26.01.2019 Views

E - PAPER RADAR BEKASI EDISI 26 JANUARI 2019

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

2<br />

SABTU, <strong>26</strong> <strong>JANUARI</strong> <strong>2019</strong><br />

BUDAYA<br />

Takkan<br />

Judul : Cinta Suci Zahrana<br />

Penulis : Habiburahman El Shirazy<br />

Penerbit : Republika<br />

Terbit : April 2018<br />

Tebal : iv + 257 halaman<br />

ISBN : 978-602-082-248-8<br />

Ujian Kesabaran Cinta<br />

Oleh : Supadilah<br />

Kubiarkan Kau<br />

Hanya Duduk Terpaku<br />

Setiap orang diuji dengan ujian yang<br />

berbeda. Ada konsekuensi pada setiap<br />

pilihan hidup kita. Terlahir dari keluarga<br />

berkekurangan, ditambah memiliki<br />

potensi kecerdasan, Zahrana bertekad<br />

mengangkat harkat kedua orang tuanya.<br />

Dia harus jadi orang yang pintar agar tidak<br />

dilecehkan, seperti ayahnya yang seorang<br />

pekerja bersih-bersih, sering direndahkan<br />

dan diperlukan sewenang-wenang.<br />

Zahrana pun berhasil membuat<br />

sejumlah prestasi. Lulus S1 di Fakultas<br />

Teknik UGMdan S2 di ITB, mendapatkan<br />

tawaran beasiswa S2 ke Belanda, hingga<br />

mendapatkan penghargaan bergengsi dari<br />

Tsinghua University, Cina.<br />

Namun mengapa semu itu tidak<br />

membahagiakan kedua orang tuanya? Bahkan<br />

kepergiannya menerima penghargaan itu<br />

tidak diantar oleh orang tuanya. Ayahnya pun<br />

tidak menonton TV saat penganugerahan,<br />

padahal pejabat daerah, teman dosen,<br />

mahasiswa dan tetangganya antusias<br />

menonton. Ada apakah?<br />

Tidak lain sikap orang tuanya adalah<br />

sebentuk protes atas sikap Zahrana yang<br />

dipandang mementingkan perasaan, terus<br />

menerus mengejar ilmu, namun melupakan<br />

kapan dia akan berkeluarga. Padahal dia<br />

sudah berkepala tiga. Zahrana, bagi ayah<br />

dan ibumu saat ini tidak memerlukan lagi<br />

penghargaan-penghargaan ilmiah itu. Yang<br />

mereka inginkan darimu adalah kamu<br />

segera berumah tangga, lalu memberi<br />

meeka cucu. (Hal 24).<br />

Di Cina, Zahrana mendapatkan<br />

sambutan dan pelayanan yang terbaik.<br />

Sejumlah fasilitas kalangan atas<br />

didapatkan. Hal ini dibalas dengan<br />

penampilan yang memukau pada<br />

sambutannya dalam penganugerahan itu.<br />

Dunia memandangnya. Dunia kagum<br />

padanya. Namun telpon dari Lina, justru<br />

membuatnya ingin segera kembali ke<br />

tanah air. Sepulangnya dari Cina, Zahrana<br />

segera menemui orang tuanya.<br />

Di usia ‘darurat’ pada 34 tahun itulah baru<br />

kemudian Zahrana sadar. Sekali ini dia<br />

harus mengalah untuk memenuhi harapan<br />

kedua orang tuanya. Namun sejak saat itu<br />

kemudian ujian cinta datang menerpanya<br />

berkali-kali. Disukai oleh dekannya sendiri,<br />

bahkan nekat melamar langsung ke<br />

rumahnya. Ada hal yang membuatnya<br />

tidak bisa menerima lamaran sang dekan<br />

meskipun secara kedudukan memiliki<br />

pangkat, jabatan, sudah naik haji,<br />

berpendidikan, dan bahkan akan<br />

mengumrohkan kedua orang tuanya. Berat<br />

untuk menolaknya. Namun Zahrana tidak<br />

mau gelap mata. Rasa was-was karena<br />

usianya yang telah kelewat bukan lantas<br />

menerima siapa saja yang hendak<br />

meminangnya. Tawaran sang dekan<br />

ditolaknya meskipun dari pihak keluarga<br />

dekan sudah ramai-ramai datang ke<br />

