You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
Tradisi<br />
Tarian Jiwa<br />
di Batas Utara<br />
Bermula dari Sri Gerbang<br />
Pulai hingga Petak Seminai.<br />
Jatuh bangun berujung<br />
ragam prestasi.<br />
• Nur Fitriani yang berperan sebagai<br />
Sendayu. (foto: herman)<br />
Sudah 25 tahun keris sakti itu bersama<br />
Sendayu. Keduanya seumuran<br />
lantaran keluar dari rahim seorang<br />
ibu yang sama. Banyak sudah jawara<br />
menjajal kesaktian demi mencabut keris<br />
itu dari sarungnya. Tapi semuanya gagal.<br />
Wan Anum, dukun beranak yang<br />
juga seorang peramal memberitahu<br />
bahwa orang yang bisa mencabut keris<br />
itu dari sarungnya adalah seorang lelaki<br />
yang hatinya benar-benar bersih dan<br />
ikhlas dalam melakukan kebaikan.<br />
Anum tak paham gimana menggunakan<br />
keris itu dan dia juga tidak sadar<br />
bahwa sebenarnya, anak angkatnya<br />
bernama Syamsudin lah yang mampu<br />
mencabut keris tadi dari sarungnya<br />
meski Syamsudin adalah lelaki gagap<br />
dan bungkuk. Sejak kecil Syamsudin<br />
dirawat Anum. Kedua orang tuanya tak<br />
mau merawat Syamsudin lantaran<br />
malu anaknya cacat.<br />
Begitulah sekilas cuplikan<br />
drama bertajuk Keris Benyawo Buat<br />
Sendayu berdurasi 40 menit itu,<br />
yang kemudian menyabet juara<br />
II pada festival teater se provinsi<br />
Riau di Taman Budaya Pekanbaru<br />
dua bulan lalu. Waktu itu<br />
Sendayu diperankan oleh Nur<br />
Fitriani dan Syamsudin diperankan<br />
oleh Budiman.<br />
Adalah sanggar Petak Semai<br />
yang bermarkas di Wisma Afira, jalan<br />
Soekarno-Hatta Desa Teluk Rhu Kecamatan<br />
Rupat Utara yang menjadi jawara itu.<br />
“Kami berangkat 10 orang. Alhamdulillah<br />
kami mendapat juara II setelah Siak,”<br />
cerita Muhammad Apis, pimpinan sanggar<br />
itu saat berbincang dengan Negeri<br />
<strong>Junjungan</strong>, Selasa pekan lalu.<br />
Lelaki 32 tahun ini mengaku senang<br />
lantaran prestasi di kompetisi level<br />
yang sama, naik setingkat sejak Petak<br />
Semai lahir dua tahun lalu. Sebelumnya,<br />
penampilan mereka lewat teater<br />
berjudul Tahta Bertindih Dendam hanya<br />
menyabet juara III.<br />
Guru honorer yang mengajarkan Seni<br />
Budaya di SMK Perhotelan Rupat Utara<br />
ini kemudian<br />
“<br />
cerita panjang lebar tentang<br />
Yang diajarkan di<br />
sanggar ini tak lagi<br />
Joget Lambak dan<br />
Dendang Sayang.<br />
Tapi sudah teater,<br />
lawak, dongeng dan<br />
zapin api.<br />
sanggar<br />
yang dia pimpin<br />
itu. Tak terasa sudah 10 tahun sanggar<br />
ini bermetamorfosa. Bermula dari<br />
sanggar Sri Gerbang Pulai yang didirikan<br />
ayahnya, Muhammad Nur Yancik, pada<br />
2006 silam. Waktu itu, Nur Yancik yang<br />
memimpin langsung sanggar itu. Yang<br />
dilatih di sana baru dua macam; Joget<br />
Lambak dan Dendang Sayang.<br />
Kalau dimainkan, Joget Lambak<br />
beranggotakan 5 orang dan Dendang<br />
Sayang 4 orang. Ada yang<br />
berperan sebagai penari, ada<br />
pula menjadi penyanyi. Mereka<br />
yang berlatih di sanggar masih<br />
keluarga Nur Yancik. Ada yang<br />
dari kampung itu ada pula yang<br />
dari Tanjung Punak. Mereka berlatih<br />
di Wisma Afira, di pinggir<br />
Utara Selat Melaka.<br />
Sayang, sanggar yang cuma level<br />
kampung ini hanya bertahan tiga tahun.<br />
Persoalan yang paling mendasar yang<br />
30 • <strong>Edisi</strong> 03 • Tahun I/2016