18.01.2018 Views

PENGEMBANGAN INOVASI BERBASIS PERKEBUNAN DI SULAWESI SELATAN

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

<strong>PENGEMBANGAN</strong> <strong>INOVASI</strong> <strong>BERBASIS</strong><br />

<strong>PERKEBUNAN</strong> <strong>DI</strong> <strong>SULAWESI</strong> <strong>SELATAN</strong><br />

Diterbitkan oleh<br />

BADAN PENELITIAN DAN <strong>PENGEMBANGAN</strong> DAERAH<br />

PROVINSI <strong>SULAWESI</strong> <strong>SELATAN</strong><br />

2016


<strong>PENGEMBANGAN</strong> <strong>INOVASI</strong> <strong>BERBASIS</strong><br />

<strong>PERKEBUNAN</strong> <strong>DI</strong> <strong>SULAWESI</strong> <strong>SELATAN</strong><br />

Tim Peneliti :<br />

Prof. Dr. Ir. Jermia Limbongan, MS<br />

Konsultan :<br />

Prof. Dr. Ir. Rahim Darma, MS<br />

Editor :<br />

Ir. Muh. Nurhakim Tangim, M.Si., Muslimin Hamid, S.Pt., M.Si., Dra. Hj.<br />

Rana Mirna, MM., Christin Soetjiati, STP., Ir. Zulhajji, Regina Marrung<br />

Kapu’padang, S.Sos., Ir. H. Wahyuddin Abduh, Dra. St. Rosmiati N,<br />

Dian Ramadhani Zulkarnain, S.Pt., Masayu Yuliana Mappasanda<br />

Diterbitkan Oleh :<br />

Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah<br />

Provinsi Sulawesi Selatan<br />

Cetakan Pertama Desember 2016<br />

Hak Cipta@2016<br />

Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah<br />

Provinsi Sulawesi Selatan<br />

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang<br />

Dilarang mengutip atau menyebarkan sebagian atau seluruh isi<br />

Buku ini tanpa izin tertulis dari penerbit<br />

ISBN : 978-979-716-120-0<br />

ii


KATA PENGANTAR<br />

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan Rahmat,<br />

Karunia dan Hidayah-Nya sehingga kegiatan penelitian “Pengembangan<br />

Inovasi Berbasis Perkebunan di Sulawesi Selatan” ini dapat terlaksana<br />

dengan baik.<br />

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan produksi dan<br />

produktivitas kakao yang ada di Sulawesi Selatan. Salah satu upaya<br />

pengembangan inovasi berbasis perkebunan khususnya kakao<br />

dilakukan dengan melakukan percepatan peningkatan produksi dan<br />

mutu biji kakao dengan pengembangan teknologi penyediaan bibit<br />

tanaman kakao unggul. Keberhasilan dalam pengembangan bibit kakao<br />

unggul ini akan mampu mendorong peningkatan produksi kakao secara<br />

berkelanjutan. Selanjutnya akan berdampak pada meningkatnya<br />

pendapatan, kesejahteraan, dan kemandirian masyarakat.<br />

Kegiatan ini dapat terlaksana berkat kerjasama Badan Penelitian<br />

dan Pengembangan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan dengan Balai<br />

Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan.<br />

Semoga kegiatan ini dapat memberikan sumbangsih dalam<br />

bidang perikanan, khususnya pembangunan usaha pembenihan<br />

rajungan di Provinsi Sulawesi Selatan.<br />

Makassar, Desember 2016<br />

Kepala Badan,<br />

Drs. MUHAMMAD FIRDA, M.Si<br />

Pangkat: Pembina Utama Madya<br />

NIP. 19631231 198803 1 132<br />

iii


ABSTRAK<br />

Kakao (Theobroma cacao L.) sebagai salah satu komoditas perkebunan<br />

menjadi komoditas primadona Sulawesi Selatan. Penggunaan klon<br />

unggul lokal sebagai sumber entres merupakan upaya peningkatan<br />

produksi dan produktivitas. Tujuan kegiatan penelitian ini adalah: 1)<br />

untuk menganalisis karakteristik penerapan inovasi teknologi produksi<br />

bibit unggul perkebunan kakao dan 2) untuk mengetahui peningkatan<br />

pengetahuan dan ketrampilan petani dalam mengadopsi inovasi<br />

teknologi produksi bibit unggul perkebunan kakao. Pengembangan<br />

inovasi berbasis perkebunan pengadaan bibit kakao unggul<br />

dilaksanakan di Kelompok Tani Harapanku I Kelurahan Batu Kecamatan<br />

Pituriase Kabupaten Sidrap sebagai salah satu sentra pengembangan<br />

kakao di Sulawesi Selatan. Pelaksanaan penelitian dimulai bulan Maret<br />

hingga Nopember 2016. Populasi petani peserta pengembangan inovasi<br />

terdiri dari satu kelompok tani yang beranggotakan 26 orang petani.<br />

Kegiatan pengembangan inovasi dilakukan melalui survei dan observasi<br />

lapang, penyuluhan, dan pelatihan. Data yang diperoleh kemudian<br />

ditabulasi dan dianalisis secara deskriptif abstrak untuk mengetahui<br />

respon petani terhadap teknologi yang diterapkan dan analisis statistik<br />

untuk mengetahui tingkat pertumbuhan bibit kakao sambung pucuk,<br />

serta tingkat kelayakan usahatani pembibitan kakao tahun pertama<br />

dianalisis dengan analisis biaya. Hasil pengembangan inovasi<br />

menunjukkan Kelompok Tani pelaksana kegiatan mempunyai respon<br />

yang dapat diketahui melalui tingkat pengetahuan dan keterampilan<br />

mencapai skor 8 (skala 10). Hasil teknologi sambung pucuk pada<br />

pembibitan tanaman kakao dengan entres unggul lokal pada keempat<br />

klon unggul tersebut tidak berbeda nyata ditinjau dari pertumbuhan<br />

tanaman. Kecamatan Pituriase Kabupaten Sidrap mempunyai potensi<br />

pengembangan bibit tanaman kakao sambung pucuk cukup besar, yaitu<br />

mencapai 557.000 bibit. Usaha pembibitan tanaman kakao layak untuk<br />

dikembangkan di Kecamatan Pituriase Kabupaten Sidrap. Adapun saran<br />

yang diberikan adalah perbanyakan bibit yang mampu dilakukan oleh<br />

petani dapat dimanfaatkan dalam peremajaan tanaman kakao unggul<br />

lokal khususnya di wilayah Kecamatan Pituriase Kabupaten Sidrap.<br />

Implikasi kebijakannya adalah 1) inovasi teknologi penyediaan bibit<br />

tanaman kakao sambung pucuk dengan klon kakao unggul lokal perlu<br />

dikembangkan untuk peremajaan tanaman kakao di lahan<br />

pengembangan kakao dan 2) program peremajaan tanaman<br />

perkebunan kakao berbasis kemandirian bibit pada masyarakat.<br />

Kata Kunci : Pengembangan, inovasi, perkebunan, kakao<br />

iv


ABSTRACT<br />

Cocoa (Theobroma cacao L.) as one of the best commodities in South<br />

Sulawesi.Using local superior clones as a source entres is an effort to<br />

increase the productivity and production. The aims of this research are:<br />

1) to analyze the characteristics of the application review innovation of<br />

seed production technology superior cocoa and 2) to determine the<br />

increase of knowledge and skills adopted of farmer about seed<br />

production technology innovation superior cocoa plantation. The<br />

development of innovation-based plantation cocoa seedlings superior<br />

implemented in group farmers Harapanku I Batu Village, Pituriase<br />

Subdistrict, Sidrap Regency as a cocoa development centers in South<br />

Sulawesi. Implementation of the research began in March 2016 up to<br />

November. Population Farmers Participants development innovation<br />

consists of a group of farmers who comprised 26 people. Innovation<br />

development activities performed survey and Field Observations,<br />

counseling, and training. Data obtained were tabulated and analyzed<br />

descriptively operates abstracts for review study the response of farmers<br />

against the applied technology and statistical analysis to determine<br />

growth rate review cocoa seedling grafting, as well as the feasibility level<br />

first year cocoa farming nurseries analyzed with analysis covers the<br />

cost. The results show the innovation development activities farmers<br />

group executive have responses what can be known through levels of<br />

knowledge and skills reach score 8 (of scale 10). The results technology<br />

plant nursery grafting cocoa the fourth entres local superior superior<br />

clones are not different real terms growth of plants. Subdistrict Pituriase<br />

Sidrap have development potential of the cocoa plant seedling grafting<br />

quite big, reaching 557 000 seedlings. Cocoa Plant Breeding worthy to<br />

review developed in Subdistrict Pituriase Sidrap. As for the advice that<br />

was provided is a multiplication of seeds done by farmers can be<br />

exploited Cocoa crop rejuvenation particularly in the Local Superior<br />

Subdistrict Area Pituriase Sidrap. Policy implication is 1) innovation<br />

technology cocoa grafting of cocoa clones with local excellence needs to<br />

be developed for review rejuvenation cocoa crop cocoa in land<br />

development and 2) the provision of plant seeds rejuvenation program<br />

crops based independence cocoa seedlings on society.<br />

Keywords: Development, innovation, plantations, cocoa<br />

v


DAFTAR ISI<br />

Halaman<br />

HALAMAN JUDUL .............................................................................. i<br />

SUSUNAN TIM PENELITI ................................................................. ii<br />

KATA PENGANTAR ........................................................................... iii<br />

ABSTRAK ........................................................................................... iv<br />

ABSTRACT ......................................................................................... v<br />

DAFTAR ISI ........................................................................................ vi<br />

DAFTAR TABEL ................................................................................. viii<br />

DAFTAR GAMBAR ............................................................................. ix<br />

DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................... x<br />

