27.01.2018 Views

KERESAHAN MASYARAKAT TERHADAP PERILAKU KEKERASAN PEMBEGAL (STUDY KASUS DI SULAWESI SELATAN)

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

<strong>KERESAHAN</strong> <strong>MASYARAKAT</strong> <strong>TERHADAP</strong><br />

<strong>PERILAKU</strong> <strong>KEKERASAN</strong> <strong>PEMBEGAL</strong><br />

(<strong>STUDY</strong> <strong>KASUS</strong> <strong>DI</strong> <strong>SULAWESI</strong> <strong>SELATAN</strong>)<br />

Diterbitkan Oleh:<br />

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH<br />

PROVINSI <strong>SULAWESI</strong> <strong>SELATAN</strong><br />

Makassar<br />

2016


<strong>KERESAHAN</strong> <strong>MASYARAKAT</strong> <strong>TERHADAP</strong><br />

<strong>PERILAKU</strong> <strong>KEKERASAN</strong> <strong>PEMBEGAL</strong><br />

(<strong>STUDY</strong> <strong>KASUS</strong> <strong>DI</strong> <strong>SULAWESI</strong> <strong>SELATAN</strong>)<br />

Penelitian/Kajian ini dilaksanakan pada tahun 2016<br />

yang menampilkan data dan informasi tentang Keresahan Masyarakat<br />

Terhadap Perilaku Begal<br />

di Sulawesi Selatan.<br />

Tim Peneliti/pengkajian:<br />

Ketua: *Ir. Idris Summase, M.Si<br />

Anggota: 1. Ir. Darwis Ali, M.Si<br />

2. A. Fitriyani Yahya, ST.<br />

Konsultan Penelitian: Prof. Dr. Ir. Darmawan Salman, M.Si<br />

Editor/penyelaras akhir: Ir, H. Muh. Haruna Saleh, MM;<br />

Sri Nurtriko Bowta, SE, M.Si dkk.<br />

Desain Sampul: Muh. Alwi, ST.<br />

Diterbitkan atas dukungan dan kerjasama:<br />

Universitas Hasanuddin Makassar Provinsi Sulawesi Selatan<br />

Cetakan Pertama, Desember 2016<br />

Hak Cipta@2016<br />

Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah<br />

Provinsi Sulawesi Selatan<br />

Hak Cipta dilindungi undang-undang<br />

Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini<br />

tanpa izin tertulis dari penerbit<br />

ISBN:<br />

ii


KATA PENGANTAR<br />

Segala puji bagi Allah SWT, karena laporan akhir Penelitian Keresahan<br />

Masyarakat Terhadap Perlaku Kekerasan Pembegal di Sulawesi Selatan, telah<br />

selesai dilaksanakan, dengan tujuan untuk menganalisis tingkat keresahan<br />

masyarakat terhadap perilaku begal, dan factor-faktor yang mempengaruhi<br />

terjadinya tindak pidana pemerasan dan kekerasannya, serta peran dan<br />

kebijakan stakeholders dalam melaksanakan pencegahan dan pemberantasan<br />

yang tumbuh dan berkembang ditengah masyarakat. .<br />

Penelitian ini dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan<br />

dalam tahun anggaran 2016 lewat Badan Penelitian dan Pengembangan<br />

Daerah Provinsi Sulawesi Selatan kerjasama Lembaga Penelitian dan<br />

Pengabdian Masyarakat Universitas Hasanuddin.<br />

Laporan hasil penelitian ini tentu masih didapati adanya kekurangan<br />

dibeberapa pembahasan yang mesti kami harus atasi agar lebih sempurna,<br />

sehingga dapat memberi manfaat yang lebih banyak.<br />

Kegiatan penelitian ini terlaksana tidak terlepas atas dukungan dari<br />

berbagai pihak diantaranya, Dinas Sosial Kota Makassar dan Dinas Sosial Kota<br />

Pare-Pare, serta tokoh-tokoh masyarakat dan pihak kepolisian di Polda<br />

Sulselbar, begitu pula peran Konsultan Penelitian Prof. Dr. Ir. Darmawan<br />

Salman, MS. para staf ahli serta SKPD yang telah memberikan saran dan<br />

masukan yang sangat konstruktif, untuk itu dengan hati yang tulus diucapkan<br />

terima kasih.<br />

Makassar, Desember 2016<br />

Kepala Badan<br />

Drs. Muhammad Firda, M.Si<br />

Pangkat: Pembina Utama Madya<br />

NIP. 19631231 198803 1 132<br />

iii


ABSTRAK<br />

Tujuan penelitian, secara spesifik yaitu: 1). Mengidentifikasi faktor-faktor<br />

yang mempengaruhi terjadinya tindak pidana pemerasan dengan kekerasan<br />

(pembegalan); 2). Mengetahui peran stakeholders terkait dengan penanganan<br />

pembegalan; dan 3) Mengetahui kebijakan dalam pencegahan dan<br />

pemberantasan terhadap perilaku pembegal yang tumbuh dan berkembang<br />

dalam masyarakat.<br />

Penelitian dilaksanakan di Kota Pare-Pare dan Kota Makassar, dengan<br />

menggunakan pendekatan kualitatif. Responden penelitian adalah pelaku<br />

pembegalan yang menjalani hukuman pidana. Informan adalah penegak hukum<br />

dan tokoh masyarakat, serta Dinas yang terkait dengan masalah sosial dan<br />

kesejahteraan masyarakat.<br />

Metode pengambilan data adalah wawancara mendalam. Informan,<br />

untuk mendalami satu peristiwa pembegalan terkait dengan tempat, proses dan<br />

pelaku serta korban. Metode FGD, dilaksanakan untuk menggali berbagai<br />

pandangan dan solusi terkait dengan penanganan kejahatan begal. Metode<br />

Analisis adalah, analisis kasus, analisis deskriptif (Descriptive Analysis), dan<br />

analisis isi (Content Analysis).<br />

Hasil penelitian, menunjukkan bahwa fenomena begal sudah<br />

meresahkan baik jumlah dan kualitas aksi. Pelaku tidak memilih-milih korban,<br />

waktu, dan kondisi (keramaian atau tidak ramai), pelaku pembegalan berumur<br />

antara 14 – 20 tahun. Faktor penyebab aksi begal, adalah: kebutuhan<br />

ekonomi, pergaulan, tontonan dan game kekerasan, kurangnya pengawasan<br />

keluarga, hilangnya orientasi hidup (disfungsi keluarga), penegakan hukum,<br />

pengaruh obat-obat dan narkotik, kesempatan. Dalam penanganan begal, tidak<br />

ada koordinasi antara stakeholders (tidak ada sistem pengamanan/SOP).<br />

Penanganan bersifat adhoc, sehingga aksi begal muncul ketika polisi atau<br />

pengamanan melemah.<br />

Untuk mencegah dan mengatasi perilaku pembegalan diperlukan sistem<br />

yang melibatkan setiap stakeholders, sehingga secara parmenan perilaku begal<br />

dapat dicegah, dan membuat setiap orang dapat bekerja atau mempunyai<br />

kegiatan. Secara dini penanganan perlu pada anak-anak jalanan yang<br />

berpotensi dapat menjadi pelaku kejahatan.<br />

Kata Kunci: Pembegalan, Kesejahteraan Sosial, Pengamanan.<br />

iv


ABSTRACT<br />

The purpose of research, specifically: 1). Identifying the factors that<br />

influence the occurrence of the crime of extortion with violence<br />

(robbery/pembegalan); 2). Knowing the role of stakeholders associated with the<br />

handling of spoliation; and 3) to find out the policy in the prevention and<br />

eradication of the robber behavior that grow and develop in society.<br />

Research conducted in Pare-Pare and Makassar, using a qualitative<br />

approach. The respondents were the perpetrators of spoliation undergoing<br />

criminal penalties. The informant is a law enforcement and community leaders,<br />

as well as the Department on issues related to social and community welfare.<br />

The data collection method is in-depth interviews. The informant, to take<br />

on an event related to the spoliation of the place, the perpetrators and the<br />

victims. FGD method, carried out to explore the various views and solutions<br />

related to the handling of crime robber. The analysis method is, case analysis,<br />

descriptive analysis (Descriptive Analysis), and analysis of content (Content<br />

Analysis).<br />

The results of the study, showed that the robber has been troubling<br />

phenomenon of both quantity and quality of the action. Performers do not pick<br />

and choose the victims, time, and conditions (crowds or crowded), robbery<br />

offender aged between 14-20 years. Factors causing begal action, are: the<br />

need for economic, social, and gaming spectacle of violence, lack of family<br />

supervision, loss of life orientation (family dysfunction), law enforcement, the<br />

influence of drugs and narcotics, opportunity. In handling the robber, there is<br />

no coordination between stakeholders (no security system / SOP). Handling is<br />

ad hoc, so that the action of the robber appeared when the police or security<br />

weakened.<br />

To prevent and overcome the spoliation conduct the necessary system<br />

involving all stakeholders, thus parmenan begal behavior can be prevented,<br />

and make each person can work or have activities. Early treatment need to be<br />

on the street children that can potentially become perpetrators.<br />

Keywords: Robbery/Pembegalan, Welfare and Social Security.<br />

v


DAFTAR ISI<br />

Halaman<br />

HALAMAN JUDUL<br />

LEMBAR PENGESAHAN<br />

TIM PENELITI<br />

KATA PENGANTAR<br />

ABSTRAK<br />

EXECUTIVE SUMMARY<br />

DAFTAR ISI<br />

DAFTAR TABEL<br />

DAFTAR GAMBAR<br />

i<br />

Ii<br />

Iii<br />

Iv<br />

Vi<br />

Vii<br />

X<br />

Xii<br />

Xiv<br />

BAB I PENDAHULUAN 1<br />

A. Latar Belakang 1<br />

B. Perumusan Masalahan 3<br />

C. Tujuan Penelitian 4<br />

D. Manfaat Hasil Penelitian 4<br />

E. Rancangan Kebijakan 5<br />

BAB II LANDASAN TEORITIS DAN KERANGKA PEMIKIRAN 6<br />

A. Kejahatan dan Pembegalan<br />

6<br />

A.1. Kejahatan<br />

6<br />

A.2. Pembegalan<br />

7<br />

B. Begal Dalam Berbagai Persfektif 9<br />

C. Begal Sebagai Fakta 10<br />

D. Faktor Terjadinya Tindakan Begal 12<br />

E. Dampak Aksi Pembegalan 16<br />

F. Minimalisisr dan Mencegah Aksi Pembegalan 17<br />

G. Kerangka Pemikiran 21<br />

vi


BAB III METODE PENELITIAN 24<br />

A. Pendekatan Penelitian 24<br />

B. Lokasi dan Waktu 24<br />

C. Responden dan Informan Penelitian 24<br />

D. Metode dan Instrumen Pengumpulan Data 25<br />

E. Indikator/Parameter 25<br />

F. Model Analisis 26<br />

BAB IV PROSEDUR PELAKSANAAN KEGIATAN 27<br />

BAB V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 29<br />

A. Gambaran Kota Parepare<br />

A.1. Sejarah<br />

A.2. Geografis dan Iklim<br />

A.3. Hasil Pertanian dan Hasil lainnya<br />

A.4. Penduduk<br />

A.5. Pendidikan<br />

A.6. Pembangunan Manusia<br />

A.7.Pariwisata<br />

A.8.Transportasi<br />

A.9. Pers dan Media<br />

B. Gambaran Kota Makassar<br />

B.1. Kondisi Geografis Wilayah<br />

B.2. Tata Ruang dan Wilayah<br />

B.3. Infrastruktur Daerah<br />

B.4. Kawasan Klaster Industri Kecil dan Menengah<br />

B.5. Demografi dan Ketenagakerjaan<br />

B.6. Pasar Modern dan Pasar Tradisional<br />

29<br />

29<br />

31<br />

32<br />

32<br />

33<br />

34<br />

35<br />

38<br />

39<br />

39<br />

39<br />

43<br />

44<br />

52<br />

54<br />

65<br />

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN 71<br />

A. Gambaran Kriminal di Sulawesi Selatan<br />

A.1. Kriminal di Kota Makassar<br />

A.2. Kriminal di Kota Parepare<br />

B. Kejahatan Begal di Sulawesi Selatan<br />

B.1. Begal di Kota Makassar<br />

B.2. Begal di Kota Parepare<br />

C. Kebijakan Dalam Pencegahan dan Penanganan Begal<br />

C.1. Kota Makassar<br />

C.2. Kota Parepare<br />

D. Faktor-Penyebab Muncul Pelaku Begal<br />

D.1. Faktor Eksternal<br />

D.2. Faktor Internal<br />

71<br />

72<br />

73<br />

73<br />

75<br />

88<br />

91<br />

91<br />

92<br />

94<br />

94<br />

97<br />

vii


E. Peranan Stakeholders Dalam Penanganan Begal<br />

101<br />

E.1. Penanganan Begal di Kota Makassar<br />

101<br />

E.2. Penanganan Begal di Kota Parepare<br />

101<br />

F. Mencegah dan Mengatasi Tindakan Begal 103<br />

G. Dampak Aksi Begal 106<br />

BAB V<br />

KESIMPULAN, SARAN, REKOMENDASI DAN IMPLIKASI<br />

KEBIJAKAN<br />

108<br />

A. Kesimpulan 108<br />

B. Saran 108<br />

C. Rekomendasi Kebijakan 109<br />

D. Implikasi Kebijakan 110<br />

H. DAFTAR PUSTAKA<br />

I. LAMPIRAN<br />

viii


Tabel<br />

DAFTAR TABEL<br />

5.1 Jumlah Penduduk dan tingkat pertumbuhan tahunan<br />

Penduduk Kota Parepare<br />

Halaman<br />

5.2 Statistik Ketenagakerjaan Kota Parepare, 2014 33<br />

5.3<br />

5.4<br />

Indikator pendidikan di Kota Parepare 2013-2014<br />

IPM Kota Parepare Tahun 2014<br />

5.5 Luas Wilayah Dirinci Menurut Kecamatan di Kota<br />

Makassar Tahun 2013<br />

5.6 Perkembangan Jumlah Armada Angkutan Darat Dirinci<br />

Menurut Jenis Kenderaan di Kota Makassar Tahun<br />

2009-2013<br />

5.7 Perkembangan Jumlah Pelabuhan Laut, Pelabuhan<br />

Udara dan Terminal Bus di Kota Makassar Tahun 2009-<br />

2013<br />

5.8 Penduduk Kota Makassar Menurut Kecamatan Tahun<br />

2010-2014<br />

5.9 Proyeksi Penduduk Kota Makassar Menurut Kecamatan,<br />

Tahun 2015-2019<br />

5.10 Penduduk Kota Makassar Berdasakan Usia, Periode 2010-<br />

2014<br />

5.11 Penduduk Kota Makassar Menurut Kelompok Umur dan<br />

Kecamatan Tahun 2014<br />

5.12 Penduduk Kota Makassar Menurut Tingkat Pendidikan<br />

Tahun 2014<br />

5. 13 Tingkat Partisipasi Amgkatan Kerja Kota Makassar Tahun<br />

2009- 2013<br />

5.14 Angkatan Kerja Kota Makassar, 2014 64<br />

5.15 Jenis-jenis Pasar Modern (Mall) di Kota Makassar 67<br />

5.16 Jumlah Outlet Hypermarket. Supermarket, dan Miniarket di<br />

Wilayah Kota Makassar<br />

6.1 Angka Kriminilitas Provinsi Sulawesi-Selatan, 2009-2013 72<br />

33<br />

34<br />

34<br />

40<br />

49<br />

52<br />

55<br />

56<br />

58<br />

61<br />

62<br />

63<br />

69<br />

ix


DAFTAR GAMBAR<br />

Gambar<br />

Halaman<br />

2.1 Kerangka Pikir Penelitian 22<br />

4.1 Flow Chart Penelitian 27<br />

5.1 Peta Wilayah Kota Parepare 31<br />

5.2 Pantai Lumpue 35<br />

5.3 Kebun Raya Jompie 35<br />

5.4 Terumbu Karang Tonrangen 36<br />

5.5 Waterboon Parepare 37<br />

5.6 Flying Fox di River Lodama Bacukiki 37<br />

5.7 Pantai Mattirotasi 37<br />

5.8 Pelabuhan Nusantara Parepare 38<br />

5.9 Peta Administarsi Kota Makassar, Tahun 2016 41<br />

5.10 Peta Penutupan Lahan Kota Makassar, Tahun 2015 44<br />

5.11 Panjang Jalan Menurut Konstruksi Tahun 2009-2013 dan<br />

Proporsi jalan menurut status di Kota Makassar, Tahun<br />

2013 45<br />

5.12 Perkembangan Panjang Jalan Menurut Kondisi Jalan di<br />

Kota Makassar, Tahun 2009-2013<br />

15.13a Perkembangan Rasio Kenderaan Terhadap Panjang Jalan<br />

di Kota Makassar, Tahun 2009-2013<br />

5.13 Peta Jaringan Jalan Kota Makassar, Tahun 2015 48<br />

5.14 Perkembangan Rasio KIR Kenderaan dan Rasio<br />

Penduduk terhadap Izin Trayek di Kota Makassar, Tahun<br />

2009-2013<br />

5.15 Perkembangan Jumlah UMKM di Kota Makassar, Tahun<br />

2009-2013<br />

5.16 Proyeksi Penduduk Kota Makassar Menurut Kecamatan<br />

(2015-2019)<br />

5.17 Penduduk Kota Makassar Menurut Umur Periode 2010 -<br />

2014<br />

5.18 Penduduk Kota Makassar Menurut Kelompok Umur dan<br />

Kecamatan<br />

5.19 Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan, Tahun 2013 62<br />

6.1 Kawanan Begal dengan korban Andi Muhammad Dzaki di<br />

Jalan Racing Center, dan Motor Korban<br />

46<br />

47<br />

50<br />

53<br />

57<br />

59<br />

60<br />

76<br />

x


6.2 Kawanan Begal Kelompok Hertasning dan Alat Busur<br />

yang Dugunakan<br />

6.2a Pembegal di Jalan Toddopoli Ditahanan Kapolsek<br />

Rappacini<br />

6.3 Pimpinan Kawanan Begal di Asrama Polisi Tallo 79<br />

6.4 Kawanan Begal dengan Pengedar Sabu di Jalan<br />

Abubakar Lambogo<br />

6.5 Fahrian alias Eyang (20). Pelaku begal yang telah<br />

melakukan aksinya di Jl Borong Jambu VII Perumnas<br />

Antang blok 1 kota Malassar<br />

6.6. Kawanan Begal Operasi Lintas Kabupaten Bermarkas di<br />

Jl.Rappocini Makassar<br />

6.7 Kawanan Febrianto alias Eppi (18) warga Jalan Kastubun<br />

no 7 Blok 7B<br />

6.8 Resa, Bos Begal Kelompok Mata Dajjal di Makassar 86<br />

6.9 Mira Korban Begal di Pare-Pare 89<br />

6.10 Pelaku Begal AH (27 Tahun) di Pare-Pare 90<br />

78<br />

78<br />

80<br />

82<br />

83<br />

84<br />

xi


BAB I. PENDAHULUAN<br />

A. Latar Belakang<br />

Kemajuan teknologi dan perkembangan kehidupan sosial ekonomi<br />

masyarakat, memberi banyak pengaruh terhadap perilaku anggota masyarakat<br />

yang berdampak terhadap banyak sisi kehidupan berbangsa dan bernegara.<br />

Salah satu dampak yang dimaksud adalah pola pembinaan terhadap remaja<br />

yang perlu mendapatkan perhatian serius oleh semua pihak dengan melihat<br />

kondisi sosial ditengah masyarakat seperti sekarang ini. Peranan keluarga<br />

menjadi pilar utama untuk melakukan proteksi terhadap anggota keluarga<br />

menghadapi bahaya pengaruh kejahatan terutama yang memiliki anak remaja.<br />

Berkembang persepsi masyarakat terhadap sistem keamanan yang<br />

cenderung makin hari makin buruk akibat banyaknya korban jambret dengan<br />

kekerasan yang dilakukan oleh segelintir orang yang populer disebut sebagai<br />

“begal” atau pembegal. Setiap hari terjadi kecemasan dikalangan masyarakat<br />

terutama yang mempunyai aktivitas perjalanan pada waktu malam hari, karena<br />

kuatir mendapat serangan pembegal yang sulit dideteksi dan dihindari karena<br />

ketidak efektifannya sistem pengawasan aparat keamanan.<br />

Informasi tentang adanya kriminalitas dalam bentuk kejahatan begal<br />

sejak 2012, tidak dapat dipungkiri banyak terjadi pembunuhan, perampokan,<br />

pemerkosaan, pencurian, dan banyak lagi kriminalitas yang lain. Banyak sudah<br />

para pelaku yang ditangkap oleh aparat penegak hukum, tetapi masih banyak<br />

pula yang masih berkeliaran. Sehingga membuat hati masyarakat tidak tenang,<br />

selalu resah dan rasa ketakutan.<br />

Pembegalan adalah tingkah laku yang melanggar hukum dan normanorma<br />

sosial, sehingga masyarakat menentangnya. Kebutuhan yang sangat<br />

kompleks menumbuhkan keinginan-keinginan materil tinggi, dan sering disertai<br />

ambisi-ambisi sosial yang tidak sehat. Harapan pemenuhan kebutuhan yang<br />

berlebihan tanpa didukung oleh kemampuan untuk mencapainya secara wajar<br />

akan mendorong individu untuk melakukan tindak kriminal seperti tindak<br />

pembegalan yang sekarang sedang marak terjadi dimana-mana.<br />

1


Pembegalan adalah suatu aksi pelanggaran hukum (tindakan pidana)<br />

yang bentuknya memberi teror kepada masyarakat, tindakannya adalah<br />

merampas barang orang lain yang dilakukan dengan cara kekerasan. Tindakan<br />

begal muncul karena situasi yang kacau (disorder), hal ini membuat masyarakat<br />

resah dan menuntut tindakan begal ini harus diberantas.<br />

Sejak tahun 2012, begal menjadi fenomena yang semakin menarik karena<br />

aktivitasnya dikaitkan dengan berkembangnya geng motor yang umumnya<br />

menjadi pelaku begal dan banyak dilakukan oleh remaja-remaja usia sekolah.<br />

Tahun 2014-2015, data yang dirilis Polda Metro Jaya menyebutkan nyaris<br />

seluruh Daerah Ibukota Jakarta rawan kejahatan begal, tidak ada satupun<br />

daerah ibukota yang aman, begitupula seluruh Provinsi di Jawa juga rawan<br />

begal. Di luar pulau Jawa, jalan raya lalu lintas Sumatera bagaikan sarang<br />

penyamun bebas hukum yang haram dilintasi saat malam hari, termasuk Kota<br />

Makassar di Provinsi Sulawesi Selatan.<br />

Tindak kriminal berupa aksi begal atau kejahatan jalanan di Makassar<br />

telah cukup meresahkan. Berdasarkan data yang diperoleh sepanjang 2015,<br />

sedikitnya 133 kasus begal yang ditangani kepolisian dengan jumlah tersangka<br />

sebanyak 191 orang. Sebahagian besar pelaku adalah anak-anak remaja usia<br />

14 – 20 yang berusia menjelang remaja dan remaja berusia pada pendidikan<br />

Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas.<br />

Dalam aksinya, kegiatan para begal di jalan telah membuat masyarakat<br />

pengguna jalan -- kehilangan rasa aman saat berada di jalan raya akibat<br />

ancaman kejahatan begal yang semakin menggila. Begal beraksi tanpa kenal<br />

belas kasih, tidak hanya sekedar merampas kendaraan milik tanpa belas kasih<br />

menghilangkan nyawa korban. Tingkat keresahan dan kejengkelan masyarakat<br />

sudah mencapai titik nadir. Berulang kali terjadi aksi main hakim sendiri oleh<br />

masyarakat saat ada pelaku begal. Ketika keamanan yang merupakan<br />

kebutuhan dasar tidak terpenuhi, maka manusia akan melakukan berbagai cara<br />

agar kebutuhan tersebut bisa tercapai.<br />

Begitu pentingnya masalah keamanan karena begal, maka Kepolisian<br />

Resor Kota Besar (Polrestabes) Makassar menambah patroli dan penindakan<br />

terhadap pelaku kejahatan jalanan yang kian meresahkan. Dari puluhan pelaku<br />

2


yang berhasil ditangkap, kebanyakan masih anak-anak dan remaja. Suatu<br />

bentuk keprihatinan kita karena usia pelaku rata-rata 14-20 tahun. Dalam<br />

Pebruari 2015, jajaran Polrestabes Makassar meringkus setidaknya 60-an<br />

penjahat jalanan. Di antaranya, begal, jambret, geng motor, dan perampok<br />

minimarket. Tindakan begal sering dilakukan secara berkelompok yang selalu<br />

dikaitkan dengan munculnya geng motor yang juga semakin meresahkan<br />

masyarakat. Begal melakukan perampokan menganiaya orang hingga<br />

membunuh. Perbuatan begal yang meresahkan masyarakat tersebut memaksa<br />

hukum harus menindak tegas dan memberi sanksi bagi para pelaku begal.<br />

Pelaku begal yang tertangkap, yang sebagian besar masih kategori anak hanya<br />

diberi tindakan berupa pemanggilan orang tua yang sebelumnya oleh aparat<br />

kepolisian hanya diperintahkan push-up dan skot-jump kemudian dikembalikan<br />

kepada orang tua untuk dibina agar tidak mengulangi kesalahannya lagi<br />

ternyata tidak memberi efek jera.<br />

Masyarakat berpendapat bahwa hukuman bagi pembegal tidak memberi<br />

efek jera bagi pelaku begal karena aksibegal semakin marak terjadi dan karena<br />

itu, masyarakat melakukan tindakan main hakim mengingat bahwa penegakan<br />

hukum dianggap tidak adil. Dalam upaya memberantas begal diperlukan<br />

koordinasi dari setiap stakeholder penegak hukum agar kesamaan pandangan<br />

dalam menempatkan perilaku begal sungguh-sungguh telah menciptakan<br />

keresahan. Hal lebih penting pula mendapat perhatian mengingat bahwa pelaku<br />

begal banyak dilakukan oleh anak di bawah umur, maka dalam penanganannya<br />

diperlukan suatu cara yang kreatif dan bijak dan mengedepankan teori hukum<br />

relative, sehingga memberi efek mendidik bagi anak dibawah umur sekaligus<br />

menimbulkan efek jera bagi pelaku dan masyarakat luas.<br />

B. Perumusan Masalah<br />

Penelitian dan pengkajian ini, dilaksanakan untuk mengetahui berbagai<br />

faktor penyebab terjadinya kekerasan (konflik sosial) ditengah masyarakat<br />

maupun di tempat umum lainnya, yang kemudian dirumuskan dalam rumusan<br />

penelitian sebagai berikut :<br />

3


1. Faktor-faktor apa saja mempengaruhi terjadinya tindak pidana pemerasan<br />

dengan kekerasan (pembegalan)?<br />

2. Bagaimana peranan stakeholders, khususnya dari lembaga penegakan<br />

hukum terkait dengan penanganan pembegalan?<br />

3. Bagaimana cara mencegah,dan mengatasi perilaku pembegalansebagai<br />

suatu fenomena yang tumbuh dari masyarakat?<br />

C. Tujuan<br />

Tujuan umum penelitian, yaitu untuk menemukan solusi mengenai<br />

penanganan dan pembinaan terhadap anggota keluarga dari kecenderungan<br />

berperilaku kejahatan dalam masyarakat. Untuk mencapai tujuan tersebut,<br />

maka tujuan dinyatakan secara spesfik sebagai berikut :<br />

1. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya tindak pidana<br />

pemerasan dengan kekerasan (pembegalan).<br />

2. Mengetahui peran stakeholders, khususnya lembaga penegakan hukum<br />

terkait dengan penanganan pembegalan.<br />

3. Mengetahui kebijakan dalam pencegahan dan pemberantasan terhadap<br />

perilaku pembegal yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat.<br />

D. Manfaat Hasil Penelitian<br />

Hasil penelitian dan pengkajian pada bidang kesejahteraan sosial,<br />

diharapkan bermanfaat sebagai bahan informasi bagi instansi terkait dalam<br />

melaksanakan kebijakandan program pembinaan sosial terhadap perilaku<br />

kejahatan anggota masyarakat. Secara spesifik penelitian bermanfaat sebagai<br />

masukan:<br />

1. Terhadap upaya-upaya yang terkait dengan upaya menekan tumbuhnya<br />

perilaku pembegalan dalam masyarakat,<br />

2. Dalam hal merumuskan kebijakan ditinjau dari sisi aspek hukum dalam<br />

penanganan kasus pembegalan.<br />

3. Merumuskan Cara pencegahan dalam mengatasi tumbuh dan<br />

berkembangnya perilaku pembegalan dalam masyarakat.<br />

4


BAB II. LANDASAN TEORITIS DAN KERANGKA PEMIKIRAN<br />

A. Pengertian Kejahatan dan Pembegalan<br />

A.1. Kejahatan<br />

Kejahatan adalah tingkah laku yang melanggar hukum dan melanggar<br />

norma-norma sosial, sehingga masyarakat menentangnya. Kartono (1999:<br />

122). Secara yuridis, kejahatan adalah bentuk tingkah laku yang bertentangan<br />

dengan moral kemanusiaan (immoril), merugikan masyarakat, a-sosial sifatnya<br />

dan melanggar hukum serta undang-undang pidana. Perubahan adalah suatu<br />

kepastian dan perubahan-perubahan itu diikuti dengan perubahan normanorma.<br />

Terhadap norma-norma penghindaran dan penyimpangan, Norma<br />

penghindaran adalah perbuatan yang dilakukan orang untuk memenuhi<br />

keinginan mereka tanpa harus menentang nilai-nilai tata kelakuan secara<br />

terbuka.Penyimpangan sosial bersifat adaftif (menyesuaikan). Perilaku<br />

menyimpang merupakan salah satu cara untuk menyesuaikan kebudayaan<br />

dengan perubahan sosial. Tanpa suatu perilaku menyimpang, penyesuaian<br />

budaya terhadap perubahan kebutuhan dan keadaan akan menjadi sulit.<br />

Menurut James W. Van Zanden (Akhdiat Hendra,2011), bahwa faktorfaktor<br />

penyebab terjadinya penyimpangan sosial sebagai berikut : 1<br />

a. Longgar atau tidaknya nilai dan norma, ukuran perilaku menyimpang, bukan<br />

pada ukuran baik-buruk atau benar menurut pengertian umum, melainkan<br />

longgar-tidaknya norma dan nilai di masyarakat. Norma dan nilai sosial<br />

masyarakat yang satu berbeda dengan norma dan nilai sosial masyarakat<br />

yang satu berbeda dengan masyarakat lainnya.<br />

b. Sosialisasi yang tidak sempurna, sering terjadi proses sosialisasi yang tidak<br />

sempurna sehingga menimbulkan perilaku menyimpang.<br />

c. Sosialisasi subkebudayaan yang menyimpang, perilaku menyimpang terjadi<br />

pada masyarakat yang memilki nilai-nilai subkebudayaan yang menyimpang,<br />

1] Akhdhiat Hendra, Psikologi hukum. (Bandung : Pustaka Setia, 2011), Hlm. 212<br />

5


yaitu kebudayaan khusus yang normanya bertentangan dengan normanorma<br />

budaya yang dominan.<br />

A.2. Pembegalan<br />

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI),begal artinya penyamun<br />

atau merampas. Membegal artinya merampas di jalan sedangkan pembegalan<br />

adalah proses, cara, perbuatan membegal. Begal ditemukan dalam literatur<br />

Bahasa Jawa. Begal adalah perampokan yang dilakukan di tempat yang sepi,<br />

dengan cara menunggu orang yang diperkirakan membawa harta benda<br />

ditempat yang sepi.Istilah begal dalam dunia kejahatan praktek ini sudah lama<br />

terjadi, sejak zaman kekaisaran di Cina atau zaman kerajaan di Indonesia.<br />

Dari peradaban manusia -- begal itu sudah ada. Pelaku memperoleh<br />

nafkah dengan halal dan tidak halal itu disediakan atau dikondisikan oleh<br />

masyarakat sendiri. Begal tidak akan terjadi ketika tidak ada kesempatan untuk<br />

melakukannya atau kondisi yang memungkinkan. Kebanyakan begal di zaman<br />

dahulu terjadi karena ada sekelompok orang yang bepergian membawa banyak<br />

harta baik sebagai pedagang maupun pengantar barang. Jaman dulu orang<br />

yang lewat itu para pedagang atau mereka yang punya harta yang disebut<br />

saudagar.Saat sekarang pengambilaan harta secara paksa pada korban,<br />

dimana korban sadar berhadapan dengan pelaku dijalanan atau ditempat<br />

umumtindakan pelaku dikategorikan begal atau kegiatan itu disebut<br />

pembegalan.<br />

Dalam bahasa fiqih, pelaku begal disebut dengan istilah Qutthout Thoriq.<br />

Secara harfiah, ia bermakna pemotong jalan. Tetapi secara maknawi, ia berarti<br />

segerombolan orang yang saling tolong-menolong dan bantu-membantu dalam<br />

melaksanakan maksud jahat mereka, mengganggu orang-orang di jalanan,<br />

merampas harta benda, dan tidak segan-segan membunuh korbannya disebut<br />

begal dan kegiatan tersebut disebut pembegalan.<br />

Pembegal atau biasa disebut kegiatan begal, adalah tindakan merampas<br />

sesuatu dari milik orang lain secara paksa, hampir sama dengan perampok,<br />

hanya saja ia langsung melukai korbannya tanpa tanya-tanya terlebih dahulu.<br />

Para pembegal melakukan tindak kejahatannya tidak pandang bulu bahkan<br />

6


tergolong sadis, karena tanpa ada rasa kasihan dan si pembegal langsung<br />

berani melukai korbannya hingga tewas dan meninggalkannya begitu saja.<br />

Seseorang dinyatakan melakukan pembegalan ketika ia melakukan<br />

pencurian atau perampasan dengan paksaan, demi membuat korban tersebut<br />

takut, pembegalan ditujukan untuk mendapatkan barang komersil (biasanya<br />

lebih terencana dan dalam jumlah besar) serta bisa pula untuk barang personal.<br />

