TIBA-TIBA MALAM KARYA PUTU WIJAYA: ANALISIS SOSIOLOGI ...
TIBA-TIBA MALAM KARYA PUTU WIJAYA: ANALISIS SOSIOLOGI ...
TIBA-TIBA MALAM KARYA PUTU WIJAYA: ANALISIS SOSIOLOGI ...
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
2.1 Konsep<br />
BAB II<br />
KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA<br />
Agar peneliti dan pembaca mendapatkan gambaran yang jelas mengenai preposisi<br />
penelitian, maka pada subbab ini akan dijelaskan preposisi-preposisi tersebut. Menurut Malo<br />
dkk. (1985: 47) “konsep-konsep yang dipakai dalam ilmu sosial walaupun kadang-kadang<br />
istilahnya sama dengan yang dipergunakan sehari-hari, namun makna dan pengertiannya dapat<br />
berubah.”<br />
Di samping adanya perbedaan mengenai makna dan pengertian suatu konsep dalam<br />
bahasa sehari-hari, sering juga terdapat perbedaan diantara para ahli atau peneliti sendiri<br />
mengenai makna dan pengertian istilah yang sama yang mereka pergunakan. Sehubungan<br />
dengan hal tersebut, maka penelitian ini akan menjabarkan atau mendefinisikan istilah yang<br />
dianggap sama dari beberapa ahli karena banyaknya arti atau definisi yang dipakai dalam<br />
penelitian ini. Istilah-istilah tersebut akan dijabarkan sebagai berikut:<br />
a. Sosiologi<br />
Sosiologi adalah ilmu pengetahuan tentang masyarakat atau ilmu pengetahuan yang<br />
mempelajari keseluruhan jaringan, hubungan antarmanusia dalam masyarakat (Ratna, 2003:<br />
1).<br />
b. Sastra<br />
Sastra adalah tulisan yang mengarahkan, mengajar, memberi petunjuk, atau buku<br />
pengajaran yang baik ( Ratna, 2003: 1).<br />
Universitas Sumatera Utara
c. Sosiologi Sastra<br />
Sosiologi sastra menurut pendapat Ratna (2003:1) adalah pendekatan sastra dengan<br />
mempertimbangkan segi-segi kemasyarakatan yang ada dalam karya sastra. Segi<br />
kemasyarakatan yang berhubungan dengan masyarakat, baik penciptanya, masyarakat yang<br />
diceritakan dalam karya sastra itu dan pembacanya.<br />
d. Proses Sosial<br />
Proses sosial menurut Basrowi (2005: 136) merupakan aspek dinamis dari kehidupan<br />
masyarakat. Di dalamnya terdapat suatu proses hubungan antara manusia yang satu dengan<br />
manusia yang lain. Proses hubungan tersebut berupa interaksi sosial yang terjadi dalam<br />
kehidupan sehari-hari secara terus- menerus. Interaksi sosial yang dimaksudkan sebagai<br />
pengaruh timbal balik antara kedua belah pihak, yaitu antara individu yang satu dengan individu<br />
atau kelompok lainnya dalam rangka mencapai sesuatu atau tujuan tertentu.<br />
e. Interaksi Sosial<br />
Menurut Basrowi (2005: 138) interaksi sosial adalah hubungan dinamis yang<br />
mempertemukan orang dengan orang, kelompok dengan kelompok maupun orang dengan<br />
kelompok manusia. Bentuknya tidak hanya bersifat kerja sama, tetapi bisa juga berbentuk<br />
tindakan persaingan, pertikaian, dan sejenisnya.<br />
f. Kerja Sama<br />
Hendropuspito (1989: 236) mengatakan bahwa kerja sama adalah suatu bentuk proses<br />
sosial dimana dua atau lebih perorangan atau kelompok mengadakan kegiatan guna mencapai<br />
tujuan yang sama.<br />
Universitas Sumatera Utara
g. Akomodasi<br />
Akomodasi menurut Dirdjosisworo (1985: 277) adalah suatu keadaan dimana suatu<br />
pertikaian atau konflik mendapat penyelesaian sehingga terjalin kerja sama yang baik kembali.<br />
h. Pertentangan atau Pertikaian<br />
Basrowi (2005: 148) mengatakan bahwa pertikaian adalah bentuk persaiangan yang<br />
berkembang ke arah negatif, artinya karena di satu pihak bermaksud untuk mencelakakan atau<br />
