16.01.2017 Views

Diskriminasi Pendidikan di Sekolah

Persekolahan kita masih diskriminatif. Tak ubahnya seperti sistem pendidikan kolonial yang diskriminatif dan memihak elite. Pada zaman kolonial, sekolah hanya untuk kalangan bangsawan, ningrat, dan elite. Sebaliknya, orang-orang kecil (kawulo alit) termarginalkan.

Persekolahan kita masih diskriminatif. Tak ubahnya seperti sistem pendidikan kolonial yang diskriminatif dan memihak elite. Pada zaman kolonial, sekolah hanya untuk kalangan bangsawan, ningrat, dan elite. Sebaliknya, orang-orang kecil (kawulo alit) termarginalkan.

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

<strong>Diskriminasi</strong> <strong>Pen<strong>di</strong><strong>di</strong>kan</strong> <strong>di</strong> <strong>Sekolah</strong><br />

Manik Sukoco*<br />

*Pro<strong>di</strong> PPKn Program Pasccasarjana UNY dan Kolumnis Majalah Inside Indonesia,<br />

E-mail: itsmanik@fastmail.net<br />

Sampai sejauh ini, sistem persekolahan kita berhasil men<strong>di</strong><strong>di</strong>k anak-anak yang pandai menja<strong>di</strong><br />

lebih pandai, tetapi gagal men<strong>di</strong><strong>di</strong>k anak yang belum pandai dan lamban untuk menja<strong>di</strong> pandai.<br />

<strong>Sekolah</strong> cenderung memilih anak yang memiliki potensi akademik dan finansial yang baik. Di<br />

sisi lain, anak yang memiliki potensi akademik dan finansial yang kurang beruntung cenderung<br />

terpinggirkan.<br />

Persekolahan kita masih <strong>di</strong>skriminatif. Tak ubahnya seperti sistem pen<strong>di</strong><strong>di</strong>kan kolonial yang<br />

<strong>di</strong>skriminatif dan memihak elite. Pada zaman kolonial, sekolah hanya untuk kalangan<br />

bangsawan, ningrat, dan elite. Sebaliknya, orang-orang kecil (kawulo alit) termarginalkan.<br />

Pada saat itu, rakyat jelata hanya <strong>di</strong>beri kesempatan sekolah ongko loro (sekolah kelas dua).<br />

Perkembangan berikutnya, rakyat jelata <strong>di</strong>beri kesempatan masuk sekolah rakyat (SR) selama<br />

enam tahun, sekarang <strong>di</strong>sebut sekolah dasar (SD). SR awalnya <strong>di</strong>gratiskan pemerintah.<br />

Hak Konstitusional<br />

Apakah setelah 70 tahun merdeka sudah terja<strong>di</strong> pergeseran ke arah yang lebih bermakna dalam<br />

mencerdaskan kehidupan bangsa? Bagaimana nasib anak-anak yang kurang beruntung dari sisi<br />

potensi akademik dan finansial untuk mendapatkan layanan pen<strong>di</strong><strong>di</strong>kan? Sudahkah harapan yang<br />

<strong>di</strong>inginkan melalui UUD dalam Pasal 31 bahwa tiap-tiap warga negara berhak mendapat<br />

pen<strong>di</strong><strong>di</strong>kan terpenuhi?<br />

Kalau kita cermati, sistem seleksi pen<strong>di</strong><strong>di</strong>kan termasuk pen<strong>di</strong><strong>di</strong>kan dasar menggambarkan betapa<br />

<strong>di</strong>skriminatifnya sistem persekolahan kita saat ini. <strong>Sekolah</strong> cenderung memilih anak yang<br />

memiliki potensi akademik dan finansialnya yang baik. Tetapi bagaimana nasib anak-anak yang<br />

potensi akademiknya dan finansialnya kurang? Padahal, sesuai dengan konstitusi mereka juga<br />

warga negara Indonesia yang berhak mendapatkan pen<strong>di</strong><strong>di</strong>kan.<br />

Memang ada program wajib belajar pen<strong>di</strong><strong>di</strong>kan dasar sembilan tahun, ada SMP terbuka, ada<br />

dana BOS, dan sederetan regulasi lain yang mendukung ke arah tiap-tiap warga negara untuk<br />

mendapatkan pen<strong>di</strong><strong>di</strong>kan. Namun, realitas <strong>di</strong> lapangan untuk mewujudkan amanah konstitusi<br />

tentang pen<strong>di</strong><strong>di</strong>kan masih sangat sulit. Ataukah sekolah memang <strong>di</strong>tak<strong>di</strong>rkan untuk <strong>di</strong>skriminatif<br />

dan hanya milik kelompok elite?<br />

Penerimaan siswa baru (PSB) untuk pen<strong>di</strong><strong>di</strong>kan dasar selama ini menggunakan sistem seleksi.<br />

Dampaknya yang muncul tidak ubahnya seperti pen<strong>di</strong><strong>di</strong>kan kolonial selalu saja <strong>di</strong>skriminatif.<br />

PSB akan lebih bermakna kalau <strong>di</strong>posisikan sebagai fungsi penempatan, dan bukan fungsi<br />

selektif karena setiap anak harus bersekolah. Oleh sebab itu, pemerintah wajib menata dan

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!