Kriminolog Profesor Muhammad Mustofa mengatakan istilah begal<br />

sudah lama terdengar di dunia kejahatan. Bahkan begal sudah terjadi sejak<br />

zaman kekaisaran di Cina atau zaman kerajaan di Indonesia. Kata begal<br />

banyak ditemukan dalam literatur Bahasa Jawa. Begal merupakan perampokan<br />

yang dilakukan di tempat yang sepi. Menunggu orang yang membawa harta<br />

benda ditempat sepi tersebut. 2 Kata begal dalam bahasa Banyumas memiliki<br />

arti rampok atau perampok. Dan begalan berarti perampasan atau perampokan<br />

di tengah jalan. 3<br />

Istilah „begal‟ adalah kata dasar (lingga) dalam Bahasa Jawa, yang telah<br />

digunakan dalam Bahasa Jawa Kuna. Secara harafiah, kata jadian ambegal<br />

dan binegal berarti menyamun, merampok (di jalan). Kata pambegalan<br />

menunjuk kepada tempat yang baik untuk menyamun. Pada susastra lama,<br />

perkataan ini antara lain dijumpai dalam kitab Slokantara (68.14), Korawasrama<br />

(54), Tantri Kamandaka (136) dan Calon Arang (136). Istilah „begal‟ diserap ke<br />

dalam bahasa Indonesia, dalam arti penyamun. Kata membegal berarti<br />

merampas di jalan, menyamun. Adapun pembegalan berkenaan dengan<br />

proses, cara atau perbuatan membegal, perampasan di jalan. Pembegalan<br />

dilakukan oleh seorang atau beberapa orang terhadap seorang atau beberapa<br />

orang yang sedang melintas di jalan dengan merampas harta benda miliknya<br />

disertai atau tanpa disertai dengan tindak kekarasan, bahkan tak jarang<br />

memakan korban jiwa. 4 Pembegalan<br />

merupakan penyimpangan sosial yang<br />

2 http://www.suara.com/news/2015/03/12/063000/asal-usul-istilah-begal<br />

3 http://ensiklo.com/2014/08/mengenal-tradisi-begalan-masyarakat-banyumas/<br />

4 http://www.malang-post.com/serba-serbi/redaktur-tamu/99595-kilas-sejarah-begal-jawakuna<br />

7


erkaitan dengan kejahatan yang merugikan orang banyak atau khalayak<br />

banyak. Penyimpangan sosial dapat terjadi dimanapun dan dilakukan oleh<br />

siapapun. Sejauh mana penyimpangan itu terjadi, besar atau kecil, dalam skala<br />

luas atau sempit tentu akan berakibat terganggunya keseimbangan kehidupan<br />

dalam masyarakat. Suatu perilaku dianggap menyimpang apabila tidak sesuai<br />

dengan nilai-nilai dan norma-norma sosial yang berlaku dalam masyarakat atau<br />

dengan kata lain penyimpangan adalah segala macam pola perilaku yang tidak<br />

berhasil menyesuaikan diri terhadap kehendak masyarakat.<br />

Kasus pembegalan kerap terjadi di Indonesia. Kejahatan ini bahkan<br />

sudah menyebar hampir di seluruh wilayah, tidak hanya di kota-kota besar saja.<br />

Pelaku kejahatan ini pun tidak hanya melibatkan orang dewasa, namun anakanak<br />

dibawah umur pun marak ikut terlibat.<br />

B. Begal Dalam Berbagai Persfektif<br />

Dalam persfekrif hukum positif, begal adalah tindak pidana dan<br />

merupakan teror terhadap masyarakat, karena itu harus diatasi dengan hukum.<br />

Hukum harus mampu memberi solusi atas situasi yang kacau (disorder), begal<br />

muncul dan berkembang dalam kondisi hukum tidak atau kurang berfungsi.<br />

Ketidak berfungsian hukum menimbulkan kekacauan (disorder) menyebabkaan<br />

munculnya keresahan karena itu harus diberantas atau dicegah. Hukum<br />

bertujuan memelihara masyarakat, dibuat oleh masyarakat dan berfungsi<br />

mengawasi masyarakat.<br />

Dalam perfektif sosiologi (lihat pola:teori tindakan) dan sibernetika,<br />

Parsons, 1951), bahwa perilaku atau tindakan seseorang (individu dalam<br />

masyarakat ditentukan oleh tujuan, dan diarahkan oleh sistem budaya (nilai,<br />

norma, pengetahuan, dan teknologi) yang berkembang dan menjadi panduan<br />

dalam system sosial (pola interaksi yang diwujudkan dalam kategori<br />

sosial,stratifikasi soisal, struktur sosial dan organisasi sosial). Sepanjang<br />

tindakan itu diarahkan oleh apa yang berkembang dalamj masyarakat, maka<br />

kestabilan masyarakat tercipta. Sebaliknya bila hal dalam masyarakat tidak<br />

berfungsi, maka muncul ketidak stabilan.<br />

8


Dalam persfektif antropologi, Kluckhon dalam sayagyo (1972) melihat<br />

bahwa perilaku setiap orang adalah wujud dari budaya yang berkembang<br />

dalam masyarakat karena perilaku kolektif masyarakat dibentuk oleh sistem<br />

budaya. Inti budaya adalah nilai (value), ia membagi budaya dikaitkan dengan<br />

nilai terhadap waktu yaitu: 1) budaya menempatkan waktu adalah masa lalu, 2)<br />

budaya yang menempatkan waktu adalah masa sekarang, 3) dan budaya<br />

menempatkan waktu untuk masa datang. lalu karena itu perilaku yang<br />

membagimasyarakat dikaitkan dengan nilai terhadap waktu, bahwa individu<br />

bagian dari masyarakat dikendalikan oleh nilai sebagai dasar bersikap.<br />

Adam Smith (1556) dalam kajian filsafat moral ekonomi mendahului buku<br />

ekonomi wealth of nation (1576) menyatakan bahwa perilaku setiap individu<br />

dalam kelompoknya dikendalikan dua unsur utama pembentuk manusia yaitu<br />

jasad dan roh. Karena itu, perilaku yang dikendalikan oleh unsur jasad manusia<br />

cenderung tampil individualis terpisah dengan kepentingan kelompok, dan<br />

perilaku yang dikendalikan oleh roh munusia dan berperilaku altruisme yang<br />

diwujudkan ikatan kuat dalam kelompoknya. Individu dicerminkan oleh<br />

kekuatan jasad dan roh yang mengendalikan tindakan atau putusannya.<br />

Mengikuti teori ini dapat disimpulkan bahwa perilaku begal muncul pada<br />

seseorang karena melemahnya ikatan seseorang terhadap masyarakatnya,<br />

rumahtangga sebagai kelompok kecilnya. Individualisme tumbuh karena<br />

masyarakat mengedepankan nilai-nilai materi dimana atribut-atribut tentang<br />

materi beragam dan setiap orang ing8in memelikinya, hanya ikatan moral<br />

kelompoik yang dapat menghambatnya dan untuk itu diperlukan internalisasi<br />

nilai sehingga setiap orang dapat menghormati dan menpedomani nilai-nilai<br />

kelompok yang berkembang.<br />

C. Begal Sebagai Fakta<br />

Tahun2012- 2015 pembegalan dikaitkan dengan maraknya geng motor<br />

memang melekat dengan kekerasan, hal ini karena beberapa geng motor<br />

belakangan telah berubah dari kumpulan hobi mengendarai motor yang<br />

kemudian melakukan begal, menganiaya orang, hingga melakukan aksi<br />

perampokan bahkan membunuh. Perbuatan begal yang meresahkan<br />

9


masyarakat tersebut memaksa hukum harus menindak tegas dan memberi<br />

sanksi bagi para pelaku begal. Pelaku begal yang tertangkap, yang ternyata<br />

sebagian besar masih kategori anak hanya diberi tindakan berupa pemanggilan<br />

orang tua yang sebelumnya oleh aparat kepolisian hanya diperintahkan pushup<br />

dan skot-jump kemudian dikembalikan kepada orang tua untuk dibina agar<br />

tidak mengulangi kesalahannya lagi ternyata tidak memberi efek jera, sehingga<br />

banyak kemudian mengulangi aksinya bersama kelompoknya. Tidak banyak<br />

kasus begal berlanjut pada proses hukum yang kemudian diputuskan<br />

dipengadilan, dan sebahagian jalan di tempat.<br />

Kondisi penegakan hukum demikian ternyata tidak memberi efek jera bagi<br />

pelaku begal, mengingat bahwa aksi begal semakin marak terjadi. Dalam upaya<br />

memberantas begal ini, diperlukan koordinasi dari setiap stakeholder penegak<br />

hukum dalam pencegahan dan penindakan. Polisi yang memberikan jaminan<br />

akan rasa aman, bila kemudian terjadi tindakan begal haruslah segera<br />

melakukan tindakan hukum sebelum bertumbuh di masyarakat.Fakta bahwa<br />

pelaku begal yang didominasi anak di bawah umur maka dalam menindak<br />

tegas para pelaku begal diperlukan suatu cara yang kreatif dan bijak mulai guna<br />

mengedepankan teori hukum relative, sehingga memberi efek jera bagi pelaku<br />

dan masyarakat luas.<br />

Fenomena pelaku adalah anak pra remaja dan remaja kira dengan<br />

fase umur sedang dalam tingkat pendidikan di Sekolah Menengah Pertama dan<br />

Sekolah Menengah Atas, diperlukan kebijakan pada tingkat pengelolaan<br />

sekolah sehingga kesempatan untuk melakukan begal atau tindakan jahat tidak<br />

ada. Fenomena ini memerlukan penanganan terhadap aksi begal baik dalam<br />

langkah pencegahan, maupun dalam kegiatan penanggulangannya.<br />

Stakeholders perlu bekerjasama dengan peran dan fungsinya masing-masing<br />

dalam menyelesaikan persoalan yang terkait dengan tindakan begal.<br />

10


D. Faktor-Faktor Terjadinya Tindakan Begal<br />

Begal adalah salah satu tindak pidana yang saat ini menjadi ancaman<br />

bagi ketertiban dan keamanan masyarakat. Hal ini semakin meresahkan<br />

masyarakat, terlebih lagi pelaku juga berasal dari kategori anak.Tindakan begal<br />

semakin marak terjadi di masyarakat, tidak hanya di kota besar seperti Jakarta,<br />

Makassar dan Bandung, namun sekarang begal bisa kita temukan hampir di<br />

setiap kota di Indonesia.<br />

Berikut beberapa pendapat tentang faktor-faktor terjadinya tindakan<br />

begal :<br />

1. Menurut Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), bahwaremajajadi<br />

begal motor, yaitu : Pertama,pengaruh lingkungan dan teman sebaya. Anak<br />

yang berinteraksi dengan teman atau lingkungan sosial yang terbiasa<br />

melakukan kekerasan akan permisif dengan perilaku kekerasan tersebut.<br />

Anak akan terbiasa dan menganggap tindakan pembegalan sebagai hal<br />

biasa yang tidak melawan hukum. Kedua, anak menjadi pelaku begal<br />

disebabkan disfungsi keluarga, anak dari keluarga broken home merupakan<br />

korban dari pola asuh dan kondisi keluarga yang tidak mendukung sehingga<br />

anak berkembang tidak optimal dan labil. Ketiga, dikarenakan cara berpikir<br />

anak yang serba instan dalam menginginkan sesuatu, merupakan dampak<br />

dari kultur masyarakat Indonesia yang sebagian besar juga berpikir<br />

instan.Keempat, pengaruh bullying yang terjadi di sekolah sebagai pemicu<br />

anak usia remaja menjadi pelaku begal. Hampir setiap sekolah di Indonesia<br />

ada bibit-bibit bullying, meski dalam bentuk verbal maupun psikis.Kelima<br />

ialah dampak dari tontonan dan video game yang bersifat kekerasan.<br />

Dampak dari tontonan kekerasan berkontribusi anak permisif dengan<br />

kekerasan, kalaupun anak tidak menjadi pelaku kekerasan - dalam banyak<br />

kasus anak membiarkan terjadinya kekerasan. Beberapa waktu belakangan<br />

kasus kejahatan pencurian motor dengan cara begal kerap terjadi di sekitar<br />

wilayah Jabodetabek. Pelaku begal tersebut, tidak jarang dilakukan oleh<br />

anak-anak usia sekolah.<br />

2. Dalam perkembangannya, kita bisa menilai beberapa faktor yang bisa<br />

membuat seorang anak menjadi anggota geng motor, yaitu:Faktor Internal<br />

11


(Tidak ada kesibukan/kerjaan, tidak ada perhatian dari keluarganya, rasa<br />

ingin tahu atau penasaran yang tinggi dari anak tersebut, tidak ada rasa<br />

peduli pada hak orang lain, dan tidak ada rasa takut terhadap hukum; Faktor<br />

Eksternal (Keadaan ekonomi yang lemah, terjerumus ke dalam pergaulan<br />

yang buruk, adanya sarana berupa sepeda motor, anak tidak mendapat<br />

pengawasan dari orang tuanya tentang bagaimana lingkungan bergaul dan<br />

proses tumbuh kembang anak.<br />

3. Fakta berlangsungnya pembegalan, menurut Komisaris Besar Martinus<br />

Sitompul 5 bahwa beberapa kondisi terjadi pembegalan, yaitu :Kejadian<br />

umumnya terjadi di jalanan yang sepi di malam hari, perjalanan yang<br />

umumnya tidak terencana, kurang waspada saat berkendaraan, dan kurang<br />

kepedulian terhadap keadaan sekeliling, memakai dan menggunakan<br />

barang-barang yang menarik perhatian, berjalan sendiri.<br />

4. Begal sebagai perilaku kriminilitas disebabkan oleh faktor-faktor: 6[ Motivasi,<br />

misalnya kemiskinan (faktor ekonomi); Kesempatan untuk terjadinya<br />

pembegalan (Misalnya, Lemahnya keamanan ditempat-tempat rawan<br />

terjadinya pembegalan); Kehendak bebas dan ingin hidup instan;<br />

keputusan yang hedonistik; Kegagalan dalam melakukan kontrak sosial;<br />

Atavistik atau sifat-sifat anti sosial bawaan sebagai penyebab perilaku<br />

kriminal; Tindakan bullying dan akibat tontonan kekerasan; Disfungsi<br />

keluarga; dan Hukuman yang diberikan kepada pelaku tidak proporsional.<br />

a. Motivasi, adalah alasan yang mendasari sebuah perbuatan yang<br />

dilakukan oleh seorang individu. Seseorang dikatakan memiliki motivasi<br />

tinggi dapat diartikan orang tersebut memiliki alasan yang sangat kuat<br />

untuk mencapai apa yang diinginkannya dengan mengerjakan<br />

pekerjaannya yang sekarang.Menurut sosiolog Budi Radjab, faktor<br />

ekonomi memegang peranan dominan sebagai motivasi terjadinya tindak<br />

kejahatan. Motif yang perlu digaris bawahi yaitu adanya peluang yang<br />

bisa mendukung atau menghambat motif calon begal. Peluang tersebut<br />

tercipta lantaran adanya kondisi masyarakat yang berupa ketimpangan<br />

5<br />

Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya, Tahun 2012<br />

6 Op-Cit., Hlm. 178-179<br />

12


sosial dan ekonomi. 7 Motivasi merupakan faktor utama penyebab<br />

pembegalan. Di dalam motivasi ini terdapat tiga hal yang termasuk<br />

didalamnya, yaitu : upaya (effort), tujuan organisasi (goals), dan<br />

kebutuhan (need).<br />

b. Lemahnya keamanan ditempat-tempat rawan terjadinya pembegalan,<br />

penjagaan yang lemah oleh aparat di tempat-tempat rawan dapat<br />

dimanfaatkan pelaku dan menjadi faktor pemicu terjadinya pembegalan.<br />

Gangguan keamanan dan tindak kejahatan yang semakin bervariasi<br />

yang belum dapat diimbangi dengan penuntasan penanganan oleh<br />

aparat penegak hukum dan kurangnya kontrol di daerah-daerah rawan<br />

terjadinya tindak kejahatan, menjadi faktor pendukung terjadinya aksi<br />

pembegalan.<br />

c. Kehendak bebas dan ingin hidup instan, cara berpikir yang serba instan<br />

juga turut memengaruhi perilaku orang yang menjadi begal. Perilaku<br />

pembegalan merupakan sebagian kecil dari cara berpikir instan. Mereka<br />

ingin mendapatkan apa yang diinginkan dengan cara instan. Dan ini juga<br />

sangat dipengaruhi oleh pola pembelajaran yang diterima. Begitupun<br />

teman sebaya dan lingkungan dapat memicu adanya aksi tindak<br />

kejahatan ini.<br />

d. Kegagalan dalam melakukan kontrak sosial: Peran masyarakat yang<br />

lemah, karena jumlah aparat keamanan saat ini tidak bisa menangani<br />

dan mencegah tindak kejahatan secara keseluruhan. Jumlah masyarakat<br />

yang lebih dominan daripada aparat keamanan dan aksi pembegalan<br />

yang kian marak terjadi sangat membutuhkan kewaspadaan dari<br />

masyarakat untuk mencegah tindak kejahatan tersebut. Korban<br />

sebetulnya juga ikut berperan dalam maraknya pembegalan. Banyaknya<br />

pengendara motor yang gemar memodifikasi kendaraan mereka dan<br />

mengenakan perhiasan atau dalam hal ini dapat disebut berpergian<br />

dengan tampilan yang mencolok bisa memancing naluri jahat pembegal.<br />

7 http://www.scribd.com/doc/89841548/Makalah-Pencurian-Dan-Perampokan#scribd<br />

13


e. Atavistik atau sifat-sifat anti sosial bawaan sebagai penyebab perilaku<br />

kriminal (Pengaruh dari teman-teman sebaya dan lingkungan sosial yang<br />

terbiasa melakukan kekerasan). Dalam beberapa kasus aksi<br />

pembegalan dipicu karena iseng. Kemudian, mereka nyaman. Ada<br />

beberapa yang tanpa disadari yang mereka lakukan adalah tindakan<br />

melawan hukum. Tetapi ada juga yang merasa melawan hukum, namun<br />

merasa bahwa mereka tidak akan diproses.Lingkungan sangat<br />

berpengaruh dalam membentuk kepribadian seseorang. Ciri-ciri dan<br />

unsur kepribadian seseorang sudah tertanam ke dalam jiwa seseorang<br />

sejak awal, yaitu pada masa kanak-kanak melalui proses sosialisasi.<br />

Koentjaraningrat menyatakan bahwa kepribadian adalah watak khas<br />

seseorang yang tampak dari luar sehingga orang luar memberikan<br />

kepadanya suatu identitas khusus. Identitas khusus tersebut diterima<br />

dari warga masyarakatnya. Jadi, terbentuknya kepribadian dipengaruhi<br />

oleh faktor kedaerahan, cara hidup di kota atau di desa, agama, profesi,<br />

dan kelas sosial. 8<br />

f. Tindakan bullying dan akibat tontonan kekerasan. Kepribadian sangat<br />

ditentukan oleh cara-cara ia diajari pada saat makan, disiplin dan bergaul<br />

dengan anak-anak lainnya. Pada saat dewasa, beberapa kepribadian<br />

watak yang sama akan tampak menonjol pada banyak individu yang<br />

telah menjadi dewasa. Mereka yang sering menonton aksi kekerasan<br />

ketika kecil, berkemungkinan besar akan menirukan apa yang biasa<br />

dilihatnya. Bahkan akan tertanam pada diri mereka bahwa tindakan<br />

kekerasan yang diperbuatnya merupakan tindakan biasa dan bukan<br />

tindakan menyimpang.Bullying adalah perilaku agresif yang disengaja<br />

dan yang melibatkan adanya ketidakseimbangan kekuasaan atau<br />

kekuatan. Hal ini dapat terjadi disemua bidang, batas-batas wilayah<br />

geografis, ras, sosial ekonomi. Sebuah studi yang dilakukan oleh peneliti<br />

dari Warwick University, menyatakan bahwa lebih dari 1.400 orang<br />

berusia antara sembilan dan 26 tahun dan ditemukan bahwa<br />

8 Op-Cit., Idianto Muin, hlm. 137<br />

14


ullyingmenimbulkan konsekuensi negatif bagi kesehatan, prospek<br />

pekerjaan dan hubungan. Dampak nyata dari adanya bullying adalah<br />

bahwa akan muncul keinginan membully dari para korban bully sebagai<br />

bentuk pembalasan rasa dendam dan akan menjadi pribadi yang mudah<br />

marah atau emosi.<br />

g. Disfungsi keluarga. Keluarga disfungsional adalah keluarga di mana<br />

terjadi banyak konflik, perilaku buruk, dan bahkan pelecehan di antara<br />

anggota-anggota keluarganya. Anak-anak yang tumbuh di keluarga<br />

seperti ini cenderung berpikir bahwa hal ini normal. Anak yang lahir dari<br />

keluarga bermasalah berpotensi menimbulkan pribadi yang bermasalah.<br />

h. Hukuman yang diberikan kepada pelaku tidak proporsional, banyak terjadi<br />

pelaku yang telah tertangkap telah mendapat hukuman dan perlakuan<br />

tertentu setelah masa hukuman dilewati masih melakukan aksi begal<br />

kembali dikarenakan faktor hukuman yang dianggap ringan atau tidak<br />

proporsional.<br />

E. Dampak Aksi Pembegalan<br />

Berbagai bentuk perilaku menyimpang yang ada di masyarakat akan<br />

membawa dampak bagi pelaku, korban maupun bagi kehidupan masyarakat<br />

pada umumnya, tak terkecuali aksi pembegalan yang marak terjadi beberapa<br />

waktu ini. Dampak yang ditimbulkan diantaranya adalah:<br />

1. Bagi Pelaku<br />

a. Memberikan pengaruh psikologis atau kejiwaan serta tekanan mental<br />

terhadap pelaku karena akan dikucilkan dari kehidupan masyarakat atau<br />

dijauhi dari pergaulan;<br />

b. Dapat menghancurkan masa depan pelaku;<br />

c. Dapat menjauhkan pelaku dari Tuhan dan dekat dengan perbuatan<br />

dosa;<br />

d. Perbuatan yang dilakukan dapat mencelakakan dirinya sendiri.<br />

e. Mendapat sanksi baik dari negara maupun dari masyarakat.<br />

f. Menimbulkan stigma atau aib sosial.<br />

15


2. Bagi orang lain atau kehidupan masyarakat<br />

a. Dapat mengganggu keamanan, ketertiban dan keharmonisan dalam<br />

masyarakat;<br />

b. Merusak tatanan nilai, norma, dan berbagai pranata sosial yang berlaku<br />

di masyarakat;<br />

c. Menimbulkan beban sosial, psikologis dan ekonomi bagi keluarga<br />

pelaku;<br />

d. Merusak unsur-unsur budaya dan unsur-unsur lain yang mengatur<br />

perilaku individu dalam kehidupan masyarakat.<br />

3. Bagi korban<br />

a. Menimbulkan beban psikologis bagi korban dan dapat menyebabkan<br />

adanya kerugian materiil;<br />

b. Apabila disertai dengan kekerasan dapat merusak, melukai dan bahkan<br />

menghilangkan nyawa korban;<br />

c. Menimbulkan rasa dendam dengan si pelaku.<br />

E. Meminimalisir dan Mencegah Aksi Pembegalan<br />

Meminimalisir dan mencegah aksi pembegalan dibutuhkan langkah<br />

penegakkan hukum sebagai cermin untuk meminimalisir terulangnya kejadian<br />

yang sama. Perlu adanya kerja sama antara pihak kepolisian dan masyarakat.<br />

Sehingga dengan adanya sinergitas yang dibangun, diharapkan jika suatu<br />

ketika tindakan pembegalan dapat dengan sigap dapat digagalkan.<br />

Pihak Kepolisian bertindak sebagai satuan keamanan. Tindakan nyata<br />

yang dilakukan pihak kepolisian adalah dengan melakukan patroli selama 24<br />

jam di berbagai tempat. Masyarakat juga harus dapat menjaga stabilitas<br />

lingkungannya. Langkah nyata yang bisa dilakukan adalah dengan melakukan<br />

jaga malam.<br />

Adapun tips-tips yang dapat dilakukan oleh masyarakat sebagai bentuk<br />

antisipasi terhadap tindakan pembegalan ketika akan berpergian, adalah<br />

sebagai berikut : 9<br />

9 https://adelbertus88.wordpress.com/2015/03/02/waspadai-fenomena-begal/<br />

16


a. Usahakan jangan berpergian pada malam hari apalagi tengah malam, hal ini<br />

berpotensi terhadap kejahatan perampokan, ataupun pembunuhan;<br />

b. Jika memang harus keluar malam hari, jangan memilih tempat yang sepi<br />

walaupun mungkin itu akan mempersingkat waktu. Pilihlah tempat yang<br />

ramai sebagai jalur lintas;<br />

c. Jangan pergi sendirian, naluri penjahat akan mencoba melakukan aksinya<br />

kepada lawan yang dianggapnya mampu dia taklukkan dengan mudah,<br />

setidaknya jika berpergian hendaknya lebih dari 1 orang;<br />

d. Jika merasa diikuti oleh seseorang, segeralah menuju tempat yang ramai;<br />

e. Berhati hatilah kepada orang yang berpura-pura menanyakan alamat,<br />

pastikan terlebih dahulu bahwa di sekeliling terdapat orang banyak, jika ada<br />

yang menanyakan alamat pada tempat yang sepi, lebih baik berhati-hati;<br />

f. Jangan melamun di saat dalam perjalanan;<br />

g. Jika di depan anda terdapat kendaraan yang anda kenal, berjarak dekatlah.<br />

Hal ini akan meminimalkan kemungkinan terjadinya tindak kejahatan,<br />

karena pelaku kejahatan tidak biasanya ingin aksi kejahatannya dilihat<br />

orang lain;<br />

h. Jika anda mengantuk dan anda ingin berhenti, pastikan berhenti di tempat<br />

yang dikenali atau setidaknya di tempat yang ramai atau dekat dengan<br />

kantor polisi;<br />

i. Jika sudah tidak bisa lagi untuk mencegah terjadinya kejahatan.<br />

Tinggalkanlah kendaraan anda, kemudian larilah secepatnya ke rumah<br />

warga. Ini adalah langkah terakhir yang harus dilakukan jika benar-benar<br />

dalam keadaan bahaya.<br />

j. Informasikan perjalanan ke keluarga atau teman, simpan barang mewah<br />

(cincin atau jam yang berkilau) dalam tas, rute jalan yang akan dilalui harus<br />

sudah diketahui dan naik kendaraan (sepeda motor) diupayakan berdua;<br />

k. Datakan nomor telpon kepolisian di kontak anda.<br />

Dalam penegakan hukum sangat diperlukan diskresi untuk<br />

memberantas begal, penegak hukum yang dimaksud, yaitu:<br />

1. Aparat Kepolisian, salah satu peran aparat kepolisian dalam mewujudkan<br />

keamanan dan ketertiban masyarakat adalah melalui tindakan diskresi.<br />

17


Kapasitas aparat kepolisian dalam melakukan diskresi di Indonesia secara<br />

yuridis diatur pada pasal 18 UU No. 2 Tahun 2002 yaitu “Untuk kepentingan<br />

umum, pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam melaksanakan<br />

tugas dan wewenangnya dapat bertindak menurut penilaiannya sendiri“, hal<br />

tersebut mengandung maksud bahwa seorang anggota Polri yang<br />

melaksanakan tugasnya di tengah-tengah masyarakat seorang diri, harus<br />

mampu mengambil keputusaan berdasarkan penilaiannya sendiri apabila<br />

terjadi gangguan terhadap ketertiban dan keamanan umum atau bila timbul<br />

bahaya bagi ketertiban dan keamanan umum.Dalam menerapkan diskresi,<br />

aparat kepolisian dituntut untuk mengambil keputusan secara tepat dan arif.<br />

Termonolgi diskresi di lembaga kepolisian disebut sebagai diskresi<br />

kepolisian, biasanya berupa memaafkan, menasihati, penghentian<br />

penyidikan dan lainnya.<br />

2. Peran Jaksa, ketika jaksa mengangani kasus pembegalan, sebaiknya jaksa<br />

harus lebih membangun koordinasi dengan kepolisian, sehingga proses<br />

pembuatan berita acara di kepolisian dan pembuatan surat dakwaan kepada<br />

pelaku dapat dibuat dengan cermat, lengkap, dan teliti serta dengan waktu<br />

yang efisien dan efektif, sehingga pelaku dapat segera dihukum. Diharapkan<br />

dari hal tersebut, akan memberi efek jera bagi pelaku begal.<br />

Berikut ketentuan hukum yang bisa menjadi dasar jaksa penuntut umum<br />

dalam membuat surat dakwaan untuk pelaku begal:Dalam KUHP (Kitab<br />

Undang – Undang Hukum Pidana) Tindak Pidana begal termasuk kepada<br />

Tindak Pidana Pencurian Bab XXII diatur pada Pasal 362, 363,dan 365. Artinya<br />

dalam menghukum pelaku begal, penegak hukum harus merujuk pada pasal -<br />

pasal tersebut. Bunyi pasal 362 KUHP “Barang siapa mengambil suatu benda<br />

yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain, dengan maksud untuk dimiliki<br />

secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara<br />

paling lama 5 tahun atau denda paling banyak sembilan ratus rupiah”Berikut<br />

bunyi Pasal 363 KUHP :(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh<br />

tahun:1e.pencurian ternak;2e. pencurian pada waktu ada kebakaran, letusan,<br />

banjir, gempa bumi, atau gempa laut, gunung meletus, kapal karam, kapal<br />

terdampar, kecelakaan kereta api, huru-hara, pemberontakan atau bahaya<br />

18


perang;3e. pencurian di waktu malam dalam sebuah rumah atau pekarangan<br />

tertutup yang ada rumahnya, yang dilakukan oleh orang yang ada di situ tidak<br />

diketahui atau tidak dikehendaki oleh yang berhak;4e. pencurian yang<br />

dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu;5e. pencurian yang<br />

untuk masuk ke tempat melakukan kejahatan, atau untuk sampai pada barang<br />

yang diambil, dilakukan dengan merusak, memotong atau memanjat, atau<br />

dengan memakai anak kunci palsu, perintah palsu atau pakaian jabatan<br />

palsu.(2) Jika pencurian yang diterangkan dalam butir 3 disertai dengan salah<br />

satu hal dalam butir 4 dan 5, maka diancam dengan pidana penjara paling lama<br />

sembilan tahun.Setelah melihat pasal 363 KUHP maka dapat dikatakan pelaku<br />

begal itu masuk pada ayat (1) angka 4 dimana pelakunya bersekutu maka<br />

dapat dihukum selama 7 tahun, lebih berat dari pasal 362 KUHP. namun apa itu<br />

masih cukup ? Tidak! lihat lagi pasal 365 KUHP.Pasal 365 KUHP(1) Diancam<br />

dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun, pencurian yang didahului,<br />

disertai atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, terhadap<br />

orang, dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pencurian,<br />

atau dalam hal tertangkap tangan, untuk memungkinkan melarikan diri sendiri<br />

atau peserta lainnya, atau untuk tetap menguasai barang yang dicuri.(2)<br />

Diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun:(3) Jika<br />

perbuatan mengakibatkan kematian, maka diancam dengan pidana penjara<br />

paling lama lima belas tahun.(4) Diancam dengan pidana mati atau pidana<br />

penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun,<br />

jika perbuatan mengakibatkan luka berat atau kematian dan dilakukan oleh dua<br />

orang atau lebih dengan bersekutu, disertai pula oleh salah satu hal yang<br />

diterangkan dalam no. 1 dan 3.c. Peran Hakim, berdasarkan pada Pasal 5 ayat<br />

(1) Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, yang<br />

berbunyi sebagai berikut:”hakim dan hakim konstitusi wajib menggali,<br />

mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup<br />

dalam masyarakatnya.”<br />

Oleh karena itu, dalam menyelesaikan suatu perkara, seorang hakim harus<br />

dengan cermat kasus posisi dan melihat segala sumber hukum. Sedangkan<br />

keresahan masyarakat akan tindak pidana begal membuat hakim harusnya<br />

19


lebih responsive lagi dengan memberi sanksi yang setimpal dan diterima<br />

masyarakat. Ketentuan hukum yang bisa menjadi dasar jaksa penuntut<br />

umum dalam membuat surat dakwaan untuk pelaku begal: Dalam KUHP<br />

(Kitab Undang – Undang Hukum Pidana) Tindak Pidana begal termasuk<br />

kepada Tindak Pidana Pencurian Bab XXII diatur pada Pasal 362, 363,dan<br />

365. Artinya dalam menghukum pelaku begal, penegak hukum harus<br />

merujuk pada pasal -pasal tersebut. Pasal 362 KUHP : “Barang siapa<br />

mengambil suatu benda yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain,<br />

dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena<br />

pencurian, dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau denda paling<br />

banyak sembilan ratus rupiah”Berikut bunyi Pasal 363 KUHP : (1) Diancam<br />

dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun: 1e. pencurian ternak; 2e.<br />

pencurian pada waktu ada kebakaran, letusan, banjir, gempa bumi, atau<br />

gempa laut, gunung meletus, kapal karam, kapal terdampar, kecelakaan<br />

kereta api, huru-hara, pemberontakan atau bahaya perang; 3e. pencurian di<br />

waktu malam dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada<br />

rumahnya, yang dilakukan oleh orang yang ada di situ tidak diketahui atau<br />

tidak dikehendaki oleh yang berhak; 4e. pencurian yapng dilakukan oleh dua<br />

orang atau lebih dengan bersekutu; 5e. pencurian yang untuk masuk ke<br />

tempat melakukan kejahatan, atau untuk sampai pada barang yang diambil,<br />

dilakukan dengan merusak, memotong atau memanjat, atau dengan<br />

memakai anak kunci palsu, perintah palsu atau pakaian jabatan palsu. (2)<br />

Jika pencurian yang diterangkan dalam butir 3 disertai dengan salah satu<br />

hal dalam butir 4 dan 5, maka diancam dengan pidana penjara paling lama<br />

sembilan tahun . Pasal 363 KUHP maka dapat dikatakan pelaku begal itu<br />

masuk pada ayat (1) angka 4 dimana pelakunya bersekutu maka dapat<br />

dihukum selama 7 tahun, lebih berat dari pasal 362 KUHP. namun apa itu<br />

masih cukup ? Tidak! lihat pasal 365 KUHP. Pasal 365 KUHP: (1) Diancam<br />

dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun, pencurian yang<br />

didahului, disertai atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan,<br />

terhadap orang, dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah<br />

pencurian, atau dalam hal tertangkap tangan, untuk memungkinkan<br />

20


melarikan diri sendiri atau peserta lainnya, atau untuk tetap menguasai<br />

barang yang dicuri; (2) Diancam dengan pidana penjara paling lama dua<br />

belas tahun; (3) Jika perbuatan mengakibatkan kematian, maka diancam<br />

dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun; (4) Diancam dengan<br />

pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu<br />

paling lama dua puluh tahun, jika perbuatan mengakibatkan luka berat atau<br />

kematian dan dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu,<br />

disertai pula oleh salah satu hal yang diterangkan dalam no. 1 dan 3.c.<br />

Peran Hakim Berdasarkan pada Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang No. 48<br />

Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, yang berbunyi sebagai<br />

berikut:”hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan<br />

memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam<br />

masyarakatnya.” Oleh karena itu, dalam menyelesaikan suatu perkara,<br />

seorang hakim harus dengan cermat kasus posisi dan melihat segala<br />

sumber hukum. Sedangkan keresahan masyarakat akan tindak pidana<br />

begal membuat hakim harusnya lebih responsive lagi dengan memberi<br />

sanksi yang setimpal dan diterima masyarakat.<br />

F. Kerangka Pemikiran<br />

Dengan mengacu pada berbagai persfektif teori tentang perilaku<br />

manusia yang telah diuraikan persfektif hukum; Parsons, 1958 dalam persfektif<br />

sosiologi, Kluckhon, dalam persfektif Antroplogi, Smith, 1556 dalam perfektif<br />

ekonomi), dengan melihat fakta emperis pembegalan dan penanganannya.<br />

Sesuai dengan rumusan masalah penelitian, tujuan dan manfaat yang<br />

diharapkan pada dari penelitian.<br />

Perilaku begal dan peristiwa pembegalan terjadi dalam suatu masyarakat<br />

dapat didekati dengan melihat Faktor eksternal individu begal dan masayarakat,<br />

serta Faktor internal dalam masyarakat dan individu (Gambar1). Pemahaman<br />

pada dua hal tersebut diperlukan untuk menelusuri penyebab dan merumuskan<br />

berbagai upaya pencegahan perilaku begal yang tumbuh dalam masyarakat.<br />

Faktor eksternal, meliputi: Pola hubungan dan/atau kepedulian dalam<br />

masyarakat antara sesama warga masyarakat, penegakan aturan dari penegak<br />

21


hukum untuk semua masyarakat (yaitu: ada standar hukum yang sama untuk<br />

semua anggota masyarakat), kondisi rumahtangga dan keluarga dan pola<br />

hubungan yang berkembang dalam rumahtangga, lingkungan sebaya atau<br />

teman sepermainan yang dapat membawa anggota kepada perilaku kelompok<br />

yang dapat dan tidak bertentangan dengan perilaku yang menyimpang,<br />

Keadaan Ekonomi rumahtangga dan masyarakat yang memberikan ruang<br />

aktivitas dan masyarakat untuk dapat memenuhi kebutuhannya, pola pergaulan<br />

yang buruk yang dapat mempengaruhi anggotanya untuk berperilaku<br />

menyimpang, adanya sarana berupa sepeda motor dapat menjadi penunjang<br />

keperilaku baik dan rtidak baik, pengawasan dari orang tuanya yang lemah dan<br />

bahkan tidak peduli dengan pekembangan kehidupan anaknya, dan<br />

tontonan/video game yang mengajarkan kekerasan dan tidak mendidik yang<br />

menumbuhkan perilaku menumbuhkan gaya komsumtif dan kekerasan.<br />

Faktor internal (terkait dengan kondisi yang melekat dalam diri individu,<br />

misalnya: Motivasi terkait dengan aspek ekonomi seperti memenuhi<br />

kebutuhan,pola berpikir instans yang tidak mau kerja dan ingin hidup enak<br />

yang diikuti keinginan bebas lepas dari ikatan rumahtangga dan orang<br />

sekitarnya, keputusan yang hedonistik yang cenderung ingin menonjolkan diri<br />

dengan memeliki materi yang bernilai tinggi dimasyarakat, heroisme/Bulkying<br />

yang<br />

22


,<br />

<br />

<br />

<br />

<br />

<br />

<br />

<br />

<br />

<br />

FAKTOR EKSTERNAL<br />

Pola Hubungan/ Kepedulian<br />

Masyarakat<br />

Penegakan Aturan<br />

Rumahtangga/Keluarga<br />

Lingkungan Sebaya<br />

Keadaan Ekonomi,<br />

Pergaulan Yang Buruk,<br />

Sarana Berupa Sepeda Motor,<br />

Pengawasan Dari Orang Tuanya<br />

Tontonan/Video Game kekerasan<br />

<br />

<br />

<br />

<br />

<br />

<br />

<br />

<br />

<br />

<br />

FAKTOR INTERNAL<br />

Motivasi :Kondisi Ekonomi<br />

Mau Instans dan Bebas<br />

Keputusan yang hedonistik<br />

Heroisme /Bulkying<br />

Jiwa Pemberontak (Atavistik)<br />

Tidak ada kesibukan/kerjaan,<br />

Rasa kurang Perhatian dari<br />

keluarganya,<br />

Rasa ingin tahu atau penasaran<br />

Rasa peduli pada hak orang lain,<br />

Rasa takut terhadap hukum;<br />

KESIMPULAN<br />

Perilaku Begal<br />

(Pembegalan)<br />

REKOMENDASI<br />

DAMPAK<br />

PADA PELAKU<br />

T<br />

DAMPAK<br />

PADA KORBAN<br />

DAMPAK<br />

PADA <strong>MASYARAKAT</strong><br />

Gambar 2.1. Kerangka Pikir Penelitian<br />

berkeinginan menampilkan kekuatan dengan melakukan tekanan pada orang<br />

lain, peraliku pemberontak (Atavistik) yang selalu melawan aturan dan<br />

menginginkan ketidak-stabilan, tidak bekerja atau tidak ada kesibukan, merasa<br />

23


kurang perhatian dari keluarganya, Rasa ingin tahu atau penasaran, Rasa<br />

peduli pada hak orang lain, Rasa takut terhadap hukum.<br />

Perilaku pembegal akan memberikan dampak pada korban begal, pelaku<br />

dan masyarakat. Bagi korban begal menimbulkan trauma, bisa cacat bahkan<br />

meninggal yang tentu berdampak pada keluarga korban. Pada masyarakat<br />

perilaku begal menimbulkan rasa tidak aman dan rasa kuatir sehingga aktivitas<br />

lainnya dapat terganggu bahkan dalam banyak hal perilaku pembegalan<br />

mendorong main hakim sendiri terhadap pelaku begal bila tertangkap oleh<br />

masyarakat. Terhadap pelaku tidak semua berdampak pada sikap jera bila<br />

tertangkap bahkan terjadi selepas dari hukumannya bahkan kualitas<br />

pembegalan semakin sadis, korban ditengah masyarakat cenderung ditolak<br />

atau tersisih sehingga mendorong perilaku memilih jalan hidup sebagai<br />

pembegal yang semakin sadis dan menjadikan sebagai sumber pendapatan.<br />

Dengan memahami perilaku baik sebaran modus dan faktor yang<br />

menyebabkan dapat diperoleh kesimpulan dan deskripsi detail tentang begal,<br />

yang dapat menjadi dasar dalam menumbuhkan dan merancang suatu<br />

rekomendasi untuk kebijakan terkait dengan upaya menekan atau<br />

menghilangkan perilaku menyimpang (begal) dalam masyarakat.<br />

24


BAB III. METODE PENELITIAN<br />

A. Pendekatan Penelitian<br />

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, untuk mendapatkan<br />

pemahaman yang mendalam terhadapfaktor-faktor terkait dengan perilaku<br />

dalam pembegalan, maka dilakukan kajian terhadap kasus pembegalan yang<br />

terjadi diwilayah Sulawesi Selatan, khususnya pada dua kota (Kota Makassar<br />

dan Kota Pare-Pare). Kajian kasus perkasus sesuai keperluan. Pendalaman<br />

terhadap beberapa kasus diharapkan memberikan penjelasan terkait tujuan dan<br />

outcame yang diharapkan dari penelitian.<br />

B. Lokasi dan Waktu<br />

Penelitian dilaksanakan di dua Kota, yakni Kota Ujung Pandang dan<br />

Kota Pare-Pare. Dua daerah ini, memperlihatkan tingkat presentase<br />

pembegalan yang cukup tinggi kejadiannya di Sulawesi Selatan. Secara<br />

perkembangan wilayah Kota Makassar adalah dengan tingkat kemajuan dalam<br />

berbagai aspek di Sulawesi Selatan, sementara Kota Pare-Pare tergolong<br />

dalam kota yang mewakili tingkat kemajuan berada pada posisi tengah dalam<br />

halkemajuan masyarakat.Kedua kota tersebut, menjadi pintu masuk bagi<br />

pendatang luar pulau dengan adanya pelabuhan laut.<br />

Penelitian dilaksanakan selama 4 bulan, yaitu dari bulan Junisampai<br />

bulanSeptember2016.<br />

C. Responden dan Informan Penelitian<br />

Responden penelitian adalah individu pelaku begal yang telah ditangani<br />

oleh penegak hukum pada berbagai tingkat proses hukum.<br />

Denganmenggunakan system snow-ball dilakukan kajian terhadap lingkungan<br />

rumahtangga, system sosial dan budaya serta tempat tinggal. Pendalaman<br />

pada peristiwa pembegalan akan dipahami dalam berita acara penyidikan dan<br />

dokumen penuntutan jasa dan keputusan hukum dari hakim yang mengadili.<br />

Informan dipilih dari lingkungan sosial dan budaya dari pembegal.<br />

Peranan stakeholder kepolisian, jaksa dalam penanganan hukum terhadap<br />

25


pembegal. Dinas sosial dan kesejahteran masyarakat selaku Satuan Kerja<br />

Pemerintah Daerah (SKPD) dalam banyak hal, berperan penting terkait dengan<br />

masalah yang diteliti.<br />

D. Metode dan Instrumen Pengumpulan Data<br />

Data penelitian diperoleh dengan melakukan wawancara mendalam dan<br />

berstruktur terkait dengan karakteristikindividu pembegal, karakteristik<br />

rumahtangga pembegal, lingkungan social-ekonomidan budaya pembegal.<br />

Pendalaman pada beberapa aspek dilakukan pembegal, informan diambil<br />

dariorang sekitar lingkungan tempat tinggal pembegal.<br />

Wawancara mendalam dilakukan pada informan yang mengetahui dan<br />

berhubungan langsung dengan permasalahan begal terkait dengan tugas dan<br />

fungsinya. FGD atau diskusi berkelompok terfokus dilakukan untuk<br />

mendapatkan informasi dan pendalaman, dan dalam upaya mengungkap<br />

keterkaitan antara lingkungan pembegal, dampak dan langkah penanganan,<br />

serta kebijakan yang dilakukan pada berbagai tingkat terkait dengan penciptaan<br />

sistem keamanan wilayah.<br />

Kajian dokumentasi terhadap BAP kepolisian, Dokumen tuntutan jaksa<br />

dan dokumen putusan hakim. Pemahaman terhadap dokumen ini dikaitkan<br />

dengan dekresi penegakan hukum terkait dengan penanganan pembekalan.<br />

Kajian kasus beberapa dokumen pembegal akan memberikan informasi terkait<br />

dengan penyebab, peristiwa, dan dampak yang ditimbulkan dari aktivitas begal.<br />

E. Indikator/Parameter<br />

Mengikuti kerangka pikir penelitian, maka dideskripsikan kondisi sosialekonomi,<br />

budaya, dan rumahtangga, serta individu pembegal. Proses terjadinya<br />

pembegalan akan didalami melalui dokumen berita acara kepolisiaan, dokumen<br />

tuntutan jaksa dan putusan pengadilan, ketiganya merupakan dasar memahami<br />

peristiwa pembegalan.<br />

Aspek tersebut mengikuti kerangka pikir diarahkan pada pengungkapan<br />

faktor eksternal dan internal individu dan rumahtangga pembegal.Beberapa<br />

aspek dari karakteristik individu, rumahtangga, sosial-ekonomi dan budaya<br />

akan dikategorikan kedalam faktor eksternal dan internal, yang selanjutnya<br />

26


dengan mengunakan metode trangulasi maka ditarik berbagai simpulanterkait<br />

dengan tujuan penelitian.<br />

F. Model Analisis<br />

Metode Analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif (Descriptive<br />

Analysis) terhadap setiap kasus pembegalan untuk memperoleh gambaran<br />

terkait dengan proses pembegalan serta tingkat keresahan masyarakat yang<br />

ditimbulkan oleh perilaku pembegalan, kebijakan terkait dengan penanganan<br />

dari aspek hukum, dan berbagai upaya pencegahan dan pemberantasan begal<br />

dengan kerjasama dari stakeholders. Analisis kasus diarahkan pada identifikasi<br />

faktor eksternal dan internal pembegal dan dampak yang timbul dari perilaku<br />

pembegal baik terhadap masyarakat, pelaku dan korban.<br />

Analisis yang digunakaan untuk mengetahui berbagai faktor yang<br />

mempengaruhi perilaku begal akandiigunakan analisis kasus dengan<br />

mengggunakan analisis mendalam atas kasus pembegalan. Analisis isi(Content<br />

Analysis) dimaksud memberikan pendalaman terhadap setiap fakta atas kasus.<br />

Hasil pendalaman kasus dapat direkonstruksi suatu rumusan dan<br />

kebijakan terkait dengan upaya penanganan pembegalan, yang menjadi dasar<br />

rekomendasi untuk output penelitian.<br />

27


I V. PROSEDUR PELAKSANAAN KEGIATAN<br />

Prosedur pelaksanaan kegiatan penelitian dengan mekanismedan<br />

metode analisis yang digunakan seperti Gambar 2 (Flow-chart).<br />

PENGUMPULAN DAN <strong>DI</strong>SEMINASI DATA<br />

PENGELOMPOKKAN DATA BERDASARKAN KARAKTRISTIK <strong>PEMBEGAL</strong> DARI ASPEK<br />

IN<strong>DI</strong>VIDU, SOCIAL-EKONOMI BUDAYADAN RUMAH TANGGA; DOKUMEN DAN<br />

DATA KEBIJAKAN SERTA PENANGANAN BEGAL<br />

DESCRIPTIVE <strong>KASUS</strong><br />

<strong>PEMBEGAL</strong><br />

KEBIJAKAN PEMERINTAH DAN<br />

PENANGANAN BEGAL<br />

CONTENT ANALYSIS<br />

IMPORTANT<br />

DETERMINANT<br />

PRE-IDENTIFIED<br />

RECOMMENDATION<br />

PEMILIHAN DETERMINAN<br />

POTENSIAL<br />

KESIMPULAN DAN<br />

REKOMENDASI<br />

Gambar 4.1. Flow Chart Penelitian<br />

28


Tahap Pengumpulan dan Desiminasi Data: Pengumpulan data primer<br />

dan sekunder, data primer dari setiap peristiwa pembegalan yang kasus<br />

sedang dalam proses hukum maupun yang telah mendapat keputusan hukum<br />

tetap, sehingga pelaku teridentifikasi dan memungkinkan dijadikan responden.<br />

Beberapa diantaranya menjadi informan yang dapat mengungkap aspek dan<br />

lingkup pembegalan dan kehidupan dari kelompok begal yang tidak terkait<br />

langsusng dengan dirinya. Data dari beberapa informan akan memberikan<br />

informasi penting dalam mendalami aspek pembegalan. Data sekunder adalah<br />

dokumen yang terkait dengan pelaku yang diperoleh dari penegak hukum dan<br />

beberapa dokumen lainnya. Data ini kemudian dekelompokkan berdasarkan<br />

tujuan penelitian dan kajian. Juga dikumpulkan terkaitkan dengan aspek<br />

kebijakan pemerintah yang dapat dikaitkan dengan tumbuh dan menjadi faktor<br />

yang berperan dalamj mencegah perilaku pembegalan.<br />

Dari data yang dikumpulkan, maka dapat dikelompokkan data terkait dengan<br />

kasus pembegalan untuk mendeskripsikan pembegalan dan kebijakankebijkan<br />

untuk mencegah dan penenganan pembegalan.<br />

Pendeskripsian setiap kasus dikaitkan dengan faktor eksternal termasuk<br />

kebijakan terkait langsung dan tidak langsung dengan pembegalan akan<br />

didalami melalui analisis isi (conten analisis). Melalui analisis isi, akan dapat<br />

dipisahkan hal penting terkait dengan pembegalan, yaitu faktor eksternal dan<br />

internal terkait dengan pembegalan. Dari analisis isi, juga beberapa aspek<br />

yang dapat dijadikan dasar rekomendasi untuk pencegahan dan penanganan<br />

perilaku pembegalan.<br />

Selanjutnya teridentifikasi faktor penting yang potensial yang menjadi<br />

penyebab perilaku pembegalan, dan rekomendasi potensial yang dapat<br />

dilaksanakan untuk mencegah dan penanganan pembegal, yang akan menjadi<br />

dasar penarikan kesimpulan dan perumusan rekomendasi.<br />

29


BAB V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN<br />

A. Gambaran Umum Kota Parepare<br />

A.1. Sejarah<br />

Kota Parepare adalah sebuah Kota di Provinsi Sulawesi Selatan,<br />

Indonesia. Kota ini memiliki luas wilayah 99,33 km² dan berpenduduk sebanyak<br />

±140.000 jiwa. Berada di pantai Barat Sulawesi Selatan merupakan wilayah<br />

perbukitan dan daerah pantai, dahulunya merupakan semak-semak belukar<br />

yang diselang-selingi oleh lubang-lubang tanah yang agak miring sebagai<br />

tempat yang pada keseluruhannya tumbuh secara liar tidak teratur, mulai dari<br />

utara (Cappa Ujung) hingga ke jurusan selatan kota. Melalui proses<br />

perkembangan sejarah sedemikian rupa dataran itu dinamakan Kota Parepare.<br />

Lontara Kerajaan Suppa menyebutkan, sekitar abad XIV seorang anak<br />

Raja Suppa meninggalkan Istana dan pergi ke selatan mendirikan wilayah<br />

tersendiri pada tepian pantai karena memiliki hobi memancing. Wilayah itu<br />

kemudian dikenal sebagai kerajaan Soreang, kemudian satu lagi kerajaan<br />

berdiri sekitar abad XV yakni Kerajaan Bacukiki.<br />

Kota Parepare ditenggarai sebagian orang berasal dari kisah Raja<br />

Gowa, dalam satu kunjungan persahabatan Raja Gowa XI, Manrigau Dg. Bonto<br />

Karaeng Tunipallangga (1547-1566) berjalan-jalan dari kerajaan Bacukiki ke<br />

Kerajaan Soreang. Sebagai seorang raja yang dikenal sebagai ahli strategi dan<br />

pelopor pembangunan, Kerajaan Gowa tertarik dengan pemandangan yang<br />

indah pada hamparan ini dan spontan menyebut “Bajiki Ni Pare” artinya “di buat<br />

dengan baik”. Parepare ramai dikunjungi termasuk orang-orang Melayu yang<br />

datang berdagang ke kawasan Suppa. Melihat posisi yang strategis sebagai<br />

pelabuhan yang terlindungi oleh tanjung di depannya, serta memang sudah<br />

ramai dikunjungi orang-orang, maka Belanda pertama kali merebut tempat ini<br />

kemudian menjadikannya kota penting di wilayah bagian tengah Sulawesi<br />

Selatan. Disinilah Belanda bermarkas untuk melebarkan sayapnya dan<br />

merambah seluruh dataran timur dan utara Sulawesi Selatan. Hal ini yang<br />

berpusat di Parepare untuk wilayah Ajatappareng.<br />

30


Pada zaman Hindia Belanda, di Kota Parepare, berkedudukan seorang<br />

Asisten Residen dan seorang Controlur atau Gezag Hebber sebagai Pimpinan<br />

Pemerintah (Hindia Belanda) dengan status wilayah pemerintah yang<br />

dinamakan “Afdeling Parepare” yang meliputi, Onder Afdeling Barru, Onder<br />

Afdeling Sidenreng Rappang, Onder Afdeling Enrekang, Onder Afdeling<br />

Pinrang dan Onder Afdeling Parepare. Pada setiap wilayah/Onder Afdeling<br />

berkedudukan Controlur atau Gezag Hebber. Disamping adanya aparat<br />

pemerintah Hindia Belanda tersebut, struktur Pemerintahan Hindia Belanda ini<br />

dibantu pula oleh aparat pemerintah raja-raja bugis, yaitu Arung Barru di Barru,<br />

Addatuang Sidenreng di Sidenreng Rappang, Sulawetan Enrekang di<br />

Enrekang, Addatung Sawitto di Pinrang, sedangkan di Parepare berkedudukan<br />

Arung Mallusetasi.<br />

Struktur pemerintahan ini, berjalan hingga pecahnya Perang Dunia II yaitu pada<br />

saat terhapusnya Pemerintahan Hindia Belanda sekitar tahun 1942. Pada<br />

zaman kemerdekaan Indonesia tahun 1945, struktur pemerintahan disesuaikan<br />

dengan undang-undang Nomor 1 tahun 1945 (Komite Nasional Indonesia). Dan<br />

selanjutnya Undang-undang Nomor 2 Tahun 1948, di mana struktur<br />

pemerintahannya juga mengalami perubahan, yaitu di daerah hanya ada<br />

Kepala Daerah atau Kepala Pemerintahan Negeri (KPN) dan tidak ada lagi<br />

semacam Asisten Residen atau Ken Karikan.<br />

Pada waktu status Parepare tetap menjadi Afdeling yang wilayahnya<br />

tetap meliputi 5 Daerah seperti yang disebutkan sebelumnya. Dengan<br />

keluarnya Undang-Undang Nomor 29 tahun 1959 tentang pembentukan dan<br />

pembagian Daerah-daerah tingkat II dalam wilayah Provinsi Sulawesi Selatan,<br />

maka ke empat Onder Afdeling tersebut menjadi Kabupaten Tingkat II, yaitu<br />

masing-masing Kabupaten Tingkat II Barru, Sidenreng Rappang, Enrekang dan<br />

Pinrang, sedangkan Parepare sendiri berstatus Kota Praja Tingkat II Parepare.<br />

Kemudian pada tahun 1963 istilah Kota Praja diganti menjadi Kotamadya dan<br />

setelah keluarnya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1999 tentang Pemerintahan<br />

Daerah, maka status Kotamadya berganti menjadi “KOTA” sampai sekarang ini.<br />

Didasarkan pada tanggal pelantikan dan pengambilan sumpah Wali<br />

Kotamadya Pertama H. Andi Mannaungi pada tanggal 17 Februari 1960, maka<br />

31


dengan Surat Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah No. 3 Tahun 1970<br />

ditetapkan hari kelahiran Kotamadya Parepare tanggal 17 Februari 1960.<br />

Gambar 5.1 kelahiran Kotamadya Parepare tanggal 17 Februari<br />

Peta Wilayah Kota Parepare 1960.<br />

Sebelum tahun 2005, Wali Kota Parepare dipilih melalui mekanisme<br />

yang diatur oleh DPRD Kota Parepare. Setelah itu, Wali Kota Parepare<br />

bersama Wakil Wali Kota Parepare dipilih secara langsung oleh warga kota<br />

melalui Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) untuk pertama kalinya pada tanggal<br />

28 Agustus 2008.<br />

DPRD Kota Parepare adalah Lembaga Legislatif tingkat Kota yang<br />

berada di wilayah Kota Parepare. Anggota DPRD Kota Parepare dipilih<br />

berdasarkan daftar terbuka dari partai dalam Pemilihan Umum yang<br />

diselenggarakan setiap lima tahun bersamaan dengan pemilihan anggota<br />

Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah seluruh Indonesia.<br />

Berdasarkan UU No. 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPRD & DPRD,<br />

perwakilan anggota DPRD Kota Parepare berjumlah 25 orang. Dari tahun ke<br />

tahun Partai Golkar yang mayoritas menduduki kursi DPRD di Parepare.<br />

A.2. Geografis dan Iklim<br />

Kota Parepare terdiri dari 4 Kecamatan,<br />

yaitu :Kecamatan Soreang, Kecamatan Ujung,<br />

Kecamatan Bacukiki, Kecamatan Bacukiki Barat.<br />

Wali Kota Parepare memiliki tugas dan wewenang<br />

memimpin penyelenggaraan daerah berdasarkan<br />

kebijakan yang ditetapkan bersama DPRD Kota<br />

Parepare. Jabatan pertama dipegang oleh Andi<br />

Mannaungi pada tahun 1960. Didasarkan pada<br />

tanggal pelantikan dan pengambilan sumpah Wali<br />

Kotamadya Pertama pada tanggal 17 Februari<br />

1960, maka dengan SK. DPRD Kotamadya<br />

Parepare No. 3 Tahun 1970 ditetapkan hari<br />

Geografis : Kota Parepare terletak di sebuah teluk yang menghadap ke<br />

Selat Makassar. Di bagian utara berbatasan dengan Kabupaten Pinrang, di<br />

32


sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Sidenreng Rappang dan di<br />

bagian selatan berbatasan dengan Kabupaten Barru. Meskipun terletak di tepi<br />

laut tetapi sebagian besar wilayahnya berbukit-bukit.<br />

Iklim : Berdasarkan catatan stasiun klimatologi, rata-rata temperatur Kota<br />

Parepare sekitar 28,5 °C dengan suhu minimum 25,6 °C dan suhu maksimum<br />

31,5 °C. Kota Parepare beriklim tropis dengan dua musim, yaitu musim<br />

kemarau pada bulan Maret sampai bulan September dan musim hujan pada<br />

bulan Oktober sampai bulan Februari.<br />

A.3. Hasil Pertanian dan Hasil lainnya<br />

Hasil pertanian adalah biji kacang mete, biji kakao, dan palawija lainnya<br />

serta padi. Wilayah pertanian parepare tergolong sempit, karena lahannya<br />

sebagian besar berupa bebatuan bukit cadas yang banyak dan mudah tumbuh<br />

rerumputan. Daerah ini sebenarnya sangat cocok untuk peternakan. Banyak<br />

penduduk di daerah perbukitan beternak ayam potong dan ayam petelur,<br />

padang rumput juga dimanfaatkan penduduk setempat untuk menggembala<br />

kambing dan sapi. Sedangkan penduduk di sepanjang pantai banyak yang<br />

berprofesi sebagai nelayan. Ikan yang dihasilkan dari menangkap ikan atau<br />

memancing masih sangat berlimpah dan segar. Biasanya selain dilelang di<br />

Tempat Pelelangan Ikan (TPI), para nelayan menjualnya ikan -ikan yang masih<br />

segar di pasar malam 'pasar senggol' yang menjual aneka macam buahbuahan,<br />

ikan, sayuran, pakaian sampai pernak - pernik aksesoris.<br />

A.4. Penduduk<br />

Berdasarkan data BPS pada tahun 2014, jumlah penduduk Parepare<br />

ada 136.903 jiwa yang terdiri dari etnis Bugis, Makassar, Mandar dan Tionghoa.<br />

Pertumbuhan penduduk Kota pare masa kurung tahun 1971-1990 rata-rata<br />

pertumbuhan pada kisaran 1,77%- 1,89%. Periode 1990-2000 mengalami<br />

pertumbuhan yang melambat 0,65%, Pertumbuhan penduduk tahunan tertinggi<br />

terjadi pada tahun 2013.<br />

33


Tabel 5.1<br />

Jumlah Penduduk dan tingkat pertumbuhan tahunan Penduduk Kota Parepare<br />

.<br />

No Tahun Jumlah penduduk<br />

(jiwa)<br />

Pertumbuhan Rata2 Pertahun<br />

(%)<br />

1 1971 72.471 -<br />

2 1976 78.981 1,79<br />

3 1980 86.450 1,89<br />

4 1990 101.746 1,77<br />

5 2000 108.326 0,65<br />

6 2010 129.542 1,96<br />

7 2012 132.048 0,97<br />

8 2013 135. 200 2.39<br />

9 2014 136. 903 1,27<br />

Masalah ketenagakerjaan dengan kondisi kependudukan tersebut<br />

memperlihatkan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja 60,37%, Tingkat<br />

pertumbuhan tenaga Kerja 7,08%. Jumlah penduduk yang bekerja 54.812 Jiwa<br />

dengan lapangan pekerjaan terbanyak menyerap tenaga kerja adalah sektor<br />

perdagangan, yaitu 20.657 Jiwa (39,60%), dan menjadikan Kota Parepare<br />

sebagai kota dagang atau jasa ditampilkan pada Tabel 5.2.<br />

Tabel 5.2<br />

Statistik Ketenagakerjaan Kota Parepare, 2014<br />

No Uraian 2014<br />

1. Tingkat Partisipasi Ankatan Kerja (%) 60,37<br />

2. TPT (%) 7,08<br />

3. Bekerja (jiwa) 54.812<br />

4. Pertumbuhan Tenaga Kerja (%) 9,87<br />

5 Bekerja di Sektor (jiwa)<br />

5.1 Pertanian 1405<br />

5.2 Industri 3973<br />

5.3 Perdagangan 20657<br />

5.4 Jasa 16904<br />

5.5 Lainnya 11873<br />

A.5. Pendidikan<br />

Kemajuan pendidikan ditunjukkan pada harapan lama sekolah, rata-rata<br />

lama sekolah dan tingkat partisipasi sekolah. Rata-rata lama sekolah penduduk<br />

Parepare lebih tinggi yaitu 9,95 tahun bila dibandingkan rata-rata lama sekolah<br />

provinsi Sulawesi Selatan yaitu 7,49 tahun. Indikator pendidikan dengan<br />

34


menggunakan indikator harapan lama sekolah tahun 2014 yaitu 14,04 tahun<br />

artinya diharapkan dapat menyelesaikan pendidikannya sampai SLTA, dan<br />

rata-rata capain adalah setara SLTP (9,95 tahun).<br />

Tabel 5.3<br />

Indikator pendidikan di Kota Parepare 2013-2014<br />

No Uraian 2013 2014<br />

1. Harapan Lama sekolah(tahun) 12,65 14,04<br />

2. Rata-rata Lama Sekolah (tahun) 9,89 9,95<br />

3. Angka Partisipasi Sekolah<br />

3.1 7 - 12 98,77 99,93<br />

3.2 12 – 15 91,72 97,62<br />

3.3 16 – 18 72,56 76,66<br />

3.4 19 – 24 35,29 36,87<br />

A.6. Pembangunan Manusia<br />

Pembangunan manusia yang diukur dengan indeks pembangunan<br />

manusia (IPM), kota Parepare menempati urutan kedua setelah Kota Makassar<br />

di Sulawesi-Selatan. IPM kota Makassar 70 lebih tinggi dari Propinsi IPM 60.<br />

Nilai IPM Kota Parepare dari tahun ke tahun mengalami pertumbuhan,<br />

komponen kesehatan tahun 2014 ditunjukkan dengan indeks kesehatan<br />

dengan mengukur harapan hidup 70,39 tahun, pendidikan dengan mengukur<br />

harapan sekolah 14,05 tahun dan rata-rata lama sekolah 9,95 tahun, dan dari<br />

indicator ekonomi ditunjukkan dengan pengeluaran perkapita ril yang<br />

mencapai12,692 ribu rupiah pertahun.<br />

Tabel 5.4<br />

IPM Kota Parepare Tahun 2014<br />

No Indikator 2012 2013 2014<br />

1. Angka Harapan Hidup (Tahun) 70,37 70,38 70,39<br />

2. Angka Harapan Lama Sekolah<br />

(Tahun)<br />

13,58 13,65 14,04<br />

3. Rata-Rata Lama Sekolah (Tahun) 9,68 9,89 9,95<br />

4. Pengeluaran Perkapita Ril (Rp.<br />

000)<br />

12.419 12.554 12.692<br />

35


A.7. Pariwisata<br />

Pantai yang sering dijadikan pusat<br />

rekreasi oleh masyarakat Parepare, yaitu<br />

pantai Lumpue. Pantai ini berada di<br />

Kecamatan Bacukiki Barat Lokasinya dekat<br />

dengan fasilitas umum seperti masjid dan<br />

puskesmas, disediakan pula rumahyang<br />

terbuat dari bambu beratap nipa yang bisa<br />

Gambar 5.2 Pantai Lumpue disewa oleh wisatawan.Pantai<br />

lumpuememiiki air laut bening dengan pasir<br />

pantai halus kecoklatan.<br />

Pantai ini tidak mengalami perubahan besar meskipun pada tahun 1980-<br />

an pernah ditambahkan fasilitas pendukung tetapi tidak mampu mengubah<br />

komposisi alamnya. Lokasi ini dulunya hanya dipakai oleh orang-orang penting,<br />

namun karena gencarnya promosi akhirnya Lumpue yang semula untuk<br />

pemandian berubah menjadi wisata pantai di Sulawesi Selatan.<br />

Gambar 5.3. Kebu Raya Jompie<br />

Kebun Raya Jompie<br />

merupakan hutan kota yang dijadikan<br />

tempat pariwisata, dibangun sejak<br />

tahun 1920 menyimpan keanekaragaman<br />

hayati serta menjadi objek<br />

wisata dan pusat penelitian tumbuhan<br />

tropis, terutama tanaman endemik<br />

Sulawesi.Jarak dari pusat Kota<br />

Parepare yakni sekitar 3,5 km. Letak<br />

strategis karena mudah dijangkau<br />

dengan kendaraan pribadi maupun<br />

kendaraan umum.<br />

Kebun yang mempunyai luas 13,5 hektar ini menawarkan rekreasi<br />

seperti kolam renang, area perkemahan, dan jalan setapak untuk wisatawan<br />

yang ingin menikmati hutan dan pepohonan dengan berjalan-jalan. Hutan<br />

36


Jompie sebagai hutan kota terbaik keenam se-Indonesia pada saat Resepsi<br />

Kenegaraan HUT RI ke-65 Hutan seluas 13,6 hektar itu sebelumnya diputuskan<br />

oleh Pemerintah Pusat sebagai hutan kota terbaik di Sulawesi Selatan. Selain<br />

hutan, terdapat juga kebun raya yang ditetapkan sebagai pusat koleksi dan<br />

konservasi tumbuhan kawasan pesisir Wallacea dengan menonjolkan<br />

keanekaragaman tumbuhan obat, tumbuhan adat dan ethobotani. Dalam<br />

kawasan ini terdapat beberapa fasilitas fisik, antara lain kolam renang, 14 unit<br />

shelter (tempat istirahat), arena perkemahan (camping ground), gedung<br />

pertemuan, saluran drainase, dan jalan setapak yang menjangkau setiap sudut<br />

kawasan.<br />

Keanekaragaman tumbuhan di kawasan ini menurut analisis dari Tim<br />

Analisis Vegetasi Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor serta<br />