paling tidak bermaksud untuk mencelakakan atau paling tidak berusaha untuk menyingkirkan<br />
pihak lainnya.<br />
i. Kontak Sosial<br />
Menurut Dirdjosisworo (1985: 273) kontak sosial mengandung arti bersama-sama<br />
menyentuh secara fisik (persinggungan badani). Maka kontak sosial dapat diartikan sebagai<br />
hubungan-hubungan melalui percakapan satu dengan lain.<br />
j. Komunikasi Sosial<br />
Komunikasi sosial menurut Basrowi (2005: 143) adalah suatu proses saling memberikan<br />
tafsiran kepada atau dari perilaku pihak lain.melalui tafsiran pada perilaku pihak lain, seseorang<br />
mewujudkan perilaku sebagai reaksi terhadap maksud atau peran yang ingin disampaikan oleh<br />
pihak lain itu.<br />
2. 2 Landasan Teori<br />
Sebuah penelitian perlu ada landasan teori yang mendasari karena landasan teori<br />
merupakan kerangka dasar sebuah penelitian. Landasan teori yang dipergunakan hendaknya<br />
mampu menjadi tumpuan seluruh pembahasan. Dalam analisis ini terlebih dahulu penulis<br />
mempergunakan teori struktural karena karya sastra tidak terlepas dari unsur-unsur yang<br />
Universitas Sumatera Utara
terdapat di dalam karya sastra. Selanjutnya teori yang dipergunakan adalah teori sosio sastra<br />
untuk menggambarkan proses sosial yang terdapat di dalam novel Tiba-Tiba Malam.<br />
Karya sastra adalah sebuah struktur yang kompleks. Untuk dapat memahaminya karya<br />
sastra haruslah dianalisis. Karya sastra haruslah terlebih dahulu diuraikan unsur- unsur<br />
pembentuknya. Makna karya sastra dapat dipahami dari unsur- unsur pembentuknya sehingga<br />
karya sastra dapat dianalisis ke dalam teori-teori yang lain. Teeuw (dalam Jabrohim, 2001: 55)<br />
berpendapat bahwa analisis struktural merupakan tugas prioritas bagi seorang peneliti sastra<br />
sebelum ia melangkah pada hal-hal lain. Hal itu berdasarkan anggapan bahwa pada dasarnya<br />
karya sastra merupakan “dunia dalam kata” yang mempunyai makna intrinsik yang hanya dapat<br />
digali dari karya sastra itu sendiri. Jadi, untuk memahami karya sastra secara optimal menurut<br />
Jabrohim (2001: 55-56) pemahaman terhadap struktur adalah suatu tahap yang sulit untuk<br />
dihindari, dan harus dilakukan bagi seorang peneliti sastra. Pemahaman struktur yang<br />
dimaksudkan itu adalah pemahaman atau analisis unsur atau anasir pembangunan keutuhan<br />
karya sastra.<br />
Stanton (dalam jabrohim, 2001: 56) mendeskripsikan unsur-unsur karya sastra sebagai<br />
berikut. Unsur-unsur pembangun itu terdiri atas tema, fakta cerita dan sarana sastra. Fakta cerita<br />
itu sendiri terdiri atas alur, tokoh, dan latar; sedangkan sarana sastra biasanya terdiri atas susut<br />
pandang, gaya bahasa dan suasana, simbol-simbol dan imaji-imaji, dan juga cara-cara pemilihan<br />
judul. Secara eksplisit Jeans Peaget (dalam Jabrohim, 2001:55) menyatakan bahwa struktur<br />
adalah suatu sistem transformasi yang bercirikan keseluruhan; dan keseluruhan itu dikuasai<br />
oleh hukum-hukum (rule of composition) tertentu dan mempertahankan atau bahkan<br />
memperkaya dirinya sendiri karena cara dijalankannya transformasi-transformasi itu tidak<br />
memasukkan ke dalamnya unsur- unsur dari luar. Keterkaitan antara tema, penokohan,alur, dan<br />
Universitas Sumatera Utara
latar sangat erat dan saling berhubungan. Unsur-unsur tersebut saling berpengaruh antara satu<br />
dengan yang lainnya, sehingga menjadikan novel Tiba-Tiba Malam menjadi utuh dan padu.<br />
Penokohan dalam novel ini dapat kita lihat melalui tokoh-tokoh yang digambarkan oleh<br />
