You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
<strong>KERESAHAN</strong> <strong>MASYARAKAT</strong> <strong>TERHADAP</strong><br />
<strong>PERILAKU</strong> <strong>KEKERASAN</strong> <strong>PEMBEGAL</strong><br />
(<strong>STUDY</strong> <strong>KASUS</strong> <strong>DI</strong> <strong>SULAWESI</strong> <strong>SELATAN</strong>)<br />
Diterbitkan Oleh:<br />
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH<br />
PROVINSI <strong>SULAWESI</strong> <strong>SELATAN</strong><br />
Makassar<br />
2016
<strong>KERESAHAN</strong> <strong>MASYARAKAT</strong> <strong>TERHADAP</strong><br />
<strong>PERILAKU</strong> <strong>KEKERASAN</strong> <strong>PEMBEGAL</strong><br />
(<strong>STUDY</strong> <strong>KASUS</strong> <strong>DI</strong> <strong>SULAWESI</strong> <strong>SELATAN</strong>)<br />
Penelitian/Kajian ini dilaksanakan pada tahun 2016<br />
yang menampilkan data dan informasi tentang Keresahan Masyarakat<br />
Terhadap Perilaku Begal<br />
di Sulawesi Selatan.<br />
Tim Peneliti/pengkajian:<br />
Ketua: *Ir. Idris Summase, M.Si<br />
Anggota: 1. Ir. Darwis Ali, M.Si<br />
2. A. Fitriyani Yahya, ST.<br />
Konsultan Penelitian: Prof. Dr. Ir. Darmawan Salman, M.Si<br />
Editor/penyelaras akhir: Ir, H. Muh. Haruna Saleh, MM;<br />
Sri Nurtriko Bowta, SE, M.Si dkk.<br />
Desain Sampul: Muh. Alwi, ST.<br />
Diterbitkan atas dukungan dan kerjasama:<br />
Universitas Hasanuddin Makassar Provinsi Sulawesi Selatan<br />
Cetakan Pertama, Desember 2016<br />
Hak Cipta@2016<br />
Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah<br />
Provinsi Sulawesi Selatan<br />
Hak Cipta dilindungi undang-undang<br />
Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini<br />
tanpa izin tertulis dari penerbit<br />
ISBN:<br />
ii
KATA PENGANTAR<br />
Segala puji bagi Allah SWT, karena laporan akhir Penelitian Keresahan<br />
Masyarakat Terhadap Perlaku Kekerasan Pembegal di Sulawesi Selatan, telah<br />
selesai dilaksanakan, dengan tujuan untuk menganalisis tingkat keresahan<br />
masyarakat terhadap perilaku begal, dan factor-faktor yang mempengaruhi<br />
terjadinya tindak pidana pemerasan dan kekerasannya, serta peran dan<br />
kebijakan stakeholders dalam melaksanakan pencegahan dan pemberantasan<br />
yang tumbuh dan berkembang ditengah masyarakat. .<br />
Penelitian ini dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan<br />
dalam tahun anggaran 2016 lewat Badan Penelitian dan Pengembangan<br />
Daerah Provinsi Sulawesi Selatan kerjasama Lembaga Penelitian dan<br />
Pengabdian Masyarakat Universitas Hasanuddin.<br />
Laporan hasil penelitian ini tentu masih didapati adanya kekurangan<br />
dibeberapa pembahasan yang mesti kami harus atasi agar lebih sempurna,<br />
sehingga dapat memberi manfaat yang lebih banyak.<br />
Kegiatan penelitian ini terlaksana tidak terlepas atas dukungan dari<br />
berbagai pihak diantaranya, Dinas Sosial Kota Makassar dan Dinas Sosial Kota<br />
Pare-Pare, serta tokoh-tokoh masyarakat dan pihak kepolisian di Polda<br />
Sulselbar, begitu pula peran Konsultan Penelitian Prof. Dr. Ir. Darmawan<br />
Salman, MS. para staf ahli serta SKPD yang telah memberikan saran dan<br />
masukan yang sangat konstruktif, untuk itu dengan hati yang tulus diucapkan<br />
terima kasih.<br />
Makassar, Desember 2016<br />
Kepala Badan<br />
Drs. Muhammad Firda, M.Si<br />
Pangkat: Pembina Utama Madya<br />
NIP. 19631231 198803 1 132<br />
iii
ABSTRAK<br />
Tujuan penelitian, secara spesifik yaitu: 1). Mengidentifikasi faktor-faktor<br />
yang mempengaruhi terjadinya tindak pidana pemerasan dengan kekerasan<br />
(pembegalan); 2). Mengetahui peran stakeholders terkait dengan penanganan<br />
pembegalan; dan 3) Mengetahui kebijakan dalam pencegahan dan<br />
pemberantasan terhadap perilaku pembegal yang tumbuh dan berkembang<br />
dalam masyarakat.<br />
Penelitian dilaksanakan di Kota Pare-Pare dan Kota Makassar, dengan<br />
menggunakan pendekatan kualitatif. Responden penelitian adalah pelaku<br />
pembegalan yang menjalani hukuman pidana. Informan adalah penegak hukum<br />
dan tokoh masyarakat, serta Dinas yang terkait dengan masalah sosial dan<br />
kesejahteraan masyarakat.<br />
Metode pengambilan data adalah wawancara mendalam. Informan,<br />
untuk mendalami satu peristiwa pembegalan terkait dengan tempat, proses dan<br />
pelaku serta korban. Metode FGD, dilaksanakan untuk menggali berbagai<br />
pandangan dan solusi terkait dengan penanganan kejahatan begal. Metode<br />
Analisis adalah, analisis kasus, analisis deskriptif (Descriptive Analysis), dan<br />
analisis isi (Content Analysis).<br />
Hasil penelitian, menunjukkan bahwa fenomena begal sudah<br />
meresahkan baik jumlah dan kualitas aksi. Pelaku tidak memilih-milih korban,<br />
waktu, dan kondisi (keramaian atau tidak ramai), pelaku pembegalan berumur<br />
antara 14 – 20 tahun. Faktor penyebab aksi begal, adalah: kebutuhan<br />
ekonomi, pergaulan, tontonan dan game kekerasan, kurangnya pengawasan<br />
keluarga, hilangnya orientasi hidup (disfungsi keluarga), penegakan hukum,<br />
pengaruh obat-obat dan narkotik, kesempatan. Dalam penanganan begal, tidak<br />
ada koordinasi antara stakeholders (tidak ada sistem pengamanan/SOP).<br />
Penanganan bersifat adhoc, sehingga aksi begal muncul ketika polisi atau<br />
pengamanan melemah.<br />
Untuk mencegah dan mengatasi perilaku pembegalan diperlukan sistem<br />
yang melibatkan setiap stakeholders, sehingga secara parmenan perilaku begal<br />
dapat dicegah, dan membuat setiap orang dapat bekerja atau mempunyai<br />
kegiatan. Secara dini penanganan perlu pada anak-anak jalanan yang<br />
berpotensi dapat menjadi pelaku kejahatan.<br />
Kata Kunci: Pembegalan, Kesejahteraan Sosial, Pengamanan.<br />
iv
ABSTRACT<br />
The purpose of research, specifically: 1). Identifying the factors that<br />
influence the occurrence of the crime of extortion with violence<br />
(robbery/pembegalan); 2). Knowing the role of stakeholders associated with the<br />
handling of spoliation; and 3) to find out the policy in the prevention and<br />
eradication of the robber behavior that grow and develop in society.<br />
Research conducted in Pare-Pare and Makassar, using a qualitative<br />
approach. The respondents were the perpetrators of spoliation undergoing<br />
criminal penalties. The informant is a law enforcement and community leaders,<br />
as well as the Department on issues related to social and community welfare.<br />
The data collection method is in-depth interviews. The informant, to take<br />
on an event related to the spoliation of the place, the perpetrators and the<br />
victims. FGD method, carried out to explore the various views and solutions<br />
related to the handling of crime robber. The analysis method is, case analysis,<br />
descriptive analysis (Descriptive Analysis), and analysis of content (Content<br />
Analysis).<br />
The results of the study, showed that the robber has been troubling<br />
phenomenon of both quantity and quality of the action. Performers do not pick<br />
and choose the victims, time, and conditions (crowds or crowded), robbery<br />
offender aged between 14-20 years. Factors causing begal action, are: the<br />
need for economic, social, and gaming spectacle of violence, lack of family<br />
supervision, loss of life orientation (family dysfunction), law enforcement, the<br />
influence of drugs and narcotics, opportunity. In handling the robber, there is<br />
no coordination between stakeholders (no security system / SOP). Handling is<br />
ad hoc, so that the action of the robber appeared when the police or security<br />
weakened.<br />
To prevent and overcome the spoliation conduct the necessary system<br />
involving all stakeholders, thus parmenan begal behavior can be prevented,<br />
and make each person can work or have activities. Early treatment need to be<br />
on the street children that can potentially become perpetrators.<br />
Keywords: Robbery/Pembegalan, Welfare and Social Security.<br />
v
DAFTAR ISI<br />
Halaman<br />
HALAMAN JUDUL<br />
LEMBAR PENGESAHAN<br />
TIM PENELITI<br />
KATA PENGANTAR<br />
ABSTRAK<br />
EXECUTIVE SUMMARY<br />
DAFTAR ISI<br />
DAFTAR TABEL<br />
DAFTAR GAMBAR<br />
i<br />
Ii<br />
Iii<br />
Iv<br />
Vi<br />
Vii<br />
X<br />
Xii<br />
Xiv<br />
BAB I PENDAHULUAN 1<br />
A. Latar Belakang 1<br />
B. Perumusan Masalahan 3<br />
C. Tujuan Penelitian 4<br />
D. Manfaat Hasil Penelitian 4<br />
E. Rancangan Kebijakan 5<br />
BAB II LANDASAN TEORITIS DAN KERANGKA PEMIKIRAN 6<br />
A. Kejahatan dan Pembegalan<br />
6<br />
A.1. Kejahatan<br />
6<br />
A.2. Pembegalan<br />
7<br />
B. Begal Dalam Berbagai Persfektif 9<br />
C. Begal Sebagai Fakta 10<br />
D. Faktor Terjadinya Tindakan Begal 12<br />
E. Dampak Aksi Pembegalan 16<br />
F. Minimalisisr dan Mencegah Aksi Pembegalan 17<br />
G. Kerangka Pemikiran 21<br />
vi
BAB III METODE PENELITIAN 24<br />
A. Pendekatan Penelitian 24<br />
B. Lokasi dan Waktu 24<br />
C. Responden dan Informan Penelitian 24<br />
D. Metode dan Instrumen Pengumpulan Data 25<br />
E. Indikator/Parameter 25<br />
F. Model Analisis 26<br />
BAB IV PROSEDUR PELAKSANAAN KEGIATAN 27<br />
BAB V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 29<br />
A. Gambaran Kota Parepare<br />
A.1. Sejarah<br />
A.2. Geografis dan Iklim<br />
A.3. Hasil Pertanian dan Hasil lainnya<br />
A.4. Penduduk<br />
A.5. Pendidikan<br />
A.6. Pembangunan Manusia<br />
A.7.Pariwisata<br />
A.8.Transportasi<br />
A.9. Pers dan Media<br />
B. Gambaran Kota Makassar<br />
B.1. Kondisi Geografis Wilayah<br />
B.2. Tata Ruang dan Wilayah<br />
B.3. Infrastruktur Daerah<br />
B.4. Kawasan Klaster Industri Kecil dan Menengah<br />
B.5. Demografi dan Ketenagakerjaan<br />
B.6. Pasar Modern dan Pasar Tradisional<br />
29<br />
29<br />
31<br />
32<br />
32<br />
33<br />
34<br />
35<br />
38<br />
39<br />
39<br />
39<br />
43<br />
44<br />
52<br />
54<br />
65<br />
BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN 71<br />
A. Gambaran Kriminal di Sulawesi Selatan<br />
A.1. Kriminal di Kota Makassar<br />
A.2. Kriminal di Kota Parepare<br />
B. Kejahatan Begal di Sulawesi Selatan<br />
B.1. Begal di Kota Makassar<br />
B.2. Begal di Kota Parepare<br />
C. Kebijakan Dalam Pencegahan dan Penanganan Begal<br />
C.1. Kota Makassar<br />
C.2. Kota Parepare<br />
D. Faktor-Penyebab Muncul Pelaku Begal<br />
D.1. Faktor Eksternal<br />
D.2. Faktor Internal<br />
71<br />
72<br />
73<br />
73<br />
75<br />
88<br />
91<br />
91<br />
92<br />
94<br />
94<br />
97<br />
vii
E. Peranan Stakeholders Dalam Penanganan Begal<br />
101<br />
E.1. Penanganan Begal di Kota Makassar<br />
101<br />
E.2. Penanganan Begal di Kota Parepare<br />
101<br />
F. Mencegah dan Mengatasi Tindakan Begal 103<br />
G. Dampak Aksi Begal 106<br />
BAB V<br />
KESIMPULAN, SARAN, REKOMENDASI DAN IMPLIKASI<br />
KEBIJAKAN<br />
108<br />
A. Kesimpulan 108<br />
B. Saran 108<br />
C. Rekomendasi Kebijakan 109<br />
D. Implikasi Kebijakan 110<br />
H. DAFTAR PUSTAKA<br />
I. LAMPIRAN<br />
viii
Tabel<br />
DAFTAR TABEL<br />
5.1 Jumlah Penduduk dan tingkat pertumbuhan tahunan<br />
Penduduk Kota Parepare<br />
Halaman<br />
5.2 Statistik Ketenagakerjaan Kota Parepare, 2014 33<br />
5.3<br />
5.4<br />
Indikator pendidikan di Kota Parepare 2013-2014<br />
IPM Kota Parepare Tahun 2014<br />
5.5 Luas Wilayah Dirinci Menurut Kecamatan di Kota<br />
Makassar Tahun 2013<br />
5.6 Perkembangan Jumlah Armada Angkutan Darat Dirinci<br />
Menurut Jenis Kenderaan di Kota Makassar Tahun<br />
2009-2013<br />
5.7 Perkembangan Jumlah Pelabuhan Laut, Pelabuhan<br />
Udara dan Terminal Bus di Kota Makassar Tahun 2009-<br />
2013<br />
5.8 Penduduk Kota Makassar Menurut Kecamatan Tahun<br />
2010-2014<br />
5.9 Proyeksi Penduduk Kota Makassar Menurut Kecamatan,<br />
Tahun 2015-2019<br />
5.10 Penduduk Kota Makassar Berdasakan Usia, Periode 2010-<br />
2014<br />
5.11 Penduduk Kota Makassar Menurut Kelompok Umur dan<br />
Kecamatan Tahun 2014<br />
5.12 Penduduk Kota Makassar Menurut Tingkat Pendidikan<br />
Tahun 2014<br />
5. 13 Tingkat Partisipasi Amgkatan Kerja Kota Makassar Tahun<br />
2009- 2013<br />
5.14 Angkatan Kerja Kota Makassar, 2014 64<br />
5.15 Jenis-jenis Pasar Modern (Mall) di Kota Makassar 67<br />
5.16 Jumlah Outlet Hypermarket. Supermarket, dan Miniarket di<br />
Wilayah Kota Makassar<br />
6.1 Angka Kriminilitas Provinsi Sulawesi-Selatan, 2009-2013 72<br />
33<br />
34<br />
34<br />
40<br />
49<br />
52<br />
55<br />
56<br />
58<br />
61<br />
62<br />
63<br />
69<br />
ix
DAFTAR GAMBAR<br />
Gambar<br />
Halaman<br />
2.1 Kerangka Pikir Penelitian 22<br />
4.1 Flow Chart Penelitian 27<br />
5.1 Peta Wilayah Kota Parepare 31<br />
5.2 Pantai Lumpue 35<br />
5.3 Kebun Raya Jompie 35<br />
5.4 Terumbu Karang Tonrangen 36<br />
5.5 Waterboon Parepare 37<br />
5.6 Flying Fox di River Lodama Bacukiki 37<br />
5.7 Pantai Mattirotasi 37<br />
5.8 Pelabuhan Nusantara Parepare 38<br />
5.9 Peta Administarsi Kota Makassar, Tahun 2016 41<br />
5.10 Peta Penutupan Lahan Kota Makassar, Tahun 2015 44<br />
5.11 Panjang Jalan Menurut Konstruksi Tahun 2009-2013 dan<br />
Proporsi jalan menurut status di Kota Makassar, Tahun<br />
2013 45<br />
5.12 Perkembangan Panjang Jalan Menurut Kondisi Jalan di<br />
Kota Makassar, Tahun 2009-2013<br />
15.13a Perkembangan Rasio Kenderaan Terhadap Panjang Jalan<br />
di Kota Makassar, Tahun 2009-2013<br />
5.13 Peta Jaringan Jalan Kota Makassar, Tahun 2015 48<br />
5.14 Perkembangan Rasio KIR Kenderaan dan Rasio<br />
Penduduk terhadap Izin Trayek di Kota Makassar, Tahun<br />
2009-2013<br />
5.15 Perkembangan Jumlah UMKM di Kota Makassar, Tahun<br />
2009-2013<br />
5.16 Proyeksi Penduduk Kota Makassar Menurut Kecamatan<br />
(2015-2019)<br />
5.17 Penduduk Kota Makassar Menurut Umur Periode 2010 -<br />
2014<br />
5.18 Penduduk Kota Makassar Menurut Kelompok Umur dan<br />
Kecamatan<br />
5.19 Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan, Tahun 2013 62<br />
6.1 Kawanan Begal dengan korban Andi Muhammad Dzaki di<br />
Jalan Racing Center, dan Motor Korban<br />
46<br />
47<br />
50<br />
53<br />
57<br />
59<br />
60<br />
76<br />
x
6.2 Kawanan Begal Kelompok Hertasning dan Alat Busur<br />
yang Dugunakan<br />
6.2a Pembegal di Jalan Toddopoli Ditahanan Kapolsek<br />
Rappacini<br />
6.3 Pimpinan Kawanan Begal di Asrama Polisi Tallo 79<br />
6.4 Kawanan Begal dengan Pengedar Sabu di Jalan<br />
Abubakar Lambogo<br />
6.5 Fahrian alias Eyang (20). Pelaku begal yang telah<br />
melakukan aksinya di Jl Borong Jambu VII Perumnas<br />
Antang blok 1 kota Malassar<br />
6.6. Kawanan Begal Operasi Lintas Kabupaten Bermarkas di<br />
Jl.Rappocini Makassar<br />
6.7 Kawanan Febrianto alias Eppi (18) warga Jalan Kastubun<br />
no 7 Blok 7B<br />
6.8 Resa, Bos Begal Kelompok Mata Dajjal di Makassar 86<br />
6.9 Mira Korban Begal di Pare-Pare 89<br />
6.10 Pelaku Begal AH (27 Tahun) di Pare-Pare 90<br />
78<br />
78<br />
80<br />
82<br />
83<br />
84<br />
xi
BAB I. PENDAHULUAN<br />
A. Latar Belakang<br />
Kemajuan teknologi dan perkembangan kehidupan sosial ekonomi<br />
masyarakat, memberi banyak pengaruh terhadap perilaku anggota masyarakat<br />
yang berdampak terhadap banyak sisi kehidupan berbangsa dan bernegara.<br />
Salah satu dampak yang dimaksud adalah pola pembinaan terhadap remaja<br />
yang perlu mendapatkan perhatian serius oleh semua pihak dengan melihat<br />
kondisi sosial ditengah masyarakat seperti sekarang ini. Peranan keluarga<br />
menjadi pilar utama untuk melakukan proteksi terhadap anggota keluarga<br />
menghadapi bahaya pengaruh kejahatan terutama yang memiliki anak remaja.<br />
Berkembang persepsi masyarakat terhadap sistem keamanan yang<br />
cenderung makin hari makin buruk akibat banyaknya korban jambret dengan<br />
kekerasan yang dilakukan oleh segelintir orang yang populer disebut sebagai<br />
“begal” atau pembegal. Setiap hari terjadi kecemasan dikalangan masyarakat<br />
terutama yang mempunyai aktivitas perjalanan pada waktu malam hari, karena<br />
kuatir mendapat serangan pembegal yang sulit dideteksi dan dihindari karena<br />
ketidak efektifannya sistem pengawasan aparat keamanan.<br />
Informasi tentang adanya kriminalitas dalam bentuk kejahatan begal<br />
sejak 2012, tidak dapat dipungkiri banyak terjadi pembunuhan, perampokan,<br />
pemerkosaan, pencurian, dan banyak lagi kriminalitas yang lain. Banyak sudah<br />
para pelaku yang ditangkap oleh aparat penegak hukum, tetapi masih banyak<br />
pula yang masih berkeliaran. Sehingga membuat hati masyarakat tidak tenang,<br />
selalu resah dan rasa ketakutan.<br />
Pembegalan adalah tingkah laku yang melanggar hukum dan normanorma<br />
sosial, sehingga masyarakat menentangnya. Kebutuhan yang sangat<br />
kompleks menumbuhkan keinginan-keinginan materil tinggi, dan sering disertai<br />
ambisi-ambisi sosial yang tidak sehat. Harapan pemenuhan kebutuhan yang<br />
berlebihan tanpa didukung oleh kemampuan untuk mencapainya secara wajar<br />
akan mendorong individu untuk melakukan tindak kriminal seperti tindak<br />
pembegalan yang sekarang sedang marak terjadi dimana-mana.<br />
1
Pembegalan adalah suatu aksi pelanggaran hukum (tindakan pidana)<br />
yang bentuknya memberi teror kepada masyarakat, tindakannya adalah<br />
merampas barang orang lain yang dilakukan dengan cara kekerasan. Tindakan<br />
begal muncul karena situasi yang kacau (disorder), hal ini membuat masyarakat<br />
resah dan menuntut tindakan begal ini harus diberantas.<br />
Sejak tahun 2012, begal menjadi fenomena yang semakin menarik karena<br />
aktivitasnya dikaitkan dengan berkembangnya geng motor yang umumnya<br />
menjadi pelaku begal dan banyak dilakukan oleh remaja-remaja usia sekolah.<br />
Tahun 2014-2015, data yang dirilis Polda Metro Jaya menyebutkan nyaris<br />
seluruh Daerah Ibukota Jakarta rawan kejahatan begal, tidak ada satupun<br />
daerah ibukota yang aman, begitupula seluruh Provinsi di Jawa juga rawan<br />
begal. Di luar pulau Jawa, jalan raya lalu lintas Sumatera bagaikan sarang<br />
penyamun bebas hukum yang haram dilintasi saat malam hari, termasuk Kota<br />
Makassar di Provinsi Sulawesi Selatan.<br />
Tindak kriminal berupa aksi begal atau kejahatan jalanan di Makassar<br />
telah cukup meresahkan. Berdasarkan data yang diperoleh sepanjang 2015,<br />
sedikitnya 133 kasus begal yang ditangani kepolisian dengan jumlah tersangka<br />
sebanyak 191 orang. Sebahagian besar pelaku adalah anak-anak remaja usia<br />
14 – 20 yang berusia menjelang remaja dan remaja berusia pada pendidikan<br />
Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas.<br />
Dalam aksinya, kegiatan para begal di jalan telah membuat masyarakat<br />
pengguna jalan -- kehilangan rasa aman saat berada di jalan raya akibat<br />
ancaman kejahatan begal yang semakin menggila. Begal beraksi tanpa kenal<br />
belas kasih, tidak hanya sekedar merampas kendaraan milik tanpa belas kasih<br />
menghilangkan nyawa korban. Tingkat keresahan dan kejengkelan masyarakat<br />
sudah mencapai titik nadir. Berulang kali terjadi aksi main hakim sendiri oleh<br />
masyarakat saat ada pelaku begal. Ketika keamanan yang merupakan<br />
kebutuhan dasar tidak terpenuhi, maka manusia akan melakukan berbagai cara<br />
agar kebutuhan tersebut bisa tercapai.<br />
Begitu pentingnya masalah keamanan karena begal, maka Kepolisian<br />
Resor Kota Besar (Polrestabes) Makassar menambah patroli dan penindakan<br />
terhadap pelaku kejahatan jalanan yang kian meresahkan. Dari puluhan pelaku<br />
2
yang berhasil ditangkap, kebanyakan masih anak-anak dan remaja. Suatu<br />
bentuk keprihatinan kita karena usia pelaku rata-rata 14-20 tahun. Dalam<br />
Pebruari 2015, jajaran Polrestabes Makassar meringkus setidaknya 60-an<br />
penjahat jalanan. Di antaranya, begal, jambret, geng motor, dan perampok<br />
minimarket. Tindakan begal sering dilakukan secara berkelompok yang selalu<br />
dikaitkan dengan munculnya geng motor yang juga semakin meresahkan<br />
masyarakat. Begal melakukan perampokan menganiaya orang hingga<br />
membunuh. Perbuatan begal yang meresahkan masyarakat tersebut memaksa<br />
hukum harus menindak tegas dan memberi sanksi bagi para pelaku begal.<br />
Pelaku begal yang tertangkap, yang sebagian besar masih kategori anak hanya<br />
diberi tindakan berupa pemanggilan orang tua yang sebelumnya oleh aparat<br />
kepolisian hanya diperintahkan push-up dan skot-jump kemudian dikembalikan<br />
kepada orang tua untuk dibina agar tidak mengulangi kesalahannya lagi<br />
ternyata tidak memberi efek jera.<br />
Masyarakat berpendapat bahwa hukuman bagi pembegal tidak memberi<br />
efek jera bagi pelaku begal karena aksibegal semakin marak terjadi dan karena<br />
itu, masyarakat melakukan tindakan main hakim mengingat bahwa penegakan<br />
hukum dianggap tidak adil. Dalam upaya memberantas begal diperlukan<br />
koordinasi dari setiap stakeholder penegak hukum agar kesamaan pandangan<br />
dalam menempatkan perilaku begal sungguh-sungguh telah menciptakan<br />
keresahan. Hal lebih penting pula mendapat perhatian mengingat bahwa pelaku<br />
begal banyak dilakukan oleh anak di bawah umur, maka dalam penanganannya<br />
diperlukan suatu cara yang kreatif dan bijak dan mengedepankan teori hukum<br />
relative, sehingga memberi efek mendidik bagi anak dibawah umur sekaligus<br />
menimbulkan efek jera bagi pelaku dan masyarakat luas.<br />
B. Perumusan Masalah<br />
Penelitian dan pengkajian ini, dilaksanakan untuk mengetahui berbagai<br />
faktor penyebab terjadinya kekerasan (konflik sosial) ditengah masyarakat<br />
maupun di tempat umum lainnya, yang kemudian dirumuskan dalam rumusan<br />
penelitian sebagai berikut :<br />
3
1. Faktor-faktor apa saja mempengaruhi terjadinya tindak pidana pemerasan<br />
dengan kekerasan (pembegalan)?<br />
2. Bagaimana peranan stakeholders, khususnya dari lembaga penegakan<br />
hukum terkait dengan penanganan pembegalan?<br />
3. Bagaimana cara mencegah,dan mengatasi perilaku pembegalansebagai<br />
suatu fenomena yang tumbuh dari masyarakat?<br />
C. Tujuan<br />
Tujuan umum penelitian, yaitu untuk menemukan solusi mengenai<br />
penanganan dan pembinaan terhadap anggota keluarga dari kecenderungan<br />
berperilaku kejahatan dalam masyarakat. Untuk mencapai tujuan tersebut,<br />
maka tujuan dinyatakan secara spesfik sebagai berikut :<br />
1. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya tindak pidana<br />
pemerasan dengan kekerasan (pembegalan).<br />
2. Mengetahui peran stakeholders, khususnya lembaga penegakan hukum<br />
terkait dengan penanganan pembegalan.<br />
3. Mengetahui kebijakan dalam pencegahan dan pemberantasan terhadap<br />
perilaku pembegal yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat.<br />
D. Manfaat Hasil Penelitian<br />
Hasil penelitian dan pengkajian pada bidang kesejahteraan sosial,<br />
diharapkan bermanfaat sebagai bahan informasi bagi instansi terkait dalam<br />
melaksanakan kebijakandan program pembinaan sosial terhadap perilaku<br />
kejahatan anggota masyarakat. Secara spesifik penelitian bermanfaat sebagai<br />
masukan:<br />
1. Terhadap upaya-upaya yang terkait dengan upaya menekan tumbuhnya<br />
perilaku pembegalan dalam masyarakat,<br />
2. Dalam hal merumuskan kebijakan ditinjau dari sisi aspek hukum dalam<br />
penanganan kasus pembegalan.<br />
3. Merumuskan Cara pencegahan dalam mengatasi tumbuh dan<br />
berkembangnya perilaku pembegalan dalam masyarakat.<br />
4
BAB II. LANDASAN TEORITIS DAN KERANGKA PEMIKIRAN<br />
A. Pengertian Kejahatan dan Pembegalan<br />
A.1. Kejahatan<br />
Kejahatan adalah tingkah laku yang melanggar hukum dan melanggar<br />
norma-norma sosial, sehingga masyarakat menentangnya. Kartono (1999:<br />
122). Secara yuridis, kejahatan adalah bentuk tingkah laku yang bertentangan<br />
dengan moral kemanusiaan (immoril), merugikan masyarakat, a-sosial sifatnya<br />
dan melanggar hukum serta undang-undang pidana. Perubahan adalah suatu<br />
kepastian dan perubahan-perubahan itu diikuti dengan perubahan normanorma.<br />
Terhadap norma-norma penghindaran dan penyimpangan, Norma<br />
penghindaran adalah perbuatan yang dilakukan orang untuk memenuhi<br />
keinginan mereka tanpa harus menentang nilai-nilai tata kelakuan secara<br />
terbuka.Penyimpangan sosial bersifat adaftif (menyesuaikan). Perilaku<br />
menyimpang merupakan salah satu cara untuk menyesuaikan kebudayaan<br />
dengan perubahan sosial. Tanpa suatu perilaku menyimpang, penyesuaian<br />
budaya terhadap perubahan kebutuhan dan keadaan akan menjadi sulit.<br />
Menurut James W. Van Zanden (Akhdiat Hendra,2011), bahwa faktorfaktor<br />
penyebab terjadinya penyimpangan sosial sebagai berikut : 1<br />
a. Longgar atau tidaknya nilai dan norma, ukuran perilaku menyimpang, bukan<br />
pada ukuran baik-buruk atau benar menurut pengertian umum, melainkan<br />
longgar-tidaknya norma dan nilai di masyarakat. Norma dan nilai sosial<br />
masyarakat yang satu berbeda dengan norma dan nilai sosial masyarakat<br />
yang satu berbeda dengan masyarakat lainnya.<br />
b. Sosialisasi yang tidak sempurna, sering terjadi proses sosialisasi yang tidak<br />
sempurna sehingga menimbulkan perilaku menyimpang.<br />
c. Sosialisasi subkebudayaan yang menyimpang, perilaku menyimpang terjadi<br />
pada masyarakat yang memilki nilai-nilai subkebudayaan yang menyimpang,<br />
1] Akhdhiat Hendra, Psikologi hukum. (Bandung : Pustaka Setia, 2011), Hlm. 212<br />
5
yaitu kebudayaan khusus yang normanya bertentangan dengan normanorma<br />
budaya yang dominan.<br />
A.2. Pembegalan<br />
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI),begal artinya penyamun<br />
atau merampas. Membegal artinya merampas di jalan sedangkan pembegalan<br />
adalah proses, cara, perbuatan membegal. Begal ditemukan dalam literatur<br />
Bahasa Jawa. Begal adalah perampokan yang dilakukan di tempat yang sepi,<br />
dengan cara menunggu orang yang diperkirakan membawa harta benda<br />
ditempat yang sepi.Istilah begal dalam dunia kejahatan praktek ini sudah lama<br />
terjadi, sejak zaman kekaisaran di Cina atau zaman kerajaan di Indonesia.<br />
Dari peradaban manusia -- begal itu sudah ada. Pelaku memperoleh<br />
nafkah dengan halal dan tidak halal itu disediakan atau dikondisikan oleh<br />
masyarakat sendiri. Begal tidak akan terjadi ketika tidak ada kesempatan untuk<br />
melakukannya atau kondisi yang memungkinkan. Kebanyakan begal di zaman<br />
dahulu terjadi karena ada sekelompok orang yang bepergian membawa banyak<br />
harta baik sebagai pedagang maupun pengantar barang. Jaman dulu orang<br />
yang lewat itu para pedagang atau mereka yang punya harta yang disebut<br />
saudagar.Saat sekarang pengambilaan harta secara paksa pada korban,<br />
dimana korban sadar berhadapan dengan pelaku dijalanan atau ditempat<br />
umumtindakan pelaku dikategorikan begal atau kegiatan itu disebut<br />
pembegalan.<br />
Dalam bahasa fiqih, pelaku begal disebut dengan istilah Qutthout Thoriq.<br />
Secara harfiah, ia bermakna pemotong jalan. Tetapi secara maknawi, ia berarti<br />
segerombolan orang yang saling tolong-menolong dan bantu-membantu dalam<br />
melaksanakan maksud jahat mereka, mengganggu orang-orang di jalanan,<br />
merampas harta benda, dan tidak segan-segan membunuh korbannya disebut<br />
begal dan kegiatan tersebut disebut pembegalan.<br />
Pembegal atau biasa disebut kegiatan begal, adalah tindakan merampas<br />
sesuatu dari milik orang lain secara paksa, hampir sama dengan perampok,<br />
hanya saja ia langsung melukai korbannya tanpa tanya-tanya terlebih dahulu.<br />
Para pembegal melakukan tindak kejahatannya tidak pandang bulu bahkan<br />
6
tergolong sadis, karena tanpa ada rasa kasihan dan si pembegal langsung<br />
berani melukai korbannya hingga tewas dan meninggalkannya begitu saja.<br />
Seseorang dinyatakan melakukan pembegalan ketika ia melakukan<br />