rumahnya. Ayah dan ibunya pun bingung<br />

serta heran dengan kemauan dan prinsip<br />

Zahrana. Namun sang dekan tidak terima<br />

dengan penolakan itu. Sebelum terjadi hal<br />

yang tidak diinginkan, Zahrana<br />

mengundurkan diri dari kampus,<br />

kemudian mengajar di pesantren.<br />

Setelahnya, berkali-kali Zahrana<br />

menerima ‘ujian’ datangnya tawaran<br />

lamaran oleh seorang satpam dan tukang<br />

bengkel. Bukan masalah profesi dan<br />

kesejahteraan yang membuatnya menolak<br />

namun kepribadian dan akhlak mereka<br />

yang membuatnya tidak segera<br />

mengiyakan tawaran. Tidak sampai<br />

disana, ujian kembali datang, Zahrana<br />

ditawari untuk jadi isteri kedua oleh dosen<br />

temannya sendiri.<br />

Zahrana meminta bantuan pada Pak<br />

Kyai dan Bu Nyai tempat dia mengajar.<br />

Oleh bu Nyai, akan diarahkan calon<br />

suaminya, seorang tukang kerupuk, yang<br />

akan mendatangi rumahnya. Jika Zahrana<br />

berkenan, maka itulah suami yang<br />

disodorkan oleh Bu Nyai. Jadilah, Zahrana,<br />

arsitektur mahasiswa terbaik UGM itu<br />

sedang menanti-nantikan tukang kerupuk<br />

sebagai jodohnya. Setelah didahului<br />

kejadian salah paham, sampailah pada<br />

kesediaan Zahrana untuk menikah<br />

dengan Rahmad, sang tukang kerupuk itu.<br />

Namun Allah masih hendak memberi<br />

ujian padanya, menjelang hari akah<br />

pernikahan, malamnya Rahmad<br />

ditemukan meninggal tertabrak kereta api.<br />

Zahrana nyaris gila. Lengkap sudah<br />

penderitaannya, dengan meninggalnya<br />

sang ayah. Dua kali Zahrana kehilangan.<br />

Rupanya Allah telah menyiapkan jodoh<br />

terbaik untuknya. Atas penjagaan kesucian<br />

cintanya selama ini, Allah memberikan<br />

untuknya jodoh yang tak terduga. Dialah<br />

Hasan, sang mahasiswa yang dibimbingnya.<br />

Dengan proses lamaran di sore hari oleh<br />

Dokter Zul, ibunya Hasan, secara singkat<br />

akad nikah dilakukan malamnya, seusai salat<br />

tarawih. Itu syarat yang diajukan Zahrana jika<br />

Hasan serius. Bukan ingin cepat-cepat,<br />

Zahrana enggan kejadian-kejadian<br />

sebelumnya terulang kembali. Maka, dengan<br />

rangkaian pernikahan yang serba cepat itu,<br />

Zahrana mendapatkan jodoh terbaiknya juga<br />

sepandan. Hasan merupakan lulusan terbaik<br />

di kampusnya pula. (*)<br />

Karya: Ainun Jariah, S.Pd.I.<br />

“Hari ini begitu melelahkan” peluhku<br />

Seperti biasa setelah melaksanakan<br />

sholat isya dan makan malam,<br />

kusiapkan tubuh ini untuk menyantap<br />

kasur empuk ku.<br />

Sambil mengecek ponsel genggam<br />

ku, barangkali ada pesan masuk yang<br />

ditujukan untuk diriku, dan ternyata<br />

tidak ada. Ku matikkan lampu kamarku.<br />

Dan mulailah perjalanan istimewaku<br />

malam ini.<br />

***<br />

Gelap, tidak ada cahaya sedikit<br />

pun.<br />

Tiba-tiba ada yang berkata kepadaku,<br />

“ikutlah denganku” ujarnya<br />

Karena tempat yang begitu gelap,<br />

akhirnya aku mengikuti suara tersebut,<br />

lalu perlahan terlihat sebuah cahaya,<br />

perlahan demi perlahan semakin terang.<br />

Aku merasa akhirnya aku bisa melihat.<br />

Aku terus mengikuti sosok laki-laki<br />

tersebut, hingga pada akhirnya ia<br />

membawaku berjalan cukup jauh.<br />

Aku amati sekeliling, tidak ada seorang<br />

pun yang bisa aku tanya, hanya aku<br />

