27.01.2018 Views

KERESAHAN MASYARAKAT TERHADAP PERILAKU KEKERASAN PEMBEGAL (STUDY KASUS DI SULAWESI SELATAN)

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

<strong>KERESAHAN</strong> <strong>MASYARAKAT</strong> <strong>TERHADAP</strong><br />

<strong>PERILAKU</strong> <strong>KEKERASAN</strong> <strong>PEMBEGAL</strong><br />

(<strong>STUDY</strong> <strong>KASUS</strong> <strong>DI</strong> <strong>SULAWESI</strong> <strong>SELATAN</strong>)<br />

Diterbitkan Oleh:<br />

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH<br />

PROVINSI <strong>SULAWESI</strong> <strong>SELATAN</strong><br />

Makassar<br />

2016


<strong>KERESAHAN</strong> <strong>MASYARAKAT</strong> <strong>TERHADAP</strong><br />

<strong>PERILAKU</strong> <strong>KEKERASAN</strong> <strong>PEMBEGAL</strong><br />

(<strong>STUDY</strong> <strong>KASUS</strong> <strong>DI</strong> <strong>SULAWESI</strong> <strong>SELATAN</strong>)<br />

Penelitian/Kajian ini dilaksanakan pada tahun 2016<br />

yang menampilkan data dan informasi tentang Keresahan Masyarakat<br />

Terhadap Perilaku Begal<br />

di Sulawesi Selatan.<br />

Tim Peneliti/pengkajian:<br />

Ketua: *Ir. Idris Summase, M.Si<br />

Anggota: 1. Ir. Darwis Ali, M.Si<br />

2. A. Fitriyani Yahya, ST.<br />

Konsultan Penelitian: Prof. Dr. Ir. Darmawan Salman, M.Si<br />

Editor/penyelaras akhir: Ir, H. Muh. Haruna Saleh, MM;<br />

Sri Nurtriko Bowta, SE, M.Si dkk.<br />

Desain Sampul: Muh. Alwi, ST.<br />

Diterbitkan atas dukungan dan kerjasama:<br />

Universitas Hasanuddin Makassar Provinsi Sulawesi Selatan<br />

Cetakan Pertama, Desember 2016<br />

Hak Cipta@2016<br />

Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah<br />

Provinsi Sulawesi Selatan<br />

Hak Cipta dilindungi undang-undang<br />

Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini<br />

tanpa izin tertulis dari penerbit<br />

ISBN:<br />

ii


KATA PENGANTAR<br />

Segala puji bagi Allah SWT, karena laporan akhir Penelitian Keresahan<br />

Masyarakat Terhadap Perlaku Kekerasan Pembegal di Sulawesi Selatan, telah<br />

selesai dilaksanakan, dengan tujuan untuk menganalisis tingkat keresahan<br />

masyarakat terhadap perilaku begal, dan factor-faktor yang mempengaruhi<br />

terjadinya tindak pidana pemerasan dan kekerasannya, serta peran dan<br />

kebijakan stakeholders dalam melaksanakan pencegahan dan pemberantasan<br />

yang tumbuh dan berkembang ditengah masyarakat. .<br />

Penelitian ini dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan<br />

dalam tahun anggaran 2016 lewat Badan Penelitian dan Pengembangan<br />

Daerah Provinsi Sulawesi Selatan kerjasama Lembaga Penelitian dan<br />

Pengabdian Masyarakat Universitas Hasanuddin.<br />

Laporan hasil penelitian ini tentu masih didapati adanya kekurangan<br />

dibeberapa pembahasan yang mesti kami harus atasi agar lebih sempurna,<br />

sehingga dapat memberi manfaat yang lebih banyak.<br />

Kegiatan penelitian ini terlaksana tidak terlepas atas dukungan dari<br />

berbagai pihak diantaranya, Dinas Sosial Kota Makassar dan Dinas Sosial Kota<br />

Pare-Pare, serta tokoh-tokoh masyarakat dan pihak kepolisian di Polda<br />

Sulselbar, begitu pula peran Konsultan Penelitian Prof. Dr. Ir. Darmawan<br />

Salman, MS. para staf ahli serta SKPD yang telah memberikan saran dan<br />

masukan yang sangat konstruktif, untuk itu dengan hati yang tulus diucapkan<br />

terima kasih.<br />

Makassar, Desember 2016<br />

Kepala Badan<br />

Drs. Muhammad Firda, M.Si<br />

Pangkat: Pembina Utama Madya<br />

NIP. 19631231 198803 1 132<br />

iii


ABSTRAK<br />

Tujuan penelitian, secara spesifik yaitu: 1). Mengidentifikasi faktor-faktor<br />

yang mempengaruhi terjadinya tindak pidana pemerasan dengan kekerasan<br />

(pembegalan); 2). Mengetahui peran stakeholders terkait dengan penanganan<br />

pembegalan; dan 3) Mengetahui kebijakan dalam pencegahan dan<br />

pemberantasan terhadap perilaku pembegal yang tumbuh dan berkembang<br />

dalam masyarakat.<br />

Penelitian dilaksanakan di Kota Pare-Pare dan Kota Makassar, dengan<br />

menggunakan pendekatan kualitatif. Responden penelitian adalah pelaku<br />

pembegalan yang menjalani hukuman pidana. Informan adalah penegak hukum<br />

dan tokoh masyarakat, serta Dinas yang terkait dengan masalah sosial dan<br />

kesejahteraan masyarakat.<br />

Metode pengambilan data adalah wawancara mendalam. Informan,<br />

untuk mendalami satu peristiwa pembegalan terkait dengan tempat, proses dan<br />

pelaku serta korban. Metode FGD, dilaksanakan untuk menggali berbagai<br />

pandangan dan solusi terkait dengan penanganan kejahatan begal. Metode<br />

Analisis adalah, analisis kasus, analisis deskriptif (Descriptive Analysis), dan<br />

analisis isi (Content Analysis).<br />

Hasil penelitian, menunjukkan bahwa fenomena begal sudah<br />

meresahkan baik jumlah dan kualitas aksi. Pelaku tidak memilih-milih korban,<br />

waktu, dan kondisi (keramaian atau tidak ramai), pelaku pembegalan berumur<br />

antara 14 – 20 tahun. Faktor penyebab aksi begal, adalah: kebutuhan<br />

ekonomi, pergaulan, tontonan dan game kekerasan, kurangnya pengawasan<br />

keluarga, hilangnya orientasi hidup (disfungsi keluarga), penegakan hukum,<br />

pengaruh obat-obat dan narkotik, kesempatan. Dalam penanganan begal, tidak<br />

ada koordinasi antara stakeholders (tidak ada sistem pengamanan/SOP).<br />

Penanganan bersifat adhoc, sehingga aksi begal muncul ketika polisi atau<br />

pengamanan melemah.<br />

Untuk mencegah dan mengatasi perilaku pembegalan diperlukan sistem<br />

yang melibatkan setiap stakeholders, sehingga secara parmenan perilaku begal<br />

dapat dicegah, dan membuat setiap orang dapat bekerja atau mempunyai<br />

kegiatan. Secara dini penanganan perlu pada anak-anak jalanan yang<br />

berpotensi dapat menjadi pelaku kejahatan.<br />

Kata Kunci: Pembegalan, Kesejahteraan Sosial, Pengamanan.<br />

iv


ABSTRACT<br />

The purpose of research, specifically: 1). Identifying the factors that<br />

influence the occurrence of the crime of extortion with violence<br />

(robbery/pembegalan); 2). Knowing the role of stakeholders associated with the<br />

handling of spoliation; and 3) to find out the policy in the prevention and<br />

eradication of the robber behavior that grow and develop in society.<br />

Research conducted in Pare-Pare and Makassar, using a qualitative<br />

approach. The respondents were the perpetrators of spoliation undergoing<br />

criminal penalties. The informant is a law enforcement and community leaders,<br />

as well as the Department on issues related to social and community welfare.<br />

The data collection method is in-depth interviews. The informant, to take<br />

on an event related to the spoliation of the place, the perpetrators and the<br />

victims. FGD method, carried out to explore the various views and solutions<br />

related to the handling of crime robber. The analysis method is, case analysis,<br />

descriptive analysis (Descriptive Analysis), and analysis of content (Content<br />

Analysis).<br />

The results of the study, showed that the robber has been troubling<br />

phenomenon of both quantity and quality of the action. Performers do not pick<br />

and choose the victims, time, and conditions (crowds or crowded), robbery<br />

offender aged between 14-20 years. Factors causing begal action, are: the<br />

need for economic, social, and gaming spectacle of violence, lack of family<br />

supervision, loss of life orientation (family dysfunction), law enforcement, the<br />

influence of drugs and narcotics, opportunity. In handling the robber, there is<br />

no coordination between stakeholders (no security system / SOP). Handling is<br />

ad hoc, so that the action of the robber appeared when the police or security<br />

weakened.<br />

To prevent and overcome the spoliation conduct the necessary system<br />

involving all stakeholders, thus parmenan begal behavior can be prevented,<br />

and make each person can work or have activities. Early treatment need to be<br />

on the street children that can potentially become perpetrators.<br />

Keywords: Robbery/Pembegalan, Welfare and Social Security.<br />

v


DAFTAR ISI<br />

Halaman<br />

HALAMAN JUDUL<br />

LEMBAR PENGESAHAN<br />

TIM PENELITI<br />

KATA PENGANTAR<br />

ABSTRAK<br />

EXECUTIVE SUMMARY<br />

DAFTAR ISI<br />

DAFTAR TABEL<br />

DAFTAR GAMBAR<br />

i<br />

Ii<br />

Iii<br />

Iv<br />

Vi<br />

Vii<br />

X<br />

Xii<br />

Xiv<br />

BAB I PENDAHULUAN 1<br />

A. Latar Belakang 1<br />

B. Perumusan Masalahan 3<br />

C. Tujuan Penelitian 4<br />

D. Manfaat Hasil Penelitian 4<br />

E. Rancangan Kebijakan 5<br />

BAB II LANDASAN TEORITIS DAN KERANGKA PEMIKIRAN 6<br />

A. Kejahatan dan Pembegalan<br />

6<br />

A.1. Kejahatan<br />

6<br />

A.2. Pembegalan<br />

7<br />

B. Begal Dalam Berbagai Persfektif 9<br />

C. Begal Sebagai Fakta 10<br />

D. Faktor Terjadinya Tindakan Begal 12<br />

E. Dampak Aksi Pembegalan 16<br />

F. Minimalisisr dan Mencegah Aksi Pembegalan 17<br />

G. Kerangka Pemikiran 21<br />

vi


BAB III METODE PENELITIAN 24<br />

A. Pendekatan Penelitian 24<br />

B. Lokasi dan Waktu 24<br />

C. Responden dan Informan Penelitian 24<br />

D. Metode dan Instrumen Pengumpulan Data 25<br />

E. Indikator/Parameter 25<br />

F. Model Analisis 26<br />

BAB IV PROSEDUR PELAKSANAAN KEGIATAN 27<br />

BAB V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 29<br />

A. Gambaran Kota Parepare<br />

A.1. Sejarah<br />

A.2. Geografis dan Iklim<br />

A.3. Hasil Pertanian dan Hasil lainnya<br />

A.4. Penduduk<br />

A.5. Pendidikan<br />

A.6. Pembangunan Manusia<br />

A.7.Pariwisata<br />

A.8.Transportasi<br />

A.9. Pers dan Media<br />

B. Gambaran Kota Makassar<br />

B.1. Kondisi Geografis Wilayah<br />

B.2. Tata Ruang dan Wilayah<br />

B.3. Infrastruktur Daerah<br />

B.4. Kawasan Klaster Industri Kecil dan Menengah<br />

B.5. Demografi dan Ketenagakerjaan<br />

B.6. Pasar Modern dan Pasar Tradisional<br />

29<br />

29<br />

31<br />

32<br />

32<br />

33<br />

34<br />

35<br />

38<br />

39<br />

39<br />

39<br />

43<br />

44<br />

52<br />

54<br />

65<br />

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN 71<br />

A. Gambaran Kriminal di Sulawesi Selatan<br />

A.1. Kriminal di Kota Makassar<br />

A.2. Kriminal di Kota Parepare<br />

B. Kejahatan Begal di Sulawesi Selatan<br />

B.1. Begal di Kota Makassar<br />

B.2. Begal di Kota Parepare<br />

C. Kebijakan Dalam Pencegahan dan Penanganan Begal<br />

C.1. Kota Makassar<br />

C.2. Kota Parepare<br />

D. Faktor-Penyebab Muncul Pelaku Begal<br />

D.1. Faktor Eksternal<br />

D.2. Faktor Internal<br />

71<br />

72<br />

73<br />

73<br />

75<br />

88<br />

91<br />

91<br />

92<br />

94<br />

94<br />

97<br />

vii


E. Peranan Stakeholders Dalam Penanganan Begal<br />

101<br />

E.1. Penanganan Begal di Kota Makassar<br />

101<br />

E.2. Penanganan Begal di Kota Parepare<br />

101<br />

F. Mencegah dan Mengatasi Tindakan Begal 103<br />

G. Dampak Aksi Begal 106<br />

BAB V<br />

KESIMPULAN, SARAN, REKOMENDASI DAN IMPLIKASI<br />

KEBIJAKAN<br />

108<br />

A. Kesimpulan 108<br />

B. Saran 108<br />

C. Rekomendasi Kebijakan 109<br />

D. Implikasi Kebijakan 110<br />

H. DAFTAR PUSTAKA<br />

I. LAMPIRAN<br />

viii


Tabel<br />

DAFTAR TABEL<br />

5.1 Jumlah Penduduk dan tingkat pertumbuhan tahunan<br />

Penduduk Kota Parepare<br />

Halaman<br />

5.2 Statistik Ketenagakerjaan Kota Parepare, 2014 33<br />

5.3<br />

5.4<br />

Indikator pendidikan di Kota Parepare 2013-2014<br />

IPM Kota Parepare Tahun 2014<br />

5.5 Luas Wilayah Dirinci Menurut Kecamatan di Kota<br />

Makassar Tahun 2013<br />

5.6 Perkembangan Jumlah Armada Angkutan Darat Dirinci<br />

Menurut Jenis Kenderaan di Kota Makassar Tahun<br />

2009-2013<br />

5.7 Perkembangan Jumlah Pelabuhan Laut, Pelabuhan<br />

Udara dan Terminal Bus di Kota Makassar Tahun 2009-<br />

2013<br />

5.8 Penduduk Kota Makassar Menurut Kecamatan Tahun<br />

2010-2014<br />

5.9 Proyeksi Penduduk Kota Makassar Menurut Kecamatan,<br />

Tahun 2015-2019<br />

5.10 Penduduk Kota Makassar Berdasakan Usia, Periode 2010-<br />

2014<br />

5.11 Penduduk Kota Makassar Menurut Kelompok Umur dan<br />

Kecamatan Tahun 2014<br />

5.12 Penduduk Kota Makassar Menurut Tingkat Pendidikan<br />

Tahun 2014<br />

5. 13 Tingkat Partisipasi Amgkatan Kerja Kota Makassar Tahun<br />

2009- 2013<br />

5.14 Angkatan Kerja Kota Makassar, 2014 64<br />

5.15 Jenis-jenis Pasar Modern (Mall) di Kota Makassar 67<br />

5.16 Jumlah Outlet Hypermarket. Supermarket, dan Miniarket di<br />

Wilayah Kota Makassar<br />

6.1 Angka Kriminilitas Provinsi Sulawesi-Selatan, 2009-2013 72<br />

33<br />

34<br />

34<br />

40<br />

49<br />

52<br />

55<br />

56<br />

58<br />

61<br />

62<br />

63<br />

69<br />

ix


DAFTAR GAMBAR<br />

Gambar<br />

Halaman<br />

2.1 Kerangka Pikir Penelitian 22<br />

4.1 Flow Chart Penelitian 27<br />

5.1 Peta Wilayah Kota Parepare 31<br />

5.2 Pantai Lumpue 35<br />

5.3 Kebun Raya Jompie 35<br />

5.4 Terumbu Karang Tonrangen 36<br />

5.5 Waterboon Parepare 37<br />

5.6 Flying Fox di River Lodama Bacukiki 37<br />

5.7 Pantai Mattirotasi 37<br />

5.8 Pelabuhan Nusantara Parepare 38<br />

5.9 Peta Administarsi Kota Makassar, Tahun 2016 41<br />

5.10 Peta Penutupan Lahan Kota Makassar, Tahun 2015 44<br />

5.11 Panjang Jalan Menurut Konstruksi Tahun 2009-2013 dan<br />

Proporsi jalan menurut status di Kota Makassar, Tahun<br />

2013 45<br />

5.12 Perkembangan Panjang Jalan Menurut Kondisi Jalan di<br />

Kota Makassar, Tahun 2009-2013<br />

15.13a Perkembangan Rasio Kenderaan Terhadap Panjang Jalan<br />

di Kota Makassar, Tahun 2009-2013<br />

5.13 Peta Jaringan Jalan Kota Makassar, Tahun 2015 48<br />

5.14 Perkembangan Rasio KIR Kenderaan dan Rasio<br />

Penduduk terhadap Izin Trayek di Kota Makassar, Tahun<br />

2009-2013<br />

5.15 Perkembangan Jumlah UMKM di Kota Makassar, Tahun<br />

2009-2013<br />

5.16 Proyeksi Penduduk Kota Makassar Menurut Kecamatan<br />

(2015-2019)<br />

5.17 Penduduk Kota Makassar Menurut Umur Periode 2010 -<br />

2014<br />

5.18 Penduduk Kota Makassar Menurut Kelompok Umur dan<br />

Kecamatan<br />

5.19 Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan, Tahun 2013 62<br />

6.1 Kawanan Begal dengan korban Andi Muhammad Dzaki di<br />

Jalan Racing Center, dan Motor Korban<br />

46<br />

47<br />

50<br />

53<br />

57<br />

59<br />

60<br />

76<br />

x


6.2 Kawanan Begal Kelompok Hertasning dan Alat Busur<br />

yang Dugunakan<br />

6.2a Pembegal di Jalan Toddopoli Ditahanan Kapolsek<br />

Rappacini<br />

6.3 Pimpinan Kawanan Begal di Asrama Polisi Tallo 79<br />

6.4 Kawanan Begal dengan Pengedar Sabu di Jalan<br />

Abubakar Lambogo<br />

6.5 Fahrian alias Eyang (20). Pelaku begal yang telah<br />

melakukan aksinya di Jl Borong Jambu VII Perumnas<br />

Antang blok 1 kota Malassar<br />

6.6. Kawanan Begal Operasi Lintas Kabupaten Bermarkas di<br />

Jl.Rappocini Makassar<br />

6.7 Kawanan Febrianto alias Eppi (18) warga Jalan Kastubun<br />

no 7 Blok 7B<br />

6.8 Resa, Bos Begal Kelompok Mata Dajjal di Makassar 86<br />

6.9 Mira Korban Begal di Pare-Pare 89<br />

6.10 Pelaku Begal AH (27 Tahun) di Pare-Pare 90<br />

78<br />

78<br />

80<br />

82<br />

83<br />

84<br />

xi


BAB I. PENDAHULUAN<br />

A. Latar Belakang<br />

Kemajuan teknologi dan perkembangan kehidupan sosial ekonomi<br />

masyarakat, memberi banyak pengaruh terhadap perilaku anggota masyarakat<br />

yang berdampak terhadap banyak sisi kehidupan berbangsa dan bernegara.<br />

Salah satu dampak yang dimaksud adalah pola pembinaan terhadap remaja<br />

yang perlu mendapatkan perhatian serius oleh semua pihak dengan melihat<br />

kondisi sosial ditengah masyarakat seperti sekarang ini. Peranan keluarga<br />

menjadi pilar utama untuk melakukan proteksi terhadap anggota keluarga<br />

menghadapi bahaya pengaruh kejahatan terutama yang memiliki anak remaja.<br />

Berkembang persepsi masyarakat terhadap sistem keamanan yang<br />

cenderung makin hari makin buruk akibat banyaknya korban jambret dengan<br />

kekerasan yang dilakukan oleh segelintir orang yang populer disebut sebagai<br />

“begal” atau pembegal. Setiap hari terjadi kecemasan dikalangan masyarakat<br />

terutama yang mempunyai aktivitas perjalanan pada waktu malam hari, karena<br />

kuatir mendapat serangan pembegal yang sulit dideteksi dan dihindari karena<br />

ketidak efektifannya sistem pengawasan aparat keamanan.<br />

Informasi tentang adanya kriminalitas dalam bentuk kejahatan begal<br />

sejak 2012, tidak dapat dipungkiri banyak terjadi pembunuhan, perampokan,<br />

pemerkosaan, pencurian, dan banyak lagi kriminalitas yang lain. Banyak sudah<br />

para pelaku yang ditangkap oleh aparat penegak hukum, tetapi masih banyak<br />

pula yang masih berkeliaran. Sehingga membuat hati masyarakat tidak tenang,<br />

selalu resah dan rasa ketakutan.<br />

Pembegalan adalah tingkah laku yang melanggar hukum dan normanorma<br />

sosial, sehingga masyarakat menentangnya. Kebutuhan yang sangat<br />

kompleks menumbuhkan keinginan-keinginan materil tinggi, dan sering disertai<br />

ambisi-ambisi sosial yang tidak sehat. Harapan pemenuhan kebutuhan yang<br />

berlebihan tanpa didukung oleh kemampuan untuk mencapainya secara wajar<br />

akan mendorong individu untuk melakukan tindak kriminal seperti tindak<br />

pembegalan yang sekarang sedang marak terjadi dimana-mana.<br />

1


Pembegalan adalah suatu aksi pelanggaran hukum (tindakan pidana)<br />

yang bentuknya memberi teror kepada masyarakat, tindakannya adalah<br />

merampas barang orang lain yang dilakukan dengan cara kekerasan. Tindakan<br />

begal muncul karena situasi yang kacau (disorder), hal ini membuat masyarakat<br />

resah dan menuntut tindakan begal ini harus diberantas.<br />

Sejak tahun 2012, begal menjadi fenomena yang semakin menarik karena<br />

aktivitasnya dikaitkan dengan berkembangnya geng motor yang umumnya<br />

menjadi pelaku begal dan banyak dilakukan oleh remaja-remaja usia sekolah.<br />

Tahun 2014-2015, data yang dirilis Polda Metro Jaya menyebutkan nyaris<br />

seluruh Daerah Ibukota Jakarta rawan kejahatan begal, tidak ada satupun<br />

daerah ibukota yang aman, begitupula seluruh Provinsi di Jawa juga rawan<br />

begal. Di luar pulau Jawa, jalan raya lalu lintas Sumatera bagaikan sarang<br />

penyamun bebas hukum yang haram dilintasi saat malam hari, termasuk Kota<br />

Makassar di Provinsi Sulawesi Selatan.<br />

Tindak kriminal berupa aksi begal atau kejahatan jalanan di Makassar<br />

telah cukup meresahkan. Berdasarkan data yang diperoleh sepanjang 2015,<br />

sedikitnya 133 kasus begal yang ditangani kepolisian dengan jumlah tersangka<br />

sebanyak 191 orang. Sebahagian besar pelaku adalah anak-anak remaja usia<br />

14 – 20 yang berusia menjelang remaja dan remaja berusia pada pendidikan<br />

Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas.<br />

Dalam aksinya, kegiatan para begal di jalan telah membuat masyarakat<br />

pengguna jalan -- kehilangan rasa aman saat berada di jalan raya akibat<br />

ancaman kejahatan begal yang semakin menggila. Begal beraksi tanpa kenal<br />

belas kasih, tidak hanya sekedar merampas kendaraan milik tanpa belas kasih<br />

menghilangkan nyawa korban. Tingkat keresahan dan kejengkelan masyarakat<br />

sudah mencapai titik nadir. Berulang kali terjadi aksi main hakim sendiri oleh<br />

masyarakat saat ada pelaku begal. Ketika keamanan yang merupakan<br />

kebutuhan dasar tidak terpenuhi, maka manusia akan melakukan berbagai cara<br />

agar kebutuhan tersebut bisa tercapai.<br />

Begitu pentingnya masalah keamanan karena begal, maka Kepolisian<br />

Resor Kota Besar (Polrestabes) Makassar menambah patroli dan penindakan<br />

terhadap pelaku kejahatan jalanan yang kian meresahkan. Dari puluhan pelaku<br />

2


yang berhasil ditangkap, kebanyakan masih anak-anak dan remaja. Suatu<br />

bentuk keprihatinan kita karena usia pelaku rata-rata 14-20 tahun. Dalam<br />

Pebruari 2015, jajaran Polrestabes Makassar meringkus setidaknya 60-an<br />

penjahat jalanan. Di antaranya, begal, jambret, geng motor, dan perampok<br />

minimarket. Tindakan begal sering dilakukan secara berkelompok yang selalu<br />

dikaitkan dengan munculnya geng motor yang juga semakin meresahkan<br />

masyarakat. Begal melakukan perampokan menganiaya orang hingga<br />

membunuh. Perbuatan begal yang meresahkan masyarakat tersebut memaksa<br />

hukum harus menindak tegas dan memberi sanksi bagi para pelaku begal.<br />

Pelaku begal yang tertangkap, yang sebagian besar masih kategori anak hanya<br />

diberi tindakan berupa pemanggilan orang tua yang sebelumnya oleh aparat<br />

kepolisian hanya diperintahkan push-up dan skot-jump kemudian dikembalikan<br />

kepada orang tua untuk dibina agar tidak mengulangi kesalahannya lagi<br />

ternyata tidak memberi efek jera.<br />

Masyarakat berpendapat bahwa hukuman bagi pembegal tidak memberi<br />

efek jera bagi pelaku begal karena aksibegal semakin marak terjadi dan karena<br />

itu, masyarakat melakukan tindakan main hakim mengingat bahwa penegakan<br />

hukum dianggap tidak adil. Dalam upaya memberantas begal diperlukan<br />

koordinasi dari setiap stakeholder penegak hukum agar kesamaan pandangan<br />

dalam menempatkan perilaku begal sungguh-sungguh telah menciptakan<br />

keresahan. Hal lebih penting pula mendapat perhatian mengingat bahwa pelaku<br />

begal banyak dilakukan oleh anak di bawah umur, maka dalam penanganannya<br />

diperlukan suatu cara yang kreatif dan bijak dan mengedepankan teori hukum<br />

relative, sehingga memberi efek mendidik bagi anak dibawah umur sekaligus<br />

menimbulkan efek jera bagi pelaku dan masyarakat luas.<br />

B. Perumusan Masalah<br />

Penelitian dan pengkajian ini, dilaksanakan untuk mengetahui berbagai<br />

faktor penyebab terjadinya kekerasan (konflik sosial) ditengah masyarakat<br />

maupun di tempat umum lainnya, yang kemudian dirumuskan dalam rumusan<br />

penelitian sebagai berikut :<br />

3


1. Faktor-faktor apa saja mempengaruhi terjadinya tindak pidana pemerasan<br />

dengan kekerasan (pembegalan)?<br />

2. Bagaimana peranan stakeholders, khususnya dari lembaga penegakan<br />

hukum terkait dengan penanganan pembegalan?<br />

3. Bagaimana cara mencegah,dan mengatasi perilaku pembegalansebagai<br />

suatu fenomena yang tumbuh dari masyarakat?<br />

C. Tujuan<br />

Tujuan umum penelitian, yaitu untuk menemukan solusi mengenai<br />

penanganan dan pembinaan terhadap anggota keluarga dari kecenderungan<br />

berperilaku kejahatan dalam masyarakat. Untuk mencapai tujuan tersebut,<br />

maka tujuan dinyatakan secara spesfik sebagai berikut :<br />

1. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya tindak pidana<br />

pemerasan dengan kekerasan (pembegalan).<br />

2. Mengetahui peran stakeholders, khususnya lembaga penegakan hukum<br />

terkait dengan penanganan pembegalan.<br />

3. Mengetahui kebijakan dalam pencegahan dan pemberantasan terhadap<br />

perilaku pembegal yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat.<br />

D. Manfaat Hasil Penelitian<br />

Hasil penelitian dan pengkajian pada bidang kesejahteraan sosial,<br />

diharapkan bermanfaat sebagai bahan informasi bagi instansi terkait dalam<br />

melaksanakan kebijakandan program pembinaan sosial terhadap perilaku<br />

kejahatan anggota masyarakat. Secara spesifik penelitian bermanfaat sebagai<br />

masukan:<br />

1. Terhadap upaya-upaya yang terkait dengan upaya menekan tumbuhnya<br />

perilaku pembegalan dalam masyarakat,<br />

2. Dalam hal merumuskan kebijakan ditinjau dari sisi aspek hukum dalam<br />

penanganan kasus pembegalan.<br />

3. Merumuskan Cara pencegahan dalam mengatasi tumbuh dan<br />

berkembangnya perilaku pembegalan dalam masyarakat.<br />

4


BAB II. LANDASAN TEORITIS DAN KERANGKA PEMIKIRAN<br />

A. Pengertian Kejahatan dan Pembegalan<br />

A.1. Kejahatan<br />

Kejahatan adalah tingkah laku yang melanggar hukum dan melanggar<br />

norma-norma sosial, sehingga masyarakat menentangnya. Kartono (1999:<br />

122). Secara yuridis, kejahatan adalah bentuk tingkah laku yang bertentangan<br />

dengan moral kemanusiaan (immoril), merugikan masyarakat, a-sosial sifatnya<br />

dan melanggar hukum serta undang-undang pidana. Perubahan adalah suatu<br />

kepastian dan perubahan-perubahan itu diikuti dengan perubahan normanorma.<br />

Terhadap norma-norma penghindaran dan penyimpangan, Norma<br />

penghindaran adalah perbuatan yang dilakukan orang untuk memenuhi<br />

keinginan mereka tanpa harus menentang nilai-nilai tata kelakuan secara<br />

terbuka.Penyimpangan sosial bersifat adaftif (menyesuaikan). Perilaku<br />

menyimpang merupakan salah satu cara untuk menyesuaikan kebudayaan<br />

dengan perubahan sosial. Tanpa suatu perilaku menyimpang, penyesuaian<br />

budaya terhadap perubahan kebutuhan dan keadaan akan menjadi sulit.<br />

Menurut James W. Van Zanden (Akhdiat Hendra,2011), bahwa faktorfaktor<br />

penyebab terjadinya penyimpangan sosial sebagai berikut : 1<br />

a. Longgar atau tidaknya nilai dan norma, ukuran perilaku menyimpang, bukan<br />

pada ukuran baik-buruk atau benar menurut pengertian umum, melainkan<br />

longgar-tidaknya norma dan nilai di masyarakat. Norma dan nilai sosial<br />

masyarakat yang satu berbeda dengan norma dan nilai sosial masyarakat<br />

yang satu berbeda dengan masyarakat lainnya.<br />

b. Sosialisasi yang tidak sempurna, sering terjadi proses sosialisasi yang tidak<br />

sempurna sehingga menimbulkan perilaku menyimpang.<br />

c. Sosialisasi subkebudayaan yang menyimpang, perilaku menyimpang terjadi<br />

pada masyarakat yang memilki nilai-nilai subkebudayaan yang menyimpang,<br />

1] Akhdhiat Hendra, Psikologi hukum. (Bandung : Pustaka Setia, 2011), Hlm. 212<br />

5


yaitu kebudayaan khusus yang normanya bertentangan dengan normanorma<br />

budaya yang dominan.<br />

A.2. Pembegalan<br />

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI),begal artinya penyamun<br />

atau merampas. Membegal artinya merampas di jalan sedangkan pembegalan<br />

adalah proses, cara, perbuatan membegal. Begal ditemukan dalam literatur<br />

Bahasa Jawa. Begal adalah perampokan yang dilakukan di tempat yang sepi,<br />

dengan cara menunggu orang yang diperkirakan membawa harta benda<br />

ditempat yang sepi.Istilah begal dalam dunia kejahatan praktek ini sudah lama<br />

terjadi, sejak zaman kekaisaran di Cina atau zaman kerajaan di Indonesia.<br />

Dari peradaban manusia -- begal itu sudah ada. Pelaku memperoleh<br />

nafkah dengan halal dan tidak halal itu disediakan atau dikondisikan oleh<br />

masyarakat sendiri. Begal tidak akan terjadi ketika tidak ada kesempatan untuk<br />

melakukannya atau kondisi yang memungkinkan. Kebanyakan begal di zaman<br />

dahulu terjadi karena ada sekelompok orang yang bepergian membawa banyak<br />

harta baik sebagai pedagang maupun pengantar barang. Jaman dulu orang<br />

yang lewat itu para pedagang atau mereka yang punya harta yang disebut<br />

saudagar.Saat sekarang pengambilaan harta secara paksa pada korban,<br />

dimana korban sadar berhadapan dengan pelaku dijalanan atau ditempat<br />

umumtindakan pelaku dikategorikan begal atau kegiatan itu disebut<br />

pembegalan.<br />

Dalam bahasa fiqih, pelaku begal disebut dengan istilah Qutthout Thoriq.<br />

Secara harfiah, ia bermakna pemotong jalan. Tetapi secara maknawi, ia berarti<br />

segerombolan orang yang saling tolong-menolong dan bantu-membantu dalam<br />

melaksanakan maksud jahat mereka, mengganggu orang-orang di jalanan,<br />

merampas harta benda, dan tidak segan-segan membunuh korbannya disebut<br />

begal dan kegiatan tersebut disebut pembegalan.<br />

Pembegal atau biasa disebut kegiatan begal, adalah tindakan merampas<br />

sesuatu dari milik orang lain secara paksa, hampir sama dengan perampok,<br />

hanya saja ia langsung melukai korbannya tanpa tanya-tanya terlebih dahulu.<br />

Para pembegal melakukan tindak kejahatannya tidak pandang bulu bahkan<br />

6


tergolong sadis, karena tanpa ada rasa kasihan dan si pembegal langsung<br />

berani melukai korbannya hingga tewas dan meninggalkannya begitu saja.<br />

Seseorang dinyatakan melakukan pembegalan ketika ia melakukan<br />

pencurian atau perampasan dengan paksaan, demi membuat korban tersebut<br />

takut, pembegalan ditujukan untuk mendapatkan barang komersil (biasanya<br />

lebih terencana dan dalam jumlah besar) serta bisa pula untuk barang personal.<br />