pencurian atau perampasan dengan paksaan, demi membuat korban tersebut<br />
takut, pembegalan ditujukan untuk mendapatkan barang komersil (biasanya<br />
lebih terencana dan dalam jumlah besar) serta bisa pula untuk barang personal.<br />
Kriminolog Profesor Muhammad Mustofa mengatakan istilah begal<br />
sudah lama terdengar di dunia kejahatan. Bahkan begal sudah terjadi sejak<br />
zaman kekaisaran di Cina atau zaman kerajaan di Indonesia. Kata begal<br />
banyak ditemukan dalam literatur Bahasa Jawa. Begal merupakan perampokan<br />
yang dilakukan di tempat yang sepi. Menunggu orang yang membawa harta<br />
benda ditempat sepi tersebut. 2 Kata begal dalam bahasa Banyumas memiliki<br />
arti rampok atau perampok. Dan begalan berarti perampasan atau perampokan<br />
di tengah jalan. 3<br />
Istilah „begal‟ adalah kata dasar (lingga) dalam Bahasa Jawa, yang telah<br />
digunakan dalam Bahasa Jawa Kuna. Secara harafiah, kata jadian ambegal<br />
dan binegal berarti menyamun, merampok (di jalan). Kata pambegalan<br />
menunjuk kepada tempat yang baik untuk menyamun. Pada susastra lama,<br />
perkataan ini antara lain dijumpai dalam kitab Slokantara (68.14), Korawasrama<br />
(54), Tantri Kamandaka (136) dan Calon Arang (136). Istilah „begal‟ diserap ke<br />
dalam bahasa Indonesia, dalam arti penyamun. Kata membegal berarti<br />
merampas di jalan, menyamun. Adapun pembegalan berkenaan dengan<br />
proses, cara atau perbuatan membegal, perampasan di jalan. Pembegalan<br />
dilakukan oleh seorang atau beberapa orang terhadap seorang atau beberapa<br />
orang yang sedang melintas di jalan dengan merampas harta benda miliknya<br />
disertai atau tanpa disertai dengan tindak kekarasan, bahkan tak jarang<br />
memakan korban jiwa. 4 Pembegalan<br />
merupakan penyimpangan sosial yang<br />
2 http://www.suara.com/news/2015/03/12/063000/asal-usul-istilah-begal<br />
3 http://ensiklo.com/2014/08/mengenal-tradisi-begalan-masyarakat-banyumas/<br />
4 http://www.malang-post.com/serba-serbi/redaktur-tamu/99595-kilas-sejarah-begal-jawakuna<br />
7
erkaitan dengan kejahatan yang merugikan orang banyak atau khalayak<br />
banyak. Penyimpangan sosial dapat terjadi dimanapun dan dilakukan oleh<br />
siapapun. Sejauh mana penyimpangan itu terjadi, besar atau kecil, dalam skala<br />
luas atau sempit tentu akan berakibat terganggunya keseimbangan kehidupan<br />
dalam masyarakat. Suatu perilaku dianggap menyimpang apabila tidak sesuai<br />
dengan nilai-nilai dan norma-norma sosial yang berlaku dalam masyarakat atau<br />
dengan kata lain penyimpangan adalah segala macam pola perilaku yang tidak<br />
berhasil menyesuaikan diri terhadap kehendak masyarakat.<br />
Kasus pembegalan kerap terjadi di Indonesia. Kejahatan ini bahkan<br />
sudah menyebar hampir di seluruh wilayah, tidak hanya di kota-kota besar saja.<br />
Pelaku kejahatan ini pun tidak hanya melibatkan orang dewasa, namun anakanak<br />
dibawah umur pun marak ikut terlibat.<br />
B. Begal Dalam Berbagai Persfektif<br />
Dalam persfekrif hukum positif, begal adalah tindak pidana dan<br />
merupakan teror terhadap masyarakat, karena itu harus diatasi dengan hukum.<br />
Hukum harus mampu memberi solusi atas situasi yang kacau (disorder), begal<br />
muncul dan berkembang dalam kondisi hukum tidak atau kurang berfungsi.<br />
Ketidak berfungsian hukum menimbulkan kekacauan (disorder) menyebabkaan<br />
munculnya keresahan karena itu harus diberantas atau dicegah. Hukum<br />
bertujuan memelihara masyarakat, dibuat oleh masyarakat dan berfungsi<br />
mengawasi masyarakat.<br />
Dalam perfektif sosiologi (lihat pola:teori tindakan) dan sibernetika,<br />
Parsons, 1951), bahwa perilaku atau tindakan seseorang (individu dalam<br />
masyarakat ditentukan oleh tujuan, dan diarahkan oleh sistem budaya (nilai,<br />
norma, pengetahuan, dan teknologi) yang berkembang dan menjadi panduan<br />
dalam system sosial (pola interaksi yang diwujudkan dalam kategori<br />
sosial,stratifikasi soisal, struktur sosial dan organisasi sosial). Sepanjang<br />
tindakan itu diarahkan oleh apa yang berkembang dalamj masyarakat, maka<br />
kestabilan masyarakat tercipta. Sebaliknya bila hal dalam masyarakat tidak<br />
berfungsi, maka muncul ketidak stabilan.<br />
8
Dalam persfektif antropologi, Kluckhon dalam sayagyo (1972) melihat<br />
bahwa perilaku setiap orang adalah wujud dari budaya yang berkembang<br />
dalam masyarakat karena perilaku kolektif masyarakat dibentuk oleh sistem<br />
budaya. Inti budaya adalah nilai (value), ia membagi budaya dikaitkan dengan<br />
nilai terhadap waktu yaitu: 1) budaya menempatkan waktu adalah masa lalu, 2)<br />
budaya yang menempatkan waktu adalah masa sekarang, 3) dan budaya<br />
menempatkan waktu untuk masa datang. lalu karena itu perilaku yang<br />
membagimasyarakat dikaitkan dengan nilai terhadap waktu, bahwa individu<br />
bagian dari masyarakat dikendalikan oleh nilai sebagai dasar bersikap.<br />
Adam Smith (1556) dalam kajian filsafat moral ekonomi mendahului buku<br />
ekonomi wealth of nation (1576) menyatakan bahwa perilaku setiap individu<br />
dalam kelompoknya dikendalikan dua unsur utama pembentuk manusia yaitu<br />
jasad dan roh. Karena itu, perilaku yang dikendalikan oleh unsur jasad manusia<br />
cenderung tampil individualis terpisah dengan kepentingan kelompok, dan<br />
perilaku yang dikendalikan oleh roh munusia dan berperilaku altruisme yang<br />
diwujudkan ikatan kuat dalam kelompoknya. Individu dicerminkan oleh<br />
kekuatan jasad dan roh yang mengendalikan tindakan atau putusannya.<br />
Mengikuti teori ini dapat disimpulkan bahwa perilaku begal muncul pada<br />
seseorang karena melemahnya ikatan seseorang terhadap masyarakatnya,<br />
rumahtangga sebagai kelompok kecilnya. Individualisme tumbuh karena<br />
masyarakat mengedepankan nilai-nilai materi dimana atribut-atribut tentang<br />
materi beragam dan setiap orang ing8in memelikinya, hanya ikatan moral<br />
kelompoik yang dapat menghambatnya dan untuk itu diperlukan internalisasi<br />
nilai sehingga setiap orang dapat menghormati dan menpedomani nilai-nilai<br />
kelompok yang berkembang.<br />
C. Begal Sebagai Fakta<br />
Tahun2012- 2015 pembegalan dikaitkan dengan maraknya geng motor<br />
memang melekat dengan kekerasan, hal ini karena beberapa geng motor<br />
belakangan telah berubah dari kumpulan hobi mengendarai motor yang<br />
kemudian melakukan begal, menganiaya orang, hingga melakukan aksi<br />
perampokan bahkan membunuh. Perbuatan begal yang meresahkan<br />
9
masyarakat tersebut memaksa hukum harus menindak tegas dan memberi<br />
sanksi bagi para pelaku begal. Pelaku begal yang tertangkap, yang ternyata<br />
sebagian besar masih kategori anak hanya diberi tindakan berupa pemanggilan<br />
orang tua yang sebelumnya oleh aparat kepolisian hanya diperintahkan pushup<br />
dan skot-jump kemudian dikembalikan kepada orang tua untuk dibina agar<br />
tidak mengulangi kesalahannya lagi ternyata tidak memberi efek jera, sehingga<br />
banyak kemudian mengulangi aksinya bersama kelompoknya. Tidak banyak<br />
kasus begal berlanjut pada proses hukum yang kemudian diputuskan<br />
dipengadilan, dan sebahagian jalan di tempat.<br />
Kondisi penegakan hukum demikian ternyata tidak memberi efek jera bagi<br />
pelaku begal, mengingat bahwa aksi begal semakin marak terjadi. Dalam upaya<br />
memberantas begal ini, diperlukan koordinasi dari setiap stakeholder penegak<br />
hukum dalam pencegahan dan penindakan. Polisi yang memberikan jaminan<br />
akan rasa aman, bila kemudian terjadi tindakan begal haruslah segera<br />
melakukan tindakan hukum sebelum bertumbuh di masyarakat.Fakta bahwa<br />
pelaku begal yang didominasi anak di bawah umur maka dalam menindak<br />
tegas para pelaku begal diperlukan suatu cara yang kreatif dan bijak mulai guna<br />
mengedepankan teori hukum relative, sehingga memberi efek jera bagi pelaku<br />
dan masyarakat luas.<br />
Fenomena pelaku adalah anak pra remaja dan remaja kira dengan<br />
fase umur sedang dalam tingkat pendidikan di Sekolah Menengah Pertama dan<br />
Sekolah Menengah Atas, diperlukan kebijakan pada tingkat pengelolaan<br />
sekolah sehingga kesempatan untuk melakukan begal atau tindakan jahat tidak<br />
ada. Fenomena ini memerlukan penanganan terhadap aksi begal baik dalam<br />
langkah pencegahan, maupun dalam kegiatan penanggulangannya.<br />
Stakeholders perlu bekerjasama dengan peran dan fungsinya masing-masing<br />
dalam menyelesaikan persoalan yang terkait dengan tindakan begal.<br />
10
D. Faktor-Faktor Terjadinya Tindakan Begal<br />
Begal adalah salah satu tindak pidana yang saat ini menjadi ancaman<br />
bagi ketertiban dan keamanan masyarakat. Hal ini semakin meresahkan<br />
masyarakat, terlebih lagi pelaku juga berasal dari kategori anak.Tindakan begal<br />
semakin marak terjadi di masyarakat, tidak hanya di kota besar seperti Jakarta,<br />
Makassar dan Bandung, namun sekarang begal bisa kita temukan hampir di<br />
setiap kota di Indonesia.<br />
Berikut beberapa pendapat tentang faktor-faktor terjadinya tindakan<br />
begal :<br />
1. Menurut Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), bahwaremajajadi<br />
begal motor, yaitu : Pertama,pengaruh lingkungan dan teman sebaya. Anak<br />
yang berinteraksi dengan teman atau lingkungan sosial yang terbiasa<br />
melakukan kekerasan akan permisif dengan perilaku kekerasan tersebut.<br />
Anak akan terbiasa dan menganggap tindakan pembegalan sebagai hal<br />
biasa yang tidak melawan hukum. Kedua, anak menjadi pelaku begal<br />
disebabkan disfungsi keluarga, anak dari keluarga broken home merupakan<br />
korban dari pola asuh dan kondisi keluarga yang tidak mendukung sehingga<br />
anak berkembang tidak optimal dan labil. Ketiga, dikarenakan cara berpikir<br />
anak yang serba instan dalam menginginkan sesuatu, merupakan dampak<br />
dari kultur masyarakat Indonesia yang sebagian besar juga berpikir<br />
instan.Keempat, pengaruh bullying yang terjadi di sekolah sebagai pemicu<br />
anak usia remaja menjadi pelaku begal. Hampir setiap sekolah di Indonesia<br />
ada bibit-bibit bullying, meski dalam bentuk verbal maupun psikis.Kelima<br />
ialah dampak dari tontonan dan video game yang bersifat kekerasan.<br />
Dampak dari tontonan kekerasan berkontribusi anak permisif dengan<br />
kekerasan, kalaupun anak tidak menjadi pelaku kekerasan - dalam banyak<br />
kasus anak membiarkan terjadinya kekerasan. Beberapa waktu belakangan<br />
kasus kejahatan pencurian motor dengan cara begal kerap terjadi di sekitar<br />
wilayah Jabodetabek. Pelaku begal tersebut, tidak jarang dilakukan oleh<br />
anak-anak usia sekolah.<br />
2. Dalam perkembangannya, kita bisa menilai beberapa faktor yang bisa<br />
membuat seorang anak menjadi anggota geng motor, yaitu:Faktor Internal<br />
11
(Tidak ada kesibukan/kerjaan, tidak ada perhatian dari keluarganya, rasa<br />
ingin tahu atau penasaran yang tinggi dari anak tersebut, tidak ada rasa<br />
peduli pada hak orang lain, dan tidak ada rasa takut terhadap hukum; Faktor<br />
Eksternal (Keadaan ekonomi yang lemah, terjerumus ke dalam pergaulan<br />
yang buruk, adanya sarana berupa sepeda motor, anak tidak mendapat<br />
pengawasan dari orang tuanya tentang bagaimana lingkungan bergaul dan<br />
proses tumbuh kembang anak.<br />
3. Fakta berlangsungnya pembegalan, menurut Komisaris Besar Martinus<br />
Sitompul 5 bahwa beberapa kondisi terjadi pembegalan, yaitu :Kejadian<br />
umumnya terjadi di jalanan yang sepi di malam hari, perjalanan yang<br />
umumnya tidak terencana, kurang waspada saat berkendaraan, dan kurang<br />
kepedulian terhadap keadaan sekeliling, memakai dan menggunakan<br />
barang-barang yang menarik perhatian, berjalan sendiri.<br />
4. Begal sebagai perilaku kriminilitas disebabkan oleh faktor-faktor: 6[ Motivasi,<br />
misalnya kemiskinan (faktor ekonomi); Kesempatan untuk terjadinya<br />
pembegalan (Misalnya, Lemahnya keamanan ditempat-tempat rawan<br />
terjadinya pembegalan); Kehendak bebas dan ingin hidup instan;<br />
keputusan yang hedonistik; Kegagalan dalam melakukan kontrak sosial;<br />
Atavistik atau sifat-sifat anti sosial bawaan sebagai penyebab perilaku<br />
kriminal; Tindakan bullying dan akibat tontonan kekerasan; Disfungsi<br />
keluarga; dan Hukuman yang diberikan kepada pelaku tidak proporsional.<br />
a. Motivasi, adalah alasan yang mendasari sebuah perbuatan yang<br />
dilakukan oleh seorang individu. Seseorang dikatakan memiliki motivasi<br />
tinggi dapat diartikan orang tersebut memiliki alasan yang sangat kuat<br />
untuk mencapai apa yang diinginkannya dengan mengerjakan<br />
pekerjaannya yang sekarang.Menurut sosiolog Budi Radjab, faktor<br />
ekonomi memegang peranan dominan sebagai motivasi terjadinya tindak<br />
kejahatan. Motif yang perlu digaris bawahi yaitu adanya peluang yang<br />
bisa mendukung atau menghambat motif calon begal. Peluang tersebut<br />
tercipta lantaran adanya kondisi masyarakat yang berupa ketimpangan<br />
5<br />
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya, Tahun 2012<br />
6 Op-Cit., Hlm. 178-179<br />
12
sosial dan ekonomi. 7 Motivasi merupakan faktor utama penyebab<br />
pembegalan. Di dalam motivasi ini terdapat tiga hal yang termasuk<br />
didalamnya, yaitu : upaya (effort), tujuan organisasi (goals), dan<br />
kebutuhan (need).<br />
b. Lemahnya keamanan ditempat-tempat rawan terjadinya pembegalan,<br />
penjagaan yang lemah oleh aparat di tempat-tempat rawan dapat<br />
dimanfaatkan pelaku dan menjadi faktor pemicu terjadinya pembegalan.<br />
Gangguan keamanan dan tindak kejahatan yang semakin bervariasi<br />
yang belum dapat diimbangi dengan penuntasan penanganan oleh<br />
aparat penegak hukum dan kurangnya kontrol di daerah-daerah rawan<br />
terjadinya tindak kejahatan, menjadi faktor pendukung terjadinya aksi<br />
pembegalan.<br />
c. Kehendak bebas dan ingin hidup instan, cara berpikir yang serba instan<br />
juga turut memengaruhi perilaku orang yang menjadi begal. Perilaku<br />
pembegalan merupakan sebagian kecil dari cara berpikir instan. Mereka<br />
ingin mendapatkan apa yang diinginkan dengan cara instan. Dan ini juga<br />
sangat dipengaruhi oleh pola pembelajaran yang diterima. Begitupun<br />
teman sebaya dan lingkungan dapat memicu adanya aksi tindak<br />
kejahatan ini.<br />
d. Kegagalan dalam melakukan kontrak sosial: Peran masyarakat yang<br />
lemah, karena jumlah aparat keamanan saat ini tidak bisa menangani<br />
dan mencegah tindak kejahatan secara keseluruhan. Jumlah masyarakat<br />
yang lebih dominan daripada aparat keamanan dan aksi pembegalan<br />
yang kian marak terjadi sangat membutuhkan kewaspadaan dari<br />
masyarakat untuk mencegah tindak kejahatan tersebut. Korban<br />
sebetulnya juga ikut berperan dalam maraknya pembegalan. Banyaknya<br />
pengendara motor yang gemar memodifikasi kendaraan mereka dan<br />
mengenakan perhiasan atau dalam hal ini dapat disebut berpergian<br />
dengan tampilan yang mencolok bisa memancing naluri jahat pembegal.<br />
7 http://www.scribd.com/doc/89841548/Makalah-Pencurian-Dan-Perampokan#scribd<br />
13
e. Atavistik atau sifat-sifat anti sosial bawaan sebagai penyebab perilaku<br />
kriminal (Pengaruh dari teman-teman sebaya dan lingkungan sosial yang<br />
terbiasa melakukan kekerasan). Dalam beberapa kasus aksi<br />
pembegalan dipicu karena iseng. Kemudian, mereka nyaman. Ada<br />
beberapa yang tanpa disadari yang mereka lakukan adalah tindakan<br />
melawan hukum. Tetapi ada juga yang merasa melawan hukum, namun<br />
merasa bahwa mereka tidak akan diproses.Lingkungan sangat<br />
berpengaruh dalam membentuk kepribadian seseorang. Ciri-ciri dan<br />
unsur kepribadian seseorang sudah tertanam ke dalam jiwa seseorang<br />
sejak awal, yaitu pada masa kanak-kanak melalui proses sosialisasi.<br />
Koentjaraningrat menyatakan bahwa kepribadian adalah watak khas<br />
seseorang yang tampak dari luar sehingga orang luar memberikan<br />
kepadanya suatu identitas khusus. Identitas khusus tersebut diterima<br />
dari warga masyarakatnya. Jadi, terbentuknya kepribadian dipengaruhi<br />
oleh faktor kedaerahan, cara hidup di kota atau di desa, agama, profesi,<br />
dan kelas sosial. 8<br />
f. Tindakan bullying dan akibat tontonan kekerasan. Kepribadian sangat<br />
ditentukan oleh cara-cara ia diajari pada saat makan, disiplin dan bergaul<br />
dengan anak-anak lainnya. Pada saat dewasa, beberapa kepribadian<br />
watak yang sama akan tampak menonjol pada banyak individu yang<br />
telah menjadi dewasa. Mereka yang sering menonton aksi kekerasan<br />
ketika kecil, berkemungkinan besar akan menirukan apa yang biasa<br />
dilihatnya. Bahkan akan tertanam pada diri mereka bahwa tindakan<br />
kekerasan yang diperbuatnya merupakan tindakan biasa dan bukan<br />
tindakan menyimpang.Bullying adalah perilaku agresif yang disengaja<br />
dan yang melibatkan adanya ketidakseimbangan kekuasaan atau<br />
kekuatan. Hal ini dapat terjadi disemua bidang, batas-batas wilayah<br />
geografis, ras, sosial ekonomi. Sebuah studi yang dilakukan oleh peneliti<br />
dari Warwick University, menyatakan bahwa lebih dari 1.400 orang<br />
berusia antara sembilan dan 26 tahun dan ditemukan bahwa<br />
8 Op-Cit., Idianto Muin, hlm. 137<br />
14
ullyingmenimbulkan konsekuensi negatif bagi kesehatan, prospek<br />
pekerjaan dan hubungan. Dampak nyata dari adanya bullying adalah<br />
bahwa akan muncul keinginan membully dari para korban bully sebagai<br />
bentuk pembalasan rasa dendam dan akan menjadi pribadi yang mudah<br />
marah atau emosi.<br />
g. Disfungsi keluarga. Keluarga disfungsional adalah keluarga di mana<br />
terjadi banyak konflik, perilaku buruk, dan bahkan pelecehan di antara<br />
anggota-anggota keluarganya. Anak-anak yang tumbuh di keluarga<br />
seperti ini cenderung berpikir bahwa hal ini normal. Anak yang lahir dari<br />
keluarga bermasalah berpotensi menimbulkan pribadi yang bermasalah.<br />
h. Hukuman yang diberikan kepada pelaku tidak proporsional, banyak terjadi<br />
pelaku yang telah tertangkap telah mendapat hukuman dan perlakuan<br />
tertentu setelah masa hukuman dilewati masih melakukan aksi begal<br />
kembali dikarenakan faktor hukuman yang dianggap ringan atau tidak<br />
proporsional.<br />
E. Dampak Aksi Pembegalan<br />
Berbagai bentuk perilaku menyimpang yang ada di masyarakat akan<br />
membawa dampak bagi pelaku, korban maupun bagi kehidupan masyarakat<br />
pada umumnya, tak terkecuali aksi pembegalan yang marak terjadi beberapa<br />
waktu ini. Dampak yang ditimbulkan diantaranya adalah:<br />
1. Bagi Pelaku<br />
a. Memberikan pengaruh psikologis atau kejiwaan serta tekanan mental<br />
terhadap pelaku karena akan dikucilkan dari kehidupan masyarakat atau<br />
dijauhi dari pergaulan;<br />
b. Dapat menghancurkan masa depan pelaku;<br />
c. Dapat menjauhkan pelaku dari Tuhan dan dekat dengan perbuatan<br />
dosa;<br />
d. Perbuatan yang dilakukan dapat mencelakakan dirinya sendiri.<br />
e. Mendapat sanksi baik dari negara maupun dari masyarakat.<br />
f. Menimbulkan stigma atau aib sosial.<br />
15
2. Bagi orang lain atau kehidupan masyarakat<br />
a. Dapat mengganggu keamanan, ketertiban dan keharmonisan dalam<br />
masyarakat;<br />
b. Merusak tatanan nilai, norma, dan berbagai pranata sosial yang berlaku<br />
di masyarakat;<br />
c. Menimbulkan beban sosial, psikologis dan ekonomi bagi keluarga<br />
pelaku;<br />
d. Merusak unsur-unsur budaya dan unsur-unsur lain yang mengatur<br />
perilaku individu dalam kehidupan masyarakat.<br />
3. Bagi korban<br />
a. Menimbulkan beban psikologis bagi korban dan dapat menyebabkan<br />
adanya kerugian materiil;<br />
b. Apabila disertai dengan kekerasan dapat merusak, melukai dan bahkan<br />
menghilangkan nyawa korban;<br />
c. Menimbulkan rasa dendam dengan si pelaku.<br />
E. Meminimalisir dan Mencegah Aksi Pembegalan<br />
Meminimalisir dan mencegah aksi pembegalan dibutuhkan langkah<br />
penegakkan hukum sebagai cermin untuk meminimalisir terulangnya kejadian<br />
yang sama. Perlu adanya kerja sama antara pihak kepolisian dan masyarakat.<br />
Sehingga dengan adanya sinergitas yang dibangun, diharapkan jika suatu<br />
ketika tindakan pembegalan dapat dengan sigap dapat digagalkan.<br />
Pihak Kepolisian bertindak sebagai satuan keamanan. Tindakan nyata<br />
yang dilakukan pihak kepolisian adalah dengan melakukan patroli selama 24<br />
jam di berbagai tempat. Masyarakat juga harus dapat menjaga stabilitas<br />
lingkungannya. Langkah nyata yang bisa dilakukan adalah dengan melakukan<br />
jaga malam.<br />
Adapun tips-tips yang dapat dilakukan oleh masyarakat sebagai bentuk<br />
antisipasi terhadap tindakan pembegalan ketika akan berpergian, adalah<br />
sebagai berikut : 9<br />
9 https://adelbertus88.wordpress.com/2015/03/02/waspadai-fenomena-begal/<br />
16
a. Usahakan jangan berpergian pada malam hari apalagi tengah malam, hal ini<br />
berpotensi terhadap kejahatan perampokan, ataupun pembunuhan;<br />
b. Jika memang harus keluar malam hari, jangan memilih tempat yang sepi<br />
walaupun mungkin itu akan mempersingkat waktu. Pilihlah tempat yang<br />
ramai sebagai jalur lintas;<br />
c. Jangan pergi sendirian, naluri penjahat akan mencoba melakukan aksinya<br />
kepada lawan yang dianggapnya mampu dia taklukkan dengan mudah,<br />
setidaknya jika berpergian hendaknya lebih dari 1 orang;<br />
d. Jika merasa diikuti oleh seseorang, segeralah menuju tempat yang ramai;<br />
e. Berhati hatilah kepada orang yang berpura-pura menanyakan alamat,<br />
pastikan terlebih dahulu bahwa di sekeliling terdapat orang banyak, jika ada<br />
yang menanyakan alamat pada tempat yang sepi, lebih baik berhati-hati;<br />
f. Jangan melamun di saat dalam perjalanan;<br />
g. Jika di depan anda terdapat kendaraan yang anda kenal, berjarak dekatlah.<br />
Hal ini akan meminimalkan kemungkinan terjadinya tindak kejahatan,<br />
karena pelaku kejahatan tidak biasanya ingin aksi kejahatannya dilihat<br />
orang lain;<br />
h. Jika anda mengantuk dan anda ingin berhenti, pastikan berhenti di tempat<br />
yang dikenali atau setidaknya di tempat yang ramai atau dekat dengan<br />
kantor polisi;<br />
i. Jika sudah tidak bisa lagi untuk mencegah terjadinya kejahatan.<br />
Tinggalkanlah kendaraan anda, kemudian larilah secepatnya ke rumah<br />
warga. Ini adalah langkah terakhir yang harus dilakukan jika benar-benar<br />
dalam keadaan bahaya.<br />
j. Informasikan perjalanan ke keluarga atau teman, simpan barang mewah<br />
(cincin atau jam yang berkilau) dalam tas, rute jalan yang akan dilalui harus<br />
sudah diketahui dan naik kendaraan (sepeda motor) diupayakan berdua;<br />
k. Datakan nomor telpon kepolisian di kontak anda.<br />
Dalam penegakan hukum sangat diperlukan diskresi untuk<br />
memberantas begal, penegak hukum yang dimaksud, yaitu:<br />
1. Aparat Kepolisian, salah satu peran aparat kepolisian dalam mewujudkan<br />
keamanan dan ketertiban masyarakat adalah melalui tindakan diskresi.<br />
17
Kapasitas aparat kepolisian dalam melakukan diskresi di Indonesia secara<br />
yuridis diatur pada pasal 18 UU No. 2 Tahun 2002 yaitu “Untuk kepentingan<br />
umum, pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam melaksanakan<br />
tugas dan wewenangnya dapat bertindak menurut penilaiannya sendiri“, hal<br />
tersebut mengandung maksud bahwa seorang anggota Polri yang<br />
melaksanakan tugasnya di tengah-tengah masyarakat seorang diri, harus<br />
mampu mengambil keputusaan berdasarkan penilaiannya sendiri apabila<br />
terjadi gangguan terhadap ketertiban dan keamanan umum atau bila timbul<br />
bahaya bagi ketertiban dan keamanan umum.Dalam menerapkan diskresi,<br />
aparat kepolisian dituntut untuk mengambil keputusan secara tepat dan arif.<br />
Termonolgi diskresi di lembaga kepolisian disebut sebagai diskresi<br />
kepolisian, biasanya berupa memaafkan, menasihati, penghentian<br />
penyidikan dan lainnya.<br />
2. Peran Jaksa, ketika jaksa mengangani kasus pembegalan, sebaiknya jaksa<br />
harus lebih membangun koordinasi dengan kepolisian, sehingga proses<br />
pembuatan berita acara di kepolisian dan pembuatan surat dakwaan kepada<br />
pelaku dapat dibuat dengan cermat, lengkap, dan teliti serta dengan waktu<br />
yang efisien dan efektif, sehingga pelaku dapat segera dihukum. Diharapkan<br />
dari hal tersebut, akan memberi efek jera bagi pelaku begal.<br />
Berikut ketentuan hukum yang bisa menjadi dasar jaksa penuntut umum<br />
dalam membuat surat dakwaan untuk pelaku begal:Dalam KUHP (Kitab<br />
Undang – Undang Hukum Pidana) Tindak Pidana begal termasuk kepada<br />
Tindak Pidana Pencurian Bab XXII diatur pada Pasal 362, 363,dan 365. Artinya<br />
dalam menghukum pelaku begal, penegak hukum harus merujuk pada pasal -<br />
pasal tersebut. Bunyi pasal 362 KUHP “Barang siapa mengambil suatu benda<br />
yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain, dengan maksud untuk dimiliki<br />
secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara<br />
paling lama 5 tahun atau denda paling banyak sembilan ratus rupiah”Berikut<br />
bunyi Pasal 363 KUHP :(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh<br />
tahun:1e.pencurian ternak;2e. pencurian pada waktu ada kebakaran, letusan,<br />
banjir, gempa bumi, atau gempa laut, gunung meletus, kapal karam, kapal<br />
terdampar, kecelakaan kereta api, huru-hara, pemberontakan atau bahaya<br />
18
perang;3e. pencurian di waktu malam dalam sebuah rumah atau pekarangan<br />
tertutup yang ada rumahnya, yang dilakukan oleh orang yang ada di situ tidak<br />
diketahui atau tidak dikehendaki oleh yang berhak;4e. pencurian yang<br />
dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu;5e. pencurian yang<br />
untuk masuk ke tempat melakukan kejahatan, atau untuk sampai pada barang<br />
yang diambil, dilakukan dengan merusak, memotong atau memanjat, atau<br />
dengan memakai anak kunci palsu, perintah palsu atau pakaian jabatan<br />
palsu.(2) Jika pencurian yang diterangkan dalam butir 3 disertai dengan salah<br />
satu hal dalam butir 4 dan 5, maka diancam dengan pidana penjara paling lama<br />
sembilan tahun.Setelah melihat pasal 363 KUHP maka dapat dikatakan pelaku<br />
begal itu masuk pada ayat (1) angka 4 dimana pelakunya bersekutu maka<br />
dapat dihukum selama 7 tahun, lebih berat dari pasal 362 KUHP. namun apa itu<br />
masih cukup ? Tidak! lihat lagi pasal 365 KUHP.Pasal 365 KUHP(1) Diancam<br />
dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun, pencurian yang didahului,<br />
disertai atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, terhadap<br />
orang, dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pencurian,<br />
atau dalam hal tertangkap tangan, untuk memungkinkan melarikan diri sendiri<br />
atau peserta lainnya, atau untuk tetap menguasai barang yang dicuri.(2)<br />
Diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun:(3) Jika<br />
perbuatan mengakibatkan kematian, maka diancam dengan pidana penjara<br />
paling lama lima belas tahun.(4) Diancam dengan pidana mati atau pidana<br />
penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun,<br />
jika perbuatan mengakibatkan luka berat atau kematian dan dilakukan oleh dua<br />
orang atau lebih dengan bersekutu, disertai pula oleh salah satu hal yang<br />
diterangkan dalam no. 1 dan 3.c. Peran Hakim, berdasarkan pada Pasal 5 ayat<br />
(1) Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, yang<br />
berbunyi sebagai berikut:”hakim dan hakim konstitusi wajib menggali,<br />
mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup<br />
dalam masyarakatnya.”<br />
Oleh karena itu, dalam menyelesaikan suatu perkara, seorang hakim harus<br />
dengan cermat kasus posisi dan melihat segala sumber hukum. Sedangkan<br />
keresahan masyarakat akan tindak pidana begal membuat hakim harusnya<br />
19
lebih responsive lagi dengan memberi sanksi yang setimpal dan diterima<br />
