tarif Rata-rata, 2008-200920082009NoNegaraNilai Impor(miliar US$)Bea Masuk(triliun Rp)TarifRata-rata (%)Nilai Impor(miliar US$)Bea Masuk(triliun Rp)TarifRata-rata (%)1 ASEAN 23,0 4,3 2,4 25,5 4,2 1,92 China 12,3 4,1 4,7 11,4 4,1 3,93 Korea 2,6 0,8 5,2 2,5 0,8 2,44 Jepang 10,0 4,2 6,3 9,2 4,1 4,55 Lainnya 41,0 6,3 6,3 41,6 6,0 4,5Total 88,9 19,8 5,0 90,2 19,2 3,4Sumber : Departemen Keuangan<strong>III</strong>-56 NK RAPBN 2009


Pendapatan Negara dan Hibah 2009Bab <strong>III</strong>KMK Nomor 135/KMK.05/2000, kebijakan insentif bea masuk atas impor barang dalamrangka kegiatan eksplorasi hulu migas dan panas bumi, serta adanya penerapan free tradezone (FTZ).Sementara itu, kebijakan bea masuk pada tahun 2009 lebih diarahkan pada upaya harmonisasitarif dan kerjasama antar kawasan yang dilakukan dalam rangka meningkatkan daya saing.Selain itu, penurunan tarif juga dilakukan pada tarif umum yaitu dari 7,6 persen menjadi 7,5persen, tarif CEPT turun dari 2,4 persen menjadi 1,9 persen, tarif ASEAN-Korea turun dari 5,2persen menjadi 2,4 persen, tarif ASEAN-China turun dari 4,7 persen menjadi 3,9 persen dantarif Indonesia-Jepang turun dari 6,3 persen menjadi 4,5 persen.Selain itu dalam tahun 2009 Pemerintah juga memberikan insentif fiskal berupa pembebasanbea masuk untuk sektor-sektor tertentu (di luar Pasal 25 & 26 UU Nomor 17 Tahun 2006)sebesar Rp2,5 triliun. Fasilitas ini diberikan dalam bentuk pembayaran bea masuk ditanggungpemerintah (BM-DTP).Bea KeluarDalam tahun 2009 penerimaan bea keluar diperkirakan mencapai Rp12,1 triliun. Apabiladibandingkan dengan perkiraan realisasi penerimaan bea keluar pada tahun 2008, makaperkiraan target penerimaan bea keluar pada tahun 2009 mengalami penurunan sebesarRp2,7 triliun. Penurunan ini disebabkan pertumbuhan ekonomi dunia yang diperkirakanmasih mengalami perlambatan sehingga terdapat kemungkinan permintaan CPO dunia akanmenurun.3.4.1.2. Penerimaan Negara Bukan PajakDalam tahun 2009, struktur PNBP padaAPBN terdiri atas penerimaan SDA,penerimaan bagian pemerintah atas labaBUMN, PNBP lainnya, serta pendapatanBadan Layanan Umum (BLU). KlasifikasiPNBP tersebut berbeda dengan yangdigunakan dalam tahun 2008, yakni denganmemisahkan pendapatan BLU darikomponen PNBP lainnya. Hal ini sejalandengan ketentuan yang ditetapkan dalamPeraturan Menteri Keuangan Nomor 91/PMK.06/2007 tentang Bagan AkunStandar. Implikasi dari perubahan tersebutmengakibatkan PNBP lainnya terutamapada PNBP K/L yang diklasifikasikan kedalam PNBP lainnya akan mengalami penurunan,karena sebagian dari PNBP K/L diklasifikasikan kedalam pendapatan BLU (lihat Grafik<strong>III</strong>.42 dan Tabel <strong>III</strong>.28).Pada tahun 2009, PNBP diharapkan dapat berperan lebih optimal sebagai sumberpenerimaan dalam negeri. Dalam RAPBN 2009, penerimaan SDA, khususnya SDA migasmasih mendominasi struktur PNBP. Berdasarkan asumsi makro yang digunakan serta(triliun Rp)4503001500Grafik <strong>III</strong>.42Target PNBP 2008-2009Pendapatan BLUPNBP La inny aDiv iden BUMNPenerimaan SDAAPBN-P2008Sumber : Departemen KeuanganPerk. Real.2008RAPBN2009NK RAPBN 2009<strong>III</strong>-57


Bab <strong>III</strong>Pendapatan Negara dan Hibah 2009Tabel <strong>III</strong>.28Penerimaan Negara Bukan Pajak, 2008-2009(triliun rupiah)2008 2009Jenis PenerimaanAPBN-P% thdPDBPerkiraanRealisasi% thdPDBRAPBN% thdPDBPenerimaan Negara Bukan Pajak 282,8 6,3 363,1 7,8 374,1 7,1a. Penerimaan SDA 192,8 4,3 264,8 5,7 288,4 5,4i. Migas 182,9 4,1 254,9 5,4 278,9 5,3- Minyak bumi 149,1 3,3 209,9 4,5 221,4 4,2- Gas bumi 33,8 0,8 45,0 1,0 57,5 1,1ii. Non Migas 9,8 0,2 9,9 0,2 9,5 0,2- Pertambangan umum 6,9 0,2 6,9 0,1 7,0 0,1- Kehutanan 2,8 0,1 2,8 0,1 2,4 0,0- Perikanan 0,2 0,0 0,2 0,0 0,2 0,0b. Bagian Laba BUMN 31,2 0,7 35,0 0,7 33,0 0,6c. PNBP Lainnya 53,7 1,2 58,1 1,2 46,8 0,9d. Pendapatan BLU 5,1 0,1 5,1 0,1 5,8 0,1Sumber: Departemen Keuanganberbagai langkah kebijakan yang akan ditempuh Pemerintah, maka dalam RAPBN 2009PNBP ditargetkan mencapai Rp374,1 triliun (7,1 persen PDB). Target tersebut menunjukkanpeningkatan sebesar Rp11,0 triliun atau 3,0 persen apabila dibandingkan dengan perkiraan realisasiPNBP dalam tahun 2008 sebesar Rp363,1 triliun (7,8 persen PDB). Perkiraan peningkatan PNBPtersebut terjadi karena adanya kenaikan penerimaan SDA seiring dengan peningkatan targetlifting dan asumsi ICP.Kebijakan PNBP secara umum dalam tahun 2009 adalah: (i) peningkatan koordinasi antarinstansi terkait, yaitu Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral dan BP Migas dalam rangkapencapaian target lifting minyak mentah dan volume produksi gas bumi; (ii) peningkatan produksipertambangan umum (batubara, timah, nikel, dan tembaga); (iii) review terhadap peraturanperundang-undangan di bidang investasi, pengkajian