BAB I. PENDAHULUAN<br />

A. Latar Belakang ................................................................. 1<br />

B. Perumusan Masalah ...................................................... 4<br />

C. Tujuan Penelitian ............................................................ 5<br />

D. Manfaat Hasil Penelitian ................................................. 5<br />

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA<br />

A. Landasan Teori ................................................................ 6<br />

B. Kerangka Pemikiran......................................................... 8<br />

C. Definisi Operasional ………………………………………. 10<br />

BAB III. METODE PENELITIAN<br />

A. Pendekatan Penelitian ..................................................... 12<br />

B. Lokasi dan waktu ............................................................. 12<br />

C. Populasi dan Sampel Penelitian ..................................... 12<br />

D. Metode dan Instrumen Pengumpulan Data .................... 13<br />

E. Indikator/Parameter ......................................................... 13<br />

F. Model Analisis .................................................................. 14<br />

G. Etika Penelitian ................................................................ 14<br />

vi


Halaman<br />

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN<br />

A. Keadaan Umum Daerah Kecamatan Pituriase ............... 16<br />

B. Karakteristik Kelompok Tani ....................................... .... 20<br />

C. Respon petani ............................................................. .... 22<br />

D. Materi Pelatihan .......................................................... .... 23<br />

E. Peluang Usaha Pembibitan Tanaman Kakao ............ .... 27<br />

F. Pertumbuhan Bibit Tanaman Kakao Sambung Pucuk .... 28<br />

G. Analisis Usaha Pembibitan Tanaman Kakao ............. .... 29<br />

BAB V. KESIMPULAN, SARAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN<br />

A. Kesimpulan ................................................................... 32<br />

B. Saran ............................................................................. 32<br />

C. Implikasi Kebijakan ......................................................... 32<br />

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 33<br />

LAMPIRAN ......................................................................................... 36<br />

vii


DAFTAR TABEL<br />

Halaman<br />

1. Tabel 1. Kondisi Geografis Kecamatan Pituriase, 2016 ........... 29<br />

2. Tabel 2. Indikator Kependudukan Kecamatan Pituriase .......... 28<br />

3. Tabel 3. Banyaknya Petani yang Mengusahakan<br />

Komoditas Perkebunan di Kecamatan Pituriase ........ 22<br />

4. Tabel 4. Luas Panen dan Produksi Pertanian di Kec.<br />

Pituriase ...................................................................... 21<br />

5. Tabel 5. Karakteristik Kelompok Tani Pelaksana<br />

Penelitian .................................................................... 20<br />

6. Tabel 6. Identifikasi Petani Kakao di Kec. Pituriase ................. 19<br />

7. Tabel 7. Pengetahuan dan Keterampilan Penyediaan<br />

Bibit Kakao ...................................................................... 18<br />

8. Tabel 8. Pertumbuhan Bibit Tanaman Kakao Unggul<br />

Lokal ............................................................................ 17<br />

9. Tabel 9. Analisis Usahatani Pembibitan Tanaman Kakao ....... 16<br />

viii


DAFTAR GAMBAR<br />

Halaman<br />

1. Gambar 1. Kerangka Pikir Kegiatan Kakao .......................... 19<br />

2. Gambar 2. Teknologi Sambung Pucuk pada Tanaman<br />

Kakao. .................................................................. 25<br />

