10.12.2022 Views

1 Ebook gambut paru paru dunia fix

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

GAMBUT

PARU-PARU DUNIA

MENGENAL EKOSISTEM GAMBUT &

TATA KELOLANYA DI INDONESIA

Dr. Budi Pramono, S.IP., M.M., M.A., (GSC)., CIQaR., CIQnR.,

MOS., MCE., CIMMR

PENERBIT CV. AKSARA GLOBAL AKADEMIA

2022


GAMBUT

PARU-PARU DUNIA

MENGENAL EKOSISTEM GAMBUT &

TATA KELOLANYA DI INDONESIA

Penulis:

Dr. Budi Pramono, S.IP., M.M., M.A., (GSC)., CIQaR.,

CIQnR., MOS., MCE., CIMMR

PENERBIT CV. AKSARA GLOBAL AKADEMIA

2022

i


GAMBUT PARU-PARU DUNIA

MENGENAL EKOSISTEM GAMBUT & TATA KELOLANYA DI INDONESIA

Penulis : Dr. Budi Pramono, S.IP., M.M., M.A., (GSC)., CIQaR., CIQnR., MOS., MCE., CIMMR

Editor : Mia Aksara

ISBN : 978-623-8049-04-2 (PDF)

viii+50 hal, 18 x 26 cm

Desain Cover & Lay out: Mia Aksara

Penerbit: CV. AKSARA GLOBAL AKADEMIA

No. Anggota IKAPI: 418/JBA/2021

Kantor: Intan Regency Blok W-13, RT. 002/009, Tarogong Kidul, Garut - Jawa Barat. Kode Pos: 44151

Website: www.aksaraglobal.co.id

email: aksaraglobal.info@aksaraglobal.info

Link Bio: https://campsite.bio/aksaraglobalakademia

Terbitan: Nopember 2022

@hak cipta dilindungi Undang-Undang

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta

Lingkup Hak Cipta

Pasal 2:

1. Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan atau

memperbanyak Ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi

pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Ketentuan Pidana

Pasal 72:

1. Barangsiapa dengan sengaja atau tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat

(1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu)

bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7

(tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah).

2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu

Ciptaan atau barang hasil pelanggaran.

ii


Kata Pengantar

Bismillahirrahmanirrahiim.

Assalamu'alaikum Wr.Wb. Alhamdulillah, puji dan syukur dilimpahkan kepada Tuhan Yang Maha Esa,

karena rahmatnya penulis bisa menyelesaikan buku digital yang berjudul "Gambut Paru-Paru Dunia" ini

dengan baik. Buku ini merupakan hasil dari observasi atau pengamatan langsung penulis ke lapangan

yaitu Provinsi Jambi di bulan September 2022 lalu, yang didukung oleh beberapa literatur yang relevan

guna menyajikan materi buku yang bisa dinikmati oleh pembaca dalam memperkaya informasi

mengenai Gambut serta pengelolaannya di Indonesia.

Kebakaran lahan dan hutan yang sering terjadi sangat berdampak buruk terhadap ekologi, ekonomi

maupun sosial budaya Indonesia. berbagai upaya oleh pemerintah bekerjasama dengan masyarakat

terus dilakukan. Gambut adalah sejenis lahan basah yang terbentuk oleh timbunan material organik

berupa sisa-sisa akar, pohon yang tumbang, rerumputan, lumut serta jasad hewan yang membusuk di

dalam tanah. Salah satu surga penyimpanan karbon dunia kini semakin menyusut seiring dengan

hancurnya lahan gambut di kawasan tropis di Indonesia akibat konversi lahan menjadi perkebunan

kelapa sawit dan industri kertas. Hilangnya cadangan karbon, membuat lahan gambut Indonesia kini

menjadi salah satu sumber utama emisi karbon dunia.

Salah satu bencana terbesar, kebakaran hutan tropis di Sumatera yang terjadi bulan Juni 2013 silam

menghanguskan tak kurang dari 140.000 hektar hutan hanya dalam waktu sepekan.

Sebagian besar titik api berasal dari lahan gambut, yang tengah diubah menjadi perkebunan kelapa

sawit atau perkebunan akasia untuk industri kertas. Membakar hutan, masih menjadi pilihan termurah

untuk membuka lahan.

Problema kebakaran hutan ini hingga kini masih menjadi masalah yang belum terselesaikan dalam upaya

perlindungan lahan dan hutan gambut di Indonesia, dan pentingnya tindakan yang sesegera mungkin

untuk mengatasi racun akibat kebakaran, serta pemerintahan yang lemah yang mengakibatkan habisnya

salah satu surga karbon dunia. Peran penting Gambut dalam kelestarian alam sebagai paru-paru dunia

maupun penghasil batubara menjadikan gambut sebagai orientasi lahan yang harus dilestarikan oleh

bangsa ini sebagai bentuk ketahanan nasional.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada penerbit, rekan-rekan fasilitator KKDN provinsi Jambi,

keluarga dan para pihak yang mendukung terselesaikannya buku ini. Tentu buku ini jauh dari sempurna,

maka kritik dan saran yang membangun dari para pembaca, penulis senantiasa harapkan guna

perbaikan di masa yang akan datang. Selamat membaca..!!

Wassalamu'alaikum, wr.wb.

Jakarta, 01 Nopember 2022

Dr. Budi Pramono, S.IP., M.M., M.A., (GSC)., CIQaR., CIQnR., MOS., MCE., CIMMR

iii


Sinopsis

Buku ini memberikan wawasan dasar kepada

pembaca mengenai apa itu Gambut, kenapa menjadi

hal penting bagi kelestarian alam secara global.

Indonesia sebagai peringkat pertama di ASEAN yang

memiliki sumber daya Gambut terbesar, tentu

menjadi sorotan dunia yang menjadi pihak

kontributor pada paru-paru dunia. Salah satunya

adalah lahan gambut di Jambi yang saat ini terus

dibenahi oleh masyarakat dan pemerintah setempat.

Pembentukan Gambut yang sangat lama, namun

memiliki manfaatnya yang begitu besar, menjadikan

gambut menjadi salah satu aset yang harus

diperhatikan oleh pemerintah dengan mengeluarkan

berbagai kebijakan guna keberlangsungan Gambut

itu sendiri.

Buku ini pun membahas tentang aturan-aturan

pemerintah terkait pengelolaan gambut.

Buku ini juga mengenalkan kepada pembaca salah

satu upaya pemerintah dalam mengedukasi

masyarakat p lahan gambut tanpa dibakar yang saat

ini terus disosialisasikan oleh pemerintah melalui

aplikasi PRIMS.

Buku ini menarik untuk anda baca dalam

meningkatkan pengetahuan dan rasa memiliki pada

bangsa ini dengan kepedulian melestarikan gambut

sebagai salah satu sumber paru-paru dunia.

iv


DR. BUDI PRAMONO, S.IP., M.M., M.A.,

(GSC)., CIQAR., CIQNR., MOS., MCE., CIMMR

Tentang Penulis

Dr. Budi Pramono, SIP., M.M., M.A., (GSC).,

CIQar., CIQnR., MOS., MCE., CIMMR.