peraturan perundang-undangan fasilitaspenyusunan Peraturan Daerah dan kajian naskah kontrak sektor ESDM; (iv) revitalisasi sektorkehutanan, khususnya industri kehutanan; (v) rehabilitasi dan konservasi sumber daya hutan;(vi) peningkatan pengawasan terhadap pelaksanaan PNBP pada K/L; dan (vii) penerapan payout ratio antara 50-60 persen terhadap BUMN, kecuali antara lain untuk BUMN yang mengalamiakumulasi rugi, BUMN dengan saham Pemerintah minoritas, beberapa BUMN di bidangperkebunan, dan BUMN di bidang asuransi.Penerimaan SDADalam RAPBN 2009, penerimaan SDA diperkirakan mencapai Rp288,4 triliun (5,4 persen PDB).Perkiraan tersebut meningkat sebesar Rp23,6 triliun atau 8,9 persen apabila dibandingkan denganperkiraan realisasi penerimaan SDA dalam tahun 2008 sebesar Rp264,8 triliun (5,7 persen PDB).Penerimaan SDA merupakan sumber penerimaan terbesar bagi PNBP sehingga dalam RAPBN2009 kontribusi penerimaan SDA terhadap keseluruhan PNBP ditargetkan mencapai 77,4 persen.Sebagian besar penerimaan SDA dalam tahun 2009 tersebut berasal dari penerimaan SDA migas(96,7 persen), sedangkan sisanya sebesar 3,3 persen berasal dari SDA nonmigas (SDApertambangan umum, SDA kehutanan, dan SDA perikanan).<strong>III</strong>-58 NK RAPBN 2009


Pendapatan Negara dan Hibah 2009Bab <strong>III</strong>Penerimaan SDA MigasPenerimaan SDA migas dalam RAPBN 2009 ditargetkan mencapai Rp278,9 triliun (5,3persen PDB). Target penerimaan tersebut mengalami kenaikan sebesar Rp24,0 triliun atau9,4 persen apabila dibandingkan dengan perkiraan realisasi penerimaan SDA migas dalamtahun 2008 sebesar Rp254,9 triliun (5,4 persen PDB). Komposisi target penerimaan SDAmigas tahun 2009 tersebut bersumber dari penerimaan SDA minyak bumi sebesar Rp221,4triliun dan penerimaan SDA gas bumi sebesar Rp57,5 triliun (lihat Grafik <strong>III</strong>.43).Faktor utama yang mempengaruhipenerimaan SDA migas, antara lain: (i)perkiraan peningkatan lifting migas; (ii)kenaikan asumsi harga minyak mentahdi pasar internasional; (iii) nilai tukar rupiahterhadap dolar Amerika Serikat; serta(iv) besaran cost recovery. Untukmeningkatkan lifting migas nasional,Pemerintah terus melaksanakankebijakan pemberian insentif fiskalterhadap usaha eksplorasi minyak bumidan gas bumi, serta meningkatkankoordinasi antar instansi terkait yangmenangani masalah lifting.Cost Recovery(triliun Rp)Grafik <strong>III</strong>.43Target Penerimaan SDA Migas , 2008-2009Sebagai sumber utama dalam APBN, sektor migas memerlukan pengelolaan yang optimalpada sisi produksi. Namun demikian, upaya tersebut memerlukan dana investasi yang cukupbesar dan kemampuan penguasaan teknologi yang memadai. Pengembangan sumur-sumurminyak di Indonesia dimulai pada tahun 1960-an dan selanjutnya diperkenalkan modelkerjasama dalam bentuk Kontrak Production Sharing (KPS) pada tahun 1970-an. Dasarhukum atas pembentukan model kerjasama tersebut adalah Undang-undang Nomor 8 Tahun1971 Tentang Pertamina, yang memperbolehkan Pertamina sebagai perusahaan negarauntuk bekerja sama dengan pihak lain dalam bentuk KPS.Latar belakang yang mendasari kebijakan Pemerintah dalam pengelolaan SDA migas padatahun 1970-an adalah Pemerintah dan perusahaan lokal belum memiliki kemampuankeuangan maupun teknologi yang memadai untuk mengusahakan sumber daya alam migas.Untuk itu, Pemerintah membuka kesempatan investor asing untuk membawa modal danteknologi, yang saat itu masih dikuasai oleh negara-negara Amerika dan Eropa. Dalamperkembangan selanjutnya, Pemerintah telah melakukan berbagai penyesuaian peraturanuntuk mengantisipasi perkembangan usaha pertambangan minyak dan gas bumi. Perubahanperubahantersebut dilakukan melalui penerbitan PP Nomor 35 Tahun 1994 Tentang Syaratsyaratdan Pedoman Kerjasama Kontrak Bagi Hasil Minyak dan Gas Bumi, PP Nomor 35Tahun 2004 Tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi, serta UU Nomor 22Tahun 2001 Tentang Migas.Dengan karakteristik kegiatan usaha hulu migas yang membutuhkan ketersediaan danabesar (high capital) dan memiliki risiko tinggi (high risk), maka dalam PP Nomor 35 Tahun350300250200150100500Gas BumiMinyak BumiAPBN-P Perk. Realisasi RAPBN2008 2009NK RAPBN 2009<strong>III</strong>-59


