19.02.2019 Views

E - PAPER RADAR BEKASI EDISI 19 FEBRUARI 2019

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

Open house dan seminaryang dilaksanakan<br />

selama dua har ini, merupakan<br />

rangkaian dari Dies Natalis Sekolah<br />

Pasca Sarjana Universitas Sahid<br />

yang ke-22 dan Dies Natalis Univeristas<br />

Sahid yang ke-31 tahun.<br />

Direktur Pasca Sarjana Univeristas<br />

Sahid Jakarta, Kholil mengatakan<br />

open house dan seminar ini merupakan<br />

kegiatan tahunan Sekolah Pasca<br />

Sarjana Universitas Sahid. Menurutnya,<br />

gelaran open house ini bertujuan<br />

untuk memberikan informasi<br />

kepada masyarakat luas tentang Universitas<br />

Sahid Jakarta.<br />

“Tujuannya pertama ingin memberikan<br />

informasi kepada masyarakat<br />

seperti apa kira-kira proses dan profil<br />

Universitas Sahid Jakarta baik dari<br />

segi proses akademik, mahasiswanya<br />

maupun kiprah mahasiswa setelah<br />

lulus,” ujar Kholid, di Sekolah Pasca<br />

Sarjana Universitas Sahid, lantai 5<br />

Sahid Sudirman Residance.<br />

Kholil mengatakan Sekolah Pasca<br />

Sarjana Universitas Sahid berdiri sejak<br />

tahun <strong>19</strong>97. Saat ini Sekolah<br />

Pasca Sarjana Universitas Sahid memiliki<br />

tiga prodi, yaitu Magister Manajemen,<br />

Magister Ilmu Komunikasi,<br />

dan Doktor Ilmu Komunikasi.<br />

Menurutnya, prodi Magister Manajemen<br />

memiliki 6 peminatan program<br />

studi, yaitu Manajemen Pemasaran,<br />

Manajemen Pariwisata, Manajemen<br />

Keuangan, Manajemen Sumber Daya<br />

Manusia, Manajemen Keselamatan<br />

Kesehatan Kerja dan Lingkungan<br />

(MK3L), dan Manajemen CSR.<br />

“MK3L sekarang menjadi primadona,<br />

karena di Indonesia beberapa<br />

tahun ini sangat bayak bencana yang<br />

dihadapi dan itu membutuhkan para<br />

ahli di bidang MK3L,” tuturnya.<br />

Sedangkan pada Magister Ilmu<br />

Komunikasi memiliki empat peminatan<br />

program studi, yaitu Komunikasi<br />

Korporasi (Publik Relation)<br />

Manajemen Komunikasi, Komunikasi<br />

Politik. Sementara untuk Doktor<br />

Ilmu Komunikasi memiliki lima peminatan<br />

program studi, yaitu Komunikasi<br />

Korporasi, Komunikasi Politik<br />

dan Diplomasi, Komunikasi Media,<br />

Komunikasi dan Teknologi Informasi,<br />

dan Komunikasi Bisnis.<br />

“Dokter Ilmu Komunikasi merupakan<br />

satu-satunya program di Indonesia<br />

yang ada di perguruan tinggi<br />

swasta,” ungkapnya.<br />

Kholil menambahkan, Sekolah<br />

Pasca Sarjana Universitas Sahid<br />

setiap memiliki proses akademisi<br />

yang sangat kompolit. Hal itu terlihat<br />

dari adanya akademisi yang diundang<br />

dari berbagai perguruan tinggi seperti<br />

UI, UGM, IPB, Unpad dan lain<br />

sebagainya untuk berbagi kehebatannya<br />

di Sekolah Pasca Sarjana<br />

Universitas Sahid,“Oleh karena itu<br />

program studi di sini berbeda dengan<br />

di universitas lainnya. Kita tidak<br />

menghasilkan ijazah tetapi kita menghantarkan<br />

orang untuk sukses,”<br />

pungkasnya.<br />

Sementara itu, seminar open house<br />

Sekolah Pasca Sarjana (SPS) Universitas<br />

Sahid Jakarta mengangkat tema<br />

pentingnya komunikasi dalam faktor<br />

keselamatan kerja dan penerbangan,<br />

komunikasi kesehatan serta industry<br />

hulu migas. (*)<br />

Mengembangkan<br />

tulisan menjadi sebuah<br />

buku juga penuh<br />

dengan perjuangan,<br />

namun kembali pada<br />

niat kita jika kita<br />

menulis tanpa syarat<br />

apapun maka kita akan<br />

mampu menuliskan<br />

buku dengan baik. Hal<br />

terpenting dalam<br />

menulis adalah<br />

membaca kembali apa<br />

yang telah kita tulis<br />

secara berulang-ulang,<br />

apakah sudah sesuai<br />

dalam satu kesatuan<br />

alur yang baik atau<br />

tulisan kita melompat dan kurang enak untuk<br />

dibaca.<br />

Sebagai penulis pemula hal utama adalah<br />

menyempatkan waktu dalam menulis. Atau mulai<br />

berjanji dalam diri untuk merubah niat bahwa ketika<br />

menulis hanya demi menebar sebuah kebaikan<br />

bukan karena memenuhi penilaian atasan atau agar<br />

dipuji orang lain. Ketika niat kita menebar kebaikan<br />

sudah bulat dalam diri maka apapun keadaan dan<br />

kondisi kita tidak akan merasa malas menuangkan<br />

tulisan.<br />

Menulislah setiap hari dan jadikan tulisan sebagai<br />

target dalam hari-hari kita. Bahagia ketika tulisan<br />

kita dibaca orang lain dan menjadi sebuah paparan<br />

yang dapat dicontoh untuk melakukan kebaikan.<br />

Tanpa kita sadari satu huruf yang kita rangkai akan<br />

mempengaruhi orang lain untuk melangkah dalam<br />

kebaikan.<br />

Semua orang bisa menulis, selama ia mampu dan<br />

membiasakan diri dalam merangkai kata-kata maka<br />

akan tumbuh dalam diri dan menjiwai tulisan<br />

tersebut. Tidak perlu takut tulisan tidak dibaca<br />

orang, yang lebih kita jadikan semangat adalah<br />

tulisan mampu mengubah dunia mampu<br />

memberikan konstribusi dalam dunia pendidikan.<br />

Di era revolusi industry 4.0 kita akan tertinggal jauh<br />

ketika kita tidak melakukan perubahan.<br />

Melakukan perubahan bukan berarti kita rubah<br />

mengikuti era tersebut, namun pola pikir kita dan<br />

kegiatan kita sebagai guru harus menjadi bermakna<br />

di era revolusi industry 4,0. Berkecimpung dalam<br />

dunia tak membuat kita lelah untuk menulis dan<br />

melakukan revisi setiap tahunnya. Penelitian<br />

tindakan kelas, karya inovasi yang menjadi ajang<br />

bergengsi di seluruh negeri tak lupa berdasar ada<br />

sebuah tulisan.<br />

Berbicara dan menulis merupakan kegiatan<br />

berbahasa yang bersifat produktif. Berbicara<br />

merupakan kegiatan ragam lisan, sedangkan<br />

menulis merupakan kegiatan berbahasa ragam tulis.<br />

Menulis pada umumnya merupakan kegiatan<br />

berbahasa tak langsung, sedangkan berbicara<br />

merupakan kegiatan bahasa yang bersifat langsung.<br />

Berbicara pada hakikatnya merupakan suatu proses<br />

berkomunikasi yang dalam proses itu terjadi<br />

pemindahan pesan dari suatu pihak (komunikator)<br />

ke pihak lain (komunikan). Pesan yang akan<br />

disampaikan kepada komunikan lebih dahulu<br />

diubah ke dalam simbol-simbol yang dipahami oleh<br />

kedua belah pihak (Abd. Gafur, 6:2009). Aspekaspek<br />

yang dinilai pada kegiatan berbicara terdiri<br />

atas aspek kebahasaan dan non kebahasaan.<br />

Meski bukan orang berlatar belakang sekolah<br />

Bahasa kita tak perlu ragu untuk menulis karena<br />

dengan berlatih dan melakukan kebiasaan<br />

meluangkan waktu menulis tiap hari kita akan<br />

mampu melahirkan sebuah tulisan yang bermakna.<br />

Tetap semangat dan tak perlu menulis karena<br />

paksaan orang lain. (*)<br />

PENDIDIKAN<br />

6<br />

Menulislah Tanpa<br />

Syarat(2-Habis)<br />

Open House SPS Usahid Jakarta 20<strong>19</strong><br />

Diisi Seminar Komunikasi, Dorong Mahasiswa Menjadi Orang Sukses<br />

Sekolah Pasca Sarjana (SPS) Universitas Sahid Jakarta<br />

menggelar open house dan seminar 20<strong>19</strong>. Seperti apa<br />

kegiatannya?<br />

Laporan:<br />

Tim/Miftah<br />

Jakarta<br />

seLASA, <strong>19</strong> <strong>FEBRUARI</strong> 20<strong>19</strong><br />

