31.01.2013 Views

PERTUMBUHAN Mucuna bracteata DAN SERAPAN HARA C, N, P ...

PERTUMBUHAN Mucuna bracteata DAN SERAPAN HARA C, N, P ...

PERTUMBUHAN Mucuna bracteata DAN SERAPAN HARA C, N, P ...

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

Kelapa Sawit<br />

TINJAUAN PUSTAKA<br />

Akar kelapa sawit merupakan jenis akar serabut, tidak berbuku, ujungnya<br />

runcing, dan berwarna putih atau kekuningan. Perakarannya sangat kuat karena<br />

tumbuh ke bawah dan ke samping membentuk akar primer, sekunder, tertier dan<br />

kuarter (Fauzi, dkk., 2002).<br />

Tanaman kelapa sawit memiliki batang yang tidak bercabang. Pada<br />

pertumbuhan awal setelah perkecambahan terjadi pembentukan batang yang<br />

melebar tanpa terjadi pemanjangan internodia (ruas). Titik tumbuh batang kelapa<br />

sawit terletak di pucuk batang, terbenam di dalam tajuk daun. Pada batang<br />

terdapat pangkal pelepah-pelepah daun yang melekat kokoh (Sunarko, 2008).<br />

Pembentukan daun berada di dekat titik tumbuh. Setiap bulan, biasanya<br />

akan tumbuh dua lembar daun. Pertumbuhan awal daun berikutnya akan<br />

membentuk sudut 135 0 . Daun yang baru tumbuh masih melekat dengan daun<br />

lainnya. Arah pertumbuhan daun muda tegak lurus ke atas dan berwarna kuning.<br />

Anak daun (leaf let) pada daun normal berjumlah 80-120 helai<br />

(Sastrosayono, 2005).<br />

Pada umur tiga tahun sawit sudah mulai dewasa dan mulai mengeluarkan<br />

bunga jantan atau bunga betina. Bunga jantan berbentuk lonjong memanjang,<br />

sedangkan bunga betina agak bulat. Tanaman kelapa sawit melakukan<br />

penyerbukan bersilang (cross pollination). Artinya bunga betina dari pohon yang<br />

satu dibuahi oleh bunga jantan dari pohon yang lainnya dengan perantara angin<br />

dan atau serangga penyerbuk (Sunarko, 2008).<br />

Universitas Sumatera Utara


Kelapa sawit merupakan tanaman monoecious (berumah satu). Bunga<br />

muncul dari ketiak daun. Bunga betina akan menjadi brondolan setelah anthesis,<br />

panjang infloresen betina dapat mencapai 30 cm atau lebih. Sedangkan bunga<br />

jantan mempunyai panjang 3-4 mm dan lebarnya 1.5-2.0 mm (Pahan, 2008).<br />

Tandan buah kelapa sawit tumbuh di ketiak daun. Daun kelapa sawit<br />

setiap tahun tumbuh sekitar 20-24 helai. Semakin tua umur kelapa sawit,<br />

pertumbuhan daunnya semakin sedikit, sehingga buah yang terbentuk semakin<br />

sedikit. Meskipun demikian, tidak berarti hasil produksi minyaknya menurun. Hal<br />

ini disebabkan semakin dewasa umur tanaman, ukuran buah kelapa sawit relatif<br />

akan semakin besar. Kadar minyak yang dihasilkannya pun akan semakin tinggi.<br />

Berat tandan buah kelapa sawit bervariasi, mulai dari beberapa ons hingga 30 kg<br />

(Sastrosayono, 2005).<br />

Kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik di daerah tropis antara<br />

12 0 LU-12 0 LS pada ketinggian 0-500 m dpl. Kecepatan angin 5-6 km/jam sangat<br />

baik untuk membantu proses penyerbukan. Sawit menginginkan curah hujan<br />

minimum 1000-1500 mm/tahun dan terbagi merata sepanjang tahun, suhu optimal<br />

26°C serta kelembaban rata-rata 75 % (Balai Informasi Irian Jaya, 1992).<br />

Kelapa sawit memerlukan curah hujan antara 2.000-2.500 mm per tahun<br />

dengan pembagian yang merata sepanjang tahun. Lama penyinaran matahari yang<br />

optimum antara 5-12 jam per hari dengan kelembaban 80%, serta suhu optimum<br />

berkisar 24 0 -28 0 C. Ketinggian di atas permukaan laut yang optimum berkisar<br />