Bab <strong>III</strong>Pendapatan Negara dan Hibah 20091994 Pasal 26 ayat (1) dan (2) Pemerintah memberikan insentif terhadap Kontraktor KPS.Dalam PP Nomor 35 Tahun 1994 Pasal 26 ayat (1) dinyatakan bahwa pengeluaran biayainvestasi dan operasi dari kontrak bagi hasil wajib mendapatkan persetujuan badan pelaksana,dan dalam Pasal 26 ayat (2) dinyatakan bahwa kontraktor mendapatkan kembali biayabiayayang telah dikeluarkan untuk melakukan ekplorasi dan eksploitasi sesuai denganrencana kerja dan anggaran serta otorisasi pembelanjaan finansial (AFE) yang telah disetujuioleh badan pelaksana setelah menghasilkan produksi komersial. Insentif tersebut adalahmengganti biaya-biaya yang telah dikeluarkan oleh investor/kontraktor apabila telahberproduksi secara komersial (commercial production). Penggantian atas biaya-biaya yangtelah dikeluarkan (recoverable cost) oleh Kontraktor KPS dengan menggunakan hasilproduksi migas sesuai ketentuan dalam KPS dikenal dengan istilah Cost Recovery.Komponen biaya operasi yang dapat dikembalikan kepada Kontraktor KPS ditetapkan dalamklausul kontrak KPS (Exhibit C), terdiri dari: (i) Non Capital Cost, meliputi: pengeluaraneksplorasi dan pengembangan, pengeluaran produksi, dan pengeluaran administrasi; (ii)Capital Cost, yaitu depresiasi atas investasi aset Kontraktor KPS; dan (iii) Unrecovered Cost,yaitu pengembalian atas biaya operasi tahun-tahun sebelumnya yang belum dapat diperolehkembali.Cost recovery terhadap penerimaan migas dalam APBN akan berpengaruh terhadap NOI.NOI dihitung dari gross revenue dikurangi cost recovery. NOI merupakan dasar untukmenghitung bagian Pemerintah dan Kontraktor (Equity to be Split/ETS). Semakin tinggijumlah cost recovery, semakin rendah NOI yang dapat dibagihasilkan sehingga semakinrendah bagian Pemerintah (government share).Komponen penerimaan sektor migas dalam struktur APBN terdiri dari: pertama, PNBP SDAMigas yaitu bagian pemerintah dari NOI (proporsi bagian Pemerintah sesuai share yangtercantum dalam kontrak antara Pemerintah dengan Kontraktor) setelah dikurangi dengankomponen pajak dan unsur lainnya (PBB, PPN, PDRD, dan fee kegiatan Usaha Hulu Migas).PNBP SDA migas tersebut merupakan komponen terbesar dalam total penerimaan migas.Kedua, PPh migas yaitu penerimaan yang diterima dari pajak yang dikenakan terhadappenerimaan migas bagian dari kontraktor migas. Pajak yang dikenakan tersebut terdiri dariPPh Pasal 25/29 Badan sebesar 35 persen dan PPh Pasal 26 yaitu pajak penghasilan yangdikenakan terhadap Badan Usaha Tetap (BUT) sebesar 20 persen. Ketiga, Domestic MarketObligation (DMO) adalah kewajiban Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap untukmenyerahkan sebagian migas dari bagiannya kepada negara melalui Badan Pelaksana dalamrangka penyediaan migas untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri yang besarnya diaturdi dalam Kontrak Kerja Sama. Perhitungan penerimaan DMO ini adalah selisih dari nilaiDMO yang dihargai pada harga ICP dengan nilai DMO yang dihargai pada harga tertentu,biasanya lebih kecil dari harga ICP.Dalam rangka mengoptimalkan penerimaan negara dari sektor migas dan mengendalikanlonjakan cost recovery Kontraktor KPS, Pemerintah akan melakukan langkah kebijakanyang kongkrit dan langsung menyentuh pada pokok permasalahan terkait dengan cost recovery,namun masih tetap memperhatikan ketentuan perundangan dan kontrak KPS.Beberapa upaya yang ditempuh dalam rangka menjamin bahwa biaya yang dibebankandalam cost recovery sesuai asas kewajaran dan kepatutan antara lain: (i) menyempurnakanketentuan yang mengatur cost recovery (selama ini pengaturan cost recovery diatur dalamlampiran kontrak (exhibit c) yang sifatnya masih umum dan untuk itu diperlukan pengaturan<strong>III</strong>-60 NK RAPBN 2009


Pendapatan Negara dan Hibah 2009Bab <strong>III</strong>mengenai cost recovery yanglebih detail dan jelas); (ii)mengevaluasi biaya operasiyang dapat/tidak dapatdibebankan dalam cost recovery(positive dan negative list);dan (iii) menetapkan standarbiaya atas pengadaan barang/jasa untuk kegiatan usaha hulumigas.102Secara keseluruhan, jumlahcost recovery yang--2005 2006 2007 2008 2009dilaksanakan oleh PemerintahSumber : Departemen Keuangankepada kontraktor KPSmenunjukkan kecenderunganyang meningkat. Perbandingan antara cost recovery dengan gross revenue dalam periode2005-2008 berkisar antara 21-23 persen. Pada tahun 2008 cost recovery diperkirakanmencapai US$10,4 miliar atau meningkat sebesar US$1,7 miliar dibandingkan denga tahun2007 sebesar US$8,7 miliar. Dalam tahun 2009, pemerintah merencanakan akanmenetapkan cost recovery sebesar US$12,9 juta atau meningkat sebesar US$2,5 miliardibandingkan tahun 2008 (lihat Grafik <strong>III</strong>.44). Tambahan cost recovery tersebut bukanberasal dari lapangan minyak yang ada (existing), namun terutama berasal dari tiga lapanganbaru yang mulai berproduksi tahun 2009. Lapangan minyak tersebut adalah Tangguh, BlokCepu, dan Swap Lapangan Duri. Tambahan cost recovery tersebut merupakan konsekuensiyang wajar untuk mendapatkan produksi migas tambahan sebesar 70.000 BOPD crudedan 3,8 juta ton LNG pada tahun 2009, yang akan terus meningkat hingga masa peak.Penerimaan SDA NonmigasPenerimaan SDA nonmigas yangbersumber dari penerimaan SDApertambangan umum, kehutanan, danperikanan dalam RAPBN 2009direncanakan mencapai