masyarakat. Ketentuan hukum yang bisa menjadi dasar jaksa penuntut<br />
umum dalam membuat surat dakwaan untuk pelaku begal: Dalam KUHP<br />
(Kitab Undang – Undang Hukum Pidana) Tindak Pidana begal termasuk<br />
kepada Tindak Pidana Pencurian Bab XXII diatur pada Pasal 362, 363,dan<br />
365. Artinya dalam menghukum pelaku begal, penegak hukum harus<br />
merujuk pada pasal -pasal tersebut. Pasal 362 KUHP : “Barang siapa<br />
mengambil suatu benda yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain,<br />
dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena<br />
pencurian, dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau denda paling<br />
banyak sembilan ratus rupiah”Berikut bunyi Pasal 363 KUHP : (1) Diancam<br />
dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun: 1e. pencurian ternak; 2e.<br />
pencurian pada waktu ada kebakaran, letusan, banjir, gempa bumi, atau<br />
gempa laut, gunung meletus, kapal karam, kapal terdampar, kecelakaan<br />
kereta api, huru-hara, pemberontakan atau bahaya perang; 3e. pencurian di<br />
waktu malam dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada<br />
rumahnya, yang dilakukan oleh orang yang ada di situ tidak diketahui atau<br />
tidak dikehendaki oleh yang berhak; 4e. pencurian yapng dilakukan oleh dua<br />
orang atau lebih dengan bersekutu; 5e. pencurian yang untuk masuk ke<br />
tempat melakukan kejahatan, atau untuk sampai pada barang yang diambil,<br />
dilakukan dengan merusak, memotong atau memanjat, atau dengan<br />
memakai anak kunci palsu, perintah palsu atau pakaian jabatan palsu. (2)<br />
Jika pencurian yang diterangkan dalam butir 3 disertai dengan salah satu<br />
hal dalam butir 4 dan 5, maka diancam dengan pidana penjara paling lama<br />
sembilan tahun . Pasal 363 KUHP maka dapat dikatakan pelaku begal itu<br />
masuk pada ayat (1) angka 4 dimana pelakunya bersekutu maka dapat<br />
dihukum selama 7 tahun, lebih berat dari pasal 362 KUHP. namun apa itu<br />
masih cukup ? Tidak! lihat pasal 365 KUHP. Pasal 365 KUHP: (1) Diancam<br />
dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun, pencurian yang<br />
didahului, disertai atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan,<br />
terhadap orang, dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah<br />
pencurian, atau dalam hal tertangkap tangan, untuk memungkinkan<br />
20
melarikan diri sendiri atau peserta lainnya, atau untuk tetap menguasai<br />
barang yang dicuri; (2) Diancam dengan pidana penjara paling lama dua<br />
belas tahun; (3) Jika perbuatan mengakibatkan kematian, maka diancam<br />
dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun; (4) Diancam dengan<br />
pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu<br />
paling lama dua puluh tahun, jika perbuatan mengakibatkan luka berat atau<br />
kematian dan dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu,<br />
disertai pula oleh salah satu hal yang diterangkan dalam no. 1 dan 3.c.<br />
Peran Hakim Berdasarkan pada Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang No. 48<br />
Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, yang berbunyi sebagai<br />
berikut:”hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan<br />
memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam<br />
masyarakatnya.” Oleh karena itu, dalam menyelesaikan suatu perkara,<br />
seorang hakim harus dengan cermat kasus posisi dan melihat segala<br />
sumber hukum. Sedangkan keresahan masyarakat akan tindak pidana<br />
begal membuat hakim harusnya lebih responsive lagi dengan memberi<br />
sanksi yang setimpal dan diterima masyarakat.<br />
F. Kerangka Pemikiran<br />
Dengan mengacu pada berbagai persfektif teori tentang perilaku<br />
manusia yang telah diuraikan persfektif hukum; Parsons, 1958 dalam persfektif<br />
sosiologi, Kluckhon, dalam persfektif Antroplogi, Smith, 1556 dalam perfektif<br />
ekonomi), dengan melihat fakta emperis pembegalan dan penanganannya.<br />
Sesuai dengan rumusan masalah penelitian, tujuan dan manfaat yang<br />
diharapkan pada dari penelitian.<br />
Perilaku begal dan peristiwa pembegalan terjadi dalam suatu masyarakat<br />
dapat didekati dengan melihat Faktor eksternal individu begal dan masayarakat,<br />
serta Faktor internal dalam masyarakat dan individu (Gambar1). Pemahaman<br />
pada dua hal tersebut diperlukan untuk menelusuri penyebab dan merumuskan<br />
berbagai upaya pencegahan perilaku begal yang tumbuh dalam masyarakat.<br />
Faktor eksternal, meliputi: Pola hubungan dan/atau kepedulian dalam<br />
masyarakat antara sesama warga masyarakat, penegakan aturan dari penegak<br />
21
hukum untuk semua masyarakat (yaitu: ada standar hukum yang sama untuk<br />
semua anggota masyarakat), kondisi rumahtangga dan keluarga dan pola<br />
hubungan yang berkembang dalam rumahtangga, lingkungan sebaya atau<br />
teman sepermainan yang dapat membawa anggota kepada perilaku kelompok<br />
yang dapat dan tidak bertentangan dengan perilaku yang menyimpang,<br />
Keadaan Ekonomi rumahtangga dan masyarakat yang memberikan ruang<br />
aktivitas dan masyarakat untuk dapat memenuhi kebutuhannya, pola pergaulan<br />
yang buruk yang dapat mempengaruhi anggotanya untuk berperilaku<br />
menyimpang, adanya sarana berupa sepeda motor dapat menjadi penunjang<br />
keperilaku baik dan rtidak baik, pengawasan dari orang tuanya yang lemah dan<br />
bahkan tidak peduli dengan pekembangan kehidupan anaknya, dan<br />
tontonan/video game yang mengajarkan kekerasan dan tidak mendidik yang<br />
menumbuhkan perilaku menumbuhkan gaya komsumtif dan kekerasan.<br />
Faktor internal (terkait dengan kondisi yang melekat dalam diri individu,<br />
misalnya: Motivasi terkait dengan aspek ekonomi seperti memenuhi<br />
kebutuhan,pola berpikir instans yang tidak mau kerja dan ingin hidup enak<br />
yang diikuti keinginan bebas lepas dari ikatan rumahtangga dan orang<br />
sekitarnya, keputusan yang hedonistik yang cenderung ingin menonjolkan diri<br />
dengan memeliki materi yang bernilai tinggi dimasyarakat, heroisme/Bulkying<br />
yang<br />
22
,<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
FAKTOR EKSTERNAL<br />
Pola Hubungan/ Kepedulian<br />
Masyarakat<br />
Penegakan Aturan<br />
Rumahtangga/Keluarga<br />
Lingkungan Sebaya<br />
Keadaan Ekonomi,<br />
Pergaulan Yang Buruk,<br />
Sarana Berupa Sepeda Motor,<br />
Pengawasan Dari Orang Tuanya<br />
Tontonan/Video Game kekerasan<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
FAKTOR INTERNAL<br />
Motivasi :Kondisi Ekonomi<br />
Mau Instans dan Bebas<br />
Keputusan yang hedonistik<br />
Heroisme /Bulkying<br />
Jiwa Pemberontak (Atavistik)<br />
Tidak ada kesibukan/kerjaan,<br />
Rasa kurang Perhatian dari<br />
keluarganya,<br />
Rasa ingin tahu atau penasaran<br />
Rasa peduli pada hak orang lain,<br />
Rasa takut terhadap hukum;<br />
KESIMPULAN<br />
Perilaku Begal<br />
(Pembegalan)<br />
REKOMENDASI<br />
DAMPAK<br />
PADA PELAKU<br />
T<br />
DAMPAK<br />
PADA KORBAN<br />
DAMPAK<br />
PADA <strong>MASYARAKAT</strong><br />
Gambar 2.1. Kerangka Pikir Penelitian<br />
berkeinginan menampilkan kekuatan dengan melakukan tekanan pada orang<br />
lain, peraliku pemberontak (Atavistik) yang selalu melawan aturan dan<br />
menginginkan ketidak-stabilan, tidak bekerja atau tidak ada kesibukan, merasa<br />
23
kurang perhatian dari keluarganya, Rasa ingin tahu atau penasaran, Rasa<br />
peduli pada hak orang lain, Rasa takut terhadap hukum.<br />
Perilaku pembegal akan memberikan dampak pada korban begal, pelaku<br />
dan masyarakat. Bagi korban begal menimbulkan trauma, bisa cacat bahkan<br />
meninggal yang tentu berdampak pada keluarga korban. Pada masyarakat<br />
perilaku begal menimbulkan rasa tidak aman dan rasa kuatir sehingga aktivitas<br />
lainnya dapat terganggu bahkan dalam banyak hal perilaku pembegalan<br />
mendorong main hakim sendiri terhadap pelaku begal bila tertangkap oleh<br />
masyarakat. Terhadap pelaku tidak semua berdampak pada sikap jera bila<br />
tertangkap bahkan terjadi selepas dari hukumannya bahkan kualitas<br />
pembegalan semakin sadis, korban ditengah masyarakat cenderung ditolak<br />
atau tersisih sehingga mendorong perilaku memilih jalan hidup sebagai<br />
pembegal yang semakin sadis dan menjadikan sebagai sumber pendapatan.<br />
Dengan memahami perilaku baik sebaran modus dan faktor yang<br />
menyebabkan dapat diperoleh kesimpulan dan deskripsi detail tentang begal,<br />
yang dapat menjadi dasar dalam menumbuhkan dan merancang suatu<br />
rekomendasi untuk kebijakan terkait dengan upaya menekan atau<br />
menghilangkan perilaku menyimpang (begal) dalam masyarakat.<br />
24
BAB III. METODE PENELITIAN<br />
A. Pendekatan Penelitian<br />
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, untuk mendapatkan<br />
pemahaman yang mendalam terhadapfaktor-faktor terkait dengan perilaku<br />
dalam pembegalan, maka dilakukan kajian terhadap kasus pembegalan yang<br />
terjadi diwilayah Sulawesi Selatan, khususnya pada dua kota (Kota Makassar<br />
dan Kota Pare-Pare). Kajian kasus perkasus sesuai keperluan. Pendalaman<br />
terhadap beberapa kasus diharapkan memberikan penjelasan terkait tujuan dan<br />
outcame yang diharapkan dari penelitian.<br />
B. Lokasi dan Waktu<br />
Penelitian dilaksanakan di dua Kota, yakni Kota Ujung Pandang dan<br />
Kota Pare-Pare. Dua daerah ini, memperlihatkan tingkat presentase<br />
pembegalan yang cukup tinggi kejadiannya di Sulawesi Selatan. Secara<br />
perkembangan wilayah Kota Makassar adalah dengan tingkat kemajuan dalam<br />
berbagai aspek di Sulawesi Selatan, sementara Kota Pare-Pare tergolong<br />
dalam kota yang mewakili tingkat kemajuan berada pada posisi tengah dalam<br />
halkemajuan masyarakat.Kedua kota tersebut, menjadi pintu masuk bagi<br />
pendatang luar pulau dengan adanya pelabuhan laut.<br />
Penelitian dilaksanakan selama 4 bulan, yaitu dari bulan Junisampai<br />
bulanSeptember2016.<br />
C. Responden dan Informan Penelitian<br />
Responden penelitian adalah individu pelaku begal yang telah ditangani<br />
oleh penegak hukum pada berbagai tingkat proses hukum.<br />
Denganmenggunakan system snow-ball dilakukan kajian terhadap lingkungan<br />
rumahtangga, system sosial dan budaya serta tempat tinggal. Pendalaman<br />
pada peristiwa pembegalan akan dipahami dalam berita acara penyidikan dan<br />
dokumen penuntutan jasa dan keputusan hukum dari hakim yang mengadili.<br />
Informan dipilih dari lingkungan sosial dan budaya dari pembegal.<br />
Peranan stakeholder kepolisian, jaksa dalam penanganan hukum terhadap<br />
25
pembegal. Dinas sosial dan kesejahteran masyarakat selaku Satuan Kerja<br />
Pemerintah Daerah (SKPD) dalam banyak hal, berperan penting terkait dengan<br />
masalah yang diteliti.<br />
D. Metode dan Instrumen Pengumpulan Data<br />
Data penelitian diperoleh dengan melakukan wawancara mendalam dan<br />
berstruktur terkait dengan karakteristikindividu pembegal, karakteristik<br />
rumahtangga pembegal, lingkungan social-ekonomidan budaya pembegal.<br />
Pendalaman pada beberapa aspek dilakukan pembegal, informan diambil<br />
dariorang sekitar lingkungan tempat tinggal pembegal.<br />
Wawancara mendalam dilakukan pada informan yang mengetahui dan<br />
berhubungan langsung dengan permasalahan begal terkait dengan tugas dan<br />
fungsinya. FGD atau diskusi berkelompok terfokus dilakukan untuk<br />
mendapatkan informasi dan pendalaman, dan dalam upaya mengungkap<br />
keterkaitan antara lingkungan pembegal, dampak dan langkah penanganan,<br />
serta kebijakan yang dilakukan pada berbagai tingkat terkait dengan penciptaan<br />
sistem keamanan wilayah.<br />
Kajian dokumentasi terhadap BAP kepolisian, Dokumen tuntutan jaksa<br />
dan dokumen putusan hakim. Pemahaman terhadap dokumen ini dikaitkan<br />
dengan dekresi penegakan hukum terkait dengan penanganan pembekalan.<br />
Kajian kasus beberapa dokumen pembegal akan memberikan informasi terkait<br />
dengan penyebab, peristiwa, dan dampak yang ditimbulkan dari aktivitas begal.<br />
E. Indikator/Parameter<br />
Mengikuti kerangka pikir penelitian, maka dideskripsikan kondisi sosialekonomi,<br />
budaya, dan rumahtangga, serta individu pembegal. Proses terjadinya<br />
pembegalan akan didalami melalui dokumen berita acara kepolisiaan, dokumen<br />
tuntutan jaksa dan putusan pengadilan, ketiganya merupakan dasar memahami<br />
peristiwa pembegalan.<br />
Aspek tersebut mengikuti kerangka pikir diarahkan pada pengungkapan<br />
faktor eksternal dan internal individu dan rumahtangga pembegal.Beberapa<br />
aspek dari karakteristik individu, rumahtangga, sosial-ekonomi dan budaya<br />
akan dikategorikan kedalam faktor eksternal dan internal, yang selanjutnya<br />
26
dengan mengunakan metode trangulasi maka ditarik berbagai simpulanterkait<br />
dengan tujuan penelitian.<br />
F. Model Analisis<br />
Metode Analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif (Descriptive<br />
Analysis) terhadap setiap kasus pembegalan untuk memperoleh gambaran<br />
terkait dengan proses pembegalan serta tingkat keresahan masyarakat yang<br />
ditimbulkan oleh perilaku pembegalan, kebijakan terkait dengan penanganan<br />
dari aspek hukum, dan berbagai upaya pencegahan dan pemberantasan begal<br />
dengan kerjasama dari stakeholders. Analisis kasus diarahkan pada identifikasi<br />
faktor eksternal dan internal pembegal dan dampak yang timbul dari perilaku<br />
pembegal baik terhadap masyarakat, pelaku dan korban.<br />
Analisis yang digunakaan untuk mengetahui berbagai faktor yang<br />
mempengaruhi perilaku begal akandiigunakan analisis kasus dengan<br />
mengggunakan analisis mendalam atas kasus pembegalan. Analisis isi(Content<br />
Analysis) dimaksud memberikan pendalaman terhadap setiap fakta atas kasus.<br />
Hasil pendalaman kasus dapat direkonstruksi suatu rumusan dan<br />
kebijakan terkait dengan upaya penanganan pembegalan, yang menjadi dasar<br />
rekomendasi untuk output penelitian.<br />
27
I V. PROSEDUR PELAKSANAAN KEGIATAN<br />
Prosedur pelaksanaan kegiatan penelitian dengan mekanismedan<br />
metode analisis yang digunakan seperti Gambar 2 (Flow-chart).<br />
PENGUMPULAN DAN <strong>DI</strong>SEMINASI DATA<br />
PENGELOMPOKKAN DATA BERDASARKAN KARAKTRISTIK <strong>PEMBEGAL</strong> DARI ASPEK<br />
IN<strong>DI</strong>VIDU, SOCIAL-EKONOMI BUDAYADAN RUMAH TANGGA; DOKUMEN DAN<br />
DATA KEBIJAKAN SERTA PENANGANAN BEGAL<br />
DESCRIPTIVE <strong>KASUS</strong><br />
<strong>PEMBEGAL</strong><br />
KEBIJAKAN PEMERINTAH DAN<br />
PENANGANAN BEGAL<br />
CONTENT ANALYSIS<br />
IMPORTANT<br />
DETERMINANT<br />
PRE-IDENTIFIED<br />
RECOMMENDATION<br />
PEMILIHAN DETERMINAN<br />
POTENSIAL<br />
KESIMPULAN DAN<br />
REKOMENDASI<br />
Gambar 4.1. Flow Chart Penelitian<br />
28
Tahap Pengumpulan dan Desiminasi Data: Pengumpulan data primer<br />
dan sekunder, data primer dari setiap peristiwa pembegalan yang kasus<br />
sedang dalam proses hukum maupun yang telah mendapat keputusan hukum<br />
tetap, sehingga pelaku teridentifikasi dan memungkinkan dijadikan responden.<br />
Beberapa diantaranya menjadi informan yang dapat mengungkap aspek dan<br />
lingkup pembegalan dan kehidupan dari kelompok begal yang tidak terkait<br />
langsusng dengan dirinya. Data dari beberapa informan akan memberikan<br />
informasi penting dalam mendalami aspek pembegalan. Data sekunder adalah<br />
dokumen yang terkait dengan pelaku yang diperoleh dari penegak hukum dan<br />
beberapa dokumen lainnya. Data ini kemudian dekelompokkan berdasarkan<br />
tujuan penelitian dan kajian. Juga dikumpulkan terkaitkan dengan aspek<br />
kebijakan pemerintah yang dapat dikaitkan dengan tumbuh dan menjadi faktor<br />
yang berperan dalamj mencegah perilaku pembegalan.<br />
Dari data yang dikumpulkan, maka dapat dikelompokkan data terkait dengan<br />
kasus pembegalan untuk mendeskripsikan pembegalan dan kebijakankebijkan<br />
untuk mencegah dan penenganan pembegalan.<br />
Pendeskripsian setiap kasus dikaitkan dengan faktor eksternal termasuk<br />
kebijakan terkait langsung dan tidak langsung dengan pembegalan akan<br />
didalami melalui analisis isi (conten analisis). Melalui analisis isi, akan dapat<br />
dipisahkan hal penting terkait dengan pembegalan, yaitu faktor eksternal dan<br />
internal terkait dengan pembegalan. Dari analisis isi, juga beberapa aspek<br />
yang dapat dijadikan dasar rekomendasi untuk pencegahan dan penanganan<br />
perilaku pembegalan.<br />
Selanjutnya teridentifikasi faktor penting yang potensial yang menjadi<br />
penyebab perilaku pembegalan, dan rekomendasi potensial yang dapat<br />
dilaksanakan untuk mencegah dan penanganan pembegal, yang akan menjadi<br />
dasar penarikan kesimpulan dan perumusan rekomendasi.<br />
29
BAB V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN<br />
A. Gambaran Umum Kota Parepare<br />
A.1. Sejarah<br />
Kota Parepare adalah sebuah Kota di Provinsi Sulawesi Selatan,<br />
Indonesia. Kota ini memiliki luas wilayah 99,33 km² dan berpenduduk sebanyak<br />
±140.000 jiwa. Berada di pantai Barat Sulawesi Selatan merupakan wilayah<br />
perbukitan dan daerah pantai, dahulunya merupakan semak-semak belukar<br />
yang diselang-selingi oleh lubang-lubang tanah yang agak miring sebagai<br />
tempat yang pada keseluruhannya tumbuh secara liar tidak teratur, mulai dari<br />
utara (Cappa Ujung) hingga ke jurusan selatan kota. Melalui proses<br />
perkembangan sejarah sedemikian rupa dataran itu dinamakan Kota Parepare.<br />
Lontara Kerajaan Suppa menyebutkan, sekitar abad XIV seorang anak<br />
Raja Suppa meninggalkan Istana dan pergi ke selatan mendirikan wilayah<br />
tersendiri pada tepian pantai karena memiliki hobi memancing. Wilayah itu<br />
kemudian dikenal sebagai kerajaan Soreang, kemudian satu lagi kerajaan<br />
berdiri sekitar abad XV yakni Kerajaan Bacukiki.<br />
Kota Parepare ditenggarai sebagian orang berasal dari kisah Raja<br />
Gowa, dalam satu kunjungan persahabatan Raja Gowa XI, Manrigau Dg. Bonto<br />
Karaeng Tunipallangga (1547-1566) berjalan-jalan dari kerajaan Bacukiki ke<br />
Kerajaan Soreang. Sebagai seorang raja yang dikenal sebagai ahli strategi dan<br />
pelopor pembangunan, Kerajaan Gowa tertarik dengan pemandangan yang<br />
indah pada hamparan ini dan spontan menyebut “Bajiki Ni Pare” artinya “di buat<br />
dengan baik”. Parepare ramai dikunjungi termasuk orang-orang Melayu yang<br />
datang berdagang ke kawasan Suppa. Melihat posisi yang strategis sebagai<br />
pelabuhan yang terlindungi oleh tanjung di depannya, serta memang sudah<br />
ramai dikunjungi orang-orang, maka Belanda pertama kali merebut tempat ini<br />
kemudian menjadikannya kota penting di wilayah bagian tengah Sulawesi<br />
Selatan. Disinilah Belanda bermarkas untuk melebarkan sayapnya dan<br />
merambah seluruh dataran timur dan utara Sulawesi Selatan. Hal ini yang<br />
berpusat di Parepare untuk wilayah Ajatappareng.<br />
30
Pada zaman Hindia Belanda, di Kota Parepare, berkedudukan seorang<br />
Asisten Residen dan seorang Controlur atau Gezag Hebber sebagai Pimpinan<br />
Pemerintah (Hindia Belanda) dengan status wilayah pemerintah yang<br />
dinamakan “Afdeling Parepare” yang meliputi, Onder Afdeling Barru, Onder<br />
Afdeling Sidenreng Rappang, Onder Afdeling Enrekang, Onder Afdeling<br />
Pinrang dan Onder Afdeling Parepare. Pada setiap wilayah/Onder Afdeling<br />
berkedudukan Controlur atau Gezag Hebber. Disamping adanya aparat<br />
pemerintah Hindia Belanda tersebut, struktur Pemerintahan Hindia Belanda ini<br />
dibantu pula oleh aparat pemerintah raja-raja bugis, yaitu Arung Barru di Barru,<br />
Addatuang Sidenreng di Sidenreng Rappang, Sulawetan Enrekang di<br />
Enrekang, Addatung Sawitto di Pinrang, sedangkan di Parepare berkedudukan<br />
Arung Mallusetasi.<br />
Struktur pemerintahan ini, berjalan hingga pecahnya Perang Dunia II yaitu pada<br />
saat terhapusnya Pemerintahan Hindia Belanda sekitar tahun 1942. Pada<br />
zaman kemerdekaan Indonesia tahun 1945, struktur pemerintahan disesuaikan<br />
dengan undang-undang Nomor 1 tahun 1945 (Komite Nasional Indonesia). Dan<br />
selanjutnya Undang-undang Nomor 2 Tahun 1948, di mana struktur<br />
pemerintahannya juga mengalami perubahan, yaitu di daerah hanya ada<br />
Kepala Daerah atau Kepala Pemerintahan Negeri (KPN) dan tidak ada lagi<br />
semacam Asisten Residen atau Ken Karikan.<br />
Pada waktu status Parepare tetap menjadi Afdeling yang wilayahnya<br />
tetap meliputi 5 Daerah seperti yang disebutkan sebelumnya. Dengan<br />
keluarnya Undang-Undang Nomor 29 tahun 1959 tentang pembentukan dan<br />
pembagian Daerah-daerah tingkat II dalam wilayah Provinsi Sulawesi Selatan,<br />
maka ke empat Onder Afdeling tersebut menjadi Kabupaten Tingkat II, yaitu<br />
masing-masing Kabupaten Tingkat II Barru, Sidenreng Rappang, Enrekang dan<br />
Pinrang, sedangkan Parepare sendiri berstatus Kota Praja Tingkat II Parepare.<br />
Kemudian pada tahun 1963 istilah Kota Praja diganti menjadi Kotamadya dan<br />
setelah keluarnya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1999 tentang Pemerintahan<br />
Daerah, maka status Kotamadya berganti menjadi “KOTA” sampai sekarang ini.<br />
Didasarkan pada tanggal pelantikan dan pengambilan sumpah Wali<br />
Kotamadya Pertama H. Andi Mannaungi pada tanggal 17 Februari 1960, maka<br />
31
dengan Surat Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah No. 3 Tahun 1970<br />
ditetapkan hari kelahiran Kotamadya Parepare tanggal 17 Februari 1960.<br />
Gambar 5.1 kelahiran Kotamadya Parepare tanggal 17 Februari<br />
Peta Wilayah Kota Parepare 1960.<br />
Sebelum tahun 2005, Wali Kota Parepare dipilih melalui mekanisme<br />
yang diatur oleh DPRD Kota Parepare. Setelah itu, Wali Kota Parepare<br />
bersama Wakil Wali Kota Parepare dipilih secara langsung oleh warga kota<br />
melalui Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) untuk pertama kalinya pada tanggal<br />
28 Agustus 2008.<br />
DPRD Kota Parepare adalah Lembaga Legislatif tingkat Kota yang<br />
berada di wilayah Kota Parepare. Anggota DPRD Kota Parepare dipilih<br />
berdasarkan daftar terbuka dari partai dalam Pemilihan Umum yang<br />
diselenggarakan setiap lima tahun bersamaan dengan pemilihan anggota<br />
Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah seluruh Indonesia.<br />
Berdasarkan UU No. 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPRD & DPRD,<br />
perwakilan anggota DPRD Kota Parepare berjumlah 25 orang. Dari tahun ke<br />
tahun Partai Golkar yang mayoritas menduduki kursi DPRD di Parepare.<br />
A.2. Geografis dan Iklim<br />
Kota Parepare terdiri dari 4 Kecamatan,<br />
yaitu :Kecamatan Soreang, Kecamatan Ujung,<br />
Kecamatan Bacukiki, Kecamatan Bacukiki Barat.<br />
Wali Kota Parepare memiliki tugas dan wewenang<br />
memimpin penyelenggaraan daerah berdasarkan<br />
kebijakan yang ditetapkan bersama DPRD Kota<br />
Parepare. Jabatan pertama dipegang oleh Andi<br />
Mannaungi pada tahun 1960. Didasarkan pada<br />
tanggal pelantikan dan pengambilan sumpah Wali<br />
Kotamadya Pertama pada tanggal 17 Februari<br />
1960, maka dengan SK. DPRD Kotamadya<br />
Parepare No. 3 Tahun 1970 ditetapkan hari<br />
Geografis : Kota Parepare terletak di sebuah teluk yang menghadap ke<br />
Selat Makassar. Di bagian utara berbatasan dengan Kabupaten Pinrang, di<br />
32
sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Sidenreng Rappang dan di<br />
bagian selatan berbatasan dengan Kabupaten Barru. Meskipun terletak di tepi<br />
laut tetapi sebagian besar wilayahnya berbukit-bukit.<br />
Iklim : Berdasarkan catatan stasiun klimatologi, rata-rata temperatur Kota<br />
Parepare sekitar 28,5 °C dengan suhu minimum 25,6 °C dan suhu maksimum<br />
31,5 °C. Kota Parepare beriklim tropis dengan dua musim, yaitu musim<br />
kemarau pada bulan Maret sampai bulan September dan musim hujan pada<br />
bulan Oktober sampai bulan Februari.<br />
A.3. Hasil Pertanian dan Hasil lainnya<br />
Hasil pertanian adalah biji kacang mete, biji kakao, dan palawija lainnya<br />
serta padi. Wilayah pertanian parepare tergolong sempit, karena lahannya<br />
sebagian besar berupa bebatuan bukit cadas yang banyak dan mudah tumbuh<br />
rerumputan. Daerah ini sebenarnya sangat cocok untuk peternakan. Banyak<br />
penduduk di daerah perbukitan beternak ayam potong dan ayam petelur,<br />
padang rumput juga dimanfaatkan penduduk setempat untuk menggembala<br />
kambing dan sapi. Sedangkan penduduk di sepanjang pantai banyak yang<br />
berprofesi sebagai nelayan. Ikan yang dihasilkan dari menangkap ikan atau<br />
memancing masih sangat berlimpah dan segar. Biasanya selain dilelang di<br />
Tempat Pelelangan Ikan (TPI), para nelayan menjualnya ikan -ikan yang masih<br />
segar di pasar malam 'pasar senggol' yang menjual aneka macam buahbuahan,<br />
ikan, sayuran, pakaian sampai pernak - pernik aksesoris.<br />
A.4. Penduduk<br />
Berdasarkan data BPS pada tahun 2014, jumlah penduduk Parepare<br />
ada 136.903 jiwa yang terdiri dari etnis Bugis, Makassar, Mandar dan Tionghoa.<br />
Pertumbuhan penduduk Kota pare masa kurung tahun 1971-1990 rata-rata<br />
pertumbuhan pada kisaran 1,77%- 1,89%. Periode 1990-2000 mengalami<br />
pertumbuhan yang melambat 0,65%, Pertumbuhan penduduk tahunan tertinggi<br />
terjadi pada tahun 2013.<br />
33
Tabel 5.1<br />
Jumlah Penduduk dan tingkat pertumbuhan tahunan Penduduk Kota Parepare<br />
.<br />
No Tahun Jumlah penduduk<br />
(jiwa)<br />
Pertumbuhan Rata2 Pertahun<br />
(%)<br />
1 1971 72.471 -<br />
2 1976 78.981 1,79<br />
3 1980 86.450 1,89<br />
4 1990 101.746 1,77<br />
5 2000 108.326 0,65<br />
6 2010 129.542 1,96<br />
7 2012 132.048 0,97<br />
8 2013 135. 200 2.39<br />
9 2014 136. 903 1,27<br />
Masalah ketenagakerjaan dengan kondisi kependudukan tersebut<br />
memperlihatkan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja 60,37%, Tingkat<br />
pertumbuhan tenaga Kerja 7,08%. Jumlah penduduk yang bekerja 54.812 Jiwa<br />
dengan lapangan pekerjaan terbanyak menyerap tenaga kerja adalah sektor<br />
perdagangan, yaitu 20.657 Jiwa (39,60%), dan menjadikan Kota Parepare<br />
sebagai kota dagang atau jasa ditampilkan pada Tabel 5.2.<br />
Tabel 5.2<br />
Statistik Ketenagakerjaan Kota Parepare, 2014<br />
No Uraian 2014<br />
1. Tingkat Partisipasi Ankatan Kerja (%) 60,37<br />
2. TPT (%) 7,08<br />
3. Bekerja (jiwa) 54.812<br />
4. Pertumbuhan Tenaga Kerja (%) 9,87<br />
5 Bekerja di Sektor (jiwa)<br />
5.1 Pertanian 1405<br />
5.2 Industri 3973<br />
5.3 Perdagangan 20657<br />
5.4 Jasa 16904<br />
5.5 Lainnya 11873<br />
A.5. Pendidikan<br />
Kemajuan pendidikan ditunjukkan pada harapan lama sekolah, rata-rata<br />
lama sekolah dan tingkat partisipasi sekolah. Rata-rata lama sekolah penduduk<br />
Parepare lebih tinggi yaitu 9,95 tahun bila dibandingkan rata-rata lama sekolah<br />
provinsi Sulawesi Selatan yaitu 7,49 tahun. Indikator pendidikan dengan<br />
34
menggunakan indikator harapan lama sekolah tahun 2014 yaitu 14,04 tahun<br />
artinya diharapkan dapat menyelesaikan pendidikannya sampai SLTA, dan<br />
rata-rata capain adalah setara SLTP (9,95 tahun).<br />
Tabel 5.3<br />
Indikator pendidikan di Kota Parepare 2013-2014<br />
No Uraian 2013 2014<br />
1. Harapan Lama sekolah(tahun) 12,65 14,04<br />
2. Rata-rata Lama Sekolah (tahun) 9,89 9,95<br />
3. Angka Partisipasi Sekolah<br />
3.1 7 - 12 98,77 99,93<br />
3.2 12 – 15 91,72 97,62<br />
3.3 16 – 18 72,56 76,66<br />
3.4 19 – 24 35,29 36,87<br />
A.6. Pembangunan Manusia<br />
Pembangunan manusia yang diukur dengan indeks pembangunan<br />
manusia (IPM), kota Parepare menempati urutan kedua setelah Kota Makassar<br />
di Sulawesi-Selatan. IPM kota Makassar 70 lebih tinggi dari Propinsi IPM 60.<br />
Nilai IPM Kota Parepare dari tahun ke tahun mengalami pertumbuhan,<br />
komponen kesehatan tahun 2014 ditunjukkan dengan indeks kesehatan<br />