Kriminolog Profesor Muhammad Mustofa mengatakan istilah begal<br />

sudah lama terdengar di dunia kejahatan. Bahkan begal sudah terjadi sejak<br />

zaman kekaisaran di Cina atau zaman kerajaan di Indonesia. Kata begal<br />

banyak ditemukan dalam literatur Bahasa Jawa. Begal merupakan perampokan<br />

yang dilakukan di tempat yang sepi. Menunggu orang yang membawa harta<br />

benda ditempat sepi tersebut. 2 Kata begal dalam bahasa Banyumas memiliki<br />

arti rampok atau perampok. Dan begalan berarti perampasan atau perampokan<br />

di tengah jalan. 3<br />

Istilah „begal‟ adalah kata dasar (lingga) dalam Bahasa Jawa, yang telah<br />

digunakan dalam Bahasa Jawa Kuna. Secara harafiah, kata jadian ambegal<br />

dan binegal berarti menyamun, merampok (di jalan). Kata pambegalan<br />

menunjuk kepada tempat yang baik untuk menyamun. Pada susastra lama,<br />

perkataan ini antara lain dijumpai dalam kitab Slokantara (68.14), Korawasrama<br />

(54), Tantri Kamandaka (136) dan Calon Arang (136). Istilah „begal‟ diserap ke<br />

dalam bahasa Indonesia, dalam arti penyamun. Kata membegal berarti<br />

merampas di jalan, menyamun. Adapun pembegalan berkenaan dengan<br />

proses, cara atau perbuatan membegal, perampasan di jalan. Pembegalan<br />

dilakukan oleh seorang atau beberapa orang terhadap seorang atau beberapa<br />

orang yang sedang melintas di jalan dengan merampas harta benda miliknya<br />

disertai atau tanpa disertai dengan tindak kekarasan, bahkan tak jarang<br />

memakan korban jiwa. 4 Pembegalan<br />

merupakan penyimpangan sosial yang<br />

2 http://www.suara.com/news/2015/03/12/063000/asal-usul-istilah-begal<br />

3 http://ensiklo.com/2014/08/mengenal-tradisi-begalan-masyarakat-banyumas/<br />

4 http://www.malang-post.com/serba-serbi/redaktur-tamu/99595-kilas-sejarah-begal-jawakuna<br />

7


erkaitan dengan kejahatan yang merugikan orang banyak atau khalayak<br />

banyak. Penyimpangan sosial dapat terjadi dimanapun dan dilakukan oleh<br />

siapapun. Sejauh mana penyimpangan itu terjadi, besar atau kecil, dalam skala<br />

luas atau sempit tentu akan berakibat terganggunya keseimbangan kehidupan<br />

dalam masyarakat. Suatu perilaku dianggap menyimpang apabila tidak sesuai<br />

dengan nilai-nilai dan norma-norma sosial yang berlaku dalam masyarakat atau<br />

dengan kata lain penyimpangan adalah segala macam pola perilaku yang tidak<br />

berhasil menyesuaikan diri terhadap kehendak masyarakat.<br />

Kasus pembegalan kerap terjadi di Indonesia. Kejahatan ini bahkan<br />

sudah menyebar hampir di seluruh wilayah, tidak hanya di kota-kota besar saja.<br />

Pelaku kejahatan ini pun tidak hanya melibatkan orang dewasa, namun anakanak<br />

dibawah umur pun marak ikut terlibat.<br />

B. Begal Dalam Berbagai Persfektif<br />

Dalam persfekrif hukum positif, begal adalah tindak pidana dan<br />

merupakan teror terhadap masyarakat, karena itu harus diatasi dengan hukum.<br />

Hukum harus mampu memberi solusi atas situasi yang kacau (disorder), begal<br />

muncul dan berkembang dalam kondisi hukum tidak atau kurang berfungsi.<br />

Ketidak berfungsian hukum menimbulkan kekacauan (disorder) menyebabkaan<br />

munculnya keresahan karena itu harus diberantas atau dicegah. Hukum<br />

bertujuan memelihara masyarakat, dibuat oleh masyarakat dan berfungsi<br />

mengawasi masyarakat.<br />

Dalam perfektif sosiologi (lihat pola:teori tindakan) dan sibernetika,<br />

Parsons, 1951), bahwa perilaku atau tindakan seseorang (individu dalam<br />

masyarakat ditentukan oleh tujuan, dan diarahkan oleh sistem budaya (nilai,<br />

norma, pengetahuan, dan teknologi) yang berkembang dan menjadi panduan<br />

dalam system sosial (pola interaksi yang diwujudkan dalam kategori<br />

sosial,stratifikasi soisal, struktur sosial dan organisasi sosial). Sepanjang<br />

tindakan itu diarahkan oleh apa yang berkembang dalamj masyarakat, maka<br />

kestabilan masyarakat tercipta. Sebaliknya bila hal dalam masyarakat tidak<br />

berfungsi, maka muncul ketidak stabilan.<br />

8


Dalam persfektif antropologi, Kluckhon dalam sayagyo (1972) melihat<br />

bahwa perilaku setiap orang adalah wujud dari budaya yang berkembang<br />

dalam masyarakat karena perilaku kolektif masyarakat dibentuk oleh sistem<br />

budaya. Inti budaya adalah nilai (value), ia membagi budaya dikaitkan dengan<br />

nilai terhadap waktu yaitu: 1) budaya menempatkan waktu adalah masa lalu, 2)<br />

budaya yang menempatkan waktu adalah masa sekarang, 3) dan budaya<br />

menempatkan waktu untuk masa datang. lalu karena itu perilaku yang<br />

membagimasyarakat dikaitkan dengan nilai terhadap waktu, bahwa individu<br />

bagian dari masyarakat dikendalikan oleh nilai sebagai dasar bersikap.<br />

Adam Smith (1556) dalam kajian filsafat moral ekonomi mendahului buku<br />

ekonomi wealth of nation (1576) menyatakan bahwa perilaku setiap individu<br />

dalam kelompoknya dikendalikan dua unsur utama pembentuk manusia yaitu<br />

jasad dan roh. Karena itu, perilaku yang dikendalikan oleh unsur jasad manusia<br />

cenderung tampil individualis terpisah dengan kepentingan kelompok, dan<br />

perilaku yang dikendalikan oleh roh munusia dan berperilaku altruisme yang<br />

diwujudkan ikatan kuat dalam kelompoknya. Individu dicerminkan oleh<br />

kekuatan jasad dan roh yang mengendalikan tindakan atau putusannya.<br />

Mengikuti teori ini dapat disimpulkan bahwa perilaku begal muncul pada<br />

seseorang karena melemahnya ikatan seseorang terhadap masyarakatnya,<br />

rumahtangga sebagai kelompok kecilnya. Individualisme tumbuh karena<br />

masyarakat mengedepankan nilai-nilai materi dimana atribut-atribut tentang<br />

materi beragam dan setiap orang ing8in memelikinya, hanya ikatan moral<br />

kelompoik yang dapat menghambatnya dan untuk itu diperlukan internalisasi<br />

nilai sehingga setiap orang dapat menghormati dan menpedomani nilai-nilai<br />

kelompok yang berkembang.<br />

C. Begal Sebagai Fakta<br />

Tahun2012- 2015 pembegalan dikaitkan dengan maraknya geng motor<br />

memang melekat dengan kekerasan, hal ini karena beberapa geng motor<br />

belakangan telah berubah dari kumpulan hobi mengendarai motor yang<br />

kemudian melakukan begal, menganiaya orang, hingga melakukan aksi<br />

perampokan bahkan membunuh. Perbuatan begal yang meresahkan<br />

9


masyarakat tersebut memaksa hukum harus menindak tegas dan memberi<br />

sanksi bagi para pelaku begal. Pelaku begal yang tertangkap, yang ternyata<br />

sebagian besar masih kategori anak hanya diberi tindakan berupa pemanggilan<br />

orang tua yang sebelumnya oleh aparat kepolisian hanya diperintahkan pushup<br />

dan skot-jump kemudian dikembalikan kepada orang tua untuk dibina agar<br />

tidak mengulangi kesalahannya lagi ternyata tidak memberi efek jera, sehingga<br />

banyak kemudian mengulangi aksinya bersama kelompoknya. Tidak banyak<br />

kasus begal berlanjut pada proses hukum yang kemudian diputuskan<br />

dipengadilan, dan sebahagian jalan di tempat.<br />

Kondisi penegakan hukum demikian ternyata tidak memberi efek jera bagi<br />

pelaku begal, mengingat bahwa aksi begal semakin marak terjadi. Dalam upaya<br />

memberantas begal ini, diperlukan koordinasi dari setiap stakeholder penegak<br />

hukum dalam pencegahan dan penindakan. Polisi yang memberikan jaminan<br />

akan rasa aman, bila kemudian terjadi tindakan begal haruslah segera<br />

melakukan tindakan hukum sebelum bertumbuh di masyarakat.Fakta bahwa<br />

pelaku begal yang didominasi anak di bawah umur maka dalam menindak<br />

tegas para pelaku begal diperlukan suatu cara yang kreatif dan bijak mulai guna<br />

mengedepankan teori hukum relative, sehingga memberi efek jera bagi pelaku<br />

dan masyarakat luas.<br />

Fenomena pelaku adalah anak pra remaja dan remaja kira dengan<br />

fase umur sedang dalam tingkat pendidikan di Sekolah Menengah Pertama dan<br />

Sekolah Menengah Atas, diperlukan kebijakan pada tingkat pengelolaan<br />

sekolah sehingga kesempatan untuk melakukan begal atau tindakan jahat tidak<br />

ada. Fenomena ini memerlukan penanganan terhadap aksi begal baik dalam<br />

langkah pencegahan, maupun dalam kegiatan penanggulangannya.<br />

Stakeholders perlu bekerjasama dengan peran dan fungsinya masing-masing<br />

dalam menyelesaikan persoalan yang terkait dengan tindakan begal.<br />

10


D. Faktor-Faktor Terjadinya Tindakan Begal<br />

Begal adalah salah satu tindak pidana yang saat ini menjadi ancaman<br />

bagi ketertiban dan keamanan masyarakat. Hal ini semakin meresahkan<br />

masyarakat, terlebih lagi pelaku juga berasal dari kategori anak.Tindakan begal<br />

semakin marak terjadi di masyarakat, tidak hanya di kota besar seperti Jakarta,<br />

Makassar dan Bandung, namun sekarang begal bisa kita temukan hampir di<br />

setiap kota di Indonesia.<br />

Berikut beberapa pendapat tentang faktor-faktor terjadinya tindakan<br />

begal :<br />

1. Menurut Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), bahwaremajajadi<br />

begal motor, yaitu : Pertama,pengaruh lingkungan dan teman sebaya. Anak<br />

yang berinteraksi dengan teman atau lingkungan sosial yang terbiasa<br />

melakukan kekerasan akan permisif dengan perilaku kekerasan tersebut.<br />

Anak akan terbiasa dan menganggap tindakan pembegalan sebagai hal<br />

biasa yang tidak melawan hukum. Kedua, anak menjadi pelaku begal<br />

disebabkan disfungsi keluarga, anak dari keluarga broken home merupakan<br />

korban dari pola asuh dan kondisi keluarga yang tidak mendukung sehingga<br />

anak berkembang tidak optimal dan labil. Ketiga, dikarenakan cara berpikir<br />

anak yang serba instan dalam menginginkan sesuatu, merupakan dampak<br />

dari kultur masyarakat Indonesia yang sebagian besar juga berpikir<br />

instan.Keempat, pengaruh bullying yang terjadi di sekolah sebagai pemicu<br />

anak usia remaja menjadi pelaku begal. Hampir setiap sekolah di Indonesia<br />

ada bibit-bibit bullying, meski dalam bentuk verbal maupun psikis.Kelima<br />

ialah dampak dari tontonan dan video game yang bersifat kekerasan.<br />

Dampak dari tontonan kekerasan berkontribusi anak permisif dengan<br />

kekerasan, kalaupun anak tidak menjadi pelaku kekerasan - dalam banyak<br />

kasus anak membiarkan terjadinya kekerasan. Beberapa waktu belakangan<br />

kasus kejahatan pencurian motor dengan cara begal kerap terjadi di sekitar<br />

wilayah Jabodetabek. Pelaku begal tersebut, tidak jarang dilakukan oleh<br />

anak-anak usia sekolah.<br />

2. Dalam perkembangannya, kita bisa menilai beberapa faktor yang bisa<br />

membuat seorang anak menjadi anggota geng motor, yaitu:Faktor Internal<br />

11


(Tidak ada kesibukan/kerjaan, tidak ada perhatian dari keluarganya, rasa<br />

ingin tahu atau penasaran yang tinggi dari anak tersebut, tidak ada rasa<br />

peduli pada hak orang lain, dan tidak ada rasa takut terhadap hukum; Faktor<br />

Eksternal (Keadaan ekonomi yang lemah, terjerumus ke dalam pergaulan<br />

yang buruk, adanya sarana berupa sepeda motor, anak tidak mendapat<br />

pengawasan dari orang tuanya tentang bagaimana lingkungan bergaul dan<br />

proses tumbuh kembang anak.<br />

3. Fakta berlangsungnya pembegalan, menurut Komisaris Besar Martinus<br />

Sitompul 5 bahwa beberapa kondisi terjadi pembegalan, yaitu :Kejadian<br />

umumnya terjadi di jalanan yang sepi di malam hari, perjalanan yang<br />

umumnya tidak terencana, kurang waspada saat berkendaraan, dan kurang<br />

kepedulian terhadap keadaan sekeliling, memakai dan menggunakan<br />

barang-barang yang menarik perhatian, berjalan sendiri.<br />

4. Begal sebagai perilaku kriminilitas disebabkan oleh faktor-faktor: 6[ Motivasi,<br />

misalnya kemiskinan (faktor ekonomi); Kesempatan untuk terjadinya<br />

pembegalan (Misalnya, Lemahnya keamanan ditempat-tempat rawan<br />

terjadinya pembegalan); Kehendak bebas dan ingin hidup instan;<br />

keputusan yang hedonistik; Kegagalan dalam melakukan kontrak sosial;<br />

Atavistik atau sifat-sifat anti sosial bawaan sebagai penyebab perilaku<br />

kriminal; Tindakan bullying dan akibat tontonan kekerasan; Disfungsi<br />

keluarga; dan Hukuman yang diberikan kepada pelaku tidak proporsional.<br />

a. Motivasi, adalah alasan yang mendasari sebuah perbuatan yang<br />

dilakukan oleh seorang individu. Seseorang dikatakan memiliki motivasi<br />

tinggi dapat diartikan orang tersebut memiliki alasan yang sangat kuat<br />

untuk mencapai apa yang diinginkannya dengan mengerjakan<br />

pekerjaannya yang sekarang.Menurut sosiolog Budi Radjab, faktor<br />

ekonomi memegang peranan dominan sebagai motivasi terjadinya tindak<br />

kejahatan. Motif yang perlu digaris bawahi yaitu adanya peluang yang<br />

bisa mendukung atau menghambat motif calon begal. Peluang tersebut<br />

tercipta lantaran adanya kondisi masyarakat yang berupa ketimpangan<br />

5<br />

Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya, Tahun 2012<br />

6 Op-Cit., Hlm. 178-179<br />

12


sosial dan ekonomi. 7 Motivasi merupakan faktor utama penyebab<br />

pembegalan. Di dalam motivasi ini terdapat tiga hal yang termasuk<br />

didalamnya, yaitu : upaya (effort), tujuan organisasi (goals), dan<br />

kebutuhan (need).<br />

b. Lemahnya keamanan ditempat-tempat rawan terjadinya pembegalan,<br />

penjagaan yang lemah oleh aparat di tempat-tempat rawan dapat<br />

dimanfaatkan pelaku dan menjadi faktor pemicu terjadinya pembegalan.<br />

Gangguan keamanan dan tindak kejahatan yang semakin bervariasi<br />

yang belum dapat diimbangi dengan penuntasan penanganan oleh<br />

aparat penegak hukum dan kurangnya kontrol di daerah-daerah rawan<br />

terjadinya tindak kejahatan, menjadi faktor pendukung terjadinya aksi<br />

pembegalan.<br />

c. Kehendak bebas dan ingin hidup instan, cara berpikir yang serba instan<br />

juga turut memengaruhi perilaku orang yang menjadi begal. Perilaku<br />

pembegalan merupakan sebagian kecil dari cara berpikir instan. Mereka<br />

ingin mendapatkan apa yang diinginkan dengan cara instan. Dan ini juga<br />

sangat dipengaruhi oleh pola pembelajaran yang diterima. Begitupun<br />

teman sebaya dan lingkungan dapat memicu adanya aksi tindak<br />

kejahatan ini.<br />

d. Kegagalan dalam melakukan kontrak sosial: Peran masyarakat yang<br />

lemah, karena jumlah aparat keamanan saat ini tidak bisa menangani<br />

dan mencegah tindak kejahatan secara keseluruhan. Jumlah masyarakat<br />

yang lebih dominan daripada aparat keamanan dan aksi pembegalan<br />

yang kian marak terjadi sangat membutuhkan kewaspadaan dari<br />

masyarakat untuk mencegah tindak kejahatan tersebut. Korban<br />

sebetulnya juga ikut berperan dalam maraknya pembegalan. Banyaknya<br />

pengendara motor yang gemar memodifikasi kendaraan mereka dan<br />

mengenakan perhiasan atau dalam hal ini dapat disebut berpergian<br />

dengan tampilan yang mencolok bisa memancing naluri jahat pembegal.<br />

7 http://www.scribd.com/doc/89841548/Makalah-Pencurian-Dan-Perampokan#scribd<br />

13


e. Atavistik atau sifat-sifat anti sosial bawaan sebagai penyebab perilaku<br />

kriminal (Pengaruh dari teman-teman sebaya dan lingkungan sosial yang<br />

terbiasa melakukan kekerasan). Dalam beberapa kasus aksi<br />

pembegalan dipicu karena iseng. Kemudian, mereka nyaman. Ada<br />

beberapa yang tanpa disadari yang mereka lakukan adalah tindakan<br />

melawan hukum. Tetapi ada juga yang merasa melawan hukum, namun<br />

merasa bahwa mereka tidak akan diproses.Lingkungan sangat<br />

berpengaruh dalam membentuk kepribadian seseorang. Ciri-ciri dan<br />

unsur kepribadian seseorang sudah tertanam ke dalam jiwa seseorang<br />

sejak awal, yaitu pada masa kanak-kanak melalui proses sosialisasi.<br />

Koentjaraningrat menyatakan bahwa kepribadian adalah watak khas<br />

seseorang yang tampak dari luar sehingga orang luar memberikan<br />

kepadanya suatu identitas khusus. Identitas khusus tersebut diterima<br />

dari warga masyarakatnya. Jadi, terbentuknya kepribadian dipengaruhi<br />

oleh faktor kedaerahan, cara hidup di kota atau di desa, agama, profesi,<br />

dan kelas sosial. 8<br />

f. Tindakan bullying dan akibat tontonan kekerasan. Kepribadian sangat<br />

ditentukan oleh cara-cara ia diajari pada saat makan, disiplin dan bergaul<br />

dengan anak-anak lainnya. Pada saat dewasa, beberapa kepribadian<br />

watak yang sama akan tampak menonjol pada banyak individu yang<br />

telah menjadi dewasa. Mereka yang sering menonton aksi kekerasan<br />

ketika kecil, berkemungkinan besar akan menirukan apa yang biasa<br />

dilihatnya. Bahkan akan tertanam pada diri mereka bahwa tindakan<br />

kekerasan yang diperbuatnya merupakan tindakan biasa dan bukan<br />

tindakan menyimpang.Bullying adalah perilaku agresif yang disengaja<br />

dan yang melibatkan adanya ketidakseimbangan kekuasaan atau<br />

kekuatan. Hal ini dapat terjadi disemua bidang, batas-batas wilayah<br />

geografis, ras, sosial ekonomi. Sebuah studi yang dilakukan oleh peneliti<br />

dari Warwick University, menyatakan bahwa lebih dari 1.400 orang<br />

berusia antara sembilan dan 26 tahun dan ditemukan bahwa<br />

8 Op-Cit., Idianto Muin, hlm. 137<br />

14


ullyingmenimbulkan konsekuensi negatif bagi kesehatan, prospek<br />

pekerjaan dan hubungan. Dampak nyata dari adanya bullying adalah<br />

bahwa akan muncul keinginan membully dari para korban bully sebagai<br />

bentuk pembalasan rasa dendam dan akan menjadi pribadi yang mudah<br />

marah atau emosi.<br />

g. Disfungsi keluarga. Keluarga disfungsional adalah keluarga di mana<br />

terjadi banyak konflik, perilaku buruk, dan bahkan pelecehan di antara<br />

anggota-anggota keluarganya. Anak-anak yang tumbuh di keluarga<br />

seperti ini cenderung berpikir bahwa hal ini normal. Anak yang lahir dari<br />

keluarga bermasalah berpotensi menimbulkan pribadi yang bermasalah.<br />

h. Hukuman yang diberikan kepada pelaku tidak proporsional, banyak terjadi<br />

pelaku yang telah tertangkap telah mendapat hukuman dan perlakuan<br />

tertentu setelah masa hukuman dilewati masih melakukan aksi begal<br />

kembali dikarenakan faktor hukuman yang dianggap ringan atau tidak<br />

proporsional.<br />

E. Dampak Aksi Pembegalan<br />

Berbagai bentuk perilaku menyimpang yang ada di masyarakat akan<br />

membawa dampak bagi pelaku, korban maupun bagi kehidupan masyarakat<br />

pada umumnya, tak terkecuali aksi pembegalan yang marak terjadi beberapa<br />

waktu ini. Dampak yang ditimbulkan diantaranya adalah:<br />

1. Bagi Pelaku<br />

a. Memberikan pengaruh psikologis atau kejiwaan serta tekanan mental<br />

terhadap pelaku karena akan dikucilkan dari kehidupan masyarakat atau<br />

dijauhi dari pergaulan;<br />

b. Dapat menghancurkan masa depan pelaku;<br />

c. Dapat menjauhkan pelaku dari Tuhan dan dekat dengan perbuatan<br />

dosa;<br />

d. Perbuatan yang dilakukan dapat mencelakakan dirinya sendiri.<br />

e. Mendapat sanksi baik dari negara maupun dari masyarakat.<br />

f. Menimbulkan stigma atau aib sosial.<br />

15


2. Bagi orang lain atau kehidupan masyarakat<br />

a. Dapat mengganggu keamanan, ketertiban dan keharmonisan dalam<br />

masyarakat;<br />

b. Merusak tatanan nilai, norma, dan berbagai pranata sosial yang berlaku<br />

di masyarakat;<br />

c. Menimbulkan beban sosial, psikologis dan ekonomi bagi keluarga<br />

pelaku;<br />

d. Merusak unsur-unsur budaya dan unsur-unsur lain yang mengatur<br />

perilaku individu dalam kehidupan masyarakat.<br />

3. Bagi korban<br />

a. Menimbulkan beban psikologis bagi korban dan dapat menyebabkan<br />

adanya kerugian materiil;<br />

b. Apabila disertai dengan kekerasan dapat merusak, melukai dan bahkan<br />

menghilangkan nyawa korban;<br />

c. Menimbulkan rasa dendam dengan si pelaku.<br />

E. Meminimalisir dan Mencegah Aksi Pembegalan<br />

Meminimalisir dan mencegah aksi pembegalan dibutuhkan langkah<br />

penegakkan hukum sebagai cermin untuk meminimalisir terulangnya kejadian<br />

yang sama. Perlu adanya kerja sama antara pihak kepolisian dan masyarakat.<br />

Sehingga dengan adanya sinergitas yang dibangun, diharapkan jika suatu<br />

ketika tindakan pembegalan dapat dengan sigap dapat digagalkan.<br />

Pihak Kepolisian bertindak sebagai satuan keamanan. Tindakan nyata<br />

yang dilakukan pihak kepolisian adalah dengan melakukan patroli selama 24<br />

jam di berbagai tempat. Masyarakat juga harus dapat menjaga stabilitas<br />

lingkungannya. Langkah nyata yang bisa dilakukan adalah dengan melakukan<br />

jaga malam.<br />

Adapun tips-tips yang dapat dilakukan oleh masyarakat sebagai bentuk<br />

antisipasi terhadap tindakan pembegalan ketika akan berpergian, adalah<br />

sebagai berikut : 9<br />

9 https://adelbertus88.wordpress.com/2015/03/02/waspadai-fenomena-begal/<br />

16


a. Usahakan jangan berpergian pada malam hari apalagi tengah malam, hal ini<br />

berpotensi terhadap kejahatan perampokan, ataupun pembunuhan;<br />

b. Jika memang harus keluar malam hari, jangan memilih tempat yang sepi<br />

walaupun mungkin itu akan mempersingkat waktu. Pilihlah tempat yang<br />

ramai sebagai jalur lintas;<br />

c. Jangan pergi sendirian, naluri penjahat akan mencoba melakukan aksinya<br />

kepada lawan yang dianggapnya mampu dia taklukkan dengan mudah,<br />

setidaknya jika berpergian hendaknya lebih dari 1 orang;<br />

d. Jika merasa diikuti oleh seseorang, segeralah menuju tempat yang ramai;<br />

e. Berhati hatilah kepada orang yang berpura-pura menanyakan alamat,<br />

pastikan terlebih dahulu bahwa di sekeliling terdapat orang banyak, jika ada<br />

yang menanyakan alamat pada tempat yang sepi, lebih baik berhati-hati;<br />

f. Jangan melamun di saat dalam perjalanan;<br />

g. Jika di depan anda terdapat kendaraan yang anda kenal, berjarak dekatlah.<br />

Hal ini akan meminimalkan kemungkinan terjadinya tindak kejahatan,<br />

karena pelaku kejahatan tidak biasanya ingin aksi kejahatannya dilihat<br />

orang lain;<br />

h. Jika anda mengantuk dan anda ingin berhenti, pastikan berhenti di tempat<br />

yang dikenali atau setidaknya di tempat yang ramai atau dekat dengan<br />

kantor polisi;<br />

i. Jika sudah tidak bisa lagi untuk mencegah terjadinya kejahatan.<br />

Tinggalkanlah kendaraan anda, kemudian larilah secepatnya ke rumah<br />

warga. Ini adalah langkah terakhir yang harus dilakukan jika benar-benar<br />

dalam keadaan bahaya.<br />

j. Informasikan perjalanan ke keluarga atau teman, simpan barang mewah<br />

(cincin atau jam yang berkilau) dalam tas, rute jalan yang akan dilalui harus<br />

sudah diketahui dan naik kendaraan (sepeda motor) diupayakan berdua;<br />

k. Datakan nomor telpon kepolisian di kontak anda.<br />

Dalam penegakan hukum sangat diperlukan diskresi untuk<br />

memberantas begal, penegak hukum yang dimaksud, yaitu:<br />

1. Aparat Kepolisian, salah satu peran aparat kepolisian dalam mewujudkan<br />

keamanan dan ketertiban masyarakat adalah melalui tindakan diskresi.<br />

17


Kapasitas aparat kepolisian dalam melakukan diskresi di Indonesia secara<br />

yuridis diatur pada pasal 18 UU No. 2 Tahun 2002 yaitu “Untuk kepentingan<br />

umum, pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam melaksanakan<br />

tugas dan wewenangnya dapat bertindak menurut penilaiannya sendiri“, hal<br />

tersebut mengandung maksud bahwa seorang anggota Polri yang<br />

melaksanakan tugasnya di tengah-tengah masyarakat seorang diri, harus<br />

mampu mengambil keputusaan berdasarkan penilaiannya sendiri apabila<br />

terjadi gangguan terhadap ketertiban dan keamanan umum atau bila timbul<br />

bahaya bagi ketertiban dan keamanan umum.Dalam menerapkan diskresi,<br />

aparat kepolisian dituntut untuk mengambil keputusan secara tepat dan arif.<br />

Termonolgi diskresi di lembaga kepolisian disebut sebagai diskresi<br />

kepolisian, biasanya berupa memaafkan, menasihati, penghentian<br />

penyidikan dan lainnya.<br />

2. Peran Jaksa, ketika jaksa mengangani kasus pembegalan, sebaiknya jaksa<br />

harus lebih membangun koordinasi dengan kepolisian, sehingga proses<br />

pembuatan berita acara di kepolisian dan pembuatan surat dakwaan kepada<br />

pelaku dapat dibuat dengan cermat, lengkap, dan teliti serta dengan waktu<br />

yang efisien dan efektif, sehingga pelaku dapat segera dihukum. Diharapkan<br />

dari hal tersebut, akan memberi efek jera bagi pelaku begal.<br />

Berikut ketentuan hukum yang bisa menjadi dasar jaksa penuntut umum<br />

dalam membuat surat dakwaan untuk pelaku begal:Dalam KUHP (Kitab<br />

Undang – Undang Hukum Pidana) Tindak Pidana begal termasuk kepada<br />

Tindak Pidana Pencurian Bab XXII diatur pada Pasal 362, 363,dan 365. Artinya<br />

dalam menghukum pelaku begal, penegak hukum harus merujuk pada pasal -<br />

pasal tersebut. Bunyi pasal 362 KUHP “Barang siapa mengambil suatu benda<br />

yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain, dengan maksud untuk dimiliki<br />

secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara<br />

paling lama 5 tahun atau denda paling banyak sembilan ratus rupiah”Berikut<br />

bunyi Pasal 363 KUHP :(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh<br />

tahun:1e.pencurian ternak;2e. pencurian pada waktu ada kebakaran, letusan,<br />

banjir, gempa bumi, atau gempa laut, gunung meletus, kapal karam, kapal<br />

terdampar, kecelakaan kereta api, huru-hara, pemberontakan atau bahaya<br />

18


perang;3e. pencurian di waktu malam dalam sebuah rumah atau pekarangan<br />

tertutup yang ada rumahnya, yang dilakukan oleh orang yang ada di situ tidak<br />

diketahui atau tidak dikehendaki oleh yang berhak;4e. pencurian yang<br />

dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu;5e. pencurian yang<br />

untuk masuk ke tempat melakukan kejahatan, atau untuk sampai pada barang<br />

yang diambil, dilakukan dengan merusak, memotong atau memanjat, atau<br />

dengan memakai anak kunci palsu, perintah palsu atau pakaian jabatan<br />

palsu.(2) Jika pencurian yang diterangkan dalam butir 3 disertai dengan salah<br />

satu hal dalam butir 4 dan 5, maka diancam dengan pidana penjara paling lama<br />

sembilan tahun.Setelah melihat pasal 363 KUHP maka dapat dikatakan pelaku<br />

begal itu masuk pada ayat (1) angka 4 dimana pelakunya bersekutu maka<br />

dapat dihukum selama 7 tahun, lebih berat dari pasal 362 KUHP. namun apa itu<br />

masih cukup ? Tidak! lihat lagi pasal 365 KUHP.Pasal 365 KUHP(1) Diancam<br />

dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun, pencurian yang didahului,<br />

disertai atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, terhadap<br />

orang, dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pencurian,<br />

atau dalam hal tertangkap tangan, untuk memungkinkan melarikan diri sendiri<br />

atau peserta lainnya, atau untuk tetap menguasai barang yang dicuri.(2)<br />

Diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun:(3) Jika<br />

perbuatan mengakibatkan kematian, maka diancam dengan pidana penjara<br />

paling lama lima belas tahun.(4) Diancam dengan pidana mati atau pidana<br />

penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun,<br />

jika perbuatan mengakibatkan luka berat atau kematian dan dilakukan oleh dua<br />

orang atau lebih dengan bersekutu, disertai pula oleh salah satu hal yang<br />

diterangkan dalam no. 1 dan 3.c. Peran Hakim, berdasarkan pada Pasal 5 ayat<br />

(1) Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, yang<br />

berbunyi sebagai berikut:”hakim dan hakim konstitusi wajib menggali,<br />

mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup<br />

dalam masyarakatnya.”<br />

Oleh karena itu, dalam menyelesaikan suatu perkara, seorang hakim harus<br />

dengan cermat kasus posisi dan melihat segala sumber hukum. Sedangkan<br />

keresahan masyarakat akan tindak pidana begal membuat hakim harusnya<br />

19


lebih responsive lagi dengan memberi sanksi yang setimpal dan diterima<br />

masyarakat. Ketentuan hukum yang bisa menjadi dasar jaksa penuntut<br />

umum dalam membuat surat dakwaan untuk pelaku begal: Dalam KUHP<br />

(Kitab Undang – Undang Hukum Pidana) Tindak Pidana begal termasuk<br />

kepada Tindak Pidana Pencurian Bab XXII diatur pada Pasal 362, 363,dan<br />

365. Artinya dalam menghukum pelaku begal, penegak hukum harus<br />

merujuk pada pasal -pasal tersebut. Pasal 362 KUHP : “Barang siapa<br />

mengambil suatu benda yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain,<br />

dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena<br />

pencurian, dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau denda paling<br />

banyak sembilan ratus rupiah”Berikut bunyi Pasal 363 KUHP : (1) Diancam<br />

dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun: 1e. pencurian ternak; 2e.<br />

pencurian pada waktu ada kebakaran, letusan, banjir, gempa bumi, atau<br />

gempa laut, gunung meletus, kapal karam, kapal terdampar, kecelakaan<br />

kereta api, huru-hara, pemberontakan atau bahaya perang; 3e. pencurian di<br />

waktu malam dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada<br />

rumahnya, yang dilakukan oleh orang yang ada di situ tidak diketahui atau<br />

tidak dikehendaki oleh yang berhak; 4e. pencurian yapng dilakukan oleh dua<br />

orang atau lebih dengan bersekutu; 5e. pencurian yang untuk masuk ke<br />

tempat melakukan kejahatan, atau untuk sampai pada barang yang diambil,<br />

dilakukan dengan merusak, memotong atau memanjat, atau dengan<br />

memakai anak kunci palsu, perintah palsu atau pakaian jabatan palsu. (2)<br />

Jika pencurian yang diterangkan dalam butir 3 disertai dengan salah satu<br />

hal dalam butir 4 dan 5, maka diancam dengan pidana penjara paling lama<br />

sembilan tahun . Pasal 363 KUHP maka dapat dikatakan pelaku begal itu<br />

masuk pada ayat (1) angka 4 dimana pelakunya bersekutu maka dapat<br />

dihukum selama 7 tahun, lebih berat dari pasal 362 KUHP. namun apa itu<br />

masih cukup ? Tidak! lihat pasal 365 KUHP. Pasal 365 KUHP: (1) Diancam<br />

dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun, pencurian yang<br />

didahului, disertai atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan,<br />

terhadap orang, dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah<br />

pencurian, atau dalam hal tertangkap tangan, untuk memungkinkan<br />

20


melarikan diri sendiri atau peserta lainnya, atau untuk tetap menguasai<br />

barang yang dicuri; (2) Diancam dengan pidana penjara paling lama dua<br />

belas tahun; (3) Jika perbuatan mengakibatkan kematian, maka diancam<br />

dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun; (4) Diancam dengan<br />

pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu<br />

paling lama dua puluh tahun, jika perbuatan mengakibatkan luka berat atau<br />

kematian dan dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu,<br />

disertai pula oleh salah satu hal yang diterangkan dalam no. 1 dan 3.c.<br />

Peran Hakim Berdasarkan pada Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang No. 48<br />

Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, yang berbunyi sebagai<br />

berikut:”hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan<br />

memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam<br />

masyarakatnya.” Oleh karena itu, dalam menyelesaikan suatu perkara,<br />

seorang hakim harus dengan cermat kasus posisi dan melihat segala<br />

sumber hukum. Sedangkan keresahan masyarakat akan tindak pidana<br />

begal membuat hakim harusnya lebih responsive lagi dengan memberi<br />

sanksi yang setimpal dan diterima masyarakat.<br />

F. Kerangka Pemikiran<br />

Dengan mengacu pada berbagai persfektif teori tentang perilaku<br />

manusia yang telah diuraikan persfektif hukum; Parsons, 1958 dalam persfektif<br />

sosiologi, Kluckhon, dalam persfektif Antroplogi, Smith, 1556 dalam perfektif<br />

ekonomi), dengan melihat fakta emperis pembegalan dan penanganannya.<br />

Sesuai dengan rumusan masalah penelitian, tujuan dan manfaat yang<br />

diharapkan pada dari penelitian.<br />

Perilaku begal dan peristiwa pembegalan terjadi dalam suatu masyarakat<br />

dapat didekati dengan melihat Faktor eksternal individu begal dan masayarakat,<br />

serta Faktor internal dalam masyarakat dan individu (Gambar1). Pemahaman<br />

pada dua hal tersebut diperlukan untuk menelusuri penyebab dan merumuskan<br />

berbagai upaya pencegahan perilaku begal yang tumbuh dalam masyarakat.<br />

Faktor eksternal, meliputi: Pola hubungan dan/atau kepedulian dalam<br />

masyarakat antara sesama warga masyarakat, penegakan aturan dari penegak<br />

21


hukum untuk semua masyarakat (yaitu: ada standar hukum yang sama untuk<br />

semua anggota masyarakat), kondisi rumahtangga dan keluarga dan pola<br />

hubungan yang berkembang dalam rumahtangga, lingkungan sebaya atau<br />

teman sepermainan yang dapat membawa anggota kepada perilaku kelompok<br />

yang dapat dan tidak bertentangan dengan perilaku yang menyimpang,<br />

Keadaan Ekonomi rumahtangga dan masyarakat yang memberikan ruang<br />

aktivitas dan masyarakat untuk dapat memenuhi kebutuhannya, pola pergaulan<br />

yang buruk yang dapat mempengaruhi anggotanya untuk berperilaku<br />

menyimpang, adanya sarana berupa sepeda motor dapat menjadi penunjang<br />

keperilaku baik dan rtidak baik, pengawasan dari orang tuanya yang lemah dan<br />

bahkan tidak peduli dengan pekembangan kehidupan anaknya, dan<br />

tontonan/video game yang mengajarkan kekerasan dan tidak mendidik yang<br />

menumbuhkan perilaku menumbuhkan gaya komsumtif dan kekerasan.<br />

Faktor internal (terkait dengan kondisi yang melekat dalam diri individu,<br />

misalnya: Motivasi terkait dengan aspek ekonomi seperti memenuhi<br />

kebutuhan,pola berpikir instans yang tidak mau kerja dan ingin hidup enak<br />

yang diikuti keinginan bebas lepas dari ikatan rumahtangga dan orang<br />

sekitarnya, keputusan yang hedonistik yang cenderung ingin menonjolkan diri<br />

dengan memeliki materi yang bernilai tinggi dimasyarakat, heroisme/Bulkying<br />

yang<br />

22


,<br />

<br />

<br />

<br />

<br />

<br />

<br />

<br />

<br />

<br />

FAKTOR EKSTERNAL<br />

Pola Hubungan/ Kepedulian<br />

Masyarakat<br />

Penegakan Aturan<br />

Rumahtangga/Keluarga<br />

Lingkungan Sebaya<br />

Keadaan Ekonomi,<br />

Pergaulan Yang Buruk,<br />

Sarana Berupa Sepeda Motor,<br />

Pengawasan Dari Orang Tuanya<br />

Tontonan/Video Game kekerasan<br />

<br />

<br />

<br />

<br />

<br />

<br />

<br />

<br />

<br />

<br />

FAKTOR INTERNAL<br />

Motivasi :Kondisi Ekonomi<br />

Mau Instans dan Bebas<br />

Keputusan yang hedonistik<br />

Heroisme /Bulkying<br />

Jiwa Pemberontak (Atavistik)<br />

Tidak ada kesibukan/kerjaan,<br />

Rasa kurang Perhatian dari<br />

keluarganya,<br />

Rasa ingin tahu atau penasaran<br />

Rasa peduli pada hak orang lain,<br />

Rasa takut terhadap hukum;<br />

KESIMPULAN<br />

Perilaku Begal<br />

(Pembegalan)<br />

REKOMENDASI<br />

DAMPAK<br />

PADA PELAKU<br />

T<br />

DAMPAK<br />

PADA KORBAN<br />

DAMPAK<br />

PADA <strong>MASYARAKAT</strong><br />

Gambar 2.1. Kerangka Pikir Penelitian<br />

berkeinginan menampilkan kekuatan dengan melakukan tekanan pada orang<br />

lain, peraliku pemberontak (Atavistik) yang selalu melawan aturan dan<br />

menginginkan ketidak-stabilan, tidak bekerja atau tidak ada kesibukan, merasa<br />

23


kurang perhatian dari keluarganya, Rasa ingin tahu atau penasaran, Rasa<br />

peduli pada hak orang lain, Rasa takut terhadap hukum.<br />

Perilaku pembegal akan memberikan dampak pada korban begal, pelaku<br />

dan masyarakat. Bagi korban begal menimbulkan trauma, bisa cacat bahkan<br />

meninggal yang tentu berdampak pada keluarga korban. Pada masyarakat<br />

perilaku begal menimbulkan rasa tidak aman dan rasa kuatir sehingga aktivitas<br />

lainnya dapat terganggu bahkan dalam banyak hal perilaku pembegalan<br />

mendorong main hakim sendiri terhadap pelaku begal bila tertangkap oleh<br />

masyarakat. Terhadap pelaku tidak semua berdampak pada sikap jera bila<br />

tertangkap bahkan terjadi selepas dari hukumannya bahkan kualitas<br />

pembegalan semakin sadis, korban ditengah masyarakat cenderung ditolak<br />

atau tersisih sehingga mendorong perilaku memilih jalan hidup sebagai<br />

pembegal yang semakin sadis dan menjadikan sebagai sumber pendapatan.<br />

Dengan memahami perilaku baik sebaran modus dan faktor yang<br />

menyebabkan dapat diperoleh kesimpulan dan deskripsi detail tentang begal,<br />

yang dapat menjadi dasar dalam menumbuhkan dan merancang suatu<br />

rekomendasi untuk kebijakan terkait dengan upaya menekan atau<br />

menghilangkan perilaku menyimpang (begal) dalam masyarakat.<br />

24


BAB III. METODE PENELITIAN<br />

A. Pendekatan Penelitian<br />

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, untuk mendapatkan<br />

pemahaman yang mendalam terhadapfaktor-faktor terkait dengan perilaku<br />

dalam pembegalan, maka dilakukan kajian terhadap kasus pembegalan yang<br />

terjadi diwilayah Sulawesi Selatan, khususnya pada dua kota (Kota Makassar<br />

dan Kota Pare-Pare). Kajian kasus perkasus sesuai keperluan. Pendalaman<br />

terhadap beberapa kasus diharapkan memberikan penjelasan terkait tujuan dan<br />

outcame yang diharapkan dari penelitian.<br />

B. Lokasi dan Waktu<br />

Penelitian dilaksanakan di dua Kota, yakni Kota Ujung Pandang dan<br />

Kota Pare-Pare. Dua daerah ini, memperlihatkan tingkat presentase<br />

pembegalan yang cukup tinggi kejadiannya di Sulawesi Selatan. Secara<br />

perkembangan wilayah Kota Makassar adalah dengan tingkat kemajuan dalam<br />

berbagai aspek di Sulawesi Selatan, sementara Kota Pare-Pare tergolong<br />

dalam kota yang mewakili tingkat kemajuan berada pada posisi tengah dalam<br />

halkemajuan masyarakat.Kedua kota tersebut, menjadi pintu masuk bagi<br />

pendatang luar pulau dengan adanya pelabuhan laut.<br />

Penelitian dilaksanakan selama 4 bulan, yaitu dari bulan Junisampai<br />

bulanSeptember2016.<br />

C. Responden dan Informan Penelitian<br />

Responden penelitian adalah individu pelaku begal yang telah ditangani<br />

oleh penegak hukum pada berbagai tingkat proses hukum.<br />

Denganmenggunakan system snow-ball dilakukan kajian terhadap lingkungan<br />

rumahtangga, system sosial dan budaya serta tempat tinggal. Pendalaman<br />

pada peristiwa pembegalan akan dipahami dalam berita acara penyidikan dan<br />

dokumen penuntutan jasa dan keputusan hukum dari hakim yang mengadili.<br />

Informan dipilih dari lingkungan sosial dan budaya dari pembegal.<br />

Peranan stakeholder kepolisian, jaksa dalam penanganan hukum terhadap<br />

25


pembegal. Dinas sosial dan kesejahteran masyarakat selaku Satuan Kerja<br />

Pemerintah Daerah (SKPD) dalam banyak hal, berperan penting terkait dengan<br />

masalah yang diteliti.<br />

D. Metode dan Instrumen Pengumpulan Data<br />

Data penelitian diperoleh dengan melakukan wawancara mendalam dan<br />

berstruktur terkait dengan karakteristikindividu pembegal, karakteristik<br />

rumahtangga pembegal, lingkungan social-ekonomidan budaya pembegal.<br />

Pendalaman pada beberapa aspek dilakukan pembegal, informan diambil<br />

dariorang sekitar lingkungan tempat tinggal pembegal.<br />

Wawancara mendalam dilakukan pada informan yang mengetahui dan<br />

berhubungan langsung dengan permasalahan begal terkait dengan tugas dan<br />

fungsinya. FGD atau diskusi berkelompok terfokus dilakukan untuk<br />

mendapatkan informasi dan pendalaman, dan dalam upaya mengungkap<br />

keterkaitan antara lingkungan pembegal, dampak dan langkah penanganan,<br />

serta kebijakan yang dilakukan pada berbagai tingkat terkait dengan penciptaan<br />

sistem keamanan wilayah.<br />

Kajian dokumentasi terhadap BAP kepolisian, Dokumen tuntutan jaksa<br />

dan dokumen putusan hakim. Pemahaman terhadap dokumen ini dikaitkan<br />

dengan dekresi penegakan hukum terkait dengan penanganan pembekalan.<br />

Kajian kasus beberapa dokumen pembegal akan memberikan informasi terkait<br />

dengan penyebab, peristiwa, dan dampak yang ditimbulkan dari aktivitas begal.<br />

E. Indikator/Parameter<br />

Mengikuti kerangka pikir penelitian, maka dideskripsikan kondisi sosialekonomi,<br />

budaya, dan rumahtangga, serta individu pembegal. Proses terjadinya<br />

pembegalan akan didalami melalui dokumen berita acara kepolisiaan, dokumen<br />

tuntutan jaksa dan putusan pengadilan, ketiganya merupakan dasar memahami<br />

peristiwa pembegalan.<br />

Aspek tersebut mengikuti kerangka pikir diarahkan pada pengungkapan<br />

faktor eksternal dan internal individu dan rumahtangga pembegal.Beberapa<br />

aspek dari karakteristik individu, rumahtangga, sosial-ekonomi dan budaya<br />

akan dikategorikan kedalam faktor eksternal dan internal, yang selanjutnya<br />

26


dengan mengunakan metode trangulasi maka ditarik berbagai simpulanterkait<br />

dengan tujuan penelitian.<br />

F. Model Analisis<br />

Metode Analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif (Descriptive<br />

Analysis) terhadap setiap kasus pembegalan untuk memperoleh gambaran<br />

terkait dengan proses pembegalan serta tingkat keresahan masyarakat yang<br />

ditimbulkan oleh perilaku pembegalan, kebijakan terkait dengan penanganan<br />

dari aspek hukum, dan berbagai upaya pencegahan dan pemberantasan begal<br />

dengan kerjasama dari stakeholders. Analisis kasus diarahkan pada identifikasi<br />

faktor eksternal dan internal pembegal dan dampak yang timbul dari perilaku<br />

pembegal baik terhadap masyarakat, pelaku dan korban.<br />

Analisis yang digunakaan untuk mengetahui berbagai faktor yang<br />

mempengaruhi perilaku begal akandiigunakan analisis kasus dengan<br />

mengggunakan analisis mendalam atas kasus pembegalan. Analisis isi(Content<br />

Analysis) dimaksud memberikan pendalaman terhadap setiap fakta atas kasus.<br />

Hasil pendalaman kasus dapat direkonstruksi suatu rumusan dan<br />

kebijakan terkait dengan upaya penanganan pembegalan, yang menjadi dasar<br />

rekomendasi untuk output penelitian.<br />

27


I V. PROSEDUR PELAKSANAAN KEGIATAN<br />

Prosedur pelaksanaan kegiatan penelitian dengan mekanismedan<br />

metode analisis yang digunakan seperti Gambar 2 (Flow-chart).<br />

PENGUMPULAN DAN <strong>DI</strong>SEMINASI DATA<br />

PENGELOMPOKKAN DATA BERDASARKAN KARAKTRISTIK <strong>PEMBEGAL</strong> DARI ASPEK<br />

IN<strong>DI</strong>VIDU, SOCIAL-EKONOMI BUDAYADAN RUMAH TANGGA; DOKUMEN DAN<br />

DATA KEBIJAKAN SERTA PENANGANAN BEGAL<br />

DESCRIPTIVE <strong>KASUS</strong><br />

<strong>PEMBEGAL</strong><br />

KEBIJAKAN PEMERINTAH DAN<br />

PENANGANAN BEGAL<br />

CONTENT ANALYSIS<br />

IMPORTANT<br />

DETERMINANT<br />

PRE-IDENTIFIED<br />

RECOMMENDATION<br />

PEMILIHAN DETERMINAN<br />

POTENSIAL<br />

KESIMPULAN DAN<br />

REKOMENDASI<br />

Gambar 4.1. Flow Chart Penelitian<br />

28


Tahap Pengumpulan dan Desiminasi Data: Pengumpulan data primer<br />

dan sekunder, data primer dari setiap peristiwa pembegalan yang kasus<br />

sedang dalam proses hukum maupun yang telah mendapat keputusan hukum<br />

tetap, sehingga pelaku teridentifikasi dan memungkinkan dijadikan responden.<br />

Beberapa diantaranya menjadi informan yang dapat mengungkap aspek dan<br />

lingkup pembegalan dan kehidupan dari kelompok begal yang tidak terkait<br />

langsusng dengan dirinya. Data dari beberapa informan akan memberikan<br />

informasi penting dalam mendalami aspek pembegalan. Data sekunder adalah<br />

dokumen yang terkait dengan pelaku yang diperoleh dari penegak hukum dan<br />

beberapa dokumen lainnya. Data ini kemudian dekelompokkan berdasarkan<br />

tujuan penelitian dan kajian. Juga dikumpulkan terkaitkan dengan aspek<br />

kebijakan pemerintah yang dapat dikaitkan dengan tumbuh dan menjadi faktor<br />

yang berperan dalamj mencegah perilaku pembegalan.<br />

Dari data yang dikumpulkan, maka dapat dikelompokkan data terkait dengan<br />

kasus pembegalan untuk mendeskripsikan pembegalan dan kebijakankebijkan<br />

untuk mencegah dan penenganan pembegalan.<br />

Pendeskripsian setiap kasus dikaitkan dengan faktor eksternal termasuk<br />

kebijakan terkait langsung dan tidak langsung dengan pembegalan akan<br />

didalami melalui analisis isi (conten analisis). Melalui analisis isi, akan dapat<br />

dipisahkan hal penting terkait dengan pembegalan, yaitu faktor eksternal dan<br />

internal terkait dengan pembegalan. Dari analisis isi, juga beberapa aspek<br />

yang dapat dijadikan dasar rekomendasi untuk pencegahan dan penanganan<br />

perilaku pembegalan.<br />

Selanjutnya teridentifikasi faktor penting yang potensial yang menjadi<br />

penyebab perilaku pembegalan, dan rekomendasi potensial yang dapat<br />

dilaksanakan untuk mencegah dan penanganan pembegal, yang akan menjadi<br />

dasar penarikan kesimpulan dan perumusan rekomendasi.<br />

29


BAB V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN<br />

A. Gambaran Umum Kota Parepare<br />

A.1. Sejarah<br />

Kota Parepare adalah sebuah Kota di Provinsi Sulawesi Selatan,<br />

Indonesia. Kota ini memiliki luas wilayah 99,33 km² dan berpenduduk sebanyak<br />

±140.000 jiwa. Berada di pantai Barat Sulawesi Selatan merupakan wilayah<br />

perbukitan dan daerah pantai, dahulunya merupakan semak-semak belukar<br />

yang diselang-selingi oleh lubang-lubang tanah yang agak miring sebagai<br />

tempat yang pada keseluruhannya tumbuh secara liar tidak teratur, mulai dari<br />

utara (Cappa Ujung) hingga ke jurusan selatan kota. Melalui proses<br />

perkembangan sejarah sedemikian rupa dataran itu dinamakan Kota Parepare.<br />

Lontara Kerajaan Suppa menyebutkan, sekitar abad XIV seorang anak<br />

Raja Suppa meninggalkan Istana dan pergi ke selatan mendirikan wilayah<br />

tersendiri pada tepian pantai karena memiliki hobi memancing. Wilayah itu<br />

kemudian dikenal sebagai kerajaan Soreang, kemudian satu lagi kerajaan<br />

berdiri sekitar abad XV yakni Kerajaan Bacukiki.<br />

Kota Parepare ditenggarai sebagian orang berasal dari kisah Raja<br />

Gowa, dalam satu kunjungan persahabatan Raja Gowa XI, Manrigau Dg. Bonto<br />

Karaeng Tunipallangga (1547-1566) berjalan-jalan dari kerajaan Bacukiki ke<br />

Kerajaan Soreang. Sebagai seorang raja yang dikenal sebagai ahli strategi dan<br />

pelopor pembangunan, Kerajaan Gowa tertarik dengan pemandangan yang<br />

indah pada hamparan ini dan spontan menyebut “Bajiki Ni Pare” artinya “di buat<br />

dengan baik”. Parepare ramai dikunjungi termasuk orang-orang Melayu yang<br />

datang berdagang ke kawasan Suppa. Melihat posisi yang strategis sebagai<br />

pelabuhan yang terlindungi oleh tanjung di depannya, serta memang sudah<br />

ramai dikunjungi orang-orang, maka Belanda pertama kali merebut tempat ini<br />

kemudian menjadikannya kota penting di wilayah bagian tengah Sulawesi<br />

Selatan. Disinilah Belanda bermarkas untuk melebarkan sayapnya dan<br />

merambah seluruh dataran timur dan utara Sulawesi Selatan. Hal ini yang<br />

berpusat di Parepare untuk wilayah Ajatappareng.<br />

30


Pada zaman Hindia Belanda, di Kota Parepare, berkedudukan seorang<br />

Asisten Residen dan seorang Controlur atau Gezag Hebber sebagai Pimpinan<br />

Pemerintah (Hindia Belanda) dengan status wilayah pemerintah yang<br />

dinamakan “Afdeling Parepare” yang meliputi, Onder Afdeling Barru, Onder<br />

Afdeling Sidenreng Rappang, Onder Afdeling Enrekang, Onder Afdeling<br />

Pinrang dan Onder Afdeling Parepare. Pada setiap wilayah/Onder Afdeling<br />

berkedudukan Controlur atau Gezag Hebber. Disamping adanya aparat<br />

pemerintah Hindia Belanda tersebut, struktur Pemerintahan Hindia Belanda ini<br />

dibantu pula oleh aparat pemerintah raja-raja bugis, yaitu Arung Barru di Barru,<br />

Addatuang Sidenreng di Sidenreng Rappang, Sulawetan Enrekang di<br />

Enrekang, Addatung Sawitto di Pinrang, sedangkan di Parepare berkedudukan<br />

Arung Mallusetasi.<br />

Struktur pemerintahan ini, berjalan hingga pecahnya Perang Dunia II yaitu pada<br />

saat terhapusnya Pemerintahan Hindia Belanda sekitar tahun 1942. Pada<br />

zaman kemerdekaan Indonesia tahun 1945, struktur pemerintahan disesuaikan<br />

dengan undang-undang Nomor 1 tahun 1945 (Komite Nasional Indonesia). Dan<br />

selanjutnya Undang-undang Nomor 2 Tahun 1948, di mana struktur<br />

pemerintahannya juga mengalami perubahan, yaitu di daerah hanya ada<br />

Kepala Daerah atau Kepala Pemerintahan Negeri (KPN) dan tidak ada lagi<br />

semacam Asisten Residen atau Ken Karikan.<br />

Pada waktu status Parepare tetap menjadi Afdeling yang wilayahnya<br />

tetap meliputi 5 Daerah seperti yang disebutkan sebelumnya. Dengan<br />

keluarnya Undang-Undang Nomor 29 tahun 1959 tentang pembentukan dan<br />

pembagian Daerah-daerah tingkat II dalam wilayah Provinsi Sulawesi Selatan,<br />

maka ke empat Onder Afdeling tersebut menjadi Kabupaten Tingkat II, yaitu<br />

masing-masing Kabupaten Tingkat II Barru, Sidenreng Rappang, Enrekang dan<br />

Pinrang, sedangkan Parepare sendiri berstatus Kota Praja Tingkat II Parepare.<br />

Kemudian pada tahun 1963 istilah Kota Praja diganti menjadi Kotamadya dan<br />

setelah keluarnya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1999 tentang Pemerintahan<br />

Daerah, maka status Kotamadya berganti menjadi “KOTA” sampai sekarang ini.<br />

Didasarkan pada tanggal pelantikan dan pengambilan sumpah Wali<br />

Kotamadya Pertama H. Andi Mannaungi pada tanggal 17 Februari 1960, maka<br />

31


dengan Surat Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah No. 3 Tahun 1970<br />

ditetapkan hari kelahiran Kotamadya Parepare tanggal 17 Februari 1960.<br />

Gambar 5.1 kelahiran Kotamadya Parepare tanggal 17 Februari<br />

Peta Wilayah Kota Parepare 1960.<br />

Sebelum tahun 2005, Wali Kota Parepare dipilih melalui mekanisme<br />

yang diatur oleh DPRD Kota Parepare. Setelah itu, Wali Kota Parepare<br />

bersama Wakil Wali Kota Parepare dipilih secara langsung oleh warga kota<br />

melalui Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) untuk pertama kalinya pada tanggal<br />

28 Agustus 2008.<br />

DPRD Kota Parepare adalah Lembaga Legislatif tingkat Kota yang<br />

berada di wilayah Kota Parepare. Anggota DPRD Kota Parepare dipilih<br />

berdasarkan daftar terbuka dari partai dalam Pemilihan Umum yang<br />

diselenggarakan setiap lima tahun bersamaan dengan pemilihan anggota<br />

Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah seluruh Indonesia.<br />

Berdasarkan UU No. 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPRD & DPRD,<br />

perwakilan anggota DPRD Kota Parepare berjumlah 25 orang. Dari tahun ke<br />

tahun Partai Golkar yang mayoritas menduduki kursi DPRD di Parepare.<br />

A.2. Geografis dan Iklim<br />

Kota Parepare terdiri dari 4 Kecamatan,<br />

yaitu :Kecamatan Soreang, Kecamatan Ujung,<br />

Kecamatan Bacukiki, Kecamatan Bacukiki Barat.<br />

Wali Kota Parepare memiliki tugas dan wewenang<br />

memimpin penyelenggaraan daerah berdasarkan<br />

kebijakan yang ditetapkan bersama DPRD Kota<br />

Parepare. Jabatan pertama dipegang oleh Andi<br />

Mannaungi pada tahun 1960. Didasarkan pada<br />

tanggal pelantikan dan pengambilan sumpah Wali<br />

Kotamadya Pertama pada tanggal 17 Februari<br />

1960, maka dengan SK. DPRD Kotamadya<br />

Parepare No. 3 Tahun 1970 ditetapkan hari<br />

Geografis : Kota Parepare terletak di sebuah teluk yang menghadap ke<br />

Selat Makassar. Di bagian utara berbatasan dengan Kabupaten Pinrang, di<br />

32


sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Sidenreng Rappang dan di<br />

bagian selatan berbatasan dengan Kabupaten Barru. Meskipun terletak di tepi<br />

laut tetapi sebagian besar wilayahnya berbukit-bukit.<br />

Iklim : Berdasarkan catatan stasiun klimatologi, rata-rata temperatur Kota<br />

Parepare sekitar 28,5 °C dengan suhu minimum 25,6 °C dan suhu maksimum<br />

31,5 °C. Kota Parepare beriklim tropis dengan dua musim, yaitu musim<br />

kemarau pada bulan Maret sampai bulan September dan musim hujan pada<br />

bulan Oktober sampai bulan Februari.<br />

A.3. Hasil Pertanian dan Hasil lainnya<br />

Hasil pertanian adalah biji kacang mete, biji kakao, dan palawija lainnya<br />

serta padi. Wilayah pertanian parepare tergolong sempit, karena lahannya<br />

sebagian besar berupa bebatuan bukit cadas yang banyak dan mudah tumbuh<br />

rerumputan. Daerah ini sebenarnya sangat cocok untuk peternakan. Banyak<br />

penduduk di daerah perbukitan beternak ayam potong dan ayam petelur,<br />

padang rumput juga dimanfaatkan penduduk setempat untuk menggembala<br />

kambing dan sapi. Sedangkan penduduk di sepanjang pantai banyak yang<br />

berprofesi sebagai nelayan. Ikan yang dihasilkan dari menangkap ikan atau<br />

memancing masih sangat berlimpah dan segar. Biasanya selain dilelang di<br />

Tempat Pelelangan Ikan (TPI), para nelayan menjualnya ikan -ikan yang masih<br />

segar di pasar malam 'pasar senggol' yang menjual aneka macam buahbuahan,<br />

ikan, sayuran, pakaian sampai pernak - pernik aksesoris.<br />

A.4. Penduduk<br />

Berdasarkan data BPS pada tahun 2014, jumlah penduduk Parepare<br />

ada 136.903 jiwa yang terdiri dari etnis Bugis, Makassar, Mandar dan Tionghoa.<br />

Pertumbuhan penduduk Kota pare masa kurung tahun 1971-1990 rata-rata<br />

pertumbuhan pada kisaran 1,77%- 1,89%. Periode 1990-2000 mengalami<br />

pertumbuhan yang melambat 0,65%, Pertumbuhan penduduk tahunan tertinggi<br />

terjadi pada tahun 2013.<br />

33


Tabel 5.1<br />

Jumlah Penduduk dan tingkat pertumbuhan tahunan Penduduk Kota Parepare<br />

.<br />

No Tahun Jumlah penduduk<br />

(jiwa)<br />

Pertumbuhan Rata2 Pertahun<br />

(%)<br />

1 1971 72.471 -<br />

2 1976 78.981 1,79<br />

3 1980 86.450 1,89<br />

4 1990 101.746 1,77<br />

5 2000 108.326 0,65<br />

6 2010 129.542 1,96<br />

7 2012 132.048 0,97<br />

8 2013 135. 200 2.39<br />

9 2014 136. 903 1,27<br />

Masalah ketenagakerjaan dengan kondisi kependudukan tersebut<br />

memperlihatkan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja 60,37%, Tingkat<br />

pertumbuhan tenaga Kerja 7,08%. Jumlah penduduk yang bekerja 54.812 Jiwa<br />

dengan lapangan pekerjaan terbanyak menyerap tenaga kerja adalah sektor<br />

perdagangan, yaitu 20.657 Jiwa (39,60%), dan menjadikan Kota Parepare<br />

sebagai kota dagang atau jasa ditampilkan pada Tabel 5.2.<br />

Tabel 5.2<br />

Statistik Ketenagakerjaan Kota Parepare, 2014<br />

No Uraian 2014<br />

1. Tingkat Partisipasi Ankatan Kerja (%) 60,37<br />

2. TPT (%) 7,08<br />

3. Bekerja (jiwa) 54.812<br />

4. Pertumbuhan Tenaga Kerja (%) 9,87<br />

5 Bekerja di Sektor (jiwa)<br />

5.1 Pertanian 1405<br />

5.2 Industri 3973<br />

5.3 Perdagangan 20657<br />

5.4 Jasa 16904<br />

5.5 Lainnya 11873<br />

A.5. Pendidikan<br />

Kemajuan pendidikan ditunjukkan pada harapan lama sekolah, rata-rata<br />

lama sekolah dan tingkat partisipasi sekolah. Rata-rata lama sekolah penduduk<br />

Parepare lebih tinggi yaitu 9,95 tahun bila dibandingkan rata-rata lama sekolah<br />

provinsi Sulawesi Selatan yaitu 7,49 tahun. Indikator pendidikan dengan<br />

34


menggunakan indikator harapan lama sekolah tahun 2014 yaitu 14,04 tahun<br />

artinya diharapkan dapat menyelesaikan pendidikannya sampai SLTA, dan<br />

rata-rata capain adalah setara SLTP (9,95 tahun).<br />

Tabel 5.3<br />

Indikator pendidikan di Kota Parepare 2013-2014<br />

No Uraian 2013 2014<br />

1. Harapan Lama sekolah(tahun) 12,65 14,04<br />

2. Rata-rata Lama Sekolah (tahun) 9,89 9,95<br />

3. Angka Partisipasi Sekolah<br />

3.1 7 - 12 98,77 99,93<br />

3.2 12 – 15 91,72 97,62<br />

3.3 16 – 18 72,56 76,66<br />

3.4 19 – 24 35,29 36,87<br />

A.6. Pembangunan Manusia<br />

Pembangunan manusia yang diukur dengan indeks pembangunan<br />

manusia (IPM), kota Parepare menempati urutan kedua setelah Kota Makassar<br />

di Sulawesi-Selatan. IPM kota Makassar 70 lebih tinggi dari Propinsi IPM 60.<br />

Nilai IPM Kota Parepare dari tahun ke tahun mengalami pertumbuhan,<br />

komponen kesehatan tahun 2014 ditunjukkan dengan indeks kesehatan<br />

dengan mengukur harapan hidup 70,39 tahun, pendidikan dengan mengukur<br />

harapan sekolah 14,05 tahun dan rata-rata lama sekolah 9,95 tahun, dan dari<br />

indicator ekonomi ditunjukkan dengan pengeluaran perkapita ril yang<br />

mencapai12,692 ribu rupiah pertahun.<br />

Tabel 5.4<br />

IPM Kota Parepare Tahun 2014<br />

No Indikator 2012 2013 2014<br />

1. Angka Harapan Hidup (Tahun) 70,37 70,38 70,39<br />

2. Angka Harapan Lama Sekolah<br />

(Tahun)<br />

13,58 13,65 14,04<br />

3. Rata-Rata Lama Sekolah (Tahun) 9,68 9,89 9,95<br />

4. Pengeluaran Perkapita Ril (Rp.<br />

000)<br />

12.419 12.554 12.692<br />

35


A.7. Pariwisata<br />

Pantai yang sering dijadikan pusat<br />

rekreasi oleh masyarakat Parepare, yaitu<br />

pantai Lumpue. Pantai ini berada di<br />

Kecamatan Bacukiki Barat Lokasinya dekat<br />

dengan fasilitas umum seperti masjid dan<br />

puskesmas, disediakan pula rumahyang<br />

terbuat dari bambu beratap nipa yang bisa<br />

Gambar 5.2 Pantai Lumpue disewa oleh wisatawan.Pantai<br />

lumpuememiiki air laut bening dengan pasir<br />

pantai halus kecoklatan.<br />

Pantai ini tidak mengalami perubahan besar meskipun pada tahun 1980-<br />

an pernah ditambahkan fasilitas pendukung tetapi tidak mampu mengubah<br />

komposisi alamnya. Lokasi ini dulunya hanya dipakai oleh orang-orang penting,<br />

namun karena gencarnya promosi akhirnya Lumpue yang semula untuk<br />

pemandian berubah menjadi wisata pantai di Sulawesi Selatan.<br />

Gambar 5.3. Kebu Raya Jompie<br />

Kebun Raya Jompie<br />

merupakan hutan kota yang dijadikan<br />

tempat pariwisata, dibangun sejak<br />

tahun 1920 menyimpan keanekaragaman<br />

hayati serta menjadi objek<br />

wisata dan pusat penelitian tumbuhan<br />

tropis, terutama tanaman endemik<br />

Sulawesi.Jarak dari pusat Kota<br />

Parepare yakni sekitar 3,5 km. Letak<br />

strategis karena mudah dijangkau<br />

dengan kendaraan pribadi maupun<br />

kendaraan umum.<br />

Kebun yang mempunyai luas 13,5 hektar ini menawarkan rekreasi<br />

seperti kolam renang, area perkemahan, dan jalan setapak untuk wisatawan<br />

yang ingin menikmati hutan dan pepohonan dengan berjalan-jalan. Hutan<br />

36


Jompie sebagai hutan kota terbaik keenam se-Indonesia pada saat Resepsi<br />

Kenegaraan HUT RI ke-65 Hutan seluas 13,6 hektar itu sebelumnya diputuskan<br />

oleh Pemerintah Pusat sebagai hutan kota terbaik di Sulawesi Selatan. Selain<br />

hutan, terdapat juga kebun raya yang ditetapkan sebagai pusat koleksi dan<br />

konservasi tumbuhan kawasan pesisir Wallacea dengan menonjolkan<br />

keanekaragaman tumbuhan obat, tumbuhan adat dan ethobotani. Dalam<br />

kawasan ini terdapat beberapa fasilitas fisik, antara lain kolam renang, 14 unit<br />

shelter (tempat istirahat), arena perkemahan (camping ground), gedung<br />

pertemuan, saluran drainase, dan jalan setapak yang menjangkau setiap sudut<br />

kawasan.<br />

Keanekaragaman tumbuhan di kawasan ini menurut analisis dari Tim<br />

Analisis Vegetasi Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor serta<br />