Yuli Astuti, M.Pd<br />

Guru SD Al Muslim<br />

Tambun Anggota<br />

KGPBR<br />

Guru Profiler,<br />

Memahami<br />

Kebutuhan Anak<br />

Oleh: Hatta Nur Yakina<br />

SMP Al Azhar Syifa Budi Legenda,<br />

Anggota KGPBR<br />

Guru dan siswa adalah<br />

dua komponen penting<br />

yang bersinergi dalam<br />

mengisi peran penting<br />

pendidikan di lingkungan<br />

sekolah. Guru merupakan<br />

pengendali dan motor<br />

penggerak dalam<br />

mengarahkan siswa agar<br />

memiliki keinginan dan<br />

hasrat besar dalam menuntut ilmu. Siswa<br />

adalah objek pendidikan yang dapat dijadikan<br />

sebagai tonggak atau indikator keberhasilan<br />

guru dalam mendidik dan membimbingnya<br />

agar mencapai hasil ketercapaian tujuan<br />

pendidikan yang sesungguhnya. Bukan hanya<br />

sekedar Nilai atau pengukuran angka yang<br />

dijadikan sebagai indikator keberhasilan,<br />

melainkan kebermaknaan pendidikan dalam<br />

membina karakter siswa sebagai pemimpin di<br />

masa yang akan datang.<br />

Mewujudkannya adalah bukan hal yang<br />

mudah, dibutuhkan sebuah ikatan emosional<br />

positif untuk membangun sebuah sinergi yang<br />

seiring sejalan. Guru diharapkan mampu<br />

memahami kebutuhan siswa dan siswa<br />

diharapkan agar memahami tentang tanggung<br />

jawab moral dalam menuntut ilmu dan<br />

mengembangkankan kelak menjadi bekal<br />

kesuksesannya.<br />

Bukan karena keahlian khusus, guru bisa<br />

memahami kebutuhan siswa dan<br />

memprofiling masalah yang dihadapi siswa<br />

bahkan membantunya menemukan solusi<br />

dengan sikap terbaik. Guru pun bukan<br />

cenayang yang pandai menebak, potensi baik<br />

siswa apa yang perlu terus dikembangkan<br />

sehingga membuahkan sesuatu tidak hanya<br />

kenyamanan dalam belajar melainkan<br />

mencipta sebuah karya nyata yang ia dapat<br />

banggakan kelak kemudian hari. Guru pun<br />

bukanlah penegak hukum atau reporter yang<br />

selalu bertanya kritis tentang keadaan<br />

siswa-siswanya. Guru dianugerahi Tuhan<br />

kelebihan untuk memahami apa yang tidak<br />

terucapkan dalam lisan dan apa yang tidak<br />

tergambar dalam perilaku. “Teacher teaches<br />

from the heart”. Kelebihan yang Tuhan<br />

berikan ternyata disebabkan karena Ia<br />

mengajar dengan hati. Kelebihan lainnya<br />

adalah karena guru dengan pengalamannya<br />

menjumpai dan menganalisis berbagai<br />

karakter anak, membuahkan keterampilan<br />

hidup khusus dalam menangani anak-anak<br />

bermasalah dan atau berkebutuhan khusus.<br />

“Pengalaman selalu lebih penting dibanding<br />

level pendidikan dan nilai akademis.”<br />

Setelah ikatan emosional positif guru dan<br />

siswa terjalin, Maka guru akan mudah<br />

memposisikan dirinya sebagi pendidik,<br />

penyampai risalah bahkan sebagai teman<br />

yang paling mengerti kebutuhan siswa,<br />

memahami potensinya atau lebih jauh lagi<br />

guru akan menjadi tempat siswa berbagi suka<br />

dan duka yang amanah dan dinilai paling<br />

aman dalam menjaga rahasia setiap siswanya.<br />

Setelah ikatan emosional positif guru dan<br />

siswa terjalin, guru dapat menjadi penyampai<br />

komunikasi antara siswa dan orang tua. Guru<br />

harus mengembalikan peran penting orang<br />

tua dalam mendidik dan mendampingi siswa<br />

dalam menuntut ilmu. Karena mendidik dan<br />

mengembangkan potensi anak adalah<br />

tanggung jawab bersama. Setelah semuanya<br />

menjadi harmoni, maka akan banyak generasi<br />

bangsa yang mampu menggores dan menoreh<br />

segudang prestasi akademik maupun non<br />

akademik. Serta, Utamanya adalah mampu<br />

menciptkan kembali generasi yang<br />

berkarakter, berprestasi dan berakhlakul<br />

karimah.(*)<br />

Serangkaian bencana<br />

terus saja menghantui<br />

negeri ini tanpa henti.<br />

Seolah bumi menampakkan<br />

kejengahan<br />

atas polah tingkah<br />

manusia penghamba<br />

materi. Jangankan<br />

tunduk pada aturan<br />

Ilahi, kehidupan<br />

sekuler-kapitalis sering<br />

membuat rasa<br />

manusiawi tak lagi<br />

dimiliki. Hingga beras<br />

untuk korban bencana<br />

saja dicuri.<br />

Seperti halnya kasus yang menyeret Kepala Badan<br />

Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota<br />

Bekasi, HI dan dua orang pegawai BPBD AD dan FS.<br />

Ketiganya diduga melakukan tindak pidana korupsi<br />

(Tipikor) bantuan beras korban bencana yang<br />

digelontorkan Perum Badan Urusan Logistik (Bulog)<br />

medio 2016 dan 2017 lalu. Akibatnya negara<br />

mengalami kerugian sekitar Rp1,8 miliar. (radarbekasi.id)<br />

Sungguh tak berlebihan jika dikatakan bahwa<br />

negeri ini benar-benar mengalami krisis kepemimpinan<br />

hingga kronis. Para pejabat sama sekali tak<br />

memiliki jiwa mengayomi apatah lagi melayani.<br />

Mereka telah menjelma menjadi tikus-tikus berdasi<br />

penghisap negeri. Mencuri dan memanipulasi<br />

menjadi kegiatan utama setelah mahkota kekuasaan<br />

dalam genggaman.<br />

Lihat saja, betapa kasus korupsi hari ini telah<br />

menjadi budaya yang menjamur subur di setiap lini<br />

kehidupan demokerasi. Mahalnya biaya berpolitik<br />

dalam era ini menjadi alasan kuat para pejabat untuk<br />

merampok hak yang dimiliki rakyat.<br />

Belum lagi pendidikan sekuler yang dianut di negeri<br />

ini. Alih-alih mampu melahirkan generasi pemimpin<br />

yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang<br />

Maha Esa sesuai tujuan pendidikan yang tertuang<br />

dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003<br />

tentang Sistem Pendidikan Nasional. Para pemimpin<br />

negeri ini hanyalah manusia-manusia tak bermoral.<br />

Tak mengenal konsekuensi keimanan yang dimiliki<br />

sebagai seorang hamba di muka bumi. Meski KTP<br />

menunjukkan islam sebagai agama yang diyakini.<br />

Sekulerisme nampaknya telah betul-betul mengakar<br />

kuat di benak para pemimpin negeri. Menjauhkan<br />

agamanya dari kehidupan sehari-hari. Boleh saja<br />

rajin sholat, puasa dan bersedekah, tapi lupa<br />

bagaimana cara mencari penghidupan yang berkah.<br />

Meski sering berpakaian islami, juga telah bergelar<br />

haji tapi lalai akan balasan yang sejati. Bahwa setiap<br />

amalnya akan dipertanggungjawabkan kelak di hari<br />

berbangkit.<br />

Menuntut ilmu di bangku sekolah hari ini, hanya<br />

demi selembar ijazah yang menjadi syarat untuk<br />

menaiki tangga kekuasaan. Tak perduli kualitas diri,<br />

asal punya modal tinggi mereka bisa menduduki<br />

jabatan yang diingini. Inilah kapitalisasi.<br />

Sistem yang diadopsi negeri muslim terbesar ini,<br />

telah berjaya melahirkan generasi penghamba<br />

materi. Kerakusan menguasai diri hingga hidupnya<br />

tersibukkan sekedar urusan materi demi memuaskan<br />

nafsu duniawi.<br />

Apalagi berharap pada penegak hukum yang tak<br />

mampu berdiri di kaki sendiri? Berlutut pada<br />

kekuatan politik yang mendominasi. Akhirnya,<br />

hukum tebang pilih menjadi tontonan hampir saban<br />

hari. Kasus suap-menyuap pun tak pelak menjangkiti<br />

lembaga dimana rakyat mengais keadilan.<br />

Tak ada efek jera. Jeruji besi saja bisa jadi hotel<br />

bintang lima. Begitu kasus yang terjadi di Lapas<br />

Sukamiskin Bandung pada bulan Juli tahun lalu.<br />

Meski telah menjadi pesakitan, mereka bisa rasakan<br />

fasilitas mewah dengan biaya hingga ratusan juta.<br />

Lagi-lagi uang yang berbicara. Itulah sistem<br />

demokerasi besutan akal manusia. Tak ada keadilan,<br />

yang ada hanya akal-akalan. Jauh dari solusi, justru<br />

berbuntut kemaksiatan tak bertepi.<br />

Tak inginkah kita menilik islam yang lahir dari sang<br />

Pemilik Bumi? Islam adalah agama yang turun<br />

dengan kesempurnaannya. Tak hanya mengajarkan<br />

bagaimana cara menyembah yang benar kepada<br />

Allah sang Pencipta. Namun juga menjabarkan<br />

aturan dalam setiap lini kehidupan.<br />

Islam dengan sistem pendidikannya yang bertujuan<br />

utama melahirkan generasi berkepribadian islam<br />

mempunyai seperangkat konsep, metode dan<br />

berbagai teknis untuk mewujudkan misinya.<br />

Sedangkan konsep yang dibangun hanya berlandaskan<br />

pada akidah Islam, sehingga semua tujuan<br />

pembelajaran tidak menyimpang dari ajaran islam.<br />

Akhirnya wajar ketika di masa kejayaannya dulu,<br />

lahir banyak ilmuwan yang faqih fiddin. Terlahir pula<br />

sosok-sosok pemimpin mulia sekaliber Umar bin<br />

Abdul Aziz, Shalahuddin Al-Ayyubi, Muhammad<br />

Al-fatih dan masih banyak lainnya.<br />

Sistem islam yang ditopang oleh ketaqwaan<br />

individu hasil dari pendidikan yang diterapkan, juga<br />

masyarakat yang mengontrol dengan saling menasehati<br />

dalam kebaikan.<br />

Allah SWT berfirman yang artinya:<br />

“Demi masa, sesungguhnya manusia benar-benar<br />

dalam keadaan merugi, kecuai orangorang<br />

yang beriman dan beramal saleh serta<br />

mengingatkan (sesamaanya) dengan kebenaran<br />

dan saling mngingatkan dengan penuh kesabaran”<br />

(Q.s. al-Ashr: 1-3).<br />

Selain keduanya, di dalam Islam negara atau<br />

penguasa wajib mengemban hukum-hukum islam<br />

untuk diterapkan di tengah-tengah masyarakat. Yang<br />