Lahir di Sidoarjo pada tahun 1967. Meraih dua

gelar Master, di Hull University UK Bidang

Kajian Keamanan dan Strategis (1998) dan

Universitas Pembangunan Nasional Veteran

Jakarta (2005). Ketika menjadi kolonel, ia

dianugerahi gelar doktor Ilmu Politik dengan

predikat sangat memuaskan. Setelah lulus dari

Akademi Militer Magelang pada tahun 1988, ia

bertugas di Kostrad selama sepuluh tahun,

kemudian terjun ke dunia intelijen (BAIS).

Penulis memiliki banyak pengalaman mengikuti

berbagai kursus Pendidikan Militer, beberapa di

antaranya adalah: Kursus Austfamil (SUSLAPA II-

ART) Australia (1996), Kursus Pelatihan Intelijen

Keamanan Nasional di Taiwan (1999), Sekolah

Staf Komando dan Umum, Sekolah Tinggi Staf

Umum dan Komando di Manila (2001), lulusan

terbaik dengan penghargaan (Lulusan

Kehormatan).

Kursus logistik PBB di Port Dickson (2002),

Kursus Austfamil di Lavertoon Australia (2003),

dan Manajemen Darurat di Australia, Kursus

Pengamat Militer PBB, Pelabuhan Dickson

(2004). Selain sering menjadi pembicara di

konferensi nasional dan internasional, serta

melakukan penelitian ilmiah, penulis juga aktif

menulis banyak buku, antara lain:

"Transformation of Indonesia Counter-

Terrorism" (Terrorism and Disaster, Rajawali

Pers, 2018), “The Role of Indonesia in Asean

Security”, (Terrorism and Disaster, Rajawali

Pers, 2018), “Tanpa Senjata: Konsep dan Praktik

Operasi Militer Selain Perang di Indonesia”

(UNHAN Press, 2021, ISBN: 978-623-6610-26-

8)), “Monograph Indonesian Politics : Since it’s

Birth Till The Reformation Era” (Aksara Global

Akademia, 2021, ISBN: 978-623-96683-9-6

(PDF)), “Politics & National Defense” (Aksara

Global Akademia, 2021, ISBN: 978-623-6387-

00-9), “Pengukuran Kinerja Sumber Daya

Manusia: Teori dan Aplikasi” (Aksara Global

Akademia, 2021, ISBN: 978-623-6387-01-6

(PDF)), “The revolution in Military Affairs (RMA),

and The Consequences for Indonesia: The Study

Before the Reform Era” (Aksara Global

Akademia, 2021, ISBN: 978-623-6387-05-4

(PDF)).

Saat ini beliau juga aktif sebagai Dosen Tetap

Universitas Pertahanan Indonesia dengan

menjalankan Tri Dharma Perguruan Tinggi,

dengan identitas sebagai berikut:

Sinta ID : 6745514

Orchid ID: 0000-0002-5166-8516

Web of Science ResearcherID: GXF-3467-

2022

Google

Scholar:

https://scholar.google.com/citations?

user=8MON4rcAAAAJ&hl=id

Email: budi.pram@idu.ac.id

v


DAFTAR ISI

I I

HALAMAN COPY RIGHT

I I I

KATA PENGANTAR

I V

SINOPSIS

V

TENTANG PENULIS

0 1

BAB 1

PENDAHULUAN

0 5

BAB 2

EKOSISTEM GAMBUT

vi


DAFTAR ISI

2 4

BAB 3

PENGELOLAAN gAMBUT

2 6

BAB 4

RESTORASI GAMBUT

3 4

BAB 5

Aturan Pemanfaatan Lahan Gambut di Indonesia

3 9

BAB 6

PENUTUP

4 2

REFERENSI

vii


PENGGUNAAN BUKU

DIGITAL INI

Buku digital ini dirancang untuk mudah dicerna dengan berbentuk

ebook bergambar, video maupun animasi yang memperjelas materi.

Adapun teks yang diberikan berfungsi untuk memberi petunjuk

sederhana. Oleh karena itu para pembaca yang memiliki

keterbatasan akses kemungkinan akan mengalami sedikit kendala.

Diharapkan saat membaca buku ini para pembaca memiliki jaringan

atau quota internet yang cukup baik, demi kenyamanan saat

membaca buku ini sehingga anda bisa memahami keseluruhan isi

buku.

Namun, jangan khawatir..!! kami pun menyediakan media ebook versi

PDF yang disiapkan untuk pembaca agar bisa menikmati buku di

mana pun.

Berikut link buku yang penerbit siapkan untuk anda:

LINK BUKU:

https://penerbit.aksaraglobal.co.id/

www.aksaraglobal.co.id

viii


1

BAB 1

Pendahuluan

BAB 1

PENDAHULUAN


2

1.1 Pendahuluan

kebakaran lahan dan hutan sudah sering terjadi sejak

tahun 1990an. hal ini merugikan Indonesia baik

secara ekologi, ekonomi maupun sosial budaya.

Indonesia adalah negara dengan lahan gambut

terbesar ke-2 di dunia. Sayangnya, masih banyak

masyarakat Indonesia yang belum mengenal,

apalagi menyayangi, gambut. Padahal, gambut

memiliki manfaat yang luar biasa. Salah satunya

adalah kemampuan menyimpan karbon dalam

jumlah banyak. Gambut mampu menampung hingga

30 persen jumlah karbon dunia agar tidak terlepas

ke atmosfer. Selain itu, banyak hasil penelitian yang

menunjukkan bahwa lahan gambut memiliki fungsi

untuk mencegah perubahan iklim, bencana alam,

hingga menjadi penunjang perekonomian

masyarakat sekitar.

Gambut juga menjadi penting bagi masyarakat yang memanfaatkan ekosistemnya

karena dekat dengan perairan seperti sungai, rawa, atau laut, untuk kegiatan perikanan.

Lahan gambut yang tidak tebal dianggap relatif lebih subur sehingga menjadi tempat

bertani dan menanam tumbuhan jenis holtikutura. Lahan gambut di Indonesia

merupakan gambut tropis yang di dalamnya hidup berbagai jenis tanaman dan hewan

mulai dari ikan, burung air, dan orang hutan.

Namun, jika tidak dirawat, gambut yang rusak dan kering menjadi rentan terhadap

kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Dan jika hal ini terlanjur terjadi, maka kebakaran

di lahan gambut akan sulit untuk dipadamkan karena api yang menyala berada di bawah

tanah. Dampaknya tidak hanya dirasakan oleh penduduk di wilayah lahan gambut itu

sendiri. Asap dari karhutla yang mengandung zat berbahaya bagi kesehatan bisa

berisiko ke daerah-daerah lain.