0-500 meter (Pahan, 2008).<br />

Kelapa sawit dapat tumbuh di berbagai jenis tanah, antara lain: Tanah<br />

Podsolik, Hidromorfik Kelabu, Alluvial, Regosol, Gley Humik serta Organosol.<br />

Universitas Sumatera Utara


Namun, kemampuan produksi kelapa sawit pada masing-masing jenis tanah<br />

tersebut tidak sama. Kemiringan tanah yang dianggap masih baik bagi kelapa<br />

sawit yakni antara 0-15 0 . Sedangkan kemiringan di atas 15 0 harus dibuat teras<br />

kontur (Risza, 1994).<br />

Sawit dapat tumbuh pada bermacam-macam tanah, asalkan gembur,<br />

aerasi dan drainasenya baik, kaya akan humus dan tidak mempunyai lapisan<br />

padas. pH tanah antara 5,5 - 7,0 dengan C /N ratio mendekati 10, dimana<br />

C 1% dan N 0.1%. Daya tukar Mg dan K berada pada batas normal,<br />

yaitu untuk Mg 0.4-1.0 me/100 g, sedangkan K 0.15-1.20 me/100 g<br />

(Balai Informasi Irian Jaya, 1992).<br />

Kelapa sawit tidak menyukai tanah yang sering tergenang air karena<br />

akarnya membutuhkan banyak oksigen. Drainase yang jelek bisa menghambat<br />

kelancaran penyerapan unsur hara dan proses nitrifikasi akan terganggu, sehingga<br />

tanaman akan kekurangan nitrogen. Karena itu, drainase tanah yang akan<br />

dijadikan lokasi perkebunan kelapa sawit harus baik dan lancar, sehingga ketika<br />

musim hujan tidak tergenang air (Sunarko, 2008).<br />

<strong>Mucuna</strong> <strong>bracteata</strong><br />

Tanaman ini tidak dapat menghasilkan polong bila ditanam di dataran<br />

rendah, di tempat asalnya tanaman ini tumbuh pada ketinggian 5.000 kaki di atas<br />

permukaan laut. Sulur dengan nodus yang kontak langsung dengan tanah<br />

membentuk akar yang dapat menembus ke dalam tanah hingga 2-3 m, laju<br />

pertumbuhan akar cukup tinggi, sehingga pada umur di atas tiga tahun akar<br />

utamanya dapat mencapai kedalaman 3 m (Subronto dan Harahap, 2002).<br />

Universitas Sumatera Utara


<strong>Mucuna</strong> <strong>bracteata</strong> memiliki daun trifoliat) berwarna hijau gelap dengan<br />

ukuran 15x10 cm. Helaian daun akan menutup apabila suhu lingkungan terlalu<br />

tinggi (termonasti), sehingga sangat efisien dalam mengurangi penguapan<br />

permukaan. Karangan bunga berbentuk seperti buah anggur dengan panjang<br />

10-30 cm, terdiri dari 40-100 hiasan bunga berwarna hitam keunguan. Ketebalan<br />

vegetasi <strong>Mucuna</strong> <strong>bracteata</strong> dapat mencapai 40-100 cm dari permukaan tanah.<br />

Pada kultur teknis yang standar, laju penutupan kacangan pada masa awal<br />

penanaman dapat mencapai 2-3 m 2 per bulan. Penutupan areal secara sempurna<br />

dicapai saat memasuki tahun ke-2 dengan ketebalan vegetasi berkisar 40-100 cm<br />

dan biomassa berkisar antara 9-12 ton bobot kering per ha<br />

(Harahap dkk., 2008).<br />

Berdasarkan pengaruhnya terhadap kesuburan tanah ternyata<br />

<strong>Mucuna</strong> <strong>bracteata</strong> memenuhi syarat sebagai penutup tanah yang ideal. Tanaman<br />

ini menghasilkan bahan organik yang tinggi dan akan sangat bermanfaat jika<br />

ditanam di daerah yang sering mengalami kekeringan dan pada areal yang rendah<br />

kandungan organiknya. Nilai nutrisi dalam jumlah serasah yang dihasilkan pada<br />

naungan sebanyak 8,7 ton (setara dengan 263 kg NPKMg dengan 75-83% N) dan<br />

di daerah terbuka sebanyak 19.6 ton (setara dengan 531 kg NPKMg dengan<br />

75-83% N). Sedangkan Pueraria japonica hanya menghasilkan 4,8 ton serasah<br />

yang setara dengan 173 kg (NPKMg). Kandungan C, total P, K tukar dan KTK<br />

dalam tanah yang ditumbuhi <strong>Mucuna</strong> <strong>bracteata</strong> meningkat sangat tajam<br />

dibandingkan dengan lahan yang ditumbuhi gulma (Subronto dan Harahap, 2002).<br />