3. Gambar 3. Teknologi Sambung Samping (Side Graft)<br />

Tanaman Kakao .................................................. 26<br />

4. Gambar 4. Bibit Kakao Batang Bawah .................................. 39<br />

5. Gambar 5. Bibit Tanaman Kakao yang Sudah<br />

Disambung Pucuk ............................................... 40<br />

6. Gambar 6. Pelatihan Teknologi Sambung Pucuk pada<br />

Tanaman Kakao .................................................. 41<br />

7. Gambar 7. Bibit Tanaman Kakao Unggul Sambung Pucuk .. 42<br />

ix


DAFTAR LAMPIRAN<br />

Halaman<br />

1. Lampiran 1. Hasil Analisis Genstat Discovery 3 .............. 36<br />

2. Lampiran 2. Foto Kegiatan ............................................... 39<br />

x


BAB I. PENDAHULUAN<br />

A. Latar Belakang<br />

Perkebunan merupakan sub sektor pertanian yang mempunyai<br />

kontribusi terhadap pembangunan pertanian yang sangat besar,<br />

sebagian besar komoditas sub perkebunan adalah komoditas ekspor<br />

dan bernilai ekonomi tinggi. Komoditas perkebunan yang yang menjadi<br />

andalan sebagai sumber devisa adalah komoditas kakao, kelapa sawit,<br />

lada, fanili, dan sebagainya.<br />

Kakao (Theobroma cacao L.) sebagai salah satu komoditas<br />

perkebunan menjadi komoditas primadona Sulawesi Selatan. Sentra<br />

kakao terbesar berada di Pulau Sulawesi dengan produksi 523,1 ribu<br />

ton atau 67 % dari total produksi nasional. Luas pengembangan kakao<br />

di Sulawesi Selatan pada tahun 2014 mencapai 282.100 ha dengan<br />

tingkat produksi 149.860 ton. Sulawesi Selatan mampu<br />

menyumbangkan kebutuhan kakao nasional sebesar 22 % dari total<br />

produksi nasional sebesar 740.500 ton (BPS, 2013). Perusahaan besar<br />

yang bergerak di perkebunan kakao di Sulawesi Selatan mencapai 13<br />

perusahaan dan melibatkan tenaga kerja 3.397 orang. Produktivitas<br />

kakao yang dicapai di tingkat petani masih rendah yaitu 0,5-0,8 ton/ha<br />

dibandingkan potensi yang bisa dicapai sebesar 2-2,5 ton per ha. Hal ini<br />

berarti bahwa produktivitas kakao di daerah ini masih dapat<br />

ditingkatkan.<br />

Sekitar tahun 1980-an yang lalu merupakan awal<br />

pengembangan kakao di Sulawesi Selatan. Artinya bahwa ditinjau dari<br />

segi umur pertanaman kakao di di daerah ini sudah cukup tua sehingga<br />

kurang produktif. Hasil penelitian menunjukkan, tanaman kakao yang<br />

telah berusia 25 tahun produktivitasnya tinggal setengah dari potensi<br />

1


produksinya. Hal ini disebabkan karena pada tanaman kakao yang<br />

sudah relatif tua, tingkat intensitas serangan hama PBK dan penyakit<br />

VSD cukup tinggi yang menyebabkan penurunan produktivitas dan<br />

kualitas hasil tanaman secara nyata. Di satu pihak terjadi penurunan<br />

produksi dan kualitas di daerah ini, tetapi di pihak lain terdapat potensi<br />

bahan tanam unggul kakao lokal yang belum banyak dimanfaatkan<br />

sebagai sumber bibit unggul spesifik lokasi. Beberapa hasil pengujian<br />

klon unggul lokal yang ditanam di lahan petani di Sulsel dan Sulbar<br />

ternyata dapat menghasilkan 2 ton/ha (Anonimous, 2010)<br />

Penggunaan klon unggul lokal sebagai sumber entres merupakan<br />

upaya peningkatan produksi dan produktivitas, mencegah penyebaran<br />

hama penyakit dari daerah lain ke Sulawesi Selatan akibat impor bahan<br />

tanam dari luar. Bahan tanam tahan hama dan penyakit merupakan<br />

bagian dari komponen pengendalian jasad penganggu yang telah<br />

terbukti efektif mengendalikan berbagai kasus serangan hama dan<br />

penyakit tanaman (Panda dan Kush, 1995). Selain itu mengurangi biaya<br />

transportasi entres, memperkecil resiko kerusakan entres akibat<br />

pengangkutan jarak jauh, dan secara tidak langsung dapat membantu<br />

pengendalian hama/penyakit dengan menggunakan klon unggul lokal<br />

yang tahan terhadap hama dan penyakit tertentu.<br />

Kebun koleksi klon kakao unggul lokal dibuat untuk menyediakan<br />

bahan tanam atau sebagai sumber entris (Limbongan, 2014, 2015). Klon<br />

kakao unggul lokal tersebut memiliki keunggulan antara lain sudah<br />

beradaptasi dengan lokasi, produksi tinggi, dan hemat dalam<br />

transfortasi.<br />

Pada tahun 2009 melalui program Gernas Kakao dikucurkan<br />

dana sebesar Rp. 302 miliar. (Fajar, 2009 a ) dan dialokasikan pada 11<br />

kabupaten mulai dari Luwu Utara, Luwu Timur, Luwu, Enrekang,<br />

Soppeng, Sidrap, Wajo, Soppeng, Bone, Bantaeng, dan Bulukumba.<br />

2


Program ini melakukan kegiatan peremajaan, rehabilitasi, dan<br />

intensifikasi pada areal pengembangan kakao seluas 48.200 hektare<br />

yang terdiri dari 4.300 hektare untuk kegiatan peremajaan, 20.900<br />

hektare untuk kegiatan rehabilitasi kebun dan 23.700 hektare untuk<br />

kegiatan intensifikasi (Fajar, 2009 b ). Upaya ini diharapkan dapat<br />

meningkatkan produksi kakao Sulawesi Selatan menjadi tiga kali lipat<br />

(Metrotvnews Makassar, 2009), Namun upaya ini masih menemui<br />

berbagai permasalahan termasuk kekurangan bibit bermutu.<br />

Beberapa penelitian yang telah dilakukan misalnya menggali<br />

potensi klon unggul Sulawesi Selatan melalui identifikasi, dan<br />

karakterisasi telah menemukan sekitar 55 klon yang tersebar di 7<br />

wilayah Kabupaten yaitu Kabupate Bantaeng, Bulukumba, Sinjai, Bone,<br />

Luwu, Luwu Utara, dan Luwu Timur. Klon tersebut berpotensi untuk<br />

dijadikan sebagai sumber entries, namun belum mendapat sertifikasi<br />

(Limbongan, et al, 2013). Klon kakao yang sudah disertifikasi baru<br />

Sulawesi-1 dan Sulawesi-2. Beberapa lembaga penelitian pemerintah,<br />

perguruan tinggi, dan swasta juga telah melakukan berbagai upaya<br />

melalui penelitian antara lain penelitian perbanyakan bahan tanam,<br />

pemupukan dan pengendalian hama penyakit, pemangkasan,<br />

pengolahan hasil, serta penelitian kelembagaan pendukung<br />

pengembangan perkebunan kakao.<br />

Hasil penelitian yang telah diperoleh perlu disosialisasikan<br />

melalui kegiatan diseminasi dan pengembangan, sehingga peningkatan<br />

produksi dan mutu kakao akan dapat tercapai. Demikian juga petani<br />

belum banyak mengetahui berbagai potensi yang dimiliki dalam<br />

mengusahakan tanaman perkebunan kakao di daerah ini.<br />

Salah satu langkah pengembangan inovasi berbasis perkebunan<br />

kakao adalah yang dapat dilakukan untuk mempercepat peningkatan<br />

produksi dan mutu biji kakao adalah pengembangan teknologi<br />

3


penyediaan bibit tanaman kakao unggul menggunakan teknik<br />

perbanyakan vegetatif. Upaya ini sekaligus menjadi peluang yang baik<br />

bagi para pengusaha yang bergerak di bidang penangkaran benih untuk<br />

meningkatkan kapasitas usahanya. Ke depan, bisnis penangkaran benih<br />

mempunyai prospek yang baik seperti yang disimpulkan dari hasil<br />

penelitian Sophia et al. (2007), bahwa usaha perbenihan kakao memiliki<br />

daya tarik yang cukup besar mengingat perbandingan harga benih<br />

kakao dengan harga biji kakao kering adalah 20:1 sehingga dapat<br />

memberi pendapatan yang tinggi bagi petani.<br />

Sebagai akibat adanya perubahan jaringan distribusi bahan<br />

tanam dari satu daerah ke daerah lain juga akan sangat memperkuat<br />

Sistem Inovasi Daerah (SIDa) karena berkembangnya teknologi spesifik<br />

lokasi yang ada di setiap daerah pengembangan akan dapat<br />

memperkuat Master Plan Percepatan Pembangunan Ekonomi<br />

Indonesia (MP3EI) Koridor IV Sulawesi Selatan.<br />

B. Perumusan Masalah<br />

Permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan komoditas<br />

kakao meliputi:<br />

1. Bagaimana karakteristik penerapan inovasi teknologi produksi bibit<br />

unggul perkebunan kakao?<br />

2. Bagaimana tingkat pengetahuan dan keterampilan petani dalam<br />

mengadopsi inovasi teknologi produksi bibit unggul perkebunan<br />

kakao?<br />

4


C. Tujuan Penelitian<br />

Tujuan kegiatan penelitian ini adalah:<br />

1. Untuk menganalisis karakteristik penerapan inovasi teknologi<br />

produksi bibit unggul perkebunan kakao.<br />

2. Untuk mengetahui peningkatan pengetahuan dan ketrampilan<br />

petani dalam mengadopsi inovasi teknologi produksi bibit unggul<br />

perkebunan kakao.<br />

D. Manfaat Penelitian<br />

Penelitian tersebut dapat memberikan manfaat, sebagai berikut;<br />

1. Informasi data karakteristik penerapan inovasi teknologi produksi<br />

bibit unggul perkebunan kakao.<br />

2. Peningkatan pengetahuan dan ketrampilan petani dalam<br />

mengadopsi inovasi teknologi produksi bibit unggul perkebunan<br />

kakao.<br />

5


BAB II. TINJAUAN PUSTAKA<br />

A. Landasan Teori<br />

Upaya pelestarian klon kakao unggul dapat dilakukan melalui<br />

pembangunan kebun entres yang dapat digunakan sebagai sumber<br />

bahan tanam, bahkan mendorong dibangunnya bank gen pada<br />

beberapa wilayah pengembangan. Pembuatan kebun entres merupakan<br />

cara terbaik untuk memenuhi kebutuhan bahan tanam terutama entres<br />

yang digunakan untuk merehabilitasi tanaman kakao baik melalui<br />

penyambungan (grafting), okulasi (budding), stek (cutting), bahkan<br />

somatic embriogenesis. Kebun entres adalah kebun yang disiapkan<br />

khusus untuk menghasilkan entres bahkan dapat dijadikan sebagai<br />

kebun koleksi klon-klon unggul kakao terpilih. Produk kebun entres<br />

adalah cabang plagiotrop yang digunakan untuk perbanyakan bibit<br />

kakao sambung samping, sambung pucuk, okulasi, setek, bahkan<br />

perbanyakan tanaman secara somatic embryogenesis (Limbongan,<br />

2011).<br />

Penyediaan entres sebagai bahan tanam dalam perbanyakan<br />

bibit melalui sambung pucuk maupun sambung samping memerlukan<br />

pohon induk. Guna membangun koleksi pohon induk dapat dilakukan<br />

penanaman klon kakao unggul terkonsentrasi dalam satu lokasi,<br />

sehingga dapat dikontrol akan ketersediaan bahan entres. Limbongan,<br />

et al., (2014), melaporkan bahwa pembuatan kebun koleksi klon kakao<br />

unggul diperlukan kondisi agroekosistem yang sesuai. Koleksi klon<br />

kakao unggul lokal yang dilakukan antara lain, GTB, M-01, M-04, M06,<br />

AP, Kambala, Jakumba, S-1, dan S-2. Membangun kebun koleksi kakao<br />

unggul lokal dalam tahun pertama memerlukan biaya investasi sebesar<br />

Rp. 28.367.500,-.<br />

6


Pengembangan komoditas kakao sudah dilakukan sekitar tiga<br />

puluhan tahun yang lalu, berarti bahwa pertanaman kakao dilihat dari<br />

segi umur telah tua sehingga kurang produktif.Hasil penelitian<br />

menunjukkan, tanaman kakao yang telah berusia 25 tahun<br />

produktivitasnya tinggal setengah dari potensi produksinya. Hal ini<br />

disebabkan karena pada tanaman kakao yang sudah relatif tua, tingkat<br />

intensitas serangan hama PBK dan penyakit VSD cukup tinggi yang<br />

menyebabkan penurunan produktivitas dan kualitas hasil tanaman<br />

secara nyata. Selain itu bahan tanam unggul kakao lokal belum banyak<br />

dimanfaatkan sebagai sumber bibit unggul spesifik lokasi, padahal<br />

beberapa hasil pengujian klon unggullokal yang ditanam di lahan petani<br />

di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat ternyata dapat menghasilkan 2<br />