dan laki-laki itulah yang berada dalam<br />

perjalanan ini.<br />

Didalam perjalanan yang begitu<br />

sunyi dan dingin itu dia berkata “Aku<br />

adalah malaikat”<br />

Aku terperanjat kaget, benarkah ini?<br />

Lalu apa yang dilakukannya kepadaku?<br />

Apakah aku sudah meninggal?<br />

Pertanyaan-pertanyaan itu tiba-tiba<br />

muncul dikepalaku , tapi aku tak bisa<br />

berkata apa-apa dan memilih diam<br />

di tengah kesunyian perjalanan itu.<br />

Setelah berjalan cukup jauh, sampailah<br />

kami didepan sebuah ruangan. Kemudian<br />

dibukalah pintu ruangan tersebut. Lalu<br />

aku amati ruangan tersebut, kulihat<br />

ruangan tersebut sangat ramai, banyak<br />

malaikat-malaikat yang sibuk dengan<br />

pekerjaannya masing-masing. Ada yang<br />

mencatat, ada juga yang sibuk memilahmilah<br />

kertas dengan jumlah yang cukup<br />

banyak.<br />

Dengan mengumpulkan seluruh<br />

keberanian, bertanyalah aku kepada<br />

malaikat yang mengantarku tersebut.<br />

“Ruangan apakah ini? Kenapa begitu<br />

banyak kesibukan didalamnya?”<br />

Malaikat tersebut menjawab “ini<br />

adalah ruangan penerimaan, disinilah<br />

semua permintaan manusia yang<br />

Ke Kampung<br />

Nenekku<br />

Karya : Kanneishya Athalia<br />

Ramadinka<br />

Ini yang tidak ada di kotaku<br />

Bila shubuh suara ayam<br />

membangunkanku<br />

Dan suara unggas dan ternak<br />

bergantian<br />

Itulah suara yang tak ada di<br />

rumahku<br />

Dari ufuk timur menyingsing<br />

cahaya<br />

Meyelinap dalam rimbun pohon<br />

desa<br />

Lalu suara sapu bergesekan<br />

dipekarangan<br />

Irama berikutnya yang<br />

menakjubkan<br />

Ku ikuti pesan nenek ku<br />

Berjalan dalam pematang sawah<br />

Menjulang indah gunung Ciremai<br />

Dihampari sawah yang hijau<br />

Embun bergelantungan di ujung<br />

rumput<br />

Terjatuh sejuk ke atas bumi<br />

Lepas sangat lepas mataku di<br />

pandangkan<br />

Seakan ini tak akan bosan<br />

Sebuah<br />

Penantian<br />

Karya : Ngatini, S.Pd<br />

Hari berganti hari ,tahun berganti<br />

tahun<br />

Aku pun selalu setia menunggumu<br />

Akupun selalu sabar menanti<br />

kehadiranmu<br />

Akupun selalu rindu akan<br />

kehadiranmu ke dalam hidupku<br />

Demi sebuah penantianku<br />

ditujukkan kepada Allah diterima”<br />

ujarnya<br />

Aku terpana cukup lama melihat<br />

ruangan tersebut.<br />

Kemudian aku dan malaikat yang<br />

mengiringiku melanjutkan perjalan.<br />

Kami berjalan melewati koridor-koridor<br />

yang cukup panjang, setelah cukup<br />

jauh kami berjalan, sampailah kami<br />

pada ruangan selanjutnya. Dibukalah<br />

pintu ruangan tersebut. Aku perhatikan<br />

seisi ruangan tersebut. Ruangan ini<br />

tidak jauh berbeda dengan ruangan<br />

sebelumnya, ruangan tersebut tidak<br />

kalah sibuk nya, ada begitu banyak<br />

malaikat yang bekerja keras ‘mempaketkan’,<br />

‘mengemas’, dan ‘membungkus’<br />

sesuatu, yang akupun tidak tahu.<br />

Akupun bertanya kepada malaikat<br />

yang mendampingiku, “Ruangan apakah<br />

ini wahai malaikat? Mengapa diruangan<br />

ini terlihat sama sibuknya dengan<br />

ruangan sebelumnya?” Tanya ku<br />

Malaikat yang mendampingiku<br />

menjawab “ini adalah ruangan pengepakan<br />

dan pengiriman” ungkapnya.<br />

“dan diruangan inilah semua<br />

permohonan dan permintaan seluruh<br />

manusia di kirimkan ke bumi” ucapnya<br />