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), terdiri dari 90 jenis yang berasal<br />

dari 81 marga tumbuhan. Sebanyak 7 jenis di antaranya telah teridentifikasi<br />

secara lengkap. Sepuluh jenis baru diketahui marganya, dan tiga jenis baru<br />

teridentifikasi sampai pada tingkat suku. Beberapa di antaranya diketahui<br />

sebagai tumbuhan langka.<br />

Gambar 5.4<br />

Terumbu Karang Tonrangeng<br />

Di Parepare, pelestarian terumbu<br />

karang sudah dilakukan dan menjadi salah<br />

satu daya tarik wisata di Parepare. Untuk<br />

melestarikan kein-dahan dan kehidupan<br />

bawah laut. Sehingga warga Kota Parepare<br />

khu-susnya yang bermukim di kawasan<br />

Tonrangeng-Lumpue berpeluang menjadi<br />

pengusaha budidaya terumbu karang.<br />

Pemerintah Kota Parepare “menyulap”<br />

kawasan ini sebagai pusat pelestarian terumbu<br />

karang dan budidaya terumbu karang bagi<br />

warga lokal dan wisatawan<br />

37


Gambar .5.5<br />

Waterboom Parepare<br />

Objek wisata Waterboom Parepare kini<br />

telah menjelma menjadi primadona bagi warga<br />

di kawasan Ajattappareng untuk mengisi liburan<br />

akhir pekan maupun liburan sekolah bagi<br />

pelajar. Di setiap akhir pekan, puluhan bus<br />

maupun mobil pribadi dari berbagai daerah di<br />

sekitar Parepare berjejal di kawasan<br />

waterboom. Fasilitas-fasilitas tersebut antara<br />

lain ketersediaan puluhan gazebo-gazebo<br />

tempat pengunjung duduk bersantai bersama<br />

keluarganya sambil menikmati waterboom.<br />

Gambar 5.6.<br />

Flying fox di River Ladoma, Bacukiki<br />

Gambar 5.7<br />

Pantai Mattirotasi<br />

River Ladoma adalah sebuah objek<br />

wisata yang memanfaatkan keindahan dan<br />

bentang alam Sungai Ladoma sebagai daya<br />

tarik wisata. River Ladoma terletak di<br />

Kecamatan Bacukiki. Di objek wisata ini<br />

terdapat fasilitas pemancingan, gazebo,<br />

motor ATV, arena soft-gun, trekking dan<br />

flying fox. Pengunjung juga bisa menikmati<br />

kesegaran Sungai Ladoma dengan<br />

berendam kaki maupun mandi. Sungai<br />

Ladoma memiliki batu-batu andesit<br />

berukuran besar berbentuk bulat dan<br />

lonjong.<br />

Pantai yang terletak di Jalan<br />

Mattirotasi memiliki pemandangan lepas ke<br />

arah Teluk Parepare. Pantai ini memiliki<br />

beberapa gazebo, bangku taman,lintasan<br />

jogging, batu-bate andesit berukuran besar<br />

38


Sebagai penahan abrasi dan lapangan yang dimanfaatkan warga untuk<br />

berolahraga.Pantai Mattirotasi ramai dikunjungi warga Parepare di hari Minggu<br />

untuk berolahraga dan bersantai.<br />

Objek Wisata Lainnya, yaitu: Sumur Jodoh Soreang, Goa<br />

Tompangeng, Desa Wisata Wattang Bacukiki, Salo Karajae, Museum<br />

Gandaria, Bendungan Lappa Angin, Pantai Torangeng.<br />

A.8. Transportasi<br />

Kota Parepare bisa dicapai dengan transportasi darat atau laut.<br />

Parepare terletak di jalur utama lalu lintas ke Sulawesi Barat, Tana Toraja dan<br />

Palopo. Pelabuhan Nusantara menghubungkan Parepare dengan kota-kota di<br />

pesisir Kalimantan, Surabaya dan kota-kota pelabuhan di Indonesia bagian<br />

timur. Parepare juga merupakan pelabuhan bagi orang - orang di daerah<br />

Ajatappareng.<br />

Darat: Parepare mempunyai akses<br />

transportasi darat yang terdiri dari Pete-<br />

Pete, Bus, Taksi, Becak dan Kereta.<br />

Luas Parepare tidak seluas kota-kota<br />

besar lainnya sehingga jumlah<br />

transportasi Parepare terbilang sedikit.<br />

Terdapat 4 pelabuhan di Parepare, di<br />

antaranya:Pelabuhan Nusantara,<br />

Pelabuhan Cappa Ujung, Pelabuhan<br />

Lontange, Pelabuhan Cempae<br />

Gambar: 5.8<br />

Pelabuhan Nusantara Parepare<br />

39


A.9. Pers & Media<br />

Terdapat surat kabar yang beroperasi di daerah Parepare, yaitu Pare Pos [28] .<br />

Selain itu ada pula puluhan stasiun radio di Parepare dan sebuah televisi lokal<br />

yang beroperasi di Parepare, yaitu MCTV Pare (Mitra Citra Televisi Parepare).<br />

B. Gambaran Umum Kota Makassar<br />

B.1. Kondisi Geografi Wilayah<br />

Letak, Luas, dan Batas Wilayah<br />

Secara geografis, Kota Makassar terletak di Pantai Barat pulau<br />

Sulawesi dan barada pada titik koordinat 119°4‟29,038” – 119°32‟35,781”<br />

Bujur Timur dan 4°58‟30,052” – 5°14‟0,146” Lintang Selatan. Posisi geografis<br />

Kota Makassar ini sangat strategis terletak di titik sentral Negara Kepulauan<br />

Republik Indonesia (NKRI), Kota Makassar merupakan penghubung antara<br />

Kawasan Barat dan Kawasan Timur Indonesia. Hal ini menjadikan<br />

Makasssar sebagai the Center point of Indonesia dan menjadi “main<br />

gate” bagi wilayah timur Indonesia ataupun sebaliknya. Selain itu, kota ini<br />

berbatasan langsung dengan Selat Makassar sebagai jalur pelayaran<br />

alternatif (ALKI) yang mampu menunjang percepatan alur lintas barang dan<br />

jasa. Dengan demikian jika ditinjau dari letak dan posisinya, Makassar yang<br />

merupakan ibukota Provinsi Sulawesi Selatan memiliki nilai strategis yang<br />

tinggi dan berpotensi menjadi pusat produksi dan distribusi barang yang<br />

ekonomis dan cepat dalam rangka mendorong kemajuan perekonomian<br />

Indonesia bagian timur.<br />

Luas Wilayah Kota Makassar tercatat 175,77 km persegi, dengan<br />

batas-batas wilayah administratif sebagai berikut :<br />

Sebelah Utara : Kabupaten Maros<br />

Sebelah Selatan : Kabupaten Gowa<br />

Sebelah Timur : Kabupaten Gowa<br />

Sebelah Barat : Selat Makassar<br />

Secara administratif Kota Makassar terbagi atas 14 Kecamatan dan<br />

143 Kelurahan. Bagian utara kota terdiri atas Kecamatan Biringkanaya,<br />

Kecamatan Tamalanrea, Kecamatan Tallo, dan Kecamatan Ujung Tanah.<br />

40


Di bagian selatan terdiri atas Kecamatan Tamalate dan Kecamatan<br />

Rappocini. Di bagian Timur terbagi atas Kecamatan Manggala dan<br />

Kecamatan Panakkukang. Bagian barat adalah Kecamatan Wajo,<br />

Kecamatan Bontoala, Kecamatan Ujung Pandang, Kecamatan Makassar,<br />

Kecamatan Mamajang, dan Kecamatan Mariso. Rincian luas masing-masing<br />

kecamatan, diperbandingkan dengan persentase luas wilayah Kota<br />

Makassar sebagai berikut :<br />

Tabel 5.5.<br />

Luas Wilayah Dirinci Menurut Kecamatan di Kota Makassar Tahun 2013<br />

Kode<br />

Kecamatan Luas (Km2) Persentase (%)<br />

Wilayah<br />

010 Mariso 1.82 1.04<br />

020 Mamajang 2.25 1.28<br />

030 Tamalate 20.21 11.50<br />

031 Rappocini 9.23 5.25<br />

040 Makassar 2.52 1.43<br />

050 Ujung Pandang 2.63 1.50<br />

060 Wajo 1.99 1.13<br />

070 Bontoala 2.1 1.19<br />

080 Ujung Tanah 5.94 3.38<br />

090 Tallo 5.83 3.32<br />

100 Panakukang 17.05 9.70<br />

101 Manggala 24.14 13.73<br />

110 Biringkanaya 48.22 27.43<br />

111 Tamalanrea 31.84 18.11<br />

7371 Makassar 175.77 100.00<br />

Sumber : Makassar Dalam Angka 2014<br />

Selain memiliki wilayah daratan, Kota Makassar juga memiliki wilayah<br />

kepulauan yang dapat dilihat sepanjang garis pantai Kota Makassar. Pulau ini<br />

merupakan gugusan pulau-pulau karang sebanyak 12 pulau, bagian dari<br />

gugusan pulau-pulau Sangkarang, atau disebut juga pulau-pulau Pabbiring,<br />

atau Iebih dikenal dengan nama Kepulauan Spermonde. Pulau-pulau tersebut<br />

adalah Pulau Lanjukang (terjauh), Pulau Langkai, Pulau Lumu-Lumu, Pulau<br />

Bonetambung, Pulau Kodingareng Lompo, Pulau Barrang Lompo, Pulau<br />

Barrang Caddi, Pulau Kodingareng Keke, PulauSamalona, Pulau Lae-Lae,<br />

Pulau Lae-Lae Kecil (gusung) dan Pulau Kayangan (terdekat). Sebaran 14<br />

41


Kecamatan dan wilayah Kepulauan Kota Makassar dapat dilihat pada<br />

gambar 5.9, Peta Administrasi Kota Makassar.<br />

Gambar 5.9. Peta Administrasi Kota Makassar, Tahun 2015<br />

Iklim<br />

Kota Makassar termasuk daerah yang beriklim sedang hingga tropis.<br />

Suhu udara minimum rata-rata bulanan berkisar antara 25,3 º C yang terjadi<br />

pada bulan Agustus dan tertinggi 28,4 º C pada bulan oktober. Suhu udara<br />

maksimum rata-rata bulanan berkisar antara 30,1 º C pada bulan oktober<br />

dan minimum 22,3 º C pada bulan September dengan intensitas curah hujan<br />

yang bervariasi. Intensitas curah hujan terendah terjadi pada bulan<br />

September dantertinggi pada bulan Februari. Tingginya intensitas curah<br />

hujan menyebabkan timbulnya genangan air di sejumlah wilayah kota ini.<br />

42


Selain itu, kurangnya daerah resapan dan drainase yang tidak berfungsi<br />

dengan baik memicu terjadinya bencana banjir.<br />

Topografi dan Bentuk Lahan<br />

Kota Makassar merupakan daerah dataran rendah, berada pada<br />

ketinggian 0-25 m di atas permukaan laut. Bentang lahannya relatif datar,<br />

bergelombang hingga berbukit dengan tingkat kemiringan lereng berada<br />

pada kisaran 0-15%. Berdasarkan klasifikasi kelerengan, 85% wilayah Kota<br />

Makassar memiliki kemiringan 0-2%, sekitar 10% memiliki kemiringan 2-3%<br />

dan hanya sekitar 5% yang memiliki 3-15%.<br />

Hidrologi<br />

Kondisi hidrologi Kota Makassar dipengaruhi oleh 2 (dua) sungai<br />

besar yakni Sungai Jene'berang dan Sungai Tallo, dimana<br />

keduanyabermuara di pantai sebelah Barat kota Makassar. Sungai<br />

Je‟neberang berasal dari bagian timur Gunung Bawakaraeng dan Gunung<br />

Lompobattang, memiliki Panjang sekitar 75,6 km dan mengalir melintasi<br />

wilayah Kabupaten Gowa dan bermuara di bagian Selatan Kota Makassar.<br />

Dipinggiran Sungai Jene‟berang terdapat salah satu ikon sejarah dan budaya<br />

yakni Benteng Somba Opu. Keberadaan benteng tersebut mengisyaratkan<br />

bahwa Sungai Jene‟berang di zaman Kerajaan Sultan Hasanuddin pernah<br />

menjadi jalur transportasi dan jalur niaga yang penting. Dibagian hulu sungai<br />

ini terdapat reservoir yakni Bendungan Bili-Bili yang merupakan sumber<br />

utama air bersih dan tenaga listrik Kota Makassar. Debit aliran sungai ini<br />

mengalami penurunan tiap tahunnya akibat meningkatnya tingkat sebaran<br />

lumpur (sedimen) dari daerah hulu terutama pasca longsornya Gunung<br />

Bawakaraeng. Selanjutnya Sungai Tallo dan Pampang yang bermuara di<br />

bagian Utara Makassar adalah sungai dengan kapasitas rendah berdebit<br />

kira-kira 143,07 liter/detik dengan panjang sungai 61,2 km. Selain itu, Kota<br />

Makassar juga dipengaruhi oleh sistem hidrologi saluran perkotaan, yakni<br />

kanal-kanal yang hulunya di dalam kota dan bermuara di laut.<br />

43


B.2. Tata Ruang dan Wilayah<br />

Berdasarkan peta tutupan lahannya, pola penggunaan ruang di Kota<br />

Makassar didominasi oleh kawasan peruntukan perumahan, kemudian diikuti<br />

kawasan peruntukan sawah dan tambak. Peruntukan kawasan yang cukup<br />

menonjol lainnya adalah kawasan bisnis dan kawasan industri. Kawasan bisnis<br />

tersebar terutama pada wilayah kecamatan-kecamatan di bagian barat kota,<br />

seperti Kecamatan Wajo, Bontoala, Ujung Pandang, Makassar, Panakukang<br />

dan Mariso, sedangkan di bagian timur kota kawasan bisinis ini berkembang di<br />

Kecamatan Biringkanaya. Selanjutnya kawasan industri terkonsentrasi di<br />

bagian utara kota yakni di Kecamatan Biringkanaya dan Kecamatan<br />

Tamalanrea.<br />

Perkembangan Kota Makassar berbentuk urban sprawl, yakni<br />

berkembang kearahpinggiran kota, khususnya dibagian timur dan selatan kota.<br />

Hal ini didukung oleh pertumbuhan penduduk yang tinggi pada wilayah-wilayah<br />

dibagian timur dan selatan kota, seperti Kecamatan Biringkanaya (bagian timur<br />

kota) mencatat pertumbuhan penduduk tertinggi (5,88% per tahun), disusul<br />

Kecamatan Manggala dan Tamalate (bagian selatan kota) dengan<br />

pertumbuhan penduduk terbesar kedua dan ketiga. Sementara daerah-daerah<br />

dibagian barat beberapa kecamatan mengalami pertumbuhan penduduk secara<br />

negatif.<br />

Sebaran kawasan perumahan di Kota Makassar memiliki tingkat<br />

kepadatan yang beragam.Kawasan perumahan dengan tingkat kepadatan<br />

tinggi terletak pada wilayah-wilayah bagian barat kota, seperti Kecamatan<br />

Makassar, Ujung Pandang, Bontoala, Wajo, Mariso dan Mamajang. Klusterkluster<br />

perumahan di Kota Makassar berkembang kearah timur dan selatan<br />

kota dengan tingkat kepada rendah hingga sedang, terutama di Kecamatan<br />

Biringkanaya dan dan Kecamatan Manggala dibagian timur dan Kecamatan<br />

Tamalate di bagian selatan kota. Perkembangan kluster perumahan dibagian<br />

kota ini diprediksi terus berkembang beberapa tahun kedepan, mengingat di<br />

daerah ini masih terdapat lahan peruntukan sawah yang seringkali lebih mudah<br />

terkonversi menjadi kawasan perumahan.<br />

44


Gambar 5.10. Peta Penutupan Lahan Kota Makassar, Tahun 2015<br />

B.3. Infrastruktur Daerah<br />

Infrastruktur Jalan<br />

Panjang jalan di Kota Makassar selama periode 2009-2013 tidak<br />

meningkat, namun jenis konstruksi jalan di daerah ini semakin baik.Selama<br />

periode 2009-2013, panjang jalan di Kota Makassar panjang jalannya tidak<br />

berubah yakni sepanjang 1593.46 Km. Dari panjang jalan tersebut sekitar 96%<br />

diantaranya berada dibawah kewenangan pemerintah Kota Makassar. Sisanya<br />

sekitar 2,19 % merupakan jalan nasional, 0,97% merupakan jalan provinsi dan<br />

sekitar 1,05 % merupakan jalan tol. Meskipun panjang jalan di Kota Makassar<br />

tidak bertambah dalam lima tahun terakhir, namun bentuk konstruksi jalannya<br />

semakin membaik, hal ini ditunjukkan oleh panjang jalan dengan konstruksi<br />

beton dan beraspal terus meningkat. Pada tahun 2009 panjang jalan dengan<br />

sistem konstruksi beton hanya sepanjang 34,53 Km meningkat menjadi 74,39<br />

Km pada tahun 2013. Trend serupa juga terjadi untuk jenis jalan dengan<br />

45


Kilometer<br />

konstruksi beraspal. Pada tahun 2009 panjang jalan beraspal di daerah ini<br />

sepanjang 1.170,76 Km meningkat menjadi 1.261,50 Km. Trens sebaliknya<br />

terjadi untuk jenis jalan dengan konstruksi tanah, kerikil/berbatu dan konstruksi<br />

paving Blok. Gambaran mengenai perkembangan panjang jalan di Kota<br />

Makassar menurut bentuk konstruksi jalan serta proporsi jalan menurut status<br />

dapat dilihat pada gambar berikut :<br />

1800,00<br />

1600,00<br />

1400,00<br />

1200,00<br />

1000,00<br />

800,00<br />

600,00<br />

400,00<br />

200,00<br />

0,00<br />

2009 2010 2011 2012 2013<br />

Beton 34,53 34,53 34,53 60,09 74,39<br />

Paving Blok 263,17 263,17 297,83 191,41 191,41<br />

Tanah 76,00 76,00 55,23 52,89 49,10<br />

Kerikil/Berbatu 49,00 49,00 35,11 19,55 17,06<br />

Aspal 1170,76 1170,76 1170,76 1269,52 1261,50<br />

Proporsi Jalan Menurut Status Jalan di<br />

Kota Makassar Tahun 2013 (%)<br />

Kabupaten<br />

95,80%<br />

Other<br />

4,20%<br />

Nasional<br />

2,19%<br />

Provinsi<br />

0,97%<br />

Tol<br />

1,05%<br />

Gambar 5.11.Panjang Jalan Menurut Konstruksi Tahun 2009-2013 dan<br />

Proporsi jalan menurut status di Kota Makassar, Tahun 2013<br />

Proporsi jalan dengan kondisi rusak ringan hingga rusak parah di Kota<br />

Makassar terus meningkat dalam lima tahun terakhir.Pada tahun 2009 proporsi<br />

jalan dengan kondisi rusak ringan hingga rusak parah sekitar 43,57% dan<br />

meningkat menjadi 54,66% pada tahun 2013. Pada tahun 2009, panjang jalan<br />

dengan kondisi baik di daerah ini sepanjang 899,26 Km menurun menjadi<br />

722,46 Km tahun 2013. Disisi lain panjang jalan yang rusak berat juga semakin<br />

sedikit. Pada tahun 2009 panjang jalan yang rusak berat sekitar 369.41 Km<br />

menurun menjadi 179,14 Km tahun 2013. Kondisi tersebut mengisyaratkan<br />

bahwa pemeliharaan jalan di Kota Makassar lebih difokuskan pada jalan yang<br />

rusak berat. Terkonsentrasinya perbaikan pada kondisi jalan yang rusak berat<br />

ini menyebabkan jalan-jalan yang kondisinya rusak dan rusak ringan terus<br />

meningkat.<br />

46


Panjang Jalan Menurut Kondisi Jalan di Kota Makassar<br />

Tahun 2009-2013 (Km)<br />

1800,00<br />

1600,00<br />

1400,00<br />

1200,00<br />

1000,00<br />

800,00<br />

600,00<br />

400,00<br />

200,00<br />

0,00<br />

2009 2010 2011 2012 2013<br />

Kondisi Rusak Berat 369,41 273,58 318,58 238,50 179,14<br />

Kondisi Rusak 201,96 283,15 283,15 304,15 335,50<br />

Kondisi Sedang Rusak 122,83 264,04 264,04 423,46 356,36<br />

Kondisi Baik 899,26 772,69 727,69 627,36 722,46<br />

Gambar 5.12.Perkembangan Panjang Jalan Menurut Kondisi Jalan di Kota<br />

Makassar, Tahun 2009-2013<br />

Berbagai ruas jalan di Kota makassar memiliki tingkat kepadatan<br />

kendaraan yang terus meningkat. Meningkatnya jumlah kendaraan yang tidak<br />

dibarengi dengan penambahan ruas jalan menyebabkan tingkat kepadatan<br />

kendaraan dijalan terus meningkat sehingga penomena kemacetan semakin<br />

sering terjadi. Tingkat kepadatan kendaraan diberbagai ruas jalan di Kota<br />

Makassar yang diindikasikan dari rasio kendaraan terhadap panjang jalan yang<br />

terus meningkat. Pada tahun 2009 tingkat kepadatan kendaraan sebesar 28<br />

kendaraan per Km meningkat menjadi 30 kendaraan per km. Kondisi ini<br />

mengisyaratkan bahwa seiring dengan semakin banyaknya penduduk dan<br />

peningkatan pendapatan masyarakat, maka kebutuhan pengembangan<br />

infrastruktur jalan dan sistem transportasi perkotaan di Kota Makassar akan<br />

semakin diperlukan.<br />

47


Jum. Kenderaan per Km (Unit)<br />

30,50<br />

30,00<br />

Rasio Kenderaan Terhadap Panjang Jalan di Kota Makassar 2009-<br />

2013<br />

29,85<br />

30,14<br />

29,50<br />

29,00<br />

28,87<br />

28,50<br />

28,00<br />

27,50<br />

27,00<br />

26,50<br />

27,62<br />

28,08<br />

26,00<br />

2009 2010 2011 2012 2013<br />

Gambar 5.13.aPerkembangan Rasio Kendaraan Terhadap Panjang Jalan di<br />

Kota Makassar, Tahun 2009-2013<br />

Kota Makassar mempunyai tiga akses utama yang diklasifikasikan<br />

sebagai jaringan jalan primer, yakni 1) Jalan Perintis Kemerdekaan (arteri<br />

primer) menghubungkan akses ke bagian Timur wilayah Kota Makssar; 2)<br />

Jalan Tol Ir. Sutami menghubungkan akses ke bagian wilayah barat Kota<br />

Makssar, dan 3) Jalan Sultan Alauddin (arteri primer) menghubungkan akses<br />

bagian Selatan kota. Berbagai pusat-pusat pelayanan kota yang berada<br />

dibagian wilayah barat Kota Makassar umunya dihubungkan dengan jalankolektor<br />

dan sebagian jalan arteri sekunder. Sementara kluster-kluster<br />

perumahan dan pusat pelayanan yang berada di bagian timur dan selatan<br />

umumnya dihubungkan dengan jalan lokal.<br />

48


Gambar 5.13.<br />

Peta Jaringan Jalan Kota Makassar, Tahun 2015<br />

Sarana Perhubungan<br />

Armada angkutan darat yang mendukung sistem pergerakan barang dan<br />

orang di Kota Makassar terus meningkat, dengan tingkat pertumbuhan sekitar<br />

2,21% per tahun. Secara total jumlah armada angkutan darat di Kota Makassar<br />

pada Tahun 2009 berjumlah sebanyak 44.016 unit meningkat menjadi 48.028<br />

unit pada Tahun 2013. Dengan kata lain bahwa selama periode 2009-2013<br />

armada angkutan darat di Kota Makassar telah bertambah sebanyak 4.012 unit<br />

atau rata-rata bertambah sekitar 1.003 unit setiap tahunnya.<br />

Jenis armada mobil beban/barang seperti Truk, Pick Up dan lainnya<br />

selain dominan, pertumbuhan jumlah jenis armada ini juga paling tinggi di Kota<br />

Makassar. Jenis Armada ini lebihmemiliki peran penting menunjang sistem<br />

49


pergerakan barang, tidak hanya berperan mengangkut barang antar tempat di<br />

wilayah Kota Makassar, jenis armada ini juga berperan menunjang mobilitas<br />

barang lintas kabupaten maupun lintas provinsi. Pada tahun 2009 armada<br />

angkutan darat<br />

jenis mobil beban di Kota Makassar berjumlah sebanyak<br />

30.777 unit atau sekitar 69,92% dari total armada angkutan darat. Pada tahun<br />

2013 jumlah armada jenis mobil beban meningkat menjadi 34.701 unit atau<br />

sekitar 72,25% dari total armada darat di daerah ini. Hal ini berarti bahwa<br />

selama periode 2009-2013 jenis armada ini bertambah sebanyak 3.942 unit<br />

atau rata-rata bertambah sebanyak 981 unit per tahunnya. Tingkat<br />

pertumbuhan jumlah armada ini mencapai sekitar 3,05% lebih tinggi dari<br />

pertumbuhan total angkutan darat di daerah ini yang hanya tumbuh sekitar<br />

2,21% per tahun.<br />

Tabel 5.5. Perkembangan Jumlah Armada Angkutan Darat Dirinci Menurut<br />

Jenis Kendaraan di Kota Makassar Tahun 2009-2013<br />

No.<br />

Jenis Kenderaan<br />

Jumlah Armada Angkutan Darat di<br />

Kota Makassar (Unit)<br />

2009 2010 2011 2012 2013<br />

Pertumb<br />

2009-<br />

2013 (%)<br />

1<br />

Mobil Penumpang<br />

Umum 5413 5433 5449 5456 5462 0.23<br />

2 Mobil Bus 7826 7860 7846 7842 7865 0.12<br />

3 Mobil Barang/Beban 30777 31447 32713 34263 34701 3.05<br />

Jumlah 44016 44740 46008 47561 48028 2.21<br />

Sumber : Dinas Perhubungan, 2014.<br />

Selanjutnya jenis armada mobil penumpang seperti jeep, sedan dan<br />

lainnya pada tahun 2009 berjumlah sebanyak 5.413 unit meningkat menjadi<br />

5.462 unit pada tahun 2013, atau tumbuh sekitar 0,23% pertahun. Jenis armada<br />

ini terutama menunjang sistem pergerakan orang secara internal di wilayah<br />

Kota Makassar. Armada Bus, merupakan jenis armada angkutan darat<br />

terbanyak kedua setelah armada mobil beban. Pada tahun 2009 jumlah<br />

Armada Bus di Kota Makassar berjumlah sebanyak 7.826 unit meningkat<br />

menjadi 7.865 unit pada tahun 2013. Armada jenis ini memiliki peran vital dalam<br />

menunjang sistem pergerakan orang lintas wilayah, baik antar Kabupaten<br />

50


290,67<br />

295,00<br />

313,50<br />

317,55<br />

321,66<br />

Persentase (%)<br />

70,91<br />

72,95<br />

71,56<br />

73,45<br />

94,10<br />

Trayek Per Jum Pduduk<br />

maupun lintas Provinsi. Dibandingkan dengan perkembangan jumlah<br />

armadanya, maka jumlah jenis armada ini memiliki pertumbuhan paling kecil<br />

yakni hanya tumbuh sekitar 0,12% per tahun.<br />

Tingkat kelaikan kendaraan di Kota Makassar semakin baik, hal ini<br />

diindikasikan dari proporsi kendaraan yang telah lolos uji KIR di daerah ini<br />

semakin besar. Pada tahun 2009 jumlah kendaraan yang di uji kelaikannya<br />

sebanyak 31.210 kendaraan atau sekitar 70,91% dari total kendaraan yang ada<br />

di daerah ini, kemudian meningkat menjadi 94,10% pada tahun 2013.<br />

Rasio KIR Kenderaan di Kota Makassar<br />

Tahun 2009-2013<br />

Rasio Penduduk Terhadap Izin Trayek di<br />

Kota Makassar 2009-2013<br />

100,00<br />

90,00<br />

80,00<br />

70,00<br />

60,00<br />

50,00<br />

40,00<br />

30,00<br />

20,00<br />

10,00<br />

0,00<br />

2009 2010 2011 2012 2013<br />

325,00<br />

320,00<br />

315,00<br />

310,00<br />

305,00<br />

300,00<br />

295,00<br />

290,00<br />

285,00<br />

280,00<br />

275,00<br />

2009 2010 2011 2012 2013<br />

Gambar 5.14.Perkembangan Rasio KIR Kenderaan dan Rasio Penduduk<br />

terhadap Izin Trayek di Kota Makassar, Tahun 2009-2013<br />

Selama kurun waktu 2009-2013, izin trayek armada angkutan kota di<br />

Kota Makassar tidak bertambah yakni sebanyak 4.313 trayek. Strategi tersebut<br />

memang cukup efektif menekan pertambahan jumlah armada angkutan kota,<br />

khususnya jenis minibus kecil yang secara lokal disebut mobil Pete-Pete.<br />

Namun disisi lain, strategi tersebut menyebabkan rasio penduduk terhadap<br />

jumlah izin trayek semakin besar. Pada tahun 2009 rasio penduduk terhadap<br />

jumlah izin trayek di Kota Makassar sebesar 291 jiwa per izin trayek meningkat<br />

menjadi 322 jiwa per izin trayek tahun 2013. Kondisi ini tentu saja<br />

51


mengisyaratkan kebutuhan akan armada angkutan kota di daerah ini sudah<br />

merupakan persoalan yang mendasar.<br />

Sarana angkutan darat di Kota Makassar ditunjang oleh 2 (dua) terminal<br />

bus, yakni Terminal Regional Daya dan terminal Mallengkeri. Terminal ini<br />

terletak di bagian utara Kota Makassar, berimpit dengan Kawan Industri<br />

Makassar (KIMA). Secara administratif Terminal Regional Daya berada di<br />

wilayah Kecamatan Biringkanaya. Terminal ini merupakan terminal Bis antar<br />

kota menuju daerah-daerah di bagian utara, seperti Kota Parepare, Palopo,<br />

Bone dan lainnya. Sedangkan Terminal Mallengkeri berada dibagian selatan<br />

Kota Makassar, yang secara administrasi terletak di wilayah Kecamatan<br />

Tamalate. Terminal Mallengkeri merupakan terminal Bis antar kota menuju<br />

selatan kota, seperti Kabupaten Gowa, Takalar, Jeneponto, hingga Bulukumba<br />

dan Sinjai.<br />

Sistem pergerakan barang dan orang di Kota Makassar, selain ditopang<br />

oleh sarana perhubungan darat, juga ditunjang oleh sarana perhubungan laut<br />

dan udara. Jumlah pelabuhan laut yang ada di Kota Makassar sebanyak 3<br />

(tiga), masing-masing Pelabuhan Internasional Soekarno-Hatta, Pelabuhan<br />

Paotere dan Pelabuhan Untia. Ketiga pelabuhan tersebut terletak dibagian<br />

barat daya Kota Makassar.<br />

Pelabuhan Internasional Soekarno-Hatta dikelola oleh PT Pelindo IV,<br />

lokasinya sangat strategis karena berada pada salah satu poros maritim dunia<br />

yakni jalur ALKI II (Alur Pelayaran Indonesia). Alki II merupakan alur pelayaran<br />

yang menghubungkan kawasan Indonesia Barat dan Timur, melintasi Laut<br />

Sulawesi, Selat Makassar, Laut Flores, Selat Lombok. Pelabuhan Internasional<br />

