27.08.2015 Views

obatobatan

efektivitas senam dismenore - Penjaskesrek - Universitas Sebelas ...

efektivitas senam dismenore - Penjaskesrek - Universitas Sebelas ...

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

2 Phederal Vol. 4 No. 1, Mei 2011<br />

biologi yaitu mulainya remaja<br />

mengalami menstruasi. Menstruasi<br />

dimulai saat pubertas dan<br />

kemampuan seorang wanita untuk<br />

mengandung anak atau masa<br />

reproduksi. Menstruasi biasanya<br />

dimulai antara usia 10 dan 16 tahun,<br />

tergantung pada berbagai faktor,<br />

termasuk kesehatan wanita, status<br />

nutrisi dan berat tubuh relatif<br />

terhadap tinggi tubuh. Walaupun<br />

begitu, pada kenyataannya banyak<br />

wanita yang mengalami masalah<br />

menstruasi, diantaranya nyeri haid/<br />

dismenore (Sumudarsono,1998).<br />

Nyeri haid/ dismenore<br />

m e r u p a k a n<br />

a d a l a h<br />

k e t i d a k s e i m b ang a n h o r m o n<br />

progesteron dalam darah sehingga<br />

mengakibatkan rasa nyeri timbul,<br />

faktor psikologis juga ikut berperan<br />

terjadinya dismenore pada beberapa<br />

wanita. Wanita pernah mengalami<br />

dismenore sebanyak 90%. Masalah<br />

ini setidaknya mengganggu 50%<br />

wanita masa reproduksi dan 60-<br />

85% pada usia remaja, yang<br />

mengakibatkan banyaknya absensi<br />

pada sekolah maupun kantor. Pada<br />

umumnya 50 - 60% wanita<br />

diantaranya memerlukan <strong>obatobatan</strong><br />

analgesik untuk mengatasi<br />

masalah dismenore ini<br />

(Annathayakheisha, 2009).<br />

Latihan-latihan olahraga yang<br />

ringan sangat dianjurkan untuk<br />

mengurangi dismenore. Olahraga/<br />

senam merupakan salah satu teknik<br />

relaksasi yang dapat digunakan untuk<br />

mengurangi nyeri. Hal ini disebabkan<br />

saat melakukan olahraga/ senam<br />

tubuh akan menghasilkan endorphin.<br />

Endorphin dihasilkan di otak dan<br />

susunan syaraf tulang belakang.<br />

Hormon ini dapat berfungsi sebagai<br />

obat penenang alami yang diproduksi<br />

otak sehingga menimbulkan rasa<br />

nyaman (Harry,2007). Dari hasil<br />

penelitian ternyata dismenore lebih<br />

sedikit terjadi pada olahragawati<br />

dibandingkan wanita yang tidak<br />

melakukan olahraga/ senam<br />

(Sumudarsono, 1998).<br />

Dari uraian diatas dan<br />

mengingat sering timbulnya masalah<br />

dismenore pada remaja yang dapat<br />

mengganggu aktivitas belajar<br />

mengajar maka perlu adanya<br />

penelitian untuk mencari alternative<br />

terapi yang mudah dilakukan dan<br />

tidak memerlukan biaya untuk<br />

mencegah dan mengatasi masalah<br />

dismenore tersebut dengan senam<br />

dismenore dalam mengurangi<br />

maupun mengatasi masalah nyeri<br />

haid ini.<br />

Tujuan dari penelitian ini<br />

yaitu 1). Untuk mengetahui dan<br />

menganalisa efektivitas dari senam<br />

dismenore dengan adanya<br />

perbedaan skala nyeri sebelum dan<br />

sesudah melakukan senam dismenor<br />

pada remaja putri 2). Mengukur<br />

perbedaan tingkatan nyeri siswa saat<br />

mengalami dismenore sebelum dan<br />

setelah melakukan senam dismenore.<br />

Manfaat dari penelitian ini antara<br />

lain a). Dapat membantu remaja yang


Phederal Vol. 4 No. 1, Mei 2011<br />

3<br />

mengalami dismenore dalam<br />

mengurangi dan mencegah nyeri saat<br />

menstruasi sehingga dapat mengikuti<br />

pembelajaran dari awal hingga akhir<br />

mata pelajaran b). Sebagai informasi<br />

bagi institusi pendidikan bahwa<br />

senam merupakan salah satu<br />

alternatif terapi untuk mengatasi dan<br />

mengurangi siswa-siswa yang<br />

mengalami dismenore sehingga<br />

mereka dapat lebih berkonsentrasi<br />

dalam mengikuti proses<br />

pembelajaran dan dapat<br />

mengajarkan gerakan senam<br />

tersebut kepada siswa-siswanya c).<br />

Dapat menjadikan senam sebagai<br />

salah satu alternatif terapi ke dalam<br />

intervensi yang diterapkan perawat<br />

untuk memberikan pelayanan asuhan<br />

keperawatan bagi masalah<br />

dismenoreyang sering dialami remaja<br />

d). Memberi pengalaman baru bagi<br />

peneliti dalam melaksanakan<br />

penelitian dan dapat mengetahui<br />

keefektifan terapi senam secara<br />

langsung dalam menangani masalah<br />

dismenore remaja dan<br />

mengaplikasikan teori yang telah<br />

didapat untuk mengatasi masalah<br />

dismenore pada peneliti sendiri.<br />

METODE PENELITIAN<br />

Penelitian ini menggunakan<br />

quasi eksperimen dalam satu<br />

kelompok (one group pre test – post<br />

test design). Karena rancangan ini<br />

merupakan bentuk desain eksperimen<br />

yang lebih baik validitas internalnya<br />

daripada pre-eksperimen namun lebih<br />

lemah dari true eksperimen. Dengan<br />

mengobservasi sebanyak 2 kali yaitu<br />

sebelum dan sesudah diberikan<br />

perlakuan. Kelompok diobservasi<br />

sebelum dilakukan intervensi,<br />

kemudian diobservasi kembali<br />

setelah intervensi di lain waktu yang<br />

telah ditentukan (Setiadi,2007).<br />

Di sini peneliti mengukur<br />

pengalaman skala nyeri remaja yang<br />

mengalami dismenore pada bulan<br />

lalu sebelum melakukan senam<br />

dismenore, kemudian diukur skala<br />

nyeri kembali setelah melakukan<br />

senam dismenore saat siklus<br />