dengannya mampu menutup celah terjadinya tindak<br />

korupsi melalui enam langkah, yakni: (1)<br />

menguatkan iman para pejabat dan penegak<br />

hukum serta manyarakat akan balasan Allah<br />

di akhirat, (2) menguatkan ranah muraqabah, (3)<br />

memberi gaji/fasilitas yang tinggi,<br />

(4) membuka selebar-lebarnya ranah muhasabah,<br />

(5) penghitungan kekayaan para<br />

pejabat, baik sebelum maupun diangkat, (6)<br />

pemberian hukuman yang setimpal kepada para<br />

pelaku yang terbukti melakukan suap.<br />

Sudah saatnya kita mengalihkan pilihan pada Islam<br />

sebagai solusi atas berbagai permasalahan yang<br />

membelit negeri. Memberantas praktik korupsi<br />

hingga tak kan hidup tikus-tikus penghisap negeri.<br />

Membuka lembaran baru dengan mewujudnya<br />

kehidupan islam dengan para pemimpin bertaqwa.<br />

Mengupayakan kesejahteraan umat di dunia hingga<br />

akhirat. (*)<br />

PENDIDIKAN<br />

6<br />

Tikus Berdasi<br />

Penghisap Negeri<br />

Oleh: Ummu Zhafira<br />

Akademi Menulis Kreatif<br />

Upaya Mendongkrak Kualitas SDM<br />

Meningkatkan Pendidikan dan Pelatihan Vokasi<br />

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian<br />

Darmin Nasution mengatakan,<br />

pendidikan dan pelatihan vokasi dilakukan<br />

untuk mengejar kertertinggalan<br />

Indonesia dalam bidang pendidikan.<br />

“Karena kita nggak punya waktu lagi<br />

untuk membenahi (SDM) ini dari sistem<br />

pendidikan secara keseluruhan.<br />

Kita harus lebih sistematis dalam soal<br />

(vokasi) ini sehingga kita akan kembangkan<br />

sistemnya,” ujarna di Hotel Ritz<br />

Carlton, Jakarta.<br />

Bahkan, Mantan Gubernur Bank Indonesia<br />

ini menyebut masih rendahnya<br />

kualitas pendidikan di Tanah Air tercermin<br />

dari banyaknya jumlah pekerja<br />

lulusan SMP yang bekerja di Indonesia.<br />

Menurut data Kementerian<br />

Ketenagakerjaan, 58,76 persen dari<br />

total pekerja Indonesia lulusan SMP.<br />

Sisanya, sebanyak 29,07 persen merupakan<br />

lulusan SMK dan SMA.<br />

Secara lapangan pekerjaan, pada 2015,<br />

pemerintah mencatat jumlah lapangan<br />

pekerjaan baru yang berhasil tercipta<br />

sebanyak 2.886.288. Pada 2016, penciptaan<br />

lapangan kerja sebanyak<br />

2.448.916 dan 2017 sebanyak 2.669.469<br />

dan pada November 2018 tercatat 1,9<br />

juta lapangan pekerjaan. Bila dijumlah<br />

sejak 2015, maka sudah ada 9.904.673<br />

lapangan pekerjaan baru hingga November<br />

tahun ini.<br />

“58 persen org yang bekerja di Indonesia<br />

pendidikannya paling tinggi SMP,<br />

Itu tidak memadai apalagi untuk daya<br />

saing. Oleh karena itu, kita harus ambil<br />

agak jalan pintas dengan kembangkan<br />

pendidikan dan pelatihan vokasi seperti<br />

apa strukturnya nanti,” tuturnya.<br />

Nantinya, lanjut Darmin, pemerintah<br />

akan fokus pada pendidikan dan pelatihan<br />

vokasi untuk Sekolah Menengah<br />

Kejuruan (SMK). Sejumlah reformasi<br />

akan dilakukan baik dari sisi kurikulum,<br />

tenaga pengajar, peralatan hingga<br />

kerja sama dengan industri untuk pelathian.<br />

“Selain SMK tentu akan ada perguruan<br />

tinggi atau politeknik tapi ada<br />

juga yang levelnya lebih bawah yaitu<br />

Balai Latihan Kerja (BLK) dan ini semua<br />

rancangannya boleh dikatakan sudah<br />

tuntas. Mudah-mudahan dalam satu<br />

atau dua minggu ini roadmap dari pelatihan<br />

dan pendidikan vokasi itu sudah<br />

akan dijelaskan diresmikan ke publik,”<br />

pungkasnya.(*)<br />

Pemerintah saat ini fokus dalam<br />

pengembangan sumber daya<br />

manusia (SDM) melalui<br />

pendidikan dan pelatihan<br />

vokasi. Hal itu dilakukan untuk<br />

mengimbangi pembangunan<br />

infrastruktur yang masif selama<br />

periode 2015-20<strong>19</strong>. Apa yang<br />

diupayakan?<br />

Laporan:<br />

JPNN<br />

Jakarta<br />

Sekarang ini, banyak<br />

hal yang ramai<br />

diperbincangkan<br />

sehingga menjadi viral.<br />

Semenjak sosmed<br />

semakin meningkat<br />

penggunaannya di<br />

masyarakat, istilah<br />

viral pun semakin<br />

akrab di telinga kita.<br />

Dan akhir-akhir ini,<br />

yang lagi marak<br />

digandrungi anak<br />

muda di sosmed<br />

adalah permainan Seberapa Gregetnya Lo.<br />

Hal ini mengantarkan pikiran saya tentang<br />

seberapa gregetnyakah guru zaman now ini<br />

mengajar dengan melihat kondisi anak milenial<br />

yang tidak lepas dari gadget.<br />

Dalam buku Munif Chatib tentang “Sekolahnya<br />

Manusia” disebutkan bahwa gaya mengajar guru<br />

harus mengikuti gaya belajar siswa, dalam artian<br />

guru harus menyesuaikan metode pembelajarannya<br />

dengan kondisi peserta didiknya. Dengan<br />

begitu, pembelajaran akan berjalan dengan baik<br />

dan mudah dipahami peserta didik. Seorang guru<br />

itu harus mampu menyelami dunia mereka secara<br />

baik. Jadi, jelas kita sebagai guru harus mengikuti<br />

cara belajar mereka.<br />

Di zaman milenial ini satu hal yang tidak bisa kita<br />

fungkiri adalah kecanggihan teknologi. Anak<br />

berusia 2 tahun saja sudah bisa mengutak-atik<br />

gadget dengan mahirnya. Terlebih anak-anak seusia<br />

anak didik kita, mereka jauh melejit di bidang<br />

internet dan hal-hal berbau teknologi dibanding kita<br />

gurunya.<br />

Untuk itu, sebuah keharusan bagi kita untuk<br />

mengikuti cara mereka. Mau tidak mau kita harus<br />

mengaplikasikan kecanggihan teknologi ke dalam<br />

metode pembelajaran. Jangan melulu jadi guru<br />

jadul dan tidak mau move on , dengan dalih “ah,<br />

saya sudah tua.” Atau “Saya sudah tidak bisa fokus<br />

kalau disuruh belajar lagi, toh kita sudah dapat gaji<br />

tetap, untuk apa lagi” . Kita harus bisa mengubah<br />

sudut pandang dan cara berfikir sebagai guru<br />

milenial, kita harus bisa upgrade diri agar selalu<br />

bisa nyambung dengan anak didik kita, Sehingga<br />

kita menjadi guru yang greget di hadapan peserta<br />

didik.<br />

Teknologi pendidikan juga sudah banyak ditemukan<br />

oleh para ahli untuk menjawab tantangan<br />

zaman ini. Telah banyak aplikasi-aplikasi belajar<br />

yang sudah tersedia di dalam gadget, misalnya<br />

sekarang adanya bimbingan belajar online. Kita<br />

lihat, betapa besar animo anak muda dengan<br />

adanya aplikasi belajar online ini. Dalam waktu<br />

singkat pengguna aplikasi ini jutaan peminatnya,<br />

mampu mengalahkan bimbingan- bimbingan<br />

belajar yang ada di sekitar kita karena ini menawarkan<br />

sebuah konsep belajar yang berbeda, yaitu<br />

sebuah tawaran belajar jarak jauh dengan tetap stay<br />

di rumah. Tanpa perlu mengeluarkan waktu, tenaga,<br />

dan uang berlebih tentunya. Jadi, sungguh efisien<br />

tanpa mengurangi kualitasnya.<br />

Disini, guru semakin dituntut kreatifitasnya agar<br />

jangan sampai kalah pamor dengan aplikasi belajar.<br />

Kita harus bisa menaklukkan daya tarik aplikasiaplikasi<br />

itu agar peserta didik kita tetap nyaman<br />

belajar dengan kita, bertatap langsung, berinteraksi<br />

langsung, dan menjalin kedekatan. Ini tantangan<br />

bagi kita agar peserta didik tetap enjoy dengan<br />

gurunya di sekolah. Untuk itu, pendidkan 4.0 ini<br />

dirasa sangat perlu untuk membantu kita sebagai<br />

guru greget di zaman milenial ini.<br />

Pendidikan 4.0 adalah tantangan bagi guru agar<br />

bisa mengajar dengan greget kepada siswa. Guru<br />

dituntut harus bisa mengikuti kecanggihan zaman<br />

dengan mengaplikasikannya dalam metode<br />

pembelajaran.<br />

Dalam pendidikan, seorang 4.0, guru/dosen<br />

berfungsi sebagai pemimpin team (team leader)<br />

yang bekerjasama dengan siswa/mahasiswa untuk<br />

menciptakan ilmu pengetahuan dan teknologi<br />

dengan didukung banyak sumber pembelajaran<br />

berbasis internet (Artificial Intelligence Portals).<br />

So, dengan begitu gregetnya kita mengajar akan<br />

sampai kepada siswa.<br />

Dalam pendidkan 4.0 banyak perbedaan mendasar<br />

yang menjadikan kita sebagai guru greget di<br />

mata anak didik, diantaranya proses pembelajaran<br />

secara terbuka untuk meningkatkan kreativitas<br />

pembelajar, membangun jaringan sosial melewati<br />

ruang-ruang kelas dan disiplin ilmu, pembelajaran<br />

adaptif yang dikendalikan oleh banyak Artificial<br />

Intelligence Portals (berbasis internet).<br />

Terus juga, materi pembelajaran sesuai kebutuhan<br />

praktek yang bersumber dari berbagai portal<br />

internet (Artificial Intelligence Portals) tanpa perlu<br />

terikat secara kaku pada buku-buku teks. Juga,<br />

pembelajaran tidak lagi tergantung pada bangunan<br />

fisik karena aktivitas pembelajaran dilakukan secara<br />

terbuka dengan pertukaran guru/dosen melintasi<br />

daerah/wilayah/nasional seperti menawarkan<br />

gelar/ijazah ganda (double degree), dan akreditasi<br />

dari banyak institusi yang diakui secara internasional.<br />

Nah, bekal pendidikan 4.0 inilah modal dasar kita<br />

sebagai pendidik di era milenial ini. Guru tua, muda,<br />

senior, junior, atasan bawahan harus sama-sama<br />

bergandengan tangan, saling mendukung, dan<br />

memotivasi untuk mewujudkan pendidikan<br />

berbasis milenilal dengan pendidikan 4.0 ini.<br />