Soekarno-Hatta terletak dibagian barat daya Kota Makassar yang secara<br />

administratif berada di Kecamatan Ujung Tanah.<br />

Pelabuhan Paotere merupakan pelabuhan rakyat yang memiliki nilai<br />

sejarah tinggi. Sejak abad ke 14 Pelabuhan Paotere merupakan pelabuhan<br />

yang ramai. Perahu Phinisinya menjelajahi berbagai wilayah di Nusantara,<br />

bahkan hingga ke Madagaskar. Pelabuhan Paotere juga berperan penting<br />

ketika Raja Gowa-Tallo mengirim 200 perahu Phinisi ke Malaka untuk<br />

berperang melawan Penjajah Belanda. Pelabuhan Paotere dikategorikan<br />

52


sebagai pelabuhan pengumpan, yakni pelabuhan yang fungsi pokoknya<br />

melayani kegiatan angkutan laut dalam negeri, alih muat angkutan laut dalam<br />

negeri dalam jumlah terbatas, merupakan pengumpan bagi pelabuhan utama<br />

dan pelabuhan pengumpul, dan sebagai tempat asal tujuan penumpang<br />

dan/atau barang, serta angkutan penyeberangan dengan jangkauan pelayanan<br />

provinsi. Selanjutnya pelabuhan Untia yang terletak di Kecamatan Biringkanaya<br />

berada di bagian utara kota Makassar. Fungsi utama pelabuhan ini adalah<br />

sebagai tempat pendaratan perahu-perahu nelayan. Dalam perencanaannya,<br />

Pelabuhan Untia akan dikembangkan sebagai pelabuhan khusus perikanan<br />

yang dilengkapi dengan berbagai fasilitas penunjang, seperti SPBU, cold<br />

storage dan lainnya.<br />

Tabel 5.6. Perkembangan Jumlah Pelabuhan Laut, Pelabuhan Udara dan<br />

Terminal Bus di Kota Makassar Tahun 2009-2013<br />

No.<br />

Jenis Kenderaan<br />

Jumlah Pelabuhan Laut/Udara/Terminal Bis<br />

di Kota Makassar (Unit)<br />

2009 2010 2011 2012 2013<br />

1 Pelabuhan Laut 3 3 3 3 3<br />

2 Pelabuhan Udara - - - - -<br />

3 Terminal Bis 2 2 2 2 2<br />

Jumlah 5 5 5 5 5<br />

Sumber : Dinas Perhubungan, 2014.<br />

Sistem pergerakan barang dan orang di Kota Makaasar juga ditopang<br />

oleh keberadaan Bandara Internasional Sultan Hasanuddin. Secara<br />

administratif bandara ini berada di wilayah Kabupaten Maros yang berbatasan<br />

langsung dengan wilayah Kota Makassar di bagian utara (Kecamatan<br />

Biringkanaya). Bandara Internasional Sultan Hasanuddin terintegrasi dengan<br />

sistem transportasi di Kota Makassar, dihubungkan denga jalur jalan Tol ke<br />

berbagai kawasan-kawasan strategis seperti Jalan Tol menuju Kawasan<br />

Industri, Kawasan Pelabuhan Sukarno Hatta dan Jalan Tol Reformasi menuju<br />

jantung Kota Makassar<br />

B.4. Kawasan Klaster Industri Kecil dan Menengah<br />

Usaha Mikro, Kecil dan Mengah di Kota Makassar terus berkembang<br />

dengan tingkat pertumbuhan sekitar 7,49 % per tahun. Pada tahun 2009<br />

53


Jumlah UKM (Unit)<br />

jumlah UMKM di daerah ini sebanyak 8.868 unit, meningkat menjadi 11.810<br />

unit pada tahun 2013. Lebih dari 90% UMKM di Kota Makassar merupakan<br />

Usaha Mikro Kecil, usaha ini bergerak di bidang perdagangan, industri dan<br />

jasa-jasa lainnya. Pada tahun jumlah usaha kecil mikro di daerah ini sebanyak<br />

8.140 unit (91,79%) dari keseluruhan UMKM, kemudian meningkat menjadi<br />

10.786 unit (91,32%) dari keseluruhan UMKM.<br />

14.000<br />

12.000<br />

10.000<br />

8.000<br />

6.000<br />

Perkembangan Jumlah UMKM di Kota Makassar<br />

Tahun 2009-2013<br />

8.868 9.058<br />

8.140 8.300<br />

10.146<br />

9.271<br />

10.765<br />

9.816<br />

11.810<br />

10.786<br />

4.000<br />

2.000<br />

-<br />

2009 2010 2011 2012 2013<br />

Jumlah Seluruh UKM<br />

Jumlah Usaha Mikro Kecil<br />

Sumber : RPJM Kota Makassar, 2014-2019<br />

Gambar 5.15.<br />

Perkembangan Jumlah UMKM di Kota Makassar, Tahun 2009-2013<br />

Jumlah Izin Usaha Industri (IUI) usaha industri kecil dan menengah<br />

yang diterbitkan di Kota Makassar selama periode 2013-2015 berjumlah 145<br />

unit usaha, dimana sekitar 60,69% IUI yang diterbitkan merupakan industri<br />

menengah, dan sekitar 39,31% merupakan Industri Kecil. Izin Usaha Industri<br />

kecil yang diterbitkan, terutama terkonsentrasi di empat kecamatan yakni,<br />

Kecamatan Rappocini, Kecamatan Biringkanaya, Kecamatan Manggala dan<br />

Kecamatan Tamalate. Sedangkan IUI Industri Menengah yang diterbitkan<br />

lebih terkonsentrasi di dua Kecamatan, yakni Kecamatan Biringkanaya dan<br />

Kecamatan Tamalanrea.<br />

54


Gambaran sebaran Industri Kecil dan Menengah yang diterbitkan izin<br />

usahanya selama periode 2013-2015 mengisyaratkan bahwa Kecamatan<br />

Tamalanrea dan Kecamatan Biringkanaya merupakan kluster Industri Kecil<br />

Menengah yang penting di Kota Makassar.<br />

B.5. Demografi dan Ketenagakerjaan<br />

Demografi<br />

Demografi menjelaskan masalah kependudukan meliputi pertumbuhan<br />

penduduk, dan pengelompokan penduduk. Pertumbuhan peduduk terkait<br />

dengan tingkat kelahiran, kematian dan perpindahan penduduk baik keluar<br />

maupun dari luar. Kelahiran dan migrasi masuk adalah faktor penambah, dan<br />

kematian dan migrasi keluar merupakan faktor pengurang.<br />

1. Pertumbuhan Penduduk<br />

Keadaan Penduduk Kota Makassar tahun 2010 tercatat berjumlah<br />

1.329.374 jiwa, dan tahun 2014 berjumlah 1.421.143 jiwa, dengan tingkat<br />

pertumbuhan rata-rata pertahun 1,499%. Tingkat pertumbuhan rata-rata<br />

perkecamatan berbeda dengan variasi pertumbuhan 0,17% - 2,32%. Terdapat<br />

7 Kecamatan dengan penyebaran diatas rata-rata, yaitu: Kecamatan Manggala<br />

2,32%, Kecamatan Tamalate 2,28%, Kecamatan Mamajang 1,96%, Kecamatan<br />

Biringkanaya 1,90%, Kecamatan Wajo 1,78%, Kecamatan Rappocini 1,71%<br />

dan Kecamatan Tamalanrea 1,54% (Tabel 5.7).<br />

Tingkat pertumbuhan tidak dipengaruhi oleh jumlah penduduk,<br />

Jumlah penduduk Kecamatan Tamalate sebesar 186.000 jiwa (pertumbuhan<br />

2,28%), Kecamatan Rappocini 161.650 Jiwa (pertumbuhan 1,71%), Kecamatan<br />

Tallo 145.216 jiwa (pertumbuhan 0,99%), Kecamatan Panakkukang 142.308<br />

jiwa (pertumbuhan 0,17%) dan Kecamatan Biringkanaya 140.829 jiwa<br />

(pertumbuhan 1,90%). Dengan memperhatikan pertumbuhan penduduk dan<br />

jumlah penduduk maka faktor penambahan penduduk Kota Makassar adalah<br />

migrasi masuk. Kecamatan Tamalate selain faktor luas wilayah, posisinya<br />

sebagai daerah perbatasan dan wilayah pemukiman baru di wilayah selatan<br />

Kota Makassar menjadikan wilayah mengalami pertumbuhan rata-rata yang<br />

55


tinggi. Berbeda dengan Kecamatan Panakukang dan Kecamatan Tallo, adalah<br />

pemukiman lama justru tingkat pertumbuhan penduduk rendah namun jumlah<br />

penduduk tinggi. Gambar 5.16, Sebaran jumlah penduduk menurut kecamatan<br />

memperlihatkan dua kecamatan dengan jumlah penduduk tertinggi dengan<br />

tingkat pertumbuhan tinggi yaitu: Kecamatan Tamalate dan Kecamatan<br />

Biringkanaya. Kecamatan dengan jumlah penduduk tinggi dan pertumbuhan<br />

penduduknya rendah adalah Kecamatan Panakkukang dan Kecamatan Tallo.<br />

Tabel 5.8. Penduduk Kota Makassar Menurut Kecamatan Tahun 2010-2014<br />

No<br />

Kecamatan<br />

Jumlah Penduduk (Jiwa).<br />

2010 2011 2012 2013 2014<br />

Rata-Rata<br />

Pertumbuh<br />

an<br />

Penduduk<br />

(%)<br />

1 Mariso 55.875 56.432 56.989 56.578 56.547 0,30<br />

2 Mamajang 58.998 59.585 60.172 58.087 63.501 1,96<br />

3 Tamalate 170.878 172.580 174.282 182.939 186.921 2,28<br />

4 Rappocini 151.091 152.596 154.101 156.665 161.650 1,71<br />

5 Makassar 81.700 82.514 83.328 81.054 84.014 0,73<br />

6 Ujung<br />

26.904 27.172 27.440 26.477 27.141 0,25<br />

Pandang<br />

7 Wajo 29.359 27.150 24.942 27.556 30.941 1,78<br />

8 Bontoala 54.197 54.738 55.278 52.631 55.937 0,87<br />

9 Ujung Tanah 46.688 47.153 47.618 46.836 48.531 0,99<br />

10 Tallo 134.294 135.633 136.972 138.419 145.216 0,99<br />

11 Panakkukang 141.382 142.790 144.199 144.997 142.308 0,17<br />

12 Manggala 117.075 118.242 119.409 130.943 127.897 2,32<br />

13 Biringkanaya 167.741 169.413 171.084 175.906 140.829 1,90<br />

14 Tamalanrea 103.192 104.220 105.249 108.984 104.710 1,54<br />

15 Makassar 1.339.374 1.350.218 1.361.063 1.388.072 1.421.143 1,499<br />

Sumber: Makassar Dalam Angka 2010-2014, Kecamatan Dalam Angka 2015,<br />

BPKAD 2014.<br />

Berdasarkan rata-rata pertumbuhan selama<br />

lima tahun, maka<br />

perkembangan jumlah penduduk Kota Makassar akan semakin meningkat<br />

sejalan dengan tumbuhnya pemukiman baru dipinggiran Kota Makassar dan<br />

pusat ekonomi baru di Kecamatan Tamalate (wilayah Selatan), Kecamatan<br />

Manggala (wilayah timur), Kecamatan Tallo, Kecamatan Biringkanaya, dan<br />

Kecamatan Tamalanrea diwilayah utara. Hasil proyeksi perkembangan jumlah<br />

penduduk kota Makassar untuk periode 2015-2019 mencapai 2.761.829 jiwa.<br />

Kecamatan Tamalate diproyeksi penduduknya bertambah menjadi 495.740 jiwa<br />

56


dan menjadi orbitasi dari COI (Centre of Indonesia), Kecamatan Manggala akan<br />

berpenduduk 364.363 jiwa bertumbuh sebagai kawasan pemukim di wilayah<br />

timur mengorbit pada kawasan perdagangan Panakukang dan Pendidikan<br />

diwilayah barat dan utara (Kecamatan Biringkanaya berpenduduk 336.077 jiwa<br />

dan Kecamatan Tamalanrea 215.190 jiwa). Kecamatan Tallo akan<br />

berpenduduk<br />

industri. (Tabel 5.8).<br />

359.509 berkembang terkait dengan kawasan pelabuhan dan<br />

Tabel 5.9. Proyeksi Penduduk Kota Makassar Menurut Kecamatan, Tahun<br />

2015-2019.<br />

No Kecamatan<br />

Jumlah Penduduk (Jiwa) .<br />

2015 2016 2017 2018 2019<br />

1 Mariso 58.254 60.013 61.826 63.693 65.616<br />

2 Mamajang 75.940 90.815 108.605 129.880 155.322<br />

3 Tamalate 227.183 276.119 335.595 407.882 495.740<br />

4 Rappocini 189.244 221.548 259.368 303.643 355.476<br />

5 Makassar 90.117 96.663 103.685 111.217 119.296<br />

6 Ujung Pandang 33.796 42.082 52.402 65.250 81.249<br />

7 Wajo 36.438 42.913 50.539 59.519 70.096<br />

8 Bontoala 60.800 66.086 71.832 78.077 84.865<br />

9 Ujung Tanah 53.334 58.612 64.414 70.789 77.795<br />

10 Tallo 174.081 208.685 250.168 299.896 359.509<br />

11 Panakkukang 144.732 147.198 149.706 152.257 154.851<br />

12 Manggala 157.686 194.415 239.698 295.528 364.363<br />

13 Biringkanaya 167.587 199.430 237.323 282.416 336.077<br />

14 Tamalanrea 120.935 139.676 161.320 186.318 215.190<br />

Makassar (Proyeksi) 1.581.868 1.818.347 2.090.179 2.402.648 2.761.829<br />

Pemukiman lama memperlihatkan pertumbuhan rendah, tidak hanya<br />

faktor wilayah yang sempit juga karena tingkat kepadatan yang sudah tinggi.<br />

Mengacu pada proyeksi penduduk menurut kecamatan, maka disusun grafik<br />

proyeksi penduduk Kota Makassar (Gambar Grafik 5.16).<br />

57


K<br />

e<br />

c<br />

a<br />

m<br />

a<br />

t<br />

a<br />

n<br />

Tamalanrea<br />

Biringkanaya<br />

Manggala<br />

Panakkukang<br />

Tallo<br />

Ujung Tanah<br />

Bontoala<br />

Wajo<br />

Ujung Pandang<br />

Makassar<br />

Rappocini<br />

Tamalate<br />

Mamajang<br />

Mariso<br />

2019<br />

2018<br />

2017<br />

2016<br />

2015<br />

0 100000 200000 300000 400000 500000 600000<br />

Jumlah Penduduk (Jiwa)<br />

Gambar 5.16<br />

Proyeksi Penduduk Kota Makassar Menurut Kecamatan (2015-2019).<br />

Pada Gambar 19. pemukiman lama, seperti Kecamatan Ujung Tanah,<br />

Kecamatan Bontoala, Kecamatan Wajo, Kecamatan Ujung Pandang,<br />

Kecamatan Mamajang dan Kecamatan Mariso pertumbuhan rendah karena<br />

cenderung wilayah ini tumbuh hanya karena kelahiran, migrasi masuk rendah<br />

dan terjadi migrasi keluar. Kecamatan lain yang merupakan pemukiman baru,<br />

seperti: Kecamatan Tamalate, Kecamatan Manggala, Kecamatan Tamalanrea<br />

dan Kecamatan Biringkanaya.<br />

2. Penduduk Berdasarkan Umur<br />

Penggambaran penduduk berdasarkan pengelompokan umur sangat<br />

penting dalam mengukur wilayah sebagai sumberdaya yang dikaitkan dengan<br />

aktivitas ekonomi diantaranya penduduk dengan usia angkatan kerja dan usia<br />

dalam kategori beban tanggungan. Usia beban tanggungan adalah penduduk<br />

usia umur 0 – 17 tahun dan penduduk usia 55 tahun. Dengan kesadaran akan<br />

pentingnya pendidikan maka beban tanggungan untuk konsumsi pendidikan<br />

58


meningkat dengan sendirinya usia beban tanggungan mengalami pergeseran<br />

yang diindikasikan dengan tingkat partisipasi pendidikan pada jenjang<br />

pendidikan yang lebih tingi, demikian juga usia diatas lima puluh tahun tidaklah<br />

menjadi batas bekerja hal ini dikarenakan harapan hidup yang meningkat<br />

karena kualitas kehidupan yang lebih baik, sehingga terjadi penambahan usia<br />

untuk seseorang untuk menjadi beban tanggungan. Tabel 5.9 adalah jumlah<br />

penduduk berdasarkan usia.<br />

Tabel 5.10. Penduduk Kota Makassar Berdasakan Usia, Periode 2010-2014<br />

No<br />

Kelompok Umur<br />

Jumlah Penduduk (Jiwa)<br />

2010 2011 2012 2013 2014<br />

1. 0 -4 128.470 129.719 130.550 122.875 141.662<br />

2. 5 – 9 127.960 129.097 130.032 142.087 137.112<br />

3. 10 – 14 119.031 119.995 120.959 138.426 120.004<br />

4. 15 – 19 141.584 142.730 143.876 132.926 174.251<br />

5. 20 - 24 169.068 170.436 171.806 152.948 141.514<br />

6. 25 – 29 130.594 131.652 132.709 117.568 117.399<br />

7. 30 – 34 110.010 112.910 111.791 133.091 114.574<br />

8. 35 – 39 97.387 98376 98.964 122.735 92.696<br />

9. 40 – 44 86.554 872.67 87.955 95.752 98.801<br />

10. 45 – 49 67.755 68.310 68.852 81.871 88.752<br />

11 50 – 54 50.763 51.675 51.585 60.210 65.264<br />

12. 55 - 59 37.099 37.900 37.701 43.930 49.201<br />

13. 60- 64 28.154 24.842 28.609 14.739 33.024<br />

14 >65 44.945 45.309 45.674 28.914 46.889<br />

Sumber : Statistik Kota Dalam Angka, dan Kecamatan Dalam Angka, 2010 -<br />

2015.<br />

Dengan memperhatikan struktur umur penduduk kota Makassar dimana<br />

kelompok usia 0-34 tahun adalah jumlah penduduk terbanyak sepanjang lima<br />

tahun terakhir. Kelompok usia 15-19 dan 20-24 adalah kelompok umur<br />

terbanyak yang menjadi penduduk Kota Makassar, yang berindikasi bahwa<br />

pertumbuhan penduduk di Kota Makassar dikontribusikan oleh migrasi masuk<br />

terutama untuk mengikuti pendidikan dan bekerja. Hal ini dikaitkan pula dengan<br />

sebaran penduduk dan pertumbuhannya di wilayah-wilayah pendidikan dan<br />

wilayah industri dan jasa perdagangan.<br />

59


Jumlah (Jiwa)<br />

200000<br />

180000<br />

160000<br />

140000<br />

120000<br />

100000<br />

80000<br />

60000<br />

40000<br />

2010<br />

2011<br />

2012<br />

2013<br />

2014<br />

20000<br />

0<br />

0 -4 5 –<br />

9<br />

10 –<br />

14<br />

15 –<br />

19<br />

20 -<br />

24<br />

25 –<br />

29<br />

30 –<br />

34<br />

35<br />

– 39<br />

40 –<br />

44<br />

Kelompok Umur<br />

45 –<br />

49<br />

50 –<br />

54<br />

55 -<br />

59<br />

60 – >65<br />

64<br />

Gambar 5.17<br />

Penduduk Kota Makassar Menurut Umur Periode 2010 -2014<br />

Peningkatan penduduk Kota Makassar cukup tinggi pada kelompok usia<br />

0-4 tahun, 0-19 tahun, dan diatas kelompok umur 40 tahun, kemudian<br />

mengalami penurunan mulai usia 24-39 tahun, ini artinya pertumbuhan<br />

penduduk didominasi pada usia diatas 18 usia melanjukan pendidikan.<br />

Peningkatan penduduk pada kelompok umur diatas 40 tahun dan melonjak<br />

tajam pada kelompok umur diatas 65 tahun menunjukkan bahwa Kota<br />

Makassar adalah pemukiman yang masih nyaman dan menjadi harapan<br />

sebagai daerah pendidikan yang diminati oleh penduduk khususnya<br />

masyarakat kawasan Timur Indonesia. Untuk penjelasan lebih baik lagi<br />

mengenai penduduk kelompok umur, dijelaskan penyebaran penduduk Kota<br />

Makassar menurut kecamatan (Tabel 5.10 dan Gambar 5.18).<br />

60


35000<br />

30000<br />

25000<br />

20000<br />

15000<br />

10000<br />

5000<br />

0<br />

0-4<br />

5-9"<br />

'10-14<br />

'15-19<br />

'20-24<br />

'25-29<br />

'30-34<br />

'35-39<br />

'40-44<br />

'45-49<br />

'50-54<br />

'55-59<br />

'60-64<br />

>65<br />

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14<br />

Gambar 5.18<br />

Penduduk Kota Makassar Menurut Kelompok Umur dan Kecamatan<br />

Menunjukkan bahwa ada 6 (enam) kecamatan yang memperlihatkan<br />

pertumbuhan dan jumlah penduduk yang besar yaitu : Kecamatan Tamalate (3),<br />

Kecamatan Tallo (9), Kecamatan Rappocini (10), Kecamatan Manggala (12),<br />

Kecamatan Biringkanaya (13), dan Kecamatan Tamalanrea (14) . Gambaran<br />

struktur umur juga berbeda antara satu kecamatan dengan kecamatan lain<br />

dalam wilayah kota Makassar. Kecamatan dengan penduduk usia 0-4 tahun<br />

cukup tinggi terlihat pada Kecamatan Tamalate, Kecamatan Rappocini,<br />

Kecamatan Manggala, dan Kecamatan Tamalanrea.<br />

Kecamatan dengan pendududuk umur 30-34 adalah kelompok umur<br />

dominan terdapat 8 kecamatan yaitu: Kecamatan Mariso, Kecamatan<br />

Mamajang, Kecamatan Makassar, Kecamatan Ujung Pandang, Kecamatan<br />

Wajo, Kecamatan Bontoala, Kecamatan Panakukang, dan Kecamatan<br />

61


Tamalanrea. Dengan sebaran kelompok umur tersebut, maka kebijakan<br />

perbankan antara satu kecamatan dengan kecamatan lainnya, berbeda,<br />

Tabel 5.11. Penduduk Kota Makassar Menurut Kelompok Umur dan Kecamatan<br />

Tahun 2014<br />

3. Penduduk Berdasarkan tingkat Pendidikan<br />

Pengelompokkan penduduk berdasarkan tingkat pendidikan untuk<br />

memberikan gambaran mengenai kondisi penduduk ditinjau dari tingkat<br />

pendidikan. Tingkat pendidikan penduduk kota Makassar yang terbesar adalah<br />

tingkat sekolah menengah yaitu sebesar 596493 jiwa, penduduk dengan tingkat<br />

pendidikan di perguruan tinggi sejumlah 194.664 jiwa. Penduduk berdasarkan<br />

Tingkat pendidikann disajikan pada Tabel 5.12.<br />

Kecamatan dengan penduduk berpendidikan perguruan tinggi terbanyak<br />

adalah Kecamatan Rappocini dengan jumlah 32.199 jiwa, menyusul Kecamatan<br />

Biringkanaya 26.570 jiwa, Kecamatan Tamalate 22.741 jiwa, dan Kecamatan<br />

Tamalanrea 22.077 jiwa. Kecamatan lainnya di bawah dari 20.000 jiwa.<br />

62


Mariso<br />

Mamajang<br />

Tamalate<br />

Rappocini<br />

Makassar<br />

Ujung Pandang<br />

Wajo<br />

Bontoala<br />

Ujung Tanah<br />

Tallo<br />

Panakkukang<br />

Manggala<br />

Biringkanaya<br />

Tamalanrea<br />

Jumlah (jiwa0<br />

Tabel 5.12. Penduduk Kota Makassar Menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2014<br />

Kecamatan Tingkat Pendidikan (jiwa)<br />

No<br />

SD/MI SMP SMA Perg. Tidak Jumlah<br />

Tingg Sekolah<br />

1 Mariso 25681 11577 26671 6143 11043 81115<br />

2 Mamajang 21090 10510 31067 8472 10633 81772<br />

3 Tamalate 42930 28513 67788 22741 43692 205664<br />

4 Rappocini 44091 19220 66107 32199 28277 189664<br />

5 Makassar 34692 18519 39977 8149 19372 120709<br />

6 Ujung Pandang 4214 4795 13265 8472 4623 35369<br />

7 Wajo 6245 7422 17562 3781 6027 41037<br />

8 Bontoala 11779 12014 24560 5373 9908 63634<br />

9 Ujung Tanah 30103 7179 11437 1730 11066 61515<br />

10 Tallo 56768 27413 39757 9779 33719 167436<br />

11 Panakkukang 26528 24055 63362 19960 30398 164303<br />

12 Manggala 50881 19286 53227 19218 25559 168171<br />

13 Biringkanaya 72342 29197 91059 26570 36598 255766<br />

14 Tamalanrea 36184 15008 50654 22077 19884 143807<br />

Makassar 463528 234708 596493 194664 290799 1.780.192<br />

Sumber : Dinas Kependudukan dan catatan sipil, 2013.<br />

100000<br />

90000<br />

80000<br />

70000<br />

60000<br />

50000<br />

40000<br />

30000<br />

20000<br />

10000<br />

0<br />

SD/MI<br />

SLTP/SMP<br />

SLTA/SMA<br />

Perguruag Tinggi<br />

Tidak Sekolah<br />

Kecamatan<br />

Gambar 5.19<br />

Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan, Tahun 2013<br />

Konsentrasi penduduk yang berpendidikan tinggi berada pada kecamatan yang<br />

fasilitas pendidikan lebih banyak dan merupakan wilayah pengembangan<br />

63


pemukiman baru. Kecamatan-kecamatan tergolong pemukiman lama cenderung<br />

tingkat pendidikan juga rendah.<br />

Ketenagakerjaan<br />

Tenaga kerja adalah jumlah seluruh penduduk dalam usia kerja dalam<br />

suatu negara yang dapat bekerja untuk menghasilkan barang dan jasa, jika ada<br />

permintaan terhadap tenaga mereka dan jika mereka mau berpartisipasi dalam<br />

aktivitas tersebut. Tenaga kerja dalam literatur disebut angkatan kerja adalah<br />

penduduk berusia 15-64 tahun.<br />

kerja<br />

Tenaga kerja dibedakan menjadi: angkatan kerja dan bukan angkatan<br />

(penduduk yang sebagian besar kegiatannya adalah bersekolah,<br />

mengurus rumahtangga atau kegiatan lain selain bekerja). Angkatan kerja<br />

merupakan bagian penduduk yang sedang bekerja dan siap masuk pada pasar<br />

kerja, atau dapat dikatakan sebagai pekerja dan merupakan potensi penduduk<br />

yang akan masuk ke pasar kerja. Sedangkan, bukan angkatan kerja adalah<br />

bagian dari tenaga kerja<br />

yang tidak bekerja ataupun mencari kerja. Untuk<br />

mengetahui jumlah angkatan kerja digunakan pengukuran TPAK (Tingkat<br />

Partisipasi Angkatan Kerja), yang merupakan rasio antara angkatan kerja dan<br />

tenaga karja.<br />

Kondisi ketenagakerjaan kota Makassar dengan mengukur Tingkat<br />

Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK). Pada tahun 2012 TPAK kota Makassar<br />

54,79 % dan tahun 2013 meningkat menjadi 57,94 %. Gambaran TPAK kota<br />

Makassar dapat dilihat pada Tabel 5.12.<br />

Tabel 5.13. Tingkat Partisipasi Amgkatan Kerja Kota Makassar Tahun 2009-<br />

2013<br />

No Tahun Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja<br />

1. 2009 51,95<br />

2. 2010 53,18<br />

3. 2011 55,07<br />

4. 2012 54,79<br />

5. 2013 57,94<br />

Sumber: Indikator Makro Kota Makassar, 2013<br />

Selaian pengukuran TPAK maka perlu mengetahui TPT (Tingkat<br />

Pengangguran Terbuka), angkatan kerja dan bukan angkatan kerja.<br />

64


Tabel 5.14. Angkatan Kerja Kota Makassar, 2014.<br />

No. Uraian Jumlah (%)<br />

1 Angkatan Kerja<br />

1.1 Bekerja 52,17<br />

1.2 Pengangguran 5,77<br />

1.3 Jumlah Penduduk Angkatan Kerja (i) 57,49<br />

2. Bukan Angkatan Kerja<br />

a. Sekolah 15,43<br />

b. Mengurus RT 20,92<br />

c. Lainnya 5,70<br />

2.1. Jumlah Penduduk bukan angkatan kerja (ii) 42,05<br />

Jumlah Penduduk Usia Kerja (i) + (ii) 99,54<br />

3. TPAK (Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja) 57,94<br />

TPT (Tingkat Pengangguran Terbuka) 9,79<br />

Sumber: Makassar dalam Angka, 2013<br />

Indikator lain terkait dengan ketenagakerjaan adalah produktivitas<br />

tenaga kerja adalah mereka sesuai hasil pendataan penduduk yang dilakukan<br />

oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Makassar, Jumlah penduduk Kota<br />

Makassar Tahun 2010 tercatat sebanyak 1.339.374 jiwa yang terdiri dari<br />

661.379 laki-laki dan 667.995 perempuan, rasio jenis kelamin laki-laki terhadap<br />

perempuan di Kota Makassar sebesar 97,55% dan yang terbesar terdapat di<br />

Kecamatan Ujung Tanah (100,31%) dan Kecamatan Tallo (100,30%).<br />

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik tahun 2010, penduduk Kota<br />

tercatat sebanyak 61,04% angkatan kerja terdiri dari yang bekerja sebanyak<br />

53,61% dan pengangguran sebanyak 7,43%. Sedangkan bukan angkatan kerja<br />

pada Tahun 2010 sebesar 38,96% yang terdiri dari yang masih duduk dibangku<br />

sekolah sebesar 14,57%, mengurus rumah tangga 19,36%, lainnya sebesar<br />

5,03%. Sedangkan pengangguran terbuka pada tahun 2010 sebesar 12,17%<br />

menurun bila dibandingkan pada tahun 2009 sebesar 12,86%, sedangkan<br />

tingkat partisipasi angkatan kerja sebesar 61,04%.<br />

65


B.6. Pasar Modern dan Pasar Tradisional (Umum)<br />

Peraturan Daerah Nomor 15 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan<br />

Pemberdayaan Pasar Tradisional dan Penataan Pasar Modern di Kota<br />

Makassar, dijelaskan beberapa hal terkait dengan :<br />

1. Pasar adalah area tempat jual beli barang dan atau tempat bertemunya<br />

penjual dan pembeli dengan jumlah penjual lebih dari satu, baik yang<br />

disebut sebagai pasar tradisional maupun pasar modern dan/atau pusat<br />

perbelanjaan, pertokoan, perdagangan maupun sebutan lainnya;<br />

2. Pasar Tradisional adalah Pasar yang dibangun dan dikelola oleh<br />

Pemerintah Daerah, Swasta, Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha<br />

Milik Daerah termasuk kerjasama dengan swasta berupa tempat usaha<br />

yang berbentuk toko, kios, los, dan tenda yang dimiliki/dikelola oleh<br />

pedagang kecil, menengah, koperasi dengan usaha skala kecil, modal kecil<br />

dan melalui proses jual beli barang dagangan dengan tawar – menawar;<br />

3. Pasar Induk adalah pasar yang merupakan pusat distribusi yang<br />

menampung hasil produksi petani yang dibeli oleh para pedagang tingkat<br />

grosir kemudian dijual kepada para pedagang tingkat eceran untuk<br />

selanjutnya diperdagangkan dipasar-pasar eceran diberbagai tempat<br />

mendekati para konsumen;<br />

4. Pasar penunjang adalah bagian dari pasar induk yang membeli dan<br />

menampung hasil produksi petani yang berlokasi jauh dari pasar induk yang<br />

bertugas sebagai penampung sementara karena komoditi yang berhasil<br />

ditampung akan dipindahkan ke pasar induk untuk selanjutnya dilelang ke<br />

pedagang tingkat eceran;<br />

5. Pasar Modern adalah pasar yang dibangun dan dikelola oleh Pemerintah,<br />

Swasta, atau Koperasi yang dalam bentuknya berupa Pusat Perbelanjaan,<br />

seperti Mall, Plaza, dan ShoppingCentre serta sejenisnya dimana<br />

pengelolaannya dilaksanakan secara modern, dan mengutamakan<br />

pelayanan kenyamanan berbelanja dengan manajemen berada di satu<br />

tangan, bermodal relatif kuat, dan dilengkapi label harga yang pasti;<br />

6. Toko adalah tempat usaha atau bangunan yang digunakan untuk menjual<br />

barang dan/atau jasa secara langsung dan terdiri dari hanya satu penjual;<br />

66


7. Toko Modern adalah toko dengan sistem pelayanan mandiri menjual<br />

berbagai jenis barang secara eceran yang berbentuk minimarket,<br />

supermarket, departemen store, hypermarket ataupun grosir yang berbentuk<br />

perkulakan;<br />

8. Pertokoan adalah kompleks toko atau deretan toko yang masing-masing<br />

dimiliki dan dikelola oleh perorangan atau badan usaha;<br />

9. Toko Serba Ada (TOSERBA) adalah sarana atau tempat usaha untuk<br />

melakukan penjualan berbagai macam barang kebutuhan rumahtangga dan<br />

kebutuhan sembilan bahan pokok yang disusun dalam bagian yang<br />

terpisah-pisah dalam bentuk kounter secara eceran;<br />

10. Minimarket adalah sarana atau tempat usaha untuk melakukan penjualan<br />

barang-barang kebutuhan sehari-hari secara eceran langsung kepada<br />

konsumen dengan cara pelayanan mandiri (swalayan);<br />

11. Supermarket adalah sarana atau tempat usaha untuk melakukan penjualan<br />

barang-barang kebutuhan rumah tangga termasuk kebutuhan sembilan<br />

bahan pokok secara eceran dan langsung kepada konsumen dengan cara<br />

pelayanan mandiri;<br />

12. Hypermarket adalah sarana atau tempat usaha untuk melakukan penjualan<br />

barang-barang kebutuhan rumah tangga termasuk kebutuhan sembilan<br />

bahan pokok secara eceran dan langsung kepada konsumen, yang di<br />

dalamnya terdiri atas pasar swalayan, toko modern dan toko Serba Ada,<br />

yang menyatu dalam satu bangunan yang pengelolaannya dilakukan secara<br />

tunggal;<br />

13. Mall atau Super Mall atau Plaza adalah sarana atau tempat usaha untuk<br />

melakukan perdagangan, rekreasi, restorasi dan sebagainya yang<br />

diperuntukkan bagi kelompok, perorangan, perusahaan, atau koperasi untuk<br />

melakukan penjualan barang-barang dan/atau jasa yang terletak pada<br />

bangunan/ruangan yang berada dalam suatu kesatuan wilayah/tempat;<br />

14. Usaha pasar modern bisa berupa pusat perbelanjaan dan sejenisnya, toko<br />

modern, seperti: minimarket, supermarket, department store, hypermarket,<br />

dan nama lainnya, yang dikelola secara modern;<br />

67


Tabel 5.15. Jenis-jenis Pasar Modern (Mall) di Kota Makassar<br />

No Nama Pasar<br />

Alamat<br />

Jalan Kelurahan Kecamatan<br />

1 Daya Grand Square<br />

P. Kemerdekaan<br />

Km 14<br />

Daya<br />

Biringkanaya<br />

2 MTOS<br />

Perintis<br />

Kemerdekaan<br />

Tamalanrea Tamalanrea<br />

3 MP Boulevard Masale Panakkukang<br />

4 MTC Karebosi Jendral A Yani Lariangbangngi Wajo<br />

5 Mall Ratu Indah Sam Ratulangi Makassar<br />

6 Mall GTC<br />

Metro Tanjung Tanjung<br />

Bunga<br />

Merdeka<br />

Tamalate<br />

7 Trans Mall H. Daeng Patompo Tamalate Makassar<br />

1. Daya Grand Square<br />

Daya Grand Square mulai beroperasi pada tahun 2015 dan berlokasi<br />

sangat strategis di jalan poros Perintis Kemerdekaan KM 14. Merupakan<br />

kawasan padat penduduk dan pemukiman terbesar inilah yang menjadi daya<br />

tarik karena lokasi ini yang sangat strategis menjadi incaran dan pusat<br />

perhatian,keramaian dan tempat persingahan transit yang menjadikannya pusat<br />

perbelanjaan terdepan dan didukung dengan sarana umum lainnya yang akan<br />

membawa keuntungan yang menjanjikan kepada para pedagang,pengusaha &<br />

investor. Memiliki fasilitas terlengkap gedung megah berlantai 6.<br />

Basement untuk parkiran.menampung hingga ratusan unit mobil/kendaraan.<br />

Lantai dasar Pusat Perlengkapan Aksesoris, Emas perhiasan,sepatu,sandal<br />

dan tas pernak pernik,souvernir dan oleh-oleh jajanan khas makassar.<br />

Lantai 1 Khusus Supemarket Carrefour, Food Court,Pizza Hut dan KFC<br />

Lantai 2 Pusat perlengkapan Aksesoris,Fasion,tekstill dan pakaian Muslim<br />

Lantai 3 Pusat perlengkapan Handphone,Komputer dan Elektronik.<br />

Lantai 4 Khusus GrahaMedia,Food Court, Wahana Bermain dan Studio<br />

21.di sewa kan.<br />

Lantai 5 dan 6 Konsep Hotel Mall.<br />

2. Makassar Town Square<br />

Makassar Town Square adalah pusat perbelanjaan di Makassar. Mall<br />

ini didirikan pada tahun 2007. Mall ini terdiri dari 3 lantai dengan penyewa -<br />