Rp9,5 triliun (0,2persen terhadap PDB), menurun sebesarRp0,4 triliun atau 4,0 persen dariperkiraan realisasi tahun 2008 sebesarRp9,9 triliun (0,2 persen terhadap PDB).Penerimaan SDA non-migas ini masihdidominasi oleh penerimaan daripertambangan umum sebesar 73,7persen.Pend Bruto, Bagian Pemerintah706050403020Grafik <strong>III</strong>.44Perkembangan Cost Recovery, 2005-2009(miliar US$)Pendapatan BrutoBagian PemerintahCost Recov eryPenerimaan SDA pertambangan umum dalam RAPBN 2009 terdiri dari iuran tetap daniuran royalti direncanakan mencapai Rp7,0 triliun (0,1 persen PDB), meningkat sebesarRp0,1 triliun atau 1,9 persen apabila dibandingkan dengan perkiraan realisasi dalam tahun2008 sebesar Rp6,9 triliun atau 0,1 persen PDB (lihat Grafik <strong>III</strong>.45). Faktor utama yangmempengaruhi peningkatan SDA pertambangan umum adalah upaya optimalisasi melalui,(triliun Rp)Grafik <strong>III</strong>.45Target Penerimaan SDA Nonmigas, 2008-20091412108642Pertam banga n Um u m Kehutan an Perikan an0APBN-P Perk. Realisasi RAPBN2008 2009Sumber : Departemen Keuangan16141210864Cost RecoveryNK RAPBN 2009<strong>III</strong>-61


Bab <strong>III</strong>Pendapatan Negara dan Hibah 2009antara lain : (i) evaluasi dan review atas harga penjualan pada kontrak penjualan antaraPerjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) dengan pihak ketiga; (ii)pengawasan produksi dan penjualan batubara secara terpadu dengan pemerintah daerah;dan (iii) mendorong perusahaan pertambangan untuk meningkatkan status tahap kegiatandan produksinya.Berkaitan dengan komoditi batubara, peranannya akan semakin penting dalam masamendatang dalam penyediaan energy mix nasional. Komoditi batubara dapat dikembangkandalam berbagai bentuk energi seperti briket batubara, pencairan batubara (Crude SyntheticOil/CSO), dan gasifikasi batubara. Di sisi lain, Pemerintah akan lebih mengintensifkanpenanganan terhadap batubara peringkat/kualitas rendah mengingat jumlah kandungannyayang besar.Dalam tahun 2009 penerimaan SDA pertambangan umum juga akan mempertimbangkanpenerimaan dari SDA panas bumi. Selama ini Kontrak Operasi Bersama (Joint OperatingContract) pengusahaan SDA panas bumi didasarkan atas Keputusan Presiden Nomor 49Tahun 1991 dimana pengusaha SDA wajib menyetorkan kepada negara sebesar 34 persendari penerimaan bersih usaha sebagai penerimaan negara. Namun demikian, berdasarkanKeputusan Menteri Keuangan Nomor 209/KMK.04 Tahun 1998 bagian Pemerintah sebesar34 persen diberlakukan sebagai penyetoran PPh, sehingga tidak terdapat unsur PNBP dalampenerimaan tersebut. Untuk itu, Pemerintah c.q Departemen Keuangan merencanakanuntuk mengubah peraturan yang ada agar dalam penerimaan SDA panas bumi terdapatunsur PNBP (royalty).Rencana penerimaan SDA kehutanan tahun 2009 adalah sebesar Rp2,4 triliun, lebih rendahsebesar Rp0,4 triliun atau 15,2 persen apabila dibandingkan dengan perkiraan realisasi tahun2008 yang mencapai Rp2,8 triliun (0,1 persen PDB). Komponen penerimaan SDA kehutananuntuk tahun 2009 terdiri dari: (i) penerimaan dana reboisasi; (ii) penerimaan provisi sumberdaya hutan; serta (iii) iuran izin usaha pemanfaatan hutan (IIUPH).Adapun langkah-langkah kebijakan Pemerintah di sektor kehutanan yang akan dilakukanpada tahun 2009 adalah memfokuskan pada upaya meminimalkan faktor-faktor yangmenyebabkan terjadinya kerusakan hutan dan mempercepat rehabilitasi sumber daya hutanyang sudah rusak. Langkah-langkah kebijakan tersebut dilakukan melalui: (i) pemberantasanpembalakan liar (illegal logging) dan perdagangan kayu ilegal; (ii) revitalisasi sektor kehutanan;(iii) konservasi sumber daya hutan; (iv) pemberdayaan masyarakat di dalam dan di sekitarhutan; (v) pemantapan kawasan hutan; (vi) perubahan tarif provisi sumber daya hutan untukbahan baku serpih; (vii) perubahan tarif dana reboisasi untuk kayu bulat kecil; dan (viii) perubahanharga patokan provisi sumber daya hutan untuk kayu jati. Sementara itu, penerimaan SDAperikanan sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2006 tentang Perubahan atas PeraturanPemerintah Nomor 62 tahun 2002 tentang Tarif atas Jenis PNBP yang berlaku padaDepartemen Kelautan dan Perikanan, meliputi: (i) pungutan pengusahaan perikanan (PPP),termasuk di dalamnya pungutan perikanan asing (PPA); dan (ii) pungutan hasil perikanan(PHP). Target penerimaan SDA perikanan dalam RAPBN 2009 adalah sebesar Rp200 miliar.Penerimaan Bagian Pemerintah atas Laba BUMNSalah satu faktor terpenting untuk menjaga agar target penerimaan negara yang berasaldari bagian Pemerintah atas laba BUMN pada tahun 2009 dapat tercapai adalah denganmenjaga konsistensi peningkatan kinerja BUMN. Dalam tahun 2008, kinerja BUMN<strong>III</strong>-62 NK RAPBN 2009