dengan mengukur harapan hidup 70,39 tahun, pendidikan dengan mengukur<br />
harapan sekolah 14,05 tahun dan rata-rata lama sekolah 9,95 tahun, dan dari<br />
indicator ekonomi ditunjukkan dengan pengeluaran perkapita ril yang<br />
mencapai12,692 ribu rupiah pertahun.<br />
Tabel 5.4<br />
IPM Kota Parepare Tahun 2014<br />
No Indikator 2012 2013 2014<br />
1. Angka Harapan Hidup (Tahun) 70,37 70,38 70,39<br />
2. Angka Harapan Lama Sekolah<br />
(Tahun)<br />
13,58 13,65 14,04<br />
3. Rata-Rata Lama Sekolah (Tahun) 9,68 9,89 9,95<br />
4. Pengeluaran Perkapita Ril (Rp.<br />
000)<br />
12.419 12.554 12.692<br />
35
A.7. Pariwisata<br />
Pantai yang sering dijadikan pusat<br />
rekreasi oleh masyarakat Parepare, yaitu<br />
pantai Lumpue. Pantai ini berada di<br />
Kecamatan Bacukiki Barat Lokasinya dekat<br />
dengan fasilitas umum seperti masjid dan<br />
puskesmas, disediakan pula rumahyang<br />
terbuat dari bambu beratap nipa yang bisa<br />
Gambar 5.2 Pantai Lumpue disewa oleh wisatawan.Pantai<br />
lumpuememiiki air laut bening dengan pasir<br />
pantai halus kecoklatan.<br />
Pantai ini tidak mengalami perubahan besar meskipun pada tahun 1980-<br />
an pernah ditambahkan fasilitas pendukung tetapi tidak mampu mengubah<br />
komposisi alamnya. Lokasi ini dulunya hanya dipakai oleh orang-orang penting,<br />
namun karena gencarnya promosi akhirnya Lumpue yang semula untuk<br />
pemandian berubah menjadi wisata pantai di Sulawesi Selatan.<br />
Gambar 5.3. Kebu Raya Jompie<br />
Kebun Raya Jompie<br />
merupakan hutan kota yang dijadikan<br />
tempat pariwisata, dibangun sejak<br />
tahun 1920 menyimpan keanekaragaman<br />
hayati serta menjadi objek<br />
wisata dan pusat penelitian tumbuhan<br />
tropis, terutama tanaman endemik<br />
Sulawesi.Jarak dari pusat Kota<br />
Parepare yakni sekitar 3,5 km. Letak<br />
strategis karena mudah dijangkau<br />
dengan kendaraan pribadi maupun<br />
kendaraan umum.<br />
Kebun yang mempunyai luas 13,5 hektar ini menawarkan rekreasi<br />
seperti kolam renang, area perkemahan, dan jalan setapak untuk wisatawan<br />
yang ingin menikmati hutan dan pepohonan dengan berjalan-jalan. Hutan<br />
36
Jompie sebagai hutan kota terbaik keenam se-Indonesia pada saat Resepsi<br />
Kenegaraan HUT RI ke-65 Hutan seluas 13,6 hektar itu sebelumnya diputuskan<br />
oleh Pemerintah Pusat sebagai hutan kota terbaik di Sulawesi Selatan. Selain<br />
hutan, terdapat juga kebun raya yang ditetapkan sebagai pusat koleksi dan<br />
konservasi tumbuhan kawasan pesisir Wallacea dengan menonjolkan<br />
keanekaragaman tumbuhan obat, tumbuhan adat dan ethobotani. Dalam<br />
kawasan ini terdapat beberapa fasilitas fisik, antara lain kolam renang, 14 unit<br />
shelter (tempat istirahat), arena perkemahan (camping ground), gedung<br />
pertemuan, saluran drainase, dan jalan setapak yang menjangkau setiap sudut<br />
kawasan.<br />
Keanekaragaman tumbuhan di kawasan ini menurut analisis dari Tim<br />
Analisis Vegetasi Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor serta<br />
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), terdiri dari 90 jenis yang berasal<br />
dari 81 marga tumbuhan. Sebanyak 7 jenis di antaranya telah teridentifikasi<br />
secara lengkap. Sepuluh jenis baru diketahui marganya, dan tiga jenis baru<br />
teridentifikasi sampai pada tingkat suku. Beberapa di antaranya diketahui<br />
sebagai tumbuhan langka.<br />
Gambar 5.4<br />
Terumbu Karang Tonrangeng<br />
Di Parepare, pelestarian terumbu<br />
karang sudah dilakukan dan menjadi salah<br />
satu daya tarik wisata di Parepare. Untuk<br />
melestarikan kein-dahan dan kehidupan<br />
bawah laut. Sehingga warga Kota Parepare<br />
khu-susnya yang bermukim di kawasan<br />
Tonrangeng-Lumpue berpeluang menjadi<br />
pengusaha budidaya terumbu karang.<br />
Pemerintah Kota Parepare “menyulap”<br />
kawasan ini sebagai pusat pelestarian terumbu<br />
karang dan budidaya terumbu karang bagi<br />
warga lokal dan wisatawan<br />
37
Gambar .5.5<br />
Waterboom Parepare<br />
Objek wisata Waterboom Parepare kini<br />
telah menjelma menjadi primadona bagi warga<br />
di kawasan Ajattappareng untuk mengisi liburan<br />
akhir pekan maupun liburan sekolah bagi<br />
pelajar. Di setiap akhir pekan, puluhan bus<br />
maupun mobil pribadi dari berbagai daerah di<br />
sekitar Parepare berjejal di kawasan<br />
waterboom. Fasilitas-fasilitas tersebut antara<br />
lain ketersediaan puluhan gazebo-gazebo<br />
tempat pengunjung duduk bersantai bersama<br />
keluarganya sambil menikmati waterboom.<br />
Gambar 5.6.<br />
Flying fox di River Ladoma, Bacukiki<br />
Gambar 5.7<br />
Pantai Mattirotasi<br />
River Ladoma adalah sebuah objek<br />
wisata yang memanfaatkan keindahan dan<br />
bentang alam Sungai Ladoma sebagai daya<br />
tarik wisata. River Ladoma terletak di<br />
Kecamatan Bacukiki. Di objek wisata ini<br />
terdapat fasilitas pemancingan, gazebo,<br />
motor ATV, arena soft-gun, trekking dan<br />
flying fox. Pengunjung juga bisa menikmati<br />
kesegaran Sungai Ladoma dengan<br />
berendam kaki maupun mandi. Sungai<br />
Ladoma memiliki batu-batu andesit<br />
berukuran besar berbentuk bulat dan<br />
lonjong.<br />
Pantai yang terletak di Jalan<br />
Mattirotasi memiliki pemandangan lepas ke<br />
arah Teluk Parepare. Pantai ini memiliki<br />
beberapa gazebo, bangku taman,lintasan<br />
jogging, batu-bate andesit berukuran besar<br />
38
Sebagai penahan abrasi dan lapangan yang dimanfaatkan warga untuk<br />
berolahraga.Pantai Mattirotasi ramai dikunjungi warga Parepare di hari Minggu<br />
untuk berolahraga dan bersantai.<br />
Objek Wisata Lainnya, yaitu: Sumur Jodoh Soreang, Goa<br />
Tompangeng, Desa Wisata Wattang Bacukiki, Salo Karajae, Museum<br />
Gandaria, Bendungan Lappa Angin, Pantai Torangeng.<br />
A.8. Transportasi<br />
Kota Parepare bisa dicapai dengan transportasi darat atau laut.<br />
Parepare terletak di jalur utama lalu lintas ke Sulawesi Barat, Tana Toraja dan<br />
Palopo. Pelabuhan Nusantara menghubungkan Parepare dengan kota-kota di<br />
pesisir Kalimantan, Surabaya dan kota-kota pelabuhan di Indonesia bagian<br />
timur. Parepare juga merupakan pelabuhan bagi orang - orang di daerah<br />
Ajatappareng.<br />
Darat: Parepare mempunyai akses<br />
transportasi darat yang terdiri dari Pete-<br />
Pete, Bus, Taksi, Becak dan Kereta.<br />
Luas Parepare tidak seluas kota-kota<br />
besar lainnya sehingga jumlah<br />
transportasi Parepare terbilang sedikit.<br />
Terdapat 4 pelabuhan di Parepare, di<br />
antaranya:Pelabuhan Nusantara,<br />
Pelabuhan Cappa Ujung, Pelabuhan<br />
Lontange, Pelabuhan Cempae<br />
Gambar: 5.8<br />
Pelabuhan Nusantara Parepare<br />
39
A.9. Pers & Media<br />
Terdapat surat kabar yang beroperasi di daerah Parepare, yaitu Pare Pos [28] .<br />
Selain itu ada pula puluhan stasiun radio di Parepare dan sebuah televisi lokal<br />
yang beroperasi di Parepare, yaitu MCTV Pare (Mitra Citra Televisi Parepare).<br />
B. Gambaran Umum Kota Makassar<br />
B.1. Kondisi Geografi Wilayah<br />
Letak, Luas, dan Batas Wilayah<br />
Secara geografis, Kota Makassar terletak di Pantai Barat pulau<br />
Sulawesi dan barada pada titik koordinat 119°4‟29,038” – 119°32‟35,781”<br />
Bujur Timur dan 4°58‟30,052” – 5°14‟0,146” Lintang Selatan. Posisi geografis<br />
Kota Makassar ini sangat strategis terletak di titik sentral Negara Kepulauan<br />
Republik Indonesia (NKRI), Kota Makassar merupakan penghubung antara<br />
Kawasan Barat dan Kawasan Timur Indonesia. Hal ini menjadikan<br />
Makasssar sebagai the Center point of Indonesia dan menjadi “main<br />
gate” bagi wilayah timur Indonesia ataupun sebaliknya. Selain itu, kota ini<br />
berbatasan langsung dengan Selat Makassar sebagai jalur pelayaran<br />
alternatif (ALKI) yang mampu menunjang percepatan alur lintas barang dan<br />
jasa. Dengan demikian jika ditinjau dari letak dan posisinya, Makassar yang<br />
merupakan ibukota Provinsi Sulawesi Selatan memiliki nilai strategis yang<br />
tinggi dan berpotensi menjadi pusat produksi dan distribusi barang yang<br />
ekonomis dan cepat dalam rangka mendorong kemajuan perekonomian<br />
Indonesia bagian timur.<br />
Luas Wilayah Kota Makassar tercatat 175,77 km persegi, dengan<br />
batas-batas wilayah administratif sebagai berikut :<br />
Sebelah Utara : Kabupaten Maros<br />
Sebelah Selatan : Kabupaten Gowa<br />
Sebelah Timur : Kabupaten Gowa<br />
Sebelah Barat : Selat Makassar<br />
Secara administratif Kota Makassar terbagi atas 14 Kecamatan dan<br />
143 Kelurahan. Bagian utara kota terdiri atas Kecamatan Biringkanaya,<br />
Kecamatan Tamalanrea, Kecamatan Tallo, dan Kecamatan Ujung Tanah.<br />
40
Di bagian selatan terdiri atas Kecamatan Tamalate dan Kecamatan<br />
Rappocini. Di bagian Timur terbagi atas Kecamatan Manggala dan<br />
Kecamatan Panakkukang. Bagian barat adalah Kecamatan Wajo,<br />
Kecamatan Bontoala, Kecamatan Ujung Pandang, Kecamatan Makassar,<br />
Kecamatan Mamajang, dan Kecamatan Mariso. Rincian luas masing-masing<br />
kecamatan, diperbandingkan dengan persentase luas wilayah Kota<br />
Makassar sebagai berikut :<br />
Tabel 5.5.<br />
Luas Wilayah Dirinci Menurut Kecamatan di Kota Makassar Tahun 2013<br />
Kode<br />
Kecamatan Luas (Km2) Persentase (%)<br />
Wilayah<br />
010 Mariso 1.82 1.04<br />
020 Mamajang 2.25 1.28<br />
030 Tamalate 20.21 11.50<br />
031 Rappocini 9.23 5.25<br />
040 Makassar 2.52 1.43<br />
050 Ujung Pandang 2.63 1.50<br />
060 Wajo 1.99 1.13<br />
070 Bontoala 2.1 1.19<br />
080 Ujung Tanah 5.94 3.38<br />
090 Tallo 5.83 3.32<br />
100 Panakukang 17.05 9.70<br />
101 Manggala 24.14 13.73<br />
110 Biringkanaya 48.22 27.43<br />
111 Tamalanrea 31.84 18.11<br />
7371 Makassar 175.77 100.00<br />
Sumber : Makassar Dalam Angka 2014<br />
Selain memiliki wilayah daratan, Kota Makassar juga memiliki wilayah<br />
kepulauan yang dapat dilihat sepanjang garis pantai Kota Makassar. Pulau ini<br />
merupakan gugusan pulau-pulau karang sebanyak 12 pulau, bagian dari<br />
gugusan pulau-pulau Sangkarang, atau disebut juga pulau-pulau Pabbiring,<br />
atau Iebih dikenal dengan nama Kepulauan Spermonde. Pulau-pulau tersebut<br />
adalah Pulau Lanjukang (terjauh), Pulau Langkai, Pulau Lumu-Lumu, Pulau<br />
Bonetambung, Pulau Kodingareng Lompo, Pulau Barrang Lompo, Pulau<br />
Barrang Caddi, Pulau Kodingareng Keke, PulauSamalona, Pulau Lae-Lae,<br />
Pulau Lae-Lae Kecil (gusung) dan Pulau Kayangan (terdekat). Sebaran 14<br />
41
Kecamatan dan wilayah Kepulauan Kota Makassar dapat dilihat pada<br />
gambar 5.9, Peta Administrasi Kota Makassar.<br />
Gambar 5.9. Peta Administrasi Kota Makassar, Tahun 2015<br />
Iklim<br />
Kota Makassar termasuk daerah yang beriklim sedang hingga tropis.<br />
Suhu udara minimum rata-rata bulanan berkisar antara 25,3 º C yang terjadi<br />
pada bulan Agustus dan tertinggi 28,4 º C pada bulan oktober. Suhu udara<br />
maksimum rata-rata bulanan berkisar antara 30,1 º C pada bulan oktober<br />
dan minimum 22,3 º C pada bulan September dengan intensitas curah hujan<br />
yang bervariasi. Intensitas curah hujan terendah terjadi pada bulan<br />
September dantertinggi pada bulan Februari. Tingginya intensitas curah<br />
hujan menyebabkan timbulnya genangan air di sejumlah wilayah kota ini.<br />
42
Selain itu, kurangnya daerah resapan dan drainase yang tidak berfungsi<br />
dengan baik memicu terjadinya bencana banjir.<br />
Topografi dan Bentuk Lahan<br />
Kota Makassar merupakan daerah dataran rendah, berada pada<br />
ketinggian 0-25 m di atas permukaan laut. Bentang lahannya relatif datar,<br />
bergelombang hingga berbukit dengan tingkat kemiringan lereng berada<br />
pada kisaran 0-15%. Berdasarkan klasifikasi kelerengan, 85% wilayah Kota<br />
Makassar memiliki kemiringan 0-2%, sekitar 10% memiliki kemiringan 2-3%<br />
dan hanya sekitar 5% yang memiliki 3-15%.<br />
Hidrologi<br />
Kondisi hidrologi Kota Makassar dipengaruhi oleh 2 (dua) sungai<br />
besar yakni Sungai Jene'berang dan Sungai Tallo, dimana<br />
keduanyabermuara di pantai sebelah Barat kota Makassar. Sungai<br />
Je‟neberang berasal dari bagian timur Gunung Bawakaraeng dan Gunung<br />
Lompobattang, memiliki Panjang sekitar 75,6 km dan mengalir melintasi<br />
wilayah Kabupaten Gowa dan bermuara di bagian Selatan Kota Makassar.<br />
Dipinggiran Sungai Jene‟berang terdapat salah satu ikon sejarah dan budaya<br />
yakni Benteng Somba Opu. Keberadaan benteng tersebut mengisyaratkan<br />
bahwa Sungai Jene‟berang di zaman Kerajaan Sultan Hasanuddin pernah<br />
menjadi jalur transportasi dan jalur niaga yang penting. Dibagian hulu sungai<br />
ini terdapat reservoir yakni Bendungan Bili-Bili yang merupakan sumber<br />
utama air bersih dan tenaga listrik Kota Makassar. Debit aliran sungai ini<br />
mengalami penurunan tiap tahunnya akibat meningkatnya tingkat sebaran<br />
lumpur (sedimen) dari daerah hulu terutama pasca longsornya Gunung<br />
Bawakaraeng. Selanjutnya Sungai Tallo dan Pampang yang bermuara di<br />
bagian Utara Makassar adalah sungai dengan kapasitas rendah berdebit<br />
kira-kira 143,07 liter/detik dengan panjang sungai 61,2 km. Selain itu, Kota<br />
Makassar juga dipengaruhi oleh sistem hidrologi saluran perkotaan, yakni<br />
kanal-kanal yang hulunya di dalam kota dan bermuara di laut.<br />
43
B.2. Tata Ruang dan Wilayah<br />
Berdasarkan peta tutupan lahannya, pola penggunaan ruang di Kota<br />
Makassar didominasi oleh kawasan peruntukan perumahan, kemudian diikuti<br />
kawasan peruntukan sawah dan tambak. Peruntukan kawasan yang cukup<br />
menonjol lainnya adalah kawasan bisnis dan kawasan industri. Kawasan bisnis<br />
tersebar terutama pada wilayah kecamatan-kecamatan di bagian barat kota,<br />
seperti Kecamatan Wajo, Bontoala, Ujung Pandang, Makassar, Panakukang<br />
dan Mariso, sedangkan di bagian timur kota kawasan bisinis ini berkembang di<br />
Kecamatan Biringkanaya. Selanjutnya kawasan industri terkonsentrasi di<br />
bagian utara kota yakni di Kecamatan Biringkanaya dan Kecamatan<br />
Tamalanrea.<br />
Perkembangan Kota Makassar berbentuk urban sprawl, yakni<br />
berkembang kearahpinggiran kota, khususnya dibagian timur dan selatan kota.<br />
Hal ini didukung oleh pertumbuhan penduduk yang tinggi pada wilayah-wilayah<br />
dibagian timur dan selatan kota, seperti Kecamatan Biringkanaya (bagian timur<br />
kota) mencatat pertumbuhan penduduk tertinggi (5,88% per tahun), disusul<br />
Kecamatan Manggala dan Tamalate (bagian selatan kota) dengan<br />
pertumbuhan penduduk terbesar kedua dan ketiga. Sementara daerah-daerah<br />
dibagian barat beberapa kecamatan mengalami pertumbuhan penduduk secara<br />
negatif.<br />
Sebaran kawasan perumahan di Kota Makassar memiliki tingkat<br />
kepadatan yang beragam.Kawasan perumahan dengan tingkat kepadatan<br />
tinggi terletak pada wilayah-wilayah bagian barat kota, seperti Kecamatan<br />
Makassar, Ujung Pandang, Bontoala, Wajo, Mariso dan Mamajang. Klusterkluster<br />
perumahan di Kota Makassar berkembang kearah timur dan selatan<br />
kota dengan tingkat kepada rendah hingga sedang, terutama di Kecamatan<br />
Biringkanaya dan dan Kecamatan Manggala dibagian timur dan Kecamatan<br />
Tamalate di bagian selatan kota. Perkembangan kluster perumahan dibagian<br />
kota ini diprediksi terus berkembang beberapa tahun kedepan, mengingat di<br />
daerah ini masih terdapat lahan peruntukan sawah yang seringkali lebih mudah<br />
terkonversi menjadi kawasan perumahan.<br />
44
Gambar 5.10. Peta Penutupan Lahan Kota Makassar, Tahun 2015<br />
B.3. Infrastruktur Daerah<br />
Infrastruktur Jalan<br />
Panjang jalan di Kota Makassar selama periode 2009-2013 tidak<br />
meningkat, namun jenis konstruksi jalan di daerah ini semakin baik.Selama<br />
periode 2009-2013, panjang jalan di Kota Makassar panjang jalannya tidak<br />
berubah yakni sepanjang 1593.46 Km. Dari panjang jalan tersebut sekitar 96%<br />
diantaranya berada dibawah kewenangan pemerintah Kota Makassar. Sisanya<br />
sekitar 2,19 % merupakan jalan nasional, 0,97% merupakan jalan provinsi dan<br />
sekitar 1,05 % merupakan jalan tol. Meskipun panjang jalan di Kota Makassar<br />
tidak bertambah dalam lima tahun terakhir, namun bentuk konstruksi jalannya<br />
semakin membaik, hal ini ditunjukkan oleh panjang jalan dengan konstruksi<br />
beton dan beraspal terus meningkat. Pada tahun 2009 panjang jalan dengan<br />
sistem konstruksi beton hanya sepanjang 34,53 Km meningkat menjadi 74,39<br />
Km pada tahun 2013. Trend serupa juga terjadi untuk jenis jalan dengan<br />
45
Kilometer<br />
konstruksi beraspal. Pada tahun 2009 panjang jalan beraspal di daerah ini<br />
sepanjang 1.170,76 Km meningkat menjadi 1.261,50 Km. Trens sebaliknya<br />
terjadi untuk jenis jalan dengan konstruksi tanah, kerikil/berbatu dan konstruksi<br />
paving Blok. Gambaran mengenai perkembangan panjang jalan di Kota<br />
Makassar menurut bentuk konstruksi jalan serta proporsi jalan menurut status<br />
dapat dilihat pada gambar berikut :<br />
1800,00<br />
1600,00<br />
1400,00<br />
1200,00<br />
1000,00<br />
800,00<br />
600,00<br />
400,00<br />
200,00<br />
0,00<br />
2009 2010 2011 2012 2013<br />
Beton 34,53 34,53 34,53 60,09 74,39<br />
Paving Blok 263,17 263,17 297,83 191,41 191,41<br />
Tanah 76,00 76,00 55,23 52,89 49,10<br />
Kerikil/Berbatu 49,00 49,00 35,11 19,55 17,06<br />
Aspal 1170,76 1170,76 1170,76 1269,52 1261,50<br />
Proporsi Jalan Menurut Status Jalan di<br />
Kota Makassar Tahun 2013 (%)<br />
Kabupaten<br />
95,80%<br />
Other<br />
4,20%<br />
Nasional<br />
2,19%<br />
Provinsi<br />
0,97%<br />
Tol<br />
1,05%<br />
Gambar 5.11.Panjang Jalan Menurut Konstruksi Tahun 2009-2013 dan<br />
Proporsi jalan menurut status di Kota Makassar, Tahun 2013<br />
Proporsi jalan dengan kondisi rusak ringan hingga rusak parah di Kota<br />
Makassar terus meningkat dalam lima tahun terakhir.Pada tahun 2009 proporsi<br />
jalan dengan kondisi rusak ringan hingga rusak parah sekitar 43,57% dan<br />
meningkat menjadi 54,66% pada tahun 2013. Pada tahun 2009, panjang jalan<br />
dengan kondisi baik di daerah ini sepanjang 899,26 Km menurun menjadi<br />
722,46 Km tahun 2013. Disisi lain panjang jalan yang rusak berat juga semakin<br />
sedikit. Pada tahun 2009 panjang jalan yang rusak berat sekitar 369.41 Km<br />
menurun menjadi 179,14 Km tahun 2013. Kondisi tersebut mengisyaratkan<br />
bahwa pemeliharaan jalan di Kota Makassar lebih difokuskan pada jalan yang<br />
rusak berat. Terkonsentrasinya perbaikan pada kondisi jalan yang rusak berat<br />
ini menyebabkan jalan-jalan yang kondisinya rusak dan rusak ringan terus<br />
meningkat.<br />
46
Panjang Jalan Menurut Kondisi Jalan di Kota Makassar<br />
Tahun 2009-2013 (Km)<br />
1800,00<br />
1600,00<br />
1400,00<br />
1200,00<br />
1000,00<br />
800,00<br />
600,00<br />
400,00<br />
200,00<br />
0,00<br />
2009 2010 2011 2012 2013<br />
Kondisi Rusak Berat 369,41 273,58 318,58 238,50 179,14<br />
Kondisi Rusak 201,96 283,15 283,15 304,15 335,50<br />
Kondisi Sedang Rusak 122,83 264,04 264,04 423,46 356,36<br />
Kondisi Baik 899,26 772,69 727,69 627,36 722,46<br />
Gambar 5.12.Perkembangan Panjang Jalan Menurut Kondisi Jalan di Kota<br />
Makassar, Tahun 2009-2013<br />
Berbagai ruas jalan di Kota makassar memiliki tingkat kepadatan<br />
kendaraan yang terus meningkat. Meningkatnya jumlah kendaraan yang tidak<br />
dibarengi dengan penambahan ruas jalan menyebabkan tingkat kepadatan<br />
kendaraan dijalan terus meningkat sehingga penomena kemacetan semakin<br />
sering terjadi. Tingkat kepadatan kendaraan diberbagai ruas jalan di Kota<br />
Makassar yang diindikasikan dari rasio kendaraan terhadap panjang jalan yang<br />
terus meningkat. Pada tahun 2009 tingkat kepadatan kendaraan sebesar 28<br />
kendaraan per Km meningkat menjadi 30 kendaraan per km. Kondisi ini<br />
mengisyaratkan bahwa seiring dengan semakin banyaknya penduduk dan<br />
peningkatan pendapatan masyarakat, maka kebutuhan pengembangan<br />
infrastruktur jalan dan sistem transportasi perkotaan di Kota Makassar akan<br />
semakin diperlukan.<br />
47
Jum. Kenderaan per Km (Unit)<br />
30,50<br />
30,00<br />
Rasio Kenderaan Terhadap Panjang Jalan di Kota Makassar 2009-<br />
2013<br />
29,85<br />
30,14<br />
29,50<br />
29,00<br />
28,87<br />
28,50<br />
28,00<br />
27,50<br />
27,00<br />
26,50<br />
27,62<br />
28,08<br />
26,00<br />
2009 2010 2011 2012 2013<br />
Gambar 5.13.aPerkembangan Rasio Kendaraan Terhadap Panjang Jalan di<br />
Kota Makassar, Tahun 2009-2013<br />
Kota Makassar mempunyai tiga akses utama yang diklasifikasikan<br />
sebagai jaringan jalan primer, yakni 1) Jalan Perintis Kemerdekaan (arteri<br />
primer) menghubungkan akses ke bagian Timur wilayah Kota Makssar; 2)<br />
Jalan Tol Ir. Sutami menghubungkan akses ke bagian wilayah barat Kota<br />
Makssar, dan 3) Jalan Sultan Alauddin (arteri primer) menghubungkan akses<br />
bagian Selatan kota. Berbagai pusat-pusat pelayanan kota yang berada<br />
dibagian wilayah barat Kota Makassar umunya dihubungkan dengan jalankolektor<br />
dan sebagian jalan arteri sekunder. Sementara kluster-kluster<br />
perumahan dan pusat pelayanan yang berada di bagian timur dan selatan<br />
umumnya dihubungkan dengan jalan lokal.<br />
48
Gambar 5.13.<br />
Peta Jaringan Jalan Kota Makassar, Tahun 2015<br />
Sarana Perhubungan<br />
Armada angkutan darat yang mendukung sistem pergerakan barang dan<br />
orang di Kota Makassar terus meningkat, dengan tingkat pertumbuhan sekitar<br />
2,21% per tahun. Secara total jumlah armada angkutan darat di Kota Makassar<br />
pada Tahun 2009 berjumlah sebanyak 44.016 unit meningkat menjadi 48.028<br />
unit pada Tahun 2013. Dengan kata lain bahwa selama periode 2009-2013<br />
armada angkutan darat di Kota Makassar telah bertambah sebanyak 4.012 unit<br />
atau rata-rata bertambah sekitar 1.003 unit setiap tahunnya.<br />
Jenis armada mobil beban/barang seperti Truk, Pick Up dan lainnya<br />
selain dominan, pertumbuhan jumlah jenis armada ini juga paling tinggi di Kota<br />
Makassar. Jenis Armada ini lebihmemiliki peran penting menunjang sistem<br />
49
pergerakan barang, tidak hanya berperan mengangkut barang antar tempat di<br />
wilayah Kota Makassar, jenis armada ini juga berperan menunjang mobilitas<br />
barang lintas kabupaten maupun lintas provinsi. Pada tahun 2009 armada<br />
angkutan darat<br />
jenis mobil beban di Kota Makassar berjumlah sebanyak<br />
30.777 unit atau sekitar 69,92% dari total armada angkutan darat. Pada tahun<br />
2013 jumlah armada jenis mobil beban meningkat menjadi 34.701 unit atau<br />
sekitar 72,25% dari total armada darat di daerah ini. Hal ini berarti bahwa<br />
selama periode 2009-2013 jenis armada ini bertambah sebanyak 3.942 unit<br />
atau rata-rata bertambah sebanyak 981 unit per tahunnya. Tingkat<br />
pertumbuhan jumlah armada ini mencapai sekitar 3,05% lebih tinggi dari<br />
pertumbuhan total angkutan darat di daerah ini yang hanya tumbuh sekitar<br />
2,21% per tahun.<br />
Tabel 5.5. Perkembangan Jumlah Armada Angkutan Darat Dirinci Menurut<br />
Jenis Kendaraan di Kota Makassar Tahun 2009-2013<br />
No.<br />
Jenis Kenderaan<br />
Jumlah Armada Angkutan Darat di<br />
Kota Makassar (Unit)<br />
2009 2010 2011 2012 2013<br />
Pertumb<br />
2009-<br />
2013 (%)<br />
1<br />
Mobil Penumpang<br />
Umum 5413 5433 5449 5456 5462 0.23<br />
2 Mobil Bus 7826 7860 7846 7842 7865 0.12<br />
3 Mobil Barang/Beban 30777 31447 32713 34263 34701 3.05<br />
Jumlah 44016 44740 46008 47561 48028 2.21<br />
Sumber : Dinas Perhubungan, 2014.<br />
Selanjutnya jenis armada mobil penumpang seperti jeep, sedan dan<br />
lainnya pada tahun 2009 berjumlah sebanyak 5.413 unit meningkat menjadi<br />
5.462 unit pada tahun 2013, atau tumbuh sekitar 0,23% pertahun. Jenis armada<br />
ini terutama menunjang sistem pergerakan orang secara internal di wilayah<br />
Kota Makassar. Armada Bus, merupakan jenis armada angkutan darat<br />
terbanyak kedua setelah armada mobil beban. Pada tahun 2009 jumlah<br />
Armada Bus di Kota Makassar berjumlah sebanyak 7.826 unit meningkat<br />
menjadi 7.865 unit pada tahun 2013. Armada jenis ini memiliki peran vital dalam<br />
menunjang sistem pergerakan orang lintas wilayah, baik antar Kabupaten<br />
50
290,67<br />
295,00<br />
313,50<br />
317,55<br />
321,66<br />
Persentase (%)<br />
70,91<br />
72,95<br />
71,56<br />
73,45<br />
94,10<br />
Trayek Per Jum Pduduk<br />
maupun lintas Provinsi. Dibandingkan dengan perkembangan jumlah<br />
armadanya, maka jumlah jenis armada ini memiliki pertumbuhan paling kecil<br />
yakni hanya tumbuh sekitar 0,12% per tahun.<br />
Tingkat kelaikan kendaraan di Kota Makassar semakin baik, hal ini<br />
diindikasikan dari proporsi kendaraan yang telah lolos uji KIR di daerah ini<br />
semakin besar. Pada tahun 2009 jumlah kendaraan yang di uji kelaikannya<br />
sebanyak 31.210 kendaraan atau sekitar 70,91% dari total kendaraan yang ada<br />
di daerah ini, kemudian meningkat menjadi 94,10% pada tahun 2013.<br />
Rasio KIR Kenderaan di Kota Makassar<br />
Tahun 2009-2013<br />
Rasio Penduduk Terhadap Izin Trayek di<br />
Kota Makassar 2009-2013<br />
100,00<br />
90,00<br />
80,00<br />
70,00<br />
60,00<br />
50,00<br />
40,00<br />
30,00<br />
20,00<br />
10,00<br />
0,00<br />
2009 2010 2011 2012 2013<br />
325,00<br />
320,00<br />
315,00<br />
310,00<br />
305,00<br />
300,00<br />
295,00<br />
290,00<br />
285,00<br />
280,00<br />
275,00<br />
2009 2010 2011 2012 2013<br />
Gambar 5.14.Perkembangan Rasio KIR Kenderaan dan Rasio Penduduk<br />
terhadap Izin Trayek di Kota Makassar, Tahun 2009-2013<br />
Selama kurun waktu 2009-2013, izin trayek armada angkutan kota di<br />
Kota Makassar tidak bertambah yakni sebanyak 4.313 trayek. Strategi tersebut<br />
memang cukup efektif menekan pertambahan jumlah armada angkutan kota,<br />
khususnya jenis minibus kecil yang secara lokal disebut mobil Pete-Pete.<br />
Namun disisi lain, strategi tersebut menyebabkan rasio penduduk terhadap<br />
jumlah izin trayek semakin besar. Pada tahun 2009 rasio penduduk terhadap<br />
jumlah izin trayek di Kota Makassar sebesar 291 jiwa per izin trayek meningkat<br />
menjadi 322 jiwa per izin trayek tahun 2013. Kondisi ini tentu saja<br />
51
mengisyaratkan kebutuhan akan armada angkutan kota di daerah ini sudah<br />
merupakan persoalan yang mendasar.<br />
Sarana angkutan darat di Kota Makassar ditunjang oleh 2 (dua) terminal<br />
bus, yakni Terminal Regional Daya dan terminal Mallengkeri. Terminal ini<br />
terletak di bagian utara Kota Makassar, berimpit dengan Kawan Industri<br />
Makassar (KIMA). Secara administratif Terminal Regional Daya berada di<br />
wilayah Kecamatan Biringkanaya. Terminal ini merupakan terminal Bis antar<br />
kota menuju daerah-daerah di bagian utara, seperti Kota Parepare, Palopo,<br />
Bone dan lainnya. Sedangkan Terminal Mallengkeri berada dibagian selatan<br />
Kota Makassar, yang secara administrasi terletak di wilayah Kecamatan<br />
Tamalate. Terminal Mallengkeri merupakan terminal Bis antar kota menuju<br />
selatan kota, seperti Kabupaten Gowa, Takalar, Jeneponto, hingga Bulukumba<br />
dan Sinjai.<br />
Sistem pergerakan barang dan orang di Kota Makassar, selain ditopang<br />
oleh sarana perhubungan darat, juga ditunjang oleh sarana perhubungan laut<br />
dan udara. Jumlah pelabuhan laut yang ada di Kota Makassar sebanyak 3<br />
(tiga), masing-masing Pelabuhan Internasional Soekarno-Hatta, Pelabuhan<br />
Paotere dan Pelabuhan Untia. Ketiga pelabuhan tersebut terletak dibagian<br />
barat daya Kota Makassar.<br />
Pelabuhan Internasional Soekarno-Hatta dikelola oleh PT Pelindo IV,<br />
lokasinya sangat strategis karena berada pada salah satu poros maritim dunia<br />
yakni jalur ALKI II (Alur Pelayaran Indonesia). Alki II merupakan alur pelayaran<br />
yang menghubungkan kawasan Indonesia Barat dan Timur, melintasi Laut<br />