melanjutkan penjelasan sebelumnya.<br />

Aku pun terpikir, mungkin dengan<br />

proses seperti inilah kendaraan yang<br />

aku inginkan dan yang selalu aku<br />

ucapkan dalam doaku terwujud. Aku<br />

bertasbih, menyebut dan mengingat<br />

nama-Nya betapa luar biasanya proses<br />

yang terjadi atas kuasa-Nya.<br />

Setelah menjelaskan itu semua,<br />

malaikat yang mendampingi Aku pun<br />

mengajakku untuk melanjutkan<br />

perjalanan kami.<br />

Perjalanan kali ini cukup jauh, aku<br />

menunggu tempat apa lagi yang akan<br />

ditunjukkan oleh malaikat ini.<br />

Setelah perjalanan yang cukup jauh<br />

tersebut, dan kaki ku mulai terasa<br />

pegal, berhentilah kami ditempat<br />

terujung koridor tersebut, didepan<br />

sebuah pintu ruangan kerja yang<br />

menurutku cukup kecil, daripada<br />

ruangan-ruangan sebelumnya.<br />

Kemudian, dibukalah pintu ruang kerja<br />

tersebut. Setelah dibuka tahukah kalian<br />

apa yang aku lihat pada saat ini?<br />

Sungguh sangat terkejutnya aku,<br />

ketika aku dapati didalam ruangan<br />

tersebut hanya ada satu malaikat yang<br />

sedang duduk, dan hampir tidak<br />

melakukan apapun. Ruangan tersebut<br />

Semua ihktiarpun aku coba<br />

lakukan<br />

Disetiap waktupun aku bermunajat<br />

kepada-Nya<br />

Setelahku berusaha dan berdo’a<br />

kepada-Nya<br />

Kuserahkan dan kupasrahkan<br />

kepada-Mu ya Allah<br />

Demi sebuah penantianku<br />

Aku hanya hamba yang lemah<br />

dihadapan-Mu<br />

Disetiap ku bermunajat derai air<br />

mata inipun tak tertahankan<br />

Hanya berharap do’aku<br />

terkabulkan<br />

Takdirkanlah aku ya Allah<br />

Untuk memilikinya<br />

Ketika waktunya tepat untuk ku<br />

Anugrahkan kepada ku kesabaran<br />

Jauhkan hatiku dari ketergesagesaan<br />

untuk memilkinya<br />

Moral yang<br />

kehilangan rumah<br />

Karya : Talitha Carlen<br />

Dimana hati nurani?<br />

Yang katanya adalah sebagai<br />

rumah moral dalam tubuh manusia<br />

Dimana toleransi?<br />

Yang katanya mengakui adanya<br />

perbedaan dan turut serta<br />

mencintai keberagaman yang ada<br />

di dalamnya<br />

Tetapi kenapa kita sekarang saling<br />

membunuh?<br />

Meruntuhkan tali kasih dengan<br />

saling mencaci-maki<br />

Mempertajam lisan dan kata-kata<br />

kasar sebagai alat perang, dan yang<br />

paling menancap dianggap jagoan<br />

Kenapa wahai kalian yang katanya<br />

baginda raja yang bisa segalanya,<br />

justru mencari musuh jika kita dari<br />

awal dilahirkan saja sudah<br />

memiliki saudara?<br />

Saudara setanah air, saudara<br />

sebangsa<br />

Ah, biadab setan yang<br />

terlihat sangat sepi, dan sunyi. “sungguh<br />

sangat jauh berbeda dengan ruangan<br />

sebelumnya” gumamku dalam hati.<br />

Dengan penuh rasa penasaran, aku<br />

kembali bertanya kepada malaikat<br />

yang mendampingiku tersebut.<br />

“Malaikat…ruangan apakah ini?<br />

Kenapa didalam ruangan ini hanya<br />

ada satu malaikat, dan hampir tidak<br />

melakukan apapun?” tanyaku dengan<br />

tergesa-gesa.<br />

Malaikat yang mendampingiku<br />

menjawab, “ini adalah ruangan pernyataan<br />

terimakasih” ungkap malaikat<br />

tersebut dengan nada yang cukup pelan<br />

sambil menunduk malu.<br />

Aku terkejut, dan tak mengerti kenapa<br />

ruangan ini sangat berbeda dengan<br />

ruangan lainnya.<br />