menstruasi bulan berikutnya.<br />

Pengambilan sampel dilakukan<br />

secara purposive sampling dimana<br />

purposive sampling didasarkan pada<br />

suatu pertimbangan tertentu yang<br />

dibuat oleh peneliti sendiri, dengan<br />

ciri dan syarat populasi yang sudah<br />

diketahui sebelumnya (Notoadmojo,<br />

2005). Berdasarkan kriteria inklusi<br />

yang telah ditetapkan oleh peneliti<br />

maka populasi yang telah ditetapkan<br />

untuk diambil sampel adalah 15<br />

orang.<br />

Variabel dalam penelitian ini<br />

adalah Variabel Independen dan<br />

Variable dependen.<br />

1. Variabel Independen<br />

Senam Dismenore<br />

a) Definisi Operasional<br />

Teknik relaksasi merupakan<br />

salah satu teknik dalam<br />

memberikan kondisi yang


4 Phederal Vol. 4 No. 1, Mei 2011<br />

nyaman dan rileks pada<br />

remaja saat mengalami<br />

dismenore dengan melakukan<br />

senam dismenore gerakan<br />

sederhana minimal selama 3<br />

hari sebelum menstruasi<br />

setiap pagi dan atau sore hari.<br />

Diharapkan senam tersebut<br />

memberikan efek dalam<br />

mengurangi dan mencegah<br />

dismenore. Karena senam<br />

dapat menyebabkan tubuh<br />

menjadi relaks dengan<br />

menghasilkan hormon<br />

endorphin.<br />

b) Alat ukur<br />

Berupa gerakan senam<br />

sederhana yang dilakukan<br />

minimal 3 hari sebelum<br />

menstruasi pada pagi dan<br />

atau sore hari.<br />

2. Variabel dependen<br />

a) Nyeri saat menstuasi<br />

sebelum melakukan senam<br />

1) Definisi Operasional<br />

Perasaan tidak nyaman<br />

yang dirasakan remaja<br />

saat menstruasi akibat<br />

kontraksi uterus<br />

(dismenore) sebelum<br />

melakukan teknik<br />

relaksasi dengan senam<br />

gerakan sederhana.<br />

2) Alat Ukur<br />

Lembar skala nyeri<br />

Universal Pain<br />

Assessment Tool<br />

yang menampilkan<br />

tingkatan nyeri 1-<br />

10 dan ekspresi<br />

wajah yang<br />

ditampilkan dan<br />

lembar kuesioner<br />

untuk mengetahui<br />

lebih mendalam<br />

tentang siswa yang<br />

mengalami<br />

dismenore<br />

(Kristiono, 2007).<br />

b) Nyeri saat menstuasi setelah<br />

melakukan senam<br />

1) Definisi Operasional<br />

Perasaan tidak nyaman<br />

yang dirasakan remaja<br />

saat menstruasi akibat<br />

kontraksi uterus<br />

(dismenore) sebelum<br />

melakukan teknik<br />

relaksasi dengan senam<br />

gerakan sederhana.<br />

2) Alat Ukur<br />

Lembar skala nyeri<br />

Universal Pain<br />

Assessment Tool yang<br />

menampilkan tingkatan<br />

nyeri 1-10 dan<br />

ekspresi wajah yang<br />

ditampilkan dan lembar<br />

kuesioner untuk<br />

mengetahui lebih<br />

mendalam tentang<br />

siswa yang mengalami<br />

dismenore (Kristiono,<br />

2007).<br />

Peneliti mengidentifikasi remaja<br />

putri yang mengalami dismenore,


Phederal Vol. 4 No. 1, Mei 2011<br />

5<br />

mengidentifikasi skala nyeri<br />

dismenore yang mereka rasakan dari<br />

pengalaman menstruasi bulan lalu,<br />

serta waktu remaja tersebut<br />

mengalami menstruasi dengan<br />

menyebar lembar observasi sebagai<br />

tahap pretest. Melakukan pendekatan<br />

pada remaja-remaja putri tersebut<br />

satu persatu dan melakukan kontrak<br />

tempat dan waktu. Kemudian peneliti<br />

menjelaskan tujuan dan maksud dari<br />

pertemuan yang telah disepakati dan<br />

memberikan surat kesediaan mereka<br />

menjadi responden.<br />

Peneliti mengajarkan tentang<br />

gerakan senam dismenore dan tata<br />

cara pelaksanaan, kemudian<br />

membuat kesepakatan agar remaja<br />

bersedia untuk melakukan senam<br />

dismenore tersebut di rumah selama<br />

minimal 3 hari sebelum menstruasi<br />

setiap pagi dan atau sore hari. Peneliti<br />

memantau remaja tersebut dengan<br />

bertemu langsung dengan remajaremaja<br />

putri tersebut untuk<br />

memastikan remaja tersebut, terus<br />

bersedia melakukan senam yang telah<br />

diajarkan sesuai aturan secara<br />

mandiri di rumah. Untuk post test,<br />

didapatkan setelah remaja tersebut<br />

mengalami dismenore saat<br />

menstruasi dan telah melakukan<br />

senam selama minimal 3 hari<br />

sebelum menstruasi, kemudian<br />

diukur skala nyeri yang dirasakan.<br />

HASIL PENELITIAN DAN<br />

PEMBAHASAN<br />

Dalam waktu tersebut telah<br />

didapatkan 15 responden remaja putri<br />

yang mengalami dismenore.<br />

Responden-responden tersebut telah<br />

memenuhi kriteria inklusi dan telah<br />

melakukan senam dismenore untuk<br />

mengetahui kefektifan senam tersebut<br />

dalam mengatasi maupun<br />

mengurangi nyeri haid/dismenore.<br />

Tabel 1. Distribusi Frekuensi<br />

tingkatan skala nyeri<br />

sebelum melakukan senam<br />

dismenore pada remaja di<br />

SMU N 2 Sumenep bulan<br />

Maret-April 2009 n = 15<br />

Skala nyeri<br />

Nyeri<br />

ringan<br />

f<br />

Prosentase<br />

(%)<br />

1 7<br />

Nyeri<br />

sedang<br />

8 53<br />

Nyeri berat 6 40<br />

Jumlah 15 100<br />

Dari tabel diatas menunujukkan<br />

tingkatan nyeri sebelum melakukan<br />

senam dismenore terbanyak adalah<br />

siswa dengan skala nyeri sedang<br />

sejumlah 8 siswa (53%). Untuk<br />

skala nyeri ringan sejumlah 1 orang<br />

siswa (7%) dan skala nyeri berat<br />

sebanyak 6 orang siswa (40%).