Ini merupakan salah satu ikhtiar kita, agar<br />

mengajar lebih greget dan mudah dipahami siswa<br />

sesuai dengan gaya belajar mereka yang senang<br />

dengan gadget.Dibutuhkan revoliusi mental untuk<br />

bisa mewujudkan ini. So, mari kita mulai dari diri<br />

kita sendiri, teman di lingkungan sekolah, dan<br />

menularkannya kepada teman-teman sejawat kita.<br />

Kita bisa jadi guru pembelajar, guru greget, guru<br />

yang disenangi oleh peserta didik kita, Aamiin. (*)<br />

PENDIDIKAN<br />

6<br />

Seberapa Gregetnya<br />

Kamu Mengajar<br />

PENDIDIKAN<br />

6 SENIN, 1 OKTOBER 2018<br />

Les atau Bimbingan<br />

Belajar, Perlukah ?<br />

“ANAK SD aja udah les<br />

private? Sesusah apa sih<br />

pelajarannya?” komentar<br />

seorang ibu muda.<br />

Pertanyaan yang wajar<br />

diajukan mengingat<br />

beliau belum memiliki<br />

putra atau putri yang<br />

duduk di sekolah dasar.<br />

Namun bagi orang tua<br />

atau ibu yang sudah<br />

merasakan anaknya duduk di sekolah dasar<br />

kelas tinggi, kelas 4 hingga kelas 6 misalnya.<br />

Kehadiran seorang guru les private kadang<br />

menjadi suatu kebutuhan tersendiri.<br />

Apalagi bila ananda termasuk tipe anak yang<br />

terlambat dalam memahami suatu materi<br />

pelajaran. Menyediakan guru les private atau<br />

mengikutkan anak dalam kelas bimbingan<br />

belajar, merupakan salah satu alternatif<br />

mengatasi kendala tersebut. Lantas, apakah les<br />

private atau bimbingan belajar menjadi<br />

satu-satunya alternatif bagi anak yang terlambat<br />

belajar ? Tentu tidak. Ini semua tergantung<br />

kemampuan orangtua dari anak tersebut.<br />

Mengapa tergantung kemampuan<br />

orangtuanya? Karena biasanya anak yang<br />

terlambat menguasai materi pelajaran, selain<br />

mendapat bimbingan dari guru di sekolah juga<br />

dianjurkan mendapat bimbingan dan latihan<br />

kembali di rumah bersama orangtuanya. Bila<br />

orangtua memiliki keluangan waktu dan<br />

kemampuan dalam membimbing ananda pada<br />

pelajaran yang belum dikuasainya, tentu les atau<br />

bimbingan belajar tidak perlu diikuti.<br />

Sementara, bagi orangtua yang tidak memiliki<br />

waktu luang dan pengetahuan untuk<br />

membimbing anaknya serta tidak terkendala<br />

biaya, maka les private atau bimbingan belajar<br />

menjadi jalan keluar yang terbaik.<br />

Disinilah pentingnya peranan orangtua. Ibu<br />

rumah tangga biasanya lebih memiliki waktu<br />

luang sehingga dapat membimbing ananda<br />

pada materi pelajaran yang belum<br />

dikuasainya. Selain menambah kedekatan<br />

emosional ibu dengan anaknya, belajar<br />

dengan bimbingan orangtua sendiri akan<br />

lebih ekonomis. Terkadang keterlibatan<br />

seorang ayah diperlukan. Terutama pada<br />

materi pelajaran yang kurang dikuasai sang<br />

ibu. Tak jarang, seorang ayah akan ditelpon<br />

anak atau istrinya untuk pulang kerja lebih<br />

awal, hanya untuk mengajari PR atau<br />

persiapan ulangan matematika sang anak.<br />

Kerjasama yang manis yaa.<br />

Hal tersebut di atas dapat berlangsung<br />

sementara, selama anak-anak masih di<br />

sekolah dasar. Terutama ketika ananda masih<br />

duduk di kelas satu hingga tiga. Jika sudah di<br />

kelas empat hingga enam, mulai muncul<br />

materi pelajaran yang sulit dan perlu<br />

dipahami ananda dengan berulang kali<br />

mempelajarinya. Fakta di lapangan<br />

berdasarkan pengamatan di sekitar tempat<br />

tinggal penulis, banyak lembaga bimbingan<br />

belajar yang ramai oleh anak-anak SD kelas 4<br />

hingga 6 yang menjadi siswanya. Hal ini<br />

sekaligus membuktikan, bahwa materi<br />

pelajaran di SD kelas tinggi tidak semuanya<br />

mudah. Apalagi materi pelajaran di jenjang<br />

SMP dan SMA yang pastinya lebih sulit.<br />

Saya akui, keuntungan anak mengikuti<br />

bimbingan belajar misalnya mendapatkan<br />

banyak latihan soal. Ini tentu saja semakin<br />

mengasah kemampuan anak. Selain itu,<br />

bimbingan belajar biasanya memberikan tips<br />

atau teknik penyelesaian soal yang mudah<br />

dan simple. Hal ini yang belum tentu<br />

diperolehnya dari bapak ibu guru di sekolah.<br />

Sebelum menentukan jenis les atau<br />

bimbingan belajar yang akan diikuti ananda,<br />

ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh<br />

orangtua. Pertama, orangtua harus<br />

mengevaluasi hasil belajar yang diperoleh<br />

ananda. Apakah ia membutuhkan les/<br />

bimbingan belajar atau tidak. Kedua,<br />

menanyakan kesiapan atau kemauan ananda.<br />

Kadang, anak yang sudah sekolah seharian<br />

tidak mau lagi mengikuti les/bimbingan<br />

belajar karena lelah. Perlu dikomunikasikan<br />

kepada ananda, jenis les private atau<br />

bimbingan belajar yang sesuai untuknya. Bila<br />

ia tidak mau, jangan dipaksakan. Orangtua<br />

berkewajiban menyediakan waktu luang<br />

untuk membimbingnya belajar di rumah.<br />

Ketiga, orangtua perlu mencari informasi<br />

terkait pada lembaga bimbingan belajar atau<br />

les private tentang metode belajar, kurikulum,<br />

waktu belajar dan biaya pendidikan yang<br />

sesuai kemampuan. Keempat, bila ananda<br />

sudah mengikuti les atau bimbingan belajar<br />

tertentu, orangtua perlu mengevaluasi hasil<br />

belajarnya. Ada peningkatan atau tidak dari<br />

sebelum les/bimbingan belajar. Bila tidak ada<br />

peningkatan hasil belajar, maka les/<br />

bimbingan tersebut tidak efektif untuk<br />

ananda. Berhenti saja. Lalu ubah dengan<br />

strategi lainnya agar peningkatan hasil<br />

belajarnya tercapai.<br />

Orangtua juga perlu memahami bahwa tipe<br />

belajar anak berbeda-beda. Ada anak yang<br />

lebih mudah memahami pelajaran dengan<br />

cara melihat. Ini dikenal dengan tipe visual.<br />

Anak dengan tipe seperti ini biasanya lebih<br />

senang belajar dengan membaca buku atau<br />

melihat gambar. Sementara ada juga anak<br />

yang lebih mudah memahami pelajaran<br />

dengan cara mendengarkan penjelasan guru/<br />

orang lain. Dikenal dengan tipe auditory.<br />

Biasanya anak bertipe auditory senang belajar<br />

sambil mendengarkan musik. (*)<br />

JAKARTA - Direktur Jenderal Pendidikan<br />

Dasar dan Menengah Kementerian<br />

Pendidikan dan Kebudayaan<br />

(Kemendikbud) Hamid Muhammad<br />

mengungkapkan, saat ini Indonesia<br />

dalam status darurat pendidikan.<br />

Kondisi ini dilihat dari jumlah guru<br />

yang tidak seimbang dengan pertumbuhan<br />

siswa. Kemudian masalah kualitas<br />

guru yang masih di bawah standar kompetensi.<br />

Ditambah lagi dengan fasilitas<br />

pendidikan seperti gedung sekolah dan<br />

ruang kelas yang tidak memadai.<br />

“Indonesia darurat kualitas pendidikan<br />

terutama daerah-daerah di perdesaan<br />

dan 3T (terdepan, terluar, terisolir),”<br />

kata Dirjen Hamid dalam sambutannya<br />

saat peluncuran PINTAR (Pengembangan<br />

Inovasi Kualitas Pembelajaran)<br />

di Kantor Kemendikbud.<br />

Perbaikan kualitas pendidikan menurut<br />

Hamid harus dimulai dari kelas. Banyak<br />

sekolah yang melakukan pembelajaran<br />

satu arah. Mestinya belajar yang berbasis<br />

kegiatan. Itu sebabnya rekrutmen guru<br />

harus diperketat. Pilih guru yang berkualitas<br />

sebab sekali salah merekrut, akan dirasakan<br />

dampaknya puluhan tahun.<br />

“Pemerintah perlu bersinergi dengan<br />

berbagai pihak untuk mempercepat<br />

peningkatan kualitas pendidikan. Terima<br />

kasih untuk Tanoto Foundation yang<br />

telah menunjukkan komitmennya dalam<br />

memajukan pendidikan di Indonesia.<br />

Saya percaya, program PINTAR akan<br />

membantu pengembangan kualitas<br />

para guru, kepala sekolah, juga para<br />

calon guru. Tentu saja, ini akan berdampak<br />

pada peningkatan hasil belajar<br />

siswa. Saya minta program ini disebarkan<br />

lebih luas lagi,” tutur Hamid.<br />

Dia berharap kabupaten/kota yang<br />

masuk dalam program PINTAR bisa<br />

menjadi contoh bagi daerah lain dalam<br />

membangun praktik-praktik baik pembelajaran,<br />

manajemen dan kepe mimpinan<br />

sekolah, mendukung pemerintah<br />

menyebarluaskan praktik-praktik baik.<br />

Juga mendukung Lembaga Pendidikan<br />

Tenaga Kependidikan (LPTK) dalam<br />

pendidikan calon guru.<br />

Anggota Dewan Pembina Tanoto<br />

Foundation Belinda Tanoto menambahkan,<br />

PINTAR dirancang untuk<br />

mendukung pemerintah dalam meningkatkan<br />

mutu pendidikan dasar<br />

melalui program penguatan kapasitas<br />

pengelolaan dan kepemimpinan sekolah,<br />

peningkatan kualitas guru, serta<br />

partisipasi orang tua dan masyarakat.<br />

Dia yakin pendidikan berkualitas akan<br />

mempercepat munculnya kesetaraan<br />

peluang. “Keyakinan kami turut diperkuat<br />

dengan hasil penelitian Mc Kinsey tahun<br />

2017 bahwa program peningkatan kualitas<br />

guru dan kepemimpinan sekolah berdampak<br />

besar bagi peningkatan mutu pendidikan<br />

di Indonesia,” tutupnya. (jpnn)<br />

DOK/<strong>RADAR</strong> <strong>BEKASI</strong><br />

ILUSTRASI: Salah seorang guru saat sedang mengajar di dalam kelas. Pemerintah bakal memperketat rekrutmen guru, hal ini dilakukan untuk menciptakan<br />