Malaikat yang mendampingiku pun<br />

menghela nafas panjang, kemudian<br />

Ia berkata “sungguh menyedihkan,<br />

setelah manusia menerima rahmat<br />

dari apa yang mereka mintakan dan<br />

mohonkan, sangat sedikit manusia<br />

yang mengirimkan ucapan terimakasihnya”.ujarnya.<br />

Aku bertanya kembali,” Lalu<br />

bagaimana cara manusia berterimakasih<br />

dan bisa memberikan pekerjaan untuk<br />

malaikat yang duduk tersebut?”<br />

tanyaku.<br />

Malaikat tersebut menjawab, “sederhana<br />

sekali, cukup mengucapkan Alhamdulillahi<br />

Rabbil Alamin, terimakasih<br />

tuhan” begitulah jawaban malaikat.<br />

Aku tertegun cukup lama, mengingat<br />

betapa tega dan lalainya Aku selama ini.<br />

Ketika apa yang sudah aku inginkan terwujud,<br />

aku seakan lupa dan sibuk dengan<br />

permintaanku lainnya. Seketika aku terpikir,<br />

tapi apakah hanya sebuah keinginan yang<br />

patuh aku ucapkan terimakasih?<br />

Akupun bertanya kembali, “nikmat<br />

apa sajakah wahai malaikat, yang perlu<br />

kita syukuri?’ tanyaku<br />

Malaikat yang mendampingiku<br />

menjawab “Jika engkau mempunyai<br />

makanan yang bisa engkau makan,<br />

mempunyai pakaian yang bisa kamu<br />

pakai, dan tempat yang layak untuk<br />

beristirahat, maka engkau adalah orang<br />

yang harus bersyukur” ujarnya.<br />

Juga.... “Jika engkau bangun pagi ini<br />

dengan lebih banyak kesehatan<br />

daripada kesakitan, engkau lebih<br />

dirahmati daripada begitu banyak<br />

orang di dunia ini yang tidak dapat<br />

bertahan hidup hingga hari ini, dan<br />

menghacurkan!<br />

Sehebat itukah si ego hingga<br />

mampu memecahkan?<br />

Kalian payah!<br />

Sajak Yang<br />

Akan Selalu<br />

Hidup<br />

Karya : Acep Suhendar<br />

Seandainya waktu tak bersahabat<br />

lagi pada realita<br />

Akan tetap ku simpan lembaran<br />

cerita tentangmu<br />

Seandainya rambutmu telah pudar<br />

dan memutih<br />

Akan ku bersihkan setiap helai<br />

rambutmu<br />

Seandainya tanganmu telah lemah<br />

dan bergetar<br />

Akan tetap ku genggam kedua<br />

tanganmu<br />

Seandainya tatapanmu telah kabur<br />

Izinkan aku menjadi matamu<br />

untuk menyusuri setiap langkah<br />

kakimu<br />

Sajak ini akan selalu hidup<br />

Bahkan hingga ingatan ini sudah<br />

tak mampu dikenang<br />

Hingga syaraf di otakku sudah tak<br />

lagi mampu merespon<br />

Karena kau lebih dari indah untuk<br />

aku lupakan<br />

Sejak awal aku menorehkan tinta<br />

cinta kita<br />

Telah ku genggam janji untuk<br />

selalu mencintaimu<br />

Janji itu yang akan membawaku<br />

bertahan pada terjalnya hidup<br />

Janji yang akan membawaku untuk<br />

tetap memandangmu<br />

Bagaimana pun kau adalah bagian<br />

dari janjiku seumur hidup<br />

Lepaskan hari indah bersama<br />

berdua<br />

Katakan hal indah itu padamu<br />

masih banyak lagi nikmat dan<br />

kesejahteraan yang diberikan-Nya<br />

kepada manusia, dan manusia sudah<br />

sepatutnya untuk selalu mensyukurinya”<br />

ungkap malaikat tersebut.<br />

Aku tertegun malu,” aku lalai ya rabb”<br />

pikirku sambil menahan tangis.<br />

“Kringggggg…….kring……………..”<br />

Aku terpernjat kaget, ku dapati diriku<br />

berada di sebuah ruangan berwarna<br />

pink. Ku lihat sekeliling,. di dinding<br />

terdapat lukisan karya anak muridku<br />