Sulawesi, Selat Makassar, Laut Flores, Selat Lombok. Pelabuhan Internasional<br />
Soekarno-Hatta terletak dibagian barat daya Kota Makassar yang secara<br />
administratif berada di Kecamatan Ujung Tanah.<br />
Pelabuhan Paotere merupakan pelabuhan rakyat yang memiliki nilai<br />
sejarah tinggi. Sejak abad ke 14 Pelabuhan Paotere merupakan pelabuhan<br />
yang ramai. Perahu Phinisinya menjelajahi berbagai wilayah di Nusantara,<br />
bahkan hingga ke Madagaskar. Pelabuhan Paotere juga berperan penting<br />
ketika Raja Gowa-Tallo mengirim 200 perahu Phinisi ke Malaka untuk<br />
berperang melawan Penjajah Belanda. Pelabuhan Paotere dikategorikan<br />
52
sebagai pelabuhan pengumpan, yakni pelabuhan yang fungsi pokoknya<br />
melayani kegiatan angkutan laut dalam negeri, alih muat angkutan laut dalam<br />
negeri dalam jumlah terbatas, merupakan pengumpan bagi pelabuhan utama<br />
dan pelabuhan pengumpul, dan sebagai tempat asal tujuan penumpang<br />
dan/atau barang, serta angkutan penyeberangan dengan jangkauan pelayanan<br />
provinsi. Selanjutnya pelabuhan Untia yang terletak di Kecamatan Biringkanaya<br />
berada di bagian utara kota Makassar. Fungsi utama pelabuhan ini adalah<br />
sebagai tempat pendaratan perahu-perahu nelayan. Dalam perencanaannya,<br />
Pelabuhan Untia akan dikembangkan sebagai pelabuhan khusus perikanan<br />
yang dilengkapi dengan berbagai fasilitas penunjang, seperti SPBU, cold<br />
storage dan lainnya.<br />
Tabel 5.6. Perkembangan Jumlah Pelabuhan Laut, Pelabuhan Udara dan<br />
Terminal Bus di Kota Makassar Tahun 2009-2013<br />
No.<br />
Jenis Kenderaan<br />
Jumlah Pelabuhan Laut/Udara/Terminal Bis<br />
di Kota Makassar (Unit)<br />
2009 2010 2011 2012 2013<br />
1 Pelabuhan Laut 3 3 3 3 3<br />
2 Pelabuhan Udara - - - - -<br />
3 Terminal Bis 2 2 2 2 2<br />
Jumlah 5 5 5 5 5<br />
Sumber : Dinas Perhubungan, 2014.<br />
Sistem pergerakan barang dan orang di Kota Makaasar juga ditopang<br />
oleh keberadaan Bandara Internasional Sultan Hasanuddin. Secara<br />
administratif bandara ini berada di wilayah Kabupaten Maros yang berbatasan<br />
langsung dengan wilayah Kota Makassar di bagian utara (Kecamatan<br />
Biringkanaya). Bandara Internasional Sultan Hasanuddin terintegrasi dengan<br />
sistem transportasi di Kota Makassar, dihubungkan denga jalur jalan Tol ke<br />
berbagai kawasan-kawasan strategis seperti Jalan Tol menuju Kawasan<br />
Industri, Kawasan Pelabuhan Sukarno Hatta dan Jalan Tol Reformasi menuju<br />
jantung Kota Makassar<br />
B.4. Kawasan Klaster Industri Kecil dan Menengah<br />
Usaha Mikro, Kecil dan Mengah di Kota Makassar terus berkembang<br />
dengan tingkat pertumbuhan sekitar 7,49 % per tahun. Pada tahun 2009<br />
53
Jumlah UKM (Unit)<br />
jumlah UMKM di daerah ini sebanyak 8.868 unit, meningkat menjadi 11.810<br />
unit pada tahun 2013. Lebih dari 90% UMKM di Kota Makassar merupakan<br />
Usaha Mikro Kecil, usaha ini bergerak di bidang perdagangan, industri dan<br />
jasa-jasa lainnya. Pada tahun jumlah usaha kecil mikro di daerah ini sebanyak<br />
8.140 unit (91,79%) dari keseluruhan UMKM, kemudian meningkat menjadi<br />
10.786 unit (91,32%) dari keseluruhan UMKM.<br />
14.000<br />
12.000<br />
10.000<br />
8.000<br />
6.000<br />
Perkembangan Jumlah UMKM di Kota Makassar<br />
Tahun 2009-2013<br />
8.868 9.058<br />
8.140 8.300<br />
10.146<br />
9.271<br />
10.765<br />
9.816<br />
11.810<br />
10.786<br />
4.000<br />
2.000<br />
-<br />
2009 2010 2011 2012 2013<br />
Jumlah Seluruh UKM<br />
Jumlah Usaha Mikro Kecil<br />
Sumber : RPJM Kota Makassar, 2014-2019<br />
Gambar 5.15.<br />
Perkembangan Jumlah UMKM di Kota Makassar, Tahun 2009-2013<br />
Jumlah Izin Usaha Industri (IUI) usaha industri kecil dan menengah<br />
yang diterbitkan di Kota Makassar selama periode 2013-2015 berjumlah 145<br />
unit usaha, dimana sekitar 60,69% IUI yang diterbitkan merupakan industri<br />
menengah, dan sekitar 39,31% merupakan Industri Kecil. Izin Usaha Industri<br />
kecil yang diterbitkan, terutama terkonsentrasi di empat kecamatan yakni,<br />
Kecamatan Rappocini, Kecamatan Biringkanaya, Kecamatan Manggala dan<br />
Kecamatan Tamalate. Sedangkan IUI Industri Menengah yang diterbitkan<br />
lebih terkonsentrasi di dua Kecamatan, yakni Kecamatan Biringkanaya dan<br />
Kecamatan Tamalanrea.<br />
54
Gambaran sebaran Industri Kecil dan Menengah yang diterbitkan izin<br />
usahanya selama periode 2013-2015 mengisyaratkan bahwa Kecamatan<br />
Tamalanrea dan Kecamatan Biringkanaya merupakan kluster Industri Kecil<br />
Menengah yang penting di Kota Makassar.<br />
B.5. Demografi dan Ketenagakerjaan<br />
Demografi<br />
Demografi menjelaskan masalah kependudukan meliputi pertumbuhan<br />
penduduk, dan pengelompokan penduduk. Pertumbuhan peduduk terkait<br />
dengan tingkat kelahiran, kematian dan perpindahan penduduk baik keluar<br />
maupun dari luar. Kelahiran dan migrasi masuk adalah faktor penambah, dan<br />
kematian dan migrasi keluar merupakan faktor pengurang.<br />
1. Pertumbuhan Penduduk<br />
Keadaan Penduduk Kota Makassar tahun 2010 tercatat berjumlah<br />
1.329.374 jiwa, dan tahun 2014 berjumlah 1.421.143 jiwa, dengan tingkat<br />
pertumbuhan rata-rata pertahun 1,499%. Tingkat pertumbuhan rata-rata<br />
perkecamatan berbeda dengan variasi pertumbuhan 0,17% - 2,32%. Terdapat<br />
7 Kecamatan dengan penyebaran diatas rata-rata, yaitu: Kecamatan Manggala<br />
2,32%, Kecamatan Tamalate 2,28%, Kecamatan Mamajang 1,96%, Kecamatan<br />
Biringkanaya 1,90%, Kecamatan Wajo 1,78%, Kecamatan Rappocini 1,71%<br />
dan Kecamatan Tamalanrea 1,54% (Tabel 5.7).<br />
Tingkat pertumbuhan tidak dipengaruhi oleh jumlah penduduk,<br />
Jumlah penduduk Kecamatan Tamalate sebesar 186.000 jiwa (pertumbuhan<br />
2,28%), Kecamatan Rappocini 161.650 Jiwa (pertumbuhan 1,71%), Kecamatan<br />
Tallo 145.216 jiwa (pertumbuhan 0,99%), Kecamatan Panakkukang 142.308<br />
jiwa (pertumbuhan 0,17%) dan Kecamatan Biringkanaya 140.829 jiwa<br />
(pertumbuhan 1,90%). Dengan memperhatikan pertumbuhan penduduk dan<br />
jumlah penduduk maka faktor penambahan penduduk Kota Makassar adalah<br />
migrasi masuk. Kecamatan Tamalate selain faktor luas wilayah, posisinya<br />
sebagai daerah perbatasan dan wilayah pemukiman baru di wilayah selatan<br />
Kota Makassar menjadikan wilayah mengalami pertumbuhan rata-rata yang<br />
55
tinggi. Berbeda dengan Kecamatan Panakukang dan Kecamatan Tallo, adalah<br />
pemukiman lama justru tingkat pertumbuhan penduduk rendah namun jumlah<br />
penduduk tinggi. Gambar 5.16, Sebaran jumlah penduduk menurut kecamatan<br />
memperlihatkan dua kecamatan dengan jumlah penduduk tertinggi dengan<br />
tingkat pertumbuhan tinggi yaitu: Kecamatan Tamalate dan Kecamatan<br />
Biringkanaya. Kecamatan dengan jumlah penduduk tinggi dan pertumbuhan<br />
penduduknya rendah adalah Kecamatan Panakkukang dan Kecamatan Tallo.<br />
Tabel 5.8. Penduduk Kota Makassar Menurut Kecamatan Tahun 2010-2014<br />
No<br />
Kecamatan<br />
Jumlah Penduduk (Jiwa).<br />
2010 2011 2012 2013 2014<br />
Rata-Rata<br />
Pertumbuh<br />
an<br />
Penduduk<br />
(%)<br />
1 Mariso 55.875 56.432 56.989 56.578 56.547 0,30<br />
2 Mamajang 58.998 59.585 60.172 58.087 63.501 1,96<br />
3 Tamalate 170.878 172.580 174.282 182.939 186.921 2,28<br />
4 Rappocini 151.091 152.596 154.101 156.665 161.650 1,71<br />
5 Makassar 81.700 82.514 83.328 81.054 84.014 0,73<br />
6 Ujung<br />
26.904 27.172 27.440 26.477 27.141 0,25<br />
Pandang<br />
7 Wajo 29.359 27.150 24.942 27.556 30.941 1,78<br />
8 Bontoala 54.197 54.738 55.278 52.631 55.937 0,87<br />
9 Ujung Tanah 46.688 47.153 47.618 46.836 48.531 0,99<br />
10 Tallo 134.294 135.633 136.972 138.419 145.216 0,99<br />
11 Panakkukang 141.382 142.790 144.199 144.997 142.308 0,17<br />
12 Manggala 117.075 118.242 119.409 130.943 127.897 2,32<br />
13 Biringkanaya 167.741 169.413 171.084 175.906 140.829 1,90<br />
14 Tamalanrea 103.192 104.220 105.249 108.984 104.710 1,54<br />
15 Makassar 1.339.374 1.350.218 1.361.063 1.388.072 1.421.143 1,499<br />
Sumber: Makassar Dalam Angka 2010-2014, Kecamatan Dalam Angka 2015,<br />
BPKAD 2014.<br />
Berdasarkan rata-rata pertumbuhan selama<br />
lima tahun, maka<br />
perkembangan jumlah penduduk Kota Makassar akan semakin meningkat<br />
sejalan dengan tumbuhnya pemukiman baru dipinggiran Kota Makassar dan<br />
pusat ekonomi baru di Kecamatan Tamalate (wilayah Selatan), Kecamatan<br />
Manggala (wilayah timur), Kecamatan Tallo, Kecamatan Biringkanaya, dan<br />
Kecamatan Tamalanrea diwilayah utara. Hasil proyeksi perkembangan jumlah<br />
penduduk kota Makassar untuk periode 2015-2019 mencapai 2.761.829 jiwa.<br />
Kecamatan Tamalate diproyeksi penduduknya bertambah menjadi 495.740 jiwa<br />
56
dan menjadi orbitasi dari COI (Centre of Indonesia), Kecamatan Manggala akan<br />
berpenduduk 364.363 jiwa bertumbuh sebagai kawasan pemukim di wilayah<br />
timur mengorbit pada kawasan perdagangan Panakukang dan Pendidikan<br />
diwilayah barat dan utara (Kecamatan Biringkanaya berpenduduk 336.077 jiwa<br />
dan Kecamatan Tamalanrea 215.190 jiwa). Kecamatan Tallo akan<br />
berpenduduk<br />
industri. (Tabel 5.8).<br />
359.509 berkembang terkait dengan kawasan pelabuhan dan<br />
Tabel 5.9. Proyeksi Penduduk Kota Makassar Menurut Kecamatan, Tahun<br />
2015-2019.<br />
No Kecamatan<br />
Jumlah Penduduk (Jiwa) .<br />
2015 2016 2017 2018 2019<br />
1 Mariso 58.254 60.013 61.826 63.693 65.616<br />
2 Mamajang 75.940 90.815 108.605 129.880 155.322<br />
3 Tamalate 227.183 276.119 335.595 407.882 495.740<br />
4 Rappocini 189.244 221.548 259.368 303.643 355.476<br />
5 Makassar 90.117 96.663 103.685 111.217 119.296<br />
6 Ujung Pandang 33.796 42.082 52.402 65.250 81.249<br />
7 Wajo 36.438 42.913 50.539 59.519 70.096<br />
8 Bontoala 60.800 66.086 71.832 78.077 84.865<br />
9 Ujung Tanah 53.334 58.612 64.414 70.789 77.795<br />
10 Tallo 174.081 208.685 250.168 299.896 359.509<br />
11 Panakkukang 144.732 147.198 149.706 152.257 154.851<br />
12 Manggala 157.686 194.415 239.698 295.528 364.363<br />
13 Biringkanaya 167.587 199.430 237.323 282.416 336.077<br />
14 Tamalanrea 120.935 139.676 161.320 186.318 215.190<br />
Makassar (Proyeksi) 1.581.868 1.818.347 2.090.179 2.402.648 2.761.829<br />
Pemukiman lama memperlihatkan pertumbuhan rendah, tidak hanya<br />
faktor wilayah yang sempit juga karena tingkat kepadatan yang sudah tinggi.<br />
Mengacu pada proyeksi penduduk menurut kecamatan, maka disusun grafik<br />
proyeksi penduduk Kota Makassar (Gambar Grafik 5.16).<br />
57
K<br />
e<br />
c<br />
a<br />
m<br />
a<br />
t<br />
a<br />
n<br />
Tamalanrea<br />
Biringkanaya<br />
Manggala<br />
Panakkukang<br />
Tallo<br />
Ujung Tanah<br />
Bontoala<br />
Wajo<br />
Ujung Pandang<br />
Makassar<br />
Rappocini<br />
Tamalate<br />
Mamajang<br />
Mariso<br />
2019<br />
2018<br />
2017<br />
2016<br />
2015<br />
0 100000 200000 300000 400000 500000 600000<br />
Jumlah Penduduk (Jiwa)<br />
Gambar 5.16<br />
Proyeksi Penduduk Kota Makassar Menurut Kecamatan (2015-2019).<br />
Pada Gambar 19. pemukiman lama, seperti Kecamatan Ujung Tanah,<br />
Kecamatan Bontoala, Kecamatan Wajo, Kecamatan Ujung Pandang,<br />
Kecamatan Mamajang dan Kecamatan Mariso pertumbuhan rendah karena<br />
cenderung wilayah ini tumbuh hanya karena kelahiran, migrasi masuk rendah<br />
dan terjadi migrasi keluar. Kecamatan lain yang merupakan pemukiman baru,<br />
seperti: Kecamatan Tamalate, Kecamatan Manggala, Kecamatan Tamalanrea<br />
dan Kecamatan Biringkanaya.<br />
2. Penduduk Berdasarkan Umur<br />
Penggambaran penduduk berdasarkan pengelompokan umur sangat<br />
penting dalam mengukur wilayah sebagai sumberdaya yang dikaitkan dengan<br />
aktivitas ekonomi diantaranya penduduk dengan usia angkatan kerja dan usia<br />
dalam kategori beban tanggungan. Usia beban tanggungan adalah penduduk<br />
usia umur 0 – 17 tahun dan penduduk usia 55 tahun. Dengan kesadaran akan<br />
pentingnya pendidikan maka beban tanggungan untuk konsumsi pendidikan<br />
58
meningkat dengan sendirinya usia beban tanggungan mengalami pergeseran<br />
yang diindikasikan dengan tingkat partisipasi pendidikan pada jenjang<br />
pendidikan yang lebih tingi, demikian juga usia diatas lima puluh tahun tidaklah<br />
menjadi batas bekerja hal ini dikarenakan harapan hidup yang meningkat<br />
karena kualitas kehidupan yang lebih baik, sehingga terjadi penambahan usia<br />
untuk seseorang untuk menjadi beban tanggungan. Tabel 5.9 adalah jumlah<br />
penduduk berdasarkan usia.<br />
Tabel 5.10. Penduduk Kota Makassar Berdasakan Usia, Periode 2010-2014<br />
No<br />
Kelompok Umur<br />
Jumlah Penduduk (Jiwa)<br />
2010 2011 2012 2013 2014<br />
1. 0 -4 128.470 129.719 130.550 122.875 141.662<br />
2. 5 – 9 127.960 129.097 130.032 142.087 137.112<br />
3. 10 – 14 119.031 119.995 120.959 138.426 120.004<br />
4. 15 – 19 141.584 142.730 143.876 132.926 174.251<br />
5. 20 - 24 169.068 170.436 171.806 152.948 141.514<br />
6. 25 – 29 130.594 131.652 132.709 117.568 117.399<br />
7. 30 – 34 110.010 112.910 111.791 133.091 114.574<br />
8. 35 – 39 97.387 98376 98.964 122.735 92.696<br />
9. 40 – 44 86.554 872.67 87.955 95.752 98.801<br />
10. 45 – 49 67.755 68.310 68.852 81.871 88.752<br />
11 50 – 54 50.763 51.675 51.585 60.210 65.264<br />
12. 55 - 59 37.099 37.900 37.701 43.930 49.201<br />
13. 60- 64 28.154 24.842 28.609 14.739 33.024<br />
14 >65 44.945 45.309 45.674 28.914 46.889<br />
Sumber : Statistik Kota Dalam Angka, dan Kecamatan Dalam Angka, 2010 -<br />
2015.<br />
Dengan memperhatikan struktur umur penduduk kota Makassar dimana<br />
kelompok usia 0-34 tahun adalah jumlah penduduk terbanyak sepanjang lima<br />
tahun terakhir. Kelompok usia 15-19 dan 20-24 adalah kelompok umur<br />
terbanyak yang menjadi penduduk Kota Makassar, yang berindikasi bahwa<br />
pertumbuhan penduduk di Kota Makassar dikontribusikan oleh migrasi masuk<br />
terutama untuk mengikuti pendidikan dan bekerja. Hal ini dikaitkan pula dengan<br />
sebaran penduduk dan pertumbuhannya di wilayah-wilayah pendidikan dan<br />
wilayah industri dan jasa perdagangan.<br />
59
Jumlah (Jiwa)<br />
200000<br />
180000<br />
160000<br />
140000<br />
120000<br />
100000<br />
80000<br />
60000<br />
40000<br />
2010<br />
2011<br />
2012<br />
2013<br />
2014<br />
20000<br />
0<br />
0 -4 5 –<br />
9<br />
10 –<br />
14<br />
15 –<br />
19<br />
20 -<br />
24<br />
25 –<br />
29<br />
30 –<br />
34<br />
35<br />
– 39<br />
40 –<br />
44<br />
Kelompok Umur<br />
45 –<br />
49<br />
50 –<br />
54<br />
55 -<br />
59<br />
60 – >65<br />
64<br />
Gambar 5.17<br />
Penduduk Kota Makassar Menurut Umur Periode 2010 -2014<br />
Peningkatan penduduk Kota Makassar cukup tinggi pada kelompok usia<br />
0-4 tahun, 0-19 tahun, dan diatas kelompok umur 40 tahun, kemudian<br />
mengalami penurunan mulai usia 24-39 tahun, ini artinya pertumbuhan<br />
penduduk didominasi pada usia diatas 18 usia melanjukan pendidikan.<br />
Peningkatan penduduk pada kelompok umur diatas 40 tahun dan melonjak<br />
tajam pada kelompok umur diatas 65 tahun menunjukkan bahwa Kota<br />
Makassar adalah pemukiman yang masih nyaman dan menjadi harapan<br />
sebagai daerah pendidikan yang diminati oleh penduduk khususnya<br />
masyarakat kawasan Timur Indonesia. Untuk penjelasan lebih baik lagi<br />
mengenai penduduk kelompok umur, dijelaskan penyebaran penduduk Kota<br />
Makassar menurut kecamatan (Tabel 5.10 dan Gambar 5.18).<br />
60
35000<br />
30000<br />
25000<br />
20000<br />
15000<br />
10000<br />
5000<br />
0<br />
0-4<br />
5-9"<br />
'10-14<br />
'15-19<br />
'20-24<br />
'25-29<br />
'30-34<br />
'35-39<br />
'40-44<br />
'45-49<br />
'50-54<br />
'55-59<br />
'60-64<br />
>65<br />
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14<br />
Gambar 5.18<br />
Penduduk Kota Makassar Menurut Kelompok Umur dan Kecamatan<br />
Menunjukkan bahwa ada 6 (enam) kecamatan yang memperlihatkan<br />
pertumbuhan dan jumlah penduduk yang besar yaitu : Kecamatan Tamalate (3),<br />
Kecamatan Tallo (9), Kecamatan Rappocini (10), Kecamatan Manggala (12),<br />
Kecamatan Biringkanaya (13), dan Kecamatan Tamalanrea (14) . Gambaran<br />
struktur umur juga berbeda antara satu kecamatan dengan kecamatan lain<br />
dalam wilayah kota Makassar. Kecamatan dengan penduduk usia 0-4 tahun<br />
cukup tinggi terlihat pada Kecamatan Tamalate, Kecamatan Rappocini,<br />
Kecamatan Manggala, dan Kecamatan Tamalanrea.<br />
Kecamatan dengan pendududuk umur 30-34 adalah kelompok umur<br />
dominan terdapat 8 kecamatan yaitu: Kecamatan Mariso, Kecamatan<br />
Mamajang, Kecamatan Makassar, Kecamatan Ujung Pandang, Kecamatan<br />
Wajo, Kecamatan Bontoala, Kecamatan Panakukang, dan Kecamatan<br />
61
Tamalanrea. Dengan sebaran kelompok umur tersebut, maka kebijakan<br />
perbankan antara satu kecamatan dengan kecamatan lainnya, berbeda,<br />
Tabel 5.11. Penduduk Kota Makassar Menurut Kelompok Umur dan Kecamatan<br />
Tahun 2014<br />
3. Penduduk Berdasarkan tingkat Pendidikan<br />
Pengelompokkan penduduk berdasarkan tingkat pendidikan untuk<br />
memberikan gambaran mengenai kondisi penduduk ditinjau dari tingkat<br />
pendidikan. Tingkat pendidikan penduduk kota Makassar yang terbesar adalah<br />
tingkat sekolah menengah yaitu sebesar 596493 jiwa, penduduk dengan tingkat<br />
pendidikan di perguruan tinggi sejumlah 194.664 jiwa. Penduduk berdasarkan<br />
Tingkat pendidikann disajikan pada Tabel 5.12.<br />
Kecamatan dengan penduduk berpendidikan perguruan tinggi terbanyak<br />
adalah Kecamatan Rappocini dengan jumlah 32.199 jiwa, menyusul Kecamatan<br />
Biringkanaya 26.570 jiwa, Kecamatan Tamalate 22.741 jiwa, dan Kecamatan<br />
Tamalanrea 22.077 jiwa. Kecamatan lainnya di bawah dari 20.000 jiwa.<br />
62
Mariso<br />
Mamajang<br />
Tamalate<br />
Rappocini<br />
Makassar<br />
Ujung Pandang<br />
Wajo<br />
Bontoala<br />
Ujung Tanah<br />
Tallo<br />
Panakkukang<br />
Manggala<br />
Biringkanaya<br />
Tamalanrea<br />
Jumlah (jiwa0<br />
Tabel 5.12. Penduduk Kota Makassar Menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2014<br />
Kecamatan Tingkat Pendidikan (jiwa)<br />
No<br />
SD/MI SMP SMA Perg. Tidak Jumlah<br />
Tingg Sekolah<br />
1 Mariso 25681 11577 26671 6143 11043 81115<br />
2 Mamajang 21090 10510 31067 8472 10633 81772<br />
3 Tamalate 42930 28513 67788 22741 43692 205664<br />
4 Rappocini 44091 19220 66107 32199 28277 189664<br />
5 Makassar 34692 18519 39977 8149 19372 120709<br />
6 Ujung Pandang 4214 4795 13265 8472 4623 35369<br />
7 Wajo 6245 7422 17562 3781 6027 41037<br />
8 Bontoala 11779 12014 24560 5373 9908 63634<br />
9 Ujung Tanah 30103 7179 11437 1730 11066 61515<br />
10 Tallo 56768 27413 39757 9779 33719 167436<br />
11 Panakkukang 26528 24055 63362 19960 30398 164303<br />
12 Manggala 50881 19286 53227 19218 25559 168171<br />
13 Biringkanaya 72342 29197 91059 26570 36598 255766<br />
14 Tamalanrea 36184 15008 50654 22077 19884 143807<br />
Makassar 463528 234708 596493 194664 290799 1.780.192<br />
Sumber : Dinas Kependudukan dan catatan sipil, 2013.<br />
100000<br />
90000<br />
80000<br />
70000<br />
60000<br />
50000<br />
40000<br />
30000<br />
20000<br />
10000<br />
0<br />
SD/MI<br />
SLTP/SMP<br />
SLTA/SMA<br />
Perguruag Tinggi<br />
Tidak Sekolah<br />
Kecamatan<br />
Gambar 5.19<br />
Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan, Tahun 2013<br />
Konsentrasi penduduk yang berpendidikan tinggi berada pada kecamatan yang<br />
fasilitas pendidikan lebih banyak dan merupakan wilayah pengembangan<br />
63
pemukiman baru. Kecamatan-kecamatan tergolong pemukiman lama cenderung<br />
tingkat pendidikan juga rendah.<br />
Ketenagakerjaan<br />
Tenaga kerja adalah jumlah seluruh penduduk dalam usia kerja dalam<br />
suatu negara yang dapat bekerja untuk menghasilkan barang dan jasa, jika ada<br />
permintaan terhadap tenaga mereka dan jika mereka mau berpartisipasi dalam<br />
aktivitas tersebut. Tenaga kerja dalam literatur disebut angkatan kerja adalah<br />
penduduk berusia 15-64 tahun.<br />
kerja<br />
Tenaga kerja dibedakan menjadi: angkatan kerja dan bukan angkatan<br />
(penduduk yang sebagian besar kegiatannya adalah bersekolah,<br />
mengurus rumahtangga atau kegiatan lain selain bekerja). Angkatan kerja<br />
merupakan bagian penduduk yang sedang bekerja dan siap masuk pada pasar<br />
kerja, atau dapat dikatakan sebagai pekerja dan merupakan potensi penduduk<br />
yang akan masuk ke pasar kerja. Sedangkan, bukan angkatan kerja adalah<br />
bagian dari tenaga kerja<br />
yang tidak bekerja ataupun mencari kerja. Untuk<br />
mengetahui jumlah angkatan kerja digunakan pengukuran TPAK (Tingkat<br />
Partisipasi Angkatan Kerja), yang merupakan rasio antara angkatan kerja dan<br />
tenaga karja.<br />
Kondisi ketenagakerjaan kota Makassar dengan mengukur Tingkat<br />
Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK). Pada tahun 2012 TPAK kota Makassar<br />
54,79 % dan tahun 2013 meningkat menjadi 57,94 %. Gambaran TPAK kota<br />
Makassar dapat dilihat pada Tabel 5.12.<br />
Tabel 5.13. Tingkat Partisipasi Amgkatan Kerja Kota Makassar Tahun 2009-<br />
2013<br />
No Tahun Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja<br />
1. 2009 51,95<br />
2. 2010 53,18<br />
3. 2011 55,07<br />
4. 2012 54,79<br />
5. 2013 57,94<br />
Sumber: Indikator Makro Kota Makassar, 2013<br />
Selaian pengukuran TPAK maka perlu mengetahui TPT (Tingkat<br />
Pengangguran Terbuka), angkatan kerja dan bukan angkatan kerja.<br />
64
Tabel 5.14. Angkatan Kerja Kota Makassar, 2014.<br />
No. Uraian Jumlah (%)<br />
1 Angkatan Kerja<br />
1.1 Bekerja 52,17<br />
1.2 Pengangguran 5,77<br />
1.3 Jumlah Penduduk Angkatan Kerja (i) 57,49<br />
2. Bukan Angkatan Kerja<br />
a. Sekolah 15,43<br />
b. Mengurus RT 20,92<br />
c. Lainnya 5,70<br />
2.1. Jumlah Penduduk bukan angkatan kerja (ii) 42,05<br />
Jumlah Penduduk Usia Kerja (i) + (ii) 99,54<br />
3. TPAK (Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja) 57,94<br />
TPT (Tingkat Pengangguran Terbuka) 9,79<br />
Sumber: Makassar dalam Angka, 2013<br />
Indikator lain terkait dengan ketenagakerjaan adalah produktivitas<br />
tenaga kerja adalah mereka sesuai hasil pendataan penduduk yang dilakukan<br />
oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Makassar, Jumlah penduduk Kota<br />
Makassar Tahun 2010 tercatat sebanyak 1.339.374 jiwa yang terdiri dari<br />
661.379 laki-laki dan 667.995 perempuan, rasio jenis kelamin laki-laki terhadap<br />
perempuan di Kota Makassar sebesar 97,55% dan yang terbesar terdapat di<br />
Kecamatan Ujung Tanah (100,31%) dan Kecamatan Tallo (100,30%).<br />
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik tahun 2010, penduduk Kota<br />
tercatat sebanyak 61,04% angkatan kerja terdiri dari yang bekerja sebanyak<br />
53,61% dan pengangguran sebanyak 7,43%. Sedangkan bukan angkatan kerja<br />
pada Tahun 2010 sebesar 38,96% yang terdiri dari yang masih duduk dibangku<br />
sekolah sebesar 14,57%, mengurus rumah tangga 19,36%, lainnya sebesar<br />
5,03%. Sedangkan pengangguran terbuka pada tahun 2010 sebesar 12,17%<br />
menurun bila dibandingkan pada tahun 2009 sebesar 12,86%, sedangkan<br />
tingkat partisipasi angkatan kerja sebesar 61,04%.<br />
65
B.6. Pasar Modern dan Pasar Tradisional (Umum)<br />
Peraturan Daerah Nomor 15 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan<br />
Pemberdayaan Pasar Tradisional dan Penataan Pasar Modern di Kota<br />
Makassar, dijelaskan beberapa hal terkait dengan :<br />
1. Pasar adalah area tempat jual beli barang dan atau tempat bertemunya<br />
penjual dan pembeli dengan jumlah penjual lebih dari satu, baik yang<br />
disebut sebagai pasar tradisional maupun pasar modern dan/atau pusat<br />
perbelanjaan, pertokoan, perdagangan maupun sebutan lainnya;<br />
2. Pasar Tradisional adalah Pasar yang dibangun dan dikelola oleh<br />
Pemerintah Daerah, Swasta, Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha<br />
Milik Daerah termasuk kerjasama dengan swasta berupa tempat usaha<br />
yang berbentuk toko, kios, los, dan tenda yang dimiliki/dikelola oleh<br />
pedagang kecil, menengah, koperasi dengan usaha skala kecil, modal kecil<br />
dan melalui proses jual beli barang dagangan dengan tawar – menawar;<br />
3. Pasar Induk adalah pasar yang merupakan pusat distribusi yang<br />
menampung hasil produksi petani yang dibeli oleh para pedagang tingkat<br />
grosir kemudian dijual kepada para pedagang tingkat eceran untuk<br />
selanjutnya diperdagangkan dipasar-pasar eceran diberbagai tempat<br />
mendekati para konsumen;<br />
4. Pasar penunjang adalah bagian dari pasar induk yang membeli dan<br />
menampung hasil produksi petani yang berlokasi jauh dari pasar induk yang<br />
bertugas sebagai penampung sementara karena komoditi yang berhasil<br />
ditampung akan dipindahkan ke pasar induk untuk selanjutnya dilelang ke<br />
pedagang tingkat eceran;<br />
5. Pasar Modern adalah pasar yang dibangun dan dikelola oleh Pemerintah,<br />
Swasta, atau Koperasi yang dalam bentuknya berupa Pusat Perbelanjaan,<br />
seperti Mall, Plaza, dan ShoppingCentre serta sejenisnya dimana<br />
pengelolaannya dilaksanakan secara modern, dan mengutamakan<br />
pelayanan kenyamanan berbelanja dengan manajemen berada di satu<br />
tangan, bermodal relatif kuat, dan dilengkapi label harga yang pasti;<br />
6. Toko adalah tempat usaha atau bangunan yang digunakan untuk menjual<br />
barang dan/atau jasa secara langsung dan terdiri dari hanya satu penjual;<br />
66
7. Toko Modern adalah toko dengan sistem pelayanan mandiri menjual<br />
berbagai jenis barang secara eceran yang berbentuk minimarket,<br />
supermarket, departemen store, hypermarket ataupun grosir yang berbentuk<br />
perkulakan;<br />
8. Pertokoan adalah kompleks toko atau deretan toko yang masing-masing<br />
dimiliki dan dikelola oleh perorangan atau badan usaha;<br />
9. Toko Serba Ada (TOSERBA) adalah sarana atau tempat usaha untuk<br />
melakukan penjualan berbagai macam barang kebutuhan rumahtangga dan<br />
kebutuhan sembilan bahan pokok yang disusun dalam bagian yang<br />
terpisah-pisah dalam bentuk kounter secara eceran;<br />
10. Minimarket adalah sarana atau tempat usaha untuk melakukan penjualan<br />
barang-barang kebutuhan sehari-hari secara eceran langsung kepada<br />
konsumen dengan cara pelayanan mandiri (swalayan);<br />
11. Supermarket adalah sarana atau tempat usaha untuk melakukan penjualan<br />
barang-barang kebutuhan rumah tangga termasuk kebutuhan sembilan<br />
bahan pokok secara eceran dan langsung kepada konsumen dengan cara<br />
pelayanan mandiri;<br />
12. Hypermarket adalah sarana atau tempat usaha untuk melakukan penjualan<br />
barang-barang kebutuhan rumah tangga termasuk kebutuhan sembilan<br />
bahan pokok secara eceran dan langsung kepada konsumen, yang di<br />
dalamnya terdiri atas pasar swalayan, toko modern dan toko Serba Ada,<br />
yang menyatu dalam satu bangunan yang pengelolaannya dilakukan secara<br />
tunggal;<br />
13. Mall atau Super Mall atau Plaza adalah sarana atau tempat usaha untuk<br />
melakukan perdagangan, rekreasi, restorasi dan sebagainya yang<br />
diperuntukkan bagi kelompok, perorangan, perusahaan, atau koperasi untuk<br />
melakukan penjualan barang-barang dan/atau jasa yang terletak pada<br />
bangunan/ruangan yang berada dalam suatu kesatuan wilayah/tempat;<br />
14. Usaha pasar modern bisa berupa pusat perbelanjaan dan sejenisnya, toko<br />
modern, seperti: minimarket, supermarket, department store, hypermarket,<br />
dan nama lainnya, yang dikelola secara modern;<br />
67
Tabel 5.15. Jenis-jenis Pasar Modern (Mall) di Kota Makassar<br />
No Nama Pasar<br />
Alamat<br />
Jalan Kelurahan Kecamatan<br />
1 Daya Grand Square<br />
P. Kemerdekaan<br />
Km 14<br />
Daya<br />
Biringkanaya<br />
2 MTOS<br />
Perintis<br />
Kemerdekaan<br />
Tamalanrea Tamalanrea<br />
3 MP Boulevard Masale Panakkukang<br />
4 MTC Karebosi Jendral A Yani Lariangbangngi Wajo<br />