Pendapatan Negara dan Hibah 2009Bab <strong>III</strong>diperkirakan akan mengalamipeningkatan sehingga akanmeningkatkan perolehan lababersih BUMN dibandingkandengan tahun sebelumnya. Lababersih BUMN dalam tahun 2008diperkirakan mencapai Rp81,2triliun, naik sekitar 13,4 persendibandingkan dengan perkiraanrealisasi laba bersih BUMN tahun2007 yang mencapai Rp71,2 triliun.Dengan mempertimbangkan perkiraan perolehan laba bersih BUMN dalam tahun 2008, maka,target penerimaan yang berasal dari bagian pemerintah atas laba BUMN dalam RAPBN 2009direncanakan mencapai Rp33,0 triliun (0,6 persen PDB) atau 8,8 persen terhadap total PNBP.Target tersebut lebih rendah sebesar Rp2,0 triliun atau 5,7 persen apabila dibandingkan denganperkiraan penerimaan bagian Pemerintah atas laba BUMN tahun 2008. Penurunan targetpenerimaan tersebut terutama disebabkan oleh pengurangan dividen PT Pertamina, PT Telkomdan BUMN lainnya, karena penerapan kebijakan dividen interim yang dibayarkan pada tahun2008. Selain itu, laba PT Pertamina tahun buku 2008 juga diperkirakan berkurang karena adanyakoreksi cost recovery PT Pertamina EP sebesar Rp10,7 triliun. Penerimaan bagian Pemerintahatas laba BUMNpada tahun 2009bersumber daridividen PTPertamina dan nonP e r t a m i n adirencanakanmasing-masingsebesar Rp21,2 triliundan Rp11,8 triliun(triliun Rp)3632282420APBN-P2008Sumber : Departemen KeuanganGrafik <strong>III</strong>.46Deviden BUMN, 2008-2009Perk. Real2008RAPBN2009Tabel <strong>III</strong>.29Bagian Pemerintah Atas Laba BUMN Tahun 2008 – 2009(triliun rupiah)2008 2009APBN-P %thd PDB Perk Real %thd PDB RAPBN% thdPDBPenerimaan Dividen BUMN 31,2 0,7 35,0 0,7 33,0 0,6Pertamina 16,0 0,4 18,6 0,4 21,2 0,4Non Pertamina 15,2 0,3 16,4 0,4 11,8 0,2Perbankan 3,9 0,1 4,5 0,1 4,1 0,1Non Perbankan 11,3 0,3 11,9 0,3 7,7 0,1yang terdiri dari penerimaan sektor perbankan sebesar Rp4,1 triliun dan sektor nonperbankansebesar Rp7,7 triliun (lihat Tabel <strong>III</strong>.29).Guna mengoptimalkan penerimaan bagian Pemerintah atas laba BUMN pada tahun2009, Pemerintah akan menerapkan kebijakan pay out ratio 50-60 persen denganbeberapa pengecualian, yakni tidak menarik setoran dividen dari beberapa BUMN, antaralain: (i) BUMN Laba, namun masih mempunyai akumulasi kerugian dari tahunsebelumnya; (ii) BUMN Laba, tidak akumulasi rugi, namun mengalami kesulitan cashflow; dan (iii) BUMN sektor asuransi, terkait dengan pelaksanaan Undang-undang Nomor40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) diamanatkan nirlaba ataukeuntungan semata-mata untuk kepentingan peserta dalam bentuk peningkatan santunan,sehingga kebijakan pay out ratio secara bertahap pada tahun 2009 akan menjadi nol persen,dan (iv) beberapa BUMN sektor perkebunan, dengan pertimbangan kemampuan keuanganperusahaan. Dalam kebijakan penentuan besarnya pay out ratio tersebut, Pemerintahberpedoman pada upaya menjaga kepentingan penerimaan negara dan BUMN bersangkutan.Hal tersebut selain untuk menjaga kesinambungan bagian Pemerintah atas laba BUMNpada tahun 2009, kebijakan penentuan besarnya pay out ratio juga diarahkan untuk tetapNK RAPBN 2009<strong>III</strong>-63


Bab <strong>III</strong>Pendapatan Negara dan Hibah 2009menjaga agar BUMN bersangkutan memiliki kapasitas yang cukup untuk mengembangkanusahanya.Terkait dengan upaya peningkatan kinerja BUMN dalam tahun 2009, Pemerintah secarakonsisten akan melakukan berbagai langkah pembenahan internal di tubuh BUMN.Langkah-langkah tersebut antara lain: (i) peningkatan efisiensi di tubuh PT Pertamina; (ii)peningkatan efisiensi pada BUMN-BUMN yang memiliki kinerja merugi, termasuk PT PLN;(iii) penerapan prinsip-prinsip korporasi terhadap BUMN yang menjalankan kewajiban PSO(Public Service Obligation); (iv) restrukturisasi dan privatisasi secara terpadu; (v) penyehatanperusahaan dengan mengoptimalisasi investasi (capital expenditure) dari laba BUMN; (vi)tidak menarik dividen dari BUMN yang mengalami akumulasi rugi; dan (vii) perbaikangovernance dan pengawasan kinerja BUMN.PNBP LainnyaPenerimaan Negara Bukan Pajak LainnyaGrafik <strong>III</strong>.47antara lain bersumber dari : (i) pendapatanTarget PNBP Lainnya, 2008-2009penjualan hasil produksi/sitaan; (ii)pendapatan jasa; (iii) pendapatan bunga;706050(iv) pendapatan sewa; (v) pendapatan40bukan pajak dari luar negeri; (vi)30pendapatan pendidikan; (vii) pendapatan20`10pelunasan piutang; (viii) pendapatan lainny0a dari kegiatan hulu migas; dan (ix)APBN-P Perk. Realisasi RAPBNpendapatan lain-lain. Kontribusi PNBPLainnya dalam APBN terus mengalamipeningkatan dari tahun ke tahun.2008Sumber : Departemen Keuangan2009Perkembangan target PNBP Lainnya tahun 2008-2009 tersaji dalam Grafik <strong>III</strong>.47.Dalam RAPBN 2009, targetpenerimaan PNBP LainnyaTabel <strong>III</strong>.30diperkirakan mencapaiRp46,8 triliun mengalamipenurunan