6 Phederal Vol. 4 No. 1, Mei 2011<br />

Tabel 2. Distribusi Frekuensi<br />

tingkatan skala nyeri setelah<br />

melakukan senam dismenore<br />

pada remaja di SMU N 2<br />

Sumenep bulan Maret-April<br />

2009 n = 15<br />

Skala nyeri f<br />

Prosentase<br />

(%)<br />

Nyeri<br />

ringan<br />

11 73,33<br />

Nyeri<br />

sedang<br />

4 26,67<br />

Nyeri berat 0 0<br />

Jumlah 15 100<br />

Tabel diatas menunjukkan<br />

perubahan skala nyeri setelah<br />

melakukan senam dismenore dengan<br />

skala nyeri ringan sebanyak 11 orang<br />

siswa (73,33%) dan skala nyeri<br />

sedang sebanyak 4 orang siswa<br />

(26,67%).<br />

Tabel 3. Hasil Uji Paired Sample<br />

Test efektivitas senam<br />

dismenore<br />

dalam<br />

mengurangi dismenore di<br />

SMU N 2 Sumenep pada<br />

bulan Maret-April 2009 n =<br />

15<br />

Uji Paired Sample t-Test<br />

didapatkan nilai signifikansi yaitu<br />

0,000 yang nilainya lebih kecil dari<br />

taraf kesalahan (α) 0,05 atau dengan<br />

signifikansi 95 % dan nilai mean<br />

3,733, standart deviasi 3,195,<br />

standart error mean 0,825. Nilai t<br />

tabel adalah 1,761, maka daerah<br />

penerimaan Ho antara -1,761 sampai<br />

dengan 1,761. Pada penelitian ini,<br />

nilai t hitung 4,525, maka nilai di<br />

luar daerah penerimaan Ho, artinya<br />

Ho ditolak dan Ha diterima.<br />

Sehingga dapat diputuskan bahwa<br />

hipotesis efektifitas senam dismenore<br />

dalam mengurangi nyeri haid/<br />

dismenore pada remaja diterima.<br />

Dismenore atau nyeri haid adalah<br />

normal, namun dapat berlebihan<br />

apabila dipengaruhi oleh faktor fisik<br />

dan psikis seperti stress serta<br />

pengaruh dari hormon prostaglandin<br />

dan progesteron. Selama dismenore,<br />

terjadi kontraksi otot rahim akibat<br />

peningkatan prostaglandin sehingga<br />

menyebabkan vasospasme dari<br />

arteriol uterin yang menyebabkan<br />

terjadinya iskemia dan kram pada<br />

abdomen bagian bawah yang akan<br />

merangsang rasa nyeri di saat datang<br />

bulan (Robert dan David, 2004).<br />

Pengeluaran prostaglandin F2alfa<br />

dipengaruhi oleh hormon progesteron<br />

selama fase luteal dari siklus<br />

menstruasi dan mencapai puncaknya<br />

pada saat menstruasi (Wiknjosastro,<br />

1999).<br />

Siswa yang mengalami<br />

dismenore menyatakan mereka<br />

minum obat atau jamu untuk<br />

mengatasi nyeri saat haid/dismenore.<br />

Untuk itu perlu adanya alternatif lain<br />

yang bersifat preventif untuk<br />

mengatasi dismenore. Setelah


Phederal Vol. 4 No. 1, Mei 2011<br />

7<br />

melakukan senam dismenore terbukti<br />

sebagian besar siswa melaporkan<br />

adanya perubahan dalam rasa nyeri<br />

yang mereka rasakan.<br />

Olahraga atau senam<br />

dismenore ini merupakan salah<br />

satu teknik relaksasi. Olahraga atau<br />

latihan fisik dapat menghasilkan<br />

hormon endorphin. Endorphin adalah<br />

neuropeptide yang dihasilkan tubuh<br />

pada saat relaks/ tenang. Endorphin<br />

dihasilkan di otak dan susunan syaraf<br />

tulang belakang. Hormon ini dapat<br />

berfungsi sebagai obat penenang<br />

alami yang diproduksi otak yang<br />

melahirkan rasa nyaman dan<br />

meningkatkan kadar endorphin dalam<br />

tubuh untuk mengurangi rasa nyeri<br />

pada saat kontraksi.<br />

Olahraga terbukti dapat<br />

meningkatkan kadar b-endorphin<br />

empat sampai lima kali di dalam<br />

darah. Sehingga, semakin banyak<br />

melakukan senam/olahraga maka<br />

akan semakin tinggi pula kadar b-<br />

endorphin. Ketika seseorang<br />

melakukan olahraga/senam, maka b-<br />

endorphin akan keluar dan ditangkap<br />

oleh reseptor di dalam hipothalamus<br />

dan sistem limbik yang berfungsi<br />

untuk mengatur emosi. Peningkatan<br />

b-endorphin terbukti berhubungan<br />

erat dengan penurunan rasa nyeri,<br />

peningkatan daya ingat, memperbaiki<br />

nafsu makan, kemampuan seksual,<br />

tekanan darah dan pernafasan<br />

(Harry,2007). Sehingga olahraga atau<br />

senam akan efektif dalam<br />

mengurangi masalah nyeri terutama<br />

nyeri dismenore.<br />

Tubuh bereaksi saat mengalami<br />

stress. Faktor stress ini dapat<br />

menurunkan ketahanan terhadap rasa<br />

nyeri. Tanda pertama yang<br />

menunjukan keadaan stress adalah<br />

adanya reaksi yang muncul yaitu<br />

menegangnya otot tubuh individu<br />

dipenuhi oleh hormon stress yang<br />

menyebabkan tekanan darah, detak<br />

jantung, suhu tubuh, dan pernafasan<br />

meningkat.<br />

Disisi lain saat stress, tubuh akan<br />

memproduksi hormon adrenalin,<br />

estrogen, progesteron serta<br />

prostaglandin yang berlebihan.<br />

Estrogen dapat menyebabkan<br />

peningkatan kontraksi uterus secara<br />

berlebihan, sedangkan progesteron<br />

bersifat menghambat kontraksi.<br />

Peningkatan kontraksi secara<br />

berlebihan ini menyebabkan rasa<br />

nyeri. Selain itu hormon adrenalin<br />

juga meningkat sehingga<br />

menyebabkan otot tubuh tegang<br />

termasuk otot rahim dan dapat<br />