5 Mall Ratu Indah Sam Ratulangi Makassar<br />
6 Mall GTC<br />
Metro Tanjung Tanjung<br />
Bunga<br />
Merdeka<br />
Tamalate<br />
7 Trans Mall H. Daeng Patompo Tamalate Makassar<br />
1. Daya Grand Square<br />
Daya Grand Square mulai beroperasi pada tahun 2015 dan berlokasi<br />
sangat strategis di jalan poros Perintis Kemerdekaan KM 14. Merupakan<br />
kawasan padat penduduk dan pemukiman terbesar inilah yang menjadi daya<br />
tarik karena lokasi ini yang sangat strategis menjadi incaran dan pusat<br />
perhatian,keramaian dan tempat persingahan transit yang menjadikannya pusat<br />
perbelanjaan terdepan dan didukung dengan sarana umum lainnya yang akan<br />
membawa keuntungan yang menjanjikan kepada para pedagang,pengusaha &<br />
investor. Memiliki fasilitas terlengkap gedung megah berlantai 6.<br />
Basement untuk parkiran.menampung hingga ratusan unit mobil/kendaraan.<br />
Lantai dasar Pusat Perlengkapan Aksesoris, Emas perhiasan,sepatu,sandal<br />
dan tas pernak pernik,souvernir dan oleh-oleh jajanan khas makassar.<br />
Lantai 1 Khusus Supemarket Carrefour, Food Court,Pizza Hut dan KFC<br />
Lantai 2 Pusat perlengkapan Aksesoris,Fasion,tekstill dan pakaian Muslim<br />
Lantai 3 Pusat perlengkapan Handphone,Komputer dan Elektronik.<br />
Lantai 4 Khusus GrahaMedia,Food Court, Wahana Bermain dan Studio<br />
21.di sewa kan.<br />
Lantai 5 dan 6 Konsep Hotel Mall.<br />
2. Makassar Town Square<br />
Makassar Town Square adalah pusat perbelanjaan di Makassar. Mall<br />
ini didirikan pada tahun 2007. Mall ini terdiri dari 3 lantai dengan penyewa -<br />
68
penyewa yang sudah terkenal sebagai perusahaan besar baik skala nasional<br />
maupun internasional antara lain Ramayana, Dunkin' Donuts, KFC, dan masih<br />
banyak lagi. Makassar Town Square merupakan family mall yang berkonsep<br />
untuk menyediakan seluruh kebutuhan keluarga dalam satu tempat.<br />
3. Mall Panakkukang<br />
Mall Panakkukang merupakan mal terbesar di Makassar. Mall ini<br />
didirikan pada tahun 2003 dan selesai pada 2006, dengan lokasi yang strategis<br />
di Panakkukang. Mall ini terdiri dari 4 lantai dengan penyewa - penyewa yang<br />
sudah terkenal sebagai perusahaan besar baik skala nasional maupun<br />
internasional. Mall ini berdampingan dengan Panakkukang Square yang kurang<br />
lebih 50 meter.<br />
4. MTC Karebosi<br />
MTC Karebosi adalah pusat perbelanjaan utama di Makassar. Mall ini<br />
didirikan pada hari Rabu, 15 Oktober 2003. Mall ini terdiri dari 4 lantai dengan<br />
penyewa - penyewa yang sudah terkenal sebagai perusahaan besar baik skala<br />
nasional maupun internasional antara lain Carrefour, CFC, dan masih banyak<br />
lagi. MTC Karebosi merupakan family mall yang berkonsep untuk menyediakan<br />
seluruh ke-butuhan keluarga dalam satu tempat.<br />
5. Mall Ratu Indah<br />
Mall Ratu Indah merupakan mal terbesar kedua di Makassar. Mall ini<br />
didirikan pada tahun 1999, dengan lokasi yang strategis di dekat Hotel Sahid<br />
Makassar. Mal ini terdiri dari 4 lantai dengan penyewa - penyewa yang sudah<br />
terkenal sebagai perusahaan besar baik skala nasional maupun internasional<br />
antara lain, Hero Supermarket, Matahari, Gramedia, Exsellso, KFC, M<br />
Studio, Time Zone, dan masih banyak lagi. Mall Ratu Indah merupakan family<br />
mall yang berkonsep untuk menyediakan seluruh kebutuhan keluarga dalam<br />
satu tempat.<br />
69
6. Mall GTC<br />
Mall GTC merupakan mall terbesar ketiga di Makassar. Mall ini didirikan<br />
pada tahun 2003, dengan lokasi yang strategis di dekat Pantai Tanjung Bunga.<br />
Mall ini terdiri dari 3 lantai dengan penyewa - penyewa yang sudah terkenal<br />
sebagai perusahaan besar baik skala nasional maupun internasional antara<br />
lain Gramedia, Maranatha, Matahari, Hypermart, dan masih banyak lagi. Mall<br />
GTC merupakan family mall yang berkonsep untuk menyediakan semua kebutuhan<br />
keluarga dalam satu tempat.<br />
7. Trans Mall<br />
Trans Studio Mall adalah salah satu pusat perbelanjaan di Makassar.<br />
Mall ini didirikan pada tahun 2010. Mall ini terdiri dari 3 lantai dengan penyewa -<br />
penyewa yang sudah terkenal sebagai perusahaan besar baik skala nasional<br />
maupun internasional antara lain Gramedia, Metro, KFC, dan masih banyak<br />
lagi. Trans Studio Mall merupakan family mall yang berkonsep untuk<br />
menyediakan seluruh kebutuhan keluarga dalam satu tempat.<br />
Tabel 5.16. Jumlah Outlet Hypermarket. Supermarket, dan Miniarket di Wilayah<br />
Kota Makassar<br />
No. Nama Outlet Jumlah Outlet<br />
1 Hypermarket 3<br />
2 Supermarket 8<br />
3 Minimarket 166<br />
Sumber : Data Primer setelah diolah, 2015<br />
Ditinjau dari Fasilitas Pasar yang ditunjukkan dengan keberadaan Mall,<br />
Toserba, Pasar Umum, dan Kompleks Pertokoan. Bahwa Kehadiran Kantor<br />
pelayanan perbankan bertujuan untuk memberikan pelayanan yang muda bagi<br />
nasabah dalam menggunakan jasa perbankan. Maka dengan memperhatikan<br />
fasilitas pasar maka terdapat 5 kecamata yag mempuyai fasilitas Mall, yaitu:<br />
Kecamatan Mamajang, Kecamatan Tamalate, Kecamatan Makassar,<br />
Kecamatan Panakukang,<br />
Kecamatan Tamalanrea. Ada dua Mall yang<br />
merupakan pusat perbelanjaan yang banyak dikunjungi oleh semua lapisan<br />
baik dari kalangan warga Kota Makassar maupun dari warga diluar kota yaitu:<br />
70
Mall Panakukang di Kecamatan Panakukang dan Mall Karebosi di Kecamatan<br />
Makassar. Mall di Kecamatan Mamajang dikunjugi oleh warga kota, dan Mall<br />
di Kecamatan Tamalanrea dikunjungi oleh warga kota yang berada diwilayah<br />
Kecamatan Tamalanrea dan Biringkanaya, Sedang dua Mall di Kecamatan<br />
Tamalate yaitu Mall Trans dan Mall Tanjung Bunga. Mall Trans dikunjungi oleh<br />
warga luar kota dengan tujuan wisata.<br />
Umumnya Toserba digunakan oleh warga kota, sedangkan kompleks<br />
pertokoan dengan fungsi pasar perdagangan untuk komoditi tertentu<br />
mempunyai spesifik komoditi perdagangan berbeda menurut kecamatan.<br />
Terkait dengan pasar umum beberapa pasar memberikan pelayanan hanya<br />
pada warga sekitar, sementara beberapa pasar yang dikujungi oleh pengunjung<br />
luar kota, yaitu: Pasar di Biringkanaya (Pasar Daya), Pasar Sentral di<br />
Kecamatan Makassar, dan Pasar Butung di Kota Makassar, Pasar Terong di<br />
Kecamatan Tallo, dan Pasar Pa‟Baeng-Baeng, serta pasar lainnya hanya<br />
digunakan untuk penduduk sekitar dan umumnya komoditi perdaganagan<br />
adalah kebutuhan dasar rumahtangga seperti makanan pokok, dan minuman.<br />
71
BAB VI. HASIL DAN PEMBAHASAN<br />
A. Gambaran Kriminal di Sulawesi Selatan<br />
Tindak kriminalitas akan memunculkan rasa tidak aman bagi<br />
masyarakat. Berbagai bentuk kejahatan seperti pencurian, penipuan, dan<br />
perampokan, maupun kekerasan dan kejahatan susila, masih sering<br />
terjadi.dengan masih adanya jumlah kejahatan yang tinggi ini, keleluasaan<br />
masyarakat untuk melakukan kegiatannya masing-masing menjadi terganggu.<br />
Oleh sebab itu upaya untuk menciptakan keamanan, ketertiban dan<br />
penanggulangan kriminalitas merupakan salah satu prioritas untuk<br />
mewujudkan stabilitas penyelenggaraan pemerintahan terutama di<br />
daerah.Pemerintahan daerah dapat terselenggara dengan baik apabila<br />
pemerintah dapat memberikan rasa aman kepada masyarakat, menjaga<br />
ketertiban dalam pergaulan masyarakat, serta menanggulangi kriminalitas<br />
sehingga secara kuantitas dan kualitas tindak kriminalitas dapat diminimalisir.<br />
Angka kriminalitas di Sulawesi Selatan juga semakin menurun baik tipe<br />
maupun jenisnya, hal ini tidak terlepas dari perkembangan teknologi dan<br />
perubahan sosial budaya dan politik yang terjadi pada masyarakat Sulawesi<br />
Selatan. Angka kriminalitas pencurian dengan kekerasan mencapai 351<br />
kejadian pada tahun 2008, sementara pada tahun 2012 jumlah tersebut<br />
menurun menjadi 318 kejadian. Sementara penganiayaan berat mengalami<br />
penurunan dari 589 kejadian pada tahun 2008 menjadi 117 kejadian pada<br />
tahun 2012. Berikut angka Kriminilitas di Provinsi Sulawesi Selatan. (Lihat<br />
Tabel 6.1)<br />
Untuk tahun 2015, Kepala Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan<br />
memaparkan data peningkatan angka kejahatan dibandingkan tahun 2014.<br />
Kejahatan masih didominasi oleh kejahatan konvensional seperti pencurian<br />
dan pemberatan, pencurian dan kekerasan, pembunuhan, penganiayaan dan<br />
lainnya. Angka kejahatan konvensional meningkat drastis seiring dengan<br />
meningkatnya pertumbuhan penduduk dan itu merupakan hal yang wajar<br />
terjadi dalam setiap wilayah. Penganiayaan menjadi kejahatan konvensional<br />
yang mendominasi di tahun 2015 yaitu 3.762 kasus lebih tinggi dibanding<br />
71
tahun 2014 yaitu 3.475 kasus. Kasus pencurian motor menempati urutas<br />
kedua kejahatan yang kerap terjadi di Sulsel dengan jumlah 2.476 kasus. Lalu<br />
pencurian biasa 2.252 kasus, penipuan 1.756 kasus, pencurian dengan<br />
keberatan 1.046 kasus, penggelapan 932 kasus, dan perampokan 707 kasus,<br />
pengancaman 688 kasus, pemilikan senjata tajam 688 kasus, dan<br />
pengeroyokan 668 kasus.<br />
Tabel 6.1.<br />
Angka Kriminalitas Provinsi Sulawesi SelatanTahun 2009-2013<br />
Sumber : Kesbangpol<br />
Daerah dengan tingkat kriminilitas tertinggi adalah Kota Makassar,<br />
sedang Kota Parepare tergolong dengan angka kriminilitas terendah<br />
A.1. Kriminal di Kota Makassar<br />
Kota Makassar adalah daerah dengan tingkat kasus kriminalitas<br />
tertinggi di Sulawesi Selatan. Data Kepolisian Daerah (Polda) Sulselbar,<br />
menyatakan sejak Januari hingga Februari 2016, angka kriminalitas yang<br />
terjadi di Kota Makassar meningkat.dengan jumlah aksi kejahatan sebanyak<br />
378 kasus. Kejahatan yang tercatat terdiri dari kasus penganiayaan berat<br />
72
(anirat), pembunuhan, pencurian dengan pemberatan, pencurian dengan<br />
kekerasan, pencurian kendaraan bermotor, pencurian hewan ternak hingga<br />
kasus narkoba.<br />
Dari catatan Polrestabes Makassar, ada sebanyak 4.491 kasus<br />
kejahatan konvensional yang terjadi sepanjang tahun 2015. Dari angka itu,<br />
kasus curanmor mencapai 1.319 kasus. tersebar di seluruh polsek di<br />
Makassar. Jika dirata-ratakan, setiap hari di Makassar terjadi kasus curanmor<br />
3 hingga 4 kali kasus pencurian kendaraan bermotor.Sementara di posisi<br />
kedua ditempati oleh kasus kepemilikan senjata tajam yakni mencapai 418<br />
kasus. Selanjutnya, pencurian dengan pemberatan atau spesialis sebanyak<br />
402 kasus Angka terendah adalah kasus kekerasan dalam rumah tangga<br />
(KDRT). Di tahun 2015 Polrestabes Makassar dan jajaran menangani 102<br />
kasus. Aksi pencurian kendaraan bermotor (curanmor) di Makassar semakin<br />
memprihatinkan. Dalam sehari rata-rata 10 unit motor hilang dicuri. Kasus<br />
kriminal paling tinggi terjadi di Kecamatan Rappocini dan Panakkukang.<br />
A.2. Kriminal di Kota Parepare<br />
Selama 2015 kasus pencurian kendaraan bermotor menjadi angka<br />
kriminalitas paling banyak terjadi dan ditangani pihak Kepolisian Resort<br />
(Polres) Kota Parepare, sebanyak 545 laporan yang diterima terkait kasus<br />
kehilangan kendaraan bermotor, dan 97 diantaranya adalah laporan langsung<br />
dari warga.<br />
Berdasarkan data dari pihak kepolisian, pada tahun 2015 lalu sebelum<br />
program peduli lorong direalisasikan, angka kriminal meningkat menjadi 29<br />
kasus, khususnya kasus pencurian kendaraan bermotor, tapi pada tahun<br />
2016 ini tercatat mengalami penurunan jumlah menjadi 18 kasus.<br />
B. Kejahatan Begal di Sulawesi Selatan<br />
Kejahatan geng motor (begal) di Sulawesi Selatan meningkat di<br />
wilayah hukum Polda Sulselbar pada tahun 2014. Bahkan diikuti dengan aksi<br />
perampokan mini market yang beroperasi selama 24 jam. Data Polda<br />
73
Suselbar, bahwa di Sulawesi Selatan sebanyak 38 kasus kekerasan geng<br />
motor. Mayoritas kasus tersebut dilakukan pelaku dengan berkelompok<br />
dengan menyembunyikan wajahnya dibalik topeng agar sulit teridentifikasi.<br />
Jumlah korban geng motor yang meninggal dunia selama tahun 2014<br />
sebanyak 4 orang.<br />
Polda Sulselbar berhasil meringkus sebanyak 48 orang kawanan geng<br />
motor tersebut selama Tahun 2014. Jika dibandingkan dengan tahun 2013,<br />
kejahatan geng motor memiliki trend yang meningkat. Jumlah kasus 2013<br />
sebanyak 15, lalu sebanyak 7 orang korban meninggal dunia, dan 22 orang<br />
pelaku berhasil diringkus aparat.<br />
Peristiwa begal semakin sadis dan telah menimbulkan korban<br />
meninggal dan cacat, serta kehilangan harta. Kurang lebih 2015 dan di awal<br />
tahun 2016, kejahatan begal dianggap suatu kejahatan yang besar sehingga<br />
Pemerintah Provinsi harus melakukan penanganan bersama Kodam dan<br />
Polda serta pemeintah daerah.<br />
Pada Dialog Publik Menakar Kriminalitas Begal di Kota Makassar,<br />
Kamis 17 Maret 2015, di Gedung Phinisi UNM, menyimpulkan bahwa aksi<br />
begal sudah merupakan kejahatan jalanan yang meresahkan warga kota –<br />
mengingat aksi dan korban jiwa berjatuhan.<br />
Aksi begal yang terjadi belakangan ini semakin menakutkan dan<br />
mencekam warga kota. Korban berjatuhan malah sampai ada yang<br />
meninggal, sehigga menjadikan penghuni kota -- ada rasa takut dan<br />
rasa tidak aman kalau keluar rumah di malam hari. Aksi-aksi begal termasuk<br />
dalam kategori kekerasan sosial, muncul dan berkembang di tengah<br />
masyarakat disebabkan kacaunya tatanan sosial.<br />
Kejahatan jalanan, seperti begal dan geng motor yang semakin<br />
meresahkan. Imbas maraknya kejahatan jalanan di Makassar, warga<br />
membuat petisi yang berisi empat poin. Di antaranya, memberikan waktu 3 x<br />
24 jam kepada kepolisian untuk menumpas geng motor serta memberi rasa<br />
aman kepada warga Makassar dan mengimbau walikota dan wakil walikota<br />
agar tidak meninggalkan Makassar selama kondisi daerah tidak aman.<br />
Meminta pemerintah kota Makassar untuk menanggung biaya rumah sakit<br />
74
terhadap korban geng motor. Terakhir, masyarakat meminta pimpinan<br />
kepolisian untuk mengerahkan pasukan Brimob guna melakukan patroli rutin<br />
setiap malam di Makassar.<br />
B.1. Begal di Kota Makassar<br />
Aksi kejahatan jalanan (Begal) di Makassar saat ini mengalami<br />
peningkatan selama tahun 2015. Berdasarkan data dari Kejaksaan Negeri<br />
Makassar, aksi pencurian dengan kekerasan (Begal) meningkat 30 persen.<br />
“Perkara kasus pencurian dan kekerasan atau biasa disebut dengan Begal<br />
yang masuk di Kejaksaan Negeri Makassar mengalami peningkatan 30<br />
persen dari tahun 2014 ke 2015, Kasi Pidum Kejari Makassar, Zulkarnaen A<br />
Lopa, menjelaskan bahwa untuk tahun 2014 jumlah Surat Pemberitahuan<br />
Dimulainya Penyidikan (SPDP) perkara masuk 1.470 kasus, dan tahun 2015<br />
jumlah SPDP sebanyak 2.212 kasus, artinya terjadi kenaikan 30 persen,<br />
Data Kapolresta Makassar, menjelaskan bahwa Kasus Curas atau<br />
begal meningkatkan selama tahun 2015 di kota Makassar, yaitu : Desember<br />
2015 tercatat 422 laporan kasus begal. Dan September tahun 2016 tercatat<br />
492 kasus, artinya kejahatan begal mengalami peningkatan sebesar 14,22%<br />
sampai 3 triwulan pertama. Lebih kecil pada tahun 2014-2015. Bahwa dari<br />
kasus kejahatan begal pelakunya didominasi oleh anak di bawah umur (14-17<br />
tahun), jumlahnya rata-rata 70 persen untuk kejadian tahun 2015- September<br />
2016. Sekitar 60,6% dari kasus tersebut dapat diungkap.<br />
Wilayah dengan aksi pembegalan paling banyak terjadi di Kecamatan<br />
Rappocini, menyusul kecamatan Panakkukang. Kecamatan Bontoala,<br />
kecamatan Makassar, dan kecamatan Tamalanrea. Kecamatan lainnya aksi<br />
terjadi dengan skala rendah yaitu:Kecamatan Tallo, Kecamatan Biringkanaya.<br />
Tahun 2015, untuk menekan aksi begal maka Kapoltabes Makassar<br />
menerapkan berbagai program diantaranya dengan membentuk Tim khusus<br />
begal yang beranggotakan 20 personil gabungan terdiri dari fungsi terpadu<br />
jajaran polrestabes. Sasarannya tidak lain yakni kasus 3C. "Tim yang<br />
dibentuk ini dalam rangka penanggulangan dan pengungkapan kasus<br />
pencurian dengan kekerasan (Curas), pencurian dengan pemberatan (Curat)<br />
dan Pencurian motor (Curanmor) "Jadi tim yang dibentuk Kapolres ini berada<br />
75
di bawah garis komando Satreskrim Polrestabes Makassar. Intelkam<br />
Polrestabes Makassar),<br />
Kasus begal dan pelakunya di Kota Makassar diuraikan mengenai<br />
pelaku, korban dan cara pembegalannya, sebagai berikut:<br />
1. Kasus 1 : Pembegalan di Jalan Hertasning pada hari Minggu tanggal 5<br />
juni 2016 sekawanan begal terdiri dari 4 orang melakukan pembegalan<br />
dengan menghentikan pengendara dengan melakukan penodongan<br />
dengan badik dan ancaman busur. Merampas motor korban dan<br />
memaksa tas korban. Kawanan ini terdiri dari: Dewa alias tinggi umur 21<br />
tahun beralamat di jalan cenderawasih, Ahmad alias Guntur umur 19<br />
tahun beralamat di jalan cenderawasih, Ilman umur 19 tahun beralamat di<br />
jalan Bontoramba, dan Arbian umur 18 tahun beralamat di jalan toddopuli<br />
6. Keempat pelaku melakukan aksinya di banyak tempat.<br />
2. Kasus 2: Jalan Professor Basalamah di depan UNIFA terjadi 12 juni<br />
2016, pelaku melakukan penodongan dan pembusuran kepada korban<br />
mengenai punggung korban. Pelaku menggunakan motor dimana<br />
sebagian melakukan pememetan. Korban adalah Muhammad Dzaki dan<br />
pelaku melakukan perampasan motor korban dan hand-phone. Pelaku<br />
sejumlah 5 orang yang terdiri dari: HA berumur 16 tahun, MU bermur 16,<br />
PD berumur 16 tahun, YK berumur 16 tahun, dan MA berumur 16 tahun<br />
Gambar 6.1.<br />
Kawanan Begal dengan korban Andi Muhammad Dzaki di Jalan Racing<br />
Center, dan Motor Korban<br />
76
3. Kasus 3: CR (16 Tahun) alamat jalan Tamangapa Raya Perumnas<br />
Antang, ditangkap karena menjadi buronan dengan tindakan begal yang<br />
dilakukan dan menewaskan korban Gassing Daeng Nong. Umur 18 tahun<br />
di jalan Mesjid Nurul Hidayat, Kelurahan Bangkala, Kecamatan Manggala<br />
tanggal 8 Februari 2016. Pelaku merampas motor korban dan melakukan<br />
penembakan dengan menghujani korban dengan badik.<br />
4. Kasus 4: Aksi begal tanggal 31-5- 2016, dengan pelaku Zainal (17) dan<br />
Zulfikar (21), warga Jalan Batangase, Kabupaten Maros Sulawesi Selatan.<br />
Pelaku melakukan penjambretan tas milik seorang pengendara wanita di<br />
depan kantor, kantor AURI, Jalan Perintis Kemerdekaan, Makassar.<br />
Setelah merampas tas korban yang berisi ponsel dan sejumlah uang,<br />
pelaku kemudian dikejar warga, hingga sekitar 30 meter dari lokasi<br />
kejadian, keduanya terjatuh dan langsung diamankan. Dari tangan pelaku<br />
disita barang bukti berupa dua HP Samsung, dompet berisi uang tunai<br />
Rp.250.000,- dan satu motor Yamaha. Kedua pelaku, telah melakukan<br />
aksi pencurian dengan kekerasan, pertama dilakukan Mei 2016 aksi begal<br />
di Jalan Perintis Kemerdekaan tepatnya depan Kima Square. Aksi kedua<br />
kalinya 31 Juni 2015 gagal karena dimassa oleh warga dan pelaku<br />
berhasil kabur.<br />
5. Kasus 5 : Delapan kawanan begal yang terdiri dari SUR umur 17 tahun<br />
dan <strong>DI</strong>M berumur 17 tahun, Yusri berumur 20 tahun, ALF berumur 15<br />
tahun, RK berumur 15 tahun, Ris berumur 14 tahun, dan Risal 18 tahun<br />
ketujuh berdomisili di Jalan Hertasning Baru; dan MF warga jalan sultan<br />
alauddin 14 tahun. Dari kedelapan kawanan disita sejumlah anak panah<br />
(busur), badik, parang dan samurai. Kawanan ini diduga begal yang<br />
beroperasi dikawasan Hertasning baru dan Rappocini. Dalam penanganan<br />
dan penyelidikan mengenai korban dari kawanan ini.<br />
77
Gambar 6.2.<br />
Kawanan Begal Kelompok Hertasning dan Alat Busur yang Dugunakan<br />
6. Kasus 6: Reski alias Ekki (18) dan Deni (22), dua warga Toddopuli 2<br />
Setapak 5. kedua pembegal sadis ini mempunya Laporan Polisi (LP).<br />
Nomor LP 788/V/2016/SULSEL/Sek Panakukang, korban atas nama<br />
Andika Fatmawati, warga Jl Toddopuli 2 setapak 5 kota Makassar.<br />
keduanya ditangkap disita iphone 5 hasil begal dengan korban pelapor,<br />
saat diamankan, juga diamankan dua alat bukti berupa senjata tajam<br />
yakni, sebilah pisau dan kampak.<br />
Gambar 6.2a.<br />
Pembegal di Jalan Toddopoli Ditahanan Kapolsek Rappacini<br />
7. Kasus 7: AA (18) warga Jl. Jalahong dg. Matutu, Makassar adalah satu<br />
dari tiga pelaku begal dengan korban seorang Ibu Rumah Tangga (IRT)<br />
yang juga adalah pengusaha kayu, Andi Kartini (46) warga Jl. Toddopuli<br />
VII blok A2/YPPK kota Makassar menjadi korban pembegalan didalam<br />
Asrama Polisi (Aspol) Tello Baru, kecamatan Panakukkang kota Makassar<br />
pada hari Senin 16/5/2016, pukul 04.00 Wita. Pelaku AA adalah juga<br />
masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) polisi, karena menjadi<br />
pimpinan dalam setiap aksi pembegalan di dua lokasi. Yakni, di wilayah<br />
78
hukum Polsek Tamalanrea dan Panakukkang. AA mempunyai dua<br />
Laporan Polisi (LP) masing-masing, LP/857/V/2016/restabes mksr/sekta<br />
Panakukang tgl 16 mei 2016 atas nama pelapor Andi Kartini. Dan,<br />
LP/698/V/2016/restabes mksr/sekta Tamalanrea tgl 16 mei 2016 atas<br />
nama pelapor Paizal Djurahmi Mappangandro. Pengakuan AA, saat<br />
beraksi di Aspol Tello Baru terhadap Kartini, ia melakukan cekikan<br />
terhadap korban dan mengancam korban menggunakan alat tajam jenis<br />
badik dan membentangkan anak busur sebelum korban disekap<br />
dibelakang sebuah Gereja di Aspol. Bersama AA, juga mengamankan dua<br />
rekan AA, yakni MA (18) warga Jl. Balana 2 no. 6 setapak 6 Makassar,<br />
dan YY (17) warga Jl. Abu Bakar Lambogo (Ablam) lorong1 no. 7 Kota<br />
Makassar.<br />
Gambar 6.3<br />
Pimpinan Kawanan Begal di Asrama Polisi Tallo<br />
8. Kasus 8 : Wawan alias Ampes (27) dan Farul (20) diamankan sebuah<br />
rumah di Jl. M Yamin, Lr 4, Kecamatan Makassar. Saat diamankan<br />
sedang mengisap narkotika jenis sabu. Keduanya memiliki catatan begal<br />
dan masuk dalam daftar pencarian orang (DPO). “Si Farul ini adalah<br />
pelaku begal. Makanya langsung diamankan di kantor Polsek Makassar.<br />
Sedangkan rekannya dibawa ke Polrestabes Makassar karena banyak<br />
juga laporannya. Dalam catatan polisi dan pengakuan Farul, melakukan<br />
aksinya di 32 lokasi berbeda di Makassar.<br />
79
9. Kasus 9: Yawan Emmanuel Atihuta alias Yawan (20) diringkus pihak<br />
Polrestabes Makassar di Jl. Mangerangi Makassar, malam pukul 22.00<br />
Wita. Yawan diduga pernah melakukan pembegalan di warkop 26 Jl.<br />
Kumala, Tamalate, Makassar .Pelaku pernah melakukan aksi begal di Jl.<br />
Daeng Tata, dua kali.<br />
10. Kasus 10 : RN (20) beralamat Jl. Abubakar Lambogo, dan SY (18),<br />
beralamat di Jl. Muhammad Yamin Baru, sekitar pukul 02.30 wita Kamis<br />
(17/3/2016). Ditangkap dan ditembak di rumah masing-masing, dalam<br />
penangkapan polisi menemukan narkotika jenis sabu sebanyak tujuh<br />
saschet. Sabu itu siap diedarkan. Selain pengedar dan pemakai narkotika<br />
keduanya termasuk begal sadis<br />
Gambar 6.4<br />
Kawanan Begal dengan Pengedar Sabu di Jalan Abubakar Lambogo<br />
11. Kasus 11: Pelaku begal menyasar pengunjung warung nasi goreng di<br />
Jalan Racing Center, Kecamatan Panakkukang, Rabu (11/5/2016) malam.<br />
Dalam aksinya, pelaku yang berjumlah empat orang dan bersenjatakan<br />
parang dan busur. Pelaku menodongkan senjata tajam kepada<br />
pengunjung warung nasi goreng dan pemilik warung. Salah satu<br />
korbannya, Nurtafni Aprianti, mahasiswi Universitas Muslim Indonesia<br />
(UMI) Makassar, yang kebetulan saat itu tengah menikmati hidangan nasi<br />
goreng. Menyerahkan Iphone miliknya karena diancam akan dibusur.<br />
Pelaku berjumlah 4 orang dengan mengendarai dua unit sepeda motor<br />
80
Honda scoopy. Mereka membawa busur dan parang dan melakukan<br />
penebasan pada meja makan sebelum meninggalkan warung. Pelaku<br />
berumur belasan tahun.<br />
12. Kasus 12: Jalan Urip Sumoharjo, Pembegalan atas Muhammad Rijal<br />
Nugraha Laoda K (19) warga Parepare menjadi korban Pencurian dan<br />
Kekerasan (Curas) alias begal di Jl. Urip Sumoharjo, tepat depan Rumah<br />
Sakit (RS) Ibnu Sina, Panakukkang, pada hari Senin (9/5/2016) malam.<br />
kejadiannya sekitar pukul 21.30 Wita. Pelaku berasal dari Jalan Abdullah<br />
Daeng Siruwa.<br />
13. Kasus 13: Sabtu (6/2/2016) sekitar Pukul 15.10 Wita, Muh. Irfan alias<br />
Ippan (16 tahun) beralamat Jalan Flamboyan no. 11 Makassar diamankan<br />
polisi dari amukan massa karena menjambret, Awalnya pelaku<br />
berboncengan untuk melakukan aksinya mencuri handphone, namun<br />
pada saat mau melarikan diri pelaku yang dibonceng terjatuh dan<br />
langsung di hakimi massa.<br />
14. Kasus 14. Pelaku begal dengan operasi lintas kabupaten, berdomisili di<br />
Jl.Rappocini, Makassar. Ditangkap, Selasa (31/5/2016). antara lain, Rudy<br />
Salam (33) warga Jl. Veteran Selatan lorong 2 No 28A Makassar,<br />
Hendrawan Alia Lapu (26) warga Jl.Rappocini Raya lorong 3 kota<br />
Makassar, Marko Pongo (25) warga Jl. Tanjung Bunga No. 55 kota<br />
Makassar, dan Risman Als Bob (37) dan warga Jl. Tanjung Bunga kota<br />
Makassar. Penangkapan para pelaku begal atau Pencurian dan<br />
Kekerasan (Curas) ini berdasarkan Laporan Polisi (LP). Yakni<br />
LP/93/V/2016/SPKT/Res Takalar Tgl.26 Mei 2016. Keberadaan mereka<br />
berhasil kami ketahui setelah anggota kami dilapangan mengintai<br />
pergerakan keempat pelaku yang berada di Rappocini dan kemudian kami<br />
langsung bergerak cepat dengan koordinasi dengan tim resmi Takalar.<br />
Saat penangkapan, diamankan barang bukti berupa, satu unit Ponsel<br />
Blackberry curian, dua unit Ponsel milik pelaku, sebilah parang panjang,<br />
dan satu unit sepeda Motor Yamaha MX King Hitam Nopol DD 5509 SB<br />
yang diduga curian.<br />
81
15. Kasus 15: Fahrian alias Eyang (20) di Jl. Sungai Daeng Ngemba kota<br />
Makassar, Selasa (31/5/2016). Pelaku begal yang telah melakukan<br />
aksinya di Jl. Borong Jambu VII Perumnas Antang blok 1 kota Malassar.<br />
Pelaku mengaku, melakukan aksi dengan menggunakan balok kayu<br />
dengan mengancam korban. Saksi melaporkan pelaku berdasarkan<br />
LP/404/V/K/2016/Restabes Mksr/sek Manggala tanggal 28 mei 2016 atas<br />
nama pelapor Sangkai.Saat diamankan petugas mengamankan barang<br />
bukti berupa hanphone Samsung J5 warna putih dari tangan pelaku.<br />
Gambar Kasus 6.5<br />
Fahrian alias Eyang (20). Pelaku begal yang telah melakukan aksinya<br />
di Jl Borong Jambu VII Perumnas Antang blok 1 kota Malassar<br />
16. Kasus 16: Korban Ikhsan warga Jalan Perintis Kemerdekaan, kejadian di<br />
Jalan Abu Bakar Lambogo tanggal 14 September 2015, berlangsung pada<br />
pukul 15.00 Wita. Aksi beringas dan nekat para pelaku begal ini tidak<br />
hanya menyasar masyarakat biasa, wartawan, polisi, bahkan anak-anak<br />
pun telah menjadi korban pembegalan.<br />
82
Gambar 6.6<br />
Kawanan Begal Operasi Lintas Kabupaten Bermarkas<br />
di Jl.Rappocini Makassar<br />
17. Kasus 17: Jalan Cenderawasih tanggul Patompo, Kecamatan Tamalate.<br />
Korban adalah Angelina (19) bersama Bani (19) warga Gowa dibegal<br />
pada hari Minggu (26/6/2016) pukul 1,00 WIT. Tangan perempuan ini<br />
ditebas parang lantaran mempertahankan tasnya. Aksi begal berlangsung<br />
ketika berboncengan melewati Jalan Cendrawasih, tepatnya depan SD<br />
Tanggul Patompo. Pelakunya adalah Febrianto alias Eppi (18) warga<br />
Jalan Kastubun no. 7 Blok 7B. Pelaku menggunakan motor beat<br />
berboncengan dan memepet korban dan menjambret tas yang digunakan.<br />
Eppi dibekuk kurang dari 24 jam setelah beraksi, diketahui merupakan<br />
DPO karena melakukan aksi pencurian dengan kekerasan (begal) di Kota<br />
Makassar. Lokasi aksi Eppy di Korta Makassar, sebagai berikut :<br />