Putu Wijaya. Tokoh-tokoh yang dianalisis dalam novel Tiba-Tiba Malam ini yaitu Sunatha,<br />
Sunithi, Subali, Utari, Ngurah, Weda, dan David. Sunatha memiliki watak yang sangat bijaksana.<br />
Dia mau mengakui kesalahan keluarganya kepada penduduk desa dan meminta maaf, dan dia<br />
juga merelakan istrinya Utari untuk menjadi istri Ngurah. Sunithi adiknya Sunatha, merupakan<br />
wanita yang sangat kuat menghadapi permasalahan yang terjadi dalam keluarga mereka. Dia<br />
merupakan wanita yang sangat tegar dan pemaaf, walau Utari meninggalkan mereka tetapi<br />
Sunithi tetap ingin mengunjunginya dan memaafkan kesalahannya. Subali merupakan salah satu<br />
tokoh yang melanggar adat-istiadat yang terdapat di desa. Dia memiliki watak dan dapat<br />
menerima segala perubahan tanpa berpikir panjang apa akibat dari tindakan yang telah<br />
dilakukannya. Karena sikapnya yang mau menerima segala masukan dari David tanpa berpikir<br />
panjang apa akibat dari tindakannya ini, sehingga keluarganya dikarma oleh penduduk desa.<br />
Selanjutnya tokoh Utari digambarkan Putu Wijaya memiliki watak yang berubah-ubah.<br />
Dengan memilih Sunatha sebagai suaminya, dan kemudian menyesal karena sehari setelah<br />
pernikahan dia ditinggal oleh Sunatha yang pergi mengajar ke Kupang. Karena Sunatha pergi,<br />
maka perasaan Utari pun berpindah kepada Ngurah. Karena sikapnya yang berubah inilah<br />
mengakibatkan terjadinya pertikaian antara keluarga Subali dengan keluarga Utari. Ngurah<br />
memiliki watak yang tegas dalam mengambil keputusan. Karena sikapnya yang tegas inilah dia<br />
dia disegani oleh penduduk desa. Weda memiliki watak yang pencemburu. Kemudian David<br />
adalah orang yang selalu bereksperimen dalam hidupnya. Yang selalu menganalisa apa yang<br />
sedang terjadi di sekitarnya, sehingga dia dapat menghasut Subali agar mengikuti kehidupan-<br />
Universitas Sumatera Utara
kehidupan praktis dan meninggalkan kebiasaan-kebiasaan lama yang tidak menguntungkan<br />
bagi Subali. Pembicaraan yang sering terjadi antara Subali dan David yang akhirnya diikuti oleh<br />
Subali yang mengakibatkan Subali menentang kebiasaan-kebiasaan yang ada di desa dengan<br />
tidak mengikuti rapat, tidak mengikuti kerja bakti di desa sehingga Subali beserta keluarganya<br />
dikarma oleh penduduk desa dengan tidak boleh lagi menggunakan pancuran, tanah kuburan dan<br />
yang lainnya yang dianggap milik desa.<br />
Alur dalam novel ini adalah alur maju. Kejadian yang terjadi saat ini dapat berakibat atau<br />
memiliki dampak dikemudian hari yang harus dilalui oleh masyarakat yang tidak patuh terhadap<br />
aturan-aturan yang telah berlaku dalam masyarakat. Latar dalam novel tersebut yaitu terletak di<br />
sebuah desa, Tabanan, Denpasar, dan Banyuwangi yang merupakan kawasan provinsi Bali. Bali<br />
merupakan sebagian dari daerah Indonesia yang sangat kental dengan adat-istiadat yang harus<br />
dipatuhi oleh masyarakat. Apabila adat-istiadat tersebut dilanggar oleh masyarakat, maka<br />
penduduk desa yang melakukan pelanggaran tersebut dapat dikarma atau dikeluarkan dari adat<br />
desa. Karena latar yang terdapat di daerah Bali, maka dapat juga kita lihat latar sosial dalam<br />
novel ini yaitu kehidupan sosial di pulau Bali. Dari latar sosial ini, maka masyarakat harus<br />
mematuhi aturan-aturan yang telah berlaku dalam daerah tersebut. Alur dalam novel ini adalah<br />
alur maju. Kejadian yang terjadi saat ini dapat berakibat atau memiliki dampak dikemudian hari<br />
yang harus dilalui oleh masyarakat yang tidak patuh terhadap aturan-aturan yang telah berlaku<br />