tenaga pendidik berkualitas.<br />

Rekrutmen Guru Bakal Diperketat<br />

<strong>BEKASI</strong> SELATAN – Pemerintah<br />

Kota Bekasi terus mendorong minat<br />

baca buku bagi siswa. Berbagai upaya<br />

terus dilakukan, salah satunya yakni<br />

dengan program wajib membaca bagi<br />

siswa mulai pukul <strong>19</strong>.00 WIB hingga<br />

pukul 21.00 WIB.<br />

Sekretaris Dinas Pendidikan, Inayatullah<br />

mengatakan, program ini<br />

dibentuk bertujuan agar siswa gemari<br />

membaca dan berwawasan luas.Guna<br />

memperkuat sistem wajib membaca,<br />

Inay, sapaannya, menginginkan pihak<br />

sekolah menambahkan ekstrakulikuler<br />

baru yaitu jurnalistik.<br />

Katanya, salah satu agenda jurnalistik<br />

adalah membaca, menganalisa dan<br />

dituang dengan tulisan.“Perencanaan<br />

yang dilakukan berdasar atas kerja sama<br />

pihak sekolah dengan orang tua siswa,”<br />

ucapnya, belum lama ini.<br />

Bukan hanya itu pihaknya juga<br />

mengawali dengan sosialisasikan<br />

kepada pihak sekolah yang nanti akan<br />

dilanjutkan ke pihak orang tua.<br />

“Jadi sistemnya adalah siswa wajib<br />

membaca apapun yang dibaca seperti<br />

sejarah, dan lainnya. Lalu dipantau orang<br />

tua dan nanti pihak sekolah meminta<br />

laporan ke orang tua siswa,” terangnya.<br />

Menurutnya, agenda yang akan di<br />

canangkan bertujuan untuk membentuk<br />

siswa yang cerdas, serta berkarakter,<br />

sehingga anak dapat berfikir dan<br />

melakukan hal yang positif.<br />

“Jadi ini kita ajak siswa mengeluarkan<br />

bakatnya, kita ajak siswa untuk bisa<br />

kritis dalam menanggapi suatu hal,<br />

kita bentuk siswa untuk menuangkannya<br />

di dalam tulisan. Kita bawa siswa<br />

untuk berwawasan luas,” tutupnya.<br />

(dyt/po1jokbekasi)<br />

<strong>BEKASI</strong> BARAT - Tahun Baru Islam<br />

dijadikan momentum pembel ajaran<br />

siswa-siswi untuk saling berbagi. Hal<br />

itu diungkapkan Kepala SD Negeri Bintara<br />

03, Saebah saat memperingati tahun<br />

baru Islam di lingkup UPTD Pen didikan<br />

Kecamatan Bekasi Barat, Kota bekasi.<br />

Peringatan tersebut diisi dengan<br />

santunan anak yatim dan pentas<br />

seni islami persembahan siswasiswi<br />

SD Negeri 01, 03, 08 . Hadir<br />

Lulu Susanti, wah siapa yang tidak<br />

kenal ustadzah muda ini. Orangnya<br />

sangat enerjik se perti biasa banyak<br />

mengeluarkan pantun dengan logat<br />

betawi dan boneka kesayangannya<br />

yang menjadi ciri khasnya berdakwah<br />

dengan mendongeng.<br />

“Ada 30 anak yatim di sekolah kami<br />

yang hari ini diberikan bantuan<br />

berupa tas, dan sejumlah uang. Selain<br />

santunan kita juga bikin acara<br />

pembacaan Alquran surat pendek,<br />

hadroh, sholawatan siswa-siswi SDN<br />

Bintara 01,03,08 ” ungkap Saebah ,<br />

disela acara peringatan tahun baru<br />

islam 1 Muharram 1440 Hijriyah,<br />

di halaman sekolahnya.<br />

Kegiatan tersebut, lanjut Saebah,<br />

ber tujuan agar siswa-siswi di sekolah<br />

terbiasa untuk saling berbagi<br />

terhadap sesama yang lebih membutuhkan.<br />

“Kami ingin menanamkan<br />

sejak dini ten tang kesadaran serta<br />

kepedulian siswa terhadap orangorang<br />

ataupun siswa lainnya yang<br />

kurang mampu,” ujarnya.<br />

Ia berharap dengan memperingati<br />

satu muharam dapat memperkuat<br />

iman islam seluruh warga di sekolah.<br />

Selain itu kata dia, kegiatan tersebut<br />

juga menjadi ajang perubahan umat<br />

islam pada umumnya untuk menjadi<br />

insan yang lebih baik. (Pay)<br />

Gebyar Himpunan Mahasiswa<br />

Pendidikan Guru Sekolah Dasar<br />

(Himasda) Universitas Islam<br />

45 (Unisma) Bekasi dimulai<br />

dengan menghelat seminar<br />

yang diikuti oleh ratusan<br />

mahasiswa dari berbagai<br />

perguruan tinggi di Kota Bekasi.<br />

Seperti apa?<br />

Laporan:<br />

SURYA BAGUS<br />

Bekasi Timur<br />

SEMINAR yang mengangkat tema<br />

pendidikan berkualitas untuk generasi<br />

emas tersebut dihadiri 200 mahasiswa<br />

dari berbagai perguruan tinggi di Kota<br />

Bekasi. Hadir dalam kesempatan<br />

tersebut Ketua Program Studi (KAP-<br />

RODI) PGSD Universitas Negeri Jakarta,<br />

Fahrurrozi sebagai narasumber.<br />

Tema tersebut di angkat oleh mahasiswa<br />

yang tergabung dalam Himasda<br />

Unisma Bekasi atas kegelisahan yang<br />

dirasakan sebagai calon pendidik.Berdasarkan<br />

pengamatan mahasiswa yang<br />

tergabung dalam Himasda Unisma Bekasi<br />

ini, pendidikan di Indonesia masih sangat<br />

jauh dari kata maksimal.<br />

Berbagai macam permasalahan<br />

masih menjadi pekerjaan rumah<br />

diantaranta adalah profesionalisme<br />

yang masih mereka nilai rendah,<br />

distribusi guru yang tidak merata serta<br />

mismatched antara latar belakang<br />

pendidikan dan tugas sebagai guru<br />

yang tidak jarang masih terjadi.<br />

“ Berbagai macam permasalahan<br />

yang ada seperti rendahnya profesionalisme<br />

guru, distribusi guru yang<br />

tidak merata dan Mismatched antara<br />

latar belakang pendidikan dan tugas<br />

sebagai guru menjadi bukti dari rendahnya<br />

kualitas pendidikan di negeri<br />

ini,”kata Ketua Panitia Gebyar Himasda<br />

Unisma Bekasi, Rengga Surya<br />

Seminar yang dihelat digedung I<br />

pasca sarjana Unisma Bekasi tersebut<br />

berlangsung hangat dalam mengupas<br />

berbagai permasalahan yang terjadi<br />

di dunia pendidikan. Fahrurrozi sebagai<br />

narasumber mengungkapkan bahwa<br />

tantangan guru masa depan di abad<br />

ke 21 ini adalah perkembangan<br />

tehnologi informasi dan komunikasi<br />

yang masif dan pesat berimbas pada<br />

peradaban manusia.<br />

Tantangan lainnya adalah masuknya<br />

Indonesia dalam masyarakat ekonomi<br />

ASEAN serta standarisasi pekerjaan dan<br />

kompetensi kerja. Fahrurrozi menilai<br />

bahwa standarisasi pekerjaan dan kompetensi<br />

kerja tidak lagi bersifat lokal atau<br />

nasional malainkan bersifat global.<br />

“Guru masa depan adalah guru yang<br />

menginspirasi, menggairahkan dan<br />

mencerdaskan peserta didik,“ ungkap<br />

pria yang juga sebagai ketua satu Himpunan<br />

Dosen PGSD se Indonesia tersebut<br />

dalam pemaparan yang dilakukan di<br />

hadapan ratusan mahasiswa.(*)<br />

Ratusan siswa SMAN 6 Tambun Selatan<br />

berkumlul di halaman sekolah.<br />

Mereka bukan melakukan upacara<br />

bendera, namun ingin mendengarkan<br />

pemaparan dan sosialisasi Undang-<br />

Undang Informasi dan Transaksi Elektronik<br />

( ITE ).<br />

Menggandeng Bhabinkamtibmas kelurahan<br />

Jatimulya dan Polisi Sektor<br />

kecamatan tambun Selatan, sosialsiasi<br />

ini diharapkan mampu memberikan<br />

wawasan kepada siswa pentingnya informasi<br />

transaksi elektronik.<br />

Wakil kepala sekolah bidang kesiswaan<br />

SMAN 6 Tambun Selatan Dede<br />

Ismail mengatakan, Penyuluhan Undang-<br />

Undang Informasi dan Transaksi Elektronik<br />

( ITE ) dilakukan untuk mengurangi<br />

dampak penyalahgunaan media elektronik.<br />

“Kami memang bekerja sama dengan<br />

bhabinkamtibmas kelurahan Jatimulya<br />

yaitu bapak aiptu sohib untuk mensosialisasikan<br />

UU ITE . Menurut kami<br />

sosialisasi sangat penting agar siswa<br />

didik kami tidak ada yang terjerumus<br />

dengan berita hoax dan aksi pornografi<br />

, ” tegasnya.<br />

Sosialisasi yang dimulai 07.30 WIB ini<br />

disambut antusaiss siswa. Pasalnya,<br />

dengan sosialisasi ini siswa bisa mengetahui<br />

bahaya yang didapat jika menyalahgunakan<br />

media elektronik.”Siswa<br />

harus bijak menggunakan media<br />

sosial,”kata Bhabinkamtibmas kelurahan<br />

Jatimulya, Aiptu Sohib saat menasehati<br />

siswa.<br />

Dia mengakui, maraknya informasi di<br />

media sosial saat ini sangat berbahaya<br />

jika tidak disikapi dengan bijak. Terlebih<br />

para pelajar yang sangat aktif memanfaatkan<br />

media sosial untuk saling berkomunikasi<br />

dan bersosialisasi.<br />

“Kita bisa lihat sekarang ini, banyak<br />

aksi kekerasan yang dilakukan oleh remaja.<br />

Bahkan, tidak sedikit remaja terjerumus<br />

dalam pergaulan negatif karena<br />

salah memanfaatkan medsos.<br />

Untuk itu, siswa harus hati-hati dalam<br />

menggunakan medsos,”paparnya.<br />

Dia berharap, melalui sosialisasi ini<br />

siswa tidak mudah menerima informasi<br />

yang menyesatkan,”Harapanyah<br />

dengan adanya penyuluhan undangundang<br />

Informasi dan Transaksi Elektronik<br />

( ITE ) terhadap para siswa , akan<br />

menjadikan UU ITE sebagai pagar pembatas<br />

dalam melakaukan hal-hal yang<br />

tidak diinginkan serta meminimalisir<br />

penyebaran berita hoax di kalangan<br />

pelajar ,” tandas Aiptu sohib. (*)<br />

Pendidikan merupakan<br />

kebutuhan dasar<br />

masyarakat modern<br />

saat ini. Pemikiran yang<br />

semakin terbuka dari para<br />

orang tua, yang meyakini<br />

bahwa pendidikan<br />

itu sangat penting,<br />

menjadikan semangat<br />

baru menciptakan<br />

generasi bernas di era<br />

digital. Sejalan dengan itu,<br />