menjadikan nyeri ketika haid<br />

(Handrawan, 2008).<br />

KESIMPULAN DAN SARAN<br />

Hasil data dan analisa yang telah<br />

dilakukan maka dapat dikatakan<br />

bahwa senam dismenore efektif<br />

untuk mengurangi dismenore pada<br />

remaja.<br />

Untuk penelitian selanjutnya<br />

disarankan untuk menambah jumlah


8 Phederal Vol. 4 No. 1, Mei 2011<br />

responden, memperhatikan faktor<br />

psikis yang dapat mempengaruhi<br />

keeefektifan senam dismenore dan<br />

diharapkan dalam pelaksanaan<br />

penelitian perlu adanya pemantauan<br />

dalam melaksanakan senam dan<br />

waktu senam ditetapkan secara pasti<br />

sehingga responden dapat dipantau<br />

dan senam dismenore benar-benar<br />

dilakukan dengan gerakan yang<br />

benar, rutin dan serius/rileks. Karena<br />

semakin rutin dan serius/rileks dalam<br />

melaksanakannya maka keefektifan<br />

senam dismenore ini akan dapat<br />

nyatakan hasilnya.<br />

DAFTAR PUSTAKA<br />

F.J. Monks, Koers, Haditomo.S.R . 2002. Psikologi perkembangan : pengantar<br />

dalam berbagai bagiannya. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.<br />

Sumodarsono,S. 1998. Pengetahuan praktis kesehatan dalam olahraga. Jakarta :<br />

PT.Gramedia.<br />

Annathayakeishka. Nyeri haid. 2009. Available at<br />

http://forum.dudung.net/index.php?action=printpage;topic=14042.0.<br />

Diposkan tanggal 10 Januari 2009.<br />

Harry. Mekanisme endorphin dalam tubuh. 2007. Available at<br />

Http:/klikharry.files.wordpress.com/2007/02/1.doc + endorphin + dalam<br />

+ tubuh. Diposkan tanggal 10 Januari 2009<br />

Setiadi. 2007. Konsep dan penulisan riset keperawatan. Cetakan<br />

pertama. Yogyakarta : Graha Ilmu.<br />

Notoadmojo, S. 2005. Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.<br />

Dempsey, Patricia Ann dan Arthur. 2002. Riset keperawatan buku ajar<br />

dan latihan. Alih bahasa : Palupi Widiastuti. Edisi 4. Jakarta : EGC.<br />

Kristiono. Perkembangan psikologi remaja. 2007. Available at<br />

Http://Kristiono.wordpress.com/2008/04/23/perkembangan-psikologiremaja/.<br />

April 23, 2008. Diposkan tanggal 10 januari<br />

2009.<br />

Robert dan David. 2004. Apa yang ingin diketahui remaja tentang seks. Jakarta :<br />

Bumi Aksara.<br />

Wiknjosastro.H . 1999. Ilmu kandungan. Jakarta : Yayasan bina pustaka.<br />

Adil, S. Tingkatannyeri. 2007. Available at<br />

http://keperawatanadil.blogspot.com/2007/11/tingkatan-nyeri.html.<br />

Diposkan tanggal 25 Desember 2008.<br />

Handrawan.H. 1999. Ilmu kandungan. Jakarta : Yayasan bina pustaka.


Phederal Vol. 4 No. 1, Mei 2011<br />

9<br />

HUBUNGAN PERSEPSI TENTANG<br />

PROFESIONALISME GURU DAN MINAT SISWA<br />

DENGAN HASIL BELAJAR<br />

MATA PELAJARAN PENJASORKES<br />

Sunardi<br />

Universitas Sebelas Maret<br />

ABSTRACT<br />

The purpose of this research is: (1) To See correlation between student<br />

perceptions of teacher professionalism penjasorkes subjects with the results of<br />

learning subjects penjasorkes, (2) To See correlation between the interest the<br />

students towards subjects penjasorkes with the results of learning subjects<br />

penjasorkes, and (3) To See correlation between student perceptions of teacher<br />

professionalism penjasorkes subjects and student interests against penjasorkes<br />

subjects with subjects learning outcomes students.<br />

This study used descriptive correlation approach. The population of this<br />

study was the students semester 2 class XI IPS Surakarta SMA Negeri 5 academic<br />

year 2009/2010 some 200 were students. Determination of the number of samples<br />

using the formula of Isaac and Michael in order to obtain 127 people as<br />

respondents. Samples taken by simple random sampling using lottery. Data<br />

collection technique for variable student perception about the professionalism of<br />

teaching staff, penjasorkes (X 1 ) and interest the students towards subjects<br />

penjasorkes (X 2 ) used questionnaire, the variable Y is used to value students'<br />

report cards. The data analysis technique used is the technique of correlation<br />

analysis and multiple linear regression.<br />

Based on the research conclusions were taken: (1) There is a significant<br />

positive relationship between students 'perception about the professionalism of<br />

teaching staff, penjasorkes (X 1 ) with the results of learning subjects penjasorkes<br />

students (Y), (2) There was a significant positive relationship between students'<br />

interests against foreign penjasorkes lessons (X 2 ) with the results of learning<br />

subjects penjasorkes students (Y), (3) There was a significant positive relationship<br />

between students' perceptions about the professionalism of teaching staff,<br />

penjasorkes (X 1 ) and interest the students towards subjects penjasorkes (X 2 ) with<br />

learning outcomes eye penjasorkes lesson students (Y).


10 Phederal Vol. 4 No. 1, Mei 2011<br />

Keyword : teacher professionalism, interest the students, results of learning<br />

