Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
• Muhammad Apis memberikan arahan kepada anggota<br />
sanggar yang sedang latihan. (foto: herman)<br />
juga sebaliknya. Yang penting, kami<br />
musti latihan 4 kali seminggu. Itu<br />
wajib. Di semua cabang kami latihan.<br />
Termasuk artistik. Hanya saja kalau<br />
ada cabang yang akan dilombakan,<br />
porsi untuk cabang itu diperbanyak.<br />
Ada berapa banyak anggota sekarang?<br />
Saat ini ada 63 orang dari yang tadinya<br />
hanya 41 orang. April lalu kami<br />
baru saja melakukan rekrutmen. Untuk<br />
rekrutmen anggota, kami umumkan<br />
lewat brosur yang kami tempelkan<br />
di warung-warung, rumah makan<br />
dan sarana publik. Di brosur itu kami<br />
tuliskan bahwa mereka yang latihan<br />
akan diikutkan festival. Ini memancing<br />
semangat mereka untuk mendaftar.<br />
Dan memang benar, mereka kami<br />
ikutkan lomba.<br />
Anggota sanggarkan tidak semua<br />
anak sekolah. Tapi justru lebih banyak<br />
mereka yang sudah punya tanggungan.<br />
Ini seperti apa?<br />
Habis latihan kami selalu diskusi.<br />
Di sinilah muncul ragam keluhan.<br />
Semua keluhan itu kami carikan jalan<br />
keluarnya bersama. Termasuk soal<br />
pekerjaan. Mereka yang belum bekerja<br />
kami carikan pekerjaan. Alhamdulillah,<br />
dari 60 orang anggota, sudah 20 orang<br />
yang punya pekerjaan tetap. Khususnya<br />
mereka yang punya ijazah. Yang<br />
belum dapat pekerjaan tapi punya<br />
ijazah, kami sarankan untuk lapor ke<br />
humas. Sebab humas sanggar ini ada<br />
kok. Kami punya manajemen di sanggar.<br />
Lantas bagi yang tak punya ijazah,<br />
kami carikan pekerjaan di proyek<br />
pemerintah maupun swasta.<br />
Terus biaya operasional sanggar<br />
dari mana?<br />
Akomodasi kami berasal dari<br />
uang kas hasil urunan anggota. Tiap<br />
minggu anggota membayar Rp5000.<br />
Uang sebanyak itu untuk satu cabang.<br />
Kalau misalnya anggota latihan dua<br />
cabang, dia bayar Rp10 ribu. Tadinya<br />
iuran cuma Rp3000. Tapi setelah rapat<br />
bersama, banyak yang mengusulkan<br />
menjadi Rp5000.<br />
Selain untuk akomodasi, uang kas<br />
itu juga untuk biaya perawatan dan<br />
perbaikan alat-alat. Termasuk untuk<br />
bantuan kepada anggota yang sakit<br />
atau menikah. Kami sanggup mengeluarkan<br />
duit untuk membantu anggota<br />
di kisaran Rp1 juta hingga Rp 2juta.<br />
Kalau uang hadiah atau bayaran<br />
main itu kemana?<br />
Kami sudah sering diundang untuk<br />
main di pesta-pesta. Biasanya kami<br />
dibayar Rp500 ribu. Uang itu, Rp200<br />
ribu untuk . Sisanya dibagi. Kalau<br />
yang tampil kebetulan mereka yang<br />
belum bekerja, persentase untuk kas<br />
akan lebih kecil.<br />
Sanggarkan ikut juga festival<br />
dan tempatnya jauh. Kalau ndak ke<br />
Bengkalis, ke Pekanbaru. Dari mana<br />
sanggar dapat biaya untuk ini?<br />
Biasanya kalau diundang, biaya<br />
transport ditanggung panitia. Itu dibayarkan<br />
setelah kami beres ikut festival.<br />
Nah untuk berangkat kami cari pinjaman<br />
dulu. Nanti setelah dapat duit<br />
dari panitia, uang pinjaman itu kami<br />
ganti. Biasanya kami berangkat minimal<br />
10 orang. Tapi pernah hingga 21<br />
orang. Waktu itu ke Bengkalis. Biaya<br />
transport saja sudah Rp4 juta.<br />
Ada nggak latihan lain selain<br />
cabang yang ada di sanggar?<br />
Rupat Utara punya kesenian tradisi<br />
bernama Zikir Berarak. Lebih banyak<br />
berzikir dari pada memukul kompang.<br />
Kami sering latihan meski belum pernah<br />
tampil. Ayah saya yang meminta<br />
ini dilestarikan. Sebab ayah masih<br />
memegang teguh adat. Waktu saya<br />
menikah, zikir berarak ini dimainkan.<br />
Sampai kapan Anda bertahan di<br />
sanggar ini?<br />
Seni adalah dunia saya. Ini berarti<br />
saya akan terus mengembangkan dan<br />
melestarikan seni yang ada di sini<br />
sampai saya tak ada lagi. Saya sangat<br />
berharap teman-teman, adik-adik, mau<br />
meluangkan waktu untuk belajar seni,<br />
khususnya seni tradisi Rupat Utara.<br />
Sebab kalau bukan kita yang melestarikan,<br />
siapa lagi?<br />
Dan saya juga sangat berharap<br />
pemerintah mau ambil bagian di sanggar-sanggar<br />
seni yang ada. Bagi saya,<br />
seni tradisi menjadi salah satu benteng<br />
yang bisa mengempang pengaruh luar.<br />
Apa lagi Rupat Utara yang berbatasan<br />
langsung dengan Negara tetangga,<br />
Malaysia. •<br />
<strong>Edisi</strong> 03 • Tahun I/2016 •<br />
33