Universitas Sumatera Utara


Produksi awal kelapa sawit pada areal yang menggunakan penutup tanah<br />

<strong>Mucuna</strong> <strong>bracteata</strong> lebih tinggi dibanding pada areal yang menggunakan penutup<br />

tanah konvensional. Tingkat kesuburan yang relatif tinggi dan kelembaban yang<br />

selalu terjaga diduga menjadi penyebab utama produktivitas tanaman di areal<br />

berpenutup tanah <strong>Mucuna</strong> <strong>bracteata</strong> lebih tinggi dibandingkan pada areal<br />

berpenutup tanah kovensional. Serasah yang berasal dari biomassa penutup tanah<br />

<strong>Mucuna</strong> <strong>bracteata</strong> yang jumlahnya sangat besar merupakan sumber hara penting<br />

bagi peningkatan kesuburan tanah (Sebayang, dkk., 2004).<br />

Keunggulan <strong>Mucuna</strong> <strong>bracteata</strong> antara lain:<br />

- Pertumbuhan cepat dan menghasilkan biomassa yang tinggi.<br />

- Mudah ditanam dengan input yang rendah.<br />

- Tidak disukai ternak karena kandungann fenol yang tinggi.<br />

- Toleran terhadap serangan hama dan penyakit.<br />

- Memiliki sifat allelopati sehingga memiliki daya kompetisi yang tinggi<br />

terhadap gulma.<br />

- Memiliki perakaran yang dalam, sehingga dapat memperbaiki sifat fisik tanah<br />

dan menghasilkan serasah yang tinggi sebagai humus yang terurai lambat,<br />

sehingga menambah kesuburan tanah.<br />

- Mengendalikan erosi.<br />

- Sebagai Leguminosae dapat menambat N bebas dari udara.<br />

- Relatif lebih tahan naungan dan cekaman kekeringan.<br />

(Subronto dan Harahap, 2002).<br />

Universitas Sumatera Utara


RhiPhosant<br />

RhiPhosant adalah inokulan berbahan aktif bakteri penambat N dan pelarut<br />

P. RhiPhosant merupakan hasil isolasi dan seleksi dari mikroba indigenous<br />

Indonesia yang dapat berfungsi membantu menambat nitrogen (N) dari udara dan<br />

melarutkan senyawa fosfat (P) sukar larut di dalam tanah. RhiPhosant berbentuk<br />

tepung berwarna hitam, mengandung bahan aktif: Bradyrhizobium japonicum<br />

(bakteri penambat N bebas dari udara) dengan populasi 108 koloni/g<br />

bahan pembawa dan Aeromonas punctata (bakteri pelarut fosfat<br />

dan kalium) dengan populasi 108 koloni/g bahan pembawa<br />

(Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia, 2009c).<br />

Dalam simbiosisnya dengan tanaman Leguminosae, Rhizobium<br />

diperkirakan mampu menambat nitrogen sebanyak hampir 2 juta ton per tahun di<br />

Amerika Serikat. Di Selandia Baru kemampuan penambatannya dapat mencapai<br />

800 kg per hektar dalam setahun. Penambatan secara biologis diperkirakan<br />

mampu menyumbang lebih dari 170 juta ton nitrogen ke biosfer per tahun, 80%<br />

di antaranya merupakan hasil simbiosis antara bakteri Rhizobium dengan tanaman<br />

Leguminosae (Purwaningsih, 2005).<br />

Mikroba penambat N ada yang bersimbiosis dengan tanaman dan ada pula<br />

yang hidup bebas di sekitar perakaran tanaman. Salah satu mikroba penambat N<br />

simbiotik yakni Rhizobium sp. Bakteri ini hidup di dalam bintil akar tanaman<br />

kacang-kacangan (Leguminosae). Mikroba penambat N non-simbiotik misalnya:<br />

Azospirillum sp. dan Azotobacter sp. Mikroba penambat N simbiotik hanya bisa<br />

digunakan untuk tanaman Leguminosae saja, sedangkan mikroba penambat N non<br />

simbiotik dapat digunakan untuk semua jenis tanaman (Nurhayati, 2009).<br />

Universitas Sumatera Utara


Beberapa jenis mikroba dapat bersimbiosis dengan akar tanaman inangnya<br />

membentuk nodul akar. Jenis bakteri yang dapat bersimbiosis dengan tanaman<br />

Leguminosae yakni Rhizobium sp. dan Bradyrhizobium sp. Bakteri Rhizobium ini<br />