sebesar Rp11,3triliun atau 19,4 persendibandingkan PNBPLainnya dalam tahun 2008sebesar Rp58,1 triliun.PNBP lainnya yang berasaldari beberapa K/L yangmempunyai pengaruhsignifikan, baik dari segipenerimaan maupunkebijakan dapat dilihat padaTabel <strong>III</strong>.30.No(triliun Rp)Perkembangan PNBP Lainnya Tahun 2008 – 2009(triliun rupiah)Kementerian/LembagaPerk.Realisasi2008RAPBN20091 Departemen Komunikasi dan Informatika 5,7 5,92 Departemen Pendidikan Nasional 4,2 5,13 Kepolisian Negara Republik Indonesia 1,5 1,64 Badan Pertanahan Nasional 1,3 1,25 Departemen Hukum dan HAM 1,2 1,26 Peneriman Lainnya, seperti:- Rekening Dana Investasi (RDI) 8,3 1,5- Pendapatan minyak mentah (DMO) 12,9 12,3- Penjualan hasil tambang 3,3 3,6- Penerimaan lain-lain 19,7 14,4Total PNBP Lainnya58,1 46,8Sumber : Departemen Keuangan<strong>III</strong>-64 NK RAPBN 2009


Pendapatan Negara dan Hibah 2009Bab <strong>III</strong>PNBP Departemen Komunikasi dan InformatikaPenerimaan Negara Bukan Pajak Lainnya pada Depkominfo antara lain bersumber dari: (i)pendapatan jasa penyelenggaraan telekomunikasi (BHP Jastel); (ii) pendapatan hak danperijinan (Pendapatan BHP Frekuensi); (iii) pendapatan jasa tenaga (Biaya sertifikasi danpengujian); dan (iv) pendapatan dari kontribusi pelayanan umum (USO).Dalam tahun 2009, PNBP LainnyaDepkominfo diperkirakan sebesar Rp5,9triliun lebih tinggi Rp0,2 triliun atau 3,5persen apabila dibandingkan dengan yangditetapkan dalam perkiraan realisasi dalamtahun 2008 sebesar Rp5,7 triliun (lihatGrafik <strong>III</strong>.48). Penerimaan tersebutantara lain bersumber dari pendapatan BHPJastel sebesar Rp1,1 triliun, pendapatan BHPFrekuensi sebesar Rp4,8 triliun.Dalam rangka mencapai target PNBP tersebut, pokok-pokok kebijakan yang akandilaksanakan oleh Depkominfo pada tahun 2009 adalah sebagai berikut : (i) penyempurnaan/revisi Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2005 tentang Tarif Atas Jenis PNBP yangberlaku pada Depkominfo yang menambah jenis penerimaan baru dari pengenaan dendadan tarif baru atas jenis; (ii) pengenaan BHP frekuensi dengan metode lelang pada pitafrekuensi yang potensial (Bandwith Wireless Access); (iii) pembenahan database baikpengguna frekuensi maupun penyelenggaraan telekomunikasi; (iv) melaksanakan sosialisasisecara intensif kepada penyelenggaraan telekomunikasi dan pengguna spektrum frekuensiberkenaan dengan kewajiban pembayaran PNBP; (v) penegakan hukum secara intensifkepada penyelenggara telekomunikasi dan pengguna spektrum frekuensi yang tidakmematuhi ketentuan perundangan dengan melakukan kerjasama dengan Tim OptimalisasiPenerimaan Negara (OPN) dari Kantor Menko Perekonomian dan BPKP; dan (vi)pembaharuan dan penambahan tools secara bertahap antara lain sistem monitoringfrekuensi, otomatisasi sistem manajemen/perizinan frekuensi dan alat pengujian.PNBP Departemen Pendidikan NasionalSumber utama PNBP Lainnya pada Depdiknas adalah penerimaan dari sektor pendidikantinggi yang berasal dari pendapatan pendidikan, terdiri dari pendapatan uang pendidikan,pendapatan uang ujian masuk, pendapatanujian praktik dan pendapatan pendidikanlainnya.Sejalan dengan peningkatan perananmasyarakat dalam pengembanganpendidikan, pendapatan pendidikan terusmengalami peningkatan. PNBP Depdiknastahun 2009 diperkirakan sebesar Rp5,1triliun. Penerimaan ini sebagian besar berasaldari pendapatan pendidikan dari sektortriliun Rp76543210Grafik <strong>III</strong>.48Target PNBP Depkominfo, 2008-2009APBN 2008 APBN-P 2008 RAPBN 2009Sumber : DepartemenKominfotriliun Rp6543210Grafik <strong>III</strong>.49Target Depdiknas, 2008-2009APBN 2008 APBN-P 2008 RAPBN 2009Sumber : Departemen Pendidikan NasionalNK RAPBN 2009<strong>III</strong>-65


Bab <strong>III</strong>Pendapatan Negara dan Hibah 2009pendidikan tinggi, yaitu sebesar Rp5,1 triliun. Penerimaan tersebut meningkat sebesar Rp0,9triliun atau 21,8 persen apabila dibandingkan dengan perkiraan pendapatan pendidikan darisektor pendidikan tinggi dalam tahun 2008 sebesar Rp4,2 triliun (lihat Grafik <strong>III</strong>.49).Pendapatan pendidikan tersebut berasal dari pendapatan uang pendidikan sebesar Rp3,3triliun, pendapatan uang ujian masuk sebesar Rp0,1 triliun, pendapatan uang ujian prakteksebesar Rp78,5 miliar, pendapatan pendidikan lainnya sebesar Rp1,6 triliun dan pendapatanlainnya Rp24,1 miliar.Dalam rangka mencapai target PNBP tersebut, pokok-pokok kebijakan yang akandilaksanakan oleh Depdiknas pada tahun 2009 adalah sebagai berikut: (i) meningkatkankapasitas dan daya tampung perguruan tinggi; (ii) meningkatkan pelaksanaan berbagaiprogram kegiatan kerjasama, baik antar instansi maupun lembaga non pemerintah, sertadunia industri; (iii) meningkatkan kegiatan-kegiatan ilmiah ilmu pengetahuan, teknologidan