banyak impian anak muda<br />

melambung tinggi, dengan<br />

banyak sokongan dari<br />

berbagai pihak, terutama<br />

sekolah. Meski sistem<br />

pendidikan Indonesia jauh tertinggal dari dunia<br />

Eropa atau Amerika pun negara tetangga, semangat<br />

para remaja untuk bersekolah melambung<br />

tinggi seiring dengan perkembangan pendidikan<br />

saat ini. Kini, memilih sekolah unggul menjadi<br />

prioritas utama. Tidak hanya membekali anaknya<br />

pengetahuan dunia yang bersifat sementara, tapi<br />

kini orang tua lebih menyeimbangkan anaknya<br />

dengan kecerdasan yang bersifat agamis.<br />

Pendidikan karakter menjadi basic bagi sistem<br />

pendidikan kita dengan harapan kualitas meningkat<br />

diawali dari ‘akar’ segala problem. Hal ini<br />

tercantum dalam Undang-undang Republik<br />

Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem<br />

Pendidikan Nasional; merumuskan dasar, fungsi,<br />

dan tujuan pendidikan Nasional. Pasal 3 Undangundang<br />

Sitem Pendidikan Nasional (UU SIKDIK-<br />

NAS) menyebutkan: “Pendidikan Nasional<br />

berfungsi mengembangkan dan membantu watak<br />

serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam<br />

rangka mencerdaskan bangsa. Bertujuan untuk<br />

berkembangnya potensi, peserta didik agar<br />

menjadi manusia yang beriman yang bertakwa<br />

kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,<br />

sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi<br />

warga negara yang demokratis serta bertanggung<br />

jawab.” Ketika anak memiliki karakter yang kuat<br />

dan baik, niscaya generasi masa depan memiliki<br />

bekal mempuni ke arah hidup lebih baik.<br />

Tak seperti masa lampau, pilihan utama bersekolah<br />

adalah menembus sekolah Negeri, yang<br />

notabene memang tak terpikir oleh masyarakat<br />

ada pilihan lain. Secara umum tak ada pembeda<br />

sekolah satu dengan sekolah lain. Pendidikan<br />

berkesinambungan dengan seseorang yang belajar.<br />

Belajar adalah nyawa bagi mereka yang berpikir,<br />

diturunkan dari sebuah generasi ke generasi lain<br />

dari tahapan pembelajaran, pelatihan, bahkan<br />

praktek di bawah pengawasan seorang pendidik.<br />

Sering kali masyarakat mengartikan bahwa<br />

pendidikan itu harus pergi ke sebuah sekolah, tentu<br />

saja itu pendapat yang tidak tepat, karena pada<br />

hakikatnya selama kita dalam kandungan Ibu pun,<br />

sudah dalam proses belajar karena diajarkan<br />

banyak hal. Ini adalah kenyataan yang kurang<br />

disadari. Maka dari itu, dapat disimpulkan bahwa<br />

pendidikan pertama yang didapat seorang anak<br />

adalah dari keluarga.<br />

Banyak negara sudah menerapkan aturan wajib<br />

belajar, maka dari itu setiap orang dalam sebuah<br />

negara sudah memiliki hak atas pendidikan. Pun<br />

begitu dengan Indonesia. Sebagaimana tercantum di<br />

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20<br />

tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional;<br />

merumuskan hak dan kewajiban warga negara,<br />

orang tua, masyarakat, dan pemerintah. Pasal 5 ayat<br />

1 menyebutkan: “Setiap warga negara mempunyai<br />

hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang<br />

bermutu.” Pemerintah konsisten melaksanakan<br />

program wajib belajar dengan memperbaiki sistem<br />

pendidikan yang kian dinamis mengikuti zaman.<br />

Mutu pendidikan di setiap daerah kian meningkat<br />

walau belum secara menyeluruh. Salah satunya<br />

dengan menyelenggarakan Ujian Nasional Berbasis<br />

Komputer (UNBK), yang tahun ajaran 2017/2018<br />

sudah dipenuhi oleh setiap sekolah di penjuru<br />

Indonesia. Ini merupakan salah satu program<br />

pemerintah yang terlaksana sebagai bukti kekonsistenan<br />

dalam meningkatkan mutu pendidikan.<br />

Lalu, Negeri atau Luar Negeri (sekolah swasta)?<br />

Menjadi pertanyaan di setiap benak orang tua yang<br />

memiliki anak di tingkat akhir sebuah jenjang<br />

sekolah. Mereka sadar bahwa kini pendidikan<br />

menjadi kebutuhan primer. Keunggulan pun<br />

kelemahan masing-masing sekolah menjadi<br />

pertimbangan bagi orangtua yang sudah melek<br />

pendidikan. Berapa banyak biaya yang harus<br />

digelontorkan, mereka siap jika nanti output<br />

anaknya luar biasa. Kebanggan tersendiri dari<br />

orangtua jika anaknya berprestasi.<br />

Pemikiran dasar itu lah yang menjadikan sekolah<br />

swasta khususnya, berlomba-lomba meningkatkan<br />

kualitas, tidak hanya dari sarana prasarana, tapi<br />

menjanjikan program-program unggulan dalam<br />

berbagai bidang. Sekolah beda ‘alam’ ini berusaha<br />

mendapatkan kepercayaan masyarakat luas<br />

dengan meningkatkan brand dengan berbagai<br />

cara, salah satunya pilihan ekstrakulikuler yang<br />

amat beragam, di mulai dari seni dan budaya<br />

hingga sport. Tak ayal, dengan program yang<br />

menjanjikan pada masyarakat serta berbayar tinggi<br />

sekolah-sekolah ini akan mendapat cap bonefit.<br />

Namun kebanyakan dari mereka “Untouchable”<br />

bagi masyarakat kelas ekonomi menengah ke<br />

bawah.<br />

Pun zonasi membuat sekolah pemerintah yang tak<br />

berbayar sedikit ‘hilang akal’, namun masih banyak<br />

hal yang menjadikannya primadona. Misal, daya<br />

tampung murid pada tiap kelasnya lebih banyak dari<br />

pada sekolah swasta yang memungkinkan semua<br />

calon murid terbagi ‘kursi’, sehingga jarang sekali<br />

sekolah negeri yang jumlah siswanya sedikit.<br />

Sekolah yang disediakan pemerintah ini, dari sarana<br />

prasarana dan gaji pengajarnya ditanggung pemerintah<br />

(lain hal dengan para honorer). Jika<br />

bersekolah di sekolah negeri, biaya yang dikeluarkan<br />

orang tua akan lebih murah dibandingkan sekolah<br />

swasta, karena secara umum operasional sekolah<br />

sudah disubsidi oleh pemerintah.<br />

Well, Negeri atau Luar Negeri (sekolah swasta)?<br />

Keduanya memiliki visi dan misi dasar yang sama,<br />

ialah mencerdaskan anak bangsa, menanamkan<br />

nilai-nilai baik dalam kehidupan, membuat<br />

generasi baru yang berkarakter. Bijaklah dalam<br />

menentukan sekolah pilihan, tentunya disesuaikan<br />

kondisi pribadi para orang tua dan anak secara<br />

keseluruhan.(*)<br />

Oleh: Yulistika, S.pd.<br />

Guru Bahasa Indonesia<br />

SMP Al Azhar Syifa Budi<br />

Legenda, Anggota KGPBR<br />

PENDIDIKAN<br />

6<br />

Negeri atau Luar<br />

Negeri (swasta)?<br />

PENDIDIKAN<br />

6 KAMIS, 16 AGUSTUS 2018<br />

Guru Kaya<br />

Guru Berkarya<br />

Oleh : Endah Setiaharti, M.Pd.<br />

Guru SD Al Muslim<br />

SETIAP manusia memiliki<br />

kelebihan dan kekurangan.<br />

Dengan kelebihan yang<br />

dimiliki setiap orang dapat<br />

melakukan aktivitas yang<br />

dapat meningkatkan<br />

aktualisasi diri. Dengan<br />

kekurangannya, seseorang<br />

juga dapat belajar untuk<br />

menghadapi kesulitan,<br />

tantangan, dan berupaya<br />

menemukan solusi terbaik dari masalah yang<br />

dihadapinya. Tidak ada manusia yang<br />

sempurna di dunia ini. Allah<br />

menganugerahkan kelebihan dan kelemahan<br />

kepada setiap manusia tidak lain bertujuan<br />

agar manusia bisa saling bersinergi atas kedua<br />

hal tersebut.<br />

Bagaimanakah wujud rasa syukur kita atas<br />

anugerah yang telah Allah berikan ? Untuk<br />

menjawab pertanyaan tersebut kita dapat<br />

memulai dengan cara melihat kembali potensi<br />

kelebihan dan kelemahan yang dimiliki.<br />

Sudahkah kita mengoptimalkan kelebihan<br />

yang kita miliki untuk menghasilkan sebuah<br />

karya, membuat kreativitas, menciptakan<br />

media, metode, atau strategi yang dapat<br />

dirasakan manfaatnya bagi orang banyak ?<br />

Apakah kita membiarkan potensi itu beku<br />

kemudian mati ? Sungguh ironis jika ini terjadi<br />

pada diri kita, terlebih lagi apabila kita adalah<br />

seorang guru. Bagaimana pula dengan<br />

kelemahan yang ada pada diri kita ? Apakah<br />

kita tetap menjadikannya sebagai sesuatu<br />

yang statis ? Tentu kita semua tidak ingin<br />

kondisi demikian terjadi pad diri kita.<br />

Sebagai seorang pendidik, guru dituntut<br />

untuk memiliki pengetahuan, keterampilan,<br />

dan sikap yang sesuai dengan profesinya.<br />

Seorang guru harus professional dalam<br />

menyelesaikan tugas dan berbagai persoalan<br />

yang menyertai dunia kerjanya. Oleh karena<br />

itu, seorang guru hendaknya tidak pernah<br />

berhenti belajar. Belajar dari teman seprofesi,<br />

orang tua, buku, media, termasuk peserta<br />

didik. Dengan pengalaman belajar yang<br />

diperolehnya, seorang guru dapat<br />

mengembangkan berbagai ide dan kreativitas.<br />

Di samping itu juga akan mengantarkan guru<br />

pada mindset berpikir positif kritis. Untuk<br />

itulah seorang guru harus memiliki wadah<br />

dalam menuangkan ide dan kreativitasnya<br />

sehingga guru dapat menghasilkan suatu<br />

karya yang berguna bagi dunia pendidikan.<br />

Guru yang mempunyai banyak ide dan<br />

memiliki kreativitas tinggi akan memotivasi<br />

dirinya untuk berkarya melalui goresan pena,<br />

membuat buku, inovasi media belajar atau<br />

