02.03.2017 Views

PERAN HPH DALAM MENJAGA KEBERLANJUTAN HUTAN ALAM

USAID_LESTARI-LESTARI_PAPER_03

USAID_LESTARI-LESTARI_PAPER_03

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

Hutan Alam adalah salah satu pertahanan terakhir dalam<br />

menjaga fungsi ekosistem dan konservasi hutan<br />

tropis di Indonesia. Kerusakan vegetasi hutan alam akan<br />

semakin menambah dan mempercepat keterpurukan<br />

kehidupan masyarakat terutama yang sumber penghidupannya<br />

tergantung pada hutan. Setidaknya ada 4<br />

(empat) faktor utama yang menentukan agar hutan<br />

alam produksi di Indonesia dapat dikelola secara berkelanjutan,<br />

yaitu:<br />

1.Kepastian Status Kawasan<br />

Kepastian hak di dalam kawasan hutan produksi merupakan<br />

salah satu faktor penentu dalam keberhasilan<br />

pengelolaan hutan alam produksi. Namun hal ini<br />

tidaklah mudah mengingat kompleksitas persoalan<br />

dalam pengelolaan kawasan. Diantaranya adalah tumpang<br />

tindih antara hak pengelolaan “adat” dan hak<br />

“negara” yang belum dapat diatasi, sehingga kawasan<br />

hutan “negara”, termasuk areal kerja konsesi hutan alam,<br />

terus “menyusut” menjadi hak “masyarakat tertentu”.<br />

Persoalan kepastian dan jaminan kawasan hutan tidak<br />

bisa diserahkan kepada unit usaha, sebab UM tidak<br />

mempunyai hak memiliki atas tanah hutan dan tidak<br />

mempunyai kewenangan hukum untuk mengatasinya.<br />

Tanah hutan tetap merupakan “aset” negara, sedangkan<br />

pemegang IUPHHK hanya berhak memanfaatkan<br />

kayu/hutan yang ada diatasnya saja dengan<br />

beberapa pembatasan. Upaya yang sedang dilakukan<br />

oleh pemerintah dalam menjamin kepastian kawasan<br />

adalah pembuatan tata ruang, pelaksanaan batas<br />

partisipatif, one map policy, pengukuhan kawasan<br />

hutan, “pemutihan hak tanah” dan penegakkan hukum.<br />

Namun usaha-usaha tersebut perlu akselerasi dan penjabaran<br />

yang tepat agar bisa efektif dalam pelaksanaannya<br />

dan dapat optimal pencapaiannya.<br />

2. Memiliki Nilai Ekonomi<br />

Sekalipun masih terdapat 269 unit usaha konsesi di tahun<br />

2015, namun diperkirakan hanya 60% yang aktif<br />

beroperasi. Sementara 40% selebihnya tidak berlanjut.<br />

Hal ini dikarenakan kegiatan pengusahaan hutan secara<br />

ekonomis tidak menguntungkan. Beberapa faktor<br />

yang menyebabkan kegiatan usaha ini terhenti beroperasi<br />

adalah biaya produksi yang terus meningkat,<br />

harga jual kayu bulat yang relatif stagnan, areal kerja<br />

yang bermasalah dan potensi hutan yang menurun.<br />

Terkait dengan meningkatnya biaya produksi kayu bulat<br />

pada hakekatnya sulit dihindari. Mengingat kondisi<br />

ekonomi politik dalam 3 tahun terakhir yang mencakup<br />

kenaikan Upah Minimum Regional (UMR) setiap<br />

tahun, kenaikan harga suku cadang dan barang penunjang<br />

produksi lainnya hampir setiap tahun akibat inflasi,<br />

dan kenaikan pungutan dari kegiatan administrasi.<br />

Kegiatan pengusahaan hutan yang tergolong bisnis<br />

dengan biaya ekonomi tinggi semakin sulit dikelola<br />

ketika pada sisi lain dihadapkan pada harga jual kayu<br />

bulat yang semakin rendah, konflik di areal kerja baik<br />

dengan perusahaan lain (tambang) dan hak-hak masyarakat<br />

lokal atas lahan. Termasuk kondisi iklim/cuaca<br />

yang tidak menentu.<br />

Dalam 15 tahun terakhir ada kecenderungan jika riap<br />

tumbuh hutan semakin kecil. Sehingga jatah tebang<br />

tahunan menurun dan berpengaruh negatif terhadap<br />

besarnya biaya produksi. Terlebih lagi kegiatan investasi<br />

dalam membangun hutan alam melalui penanaman<br />

jenis-jenis unggulan setempat tidak berjalan efektif<br />

atau kurang dilakukan karena biaya modal yang terbatas.<br />

Oleh karena itu, Dana Reboisasi (DR) yang sebelumnya<br />

ditempatkan sebagai Dana Jaminan Reboisasi<br />

(DJR) penting untuk dikembalikan fungsinya sebagai<br />

DJR, agar dapat membiayai kegiatan pembangunan<br />

hutan alam produksi.<br />

Pada sisi lain, harga jual kayu bulat dari hutan alam<br />

sangat tertekan akibat rendahnya efisiensi dan daya<br />

saing industri kayu pertukangan dalam negeri, sehingga<br />

tidak mampu membeli kayu bulat dengan standar<br />

harga internasional. Ada disparitas harga kayu bulat<br />

hutan alam antara harga internasional dengan domestik<br />

yang mencapai 100% dibanding harga internasional.<br />

Harga kayu bulat hutan alam internasional jauh lebih<br />

mahal dari pada harga domestik, namun tidak<br />

bisa dimanfaatkan karena ada pelarangan ekspor kayu<br />

bulat. Yang lebih ironis, harga jual kayu bulat yang<br />

rendah juga diperburuk dengan peredaran kayukayu<br />

bulat hutan alam yang ilegal. Dengan demikian<br />

adanya kebijakan yang dapat meningkatkan harga<br />

jual kayu bulat dari konsesi hutan alam akan sangat<br />

membantu meningkatkan kinerja konsesi hutan alam<br />

saat ini, yang pada gilirannya membantu kemampuan<br />

perusahaan untuk melaksanakan kegiatan pengelolaan<br />

hutan alamnya berdasarkan prinsip-prinsip kelestarian<br />

hutan.<br />

3. Fungsi menjaga lingkungan hidup.<br />

Sistem dan praktek pengelolaan hutan alam produk-<br />

4 LESTARI PAPERS: Peran <strong>HPH</strong> Dalam Menjaga Keberlanjutan WWW.LESTARI-INDONESIA.ORG<br />

Hutan Alam

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!