Untuk meningkatkan pemahaman mengenai gambut serta peran pentingnya gambut

pemerintah sampai hari ini terus berupaya mengedukasi masyarakat guna kelestarian

gambut di Indonesia. Pencegahan dan pemulihan terus dilakukan oleh pemerintah dan

masyarakat setempat.


3

1.2 APA ITU

GAMBUT

Tanah gambut memiliki banyak padanan kata

dalam bahasa Inggris, antara lain peat, bog,

moor, mire atau fen. Istilah-istilah ini berkenaan

dengan perbedaan jenis atau sifat gambut antara

di satu tempat dengan tempat lainnya. Kata

gambut berasal dari bahasa Banjar di Kalimantan

Selatan. Tanah gambut adalah tanah organik

(organic soils), tetapi tidak semua tanah organik

disebut gambut. Gambut merupakan bahan spons

yang dibentuk oleh penguraian sebagian bahan

organik, terutama bahan tanaman, di lahan basah,

seperti rawa dan tegalan.Kita bisa mengartikan

gambut sebagai material atau bahan organik yang

tertimbun secara alami dalam keadaan basah

berlebihan, tidak mampat dan atau hanya sedikit

mengalami perombakan. Pengertian tanah

gambut sangat bervariasi, tergantung pada

keperluannya. Tanah gambut sebagai media

tumbuh tanaman berbeda dengan tanah gambut

untuk industri atau energi.

Lahan basah di mana gambut terbentuk dikenal

sebagai lahan gambut. Gambut yang terbentuk

dan berada dalam ekosistem khusus ini,

merupakan penyimpan karbon terestrial alami

terbesar, dan menyerap lebih banyak karbon

daripada gabungan semua jenis vegetasi lain di

dunia.


4

1.3 Kenapa Gambut

Dilindungi..??

Peran Indonesia menjadi sangat penting bagi

dunia dalam menekan kenaikan suhu bumi,

dengan jumlah hutan terbesar ke-2 di dunia,

Indonesia menjadi negara paru-paru dunia,

penghasil oksigen terbesar ke-2 dan negara yang

mampu menyimpan karbon karena jumlah tutupan

lahan yang besar.

Rawa gambut merupakan ekosistem hasil

akumulasi serasah atau sisa tanaman yang

membusuk di bawah kondisi terendam air. Lahan

gambut memiliki fungsi penting dalam menjaga

keseimbangan ekosistem di sekitarnya seperti

mengatur tata air, penyimpan karbon, dan sumber

kehidupan bagi penduduk setempat.

Selain itu, lahan gambut juga merupakan habitat

dari beberapa spesies yang terancam punah

seperti harimau Sumatera, orangutan, dan buaya

Sinyulong, dll.

Pemanenan gambut maupun perubahan

penggunaan lahan yang merusak lahan gambut

merupakan sumber utama emisi gas rumah kaca.

Jika Gambut di eksploitasi secara terus menerus,

sementara pembentukan Gambut itu sendiri

membutuhkan waktu yang sangat lama, bahkan

terancam punah, maka sejak abad ke-21

penggunaan gambut semakin tidak dianjurkan

dalam upaya untuk melindungi ekosistem yang

berharga ini.

KESIMPULAN

Indonesia sebagai negara yang memiliki lahan gambut terluas ke dua terbesar di

dunia. Banyak hasil penelitian yang menunjukkan bahwa lahan gambut

memiliki fungsi untuk mencegah perubahan iklim, bencana alam, hingga

menjadi penunjang perekonomian masyarakat sekitar. Peran Indonesia menjadi

sangat penting bagi dunia dalam menekan kenaikan suhu bumi


5

BAB DUA

Ekosistem Gambut

BAB 2

EKOSISTEM GAMBUT


6

2.1 Apa itu

Ekosistem ?

Ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang

terbentuk oleh hubungan timbal balik tak

terpisahkan antara makhluk hidup dengan

lingkungannya.

Berikut pengertian ekosistem menurut

beberapa ahli:

Ekosistem menurut woodbury (1954)

merupakan tatanan kesatuan secara

kompleks di sebuah wilayah yang

terdapat habitat, tumbuhan dan

binatang. Kondisi ini kemudian

dipertimbangkan sebagai unit kesatuan

secara utuh, sehingga semuanya dapat

menjadi bagian mata rantai siklus materi

serta aliran energi.

Odum (1993): Seperangkat unit

fungsional dasar dalam suatu ekologi

yang di dalamnya tercakup organisme

dan lingkungan. Lingkungan dalam hal ini

yaitu lingkungan biotik dan abiotik,

dimana di antara keduanya kemudian

akan saling memengaruhi. Selain itu

dalam ekosistem juga terdapat

komponen yang secara lengkap memiliki

relung ekologi lengkap serta proses

ekologi yang juga lengkap, sehingga

dalam unit tersebut siklus materi dan

arus energi terjadi berdasarkan kondisi

ekosistem.

UU LINGKUNGAN HIDUP TAHUN 1997 :

Ekosistem sebagai tatanan satu kesatuan

cara yang begitu utuh serta menyeluruh

antara segenap unsur lingkungan hidup

untuk saling mempengaruhi. Unsur-unsur

lingkungan hidup ini dapat disebut juga

unsur biotik dan abiotik, baik pada

makhluk hidup maupun benda mati di

dalamnya. Semuanya tersusun menjadi

satu kesatuan dalam sebuah ekosistem

yang masing-masing tidak dapat berdiri

sendiri, melainkan harus saling

berinteraksi, saling mempengaruhi,

sehingga tidak dapat dipisah-pisahkan.


7

2.2 Ekosistem

Gambut

Perkembangan ekosistem gambut terjadi

pada kondisi iklim lembab dan hangat;

Namun, gambut juga dapat berkembang di

daerah dingin seperti Indonesia, Siberia,

Kanada, dan Skandinavia. Di luar kepentingan

ekologisnya yang besar, gambut secara

ekonomi memiliki peran penting sebagai

penyerap karbon, sumber bahan bakar, dan

bahan baku hortikultura, serta industri

lainnya.

Lahan basah di mana gambut terbentuk

dikenal sebagai lahan gambut. Gambut yang

terbentuk dan berada dalam ekosistem

khusus ini, merupakan penyimpan karbon

terestrial alami terbesar, dan menyerap lebih

banyak karbon daripada gabungan semua

jenis vegetasi lain di dunia.

Oleh karena itu, gambut sangat penting untuk

mencegah dan meringankan efek

antropogenik pemanasan global atau efek

rumah kaca.

Lahan gambut juga membantu meminimalkan

risiko banjir dan menyaring air, keduanya

sangat berharga dalam melestarikan

ekosistem.


8

2.3 Peatifikasi

Untuk pemberdayaan gambut (Peatifikasi)

dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara

lain:

Sifat bahan tumbuhan yang diendapkan,

Ketersediaan unsur hara untuk

mendukung kehidupan bakteri,

Ketersediaan oksigen,

Keasaman gambut, dan

Suhu.

Beberapa lahan basah dihasilkan dari tingkat air tanah yang tinggi, sedangkan

beberapa rawa yang tinggi disebabkan oleh curah hujan yang tinggi.

