KOMMUNZINE VOL. 11 - MUTASI RUANG OLEH KAMPUS URBAN
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
Bagaimana tanggapan bapak terhadap
peralihan fungsi dari bangunan rumah
di kota-kota Indonesia yang semakin
beragam? Apakah kita sebagai
perancang harus mendikte fungsi
bangunan tersebut?
Dalam sebuah kota yang sangat organik,
pasti tidak lepas dari keputusan politik.
Namun saat kita batasi (kota) jadi kota
hunian, fungsinya pasti akan berubah jika
terdapat masalah dan potensi. Dengan
model bisnis teknologi sekarang seperti
GOJEK, GO-FOOD, Grab Kitchen, rumah
biasa bisa jadi dapur bisnis dan ojek online
bisa antre sampai ratusan orang di rumah
itu. Kita tidak bisa melawan bagaimana
orang lain menggunakan ruang sesuai
dengan apa yang kita pandang ideal. Jaman
sudah berubah. Harapan saya untuk kotakota
baru nantinya itu lebih flexible terhadap
fungsi-fungsi seperti ini.
Lalu bagaimana bapak merancang Nor
house yang terletak di tengah-tengah
kota yang berantakan? Apa yang
membuat Norhouse memenangkan
Good Design Award?
Norhouse adalah rumah tanpa akses. Hanya
terdapat satu pintu saja. Untuk mencapai
rumahnya pun harus masuk ke gang terlebih
dahulu. Penghuninya pun tidak bisa parkir
kendaraannya di rumah. Ojek online pun
ribet. Kebetulan tapak Norhouse itu warisan
tanah keluarga yang berbentuk L di paling
ujung gang dan tidak terpikirkan bahwa
tanah itu akan dibangun rumah oleh tuan
tanahnya, mungkin kalau mau dibangun
pun kos-kosan saja. Jadi karena klien
lebih memilih tinggal di tengah kota, maka
dibangunlah Norhouse ini dengan segala
kesulitannya dengan arsitektur prefabrikasi.
Mutasi Ruang oleh Kampus Urban
Sumber: Aaksen Responsible Aarchitecture