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), terdiri dari 90 jenis yang berasal<br />

dari 81 marga tumbuhan. Sebanyak 7 jenis di antaranya telah teridentifikasi<br />

secara lengkap. Sepuluh jenis baru diketahui marganya, dan tiga jenis baru<br />

teridentifikasi sampai pada tingkat suku. Beberapa di antaranya diketahui<br />

sebagai tumbuhan langka.<br />

Gambar 5.4<br />

Terumbu Karang Tonrangeng<br />

Di Parepare, pelestarian terumbu<br />

karang sudah dilakukan dan menjadi salah<br />

satu daya tarik wisata di Parepare. Untuk<br />

melestarikan kein-dahan dan kehidupan<br />

bawah laut. Sehingga warga Kota Parepare<br />

khu-susnya yang bermukim di kawasan<br />

Tonrangeng-Lumpue berpeluang menjadi<br />

pengusaha budidaya terumbu karang.<br />

Pemerintah Kota Parepare “menyulap”<br />

kawasan ini sebagai pusat pelestarian terumbu<br />

karang dan budidaya terumbu karang bagi<br />

warga lokal dan wisatawan<br />

37


Gambar .5.5<br />

Waterboom Parepare<br />

Objek wisata Waterboom Parepare kini<br />

telah menjelma menjadi primadona bagi warga<br />

di kawasan Ajattappareng untuk mengisi liburan<br />

akhir pekan maupun liburan sekolah bagi<br />

pelajar. Di setiap akhir pekan, puluhan bus<br />

maupun mobil pribadi dari berbagai daerah di<br />

sekitar Parepare berjejal di kawasan<br />

waterboom. Fasilitas-fasilitas tersebut antara<br />

lain ketersediaan puluhan gazebo-gazebo<br />

tempat pengunjung duduk bersantai bersama<br />

keluarganya sambil menikmati waterboom.<br />

Gambar 5.6.<br />

Flying fox di River Ladoma, Bacukiki<br />

Gambar 5.7<br />

Pantai Mattirotasi<br />

River Ladoma adalah sebuah objek<br />

wisata yang memanfaatkan keindahan dan<br />

bentang alam Sungai Ladoma sebagai daya<br />

tarik wisata. River Ladoma terletak di<br />

Kecamatan Bacukiki. Di objek wisata ini<br />

terdapat fasilitas pemancingan, gazebo,<br />

motor ATV, arena soft-gun, trekking dan<br />

flying fox. Pengunjung juga bisa menikmati<br />

kesegaran Sungai Ladoma dengan<br />

berendam kaki maupun mandi. Sungai<br />

Ladoma memiliki batu-batu andesit<br />

berukuran besar berbentuk bulat dan<br />

lonjong.<br />

Pantai yang terletak di Jalan<br />

Mattirotasi memiliki pemandangan lepas ke<br />

arah Teluk Parepare. Pantai ini memiliki<br />

beberapa gazebo, bangku taman,lintasan<br />

jogging, batu-bate andesit berukuran besar<br />

38


Sebagai penahan abrasi dan lapangan yang dimanfaatkan warga untuk<br />

berolahraga.Pantai Mattirotasi ramai dikunjungi warga Parepare di hari Minggu<br />

untuk berolahraga dan bersantai.<br />

Objek Wisata Lainnya, yaitu: Sumur Jodoh Soreang, Goa<br />

Tompangeng, Desa Wisata Wattang Bacukiki, Salo Karajae, Museum<br />

Gandaria, Bendungan Lappa Angin, Pantai Torangeng.<br />

A.8. Transportasi<br />

Kota Parepare bisa dicapai dengan transportasi darat atau laut.<br />

Parepare terletak di jalur utama lalu lintas ke Sulawesi Barat, Tana Toraja dan<br />

Palopo. Pelabuhan Nusantara menghubungkan Parepare dengan kota-kota di<br />

pesisir Kalimantan, Surabaya dan kota-kota pelabuhan di Indonesia bagian<br />

timur. Parepare juga merupakan pelabuhan bagi orang - orang di daerah<br />

Ajatappareng.<br />

Darat: Parepare mempunyai akses<br />

transportasi darat yang terdiri dari Pete-<br />

Pete, Bus, Taksi, Becak dan Kereta.<br />

Luas Parepare tidak seluas kota-kota<br />

besar lainnya sehingga jumlah<br />

transportasi Parepare terbilang sedikit.<br />

Terdapat 4 pelabuhan di Parepare, di<br />

antaranya:Pelabuhan Nusantara,<br />

Pelabuhan Cappa Ujung, Pelabuhan<br />

Lontange, Pelabuhan Cempae<br />

Gambar: 5.8<br />

Pelabuhan Nusantara Parepare<br />

39


A.9. Pers & Media<br />

Terdapat surat kabar yang beroperasi di daerah Parepare, yaitu Pare Pos [28] .<br />

Selain itu ada pula puluhan stasiun radio di Parepare dan sebuah televisi lokal<br />

yang beroperasi di Parepare, yaitu MCTV Pare (Mitra Citra Televisi Parepare).<br />

B. Gambaran Umum Kota Makassar<br />

B.1. Kondisi Geografi Wilayah<br />

Letak, Luas, dan Batas Wilayah<br />

Secara geografis, Kota Makassar terletak di Pantai Barat pulau<br />

Sulawesi dan barada pada titik koordinat 119°4‟29,038” – 119°32‟35,781”<br />

Bujur Timur dan 4°58‟30,052” – 5°14‟0,146” Lintang Selatan. Posisi geografis<br />

Kota Makassar ini sangat strategis terletak di titik sentral Negara Kepulauan<br />

Republik Indonesia (NKRI), Kota Makassar merupakan penghubung antara<br />

Kawasan Barat dan Kawasan Timur Indonesia. Hal ini menjadikan<br />

Makasssar sebagai the Center point of Indonesia dan menjadi “main<br />

gate” bagi wilayah timur Indonesia ataupun sebaliknya. Selain itu, kota ini<br />

berbatasan langsung dengan Selat Makassar sebagai jalur pelayaran<br />

alternatif (ALKI) yang mampu menunjang percepatan alur lintas barang dan<br />

jasa. Dengan demikian jika ditinjau dari letak dan posisinya, Makassar yang<br />

merupakan ibukota Provinsi Sulawesi Selatan memiliki nilai strategis yang<br />

tinggi dan berpotensi menjadi pusat produksi dan distribusi barang yang<br />

ekonomis dan cepat dalam rangka mendorong kemajuan perekonomian<br />

Indonesia bagian timur.<br />

Luas Wilayah Kota Makassar tercatat 175,77 km persegi, dengan<br />

batas-batas wilayah administratif sebagai berikut :<br />

Sebelah Utara : Kabupaten Maros<br />

Sebelah Selatan : Kabupaten Gowa<br />

Sebelah Timur : Kabupaten Gowa<br />

Sebelah Barat : Selat Makassar<br />

Secara administratif Kota Makassar terbagi atas 14 Kecamatan dan<br />

143 Kelurahan. Bagian utara kota terdiri atas Kecamatan Biringkanaya,<br />

Kecamatan Tamalanrea, Kecamatan Tallo, dan Kecamatan Ujung Tanah.<br />

40


Di bagian selatan terdiri atas Kecamatan Tamalate dan Kecamatan<br />

Rappocini. Di bagian Timur terbagi atas Kecamatan Manggala dan<br />

Kecamatan Panakkukang. Bagian barat adalah Kecamatan Wajo,<br />

Kecamatan Bontoala, Kecamatan Ujung Pandang, Kecamatan Makassar,<br />

Kecamatan Mamajang, dan Kecamatan Mariso. Rincian luas masing-masing<br />

kecamatan, diperbandingkan dengan persentase luas wilayah Kota<br />

Makassar sebagai berikut :<br />

Tabel 5.5.<br />

Luas Wilayah Dirinci Menurut Kecamatan di Kota Makassar Tahun 2013<br />

Kode<br />

Kecamatan Luas (Km2) Persentase (%)<br />

Wilayah<br />

010 Mariso 1.82 1.04<br />

020 Mamajang 2.25 1.28<br />

030 Tamalate 20.21 11.50<br />

031 Rappocini 9.23 5.25<br />

040 Makassar 2.52 1.43<br />

050 Ujung Pandang 2.63 1.50<br />

060 Wajo 1.99 1.13<br />

070 Bontoala 2.1 1.19<br />

080 Ujung Tanah 5.94 3.38<br />

090 Tallo 5.83 3.32<br />

100 Panakukang 17.05 9.70<br />

101 Manggala 24.14 13.73<br />

110 Biringkanaya 48.22 27.43<br />

111 Tamalanrea 31.84 18.11<br />

7371 Makassar 175.77 100.00<br />

Sumber : Makassar Dalam Angka 2014<br />

Selain memiliki wilayah daratan, Kota Makassar juga memiliki wilayah<br />

kepulauan yang dapat dilihat sepanjang garis pantai Kota Makassar. Pulau ini<br />

merupakan gugusan pulau-pulau karang sebanyak 12 pulau, bagian dari<br />

gugusan pulau-pulau Sangkarang, atau disebut juga pulau-pulau Pabbiring,<br />

atau Iebih dikenal dengan nama Kepulauan Spermonde. Pulau-pulau tersebut<br />

adalah Pulau Lanjukang (terjauh), Pulau Langkai, Pulau Lumu-Lumu, Pulau<br />

Bonetambung, Pulau Kodingareng Lompo, Pulau Barrang Lompo, Pulau<br />

Barrang Caddi, Pulau Kodingareng Keke, PulauSamalona, Pulau Lae-Lae,<br />

Pulau Lae-Lae Kecil (gusung) dan Pulau Kayangan (terdekat). Sebaran 14<br />

41


Kecamatan dan wilayah Kepulauan Kota Makassar dapat dilihat pada<br />

gambar 5.9, Peta Administrasi Kota Makassar.<br />

Gambar 5.9. Peta Administrasi Kota Makassar, Tahun 2015<br />

Iklim<br />

Kota Makassar termasuk daerah yang beriklim sedang hingga tropis.<br />

Suhu udara minimum rata-rata bulanan berkisar antara 25,3 º C yang terjadi<br />

pada bulan Agustus dan tertinggi 28,4 º C pada bulan oktober. Suhu udara<br />

maksimum rata-rata bulanan berkisar antara 30,1 º C pada bulan oktober<br />

dan minimum 22,3 º C pada bulan September dengan intensitas curah hujan<br />

yang bervariasi. Intensitas curah hujan terendah terjadi pada bulan<br />

September dantertinggi pada bulan Februari. Tingginya intensitas curah<br />

hujan menyebabkan timbulnya genangan air di sejumlah wilayah kota ini.<br />

42


Selain itu, kurangnya daerah resapan dan drainase yang tidak berfungsi<br />

dengan baik memicu terjadinya bencana banjir.<br />

Topografi dan Bentuk Lahan<br />

Kota Makassar merupakan daerah dataran rendah, berada pada<br />

ketinggian 0-25 m di atas permukaan laut. Bentang lahannya relatif datar,<br />

bergelombang hingga berbukit dengan tingkat kemiringan lereng berada<br />

pada kisaran 0-15%. Berdasarkan klasifikasi kelerengan, 85% wilayah Kota<br />

Makassar memiliki kemiringan 0-2%, sekitar 10% memiliki kemiringan 2-3%<br />

dan hanya sekitar 5% yang memiliki 3-15%.<br />

Hidrologi<br />

Kondisi hidrologi Kota Makassar dipengaruhi oleh 2 (dua) sungai<br />

besar yakni Sungai Jene'berang dan Sungai Tallo, dimana<br />

keduanyabermuara di pantai sebelah Barat kota Makassar. Sungai<br />

Je‟neberang berasal dari bagian timur Gunung Bawakaraeng dan Gunung<br />

Lompobattang, memiliki Panjang sekitar 75,6 km dan mengalir melintasi<br />

wilayah Kabupaten Gowa dan bermuara di bagian Selatan Kota Makassar.<br />

Dipinggiran Sungai Jene‟berang terdapat salah satu ikon sejarah dan budaya<br />

yakni Benteng Somba Opu. Keberadaan benteng tersebut mengisyaratkan<br />

bahwa Sungai Jene‟berang di zaman Kerajaan Sultan Hasanuddin pernah<br />

menjadi jalur transportasi dan jalur niaga yang penting. Dibagian hulu sungai<br />

ini terdapat reservoir yakni Bendungan Bili-Bili yang merupakan sumber<br />

utama air bersih dan tenaga listrik Kota Makassar. Debit aliran sungai ini<br />

mengalami penurunan tiap tahunnya akibat meningkatnya tingkat sebaran<br />

lumpur (sedimen) dari daerah hulu terutama pasca longsornya Gunung<br />

Bawakaraeng. Selanjutnya Sungai Tallo dan Pampang yang bermuara di<br />

bagian Utara Makassar adalah sungai dengan kapasitas rendah berdebit<br />

kira-kira 143,07 liter/detik dengan panjang sungai 61,2 km. Selain itu, Kota<br />

Makassar juga dipengaruhi oleh sistem hidrologi saluran perkotaan, yakni<br />

kanal-kanal yang hulunya di dalam kota dan bermuara di laut.<br />

43


B.2. Tata Ruang dan Wilayah<br />

Berdasarkan peta tutupan lahannya, pola penggunaan ruang di Kota<br />

Makassar didominasi oleh kawasan peruntukan perumahan, kemudian diikuti<br />

kawasan peruntukan sawah dan tambak. Peruntukan kawasan yang cukup<br />

menonjol lainnya adalah kawasan bisnis dan kawasan industri. Kawasan bisnis<br />

tersebar terutama pada wilayah kecamatan-kecamatan di bagian barat kota,<br />

seperti Kecamatan Wajo, Bontoala, Ujung Pandang, Makassar, Panakukang<br />

dan Mariso, sedangkan di bagian timur kota kawasan bisinis ini berkembang di<br />

Kecamatan Biringkanaya. Selanjutnya kawasan industri terkonsentrasi di<br />

bagian utara kota yakni di Kecamatan Biringkanaya dan Kecamatan<br />

Tamalanrea.<br />

Perkembangan Kota Makassar berbentuk urban sprawl, yakni<br />

berkembang kearahpinggiran kota, khususnya dibagian timur dan selatan kota.<br />

Hal ini didukung oleh pertumbuhan penduduk yang tinggi pada wilayah-wilayah<br />

dibagian timur dan selatan kota, seperti Kecamatan Biringkanaya (bagian timur<br />

kota) mencatat pertumbuhan penduduk tertinggi (5,88% per tahun), disusul<br />

Kecamatan Manggala dan Tamalate (bagian selatan kota) dengan<br />

pertumbuhan penduduk terbesar kedua dan ketiga. Sementara daerah-daerah<br />

dibagian barat beberapa kecamatan mengalami pertumbuhan penduduk secara<br />

negatif.<br />

Sebaran kawasan perumahan di Kota Makassar memiliki tingkat<br />

kepadatan yang beragam.Kawasan perumahan dengan tingkat kepadatan<br />

tinggi terletak pada wilayah-wilayah bagian barat kota, seperti Kecamatan<br />

Makassar, Ujung Pandang, Bontoala, Wajo, Mariso dan Mamajang. Klusterkluster<br />

perumahan di Kota Makassar berkembang kearah timur dan selatan<br />

kota dengan tingkat kepada rendah hingga sedang, terutama di Kecamatan<br />

Biringkanaya dan dan Kecamatan Manggala dibagian timur dan Kecamatan<br />

Tamalate di bagian selatan kota. Perkembangan kluster perumahan dibagian<br />

kota ini diprediksi terus berkembang beberapa tahun kedepan, mengingat di<br />

daerah ini masih terdapat lahan peruntukan sawah yang seringkali lebih mudah<br />

terkonversi menjadi kawasan perumahan.<br />

44


Gambar 5.10. Peta Penutupan Lahan Kota Makassar, Tahun 2015<br />

B.3. Infrastruktur Daerah<br />

Infrastruktur Jalan<br />

Panjang jalan di Kota Makassar selama periode 2009-2013 tidak<br />

meningkat, namun jenis konstruksi jalan di daerah ini semakin baik.Selama<br />

periode 2009-2013, panjang jalan di Kota Makassar panjang jalannya tidak<br />

berubah yakni sepanjang 1593.46 Km. Dari panjang jalan tersebut sekitar 96%<br />

diantaranya berada dibawah kewenangan pemerintah Kota Makassar. Sisanya<br />

sekitar 2,19 % merupakan jalan nasional, 0,97% merupakan jalan provinsi dan<br />

sekitar 1,05 % merupakan jalan tol. Meskipun panjang jalan di Kota Makassar<br />

tidak bertambah dalam lima tahun terakhir, namun bentuk konstruksi jalannya<br />

semakin membaik, hal ini ditunjukkan oleh panjang jalan dengan konstruksi<br />

beton dan beraspal terus meningkat. Pada tahun 2009 panjang jalan dengan<br />

sistem konstruksi beton hanya sepanjang 34,53 Km meningkat menjadi 74,39<br />

Km pada tahun 2013. Trend serupa juga terjadi untuk jenis jalan dengan<br />

45


Kilometer<br />

konstruksi beraspal. Pada tahun 2009 panjang jalan beraspal di daerah ini<br />

sepanjang 1.170,76 Km meningkat menjadi 1.261,50 Km. Trens sebaliknya<br />

terjadi untuk jenis jalan dengan konstruksi tanah, kerikil/berbatu dan konstruksi<br />

paving Blok. Gambaran mengenai perkembangan panjang jalan di Kota<br />

Makassar menurut bentuk konstruksi jalan serta proporsi jalan menurut status<br />

dapat dilihat pada gambar berikut :<br />

1800,00<br />

1600,00<br />

1400,00<br />

1200,00<br />

1000,00<br />

800,00<br />

600,00<br />

400,00<br />

200,00<br />

0,00<br />

2009 2010 2011 2012 2013<br />

Beton 34,53 34,53 34,53 60,09 74,39<br />

Paving Blok 263,17 263,17 297,83 191,41 191,41<br />

Tanah 76,00 76,00 55,23 52,89 49,10<br />

Kerikil/Berbatu 49,00 49,00 35,11 19,55 17,06<br />

Aspal 1170,76 1170,76 1170,76 1269,52 1261,50<br />

Proporsi Jalan Menurut Status Jalan di<br />

Kota Makassar Tahun 2013 (%)<br />

Kabupaten<br />

95,80%<br />

Other<br />

4,20%<br />

Nasional<br />

2,19%<br />

Provinsi<br />

0,97%<br />

Tol<br />

1,05%<br />

Gambar 5.11.Panjang Jalan Menurut Konstruksi Tahun 2009-2013 dan<br />

Proporsi jalan menurut status di Kota Makassar, Tahun 2013<br />

Proporsi jalan dengan kondisi rusak ringan hingga rusak parah di Kota<br />

Makassar terus meningkat dalam lima tahun terakhir.Pada tahun 2009 proporsi<br />

jalan dengan kondisi rusak ringan hingga rusak parah sekitar 43,57% dan<br />

meningkat menjadi 54,66% pada tahun 2013. Pada tahun 2009, panjang jalan<br />

dengan kondisi baik di daerah ini sepanjang 899,26 Km menurun menjadi<br />

722,46 Km tahun 2013. Disisi lain panjang jalan yang rusak berat juga semakin<br />

sedikit. Pada tahun 2009 panjang jalan yang rusak berat sekitar 369.41 Km<br />

menurun menjadi 179,14 Km tahun 2013. Kondisi tersebut mengisyaratkan<br />

bahwa pemeliharaan jalan di Kota Makassar lebih difokuskan pada jalan yang<br />

rusak berat. Terkonsentrasinya perbaikan pada kondisi jalan yang rusak berat<br />

ini menyebabkan jalan-jalan yang kondisinya rusak dan rusak ringan terus<br />

meningkat.<br />

46


Panjang Jalan Menurut Kondisi Jalan di Kota Makassar<br />

Tahun 2009-2013 (Km)<br />

1800,00<br />

1600,00<br />

1400,00<br />

1200,00<br />

1000,00<br />

800,00<br />

600,00<br />

400,00<br />

200,00<br />

0,00<br />

2009 2010 2011 2012 2013<br />

Kondisi Rusak Berat 369,41 273,58 318,58 238,50 179,14<br />

Kondisi Rusak 201,96 283,15 283,15 304,15 335,50<br />

Kondisi Sedang Rusak 122,83 264,04 264,04 423,46 356,36<br />

Kondisi Baik 899,26 772,69 727,69 627,36 722,46<br />

Gambar 5.12.Perkembangan Panjang Jalan Menurut Kondisi Jalan di Kota<br />

Makassar, Tahun 2009-2013<br />

Berbagai ruas jalan di Kota makassar memiliki tingkat kepadatan<br />

kendaraan yang terus meningkat. Meningkatnya jumlah kendaraan yang tidak<br />

dibarengi dengan penambahan ruas jalan menyebabkan tingkat kepadatan<br />

kendaraan dijalan terus meningkat sehingga penomena kemacetan semakin<br />

sering terjadi. Tingkat kepadatan kendaraan diberbagai ruas jalan di Kota<br />

Makassar yang diindikasikan dari rasio kendaraan terhadap panjang jalan yang<br />

terus meningkat. Pada tahun 2009 tingkat kepadatan kendaraan sebesar 28<br />

kendaraan per Km meningkat menjadi 30 kendaraan per km. Kondisi ini<br />

mengisyaratkan bahwa seiring dengan semakin banyaknya penduduk dan<br />

peningkatan pendapatan masyarakat, maka kebutuhan pengembangan<br />

infrastruktur jalan dan sistem transportasi perkotaan di Kota Makassar akan<br />

semakin diperlukan.<br />

47


Jum. Kenderaan per Km (Unit)<br />

30,50<br />

30,00<br />

Rasio Kenderaan Terhadap Panjang Jalan di Kota Makassar 2009-<br />

2013<br />

29,85<br />

30,14<br />

29,50<br />

29,00<br />

28,87<br />

28,50<br />

28,00<br />

27,50<br />

27,00<br />

26,50<br />

27,62<br />

28,08<br />

26,00<br />

2009 2010 2011 2012 2013<br />

Gambar 5.13.aPerkembangan Rasio Kendaraan Terhadap Panjang Jalan di<br />

Kota Makassar, Tahun 2009-2013<br />

Kota Makassar mempunyai tiga akses utama yang diklasifikasikan<br />

sebagai jaringan jalan primer, yakni 1) Jalan Perintis Kemerdekaan (arteri<br />

primer) menghubungkan akses ke bagian Timur wilayah Kota Makssar; 2)<br />

Jalan Tol Ir. Sutami menghubungkan akses ke bagian wilayah barat Kota<br />

Makssar, dan 3) Jalan Sultan Alauddin (arteri primer) menghubungkan akses<br />

bagian Selatan kota. Berbagai pusat-pusat pelayanan kota yang berada<br />

dibagian wilayah barat Kota Makassar umunya dihubungkan dengan jalankolektor<br />

dan sebagian jalan arteri sekunder. Sementara kluster-kluster<br />

perumahan dan pusat pelayanan yang berada di bagian timur dan selatan<br />

umumnya dihubungkan dengan jalan lokal.<br />

48


Gambar 5.13.<br />

Peta Jaringan Jalan Kota Makassar, Tahun 2015<br />

Sarana Perhubungan<br />

Armada angkutan darat yang mendukung sistem pergerakan barang dan<br />

orang di Kota Makassar terus meningkat, dengan tingkat pertumbuhan sekitar<br />

2,21% per tahun. Secara total jumlah armada angkutan darat di Kota Makassar<br />

pada Tahun 2009 berjumlah sebanyak 44.016 unit meningkat menjadi 48.028<br />

unit pada Tahun 2013. Dengan kata lain bahwa selama periode 2009-2013<br />

armada angkutan darat di Kota Makassar telah bertambah sebanyak 4.012 unit<br />

atau rata-rata bertambah sekitar 1.003 unit setiap tahunnya.<br />

Jenis armada mobil beban/barang seperti Truk, Pick Up dan lainnya<br />

selain dominan, pertumbuhan jumlah jenis armada ini juga paling tinggi di Kota<br />

Makassar. Jenis Armada ini lebihmemiliki peran penting menunjang sistem<br />

49


pergerakan barang, tidak hanya berperan mengangkut barang antar tempat di<br />

wilayah Kota Makassar, jenis armada ini juga berperan menunjang mobilitas<br />

barang lintas kabupaten maupun lintas provinsi. Pada tahun 2009 armada<br />

angkutan darat<br />

jenis mobil beban di Kota Makassar berjumlah sebanyak<br />

30.777 unit atau sekitar 69,92% dari total armada angkutan darat. Pada tahun<br />

2013 jumlah armada jenis mobil beban meningkat menjadi 34.701 unit atau<br />

sekitar 72,25% dari total armada darat di daerah ini. Hal ini berarti bahwa<br />

selama periode 2009-2013 jenis armada ini bertambah sebanyak 3.942 unit<br />

atau rata-rata bertambah sebanyak 981 unit per tahunnya. Tingkat<br />

pertumbuhan jumlah armada ini mencapai sekitar 3,05% lebih tinggi dari<br />

pertumbuhan total angkutan darat di daerah ini yang hanya tumbuh sekitar<br />

2,21% per tahun.<br />

Tabel 5.5. Perkembangan Jumlah Armada Angkutan Darat Dirinci Menurut<br />

Jenis Kendaraan di Kota Makassar Tahun 2009-2013<br />

No.<br />

Jenis Kenderaan<br />

Jumlah Armada Angkutan Darat di<br />

Kota Makassar (Unit)<br />

2009 2010 2011 2012 2013<br />

Pertumb<br />

2009-<br />

2013 (%)<br />

1<br />

Mobil Penumpang<br />

Umum 5413 5433 5449 5456 5462 0.23<br />

2 Mobil Bus 7826 7860 7846 7842 7865 0.12<br />

3 Mobil Barang/Beban 30777 31447 32713 34263 34701 3.05<br />

Jumlah 44016 44740 46008 47561 48028 2.21<br />

Sumber : Dinas Perhubungan, 2014.<br />

Selanjutnya jenis armada mobil penumpang seperti jeep, sedan dan<br />

lainnya pada tahun 2009 berjumlah sebanyak 5.413 unit meningkat menjadi<br />

5.462 unit pada tahun 2013, atau tumbuh sekitar 0,23% pertahun. Jenis armada<br />

ini terutama menunjang sistem pergerakan orang secara internal di wilayah<br />

Kota Makassar. Armada Bus, merupakan jenis armada angkutan darat<br />

terbanyak kedua setelah armada mobil beban. Pada tahun 2009 jumlah<br />

Armada Bus di Kota Makassar berjumlah sebanyak 7.826 unit meningkat<br />

menjadi 7.865 unit pada tahun 2013. Armada jenis ini memiliki peran vital dalam<br />

menunjang sistem pergerakan orang lintas wilayah, baik antar Kabupaten<br />

50


290,67<br />

295,00<br />

313,50<br />

317,55<br />

321,66<br />

Persentase (%)<br />

70,91<br />

72,95<br />

71,56<br />

73,45<br />

94,10<br />

Trayek Per Jum Pduduk<br />

maupun lintas Provinsi. Dibandingkan dengan perkembangan jumlah<br />

armadanya, maka jumlah jenis armada ini memiliki pertumbuhan paling kecil<br />

yakni hanya tumbuh sekitar 0,12% per tahun.<br />

Tingkat kelaikan kendaraan di Kota Makassar semakin baik, hal ini<br />

diindikasikan dari proporsi kendaraan yang telah lolos uji KIR di daerah ini<br />

semakin besar. Pada tahun 2009 jumlah kendaraan yang di uji kelaikannya<br />

sebanyak 31.210 kendaraan atau sekitar 70,91% dari total kendaraan yang ada<br />

di daerah ini, kemudian meningkat menjadi 94,10% pada tahun 2013.<br />

Rasio KIR Kenderaan di Kota Makassar<br />

Tahun 2009-2013<br />

Rasio Penduduk Terhadap Izin Trayek di<br />

Kota Makassar 2009-2013<br />

100,00<br />

90,00<br />

80,00<br />

70,00<br />

60,00<br />

50,00<br />

40,00<br />

30,00<br />

20,00<br />

10,00<br />

0,00<br />

2009 2010 2011 2012 2013<br />

325,00<br />

320,00<br />

315,00<br />

310,00<br />

305,00<br />

300,00<br />

295,00<br />

290,00<br />

285,00<br />

280,00<br />

275,00<br />

2009 2010 2011 2012 2013<br />

Gambar 5.14.Perkembangan Rasio KIR Kenderaan dan Rasio Penduduk<br />

terhadap Izin Trayek di Kota Makassar, Tahun 2009-2013<br />

Selama kurun waktu 2009-2013, izin trayek armada angkutan kota di<br />

Kota Makassar tidak bertambah yakni sebanyak 4.313 trayek. Strategi tersebut<br />

memang cukup efektif menekan pertambahan jumlah armada angkutan kota,<br />

khususnya jenis minibus kecil yang secara lokal disebut mobil Pete-Pete.<br />

Namun disisi lain, strategi tersebut menyebabkan rasio penduduk terhadap<br />

jumlah izin trayek semakin besar. Pada tahun 2009 rasio penduduk terhadap<br />

jumlah izin trayek di Kota Makassar sebesar 291 jiwa per izin trayek meningkat<br />

menjadi 322 jiwa per izin trayek tahun 2013. Kondisi ini tentu saja<br />

51


mengisyaratkan kebutuhan akan armada angkutan kota di daerah ini sudah<br />

merupakan persoalan yang mendasar.<br />

Sarana angkutan darat di Kota Makassar ditunjang oleh 2 (dua) terminal<br />

bus, yakni Terminal Regional Daya dan terminal Mallengkeri. Terminal ini<br />

terletak di bagian utara Kota Makassar, berimpit dengan Kawan Industri<br />

Makassar (KIMA). Secara administratif Terminal Regional Daya berada di<br />

wilayah Kecamatan Biringkanaya. Terminal ini merupakan terminal Bis antar<br />

kota menuju daerah-daerah di bagian utara, seperti Kota Parepare, Palopo,<br />

Bone dan lainnya. Sedangkan Terminal Mallengkeri berada dibagian selatan<br />

Kota Makassar, yang secara administrasi terletak di wilayah Kecamatan<br />

Tamalate. Terminal Mallengkeri merupakan terminal Bis antar kota menuju<br />

selatan kota, seperti Kabupaten Gowa, Takalar, Jeneponto, hingga Bulukumba<br />

dan Sinjai.<br />

Sistem pergerakan barang dan orang di Kota Makassar, selain ditopang<br />

oleh sarana perhubungan darat, juga ditunjang oleh sarana perhubungan laut<br />

dan udara. Jumlah pelabuhan laut yang ada di Kota Makassar sebanyak 3<br />

(tiga), masing-masing Pelabuhan Internasional Soekarno-Hatta, Pelabuhan<br />

Paotere dan Pelabuhan Untia. Ketiga pelabuhan tersebut terletak dibagian<br />

barat daya Kota Makassar.<br />

Pelabuhan Internasional Soekarno-Hatta dikelola oleh PT Pelindo IV,<br />

lokasinya sangat strategis karena berada pada salah satu poros maritim dunia<br />

yakni jalur ALKI II (Alur Pelayaran Indonesia). Alki II merupakan alur pelayaran<br />

yang menghubungkan kawasan Indonesia Barat dan Timur, melintasi Laut<br />

Sulawesi, Selat Makassar, Laut Flores, Selat Lombok. Pelabuhan Internasional<br />