seni sehingga menghasilkan produk dari hasil penyelenggara kegiatan tersebut; (iv)menghasilkan lulusan berkualitas yang mampu mengembangkan ilmu pengetahuanteknologi, humaniora, dan seni serta dapat bersaing di pasar internasional berdasarkan moralagama; (v) menghasilkan penelitian inovatif, yang mendorong pengembangan ilmupengetahuan, teknologi, humaniora dan seni dalam skala nasional maupun internasional;(vi) menghasilkan pengabdian kepada masyarakat untuk memberdayakan masyarakat agarmampu menyelesaikan masalah secara mandiri dan berkelanjutan; dan (vii) mendukungupaya untuk mewujudkan pengelolaan keuangan negara yang tertib, taat pada peraturanperundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan dan bertanggung jawab denganmemperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.PNBP Kepolisian Negara Republik IndonesiaPerkiraan PNBP POLRI untuk tahun 2009 adalah sebesar Rp1,6 triliun, lebih tinggi Rp0,1triliun atau 6,6 persen apabila dibandingkan dengan perkiraan realisasi penerimaan dalamtahun 2008 sebesar Rp1,5 triliun (lihat Grafik <strong>III</strong>.50).Untuk mencapai target PNBP tersebut, pokok-pokok kebijakan yang akan dilaksanakan olehPOLRI pada tahun 2009 sebagai berikut: (i) meningkatkan kemampuan Sumber DayaManusia melalui pelatihan teknis Lantas danpendidikan pelatihan fungsional Lantas; (ii)meningkatkan infrastruktur pendukungpelaksanaan operasional POLRI di bidanglalu lintas berupa pengadaan Alsus Polantas,kendaraan patroli roda 2/roda 4, kendaraanpatwal roda 2/roda 4, kendaraan uji SIMroda 2/roda 4, mobil unit pelayanan SIM,mobil unit laka Lantas, driving simulator,komputer Samsat dan alat cetak TNKB; (iii)membangun perangkat Satpas denganmemanfaatkan perkembangan ilmupengetahuan dan teknologi demi memenuhituntutan masyarakat akan pelayananPOLRI yang lebih profesional dan modern.triliun Rp1,81,61,41,210,80,60,40,20Grafik <strong>III</strong>.50Target PNBP Polri, 2008-2009APBN 2008 APBN-P 2008 RAPBN 2009Sumber : Kepolisian Negara Republik Indonesia`<strong>III</strong>-66 NK RAPBN 2009


Pendapatan Negara dan Hibah 2009Bab <strong>III</strong>PNBP Badan Pertanahan NasionalKomponen PNBP lainnya pada Badan Pertanahan Nasional terdiri dari: (i) PNBP umum;(ii) PNBP fungsional; dan (iii) PNBP pendidikan. Faktor-faktor yang mempengaruhi PNBPpada BPN antara lain: (i) potensi ekonomi masyarakat; (ii) kesadaran masyarakat akankebutuhan kepastian hukum (hak atas tanah) dan manfaat peningkatan ekonomimasyarakat; serta (iii) rasio pajak yang dikenakan terhadap masyarakat, terkait denganpelayanan penerbitan sertifikat hak atas tanah.Dalam tahun 2009, PNBP BPN ditargetkanmencapai Rp1,2 triliun, lebih rendah sebesarRp0,1 triliun atau 9,4 persen apabiladibandingkan dengan perkiraanpenerimaan dalam tahun 2008 sebesarRp1,3 triliun (lihat Grafik <strong>III</strong>.51).Penurunan target tersebut terutamadiakibatkan oleh: (i) proses revisipergeseran pagu pengeluaran antardaerah masih harus dilakukan di pusat;dan (ii) kurangnya penerbitan sertifikattanah dikarenakan sebagian masyarakat masih terbebani dengan pajak-pajak yangdikenakan dalam proses pengurusan sertifikat.Untuk mencapai target PNBP pada tahun 2009 tersebut, Pemerintah akan melakukanberbagai langkah kebijakan, antara lain: (i) PNBP umum, yaitu: memaksimalkaninventarisasi dan penghapusan aset, dan memaksimalkan rekapitulasi data penerimaan padasatuan kerja; (ii) PNBP fungsional, yaitu : revisi peraturan yang memudahkan pergeserantarget PNBP antar daerah maupun antar kegiatan, dan pengembangan sistem layananmelalui program LARASITA (mobil pelayanan berpindah-pindah); serta (iii) PNBPpendidikan, yaitu: memaksimalkan penerimaan mahasiswa program Diploma I STPN sesuaidengan kapasitas ruang dan dosen yang tersedia.PNBP Departemen Hukum dan HAMDalam tahun 2009 PNBP Depkumham diperkirakan mencapai Rp1,2 triliun. Jumlah inimeningkat sebesar Rp3,4 miliar atau 0,3 persen apabila dibandingkan dengan targetpenerimaan dalam tahun 2008 sebesar Rp1,2 triliun. PNBP Depkumham sebagian besarbersumber dari penerimaan pelayanankeimigrasian sebesar Rp1,1 triliun yaitu dariGrafik <strong>III</strong>.52penerimaan Visa Kunjungan SaatTarget PNBP Depkumham, 2008-20091,4Kedatangan (VKSK) dan Izin Tinggal1,2Terbatas (ITAS) (lihat Grafik <strong>III</strong>.52).Perkiraan peningkatan jumlah PNBP tersebutdipengaruhi antara lain oleh: (i) prosespelayanan pendaftaran hak kekayaanintelektual yang lebih mudah dan cepat yangdidukung teknologi informasi; (ii)meningkatnya permintaan Patenkhususnya pada Biaya Pemeliharaan Patentriliun Rp1,41,210,80,60,40,20Grafik <strong>III</strong>.51Target PNBP BPN, 2008-2009APBN 2008 APBN-P 2008 RAPBN 2009Sumber : Badan Pertanahan Nasionaltriliun Rp10,80,60,40,20APBN 2008 APBN-P 2008 RAPBN 2009Sumber : Departemen Hukum dan HAM`NK RAPBN 2009<strong>III</strong>-67