dalam masyarakat. Dari uraian di atas dapat kita tarik kesimpulan bahwa tema dalam novel ini<br />
adalah pelanggaran terhadap tanggung jawab dan norma yang mengakibatkan penderitaan yang<br />
berkepanjangan. Tanggung jawab dan norma yang harus dipatuhi oleh penduduk desa<br />
merupakan adat- istiadat yang harus dilaksanakan oleh masyarakat setempat.<br />
Universitas Sumatera Utara
Kaitan antara tema, latar, alur, dan penokohan dalam novel Tiba-Tiba Malam ini dapat<br />
kita lihat bahwa dengan latar yang terdapat di daerah Bali dengan segala aturan dan norma-<br />
norma dapat membentuk watak penduduk yang tinggal di daerah tersebut dengan mematuhi<br />
aturan-aturan yang telah berlaku. Tetapi ada juga sebagian dari penduduk yang tidak mematuhi<br />
aturan-aturan yang telah berlaku sehingga warga tersebut memiliki watak yang menyimpang.<br />
Hubungan antara latar, watak dan tema yaitu akibat adanya perilaku yang menyimpang dari<br />
beberapa tokoh yang tinggal di dalam latar budaya sosial Bali dengan segala aturan dan norma<br />
yang berlaku yang harus dipatuhi oleh masyarakat menjadikan tema dalam novel ini yaitu<br />
pelanggaran terhadap tanggung jawab dan norma yang mengakibatkan penderitaan yang<br />
berkepanjangan.<br />
Sosiologi dan sastra memiliki objek yang sama yaitu manusia dalam masyarakat.<br />
Masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama dan menghasilkan kebudayaan. Dan<br />
masyarakat juga merupakan kumpulan individu yang tinggal pada suatu wilayah. Sastra<br />
menurut Damono (1984: 1) adalah lembaga sosial yang menampilkan gambaran kehidupan<br />
yang mencakup hubungan antarmasyarakat, antarmanusia, dan antarperistiwa yang terjadi di<br />
dalam batin seseorang. Selain itu Damono (1984: 3-4) juga mengungkapkan bahwa pendekatan<br />
sosiologi ini pengertiannya mencakup berbagai pendekatan, masing-masing didasarkan pada<br />
sikap dan pandangan teoritis tertentu, namun semua pendekatan ini menunjukkan satu ciri<br />
kesamaan, yaitu mempunyai perhatian terhadap sastra sebagai institusi sosial yang diciptakan<br />
oleh sastrawan sebagai anggota masyarakat.<br />
Karya sastra diciptakan oleh seorang pengarang untuk dinikmati, dipahami dan<br />
dimanfaatkan oleh masyarakat. Pengarang adalah anggota masyarakat yang terikat dengan status<br />
sosial tertentu. Damono (dalam Satoso, 2000: 5) sastra adalah lembaga sosial yang menggunakan<br />
Universitas Sumatera Utara
ahasa sebagai medium (alat): bahasa itu sendiri merupakan ciptaan sosial. Sastra menampilkan<br />
gambaran kehidupan itu sendiri sebagai suatu kenyataan sosial. Hal ini sejalan dengan<br />
pernyataan yang diungkapkan oleh Damono (1984: 1) yang menyatakan bahwa sastra adalah<br />
lembaga sosial karena sastra menampilkan gambaran kehidupan.<br />
Pendekatan terhadap sastra yang mempertimbangkan segi-segi kemasyarakatan ini oleh<br />
beberapa penulis disebut sosiologi sastra. Istilah itu pada dasarnya tidak berbeda pengertiannya<br />
dengan sosiosastra, pendekatan sosiologis atau pendekatan struktural terhadap sastra. Sosiologi<br />
sastra dalam pengertian ini mencakup berbagai pendekatan, masing-masing didasarkan pada<br />
sikap dan pandangan teoritis tertentu. Jadi, sebuah karya didekati dari hal-hal yang berada di luar<br />
sastra itu sendiri (ekstrinsik) dengan memfokuskan perhatian pada latar belakang sosiobudaya.<br />
Harahap (2006; 32) mengatakan dalam ilmu sastra pendekatan ini disebut sosiologi sastra, yaitu<br />
pendekatan sastra dengan mempertimbangkan segi-segi kemasyarakatannya. Swingewood<br />