ton/ha (Anonimous, 2010).<br />

Penggunaan klon unggul lokal sebagai sumber entres<br />

merupakan upaya peningkatan produksi dan produktivitas, mencegah<br />

penyebaran hama penyakit dari daerah lain ke Sulawesi Selatan akibat<br />

impor bahan tanam dari luar. Bahan tanam tahan hama dan penyakit<br />

merupakan bagian dari komponen pengendalian jasad penganggu yang<br />

telah terbukti efektif mengendalikan berbagai kasus serangan hama dan<br />

penyakit tanaman (Panda dan Kush, 1995). Selain itu mengurangi biaya<br />

transportasi entres, memperkecil resiko kerusakan entres akibat<br />

pengangkutan jarak jauh, dan secara tidak langsung dapat membantu<br />

pengendalian hama/penyakit dengan menggunakan klon unggul lokal<br />

yang tahan terhadap hama dan penyakit tertentu.<br />

Peremajaan tanaman kakao memerlukan bibit tanaman<br />

sambung pucuk. Bibit sambung pucuk untuk mempertahankan klon<br />

unggul pada induk yaang diambil sebagai sumber entris. Media tumbuh<br />

bibit kakao yang terbaik adalah terdiri dari perbandingan tanah, kompos<br />

1:1 (Limbongan, 2011). Adapun tanaman kakao yang baru ditanam<br />

7


memerlukan pemupukan dasar kompos 2 kg/tanaman, 0,02 kg Urea,<br />

0,05 kg per tanaman.<br />

B. Kerangka Pemikiran<br />

Kakao merupakan komoditas perkebunan unggulan bernilai<br />

ekonomi tinggi di Sulawesi Selatan. Komoditas ini termasuk komoditas<br />

ekspor, sehingga menjadi sumber devisa bagi negara. Secara nasional<br />

komoditas kakao merupakan salah satu program unggulan dalam<br />

program percepatan pembangunan ekonomi di koridor ekonomi 4<br />

melalui program Master Plan Percepatan Pembangunan Ekonomi<br />

Indonesia (MP3EI). Namun saat ini produksi yang dicapai masih rendah<br />

yang disebabkan oleh rendahnya mutu bibit yang digunakan, bahan<br />

tanam berasal dari bibit asalan, tanaman sudah tua dan rusak. Kondisi<br />

ini dapat diperbaiki melalui peremajaan dan rehabilitasi tanaman kakao<br />

dengan menggunakan sumber bahan tanam klon kakao unggul hasil<br />

perbanyakan sambung pucuk maupun sambung samping (Gambar 1).<br />

Pemerintah Pusat/Provinsi/Kabupaten/Kota memfasilitasi dalam<br />

pengembangan perkebunan kakao rakyat maupun swasta. Peningkatan<br />

pengembangan inovasi teknologi perkebunan pemerintah perlu<br />

melibatkan lembaga penelitian negara/Perguruan Tinggi/swasta.<br />

Tenaga peneliti dan penyuluh diberdayakan dalam penelitian,<br />

penyuluhan, dan magang guna meningkatkan pengetahuan,<br />

ketrampilan, sikap, dan perilaku petani kakao. Sehingga apabila<br />

teknologi secara teknis dapat dilakukan dan secara sosial dapat diterima<br />

masyarakat dan secara ekonomi menguntungkan, maka penerapan<br />

teknologi akan mempengaruhi peningkatan produktivitas yang<br />

berdampak pada peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani.<br />

Sehingga kondisi ini dijadikan suatu rekomendasi teknologi untuk<br />

8


mendukung pengembangan perkebunan kakao yang difasilitasi oleh<br />

pemerintah.<br />

Pemerintah<br />

Propinsi/Kabupaten<br />

/Kota<br />

Sentra Pengembangan Kakao,<br />

Perkebunan Rakyat/ Swasta<br />

Lembaga Penelitian<br />

Negara (LPN)/Perguruan<br />

Tinggi/Swasta<br />

Pengembangan<br />

inovasi<br />

Penelitian/Penyuluhan/<br />

Pelatihan/Magang<br />

Tenaga<br />

Peneliti/Penyuluh<br />

Peningkatan<br />

Pengetahuan/Sikap/Perilaku<br />

Peningkatan Penerapan<br />

Teknologi<br />

Peningkatan Produktivitas<br />

dan mutu Kakao<br />

Secara Teknis<br />

dapat dilakukan<br />

dan sosial diterima<br />

Peningkatan<br />

Pendapatan/<br />

Kesejahteraan<br />

Petani<br />

Rekomendasi Teknologi dan<br />

Kebijakan<br />

Gambar 1.Kerangka Pikir Kegiatan Kakao, 2016.<br />

9


C. Definisi Operasional<br />

1. Pengembangan : Upaya ekstensifikasi dan intensifikasi dengan<br />

aplikasi teknologi di lahan petani dan melibatkan mereka dalam<br />

upaya peningkatan produksi dan kualitas hasil tanaman.<br />

2. Tanaman Kakao : tanaman perkebunan Kakao merupakan tanaman<br />

tahunan (perennial) berbentuk pohon, di alam dapat mencapai<br />

ketinggian 10 m. Meskipun demikian, dalam pembudidayaan<br />

tingginya dibuat tidak lebih dari 5 m tetapi dengan tajuk<br />

menyamping yang meluas. Hal ini dilakukan untuk memperbanyak<br />

cabang produktif.<br />

3. Inovasi : suatu hasil penemuan baru dalam memperbaiki<br />

pengelolaan untuk menghasilkan produksi dengan teknis yang lebih<br />

baik.<br />

4. Perkebunan : suatu komoditas perkebunan yang dikelola sebagai<br />

tanaman yang diusahakan untuk memperoleh hasil produksi.<br />

5. Klon Unggul Lokal : tanaman yang memiliki keunggulan produksi,<br />

kualitas hasil dan daya adaptasi yang tingi, tahan hama penyakit dan<br />

toleran terhadap perubahan iklim di sekitar daerah<br />

pengembangannya.<br />

6. Hama Penyakit Tanaman : organisma pengganggu tanaman yang<br />

mengakibatkan kerugian karena terjadi penurunan hasil/prodduksi.<br />

7. Perbanyakan vegetatif : teknik perbanyakan tanaman dengan<br />

metode sambung pucuk, sambung samping, cangkok, okulasi, dan<br />

somatic embryogenesis (SE).<br />

8. Sambung pucuk : teknologi perbanyakan vegetatif dengan<br />

menggunakan bibit tanaman batang bawah yang disambung dengan<br />

entris klon unggul sebagai batang atas dan memiliki sifat unggul.<br />

10


9. Entris : sebuah batang yang mempunyai mata tunas dan<br />

dipersiapkan untuk disambungkan pada bibit atau tanaman tua<br />

sebagai calon batang atas yang mempunyai sifat unggul.<br />

11


BAB III. METODE PENELITIAN<br />

A. Pendekatan Penelitian<br />

Pendekatan penelitian dengan analisis kuantitatif. Analisis<br />

kuantitatif dimaksudkan ada tidaknya perbedaan nilai antara perlakuan<br />

yang diteliti (Istijanto, 2010). Data kuantitatif dapat disebut data berupa<br />