68


penyewa yang sudah terkenal sebagai perusahaan besar baik skala nasional<br />

maupun internasional antara lain Ramayana, Dunkin' Donuts, KFC, dan masih<br />

banyak lagi. Makassar Town Square merupakan family mall yang berkonsep<br />

untuk menyediakan seluruh kebutuhan keluarga dalam satu tempat.<br />

3. Mall Panakkukang<br />

Mall Panakkukang merupakan mal terbesar di Makassar. Mall ini<br />

didirikan pada tahun 2003 dan selesai pada 2006, dengan lokasi yang strategis<br />

di Panakkukang. Mall ini terdiri dari 4 lantai dengan penyewa - penyewa yang<br />

sudah terkenal sebagai perusahaan besar baik skala nasional maupun<br />

internasional. Mall ini berdampingan dengan Panakkukang Square yang kurang<br />

lebih 50 meter.<br />

4. MTC Karebosi<br />

MTC Karebosi adalah pusat perbelanjaan utama di Makassar. Mall ini<br />

didirikan pada hari Rabu, 15 Oktober 2003. Mall ini terdiri dari 4 lantai dengan<br />

penyewa - penyewa yang sudah terkenal sebagai perusahaan besar baik skala<br />

nasional maupun internasional antara lain Carrefour, CFC, dan masih banyak<br />

lagi. MTC Karebosi merupakan family mall yang berkonsep untuk menyediakan<br />

seluruh ke-butuhan keluarga dalam satu tempat.<br />

5. Mall Ratu Indah<br />

Mall Ratu Indah merupakan mal terbesar kedua di Makassar. Mall ini<br />

didirikan pada tahun 1999, dengan lokasi yang strategis di dekat Hotel Sahid<br />

Makassar. Mal ini terdiri dari 4 lantai dengan penyewa - penyewa yang sudah<br />

terkenal sebagai perusahaan besar baik skala nasional maupun internasional<br />

antara lain, Hero Supermarket, Matahari, Gramedia, Exsellso, KFC, M<br />

Studio, Time Zone, dan masih banyak lagi. Mall Ratu Indah merupakan family<br />

mall yang berkonsep untuk menyediakan seluruh kebutuhan keluarga dalam<br />

satu tempat.<br />

69


6. Mall GTC<br />

Mall GTC merupakan mall terbesar ketiga di Makassar. Mall ini didirikan<br />

pada tahun 2003, dengan lokasi yang strategis di dekat Pantai Tanjung Bunga.<br />

Mall ini terdiri dari 3 lantai dengan penyewa - penyewa yang sudah terkenal<br />

sebagai perusahaan besar baik skala nasional maupun internasional antara<br />

lain Gramedia, Maranatha, Matahari, Hypermart, dan masih banyak lagi. Mall<br />

GTC merupakan family mall yang berkonsep untuk menyediakan semua kebutuhan<br />

keluarga dalam satu tempat.<br />

7. Trans Mall<br />

Trans Studio Mall adalah salah satu pusat perbelanjaan di Makassar.<br />

Mall ini didirikan pada tahun 2010. Mall ini terdiri dari 3 lantai dengan penyewa -<br />

penyewa yang sudah terkenal sebagai perusahaan besar baik skala nasional<br />

maupun internasional antara lain Gramedia, Metro, KFC, dan masih banyak<br />

lagi. Trans Studio Mall merupakan family mall yang berkonsep untuk<br />

menyediakan seluruh kebutuhan keluarga dalam satu tempat.<br />

Tabel 5.16. Jumlah Outlet Hypermarket. Supermarket, dan Miniarket di Wilayah<br />

Kota Makassar<br />

No. Nama Outlet Jumlah Outlet<br />

1 Hypermarket 3<br />

2 Supermarket 8<br />

3 Minimarket 166<br />

Sumber : Data Primer setelah diolah, 2015<br />

Ditinjau dari Fasilitas Pasar yang ditunjukkan dengan keberadaan Mall,<br />

Toserba, Pasar Umum, dan Kompleks Pertokoan. Bahwa Kehadiran Kantor<br />

pelayanan perbankan bertujuan untuk memberikan pelayanan yang muda bagi<br />

nasabah dalam menggunakan jasa perbankan. Maka dengan memperhatikan<br />

fasilitas pasar maka terdapat 5 kecamata yag mempuyai fasilitas Mall, yaitu:<br />

Kecamatan Mamajang, Kecamatan Tamalate, Kecamatan Makassar,<br />

Kecamatan Panakukang,<br />

Kecamatan Tamalanrea. Ada dua Mall yang<br />

merupakan pusat perbelanjaan yang banyak dikunjungi oleh semua lapisan<br />

baik dari kalangan warga Kota Makassar maupun dari warga diluar kota yaitu:<br />

70


Mall Panakukang di Kecamatan Panakukang dan Mall Karebosi di Kecamatan<br />

Makassar. Mall di Kecamatan Mamajang dikunjugi oleh warga kota, dan Mall<br />

di Kecamatan Tamalanrea dikunjungi oleh warga kota yang berada diwilayah<br />

Kecamatan Tamalanrea dan Biringkanaya, Sedang dua Mall di Kecamatan<br />

Tamalate yaitu Mall Trans dan Mall Tanjung Bunga. Mall Trans dikunjungi oleh<br />

warga luar kota dengan tujuan wisata.<br />

Umumnya Toserba digunakan oleh warga kota, sedangkan kompleks<br />

pertokoan dengan fungsi pasar perdagangan untuk komoditi tertentu<br />

mempunyai spesifik komoditi perdagangan berbeda menurut kecamatan.<br />

Terkait dengan pasar umum beberapa pasar memberikan pelayanan hanya<br />

pada warga sekitar, sementara beberapa pasar yang dikujungi oleh pengunjung<br />

luar kota, yaitu: Pasar di Biringkanaya (Pasar Daya), Pasar Sentral di<br />

Kecamatan Makassar, dan Pasar Butung di Kota Makassar, Pasar Terong di<br />

Kecamatan Tallo, dan Pasar Pa‟Baeng-Baeng, serta pasar lainnya hanya<br />

digunakan untuk penduduk sekitar dan umumnya komoditi perdaganagan<br />

adalah kebutuhan dasar rumahtangga seperti makanan pokok, dan minuman.<br />

71


BAB VI. HASIL DAN PEMBAHASAN<br />

A. Gambaran Kriminal di Sulawesi Selatan<br />

Tindak kriminalitas akan memunculkan rasa tidak aman bagi<br />

masyarakat. Berbagai bentuk kejahatan seperti pencurian, penipuan, dan<br />

perampokan, maupun kekerasan dan kejahatan susila, masih sering<br />

terjadi.dengan masih adanya jumlah kejahatan yang tinggi ini, keleluasaan<br />

masyarakat untuk melakukan kegiatannya masing-masing menjadi terganggu.<br />

Oleh sebab itu upaya untuk menciptakan keamanan, ketertiban dan<br />

penanggulangan kriminalitas merupakan salah satu prioritas untuk<br />

mewujudkan stabilitas penyelenggaraan pemerintahan terutama di<br />

daerah.Pemerintahan daerah dapat terselenggara dengan baik apabila<br />

pemerintah dapat memberikan rasa aman kepada masyarakat, menjaga<br />

ketertiban dalam pergaulan masyarakat, serta menanggulangi kriminalitas<br />

sehingga secara kuantitas dan kualitas tindak kriminalitas dapat diminimalisir.<br />

Angka kriminalitas di Sulawesi Selatan juga semakin menurun baik tipe<br />

maupun jenisnya, hal ini tidak terlepas dari perkembangan teknologi dan<br />

perubahan sosial budaya dan politik yang terjadi pada masyarakat Sulawesi<br />

Selatan. Angka kriminalitas pencurian dengan kekerasan mencapai 351<br />

kejadian pada tahun 2008, sementara pada tahun 2012 jumlah tersebut<br />

menurun menjadi 318 kejadian. Sementara penganiayaan berat mengalami<br />

penurunan dari 589 kejadian pada tahun 2008 menjadi 117 kejadian pada<br />

tahun 2012. Berikut angka Kriminilitas di Provinsi Sulawesi Selatan. (Lihat<br />

Tabel 6.1)<br />

Untuk tahun 2015, Kepala Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan<br />

memaparkan data peningkatan angka kejahatan dibandingkan tahun 2014.<br />

Kejahatan masih didominasi oleh kejahatan konvensional seperti pencurian<br />

dan pemberatan, pencurian dan kekerasan, pembunuhan, penganiayaan dan<br />

lainnya. Angka kejahatan konvensional meningkat drastis seiring dengan<br />

meningkatnya pertumbuhan penduduk dan itu merupakan hal yang wajar<br />

terjadi dalam setiap wilayah. Penganiayaan menjadi kejahatan konvensional<br />

yang mendominasi di tahun 2015 yaitu 3.762 kasus lebih tinggi dibanding<br />

71


tahun 2014 yaitu 3.475 kasus. Kasus pencurian motor menempati urutas<br />

kedua kejahatan yang kerap terjadi di Sulsel dengan jumlah 2.476 kasus. Lalu<br />

pencurian biasa 2.252 kasus, penipuan 1.756 kasus, pencurian dengan<br />

keberatan 1.046 kasus, penggelapan 932 kasus, dan perampokan 707 kasus,<br />

pengancaman 688 kasus, pemilikan senjata tajam 688 kasus, dan<br />

pengeroyokan 668 kasus.<br />

Tabel 6.1.<br />

Angka Kriminalitas Provinsi Sulawesi SelatanTahun 2009-2013<br />

Sumber : Kesbangpol<br />

Daerah dengan tingkat kriminilitas tertinggi adalah Kota Makassar,<br />

sedang Kota Parepare tergolong dengan angka kriminilitas terendah<br />

A.1. Kriminal di Kota Makassar<br />

Kota Makassar adalah daerah dengan tingkat kasus kriminalitas<br />

tertinggi di Sulawesi Selatan. Data Kepolisian Daerah (Polda) Sulselbar,<br />

menyatakan sejak Januari hingga Februari 2016, angka kriminalitas yang<br />

terjadi di Kota Makassar meningkat.dengan jumlah aksi kejahatan sebanyak<br />

378 kasus. Kejahatan yang tercatat terdiri dari kasus penganiayaan berat<br />

72


(anirat), pembunuhan, pencurian dengan pemberatan, pencurian dengan<br />

kekerasan, pencurian kendaraan bermotor, pencurian hewan ternak hingga<br />

kasus narkoba.<br />

Dari catatan Polrestabes Makassar, ada sebanyak 4.491 kasus<br />

kejahatan konvensional yang terjadi sepanjang tahun 2015. Dari angka itu,<br />

kasus curanmor mencapai 1.319 kasus. tersebar di seluruh polsek di<br />

Makassar. Jika dirata-ratakan, setiap hari di Makassar terjadi kasus curanmor<br />

3 hingga 4 kali kasus pencurian kendaraan bermotor.Sementara di posisi<br />

kedua ditempati oleh kasus kepemilikan senjata tajam yakni mencapai 418<br />

kasus. Selanjutnya, pencurian dengan pemberatan atau spesialis sebanyak<br />

402 kasus Angka terendah adalah kasus kekerasan dalam rumah tangga<br />

(KDRT). Di tahun 2015 Polrestabes Makassar dan jajaran menangani 102<br />

kasus. Aksi pencurian kendaraan bermotor (curanmor) di Makassar semakin<br />

memprihatinkan. Dalam sehari rata-rata 10 unit motor hilang dicuri. Kasus<br />

kriminal paling tinggi terjadi di Kecamatan Rappocini dan Panakkukang.<br />

A.2. Kriminal di Kota Parepare<br />

Selama 2015 kasus pencurian kendaraan bermotor menjadi angka<br />

kriminalitas paling banyak terjadi dan ditangani pihak Kepolisian Resort<br />

(Polres) Kota Parepare, sebanyak 545 laporan yang diterima terkait kasus<br />

kehilangan kendaraan bermotor, dan 97 diantaranya adalah laporan langsung<br />

dari warga.<br />

Berdasarkan data dari pihak kepolisian, pada tahun 2015 lalu sebelum<br />

program peduli lorong direalisasikan, angka kriminal meningkat menjadi 29<br />

kasus, khususnya kasus pencurian kendaraan bermotor, tapi pada tahun<br />

2016 ini tercatat mengalami penurunan jumlah menjadi 18 kasus.<br />

B. Kejahatan Begal di Sulawesi Selatan<br />

Kejahatan geng motor (begal) di Sulawesi Selatan meningkat di<br />

wilayah hukum Polda Sulselbar pada tahun 2014. Bahkan diikuti dengan aksi<br />

perampokan mini market yang beroperasi selama 24 jam. Data Polda<br />

73


Suselbar, bahwa di Sulawesi Selatan sebanyak 38 kasus kekerasan geng<br />

motor. Mayoritas kasus tersebut dilakukan pelaku dengan berkelompok<br />

dengan menyembunyikan wajahnya dibalik topeng agar sulit teridentifikasi.<br />

Jumlah korban geng motor yang meninggal dunia selama tahun 2014<br />

sebanyak 4 orang.<br />

Polda Sulselbar berhasil meringkus sebanyak 48 orang kawanan geng<br />

motor tersebut selama Tahun 2014. Jika dibandingkan dengan tahun 2013,<br />

kejahatan geng motor memiliki trend yang meningkat. Jumlah kasus 2013<br />

sebanyak 15, lalu sebanyak 7 orang korban meninggal dunia, dan 22 orang<br />

pelaku berhasil diringkus aparat.<br />

Peristiwa begal semakin sadis dan telah menimbulkan korban<br />

meninggal dan cacat, serta kehilangan harta. Kurang lebih 2015 dan di awal<br />

tahun 2016, kejahatan begal dianggap suatu kejahatan yang besar sehingga<br />

Pemerintah Provinsi harus melakukan penanganan bersama Kodam dan<br />

Polda serta pemeintah daerah.<br />

Pada Dialog Publik Menakar Kriminalitas Begal di Kota Makassar,<br />

Kamis 17 Maret 2015, di Gedung Phinisi UNM, menyimpulkan bahwa aksi<br />

begal sudah merupakan kejahatan jalanan yang meresahkan warga kota –<br />

mengingat aksi dan korban jiwa berjatuhan.<br />

Aksi begal yang terjadi belakangan ini semakin menakutkan dan<br />

mencekam warga kota. Korban berjatuhan malah sampai ada yang<br />

meninggal, sehigga menjadikan penghuni kota -- ada rasa takut dan<br />

rasa tidak aman kalau keluar rumah di malam hari. Aksi-aksi begal termasuk<br />

dalam kategori kekerasan sosial, muncul dan berkembang di tengah<br />

masyarakat disebabkan kacaunya tatanan sosial.<br />

Kejahatan jalanan, seperti begal dan geng motor yang semakin<br />

meresahkan. Imbas maraknya kejahatan jalanan di Makassar, warga<br />

membuat petisi yang berisi empat poin. Di antaranya, memberikan waktu 3 x<br />

24 jam kepada kepolisian untuk menumpas geng motor serta memberi rasa<br />

aman kepada warga Makassar dan mengimbau walikota dan wakil walikota<br />

agar tidak meninggalkan Makassar selama kondisi daerah tidak aman.<br />

Meminta pemerintah kota Makassar untuk menanggung biaya rumah sakit<br />

74


terhadap korban geng motor. Terakhir, masyarakat meminta pimpinan<br />

kepolisian untuk mengerahkan pasukan Brimob guna melakukan patroli rutin<br />

setiap malam di Makassar.<br />

B.1. Begal di Kota Makassar<br />

Aksi kejahatan jalanan (Begal) di Makassar saat ini mengalami<br />

peningkatan selama tahun 2015. Berdasarkan data dari Kejaksaan Negeri<br />

Makassar, aksi pencurian dengan kekerasan (Begal) meningkat 30 persen.<br />

“Perkara kasus pencurian dan kekerasan atau biasa disebut dengan Begal<br />

yang masuk di Kejaksaan Negeri Makassar mengalami peningkatan 30<br />

persen dari tahun 2014 ke 2015, Kasi Pidum Kejari Makassar, Zulkarnaen A<br />

Lopa, menjelaskan bahwa untuk tahun 2014 jumlah Surat Pemberitahuan<br />

Dimulainya Penyidikan (SPDP) perkara masuk 1.470 kasus, dan tahun 2015<br />

jumlah SPDP sebanyak 2.212 kasus, artinya terjadi kenaikan 30 persen,<br />

Data Kapolresta Makassar, menjelaskan bahwa Kasus Curas atau<br />

begal meningkatkan selama tahun 2015 di kota Makassar, yaitu : Desember<br />

2015 tercatat 422 laporan kasus begal. Dan September tahun 2016 tercatat<br />

492 kasus, artinya kejahatan begal mengalami peningkatan sebesar 14,22%<br />

sampai 3 triwulan pertama. Lebih kecil pada tahun 2014-2015. Bahwa dari<br />

kasus kejahatan begal pelakunya didominasi oleh anak di bawah umur (14-17<br />

tahun), jumlahnya rata-rata 70 persen untuk kejadian tahun 2015- September<br />

2016. Sekitar 60,6% dari kasus tersebut dapat diungkap.<br />

Wilayah dengan aksi pembegalan paling banyak terjadi di Kecamatan<br />

Rappocini, menyusul kecamatan Panakkukang. Kecamatan Bontoala,<br />

kecamatan Makassar, dan kecamatan Tamalanrea. Kecamatan lainnya aksi<br />

terjadi dengan skala rendah yaitu:Kecamatan Tallo, Kecamatan Biringkanaya.<br />

Tahun 2015, untuk menekan aksi begal maka Kapoltabes Makassar<br />

menerapkan berbagai program diantaranya dengan membentuk Tim khusus<br />

begal yang beranggotakan 20 personil gabungan terdiri dari fungsi terpadu<br />

jajaran polrestabes. Sasarannya tidak lain yakni kasus 3C. "Tim yang<br />

dibentuk ini dalam rangka penanggulangan dan pengungkapan kasus<br />

pencurian dengan kekerasan (Curas), pencurian dengan pemberatan (Curat)<br />

dan Pencurian motor (Curanmor) "Jadi tim yang dibentuk Kapolres ini berada<br />

75


di bawah garis komando Satreskrim Polrestabes Makassar. Intelkam<br />

Polrestabes Makassar),<br />

Kasus begal dan pelakunya di Kota Makassar diuraikan mengenai<br />

pelaku, korban dan cara pembegalannya, sebagai berikut:<br />

1. Kasus 1 : Pembegalan di Jalan Hertasning pada hari Minggu tanggal 5<br />

juni 2016 sekawanan begal terdiri dari 4 orang melakukan pembegalan<br />

dengan menghentikan pengendara dengan melakukan penodongan<br />

dengan badik dan ancaman busur. Merampas motor korban dan<br />

memaksa tas korban. Kawanan ini terdiri dari: Dewa alias tinggi umur 21<br />

tahun beralamat di jalan cenderawasih, Ahmad alias Guntur umur 19<br />

tahun beralamat di jalan cenderawasih, Ilman umur 19 tahun beralamat di<br />

jalan Bontoramba, dan Arbian umur 18 tahun beralamat di jalan toddopuli<br />

6. Keempat pelaku melakukan aksinya di banyak tempat.<br />

2. Kasus 2: Jalan Professor Basalamah di depan UNIFA terjadi 12 juni<br />

2016, pelaku melakukan penodongan dan pembusuran kepada korban<br />

mengenai punggung korban. Pelaku menggunakan motor dimana<br />

sebagian melakukan pememetan. Korban adalah Muhammad Dzaki dan<br />

pelaku melakukan perampasan motor korban dan hand-phone. Pelaku<br />

sejumlah 5 orang yang terdiri dari: HA berumur 16 tahun, MU bermur 16,<br />

PD berumur 16 tahun, YK berumur 16 tahun, dan MA berumur 16 tahun<br />

Gambar 6.1.<br />

Kawanan Begal dengan korban Andi Muhammad Dzaki di Jalan Racing<br />

Center, dan Motor Korban<br />

76


3. Kasus 3: CR (16 Tahun) alamat jalan Tamangapa Raya Perumnas<br />

Antang, ditangkap karena menjadi buronan dengan tindakan begal yang<br />

dilakukan dan menewaskan korban Gassing Daeng Nong. Umur 18 tahun<br />

di jalan Mesjid Nurul Hidayat, Kelurahan Bangkala, Kecamatan Manggala<br />

tanggal 8 Februari 2016. Pelaku merampas motor korban dan melakukan<br />

penembakan dengan menghujani korban dengan badik.<br />

4. Kasus 4: Aksi begal tanggal 31-5- 2016, dengan pelaku Zainal (17) dan<br />

Zulfikar (21), warga Jalan Batangase, Kabupaten Maros Sulawesi Selatan.<br />

Pelaku melakukan penjambretan tas milik seorang pengendara wanita di<br />

depan kantor, kantor AURI, Jalan Perintis Kemerdekaan, Makassar.<br />

Setelah merampas tas korban yang berisi ponsel dan sejumlah uang,<br />

pelaku kemudian dikejar warga, hingga sekitar 30 meter dari lokasi<br />

kejadian, keduanya terjatuh dan langsung diamankan. Dari tangan pelaku<br />

disita barang bukti berupa dua HP Samsung, dompet berisi uang tunai<br />

Rp.250.000,- dan satu motor Yamaha. Kedua pelaku, telah melakukan<br />

aksi pencurian dengan kekerasan, pertama dilakukan Mei 2016 aksi begal<br />

di Jalan Perintis Kemerdekaan tepatnya depan Kima Square. Aksi kedua<br />

kalinya 31 Juni 2015 gagal karena dimassa oleh warga dan pelaku<br />

berhasil kabur.<br />

5. Kasus 5 : Delapan kawanan begal yang terdiri dari SUR umur 17 tahun<br />

dan <strong>DI</strong>M berumur 17 tahun, Yusri berumur 20 tahun, ALF berumur 15<br />

tahun, RK berumur 15 tahun, Ris berumur 14 tahun, dan Risal 18 tahun<br />

ketujuh berdomisili di Jalan Hertasning Baru; dan MF warga jalan sultan<br />

alauddin 14 tahun. Dari kedelapan kawanan disita sejumlah anak panah<br />

(busur), badik, parang dan samurai. Kawanan ini diduga begal yang<br />

beroperasi dikawasan Hertasning baru dan Rappocini. Dalam penanganan<br />

dan penyelidikan mengenai korban dari kawanan ini.<br />

77


Gambar 6.2.<br />

Kawanan Begal Kelompok Hertasning dan Alat Busur yang Dugunakan<br />

6. Kasus 6: Reski alias Ekki (18) dan Deni (22), dua warga Toddopuli 2<br />

Setapak 5. kedua pembegal sadis ini mempunya Laporan Polisi (LP).<br />

Nomor LP 788/V/2016/SULSEL/Sek Panakukang, korban atas nama<br />

Andika Fatmawati, warga Jl Toddopuli 2 setapak 5 kota Makassar.<br />

keduanya ditangkap disita iphone 5 hasil begal dengan korban pelapor,<br />

saat diamankan, juga diamankan dua alat bukti berupa senjata tajam<br />

yakni, sebilah pisau dan kampak.<br />

Gambar 6.2a.<br />

Pembegal di Jalan Toddopoli Ditahanan Kapolsek Rappacini<br />

7. Kasus 7: AA (18) warga Jl. Jalahong dg. Matutu, Makassar adalah satu<br />

dari tiga pelaku begal dengan korban seorang Ibu Rumah Tangga (IRT)<br />

yang juga adalah pengusaha kayu, Andi Kartini (46) warga Jl. Toddopuli<br />

VII blok A2/YPPK kota Makassar menjadi korban pembegalan didalam<br />

Asrama Polisi (Aspol) Tello Baru, kecamatan Panakukkang kota Makassar<br />

pada hari Senin 16/5/2016, pukul 04.00 Wita. Pelaku AA adalah juga<br />

masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) polisi, karena menjadi<br />