Meskipun laju pertumbuhan tanaman di daerah dingin sangat lambat, laju

dekomposisi bahan organik juga sangat lambat. Bahan tanaman terurai lebih cepat di

air tanah yang kaya nutrisi daripada di rawa tinggi dengan curah hujan tinggi.

Kehadiran oksigen (kondisi aerobik) diperlukan untuk aktivitas jamur dan mikroba yang

mendorong dekomposisi.

Gambut terbentuk di tanah yang tergenang air dengan sedikit atau tanpa akses

langsung pada oksigen (kondisi anaerobik), sebagian besar mencegah dekomposisi

sempurna bahan organik. Formasi dari banyaknya gambut membutuhkan waktu yang

sangat lama, sampai berpuluh-pupuh tahun.

KESIMPULAN

Pemberdayaan Gambut atau Peatifikasi dipengaruhi oleh beberapa

faktor, antara lain: Sifat bahan tumbuhan yang diendapkan,

Ketersediaan unsur hara untuk mendukung kehidupan bakteri,

Ketersediaan oksigen, Keasaman gambut, dan Suhu.


9

2.4 Pembentukan

Gambut

Proses pembentukan Gambut berlangsung

ribuan tahun, dimulai dari adanya cekungan

atau genangan air yang sangat luas yang

mengalami pendangkalan secara perlahan

dan bertahap. Pendangkalan ini terjadi akibat

tanaman yang tumbuh di lahan basah (bahanbahan

organik) kemudian mati, menumpuk di

dasar cekungan, lalu mengalami pembusukan

yang lambat karena tidak adanya udara.

Bahan-bahan organik ini kemudian

membentuk lapisan di atas tanah mineral

yang berada di dasar cekungan. Tanaman

berikutnya tumbuh dan kemudian mati di atas

lapisan yang sudah terbentuk, lalu secara

bertahap membentuk lapisan-lapisan gambut

yang baru. Pada umumnya, gambut

ditemukan di area genangan air seperti rawa,

cekungan antara sungai, maupun daerah

pesisir.


10

2.5 Luas Lahan Gambut di

Indonesia

Berdasarkan data Indonesian National Carbon Accounting System, pada tahun 2011

luas lahan gambut di Indonesia mencapai 14.834.000 ha (INCAS – Inventarisasi Emisi

dan Serapan Gas Rumah Kaca Nasional pada Hutan dan Lahan Gambut di Indonesia,

2015). Dan berdasarkan data dari pantaugambut.id di tahun 2022 Luas lahan gambut di

Indonesia menjadi 1.340.000.000 ha (penurunan 1.5 juta ha dari tahun 2011)

Terkait hal tersebut, lahan gambut di Indonesia menempati peringkat pertama lahan

gambut terluas di wilayah tropika dan keempat terbesar di dunia menurut versi

International Peatland Society.

Peta Sebaran dan perkiraan luas lahan gambut di Indonesia.

Sumber peta: Pantau Gambut.id


11

2.6 Letak Lahan Gambut di

Indonesia

Dimanakah letak lahan gambut di Indonesia? seberapa luas dan tebal lahan

gambut di berbagai provinsi di Indonesia? Apakah yang dimaksud dengan

Fungsi Ekosistem Gambut (FEG), serta bagaimana terkait dengan kegiatan

pelestarian ekosistem gambut?

Lahan gambut di Indonesia memiliki ketebalan yang bervariasi, mulai dari

sangat dangkal hingga >700 cm.

Semakin tebal gambut, maka semakin banyak pula unsur karbon yang

terkandung di dalamnya. Jika gambut tersebut dikeringkan, maka emisi karbon

yang dilepaskan ke atmosfer akan semakin besar. secara keseluruhan letak

gambut di Indonesia ada di 3 provinsi yaitu: Sumatera, Kalimantan, dan Papua.

Peta Sebaran dan perkiraan luas lahan gambut di Indonesia.

Sumber peta: Pantau Gambut.id


12

1). Sumatera

Penyebaran gambut di Pulau Sumatera umumnya terdapat di dataran

rendah sepanjang pantai timur, seperti Riau hingga Lampung.

Juga terdapat di dataran sempit pantai Sumatera yaitu Kabupaten Pesisir

Selatan (Rawa Lunang), Agam dan Pasaman, dan di Muko-muko

(Bengkulu).

Riau

Provinsi ini mengalami perubahan tutupan lahan dan penggunaan yang

cukup signifikan selama satu dasawarsa terakhir. Salah satu penyebabnya

adalah adanya praktik pembakaran lahan yang disengaja untuk membuka

lahan gambut menjadi areal perkebunan monokultur seperti sawit, akasia,

dan sebagainya.

Kebakaran hebat pernah terjadi di provinsi ini pada tahun 1997 dan 2015.

Dampak yang diakibatkan salah satunya membuat jalur lintas penerbangan

antar negara terganggu akibat asap yang ditimbulkan.

Sumatera Selatan

Sejak zaman Sriwijaya, masyarakat Sumatera Selatan sudah menetap di

area bergambut.

Hal itu dibuktikan dengan ditemukannya peninggalan situs bersejarah di

kawasan tersebut. Masyarakatnya pun juga memiliki sentra komoditas

purun (tanaman endemik gambut yang digunakan untuk membuat kerajinan)

terbesar di Indonesia yaitu OKI Purun Institute.

Aceh

Kawasan ekosistem hutan rawa gambut Tripa-Babahrot (bagian dari Rawa

Tripa Science Park) merupakan kawasan konservasi gambut terbesar di

Aceh. Rawa Tripa adalah kawasan yang juga merupakan pusat kajian

biologi akuatik karena merupakan daerah genangan yang memiliki banyak

jenis ikan dan kerang (lokan) yang menjadi sumber ekonomi masyarakat.


13

2). Kalimantan

Gambut Kalimantan merupakan gambut pedalaman, ditemukan di

daerah rawa pada hulu Sungai Kapuas, di sekitar Putussibau. Secara

umum penyebarannya terdapat di dataran rendah Kalimantan Tengah.

Namun, di dalam wilayah yang lebih sempit, lahan gambut juga

ditemukan di dataran tinggi bagian barat Pulau Kalimantan, khususnya

wilayah Danau Sentarum, Kapuas Hulu, Kalimantan Barat.

Gambut juga terletak di Pantai Selatan, Provinsi Kalimantan Selatan

dan Kalimantan Tengah.

Kalimantan Tengah

Gambut di daerah ini merupakan subyek konversi besar untuk wilayah

pertanian berupa sawah, yang dikenal juga dengan proyek

Pengembangan Lahan Gambut (PLG) untuk kawasan food estate.

Kalimantan Selatan

Sebelum intervensi dari pemerintah, masyarakat Kalimantan

sebenarnya memiliki kearifan lokal dalam mengelola gambut. Seperti,

suku Banjar di Kalimantan Selatan yang hidup di atas lahan gambut

dengan melakukan upaya agrikultur tanpa merusak gambut yang

disebut dengan handil.