angka dalam arti yang sebenarnya yang mana dibagi menjadi dua yakni<br />

data interval dan rasio (Singgih Santoso dan Fandy Tjiptono, 2002).<br />

Berdasarkan Tujuan penelitian dan manfaat dari penelitian, maka untuk<br />

menguji hipotesis pada pada Tujuan penelitian digunakan metode<br />

analisis statistik.<br />

Peralatan dan bahan yang digunakan untuk kegiatan ini terdiri<br />

bahan habis pakai dan tidak habis pakai. Bahan-bahan yang digunakan<br />

dalam penelitiaan ini antara lain; green house (rumah palstik), bibit<br />

kakao, entris, media tumbuh, pupuk, plastik okulasi, pisau okulasi,<br />

gunting, dll.<br />

B. Lokasi dan Waktu Penelitian<br />

Pengembangan inovasi berbasis perkebunan pengadaan bibit<br />

kakao unggul dilaksanakan di Kelompok Tani Harapanku I Keluaraha<br />

Batu Kecamatan Pituriase Kabupaten Sidrap sebagai salah satu sentra<br />

pengembangan kakao di Sulawesi Selatan. Pelaksanaan penelitian<br />

dimulai bulan Maret hingga Nopember 2016.<br />

C. Populasi dan Sampel Penelitian<br />

Populasi petani peserta pengembangan inovasi terdiri dari satu<br />

kelompok tani yang berada pada Kelompok Tani Harapanku I Kelurahan<br />

Batu Kecamatan Pituriase di Kabupaten Sidrap. Kelompok Tani tersebut<br />

beranggotakan 26 orang petani.<br />

12


Anggota kelompok tani tersebut dilakukan penyuluhan dan<br />

pelatihan dalam penyediaan bahan tanam melalui pembibitan dengan<br />

teknologi sambung pucuk menggunakan klon kakao unggul lokal.<br />

Penyediaan bahan tanam tersebut digunakan dalam peremajaan<br />

tanaman kakao.<br />

D. Metode dan Intrumen Pengumpulan Data<br />

Kegiatan pengembangan inovasi dilakukan melalui Survei dan<br />

abservasi lapang, penyuluhan, dan pelatihan. Pelaksanaan pelatihan<br />

mengundang petani anggota kelompok tani Harapanku I di Kecamatan<br />

Pituriase, Kabupaten Sidrap. Materi penyuluhan dan pelatihan<br />

ditekankan pada penyediaan bahan tanam melalui perbanyakan<br />

vegetatif melalui sambung pucuk dengan klon kakao unggul. Hasil yang<br />

diperoleh dari kegiatan penelitian ini berupa data dan informasi<br />

penerapan teknologi perbanyakan bahan tanam, pengelolaan tanaman<br />

kakao, kinerja kelembagaan, respon petani terhadap pelaksanaan<br />

pelatihan. Hasil penelitian ini juga berguna bagi para peneliti untuk<br />

mengetahui tingkat penerapan teknologi dan umpan balik dari petani<br />

kakao.<br />

E. Indikator/Parameter<br />

Indikator/parameter yang akan diamati meliputi;<br />

1. Pertumbuhan bibit sambung pucuk<br />

a. Pertambahan tinggi tanaman (cm)<br />

b. Pertambahan jumlah daun (helai)<br />

c. Pertambahan diameter batang (mm)<br />

d. Pertambahan lebar kanopi (cm)<br />

e. Lebar daun (mm)<br />

f. Panjang Daun (mm)<br />

13


g. Warna daun muda atau pucuk<br />

h. Warna daun sudah tua<br />

2. Biaya Pembibitan Tanaman Kakao Klon Unggul Lokal<br />

a. Biaya bahan<br />

b. Biaya tenaga kerja penyambungan dan pemeliharaan<br />

3. Karakteristik dan Respon Petani/Kelembagaan Petani<br />

a. Identitas petani dan kelembagaan petani<br />

b. Pengetahuan pembibitan tanaman kakao unggul<br />

c. Ketrampilan pembibitan tanaman kakao unggul<br />

d. Peluang pengembangan usaha<br />

F. Model Analisis<br />

Data yang sudah terkumpul dari kegiatan ini kemudian ditabulasi<br />

dan dianalisis secara deskriptif abstrak untuk mengetahui respon petani<br />

terhadap teknologi yang diterapkan dan analisis statistik untuk<br />

mengetahui tingkat pertumbuhan bibit kakao sambung pucuk, serta<br />

tingkat kelayakan usahatani pembibitan kakao tahun pertama dianalisis<br />

dengan analisis biaya.<br />

G. Etika Penelitian<br />

Pelaksanaan kegiatan penelitian ini memperhatikan 4 hal prinsip<br />

dasar etika penelitian, yaitu; menghargai keterlibatan orang dalam<br />

penelitian ini, memberikan manfaat, tidak membahayakan subyek<br />

penelitian, dan keadilan. Sehingga untuk mengurangi ketidak efisien<br />

pelaksanaan kegiatan ini, maka dilakukan;<br />

1. Desain penelitian disesuaikan dengan tujuan.<br />

2. Mengklasifikasi kriteria inklusi dan ekslusi yang baik sesuai dengan<br />

tujuan penelitian.<br />

14


3. Mengidentifikasi upaya untuk mengurangi bahaya terhadap subyek<br />

dan obyek penelitian.<br />

4. Membebaskan dari keuntungan yang bersifat pribadi.<br />

5. Menyediakan sarana dan prasarana untuk mengurangi akibat buruk<br />

setelah penelitian selesai.<br />

15


BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN<br />

A. Keadaan Umum Daerah Kecamatan Pituriase<br />

Kecamatan Pitu Riase merupakan salah satu kecamatan di<br />

Kabupaten Sidenreng Rappang, yang terletak antara 3°48’20” - 3°52’10”<br />

Lintang Selatan dan 119°44’26” - 119°48’59” Bujur Timur dengan batasbatas<br />

sebagai berikut: sebelah utara: Kabupaten Enrekang dan<br />

Kabupaten Luwu, sebelah timur: Kabupaten Wajo, sebelah selatan:<br />

Kecamatan Dua Pitue, sebelah barat: Kabupaten Enrekang dan<br />

Kecamatan Dua Pitue. Luas wilayah Kecamatan Pitu Riase tercatat<br />

844,77 km² atau 44,85 persen dari luas wilayah Kabupaten Sidenreng<br />

Rappang, yang terbagi dalam 11 desa dan 1 kelurahan.<br />

Secara umum, lahan di Kecamatan Pitu Riase lebih banyak lahan<br />

tanah kering (seperti tegalan, pekarangan, perkebunan, hutan dan lainlain)<br />

dibanding lahan sawah. Luas lahan sawah tahun 2015 hanya<br />

sebesar 3.569,09 Ha atau sekitar 5,65 persen dari luas lahan (Tabel 1).<br />

Tabel 1. Kondisi Geografis Kecamatan Pituriase, 2016.<br />

No Uraian Keterangan<br />

1<br />

2<br />

3<br />

4<br />

5<br />

6<br />

7<br />

8<br />

Luas Wilayah<br />

Kelurahan/Desa<br />

Ketinggian<br />

Hari Hujan<br />

Curh Hujan<br />

Luas Lahan<br />

Luas Lahan Sawah<br />

Luas Lahan Kering<br />

84.770 ha<br />

1/11<br />

59 mdpl<br />

177 hari/thn<br />

2.180 mm<br />

63.144,55 ha<br />

3.569,09 ha<br />

59.575,46 ha<br />

Sumber : BPS Kecamatan Pituriase, 2016.<br />

Secara administrasi pemerintahan, Kecamatan Pitu Riase yang<br />

beribukota di Batu menaungi 12 desa/kelurahan yaitu: Bola-bolu, Botto,<br />

Bila Riase, Lagading, Batu, Compong, Tana Toro, Leppangeng, Lombo,<br />

Dengeng-Dengeng, Buntu Buangin, dan Belawae dengan jumlah Satuan<br />

16


Lingkungan Setempat (SLS) sebanyak 7 lingkungan, 54 dusun, 96<br />

RW/RK dan 169 RT (Tabel 2).<br />

Tabel 2. Indikator kependudukan Kecamatan Pituriase, 2016.<br />

No<br />

1<br />

2<br />

3<br />

4<br />

Uraian<br />

Jumlah Penduduk<br />

(jiwa)<br />

Kepadatan<br />

Penduduk<br />

(jiwa/km2)<br />

Sex Ratio (L/P) (%)<br />

Jumlah Rumah<br />

Tangga<br />

Keterangaan<br />

2013 2014 2016<br />

20.937 21.455 21.987<br />

24,78 25,34 26,03<br />

100,89 101,23 101,62<br />

4.983 5.106 5.236<br />

Rataan<br />

21.460<br />

25,38<br />

101,25<br />

5.108<br />

Sumber : BPS Kecamatan Pituriase, 2016.<br />

Jumlah Pegawai di Kecamatan Pitu Riase tahun 2015 sebanyak<br />

120 orang yang terdiri dari 102 pegawai laki-laki dan 18 pegawai<br />

perempuan. Adapun tiga instansi yang memiliki jumlah pegawai<br />

terbanyak antara lain: Kantor Camat dengan jumlah pegawai sebanyak<br />

21orang, Polsek dan Ranting Pengairan dengan pegawai masingmasing<br />

sebanyak 17 orang.<br />

Jumlah kelompok tani di Kecamatan Pitu Riase tahun 2015<br />

sebanyak 122 kelompok. Beberapa desa/kelurahan yang memiliki<br />

kelompok tani terbanyak diantaranya: Desa Tana Toro sebanyak 15<br />

kelompok, Desa Leppangeng dan Desa Lombo masingmasing sebanyak<br />

14 kelompok.<br />

Jumlah penduduk Kecamatan Pitu Riase tahun 2015 mencapai<br />

21.987 jiwa yang terdiri dari 11.082 jiwa penduduk laki-laki dan 10.905<br />

jiwa penduduk perempuan. Jika dilihat menurut kepadatan penduduk,<br />

Desa Botto merupakan desa terpadat dengan kepadatan penduduk<br />

mencapai 154 jiwa/km 2 , disusul dengan Desa Bola-Bulu dan Desa Bila<br />

17


Riase dengan kepadatan penduduk masing-masing mencapai 105<br />

jiwa/Km2 dan 52 jiwa/km 2 .<br />

Secara umum jumlah penduduk lakilaki lebih besar dibandingkan<br />

jumlah penduduk penduduk. Hal ini ditunjukkan oleh Sex Ratio yang<br />

merupakan perbandingan antara jumlah penduduk laki-laki dan<br />

penduduk perempuan di suatu wilayah pada suatu waktu tertentu. Pada<br />

tahun 2015, Sex Ratio penduduk Kecamatan Pitu Riase sebesar 101,62.<br />

Artinya, dalam setiap 100 penduduk perempuan, terdapat sekitar 102<br />

penduduk laki-laki.<br />

Tenaga kerja adalah modal bagi geraknya roda pembangunan.<br />

Jumlah dan komposisi tenaga kerja akan terus mengalami perubahan<br />

seiring dengan berlangsungnya proses transformasi ekonomi. Adapun<br />

alokasi rumah tangga yang bekerja pada subsektor perkebunan<br />

disajikan pada Tabel 3.<br />

Tabel 3. Banyaknya petani yang mengusahakan komoditas<br />

perkebunan di Kecamatan Pituriase, 2016.<br />

No Jenis Tanaman Jumlah Petani (KK)<br />

1<br />

2<br />

3<br />

4<br />

5<br />

6<br />

7<br />

8<br />

Kelapa<br />

Kakao<br />

Jambu Mente<br />

Kopi<br />

Kemiri<br />

Panili<br />

Lada<br />

Cengkeh<br />

314<br />

3.510<br />

66<br />

577<br />

706<br />

8<br />

148<br />

1.898<br />

Jumlah 7.227<br />

Sumber : BPS Kecamatan Pituriase, 2016.<br />

Kecamatan Pitu Riase merupakan salah satu kecamatan di<br />

Kabupaten Sidrap yang sebagian wilayahnya berupa pegunungan.<br />

Kondisi tersebut memberikan keuntungan bagi masyarakat terutama<br />

untuk mengusahakan tanaman perkebunan. Pada tahun 2015 jumlah<br />

petani yang mengusahakan tanaman perkebunan di Kecamatan Pitu<br />

18


Riase tercatat sebanyak 7.227 KK. Kakao merupakan tanaman<br />

perkebunan yang paling banyak diusahakan oleh petani yaitu sebanyak<br />

3.510 KK atau sekitar 48,57 persen dari seluruh petani yang<br />

mengusahakan tanaman perkebunan, disusul cengkeh yang diusahakan<br />

oleh sebanyak 1.898 KK dan kemiri yang diusahakan oleh sebanyak<br />

706 KK.<br />