physical education.<br />

PENDAHULUAN<br />

Pendidikan jasmani pada<br />

hakikatnya adalah proses pendidikan<br />

yang memanfaatkan aktifitas fisik<br />

untuk menghasilkan perubahan<br />

holistik dalam kualitas individu, baik<br />

dalam hal fisik, mental, serta<br />

emosional. J. S. Husdarta (2009: 18)<br />

menyatakan, ”Pendidikan jasmani<br />

adalah proses pendidikan melalui<br />

aktivitas jasmani, permainan atau<br />

olahraga yang terpilih untuk<br />

mencapai tujuan pendidikan”.<br />

Pendidikan jasmani memperlakukan<br />

anak sebagai sebuah kesatuan utuh,<br />

makhluk total, daripada hanya<br />

menganggapnya sebagai seseorang<br />

yang terpisah kualitas fisik dan<br />

mentalnya.<br />

Dalam kegiatan belajar mata<br />

pelajaran penjasorkes (pendidikan<br />

jasmani olahraga dan kesehatan)<br />

terjadi interaksi antara siswa dengan<br />

gurunya yang dikenal dengan istilah<br />

interaksi paedagogis. Menurut Uyoh<br />

Saduloh (2010: 143), ”Interaksi<br />

paedagogis pada dasarnya adalah<br />

komunikasi timbal balik antara anak<br />

didik dengan pendidik yang terarah<br />

kepada tujuan pendidikan”. Dari<br />

interaksi ini akan timbul persepsi<br />

yang berbeda-beda dari masingmasing<br />

siswa tentang<br />

profesionalisme dari guru tersebut.<br />

Contoh adanya persepsi negatif<br />

dari siswa tentang guru mata<br />

pelajaran penjasorkes adalah siswa<br />

tidak bisa menghargai namun takut<br />

kepada gurunya. Hal ini dipicu dari<br />

beberapa hal seperti dinyatakan<br />

beberapa praktisi bahwa guru mata<br />

pelajaran penjasorkes secara umum<br />

belum menunjukkan profesionalnya.<br />

Contohnya yaitu: guru mengajar<br />

hanya duduk di pinggir lapangan,<br />

sedangkan siswa suruh latihan<br />

sendiri tanpa ada motivasi,<br />

penghargaan, dan perhatian yang<br />

serius. Contoh yang lain guru<br />

mengajar hanya secara tradisional<br />

yaitu tanpa menggunakan media dan<br />

metode yang sesuai dengan yang<br />

seharusnya. Selain itu pola mengajar<br />

guru mata pelajaran penjasorkes<br />

yang masih konvensional.<br />

Pembelajaran yang diberikan oleh<br />

guru kurang adanya variasi sehingga<br />

terkesan membosankan. Kasus yang<br />

sering terjadi adalah penyampaian<br />

materi dan pengambilan nilai pada<br />

hari yang sama. Hal ini kurang<br />

menarik bagi siswa karena siswa<br />

dituntut untuk belajar melakukan<br />

suatu aktifitas olahraga, misalnya<br />

lempar cakram pada jam pertama<br />

pelajaran untuk kemudian dituntut<br />

harus mampu mempraktikkannya<br />

dengan benar dalam ujian pada jam


Phederal Vol. 4 No. 1, Mei 2011<br />

11<br />

kedua. Sementara pada waktu lain,<br />

siswa tidak diberikan materi secara<br />

khusus dan dibebaskan untuk<br />

melakukan aktifitas jasmani pada<br />

jam pelajaran penjasorkes.<br />

Pola pembelajaran yang terkesan<br />

kurang diperhatikan secara khusus<br />

oleh guru mata pelajaran penjasorkes<br />

dan siswa tersebut dipastikan akan<br />

berpengaruh terhadap hasil belajar<br />

siswa. Driscoll dalam Hamzah B.<br />

Uno (2009: 15) menyatakan ada dua<br />

hal yang perlu diperhatikan terutama<br />

oleh guru dan siswa dalam belajar,<br />

yaitu: ”(1) belajar adalah suatu<br />

perubahan yang menetap dalam<br />

kinerja seseorang, dan (2) hasil<br />

belajar yang muncul dalam diri siswa<br />

merupakan akibat atau hasil dari<br />

interaksi siswa dengan lingkungan”.<br />

Dari pernyataan Driscoll tersebut<br />

dapat disimpulkan apabila proses<br />

belajar tidak berjalan dengan benar,<br />

maka hasil belajar tidak akan<br />

maksimal. Harapan yang timbul dari<br />

suatu proses belajar adalah agar hasil<br />

belajar siswa baik.<br />

Namun, dewasa ini<br />

kebanyakan anak-anak dan remaja<br />

kurang memiliki minat yang baik<br />

terhadap aktifitas jasmani baik itu di<br />

sekolah maupun diluar sekolah. Hal<br />

ini tercermin pada aktifitas siswa<br />

pada saat mengikuti pelajaran<br />

penjasorkes di sekolah. Beberapa<br />

siswa lebih menyukai bermain<br />

dengan teman dan kurang<br />

memperhatikan ketika guru<br />

menyampaikan materi pelajaran.<br />

Mereka hanya mau melakukan<br />

aktifitas jasmani sesuai dengan<br />

instruksi guru hanya pada saat<br />

pengambilan nilai. Kenyataan<br />

tersebut seolah menunjukkan bahwa<br />

siswa mengikuti mata pelajaran<br />

penjasorkes hanya sekedar untuk<br />

memperoleh nilai dan bukan karena<br />

siswa tertarik untuk mengikuti dan<br />

memiliki minat yang baik terhadap<br />

mata pelajaran penjasorkes.<br />

PEMBAHASAN<br />

Persepsi<br />

a. Pengertian Persepsi<br />

Persepsi berasal dari bahasa<br />

Inggris yaitu kata perception, yang<br />

diambil dari bahasa latin perceptio,<br />

yang berarti menerima atau<br />

mengambil. Menurut Leavitt dalam<br />

Desmita (2009: 117), ”Perception<br />

dalam pengertian sempit adalah<br />

penglihatan, yaitu bagaimana<br />

seseorang melihat sesuatu;<br />

sedangkan dalam arti luas,<br />

perception adalah pandangan, yaitu<br />

bagaimana seseorang memandang<br />

atau mengartikan sesuatu”.<br />

Persepsi merupakan salah satu<br />

aspek kognitif manusia yang sangat<br />

penting. Hal ini memungkinkan<br />

manusia untuk mengetahui dan<br />

memahami dunia sekelilingnya.<br />

Persepsi diawali melalui sebuah<br />