Soekarno-Hatta terletak dibagian barat daya Kota Makassar yang secara<br />

administratif berada di Kecamatan Ujung Tanah.<br />

Pelabuhan Paotere merupakan pelabuhan rakyat yang memiliki nilai<br />

sejarah tinggi. Sejak abad ke 14 Pelabuhan Paotere merupakan pelabuhan<br />

yang ramai. Perahu Phinisinya menjelajahi berbagai wilayah di Nusantara,<br />

bahkan hingga ke Madagaskar. Pelabuhan Paotere juga berperan penting<br />

ketika Raja Gowa-Tallo mengirim 200 perahu Phinisi ke Malaka untuk<br />

berperang melawan Penjajah Belanda. Pelabuhan Paotere dikategorikan<br />

52


sebagai pelabuhan pengumpan, yakni pelabuhan yang fungsi pokoknya<br />

melayani kegiatan angkutan laut dalam negeri, alih muat angkutan laut dalam<br />

negeri dalam jumlah terbatas, merupakan pengumpan bagi pelabuhan utama<br />

dan pelabuhan pengumpul, dan sebagai tempat asal tujuan penumpang<br />

dan/atau barang, serta angkutan penyeberangan dengan jangkauan pelayanan<br />

provinsi. Selanjutnya pelabuhan Untia yang terletak di Kecamatan Biringkanaya<br />

berada di bagian utara kota Makassar. Fungsi utama pelabuhan ini adalah<br />

sebagai tempat pendaratan perahu-perahu nelayan. Dalam perencanaannya,<br />

Pelabuhan Untia akan dikembangkan sebagai pelabuhan khusus perikanan<br />

yang dilengkapi dengan berbagai fasilitas penunjang, seperti SPBU, cold<br />

storage dan lainnya.<br />

Tabel 5.6. Perkembangan Jumlah Pelabuhan Laut, Pelabuhan Udara dan<br />

Terminal Bus di Kota Makassar Tahun 2009-2013<br />

No.<br />

Jenis Kenderaan<br />

Jumlah Pelabuhan Laut/Udara/Terminal Bis<br />

di Kota Makassar (Unit)<br />

2009 2010 2011 2012 2013<br />

1 Pelabuhan Laut 3 3 3 3 3<br />

2 Pelabuhan Udara - - - - -<br />

3 Terminal Bis 2 2 2 2 2<br />

Jumlah 5 5 5 5 5<br />

Sumber : Dinas Perhubungan, 2014.<br />

Sistem pergerakan barang dan orang di Kota Makaasar juga ditopang<br />

oleh keberadaan Bandara Internasional Sultan Hasanuddin. Secara<br />

administratif bandara ini berada di wilayah Kabupaten Maros yang berbatasan<br />

langsung dengan wilayah Kota Makassar di bagian utara (Kecamatan<br />

Biringkanaya). Bandara Internasional Sultan Hasanuddin terintegrasi dengan<br />

sistem transportasi di Kota Makassar, dihubungkan denga jalur jalan Tol ke<br />

berbagai kawasan-kawasan strategis seperti Jalan Tol menuju Kawasan<br />

Industri, Kawasan Pelabuhan Sukarno Hatta dan Jalan Tol Reformasi menuju<br />

jantung Kota Makassar<br />

B.4. Kawasan Klaster Industri Kecil dan Menengah<br />

Usaha Mikro, Kecil dan Mengah di Kota Makassar terus berkembang<br />

dengan tingkat pertumbuhan sekitar 7,49 % per tahun. Pada tahun 2009<br />

53


Jumlah UKM (Unit)<br />

jumlah UMKM di daerah ini sebanyak 8.868 unit, meningkat menjadi 11.810<br />

unit pada tahun 2013. Lebih dari 90% UMKM di Kota Makassar merupakan<br />

Usaha Mikro Kecil, usaha ini bergerak di bidang perdagangan, industri dan<br />

jasa-jasa lainnya. Pada tahun jumlah usaha kecil mikro di daerah ini sebanyak<br />

8.140 unit (91,79%) dari keseluruhan UMKM, kemudian meningkat menjadi<br />

10.786 unit (91,32%) dari keseluruhan UMKM.<br />

14.000<br />

12.000<br />

10.000<br />

8.000<br />

6.000<br />

Perkembangan Jumlah UMKM di Kota Makassar<br />

Tahun 2009-2013<br />

8.868 9.058<br />

8.140 8.300<br />

10.146<br />

9.271<br />

10.765<br />

9.816<br />

11.810<br />

10.786<br />

4.000<br />

2.000<br />

-<br />

2009 2010 2011 2012 2013<br />

Jumlah Seluruh UKM<br />

Jumlah Usaha Mikro Kecil<br />

Sumber : RPJM Kota Makassar, 2014-2019<br />

Gambar 5.15.<br />

Perkembangan Jumlah UMKM di Kota Makassar, Tahun 2009-2013<br />

Jumlah Izin Usaha Industri (IUI) usaha industri kecil dan menengah<br />

yang diterbitkan di Kota Makassar selama periode 2013-2015 berjumlah 145<br />

unit usaha, dimana sekitar 60,69% IUI yang diterbitkan merupakan industri<br />

menengah, dan sekitar 39,31% merupakan Industri Kecil. Izin Usaha Industri<br />

kecil yang diterbitkan, terutama terkonsentrasi di empat kecamatan yakni,<br />

Kecamatan Rappocini, Kecamatan Biringkanaya, Kecamatan Manggala dan<br />

Kecamatan Tamalate. Sedangkan IUI Industri Menengah yang diterbitkan<br />

lebih terkonsentrasi di dua Kecamatan, yakni Kecamatan Biringkanaya dan<br />

Kecamatan Tamalanrea.<br />

54


Gambaran sebaran Industri Kecil dan Menengah yang diterbitkan izin<br />

usahanya selama periode 2013-2015 mengisyaratkan bahwa Kecamatan<br />

Tamalanrea dan Kecamatan Biringkanaya merupakan kluster Industri Kecil<br />

Menengah yang penting di Kota Makassar.<br />

B.5. Demografi dan Ketenagakerjaan<br />

Demografi<br />

Demografi menjelaskan masalah kependudukan meliputi pertumbuhan<br />

penduduk, dan pengelompokan penduduk. Pertumbuhan peduduk terkait<br />

dengan tingkat kelahiran, kematian dan perpindahan penduduk baik keluar<br />

maupun dari luar. Kelahiran dan migrasi masuk adalah faktor penambah, dan<br />

kematian dan migrasi keluar merupakan faktor pengurang.<br />

1. Pertumbuhan Penduduk<br />

Keadaan Penduduk Kota Makassar tahun 2010 tercatat berjumlah<br />

1.329.374 jiwa, dan tahun 2014 berjumlah 1.421.143 jiwa, dengan tingkat<br />

pertumbuhan rata-rata pertahun 1,499%. Tingkat pertumbuhan rata-rata<br />

perkecamatan berbeda dengan variasi pertumbuhan 0,17% - 2,32%. Terdapat<br />

7 Kecamatan dengan penyebaran diatas rata-rata, yaitu: Kecamatan Manggala<br />

2,32%, Kecamatan Tamalate 2,28%, Kecamatan Mamajang 1,96%, Kecamatan<br />

Biringkanaya 1,90%, Kecamatan Wajo 1,78%, Kecamatan Rappocini 1,71%<br />

dan Kecamatan Tamalanrea 1,54% (Tabel 5.7).<br />

Tingkat pertumbuhan tidak dipengaruhi oleh jumlah penduduk,<br />

Jumlah penduduk Kecamatan Tamalate sebesar 186.000 jiwa (pertumbuhan<br />

2,28%), Kecamatan Rappocini 161.650 Jiwa (pertumbuhan 1,71%), Kecamatan<br />

Tallo 145.216 jiwa (pertumbuhan 0,99%), Kecamatan Panakkukang 142.308<br />

jiwa (pertumbuhan 0,17%) dan Kecamatan Biringkanaya 140.829 jiwa<br />

(pertumbuhan 1,90%). Dengan memperhatikan pertumbuhan penduduk dan<br />

jumlah penduduk maka faktor penambahan penduduk Kota Makassar adalah<br />

migrasi masuk. Kecamatan Tamalate selain faktor luas wilayah, posisinya<br />

sebagai daerah perbatasan dan wilayah pemukiman baru di wilayah selatan<br />

Kota Makassar menjadikan wilayah mengalami pertumbuhan rata-rata yang<br />

55


tinggi. Berbeda dengan Kecamatan Panakukang dan Kecamatan Tallo, adalah<br />

pemukiman lama justru tingkat pertumbuhan penduduk rendah namun jumlah<br />

penduduk tinggi. Gambar 5.16, Sebaran jumlah penduduk menurut kecamatan<br />

memperlihatkan dua kecamatan dengan jumlah penduduk tertinggi dengan<br />

tingkat pertumbuhan tinggi yaitu: Kecamatan Tamalate dan Kecamatan<br />

Biringkanaya. Kecamatan dengan jumlah penduduk tinggi dan pertumbuhan<br />

penduduknya rendah adalah Kecamatan Panakkukang dan Kecamatan Tallo.<br />

Tabel 5.8. Penduduk Kota Makassar Menurut Kecamatan Tahun 2010-2014<br />

No<br />

Kecamatan<br />

Jumlah Penduduk (Jiwa).<br />

2010 2011 2012 2013 2014<br />

Rata-Rata<br />

Pertumbuh<br />

an<br />

Penduduk<br />

(%)<br />

1 Mariso 55.875 56.432 56.989 56.578 56.547 0,30<br />

2 Mamajang 58.998 59.585 60.172 58.087 63.501 1,96<br />

3 Tamalate 170.878 172.580 174.282 182.939 186.921 2,28<br />

4 Rappocini 151.091 152.596 154.101 156.665 161.650 1,71<br />

5 Makassar 81.700 82.514 83.328 81.054 84.014 0,73<br />

6 Ujung<br />

26.904 27.172 27.440 26.477 27.141 0,25<br />

Pandang<br />

7 Wajo 29.359 27.150 24.942 27.556 30.941 1,78<br />

8 Bontoala 54.197 54.738 55.278 52.631 55.937 0,87<br />

9 Ujung Tanah 46.688 47.153 47.618 46.836 48.531 0,99<br />

10 Tallo 134.294 135.633 136.972 138.419 145.216 0,99<br />

11 Panakkukang 141.382 142.790 144.199 144.997 142.308 0,17<br />

12 Manggala 117.075 118.242 119.409 130.943 127.897 2,32<br />

13 Biringkanaya 167.741 169.413 171.084 175.906 140.829 1,90<br />

14 Tamalanrea 103.192 104.220 105.249 108.984 104.710 1,54<br />

15 Makassar 1.339.374 1.350.218 1.361.063 1.388.072 1.421.143 1,499<br />

Sumber: Makassar Dalam Angka 2010-2014, Kecamatan Dalam Angka 2015,<br />

BPKAD 2014.<br />

Berdasarkan rata-rata pertumbuhan selama<br />

lima tahun, maka<br />

perkembangan jumlah penduduk Kota Makassar akan semakin meningkat<br />

sejalan dengan tumbuhnya pemukiman baru dipinggiran Kota Makassar dan<br />

pusat ekonomi baru di Kecamatan Tamalate (wilayah Selatan), Kecamatan<br />

Manggala (wilayah timur), Kecamatan Tallo, Kecamatan Biringkanaya, dan<br />

Kecamatan Tamalanrea diwilayah utara. Hasil proyeksi perkembangan jumlah<br />

penduduk kota Makassar untuk periode 2015-2019 mencapai 2.761.829 jiwa.<br />

Kecamatan Tamalate diproyeksi penduduknya bertambah menjadi 495.740 jiwa<br />

56


dan menjadi orbitasi dari COI (Centre of Indonesia), Kecamatan Manggala akan<br />

berpenduduk 364.363 jiwa bertumbuh sebagai kawasan pemukim di wilayah<br />

timur mengorbit pada kawasan perdagangan Panakukang dan Pendidikan<br />

diwilayah barat dan utara (Kecamatan Biringkanaya berpenduduk 336.077 jiwa<br />

dan Kecamatan Tamalanrea 215.190 jiwa). Kecamatan Tallo akan<br />

berpenduduk<br />

industri. (Tabel 5.8).<br />

359.509 berkembang terkait dengan kawasan pelabuhan dan<br />

Tabel 5.9. Proyeksi Penduduk Kota Makassar Menurut Kecamatan, Tahun<br />

2015-2019.<br />

No Kecamatan<br />

Jumlah Penduduk (Jiwa) .<br />

2015 2016 2017 2018 2019<br />

1 Mariso 58.254 60.013 61.826 63.693 65.616<br />

2 Mamajang 75.940 90.815 108.605 129.880 155.322<br />

3 Tamalate 227.183 276.119 335.595 407.882 495.740<br />

4 Rappocini 189.244 221.548 259.368 303.643 355.476<br />

5 Makassar 90.117 96.663 103.685 111.217 119.296<br />

6 Ujung Pandang 33.796 42.082 52.402 65.250 81.249<br />

7 Wajo 36.438 42.913 50.539 59.519 70.096<br />

8 Bontoala 60.800 66.086 71.832 78.077 84.865<br />

9 Ujung Tanah 53.334 58.612 64.414 70.789 77.795<br />

10 Tallo 174.081 208.685 250.168 299.896 359.509<br />

11 Panakkukang 144.732 147.198 149.706 152.257 154.851<br />

12 Manggala 157.686 194.415 239.698 295.528 364.363<br />

13 Biringkanaya 167.587 199.430 237.323 282.416 336.077<br />

14 Tamalanrea 120.935 139.676 161.320 186.318 215.190<br />

Makassar (Proyeksi) 1.581.868 1.818.347 2.090.179 2.402.648 2.761.829<br />

Pemukiman lama memperlihatkan pertumbuhan rendah, tidak hanya<br />

faktor wilayah yang sempit juga karena tingkat kepadatan yang sudah tinggi.<br />

Mengacu pada proyeksi penduduk menurut kecamatan, maka disusun grafik<br />

proyeksi penduduk Kota Makassar (Gambar Grafik 5.16).<br />

57


K<br />

e<br />

c<br />

a<br />

m<br />

a<br />

t<br />

a<br />

n<br />

Tamalanrea<br />

Biringkanaya<br />

Manggala<br />

Panakkukang<br />

Tallo<br />

Ujung Tanah<br />

Bontoala<br />

Wajo<br />

Ujung Pandang<br />

Makassar<br />

Rappocini<br />

Tamalate<br />

Mamajang<br />

Mariso<br />

2019<br />

2018<br />

2017<br />

2016<br />

2015<br />

0 100000 200000 300000 400000 500000 600000<br />

Jumlah Penduduk (Jiwa)<br />

Gambar 5.16<br />

Proyeksi Penduduk Kota Makassar Menurut Kecamatan (2015-2019).<br />

Pada Gambar 19. pemukiman lama, seperti Kecamatan Ujung Tanah,<br />

Kecamatan Bontoala, Kecamatan Wajo, Kecamatan Ujung Pandang,<br />

Kecamatan Mamajang dan Kecamatan Mariso pertumbuhan rendah karena<br />

cenderung wilayah ini tumbuh hanya karena kelahiran, migrasi masuk rendah<br />

dan terjadi migrasi keluar. Kecamatan lain yang merupakan pemukiman baru,<br />

seperti: Kecamatan Tamalate, Kecamatan Manggala, Kecamatan Tamalanrea<br />

dan Kecamatan Biringkanaya.<br />

2. Penduduk Berdasarkan Umur<br />

Penggambaran penduduk berdasarkan pengelompokan umur sangat<br />

penting dalam mengukur wilayah sebagai sumberdaya yang dikaitkan dengan<br />

aktivitas ekonomi diantaranya penduduk dengan usia angkatan kerja dan usia<br />

dalam kategori beban tanggungan. Usia beban tanggungan adalah penduduk<br />

usia umur 0 – 17 tahun dan penduduk usia 55 tahun. Dengan kesadaran akan<br />

pentingnya pendidikan maka beban tanggungan untuk konsumsi pendidikan<br />

58


meningkat dengan sendirinya usia beban tanggungan mengalami pergeseran<br />

yang diindikasikan dengan tingkat partisipasi pendidikan pada jenjang<br />

pendidikan yang lebih tingi, demikian juga usia diatas lima puluh tahun tidaklah<br />

menjadi batas bekerja hal ini dikarenakan harapan hidup yang meningkat<br />

karena kualitas kehidupan yang lebih baik, sehingga terjadi penambahan usia<br />

untuk seseorang untuk menjadi beban tanggungan. Tabel 5.9 adalah jumlah<br />

penduduk berdasarkan usia.<br />

Tabel 5.10. Penduduk Kota Makassar Berdasakan Usia, Periode 2010-2014<br />

No<br />

Kelompok Umur<br />

Jumlah Penduduk (Jiwa)<br />

2010 2011 2012 2013 2014<br />

1. 0 -4 128.470 129.719 130.550 122.875 141.662<br />

2. 5 – 9 127.960 129.097 130.032 142.087 137.112<br />

3. 10 – 14 119.031 119.995 120.959 138.426 120.004<br />

4. 15 – 19 141.584 142.730 143.876 132.926 174.251<br />

5. 20 - 24 169.068 170.436 171.806 152.948 141.514<br />

6. 25 – 29 130.594 131.652 132.709 117.568 117.399<br />

7. 30 – 34 110.010 112.910 111.791 133.091 114.574<br />

8. 35 – 39 97.387 98376 98.964 122.735 92.696<br />

9. 40 – 44 86.554 872.67 87.955 95.752 98.801<br />

10. 45 – 49 67.755 68.310 68.852 81.871 88.752<br />

11 50 – 54 50.763 51.675 51.585 60.210 65.264<br />

12. 55 - 59 37.099 37.900 37.701 43.930 49.201<br />

13. 60- 64 28.154 24.842 28.609 14.739 33.024<br />

14 >65 44.945 45.309 45.674 28.914 46.889<br />

Sumber : Statistik Kota Dalam Angka, dan Kecamatan Dalam Angka, 2010 -<br />

2015.<br />

Dengan memperhatikan struktur umur penduduk kota Makassar dimana<br />

kelompok usia 0-34 tahun adalah jumlah penduduk terbanyak sepanjang lima<br />

tahun terakhir. Kelompok usia 15-19 dan 20-24 adalah kelompok umur<br />

terbanyak yang menjadi penduduk Kota Makassar, yang berindikasi bahwa<br />

pertumbuhan penduduk di Kota Makassar dikontribusikan oleh migrasi masuk<br />

terutama untuk mengikuti pendidikan dan bekerja. Hal ini dikaitkan pula dengan<br />

sebaran penduduk dan pertumbuhannya di wilayah-wilayah pendidikan dan<br />

wilayah industri dan jasa perdagangan.<br />

59


Jumlah (Jiwa)<br />

200000<br />

180000<br />

160000<br />

140000<br />

120000<br />

100000<br />

80000<br />

60000<br />

40000<br />

2010<br />

2011<br />

2012<br />

2013<br />

2014<br />

20000<br />

0<br />

0 -4 5 –<br />

9<br />

10 –<br />

14<br />

15 –<br />

19<br />

20 -<br />

24<br />

25 –<br />

29<br />

30 –<br />

34<br />

35<br />

– 39<br />

40 –<br />

44<br />

Kelompok Umur<br />

45 –<br />

49<br />

50 –<br />

54<br />

55 -<br />

59<br />

60 – >65<br />

64<br />

Gambar 5.17<br />

Penduduk Kota Makassar Menurut Umur Periode 2010 -2014<br />

Peningkatan penduduk Kota Makassar cukup tinggi pada kelompok usia<br />

0-4 tahun, 0-19 tahun, dan diatas kelompok umur 40 tahun, kemudian<br />

mengalami penurunan mulai usia 24-39 tahun, ini artinya pertumbuhan<br />

penduduk didominasi pada usia diatas 18 usia melanjukan pendidikan.<br />

Peningkatan penduduk pada kelompok umur diatas 40 tahun dan melonjak<br />

tajam pada kelompok umur diatas 65 tahun menunjukkan bahwa Kota<br />

Makassar adalah pemukiman yang masih nyaman dan menjadi harapan<br />

sebagai daerah pendidikan yang diminati oleh penduduk khususnya<br />

masyarakat kawasan Timur Indonesia. Untuk penjelasan lebih baik lagi<br />

mengenai penduduk kelompok umur, dijelaskan penyebaran penduduk Kota<br />

Makassar menurut kecamatan (Tabel 5.10 dan Gambar 5.18).<br />

60


35000<br />

30000<br />

25000<br />

20000<br />

15000<br />

10000<br />

5000<br />

0<br />

0-4<br />

5-9"<br />

'10-14<br />

'15-19<br />

'20-24<br />

'25-29<br />

'30-34<br />

'35-39<br />

'40-44<br />

'45-49<br />

'50-54<br />

'55-59<br />

'60-64<br />

>65<br />

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14<br />

Gambar 5.18<br />

Penduduk Kota Makassar Menurut Kelompok Umur dan Kecamatan<br />

Menunjukkan bahwa ada 6 (enam) kecamatan yang memperlihatkan<br />

pertumbuhan dan jumlah penduduk yang besar yaitu : Kecamatan Tamalate (3),<br />

Kecamatan Tallo (9), Kecamatan Rappocini (10), Kecamatan Manggala (12),<br />

Kecamatan Biringkanaya (13), dan Kecamatan Tamalanrea (14) . Gambaran<br />

struktur umur juga berbeda antara satu kecamatan dengan kecamatan lain<br />

dalam wilayah kota Makassar. Kecamatan dengan penduduk usia 0-4 tahun<br />

cukup tinggi terlihat pada Kecamatan Tamalate, Kecamatan Rappocini,<br />

Kecamatan Manggala, dan Kecamatan Tamalanrea.<br />

Kecamatan dengan pendududuk umur 30-34 adalah kelompok umur<br />

dominan terdapat 8 kecamatan yaitu: Kecamatan Mariso, Kecamatan<br />

Mamajang, Kecamatan Makassar, Kecamatan Ujung Pandang, Kecamatan<br />

Wajo, Kecamatan Bontoala, Kecamatan Panakukang, dan Kecamatan<br />

61


Tamalanrea. Dengan sebaran kelompok umur tersebut, maka kebijakan<br />

perbankan antara satu kecamatan dengan kecamatan lainnya, berbeda,<br />

Tabel 5.11. Penduduk Kota Makassar Menurut Kelompok Umur dan Kecamatan<br />

Tahun 2014<br />

3. Penduduk Berdasarkan tingkat Pendidikan<br />

Pengelompokkan penduduk berdasarkan tingkat pendidikan untuk<br />

memberikan gambaran mengenai kondisi penduduk ditinjau dari tingkat<br />

pendidikan. Tingkat pendidikan penduduk kota Makassar yang terbesar adalah<br />

tingkat sekolah menengah yaitu sebesar 596493 jiwa, penduduk dengan tingkat<br />

pendidikan di perguruan tinggi sejumlah 194.664 jiwa. Penduduk berdasarkan<br />

Tingkat pendidikann disajikan pada Tabel 5.12.<br />

Kecamatan dengan penduduk berpendidikan perguruan tinggi terbanyak<br />

adalah Kecamatan Rappocini dengan jumlah 32.199 jiwa, menyusul Kecamatan<br />

Biringkanaya 26.570 jiwa, Kecamatan Tamalate 22.741 jiwa, dan Kecamatan<br />

Tamalanrea 22.077 jiwa. Kecamatan lainnya di bawah dari 20.000 jiwa.<br />

62


Mariso<br />

Mamajang<br />

Tamalate<br />

Rappocini<br />

Makassar<br />

Ujung Pandang<br />

Wajo<br />

Bontoala<br />

Ujung Tanah<br />

Tallo<br />

Panakkukang<br />

Manggala<br />

Biringkanaya<br />

Tamalanrea<br />

Jumlah (jiwa0<br />

Tabel 5.12. Penduduk Kota Makassar Menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2014<br />

Kecamatan Tingkat Pendidikan (jiwa)<br />

No<br />

SD/MI SMP SMA Perg. Tidak Jumlah<br />

Tingg Sekolah<br />

1 Mariso 25681 11577 26671 6143 11043 81115<br />

2 Mamajang 21090 10510 31067 8472 10633 81772<br />

3 Tamalate 42930 28513 67788 22741 43692 205664<br />

4 Rappocini 44091 19220 66107 32199 28277 189664<br />

5 Makassar 34692 18519 39977 8149 19372 120709<br />

6 Ujung Pandang 4214 4795 13265 8472 4623 35369<br />

7 Wajo 6245 7422 17562 3781 6027 41037<br />

8 Bontoala 11779 12014 24560 5373 9908 63634<br />

9 Ujung Tanah 30103 7179 11437 1730 11066 61515<br />

10 Tallo 56768 27413 39757 9779 33719 167436<br />

11 Panakkukang 26528 24055 63362 19960 30398 164303<br />

12 Manggala 50881 19286 53227 19218 25559 168171<br />

13 Biringkanaya 72342 29197 91059 26570 36598 255766<br />

14 Tamalanrea 36184 15008 50654 22077 19884 143807<br />

Makassar 463528 234708 596493 194664 290799 1.780.192<br />

Sumber : Dinas Kependudukan dan catatan sipil, 2013.<br />

100000<br />

90000<br />

80000<br />

70000<br />

60000<br />

50000<br />

40000<br />

30000<br />

20000<br />

10000<br />

0<br />

SD/MI<br />

SLTP/SMP<br />

SLTA/SMA<br />

Perguruag Tinggi<br />

Tidak Sekolah<br />

Kecamatan<br />

Gambar 5.19<br />

Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan, Tahun 2013<br />

Konsentrasi penduduk yang berpendidikan tinggi berada pada kecamatan yang<br />

fasilitas pendidikan lebih banyak dan merupakan wilayah pengembangan<br />

63


pemukiman baru. Kecamatan-kecamatan tergolong pemukiman lama cenderung<br />

tingkat pendidikan juga rendah.<br />

Ketenagakerjaan<br />

Tenaga kerja adalah jumlah seluruh penduduk dalam usia kerja dalam<br />

suatu negara yang dapat bekerja untuk menghasilkan barang dan jasa, jika ada<br />

permintaan terhadap tenaga mereka dan jika mereka mau berpartisipasi dalam<br />

aktivitas tersebut. Tenaga kerja dalam literatur disebut angkatan kerja adalah<br />

penduduk berusia 15-64 tahun.<br />

kerja<br />

Tenaga kerja dibedakan menjadi: angkatan kerja dan bukan angkatan<br />

(penduduk yang sebagian besar kegiatannya adalah bersekolah,<br />

mengurus rumahtangga atau kegiatan lain selain bekerja). Angkatan kerja<br />

merupakan bagian penduduk yang sedang bekerja dan siap masuk pada pasar<br />

kerja, atau dapat dikatakan sebagai pekerja dan merupakan potensi penduduk<br />

yang akan masuk ke pasar kerja. Sedangkan, bukan angkatan kerja adalah<br />

bagian dari tenaga kerja<br />

yang tidak bekerja ataupun mencari kerja. Untuk<br />

mengetahui jumlah angkatan kerja digunakan pengukuran TPAK (Tingkat<br />

Partisipasi Angkatan Kerja), yang merupakan rasio antara angkatan kerja dan<br />

tenaga karja.<br />

Kondisi ketenagakerjaan kota Makassar dengan mengukur Tingkat<br />

Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK). Pada tahun 2012 TPAK kota Makassar<br />

54,79 % dan tahun 2013 meningkat menjadi 57,94 %. Gambaran TPAK kota<br />

Makassar dapat dilihat pada Tabel 5.12.<br />

Tabel 5.13. Tingkat Partisipasi Amgkatan Kerja Kota Makassar Tahun 2009-<br />

2013<br />

No Tahun Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja<br />

1. 2009 51,95<br />

2. 2010 53,18<br />

3. 2011 55,07<br />

4. 2012 54,79<br />

5. 2013 57,94<br />

Sumber: Indikator Makro Kota Makassar, 2013<br />

Selaian pengukuran TPAK maka perlu mengetahui TPT (Tingkat<br />

Pengangguran Terbuka), angkatan kerja dan bukan angkatan kerja.<br />

64


Tabel 5.14. Angkatan Kerja Kota Makassar, 2014.<br />

No. Uraian Jumlah (%)<br />

1 Angkatan Kerja<br />

1.1 Bekerja 52,17<br />

1.2 Pengangguran 5,77<br />

1.3 Jumlah Penduduk Angkatan Kerja (i) 57,49<br />

2. Bukan Angkatan Kerja<br />

a. Sekolah 15,43<br />

b. Mengurus RT 20,92<br />

c. Lainnya 5,70<br />

2.1. Jumlah Penduduk bukan angkatan kerja (ii) 42,05<br />

Jumlah Penduduk Usia Kerja (i) + (ii) 99,54<br />

3. TPAK (Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja) 57,94<br />

TPT (Tingkat Pengangguran Terbuka) 9,79<br />

Sumber: Makassar dalam Angka, 2013<br />

Indikator lain terkait dengan ketenagakerjaan adalah produktivitas<br />

tenaga kerja adalah mereka sesuai hasil pendataan penduduk yang dilakukan<br />

oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Makassar, Jumlah penduduk Kota<br />

Makassar Tahun 2010 tercatat sebanyak 1.339.374 jiwa yang terdiri dari<br />

661.379 laki-laki dan 667.995 perempuan, rasio jenis kelamin laki-laki terhadap<br />

perempuan di Kota Makassar sebesar 97,55% dan yang terbesar terdapat di<br />

Kecamatan Ujung Tanah (100,31%) dan Kecamatan Tallo (100,30%).<br />

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik tahun 2010, penduduk Kota<br />

tercatat sebanyak 61,04% angkatan kerja terdiri dari yang bekerja sebanyak<br />

53,61% dan pengangguran sebanyak 7,43%. Sedangkan bukan angkatan kerja<br />

pada Tahun 2010 sebesar 38,96% yang terdiri dari yang masih duduk dibangku<br />

sekolah sebesar 14,57%, mengurus rumah tangga 19,36%, lainnya sebesar<br />

5,03%. Sedangkan pengangguran terbuka pada tahun 2010 sebesar 12,17%<br />

menurun bila dibandingkan pada tahun 2009 sebesar 12,86%, sedangkan<br />

tingkat partisipasi angkatan kerja sebesar 61,04%.<br />

65


B.6. Pasar Modern dan Pasar Tradisional (Umum)<br />

Peraturan Daerah Nomor 15 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan<br />

Pemberdayaan Pasar Tradisional dan Penataan Pasar Modern di Kota<br />

Makassar, dijelaskan beberapa hal terkait dengan :<br />

1. Pasar adalah area tempat jual beli barang dan atau tempat bertemunya<br />

penjual dan pembeli dengan jumlah penjual lebih dari satu, baik yang<br />

disebut sebagai pasar tradisional maupun pasar modern dan/atau pusat<br />

perbelanjaan, pertokoan, perdagangan maupun sebutan lainnya;<br />

2. Pasar Tradisional adalah Pasar yang dibangun dan dikelola oleh<br />

Pemerintah Daerah, Swasta, Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha<br />

Milik Daerah termasuk kerjasama dengan swasta berupa tempat usaha<br />

yang berbentuk toko, kios, los, dan tenda yang dimiliki/dikelola oleh<br />

pedagang kecil, menengah, koperasi dengan usaha skala kecil, modal kecil<br />

dan melalui proses jual beli barang dagangan dengan tawar – menawar;<br />

3. Pasar Induk adalah pasar yang merupakan pusat distribusi yang<br />

menampung hasil produksi petani yang dibeli oleh para pedagang tingkat<br />

grosir kemudian dijual kepada para pedagang tingkat eceran untuk<br />

selanjutnya diperdagangkan dipasar-pasar eceran diberbagai tempat<br />

mendekati para konsumen;<br />

4. Pasar penunjang adalah bagian dari pasar induk yang membeli dan<br />

menampung hasil produksi petani yang berlokasi jauh dari pasar induk yang<br />

bertugas sebagai penampung sementara karena komoditi yang berhasil<br />

ditampung akan dipindahkan ke pasar induk untuk selanjutnya dilelang ke<br />

pedagang tingkat eceran;<br />

5. Pasar Modern adalah pasar yang dibangun dan dikelola oleh Pemerintah,<br />

Swasta, atau Koperasi yang dalam bentuknya berupa Pusat Perbelanjaan,<br />

seperti Mall, Plaza, dan ShoppingCentre serta sejenisnya dimana<br />

pengelolaannya dilaksanakan secara modern, dan mengutamakan<br />

pelayanan kenyamanan berbelanja dengan manajemen berada di satu<br />

tangan, bermodal relatif kuat, dan dilengkapi label harga yang pasti;<br />

6. Toko adalah tempat usaha atau bangunan yang digunakan untuk menjual<br />

barang dan/atau jasa secara langsung dan terdiri dari hanya satu penjual;<br />

66


7. Toko Modern adalah toko dengan sistem pelayanan mandiri menjual<br />

berbagai jenis barang secara eceran yang berbentuk minimarket,<br />

supermarket, departemen store, hypermarket ataupun grosir yang berbentuk<br />

perkulakan;<br />

8. Pertokoan adalah kompleks toko atau deretan toko yang masing-masing<br />

dimiliki dan dikelola oleh perorangan atau badan usaha;<br />

9. Toko Serba Ada (TOSERBA) adalah sarana atau tempat usaha untuk<br />

melakukan penjualan berbagai macam barang kebutuhan rumahtangga dan<br />

kebutuhan sembilan bahan pokok yang disusun dalam bagian yang<br />

terpisah-pisah dalam bentuk kounter secara eceran;<br />

10. Minimarket adalah sarana atau tempat usaha untuk melakukan penjualan<br />

barang-barang kebutuhan sehari-hari secara eceran langsung kepada<br />

konsumen dengan cara pelayanan mandiri (swalayan);<br />

11. Supermarket adalah sarana atau tempat usaha untuk melakukan penjualan<br />

barang-barang kebutuhan rumah tangga termasuk kebutuhan sembilan<br />

bahan pokok secara eceran dan langsung kepada konsumen dengan cara<br />

pelayanan mandiri;<br />

12. Hypermarket adalah sarana atau tempat usaha untuk melakukan penjualan<br />

barang-barang kebutuhan rumah tangga termasuk kebutuhan sembilan<br />

bahan pokok secara eceran dan langsung kepada konsumen, yang di<br />

dalamnya terdiri atas pasar swalayan, toko modern dan toko Serba Ada,<br />

yang menyatu dalam satu bangunan yang pengelolaannya dilakukan secara<br />

tunggal;<br />

13. Mall atau Super Mall atau Plaza adalah sarana atau tempat usaha untuk<br />

melakukan perdagangan, rekreasi, restorasi dan sebagainya yang<br />

diperuntukkan bagi kelompok, perorangan, perusahaan, atau koperasi untuk<br />

melakukan penjualan barang-barang dan/atau jasa yang terletak pada<br />

bangunan/ruangan yang berada dalam suatu kesatuan wilayah/tempat;<br />

14. Usaha pasar modern bisa berupa pusat perbelanjaan dan sejenisnya, toko<br />

modern, seperti: minimarket, supermarket, department store, hypermarket,<br />

dan nama lainnya, yang dikelola secara modern;<br />

67


Tabel 5.15. Jenis-jenis Pasar Modern (Mall) di Kota Makassar<br />

No Nama Pasar<br />

Alamat<br />

Jalan Kelurahan Kecamatan<br />

1 Daya Grand Square<br />

P. Kemerdekaan<br />

Km 14<br />

Daya<br />

Biringkanaya<br />

2 MTOS<br />

Perintis<br />

Kemerdekaan<br />

Tamalanrea Tamalanrea<br />

3 MP Boulevard Masale Panakkukang<br />

4 MTC Karebosi Jendral A Yani Lariangbangngi Wajo<br />

5 Mall Ratu Indah Sam Ratulangi Makassar<br />

6 Mall GTC<br />

Metro Tanjung Tanjung<br />

Bunga<br />

Merdeka<br />

Tamalate<br />

7 Trans Mall H. Daeng Patompo Tamalate Makassar<br />

1. Daya Grand Square<br />

Daya Grand Square mulai beroperasi pada tahun 2015 dan berlokasi<br />

sangat strategis di jalan poros Perintis Kemerdekaan KM 14. Merupakan<br />

kawasan padat penduduk dan pemukiman terbesar inilah yang menjadi daya<br />

tarik karena lokasi ini yang sangat strategis menjadi incaran dan pusat<br />

perhatian,keramaian dan tempat persingahan transit yang menjadikannya pusat<br />

perbelanjaan terdepan dan didukung dengan sarana umum lainnya yang akan<br />

membawa keuntungan yang menjanjikan kepada para pedagang,pengusaha &<br />

investor. Memiliki fasilitas terlengkap gedung megah berlantai 6.<br />

Basement untuk parkiran.menampung hingga ratusan unit mobil/kendaraan.<br />

Lantai dasar Pusat Perlengkapan Aksesoris, Emas perhiasan,sepatu,sandal<br />

dan tas pernak pernik,souvernir dan oleh-oleh jajanan khas makassar.<br />

Lantai 1 Khusus Supemarket Carrefour, Food Court,Pizza Hut dan KFC<br />

Lantai 2 Pusat perlengkapan Aksesoris,Fasion,tekstill dan pakaian Muslim<br />

Lantai 3 Pusat perlengkapan Handphone,Komputer dan Elektronik.<br />

Lantai 4 Khusus GrahaMedia,Food Court, Wahana Bermain dan Studio<br />

21.di sewa kan.<br />

Lantai 5 dan 6 Konsep Hotel Mall.<br />

2. Makassar Town Square<br />

Makassar Town Square adalah pusat perbelanjaan di Makassar. Mall<br />

ini didirikan pada tahun 2007. Mall ini terdiri dari 3 lantai dengan penyewa -<br />