(dalam Faruk, 1994: 1) mendefinisikan sosiologi sebagai studi ilmiah yang objektif mengenai<br />
manusia dalam masyarakat, studi mengenai lembaga dan proses-proses sosial<br />
Beberapa uraian di atas dapat disimpulkan masalah sosiologi sastra menurut Umar Junus,<br />
Alam Swingewood, dan Wellek dan Warren (dalam Harahap, 2006: 33) ada tiga hal yaitu: (1)<br />
pengarang atau pencipta karya sastra dengan latar belakang kehidupannya dihubungkan dengan<br />
karya sastra yang dihasilkannya, (2) karya sastra sebagai cermin masyarakat tempat karya sastra<br />
tersebut dihasilkan, jadi sebagai dokumen sosiobudaya, dan (3) pembaca karya sastra,<br />
bagaimana pengaruh sebuah karya terhadap masyarakat pembacanya. Dari beberapa uraian yang<br />
dikemukakan di atas, penelitian ini mengkaji masalah sosiologi sastra dengan melihat gambaran<br />
proses-proses sosial yang terdapat dalam novel Tiba-Tiba Malam karya Putu Wijaya.<br />
Universitas Sumatera Utara
Lahirnya sebuah karya sastra merupakan reaksi dari keadaan yang terjadi di lingkungan<br />
tempat karya sastra itu tercipta yang dihasilkan oleh seorang pengarang. Dalam menganalisis<br />
karya sastra harus berangkat dari latar manusia yang digambarkan dalam karya sastra tersebut<br />
karena karya sastra merupakan gambaran kehidupan masyarakat serta jiwa tokoh yang hidup di<br />
suatu masa di suatu tempat dan bersifat fiksi.<br />
Selain sosiologi sastra penulis juga akan membicarakan tentang proses sosial, karena<br />
dalam tulisan ini penulis akan membahas tentang proses sosial yang terdapat dalam novel Tiba-<br />
Tiba Malam karya Putu Wijaya. Berbicara tentang proses sosial berarti berbicara tentang proses-<br />
proses yang terjadi dalam kehidupan masyarakat. Menurut Basrowi (2005: 136) proses sosial<br />
merupakan aspek dinamis dari kehidupan masyarakat. Di dalamnya terdapat suatu proses<br />
hubungan antara manusia satu dengan lainnya. Proses hubungan tersebut berupa interaksi yang<br />
terjadi dalam kehidupan sehari-hari secara terus-menerus. Dengan kata lain berbicara tentang<br />
proses sosial berarti berbicara tentang interaksi sosial. Hal ini dapat kita lihat dari pendapat<br />
Soekanto (1990: 67) yang mengatakan bahwa bentuk umum dari proses sosial adalah interaksi<br />
sosial (yang juga dapat dinamakan proses sosial), oleh karena interaksi sosial merupakan syarat<br />
utama terjadinya aktivitas-aktivitas sosial.<br />
Interaksi sosial menurut Roucek dan Warren (dalam Basrowi, 2005: 137) adalah suatu<br />
proses mengenai tindak balas tiap-tiap kelompok berturut-turut manjadi unsur penggerak bagi<br />
tindak balas dari kelompok yang lain, ia adalah suatu proses timbal balik, dimana suatu<br />
kelompok dipengaruhi tingkah laku reaktif pihak lain dan dengan berbuat demikian ia<br />
mempengaruhi tingkah laku orang lain. Proses timbal balik maksudnya adalah adanya hubungan<br />
kedua belah pihak, yaitu antara individu yang satu dengan individu atau kelompok lainnya dalam<br />
rangka mencapai suatu tujuan tertentu. Dari hubungan yang ingin mencapai suatu tujuan tertentu<br />
Universitas Sumatera Utara
tersebut dapat kita lihat bahwa telah terjadi adanya suatu kerja sama, dan kerja sama merupakan<br />
salah satu bentuk-bentuk proses sosial.<br />
Basrowi (2005: 145) mengatakan bahwa secara mendasar ada empat macam bentuk<br />
interaksi sosial yang ada dalam masyarakat yaitu kerja sama (cooperation), pertikaian atau<br />
pertentangan, akomodasi, dan persaingan. Jadi, hubungan antara sosiologi dengan proses sosial<br />