penginderaan dari stimulus yang<br />

diterima seseorang, stimulus tersebut<br />

dilanjutkan sebagai sebuah proses<br />

persepsi untuk kemudian


12 Phederal Vol. 4 No. 1, Mei 2011<br />

diinterpretasikan. Dengan persepsi,<br />

manusia dapat menangkap dan<br />

memaknai berbagai fenomena,<br />

informasi atau data yang senantiasa<br />

mengitarinya. Riset mengenai<br />

persepsi menunjukkan bahwa<br />

individu yang berbeda dapat melihat<br />

hal yang sama namun memahaminya<br />

secara berbeda. Individu<br />

menginterpretasikan apa yang dilihat<br />

dan menyebutnya sebagai realitas.<br />

Persepsi sebagai sebuah konstruk<br />

psikologis akan sulit diartikan secara<br />

utuh atau dijabarkan dengan tepat<br />

dalam sebuah rumusan, namun<br />

berdasar pendapat beberapa ahli<br />

diatas dapat disimpulkan bahwa<br />

persepsi merupakan tanggapan atau<br />

penilaian seseorang terhadap<br />

rangsangan (stimulus) yang diterima<br />

melalui alat inderanyanya, dimana<br />

rangsangan itu dapat berupa<br />

fenomena, benda mati, maupun<br />

individu lain.<br />

b. Faktor-Faktor yang Berperan<br />

dalam Persepsi<br />

Guna memahami persepsi lebih<br />

dalam, perlu diketahui faktor-faktor<br />

yang berperan dalam persepsi. Bimo<br />

Walgito (2004: 90) menyatakan,<br />

”Beberapa faktor yang berperan,<br />

yang merupakan syarat agar terjadi<br />

persepsi, yaitu (1) Objek atau<br />

stimulus yang dipersepsi; (2) Alat<br />

indera dan syaraf-syaraf serta pusat<br />

susunan syaraf, yang merupakan<br />

syarat fisiologis; dan (3) Perhatian<br />

yang merupakan syarat psikologis”.<br />

c. Prinsip-Prinsip Persepsi<br />

Perlu dipahami mengenai<br />

prinsip-prinsip persepsi agar tidak<br />

terjadi salah interpretasi atau salah<br />

pengertian. Slameto (2010: 103-105)<br />

mengemukakan lima prinsip dasar<br />

tentang persepsi, yaitu:<br />

(1) Persepsi itu relatif bukannya<br />

absolut, (2) Persepsi itu selektif,<br />

(3) Persepsi itu mempunyai<br />

tatanan, (4) Persepsi dipengaruhi<br />

oleh harapan dan kesiapan<br />

(penerima rangsangan), dan (5)<br />

Persepsi seseorang atau<br />

kelompok dapat jauh bebeda<br />

dengan persepsi orang atau<br />

kelompok lain sekalipun<br />

situasinya sama.<br />

d. Komponen Persepsi<br />

Persepsi sebagai suatu interaksi<br />

antara manusia dengan lingkungan<br />

maupun dengan manusia lain<br />

terdapat beberapa komponen<br />

pembentuknya. Desmita (2009: 120)<br />

menyatakan, ”Persepsi meliputi<br />

suatu interaksi rumit yang<br />

melibatkan setidaknya tiga<br />

komponen utama, yaitu: seleksi,<br />

penyusunan, dan penafsiran”.<br />

Profesionalisme Guru<br />

a. Pengertian Profesi dan<br />

Profesionalisme


Phederal Vol. 4 No. 1, Mei 2011<br />

13<br />

Istilah profesi berasal dari bahasa<br />

Inggris profession yang berakar dari<br />

bahasa latin profesus yang memiliki<br />

arti mengakui atau menyatakan<br />

mampu atau ahli dalam suatu<br />

pekerjaan.<br />

Profesionalisme guru adalah<br />

kemampuan guru untuk melakukan<br />

tugas pokoknya sebagai pendidik dan<br />

pengajar meliputi kemampuan<br />

merencanakan, melakukan, dan<br />

melaksanakan<br />

evaluasi<br />

pembelajaran. Profesionalisme guru<br />

dalam pendidikan diartikan bahwa<br />

guru haruslah orang yang memiliki<br />

insting pendidik, paling tidak<br />

mengerti dan memahami siswa. Guru<br />

harus menguasai secara mendalam<br />

minimal satu bidang keilmuan. Guru<br />

harus memiliki sikap integritas<br />

profesional. Dengan integritas itulah,<br />

guru menjadi teladan atau role model<br />

bagi siswanya. Empat kompetensi<br />

dasar seorang pendidik yaitu<br />

Kompetensi Paedagogi, Kompetensi<br />

Kepribadian,<br />

Kompetensi<br />

Profesional, Kompetensi Sosial.<br />

Untuk dapat menangani tugas<br />

dalam proses belajar-mengajar,<br />

menurut Husdarta (2009: 64)<br />

sekurang-kurangnya ada lima<br />

kemampuan dasar yang harus<br />

dimiliki oleh guru penjaskes, yaitu:<br />

(1) Penghayatan tentang landasan<br />

falsafah profesi dan sikap sebagai<br />

profesional; (2) Kemampuan<br />

menerapkan prinsip dan teori<br />

yang tersumber dari ilmu<br />

keolahragaan kedalam praktik<br />

pembinaan; (3) Kemampuan<br />

dalam cabang olahraga atau<br />

pemahaman tentang tugas gerak;<br />

(4) Pengelolaan proses belajar<br />

mengajar; (5) Keterampilan<br />

sosial, termasuk kepemimpinan.<br />

Seseorang guru pendidikan<br />

jasmani saat sekarang dan<br />

mendatang sangat dituntut<br />

profesionalismenya. Hal ini selaras<br />

dengan persaingan dalam beberapa<br />

aspek, yaitu aspek sosial, teknologi,<br />

dan kemanusiaan, karena persyaratan<br />

kemampuan seseorang yang<br />

profesional untuk melakukan<br />

pekerjaan semakin meningkat.<br />

Dalam<br />

pembelajaran<br />

penjasorkes, seorang guru<br />

penjasorkes saat sekarang dan<br />

mendatang sangat dituntut<br />

profesionalismenya. Hal ini selaras<br />

dengan persaingan dalam beberapa<br />

aspek, yaitu aspek sosial, teknologi,<br />

dan kemanusiaan, karena persyaratan<br />

kemampuan seseorang yang<br />

profesional untuk melakukan<br />

pekerjaan semakin meningkat.<br />

Profesi guru pendidikan jasmani<br />

secara umum sama dengan guru mata<br />

pelajaran yang lain pada umumnya,<br />