bahkan membuktikan sebuah teori melalui<br />

eksperimen. Dengan karya yang dihasilkannya,<br />

seorang guru dapat berbagi pengalaman dan<br />

keterampilan sehingga secara tidak langsung<br />

mutu tenaga pendidik juga meningkat.<br />

Untuk menghasilkan sebuah karya, guru<br />

dapat merintisnya dengan menuangkan<br />

permasalahan yang dihadapinya selama<br />

bekerja, baik di kelas maupun di luar kelas. Dari<br />

permasalahan tersebut, kemudian guru<br />

menuliskan tahapan-tahapan yang ia lakukan.<br />

Setelah melalui berbagai proses, guru mencatat<br />

setiap perkembangan atas permasalahan<br />

tersebut. Semua dituangkan dalam bentuk<br />

catatan singkat. Apabila masalah telah selesai<br />

guru dapat menuliskan kembali<br />

pengalamannya tersebut dalam bentuk puisi,<br />

cerpen, opini, PTK atau pun bentuk lainnya.<br />

Jika, hasil karya guru berupa media, metode,<br />

atau pun strategi, guru pun harus<br />

mendeskripsikannya dalam bentuk tulisan.<br />

Mengapa guru harus berkarya ? Di tangan<br />

seorang guru akan menentaskan anak didik<br />

yang memiliki berbagai impian. Merekalah<br />

yang nantinya akan mengisi berbagai kursi<br />

kepemimpian suatu bangsa. Di tangan mereka<br />

pula perjuangan suatu bangsa akan<br />

diteruskan. Guru yang telah memiliki karya,<br />

berarti telah menunjukkan kemampuan<br />

dalam bidang tuasnya secara professional.<br />

Dengan karya yang dihasilkanya guru dapat<br />

bertutur atas apa yang didengar, dilihat dan<br />

dirasakannya. Dengan karyanya seorang guru<br />

selalu mengikuti kemajuan zaman, sehingga<br />

menjadikan guru semakin kaya. (*)<br />

BOJONGMANGU – Minat siswa di<br />

Kabupaten Bekasi untuk bergabung<br />

dengan gerakan Pramuka dinilai masih<br />

sangat minim. Padahal, kegiatan<br />

pramuka bisa dijadikan sarana untuk<br />

membentuk pribadi siswa agar berani,<br />

mandiri dan berkarakter.<br />

Selain itu, sesuai dengan kurikulum<br />

2013 (K13) menjadikan pendidikan<br />

kepramukaan sebagai ekstra kurikuler<br />

wajib, mulai jenjang SD/MI, SMP/<br />

MTs, SMA/MA dan SMK. Pewajiban<br />

pendidikan kepramukaan menjadi<br />

ekstra kurikuler wajib ini sebenarnya<br />

bukanlah merupakan hal yang baru,<br />

karena sudah sejak lama pendidikan<br />

kepramukaan dijadikan kegiatan ekstra<br />

kurikuler wajib di sekolah, terutama<br />

Sekolah Dasar.<br />

Hal ini diakui oleh Ketua Kwarcab<br />

Gerakan Pramuka Kabupaten Bekasi,<br />

Hudaya usai peringatan hari pramuka<br />

yang berlangsung di Bumi Perkemahan<br />

Karang Kitri Bojongmangu, Kecamatan<br />

Bojongmangu.<br />

Hudaya berharap gerakan pramuka<br />

yang diterapkan di sekolah ini mampu<br />

mendidik generasi penerus bangsa,<br />

melalui kelompok-kelompok pramuka<br />

disekolah. Menurutnya, minat siswasiswi<br />

untuk mengikuti gerakan pramuka<br />

sudah sangat minim. Oleh karena itu,<br />

pihaknya mendesak sekolah untuk<br />

mewajibkan siswanya mengikuti kegiatan<br />

pramuka.“Kami berharap, di setiap<br />

sekolah mewajibkan siswanya mengikuti<br />

ekskul pramuka,”katanya.<br />

Sementara itu, Hudaya mengatakan,<br />

dalam peringatan hari pramuka tingkat<br />

Kabupaten Bekasi, Ketua Mabicab<br />

gerakan pramuka Neneng Hassanah<br />

Yasin, mengambil komando sebagai<br />

ketua upacara serta Jambore.<br />

“Pesertanya berasal dari perwakilan<br />

masing-masing ranting di 23 kecamatan.<br />

Selain upacara dan jambore tingkat<br />

Kabupaten Bekasi, masing-masing<br />

ranting juga menggelar kegiatan serupa<br />

di tingkat kecamatan,” kata Hudaya<br />

disela-sela acara.<br />

Ditempat yang sama, perwakilan peserta<br />

pada Jambore pramuka, Ilham, mengaku<br />

bangga atas terselenggaranya jambore<br />

setiap tahunnya. Dirinya berharap agar<br />

kegiatan serupa terus diadakan setiap<br />

tahunnya. Bahkan, kata Ilham, kalau bisa<br />

rutin beberapa kali dalam setahun.<br />

“Senang banget kita sebagai anggota<br />

Pramuka dari SMPN 5 Tambun Selatan<br />

bisa ikut Jambore lagi. Setiap tahunnya<br />

memang trus aktif kegiatan ini. Harapamnya<br />

si ya ada trus setiap tahun. Kalau bisa ya<br />

dua (hingga) tiga kali setahun, nggak cuma<br />

sekali acara besar seperti ini,” ucap Ilham<br />

dengan nada semangat. (Cr37)<br />

JAKARTA - Menristekdikti Mohamad<br />

Nasir menyoroti turunnya peringkat<br />

atau ranking Perguruan Tinggi (PT)<br />

Indonesia di level dunia. Dia menilai<br />

penurunan ranking ini dipicu kurangnya<br />

kerja keras dari dari masing-masing<br />

pengelola kampus.<br />

Nasir menjelaskan di balik penurunan<br />

peringkat tersebut, skor atau nilai yang<br />

didapatkan kampus Indonesia sejatinya<br />

meningkat. ’’Tetapi ternyata nilai<br />

kampus luar negeri lebih banyak lagi<br />

kenaikannya. (Kampus lokal, Red)<br />

Kurang kerja kerasnya,’’ katanya.<br />

Merujuk pada hasil pemeringkatan<br />

QS (Quacquarelli Symnds) World<br />

University Ranking dua besar kampus<br />

di Indonesia adalah Universitas<br />

Indonesia (UI) dan Institut Teknologi<br />

Bandung (ITB). Tahun ini posisi UI<br />

berada di peringkat 292 dunia.<br />

Peringkat ini turun dibandingkan<br />

tahun lalu yang berada di urutan 277<br />

dunia. Penurunan juga dialami oleh<br />

ITB. Tahun ini posisi kampus ITB<br />

berada di urutan 359 dunia. Turun<br />

dibandingkan tahun lalu yang berada<br />

di urutan ke-331 dunia.<br />

Nasir menegaskan penurunan<br />

tersebut tidak bisa diartikan bahwa<br />

kinerja pengelola kampus turun. Dia<br />

menegaskan nilai yang diapatkan ada<br />

kenaikan, hanya saja kenaikan kampus<br />

luar negeri lebih tinggi angkanya.<br />

’’Kita ingin (ke depan, Red) kenaikan<br />

nilainya pakai deret ukur. Bukan deret<br />

hitung. Sehingga harus ada lompatanlompatan,’’<br />

tuturnya.<br />

Mantan rektor Universitas Diponegoro<br />

(Undip) Semarang itu menjelaskan<br />

ada sejumlah strategi untuk meningkatkan<br />

kinerja kampus dalam negeri<br />

di level internasional. Diantaranya<br />

adalah mempererat kolaborasi dengan<br />

dosen atau diaspora ilmuan Indonesia<br />

yang ada di luar negeri.<br />

Dengan segudang pengalaman dan<br />

jaringan yang luas, Nasir berharap<br />

keberadaan diaspora ilmuan tersebut<br />

bisa memberikan pengaruh positif<br />

kepada kampus dalam negeri. Baik<br />

itu PTN maupun PTS. (wan/jpnn)<br />

FOTO<br />

BERSAMA:<br />

Siswa yang<br />

tergabung<br />

dalam gerakan<br />

pramuka di<br />

kabupaten<br />

Bekasi, foto<br />

bersama usai<br />

mengikuti<br />

upacara hari<br />

pramuka,<br />

belum lama ini.<br />

Minat Siswa dengan<br />

Pramuka Minim<br />

Yahh…Ranking PT Indonesia Menurun<br />

<strong>BEKASI</strong> SELATAN – Sebanyak 35<br />

siswa di Kota Bekasi, mendapat kepercayaan<br />

untuk menjadi Calon Pengibar<br />

Bendera Pusaka (Capaska)<br />

pada perayaan hari jadi ke 73 Republik<br />

Indonesia pada 17 Agustus nanti.<br />

Padahal, menjadi seorang pasukan<br />

pengibar bendera pusaka tidak semu dah<br />

dan segampang yang dibayangkan.<br />

Ratusan ribu pelajar SMA/SMK belum<br />

diberikan kesempatan untuk mengemban<br />

amanah luar biasa dipundaknya pada<br />

peringatan HUT RI ke-73 mendatang.<br />

Penjabat Wali Kota Bekasi Ruddy<br />

Gandakusumah, meminta kepada<br />

seluruh orangtua agar anaknya yang<br />

terpilih sebagai Calon Pengibar Bendera<br />

Pusaka (Capaska) 2018 harus<br />

men jadi kebanggaan bagi keluarga.<br />

“Saya mengapresiasi kepada seluruh<br />

Capaska dan orangtua yang mem berikan<br />

motivasi untuk ikut seleksi dan terpilih<br />

harus menjadi kebanggaan keluarga,”<br />

ucapnya, Rabu (15/8/2018).<br />

Diketahui, Proses seleksi Capaska<br />

Kota Bekasi 2018 diikuti kurang lebih<br />

879 orang pendaftar yang berasal dari<br />

60 SMA/SMK negeri dan swasta.Setelah<br />

melalui beberapa tahapan seleksi yang<br />

dimulai sejak bulan Februari lalu,<br />

akhirnya terpilih sebanyak 35 orang.<br />

Dua diantara 35 terpilih pelajar Kota<br />

Bekasi bahkan dipercaya untuk mengibarkan<br />

sang merah putih di Pemerintah<br />

Provinsi Jawa Barat.Ruddy mengaku bangga<br />

dengan terpilihnya 35 orang Capaska yang<br />

akan menjadi bagian dari sejarah Kota<br />

Bekasi, Jawa Barat dan Indonesia.<br />

“Ditengah situasi kondisi yang penuh<br />

tantangan, kita patut bangga kalau bukan<br />

anak-anak kita yang mewarisi nilai-nilai<br />

perjuangan untuk tetap menjaga NKRI<br />

dan tegaknya Indonesia kedepan siapa<br />

lagi,Dengan didukung doa semua pihak,<br />

saya berharap pada waktu pengibaran<br />

dan penurunan bendera akan<br />

berlangsung dengan mulus dan berhasil<br />

serta menjadi kebanggaan bagi keluarga<br />

serta Kota Bekasi,” tutupnya.(dyt/<br />

pojokbekasi)<br />

ISTIMEWA/<strong>RADAR</strong> <strong>BEKASI</strong><br />

BERI DUKUNGAN: Penjabat Wali Kota Bekasi Ruddy Gandakusumah (kiri), saat<br />

memberikan dukungan semangat kepada 35 pelajar Kota Bekasi yag masuk menjadi<br />