pimpinan dalam setiap aksi pembegalan di dua lokasi. Yakni, di wilayah<br />

78


hukum Polsek Tamalanrea dan Panakukkang. AA mempunyai dua<br />

Laporan Polisi (LP) masing-masing, LP/857/V/2016/restabes mksr/sekta<br />

Panakukang tgl 16 mei 2016 atas nama pelapor Andi Kartini. Dan,<br />

LP/698/V/2016/restabes mksr/sekta Tamalanrea tgl 16 mei 2016 atas<br />

nama pelapor Paizal Djurahmi Mappangandro. Pengakuan AA, saat<br />

beraksi di Aspol Tello Baru terhadap Kartini, ia melakukan cekikan<br />

terhadap korban dan mengancam korban menggunakan alat tajam jenis<br />

badik dan membentangkan anak busur sebelum korban disekap<br />

dibelakang sebuah Gereja di Aspol. Bersama AA, juga mengamankan dua<br />

rekan AA, yakni MA (18) warga Jl. Balana 2 no. 6 setapak 6 Makassar,<br />

dan YY (17) warga Jl. Abu Bakar Lambogo (Ablam) lorong1 no. 7 Kota<br />

Makassar.<br />

Gambar 6.3<br />

Pimpinan Kawanan Begal di Asrama Polisi Tallo<br />

8. Kasus 8 : Wawan alias Ampes (27) dan Farul (20) diamankan sebuah<br />

rumah di Jl. M Yamin, Lr 4, Kecamatan Makassar. Saat diamankan<br />

sedang mengisap narkotika jenis sabu. Keduanya memiliki catatan begal<br />

dan masuk dalam daftar pencarian orang (DPO). “Si Farul ini adalah<br />

pelaku begal. Makanya langsung diamankan di kantor Polsek Makassar.<br />

Sedangkan rekannya dibawa ke Polrestabes Makassar karena banyak<br />

juga laporannya. Dalam catatan polisi dan pengakuan Farul, melakukan<br />

aksinya di 32 lokasi berbeda di Makassar.<br />

79


9. Kasus 9: Yawan Emmanuel Atihuta alias Yawan (20) diringkus pihak<br />

Polrestabes Makassar di Jl. Mangerangi Makassar, malam pukul 22.00<br />

Wita. Yawan diduga pernah melakukan pembegalan di warkop 26 Jl.<br />

Kumala, Tamalate, Makassar .Pelaku pernah melakukan aksi begal di Jl.<br />

Daeng Tata, dua kali.<br />

10. Kasus 10 : RN (20) beralamat Jl. Abubakar Lambogo, dan SY (18),<br />

beralamat di Jl. Muhammad Yamin Baru, sekitar pukul 02.30 wita Kamis<br />

(17/3/2016). Ditangkap dan ditembak di rumah masing-masing, dalam<br />

penangkapan polisi menemukan narkotika jenis sabu sebanyak tujuh<br />

saschet. Sabu itu siap diedarkan. Selain pengedar dan pemakai narkotika<br />

keduanya termasuk begal sadis<br />

Gambar 6.4<br />

Kawanan Begal dengan Pengedar Sabu di Jalan Abubakar Lambogo<br />

11. Kasus 11: Pelaku begal menyasar pengunjung warung nasi goreng di<br />

Jalan Racing Center, Kecamatan Panakkukang, Rabu (11/5/2016) malam.<br />

Dalam aksinya, pelaku yang berjumlah empat orang dan bersenjatakan<br />

parang dan busur. Pelaku menodongkan senjata tajam kepada<br />

pengunjung warung nasi goreng dan pemilik warung. Salah satu<br />

korbannya, Nurtafni Aprianti, mahasiswi Universitas Muslim Indonesia<br />

(UMI) Makassar, yang kebetulan saat itu tengah menikmati hidangan nasi<br />

goreng. Menyerahkan Iphone miliknya karena diancam akan dibusur.<br />

Pelaku berjumlah 4 orang dengan mengendarai dua unit sepeda motor<br />

80


Honda scoopy. Mereka membawa busur dan parang dan melakukan<br />

penebasan pada meja makan sebelum meninggalkan warung. Pelaku<br />

berumur belasan tahun.<br />

12. Kasus 12: Jalan Urip Sumoharjo, Pembegalan atas Muhammad Rijal<br />

Nugraha Laoda K (19) warga Parepare menjadi korban Pencurian dan<br />

Kekerasan (Curas) alias begal di Jl. Urip Sumoharjo, tepat depan Rumah<br />

Sakit (RS) Ibnu Sina, Panakukkang, pada hari Senin (9/5/2016) malam.<br />

kejadiannya sekitar pukul 21.30 Wita. Pelaku berasal dari Jalan Abdullah<br />

Daeng Siruwa.<br />

13. Kasus 13: Sabtu (6/2/2016) sekitar Pukul 15.10 Wita, Muh. Irfan alias<br />

Ippan (16 tahun) beralamat Jalan Flamboyan no. 11 Makassar diamankan<br />

polisi dari amukan massa karena menjambret, Awalnya pelaku<br />

berboncengan untuk melakukan aksinya mencuri handphone, namun<br />

pada saat mau melarikan diri pelaku yang dibonceng terjatuh dan<br />

langsung di hakimi massa.<br />

14. Kasus 14. Pelaku begal dengan operasi lintas kabupaten, berdomisili di<br />

Jl.Rappocini, Makassar. Ditangkap, Selasa (31/5/2016). antara lain, Rudy<br />

Salam (33) warga Jl. Veteran Selatan lorong 2 No 28A Makassar,<br />

Hendrawan Alia Lapu (26) warga Jl.Rappocini Raya lorong 3 kota<br />

Makassar, Marko Pongo (25) warga Jl. Tanjung Bunga No. 55 kota<br />

Makassar, dan Risman Als Bob (37) dan warga Jl. Tanjung Bunga kota<br />

Makassar. Penangkapan para pelaku begal atau Pencurian dan<br />

Kekerasan (Curas) ini berdasarkan Laporan Polisi (LP). Yakni<br />

LP/93/V/2016/SPKT/Res Takalar Tgl.26 Mei 2016. Keberadaan mereka<br />

berhasil kami ketahui setelah anggota kami dilapangan mengintai<br />

pergerakan keempat pelaku yang berada di Rappocini dan kemudian kami<br />

langsung bergerak cepat dengan koordinasi dengan tim resmi Takalar.<br />

Saat penangkapan, diamankan barang bukti berupa, satu unit Ponsel<br />

Blackberry curian, dua unit Ponsel milik pelaku, sebilah parang panjang,<br />

dan satu unit sepeda Motor Yamaha MX King Hitam Nopol DD 5509 SB<br />

yang diduga curian.<br />

81


15. Kasus 15: Fahrian alias Eyang (20) di Jl. Sungai Daeng Ngemba kota<br />

Makassar, Selasa (31/5/2016). Pelaku begal yang telah melakukan<br />

aksinya di Jl. Borong Jambu VII Perumnas Antang blok 1 kota Malassar.<br />

Pelaku mengaku, melakukan aksi dengan menggunakan balok kayu<br />

dengan mengancam korban. Saksi melaporkan pelaku berdasarkan<br />

LP/404/V/K/2016/Restabes Mksr/sek Manggala tanggal 28 mei 2016 atas<br />

nama pelapor Sangkai.Saat diamankan petugas mengamankan barang<br />

bukti berupa hanphone Samsung J5 warna putih dari tangan pelaku.<br />

Gambar Kasus 6.5<br />

Fahrian alias Eyang (20). Pelaku begal yang telah melakukan aksinya<br />

di Jl Borong Jambu VII Perumnas Antang blok 1 kota Malassar<br />

16. Kasus 16: Korban Ikhsan warga Jalan Perintis Kemerdekaan, kejadian di<br />

Jalan Abu Bakar Lambogo tanggal 14 September 2015, berlangsung pada<br />

pukul 15.00 Wita. Aksi beringas dan nekat para pelaku begal ini tidak<br />

hanya menyasar masyarakat biasa, wartawan, polisi, bahkan anak-anak<br />

pun telah menjadi korban pembegalan.<br />

82


Gambar 6.6<br />

Kawanan Begal Operasi Lintas Kabupaten Bermarkas<br />

di Jl.Rappocini Makassar<br />

17. Kasus 17: Jalan Cenderawasih tanggul Patompo, Kecamatan Tamalate.<br />

Korban adalah Angelina (19) bersama Bani (19) warga Gowa dibegal<br />

pada hari Minggu (26/6/2016) pukul 1,00 WIT. Tangan perempuan ini<br />

ditebas parang lantaran mempertahankan tasnya. Aksi begal berlangsung<br />

ketika berboncengan melewati Jalan Cendrawasih, tepatnya depan SD<br />

Tanggul Patompo. Pelakunya adalah Febrianto alias Eppi (18) warga<br />

Jalan Kastubun no. 7 Blok 7B. Pelaku menggunakan motor beat<br />

berboncengan dan memepet korban dan menjambret tas yang digunakan.<br />

Eppi dibekuk kurang dari 24 jam setelah beraksi, diketahui merupakan<br />

DPO karena melakukan aksi pencurian dengan kekerasan (begal) di Kota<br />

Makassar. Lokasi aksi Eppy di Korta Makassar, sebagai berikut :<br />

a. Jalan cendrawasih depan SD tanggul patompo, Sabtu malam 25 juni<br />

2016<br />

b. Penyerangan Warkop 88 di Jalan hertasning<br />

c. Jalan Rajawali 2 dekat asrama TNI sekitar bulan 5 2016<br />

d. Jalan Rajawali Ujung dekat pantai losari sekitar bulan 5<br />

e. Banta-Bantaeng dekat Jalan Faisal sekitar bulan 4<br />

f. Jalan Raya pendidikan dekat Goro sekitar bulan 5<br />

g. Jalan Alauddin lewati Lembaga sekitar bulan 5<br />

h. Jalan Petarani depan jalan pengayoman sekitar bulan 5<br />

83


i. Jalan Raya pendidikan goro bagian belakang sekitar bulan 6<br />

j. Jalan perintis kemerdekaan Daya lewati lampu merah pasar daya,<br />

sekitar bulan 5<br />

k. Mandae dekat Pertamina sekitar bulan 5<br />

l. Jalan perntis kemerdekaan sari laut dekat BTP<br />

m. Jalan perintis kemerdekaan depan Sudiang sekitar bulan 5<br />

n. BTP ujung sekita bulan 6<br />

o. Jalan Landak baru di belakang hotel clarion<br />

p. Jalan Monumen Emmy saelan bulan 6<br />

q. Mandae dekat Lampu merah sekitar bulan 6<br />

r. Moncongloe jalan ke Antang sekitar bulan 6<br />

s. Tamalate 2 sekitar bulan 4<br />

t. Tamalate sekitar bulan 6<br />

u. BTP toko distro sekitar bulan 5<br />

Gambar 6.7<br />

Kawanan Febrianto alias Eppi (18) warga Jalan Kastubun no 7 Blok 7B<br />

18. Kasus 18: Muh Ardal (17) warga BTP Blok K , Irwan alias Iwan (23),<br />

warga BTN Mangga 3. Hasil interogasi, kedua pelaku diketahui sudah 12<br />

kali melakukan aksi pembegalan, yaitu:<br />

84


a. Penyerangan Warkop 88 di Jl Hertasning,<br />

b. Jl. Pettarani depan jalan pengayoman sekisar bulan 5,<br />

c. Jalan Perintis Kemerdekaan sari laut dekat BTP,<br />

d. Jl. Perintis Kemerdekaan depan Sudiang pada bulan 5,<br />

e. BTP ujung pada bulan 6,<br />

f. Jl. Landak Baru di belakang hotel Clarion,<br />

g. Jl. Monumen Emmy Saelan,<br />

h. Moncongloe menuju Antang sekisar pada bulan 6,<br />

i. Tamalate 2 sekisar bulan 4 dan<br />

j. Tamalate sekisar bulan 6.<br />

k. Terakhir di dua lokasi yang berbeda di Wilayah Polsek Rapocini.<br />

Namun kejadiannya dilakukan pada hari yang sama yakni tanggal 20<br />

Mei 2016.<br />

19. Kasus 19: Korban Hendra Gusti Syam umur 20 tahun berstatus<br />

mahasiswa pada Universitas Fajar di begal di Jalan Andalas jam 21.30.<br />

Dua orang pelaku menyerang korban yang sedang berdiri ditepi jalan<br />

sambil menggam handphone. Pelaku menikam korban dua kali<br />

dipunggungnya untuk mendapatkan handphone. Polisi yang kebetulan<br />

melintas dan menolong korban dan menangkap pelaku, teman pelaku<br />

melarikan diri dengan sepeda motor dan pelaku ditangkap dengan<br />

menembak betisnya karena berupaya untuk kabur.<br />

20. Reza berumur 19 tahun berdomisili Aspol Todopuli, blok A, adalah<br />

seorang pemimpin begal yang sudah beraksi di puluhan lokasi di Makssar,<br />

salah satunya Circle K (CK) Jl. Pengayoman. Ditangkap setelah<br />

dilumpuhkan dengan menembak kaki kanannya, tepat dipaha atas dan<br />

dibawah mata kaki. Reza adalah salah satu bos begal dari kelompok<br />

Matta Dajjal. Ia juga menggunakan tato Mata Dajjal dibelahan dadanya.<br />

(Gambar). Kawanan Reza, mempunyai banyak catatan melakukan<br />

pembegalan dan pernah mendekam dalam jeruji besi karena kasus<br />

pembegalan. Rupanya setelah bebas dari jeruji besi bertambah buas<br />

dengan beraksi di 60 lokasi di wilayah Makassar. Reza adalah anak<br />

angkat dari seorang dokter kepolisian, menjadi begal karena korban<br />

85


pergaulan sebaya sering berkeliaran dan tidak tinggal dirumah, ia banyak<br />

tinggal dirumah temannya.<br />

Gambar 6.8<br />

Resa, Bos Begal Kelompok Mata Dajjal di Makassar<br />

21. Aksi begal di malam tahun baru 2015 ke 2016 di Jalan Abdullah Daeng<br />

Sirua, samping Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 8 Makassar.<br />

Korban penganiayaan yakni Asdar (27) warga Jalan Bontobila Makassar.<br />

Korban yang mengendarai sepeda motor trail melintas di Jalan Abdullah<br />

Daeng Sirua pukul 23.30 Wita tepat disamping SMP Negeri 8 Makassar<br />

itu, sejumlah remaja kemudian menyerang korban dengan anak panah<br />

hingga terjatuh dari motornya. Setelah terjatuh, korban kemudian ditikam<br />

menggunakan senjata tajam pada bagian punggungnya dan tiga anak<br />

panah juga sudah menancap di punggung korban. Setelah korbannya<br />

tidak berdaya, motor trailnya dibawa kabur oleh para pelaku,"<br />

Dari 21 kasus yang diungkapkan, kegiatan pembegalan dilaksanakan<br />

oleh kawanan minimal beranggotakan 2 orang dan maksimal 8 orang,<br />

melakukan pembegalan pada korban yang umumnya sendiri, hanya satu<br />

kasus begal yag dilaksanakan dengan korban 2 orang. Aksi pembegalan tidak<br />

hanya dilakukan ditempat sepi, tetapi terjadi di jalan protokol yang selalu<br />

ramai, misalnya:<br />

1. Jalan Perintis Kemerdekaan (depan pintu 1 UNHAS pada bulan Peruari<br />

2015)<br />

86


2. Jalan Urip Sumiharjo (kasus 10 April 2015 di depan Kampus UMI,<br />

3. Jalan Pettarani (kasus tanggal 19 Agustus 2015)<br />

4. Jaln Urip Sumoharjo 19 September 2015 di samping Flyover,<br />

5. Jalan Urip Sumiharjo 1 Januari 2016 di depan Kantor Gubernur Sulsel),<br />

Tempat yang paling sering aksi begal dilakukan baik pada malam hari<br />

maupun siang hari, yaitu :<br />

1. Jalan ratulangi<br />

2. Jalan Cendrawasih,<br />

3. Jalan Abdullah Daeng Sirua,<br />

4. Jalan Emmy Saelan,<br />

5. Jalan Mapala,<br />

6. Jalan Raya Pendidikan,<br />

7. Jalan Abu Bakar Lambogo,<br />

8. Jalan Sungai Saddang,<br />

9. Jalan Hertasning,<br />

10. Jalan Tun Abdul Razak,<br />

Dari semua kejadian yang terkait dengan aksi begal di Makassar, ada<br />

fakta-fakta yang menarik terkait dengan para pelaku, misalnya : Rata-rata<br />

pelaku begal dalam kota adalah para remaja usia 14 - 20 tahun, dimana<br />

terjadi peningkatan aksi yang pelaku semakin sadis, aksinya selalu disertai<br />

dengan tindakan kekerasan menggunakan senjata, badik, golok, kapak,<br />

busur dan senjata angin, mereka tidak hanya melakukan di malam hari<br />

tetapi juga disiang hari. Tempat beraksi tidak hanya ditempat sepi juga<br />

ditempat keramaian. Korban tidak hanya perempuan tapi juga laki-laki. Aksi<br />

mereka adalah mengambil motor korban, handphone dan tas korban.<br />

Begal Pelaku begal umumnya terlibat dengan penyalahgunaan<br />

narkotika dan minuman keras. Fakta-fakta ini menunjukan bahwa aksi<br />

"begal" yang selama ini terjadi sudah bukan hanya persoalan kenakalan<br />

remaja biasa, tapi menjurus pada kejahatan luar biasa yang perlu ditangani,<br />

mengingat bahwa aksi ini ada kaitan dengan penyalahgunaan obat dan<br />

mempengaruhi usia remaja.<br />

87


B.2. Begal di Kota Parepare<br />

Tahun 2012 sampai tahun 2014, aksi begal marak terjadi dimanamana<br />

termasuk di Kota Parepare. Data menunjukkan bahwa kelompok yang<br />

rawan untuk menjadi Begal adalah remaja usia SMP dan SMA. Kasus<br />

pencurian kendaraan bermotor (curanmor) menjadi angka kriminalitas paling<br />

banyak terjadi dan ditangani pihak Kepolisian Resort (Polres) Kota Parepare<br />

selama tahun 2015. Berdasarkan data Polres Parepare, dalam 12 bulan<br />

terakhir tersebut sebanyak 545 laporan polisi yang diterima terkait kasus<br />

kehilangan kendaraan bermotor ini, dan 97 diantaranya adalah laporan<br />

langsung dari warga. Laporan kehilangan motor ini paling banyak di bulan<br />

Juni yakni sebanyak 15 kasus. Kapolres Parepare, untuk menekan angka<br />

kriminalitas di wilayah hukum Polres Parepare, dilakukan patroli hingga<br />

malam dan operasi cipta kondisi, sosialisasi ke masyarakat agar tidak lalai<br />

dalam menempatkan dan menyimpan kendaraannya guna menghindari<br />

terjadinya aksi pencurian bermotor.<br />

Kasus kecamatan Bacukiki yang terletak di daerah pegunungan, pada<br />

tahun 2012 merupakan salahsatu wilayah yang rawan “begal”, sejak tahun<br />

2015 diakui sebagai daerah teraman di Kota Parepare. Hal ini dikarenakan<br />

kerjasama intensif Kepolisian dengan pemerintah kelurahan desa melalui<br />

program „Polisi Temanta‟, yang memberikan layanan cepat dengan respon<br />

yang cepat dan sigap, maka masyarakat juga aktif melakukan pengawasan<br />

dan pemantauan keamanan lingkungan masing-masing. Polisi senantiasa<br />

melakukan patrol rutin ditempat yang rawan. Pemerintah kota dengan<br />

program peduli lingkungan menambah penerangan disemua tempat.<br />

Khususnya ditempat yang rawan.<br />

88


Kejadian kejahatan begal di tahun 2016, muncul diakhir tahun, mulai<br />

bulan Agustus dan terjadi dihampir semua wilayah dengan daerah yang<br />

paling rawan adalah wilayah kelurahan Lapadde, Kecamatan Ujung dan<br />

Kecamatan Bacukiki. Kedua Kecamatan berbatasan dengan kabupaten<br />

tetangga yaitu Kabupaten Barru untuk kecamatan Bacukiki dan Kabupaten<br />

Sidrap dan Pinrang untuk Kecamatan Ujung. Berikut kejadian begal untuk<br />

tahun 2016, yang di laporkan di Polres Parepare. Sebagai berikut:<br />

1. Kasus 1: Aksi begal terjadi di Wekke‟e, Kelurahan Lompoe, Kecamatan<br />

Bacukiki. Korbannya Sukmawati Fuad, warga Perumnas Wekke‟e.<br />

mengalami luka parah di bagian kepala dan dilarikan ke Rumah Sakit,<br />

setelah tas bawaannya ditarik hingga terjatuh oleh pengendara motor.<br />

Modusnya pelaku memepet motor korban kemudian merampas tas yang<br />

bawaan korban, pelaku kabur dan sampai studi ini ditulis, pelaku belum<br />

tertangkap.<br />

2. Kasus 2 :Mira salah satu korban begal beralamat di Kelurahan Wattang<br />

Bacukiki di begal pada malam hari 19.30 di Jalan Jenderal Yusuf, dengan<br />

cara dibuntuti oleh pengendara motor beat yang berboncengan, kemudian<br />

menarik kerah baju hingga korban terjatuh dan mengambil barang korban<br />

dalam tas yang berisi hand-pont dan beberapa surat-surat penting. Pelaku<br />

kabur dan tidak ditangkap.<br />

Gambar 6.9<br />

Mira Korban Begal di Parepare<br />

89


3. Kasus 3: Aksi begal di Jalan Jendral Ahmad Yani, Kelurahan Lapadde,<br />

Kecamatan Ujung, Kota Pareparesekitar pukul 23.30 Wita, pelaku terdiri<br />

dari dua orang yang kemudian mendapat perlawanan dari korban dan<br />

akhirnya melarikan diri dan meninggalkan motornya. Korban adalah<br />

polwanBripda Sulviani dan Bripda Siti Hadijahyang tidak berseragam.<br />

Dalam melaksanakan aksinya pelaku mengendarai motor yang kemudian<br />

menarik tas korban dari belakang. Kedua pelaku adalah lulusan sekolah<br />

Aliyah berumur 17 tahun, dimotornya. ditemukan senjata tajam yang<br />

digunakan dalam melakukan aksinya.<br />

4. Kasus 4: Peristiwa pembegalan (jambret) dialami Pegawai Kantor<br />

Kecamatan Bacukiki kota Parepare, Nirmalasari Haya, Jumat (5/8/2016),<br />

terjadi di Jalan Ambomati, Kelurahan Lapadde, Kecamatan Ujung. Pelaku<br />

menggunakan motor dan berboncengan memepet korbannya, lalu salah<br />

seorang yang dibonceng merampas tas kemudian melaju pergi. Korban<br />

tidak terjatuh tetapi kehilangan tas beserta isinya berupa handphone dan<br />

dompet berisi uang tunai.Pelaku tidak tertangkap.<br />

5. Kasus 5: Pelaku adalah AH umur 27 tahun beralamat Pantai Cempae<br />

Wattang Soreang. Pembegalan terjadi tanggal 27 April 2016 jam 11.30<br />

Wita, Korban adalah mahasiswi Universitas Muhammadiah Parepare<br />

berumur 22 tahun berinisial R beralamat Desa Tangkoli, Kecamatan<br />

Baranti kabupaten Sidrap. Pelaku berboncengan mengendarai motor beat<br />

dengan melakukan ancaman pisau pada korban dan merampas tas berisi<br />

Laptop, hand phone, kartu ATM dan beberapa surat penting. Peristiwa<br />

terjadi di Lapadde dan pelaku setelah merampas kabur menuju arah kota<br />

Parepare. Korban mengejar sambil meminta pertolongan dan beberapa<br />

warga turut membantu dan akhirnya pelaku dapat di tangkap dengan<br />

barang bukti sepeda motor, pisau dan barang rampasan laptop, hand<br />

phone, dan kartu ATM dan beberapa surat penting.<br />

90


Gambar 6.10<br />

Pelaku Begal AH (27 Tahun) di Parepare<br />

Dari lima kasus begal yang terjadi di Kota Parepare 4 kasus yang<br />

terjadi pada malam hari dengan korban warga kota Parepare. Satu kasus<br />

terjadi pada siang hari dengan korban warga dari luar kabupaten dan terjadi<br />

di jalan poros. Korban yang menjadi incaran pelaku adalah perempuan yang<br />

membawa tas, pelaku menggunakan kendaraan bermotor berboncengan<br />

dengan cara memepet motor korban kemudian melakukan penarikan pada<br />

tas korban dan kabur. Pelaku adalah laki-laki dan berumur remaja umur 18<br />

tahun,dengan mengendarai motor dan menarik tas korban. Korban tidak<br />

peduli pada korban.<br />

C. Kebijakan Dalam Pencegahan dan Penanganan Begal<br />

C.1. Kota Makassar<br />

Untuk menekan angka kriminilitas di Kota Makassar, pemerintah kota<br />

menggalakkan “Program Loranta”. Program ini penting, mengingat lorong<br />

merupakan salah satu sumber persoalan sosial termasuk kriminalitas.<br />

Pembangunan lorong-lorong di Kota Makassar berdampak positif terhadap<br />

perubahan prilaku masyarakat. Salah satunya, angka kriminalitas dan<br />

tawuran antar warga di Kota Makassar bisa ditekan. Penataan lorong-lorong<br />

di Kota Makassar membantu masyarakat menjadi lebih produktif dan<br />

cenderung tidak berpikir negatif dengan penerangan lorong yang semakin<br />

baik.<br />

Selain itu penggalakan kegiatan patroli malam -- guna menekan<br />

perbuatan kriminal (penjahat bermotor). Pemasangan lampu untuk menerangi<br />

91


setiap sudut kota. Sementara dibidang kesehatan dilakukan pengawasan<br />

terhadap apotik agar obat yang dapat merusak diawasi agar tidak beredar di<br />

kalangan anak muda. Sedangkan Kominfo memaksimalkan CCTV.<br />

Pemerintah kota mengambil kebijakan dengan target 2019 akan terpasang<br />

1000 CCTV pada semua gedung bertingkat 3 dengan koneksi alat tersebut<br />

dengan kantor Walikota Makassar. Alat perekam itu akan membantu aparat<br />

pemerintah meminimalisasi aksi kejahatan.<br />

Pemerintah melakukan kegiatan konsolidasi masyarakat untuk<br />

bersama-sama menjaga keamanan kota. Pemerintah akan mengembalikan<br />

fungsi masyarakat dengan kembali mengefektifkan ronda malam guna<br />

menjaga keamanan dan ketertiban bersama. Kepolisian Daerah Sulawesi<br />

Selatan memerintahkan jajarannya mulai ditingkat Polrestabes Makassar dan<br />

Polsek-polsek di 14 kecamatan berpatroli secara aktif untuk memberantas<br />

kelompok dan penjahat bermotor yang berbuat tindakan kriminalitas.<br />

Mengingat bahwa umumnya pelaku adalah usia sekolah SMP dan<br />

SMA, maka peran kalangan pendidik di setiap sekolah sangat penting guna<br />

menanamkan daya tangkal secara dini bagi anak dan kalangan<br />

remaja/pelajar untuk menjauhi dan tidak terlibat di dalam geng motor.<br />

Dibidang hukum dikembangkan program yang disebut Anak berhadapan<br />

dengan hukum, melibatkan unsur kepolisian, pengacara dan mereka sudah<br />

paham tugasnya,” program lain, yaitu melakukan penguatan kelompok anak<br />

di tingkat kecamatan, kelurahan.“Misalnya mereka dikumpulkan menggali<br />

potensi yang dimiliki, dan ini tergabung dalam Forum anak kecamatan<br />

serta kelurahan. “Program ini untuk menghadirkan kota layak anak yang<br />

nyaman, dan memang peran semua pemegang kebijakan ini sangat<br />

dibutuhkan.<br />

C.2. Kota Parepare<br />

Kota Parepare tidaklah termasuk sebagai daerah tingkat kriminalitas<br />

tinggi di Sulawesi Selatan, namun demikian pemerintah kota tetap<br />

menempatkan masalah kriminalitas hal yang perlu mendapat perhatian<br />

92


mengingat kejahatan merupakan masalah yang menjadi penghambat<br />

kemajuan dan kenyamanan kota.<br />

Pemerintah kota Parepare dalam menekan angka kriminal,<br />

dikembangkan program peduli lorong yang tidak hanya menambah keindahan<br />

dan penerangan lorong, tetapi juga bertujuan untuk menekan angka<br />

kriminalitas. Sinergitas dengan pemerintah kota. Program peduli lorong dan<br />

polisi temanta yang memiliki sasaran sama yakni menciptakan keamanan<br />

ditengah masyarakat.<br />

Polresta Parepare, intens melakukan patroli hingga malam dan operasi<br />

cipta kondisi, guna menciptakan suasana yang tertib dan aman bagi warga<br />

Kota Parepare. Selain aktif melakukan patroli, polres melakukan sosialisasi<br />

ke masyarakat agar menempatkan dan menyimpan kendaraannya dengan<br />

baik guna menghindari terjadinya aksi pencurian bermotor. Tindakan<br />

pencegahan dilakukan dengan mengedukasi warga supaya tidak lalai dalam<br />

menyimpan kendaraan dengan mengarahkan agar motor tidak disimpan<br />

diluar pagar. Jika malam rumah ditutup dan dikunci pagarnya apalagi jika<br />

motor ada di pekarangan rumah. Untuk memperluas penekanan pada angka<br />

kejahatan keseluruhan digalakkan Program Patroli Multi Kejahatan (PMK).<br />

Program ini sasarannya adalah menyisir lingkup kehidupan masyarakat<br />

termasuk kejahatan yang tidak memiliki korban<br />

Data menunjukkan bahwa kelompok yang rawan untuk menjadi Begal<br />

adalah remaja usia SMP dan SMA., karena itu maka pemerintah Kota<br />

Parepare Program Peduli Pesantren, dan Program penerangan Kawasan<br />

yang terfokus awalnya pada wilayah lorong dengan melakukan revitalisasi<br />

lorong dan peningkatan penerangan lorong dan beberapa titik yang dianggap<br />

penting.<br />

Program Walikota Parepare dengan melakukan Program Peduli lorong,<br />

tidak hanya bertujuan untuk memperindah dan memberikan penerangan<br />

lorong-lorong yang ada di Kota Parepare, ternyata juga berdampak pada<br />

turunnya angka kriminalitas. Angka kriminalitas sebelum ada program peduli<br />

lorong 29 kasus tahun 2015¸dan pada tahun 2016 ini, angka tindak kejahatan<br />

curanmor menurun dengan 18 kasus. Hal ini juga didukung dengan survey<br />

93


yang dilakukan lembaga Celebes Research Center (CRC) yang melakukan<br />

survey pada tahun 2015 yang lalu, melaporkan bahwa tingkat kepuasan<br />

keamanan di Kota Parepare, mencapai 92 persen.<br />

Program peduli lorong berdampak pada meningkatnya perekonomian<br />

masyarakat yang bermukim dilorong-lorong kota karena lampu lorong<br />

membuat aktifitas warga pada malam hari juga semakin meningkat. Peduli<br />

lorong tidak hanya keindahan, penerangan, yang pada akhirnya kenyamanan<br />

dan keamanan warga dalam menjalankan aktifitasnya. Peduli lorong<br />

ditingkatkan dengan program peduli lingkungan yang akan menyasar jalanjalan<br />

utama yang minim pencahayaan. Peningkatan kondisi keamanan di<br />

Kota Parepare diikuti dengan “Program Polisi Temanta” yang memberikan<br />

layanan cepat dan patroli rutin pada wilayah yang tergolong rawan kejahatan.<br />

Program peduli lorong tahun 2015 berhasil memasang 1.615 titik lampu dan<br />

463 lorong yang ada di Kota Parepare, dan sampai Juni tahun 2016<br />

terpasang 750 titik mata lampu baru. Berdasarkan data dari pihak kepolisian,<br />

jumlah laporan masyarakat mengenai aksi pencurian yang disertai kekerasan,<br />

utamanya pada malam hari justru makin meningkat.<br />

Program walikota peduli lingkungan dan program kepolisian “Polisi<br />

temanta” yang memberikan layanan cepat dan sigap atas setiap laporan<br />

terkait dengan keamanan memberi pengaruh terhadap menurunnya<br />

kejahatan. Beberapa daerah yang sebelumnya layanan dan menjadi prioritas<br />

tahun 2015 untuk menekan kejadian kejahatan dengan kekerasan, sangat<br />

terasa manfaatnya dalam menciptakan keamanan lingkungan termasuk aksi<br />

kejahatan dan begal.<br />

Kasus Kecamatan Bacukiki: Tahun 2012 salahsatu wilayah yang<br />

pernah disebut-sebut sebagai daerah yang rawan “begal”, sejak tahun 2015<br />

kecamatan Bacukiki yang terletak di daerah pegunungan, diakui sebagai<br />

daerah teraman di Kota Parepare. Muhammad Said Gani, salah seorang<br />

tokoh masyarakat Kecamatan Bacukiki dari Kelurahan Galung Maloang,<br />

bahwa sejak kerjasama intensif Kepolisian dengan pemerintah kelurahan<br />

desa melalui program „Polisi Temanta‟, yang memberikan layanan cepat<br />

dengan respon yang cepat dan sigap, maka masyarakat juga aktif melakukan<br />

94


pengawasan dan pemantauan keamanan lingkungan masing-masing. Polisi<br />

senantiasa melakukan patroli rutin ditempat yang rawan. Pemerintah kota<br />

dengan program peduli lingkungan menambah penerangan disemua tempat.<br />

Khususnya ditempat yang rawan.<br />

Untuk tindak kejahatan di jalanan (begal) Polisi membentuk tim<br />

khusus anti begal. disebut tim Taktis. Tim Taktis berisi sejumlah personel<br />

terbaik dari berbagai fungsi atau satuan. diberikan pelatihan khusus di Markas<br />

Brimob Detasemen B Pelopor Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan yang<br />

bermarkas di Kota Parepare.<br />

D. Faktor Penyebab Muncul Pelaku Begal<br />

D.1. Faktor Eksternal<br />

Faktor eksternal, meliputi: Pola hubungan dan/atau kepedulian dalam<br />

masyarakat antara sesama warga masyarakat, penegakan aturan dari<br />

penegak hukum untuk semua masyarakat (yaitu: ada standar hukum yang<br />

sama untuk semua anggota masyarakat), kondisi rumahtangga dan keluarga<br />

dan pola hubungan yang berkembang dalam rumahtangga, lingkungan<br />

sebaya atau teman sepermainan yang dapat membawa anggota kepada<br />

perilaku kelompok yang dapat dan tidak bertentangan dengan perilaku yang<br />

menyimpang, Keadaan Ekonomi rumahtangga dan masyarakat yang<br />

memberikan ruang aktivitas dan masyarakat untuk dapat memenuhi<br />

kebutuhannya, pola pergaulan yang buruk yang dapat mempengaruhi<br />

anggotanya untuk berperilaku menyimpang, adanya sarana berupa sepeda<br />

motor dapat menjadi penunjang keperilaku baik dan rtidak baik, pengawasan<br />

dari orang tuanya yang lemah dan bahkan tidak peduli dengan<br />

perkembangan kehidupan anaknya, dan tontonan/video game yang<br />

mengajarkan kekerasan dan tidak mendidik yang menumbuhkan perilaku<br />

menumbuhkan gaya komsumtif dan kekerasan.<br />

Faktor penyebab terjadinya aksi kekerasan atau pembegalan yang<br />

merupakan faktor eksternal adalah sebagai berikut.<br />

1. Melemahnya kepedulian antara warga masyarakat yang ditunjukkan pada<br />

pola hubungan/interaksi baik frekwensi dan kualitasnya, di Kota Parepare<br />

95


pola hubungan antara masyarakat jauh lebih baik dibanding di Kota<br />

Makassar. Keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan keamanan di<br />

Parepare jauh lebih baik dan terbukti mampu menurunkan angka<br />

kriminalitas. Seperti ditunjukkan di Kecamatan Bacukiki. Aksi begal<br />

dilakukan selalu pada tempat dimana sistem pengamanan seperti ronda<br />

dan kondisi sepi dan dilakukan setelah magrib sampai tengah malam di<br />

Kota Parepare, Di kota Makassar keterlibatan masyarakat dan kepedulian<br />

yang rendah merupakan salahsatu faktor tingginya kriminalitas.<br />

2. Penegakan hukum yang lemah menjadi faktor bertambahnya aksi begal,<br />

Pelaku begal yang tertangkap bukan pelaku baru, pemberian hukuman<br />

justru tidak menimbulkan efek jerah. Anak-anak remaja yang beroperasi<br />

dilapangan selalu dilakukan oleh sekawanan yang justru senior selalu<br />

berada dalam otak pembegalan dan tidak tampil. Salahsatu faktornya<br />

adalah pertimbangan usia menyebabkan lemahnya hukuman, perilaku<br />

sadis dalam melaksanakan aksinya dari mereka yang berumur muda lebih<br />

dibanding yang berumur tua.<br />

3. Rumahtangga dan keluarga, hilangnya orientasi kehidupan remaja karena<br />

disfungsi keluarga. Anak yang lahir dari keluarga bermasalah berpotensi<br />

menimbulkan pribadi yang bermasalah. Minimal, tumbuh kembangnya<br />

kurang optimal. Beberapa kasus anak-anak pelaku begal di Kota<br />

Makassar mengambarkan akan hal ini. Penelusuran terhadap beberapa<br />

kasus dilingkungan rumahtangga ternyata pelakunya adalah korban pola<br />

asuh sehingga perkembangannya kurang arah, kondisi keluarga yang<br />

tidak mendukung sehingga anak berkembang tidak optimal dan labil.<br />

4. Beberapa pelaku yang tertangkap di Kota Parepare, dikarenakan karena<br />

pergaulan yang buruk dan lingkungan sebaya, khususnya anak remaja<br />

-- mereka terlibat hanya ikut-ikutan dan akhirnya mengikuti temannya agar<br />

tidak terkucilkan, bahkan akhirnya menjadi sumber untuk memenuhi<br />

kebutuhan kelompoknya.<br />

5. Pengaruh lingkungan dan teman sebaya. Salah satu pelaku begal<br />

berdasarkan pengakuannya karena berinteraksi atau bergabung dengan<br />

teman yang berinteraksi dengan teman atau lingkungan sosial yang<br />

96


terbiasa melakukan kekerasan akan permisif dengan perilaku kekerasan.<br />

Sehingga melakukan pembegalan adalah suatu yang biasa dan<br />

menganggap tindakan pembegalan sebagai hal yang tidak melawan<br />

hukum.<br />

6. Kebutuhan ekonomi, dan tidak memiliki pekerjaan atau menganggur,<br />

dari keterangan pihak kepolisian Parepare merupakan faktor yang<br />

mendominasi aksi begal di Kota Parepare. Di Kota Makassar mereka<br />

yang berumur diatas 25 tahun melakukan aksi begal karena untuk<br />

memenuhi kebutuhan ekonomi, tidak memiliki pekerjaan lain yang cukup<br />

untuk memenuhi kebutuhannya. Bagi mereka yang berumur muda faktor<br />

ekonomi bukanlah menjadi faktor yang dominan.<br />

7. Beberapa pelaku yang tertangkap di Kota Makassar, dikarenakan karena<br />

pergaulan yang buruk dan lingkungan sebaya, khususnya anak remaja<br />

-- mereka terlibat hanya ikut-ikutan dan akhirnya mengikuti temannya agar<br />

tidak terkucilkan, bahkan akhirnya menjadi sumber untuk memenuhi<br />

kebutuhan kelompoknya untuk tetap dapat berkumpul-kumpul.<br />

8. Kurangnya pengawasan orangtua dan masyarakat atas anak dan<br />

kelompok remaja menjadikian aksi yang semula dilakukan dengan tidak<br />

terencana atas ajakan teman, akhirnya menjadi aksi yang direncanakan<br />

yang selanjutnya dilakukan berulang-ulang dengan kelompoknya. Faktor<br />

ini banyak dilakukan oleh kawanan begal berusia muda.<br />

9. Perkumpulan di pusat game atau rumah game dengan permainan judi online<br />

yang semula dilaksanakan kecil-kecilan yang kemudian menjadi<br />

pekerjaan. Kebiasaan melihat tontonan dan aktivitas berjudi dan<br />

kekerasan membentuk perilakunya untk melakukan kekerasan yang diikuti<br />

dengan kebutuhan untuk berjudi dan membayarar tontonan dan game.<br />

Salah seorang pelaku begal berhenti dari sekolah di SMP karena<br />

keseringan bermain Game online dengan taruhan yang kemudian dengan<br />

ajakan temannya melakukan pembegalan, dan merasa sesuatu dengan<br />

mudah dapat diperoleh dan akhirnya menjadikan pekerjaan yang<br />

kemudian dilakukan berulang-ulang. Maraknya game on-line diwarnet dan<br />

warkop yang memungkinkan menonton video kekerasan dan ajaran-<br />

97


ajaran yang membentuk karakter yang berpotensi untuk melakukan<br />

kekerasan dalam mewujudkan tujuannya.<br />

10. Adanya kesempatan yang diperlihatkan oleh korban yang menarik pelaku<br />

untuk melakukan pembegalan. Umumnya pembegalan dilakukan oleh<br />

kawanan pembegal karena terjadi saat korban memperlihatkan celah<br />

untuk di begal, misalnya: sendiri di jalan sepi, dibonceng dengan<br />

memperlihatkan tas yang dijambret dan memperlihatkan Hand-phone saat<br />

berada dijalanan.<br />

11. Remaja umumnya pemain baru, pemain lama justru berada di balik<br />

layardengan merekrut remaja untuk melakukan aksinya secara<br />

berkelompok, Para senior begal menjadikan anak berumur remaja untuk<br />

melakukan aksi begal dijalanan dengan jaminan perlindungan.<br />

12. Tempat yang sepi dan tidak sistem pengamanan dimanfaatkan untuk<br />

melakukan aksi begal.<br />

D.2. Faktor Internal<br />

Faktor internal (terkait dengan kondisi yang melekat dalam diri individu,<br />

misalnya: Motivasi yang terkait dengan aspek ekonomi seperti pemenuhan<br />

kebutuhan, pola berpikir instans yang tidak mau kerja dan ingin hidup enak<br />

dan cepat-- yang diikuti keinginan bebas lepas dari ikatan rumahtangga dan<br />

orang sekitarnya, keputusan yang hedonistik yang cenderung ingin<br />

menonjolkan diri dengan memiliki materi yang bernilai tinggi dimasyarakat,<br />

heroisme/Bulkying yang berkeinginan menampilkan kekuatan dengan<br />

melakukan tekanan pada orang lain, perilaku pemberontak (Atavistik) yang<br />

selalu melawan aturan dan menginginkan ketidak-stabilan, tidak bekerja atau<br />