68


penyewa yang sudah terkenal sebagai perusahaan besar baik skala nasional<br />

maupun internasional antara lain Ramayana, Dunkin' Donuts, KFC, dan masih<br />

banyak lagi. Makassar Town Square merupakan family mall yang berkonsep<br />

untuk menyediakan seluruh kebutuhan keluarga dalam satu tempat.<br />

3. Mall Panakkukang<br />

Mall Panakkukang merupakan mal terbesar di Makassar. Mall ini<br />

didirikan pada tahun 2003 dan selesai pada 2006, dengan lokasi yang strategis<br />

di Panakkukang. Mall ini terdiri dari 4 lantai dengan penyewa - penyewa yang<br />

sudah terkenal sebagai perusahaan besar baik skala nasional maupun<br />

internasional. Mall ini berdampingan dengan Panakkukang Square yang kurang<br />

lebih 50 meter.<br />

4. MTC Karebosi<br />

MTC Karebosi adalah pusat perbelanjaan utama di Makassar. Mall ini<br />

didirikan pada hari Rabu, 15 Oktober 2003. Mall ini terdiri dari 4 lantai dengan<br />

penyewa - penyewa yang sudah terkenal sebagai perusahaan besar baik skala<br />

nasional maupun internasional antara lain Carrefour, CFC, dan masih banyak<br />

lagi. MTC Karebosi merupakan family mall yang berkonsep untuk menyediakan<br />

seluruh ke-butuhan keluarga dalam satu tempat.<br />

5. Mall Ratu Indah<br />

Mall Ratu Indah merupakan mal terbesar kedua di Makassar. Mall ini<br />

didirikan pada tahun 1999, dengan lokasi yang strategis di dekat Hotel Sahid<br />

Makassar. Mal ini terdiri dari 4 lantai dengan penyewa - penyewa yang sudah<br />

terkenal sebagai perusahaan besar baik skala nasional maupun internasional<br />

antara lain, Hero Supermarket, Matahari, Gramedia, Exsellso, KFC, M<br />

Studio, Time Zone, dan masih banyak lagi. Mall Ratu Indah merupakan family<br />

mall yang berkonsep untuk menyediakan seluruh kebutuhan keluarga dalam<br />

satu tempat.<br />

69


6. Mall GTC<br />

Mall GTC merupakan mall terbesar ketiga di Makassar. Mall ini didirikan<br />

pada tahun 2003, dengan lokasi yang strategis di dekat Pantai Tanjung Bunga.<br />

Mall ini terdiri dari 3 lantai dengan penyewa - penyewa yang sudah terkenal<br />

sebagai perusahaan besar baik skala nasional maupun internasional antara<br />

lain Gramedia, Maranatha, Matahari, Hypermart, dan masih banyak lagi. Mall<br />

GTC merupakan family mall yang berkonsep untuk menyediakan semua kebutuhan<br />

keluarga dalam satu tempat.<br />

7. Trans Mall<br />

Trans Studio Mall adalah salah satu pusat perbelanjaan di Makassar.<br />

Mall ini didirikan pada tahun 2010. Mall ini terdiri dari 3 lantai dengan penyewa -<br />

penyewa yang sudah terkenal sebagai perusahaan besar baik skala nasional<br />

maupun internasional antara lain Gramedia, Metro, KFC, dan masih banyak<br />

lagi. Trans Studio Mall merupakan family mall yang berkonsep untuk<br />

menyediakan seluruh kebutuhan keluarga dalam satu tempat.<br />

Tabel 5.16. Jumlah Outlet Hypermarket. Supermarket, dan Miniarket di Wilayah<br />

Kota Makassar<br />

No. Nama Outlet Jumlah Outlet<br />

1 Hypermarket 3<br />

2 Supermarket 8<br />

3 Minimarket 166<br />

Sumber : Data Primer setelah diolah, 2015<br />

Ditinjau dari Fasilitas Pasar yang ditunjukkan dengan keberadaan Mall,<br />

Toserba, Pasar Umum, dan Kompleks Pertokoan. Bahwa Kehadiran Kantor<br />

pelayanan perbankan bertujuan untuk memberikan pelayanan yang muda bagi<br />

nasabah dalam menggunakan jasa perbankan. Maka dengan memperhatikan<br />

fasilitas pasar maka terdapat 5 kecamata yag mempuyai fasilitas Mall, yaitu:<br />

Kecamatan Mamajang, Kecamatan Tamalate, Kecamatan Makassar,<br />

Kecamatan Panakukang,<br />

Kecamatan Tamalanrea. Ada dua Mall yang<br />

merupakan pusat perbelanjaan yang banyak dikunjungi oleh semua lapisan<br />

baik dari kalangan warga Kota Makassar maupun dari warga diluar kota yaitu:<br />

70


Mall Panakukang di Kecamatan Panakukang dan Mall Karebosi di Kecamatan<br />

Makassar. Mall di Kecamatan Mamajang dikunjugi oleh warga kota, dan Mall<br />

di Kecamatan Tamalanrea dikunjungi oleh warga kota yang berada diwilayah<br />

Kecamatan Tamalanrea dan Biringkanaya, Sedang dua Mall di Kecamatan<br />

Tamalate yaitu Mall Trans dan Mall Tanjung Bunga. Mall Trans dikunjungi oleh<br />

warga luar kota dengan tujuan wisata.<br />

Umumnya Toserba digunakan oleh warga kota, sedangkan kompleks<br />

pertokoan dengan fungsi pasar perdagangan untuk komoditi tertentu<br />

mempunyai spesifik komoditi perdagangan berbeda menurut kecamatan.<br />

Terkait dengan pasar umum beberapa pasar memberikan pelayanan hanya<br />

pada warga sekitar, sementara beberapa pasar yang dikujungi oleh pengunjung<br />

luar kota, yaitu: Pasar di Biringkanaya (Pasar Daya), Pasar Sentral di<br />

Kecamatan Makassar, dan Pasar Butung di Kota Makassar, Pasar Terong di<br />

Kecamatan Tallo, dan Pasar Pa‟Baeng-Baeng, serta pasar lainnya hanya<br />

digunakan untuk penduduk sekitar dan umumnya komoditi perdaganagan<br />

adalah kebutuhan dasar rumahtangga seperti makanan pokok, dan minuman.<br />

71


BAB VI. HASIL DAN PEMBAHASAN<br />

A. Gambaran Kriminal di Sulawesi Selatan<br />

Tindak kriminalitas akan memunculkan rasa tidak aman bagi<br />

masyarakat. Berbagai bentuk kejahatan seperti pencurian, penipuan, dan<br />

perampokan, maupun kekerasan dan kejahatan susila, masih sering<br />

terjadi.dengan masih adanya jumlah kejahatan yang tinggi ini, keleluasaan<br />

masyarakat untuk melakukan kegiatannya masing-masing menjadi terganggu.<br />

Oleh sebab itu upaya untuk menciptakan keamanan, ketertiban dan<br />

penanggulangan kriminalitas merupakan salah satu prioritas untuk<br />

mewujudkan stabilitas penyelenggaraan pemerintahan terutama di<br />

daerah.Pemerintahan daerah dapat terselenggara dengan baik apabila<br />

pemerintah dapat memberikan rasa aman kepada masyarakat, menjaga<br />

ketertiban dalam pergaulan masyarakat, serta menanggulangi kriminalitas<br />

sehingga secara kuantitas dan kualitas tindak kriminalitas dapat diminimalisir.<br />

Angka kriminalitas di Sulawesi Selatan juga semakin menurun baik tipe<br />

maupun jenisnya, hal ini tidak terlepas dari perkembangan teknologi dan<br />

perubahan sosial budaya dan politik yang terjadi pada masyarakat Sulawesi<br />

Selatan. Angka kriminalitas pencurian dengan kekerasan mencapai 351<br />

kejadian pada tahun 2008, sementara pada tahun 2012 jumlah tersebut<br />

menurun menjadi 318 kejadian. Sementara penganiayaan berat mengalami<br />

penurunan dari 589 kejadian pada tahun 2008 menjadi 117 kejadian pada<br />

tahun 2012. Berikut angka Kriminilitas di Provinsi Sulawesi Selatan. (Lihat<br />

Tabel 6.1)<br />

Untuk tahun 2015, Kepala Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan<br />

memaparkan data peningkatan angka kejahatan dibandingkan tahun 2014.<br />

Kejahatan masih didominasi oleh kejahatan konvensional seperti pencurian<br />

dan pemberatan, pencurian dan kekerasan, pembunuhan, penganiayaan dan<br />

lainnya. Angka kejahatan konvensional meningkat drastis seiring dengan<br />

meningkatnya pertumbuhan penduduk dan itu merupakan hal yang wajar<br />

terjadi dalam setiap wilayah. Penganiayaan menjadi kejahatan konvensional<br />

yang mendominasi di tahun 2015 yaitu 3.762 kasus lebih tinggi dibanding<br />

71


tahun 2014 yaitu 3.475 kasus. Kasus pencurian motor menempati urutas<br />

kedua kejahatan yang kerap terjadi di Sulsel dengan jumlah 2.476 kasus. Lalu<br />

pencurian biasa 2.252 kasus, penipuan 1.756 kasus, pencurian dengan<br />

keberatan 1.046 kasus, penggelapan 932 kasus, dan perampokan 707 kasus,<br />

pengancaman 688 kasus, pemilikan senjata tajam 688 kasus, dan<br />

pengeroyokan 668 kasus.<br />

Tabel 6.1.<br />

Angka Kriminalitas Provinsi Sulawesi SelatanTahun 2009-2013<br />

Sumber : Kesbangpol<br />

Daerah dengan tingkat kriminilitas tertinggi adalah Kota Makassar,<br />

sedang Kota Parepare tergolong dengan angka kriminilitas terendah<br />

A.1. Kriminal di Kota Makassar<br />

Kota Makassar adalah daerah dengan tingkat kasus kriminalitas<br />

tertinggi di Sulawesi Selatan. Data Kepolisian Daerah (Polda) Sulselbar,<br />

menyatakan sejak Januari hingga Februari 2016, angka kriminalitas yang<br />

terjadi di Kota Makassar meningkat.dengan jumlah aksi kejahatan sebanyak<br />

378 kasus. Kejahatan yang tercatat terdiri dari kasus penganiayaan berat<br />

72


(anirat), pembunuhan, pencurian dengan pemberatan, pencurian dengan<br />

kekerasan, pencurian kendaraan bermotor, pencurian hewan ternak hingga<br />

kasus narkoba.<br />

Dari catatan Polrestabes Makassar, ada sebanyak 4.491 kasus<br />

kejahatan konvensional yang terjadi sepanjang tahun 2015. Dari angka itu,<br />

kasus curanmor mencapai 1.319 kasus. tersebar di seluruh polsek di<br />

Makassar. Jika dirata-ratakan, setiap hari di Makassar terjadi kasus curanmor<br />

3 hingga 4 kali kasus pencurian kendaraan bermotor.Sementara di posisi<br />

kedua ditempati oleh kasus kepemilikan senjata tajam yakni mencapai 418<br />

kasus. Selanjutnya, pencurian dengan pemberatan atau spesialis sebanyak<br />

402 kasus Angka terendah adalah kasus kekerasan dalam rumah tangga<br />

(KDRT). Di tahun 2015 Polrestabes Makassar dan jajaran menangani 102<br />

kasus. Aksi pencurian kendaraan bermotor (curanmor) di Makassar semakin<br />

memprihatinkan. Dalam sehari rata-rata 10 unit motor hilang dicuri. Kasus<br />

kriminal paling tinggi terjadi di Kecamatan Rappocini dan Panakkukang.<br />

A.2. Kriminal di Kota Parepare<br />

Selama 2015 kasus pencurian kendaraan bermotor menjadi angka<br />

kriminalitas paling banyak terjadi dan ditangani pihak Kepolisian Resort<br />

(Polres) Kota Parepare, sebanyak 545 laporan yang diterima terkait kasus<br />

kehilangan kendaraan bermotor, dan 97 diantaranya adalah laporan langsung<br />

dari warga.<br />

Berdasarkan data dari pihak kepolisian, pada tahun 2015 lalu sebelum<br />

program peduli lorong direalisasikan, angka kriminal meningkat menjadi 29<br />

kasus, khususnya kasus pencurian kendaraan bermotor, tapi pada tahun<br />

2016 ini tercatat mengalami penurunan jumlah menjadi 18 kasus.<br />

B. Kejahatan Begal di Sulawesi Selatan<br />

Kejahatan geng motor (begal) di Sulawesi Selatan meningkat di<br />

wilayah hukum Polda Sulselbar pada tahun 2014. Bahkan diikuti dengan aksi<br />

perampokan mini market yang beroperasi selama 24 jam. Data Polda<br />

73


Suselbar, bahwa di Sulawesi Selatan sebanyak 38 kasus kekerasan geng<br />

motor. Mayoritas kasus tersebut dilakukan pelaku dengan berkelompok<br />

dengan menyembunyikan wajahnya dibalik topeng agar sulit teridentifikasi.<br />

Jumlah korban geng motor yang meninggal dunia selama tahun 2014<br />

sebanyak 4 orang.<br />

Polda Sulselbar berhasil meringkus sebanyak 48 orang kawanan geng<br />

motor tersebut selama Tahun 2014. Jika dibandingkan dengan tahun 2013,<br />

kejahatan geng motor memiliki trend yang meningkat. Jumlah kasus 2013<br />

sebanyak 15, lalu sebanyak 7 orang korban meninggal dunia, dan 22 orang<br />

pelaku berhasil diringkus aparat.<br />

Peristiwa begal semakin sadis dan telah menimbulkan korban<br />

meninggal dan cacat, serta kehilangan harta. Kurang lebih 2015 dan di awal<br />

tahun 2016, kejahatan begal dianggap suatu kejahatan yang besar sehingga<br />

Pemerintah Provinsi harus melakukan penanganan bersama Kodam dan<br />

Polda serta pemeintah daerah.<br />

Pada Dialog Publik Menakar Kriminalitas Begal di Kota Makassar,<br />

Kamis 17 Maret 2015, di Gedung Phinisi UNM, menyimpulkan bahwa aksi<br />

begal sudah merupakan kejahatan jalanan yang meresahkan warga kota –<br />

mengingat aksi dan korban jiwa berjatuhan.<br />

Aksi begal yang terjadi belakangan ini semakin menakutkan dan<br />

mencekam warga kota. Korban berjatuhan malah sampai ada yang<br />

meninggal, sehigga menjadikan penghuni kota -- ada rasa takut dan<br />

rasa tidak aman kalau keluar rumah di malam hari. Aksi-aksi begal termasuk<br />

dalam kategori kekerasan sosial, muncul dan berkembang di tengah<br />

masyarakat disebabkan kacaunya tatanan sosial.<br />

Kejahatan jalanan, seperti begal dan geng motor yang semakin<br />

meresahkan. Imbas maraknya kejahatan jalanan di Makassar, warga<br />

membuat petisi yang berisi empat poin. Di antaranya, memberikan waktu 3 x<br />

24 jam kepada kepolisian untuk menumpas geng motor serta memberi rasa<br />

aman kepada warga Makassar dan mengimbau walikota dan wakil walikota<br />

agar tidak meninggalkan Makassar selama kondisi daerah tidak aman.<br />

Meminta pemerintah kota Makassar untuk menanggung biaya rumah sakit<br />

74


terhadap korban geng motor. Terakhir, masyarakat meminta pimpinan<br />

kepolisian untuk mengerahkan pasukan Brimob guna melakukan patroli rutin<br />

setiap malam di Makassar.<br />

B.1. Begal di Kota Makassar<br />

Aksi kejahatan jalanan (Begal) di Makassar saat ini mengalami<br />

peningkatan selama tahun 2015. Berdasarkan data dari Kejaksaan Negeri<br />

Makassar, aksi pencurian dengan kekerasan (Begal) meningkat 30 persen.<br />

“Perkara kasus pencurian dan kekerasan atau biasa disebut dengan Begal<br />

yang masuk di Kejaksaan Negeri Makassar mengalami peningkatan 30<br />

persen dari tahun 2014 ke 2015, Kasi Pidum Kejari Makassar, Zulkarnaen A<br />

Lopa, menjelaskan bahwa untuk tahun 2014 jumlah Surat Pemberitahuan<br />

Dimulainya Penyidikan (SPDP) perkara masuk 1.470 kasus, dan tahun 2015<br />

jumlah SPDP sebanyak 2.212 kasus, artinya terjadi kenaikan 30 persen,<br />

Data Kapolresta Makassar, menjelaskan bahwa Kasus Curas atau<br />

begal meningkatkan selama tahun 2015 di kota Makassar, yaitu : Desember<br />

2015 tercatat 422 laporan kasus begal. Dan September tahun 2016 tercatat<br />

492 kasus, artinya kejahatan begal mengalami peningkatan sebesar 14,22%<br />

sampai 3 triwulan pertama. Lebih kecil pada tahun 2014-2015. Bahwa dari<br />

kasus kejahatan begal pelakunya didominasi oleh anak di bawah umur (14-17<br />

tahun), jumlahnya rata-rata 70 persen untuk kejadian tahun 2015- September<br />

2016. Sekitar 60,6% dari kasus tersebut dapat diungkap.<br />

Wilayah dengan aksi pembegalan paling banyak terjadi di Kecamatan<br />

Rappocini, menyusul kecamatan Panakkukang. Kecamatan Bontoala,<br />

kecamatan Makassar, dan kecamatan Tamalanrea. Kecamatan lainnya aksi<br />

terjadi dengan skala rendah yaitu:Kecamatan Tallo, Kecamatan Biringkanaya.<br />

Tahun 2015, untuk menekan aksi begal maka Kapoltabes Makassar<br />

menerapkan berbagai program diantaranya dengan membentuk Tim khusus<br />

begal yang beranggotakan 20 personil gabungan terdiri dari fungsi terpadu<br />

jajaran polrestabes. Sasarannya tidak lain yakni kasus 3C. "Tim yang<br />

dibentuk ini dalam rangka penanggulangan dan pengungkapan kasus<br />

pencurian dengan kekerasan (Curas), pencurian dengan pemberatan (Curat)<br />

dan Pencurian motor (Curanmor) "Jadi tim yang dibentuk Kapolres ini berada<br />

75


di bawah garis komando Satreskrim Polrestabes Makassar. Intelkam<br />

Polrestabes Makassar),<br />

Kasus begal dan pelakunya di Kota Makassar diuraikan mengenai<br />

pelaku, korban dan cara pembegalannya, sebagai berikut:<br />

1. Kasus 1 : Pembegalan di Jalan Hertasning pada hari Minggu tanggal 5<br />

juni 2016 sekawanan begal terdiri dari 4 orang melakukan pembegalan<br />

dengan menghentikan pengendara dengan melakukan penodongan<br />

dengan badik dan ancaman busur. Merampas motor korban dan<br />

memaksa tas korban. Kawanan ini terdiri dari: Dewa alias tinggi umur 21<br />

tahun beralamat di jalan cenderawasih, Ahmad alias Guntur umur 19<br />

tahun beralamat di jalan cenderawasih, Ilman umur 19 tahun beralamat di<br />

jalan Bontoramba, dan Arbian umur 18 tahun beralamat di jalan toddopuli<br />

6. Keempat pelaku melakukan aksinya di banyak tempat.<br />

2. Kasus 2: Jalan Professor Basalamah di depan UNIFA terjadi 12 juni<br />

2016, pelaku melakukan penodongan dan pembusuran kepada korban<br />

mengenai punggung korban. Pelaku menggunakan motor dimana<br />

sebagian melakukan pememetan. Korban adalah Muhammad Dzaki dan<br />

pelaku melakukan perampasan motor korban dan hand-phone. Pelaku<br />

sejumlah 5 orang yang terdiri dari: HA berumur 16 tahun, MU bermur 16,<br />

PD berumur 16 tahun, YK berumur 16 tahun, dan MA berumur 16 tahun<br />

Gambar 6.1.<br />

Kawanan Begal dengan korban Andi Muhammad Dzaki di Jalan Racing<br />

Center, dan Motor Korban<br />

76


3. Kasus 3: CR (16 Tahun) alamat jalan Tamangapa Raya Perumnas<br />

Antang, ditangkap karena menjadi buronan dengan tindakan begal yang<br />

dilakukan dan menewaskan korban Gassing Daeng Nong. Umur 18 tahun<br />

di jalan Mesjid Nurul Hidayat, Kelurahan Bangkala, Kecamatan Manggala<br />

tanggal 8 Februari 2016. Pelaku merampas motor korban dan melakukan<br />

penembakan dengan menghujani korban dengan badik.<br />

4. Kasus 4: Aksi begal tanggal 31-5- 2016, dengan pelaku Zainal (17) dan<br />

Zulfikar (21), warga Jalan Batangase, Kabupaten Maros Sulawesi Selatan.<br />

Pelaku melakukan penjambretan tas milik seorang pengendara wanita di<br />

depan kantor, kantor AURI, Jalan Perintis Kemerdekaan, Makassar.<br />

Setelah merampas tas korban yang berisi ponsel dan sejumlah uang,<br />

pelaku kemudian dikejar warga, hingga sekitar 30 meter dari lokasi<br />

kejadian, keduanya terjatuh dan langsung diamankan. Dari tangan pelaku<br />

disita barang bukti berupa dua HP Samsung, dompet berisi uang tunai<br />

Rp.250.000,- dan satu motor Yamaha. Kedua pelaku, telah melakukan<br />

aksi pencurian dengan kekerasan, pertama dilakukan Mei 2016 aksi begal<br />

di Jalan Perintis Kemerdekaan tepatnya depan Kima Square. Aksi kedua<br />

kalinya 31 Juni 2015 gagal karena dimassa oleh warga dan pelaku<br />

berhasil kabur.<br />

5. Kasus 5 : Delapan kawanan begal yang terdiri dari SUR umur 17 tahun<br />

dan <strong>DI</strong>M berumur 17 tahun, Yusri berumur 20 tahun, ALF berumur 15<br />

tahun, RK berumur 15 tahun, Ris berumur 14 tahun, dan Risal 18 tahun<br />

ketujuh berdomisili di Jalan Hertasning Baru; dan MF warga jalan sultan<br />

alauddin 14 tahun. Dari kedelapan kawanan disita sejumlah anak panah<br />

(busur), badik, parang dan samurai. Kawanan ini diduga begal yang<br />

beroperasi dikawasan Hertasning baru dan Rappocini. Dalam penanganan<br />

dan penyelidikan mengenai korban dari kawanan ini.<br />

77


Gambar 6.2.<br />

Kawanan Begal Kelompok Hertasning dan Alat Busur yang Dugunakan<br />

6. Kasus 6: Reski alias Ekki (18) dan Deni (22), dua warga Toddopuli 2<br />

Setapak 5. kedua pembegal sadis ini mempunya Laporan Polisi (LP).<br />

Nomor LP 788/V/2016/SULSEL/Sek Panakukang, korban atas nama<br />

Andika Fatmawati, warga Jl Toddopuli 2 setapak 5 kota Makassar.<br />

keduanya ditangkap disita iphone 5 hasil begal dengan korban pelapor,<br />

saat diamankan, juga diamankan dua alat bukti berupa senjata tajam<br />

yakni, sebilah pisau dan kampak.<br />

Gambar 6.2a.<br />

Pembegal di Jalan Toddopoli Ditahanan Kapolsek Rappacini<br />

7. Kasus 7: AA (18) warga Jl. Jalahong dg. Matutu, Makassar adalah satu<br />

dari tiga pelaku begal dengan korban seorang Ibu Rumah Tangga (IRT)<br />

yang juga adalah pengusaha kayu, Andi Kartini (46) warga Jl. Toddopuli<br />

VII blok A2/YPPK kota Makassar menjadi korban pembegalan didalam<br />

Asrama Polisi (Aspol) Tello Baru, kecamatan Panakukkang kota Makassar<br />

pada hari Senin 16/5/2016, pukul 04.00 Wita. Pelaku AA adalah juga<br />

masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) polisi, karena menjadi<br />