a. Jalan cendrawasih depan SD tanggul patompo, Sabtu malam 25 juni<br />
2016<br />
b. Penyerangan Warkop 88 di Jalan hertasning<br />
c. Jalan Rajawali 2 dekat asrama TNI sekitar bulan 5 2016<br />
d. Jalan Rajawali Ujung dekat pantai losari sekitar bulan 5<br />
e. Banta-Bantaeng dekat Jalan Faisal sekitar bulan 4<br />
f. Jalan Raya pendidikan dekat Goro sekitar bulan 5<br />
g. Jalan Alauddin lewati Lembaga sekitar bulan 5<br />
h. Jalan Petarani depan jalan pengayoman sekitar bulan 5<br />
83
i. Jalan Raya pendidikan goro bagian belakang sekitar bulan 6<br />
j. Jalan perintis kemerdekaan Daya lewati lampu merah pasar daya,<br />
sekitar bulan 5<br />
k. Mandae dekat Pertamina sekitar bulan 5<br />
l. Jalan perntis kemerdekaan sari laut dekat BTP<br />
m. Jalan perintis kemerdekaan depan Sudiang sekitar bulan 5<br />
n. BTP ujung sekita bulan 6<br />
o. Jalan Landak baru di belakang hotel clarion<br />
p. Jalan Monumen Emmy saelan bulan 6<br />
q. Mandae dekat Lampu merah sekitar bulan 6<br />
r. Moncongloe jalan ke Antang sekitar bulan 6<br />
s. Tamalate 2 sekitar bulan 4<br />
t. Tamalate sekitar bulan 6<br />
u. BTP toko distro sekitar bulan 5<br />
Gambar 6.7<br />
Kawanan Febrianto alias Eppi (18) warga Jalan Kastubun no 7 Blok 7B<br />
18. Kasus 18: Muh Ardal (17) warga BTP Blok K , Irwan alias Iwan (23),<br />
warga BTN Mangga 3. Hasil interogasi, kedua pelaku diketahui sudah 12<br />
kali melakukan aksi pembegalan, yaitu:<br />
84
a. Penyerangan Warkop 88 di Jl Hertasning,<br />
b. Jl. Pettarani depan jalan pengayoman sekisar bulan 5,<br />
c. Jalan Perintis Kemerdekaan sari laut dekat BTP,<br />
d. Jl. Perintis Kemerdekaan depan Sudiang pada bulan 5,<br />
e. BTP ujung pada bulan 6,<br />
f. Jl. Landak Baru di belakang hotel Clarion,<br />
g. Jl. Monumen Emmy Saelan,<br />
h. Moncongloe menuju Antang sekisar pada bulan 6,<br />
i. Tamalate 2 sekisar bulan 4 dan<br />
j. Tamalate sekisar bulan 6.<br />
k. Terakhir di dua lokasi yang berbeda di Wilayah Polsek Rapocini.<br />
Namun kejadiannya dilakukan pada hari yang sama yakni tanggal 20<br />
Mei 2016.<br />
19. Kasus 19: Korban Hendra Gusti Syam umur 20 tahun berstatus<br />
mahasiswa pada Universitas Fajar di begal di Jalan Andalas jam 21.30.<br />
Dua orang pelaku menyerang korban yang sedang berdiri ditepi jalan<br />
sambil menggam handphone. Pelaku menikam korban dua kali<br />
dipunggungnya untuk mendapatkan handphone. Polisi yang kebetulan<br />
melintas dan menolong korban dan menangkap pelaku, teman pelaku<br />
melarikan diri dengan sepeda motor dan pelaku ditangkap dengan<br />
menembak betisnya karena berupaya untuk kabur.<br />
20. Reza berumur 19 tahun berdomisili Aspol Todopuli, blok A, adalah<br />
seorang pemimpin begal yang sudah beraksi di puluhan lokasi di Makssar,<br />
salah satunya Circle K (CK) Jl. Pengayoman. Ditangkap setelah<br />
dilumpuhkan dengan menembak kaki kanannya, tepat dipaha atas dan<br />
dibawah mata kaki. Reza adalah salah satu bos begal dari kelompok<br />
Matta Dajjal. Ia juga menggunakan tato Mata Dajjal dibelahan dadanya.<br />
(Gambar). Kawanan Reza, mempunyai banyak catatan melakukan<br />
pembegalan dan pernah mendekam dalam jeruji besi karena kasus<br />
pembegalan. Rupanya setelah bebas dari jeruji besi bertambah buas<br />
dengan beraksi di 60 lokasi di wilayah Makassar. Reza adalah anak<br />
angkat dari seorang dokter kepolisian, menjadi begal karena korban<br />
85
pergaulan sebaya sering berkeliaran dan tidak tinggal dirumah, ia banyak<br />
tinggal dirumah temannya.<br />
Gambar 6.8<br />
Resa, Bos Begal Kelompok Mata Dajjal di Makassar<br />
21. Aksi begal di malam tahun baru 2015 ke 2016 di Jalan Abdullah Daeng<br />
Sirua, samping Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 8 Makassar.<br />
Korban penganiayaan yakni Asdar (27) warga Jalan Bontobila Makassar.<br />
Korban yang mengendarai sepeda motor trail melintas di Jalan Abdullah<br />
Daeng Sirua pukul 23.30 Wita tepat disamping SMP Negeri 8 Makassar<br />
itu, sejumlah remaja kemudian menyerang korban dengan anak panah<br />
hingga terjatuh dari motornya. Setelah terjatuh, korban kemudian ditikam<br />
menggunakan senjata tajam pada bagian punggungnya dan tiga anak<br />
panah juga sudah menancap di punggung korban. Setelah korbannya<br />
tidak berdaya, motor trailnya dibawa kabur oleh para pelaku,"<br />
Dari 21 kasus yang diungkapkan, kegiatan pembegalan dilaksanakan<br />
oleh kawanan minimal beranggotakan 2 orang dan maksimal 8 orang,<br />
melakukan pembegalan pada korban yang umumnya sendiri, hanya satu<br />
kasus begal yag dilaksanakan dengan korban 2 orang. Aksi pembegalan tidak<br />
hanya dilakukan ditempat sepi, tetapi terjadi di jalan protokol yang selalu<br />
ramai, misalnya:<br />
1. Jalan Perintis Kemerdekaan (depan pintu 1 UNHAS pada bulan Peruari<br />
2015)<br />
86
2. Jalan Urip Sumiharjo (kasus 10 April 2015 di depan Kampus UMI,<br />
3. Jalan Pettarani (kasus tanggal 19 Agustus 2015)<br />
4. Jaln Urip Sumoharjo 19 September 2015 di samping Flyover,<br />
5. Jalan Urip Sumiharjo 1 Januari 2016 di depan Kantor Gubernur Sulsel),<br />
Tempat yang paling sering aksi begal dilakukan baik pada malam hari<br />
maupun siang hari, yaitu :<br />
1. Jalan ratulangi<br />
2. Jalan Cendrawasih,<br />
3. Jalan Abdullah Daeng Sirua,<br />
4. Jalan Emmy Saelan,<br />
5. Jalan Mapala,<br />
6. Jalan Raya Pendidikan,<br />
7. Jalan Abu Bakar Lambogo,<br />
8. Jalan Sungai Saddang,<br />
9. Jalan Hertasning,<br />
10. Jalan Tun Abdul Razak,<br />
Dari semua kejadian yang terkait dengan aksi begal di Makassar, ada<br />
fakta-fakta yang menarik terkait dengan para pelaku, misalnya : Rata-rata<br />
pelaku begal dalam kota adalah para remaja usia 14 - 20 tahun, dimana<br />
terjadi peningkatan aksi yang pelaku semakin sadis, aksinya selalu disertai<br />
dengan tindakan kekerasan menggunakan senjata, badik, golok, kapak,<br />
busur dan senjata angin, mereka tidak hanya melakukan di malam hari<br />
tetapi juga disiang hari. Tempat beraksi tidak hanya ditempat sepi juga<br />
ditempat keramaian. Korban tidak hanya perempuan tapi juga laki-laki. Aksi<br />
mereka adalah mengambil motor korban, handphone dan tas korban.<br />
Begal Pelaku begal umumnya terlibat dengan penyalahgunaan<br />
narkotika dan minuman keras. Fakta-fakta ini menunjukan bahwa aksi<br />
"begal" yang selama ini terjadi sudah bukan hanya persoalan kenakalan<br />
remaja biasa, tapi menjurus pada kejahatan luar biasa yang perlu ditangani,<br />
mengingat bahwa aksi ini ada kaitan dengan penyalahgunaan obat dan<br />
mempengaruhi usia remaja.<br />
87
B.2. Begal di Kota Parepare<br />
Tahun 2012 sampai tahun 2014, aksi begal marak terjadi dimanamana<br />
termasuk di Kota Parepare. Data menunjukkan bahwa kelompok yang<br />
rawan untuk menjadi Begal adalah remaja usia SMP dan SMA. Kasus<br />
pencurian kendaraan bermotor (curanmor) menjadi angka kriminalitas paling<br />
banyak terjadi dan ditangani pihak Kepolisian Resort (Polres) Kota Parepare<br />
selama tahun 2015. Berdasarkan data Polres Parepare, dalam 12 bulan<br />
terakhir tersebut sebanyak 545 laporan polisi yang diterima terkait kasus<br />
kehilangan kendaraan bermotor ini, dan 97 diantaranya adalah laporan<br />
langsung dari warga. Laporan kehilangan motor ini paling banyak di bulan<br />
Juni yakni sebanyak 15 kasus. Kapolres Parepare, untuk menekan angka<br />
kriminalitas di wilayah hukum Polres Parepare, dilakukan patroli hingga<br />
malam dan operasi cipta kondisi, sosialisasi ke masyarakat agar tidak lalai<br />
dalam menempatkan dan menyimpan kendaraannya guna menghindari<br />
terjadinya aksi pencurian bermotor.<br />
Kasus kecamatan Bacukiki yang terletak di daerah pegunungan, pada<br />
tahun 2012 merupakan salahsatu wilayah yang rawan “begal”, sejak tahun<br />
2015 diakui sebagai daerah teraman di Kota Parepare. Hal ini dikarenakan<br />
kerjasama intensif Kepolisian dengan pemerintah kelurahan desa melalui<br />
program „Polisi Temanta‟, yang memberikan layanan cepat dengan respon<br />
yang cepat dan sigap, maka masyarakat juga aktif melakukan pengawasan<br />
dan pemantauan keamanan lingkungan masing-masing. Polisi senantiasa<br />
melakukan patrol rutin ditempat yang rawan. Pemerintah kota dengan<br />
program peduli lingkungan menambah penerangan disemua tempat.<br />
Khususnya ditempat yang rawan.<br />
88
Kejadian kejahatan begal di tahun 2016, muncul diakhir tahun, mulai<br />
bulan Agustus dan terjadi dihampir semua wilayah dengan daerah yang<br />
paling rawan adalah wilayah kelurahan Lapadde, Kecamatan Ujung dan<br />
Kecamatan Bacukiki. Kedua Kecamatan berbatasan dengan kabupaten<br />
tetangga yaitu Kabupaten Barru untuk kecamatan Bacukiki dan Kabupaten<br />
Sidrap dan Pinrang untuk Kecamatan Ujung. Berikut kejadian begal untuk<br />
tahun 2016, yang di laporkan di Polres Parepare. Sebagai berikut:<br />
1. Kasus 1: Aksi begal terjadi di Wekke‟e, Kelurahan Lompoe, Kecamatan<br />
Bacukiki. Korbannya Sukmawati Fuad, warga Perumnas Wekke‟e.<br />
mengalami luka parah di bagian kepala dan dilarikan ke Rumah Sakit,<br />
setelah tas bawaannya ditarik hingga terjatuh oleh pengendara motor.<br />
Modusnya pelaku memepet motor korban kemudian merampas tas yang<br />
bawaan korban, pelaku kabur dan sampai studi ini ditulis, pelaku belum<br />
tertangkap.<br />
2. Kasus 2 :Mira salah satu korban begal beralamat di Kelurahan Wattang<br />
Bacukiki di begal pada malam hari 19.30 di Jalan Jenderal Yusuf, dengan<br />
cara dibuntuti oleh pengendara motor beat yang berboncengan, kemudian<br />
menarik kerah baju hingga korban terjatuh dan mengambil barang korban<br />
dalam tas yang berisi hand-pont dan beberapa surat-surat penting. Pelaku<br />
kabur dan tidak ditangkap.<br />
Gambar 6.9<br />
Mira Korban Begal di Parepare<br />
89
3. Kasus 3: Aksi begal di Jalan Jendral Ahmad Yani, Kelurahan Lapadde,<br />
Kecamatan Ujung, Kota Pareparesekitar pukul 23.30 Wita, pelaku terdiri<br />
dari dua orang yang kemudian mendapat perlawanan dari korban dan<br />
akhirnya melarikan diri dan meninggalkan motornya. Korban adalah<br />
polwanBripda Sulviani dan Bripda Siti Hadijahyang tidak berseragam.<br />
Dalam melaksanakan aksinya pelaku mengendarai motor yang kemudian<br />
menarik tas korban dari belakang. Kedua pelaku adalah lulusan sekolah<br />
Aliyah berumur 17 tahun, dimotornya. ditemukan senjata tajam yang<br />
digunakan dalam melakukan aksinya.<br />
4. Kasus 4: Peristiwa pembegalan (jambret) dialami Pegawai Kantor<br />
Kecamatan Bacukiki kota Parepare, Nirmalasari Haya, Jumat (5/8/2016),<br />
terjadi di Jalan Ambomati, Kelurahan Lapadde, Kecamatan Ujung. Pelaku<br />
menggunakan motor dan berboncengan memepet korbannya, lalu salah<br />
seorang yang dibonceng merampas tas kemudian melaju pergi. Korban<br />
tidak terjatuh tetapi kehilangan tas beserta isinya berupa handphone dan<br />
dompet berisi uang tunai.Pelaku tidak tertangkap.<br />
5. Kasus 5: Pelaku adalah AH umur 27 tahun beralamat Pantai Cempae<br />
Wattang Soreang. Pembegalan terjadi tanggal 27 April 2016 jam 11.30<br />
Wita, Korban adalah mahasiswi Universitas Muhammadiah Parepare<br />
berumur 22 tahun berinisial R beralamat Desa Tangkoli, Kecamatan<br />
Baranti kabupaten Sidrap. Pelaku berboncengan mengendarai motor beat<br />
dengan melakukan ancaman pisau pada korban dan merampas tas berisi<br />
Laptop, hand phone, kartu ATM dan beberapa surat penting. Peristiwa<br />
terjadi di Lapadde dan pelaku setelah merampas kabur menuju arah kota<br />
Parepare. Korban mengejar sambil meminta pertolongan dan beberapa<br />
warga turut membantu dan akhirnya pelaku dapat di tangkap dengan<br />
barang bukti sepeda motor, pisau dan barang rampasan laptop, hand<br />
phone, dan kartu ATM dan beberapa surat penting.<br />
90
Gambar 6.10<br />
Pelaku Begal AH (27 Tahun) di Parepare<br />
Dari lima kasus begal yang terjadi di Kota Parepare 4 kasus yang<br />
terjadi pada malam hari dengan korban warga kota Parepare. Satu kasus<br />
terjadi pada siang hari dengan korban warga dari luar kabupaten dan terjadi<br />
di jalan poros. Korban yang menjadi incaran pelaku adalah perempuan yang<br />
membawa tas, pelaku menggunakan kendaraan bermotor berboncengan<br />
dengan cara memepet motor korban kemudian melakukan penarikan pada<br />
tas korban dan kabur. Pelaku adalah laki-laki dan berumur remaja umur 18<br />
tahun,dengan mengendarai motor dan menarik tas korban. Korban tidak<br />
peduli pada korban.<br />
C. Kebijakan Dalam Pencegahan dan Penanganan Begal<br />
C.1. Kota Makassar<br />
Untuk menekan angka kriminilitas di Kota Makassar, pemerintah kota<br />
menggalakkan “Program Loranta”. Program ini penting, mengingat lorong<br />
merupakan salah satu sumber persoalan sosial termasuk kriminalitas.<br />
Pembangunan lorong-lorong di Kota Makassar berdampak positif terhadap<br />
perubahan prilaku masyarakat. Salah satunya, angka kriminalitas dan<br />
tawuran antar warga di Kota Makassar bisa ditekan. Penataan lorong-lorong<br />
di Kota Makassar membantu masyarakat menjadi lebih produktif dan<br />
cenderung tidak berpikir negatif dengan penerangan lorong yang semakin<br />
baik.<br />
Selain itu penggalakan kegiatan patroli malam -- guna menekan<br />
perbuatan kriminal (penjahat bermotor). Pemasangan lampu untuk menerangi<br />
91
setiap sudut kota. Sementara dibidang kesehatan dilakukan pengawasan<br />
terhadap apotik agar obat yang dapat merusak diawasi agar tidak beredar di<br />
kalangan anak muda. Sedangkan Kominfo memaksimalkan CCTV.<br />
Pemerintah kota mengambil kebijakan dengan target 2019 akan terpasang<br />
1000 CCTV pada semua gedung bertingkat 3 dengan koneksi alat tersebut<br />
dengan kantor Walikota Makassar. Alat perekam itu akan membantu aparat<br />
pemerintah meminimalisasi aksi kejahatan.<br />
Pemerintah melakukan kegiatan konsolidasi masyarakat untuk<br />
bersama-sama menjaga keamanan kota. Pemerintah akan mengembalikan<br />
fungsi masyarakat dengan kembali mengefektifkan ronda malam guna<br />
menjaga keamanan dan ketertiban bersama. Kepolisian Daerah Sulawesi<br />
Selatan memerintahkan jajarannya mulai ditingkat Polrestabes Makassar dan<br />
Polsek-polsek di 14 kecamatan berpatroli secara aktif untuk memberantas<br />
kelompok dan penjahat bermotor yang berbuat tindakan kriminalitas.<br />
Mengingat bahwa umumnya pelaku adalah usia sekolah SMP dan<br />
SMA, maka peran kalangan pendidik di setiap sekolah sangat penting guna<br />
menanamkan daya tangkal secara dini bagi anak dan kalangan<br />
remaja/pelajar untuk menjauhi dan tidak terlibat di dalam geng motor.<br />
Dibidang hukum dikembangkan program yang disebut Anak berhadapan<br />
dengan hukum, melibatkan unsur kepolisian, pengacara dan mereka sudah<br />
paham tugasnya,” program lain, yaitu melakukan penguatan kelompok anak<br />
di tingkat kecamatan, kelurahan.“Misalnya mereka dikumpulkan menggali<br />
potensi yang dimiliki, dan ini tergabung dalam Forum anak kecamatan<br />
serta kelurahan. “Program ini untuk menghadirkan kota layak anak yang<br />
nyaman, dan memang peran semua pemegang kebijakan ini sangat<br />
dibutuhkan.<br />
C.2. Kota Parepare<br />
Kota Parepare tidaklah termasuk sebagai daerah tingkat kriminalitas<br />
tinggi di Sulawesi Selatan, namun demikian pemerintah kota tetap<br />
menempatkan masalah kriminalitas hal yang perlu mendapat perhatian<br />
92
mengingat kejahatan merupakan masalah yang menjadi penghambat<br />
kemajuan dan kenyamanan kota.<br />
Pemerintah kota Parepare dalam menekan angka kriminal,<br />
dikembangkan program peduli lorong yang tidak hanya menambah keindahan<br />
dan penerangan lorong, tetapi juga bertujuan untuk menekan angka<br />
kriminalitas. Sinergitas dengan pemerintah kota. Program peduli lorong dan<br />
polisi temanta yang memiliki sasaran sama yakni menciptakan keamanan<br />
ditengah masyarakat.<br />
Polresta Parepare, intens melakukan patroli hingga malam dan operasi<br />
cipta kondisi, guna menciptakan suasana yang tertib dan aman bagi warga<br />
Kota Parepare. Selain aktif melakukan patroli, polres melakukan sosialisasi<br />
ke masyarakat agar menempatkan dan menyimpan kendaraannya dengan<br />
baik guna menghindari terjadinya aksi pencurian bermotor. Tindakan<br />
pencegahan dilakukan dengan mengedukasi warga supaya tidak lalai dalam<br />
menyimpan kendaraan dengan mengarahkan agar motor tidak disimpan<br />
diluar pagar. Jika malam rumah ditutup dan dikunci pagarnya apalagi jika<br />
motor ada di pekarangan rumah. Untuk memperluas penekanan pada angka<br />
kejahatan keseluruhan digalakkan Program Patroli Multi Kejahatan (PMK).<br />
Program ini sasarannya adalah menyisir lingkup kehidupan masyarakat<br />
termasuk kejahatan yang tidak memiliki korban<br />
Data menunjukkan bahwa kelompok yang rawan untuk menjadi Begal<br />
adalah remaja usia SMP dan SMA., karena itu maka pemerintah Kota<br />
Parepare Program Peduli Pesantren, dan Program penerangan Kawasan<br />
yang terfokus awalnya pada wilayah lorong dengan melakukan revitalisasi<br />
lorong dan peningkatan penerangan lorong dan beberapa titik yang dianggap<br />
penting.<br />
Program Walikota Parepare dengan melakukan Program Peduli lorong,<br />
tidak hanya bertujuan untuk memperindah dan memberikan penerangan<br />
lorong-lorong yang ada di Kota Parepare, ternyata juga berdampak pada<br />
turunnya angka kriminalitas. Angka kriminalitas sebelum ada program peduli<br />
lorong 29 kasus tahun 2015¸dan pada tahun 2016 ini, angka tindak kejahatan<br />
curanmor menurun dengan 18 kasus. Hal ini juga didukung dengan survey<br />
93
yang dilakukan lembaga Celebes Research Center (CRC) yang melakukan<br />
survey pada tahun 2015 yang lalu, melaporkan bahwa tingkat kepuasan<br />
keamanan di Kota Parepare, mencapai 92 persen.<br />
Program peduli lorong berdampak pada meningkatnya perekonomian<br />
masyarakat yang bermukim dilorong-lorong kota karena lampu lorong<br />
membuat aktifitas warga pada malam hari juga semakin meningkat. Peduli<br />
lorong tidak hanya keindahan, penerangan, yang pada akhirnya kenyamanan<br />
dan keamanan warga dalam menjalankan aktifitasnya. Peduli lorong<br />
ditingkatkan dengan program peduli lingkungan yang akan menyasar jalanjalan<br />
utama yang minim pencahayaan. Peningkatan kondisi keamanan di<br />
Kota Parepare diikuti dengan “Program Polisi Temanta” yang memberikan<br />
layanan cepat dan patroli rutin pada wilayah yang tergolong rawan kejahatan.<br />
Program peduli lorong tahun 2015 berhasil memasang 1.615 titik lampu dan<br />
463 lorong yang ada di Kota Parepare, dan sampai Juni tahun 2016<br />
terpasang 750 titik mata lampu baru. Berdasarkan data dari pihak kepolisian,<br />
jumlah laporan masyarakat mengenai aksi pencurian yang disertai kekerasan,<br />
utamanya pada malam hari justru makin meningkat.<br />
Program walikota peduli lingkungan dan program kepolisian “Polisi<br />
temanta” yang memberikan layanan cepat dan sigap atas setiap laporan<br />
terkait dengan keamanan memberi pengaruh terhadap menurunnya<br />
kejahatan. Beberapa daerah yang sebelumnya layanan dan menjadi prioritas<br />
tahun 2015 untuk menekan kejadian kejahatan dengan kekerasan, sangat<br />
terasa manfaatnya dalam menciptakan keamanan lingkungan termasuk aksi<br />
kejahatan dan begal.<br />
Kasus Kecamatan Bacukiki: Tahun 2012 salahsatu wilayah yang<br />
pernah disebut-sebut sebagai daerah yang rawan “begal”, sejak tahun 2015<br />
kecamatan Bacukiki yang terletak di daerah pegunungan, diakui sebagai<br />
daerah teraman di Kota Parepare. Muhammad Said Gani, salah seorang<br />
tokoh masyarakat Kecamatan Bacukiki dari Kelurahan Galung Maloang,<br />
bahwa sejak kerjasama intensif Kepolisian dengan pemerintah kelurahan<br />
desa melalui program „Polisi Temanta‟, yang memberikan layanan cepat<br />
dengan respon yang cepat dan sigap, maka masyarakat juga aktif melakukan<br />
94
pengawasan dan pemantauan keamanan lingkungan masing-masing. Polisi<br />
senantiasa melakukan patroli rutin ditempat yang rawan. Pemerintah kota<br />
dengan program peduli lingkungan menambah penerangan disemua tempat.<br />
Khususnya ditempat yang rawan.<br />
Untuk tindak kejahatan di jalanan (begal) Polisi membentuk tim<br />
khusus anti begal. disebut tim Taktis. Tim Taktis berisi sejumlah personel<br />
terbaik dari berbagai fungsi atau satuan. diberikan pelatihan khusus di Markas<br />
Brimob Detasemen B Pelopor Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan yang<br />
bermarkas di Kota Parepare.<br />
D. Faktor Penyebab Muncul Pelaku Begal<br />
D.1. Faktor Eksternal<br />
Faktor eksternal, meliputi: Pola hubungan dan/atau kepedulian dalam<br />
masyarakat antara sesama warga masyarakat, penegakan aturan dari<br />
penegak hukum untuk semua masyarakat (yaitu: ada standar hukum yang<br />
sama untuk semua anggota masyarakat), kondisi rumahtangga dan keluarga<br />
dan pola hubungan yang berkembang dalam rumahtangga, lingkungan<br />
sebaya atau teman sepermainan yang dapat membawa anggota kepada<br />
perilaku kelompok yang dapat dan tidak bertentangan dengan perilaku yang<br />
menyimpang, Keadaan Ekonomi rumahtangga dan masyarakat yang<br />
memberikan ruang aktivitas dan masyarakat untuk dapat memenuhi<br />
kebutuhannya, pola pergaulan yang buruk yang dapat mempengaruhi<br />
anggotanya untuk berperilaku menyimpang, adanya sarana berupa sepeda<br />
motor dapat menjadi penunjang keperilaku baik dan rtidak baik, pengawasan<br />
dari orang tuanya yang lemah dan bahkan tidak peduli dengan<br />
perkembangan kehidupan anaknya, dan tontonan/video game yang<br />
mengajarkan kekerasan dan tidak mendidik yang menumbuhkan perilaku<br />
menumbuhkan gaya komsumtif dan kekerasan.<br />
Faktor penyebab terjadinya aksi kekerasan atau pembegalan yang<br />
merupakan faktor eksternal adalah sebagai berikut.<br />
1. Melemahnya kepedulian antara warga masyarakat yang ditunjukkan pada<br />
pola hubungan/interaksi baik frekwensi dan kualitasnya, di Kota Parepare<br />
95
pola hubungan antara masyarakat jauh lebih baik dibanding di Kota<br />
Makassar. Keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan keamanan di<br />
Parepare jauh lebih baik dan terbukti mampu menurunkan angka<br />
kriminalitas. Seperti ditunjukkan di Kecamatan Bacukiki. Aksi begal<br />
dilakukan selalu pada tempat dimana sistem pengamanan seperti ronda<br />
dan kondisi sepi dan dilakukan setelah magrib sampai tengah malam di<br />
Kota Parepare, Di kota Makassar keterlibatan masyarakat dan kepedulian<br />
yang rendah merupakan salahsatu faktor tingginya kriminalitas.<br />
2. Penegakan hukum yang lemah menjadi faktor bertambahnya aksi begal,<br />
Pelaku begal yang tertangkap bukan pelaku baru, pemberian hukuman<br />
justru tidak menimbulkan efek jerah. Anak-anak remaja yang beroperasi<br />
dilapangan selalu dilakukan oleh sekawanan yang justru senior selalu<br />
berada dalam otak pembegalan dan tidak tampil. Salahsatu faktornya<br />
adalah pertimbangan usia menyebabkan lemahnya hukuman, perilaku<br />
sadis dalam melaksanakan aksinya dari mereka yang berumur muda lebih<br />
dibanding yang berumur tua.<br />
3. Rumahtangga dan keluarga, hilangnya orientasi kehidupan remaja karena<br />
disfungsi keluarga. Anak yang lahir dari keluarga bermasalah berpotensi<br />
menimbulkan pribadi yang bermasalah. Minimal, tumbuh kembangnya<br />
kurang optimal. Beberapa kasus anak-anak pelaku begal di Kota<br />
Makassar mengambarkan akan hal ini. Penelusuran terhadap beberapa<br />
kasus dilingkungan rumahtangga ternyata pelakunya adalah korban pola<br />
asuh sehingga perkembangannya kurang arah, kondisi keluarga yang<br />
tidak mendukung sehingga anak berkembang tidak optimal dan labil.<br />
4. Beberapa pelaku yang tertangkap di Kota Parepare, dikarenakan karena<br />
pergaulan yang buruk dan lingkungan sebaya, khususnya anak remaja<br />
-- mereka terlibat hanya ikut-ikutan dan akhirnya mengikuti temannya agar<br />
tidak terkucilkan, bahkan akhirnya menjadi sumber untuk memenuhi<br />
kebutuhan kelompoknya.<br />
5. Pengaruh lingkungan dan teman sebaya. Salah satu pelaku begal<br />
berdasarkan pengakuannya karena berinteraksi atau bergabung dengan<br />
teman yang berinteraksi dengan teman atau lingkungan sosial yang<br />
96
terbiasa melakukan kekerasan akan permisif dengan perilaku kekerasan.<br />
Sehingga melakukan pembegalan adalah suatu yang biasa dan<br />
menganggap tindakan pembegalan sebagai hal yang tidak melawan<br />
hukum.<br />
6. Kebutuhan ekonomi, dan tidak memiliki pekerjaan atau menganggur,<br />
dari keterangan pihak kepolisian Parepare merupakan faktor yang<br />
mendominasi aksi begal di Kota Parepare. Di Kota Makassar mereka<br />
yang berumur diatas 25 tahun melakukan aksi begal karena untuk<br />
memenuhi kebutuhan ekonomi, tidak memiliki pekerjaan lain yang cukup<br />
untuk memenuhi kebutuhannya. Bagi mereka yang berumur muda faktor<br />
ekonomi bukanlah menjadi faktor yang dominan.<br />
7. Beberapa pelaku yang tertangkap di Kota Makassar, dikarenakan karena<br />
pergaulan yang buruk dan lingkungan sebaya, khususnya anak remaja<br />
-- mereka terlibat hanya ikut-ikutan dan akhirnya mengikuti temannya agar<br />
tidak terkucilkan, bahkan akhirnya menjadi sumber untuk memenuhi<br />
kebutuhan kelompoknya untuk tetap dapat berkumpul-kumpul.<br />
8. Kurangnya pengawasan orangtua dan masyarakat atas anak dan<br />
kelompok remaja menjadikian aksi yang semula dilakukan dengan tidak<br />
terencana atas ajakan teman, akhirnya menjadi aksi yang direncanakan<br />
yang selanjutnya dilakukan berulang-ulang dengan kelompoknya. Faktor<br />
ini banyak dilakukan oleh kawanan begal berusia muda.<br />
9. Perkumpulan di pusat game atau rumah game dengan permainan judi online<br />
yang semula dilaksanakan kecil-kecilan yang kemudian menjadi<br />
pekerjaan. Kebiasaan melihat tontonan dan aktivitas berjudi dan<br />
kekerasan membentuk perilakunya untk melakukan kekerasan yang diikuti<br />
dengan kebutuhan untuk berjudi dan membayarar tontonan dan game.<br />
Salah seorang pelaku begal berhenti dari sekolah di SMP karena<br />
keseringan bermain Game online dengan taruhan yang kemudian dengan<br />
ajakan temannya melakukan pembegalan, dan merasa sesuatu dengan<br />
mudah dapat diperoleh dan akhirnya menjadikan pekerjaan yang<br />
kemudian dilakukan berulang-ulang. Maraknya game on-line diwarnet dan<br />
warkop yang memungkinkan menonton video kekerasan dan ajaran-<br />
97
ajaran yang membentuk karakter yang berpotensi untuk melakukan<br />
kekerasan dalam mewujudkan tujuannya.<br />
10. Adanya kesempatan yang diperlihatkan oleh korban yang menarik pelaku<br />
untuk melakukan pembegalan. Umumnya pembegalan dilakukan oleh<br />
kawanan pembegal karena terjadi saat korban memperlihatkan celah<br />
untuk di begal, misalnya: sendiri di jalan sepi, dibonceng dengan<br />
memperlihatkan tas yang dijambret dan memperlihatkan Hand-phone saat<br />
berada dijalanan.<br />
11. Remaja umumnya pemain baru, pemain lama justru berada di balik<br />
layardengan merekrut remaja untuk melakukan aksinya secara<br />
berkelompok, Para senior begal menjadikan anak berumur remaja untuk<br />
melakukan aksi begal dijalanan dengan jaminan perlindungan.<br />
12. Tempat yang sepi dan tidak sistem pengamanan dimanfaatkan untuk<br />
melakukan aksi begal.<br />
D.2. Faktor Internal<br />
Faktor internal (terkait dengan kondisi yang melekat dalam diri individu,<br />
misalnya: Motivasi yang terkait dengan aspek ekonomi seperti pemenuhan<br />
kebutuhan, pola berpikir instans yang tidak mau kerja dan ingin hidup enak<br />
dan cepat-- yang diikuti keinginan bebas lepas dari ikatan rumahtangga dan<br />
orang sekitarnya, keputusan yang hedonistik yang cenderung ingin<br />
menonjolkan diri dengan memiliki materi yang bernilai tinggi dimasyarakat,<br />