namun secara khusus ada letak<br />

perbedaan yang prinsip dan ini<br />

merupakan ciri khas tersendiri. Guru<br />

pendidikan jasmani tentunya telah<br />

melewati sebuah proses pendidikan<br />

melalui suatu lembaga pendidikan<br />

yang profesional pula sehingga


14 Phederal Vol. 4 No. 1, Mei 2011<br />

tercapai kompetensi yang<br />

diharapkan, serta layak dan mampu<br />

untuk mengajar. Sehingga<br />

diharapkan seorang guru pendidikan<br />

jasmani memiliki kompetensi<br />

sebagai berikut:<br />

Minat<br />

1) Pengetahuan disiplin<br />

keilmuan<br />

Pengetahuan tentang dimensi<br />

filosofis pendidikan jasmani<br />

termasuk etika sebagai aturan<br />

dan profesi.<br />

2) Pengetahuan dan<br />

keterampilan professional.<br />

Komponen ini meliputi aspek<br />

humanistik dan tingkah laku<br />

tentang pendidikan profesi.<br />

3) Pengetahuan dan<br />

keterampilan kependidikan.<br />

Komponen ini termasuk<br />

belajar dan mengajar<br />

penerapan teori dan aplikasi<br />

professional dari batang<br />

tubuh pengetahuan.<br />

a. Pengertian Minat<br />

Minat (interest), adalah keadaan<br />

mental yang menghasilkan respon<br />

terarah kepada sesuatu, situasi atau<br />

obyek tertentu yang menyenangkan<br />

dan memberikan kepuasan<br />

kepadanya (statisfiers). Slameto<br />

(2010: 180) mendefinisikan, ”Minat<br />

adalah rasa lebih suka dan rasa<br />

ketertarikan pada suatu hal atau<br />

aktivitas, tanpa ada yang menyuruh”.<br />

Heru Suranto (2005: 30)<br />

mengemukakan bahwa, ”Minat dapat<br />

diartikan sebagai kecenderungan<br />

untuk memilih dan atau melakukan<br />

sesuatu hal atau obyek tertentu,<br />

diantara sejumlah obyek yang<br />

tersedia”.<br />

Minat muncul dari masingmasing<br />

individu ketika dihadapkan<br />

pada beberapa pilihan akan benda,<br />

aktifitas atau hal tertentu untuk<br />

kemudian menentukan satu sebagai<br />

pilihannya. Seseorang yang<br />

menginginkan berprestasi dalam<br />

bidang tertentu, secara pasti memiliki<br />

minat yang tinggi pada bidang<br />

tersebut. Demikian juga minat dapat<br />

menimbulkan sikap yang merupakan<br />

suatu kesiapan berbuat bila ada<br />

stimulus sesuai dengan keadaan<br />

tersebut.<br />

Timbulnya minat seseorang<br />

disebabkan oleh beberapa hal, yaitu<br />

rasa tertarik atau rasa senang,<br />

perhatian dan kebutuhan. Minat<br />

timbul karena perasaan senang serta<br />

tendensi yang dinamis untuk<br />

berperilaku atas dasar ketertarikan<br />

seseorang pada jenis-jenis kegiatan<br />

tertentu. Perasaan senang seseorang<br />

akan menimbulkan dorongandorongan<br />

dalam dirinya untuk segera<br />

beraktifitas. Sehubungan dengan<br />

minat terhadap salahsatu mata<br />

pelajaran, dapat disimpulkan bahwa<br />

minat merupakan sumber motivasi<br />

intrinsik bagi seseorang untuk


Phederal Vol. 4 No. 1, Mei 2011<br />

15<br />

memperoleh sesuatu yang<br />

diminatinya.<br />

Faktor-faktor yang Mempengaruhi<br />

Minat<br />

Minat seseorang tidak timbul<br />

secara tiba-tiba. Minat tersebut ada<br />

karena pengaruh dari beberapa<br />

faktor. Faktor-faktor yang<br />

mempengaruhi minat siswa, yaitu<br />

faktor Internal, faktor Eksternal<br />

Faktor-faktor yang menimbulkan<br />

minat pada diri seseorang terhadap<br />

sesuatu dapat digolongkan sebagai<br />

berikut:<br />

1. Faktor kebutuhan dari dalam.<br />

Kebutuhan ini dapat berupa<br />

kebutuhan yang berhubungan<br />

dengan jasmani dan kejiwaan.<br />

2. Faktor motif sosial.<br />

Timbulnya minat dalam diri<br />

seseorang dapat didorong<br />

oleh motif sosial yaitu<br />

kebutuhan<br />

untuk<br />

mendapatkan pengakuan,<br />

penghargaan dari lingkungan<br />

dimana ia berada.<br />

3. Faktor emosional.<br />

Faktor yang merupakan<br />

ukuran intensitas seseorang<br />

dalam menaruh perhatian<br />

terhadap suatu kegiatan atau<br />

objek tertentu.<br />

Minat Siswa Terhadap Mata<br />

Pelajaran Penjasorkes<br />

Seringkali masyarakat rancu<br />

pada pengertian penjas dan olahraga.<br />

Pada dasarnya penjas dan olahraga<br />

adalah berbeda. Menurut Husdarta<br />

(2009: 21), ”Penjas berarti program<br />

pendidikan lewat gerak atau<br />

permainan dan olahraga”.<br />

Selanjutnya, ”Sedangkan, pendidikan<br />

olahraga adalah pendidikan yang<br />

membina anak agar menguasai<br />

cabang olahraga tertentu” (Husdarta.<br />

2009: 21). Mengingat penjasorkes<br />

merupakan bagian dari pendidikan,<br />

tak selayaknya penjasorkes<br />

dikesampingkan dari pendidikan<br />

secara keseluruhan. Proses dan hasil<br />

belajar siswa pada mata pelajaran<br />

penjasorkes juga berpengaruh<br />

terhadap hasil belajar siswa secara<br />

keseluruhan.<br />

Seperti telah dijelaskan<br />

mengenai minat dan pentingnya<br />

minat dalam belajar, pada<br />

pembelajaran penjasorkes juga<br />

dibutuhkan minat dari siswa agar<br />

siswa tersebut memberi perhatian<br />

sehingga dapat mengikuti<br />

pembelajaran dengan baik kemudian<br />

memperoleh hasil yang baik dari<br />

proses belajarnya itu.<br />

Minat siswa terhadap mata<br />

pelajaran penjasorkes adalah sikap<br />

tertarik dan keinginan yang kuat dari<br />

diri siswa untuk mengikuti dan<br />

berprestasi dalam mata pelajaran<br />

penjasorkes tanpa ada paksaan atau<br />

suruhan dari pihak lain.