Pentingnya lahan gambut sebagai bagian dari kearifan lokal juga

membuat pulau Kalimantan memiliki kawasan konservasi gambut

yang cukup banyak, seperti Taman Nasional Sebangau di Kalimantan

Tengah dan Taman Nasional Palung di Kalimantan Barat.


14

3). Papua

Sebaran gambut yang cukup luas terdapat di dataran rawa pantai

selatan dan berbatasan dengan Teluk Bintuni, Kabupaten Fakfak, dan

dataran rawa pantai sebelah timur laut Kota Nabire, Kabupaten

Nabire.

Gambut Papua merupakan gambut pedalaman yang ditemukan dalam

lembah Sungai Mamberamo yang masuk dalam tiga kabupaten yaitu

Kabupaten Jayapura, Jayawijaya dan Paniai.


15

2.7. Fungsi Ekosistem Gambut

(FEG)

Fungsi Ekosistem Gambut (FEG)

Kawasan gambut yang masuk ke dalam jenis FEG lindung adalah wilayah

yang memiliki gambut dengan kedalaman mulai dari 3 meter dan berada

pada kawasan lindung.

Sedangkan FEG budidaya adalah wilayah yang memiliki gambut dengan

kedalaman kurang dari 3 meter yang bisa dimanfaatkan untuk area

budidaya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Fungsi Ekosistem Gambut Nasional (Skala 1:250.000) Berdasarkan

Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia

dengan Nomor SK.130/MENLHK/SETJEN/PKL.0/2/2017 tentang

Penetapan Peta Fungsi Ekosistem Gambut Nasional, Indonesia memiliki

865 Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG) dengan luas total 24.667.804 Ha,

yang terbagi menjadi Indikatif Fungsi Lindung Ekosistem Gambut seluas

12.398.482 Ha dan Indikatif Fungsi Budidaya Ekosistem Gambut seluas

12.268.321 Ha. Sebaran luasan fungsi lindung ekosistem gambut di Pulau

Sumatera adalah seluas ± 4.985.913 Ha, Pulau Kalimantan seluas ±

4.094.203 Ha, Pulau Sumawesi seluas ± 28.305 Ha dan Pulau Papua seluas

± 3.290.061 Ha. Sedangkan sebaran luasan fungsi budidaya ekosistem

gambut di Pulau Sumatera adalah seluas ± 4.618.616 Ha, Pulau Kalimantan

seluas ± 4.310.614 Ha, Pulau Sumawesi seluas ± 34.985 Ha dan Pulau

Papua seluas ± 3.305.106 Ha. Data luasan KHG pada masing-masing

provinsi ditunjukkan pada Tabel 1, tentang proporsi luasan fungsi

ekosistem gambut di Indonesia berikut.


Tabel 1, Proporsi Luasan Fungsi Ekosistem Gambut di Indonesia

16


17

BAB DUA

Ekosistem Gambut

2.8 Mengenal Gambut

Lebih Jauh

Berdasarkan sifat makroskopis, mikroskopis, dan kimianya.

Gambut dapat dibedakan dari batubara dari peringkat terendah

berdasarkan empat karakteristik: gambut umumnya

mengandung selulosa bebas, lebih dari 75 persen kelembaban,

dan kurang dari 60 persen karbon, dan dapat dipotong dengan

pisau. Itu transisi ke batubara coklat dengan berlangsung lambat

dan biasanya dicapai pada kedalaman mulai dari 100 hingga 400

meter (sekitar 330 hingga 1.300 kaki).


18

FORMASI GAMBUT

Untuk pemberdayaan Peatifikasi

dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara

lain:

Sifat bahan tumbuhan yang

diendapkan,

Ketersediaan unsur hara untuk

mendukung kehidupan bakteri,

Ketersediaan oksigen,

Keasaman gambut, dan

Suhu.

Beberapa lahan basah dihasilkan dari tingkat air tanah yang tinggi, sedangkan

beberapa rawa yang tinggi disebabkan oleh curah hujan yang tinggi.

Meskipun laju pertumbuhan tanaman di daerah dingin sangat lambat, laju

dekomposisi bahan organik juga sangat lambat. Bahan tanaman terurai lebih

cepat di air tanah yang kaya nutrisi daripada di rawa tinggi dengan curah hujan

tinggi. Kehadiran oksigen (kondisi aerobik) diperlukan untuk aktivitas jamur dan

mikroba yang mendorong dekomposisi.

Gambut terbentuk di tanah yang tergenang air dengan sedikit atau tanpa akses

langsung pada oksigen (kondisi anaerobik), sebagian besar mencegah

dekomposisi sempurna bahan organik. Formasi dari banyaknya gambut

membutuhkan waktu yang sangat lama, sampai berpuluh-pupuh tahun.


19

DEVONIUM

Pada Periode Devonium atau Devonian (dimulai sekitar 419,2 juta

tahun yang lalu).

Pembentukan gambut melewati langkah pertama dalam

pembentukan batu bara. Dengan bertambahnya kedalaman

penimbunan dan suhu yang meningkat, endapan gambut

berangsur-angsur berubah menjadi batu bara muda. Dengan

bertambahnya waktu dan suhu yang lebih tinggi, batubara

peringkat rendah ini secara bertahap diubah menjadi

subbituminous dan batubara bitumen, serta dalam kondisi tertentu

berfungsi sebagai antrasit, yaitu batu bara yang tidak

menghasilkan asap apabila dibakar, karena mampu berkarboniasi

dengan baik.


20

PENGOLAHAN GAMBUT

Ekstraksi Gambut

Beberapa lahan basah dihasilkan dari tingkat air tanah yang tinggi,

sedangkan beberapa rawa yang tinggi disebabkan oleh curah hujan

yang tinggi.

Meskipun laju pertumbuhan tanaman di daerah dingin sangat

lambat, laju dekomposisi bahan organik juga sangat lambat. Bahan

tanaman terurai lebih cepat di air tanah yang kaya nutrisi daripada di

rawa tinggi dengan curah hujan tinggi. Kehadiran oksigen (kondisi

aerobik) diperlukan untuk aktivitas jamur dan mikroba yang

mendorong dekomposisi.


21

JENIS -JENIS

GAMBUT

Gambut dapat dibedakan menjadi

beberapa jenis, antara lain

Fibrik,

Hemik Kasar,

Hemik,

Hemik Halus, Dan

Saprik,


22

2.9 Faktor Penyebab Gambut Rusak

Seiring berjalannya waktu, alih fungsi dan pengeringan lahan gambut

semakin gencar dilakukan dalam skala luas terutama oleh perusahaan untuk

perkebunan kelapa sawit dan akasia. Saluran drainase dibuat dengan

kedalaman >1m dan lebar bahkan ada yang mencapai >5m. Hal ini dilakukan

agar tanaman jenis lahan kering (dryland species) dapat tumbuh dengan

optimal dan tidak terendam.