yang mereka buatkan sebagai kado<br />

ulang tahunku. Rupanya aku didalam<br />

kamarku, aku terbangun karena bunyi<br />

alarm dari ponsel genggamku, ku lihat<br />

jam didinding kamar dan menunjukkan<br />

pukul 03.30, ya… tepat dengan jadwal<br />

alarm kedua yang aku atur di telepon<br />

genggamku. Jaga-jaga kalau di alarm<br />

pertama aku tidak terbangun.<br />

Aku duduk sejenak di ujung tempat<br />

tidurku, sambil “mengumpulkan<br />

nyawa” untuk mengambil air wudhu,<br />

Aku teringat dengan jelas, kejadian<br />

yang baru saja kualami. There’s always<br />

a reason why I can dream something<br />

like that, pikirku.<br />

Sungguh sebuah perjalanan singkat<br />

nan bermakna di jumat malam ini,<br />

dengan penuh kerendahan hati, aku<br />

‘tancapkan’ terimakasih, dan semoga<br />

aku tidak pernah lalai ataupun lupa<br />

dalam setiap hari ku.<br />

Kuingat salah satu firmannya, didalam<br />

al-qur’an, “Dan ingatlah tatkala Tuhanmu<br />

menyatakan bahwa, ‘Sesungguhnya<br />

jika kamu bersyukur, pasti Aku akan<br />

menambahkan lebih banyak nikmat<br />

kepadamu’”. Ibrahim (14) :7<br />

Alhamdulillahi Robbil alamiin,<br />

Terimakasih ya Allah, terimakasih<br />

Tuhan, terimakasih yang Maha Kuasa,<br />

semoga manusia-manusia lain diluar<br />

sana akan selalu ingat untuk<br />

berterimakasih dan memberikan<br />

pekerjaan untuk malaikat yang duduk<br />

terpaku di ruangan ketiga tersebut.<br />

Waktu sudah menunjukkan pukul<br />

enam lebih sepuluh menit, dan aku harus<br />

segera kembali beraktifitas. Hari ini<br />

sebelum sesi mengajar aku dimulai,<br />

seperti yang kulakukan pada hari-hari<br />

sebelumnya, kuberikan anak-anak muridku<br />

ice breaking terlebih dahulu, tapi kali<br />

ini berbeda, bukan permainan atau<br />

bernyanyi seperti biasanya, kali ini aku<br />

akan menceritakan mengenai perjalanan<br />

istimewaku di jum’at malam tadi. (*)<br />

Dalam setiap khayalan yang<br />

menjadi nyata<br />

Kasih, sajak ini akan selalu hidup<br />

Hingga ku beritahu padamu bahwa<br />

senja mulai tenggelam<br />

Ruang Rindu Ilahi<br />

Karya : Wahyudin,NS.<br />

Saat rindu Ilahi menyapa<br />

Simbol dan rasa mahabbah<br />

ilahiyah mengkristal pada jiwa<br />

Bangkitkan ghirah menuju buaian<br />

fitrah<br />

Suara keabadian menggema dalam<br />

bingkai titah ilahi<br />

Zikir mengalir tiada henti<br />

Mengetuk pintu langit membuka<br />

Rahman dan RahimNya Sang<br />

Pencipta alam raya<br />

Wilayah mondial ditanggalkan<br />

seketika<br />

Keinginan tak terkendali berhenti<br />

sekejap menggenggam karunia<br />

Bergerak menuju ruang qalbu<br />

mengukir nuansa kesucian<br />

Menghempas debu hipokrit<br />

kembali pada jati diri insani<br />

Menenggelamkan nafsu angkara<br />

murka larut dalam keserakahan<br />

hegemoni amarah<br />

Pasrah diri padaNya<br />

Kembali pada ruang rindu Sang<br />

Pencipta dalam selimut rahmat<br />

semerbak indah<br />

Zikir dan pikir berkolaborasi<br />

membentuk jiwa nan kuat<br />

Menyingkap ruang hati dalam<br />

ibadah mahdah dan ghair mahdah<br />

Sosok abdan syakuro menyelinap<br />

dalam hening<br />

Menyeimbangkan nikmat dengan<br />

implementasi amaliyah bergelora<br />

Melahirkan syukur dinamis<br />

mengungkap kebahagiaan hakiki<br />

Dalam ruang rindu Ilahi

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!