Bab <strong>III</strong>Pendapatan Negara dan Hibah 2009Tahunan; serta (iii) meningkatnya jumlah pemohon yang membayar ke kas negara berkaitandengan pungutan pelayanan jasa hukum Ditjen Administrasi Hukum Umum.Kebijakan-kebijakan yang akan ditempuh dalam tahun 2009 antara lain: (i) peningkatankualitas pelayanan keimigrasian melalui penerapan e-Office dan penerapan sistem penerbitansurat perjalananan Republik Indonesia yang berbasis teknologi dan informasi; (ii)menjadikan jasa penggunaan teknologi sistem penerbitan paspor berbasis biometrik menjadisumber PNBP; (iii) peningkatan kapasitas sistem teknologi informasi guna mendukung prosespelayanan permohonan pendaftaran hak kekayaan intelektual yang lebih mudah dan cepat;serta (iv) pemberian pemahaman secara kontinyu kepada masyarakat atas pentingnyaperlindungan hak kekayaan intelektual.Pendapatan BLUSesuai dengan Peraturan PemerintahNomor 23 tahun 2005 tentang PengelolaanKeuangan Badan Layanan Umum, BadanLayanan Umum (BLU) adalah instansi dilingkungan Pemerintah yang dibentukuntuk memberikan pelayanan kepadamasyarakat berupa penyediaan barangdan/atau jasa yang dijual tanpamengutamakan mencari keuntungan dandalam melakukan kegiatannya didasarkanpada prinsip efesiensi dan produktifitas.Tujuan dari kegiatan BLU adalah untukmeningkatkan pelayanan kepadamasyarakat dalam memajukankesejahteraan umum dan mencerdaskanGrafik <strong>III</strong>.53Target Pendapatan BLU, 2008-20092APBN-P 2008 Perkiraan Realisasi2008Sumber: Departemen Keuangankehidupan bangsa dengan memberikan fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan berdasarkanprinsip ekonomi dan produktifitas, dan penerapan praktek bisnis yang sehat.Dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, BLU dapat memungut biaya kepadamasyarakat sebagai bagian atas barang dan/atau jasa layanan yang diberikan sesuai dengantarif yang ditetapkan. Penetapan tarif diperhitungkan berdasar pada perhitungan biaya perunit layanan atau hasil per investasi dana, serta mempertimbangkan kontinuitas danpengembangan layanan, daya beli masyarakat, asas keadilan dan kepatutan dan kompetisiyang sehat.Dalam tahun 2009, pendapatan BLU diperkirakan mencapai Rp5,8 triliun (0,1 persen PDB).Penerimaan ini meningkat sebesar Rp0,7 triliun atau 13,1 persen dari perkiraan realisasitahun 2008 sebesar Rp5,1 triliun (0,1 persen PDB). Pendapatan BLU sebagian besar bersumberdari penerimaan jasa pelayanan rumah sakit (RS) sebesar Rp2,8 triliun dan penerimaanpengelolaan kawasan lainnya, terutama dari sektor kehutanan sebesar Rp1,7 triliun (lihatGrafik <strong>III</strong>.53).(triliun Rp)6543RAPBN 2009<strong>III</strong>-68 NK RAPBN 2009


Pendapatan Negara dan Hibah 2009Bab <strong>III</strong>3.4.2. Penerimaan Hibah 2009Dalam tahun 2009, penerimaan hibah direncanakan sebesar Rp0,9 triliun (0,0 persen PDB),lebih rendah sebesar Rp2,1 triliun dibandingkan dengan perkiraan realisasi penerimaan hibahtahun 2008 sebesar Rp3,0 triliun (0,1 persen PDB). Faktor utama yang berpengaruh dalampenurunan penerimaan hibah tersebutadalah telah selesainya sebagian besarkomitmen hibah negara donor yangberkaitan dengan program rehabilitasi danrekonstruksi daerah-daerah yang terkenadampak bencana alam, seperti ProvinsiNAD dan Nias, serta Daerah IstimewaYogyakarta.Dalam tahun 2009, kebijakan dalampenerimaan hibah yang akan ditempuhadalah tetap meneruskan kebijakansebelumnya, yakni bahwa semuaGrafik <strong>III</strong>.54Target Penerimaan Hibah, 2008-2009penerimaan hibah wajib dicatat dalam APBN (on budget). Tujuan dari kebijakan tersebutadalah agar administrasi penerimaan hibah menjadi teratur dan memberikan jaminanakuntabilitas laporan penggunaan dana hibah.Pada dasarnya hibah dari luar negeri yang dicatat pada APBN diperoleh dari komitmenhibah yang sudah ditanda tangani pada tahun anggaran sebelumnya, sehingga penggunaanatas hibah tersebut dapat dilaksanakan karena telah melalui persetujuan DPR pada saatpembahasan penyusunan APBN. Namun, penerimaan hibah dapat juga diperoleh pada saattahun anggaran sedang berjalan. Penerimaan hibah tersebut tidak dapat langsungdipergunakan karena harus melalui persetujuan DPR. Persetujuan dari DPR atas penggunaanhibah yang diperoleh pada saat tahun anggaran berjalan biasanya diperoleh dalam APBNperubahan. Dalam kaitan ini, diperlukan perbaikan mekanisme penggunaan hibah sehinggadapat meningkatkan minat negara donor untuk memberikan komitmen hibah mereka,terutama terhadap hibah yang diperoleh pada saat tahun anggaran berjalan.(triliun Rp)3,53,02,52,01,51,00,50,0APBN-P 2008Sumber : Departemen KeuanganPerk. Real2008RAPBN 2009NK RAPBN 2009<strong>III</strong>-69

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!