pimpinan dalam setiap aksi pembegalan di dua lokasi. Yakni, di wilayah<br />

78


hukum Polsek Tamalanrea dan Panakukkang. AA mempunyai dua<br />

Laporan Polisi (LP) masing-masing, LP/857/V/2016/restabes mksr/sekta<br />

Panakukang tgl 16 mei 2016 atas nama pelapor Andi Kartini. Dan,<br />

LP/698/V/2016/restabes mksr/sekta Tamalanrea tgl 16 mei 2016 atas<br />

nama pelapor Paizal Djurahmi Mappangandro. Pengakuan AA, saat<br />

beraksi di Aspol Tello Baru terhadap Kartini, ia melakukan cekikan<br />

terhadap korban dan mengancam korban menggunakan alat tajam jenis<br />

badik dan membentangkan anak busur sebelum korban disekap<br />

dibelakang sebuah Gereja di Aspol. Bersama AA, juga mengamankan dua<br />

rekan AA, yakni MA (18) warga Jl. Balana 2 no. 6 setapak 6 Makassar,<br />

dan YY (17) warga Jl. Abu Bakar Lambogo (Ablam) lorong1 no. 7 Kota<br />

Makassar.<br />

Gambar 6.3<br />

Pimpinan Kawanan Begal di Asrama Polisi Tallo<br />

8. Kasus 8 : Wawan alias Ampes (27) dan Farul (20) diamankan sebuah<br />

rumah di Jl. M Yamin, Lr 4, Kecamatan Makassar. Saat diamankan<br />

sedang mengisap narkotika jenis sabu. Keduanya memiliki catatan begal<br />

dan masuk dalam daftar pencarian orang (DPO). “Si Farul ini adalah<br />

pelaku begal. Makanya langsung diamankan di kantor Polsek Makassar.<br />

Sedangkan rekannya dibawa ke Polrestabes Makassar karena banyak<br />

juga laporannya. Dalam catatan polisi dan pengakuan Farul, melakukan<br />

aksinya di 32 lokasi berbeda di Makassar.<br />

79


9. Kasus 9: Yawan Emmanuel Atihuta alias Yawan (20) diringkus pihak<br />

Polrestabes Makassar di Jl. Mangerangi Makassar, malam pukul 22.00<br />

Wita. Yawan diduga pernah melakukan pembegalan di warkop 26 Jl.<br />

Kumala, Tamalate, Makassar .Pelaku pernah melakukan aksi begal di Jl.<br />

Daeng Tata, dua kali.<br />

10. Kasus 10 : RN (20) beralamat Jl. Abubakar Lambogo, dan SY (18),<br />

beralamat di Jl. Muhammad Yamin Baru, sekitar pukul 02.30 wita Kamis<br />

(17/3/2016). Ditangkap dan ditembak di rumah masing-masing, dalam<br />

penangkapan polisi menemukan narkotika jenis sabu sebanyak tujuh<br />

saschet. Sabu itu siap diedarkan. Selain pengedar dan pemakai narkotika<br />

keduanya termasuk begal sadis<br />

Gambar 6.4<br />

Kawanan Begal dengan Pengedar Sabu di Jalan Abubakar Lambogo<br />

11. Kasus 11: Pelaku begal menyasar pengunjung warung nasi goreng di<br />

Jalan Racing Center, Kecamatan Panakkukang, Rabu (11/5/2016) malam.<br />

Dalam aksinya, pelaku yang berjumlah empat orang dan bersenjatakan<br />

parang dan busur. Pelaku menodongkan senjata tajam kepada<br />

pengunjung warung nasi goreng dan pemilik warung. Salah satu<br />

korbannya, Nurtafni Aprianti, mahasiswi Universitas Muslim Indonesia<br />

(UMI) Makassar, yang kebetulan saat itu tengah menikmati hidangan nasi<br />

goreng. Menyerahkan Iphone miliknya karena diancam akan dibusur.<br />

Pelaku berjumlah 4 orang dengan mengendarai dua unit sepeda motor<br />

80


Honda scoopy. Mereka membawa busur dan parang dan melakukan<br />

penebasan pada meja makan sebelum meninggalkan warung. Pelaku<br />

berumur belasan tahun.<br />

12. Kasus 12: Jalan Urip Sumoharjo, Pembegalan atas Muhammad Rijal<br />

Nugraha Laoda K (19) warga Parepare menjadi korban Pencurian dan<br />

Kekerasan (Curas) alias begal di Jl. Urip Sumoharjo, tepat depan Rumah<br />

Sakit (RS) Ibnu Sina, Panakukkang, pada hari Senin (9/5/2016) malam.<br />

kejadiannya sekitar pukul 21.30 Wita. Pelaku berasal dari Jalan Abdullah<br />

Daeng Siruwa.<br />

13. Kasus 13: Sabtu (6/2/2016) sekitar Pukul 15.10 Wita, Muh. Irfan alias<br />

Ippan (16 tahun) beralamat Jalan Flamboyan no. 11 Makassar diamankan<br />

polisi dari amukan massa karena menjambret, Awalnya pelaku<br />

berboncengan untuk melakukan aksinya mencuri handphone, namun<br />

pada saat mau melarikan diri pelaku yang dibonceng terjatuh dan<br />

langsung di hakimi massa.<br />

14. Kasus 14. Pelaku begal dengan operasi lintas kabupaten, berdomisili di<br />

Jl.Rappocini, Makassar. Ditangkap, Selasa (31/5/2016). antara lain, Rudy<br />

Salam (33) warga Jl. Veteran Selatan lorong 2 No 28A Makassar,<br />

Hendrawan Alia Lapu (26) warga Jl.Rappocini Raya lorong 3 kota<br />

Makassar, Marko Pongo (25) warga Jl. Tanjung Bunga No. 55 kota<br />

Makassar, dan Risman Als Bob (37) dan warga Jl. Tanjung Bunga kota<br />

Makassar. Penangkapan para pelaku begal atau Pencurian dan<br />

Kekerasan (Curas) ini berdasarkan Laporan Polisi (LP). Yakni<br />

LP/93/V/2016/SPKT/Res Takalar Tgl.26 Mei 2016. Keberadaan mereka<br />

berhasil kami ketahui setelah anggota kami dilapangan mengintai<br />

pergerakan keempat pelaku yang berada di Rappocini dan kemudian kami<br />

langsung bergerak cepat dengan koordinasi dengan tim resmi Takalar.<br />

Saat penangkapan, diamankan barang bukti berupa, satu unit Ponsel<br />

Blackberry curian, dua unit Ponsel milik pelaku, sebilah parang panjang,<br />

dan satu unit sepeda Motor Yamaha MX King Hitam Nopol DD 5509 SB<br />

yang diduga curian.<br />

81


15. Kasus 15: Fahrian alias Eyang (20) di Jl. Sungai Daeng Ngemba kota<br />

Makassar, Selasa (31/5/2016). Pelaku begal yang telah melakukan<br />

aksinya di Jl. Borong Jambu VII Perumnas Antang blok 1 kota Malassar.<br />

Pelaku mengaku, melakukan aksi dengan menggunakan balok kayu<br />

dengan mengancam korban. Saksi melaporkan pelaku berdasarkan<br />

LP/404/V/K/2016/Restabes Mksr/sek Manggala tanggal 28 mei 2016 atas<br />

nama pelapor Sangkai.Saat diamankan petugas mengamankan barang<br />

bukti berupa hanphone Samsung J5 warna putih dari tangan pelaku.<br />

Gambar Kasus 6.5<br />

Fahrian alias Eyang (20). Pelaku begal yang telah melakukan aksinya<br />

di Jl Borong Jambu VII Perumnas Antang blok 1 kota Malassar<br />

16. Kasus 16: Korban Ikhsan warga Jalan Perintis Kemerdekaan, kejadian di<br />

Jalan Abu Bakar Lambogo tanggal 14 September 2015, berlangsung pada<br />

pukul 15.00 Wita. Aksi beringas dan nekat para pelaku begal ini tidak<br />

hanya menyasar masyarakat biasa, wartawan, polisi, bahkan anak-anak<br />

pun telah menjadi korban pembegalan.<br />

82


Gambar 6.6<br />

Kawanan Begal Operasi Lintas Kabupaten Bermarkas<br />

di Jl.Rappocini Makassar<br />

17. Kasus 17: Jalan Cenderawasih tanggul Patompo, Kecamatan Tamalate.<br />

Korban adalah Angelina (19) bersama Bani (19) warga Gowa dibegal<br />

pada hari Minggu (26/6/2016) pukul 1,00 WIT. Tangan perempuan ini<br />

ditebas parang lantaran mempertahankan tasnya. Aksi begal berlangsung<br />

ketika berboncengan melewati Jalan Cendrawasih, tepatnya depan SD<br />

Tanggul Patompo. Pelakunya adalah Febrianto alias Eppi (18) warga<br />

Jalan Kastubun no. 7 Blok 7B. Pelaku menggunakan motor beat<br />

berboncengan dan memepet korban dan menjambret tas yang digunakan.<br />

Eppi dibekuk kurang dari 24 jam setelah beraksi, diketahui merupakan<br />

DPO karena melakukan aksi pencurian dengan kekerasan (begal) di Kota<br />

Makassar. Lokasi aksi Eppy di Korta Makassar, sebagai berikut :<br />

a. Jalan cendrawasih depan SD tanggul patompo, Sabtu malam 25 juni<br />

2016<br />

b. Penyerangan Warkop 88 di Jalan hertasning<br />

c. Jalan Rajawali 2 dekat asrama TNI sekitar bulan 5 2016<br />

d. Jalan Rajawali Ujung dekat pantai losari sekitar bulan 5<br />

e. Banta-Bantaeng dekat Jalan Faisal sekitar bulan 4<br />

f. Jalan Raya pendidikan dekat Goro sekitar bulan 5<br />

g. Jalan Alauddin lewati Lembaga sekitar bulan 5<br />

h. Jalan Petarani depan jalan pengayoman sekitar bulan 5<br />

83


i. Jalan Raya pendidikan goro bagian belakang sekitar bulan 6<br />

j. Jalan perintis kemerdekaan Daya lewati lampu merah pasar daya,<br />

sekitar bulan 5<br />

k. Mandae dekat Pertamina sekitar bulan 5<br />

l. Jalan perntis kemerdekaan sari laut dekat BTP<br />

m. Jalan perintis kemerdekaan depan Sudiang sekitar bulan 5<br />

n. BTP ujung sekita bulan 6<br />

o. Jalan Landak baru di belakang hotel clarion<br />

p. Jalan Monumen Emmy saelan bulan 6<br />

q. Mandae dekat Lampu merah sekitar bulan 6<br />

r. Moncongloe jalan ke Antang sekitar bulan 6<br />

s. Tamalate 2 sekitar bulan 4<br />

t. Tamalate sekitar bulan 6<br />

u. BTP toko distro sekitar bulan 5<br />

Gambar 6.7<br />

Kawanan Febrianto alias Eppi (18) warga Jalan Kastubun no 7 Blok 7B<br />

18. Kasus 18: Muh Ardal (17) warga BTP Blok K , Irwan alias Iwan (23),<br />

warga BTN Mangga 3. Hasil interogasi, kedua pelaku diketahui sudah 12<br />

kali melakukan aksi pembegalan, yaitu:<br />

84


a. Penyerangan Warkop 88 di Jl Hertasning,<br />

b. Jl. Pettarani depan jalan pengayoman sekisar bulan 5,<br />

c. Jalan Perintis Kemerdekaan sari laut dekat BTP,<br />

d. Jl. Perintis Kemerdekaan depan Sudiang pada bulan 5,<br />

e. BTP ujung pada bulan 6,<br />

f. Jl. Landak Baru di belakang hotel Clarion,<br />

g. Jl. Monumen Emmy Saelan,<br />

h. Moncongloe menuju Antang sekisar pada bulan 6,<br />

i. Tamalate 2 sekisar bulan 4 dan<br />

j. Tamalate sekisar bulan 6.<br />

k. Terakhir di dua lokasi yang berbeda di Wilayah Polsek Rapocini.<br />

Namun kejadiannya dilakukan pada hari yang sama yakni tanggal 20<br />

Mei 2016.<br />

19. Kasus 19: Korban Hendra Gusti Syam umur 20 tahun berstatus<br />

mahasiswa pada Universitas Fajar di begal di Jalan Andalas jam 21.30.<br />

Dua orang pelaku menyerang korban yang sedang berdiri ditepi jalan<br />

sambil menggam handphone. Pelaku menikam korban dua kali<br />

dipunggungnya untuk mendapatkan handphone. Polisi yang kebetulan<br />

melintas dan menolong korban dan menangkap pelaku, teman pelaku<br />

melarikan diri dengan sepeda motor dan pelaku ditangkap dengan<br />

menembak betisnya karena berupaya untuk kabur.<br />

20. Reza berumur 19 tahun berdomisili Aspol Todopuli, blok A, adalah<br />

seorang pemimpin begal yang sudah beraksi di puluhan lokasi di Makssar,<br />

salah satunya Circle K (CK) Jl. Pengayoman. Ditangkap setelah<br />

dilumpuhkan dengan menembak kaki kanannya, tepat dipaha atas dan<br />

dibawah mata kaki. Reza adalah salah satu bos begal dari kelompok<br />

Matta Dajjal. Ia juga menggunakan tato Mata Dajjal dibelahan dadanya.<br />

(Gambar). Kawanan Reza, mempunyai banyak catatan melakukan<br />

pembegalan dan pernah mendekam dalam jeruji besi karena kasus<br />

pembegalan. Rupanya setelah bebas dari jeruji besi bertambah buas<br />

dengan beraksi di 60 lokasi di wilayah Makassar. Reza adalah anak<br />

angkat dari seorang dokter kepolisian, menjadi begal karena korban<br />

85


pergaulan sebaya sering berkeliaran dan tidak tinggal dirumah, ia banyak<br />

tinggal dirumah temannya.<br />

Gambar 6.8<br />

Resa, Bos Begal Kelompok Mata Dajjal di Makassar<br />

21. Aksi begal di malam tahun baru 2015 ke 2016 di Jalan Abdullah Daeng<br />

Sirua, samping Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 8 Makassar.<br />

Korban penganiayaan yakni Asdar (27) warga Jalan Bontobila Makassar.<br />

Korban yang mengendarai sepeda motor trail melintas di Jalan Abdullah<br />

Daeng Sirua pukul 23.30 Wita tepat disamping SMP Negeri 8 Makassar<br />

itu, sejumlah remaja kemudian menyerang korban dengan anak panah<br />

hingga terjatuh dari motornya. Setelah terjatuh, korban kemudian ditikam<br />

menggunakan senjata tajam pada bagian punggungnya dan tiga anak<br />

panah juga sudah menancap di punggung korban. Setelah korbannya<br />

tidak berdaya, motor trailnya dibawa kabur oleh para pelaku,"<br />

Dari 21 kasus yang diungkapkan, kegiatan pembegalan dilaksanakan<br />

oleh kawanan minimal beranggotakan 2 orang dan maksimal 8 orang,<br />

melakukan pembegalan pada korban yang umumnya sendiri, hanya satu<br />

kasus begal yag dilaksanakan dengan korban 2 orang. Aksi pembegalan tidak<br />

hanya dilakukan ditempat sepi, tetapi terjadi di jalan protokol yang selalu<br />

ramai, misalnya:<br />

1. Jalan Perintis Kemerdekaan (depan pintu 1 UNHAS pada bulan Peruari<br />

2015)<br />

86


2. Jalan Urip Sumiharjo (kasus 10 April 2015 di depan Kampus UMI,<br />

3. Jalan Pettarani (kasus tanggal 19 Agustus 2015)<br />

4. Jaln Urip Sumoharjo 19 September 2015 di samping Flyover,<br />

5. Jalan Urip Sumiharjo 1 Januari 2016 di depan Kantor Gubernur Sulsel),<br />

Tempat yang paling sering aksi begal dilakukan baik pada malam hari<br />

maupun siang hari, yaitu :<br />

1. Jalan ratulangi<br />

2. Jalan Cendrawasih,<br />

3. Jalan Abdullah Daeng Sirua,<br />

4. Jalan Emmy Saelan,<br />

5. Jalan Mapala,<br />

6. Jalan Raya Pendidikan,<br />

7. Jalan Abu Bakar Lambogo,<br />

8. Jalan Sungai Saddang,<br />

9. Jalan Hertasning,<br />

10. Jalan Tun Abdul Razak,<br />

Dari semua kejadian yang terkait dengan aksi begal di Makassar, ada<br />

fakta-fakta yang menarik terkait dengan para pelaku, misalnya : Rata-rata<br />

pelaku begal dalam kota adalah para remaja usia 14 - 20 tahun, dimana<br />

terjadi peningkatan aksi yang pelaku semakin sadis, aksinya selalu disertai<br />

dengan tindakan kekerasan menggunakan senjata, badik, golok, kapak,<br />

busur dan senjata angin, mereka tidak hanya melakukan di malam hari<br />

tetapi juga disiang hari. Tempat beraksi tidak hanya ditempat sepi juga<br />

ditempat keramaian. Korban tidak hanya perempuan tapi juga laki-laki. Aksi<br />

mereka adalah mengambil motor korban, handphone dan tas korban.<br />

Begal Pelaku begal umumnya terlibat dengan penyalahgunaan<br />

narkotika dan minuman keras. Fakta-fakta ini menunjukan bahwa aksi<br />

"begal" yang selama ini terjadi sudah bukan hanya persoalan kenakalan<br />

remaja biasa, tapi menjurus pada kejahatan luar biasa yang perlu ditangani,<br />

mengingat bahwa aksi ini ada kaitan dengan penyalahgunaan obat dan<br />

mempengaruhi usia remaja.<br />

87


B.2. Begal di Kota Parepare<br />

Tahun 2012 sampai tahun 2014, aksi begal marak terjadi dimanamana<br />

termasuk di Kota Parepare. Data menunjukkan bahwa kelompok yang<br />

rawan untuk menjadi Begal adalah remaja usia SMP dan SMA. Kasus<br />

pencurian kendaraan bermotor (curanmor) menjadi angka kriminalitas paling<br />

banyak terjadi dan ditangani pihak Kepolisian Resort (Polres) Kota Parepare<br />

selama tahun 2015. Berdasarkan data Polres Parepare, dalam 12 bulan<br />

terakhir tersebut sebanyak 545 laporan polisi yang diterima terkait kasus<br />

kehilangan kendaraan bermotor ini, dan 97 diantaranya adalah laporan<br />

langsung dari warga. Laporan kehilangan motor ini paling banyak di bulan<br />

Juni yakni sebanyak 15 kasus. Kapolres Parepare, untuk menekan angka<br />

kriminalitas di wilayah hukum Polres Parepare, dilakukan patroli hingga<br />

malam dan operasi cipta kondisi, sosialisasi ke masyarakat agar tidak lalai<br />

dalam menempatkan dan menyimpan kendaraannya guna menghindari<br />

terjadinya aksi pencurian bermotor.<br />

Kasus kecamatan Bacukiki yang terletak di daerah pegunungan, pada<br />

tahun 2012 merupakan salahsatu wilayah yang rawan “begal”, sejak tahun<br />

2015 diakui sebagai daerah teraman di Kota Parepare. Hal ini dikarenakan<br />

kerjasama intensif Kepolisian dengan pemerintah kelurahan desa melalui<br />

program „Polisi Temanta‟, yang memberikan layanan cepat dengan respon<br />

yang cepat dan sigap, maka masyarakat juga aktif melakukan pengawasan<br />

dan pemantauan keamanan lingkungan masing-masing. Polisi senantiasa<br />

melakukan patrol rutin ditempat yang rawan. Pemerintah kota dengan<br />

program peduli lingkungan menambah penerangan disemua tempat.<br />

Khususnya ditempat yang rawan.<br />

88


Kejadian kejahatan begal di tahun 2016, muncul diakhir tahun, mulai<br />

bulan Agustus dan terjadi dihampir semua wilayah dengan daerah yang<br />

paling rawan adalah wilayah kelurahan Lapadde, Kecamatan Ujung dan<br />

Kecamatan Bacukiki. Kedua Kecamatan berbatasan dengan kabupaten<br />

tetangga yaitu Kabupaten Barru untuk kecamatan Bacukiki dan Kabupaten<br />

Sidrap dan Pinrang untuk Kecamatan Ujung. Berikut kejadian begal untuk<br />

tahun 2016, yang di laporkan di Polres Parepare. Sebagai berikut:<br />

1. Kasus 1: Aksi begal terjadi di Wekke‟e, Kelurahan Lompoe, Kecamatan<br />

Bacukiki. Korbannya Sukmawati Fuad, warga Perumnas Wekke‟e.<br />

mengalami luka parah di bagian kepala dan dilarikan ke Rumah Sakit,<br />

setelah tas bawaannya ditarik hingga terjatuh oleh pengendara motor.<br />

Modusnya pelaku memepet motor korban kemudian merampas tas yang<br />

bawaan korban, pelaku kabur dan sampai studi ini ditulis, pelaku belum<br />

tertangkap.<br />

2. Kasus 2 :Mira salah satu korban begal beralamat di Kelurahan Wattang<br />

Bacukiki di begal pada malam hari 19.30 di Jalan Jenderal Yusuf, dengan<br />

cara dibuntuti oleh pengendara motor beat yang berboncengan, kemudian<br />

menarik kerah baju hingga korban terjatuh dan mengambil barang korban<br />

dalam tas yang berisi hand-pont dan beberapa surat-surat penting. Pelaku<br />

kabur dan tidak ditangkap.<br />

Gambar 6.9<br />

Mira Korban Begal di Parepare<br />

89


3. Kasus 3: Aksi begal di Jalan Jendral Ahmad Yani, Kelurahan Lapadde,<br />

Kecamatan Ujung, Kota Pareparesekitar pukul 23.30 Wita, pelaku terdiri<br />

dari dua orang yang kemudian mendapat perlawanan dari korban dan<br />

akhirnya melarikan diri dan meninggalkan motornya. Korban adalah<br />

polwanBripda Sulviani dan Bripda Siti Hadijahyang tidak berseragam.<br />

Dalam melaksanakan aksinya pelaku mengendarai motor yang kemudian<br />

menarik tas korban dari belakang. Kedua pelaku adalah lulusan sekolah<br />

Aliyah berumur 17 tahun, dimotornya. ditemukan senjata tajam yang<br />

digunakan dalam melakukan aksinya.<br />

4. Kasus 4: Peristiwa pembegalan (jambret) dialami Pegawai Kantor<br />

Kecamatan Bacukiki kota Parepare, Nirmalasari Haya, Jumat (5/8/2016),<br />

terjadi di Jalan Ambomati, Kelurahan Lapadde, Kecamatan Ujung. Pelaku<br />

menggunakan motor dan berboncengan memepet korbannya, lalu salah<br />

seorang yang dibonceng merampas tas kemudian melaju pergi. Korban<br />

tidak terjatuh tetapi kehilangan tas beserta isinya berupa handphone dan<br />

dompet berisi uang tunai.Pelaku tidak tertangkap.<br />

5. Kasus 5: Pelaku adalah AH umur 27 tahun beralamat Pantai Cempae<br />

Wattang Soreang. Pembegalan terjadi tanggal 27 April 2016 jam 11.30<br />

Wita, Korban adalah mahasiswi Universitas Muhammadiah Parepare<br />

berumur 22 tahun berinisial R beralamat Desa Tangkoli, Kecamatan<br />

Baranti kabupaten Sidrap. Pelaku berboncengan mengendarai motor beat<br />

dengan melakukan ancaman pisau pada korban dan merampas tas berisi<br />

Laptop, hand phone, kartu ATM dan beberapa surat penting. Peristiwa<br />

terjadi di Lapadde dan pelaku setelah merampas kabur menuju arah kota<br />

Parepare. Korban mengejar sambil meminta pertolongan dan beberapa<br />

warga turut membantu dan akhirnya pelaku dapat di tangkap dengan<br />

barang bukti sepeda motor, pisau dan barang rampasan laptop, hand<br />

phone, dan kartu ATM dan beberapa surat penting.<br />

90


Gambar 6.10<br />

Pelaku Begal AH (27 Tahun) di Parepare<br />

Dari lima kasus begal yang terjadi di Kota Parepare 4 kasus yang<br />

terjadi pada malam hari dengan korban warga kota Parepare. Satu kasus<br />

terjadi pada siang hari dengan korban warga dari luar kabupaten dan terjadi<br />

di jalan poros. Korban yang menjadi incaran pelaku adalah perempuan yang<br />

membawa tas, pelaku menggunakan kendaraan bermotor berboncengan<br />

dengan cara memepet motor korban kemudian melakukan penarikan pada<br />

tas korban dan kabur. Pelaku adalah laki-laki dan berumur remaja umur 18<br />

tahun,dengan mengendarai motor dan menarik tas korban. Korban tidak<br />

peduli pada korban.<br />

C. Kebijakan Dalam Pencegahan dan Penanganan Begal<br />

C.1. Kota Makassar<br />

Untuk menekan angka kriminilitas di Kota Makassar, pemerintah kota<br />

menggalakkan “Program Loranta”. Program ini penting, mengingat lorong<br />

merupakan salah satu sumber persoalan sosial termasuk kriminalitas.<br />

Pembangunan lorong-lorong di Kota Makassar berdampak positif terhadap<br />

perubahan prilaku masyarakat. Salah satunya, angka kriminalitas dan<br />

tawuran antar warga di Kota Makassar bisa ditekan. Penataan lorong-lorong<br />

di Kota Makassar membantu masyarakat menjadi lebih produktif dan<br />

cenderung tidak berpikir negatif dengan penerangan lorong yang semakin<br />

baik.<br />

Selain itu penggalakan kegiatan patroli malam -- guna menekan<br />

perbuatan kriminal (penjahat bermotor). Pemasangan lampu untuk menerangi<br />

91


setiap sudut kota. Sementara dibidang kesehatan dilakukan pengawasan<br />

terhadap apotik agar obat yang dapat merusak diawasi agar tidak beredar di<br />

kalangan anak muda. Sedangkan Kominfo memaksimalkan CCTV.<br />

Pemerintah kota mengambil kebijakan dengan target 2019 akan terpasang<br />

1000 CCTV pada semua gedung bertingkat 3 dengan koneksi alat tersebut<br />

dengan kantor Walikota Makassar. Alat perekam itu akan membantu aparat<br />

pemerintah meminimalisasi aksi kejahatan.<br />

Pemerintah melakukan kegiatan konsolidasi masyarakat untuk<br />

bersama-sama menjaga keamanan kota. Pemerintah akan mengembalikan<br />

fungsi masyarakat dengan kembali mengefektifkan ronda malam guna<br />

menjaga keamanan dan ketertiban bersama. Kepolisian Daerah Sulawesi<br />

Selatan memerintahkan jajarannya mulai ditingkat Polrestabes Makassar dan<br />

Polsek-polsek di 14 kecamatan berpatroli secara aktif untuk memberantas<br />

kelompok dan penjahat bermotor yang berbuat tindakan kriminalitas.<br />

Mengingat bahwa umumnya pelaku adalah usia sekolah SMP dan<br />

SMA, maka peran kalangan pendidik di setiap sekolah sangat penting guna<br />

menanamkan daya tangkal secara dini bagi anak dan kalangan<br />

remaja/pelajar untuk menjauhi dan tidak terlibat di dalam geng motor.<br />

Dibidang hukum dikembangkan program yang disebut Anak berhadapan<br />

dengan hukum, melibatkan unsur kepolisian, pengacara dan mereka sudah<br />

paham tugasnya,” program lain, yaitu melakukan penguatan kelompok anak<br />

di tingkat kecamatan, kelurahan.“Misalnya mereka dikumpulkan menggali<br />

potensi yang dimiliki, dan ini tergabung dalam Forum anak kecamatan<br />

serta kelurahan. “Program ini untuk menghadirkan kota layak anak yang<br />

nyaman, dan memang peran semua pemegang kebijakan ini sangat<br />

dibutuhkan.<br />

C.2. Kota Parepare<br />

Kota Parepare tidaklah termasuk sebagai daerah tingkat kriminalitas<br />

tinggi di Sulawesi Selatan, namun demikian pemerintah kota tetap<br />

menempatkan masalah kriminalitas hal yang perlu mendapat perhatian<br />

92


mengingat kejahatan merupakan masalah yang menjadi penghambat<br />

kemajuan dan kenyamanan kota.<br />

Pemerintah kota Parepare dalam menekan angka kriminal,<br />

dikembangkan program peduli lorong yang tidak hanya menambah keindahan<br />

dan penerangan lorong, tetapi juga bertujuan untuk menekan angka<br />

kriminalitas. Sinergitas dengan pemerintah kota. Program peduli lorong dan<br />

polisi temanta yang memiliki sasaran sama yakni menciptakan keamanan<br />

ditengah masyarakat.<br />

Polresta Parepare, intens melakukan patroli hingga malam dan operasi<br />

cipta kondisi, guna menciptakan suasana yang tertib dan aman bagi warga<br />

Kota Parepare. Selain aktif melakukan patroli, polres melakukan sosialisasi<br />

ke masyarakat agar menempatkan dan menyimpan kendaraannya dengan<br />

baik guna menghindari terjadinya aksi pencurian bermotor. Tindakan<br />

pencegahan dilakukan dengan mengedukasi warga supaya tidak lalai dalam<br />

menyimpan kendaraan dengan mengarahkan agar motor tidak disimpan<br />

diluar pagar. Jika malam rumah ditutup dan dikunci pagarnya apalagi jika<br />

motor ada di pekarangan rumah. Untuk memperluas penekanan pada angka<br />

kejahatan keseluruhan digalakkan Program Patroli Multi Kejahatan (PMK).<br />

Program ini sasarannya adalah menyisir lingkup kehidupan masyarakat<br />

termasuk kejahatan yang tidak memiliki korban<br />

Data menunjukkan bahwa kelompok yang rawan untuk menjadi Begal<br />

adalah remaja usia SMP dan SMA., karena itu maka pemerintah Kota<br />

Parepare Program Peduli Pesantren, dan Program penerangan Kawasan<br />

yang terfokus awalnya pada wilayah lorong dengan melakukan revitalisasi<br />

lorong dan peningkatan penerangan lorong dan beberapa titik yang dianggap<br />

penting.<br />

Program Walikota Parepare dengan melakukan Program Peduli lorong,<br />

tidak hanya bertujuan untuk memperindah dan memberikan penerangan<br />

lorong-lorong yang ada di Kota Parepare, ternyata juga berdampak pada<br />

turunnya angka kriminalitas. Angka kriminalitas sebelum ada program peduli<br />

lorong 29 kasus tahun 2015¸dan pada tahun 2016 ini, angka tindak kejahatan<br />

curanmor menurun dengan 18 kasus. Hal ini juga didukung dengan survey<br />

93


yang dilakukan lembaga Celebes Research Center (CRC) yang melakukan<br />

survey pada tahun 2015 yang lalu, melaporkan bahwa tingkat kepuasan<br />

keamanan di Kota Parepare, mencapai 92 persen.<br />

Program peduli lorong berdampak pada meningkatnya perekonomian<br />

masyarakat yang bermukim dilorong-lorong kota karena lampu lorong<br />

membuat aktifitas warga pada malam hari juga semakin meningkat. Peduli<br />

lorong tidak hanya keindahan, penerangan, yang pada akhirnya kenyamanan<br />

dan keamanan warga dalam menjalankan aktifitasnya. Peduli lorong<br />

ditingkatkan dengan program peduli lingkungan yang akan menyasar jalanjalan<br />

utama yang minim pencahayaan. Peningkatan kondisi keamanan di<br />

Kota Parepare diikuti dengan “Program Polisi Temanta” yang memberikan<br />

layanan cepat dan patroli rutin pada wilayah yang tergolong rawan kejahatan.<br />

Program peduli lorong tahun 2015 berhasil memasang 1.615 titik lampu dan<br />

463 lorong yang ada di Kota Parepare, dan sampai Juni tahun 2016<br />

terpasang 750 titik mata lampu baru. Berdasarkan data dari pihak kepolisian,<br />

jumlah laporan masyarakat mengenai aksi pencurian yang disertai kekerasan,<br />

utamanya pada malam hari justru makin meningkat.<br />

Program walikota peduli lingkungan dan program kepolisian “Polisi<br />

temanta” yang memberikan layanan cepat dan sigap atas setiap laporan<br />

terkait dengan keamanan memberi pengaruh terhadap menurunnya<br />

kejahatan. Beberapa daerah yang sebelumnya layanan dan menjadi prioritas<br />

tahun 2015 untuk menekan kejadian kejahatan dengan kekerasan, sangat<br />

terasa manfaatnya dalam menciptakan keamanan lingkungan termasuk aksi<br />

kejahatan dan begal.<br />

Kasus Kecamatan Bacukiki: Tahun 2012 salahsatu wilayah yang<br />

pernah disebut-sebut sebagai daerah yang rawan “begal”, sejak tahun 2015<br />

kecamatan Bacukiki yang terletak di daerah pegunungan, diakui sebagai<br />

daerah teraman di Kota Parepare. Muhammad Said Gani, salah seorang<br />

tokoh masyarakat Kecamatan Bacukiki dari Kelurahan Galung Maloang,<br />

bahwa sejak kerjasama intensif Kepolisian dengan pemerintah kelurahan<br />

desa melalui program „Polisi Temanta‟, yang memberikan layanan cepat<br />

dengan respon yang cepat dan sigap, maka masyarakat juga aktif melakukan<br />

94


pengawasan dan pemantauan keamanan lingkungan masing-masing. Polisi<br />

senantiasa melakukan patroli rutin ditempat yang rawan. Pemerintah kota<br />

dengan program peduli lingkungan menambah penerangan disemua tempat.<br />

Khususnya ditempat yang rawan.<br />

Untuk tindak kejahatan di jalanan (begal) Polisi membentuk tim<br />

khusus anti begal. disebut tim Taktis. Tim Taktis berisi sejumlah personel<br />

terbaik dari berbagai fungsi atau satuan. diberikan pelatihan khusus di Markas<br />

Brimob Detasemen B Pelopor Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan yang<br />

bermarkas di Kota Parepare.<br />

D. Faktor Penyebab Muncul Pelaku Begal<br />

D.1. Faktor Eksternal<br />

Faktor eksternal, meliputi: Pola hubungan dan/atau kepedulian dalam<br />

masyarakat antara sesama warga masyarakat, penegakan aturan dari<br />

penegak hukum untuk semua masyarakat (yaitu: ada standar hukum yang<br />

sama untuk semua anggota masyarakat), kondisi rumahtangga dan keluarga<br />

dan pola hubungan yang berkembang dalam rumahtangga, lingkungan<br />

sebaya atau teman sepermainan yang dapat membawa anggota kepada<br />

perilaku kelompok yang dapat dan tidak bertentangan dengan perilaku yang<br />

menyimpang, Keadaan Ekonomi rumahtangga dan masyarakat yang<br />

memberikan ruang aktivitas dan masyarakat untuk dapat memenuhi<br />

kebutuhannya, pola pergaulan yang buruk yang dapat mempengaruhi<br />

anggotanya untuk berperilaku menyimpang, adanya sarana berupa sepeda<br />

motor dapat menjadi penunjang keperilaku baik dan rtidak baik, pengawasan<br />

dari orang tuanya yang lemah dan bahkan tidak peduli dengan<br />

perkembangan kehidupan anaknya, dan tontonan/video game yang<br />

mengajarkan kekerasan dan tidak mendidik yang menumbuhkan perilaku<br />

menumbuhkan gaya komsumtif dan kekerasan.<br />

Faktor penyebab terjadinya aksi kekerasan atau pembegalan yang<br />

merupakan faktor eksternal adalah sebagai berikut.<br />

1. Melemahnya kepedulian antara warga masyarakat yang ditunjukkan pada<br />

pola hubungan/interaksi baik frekwensi dan kualitasnya, di Kota Parepare<br />

95


pola hubungan antara masyarakat jauh lebih baik dibanding di Kota<br />

Makassar. Keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan keamanan di<br />

Parepare jauh lebih baik dan terbukti mampu menurunkan angka<br />

kriminalitas. Seperti ditunjukkan di Kecamatan Bacukiki. Aksi begal<br />

dilakukan selalu pada tempat dimana sistem pengamanan seperti ronda<br />

dan kondisi sepi dan dilakukan setelah magrib sampai tengah malam di<br />

Kota Parepare, Di kota Makassar keterlibatan masyarakat dan kepedulian<br />

yang rendah merupakan salahsatu faktor tingginya kriminalitas.<br />

2. Penegakan hukum yang lemah menjadi faktor bertambahnya aksi begal,<br />

Pelaku begal yang tertangkap bukan pelaku baru, pemberian hukuman<br />

justru tidak menimbulkan efek jerah. Anak-anak remaja yang beroperasi<br />

dilapangan selalu dilakukan oleh sekawanan yang justru senior selalu<br />

berada dalam otak pembegalan dan tidak tampil. Salahsatu faktornya<br />

adalah pertimbangan usia menyebabkan lemahnya hukuman, perilaku<br />

sadis dalam melaksanakan aksinya dari mereka yang berumur muda lebih<br />

dibanding yang berumur tua.<br />

3. Rumahtangga dan keluarga, hilangnya orientasi kehidupan remaja karena<br />

disfungsi keluarga. Anak yang lahir dari keluarga bermasalah berpotensi<br />

menimbulkan pribadi yang bermasalah. Minimal, tumbuh kembangnya<br />

kurang optimal. Beberapa kasus anak-anak pelaku begal di Kota<br />

Makassar mengambarkan akan hal ini. Penelusuran terhadap beberapa<br />

kasus dilingkungan rumahtangga ternyata pelakunya adalah korban pola<br />

asuh sehingga perkembangannya kurang arah, kondisi keluarga yang<br />

tidak mendukung sehingga anak berkembang tidak optimal dan labil.<br />

4. Beberapa pelaku yang tertangkap di Kota Parepare, dikarenakan karena<br />

pergaulan yang buruk dan lingkungan sebaya, khususnya anak remaja<br />

-- mereka terlibat hanya ikut-ikutan dan akhirnya mengikuti temannya agar<br />

tidak terkucilkan, bahkan akhirnya menjadi sumber untuk memenuhi<br />

kebutuhan kelompoknya.<br />

5. Pengaruh lingkungan dan teman sebaya. Salah satu pelaku begal<br />

berdasarkan pengakuannya karena berinteraksi atau bergabung dengan<br />

teman yang berinteraksi dengan teman atau lingkungan sosial yang<br />

96


terbiasa melakukan kekerasan akan permisif dengan perilaku kekerasan.<br />

Sehingga melakukan pembegalan adalah suatu yang biasa dan<br />

menganggap tindakan pembegalan sebagai hal yang tidak melawan<br />

hukum.<br />

6. Kebutuhan ekonomi, dan tidak memiliki pekerjaan atau menganggur,<br />

dari keterangan pihak kepolisian Parepare merupakan faktor yang<br />

mendominasi aksi begal di Kota Parepare. Di Kota Makassar mereka<br />

yang berumur diatas 25 tahun melakukan aksi begal karena untuk<br />

memenuhi kebutuhan ekonomi, tidak memiliki pekerjaan lain yang cukup<br />

untuk memenuhi kebutuhannya. Bagi mereka yang berumur muda faktor<br />

ekonomi bukanlah menjadi faktor yang dominan.<br />

7. Beberapa pelaku yang tertangkap di Kota Makassar, dikarenakan karena<br />

pergaulan yang buruk dan lingkungan sebaya, khususnya anak remaja<br />

-- mereka terlibat hanya ikut-ikutan dan akhirnya mengikuti temannya agar<br />

tidak terkucilkan, bahkan akhirnya menjadi sumber untuk memenuhi<br />

kebutuhan kelompoknya untuk tetap dapat berkumpul-kumpul.<br />

8. Kurangnya pengawasan orangtua dan masyarakat atas anak dan<br />

kelompok remaja menjadikian aksi yang semula dilakukan dengan tidak<br />

terencana atas ajakan teman, akhirnya menjadi aksi yang direncanakan<br />

yang selanjutnya dilakukan berulang-ulang dengan kelompoknya. Faktor<br />

ini banyak dilakukan oleh kawanan begal berusia muda.<br />

9. Perkumpulan di pusat game atau rumah game dengan permainan judi online<br />

yang semula dilaksanakan kecil-kecilan yang kemudian menjadi<br />

pekerjaan. Kebiasaan melihat tontonan dan aktivitas berjudi dan<br />

kekerasan membentuk perilakunya untk melakukan kekerasan yang diikuti<br />

dengan kebutuhan untuk berjudi dan membayarar tontonan dan game.<br />

Salah seorang pelaku begal berhenti dari sekolah di SMP karena<br />

keseringan bermain Game online dengan taruhan yang kemudian dengan<br />

ajakan temannya melakukan pembegalan, dan merasa sesuatu dengan<br />

mudah dapat diperoleh dan akhirnya menjadikan pekerjaan yang<br />

kemudian dilakukan berulang-ulang. Maraknya game on-line diwarnet dan<br />

warkop yang memungkinkan menonton video kekerasan dan ajaran-<br />

97


ajaran yang membentuk karakter yang berpotensi untuk melakukan<br />

kekerasan dalam mewujudkan tujuannya.<br />

10. Adanya kesempatan yang diperlihatkan oleh korban yang menarik pelaku<br />

untuk melakukan pembegalan. Umumnya pembegalan dilakukan oleh<br />

kawanan pembegal karena terjadi saat korban memperlihatkan celah<br />

untuk di begal, misalnya: sendiri di jalan sepi, dibonceng dengan<br />

memperlihatkan tas yang dijambret dan memperlihatkan Hand-phone saat<br />

berada dijalanan.<br />

11. Remaja umumnya pemain baru, pemain lama justru berada di balik<br />

layardengan merekrut remaja untuk melakukan aksinya secara<br />

berkelompok, Para senior begal menjadikan anak berumur remaja untuk<br />

melakukan aksi begal dijalanan dengan jaminan perlindungan.<br />

12. Tempat yang sepi dan tidak sistem pengamanan dimanfaatkan untuk<br />

melakukan aksi begal.<br />

D.2. Faktor Internal<br />

Faktor internal (terkait dengan kondisi yang melekat dalam diri individu,<br />

misalnya: Motivasi yang terkait dengan aspek ekonomi seperti pemenuhan<br />

kebutuhan, pola berpikir instans yang tidak mau kerja dan ingin hidup enak<br />

dan cepat-- yang diikuti keinginan bebas lepas dari ikatan rumahtangga dan<br />

orang sekitarnya, keputusan yang hedonistik yang cenderung ingin<br />

menonjolkan diri dengan memiliki materi yang bernilai tinggi dimasyarakat,<br />

heroisme/Bulkying yang berkeinginan menampilkan kekuatan dengan<br />

melakukan tekanan pada orang lain, perilaku pemberontak (Atavistik) yang<br />

selalu melawan aturan dan menginginkan ketidak-stabilan, tidak bekerja atau<br />