Sektor pertanian merupakan penyokong utama perekonomian<br />

Kecamatan Pitu Riase. Oleh karena itu, perkembangan sektor pertanian<br />

yang tercermin dalam perkembangan produksi pertanian sangat<br />

berpengaruh terhadap perekonomian masyarakat. Adapun luas panen<br />

dan produksi pertanian di Kecamatan Pituriase disajikan pada Tabel 4.<br />

No<br />

1<br />

2<br />

3<br />

4<br />

5<br />

6<br />

Tabel 4. Luas Panen dan Produksi Pertanian di Kecamatan<br />

Pituriase, 2016.<br />

Komoditas<br />

Luas Panen (Ha)<br />

Produksi (ton)<br />

2014 2015 Rataan 2014 2015 Rataan<br />

Kelapa 5.431 5.489 5.450 30.198 31.921 31.060<br />

Jagung 650 369 510 3.980 1.997 2.989<br />

Kemiri 441 441 441 238 238 238<br />

Jambu 453 453 453 256 256 256<br />

Mente 1.545 1.545 1.545 440 440 440<br />

Cengkeh 3.651 3.635 3.643 3.305 3.330 3.318<br />

Kakao<br />

Sumber : BPS Kecamatan Pituriase, 2016.<br />

Produksi padi di Kecamatan Pitu Riase pada tahun 2015<br />

mencapai 31.921,14 ton atau meningkat sebesar 5,71 persen<br />

dibandingkan tahun sebelumnya, dimana produksi padi tahun 2014<br />

mencapai 30.197,76 ton. Sebaliknya, tanaman jagung mengalami<br />

penurunan dari 3.979,95 ton menjadi 1.997,00 ton atau menurun<br />

sebesar 49,82 persen.<br />

Selain tanaman bahan makanan, Kecamatan Pitu Riase juga<br />

dikenal penghasil tanaman perkebunan. Beberapa komoditas utama<br />

19


perkebunan antara lain: kakao, cengkeh, jambu mente dan kemiri.<br />

Produksi keempat komoditas tersebut pada tahun 2015 masing-masing<br />

mencapai 3.329,60 ton, 440,34 ton, 256,17 ton dan 238,12 ton.<br />

B. Karakteristik Kelompok Tani/Petani Kakao<br />

Kelembagaan petani yang berperan dalam pelaksaanaan kegiatan<br />

ini adalah Kelompok Tani Harapanku I. Adapun secara terinci<br />

karakteristik kelompok tani disajikan pada Tabel 5.<br />

Tabel 5. Karakteristik Kelompok Tani Pelaksana Penelitian, 2016.<br />

No Uraian Keterangaan<br />

1 Nama Kelompok Tani Harapanku I<br />

2 Ketua Lasada<br />

3 Desa Batu<br />

4 Kecamatan Pituriase<br />

5 Kabupaten Sidrap Sidrap<br />

6 Koordinat 3 o 45’ 25” LS, 120 o 3’ 55” BT<br />

7 Elevasi 139 m dpl<br />

8 Jumlah Anggota 26 petani<br />

9 Luas 37 ha<br />

Sumber : Analisis Data Primer.<br />

Kelompok tani Harapanku I dijadikan sebagai peserta kegiatan ini<br />

memiliki anggota kelompok sebanyak 26 orang dan memiliki lahan<br />

seluas 37 ha. Jenis usahataninya sebagian besar tanaman perkebunan<br />

misalnya kakao, kopi, dan hortikultura terutama buah-buahan. Iklim di<br />

daerah tersebut dicirikan dengan curah hujan termasuk daerah lahan<br />

kering dataran rendah dengan elevasi 189 m di atas permukaan laut<br />

(dpl) dan curah hujan rata-rata sebesar hujan 1.585 mm per tahun.<br />

Topografi lahan bergelombang sampai berbukit dengan vegetasi<br />

tanaman perkebunan dan hortikultura dan sebagian ditumbuhi rumput.<br />

Pelaksanaan kegiatan ini dilakukan pada Kelompok tani<br />

Harapanku I di Desa Batu Kecamatan Pituriase Kabupaten Sidraap..<br />

Adapun identitas petani kakao disajikan pada Tabel 6.<br />

20


Tabel 6. Identitas Petani Kakao di Kecamatan Pituriase, 2016<br />

No Uraian Kisaran Rataan<br />

1<br />

2<br />

3<br />

20 – 63<br />

0 – 15<br />

43,56<br />

7,32<br />

4<br />

5<br />

6<br />

7<br />

8<br />

Umur (tahun)<br />

Pendidikan (tahun)<br />

Anggota Keluarga<br />

a. Laki-laki (jiwa)<br />

b. Perempuan<br />

Membantu Dalam Usahatani<br />

(jiwa)<br />

a. Laki-laki<br />

b. Perempuan<br />

Pengamalan<br />

(tahun)<br />

Penguasaan lahan (ha)<br />

Penanaman kakao<br />

Jarak tempat tinggal (km)<br />

a. Tempat usahatani<br />

b. Jalan raya<br />

c. Toko tani<br />

d. BPP<br />

Berusahatani<br />

Sumber : Analisis Data Primer, 2016.<br />

0 – 5<br />

0 – 5<br />

0 – 3<br />

0 – 4<br />

2 - 25<br />

0,35 – 2,5<br />

0,1 – 0,5<br />

1,2 – 2,5<br />

19,2 – 20,5<br />

1,0 – 2,3<br />

5 – 5,3<br />

2<br />

2<br />

2<br />

1<br />

12,81<br />

1,10<br />

0,24<br />

1,87<br />

19,87<br />

1,85<br />

5,85<br />

Karakteristik petani peserta kegiatan ini (Tabel 6) sebagian besar<br />

masih berada pada umur produktif, pendidikan sebagian besar SLTP<br />

dan SLTA. Ada keseimbangan antara anggota keluarga laki-laki dan<br />

perempuan yaitu masing-masing 2 orang per keluarga. Kondisi tersebut<br />

merupakan suatu daya dukung yang potensial untuk<br />

pengelolaan<br />

usahatani ke depan. Untuk mencapai hasil usahatani yang optimal maka<br />

keberadaan dan kemampuan sumberdaya manusia tersebut dapat<br />

ditingkatkan melalui pelatihan dan pendampingan teknologi spesifik<br />

lokasi dengan tetap mempertimbangkan potensi lahan, iklim dan kondisi<br />

social ekonomi masyarakat setempat. Oleh karena itu diharapkan<br />

melalui kegiatan pengembangan inovasi berbasis perkebunan kakao,<br />

maka akan terjadi peningkatan produksi dan kualitas hasil perkebunan<br />

yang pada gilirannya meningkatkan pendapatan petani.<br />

21


C. Respon Petani<br />

Respon petani dalam pelaksanaan inovasi teknologi penyediaan<br />

bibit melalui perbanyakan vegetatif sambung pucuk memberikan<br />

pengetahuan dan ketrampilannya. Tingkat pengetahuan dan ketrampilan<br />

petani mengalami perubahan setelah petani memperoleh informasi baru<br />

yang barkaitan dengan peningkatan ketrampilan. Informasi yang<br />

diperoleh petani melalui kegiatan pengembangan inovasi sambung<br />

pucuk di lokasi kelompok tani berdomisi. Adapun tingkat pengetahuan<br />

dan ketrampilan petani kakao sebagai tersaji dalam Tabel 7.<br />

N<br />

o<br />

Tabel 7. Pengetahuan dan Keterampilan Penyediaan Bibit Kakao,<br />

2016.<br />

Petani (kelompok umur, Rataan Penguasaan<br />

tahun)<br />

(skore 1-10)<br />

Uraian<br />

20 31 46 56 20 31 46 56<br />

Jm<br />

Jm<br />

- - - < - - - <<br />

l<br />

l<br />

30 45 55<br />

30 45 55<br />

1 Pengetahuan tentang:<br />

a. Penyediaan Media<br />

Tanam<br />

b. Penanaman bibit<br />

batang bawah<br />

c. Penyediaan entris<br />

d. Penyambungan/Sam<br />

bung pucuk<br />

e. Pemeliharaan bibit<br />

kakao<br />

2 Ketrampilan tentang :<br />

a. Teknik sambung<br />

pucuk<br />

b. Teknik pengenalan<br />

entris<br />

c. Teknik Pemeliharaan<br />

tanaman<br />

5<br />

5<br />

3<br />

3<br />

5<br />

12<br />

12<br />

7<br />

7<br />

12<br />

6<br />

6<br />

1<br />

1<br />

6<br />

3<br />

3<br />

0<br />

0<br />

3<br />

26<br />

26<br />

11<br />

11<br />

Rataan 20 8<br />

3<br />

2<br />

4<br />

7<br />

7<br />

11<br />

-<br />

-<br />

3<br />

Rataan 12 8<br />

Sumber : Analisis Data Primer, 2016.<br />

Hasil pengamatan yang dilakukan terhadap aktivitas petani<br />

responden selama kegiatan ini dilakukan dapat dilihat pada Tabel 7.<br />

Rataan petani yang telah memperoleh pengetahuan tentang sambung<br />

pucuk pada komponen penyediaan media tanam, penanaman bibit<br />

-<br />

-<br />

1<br />

26<br />

10<br />

9<br />

18<br />

7<br />

7<br />

7<br />

7<br />

7<br />

7<br />

7<br />

8<br />

9<br />

9<br />

8<br />

8<br />

9<br />

8<br />

8<br />

9<br />

7<br />

7<br />

7<br />

7<br />

7<br />

-<br />

-<br />

7<br />

6<br />

6<br />

-<br />

-<br />

6<br />

-<br />

-<br />

7<br />

8<br />

8<br />

8<br />

8<br />

8<br />

8<br />

8<br />

9<br />

22


atang bawah, penyediaan entris, penyambungan atau sambung pucuk,<br />

dan pemeliharaan bibit kakao. Petani pada kelompok umur 31-45 tahun<br />

mempunyai jumlah yang lebih banyak dalam mengetahui tentang<br />

teknologi penyediaan bahan tanam kakao sambung pucuk. Demikian<br />

juga skore penguasaan teknologi perbanyakan sambung pucuk<br />

kelompok umur 31-45 tahun mempunyai skore yang lebih baik pada<br />

penyediaan media tanam dan penyediaan bibit batang bawah.<br />

Petani di Kelompok Tani Harapanku I Kelurahan Batu Kecamatan<br />

yang mempunyai ketrampilan dalam teknik sambung pucuk baru 10<br />

orang petani dengan tingkat penguasaan teknik sambung pucuk<br />

mencapai skor 8. Sedangkan ketrampilan petani dalam pengenalan<br />

entris tanaman kakao yang unggul sebanyak 9 petani dengan tingkat<br />

penguasaan teknik skor 8. Demikian juga dalam ketrampilan teknik<br />

pemeliharaan bibit yang sudah disambung pucuk mencapai 18 petani<br />

atau setara 69 %. Skor penguasaan ketrampilan dalam pemeliharaan<br />

bibit tanaman kakao mencapai skore 8.<br />

D. Materi Pelatihan<br />

Materi pelatihan dalam rangka pelaksanaan pengembangan<br />

pengembangan inovasi perkebunan kakao adalah penyediaan bahan<br />

tanam atau pembibitan dengan klon kakao unggul. Adapun penekanan<br />

dalam pelatihan tersebut meliputi; teknologi sumbung pucuk dan<br />

teknologi sambung samping. Penjelasan teknologi tersebut diuraiakan<br />

sebagai berikut :<br />

Sambung Pucuk<br />

Penanaman ini sesuai dengan bentuk pemotongan batang<br />

bawah yang dibuat sumbing di batang bawah, dan baji pada batang<br />

atas. Cara in tampaknya mudah dilakukan, sehingga sering menjadi<br />

pilihan bagi penyambung pemula. Cara ini juga jadi pilihan yang baik<br />

23


digunakan untuk spesies tanaman yang mudah membentuk kallus.<br />

Caranya: pilih bagian lurus batang bawah, jika mungkin diameter yang<br />

sama dengan batang atas yang sudah ada. Jika ragu tentang<br />

kecocokkannya, mulai dengan memilih batang bawah yang kelihatannya<br />

sedikit lebih tipis dari batang atas. Urutan pelaksanaan sebagai berikut:<br />

potong batang bawah secara melintang dan bandingkan lingkar<br />

batangnya dengan batang atas, perhatikan diameter kayunya<br />

bandingkan dengan total diameter kayu dan kulit. Seterusnya lakukan<br />

pemotongan batang bawah hingga ada kecocokan dengan batang atas.<br />

Selanjutnya, buat potongan lurus di tengah lingkaran batang bawah<br />

dengan ke kedalaman tiga sampai empat kali dari diameter batang atas.<br />

Cobalah untuk memotong bukannya membagi kayu. Jika kayu<br />