Alih fungsi lahan gambut yang diikuti dengan aktivitas pengeringan lahan

menyebabkan gambut mudah terbakar, terutama pada saat musim kemarau.

Gambut yang terbakar akan sulit untuk dipadamkan karena api menjalar pada

pori-pori lapisan bawah tanah gambut (ground fire) sampai kedalaman

tertentu tergantung sedalam mana gambut tersebut kering. Pemadaman

yang dilakukan secara manual melalui alat pemadam api dan bantuan

penyiraman air melalui udara (water boombing) oleh helikopter dinilai tidak

mampu memadamkan secara menyeluruh api di bawah tanah gambut

tersebut. Hanya hujan dengan intensitas tinggi yang dapat memadamkan api

tersebut.

Rusaknya jutaan hektar lahan gambut di Indonesia beberapa dekade terakhir

merupakan ancaman serius bagi lingkungan. Eksploitasi yang tidak

memperhatikan karakteristik asli gambut menjadi pemicu utama kerusakan

yang terjadi. Praktik kanalisasi adalah bentuk nyata yang seringkali dijumpai

di area gambut. Pembuatan kanal mengakibatkan air yang membasahi tanah

gambut keluar. Apabila praktik ini berlangsung terus menerus maka lama

kelamaan gambut menjadi kering dan mudah terbakar.


Kebakaran hutan dan lahan gambut tidak hanya menyebabkan terlepasnya

simpanan karbon yang ada di area tersebut. Kebakaran gambut menyebabkan

gas CO2, CO, NO2 dan gas rumah kaca lainnya terlepas ke atmosfer. Huijinen

et al, 2016 dalam laporannya menyatakan bahwa tingkat emisi rata-rata yang

dihasilkan dari kebakaran hutan dan lahan pada periode September – Oktober

2015 sebesar 11,3 Tg CO2 per hari. Level emisi ini diperkirakan melebihi

tingkat emisi CO2 yang dihasilkan oleh seluruh bagian Uni Eropa pada periode

yang sama. Selain mengakibatkan polusi udara di Indonesia dan negara-negara

sekitar, kebakaran hutan dan lahan yang terjadi pada tahun 2015 lalu

mengakibatkan kerugian ekonomi negara yang sangat besar. Analisis Bank

Dunia menyebutkan bahwa total kerugian ekonomi saat bencana asap tersebut

diperkirakan mencapai Rp 221 triliun atau US$ 16,1 miliar. Angka tersebut dua

kali lipat dibandingkan dengan biaya reksonstruksi Provinsi Aceh pasca

tsunami 2004 dan setara dengan 1,9 persen Produk Domestik Bruto (PDB)

Indonesia. (Prakoso, Agil (2022)

23


24

BAB TIGA

Pengelolaan Gambut

BAB 3

PENGELOLAAN GAMBUT


25

BAB TIGA

Pengelolaan Gambut

PENGELOLAAN

GAMBUT

Gambut biasanya dipotong dengan tangan, meskipun kemajuan

telah dicapai dalam penggalian dan penyebaran gambut dengan

metode mekanis. Gambut dapat dipotong dengan sekop dalam

bentuk balok-balok yang dihampar hingga kering. Saat kering,

balok memiliki berat 0,34 hingga 0,91 kg (0,75 hingga 2 pon).

Dalam satu metode mekanis, kapal keruk atau ekskavator

menggali gambut dari drainase rawa dan mengirimkannya ke

maserator (alat yang melunakkan dan memisahkan suatu bahan

menjadi bagian-bagian komponennya melalui perendaman),

yang mengeluarkan pulp gambut melalui bukaan persegi

panjang.

Daging buah dipotong menjadi balok-balok, yang disebarkan

hingga kering. Maserasi cenderung mengahsilkan penyusutan

lebih seragam dan bahan bakar lebih padat dan lebih keras.

Penggalian hidrolik juga dapat digunakan, terutama di rawarawa

yang mengandung akar dan batang pohon.

Gambut dicuci oleh semburan air bertekanan tinggi, dan bubur

kertas mengalir ke bak. Di sana, setelah sedikit maserasi,

dipompa ke tanah yang mengering dalam lapisan, yang, setelah

dikeringkan sebagian, dipotong dan dikeringkan lebih lanjut.


26

BAB EMPAT

Pemeliharaan Gambut

BAB 4

RESTORASI GAMBUT


27

4.1 Memetakan

Lahan Gambut

Pemetaan lahan gambut dilakukan untuk

mendeteksi total luas lahan gambut di

Indonesia, yang kemudian difokuskan ke

area target restorasi prioritas. Pemetaan

berdasarkan tipe, kedalaman, dan

tingkat kerusakan gambut juga menjadi

langkah awal yang penting dalam

restorasi gambut. Pemetaan dilengkapi

dengan verifikasi lapangan penting untuk

menentukan upaya restorasi yang paling

tepat untuk masing-masing tipe lahan

gambut.

Restorasi atau

Pemulihan gambut

memerlukan

langkah-langkah

yang tepat untuk

sampai pada kondisi

lahan gambut yang

baik. Langkahlangkah

tersebut di

antaranya adalah

pemetaan, penentuan

jenis restorasi, pelaku

restorasi, waktu,

pelaksanaan, dan

pendekatan khusus

untuk meningkatkan

ekonomi masyarakat

setempat.


28

4.2 Menentukan

jenis restorasi,

pelaku restorasi,

dan rentang

waktu

pelaksanaan

restorasi

Setelah melakukan pemetaan

gambut, dapat dilakukan

penentuan jenis restorasi yang

sesuai dengan kondisi gambut.

Berdasarkan tingkat kerusakan

dan tipe gambut, ada area yang

memerlukan

proses

pembasahan (rewetting) terlebih

dahulu, ada yang dapat

langsung di tanam kembali

(revegetasi). Selain itu perlu

dipetakan juga terkait pelaku

restorasi dan perencanaan

rentang waktu pelaksanaan

restorasi.


29

4.3 Rewetting

Rewetting atau upaya pembasahan

gambut kembali. Program ini

dilakukan dengan cara

membangun canal block untuk

menahan laju penurunan muka air

tanah. Pembuatan canal block

adalah solusi jangka pendek untuk

mencegah kebakaran lahan.


30

4.4 Revegetation

Revegetation yaitu penanaman tanaman

asli gambut di area yang sudah dialih

fungsi. Dengan begitu, lahan gambut

tetap bisa produktif tanpa harus

dikeringkan. Tanaman ramah gambut

yang ditanam juga memiliki nilai

ekonomi, misalnya sagu. Tanaman sagu

berguna sebagai bahan pangan, bahan

bakar hayati (biofuel), dan pakan ternak.

Jika diperlukan, revegetasi juga

dilakukan di lahan gambut dengan

menggunakan jenis tanaman asli

ekosistem gambut seperti jelutung

(yang dapat dimanfaatkan kayunya serta

sebagai bahan dasar kosmetik), ramin,

pulau rawa, gaharu, dan meranti.