tidak ada kesibukan, merasa kurang perhatian dari keluarganya, Rasa ingin<br />

tahu atau penasaran, Rasa peduli pada hak orang lain, Rasa takut terhadap<br />

hukum.<br />

Faktor internal yang menyebabkan perilaku begal, adalah sebagai<br />

berikut:<br />

98


1. Motivasi Ekonomi individu bukanlah menjadi faktor dominan, bagi mereka<br />

begal hanyalah untuk kebutuhan sesaat dengan kelompoknya untuk<br />

berhura-hura – bukan karena untuk biaya hidup yang mendasar.<br />

2. Pola pikir instant menjadikan anak-anak tidak mau bekerja keras untuk<br />

mendapatkan hasil, pembentukan karakter ini banyak terjadi pada anakanak<br />

yang mempunyai kemampuan ekonomi baik dengan kemudahan<br />

saat awal pembentukannya, karena cara berpikir anak yang serba instan<br />

dalam menginginkan sesuatu, mencari cara mudah-mudah tanpa mau<br />

bekerja, sehingga mudah sekali untuk melakukan kejahatan untuk<br />

memenuhi keinginan yang mau cepat dan mudah. Dihubungkan dengan<br />

perilaku pembegalan adalah bagaimana mendapatkan sesuatu dengan<br />

cara instan. Ia ingin mendapatkan sepeda motor dan hand phone dengan<br />

instan merupakan faktor dominan dari begal muda, misalnya<br />

mendapatkan hand phone dan hidup berhura-hura dengan kelompoknya.<br />

3. Perilaku hedoisme untuk memperoleh benda-benda yang mempunyai nilai<br />

yang tinggi, dan berkeinginan untuk memperoleh barang secara cepat dan<br />

instan, Misalnya: motor yang bagus sehingga tergoda untuk memilikinya<br />

secara cepat dan instan yang akhirnya tergoda untuk melakukan<br />

pembegalan dan mengambil hak milik orang lain secara tidak legal alias<br />

dengan aksi pembegalan. Layanan hiburan yang membutuhkan uang<br />

untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan kelompok untuk menikmati<br />

hiburan yang semakin banyak diperkotaan dengan biaya tinggi mendorong<br />

untuk mendapatkan uang dengan cara mudah dengan melakukan aksi<br />

begal.<br />

4. Proses pertumbuhan anak dalam lingkungan pergaulannya baik di sekolah<br />

atau lingkungan bermain yang sering di bullying kan menyebabkan saat<br />

remaja untuk melakukan kekerasan sebagai wujud pelampiasan dendam<br />

dan menampilkan dirinya sebagai herois, hal ini tidak diperoleh<br />

keterangan bahwa faktor ini menjadi faktor dominan.<br />

5. Faktor Perhatian Keluarga, pola asuh keluarga yang tidak maksimal dan<br />

tidak efektif, perhatian yang minim dari orang tua sangat berpengaruh<br />

99


terhadap perilaku seorang anak, yang kemudian mudah untuk melakukan<br />

tindakan melawan hukum.<br />

6. Kurangnya kesibukan atau pekerjaan memudahkan anak-anak untuk<br />

dapat bergaul dengan kelompok sebaya, sehingga sangat mudah untuk<br />

mendapat pengaruh untuk melakukan tindakan kejahatan berkelompok.<br />

Pengajaran disekolah yang kurang menyibukkan dan disenangi murid<br />

menjadi penyebab anak-anak bermain diluar waktu sekolah, sehingga<br />

member kesempatan untuk bergaul dengan kawanan yang rentang<br />

dengan pelaku kejahatan.<br />

7. Pengaruh obat-obatan atau narkotik berpengaruh untuk pelaku melakukan<br />

aksi begal, beberapa pelaku saat tertangkap merampok korbannya dalam<br />

pengaruh menggunakan narkoba. ada kaitan erat antara begal dan<br />

penyalahgunaan narkoba, remaja sangat rentan terpengaruh oleh<br />

lingkungannya.<br />

8. Banyak arena-arena diluar rumah yang berpotensi untuk menyalurkan<br />

rasa ingin tahu dari remaja, yang kadang tidak dipandu danang dicari yang<br />

justru kadang berpotensi memperoleh perilaku jahat yang justru<br />

menyenangkan.<br />

9. Kebiasaan untuk tidak mempunyai kepedulian pada orang lain akan<br />

berpotensi untuk tidak memiliki rasa pedulian sehingga dengan mudah<br />

melakukan perilaku menyimpan yang merugikan orang lain termasuk<br />

tindakan begal.<br />

10. Kebiasaan berbuat salah dan melakukan tindakan yang menyimpan tanpa<br />

saksi, akhirnya anak terbiasa untuk tidak memperhitungkan resiko dan<br />

hukum.<br />

Dengan memperhatikan karakteristik dari pelaku begal yang umumnya<br />

dibawah umur atau remaja dengan umur antara 14 – 19 tahun, yang dalam<br />

melaksanakan pembegalan sangat sadis, maka beberapa hal yang dinilai<br />

dominan menjadi penyebab munculnya perilaku begal adalah sebagai berikut:<br />

1. Marakmya budaya konsumerisme dan materialisme. Industri gadget dan<br />

otomotif (sepeda motor) menjadi sesuatu yang harus senantiasa diikuti,<br />

mendorong munculnya perilaku hedonism dan untuk memenuhinya secara<br />

100


muda adalah melakukan pembegalan atau memperoleh dengan cara<br />

kejahatan.<br />

2. Media, khususnya film serta games. banyak yang menampilkan adegan<br />

kekerasan secara vulgar yang seolah mengajari penontonnya untuk bisa<br />

melakukan hal tersebut. Remaja mencoba mengaktualkannya dengan<br />

melakukan kekerasan seperti pembegalan.<br />

3. Lemahnya pengawasan sosial, satu sama lain kurang peduli, sistem<br />

keamanan seperti ronda juga sudah jarang yang melakukannya,<br />

memudahkan tumbuhnya dan perbuatan pembegalan dalam lingkungan<br />

masyarakat.<br />

4. Pendidikan disekolah yang kurang membuat anak tidak betah untuk<br />

mengikuti pelajaran yang diikuti dengan kedisiplinan, sehingga murid dan<br />

siswa dapat berkeliaran ditempat keramaian menjadi ruang untuk<br />

menciptakan pergaulan diluar kelompok belajarnya dan terserat dalam<br />

pergaulan kawanan begal.<br />

5. Mudahnya menjual hasil rampasan seperti telpon dan motor, menjadikan<br />

pekerjaan ini sifatnya instan dan mudah yang relatif dapat memenuhi<br />

kebutuhan kelompok dan gaya hidup hedonism, konsumerisme.<br />

6. Perekonomian negara masih belum cukup baik, kecenderungan harga<br />

kebutuhan pokok meningkat, berbanding terbalik dengan penghasilan,<br />

sementara mendapatkan pekerjaan bukanlah pekerjaan yang mudah .<br />

7. Terbatasnya lapangan pekerjaan untuk masyarakat kelas bawah bisa<br />

memacu orang mencari jalan lain untuk mendapatkan uang, salah satunya<br />

membegal menjadi cara praktis untuk memenuhi kebutuhan hidup.<br />

8. Kebutuhan tambahan untuk kegiatan, seperti uang untuk pacaran,<br />

membeli rokok, atau membeli minuman keras .dan obat-obatan serta<br />

narkotik.<br />

E. Peranan Stakeholders Dalam Penanganan Begal<br />

E.1. Penanganan Begal di Kota Makassar<br />

Mengawasi pergerakan begal yang semakin brutal pemerintah kota<br />

bersama polisi dan TIN bekerjasama dengan melakukan patroli-patroli. Lurah<br />

101


diminta untuk turun bersama dengan tenaga pengamanan untuk<br />

mengindifikasi kawanan dan warga yang potensial diduga sebagai pelaku<br />

begal. Pemerintah Kota dalam penanganan begal mengembangkan konsep<br />

pengamanan berbasis masyarakat dengan mengembangkan ketahanan<br />

lingkungan, dimana RT/RW dapat melakukan deteksi dini terhadap pelaku<br />

begal. Pemerintah kota meningkat peran forum warga, dan melakukan<br />

langkah struktural dengan kerjasama dengan polisi dan TNI.<br />

RT dan RW semua jajaran diminta mendatangi semua warganya yang<br />

diperkirakan menjadi pelaku begal, termasuk berupaya menemukan hal-hal<br />

yang dianggap pemicu perilaku begal dalam lingkungannya. Polisi dengan<br />

Program polisi temanta, adalah upaya mendekatkan polisi dengan rakyat<br />

sehingga masyarakat bersama polisi bersama-sama mencegah terjadi aksi<br />

begal dan tumbuhnya pelaku begal dalam lingkungan tempat tinggalnya.<br />

Program kesejahteraan social yang secara khusus melakukan<br />

penanganan terhadap begal belum ada, namun masalah anak jalanan adalah<br />

menjadi perhatian. Anak jalanan dinilai kelompok yang rawan direkrut untuk<br />

melakukan aksi begal. Penanganan terhadap anjal adalah tugas dinas sosial<br />

agar anak jalanan dapat dilakukan pembinaan agar jauh dari pengaruh<br />

kelompok dan sebaya untuk melakukan kejahatan.<br />

E.2. Penanganan Begal di Kota Parepare<br />

Peranan pemerintah Kota Parepare dalam penanggulangan dan<br />

mencegah berkembangnya aksi begal. Di Kota Parepare pemerintah<br />

mengembangkan program peduli lingkungan dan peduli lorong. Program<br />

peduli lorong adalah menata lorong agar dapat berfungsi untuk memberi<br />

pendapatan baru bagi masyarakat lorong dan membuat lorong terasa<br />

nyaman dan menghapus dari kekumuhan sekaligus berfungsi sebagai tempat<br />

bermain yang sehat. Untuk program ini, pemerintah kota membuat lorong<br />

menjadi bersih dengan memberikan penerangan yang cukup, sehingga<br />

kehidupan lorong tidak sepi. Diharapkan dengan program ini kehidupan<br />

lorong benar dirasakan dengan semakin maraknya aktivitas dilorong dapat<br />

menekan angka criminal/kejahatan.<br />

102


Kapoltres Parepare untuk mengurangi aksi kejahartan begal maka<br />

dilaksanakan program “Polisi Temanta” suatu program yang memberikan<br />

upaya tanggap dan sigap dalam memberikan layanan maksimal, sambil<br />

melakukan patroli rutin ditempat-tempat yang dianggap rawan begal. Polisi<br />

bersama pemerintah menumbuhkan pengamanan mandiri dengan melibatkan<br />

masyarakat untuk menjaga dan berupaya tidak terjadinya aksi kejahatan<br />

disekitar tempat tinggalnya.<br />

Masalah begal umumnya masih dianggap adalah masalah<br />

kejahatan, terkait sebagai masalah sosial Dinas Sosial dan Kesejahteraan<br />

Masyarakat Kota Parepare secara khusus belum dibuatkan program khusus,<br />

ada kaitan dengan munculnya perilaku kejahatan maka dilaksanakan<br />

penanganan pada anak-anak jalanan (Anjal) dengan memberikan<br />

penanganan khusus yang memberikan keterampilan dan pendidikan atau<br />

mengembalikannya kedalam lingkungan keluarga, melalui panti sosial jumlah<br />

anjal dapat berkurang. Pada tahun 2016 anjal yang ada di Parepare berasal<br />

dari luar Parepare.<br />

Dalam banyak kasus anak-jalanan di Parepare berasal dari<br />

Makassar, mereka kemudian menyebar diper-empatan jalan dan<br />

menggunakan taman-taman kota untuk bermalam. Untuk pembinaan seperti<br />

itu, maka mereka dibawah kepanti sosial untuk direhabilitasi yang selanjutnya<br />

menunggu hubungan daerah asalnya untuk menjemput.<br />

Keseimbangan antara Pemerintah, Penegak Hukum, dan Budaya<br />

dalam memperbaiki kehidupan sosial masyarakat, sehingga peran keluarga<br />

sebagai pengontrol utama sosial seharusnya dapat lebih mengawasi anakanak<br />

remaja. Pemerintah juga tidak hanya melihat dari ekonominya saja<br />

melainkan suatu pemberdayaan keluarga juga, penegak hukum harus lebih<br />

waspada dan melihat kejadian-kejadian sosial dengan lebih cermat dan tegas<br />

sehingga masyarakat tidak berlebihan dengan rasa cemas dan khawatir<br />

dengan aparat yang tegas dan cermat.<br />

F. Mencegah dan Mengatasi Tindakan Begal<br />

103


Upaya pencegahan muncul pembegal baru haruslah memperhatikan<br />

bagaimana seseorang menjadi begal, Karena itu hal yang perlu dilakukan,<br />

yaitu:<br />

1. Desakan kebutuhan ekonomi sementara tidak terpenuhi karena tidak<br />

bekerja atau menganggur mendorong seorang melakukan tindakan begal,<br />

untuk mencegahnya perlu pembinaan agar masyarakat mampu bekerja<br />

dan memperoleh pendapatan yang cukup untuk memenuhi kebutuhannya.<br />

Masyarakat secara bersama haruslah memperhatikan kelompok yang<br />

berpendapatan rendah agar dapat memperoleh pekerjaan sehingga<br />

dengan pekerjaannya tersebut dapat memperoleh pendapatan yang<br />

mampu membiaya kebutuhannya.<br />

2. Kelompok-kelompok remaja atau teman sebaya perlu dipantau aktivitas<br />

dan diarahkan semua pihak sehingga kesempatan untuk melakukan<br />

penyimpangan sosial tidak ada. Rumahtangga, sekolah, dan forum<br />

rumahtangga RT dan RW berperan dalam melakukan pembinaan dan<br />

pantaun terhadap kelompok yang ada dilingkungannya agar perilaku<br />

menyimpan dapat ditekan.<br />

3. Pengawasan pada pusat game yang memberikan layanan game untuk<br />

secara selektif menyediakan program-progran game yang berpotensi<br />

untuk mendorong seseorang berperilaku keras dan melakukan perilaku<br />

menyimpang atau menjadi begal. Aktivitas disekolah tidak memberikan<br />

kesempatan untuk peserta didik untuk tidak belajar dengan menciptakan<br />

pola hubungan yang membuat peserta didik tidak berkesempatan untuk<br />

memikirkan hal-hal yang dapat membuatnya melakukan aksi yang<br />

berlawanan dengan hukum.<br />

4. Peranan rumahtangga atau keluarga untuk melakukan pembinaan dan<br />

pengawasan kepada anggota keluarga dan secara terencana menyusun<br />

program aksi bagi anggota keluarga sehingga tidak berkesempatan untuk<br />

memikirkan hal yang dapat membuatnya mendekati pekerjaan yang dapat<br />

menjadikannya sebagai pelaku yang menyimpang.<br />

104


5. Menumbuhkan pandangan bahwa untuk mendapatkan sesuatu hanya<br />

mungkin dengan berusaha dan berdoa, perilaku yang selalu memudahkan<br />

dan mau cepat berpotensi untuk menjadikan seseorang untuk menyimpen.<br />

Mengembangkan sistem pengamanan yang melibatkan semua orang untuk<br />

turut serta menciptakan rasa aman bagi anggotanya, misalkan : membuat oranisasi<br />

pengamanan mandiri. Lebih jelas lihat bagan khirarkhi kelompok Kerja<br />

(POKJA).<br />

Secara hukum Kebijakan ditetapkan dengan keputusan Walikota atau<br />

ditingkatkan menjadi PERDA. Berikut Bagan khirarkhi POKJA.<br />

UNSUR<br />

POKJA<br />

PEMERINTAH <strong>MASYARAKAT</strong> PENEGAK HUKUM<br />

Kota Walikota Perwakilan<br />

Polres<br />

Kecamatan<br />

Kecamatan Kecamatan Perwakilan Kelurahan Polsek<br />

Kelurahan Kelurahan Ketua (RW) Binmas<br />

Rukun Warga Ketua RW Ketua-Ketua RT Kader Polisi (Bimmas)<br />

Agar perilaku begal memberikan efek jerah maka penegakan hukum<br />

perlu dilaksanakan secara tegas dan berkeahilan dan menimbulkan efek jerah<br />

pada pelaku, karena itu penegak hukum haruslah mempunyai kewenangan<br />

dalam mewujudkan keamanan dan ketertiban. Bagaimana penegak hukum<br />

menggunakan hak diskresinya dalam memberantas begal haruslah ada<br />

kerjasama dan pandangan yang sama dalam tujuan penanganan begal,<br />

seperti berikut:<br />

1. Aparat Kepolisian: Salah satu peran aparat kepolisian dalam<br />

mewujudkan keamanan dan ketertiban masyarakat, adalah melalui<br />

tindakan diskresi. Dalam melakukan diskresi -- secara yuridis diatur pada<br />

pasal 18 UU No. 2 Tahun 2002 yaitu “ Untuk kepentingan umum, pejabat<br />

Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas dan<br />

105


wewenangnya dapat bertindak menurut penilaiannya sendiri“, hal tersebut<br />

mengandung maksud bahwa seorang anggota Polri yang melaksanakan<br />

tugasnnya di tengah- tengah masyarakat seorang diri, harus mampu<br />

mengambil keputusaan berdasarkan penilaiannya sendiri apabila terjadi<br />

gangguan terhadap ketertiban dan keamanan umum atau bila timbul<br />

bahaya bagi ketertiban dan keamanan umum.<br />

Dalam menerapkan diskresi, aparat kepolisian dituntut untuk mengambil<br />

keputusan secara tepat dan arif. Terminologi diskresi di lembaga<br />

kepolisian disebut sebagai diskresi kepolisian, biasanya berupa<br />

memaafkan, menasihati, penghentian penyidikan dan lainnya tembak di<br />

tempat pelaku kejahatan atau begal yang memang dianggap<br />

membahayakan warga dan petugas. Namun, Tindakan tembak di tempat<br />

tersebut dilakukan oleh petugas di lapangan terutama anggota buser jika<br />

memang benar-benar dalam situasi terdesak dan membahayakan jiwa<br />

petugas. Tembak di tempat ini harus terukur dimana pelaku dalam kondisi<br />

sangat membahayakan .<br />

2. Peran Jaksa: Ketika jaksa menangani kasus pembegalan, sebaiknya<br />

jaksa membangun kordinasi dengan kepolisian, sehingga pembuatan<br />

berita acara di kepolisian dan pembuatan surat dakwaan kepada pelaku<br />

dapat dibuat dengan cermat, lengkap, dan teliti serta dengan waktu yang<br />

efisien dan efektif, sehingga pelaku dapat segera dihukum dan akan<br />

memberi efek jerah bagi pelaku begal.<br />

G. Dampak Aksi Begal<br />

Perilaku pembegal akan memberikan dampak pada korban begal,<br />

pelaku dan masyarakat. Bagi korban begal menimbulkan trauma, bisa cacat<br />

bahkan meninggal yang tentu berdampak pada keluarga korban. Pada<br />

masyarakat perilaku begal menimbulkan rasa tidak aman dan rasa kuatir<br />

sehingga aktivitas lainnya dapat terganggu bahkan dalam banyak hal perilaku<br />

pembegalan mendorong main hakim sendiri terhadap pelaku begal bila<br />

tertangkap oleh masyarakat.<br />

106


Terhadap pelaku begal tidak semua berdampak pada sikap jerah bila<br />

tertangkap karena selepas dari hukumannya bahkan kausalitas pembegalan<br />

semakin sadis, pelaku begal ditengah masyarakat cenderung ditolak atau<br />

tersisih dalam kehidupan masyarakat, sehingga mendorong perilaku memilih<br />

jalan hidup sebagai pembegal yang semakin sadis dan menjadikan sebagai<br />

sumber pendapatan.<br />

Aksi begal menimbulkan dampak pada pelaku, korban dan<br />

masyarakat, berikut dampak dari begal:<br />

1. Dampak pada korban begal, bagi korban begal memberi dampak secara<br />

phisik, phisikis, dan kerugian material. Secara phisikis korban trauma yang<br />

menyebabkan munculnya keraguan bertindak dan kurang percaya pada<br />

lingkungannya. Secara phisik korban bisa mengalami cacat phisik dan<br />

memerlukan waktu yang cukup untuk pemulihan. Adapun kerugian<br />

material berupa barang secara material bernilai dan juga biaya pemulihan<br />

yang timbul akibat begal.<br />

2. Dampak pada pelaku begal, bagi pelaku keberhasilan dalam melakukan<br />

aksi begal dapat menjerumuskan pada kejahatan lainnya karena adanya<br />

hasil begal yang dapat digunakan untuk mengongkosi kegiatan-kegiatan<br />

yang justru terkait dengan perilaku penyimpangan dan seterusnya<br />

semakin membuat keinginan untuk melakukan aksi begal semakin<br />

meningkat. Dilain pihak secara phisikis pelaku begal senantiasa merasa<br />

bersalah dan menjadikan dirinya semakin tidak berguna dan mendorong<br />

untuk lebih melakukan aksi menyimpang.<br />

3. Dampak pada masyarakat, bagi masyarakat maraknya aksi begal<br />

menimbulkan dampak pada hilangnya rasa aman, menimbulkan<br />

kecurigaan dan mempengaruhi mobilitas mayarakat sehingga aktivitas<br />

ekonomi sosial terganggu. Secara ekonomi begal menimbulkan kegiatan<br />

ekonomi dengan biaya tinggi bagi industri karena tuntutan pekerja dan<br />

hambatan hubungan diluar masyarakat..<br />

107


BAB VII. KESIMPULAN, SARAN, DAN REKOMENDASI SERTA<br />

IMPLIKASI KEBIJAKAN<br />

A. Kesimpulan<br />

1. Fenomena begal sudah sangat meresahkan karena jumlah dan kualitas<br />

aksi yang cenderung semakin meningkat. Korban sudah tidak bisa<br />

diprediksi perempuan dan laki-laki, dan kelompok pekerja dan umur<br />

tertentu. Kecenderungan pelaku kelompok remaja yang dalam<br />

melaksanakan aksinya sadis. Waktu pembegalan tidak lagi<br />

dilaksanakan diwaktu tertentu dan cenderung bertindak ditempat<br />

keramaian dan wilayah yang ramai. Faktor penyebab terjadinya aksi<br />

begal, adalah: kebutuhan ekonomi (menganggur), pergaulan (ajakan<br />

teman), tontonan dan game, kurangnya pengawasan keluarga,<br />

hilangnya orientasi karena disfungsi keluarga, penegakan hukum yang<br />

lemah, pengaruh narkotik, kesempatan (kondisi tempat begal).<br />

2. Peranan stakeholders dalam penanganan begal masih bersifat parsial<br />

dan koordinasi cenderung lemah. Pelaksanaan fungsi pengamanan<br />

oleh polisi masih bersifat ad-hoc, sehingga aksi begal menunggu<br />

kelengahan dari petugas sehingga muncul aksi perilaku begal<br />

kambuhan.<br />

3. Belum terbangun system yang efektiv cara pencegahan dalam<br />

mengatasi perilaku pembegalan sebagai suatu fenomena yang muncul<br />

dari masyarakat, sehingga penegakan hukum oleh aparat keamanan<br />

sifatnya masih adhoc, polisi hanya membuat tim khusus sementara<br />

pihak pemerintah membuat program yang juga bersifat temporer<br />

bilamana aksi begal marak lagi. Akibatnya masyarakat anggap begal<br />

direspon sesaat oleh aparat dan pemerintah dan pada saat aktivitas<br />

pengamanan melemah maka muncul kembali perilaku begal.<br />

111


B. Saran-Saran<br />

1. Menciptakan wadah produktif agar anggota masyarakat mempunyai<br />

kegiatan pekerjaan atau kegiatan lain di rumahtangga dan/atau<br />

dilingkungan tempat tinggalnya, dan di sekolah-sekolah dengan<br />

menegakkan disiplin tinggi yang tidak memungkinkan peserta didik<br />

berkeliaran diwaktu sekolah dan kegiatan belajar disekolah.<br />

2. Adanya wadah sistem pencegahan dan penanganan agar aktivitas<br />

kejahatan terpantau, penanganan secara cepat bila ada gejala yang<br />

berpotensi untuk timbulnya kejahatan. Polisi senantiasa memantau<br />

kondisi wilayah tugasnya dan melibatkan anggota masyarakat sehingga<br />

sistem pengamanan dapat terdeteksi dengan optimal.<br />

3. Kerjasama pemerintah, masyarakat dan penegak hukum (polisi) terbukti<br />

efektiv bila dilaksanakan dengan baik, sehingga mampu mencegah<br />

munculnya perilaku kekerasan di masyarakat, karena itu perlu dibuat<br />

suatu sistem pencegahan dan penanganan berbasis masyarakat yang<br />

terevaluasi secara priodik untuk memastikan bahwa semua<br />

stakeholders melaksanakan peran dan fungsinya secara tepat.<br />

C. Rekomendasi Kebijakan<br />

1. Ada kebijakan pemerintah keberpihakan terhadap masyarakat marginal<br />

yaitu rumusan sistem pencegahan dan penanganan kekerasan/begal<br />

sebagai panduan agar setiap warga dapat alternatif kegiatan yang<br />

produktif.<br />

2. Membangun koordinasi aturan pembinaan terpadu antar Pemerintah<br />

Provinsi dengan Pemerintahan Kabupaten/Kota, bersama penegak<br />

hukum dan masyarakat dengan merumuskan suatu sistem pencegahan<br />

dan penanggulangan aksi kekerasan begal..<br />

3. Kebijakan adanya wadah teknis social berupa sistem komunikasi<br />

tanggap perkembangan perilaku begal, yang berperan sebagai pusat<br />

informasi aksi pencegahan korban dini pada setiap titik potensi<br />

terjadinya aksi pelaku begal pada tingkat Rukun Warga dan tingkat<br />

kelurahan.<br />

112


D. Implikasi Kebijakan<br />

1. Fasilitas praktis wadah pekerjaan bagi rakyat miskin, juga bagi remaja<br />

pengangguran agar mempunyai kegiatan yang positif bagi<br />

pembentukan karakter dalam lingkungan (Rumahtangga, Rukun<br />

tetangga, dan Rukun Warga). sekolah-sekolah harus ditingkatkan<br />

masa kedisiplinan sehingga tidak memungkinkan anak didik untuk<br />

berbuat yang berpotensi melakukan perilaku kekerasan pada waktuwaktu<br />

sekolah.<br />

2. Terbentuk pokja kantibmas yang memuat dengan jelas peran dan<br />

fungsi setiap stakeholders, secara berjenjang yang terdiri dari unsur<br />

Rukun tetangga, Rukun Warga, dan kader pengamanan binaan<br />

kepolisian. Pengawasan keamanan terhadap tempat berkumpulnya<br />

remaja agar tidak memberikan kesempatan munculnya potensi<br />

kekerasan, melakukan pengawasan yang ketat pada toko obat dan<br />

apotik serta peredaran obat-obat.<br />

3. Kelompok kerja wadah social unsur LSM sebagai wakil masyarakat,<br />

pemerintah, dan keamanan (polisi); Kelompok kerja tingkat<br />

Kecamatan terdiri dari; Pemerintah Kecamatan, Wakil Desa (Wakil<br />

Masyarakat) dan unsur penegak hukum (Unsur Polsek), disebut<br />

POKJA Kecamatan. POKJA Kabupaten/Kota, terdiri dari walikota,<br />

unsur muspida, wakil masyarakat dari kecamatan. Kelompok kerja<br />

bekerja berdasarkan aturan-aturan yang telah disusun, secara<br />

operasional. Membuat buku pedoman kerja pencegahan dan<br />

penanganan kekerasan begal, yang mengurai peranan dari masingmasing<br />

anggota pokja pada berbagai tingkat, dan indikator acuan<br />

sebagai dasar perlunya aksi tanggap dini.<br />

113


DAFTAR PUSTAKA<br />

Adam Smith,1556, The Theory Of Moral Sentimen,dalam buku Amitai,<br />

Azioni, 1982, Ekonomi Moral, Roksadaya, Jakarta<br />

George Ritzer, et, l, 2004, Teoori Sosiologi Modern, PrenadaMedia,Jakarta<br />

Idris Diskominfo Pemkot Parepare "Data Kependudukan Parepare per<br />

2012". Parepare. 18 Maret 2012.<br />

Diskominfo Pemkot Parepare "Sejarah Kota Parepare". Parepare. 24<br />

Januari 2014.<br />

Diskominfo Pemkot Parepare, "Geografis Kota Parepare". 21 Februari<br />

2012.<br />

Bappeas, "Keadaan Daerah dan Penyebaran Penduduk Daerah Sulawesi<br />

Selatan". Jakarta. 7 September 1980.<br />

Bapenas, "Keadaan Daerah dan Penyebaran Penduduk Daerah Sulawesi<br />

Selatan". Badan Perencanaan Pembangunan Nasional RI. 8<br />

April 1985.<br />

BPS, "Pembangunan Daerah Sulawesi Selatan". Badan Pusat Statistik RI.<br />

9 April 1995.<br />

Dinas PU,"Profil Kota Parepare". Departemen Pekerjaan Umum RI. 4<br />

November 2000.<br />

Kominfo Pemkot Parepare "Kebun Raya Jompie, Parepare". 31 Desember<br />

2010.<br />

Kominfo Pemkot Parepare "Wisata Alam Kebun Raya Jompie". Kominfo<br />

Pemkot Parepare. 29 Mei 2012..<br />

Kominfo Pemkot Parepare "Pariwisata Parepare per tahun 2013" (PDF)..<br />

14 Januari 2013.<br />

"Pelabuhan Parepare". PT Pelabuhan Indonesia 4 (Persero). 10 Februari<br />

2014..<br />

Summase, 2014, Teori-Teori Sosial (Biografi, Metodologi, Pemikiran, dan<br />

Karya intelektual Tokoh Sosiologi) Pasca-Sarjana,<br />

Universitas Hasanudd, Makassar<br />

114


Kluckhon dalam Sayogyo, 1972, Sosiologi Pedesaan, Rajaawali-Press,<br />

Jakarta.<br />

Mikkeelssen, Britha, 1999, Metode Penelitian Partisipatoris dan Upaya-<br />

Upaya Pemberdayaan, Obor Indonesia, Jakarta.<br />

Parsons T. and Shils, 1951, Toward General Theory of Action, Cambridge,<br />

Mass-Harvard University Press.<br />

Parsons,T.,1975, The Present Status of “structural Fungtional”Theory in<br />

Socology,New-Yok The Free Press.<br />

Saleh S.Ali, 2012, Teori-Teori Sosial dan KeterbelakanganMasyarakat<br />

Maritim, Sulo-Printing,Kendari.<br />

Hamidah Abdurrahman (2015);<br />

^http://www.tempo.co/read/news/2015/02/25/<br />

064645236/Apa-Saja-Ancaman-Hukuman-untuk-Begal-Motor<br />

Reza Indragiri Amriel , 2015: ^http://www.beritasatu.com/hukum/255472-<br />

psikolog-duga-pembegalan-hanya-aksi-kriminalperantara.html<br />

http://pekanbaru.tribunnews.com/2015/03/15/ini-hukuman-terhadap-begalenurut-<br />

syariat-islam<br />

http://www.tempo.co/read/news/2015/02/03/064639477/Cara-untuk-<br />

Menghindari-Pembegal-Sepeda-Motor<br />

http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/jabodetabek-<br />

nasional/15/02/02/nj4ud1-dipepet-pelaku-pembegalan-ini-yang-perludilakukan-pengendara<br />

http://news.merahputih.com/kriminal/2015/03/02/biar-tidak-diincar-begalpulang-konvoi-bareng-yuk<br />

http://www.tangerangnews.com/wisata/read/14201/Cegah-Begal-Bikers-<br />

Tangerang-Gelar-Pulang-Konvoi<br />

115


http://tribunnews.com/metropolitan/2015/03/08/biar-tak-jadi-korban-begalnitizen-galakkan-kampanye-pulang-konvoi<br />

http://news.okezone.com/read/2015/03/07/340/1115044/pelajar-di-padanglatihan-silat-antisipasi-pembegalan<br />

http://www.beritasatu.com/hukum/253593-setara-fenomena-begal-motormencurigakan.html<br />

http://www.peradi.or.id/index.php/berita/detail/fenomena-begal-siapa-yangdiuntungkan<br />

http://tribunnews.com/metropolitan/2015/03/02/hendardi-curiga-begalmotor-upaya-pencitraan-polisi<br />

http://nasional.rimanews.info/keamanan/read/20150303/199605/Mabes-<br />

Polri-Tanggapi-Soal-Begal-Setingan<br />

116


LAMPIRAN <strong>KASUS</strong> DAN KEGIATAN PENGUMPULAN DATA<br />

Begal yang diamankan Kapoltabes Makassar<br />

,<br />

117


Peralatan yang digunakan Kawanan Begal<br />

(Golok, Busur, dan HP serta Senjata Angin<br />

FGD dengan Kepala Dinas beserta Staf Dinas Sosial Makassar<br />

118


Wawancara Dengan Aparat Kepolisian di Kota Parepare<br />

Wawancara Dengan Tokoh Pemuda<br />

Terkait Dengan Masalah Begal di Kota Parepare<br />

119


Wawancara Dengan Petugas Polantas<br />

Terkait dengan Begal dan Kejahatan Bermotor di Kota Parepare<br />

120

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!