cenderung mudah pecah, cobalah gunakan pisau tipis, dan gerakan<br />

mengiris miring sambil memotong, bukan memaksakan pisau memecah<br />

kayu karena ada beberapa jenis kayu keras yang mudah pecah potong<br />

batang atas miring berbentuk baji panjang. Masukkan sebagian dari<br />

irisan baji ke dalam celah batang bawah, sisakan permukaan potongan<br />

kelihatan semi elips di atas permukaan potongan batang bawah. Area<br />

tersebut dimaksudkan untuk menghasilkan kallus untuk membantu<br />

penyatuan batang atas dengan permukaan potongan batang bawah.<br />

Sejajarkan lidah batang atas dalam celah batang bawah sehingga<br />

lapisan kambium keduanya bertemu. Jika diameter batang atas tidak<br />

sama dengan batang bawah, maka pertemuan lapisan kambium<br />

dilakukan pada satu sisi dan secara hati-hati memasukkannya kedalam<br />

celah batang bawah ikat sambungan dengan erat, dan pertahankan<br />

posisi batang atas pada batang bawah. Pengikatan lebih mudah<br />

dilakukan mulai dari bagian atas sambungan dan terus ke bawah.<br />

Lindungi tunas yang tumbuh dari kekeringan dengan menutupinya<br />

24


menggunakan plastik transparan. Plastik bisa dibuka setelah tunas<br />

mulai tumbuh besar, yaitu sekitar 3 minggu. (Gambar 2).<br />

Gambar 2. Teknologi Sambung Pucuk pada Tanaman Kakao, 2016.<br />

Sambung Samping<br />

Sambung samping merupakan teknik sambungan yang<br />

digunakan ketika batang bawah lebih besar dari batang atasnya. Teknik<br />

ini umumnya digunakan untuk tanaman seperti tumbuhan runjung,<br />

kakao, yang tidak menghendaki pemangkasan rendah batang bawah<br />

pada posisi yang sesuai dengan ukuran batang atas.<br />

25


Pilih batang bawah yang memiliki permukaan kulit yang mulus,<br />

dan lurus. Buat potongan pada batang bawah sedalam 3-5 mm,<br />

mendatar, miring kebawah sekitar 30 derajat. Pada jarak 2-5 cm di atas<br />

potongan pertama dibuat lagi potongan yang rata tetapi tidak terlalu<br />

dalam hingga bertemu dengan potongan pertama (Gambar 2).<br />

Gambar 3.<br />

Teknologi Sambung Samping (Side Graft) Tanaman<br />

Kakao, 2016.<br />

26


Kedalaman potongan kedua sedemikian rupa, sehingga lebar<br />

potongan dari batang bawah sedikit lebih kecil dari diameter batang<br />

atas. Periksa jarak relatif dari kulit ke kulit pada potongan batang bawah<br />

dan pada potongan batang atas, dan sesuaikan kedalaman potongan<br />

pada batang bawah seperlunya. Buatkan potongan lidah pada lokasi<br />

sekitar pertengahan potongan pertama pada batang bawah.<br />

Siapkan batang atas dengan dipotong miring pada satu sisi tidak<br />

lebih dari setengah diameter batang atas. Bandingkan panjang<br />

permukaan potongan batang bawah dan batang atas, dan kemudian<br />

sesuaikan panjang dan lebar potongan serta kemiringannya dimulai dari<br />

sisi kulit pada bagian dasar potongan batang atas.<br />

Buatkan lidah (jika diinginkan) pada sepertiga bagian dari ujung bawah<br />

permukaan potongan pertama, dorong batang atas ke tempatnya, dan<br />

pertemukan lapisan kambium pada setidaknya satu sisi. Bungkus, dan<br />

tutup tunas hijau dengan kantong plastik terbalik, atau plastik kecil di<br />

satu sisi.<br />

Sambung samping telah menunjukkan hasil yang sangat baik<br />

pada tanaman kakao dan telah diterapkan oleh petani kakao di berbagai<br />

daerah pengembangan kakao di Indonesia. Dengan teknik ini, tanaman<br />

kakao yang sudah tua berumur puluhan tahun dan sudah tidak produktif<br />

lagi dapat digunakan sebagai batang bawah disambung dengan batang<br />

atas yang diambil dari klon unggul. Hasilnya berupa tanaman baru,<br />

kelihatan mudah kembali dan berbuah lebih cepat serta produksinya<br />

tidak kalah dengan tanaman kakao yang ditanam baru.<br />

E. Peluang Usaha Pembibitan Tanaman Kakao<br />

Peluang usaha pembibitan kakao di Kecamatan Pituriase cukup<br />

besar ditinjau dari segi ketersediaan lahan yang sesuai untuk<br />

pertumbuhan kakao. Dari luas lahan sebesar 84.477 ha sudah terdapat<br />

27


pertanaman kakao seluas 3.736,06 ha, dan lahan potensial yang dapat<br />

dikembangkan untuk tanaman kakao seluas 557 Ha. Diperkirakan<br />

kebutuhan bibit tanaman kakao sebanyak 557.000 bibit tanaman kakao<br />

unggul dan untuk areal seluas dan dari tahun ke tahun kebutuhan bibit<br />

tersebut akan meningkat tergantung dari animo masyarakat terhadap<br />

komoditas tersebut. Perlu ditambahan juga bahwa teknologi sambung<br />

pucuk yang dikembangkan di daerah ini dapat juga diterapkan pada<br />

komoditas lainnya selain tanaman kopi dan kakao misalnya untuk<br />

tanaman buah-buahan seperti jeruk, mangga, dan rambutan yang juga<br />

merupakan peluang usaha yang dapat meningkatkan pendapatan<br />

masyarakat setempat.<br />

F. Pertumbuhan Bibit Tanaman Kakao Sambung Pucuk<br />

Tanaman kakao yang diperbanyak secara vegetatif melalui<br />

sambung pucuk. Hal ini sebagai teknologi sambung pucuk untuk<br />

memperbaiki kualitas bahan tanam kakao. Adapun pertumbuhan bibit<br />

tanaman kakao yang dilakukan sambung pucuk adalah disajikan pada<br />

Tabel 8.<br />

No<br />

Tabel 8. Pertumbuhan bibit tanaman kakao unggul lokal, 2016.<br />

Parameter<br />

Klon Unggul Lokal<br />

S-1 S-2 MCC-01<br />

MCC-<br />

02<br />

lsd 5<br />

1 Tinggi Tanaman 64,30 a 61,80 a 63,40 a 62,40 a 6,45<br />

(cm)<br />

2 Lebar Kanopi 24,10 a 24,20 a 21,10 a 24,90 a 4,73<br />

(cm)<br />

3 Diameter Batang 0,59 a 0,60 a 0,60 a 0,58 a 0,05<br />

(mm)<br />

4 Jumlah Daun 16,10 a 16,10 a 14,80 a 16,00 a 3,12<br />

(helai)<br />

5 Lebar daun (mm) 6,30 6,27 6,32 6,30 -<br />

6 Panjang daun 13,40 13,41 13,40 13,39 -<br />

(mm)<br />

%<br />

28


7 Warna daun Merah merah merah merah -<br />

muda<br />

8 Warna daun tua Hijau Hijau Hijau tua Hijau -<br />

tua agak tua<br />

9. Persentase<br />

60 60 60 60 60<br />

sambung jadi<br />

Keterangan: Huruf yang Sama pada Kolom yang Sama Menunjukkan Tidak Berbeda<br />

Nyata dengan Uji Duncans Taraf 5 %.<br />

Sumber : Pengamatan Lapang, 2016.<br />

Kondisi bibit tanaman kakao yang digunakan dalam kegiatan ini<br />

dapat dilihat pada Tabel 8. Di mana rata-rata tinggi tanaman antara<br />

61,80 – 64,30 Cm dengan lebar kanopi 21,10 – 24,90 Cm, serta<br />

diameter batang antara 0,58 – 0,60 cm. Jumlah daun berkisar antara<br />

14,80 – 16,10 helai. Namun demikian hasilnya signifikan pada taraf<br />

kepercayaan 95 %. Pada umumnya warna daun masih muda semuanya<br />

warna merah dan pada saat daun sudah tua berwarna hijau sampai<br />

warna hijau tua. Hasil percobaan sambung pucuk yang dilakukan di<br />

rumah plastik menunjukkan persentase sambungan jadi yang dicapai<br />

petani pada saat kegiatan baru dimulai hanya 60 % dan setelah melalui<br />

pendampingan selama 2 bulan bisa meningkat hingga 80 % artinya dari<br />

100 tanaman yang disambung dapat berhasil sebanyak 80 tanaman.<br />

G. Analisis Usaha Pembibitan Tanaman Kakao<br />

Pembibitan tanaman kakao melalui sambung pucuk dapat menjadi<br />

jenis usaha yang mampu memberikan manfaatkan secara ekonomi.<br />

Apabila usaha pembibitan dengan skala 10.000 bibit dapat memberikan<br />

nilai pendapatan Rp. 23.575.000/tahun atau disajikan pada Tabel 9.<br />

Tabel 9. Analisis Usaha Pembibitan Tanaman Kakao, 2016.<br />

Harga satuan<br />

No Uraian Volume<br />

(Rp/unit)<br />

1 Biaya Bahan<br />

a. Polibag<br />

b. Tanah<br />

100 paket<br />

2 m3<br />

8.000<br />

50.000<br />

Jumlah (Rp)<br />

800.000<br />

100.000<br />

29


c. Pupuk<br />

organik/kand<br />

ang<br />

d. Plastik<br />

okulasi<br />

e. Plastik<br />

penutup<br />

okulasi<br />

f. Entris<br />

2 Penyusutan<br />

rumah bibit<br />

3 Penyusutan<br />

peralatan<br />

4 Biaya<br />

Penyambungan<br />

5 Biaya<br />

Pemeliharaan<br />

Jumlah<br />

(1+2+3+4+5)<br />

6 Produksi Bibit<br />

500 kg<br />

5 roll<br />

100 paket<br />

3.500 entris<br />

1.000<br />

25.000<br />

1.500<br />

500<br />

500.000<br />

125.000<br />

150.000<br />

1.750.00<br />

1 paket 3.000.000 3.000.000<br />

1 paket 250.000 250.000<br />

10.000<br />

750 750.000<br />

sampuc<br />

12 bulan 750.000 9.000.000<br />

16.425.000<br />

10.000 bibit - -<br />

Kakao<br />

7 Penerimaan 10.000 bibit 4.000 40.000.000<br />

8 Pendapatan 23.575.000<br />

9 R/C 2,44<br />

Sumber : Analisis Data Primer Petani Penangkar Noling, 2016.<br />

Hasil analisis usaha pembibitan kakao yang ada pada Tabel 9,<br />

penyediaan bahan habis pakai mulai dari bahan polibag, tanah, pupuk<br />

organik/kandang, plastik okulasi, plastik penutup, dan entris mencapai<br />

Rp. 3.425.000/10.000 bibit okulasi/tahun. Sedangkan penyusutan rumah<br />

pembibitan mencapai Rp. 3.000.000/tahun. Demikian juga penyusutan<br />

peralatan seperti, pisau okulasi, gunting stek, tembor, dan pompa air<br />

mencapai Rp. 250.000/tahun. Biaya penyambungan dari 10.000 bibit<br />

mencapai Rp. 750.000 sambung jadi, yang berarti setiap sambungan<br />

jadi biayanya mencapai Rp. 750/sambung jadi. Mulai dari persemaian<br />

benih sampai tanaman siap jual atau siap tanam memerlukan<br />

pemeliharaan seperti penyiraman, pemberian pupuk, dan pengendalian<br />

30


hama penyakit memerlukan biaya Rp. 9.000.000/ tahun. Total biaya<br />

untuk menghasilkan bibit tanaman kakao unggul sambung pucuk<br />

mencapai Rp. 16.425.000/10.000 bibit/tahun.<br />

Bibit tanaman kakao unggul sambung pucuk siap dijual dengan<br />

harga pada tingkat penangkar diambil ditempat adalah Rp. 4.000/bibit.<br />

Dengan demikian usaha bibit tanaman kakao unggul sambung pucuk<br />

dalam satu tahun pada usaha 10.000 bibit mencapai Rp.<br />

40.000.000/tahun. Apabila jumlah penerimaan ini dikurangi dengan total<br />

biaya, maka pendapatan penangkar 10.000 bibit kakao unggul<br />

mencapai Rp. 23.575.000/tahun dengan tingkat R/C 2,44.<br />

31


BAB V. KESIMPULAN, SARAN, DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN<br />