adalah dengan memandang bahwa masyarakat adalah mahkluk sosial, yang hidup di tengah-<br />
tengah masyarakat yang bersosialisasi antara individu dengan individu, individu dengan<br />
kelompok, dan kelompok dengan kelompok yang mengalami proses-proses dalam menjalankan<br />
kehidupan seperti kerja sama, akomodasi, pertikaian atau pertentangan, maupun persaingan.<br />
Hubungan unsur intrinsik seperti yang telah dikemukakan di atas dengan unsur ekstrinsik<br />
yaitu proses sosial adalah dengan berangkat dari latar yang memiliki aturan-aturan yang harus<br />
dipenuhi oleh masyarakat secara bersama-sama dengan konflik yang muncul karena adanya<br />
pelanggaran terhadap aturan- aturan tersebut yang dilakukan oleh tokoh dalam novel ini<br />
merupakan proses yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat saat ini. Seperti yang kita<br />
ketahui bahwa kerja sama, konflik, persaingan, dan akomodasi adalah bentuk dari proses sosial<br />
dalam kehidupan bermasyarakat.<br />
2.3 Tinjauan Pustaka<br />
Suatu penelitian hendaklah memiliki objek, karena objek adalah unsur yang paling utama<br />
dalam suatu penelitian. Dalam penelitian ini objek yang akan diteliti adalah novel Tiba-Tiba<br />
Malam karya Putu Wijaya. Berdasarkan pengamatan penulis, novel ini belum pernah diteliti oleh<br />
oleh mahasiswa di Departemen Sastra Indonesia Universitas Sumatera Utara, sedangkan di<br />
tempat lain, novel ini sudah pernah diteliti sebelumnya oleh Sunarti dengan judul penelitian<br />
Universitas Sumatera Utara
Nilai-Nilai Budaya dalam Novel Tiba-Tiba Malam karya Putu Wijaya: Tinjauan Semiotika<br />
(http//etd. Eprints. Ums. Ac. Id). Sunarti menelaah nilai-nilai budaya yang terdapat dalam novel<br />
ini dengan mempergunakan tinjauan semiotika sastra.Menurut hasil penelitian Sunarti nilai- nilai<br />
budaya dalam novel Tiba-Tiba Malam karya Putu Wijaya meliputi: (1) Nilai budaya hubungan<br />
antara manusia dengan Tuhan (percaya kepada Tuhan, suka berdoa, percaya pada Takdir, dan<br />
ketabahan), (2) Nilai budaya hubungan antara manusia dengan masyarakat (musyawarah, gotong<br />
royong, kebijaksanaan, saling menolong, saling memaafkan, dan kerukunan), (3) Nilai budaya<br />
hubungan antara manusia dengan alam (pemanfaatan alam), (4) Nilai budaya hubungan antara<br />
manusia dengan orang lain (kerendahan hati, kejujuran, kesabaran, kasih sayang, keramahan, dan<br />
rela berkorban), (5) Nilai budaya hubungan antara manusia dengan dirinya sendiri (bekerja keras,<br />
kewaspadaan, tanggung jawab, menuntut ilmu, dan keberanian). Selain melihat nilai-nilai<br />
budayanya, Sunarti juga melihat bagaimana unsur- unsur yang membangun novel Tiba-Tiba<br />
Malam karya Putu Wijaya. Penelitian ini dipergunakan Sunarti sebagai tugas akhir skripsi tesis<br />
di Universitas Muhammadiyah Surakarta.<br />
Pada kesempatan ini dilakukan analisis terhadap novel Tiba-Tiba Malam dari segi<br />
sosiosastra, karena karya ini tidak terlepas dari proses-propses sosial yang terjadi dalam<br />
kehidupan masyarakat dengan melihat proses-proses sosial dalamm novel Tiba-Tiba Malam<br />
karya Putu Wijaya. Proses-proses sosial tersebut meliputi: (1) kerja sama, yang dilakukan oleh<br />
penduduk; seperti merapikan pura, membersihkan selokan, perbaikan jalan, dan kerja bakti yang<br />
lain, (2) pertikaian, terjadi antara Subali dengan Utari dan ibunya, antara Sunatha dan keluarga<br />
Utari, (3) akomodasi, dilakukan oleh kepala desa yang menyelesaikan konflik yang terjadi antara<br />
penduduk desa dengan keluarga Subali.<br />
Universitas Sumatera Utara