tidak ada kesibukan, merasa kurang perhatian dari keluarganya, Rasa ingin<br />

tahu atau penasaran, Rasa peduli pada hak orang lain, Rasa takut terhadap<br />

hukum.<br />

Faktor internal yang menyebabkan perilaku begal, adalah sebagai<br />

berikut:<br />

98


1. Motivasi Ekonomi individu bukanlah menjadi faktor dominan, bagi mereka<br />

begal hanyalah untuk kebutuhan sesaat dengan kelompoknya untuk<br />

berhura-hura – bukan karena untuk biaya hidup yang mendasar.<br />

2. Pola pikir instant menjadikan anak-anak tidak mau bekerja keras untuk<br />

mendapatkan hasil, pembentukan karakter ini banyak terjadi pada anakanak<br />

yang mempunyai kemampuan ekonomi baik dengan kemudahan<br />

saat awal pembentukannya, karena cara berpikir anak yang serba instan<br />

dalam menginginkan sesuatu, mencari cara mudah-mudah tanpa mau<br />

bekerja, sehingga mudah sekali untuk melakukan kejahatan untuk<br />

memenuhi keinginan yang mau cepat dan mudah. Dihubungkan dengan<br />

perilaku pembegalan adalah bagaimana mendapatkan sesuatu dengan<br />

cara instan. Ia ingin mendapatkan sepeda motor dan hand phone dengan<br />

instan merupakan faktor dominan dari begal muda, misalnya<br />

mendapatkan hand phone dan hidup berhura-hura dengan kelompoknya.<br />

3. Perilaku hedoisme untuk memperoleh benda-benda yang mempunyai nilai<br />

yang tinggi, dan berkeinginan untuk memperoleh barang secara cepat dan<br />

instan, Misalnya: motor yang bagus sehingga tergoda untuk memilikinya<br />

secara cepat dan instan yang akhirnya tergoda untuk melakukan<br />

pembegalan dan mengambil hak milik orang lain secara tidak legal alias<br />

dengan aksi pembegalan. Layanan hiburan yang membutuhkan uang<br />

untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan kelompok untuk menikmati<br />

hiburan yang semakin banyak diperkotaan dengan biaya tinggi mendorong<br />

untuk mendapatkan uang dengan cara mudah dengan melakukan aksi<br />

begal.<br />

4. Proses pertumbuhan anak dalam lingkungan pergaulannya baik di sekolah<br />

atau lingkungan bermain yang sering di bullying kan menyebabkan saat<br />

remaja untuk melakukan kekerasan sebagai wujud pelampiasan dendam<br />

dan menampilkan dirinya sebagai herois, hal ini tidak diperoleh<br />

keterangan bahwa faktor ini menjadi faktor dominan.<br />

5. Faktor Perhatian Keluarga, pola asuh keluarga yang tidak maksimal dan<br />

tidak efektif, perhatian yang minim dari orang tua sangat berpengaruh<br />

99


terhadap perilaku seorang anak, yang kemudian mudah untuk melakukan<br />

tindakan melawan hukum.<br />

6. Kurangnya kesibukan atau pekerjaan memudahkan anak-anak untuk<br />

dapat bergaul dengan kelompok sebaya, sehingga sangat mudah untuk<br />

mendapat pengaruh untuk melakukan tindakan kejahatan berkelompok.<br />

Pengajaran disekolah yang kurang menyibukkan dan disenangi murid<br />

menjadi penyebab anak-anak bermain diluar waktu sekolah, sehingga<br />

member kesempatan untuk bergaul dengan kawanan yang rentang<br />

dengan pelaku kejahatan.<br />

7. Pengaruh obat-obatan atau narkotik berpengaruh untuk pelaku melakukan<br />

aksi begal, beberapa pelaku saat tertangkap merampok korbannya dalam<br />

pengaruh menggunakan narkoba. ada kaitan erat antara begal dan<br />

penyalahgunaan narkoba, remaja sangat rentan terpengaruh oleh<br />

lingkungannya.<br />

8. Banyak arena-arena diluar rumah yang berpotensi untuk menyalurkan<br />

rasa ingin tahu dari remaja, yang kadang tidak dipandu danang dicari yang<br />

justru kadang berpotensi memperoleh perilaku jahat yang justru<br />

menyenangkan.<br />

9. Kebiasaan untuk tidak mempunyai kepedulian pada orang lain akan<br />

berpotensi untuk tidak memiliki rasa pedulian sehingga dengan mudah<br />

melakukan perilaku menyimpan yang merugikan orang lain termasuk<br />

tindakan begal.<br />

10. Kebiasaan berbuat salah dan melakukan tindakan yang menyimpan tanpa<br />

saksi, akhirnya anak terbiasa untuk tidak memperhitungkan resiko dan<br />

hukum.<br />

Dengan memperhatikan karakteristik dari pelaku begal yang umumnya<br />

dibawah umur atau remaja dengan umur antara 14 – 19 tahun, yang dalam<br />

melaksanakan pembegalan sangat sadis, maka beberapa hal yang dinilai<br />

dominan menjadi penyebab munculnya perilaku begal adalah sebagai berikut:<br />

1. Marakmya budaya konsumerisme dan materialisme. Industri gadget dan<br />

otomotif (sepeda motor) menjadi sesuatu yang harus senantiasa diikuti,<br />

mendorong munculnya perilaku hedonism dan untuk memenuhinya secara<br />

100


muda adalah melakukan pembegalan atau memperoleh dengan cara<br />

kejahatan.<br />

2. Media, khususnya film serta games. banyak yang menampilkan adegan<br />

kekerasan secara vulgar yang seolah mengajari penontonnya untuk bisa<br />

melakukan hal tersebut. Remaja mencoba mengaktualkannya dengan<br />

melakukan kekerasan seperti pembegalan.<br />

3. Lemahnya pengawasan sosial, satu sama lain kurang peduli, sistem<br />

keamanan seperti ronda juga sudah jarang yang melakukannya,<br />

memudahkan tumbuhnya dan perbuatan pembegalan dalam lingkungan<br />

masyarakat.<br />

4. Pendidikan disekolah yang kurang membuat anak tidak betah untuk<br />

mengikuti pelajaran yang diikuti dengan kedisiplinan, sehingga murid dan<br />

siswa dapat berkeliaran ditempat keramaian menjadi ruang untuk<br />

menciptakan pergaulan diluar kelompok belajarnya dan terserat dalam<br />

pergaulan kawanan begal.<br />

5. Mudahnya menjual hasil rampasan seperti telpon dan motor, menjadikan<br />

pekerjaan ini sifatnya instan dan mudah yang relatif dapat memenuhi<br />

kebutuhan kelompok dan gaya hidup hedonism, konsumerisme.<br />

6. Perekonomian negara masih belum cukup baik, kecenderungan harga<br />

kebutuhan pokok meningkat, berbanding terbalik dengan penghasilan,<br />

sementara mendapatkan pekerjaan bukanlah pekerjaan yang mudah .<br />

7. Terbatasnya lapangan pekerjaan untuk masyarakat kelas bawah bisa<br />

memacu orang mencari jalan lain untuk mendapatkan uang, salah satunya<br />

membegal menjadi cara praktis untuk memenuhi kebutuhan hidup.<br />

8. Kebutuhan tambahan untuk kegiatan, seperti uang untuk pacaran,<br />

membeli rokok, atau membeli minuman keras .dan obat-obatan serta<br />

narkotik.<br />

E. Peranan Stakeholders Dalam Penanganan Begal<br />

E.1. Penanganan Begal di Kota Makassar<br />

Mengawasi pergerakan begal yang semakin brutal pemerintah kota<br />

bersama polisi dan TIN bekerjasama dengan melakukan patroli-patroli. Lurah<br />

101


diminta untuk turun bersama dengan tenaga pengamanan untuk<br />

mengindifikasi kawanan dan warga yang potensial diduga sebagai pelaku<br />

begal. Pemerintah Kota dalam penanganan begal mengembangkan konsep<br />

pengamanan berbasis masyarakat dengan mengembangkan ketahanan<br />

lingkungan, dimana RT/RW dapat melakukan deteksi dini terhadap pelaku<br />

begal. Pemerintah kota meningkat peran forum warga, dan melakukan<br />

langkah struktural dengan kerjasama dengan polisi dan TNI.<br />

RT dan RW semua jajaran diminta mendatangi semua warganya yang<br />

diperkirakan menjadi pelaku begal, termasuk berupaya menemukan hal-hal<br />

yang dianggap pemicu perilaku begal dalam lingkungannya. Polisi dengan<br />

Program polisi temanta, adalah upaya mendekatkan polisi dengan rakyat<br />

sehingga masyarakat bersama polisi bersama-sama mencegah terjadi aksi<br />

begal dan tumbuhnya pelaku begal dalam lingkungan tempat tinggalnya.<br />

Program kesejahteraan social yang secara khusus melakukan<br />

penanganan terhadap begal belum ada, namun masalah anak jalanan adalah<br />

menjadi perhatian. Anak jalanan dinilai kelompok yang rawan direkrut untuk<br />

melakukan aksi begal. Penanganan terhadap anjal adalah tugas dinas sosial<br />

agar anak jalanan dapat dilakukan pembinaan agar jauh dari pengaruh<br />

kelompok dan sebaya untuk melakukan kejahatan.<br />

E.2. Penanganan Begal di Kota Parepare<br />

Peranan pemerintah Kota Parepare dalam penanggulangan dan<br />

mencegah berkembangnya aksi begal. Di Kota Parepare pemerintah<br />

mengembangkan program peduli lingkungan dan peduli lorong. Program<br />

peduli lorong adalah menata lorong agar dapat berfungsi untuk memberi<br />

pendapatan baru bagi masyarakat lorong dan membuat lorong terasa<br />

nyaman dan menghapus dari kekumuhan sekaligus berfungsi sebagai tempat<br />

bermain yang sehat. Untuk program ini, pemerintah kota membuat lorong<br />

menjadi bersih dengan memberikan penerangan yang cukup, sehingga<br />

kehidupan lorong tidak sepi. Diharapkan dengan program ini kehidupan<br />

lorong benar dirasakan dengan semakin maraknya aktivitas dilorong dapat<br />

menekan angka criminal/kejahatan.<br />

102


Kapoltres Parepare untuk mengurangi aksi kejahartan begal maka<br />

dilaksanakan program “Polisi Temanta” suatu program yang memberikan<br />

upaya tanggap dan sigap dalam memberikan layanan maksimal, sambil<br />

melakukan patroli rutin ditempat-tempat yang dianggap rawan begal. Polisi<br />

bersama pemerintah menumbuhkan pengamanan mandiri dengan melibatkan<br />

masyarakat untuk menjaga dan berupaya tidak terjadinya aksi kejahatan<br />

disekitar tempat tinggalnya.<br />

Masalah begal umumnya masih dianggap adalah masalah<br />

kejahatan, terkait sebagai masalah sosial Dinas Sosial dan Kesejahteraan<br />

Masyarakat Kota Parepare secara khusus belum dibuatkan program khusus,<br />

ada kaitan dengan munculnya perilaku kejahatan maka dilaksanakan<br />

penanganan pada anak-anak jalanan (Anjal) dengan memberikan<br />

penanganan khusus yang memberikan keterampilan dan pendidikan atau<br />

mengembalikannya kedalam lingkungan keluarga, melalui panti sosial jumlah<br />

anjal dapat berkurang. Pada tahun 2016 anjal yang ada di Parepare berasal<br />

dari luar Parepare.<br />

Dalam banyak kasus anak-jalanan di Parepare berasal dari<br />

Makassar, mereka kemudian menyebar diper-empatan jalan dan<br />

menggunakan taman-taman kota untuk bermalam. Untuk pembinaan seperti<br />

itu, maka mereka dibawah kepanti sosial untuk direhabilitasi yang selanjutnya<br />

menunggu hubungan daerah asalnya untuk menjemput.<br />

Keseimbangan antara Pemerintah, Penegak Hukum, dan Budaya<br />

dalam memperbaiki kehidupan sosial masyarakat, sehingga peran keluarga<br />

sebagai pengontrol utama sosial seharusnya dapat lebih mengawasi anakanak<br />

remaja. Pemerintah juga tidak hanya melihat dari ekonominya saja<br />

melainkan suatu pemberdayaan keluarga juga, penegak hukum harus lebih<br />

waspada dan melihat kejadian-kejadian sosial dengan lebih cermat dan tegas<br />

sehingga masyarakat tidak berlebihan dengan rasa cemas dan khawatir<br />

dengan aparat yang tegas dan cermat.<br />

F. Mencegah dan Mengatasi Tindakan Begal<br />

103


Upaya pencegahan muncul pembegal baru haruslah memperhatikan<br />

bagaimana seseorang menjadi begal, Karena itu hal yang perlu dilakukan,<br />

yaitu:<br />

1. Desakan kebutuhan ekonomi sementara tidak terpenuhi karena tidak<br />

bekerja atau menganggur mendorong seorang melakukan tindakan begal,<br />

untuk mencegahnya perlu pembinaan agar masyarakat mampu bekerja<br />

dan memperoleh pendapatan yang cukup untuk memenuhi kebutuhannya.<br />

Masyarakat secara bersama haruslah memperhatikan kelompok yang<br />

berpendapatan rendah agar dapat memperoleh pekerjaan sehingga<br />

dengan pekerjaannya tersebut dapat memperoleh pendapatan yang<br />

mampu membiaya kebutuhannya.<br />

2. Kelompok-kelompok remaja atau teman sebaya perlu dipantau aktivitas<br />

dan diarahkan semua pihak sehingga kesempatan untuk melakukan<br />

penyimpangan sosial tidak ada. Rumahtangga, sekolah, dan forum<br />

rumahtangga RT dan RW berperan dalam melakukan pembinaan dan<br />

pantaun terhadap kelompok yang ada dilingkungannya agar perilaku<br />

menyimpan dapat ditekan.<br />

3. Pengawasan pada pusat game yang memberikan layanan game untuk<br />

secara selektif menyediakan program-progran game yang berpotensi<br />

untuk mendorong seseorang berperilaku keras dan melakukan perilaku<br />

menyimpang atau menjadi begal. Aktivitas disekolah tidak memberikan<br />

kesempatan untuk peserta didik untuk tidak belajar dengan menciptakan<br />

pola hubungan yang membuat peserta didik tidak berkesempatan untuk<br />

memikirkan hal-hal yang dapat membuatnya melakukan aksi yang<br />

berlawanan dengan hukum.<br />

4. Peranan rumahtangga atau keluarga untuk melakukan pembinaan dan<br />

pengawasan kepada anggota keluarga dan secara terencana menyusun<br />

program aksi bagi anggota keluarga sehingga tidak berkesempatan untuk<br />

memikirkan hal yang dapat membuatnya mendekati pekerjaan yang dapat<br />

menjadikannya sebagai pelaku yang menyimpang.<br />

104


5. Menumbuhkan pandangan bahwa untuk mendapatkan sesuatu hanya<br />

mungkin dengan berusaha dan berdoa, perilaku yang selalu memudahkan<br />

dan mau cepat berpotensi untuk menjadikan seseorang untuk menyimpen.<br />

Mengembangkan sistem pengamanan yang melibatkan semua orang untuk<br />

turut serta menciptakan rasa aman bagi anggotanya, misalkan : membuat oranisasi<br />

pengamanan mandiri. Lebih jelas lihat bagan khirarkhi kelompok Kerja<br />

(POKJA).<br />

Secara hukum Kebijakan ditetapkan dengan keputusan Walikota atau<br />

ditingkatkan menjadi PERDA. Berikut Bagan khirarkhi POKJA.<br />

UNSUR<br />

POKJA<br />

PEMERINTAH <strong>MASYARAKAT</strong> PENEGAK HUKUM<br />

Kota Walikota Perwakilan<br />

Polres<br />

Kecamatan<br />

Kecamatan Kecamatan Perwakilan Kelurahan Polsek<br />

Kelurahan Kelurahan Ketua (RW) Binmas<br />

Rukun Warga Ketua RW Ketua-Ketua RT Kader Polisi (Bimmas)<br />

Agar perilaku begal memberikan efek jerah maka penegakan hukum<br />

perlu dilaksanakan secara tegas dan berkeahilan dan menimbulkan efek jerah<br />

pada pelaku, karena itu penegak hukum haruslah mempunyai kewenangan<br />

dalam mewujudkan keamanan dan ketertiban. Bagaimana penegak hukum<br />

menggunakan hak diskresinya dalam memberantas begal haruslah ada<br />

kerjasama dan pandangan yang sama dalam tujuan penanganan begal,<br />

seperti berikut:<br />

1. Aparat Kepolisian: Salah satu peran aparat kepolisian dalam<br />

mewujudkan keamanan dan ketertiban masyarakat, adalah melalui<br />

tindakan diskresi. Dalam melakukan diskresi -- secara yuridis diatur pada<br />

pasal 18 UU No. 2 Tahun 2002 yaitu “ Untuk kepentingan umum, pejabat<br />

Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas dan<br />

105


wewenangnya dapat bertindak menurut penilaiannya sendiri“, hal tersebut<br />

mengandung maksud bahwa seorang anggota Polri yang melaksanakan<br />

tugasnnya di tengah- tengah masyarakat seorang diri, harus mampu<br />

mengambil keputusaan berdasarkan penilaiannya sendiri apabila terjadi<br />

gangguan terhadap ketertiban dan keamanan umum atau bila timbul<br />

bahaya bagi ketertiban dan keamanan umum.<br />

Dalam menerapkan diskresi, aparat kepolisian dituntut untuk mengambil<br />

keputusan secara tepat dan arif. Terminologi diskresi di lembaga<br />

kepolisian disebut sebagai diskresi kepolisian, biasanya berupa<br />

memaafkan, menasihati, penghentian penyidikan dan lainnya tembak di<br />

tempat pelaku kejahatan atau begal yang memang dianggap<br />

membahayakan warga dan petugas. Namun, Tindakan tembak di tempat<br />

tersebut dilakukan oleh petugas di lapangan terutama anggota buser jika<br />

memang benar-benar dalam situasi terdesak dan membahayakan jiwa<br />

petugas. Tembak di tempat ini harus terukur dimana pelaku dalam kondisi<br />

sangat membahayakan .<br />

2. Peran Jaksa: Ketika jaksa menangani kasus pembegalan, sebaiknya<br />

jaksa membangun kordinasi dengan kepolisian, sehingga pembuatan<br />

berita acara di kepolisian dan pembuatan surat dakwaan kepada pelaku<br />

dapat dibuat dengan cermat, lengkap, dan teliti serta dengan waktu yang<br />

efisien dan efektif, sehingga pelaku dapat segera dihukum dan akan<br />

memberi efek jerah bagi pelaku begal.<br />

G. Dampak Aksi Begal<br />

Perilaku pembegal akan memberikan dampak pada korban begal,<br />

pelaku dan masyarakat. Bagi korban begal menimbulkan trauma, bisa cacat<br />

bahkan meninggal yang tentu berdampak pada keluarga korban. Pada<br />

masyarakat perilaku begal menimbulkan rasa tidak aman dan rasa kuatir<br />

sehingga aktivitas lainnya dapat terganggu bahkan dalam banyak hal perilaku<br />

pembegalan mendorong main hakim sendiri terhadap pelaku begal bila<br />

tertangkap oleh masyarakat.<br />

106


Terhadap pelaku begal tidak semua berdampak pada sikap jerah bila<br />

tertangkap karena selepas dari hukumannya bahkan kausalitas pembegalan<br />

semakin sadis, pelaku begal ditengah masyarakat cenderung ditolak atau<br />

tersisih dalam kehidupan masyarakat, sehingga mendorong perilaku memilih<br />

jalan hidup sebagai pembegal yang semakin sadis dan menjadikan sebagai<br />

sumber pendapatan.<br />

Aksi begal menimbulkan dampak pada pelaku, korban dan<br />

masyarakat, berikut dampak dari begal:<br />

1. Dampak pada korban begal, bagi korban begal memberi dampak secara<br />

phisik, phisikis, dan kerugian material. Secara phisikis korban trauma yang<br />

menyebabkan munculnya keraguan bertindak dan kurang percaya pada<br />

lingkungannya. Secara phisik korban bisa mengalami cacat phisik dan<br />

memerlukan waktu yang cukup untuk pemulihan. Adapun kerugian<br />

material berupa barang secara material bernilai dan juga biaya pemulihan<br />

yang timbul akibat begal.<br />

2. Dampak pada pelaku begal, bagi pelaku keberhasilan dalam melakukan<br />

aksi begal dapat menjerumuskan pada kejahatan lainnya karena adanya<br />

hasil begal yang dapat digunakan untuk mengongkosi kegiatan-kegiatan<br />

yang justru terkait dengan perilaku penyimpangan dan seterusnya<br />

semakin membuat keinginan untuk melakukan aksi begal semakin<br />

meningkat. Dilain pihak secara phisikis pelaku begal senantiasa merasa<br />

bersalah dan menjadikan dirinya semakin tidak berguna dan mendorong<br />

untuk lebih melakukan aksi menyimpang.<br />

3. Dampak pada masyarakat, bagi masyarakat maraknya aksi begal<br />

menimbulkan dampak pada hilangnya rasa aman, menimbulkan<br />

kecurigaan dan mempengaruhi mobilitas mayarakat sehingga aktivitas<br />

ekonomi sosial terganggu. Secara ekonomi begal menimbulkan kegiatan<br />

ekonomi dengan biaya tinggi bagi industri karena tuntutan pekerja dan<br />

hambatan hubungan diluar masyarakat..<br />

107


BAB VII. KESIMPULAN, SARAN, DAN REKOMENDASI SERTA<br />

IMPLIKASI KEBIJAKAN<br />

A. Kesimpulan<br />

1. Fenomena begal sudah sangat meresahkan karena jumlah dan kualitas<br />

aksi yang cenderung semakin meningkat. Korban sudah tidak bisa<br />

diprediksi perempuan dan laki-laki, dan kelompok pekerja dan umur<br />

tertentu. Kecenderungan pelaku kelompok remaja yang dalam<br />

melaksanakan aksinya sadis. Waktu pembegalan tidak lagi<br />

dilaksanakan diwaktu tertentu dan cenderung bertindak ditempat<br />

keramaian dan wilayah yang ramai. Faktor penyebab terjadinya aksi<br />

begal, adalah: kebutuhan ekonomi (menganggur), pergaulan (ajakan<br />

teman), tontonan dan game, kurangnya pengawasan keluarga,<br />

hilangnya orientasi karena disfungsi keluarga, penegakan hukum yang<br />

lemah, pengaruh narkotik, kesempatan (kondisi tempat begal).<br />

2. Peranan stakeholders dalam penanganan begal masih bersifat parsial<br />

dan koordinasi cenderung lemah. Pelaksanaan fungsi pengamanan<br />

oleh polisi masih bersifat ad-hoc, sehingga aksi begal menunggu<br />

kelengahan dari petugas sehingga muncul aksi perilaku begal<br />

kambuhan.<br />

3. Belum terbangun system yang efektiv cara pencegahan dalam<br />

mengatasi perilaku pembegalan sebagai suatu fenomena yang muncul<br />

dari masyarakat, sehingga penegakan hukum oleh aparat keamanan<br />

sifatnya masih adhoc, polisi hanya membuat tim khusus sementara<br />

pihak pemerintah membuat program yang juga bersifat temporer<br />

bilamana aksi begal marak lagi. Akibatnya masyarakat anggap begal<br />

direspon sesaat oleh aparat dan pemerintah dan pada saat aktivitas<br />

pengamanan melemah maka muncul kembali perilaku begal.<br />

111


B. Saran-Saran<br />

1. Menciptakan wadah produktif agar anggota masyarakat mempunyai<br />

kegiatan pekerjaan atau kegiatan lain di rumahtangga dan/atau<br />

dilingkungan tempat tinggalnya, dan di sekolah-sekolah dengan<br />

menegakkan disiplin tinggi yang tidak memungkinkan peserta didik<br />

berkeliaran diwaktu sekolah dan kegiatan belajar disekolah.<br />

2. Adanya wadah sistem pencegahan dan penanganan agar aktivitas<br />

kejahatan terpantau, penanganan secara cepat bila ada gejala yang<br />

berpotensi untuk timbulnya kejahatan. Polisi senantiasa memantau<br />

kondisi wilayah tugasnya dan melibatkan anggota masyarakat sehingga<br />

sistem pengamanan dapat terdeteksi dengan optimal.<br />

3. Kerjasama pemerintah, masyarakat dan penegak hukum (polisi) terbukti<br />

efektiv bila dilaksanakan dengan baik, sehingga mampu mencegah<br />

munculnya perilaku kekerasan di masyarakat, karena itu perlu dibuat<br />

suatu sistem pencegahan dan penanganan berbasis masyarakat yang<br />

terevaluasi secara priodik untuk memastikan bahwa semua<br />

stakeholders melaksanakan peran dan fungsinya secara tepat.<br />

C. Rekomendasi Kebijakan<br />

1. Ada kebijakan pemerintah keberpihakan terhadap masyarakat marginal<br />

yaitu rumusan sistem pencegahan dan penanganan kekerasan/begal<br />

sebagai panduan agar setiap warga dapat alternatif kegiatan yang<br />

produktif.<br />

2. Membangun koordinasi aturan pembinaan terpadu antar Pemerintah<br />

Provinsi dengan Pemerintahan Kabupaten/Kota, bersama penegak<br />

hukum dan masyarakat dengan merumuskan suatu sistem pencegahan<br />

dan penanggulangan aksi kekerasan begal..<br />

3. Kebijakan adanya wadah teknis social berupa sistem komunikasi<br />

tanggap perkembangan perilaku begal, yang berperan sebagai pusat<br />

informasi aksi pencegahan korban dini pada setiap titik potensi<br />

terjadinya aksi pelaku begal pada tingkat Rukun Warga dan tingkat<br />

kelurahan.<br />

112


D. Implikasi Kebijakan<br />

1. Fasilitas praktis wadah pekerjaan bagi rakyat miskin, juga bagi remaja<br />

pengangguran agar mempunyai kegiatan yang positif bagi<br />

pembentukan karakter dalam lingkungan (Rumahtangga, Rukun<br />

tetangga, dan Rukun Warga). sekolah-sekolah harus ditingkatkan<br />

masa kedisiplinan sehingga tidak memungkinkan anak didik untuk<br />

berbuat yang berpotensi melakukan perilaku kekerasan pada waktuwaktu<br />

sekolah.<br />

2. Terbentuk pokja kantibmas yang memuat dengan jelas peran dan<br />

fungsi setiap stakeholders, secara berjenjang yang terdiri dari unsur<br />

Rukun tetangga, Rukun Warga, dan kader pengamanan binaan<br />

kepolisian. Pengawasan keamanan terhadap tempat berkumpulnya<br />

remaja agar tidak memberikan kesempatan munculnya potensi<br />

kekerasan, melakukan pengawasan yang ketat pada toko obat dan<br />

apotik serta peredaran obat-obat.<br />

3. Kelompok kerja wadah social unsur LSM sebagai wakil masyarakat,<br />

pemerintah, dan keamanan (polisi); Kelompok kerja tingkat<br />

Kecamatan terdiri dari; Pemerintah Kecamatan, Wakil Desa (Wakil<br />

Masyarakat) dan unsur penegak hukum (Unsur Polsek), disebut<br />

POKJA Kecamatan. POKJA Kabupaten/Kota, terdiri dari walikota,<br />

unsur muspida, wakil masyarakat dari kecamatan. Kelompok kerja<br />

bekerja berdasarkan aturan-aturan yang telah disusun, secara<br />

operasional. Membuat buku pedoman kerja pencegahan dan<br />

penanganan kekerasan begal, yang mengurai peranan dari masingmasing<br />

anggota pokja pada berbagai tingkat, dan indikator acuan<br />

sebagai dasar perlunya aksi tanggap dini.<br />

113


DAFTAR PUSTAKA<br />

Adam Smith,1556, The Theory Of Moral Sentimen,dalam buku Amitai,<br />

Azioni, 1982, Ekonomi Moral, Roksadaya, Jakarta<br />

George Ritzer, et, l, 2004, Teoori Sosiologi Modern, PrenadaMedia,Jakarta<br />

Idris Diskominfo Pemkot Parepare "Data Kependudukan Parepare per<br />

2012". Parepare. 18 Maret 2012.<br />

Diskominfo Pemkot Parepare "Sejarah Kota Parepare". Parepare. 24<br />

Januari 2014.<br />

Diskominfo Pemkot Parepare, "Geografis Kota Parepare". 21 Februari<br />

2012.<br />

Bappeas, "Keadaan Daerah dan Penyebaran Penduduk Daerah Sulawesi<br />

Selatan". Jakarta. 7 September 1980.<br />

Bapenas, "Keadaan Daerah dan Penyebaran Penduduk Daerah Sulawesi<br />

Selatan". Badan Perencanaan Pembangunan Nasional RI. 8<br />

April 1985.<br />

BPS, "Pembangunan Daerah Sulawesi Selatan". Badan Pusat Statistik RI.<br />

9 April 1995.<br />

Dinas PU,"Profil Kota Parepare". Departemen Pekerjaan Umum RI. 4<br />

November 2000.<br />

Kominfo Pemkot Parepare "Kebun Raya Jompie, Parepare". 31 Desember<br />

2010.<br />

Kominfo Pemkot Parepare "Wisata Alam Kebun Raya Jompie". Kominfo<br />

Pemkot Parepare. 29 Mei 2012..<br />

Kominfo Pemkot Parepare "Pariwisata Parepare per tahun 2013" (PDF)..<br />

14 Januari 2013.<br />

"Pelabuhan Parepare". PT Pelabuhan Indonesia 4 (Persero). 10 Februari<br />

2014..<br />

Summase, 2014, Teori-Teori Sosial (Biografi, Metodologi, Pemikiran, dan<br />

Karya intelektual Tokoh Sosiologi) Pasca-Sarjana,<br />

Universitas Hasanudd, Makassar<br />

114


Kluckhon dalam Sayogyo, 1972, Sosiologi Pedesaan, Rajaawali-Press,<br />

Jakarta.<br />

Mikkeelssen, Britha, 1999, Metode Penelitian Partisipatoris dan Upaya-<br />

Upaya Pemberdayaan, Obor Indonesia, Jakarta.<br />

Parsons T. and Shils, 1951, Toward General Theory of Action, Cambridge,<br />

Mass-Harvard University Press.<br />

Parsons,T.,1975, The Present Status of “structural Fungtional”Theory in<br />

Socology,New-Yok The Free Press.<br />

Saleh S.Ali, 2012, Teori-Teori Sosial dan KeterbelakanganMasyarakat<br />

Maritim, Sulo-Printing,Kendari.<br />

Hamidah Abdurrahman (2015);<br />

^http://www.tempo.co/read/news/2015/02/25/<br />

064645236/Apa-Saja-Ancaman-Hukuman-untuk-Begal-Motor<br />

Reza Indragiri Amriel , 2015: ^http://www.beritasatu.com/hukum/255472-<br />

psikolog-duga-pembegalan-hanya-aksi-kriminalperantara.html<br />

http://pekanbaru.tribunnews.com/2015/03/15/ini-hukuman-terhadap-begalenurut-<br />

syariat-islam<br />

http://www.tempo.co/read/news/2015/02/03/064639477/Cara-untuk-<br />

Menghindari-Pembegal-Sepeda-Motor<br />

http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/jabodetabek-<br />

nasional/15/02/02/nj4ud1-dipepet-pelaku-pembegalan-ini-yang-perludilakukan-pengendara<br />

http://news.merahputih.com/kriminal/2015/03/02/biar-tidak-diincar-begalpulang-konvoi-bareng-yuk<br />

http://www.tangerangnews.com/wisata/read/14201/Cegah-Begal-Bikers-<br />

Tangerang-Gelar-Pulang-Konvoi<br />

115


http://tribunnews.com/metropolitan/2015/03/08/biar-tak-jadi-korban-begalnitizen-galakkan-kampanye-pulang-konvoi<br />

http://news.okezone.com/read/2015/03/07/340/1115044/pelajar-di-padanglatihan-silat-antisipasi-pembegalan<br />

http://www.beritasatu.com/hukum/253593-setara-fenomena-begal-motormencurigakan.html<br />

http://www.peradi.or.id/index.php/berita/detail/fenomena-begal-siapa-yangdiuntungkan<br />

http://tribunnews.com/metropolitan/2015/03/02/hendardi-curiga-begalmotor-upaya-pencitraan-polisi<br />

http://nasional.rimanews.info/keamanan/read/20150303/199605/Mabes-<br />

Polri-Tanggapi-Soal-Begal-Setingan<br />

116


LAMPIRAN <strong>KASUS</strong> DAN KEGIATAN PENGUMPULAN DATA<br />

Begal yang diamankan Kapoltabes Makassar<br />

,<br />

117


Peralatan yang digunakan Kawanan Begal<br />

(Golok, Busur, dan HP serta Senjata Angin<br />

FGD dengan Kepala Dinas beserta Staf Dinas Sosial Makassar<br />

118


Wawancara Dengan Aparat Kepolisian di Kota Parepare<br />

Wawancara Dengan Tokoh Pemuda<br />

Terkait Dengan Masalah Begal di Kota Parepare<br />

119


Wawancara Dengan Petugas Polantas<br />

Terkait dengan Begal dan Kejahatan Bermotor di Kota Parepare<br />

120

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!