Revegetasi akan menjaga kelembapan

lahan gambut dan menjaga

keberlangsungan ekosistem gambut.


31

4.5 Revitalization

Dalam melakukan restorasi gambut juga harus didukung dengan

pemberdayaan ekonomi masyarakat lokal. Pelaku restorasi harus

bekerja sama dengan masyarakat lokal untuk menjaga lahan

gambut dengan meningkatkan taraf hidup melalui pengolahan lahan

gambut yang ramah lingkungan.

Contohnya memanfaatkan ternak sapi, lebah madu, pengenalan

teknik bertani tanpa membakar, serta penggalakan pariwisata alam

berbasis konservasi (ecotourism).

Hal tersebut dilakukan agar masyarakat tetap bisa memperoleh

penghidupan berdampingan dengan upaya restorasi

gambut.Livelihood Revitalization adalah salah satu langkah yang

ditempuh BRG untuk membantu meningkatkan kesejahteraan

masyarakat di area gambut. BRG membuat program edukasi pada

warga lokal mengenai teknik budidaya, misalnya beternak ikan patin

dan nila. Tujuannya agar masyarakat tidak melulu bergantung pada

sektor perkebunan saja.


32

4.4 Upaya

Pemerintah dalam

Pelestarian Gambut

Dikutip dari Betahita.id, Presiden Joko Widodo

melantik Hartono Prawiraatmadja sebagai

Kepala Badan Restorasi Gambut dan Mangrove

(BRGM). Pelantikan dilakukan di Istana Negara,

Jakarta, Rabu (23/12/2020) bersamaan dengan

Irjen Pol. Dr. Petrus R. Golose sebagai Kepala

Badan Narkotika Nasional (BNN).

Hartono sebelumnya adalah Sekretaris Badan

Restorasi Gambut, yang kini menjadi Badan

Restorasi Gambut dan Mangrove, demikian

siaran pers Sekretariat Presiden.

Badan Restorasi Gambut dan Mangrove

Republik Indonesia (BRMG)(https://brgm.go.id/)

adalah Lembaga nonstruktural yang berada

dibawah dan bertanggung jawab kepada

Presiden, BRGM dibentuk melalui Peraturan

Presiden Nomor 120 tahun 2020 tentang Badan

Restorasi Gambut dan Mangrove.

BRGM bertugas memfasilitasi percepatan

pelaksanaan restorasi gambut dan peningkatan

kesejahteraan masyarakat pada areal restorasi

gambut serta melaksanakan percepatan

rehabilitasi mangrove di provinsi target.

Badan Restorasi

Gambut dan Mangrove

(BRGM) berada di

bawah dan bertanggung

jawab kepada Presiden

dan dipimpin oleh

seorang Kepala.

Didirikan: 23 Desember

2020, Indonesia

Pendiri: Joko Widodo

Dasar hukum pendirian:

Peraturan Presiden

Nomor 120 tahun 2020

Kepala: Hartono

Prawiraatmaja


33

4.5 Platform Daring Resmi

Pemantau Gambut

Dalam upaya penyebarluasan informasi, pemeliharaan dan pemantauan lahan gambut di

Indonesia secara langsung, pemerintah pun saat ini terus melakukan optimalisasi

terhadap platform-platform daring resmi milik pemerintah berbasis IT, seperti berikut

ini:

Pranata Informasi Restorasi Ekosistem Gambut (PRIMS Gambut)

https://prims.brg.go.id/

adalah platfom daring berbasis spasial yang menyediakan informasi terkini tentang

kondisi lahan gambut di Indonesia dan kemajuan restorasi gambut. PRIMS menyajikan

data dan informasi restorasi gambut di 7 provinsi prioritas dan rehablitasi mangrove di 9

provinsi prioritas Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM).

Pantau Gambut (https://pantaugambut.id/)

Pantau Gambut adalah platform daring yang menyediakan akses terhadap informasi

mengenai perkembangan kegiatan dan komitmen restorasi ekosistem gambut di

Indonesia. Pantau Gambut menggabungkan teknologi berupa platform daring dan kanal

informasi sosial media dengan data terbuka yang didapatkan dari jaringan masyarakat.

Publik bisa memantau berbagai isu gambut melalui data yang tersaji dalam platform ini.

Kami menyoroti pula komitmen restorasi oleh pemerintah, organisasi independen, serta

pelaku usaha. Pantau Gambut berupaya menyambung pandang mata publik untuk ikut

mengamati masalah lingkungan terkait lahan basah ini.

Pantau Gambut berkembang dalam kemitraan berbagai organisasi lingkungan hidup.

Kemitraan kami terdiri atas simpul jaringan nasional dan daerah. Unduh Nilai-Nilai

Kebersamaan Kemitraan Pantau Gambut.


34

BAB LIMA

Tata Kelola Gambut di Indonesia

BAB 5

Aturan Pemanfaatan Lahan Gambut di Indonesia


Hutan gambut harus dilindungi dan diawasi pengelolaannya

oleh pemerintah salah satunya dengan diterbitkannya aturan

pemanfaatan lahan gambut. Tanpa regulasi yang tepat,

kerusakan hutan gambut tidak akan dapat terhindarkan dan

makhluk hidup akan terancam dengan hilangnya ekosistem

penting sekaligus bencana perubahan iklim.

Negara telah mengatur tentang perlindungan dan pengelolaan

lahan gambut di Indonesia. Beberapa peraturan tersebut

memang tidak secara gamblang memuat kata 'gambut',

'ekosistem gambut', maupun 'lahan gambut'.

Selain itu, tidak semua peraturan tersebut juga akan berkaitan

secara langsung. Meski demikian, setiap peraturan dan

undang-undang tersebut memiliki implikasi secara tidak

langsung terhadap lahan gambut di Indonesia.

35


36

5.1 Undang-Undang

Pada tingkatan Undang-undang, setidaknya ada 5 Undang-undang

yang mengatur tentang pengelolaan lahan gambut, antara lain:

Undang-undang No.5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya

Alam Hayati dan Ekosistemnya.

Undang-undang No.41 tahun 1999 tentang Kehutanan.

Undang-undang No.39 tahun 2014 tentang Perkebunan.

Undang-undang No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang.

Undang-undang No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup.

UU No.5 di atas akan mengatur tentang gambut yang berada pada

wilayah konservasi.

Sedangkan UU No. 41 mengatur tentang gambut di kawasan hutan.

UU No. 39 mengatur tentang gambut untuk sektor perkebunan.

UU No. 26 menyangkut tentang kesatuan hidrologi gambut dan

kesesuaiannya dengan tata ruang.

Sedangkan UU No. 32 menjadi aturan penting yang memayungi

ekosistem gambut.


37

5.2 Peraturan Pemerintah

Pada tingkatan Peraturan Pemerintah, pengelolaan gambut baik secara langsung

maupun tidak langsung diatur dalam 8 peraturan sebagai berikut:

Peraturan Pemerintah No. 68 tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan

Kawasan Pelestarian Alam.