A. Kesimpulan<br />

Petani, Kelompok Tani pelaksana kegiatan mempunyai respon<br />

yang dapat diketahui melalui tingkat pengetahuan dan ketrampilan<br />

mencapai skor 8 (skala 10). Walaupun kuantitas petani semuanya<br />

petani mampu melakukan dengan terampil. Hasil teknologi sambung<br />

pucuk pada pembibitan tanaman kakao dengan entres unggul lokal<br />

pada keempat klon unggul tersebut tidak berbeda nyata ditinjau dari<br />

pertumbuhaan tanaman. Kecamatan Pitiriase Kabupaten Sidrap<br />

mempunyai potensi pengembanagan bibit tanaman kakao sambung<br />

pucuk cukup besar, yakni mencapai 557.000 bibit. Usaha pembibitan<br />

tanaman kakao layak untuk dikembangkan di Kecamatan Pituriase<br />

Kabupaten Sidrap.<br />

B. Saran<br />

Berdasarkan uraian dan kesimpulan, maka disarankan<br />

perbanyakan bibit yang mampu dilakukan oleh petani dapat<br />

dimanfaatkan dalam peremajaaan tanaman kakao unggul lokal<br />

khususnya di wilayah Kecamatan Pituriase Kabupaten Sidrap.<br />

C. Implikasi Kebijakan<br />

Implikasi kebijakan yang perlu diambil dalam pengembangan<br />

inovasi berbasis perkebunan kakao ini sebagai berikut:<br />

1) Inovasi teknologi penyediaan bibit tanaman kakao sambung pucuk<br />

dengan klon kakao unggul lokal perlu dikembangkan untuk<br />

peremajaan tanaman kakao di lahan pengembangan kakao.<br />

2) Program peremajaan tanaman perkebunan kakao berbasis<br />

kemandirian bibit pada masyarakat.<br />

32


DAFTAR PUSTAKA<br />

Anonimous, 2010..http // pengawasbenihtanaman. blogspot.com, Rabu<br />

10 Februari 2010.<br />

Anshary Alam. 2002. Potensi Klon Kkao Tahan Penggerek Buah<br />

Conopomorpha cramerella dalam Pengendalian Hama<br />

Terpadu. Risalah Simposium Nasional Penelitian PHT<br />

Perkebunan Rakyat, Bogor 17-18 September 2002. Halaman<br />

179-186.<br />

Badan Pusat Statistik. 2013. Indonesia dalam angka tahun 2012. BPS.<br />

Dinas Perkebunan Sulawesi Selatan, 2011. Statistik Perkebunan Tahun<br />

2010. Dinas Perkebunan Sulawesi Selatan.<br />

Fakultas Pertanian UNTAD, 2008. Gerakan Pengingkatan Produksi dan<br />

Mutu Kakao Nasional. http//www.untad.ac.id/faperta, tanggal<br />

29 Oktober 2008.<br />

Harian Fajar. 2009 a . Proyek Besar Yang Tersembunyi.. Harian Fajar,<br />

Senin 24 Agustus 2009 halaman 8.<br />

Harian Fajar. 2009 b . Panggar Setujui Anggaran Revitalisasi Kakao Rp.<br />

1 T. Harian Fajar, Jumat 24 Oktober 2009 halaman 2.<br />

Istijanto OEI. 2010. RISET SUMBERDAYA MANUSIA. Cara praktis<br />

mengukur Stres, Kepuasan Kerja, Komitmen, Loyalitas, Motivasi<br />

Kerja dan Aspek-Aspek Kerja Karyawan Lainnya.Cetakan<br />

keempat.Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama.<br />

Laode<br />

Asrul , 2004. Seleksi dan Karakterisasi Morfologi Tanaman<br />

Kakao Harapan Tahan Penggerek Buah Kakao<br />

(Conopomorpha cramerella Snell.).J. Sains & Teknologi,<br />

Desember 2004, Vol.4 No.3: 109-122.<br />

Lembaga Riset Perkebunan Indonesia, 2008.<br />

Menerapkan Teknik.<br />

Indonesia Berhasil<br />

Embriogenesis Somatik Pada Kakao Skala Komersial. Warta Penelitian<br />

dan Pengembangan Pertanian. Vo 30 No.1. Halaman 19.<br />

33


Limbongan, J. 2011. Kesiapan penerapan teknologi sambung samping<br />

(side-cleft-grafting) untuk mendukung program rehabilitasi<br />

tanaman kakao. Jurnal Penelitian dan Pengembangan<br />

Pertanian Vol 30 (4) :156-163.<br />

. 2012. Karakteristik morfologis dan anatomis klon harapan<br />

tahan hama penggerek buah kakao sebagai sumber bahan<br />

tanam. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 31<br />

(1).18 halaman.<br />

, Sahardi, F.Djufry, A. B. Lompengan, Sunanto, 2013.<br />

Identifikasi beberapa klon kakao unggul lokal sebagai sumber<br />

bahan tanam untuk mendukung pengadaan bibit unggul di<br />

Sulawesi Selatan.Laporan Kerjasama Konsorsium riset kakao<br />

di Koridor IV (Sulawesi Selatan).<br />

, F. Djufry, Sahardi, N. Lade, dan Sunanto.2014.Penelitian<br />

Koleksi Klon Kakao Unggul Lokal Sulawesi Selatan.Laporan<br />

Kerjasama BPTP Sulawesi Selatan dan Balitbangda Prov.<br />

Sulsel.<br />

Metronews Makassar, 2009. Kakao Sulsel Disukai di Eropa.<br />

Metronews.com, Makassar Sabtu, 29 Agustus 2009.<br />

Panda, N. and G.S. Khush. 1995. Host Plant Resistance to Insects. 1st<br />

Edt. CAB International, International Rice Research Institute,<br />

Manila.<br />

Roger Sterm, A. Gillian, Ric Coe, and W. Buysse. 2001. Using Genstat<br />

for windows 5 th edition in agricultural and experimental biology.<br />

ICRAF Nairobi, Kenya. 204 hal.<br />

Singgih Santoso dan Fandy Tjiptono. 2002. Riset Pemasaran. Konsep<br />

dan Aplikasi dengan SPSS.Jakarta: Penerbit PT. Elex Media<br />

Komputindo. Kelompok Gramedia.<br />

Sophia D.F., Pudji Rahardjo. 2007. Prospek Usaha Perbenihan Kakao.<br />

Warta Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. Vol. 23<br />

No. 2. Halaman 62-70.<br />

Suhendi D. 2008. Rehabilitasi Tanaman Kakao: Tinjauan Potensi,<br />

Permasalahan, dan Rehabilitasi Tanaman Kakao Di Desa<br />

Primatani Tonggolobibi. Prosiding Seminar Nasional<br />

34


Pengembangan Inovasi Lahan Marginal. Pusat Penelitian Kopi<br />

Dan Kakao Indonesia Hal. 335-346.<br />

Suryani D., dan Zulfebriasyah. 2007. Komodiktas Kakao : Potret dan<br />

Peluang Pembiayaan. Economic Riview, No. 210, Desember<br />

2007.9 halaman.<br />

Tjatjo, A., A. Baharuddin, dan Laode Asrul, 2008. Keragaman Morfologi<br />

Buah Kakao Harapan Tahan Hama Penggerek Buah Kakao Di<br />

Sulawesi Selatan Dan Sulawesi Barat .Jurnal Agrisistem, Juni<br />

2008, Vol. 4 No. 1 .Halaman 37-43.<br />

35


Lampiran 1: Hasil Analisis Genstat Discovery 3.<br />

***** Analysis of variance *****<br />

Variate: Tinggi<br />

Source of variation d.f. s.s. m.s. v.r.<br />

F pr.<br />

block stratum<br />

Klon_Kakao 3 36.48 12.16 0.24<br />

0.867<br />

Residual 36 1818.50 50.51<br />

Total 39 1854.97<br />

* MESSAGE: the following units have large residuals.<br />

block 12 -18.8 s.e. 6.7<br />

***** Tables of effects and residuals *****<br />

Variate: Tinggi<br />

***** Tables of means *****<br />

Variate: Tinggi<br />

Grand mean 63.0<br />

Klon_Kakao MCC-01 MCC-02 S1 S2<br />

63.4 62.4 64.3 61.8<br />

*** Standard errors of means ***<br />

Table<br />

Klon_Kakao<br />

rep. 10<br />

d.f. 36<br />

e.s.e. 2.25<br />

*** Standard errors of differences of means ***<br />

Table<br />

Klon_Kakao<br />

rep. 10<br />

d.f. 36<br />

s.e.d. 3.18<br />

*** Least significant differences of means (5% level) ***<br />

Table<br />

Klon_Kakao<br />

rep. 10<br />

d.f. 36<br />

l.s.d. 6.45<br />

***** Analysis of variance *****<br />

Variate: Lebar Kanopi<br />

Source of variation d.f. s.s. m.s. v.r.<br />

F pr.<br />

block stratum<br />

Klon_Kakao 3 85.47 28.49 1.05<br />

0.382<br />

Residual 36 976.30 27.12<br />

Total 39 1061.77<br />

***** Tables of means *****<br />

Variate: Lebar Kanopi<br />

Grand mean 23.57<br />

Klon_Kakao MCC-01 MCC-02 S1 S2<br />

36


21.10 24.20 24.10 24.90<br />

*** Standard errors of means ***<br />

Table<br />

Klon_Kakao<br />

rep. 10<br />

d.f. 36<br />

e.s.e. 1.647<br />

*** Standard errors of differences of means ***<br />

Table<br />

Klon_Kakao<br />

rep. 10<br />

d.f. 36<br />

s.e.d. 2.329<br />

*** Least significant differences of means (5% level) ***<br />

Table<br />

Klon_Kakao<br />

rep. 10<br />

d.f. 36<br />

l.s.d. 4.723<br />

***** Analysis of variance *****<br />

Variate: diameter<br />

Source of variation d.f. s.s. m.s. v.r.<br />

F pr.<br />

blok stratum<br />

klon 3 0.004808 0.001603 0.58<br />

0.631<br />

Residual 36 0.099130 0.002754<br />

Total 39 0.103937<br />

* MESSAGE: the following units have large residuals.<br />

blok 5 -0.1890 s.e. 0.0498<br />

***** Tables of means *****<br />

Variate: diameter<br />

Grand mean 0.5938<br />

klon MCC-01 MCC-02 S1 S2<br />

0.6040 0.5780 0.5890 0.6040<br />

*** Standard errors of means ***<br />

Table<br />

klon<br />

rep. 10<br />

d.f. 36<br />

e.s.e. 0.01659<br />

*** Standard errors of differences of means ***<br />

Table<br />

klon<br />

rep. 10<br />

d.f. 36<br />

s.e.d. 0.02347<br />

*** Least significant differences of means (5% level) ***<br />

Table<br />

klon<br />

rep. 10<br />

d.f. 36<br />

l.s.d. 0.04759<br />

37


***** Analysis of variance *****<br />

Variate: Jumlah Daun<br />

Source of variation d.f. s.s. m.s. v.r.<br />

F pr.<br />

C10 stratum<br />

C11 3 12.10 4.03 0.34<br />

0.796<br />

Residual 36 425.40 11.82<br />

Total 39 437.50<br />

***** Tables of means *****<br />

Variate: Jumlah Daun<br />

Grand mean 15.75<br />

C11 MCC-01 MCC-02 S1 S2<br />

14.80 16.00 16.10 16.10<br />

*** Standard errors of means ***<br />

Table<br />

C11<br />

rep. 10<br />

d.f. 36<br />

e.s.e. 1.087<br />

*** Standard errors of differences of means ***<br />

Table<br />

C11<br />

rep. 10<br />

d.f. 36<br />

s.e.d. 1.537<br />

*** Least significant differences of means (5% level) ***<br />

Table<br />

C11<br />

rep. 10<br />

d.f. 36<br />

l.s.d. 3.118<br />

38


Lampiran 2. Foto Kegiatan<br />

Gambar 4. Bibit Kakao Batang Bawah, 2016<br />

39


Gambar 5. Bibit Tanaman Kakao yang Sudah Disambung Pucuk, 2016<br />

40


Gambar 6. Pelatihan Teknologi Sambung Pucuk pada Tanaman Kakao, 2016<br />

41


Gambar 7. Bibit Tanaman Kakao Unggul Sambung Pucuk, 2016<br />

42

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!