heroisme/Bulkying yang berkeinginan menampilkan kekuatan dengan<br />
melakukan tekanan pada orang lain, perilaku pemberontak (Atavistik) yang<br />
selalu melawan aturan dan menginginkan ketidak-stabilan, tidak bekerja atau<br />
tidak ada kesibukan, merasa kurang perhatian dari keluarganya, Rasa ingin<br />
tahu atau penasaran, Rasa peduli pada hak orang lain, Rasa takut terhadap<br />
hukum.<br />
Faktor internal yang menyebabkan perilaku begal, adalah sebagai<br />
berikut:<br />
98
1. Motivasi Ekonomi individu bukanlah menjadi faktor dominan, bagi mereka<br />
begal hanyalah untuk kebutuhan sesaat dengan kelompoknya untuk<br />
berhura-hura – bukan karena untuk biaya hidup yang mendasar.<br />
2. Pola pikir instant menjadikan anak-anak tidak mau bekerja keras untuk<br />
mendapatkan hasil, pembentukan karakter ini banyak terjadi pada anakanak<br />
yang mempunyai kemampuan ekonomi baik dengan kemudahan<br />
saat awal pembentukannya, karena cara berpikir anak yang serba instan<br />
dalam menginginkan sesuatu, mencari cara mudah-mudah tanpa mau<br />
bekerja, sehingga mudah sekali untuk melakukan kejahatan untuk<br />
memenuhi keinginan yang mau cepat dan mudah. Dihubungkan dengan<br />
perilaku pembegalan adalah bagaimana mendapatkan sesuatu dengan<br />
cara instan. Ia ingin mendapatkan sepeda motor dan hand phone dengan<br />
instan merupakan faktor dominan dari begal muda, misalnya<br />
mendapatkan hand phone dan hidup berhura-hura dengan kelompoknya.<br />
3. Perilaku hedoisme untuk memperoleh benda-benda yang mempunyai nilai<br />
yang tinggi, dan berkeinginan untuk memperoleh barang secara cepat dan<br />
instan, Misalnya: motor yang bagus sehingga tergoda untuk memilikinya<br />
secara cepat dan instan yang akhirnya tergoda untuk melakukan<br />
pembegalan dan mengambil hak milik orang lain secara tidak legal alias<br />
dengan aksi pembegalan. Layanan hiburan yang membutuhkan uang<br />
untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan kelompok untuk menikmati<br />
hiburan yang semakin banyak diperkotaan dengan biaya tinggi mendorong<br />
untuk mendapatkan uang dengan cara mudah dengan melakukan aksi<br />
begal.<br />
4. Proses pertumbuhan anak dalam lingkungan pergaulannya baik di sekolah<br />
atau lingkungan bermain yang sering di bullying kan menyebabkan saat<br />
remaja untuk melakukan kekerasan sebagai wujud pelampiasan dendam<br />
dan menampilkan dirinya sebagai herois, hal ini tidak diperoleh<br />
keterangan bahwa faktor ini menjadi faktor dominan.<br />
5. Faktor Perhatian Keluarga, pola asuh keluarga yang tidak maksimal dan<br />
tidak efektif, perhatian yang minim dari orang tua sangat berpengaruh<br />
99
terhadap perilaku seorang anak, yang kemudian mudah untuk melakukan<br />
tindakan melawan hukum.<br />
6. Kurangnya kesibukan atau pekerjaan memudahkan anak-anak untuk<br />
dapat bergaul dengan kelompok sebaya, sehingga sangat mudah untuk<br />
mendapat pengaruh untuk melakukan tindakan kejahatan berkelompok.<br />
Pengajaran disekolah yang kurang menyibukkan dan disenangi murid<br />
menjadi penyebab anak-anak bermain diluar waktu sekolah, sehingga<br />
member kesempatan untuk bergaul dengan kawanan yang rentang<br />
dengan pelaku kejahatan.<br />
7. Pengaruh obat-obatan atau narkotik berpengaruh untuk pelaku melakukan<br />
aksi begal, beberapa pelaku saat tertangkap merampok korbannya dalam<br />
pengaruh menggunakan narkoba. ada kaitan erat antara begal dan<br />
penyalahgunaan narkoba, remaja sangat rentan terpengaruh oleh<br />
lingkungannya.<br />
8. Banyak arena-arena diluar rumah yang berpotensi untuk menyalurkan<br />
rasa ingin tahu dari remaja, yang kadang tidak dipandu danang dicari yang<br />
justru kadang berpotensi memperoleh perilaku jahat yang justru<br />
menyenangkan.<br />
9. Kebiasaan untuk tidak mempunyai kepedulian pada orang lain akan<br />
berpotensi untuk tidak memiliki rasa pedulian sehingga dengan mudah<br />
melakukan perilaku menyimpan yang merugikan orang lain termasuk<br />
tindakan begal.<br />
10. Kebiasaan berbuat salah dan melakukan tindakan yang menyimpan tanpa<br />
saksi, akhirnya anak terbiasa untuk tidak memperhitungkan resiko dan<br />
hukum.<br />
Dengan memperhatikan karakteristik dari pelaku begal yang umumnya<br />
dibawah umur atau remaja dengan umur antara 14 – 19 tahun, yang dalam<br />
melaksanakan pembegalan sangat sadis, maka beberapa hal yang dinilai<br />
dominan menjadi penyebab munculnya perilaku begal adalah sebagai berikut:<br />
1. Marakmya budaya konsumerisme dan materialisme. Industri gadget dan<br />
otomotif (sepeda motor) menjadi sesuatu yang harus senantiasa diikuti,<br />
mendorong munculnya perilaku hedonism dan untuk memenuhinya secara<br />
100
muda adalah melakukan pembegalan atau memperoleh dengan cara<br />
kejahatan.<br />
2. Media, khususnya film serta games. banyak yang menampilkan adegan<br />
kekerasan secara vulgar yang seolah mengajari penontonnya untuk bisa<br />
melakukan hal tersebut. Remaja mencoba mengaktualkannya dengan<br />
melakukan kekerasan seperti pembegalan.<br />
3. Lemahnya pengawasan sosial, satu sama lain kurang peduli, sistem<br />
keamanan seperti ronda juga sudah jarang yang melakukannya,<br />
memudahkan tumbuhnya dan perbuatan pembegalan dalam lingkungan<br />
masyarakat.<br />
4. Pendidikan disekolah yang kurang membuat anak tidak betah untuk<br />
mengikuti pelajaran yang diikuti dengan kedisiplinan, sehingga murid dan<br />
siswa dapat berkeliaran ditempat keramaian menjadi ruang untuk<br />
menciptakan pergaulan diluar kelompok belajarnya dan terserat dalam<br />
pergaulan kawanan begal.<br />
5. Mudahnya menjual hasil rampasan seperti telpon dan motor, menjadikan<br />
pekerjaan ini sifatnya instan dan mudah yang relatif dapat memenuhi<br />
kebutuhan kelompok dan gaya hidup hedonism, konsumerisme.<br />
6. Perekonomian negara masih belum cukup baik, kecenderungan harga<br />
kebutuhan pokok meningkat, berbanding terbalik dengan penghasilan,<br />
sementara mendapatkan pekerjaan bukanlah pekerjaan yang mudah .<br />
7. Terbatasnya lapangan pekerjaan untuk masyarakat kelas bawah bisa<br />
memacu orang mencari jalan lain untuk mendapatkan uang, salah satunya<br />
membegal menjadi cara praktis untuk memenuhi kebutuhan hidup.<br />
8. Kebutuhan tambahan untuk kegiatan, seperti uang untuk pacaran,<br />
membeli rokok, atau membeli minuman keras .dan obat-obatan serta<br />
narkotik.<br />
E. Peranan Stakeholders Dalam Penanganan Begal<br />
E.1. Penanganan Begal di Kota Makassar<br />
Mengawasi pergerakan begal yang semakin brutal pemerintah kota<br />
bersama polisi dan TIN bekerjasama dengan melakukan patroli-patroli. Lurah<br />
101
diminta untuk turun bersama dengan tenaga pengamanan untuk<br />
mengindifikasi kawanan dan warga yang potensial diduga sebagai pelaku<br />
begal. Pemerintah Kota dalam penanganan begal mengembangkan konsep<br />
pengamanan berbasis masyarakat dengan mengembangkan ketahanan<br />
lingkungan, dimana RT/RW dapat melakukan deteksi dini terhadap pelaku<br />
begal. Pemerintah kota meningkat peran forum warga, dan melakukan<br />
langkah struktural dengan kerjasama dengan polisi dan TNI.<br />
RT dan RW semua jajaran diminta mendatangi semua warganya yang<br />
diperkirakan menjadi pelaku begal, termasuk berupaya menemukan hal-hal<br />
yang dianggap pemicu perilaku begal dalam lingkungannya. Polisi dengan<br />
Program polisi temanta, adalah upaya mendekatkan polisi dengan rakyat<br />
sehingga masyarakat bersama polisi bersama-sama mencegah terjadi aksi<br />
begal dan tumbuhnya pelaku begal dalam lingkungan tempat tinggalnya.<br />
Program kesejahteraan social yang secara khusus melakukan<br />
penanganan terhadap begal belum ada, namun masalah anak jalanan adalah<br />
menjadi perhatian. Anak jalanan dinilai kelompok yang rawan direkrut untuk<br />
melakukan aksi begal. Penanganan terhadap anjal adalah tugas dinas sosial<br />
agar anak jalanan dapat dilakukan pembinaan agar jauh dari pengaruh<br />
kelompok dan sebaya untuk melakukan kejahatan.<br />
E.2. Penanganan Begal di Kota Parepare<br />
Peranan pemerintah Kota Parepare dalam penanggulangan dan<br />
mencegah berkembangnya aksi begal. Di Kota Parepare pemerintah<br />
mengembangkan program peduli lingkungan dan peduli lorong. Program<br />
peduli lorong adalah menata lorong agar dapat berfungsi untuk memberi<br />
pendapatan baru bagi masyarakat lorong dan membuat lorong terasa<br />
nyaman dan menghapus dari kekumuhan sekaligus berfungsi sebagai tempat<br />
bermain yang sehat. Untuk program ini, pemerintah kota membuat lorong<br />
menjadi bersih dengan memberikan penerangan yang cukup, sehingga<br />
kehidupan lorong tidak sepi. Diharapkan dengan program ini kehidupan<br />
lorong benar dirasakan dengan semakin maraknya aktivitas dilorong dapat<br />
menekan angka criminal/kejahatan.<br />
102
Kapoltres Parepare untuk mengurangi aksi kejahartan begal maka<br />
dilaksanakan program “Polisi Temanta” suatu program yang memberikan<br />
upaya tanggap dan sigap dalam memberikan layanan maksimal, sambil<br />
melakukan patroli rutin ditempat-tempat yang dianggap rawan begal. Polisi<br />
bersama pemerintah menumbuhkan pengamanan mandiri dengan melibatkan<br />
masyarakat untuk menjaga dan berupaya tidak terjadinya aksi kejahatan<br />
disekitar tempat tinggalnya.<br />
Masalah begal umumnya masih dianggap adalah masalah<br />
kejahatan, terkait sebagai masalah sosial Dinas Sosial dan Kesejahteraan<br />
Masyarakat Kota Parepare secara khusus belum dibuatkan program khusus,<br />
ada kaitan dengan munculnya perilaku kejahatan maka dilaksanakan<br />
penanganan pada anak-anak jalanan (Anjal) dengan memberikan<br />
penanganan khusus yang memberikan keterampilan dan pendidikan atau<br />
mengembalikannya kedalam lingkungan keluarga, melalui panti sosial jumlah<br />
anjal dapat berkurang. Pada tahun 2016 anjal yang ada di Parepare berasal<br />
dari luar Parepare.<br />
Dalam banyak kasus anak-jalanan di Parepare berasal dari<br />
Makassar, mereka kemudian menyebar diper-empatan jalan dan<br />
menggunakan taman-taman kota untuk bermalam. Untuk pembinaan seperti<br />
itu, maka mereka dibawah kepanti sosial untuk direhabilitasi yang selanjutnya<br />
menunggu hubungan daerah asalnya untuk menjemput.<br />
Keseimbangan antara Pemerintah, Penegak Hukum, dan Budaya<br />
dalam memperbaiki kehidupan sosial masyarakat, sehingga peran keluarga<br />
sebagai pengontrol utama sosial seharusnya dapat lebih mengawasi anakanak<br />
remaja. Pemerintah juga tidak hanya melihat dari ekonominya saja<br />
melainkan suatu pemberdayaan keluarga juga, penegak hukum harus lebih<br />
waspada dan melihat kejadian-kejadian sosial dengan lebih cermat dan tegas<br />
sehingga masyarakat tidak berlebihan dengan rasa cemas dan khawatir<br />
dengan aparat yang tegas dan cermat.<br />
F. Mencegah dan Mengatasi Tindakan Begal<br />
103
Upaya pencegahan muncul pembegal baru haruslah memperhatikan<br />
bagaimana seseorang menjadi begal, Karena itu hal yang perlu dilakukan,<br />
yaitu:<br />
1. Desakan kebutuhan ekonomi sementara tidak terpenuhi karena tidak<br />
bekerja atau menganggur mendorong seorang melakukan tindakan begal,<br />
untuk mencegahnya perlu pembinaan agar masyarakat mampu bekerja<br />
dan memperoleh pendapatan yang cukup untuk memenuhi kebutuhannya.<br />
Masyarakat secara bersama haruslah memperhatikan kelompok yang<br />
berpendapatan rendah agar dapat memperoleh pekerjaan sehingga<br />
dengan pekerjaannya tersebut dapat memperoleh pendapatan yang<br />
mampu membiaya kebutuhannya.<br />
2. Kelompok-kelompok remaja atau teman sebaya perlu dipantau aktivitas<br />
dan diarahkan semua pihak sehingga kesempatan untuk melakukan<br />
penyimpangan sosial tidak ada. Rumahtangga, sekolah, dan forum<br />
rumahtangga RT dan RW berperan dalam melakukan pembinaan dan<br />
pantaun terhadap kelompok yang ada dilingkungannya agar perilaku<br />
menyimpan dapat ditekan.<br />
3. Pengawasan pada pusat game yang memberikan layanan game untuk<br />
secara selektif menyediakan program-progran game yang berpotensi<br />
untuk mendorong seseorang berperilaku keras dan melakukan perilaku<br />
menyimpang atau menjadi begal. Aktivitas disekolah tidak memberikan<br />
kesempatan untuk peserta didik untuk tidak belajar dengan menciptakan<br />
pola hubungan yang membuat peserta didik tidak berkesempatan untuk<br />
memikirkan hal-hal yang dapat membuatnya melakukan aksi yang<br />
berlawanan dengan hukum.<br />
4. Peranan rumahtangga atau keluarga untuk melakukan pembinaan dan<br />
pengawasan kepada anggota keluarga dan secara terencana menyusun<br />
program aksi bagi anggota keluarga sehingga tidak berkesempatan untuk<br />
memikirkan hal yang dapat membuatnya mendekati pekerjaan yang dapat<br />
menjadikannya sebagai pelaku yang menyimpang.<br />
104
5. Menumbuhkan pandangan bahwa untuk mendapatkan sesuatu hanya<br />
mungkin dengan berusaha dan berdoa, perilaku yang selalu memudahkan<br />
dan mau cepat berpotensi untuk menjadikan seseorang untuk menyimpen.<br />
Mengembangkan sistem pengamanan yang melibatkan semua orang untuk<br />
turut serta menciptakan rasa aman bagi anggotanya, misalkan : membuat oranisasi<br />
pengamanan mandiri. Lebih jelas lihat bagan khirarkhi kelompok Kerja<br />
(POKJA).<br />
Secara hukum Kebijakan ditetapkan dengan keputusan Walikota atau<br />
ditingkatkan menjadi PERDA. Berikut Bagan khirarkhi POKJA.<br />
UNSUR<br />
POKJA<br />
PEMERINTAH <strong>MASYARAKAT</strong> PENEGAK HUKUM<br />
Kota Walikota Perwakilan<br />
Polres<br />
Kecamatan<br />
Kecamatan Kecamatan Perwakilan Kelurahan Polsek<br />
Kelurahan Kelurahan Ketua (RW) Binmas<br />
Rukun Warga Ketua RW Ketua-Ketua RT Kader Polisi (Bimmas)<br />
Agar perilaku begal memberikan efek jerah maka penegakan hukum<br />
perlu dilaksanakan secara tegas dan berkeahilan dan menimbulkan efek jerah<br />
pada pelaku, karena itu penegak hukum haruslah mempunyai kewenangan<br />
dalam mewujudkan keamanan dan ketertiban. Bagaimana penegak hukum<br />
menggunakan hak diskresinya dalam memberantas begal haruslah ada<br />
kerjasama dan pandangan yang sama dalam tujuan penanganan begal,<br />
seperti berikut:<br />
1. Aparat Kepolisian: Salah satu peran aparat kepolisian dalam<br />
mewujudkan keamanan dan ketertiban masyarakat, adalah melalui<br />
tindakan diskresi. Dalam melakukan diskresi -- secara yuridis diatur pada<br />
pasal 18 UU No. 2 Tahun 2002 yaitu “ Untuk kepentingan umum, pejabat<br />
Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas dan<br />
105
wewenangnya dapat bertindak menurut penilaiannya sendiri“, hal tersebut<br />
mengandung maksud bahwa seorang anggota Polri yang melaksanakan<br />
tugasnnya di tengah- tengah masyarakat seorang diri, harus mampu<br />
mengambil keputusaan berdasarkan penilaiannya sendiri apabila terjadi<br />
gangguan terhadap ketertiban dan keamanan umum atau bila timbul<br />
bahaya bagi ketertiban dan keamanan umum.<br />
Dalam menerapkan diskresi, aparat kepolisian dituntut untuk mengambil<br />
keputusan secara tepat dan arif. Terminologi diskresi di lembaga<br />
kepolisian disebut sebagai diskresi kepolisian, biasanya berupa<br />
memaafkan, menasihati, penghentian penyidikan dan lainnya tembak di<br />
tempat pelaku kejahatan atau begal yang memang dianggap<br />
membahayakan warga dan petugas. Namun, Tindakan tembak di tempat<br />
tersebut dilakukan oleh petugas di lapangan terutama anggota buser jika<br />
memang benar-benar dalam situasi terdesak dan membahayakan jiwa<br />
petugas. Tembak di tempat ini harus terukur dimana pelaku dalam kondisi<br />
sangat membahayakan .<br />
2. Peran Jaksa: Ketika jaksa menangani kasus pembegalan, sebaiknya<br />
jaksa membangun kordinasi dengan kepolisian, sehingga pembuatan<br />
berita acara di kepolisian dan pembuatan surat dakwaan kepada pelaku<br />
dapat dibuat dengan cermat, lengkap, dan teliti serta dengan waktu yang<br />
efisien dan efektif, sehingga pelaku dapat segera dihukum dan akan<br />
memberi efek jerah bagi pelaku begal.<br />
G. Dampak Aksi Begal<br />
Perilaku pembegal akan memberikan dampak pada korban begal,<br />
pelaku dan masyarakat. Bagi korban begal menimbulkan trauma, bisa cacat<br />
bahkan meninggal yang tentu berdampak pada keluarga korban. Pada<br />
masyarakat perilaku begal menimbulkan rasa tidak aman dan rasa kuatir<br />
sehingga aktivitas lainnya dapat terganggu bahkan dalam banyak hal perilaku<br />
pembegalan mendorong main hakim sendiri terhadap pelaku begal bila<br />
tertangkap oleh masyarakat.<br />
106
Terhadap pelaku begal tidak semua berdampak pada sikap jerah bila<br />
tertangkap karena selepas dari hukumannya bahkan kausalitas pembegalan<br />
semakin sadis, pelaku begal ditengah masyarakat cenderung ditolak atau<br />
tersisih dalam kehidupan masyarakat, sehingga mendorong perilaku memilih<br />
jalan hidup sebagai pembegal yang semakin sadis dan menjadikan sebagai<br />
sumber pendapatan.<br />
Aksi begal menimbulkan dampak pada pelaku, korban dan<br />
masyarakat, berikut dampak dari begal:<br />
1. Dampak pada korban begal, bagi korban begal memberi dampak secara<br />
phisik, phisikis, dan kerugian material. Secara phisikis korban trauma yang<br />
menyebabkan munculnya keraguan bertindak dan kurang percaya pada<br />
lingkungannya. Secara phisik korban bisa mengalami cacat phisik dan<br />
memerlukan waktu yang cukup untuk pemulihan. Adapun kerugian<br />
material berupa barang secara material bernilai dan juga biaya pemulihan<br />
yang timbul akibat begal.<br />
2. Dampak pada pelaku begal, bagi pelaku keberhasilan dalam melakukan<br />
aksi begal dapat menjerumuskan pada kejahatan lainnya karena adanya<br />
hasil begal yang dapat digunakan untuk mengongkosi kegiatan-kegiatan<br />
yang justru terkait dengan perilaku penyimpangan dan seterusnya<br />
semakin membuat keinginan untuk melakukan aksi begal semakin<br />
meningkat. Dilain pihak secara phisikis pelaku begal senantiasa merasa<br />
bersalah dan menjadikan dirinya semakin tidak berguna dan mendorong<br />
untuk lebih melakukan aksi menyimpang.<br />
3. Dampak pada masyarakat, bagi masyarakat maraknya aksi begal<br />
menimbulkan dampak pada hilangnya rasa aman, menimbulkan<br />
kecurigaan dan mempengaruhi mobilitas mayarakat sehingga aktivitas<br />
ekonomi sosial terganggu. Secara ekonomi begal menimbulkan kegiatan<br />
ekonomi dengan biaya tinggi bagi industri karena tuntutan pekerja dan<br />
hambatan hubungan diluar masyarakat..<br />
107
BAB VII. KESIMPULAN, SARAN, DAN REKOMENDASI SERTA<br />
IMPLIKASI KEBIJAKAN<br />
A. Kesimpulan<br />
1. Fenomena begal sudah sangat meresahkan karena jumlah dan kualitas<br />
aksi yang cenderung semakin meningkat. Korban sudah tidak bisa<br />
diprediksi perempuan dan laki-laki, dan kelompok pekerja dan umur<br />
tertentu. Kecenderungan pelaku kelompok remaja yang dalam<br />
melaksanakan aksinya sadis. Waktu pembegalan tidak lagi<br />
dilaksanakan diwaktu tertentu dan cenderung bertindak ditempat<br />
keramaian dan wilayah yang ramai. Faktor penyebab terjadinya aksi<br />
begal, adalah: kebutuhan ekonomi (menganggur), pergaulan (ajakan<br />
teman), tontonan dan game, kurangnya pengawasan keluarga,<br />
hilangnya orientasi karena disfungsi keluarga, penegakan hukum yang<br />
lemah, pengaruh narkotik, kesempatan (kondisi tempat begal).<br />
2. Peranan stakeholders dalam penanganan begal masih bersifat parsial<br />
dan koordinasi cenderung lemah. Pelaksanaan fungsi pengamanan<br />
oleh polisi masih bersifat ad-hoc, sehingga aksi begal menunggu<br />
kelengahan dari petugas sehingga muncul aksi perilaku begal<br />
kambuhan.<br />
3. Belum terbangun system yang efektiv cara pencegahan dalam<br />
mengatasi perilaku pembegalan sebagai suatu fenomena yang muncul<br />
dari masyarakat, sehingga penegakan hukum oleh aparat keamanan<br />
sifatnya masih adhoc, polisi hanya membuat tim khusus sementara<br />
pihak pemerintah membuat program yang juga bersifat temporer<br />
bilamana aksi begal marak lagi. Akibatnya masyarakat anggap begal<br />
direspon sesaat oleh aparat dan pemerintah dan pada saat aktivitas<br />
pengamanan melemah maka muncul kembali perilaku begal.<br />
111
B. Saran-Saran<br />
1. Menciptakan wadah produktif agar anggota masyarakat mempunyai<br />
kegiatan pekerjaan atau kegiatan lain di rumahtangga dan/atau<br />
dilingkungan tempat tinggalnya, dan di sekolah-sekolah dengan<br />
menegakkan disiplin tinggi yang tidak memungkinkan peserta didik<br />
berkeliaran diwaktu sekolah dan kegiatan belajar disekolah.<br />
2. Adanya wadah sistem pencegahan dan penanganan agar aktivitas<br />
kejahatan terpantau, penanganan secara cepat bila ada gejala yang<br />
berpotensi untuk timbulnya kejahatan. Polisi senantiasa memantau<br />
kondisi wilayah tugasnya dan melibatkan anggota masyarakat sehingga<br />
sistem pengamanan dapat terdeteksi dengan optimal.<br />
3. Kerjasama pemerintah, masyarakat dan penegak hukum (polisi) terbukti<br />
efektiv bila dilaksanakan dengan baik, sehingga mampu mencegah<br />
munculnya perilaku kekerasan di masyarakat, karena itu perlu dibuat<br />
suatu sistem pencegahan dan penanganan berbasis masyarakat yang<br />
terevaluasi secara priodik untuk memastikan bahwa semua<br />
stakeholders melaksanakan peran dan fungsinya secara tepat.<br />
C. Rekomendasi Kebijakan<br />
1. Ada kebijakan pemerintah keberpihakan terhadap masyarakat marginal<br />
yaitu rumusan sistem pencegahan dan penanganan kekerasan/begal<br />
sebagai panduan agar setiap warga dapat alternatif kegiatan yang<br />
produktif.<br />
2. Membangun koordinasi aturan pembinaan terpadu antar Pemerintah<br />
Provinsi dengan Pemerintahan Kabupaten/Kota, bersama penegak<br />
hukum dan masyarakat dengan merumuskan suatu sistem pencegahan<br />
dan penanggulangan aksi kekerasan begal..<br />
3. Kebijakan adanya wadah teknis social berupa sistem komunikasi<br />
tanggap perkembangan perilaku begal, yang berperan sebagai pusat<br />
informasi aksi pencegahan korban dini pada setiap titik potensi<br />
terjadinya aksi pelaku begal pada tingkat Rukun Warga dan tingkat<br />
kelurahan.<br />
112
D. Implikasi Kebijakan<br />
1. Fasilitas praktis wadah pekerjaan bagi rakyat miskin, juga bagi remaja<br />
pengangguran agar mempunyai kegiatan yang positif bagi<br />
pembentukan karakter dalam lingkungan (Rumahtangga, Rukun<br />
tetangga, dan Rukun Warga). sekolah-sekolah harus ditingkatkan<br />
masa kedisiplinan sehingga tidak memungkinkan anak didik untuk<br />
berbuat yang berpotensi melakukan perilaku kekerasan pada waktuwaktu<br />
sekolah.<br />
2. Terbentuk pokja kantibmas yang memuat dengan jelas peran dan<br />
fungsi setiap stakeholders, secara berjenjang yang terdiri dari unsur<br />
Rukun tetangga, Rukun Warga, dan kader pengamanan binaan<br />
kepolisian. Pengawasan keamanan terhadap tempat berkumpulnya<br />
remaja agar tidak memberikan kesempatan munculnya potensi<br />
kekerasan, melakukan pengawasan yang ketat pada toko obat dan<br />
apotik serta peredaran obat-obat.<br />
3. Kelompok kerja wadah social unsur LSM sebagai wakil masyarakat,<br />
pemerintah, dan keamanan (polisi); Kelompok kerja tingkat<br />
Kecamatan terdiri dari; Pemerintah Kecamatan, Wakil Desa (Wakil<br />
Masyarakat) dan unsur penegak hukum (Unsur Polsek), disebut<br />
POKJA Kecamatan. POKJA Kabupaten/Kota, terdiri dari walikota,<br />
unsur muspida, wakil masyarakat dari kecamatan. Kelompok kerja<br />
bekerja berdasarkan aturan-aturan yang telah disusun, secara<br />
operasional. Membuat buku pedoman kerja pencegahan dan<br />
penanganan kekerasan begal, yang mengurai peranan dari masingmasing<br />
anggota pokja pada berbagai tingkat, dan indikator acuan<br />
sebagai dasar perlunya aksi tanggap dini.<br />
113
DAFTAR PUSTAKA<br />
Adam Smith,1556, The Theory Of Moral Sentimen,dalam buku Amitai,<br />
Azioni, 1982, Ekonomi Moral, Roksadaya, Jakarta<br />
George Ritzer, et, l, 2004, Teoori Sosiologi Modern, PrenadaMedia,Jakarta<br />
Idris Diskominfo Pemkot Parepare "Data Kependudukan Parepare per<br />
2012". Parepare. 18 Maret 2012.<br />
Diskominfo Pemkot Parepare "Sejarah Kota Parepare". Parepare. 24<br />
Januari 2014.<br />
Diskominfo Pemkot Parepare, "Geografis Kota Parepare". 21 Februari<br />
2012.<br />
Bappeas, "Keadaan Daerah dan Penyebaran Penduduk Daerah Sulawesi<br />
Selatan". Jakarta. 7 September 1980.<br />
Bapenas, "Keadaan Daerah dan Penyebaran Penduduk Daerah Sulawesi<br />
Selatan". Badan Perencanaan Pembangunan Nasional RI. 8<br />
April 1985.<br />
BPS, "Pembangunan Daerah Sulawesi Selatan". Badan Pusat Statistik RI.<br />
9 April 1995.<br />
Dinas PU,"Profil Kota Parepare". Departemen Pekerjaan Umum RI. 4<br />
November 2000.<br />
Kominfo Pemkot Parepare "Kebun Raya Jompie, Parepare". 31 Desember<br />
2010.<br />
Kominfo Pemkot Parepare "Wisata Alam Kebun Raya Jompie". Kominfo<br />
Pemkot Parepare. 29 Mei 2012..<br />
Kominfo Pemkot Parepare "Pariwisata Parepare per tahun 2013" (PDF)..<br />
14 Januari 2013.<br />
"Pelabuhan Parepare". PT Pelabuhan Indonesia 4 (Persero). 10 Februari<br />
2014..<br />
Summase, 2014, Teori-Teori Sosial (Biografi, Metodologi, Pemikiran, dan<br />
Karya intelektual Tokoh Sosiologi) Pasca-Sarjana,<br />
Universitas Hasanudd, Makassar<br />
114
Kluckhon dalam Sayogyo, 1972, Sosiologi Pedesaan, Rajaawali-Press,<br />
Jakarta.<br />
Mikkeelssen, Britha, 1999, Metode Penelitian Partisipatoris dan Upaya-<br />
Upaya Pemberdayaan, Obor Indonesia, Jakarta.<br />
Parsons T. and Shils, 1951, Toward General Theory of Action, Cambridge,<br />
Mass-Harvard University Press.<br />
Parsons,T.,1975, The Present Status of “structural Fungtional”Theory in<br />
Socology,New-Yok The Free Press.<br />
Saleh S.Ali, 2012, Teori-Teori Sosial dan KeterbelakanganMasyarakat<br />
Maritim, Sulo-Printing,Kendari.<br />
Hamidah Abdurrahman (2015);<br />
^http://www.tempo.co/read/news/2015/02/25/<br />
064645236/Apa-Saja-Ancaman-Hukuman-untuk-Begal-Motor<br />
Reza Indragiri Amriel , 2015: ^http://www.beritasatu.com/hukum/255472-<br />
psikolog-duga-pembegalan-hanya-aksi-kriminalperantara.html<br />
http://pekanbaru.tribunnews.com/2015/03/15/ini-hukuman-terhadap-begalenurut-<br />
syariat-islam<br />
http://www.tempo.co/read/news/2015/02/03/064639477/Cara-untuk-<br />
Menghindari-Pembegal-Sepeda-Motor<br />
http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/jabodetabek-<br />
nasional/15/02/02/nj4ud1-dipepet-pelaku-pembegalan-ini-yang-perludilakukan-pengendara<br />
http://news.merahputih.com/kriminal/2015/03/02/biar-tidak-diincar-begalpulang-konvoi-bareng-yuk<br />
http://www.tangerangnews.com/wisata/read/14201/Cegah-Begal-Bikers-<br />
Tangerang-Gelar-Pulang-Konvoi<br />
115
http://tribunnews.com/metropolitan/2015/03/08/biar-tak-jadi-korban-begalnitizen-galakkan-kampanye-pulang-konvoi<br />
http://news.okezone.com/read/2015/03/07/340/1115044/pelajar-di-padanglatihan-silat-antisipasi-pembegalan<br />
http://www.beritasatu.com/hukum/253593-setara-fenomena-begal-motormencurigakan.html<br />
http://www.peradi.or.id/index.php/berita/detail/fenomena-begal-siapa-yangdiuntungkan<br />
http://tribunnews.com/metropolitan/2015/03/02/hendardi-curiga-begalmotor-upaya-pencitraan-polisi<br />
http://nasional.rimanews.info/keamanan/read/20150303/199605/Mabes-<br />
Polri-Tanggapi-Soal-Begal-Setingan<br />
116
LAMPIRAN <strong>KASUS</strong> DAN KEGIATAN PENGUMPULAN DATA<br />
Begal yang diamankan Kapoltabes Makassar<br />
,<br />
117
Peralatan yang digunakan Kawanan Begal<br />
(Golok, Busur, dan HP serta Senjata Angin<br />
FGD dengan Kepala Dinas beserta Staf Dinas Sosial Makassar<br />
118
Wawancara Dengan Aparat Kepolisian di Kota Parepare<br />
Wawancara Dengan Tokoh Pemuda<br />
Terkait Dengan Masalah Begal di Kota Parepare<br />
119
Wawancara Dengan Petugas Polantas<br />
Terkait dengan Begal dan Kejahatan Bermotor di Kota Parepare<br />
120