Peraturan Pemerintah No. 44 tahun 2004 tentang Perencanaan Kehutanan.

Peraturan Pemerintah No. 45 tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan.

Peraturan Pemerintah No. 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah

Nasional.

Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 2012 tentang Izin Lingkungan.

Peraturan Pemerintah No. 37 tahun 2012 tentang Pengelolaan Daerah Aliran

Sungai.

Peraturan Pemerintah No. 73 tahun 2013 tentang Rawa.

Peraturan Pemerintah No. 71 tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan

Ekosistem Gambut.

Dalam beberapa peraturan di atas, pengelolaan gambut memang tidak secara

khusus disebutkan, meskipun masing-masing peraturan memiliki implikasi terhadap

lahan gambut. Baru pada tahun 2014 diterbitkanlah peraturan yang secara khusus

mengatur tentang perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut.


38

5.3 Kebijakan Presiden/Intruksi

Presiden/Peraturan Menteri

Pada tataran peraturan yang paling rendah ini juga dibuat peraturan terkait

perlindungan dan pengelolaan lahan gambut. Berikut ini 8 peraturan tersebut:

Keputusan Presiden No. 32 tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung

Keputusan Presiden No. 82 tahun 1995 tentang Pengembangan Lahan Gambut

untuk Pertanian Tanaman Pangan di Kalimantan Tengah

Keputusan Presiden No. 80 tahun 1990 tentang Pedoman Umum Perencanaan

dan Pengelolaan Kawasan Pengembangan Lahan Gambut di Kalimantan Tengah

Instruksi Presiden No. 2 tahun 2007 tentang Percepatan Rehabilitasi dan

Revitalisasi Kawasan Pengembangan Lahan Gambut di Kalimantan Tengah

Peraturan Menteri Pertanian No. 14 tahun 2009 tentang Pedoman Pemanfaatan

Lahan Gambut untuk Budidaya Kelapa Sawit

Instruksi Presiden No. 10 tahun 2011 dan No. 6 tahun 2013 tentang Penundaan

Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan

lahan Gambut

Peraturan Menteri Kehutanan No. 41 tahun 2012 tentang Perubahan atas

Peraturan Menteri Kehutanan No. 32 tahun 2010 tentang Tukar Menukar

Kawasan

Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 10 tahun 2012 tentang

Mekanisme Pencegahan dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup yang berkaitan

dengan Kebakaran Hutan dan/atau Lahan.

Peraturan Presiden Nomor 120 tahun 2020, Tentang Badan Restorasi Gambut

dan Mangrove.

Meskipun tingkatannya masih berada di bawah UU maupun Peraturan Pemerintah,

tetapi peraturan awal yang tentang lahan gambut sebenarnya berasal dari Keputusan

Presiden No. 32 tahun 1990. Peraturan ini menjadi aturan yang cukup mendasar

dengan memberikan ketentuan tentang kedalaman gambut yang wajib dilindungi.


39

BAB ENAM

Penutup

BAB 6


40

BAB ENAM

Penutup

Negara telah mengatur tentang perlindungan dan pemanfaatan lahan

gambut di Indonesia. Jadi, pengelola tidak bisa melakukan eksploitasi

secara sembarangan pada lahan gambut tersebut. Hal tersebut tertuang

dalam Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor:

SK.246/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2020 Tentang Rencana

Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut Nasional Tahun 2020 -

2049. Serta diperkuat dengan adanya Peraturan Presiden Nomor 120

tahun 2020 yang ditetapkan pada tanggal 22 Desember 2020 yang

mencabut peraturan Presiden yang lama yaitu, Nomor 1 Tahun 2016,

tentang Badan Restorasi Gambut yang didirikan pada tanggal 6 Januari

2016.

Pada tahun 1994 Indonesia juga sudah mengesahkan Konvensi

Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Keanekargaman Hayati melalui

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1994. Keanekaragaman hayati berperan

penting untuk berlanjutnya proses evolusi serta terpeliharanya

keseimbangan ekosistem dan sistem kehidupan biosfer. Kenekaragaman

meliputi ekosistem, jenis dan genetik yang mencakup hewan, tumbuhan,

dan jasad renik yang perlu dijamin keberadaan dan keberlanjutannya.

Ekosistem Gambut selain menjadi salah satu ekosistem yang memiliki

kekhasan sebagai ekosistem, juga memiliki kekayaan keanekaragaman

hayati hewan, tumbuhan, dan jasad renik. Oleh karena itu, menjamin

keberadaan dan keberlanjutan Ekosistem Gambut sangat relevan dengan

isu keanekaragaman hayati global. Pengelolaan ekosistem gambut

bertujuan untuk mencapai multimanfaat, yaitu manfaat ekonomi, sosial,

serta manfaat ekologi.


41

CATATAN

Penanaman kembali hutan gambut yang telah terdegradasi

menjadi salah satu cara yang harus dilakukan agar hutan tetap

tumbuh menjadi sumber utama penyedia karbon. Kanal-kanal

buatan atau yang dibangun oleh perusahaan yang bertujuan

untuk mengeringkan lahan gambut harus dibuat sekat kanal

serta dilakukan dengan rasa penuh tanggung jawab.

Restorasi gambut dengan disiplin, komitmen dan rasa tanggung

jawab secara bersama-sama antara pemerintah dan masyarakat

tentu akan memberikan signifikansi yang nyata dalam menjaga

Indonesia tetap sebagai paru-paru dunia.

Dr. Budi Pramono, S.IP., M.M., M.A., (GSC)., CIQaR.,

CIQnR., MOS., MCE., CIMMR


Referensi:

42

Firda Nabila Nur Azizah, 2018, Mengenal Lahan Gambut dan Upaya

Restorasinya di Indonesia,

https://lestari.biologi.ugm.ac.id/2018/08/05/mengenal-lahan-gambut-danupaya-restorasinya-di-indonesia/

Hamzah Hidayah dan Reidinar Juliane, 2016, Apa yang Indonesia Tidak

Ketahui Tentang Lahan Gambut Dapat Melemahkan Target Iklim.

Prakoso, Agil, 2022, Gambut: Si Miskin Hara yang Kaya Manfaat,

https://pantaugambut.id/

https://wri-indonesia.org/id/blog/apa-yang-indonesia-tidak-ketahui-tentanglahan-gambut-dapat-melemahkan-target-iklim

Otto C. Kopp, 2022, PEAT, Encyclopaedia Britannica,

https://www.britannica.com/technology/peat

Sukarman, PEMBENTUKAN, SEBARAN DAN KESESUAIAN LAHAN GAMBUT

INDONESIA, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan

Pertanian, Bogor.

https://pantaugambut.id/pelajari/proses-pembentukan

https://prims.brg.go.id/

https://brgm.go.id/



https://prims.brg.go.id/


CV. AKSARA GLOBAL AKADEMIA

Email: aksaraglobal.info@aksaraglobal.info

Website: www.aksaraglobal.co.id

www.aksaragloabl.com

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!