You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
PENSIUN MEMILIH BISNIS KULINER<br />
Disinggung kenapa untuk mengisi masa pensiun Kusnadi membuka restoran, pria yang suka mengajak anaknya ke toko buku<br />
ini menjelaskan bahwa ada 3 hal yang dibutuhkan manusia, pertama, pangan, kedua, kesehatan, ketiga, pendidikan. Kalau<br />
ketiga hal ini bisa dikelola maka akan menghasilkan.. Nah, ketika memasuki masa pensiun Kusnadi menghitung-hitung<br />
dirinya tidak mungkin hidup dalam hanya satu minggu, belum lagi untuk biaya sekolah anaknya di luar negeri. Walhasil, ia pun<br />
memilih terjun di bisnis kuliner. Di atas lahan yang luasnya hampir 10.000 meter persegi ia pun membuka restoran masakan<br />
Sunda, sesuai dengan tanah elahiran sang Istri yang orang Sunda. Maka, di tahun 2005 berdirilah Saung Sari Parahiyangan,<br />
dengan kapasitas pengunjung sebanyak 200 orang. “Saya tak buka cabang. Kalau punya dua restoran pasti ada dua masalah,<br />
belum lagi mengurus karyawannya,” tukas pria. kelahiran Lampung ini. Nama Saung Sari Parahiyangan dapat diartikan Saung<br />
itu artinya tempat duduk, kalau Sari Parahiyangan artinya pusatnya masakan Sunda, karena Sari itu bisa berarti inti atau<br />
pusat dan Parahiyangan jelas nama lain dari tanah Sunda. “Saya ingin mengembangkan lagi restoran ini, nantinya saya ingin<br />
bangun Joglo untuk pertemuan, pesta perkawinan, disewakan untuk acara-acara. Di sini pelanggan dari mana-mana, tak<br />
hanya dari Pondok Rangon. Menu favorit disini nasi timbel,” ujar bapak dari Nadia Ria Pratama (sulung), Muhamad Reza Adi<br />
Pratama (anak kedua), dan Jasmine Alexandria Putri Pratama (bungsu). Menurut Kusnadi, semua anaknya bisa berbahasa<br />
Inggris dan Indonesia. Sedang si sulung yang bersekolah di Jerman bisa bahasa Jerman, Inggis, Jepang, Indonesia. Anaknya di<br />
Jerman mengambil jurusan Desain Interior. Dijelaskan Kusnadi, menu spesial restorannya adalah masakan Sunda tapi juga<br />
menyediakan masakan seafood, buka mulai dari pukul 09.00-21.00 (Senin-Sabtu), dan hari Minggu hingga pukul 22.00. Saat<br />
ini ada 30 karyawan yang membantunya, dimana semua karyawannya telah dianggap sebagai eluarga besarnya sendiri,<br />
bahan beberapa karyawan dibuatkan semacam mess di belakang restorannya sebagai tempat tinggal mereka. Untuk menarik<br />
pelanggan Kusnadi tak pernah memasang iklan, semua hanya lewat omongan orang dari mulut ke mulut. Para pelanggannya<br />
yang puas akan bercerita epada orang lain, walhasil restorannya pun berkembang pesat. Dari yang awalnya hanya berdiri di<br />
atas lahan 600 meter persegi berkembang semakin luas menjadi 10.000 meter persegi. “Saya seperti air mengalir saja,”<br />
imbuh Kusnadi. Kusnadi sebenarnya memiliki baat berbisnis dari orangtuanya, dimana ayahandanya, S. Kardi, dulu<br />
merupakan pedagang di desanya, Pringsewu. Nampaknya dari sang ayah darah bisnis mengalir di dirinya. Kusnadi mengakui,<br />
dirinya berbisnis karena merasa tertantang untuk membiayai sekolah ke-6 adiknya. Karena, Kusnadi tak bisa hanya<br />
mengandalkan usaha orangtuanya untuk membayar sekolah adik-adiknya.