Calon Pengibar Bendera Pusaka pada perayaan HUT RI 17 Agustus nanti.<br />

Pelajar Bekasi Menjadi Capaska<br />

Ketiga, adalah faktor<br />

bacaan dan tontonan.<br />

Televisi dapat juga<br />

disebut sebagai sebuah<br />

keajaiban dalam dunia<br />

walaupun hanya<br />

berbentuk sebuah<br />

kotak elektronik yang<br />

sederhana yang<br />

mampu secara efektif<br />

berperan sebagai<br />

media massa dalam<br />

berbagai informasi<br />

dengan gambar hidup,<br />

berwarna-warni dan<br />

bergerak. Sehingga<br />

dapat memikat,<br />

membius dan menggiring<br />

seluruh perhatian<br />

para pemirsanya itulah sebabnya, sebagian<br />

besar pemirsa menganggap bahwa informasi apa<br />

saja yang ditayangkan televisi adalah benar, apa<br />

saja yang disajikan oleh televisi adalah baik.<br />

Sehingga mereka memutuskan bahwa televisi<br />

merupakan satu-satunya sumber dan pusat<br />

informasi yang benar, baik dan akurat, bahkan<br />

televisi dianggap sebagai guru yang wajib diturut<br />

dan diikuti, alat yang paling efisien dan efektif<br />

untuk mengenal mempelajari dan mendapatkan<br />

berbagai hal dalam hidup dan kehidupan ini<br />

ketimbang berbagai buku bacaan yang dianggap<br />

menyita waktu.<br />

Dari sekian banyak program acara yang<br />

disajikan televisi, kebanyakan dapat mempengaruhi<br />

sikap penontonnya setelah atau pada waktu<br />

melihat tayangan televisi. Banyak fakta yang kita<br />

jumpai dari informasi yang disampaikan televisi,<br />

baik fakta positif maupun fakta negatif. Sehingga<br />

hal ini baik secara langsung atau tidak langsung<br />

akan mempengaruhi akhlak penontonnya ke<br />

arah positif atau ke arah negatif. Sehingga ada<br />

dua pengaruh tayangan televisi terhadap akhlak<br />

anak yaitu: 1). Pengaruh yang bersifat positif Televisi<br />

dapat memberikan pengaruh yang positif<br />

bagi para pemirsa yang menyaksikan program<br />

acara atau tayangan televisi. 2). Pengaruh yang<br />

bersifat negatif. Tayangan televisi tidak hanya<br />

memberikan pengaruh yang positif saja tetapi<br />

acara televisi lebih banyak memberikan pengaruh<br />

yang negatif kepada sikap para pemirsanya<br />

setelah atau pada waktu melihat tayangan<br />

televisi, sehingga akan mempengaruhi akhlak<br />

penonton ke arah negatif. Adapun pengaruhnya<br />

tayangan televisi yang bersifat negatif sebagai<br />

berikut:<br />

Sering menonton televisi akan melalaikan tugas<br />

dan kewajiban bagi para pemirsa<br />

Sering menonton televisi akan mempengaruhi<br />

dan menurunkan prestasi belajar.<br />

Anak-anak cenderung lebih menyukai<br />

tayangan yang bernuansakan kekerasan dan<br />

roman.<br />

Setelah menonton tayangan televisi mereka<br />

suka meniru apa yang telah mereka tonton.<br />

Manusia memanfaatkan televisi sebagai alat<br />

bantu yang paling efisien dan efektif. Dimana<br />

kesemuanya ini dapat terwujud melalui berbagai<br />

program dan tayangan televisi yang dapat<br />

dipertangung jawabkan secara moral dan<br />

material.<br />

Kebanyakan kegiatan menonton televisi<br />

cenderung terencana dan bersifat tak sadar, tiap<br />

kali banyak orang mempunyai waktu luang,<br />

mereka tiba-tiba saja duduk dihadapan televisinya<br />

tanpa diundang banyak niat dan rencana<br />

yang tiba-tiba saja dibatalkan, lantaran tergoda,<br />

terpanggil, tergelitik untuk menikmati acara<br />

tertentu yang disiarkan oleh televisi.<br />

Televisi dengan mudah bisa melahap sebagian<br />

besar waktu anak waktu yang dilewatkan di<br />

depan layar televisi berarti waktu yang tidak di<br />

manfaatkan oleh anak untuk belajar membaca<br />

menggambar atau membantu pekerjaan rumah<br />

tangga. Apabila tayangan televisi menyajikan<br />

acara hiburan atau acara bernuansa kekerasan<br />

maka itu anak – anak cenderung menyukai dan<br />

menggemari tayangan tersebut karena apa yang<br />

di lihat, di tonton di tayangan televisi biasanya<br />

anak – anak cenderung akan menirunya tanpa<br />

disaring, di filter dan tanpa dibarengi dengan<br />

sikap selektif dalam memilih acara yang di<br />

sajikan, sehingga takut akan merusak akhlak<br />

anak terhadap pengaruh yang ditayangkan oleh<br />

televisi oleh karena itu peran pendamping dan<br />

bimbingan oleh orang tua kepada anaknya yang<br />

sedang menonton atau menikmati tayangan<br />

yang di sajikan oleh pesawat televisi di rumah<br />

karena setiap harinya banyak anak – anak<br />

menghabiskan waktu di depan pesawat televisi<br />

sehingga banyak tayangan atau program acara<br />

yang dinikmatinya tanpa banyak memikirkan<br />

apakah layak di tonton oleh anak – atau dapat<br />

merusak akhlak anaknya.<br />

Keempat, adalah faktor lingkungan/miliu.<br />

Faktor yang membentuk karakter seorang anak<br />

adalah miliu yang sangat mempengaruhi akhlak<br />

seseorang di samping faktor keturunan, dari<br />

faktor kedua ini faktor pergaulan/lingkunganlah<br />

yang sangat kuat pengaruhnya atau sangat<br />

dominan pengaruhnya dalam pembentukan<br />

karakter atau akhlak. Seperti orang tua dahulu<br />

bilang siapa yang bergaul dengan jualan minyak<br />

wangi maka akan dapat wanginya dan siapa yang<br />

bergaul dengan tukang las maka akan terkena<br />

percikan apinya. Nabi Muhammad SAW<br />

menggambarkan bahwa teman itu bagaikan<br />

barang tambalan. “Teman itu bagaikan barang<br />

tambalan pada pakaianmu, maka lihatlah<br />

dengan apa kamu menambalnya.” Maksud<br />

hadits di atas, seseorang harus mampu dengan<br />

mempergunakan akalnya di dalam mencari<br />

teman yang senantiasa memberikan suatu<br />

kebaikan pada kita dalam hidup dan kehidupan.<br />

Menurut seorang penyair Islam yang bernama<br />

Syaufi dalam bait syairnya;<br />

“Siapa yang berteman dengan orang mulia<br />

dia akan ikut mulia, siapa yang berteman<br />

dengan orang hina tidak akan ikut mulia.<br />

Tidakkah engkau lihat kata syufi betapa kulit<br />

kambing yang hina dicium orang ketika<br />

kambing berteman dengan al-qur’an) jadi<br />

kantong (Qur’an) tapi kulit kambing yang<br />

berteman dengan kayu (dijadikan bedug) tiap<br />

waktu sholat orang memukulnya.” (*)<br />

PENDIDIKAN<br />

10<br />

Empat Pola Pendidikan<br />

Dalam Islam (habis)<br />

Kirimkan artikel pendidikan Anda ke email:<br />

miftah.radar@gmail.com<br />

Oleh: IHYA<br />

ULUMUDDIN, S.Pd.I.,<br />

M.Pd<br />

Guru MTs. ATTAQWA<br />

16 Kota Bekasi & SMP.<br />

Attaqwa Pusat Babelan<br />

Seminar Komunitas Guru Menulis<br />

Dorong Literasi Sekolah, Ajak Guru Aktif Menulis<br />

RABU, 15 AGUSTUS 2018<br />

Komunitas Guru Penulis Bekasi<br />

Raya mengadakan seminar<br />

dengan tema “ Penulisan Puisi<br />

dan Artikel yang Menarik”,<br />

belum lama ini. Seperti apa<br />

kegiatannya?<br />

Laporan:<br />

Ajeng Dinar<br />

<strong>BEKASI</strong> SELATAN<br />

Menulis bukan perkra yang mudah,<br />

tapi tidak juga sulit asalkan sering dilatih<br />

dan memiliki kemauan yang kuat.<br />

Demikian ditegaskan ketua Komunitas<br />

Guru Penulis Bekasi Raya (KGPBR),<br />

Prawiro saat kegiatan seminar menulis<br />

yang diikuti sejumlah guru yang ada<br />

di Bekasi.<br />

Dalam seminar tersebut, menjelaskan<br />

tentang Seputar teknis kepenulisan<br />

puisi dan artikel. Tujuannya meningkatkan<br />

kompetensi menulis para guru<br />

penulis di Bekasi Raya. Disamping ajang<br />

silaturahmi anggota<br />

“Yang ikut seminar ini adalah guru<br />

guru SD hingga SMA dari Kabupaten<br />

dan Kota Bekasi. Materinya mengenai<br />

cara menulis puisi dan artikel yang<br />

menarik. Lalu praktek membacakan<br />

puisi. Dalam acara ini dihadiri dengan<br />

jumlah peserta 40 orang, “ ujarnya.<br />

Prawiro menambahkan, karena ini<br />

komunitas guru penulis seBekasi Raya<br />

bukan hanya guru saja yang hadir. Ada<br />

mahasiswa dan pelajar juga. Sehingga<br />

dalam acara ini diisi dengan dua pembicara<br />

diantaranya pak Endanv A Rustandi<br />

dan ibu Lily Priyani.<br />

“Dalam acara ini pak Endang A Rustandi<br />

berbicara mengenai bagaimana<br />

cara menulis puisi yang baik sesuai<br />

dengan aturan kebahasaan, KBBI dan<br />

nilai sastra. Bu Lili Priyani sebagai pegiat<br />

literasi Bekasi menjelaskan mengenai<br />

menulis artikel, kaidah dan judul<br />

yang menarik. Penggunaan tanda baca<br />

dan kata baku sesuai KBBI. Serta tips<br />

dalam menerbitkan buku sendiri. Juga<br />

motivasi untuk semangat menulis, “<br />

lanjutnya.<br />

Di dalam seminar ini, Endang selaku<br />

pembicara mengatakan menulis inspiratif<br />

harus banyak membaca, mendengar,<br />

kajian, wisata, browsing, dengar musik,<br />

berdiskusi dan punya KBBI tentunya.<br />

Dia juga memaparkan alasanny untuk<br />

menulis di antaranya banyak hal yang<br />

ditemukan dalam hal menulis, dan<br />

banyak wawasan.<br />

“Dalam menulis, editing merupakan<br />

tahap selanjutnya yg harus dilakukan,<br />

baik dari bahasa, kata, dan ejaan dan<br />

minta untuk orang terdekat menilainya.<br />

Tahapan selanjutnya lakukan publishing.<br />

Tips dalam menulis yang lainnya diantaranya<br />

luangkan waktu, fokus berburu<br />

data, buat judul yang menarik,<br />

dan brainstorming tentang judul, isi<br />

serta penutup, “ katanya.<br />

Penuturan serupa juga disampaikan<br />

oleh pebicara lainnya, Lily. Dia menekankan<br />

pentingnya ada literasi di<br />

sekolah. Untuk terealisasikan dengan<br />

baik butuh peran Kepala Sekolah. Langkah<br />

berikutnya buat program oleh tim<br />

literasi sekolah tentu dengan SK yang<br />

didapat lalu bergerak secara masif.<br />

Lalu menginfokan pada “dunia” tentang<br />

gerakan literasi tersebut.<br />

“Sekolah sebaiknya memiliki komitmen<br />

bersama antar warga sekolah<br />

dalam menjalankan program literasi.<br />

Kepala sekolah sebagai figur pimpinan<br />

hendaknya memiliki wawasan dan<br />

visi yang literat yang mampu memfasilitasi<br />

keberagaman pemahaman<br />

demi tercapainya keberhasilan bersama<br />

dalam mengupayakan sekolah<br />

sebagai lingkungan akademik yang<br />

literasi, “ terangnya.<br />

Sementara itu, sekertaris KGPBR<br />

Siti Mugi dalam sambutannya memberikan<br />

motivasi untuk literasi tiada<br />

henti. Menurutnya. media seperti Radar<br />

Bekasi yang telah memberikan<br />

wadah untuk tulisan harus dimanfaatkan<br />

sebaik mungkin dengan cara aktif<br />

mengirim tulisan ke radar.<br />

“Literasi itu tidak hanya membaca,<br />

tetapi dilanjutkan dengan menulis. Pembiasan<br />

menulis dapat dimulai dengan<br />

buku harian. Pada era sekarang ini, dapat<br />

dimulai dengan menulis blog. Menulis<br />

didahului oleh kegiatan membaca<br />

karena keduanya merupakan keterampilan<br />

berbahasa yang berkesinambungan.<br />

Oleh karena itu, orang yang terampil<br />

menulis biasanya juga pembaca yang<br />

baik, “ tutupnya. (cr41)<br />

ISTIMEWA/<strong>RADAR</strong> <strong>BEKASI</strong><br />

SEMINAR: Komunitas Guru Penulis Bekasi Raya saat mengadakan seminar<br />

pentingnya menulis. kegiatan ini diikuti sejumlah guru yang ada di Bekasi.<br />

PONDOK GEDE – Sejumlah sekolah<br />

di Kota Bekasi saat ini memaksimalkan<br />

latihan pasukan pengibar bendera<br />

(Paskibra) menjelang peringatan kemerdekaan<br />

17 Agustus <strong>19</strong>45. Bahkan<br />

latihan sudah dilakukan sejak awal<br />

Agustus lalu.<br />

Seperti yang dilakukan oleh SMK<br />

Bhakti Persada Jati Bening. Sekolah<br />

tersebut melakukan kegiatan rutin untuk<br />

melatih kekompakan anggota Paskibraka.<br />

Tiga hari dalam seminggu,<br />

anggota paskibra melakukan latihan<br />

dihalaman sekolah.<br />

Wakil kepala sekolah SMK Bhakti<br />

Persada, Indah mengaku baris berbaris<br />

memegang peranan penting dalam<br />

palaksanaan pengibaran Bendera Sang<br />

Merah Putih. Derap langkah yang tegas<br />

dan kompak akan sangat mempengaruhi<br />

jiwa dan semangat Paskibraka<br />

untuk melaksanakan tugas.<br />

Menurut dia, latihan yang dilakukan<br />

selama ini sekaligus membentuk jiwa<br />

dan semangat nasionalisme siswa, sehingga<br />

tidak sekedar mendapatkan<br />

keterampilan baris-berbaris saja.<br />

“Dalam Paskibraka kekompakan anggota<br />

menjadi hal terpenting karena<br />

tercermin dari sikap disiplin dalam<br />

melaksanakan baris berbaris dan membentuk<br />

formasi. Didalam perkembangannya<br />

pelatih disekolah banyak yang<br />

melibatkan para purna paskibraka untuk<br />

melatih baris berbaris, namun<br />

dari pembinaan dari senior atau alumni<br />

SMK Bhakti Persada juga ikut turun<br />

tangan dalam melatih juniornya untuk<br />

baris berbaris, “ terangnya.<br />

Wanita yang juga sebagai Pembina<br />

Paskobra SMK Bhakti Persada ini menambahkan,<br />

keberhasilan latihan baris<br />

berbaris sangat tergantung pada kualitas<br />

dan kesanggupan seorang pelatih.<br />

Pelatih yang melatih hanya karena<br />

tugas tidak akan bisa mencapai hasil<br />

yang sempurna.<br />

“Persiapan yang baik akan menentukan<br />

keberhasilan latihan. Pelatih harus<br />

mempersiapkan program apa yang<br />

akan dilatihkan, pembagian waktu, alat<br />

alat yang diperlukan, tempat dan lain<br />

sebagainya. Pelatih harus dapat memberikan<br />

keseimbangan saat latihan<br />

dalam segala hal dengan cara memberikan<br />

pujian atau teguran tanpa membeda-bedakan<br />

satu dengan lainnya, “<br />

tambahnya.<br />

Gerakan baris berbaris yang dilakukan<br />

ditempat misalnya sikap siap, istirahat,<br />

hormat, lencang kanan, jalan ditempat<br />

dan lain sebagainya. Gerakan ditempat<br />

adalah kunci sukses dalam latihan baris<br />

berbaris. Dalam latihan ini ketegasan<br />

pelatih sangat diperlukan.<br />

“Jika anak didik sudah terbiasa dengan<br />

aba-aba dan gerakan yang tegas<br />

serta kompak maka dalam latihan pindah<br />

tempat dan berjalan akan menjadi<br />

mudah, karena secara emosi mereka<br />

sudah mulai terarah pada gerakan<br />

gerakan selanjutnya,“ ujarnya.<br />

Salah seorang anggota Paskibraka<br />

SMK Bhakti Persada Sekar mengaku,<br />

dirinya merasa antusias dalam mengikuti<br />

kegiatan pengibaran Bendera Merah<br />

Putih untuk Hari Kemerdekaan<br />

nanti.<br />

“Latihannya sebenarnya tidak terlalu<br />

berat. Tapi tantangannya itu bagaimana<br />

menyeimbangkan tempo antara<br />

kita dengan pasukan. Walaupun di jemur<br />

seharian aku ngga merasa berat<br />

karena ini yang aku mau,“ katanya.<br />

Memperingati hari Kemerdekaan RI<br />

ke 73, SMK Bhakti Persada akan melaksanakan<br />

upacara pada 17 Agustus 2018<br />

yang dimulai pukul 07.00 WIB. Selain<br />

itu sekolah tersebut akan mengadakan<br />

lomba lomba seperti estafet, tarik<br />

tambang, futsal dan lain lain pada tanggal<br />

18 Agustus 2018. (cr41)<br />

CR41/<strong>RADAR</strong> <strong>BEKASI</strong><br />

LATIHAN: Anggota Paskibra SMK Bhakti Persada saat melakukan latihan baris berbaris. Latihan tersebut untuk mempersiapkan upacara HUT RI ke 73 pada 17<br />

Agustus nanti.<br />

Perkuat Kekompakan Baris berbaris<br />

Persiapan Paskibra Sekolah Menjelang HUT RI<br />

JATISAMPURNA – Banyak<br />

manfaat yang didalam melalui<br />

kegiatan pramuka. Selain membentuk<br />

mental, kemandirian<br />

juga karakter siswa agar menjadi<br />

lebih kuat dan berani. Hal<br />

ini ditegaska oleh Pembina<br />

Pramuka SDN Jatiluhur II,<br />

Marta saat menjadi Pembina<br />

u

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!