memperoleh karbohidrat dari tanaman inang dan memasok tanaman inang dengan<br />

senyawa nitrogen yang diperolehnya dari nitrogen di atmosfer (Dewi, 2007).<br />

Bradyrhizobium japonicum mampu menangkap N bebas dalam udara<br />

tanah melalui produksi enzim reduktase urea. Bakteri ini bersimbiosis dengan akar<br />

tanaman dan hidup di dalam bintil akar. Dengan adanya simbiosis ini kebutuhan<br />

N tanaman dapat dipenuhi sebagian besar atau seluruhnya tanpa perlu atau sedikit<br />

memerlukan tambahan pupuk N. Rhizobium sp. mampu menghasilkan fitohormon<br />

Indole Acetic Acid (IAA), yaitu hormon pemacu pertumbuhan bagi tanaman<br />

(Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia, 2009c).<br />

Aeschynomene adalah salah satu tumbuhan kacang-kacangan yang<br />

merupakan tumbuhan inang Bradyrhizobium. Umumnya Bradyrhizobium<br />

membentuk bintil pada daerah akar. Bradyrhizobium juga mampu membentuk<br />

bintil di daerah batang pada beberapa jenis tumbuhan sehingga disebut bintil<br />

batang (Triana, 2005).<br />

Aeromonas punctata merupakan bakteri pelarut P yang memiliki<br />

kemampuan menghasilkan enzim fosfatase, asam-asam organik, dan polisakarida<br />

ekstra sel, beraktivitas tinggi pada kondisi tanah masam dengan kadar P rendah.<br />

Senyawa-senyawa tersebut akan membebaskan unsur P dari senyawa-senyawa<br />

pengikatnya, sehingga P yang tersedia bagi tanaman meningkat. Selain itu,<br />

mikroba ini juga mampu meningkatkan kelarutan kalium dalam tanah<br />

(Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia, 2009c).<br />

Universitas Sumatera Utara


Inokulasi ganda antara bakteri Rhizobium dengan Mikoriza dilaporkan<br />

dapat meningkatkan jumlah bintil akar dan biomassa tanaman, meningkatkan<br />

pertumbuhan dan hasil tanaman karena mampu meningkatkan penyerapan hara P,<br />

berperan dalam pembentukan bintil akar serta penambatan nitrogen bebas dari<br />

udara (Bertham, 2007).<br />

Keunggulan RhiPhosant antara lain:<br />

1. Formulasi RhiPhosant dikonstruksi sedemikian rupa sehingga menjamin<br />

mutu dan efektivitasnya.<br />

2. Menghemat pupuk NPK dan kapur hingga tinggal 25% dari dosis anjuran<br />

konvensional.<br />

3. Mampu meningkatkan P dan kelarutan Kalium dalam tanah.<br />

4. Mampu menghasilkan fitohormon asam indolasetat (IAA) yang dapat<br />

meningkatkan perkembangan akar.<br />

(Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia, 2009c).<br />

Bioteks<br />

Bioteks adalah pupuk hayati berbentuk serbuk, berwarna hitam, serta<br />

berbahan aktif fungi Trichoderma sp. dan bakteri Rhizobium sp. penghasil<br />

fitohormon dan bahan organik untuk meningkatkan efisiensi pemupukan dan<br />

mengurangi penggunaan pupuk kimia serta berfungsi sebagai dekomposer. Selain<br />

itu, Bioteks juga mengandung bahan organik, bahan humat, kascing, fitohormon<br />

IAA dan serum (Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia, 2009a).<br />

Hama dan penyakit tanaman merupakan salah satu kendala serius dalam<br />

budidaya pertanian organik. Di alam terdapat mikroba-mikroba yang dapat<br />

Universitas Sumatera Utara


mengendalikan organisme patogen tersebut. Mikroba yang dapat mengendalikan<br />

penyakit tanaman misalnya Trichoderma sp. Mikroba ini mampu mengendalikan<br />

penyakit tanaman yang disebabkan oleh Gonoderma sp., JAP (jamur akar putih),<br />

atau Phytoptora sp. (Nurhayati, 2009).<br />

Penyakit layu Fusarium pada tanaman tomat disebabkan oleh mikroba<br />

jenis jamur Fusarium oxysporum f. sp. lycopersici yang merupakan salah satu<br />

