Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
FIGURE<br />
“When There is a Will<br />
There is a Way”<br />
Menjadi seorang dokter spesialis<br />
anak bukanlah hal mudah untuk<br />
diraih dan dijalankan, dibutuhkan<br />
proses panjang, kesabaran<br />
dan ketelatenan serta waktu lebih dari satu<br />
dekade hingga seseorang mendapat gelar<br />
dokter spesialis anak. Dokter spesialis anak<br />
memiliki tantangan yang berat karena bertanggung<br />
jawab atas kemajuan suatu bangsa<br />
melalui proses tumbuh kembang anak<br />
yang apabila tidak diintervensi dengan baik,<br />
dapat menurunkan kualitas hidup sumber<br />
daya manusianya di saat dewasa nanti.<br />
Setelah menyelesaikan pendidikan dokter<br />
umum dan dokter spesialis Ilmu Kesehatan<br />
Anak di Fakultas Kedokteran Universitas<br />
Indonesia, sebagai pribadi yang sangat aktif<br />
dan antusias, selain berpraktik sebagai<br />
dokter anak, banyak kegiatan lain yang<br />
memadati keseharian dr. Fita mulai dari<br />
membuat dan menjadi guru taman kanakkanak,<br />
membuat klinik bagi ayah tercinta,<br />
menjadi bagian dari manajemen<br />
pelayanan medis rumah<br />
sakit hingga kembali menjadi<br />
penari, hobi beliau sejak kecil<br />
yang sempat ditinggalkannya<br />
karena kesibukan saat kuliah<br />
kedokteran.<br />
Walaupun demikian, rasa<br />
keingintahuan akan hal baru<br />
selalu membuat dr. Fita ingin<br />
belajar dan belajar lagi. “Dulu<br />
jaman saya sekolah, pasien<br />
sakit darah dan kanker itu paling<br />
banyak, dan sekalinya<br />
kita kenal pasien kanker,<br />
pasti kita akan mengagumi perjuangan<br />
hidupnya”. Hal inilah<br />
yang kemudian mendorong<br />
dr. Fita ingin memperdalam<br />
ilmu darah dan kanker yang<br />
dikenal cukup susah ini. “Susah<br />
bukan berarti tidak bisa,<br />
when there is a will, there is<br />
a way”. Ternyata niat dr. Fita<br />
untuk lebih dapat membantu<br />
banyak pasien darah dan<br />
kanker menemui jalan yang<br />
positif, beliau mendapat<br />
beasiswa di Viva Cancer<br />
Centre, National University<br />
Hospital, Singapore.<br />
Hanya segelintir dokter spesialis<br />
anak yang mau merawat<br />
pasien dengan kelainan darah<br />
dan kanker, karena penyakitnya<br />
pasti kronis, menahun, susah disembuhkan,<br />
dan yang pasti membuat stres. Namun<br />
bagi dr. Fita, kita harus melihat dari sisi<br />
positifnya agar tidak ikutan stres, meniatkan<br />
diri untuk merawat bukan mengobati, apabila<br />
pasien tersebut sembuh, maka itu adalah<br />
bonus dari Tuhan. Dikarenakan anak-anak<br />
penderita kelainan darah dan kanker harus<br />
melalui tahap pengobatan yang panjang<br />
atau bahkan seumur hidup, maka bonding<br />
dr. Fita dan pasien-pasiennya menjadi<br />
sangat erat. “Melihat mereka bertumbuh<br />
dan berkembang dengan sehat dan happy<br />
adalah anugrah yang indah buat saya”.<br />
Saat ini dr. Fita membaktikan diri di RSIA<br />
Grand Family sebagai dokter anak umum<br />
dengan peminatan hemato-onkologi (kelainan<br />
darah dan keganasan atau kanker) dan<br />
merawat pasien-pasien Indonesia yang berobat<br />
ke Singapura selama mereka sedang<br />
berada di Jakarta. Di samping itu, dr. Fita<br />
juga masih aktif mengisi beberapa acara<br />
kesehatan di stasiun televisi swasta dan<br />
Fita Moeslichan, dr,SpA<br />
SUSAH BUKAN BERATI TIDAK BISA<br />
juga talkshow kesehatan. “Saya ini seneng<br />
ngomong dan ngobrol sambil sharing masalah<br />
kesehatan dan mengedukasi pasien<br />
juga, makanya saya rasa media televisi dan<br />
talkshow itu sangat tepat”.<br />
Hal yang dianggap dr. Fita paling sulit<br />
selama menjadi dokter spesialis anak selain<br />
memeriksa pasien anak yang notabene tidak<br />
dapat menjelaskan apa yang dirasakan<br />
dan sulit diperiksa, membangun trust antara<br />
orangtua dokter juga merupakan tantangan<br />
yang sering dihadapi. Saya harus bisa membangun<br />
kepercayaan orangtua pasien akan<br />
diagnosis yang saya tegakkan dan percaya<br />
dengan terapi yang saya berikan. “Saya<br />
bilang gini karena saya sering gak dipercaya,<br />
dikira baru lulus jadi dokter hahaha…..”,<br />
ungkap dr. Fita.<br />
Walaupun jadwal kerja yang padat setiap<br />
harinya, tidak membuat perempuan kelahiran<br />
6 <strong>November</strong> 1976 ini kehabisan waktu<br />
bagi kedua putrinya yang sudah beranjak<br />
remaja, Micha (13 tahun) dan Frea (11<br />
tahun). “Saya selalu menyempatkan diri<br />
mengantar dan menjemput sekolah setiap<br />
harinya, karena anak makin besar, makin<br />
butuh keberadaan ibunya, terutama buat<br />
ngobrol curhat dan me time barengan,<br />
apalagi anak perempuan”.<br />
Melalui forum ini dr. Fita juga ingin menghimbau<br />
para orangtua agar selalu memperhatikan<br />
tumbuh kembang putra-putrinya,<br />
dimulai dengan memberikan ASI sejak<br />
lahir, menstimulasi perkembangannya serta<br />
mencegah anemia defisiensi besi. Lebih lanjut<br />
dr. Fita menjelaskan bahwa menurut riset<br />
publikasi dari Ikatan Dokter Anak Indonesia<br />
(IDAI) angka kejadian anemia defisiensi besi<br />
pada anak di Indonesia mencapai >40%.<br />
Gejala yang mudah dikenali adalah pucat,<br />
sulit konsentrasi, mudah lelah serta tidak<br />
bersemangat. Zat besi itu berguna untuk<br />
mencegah anemia dan membantu proses<br />
pematangan sel saraf otak.<br />
“Sebagai dokter anak dengan peminatan<br />
hemato-onkologi, saya wajib menyampaikan<br />
rekomendasi dari IDAI mengenai pemberian<br />
supplemen zat besi sejak bayi berusia 4 bulan<br />
bila cukup bulan dan usia 2 bulan untuk<br />
yang kurang bulan”. Tercu- kupinya zat besi<br />
pada anak tentunya akan menjadikan anakanak<br />
kita mempunyai tumbuh kembang<br />
yang baik dan menjadi generasi penerus<br />
bangsa yang mulia.<br />
Reporter/Editor: Radinton Malau<br />
32<br />
Warta Area