penyakit yang patut diwaspadai. Salah satu alternatif pengendalian yang dapat<br />

digunakan dan ramah lingkungan adalah menggunakan jamur antagonis<br />

Trichoderma sp. (Nurrelawati, 2005).<br />

Trichoderma sp. merupakan jamur yang berperan dalam mengendalikan<br />

Fusarium oxysporum (penyebab penyakit busuk batang pada tanaman vanili),<br />

Phytophtora sp. (penyebab penyakit busuk pangkal batang pada tanaman lada)<br />

dan Rigidoporus lignosus (penyebab penyakit jamur akar putih pada tanaman<br />

karet) (Balai Proteksi Tanaman Perkebunan Jawa Barat, 2007).<br />

Keunggulan Bioteks, antara lain:<br />

• Mampu mengurangi kebutuhan pupuk kimia hingga 50% dan meningkatkan<br />

efisiensi pemupukan<br />

• Memacu pertumbuhan tanaman<br />

• Memperbaiki struktur tanah<br />

• Menekan pertumbuhan penyakit yang menular melalui tanah<br />

• Meningkatkan kandungan bahan organik tanah<br />

• Mendekomposisi limbah lignoselulosa seperti serasah, tandan kosong kelapa<br />

sawit, bagas tebu, pangkasan teh, kulit buah kakao dan kulit buah kopi<br />

(Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia, 2009a)<br />

Universitas Sumatera Utara


Miza Plus<br />

Miza Plus adalah pupuk hayati berbasis mikoriza arbuskula, berwarna<br />

putih-abu abu berbentuk granul dan telah diformulasi dengan memadukan<br />

sinergisme antara mikroba simbiotik dan non simbiotik. Secara fungsional<br />

mikroba tersebut bersinergi dalam penyediaan unsur makro P, N, dan zat pengatur<br />

tumbuh tanaman. Perbaikan rhizosfer tanaman dibuktikan dapat memperbaiki akar<br />

dan daerah perakaran tanaman sehingga pemberian Miza Plus disamping secara<br />

aktif menyediakan hara tanaman juga memperbaiki lingkungan tumbuh tanaman<br />

secara berkesinambungan. Mikoriza di samping membantu meningkatkan status<br />

hara tanaman juga membantu meningkatkan toleransi tanaman terhadap patogen.<br />

Spesifikasi formulasi Miza Plus adalah berbahan aktif: Mikoriza arbuskula<br />

(Acaulospora tuberculata), bakteri penambat N, bakteri pelarut fosfat<br />

(Serratia marcescens), dan bakteri pemacu pertumbuhan tanaman<br />

(Pseudomonas sp.) (Madjid, 2009).<br />

Mikoriza merupakan asosiasi simbiotik antara akar tanaman dengan jamur.<br />

Secara umum mikoriza di daerah tropis tergolong ke dalam dua tipe yaitu<br />

ektomikoriza (ECM) dan endomikoriza/arbuscular mycorrhiza (AM). Jamur<br />

ektomikoriza pada umumnya tergolong ke dalam kelompok Ascomysetes dan<br />

Basidiomycetes. Asosiasi simbiotik antara akar tanaman dengan jamur mikoriza<br />

tersebut menyebabkan terbentuknya luas serapan yang lebih besar dan lebih<br />

mampu memasuki ruang pori yang lebih kecil sehingga meningkatkan<br />

kemampuan tanaman untuk menyerap unsur hara, utamanya unsur hara yang<br />

relatif tidak mobil seperti P, Cu, dan Zn. Selain itu mikoriza juga menyebabkan<br />

tanaman lebih toleran terhadap keracunan logam, serangan penyakit khususnya<br />

Universitas Sumatera Utara


patogen akar, kekeringan, suhu tanah yang tinggi, kondisi pH yang tidak sesuai<br />

serta cekaman pada saat pemindahan tanaman (Pujiyanto, 2001).<br />

Mikoriza arbuskula merupakan cendawan yang dapat menginfeksi akar<br />

tanaman dan menembus korteks namun tidak sampai xylem. Dalam siklus<br />

hidupnya, cendawan ini membentuk hifa eksternal yang berukuran jauh lebih kecil<br />

daripada akar tanaman, sehingga secara fisik dapat menembus pori tanah yang<br />

tidak dapat ditembus oleh akar tanaman dan secara kimia menunjukan bahwa hifa<br />

ini menghasilkan fosfatase yang dapat membantu tanaman menggunakan P dalam<br />

bentuk organik (Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia, 2009b).<br />

Setidaknya ada dua jenis mikoriza yang sering dipakai untuk biofertilizer,<br />

yaitu: ektomikoriza dan endomikoriza. Ektomikoriza seringkali ditemukan pada<br />

tanaman-tanaman keras/berkayu, sedangkan endomikoriza ditemukan pada<br />

banyak tanaman, baik tanaman berkayu atau bukan. Mikoriza hidup bersimbiosis<br />

pada akar tanaman. Mikoriza berperan dalam melarutkan P dan membantu<br />

penyerapan hara P oleh tanaman. Selain itu tanaman yang bermikoriza umumnya<br />

juga lebih tahan terhadap kekeringan. Contoh mikoriza yang sering ditemukan<br />

adalah Glomus sp. dan Gigaspora sp. (Nurhayati, 2009).<br />

Untuk daerah yang tidak terjangkau akar dan hifa maka Miza Plus telah<br />

diformulasi dengan bakteri pelarut fosfat. Keseimbangan hara merupakan salah<br />

satu aspek yang menjadi pertimbangan formula Miza Plus, sehingga dalam<br />

formulasinya juga ditambahkan bakteri pemfiksasi N yang bersifat non simbiotik.<br />

Dengan keberadaan bakteri ini maka kebutuhan dua unsur makro tanaman akan<br />

terpenuhi. Selain itu, pertumbuhan tanaman sangat dipengaruhi oleh hormon yang<br />

Universitas Sumatera Utara


diperlukan dalam jumlah yang sangat mikro. Untuk kebutuhan ini maka Miza Plus<br />

diformulasi dengan bakteri pemacu pertumbuhan. Keunggulan Miza Plus:<br />

1. Miza Plus merupakan pupuk hayati berbasis mikoriza arbuskula yang<br />

bersifat simbiotik dan diperkaya dengan mikroba non simbiotik. Interaksi<br />

mikroba simbiotik dan nonsimbiotik di samping dapat menyediakan hara<br />

khususnya P bagi tanaman dari tanah, juga dapat membawa P dari tanah ke<br />

jaringan akar tanaman secara langsung<br />

2. Miza Plus dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman melalui harmonisasi<br />

kehidupan mikroba di rhizosfer tanaman<br />

3. Miza Plus lebih ekonomis dan dapat menghemat pupuk kimia 50%<br />

4. Miza Plus lebih ramah lingkungan dan menunjang pertanian organik.<br />

(Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia, 2009b).<br />

Beberapa mikroba tanah juga mampu menghasilkan hormon tanaman yang<br />

dapat merangsang pertumbuhan tanaman. Hormon yang dihasilkan oleh mikroba<br />

akan diserap oleh tanaman sehingga tanaman akan tumbuh lebih cepat atau lebih<br />

besar. Kelompok mikroba yang mampu menghasilkan hormon tanaman, antara<br />

lain: Pseudomonas sp. dan Azotobacter sp. Mikroba-mikroba tanah tersebut<br />

bermanfaat untuk melarutkan unsur hara, membantu penyerapan unsur hara,<br />

maupun merangsang pertumbuhan tanaman diformulasikan dalam bahan<br />

pembawa khusus dan digunakan sebagai biofertilizer untuk pertanian organik<br />

(Nurhayati, 2009).<br />

Mikroba tanah lain yang berperan di dalam penyediaan unsur hara<br />

tanaman adalah mikroba pelarut fosfat (P) dan kalium (K). Tanah-tanah yang<br />

lama diberi pupuk superfosfat (TSP/SP-36) umumnya memiliki kandungan P<br />

Universitas Sumatera Utara


cukup tinggi (jenuh). Namun, hara P ini sedikit/tidak tersedia bagi tanaman,<br />

karena terikat pada mineral liat tanah yang sukar larut. Dalam hal inilah mikroba<br />

berperan sebagai pelarut P. Mikroba ini akan melepaskan ikatan P dari mineral liat<br />

tanah dan menyediakannya bagi tanaman. Banyak sekali mikroba yang mampu<br />

melarutkan P, antara lain: Aspergillus sp., Penicillium sp., Zerowilia lipolitika,<br />

dan Pseudomonas sp. Mikroba yang berkemampuan tinggi melarutkan P,<br />

umumnya juga berkemampuan tinggi dalam melarutkan K (Nurhayati, 2009).<br />

Universitas Sumatera Utara

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!