16 Phederal Vol. 4 No. 1, Mei 2011<br />

Hasil Belajar Penjasorkes Siswa<br />

Pada tahun ajaran baru, mutu<br />

pendidikan yang berkaitan dengan<br />

pencapaian tujuan pendidikan secara<br />

umum disegala jenjang pendidikan<br />

formal, termasuk SMA sering<br />

dipermasalahkan. Permasalahan ini<br />

seringkali dikaitankan dengan<br />

adanya kecenderungan merosotnya<br />

minat belajar dan hasil belajar yang<br />

dicapai siswa.<br />

Hasil belajar diperoleh melalui<br />

proses belajar. Menurut Slameto<br />

(2010: 2), ”Belajar ialah suatu proses<br />

usaha yang dilakukan seseorang<br />

untuk memperoleh suatu perubahan<br />

tingkah laku yang baru secar<br />

keseluruhan, sebagai hasil<br />

pengalamannya sendiri dalam<br />

interaksi dengan lingkungan”.<br />

Sedangkan menurut Muhibbin Syah<br />

(2005: 68), ”Secara umum, belajar<br />

dapat dipahami sebagai tahapan<br />

perubahan seluruh tingkah laku<br />

individu yang relatif menetap<br />

sebagai hasil pengalaman dan<br />

interaksi dengan lingkungan yang<br />

melibatkan proses kognitif”.<br />

Dalam belajar terjadi sebuah<br />

proses untuk memperoleh hasil yang<br />

baik dan sesuai harapan. Muhibbin<br />

Syah (2005:109) mendefinisikan,<br />

”Proses belajar adalah tahapan<br />

perubahan perilaku kognitif, afektif<br />

dan psikomotor yang terjadi dalam<br />

diri siswa”. Perubahan itu bersifat<br />

positif, dalam arti perubahan yang<br />

terjadi adalah perubahan ke arah<br />

yang lebih baik dari keadaan siswa<br />

sebelumnya. Dalam proses belajar<br />

siswa ada beberapa faktor yang<br />

mempengaruhinya. Slameto (2010:<br />

54) mengolongkan faktor-faktor<br />

yang mempengaruhi belajar dalam 2<br />

golongan, yaitu: ”(1) Faktor intern<br />

yang meliputi: faktor jasmaniah,<br />

faktor psikologis, dan faktor<br />

kelelahan; (2) Faktor ekstern yang<br />

meliputi: faktor keluarga, faktor<br />

sekolah, dan faktor masyarakat”.<br />

Mimin Haryati (2007: 22)<br />

menyatakan hasil belajar dapat<br />

dikelompokkan menjadi tiga ranah<br />

yaitu:<br />

a. Ranah kognitif<br />

Berkenaan dengan hasil<br />

belajar intelektual yang<br />

terdiri dari enam aspek, yaitu<br />

pengetahuan atau ingatan,<br />

pemahaman, aplikasi,<br />

analisis, sintesis dan evaluasi.<br />

b. Ranah Afektif<br />

Berkenaan dengan sikap yang<br />

terdiri dai lima aspek yaitu<br />

penerimaan, jawaban atau<br />

reaksi penilaian, organisasi<br />

dan internalisasi.<br />

c. Ranah Psikomotorik<br />

Berkenaan dengan hasil<br />

belajar ketrampilan dan<br />

kemauan bertindak, ada enam<br />

aspek yaitu gerakan refleks,<br />

ketrampilan gerakan dasar,<br />

ketrampilan membedakan<br />

secara visual, ketrampilan


Phederal Vol. 4 No. 1, Mei 2011<br />

17<br />

dibidang fisik, ketrampilan<br />

komplek dan komunikasi.<br />

Ketiga ranah tersebut menjadi<br />

objek penilaian hasil belajar. Hasil<br />

kognitif diukur pada awal dan akhir<br />

pembelajaran, sedangkan untuk hasil<br />

belajar afektif dan psikomotorik<br />

diukur pada proses pembelajaran<br />

untuk mengetahui sikap dan<br />

ketrampilan siswa. Ketiganya<br />

dikonversi dalam bentuk nilai, yang<br />

salah satunya berupa nilai akhir<br />

semester yang dicantumkan dalam<br />

raport.<br />

METODE PENELITIAN<br />

Metode yang digunakan pada<br />

penelitian ini adalah metode<br />

deskriptif dengan pendekatan<br />

korelasional. Populasi dari penelitian<br />

ini adalah siswa kelas XI IPS<br />

semester 2 SMA Negeri 5 Surakarta<br />

tahun pelajaran 2009/2010 dengan<br />

jumlah 200 orang dari 5 kelas.<br />

Diperoleh sampel sebanyak 127<br />

orang siswa dari populasi. Teknik<br />

sampling yang digunakan dalam<br />

penelitian ini adalah simple random<br />

sampling. Sedangkan, untuk data<br />

variabel hasil belajar mata pelajaran<br />

penjasorkes siswa yang berupa nilai<br />

mata pelajaran penjasorkes siswa<br />

diperoleh dari dokumen yang<br />

dimiliki oleh guru mata pelajaran<br />

penjasorkes. Sebelum angket<br />

digunakan untuk pengambilan data<br />

penelitian, terlebih dahulu dilakukan<br />

uji coba angket tersebut untuk<br />

memperoleh data yang nantinya akan<br />

dilakukan uji validitas dan uji<br />

reliabilitas. Tujuannya adalah agar<br />

diketahui angket tersebut valid dan<br />

reliabel.<br />

Uji coba dilakukan tidak pada<br />

responden penelitian. Pada penelitian<br />

ini uji coba angket dilaksanakan di<br />

SMA Negeri 4 Surakarta. Angket uji<br />

coba terdapat pada lampiran 5. Pada<br />

uji coba angket ini dipilih 30 orang<br />

responden siswa kelas XI SMA<br />

Negeri 4 Surakarta. Setelah<br />

dilakukan uji coba dan diperoleh data<br />

hasil uji coba tersebut, maka<br />

dilakukan penghitungan statistik<br />

guna mengetahui validitas item<br />

pernyataan dan reliabilitas angket.<br />

HASIL PENELITIAN DAN<br />

PEMBAHASAN<br />

Deskripsi data dalam penelitian<br />

ini meliputi persepsi siswa tentang<br />

profesionalisme guru mata pelajaran<br />

penjasorkes sebagai variabel bebas<br />

pertama (X 1 ), minat siswa terhadap<br />

mata pelajaran penjasorkes sebagai<br />

variabel bebas kedua (X 2 ), dan hasil<br />

belajar mata pelajaran penjasorkes<br />

siswa kelas XI IPS semester 2 SMA<br />

Negeri 5 Surakarta tahun pelajaran<br />

2009/2010 sebagai variabel terikat<br />

(Y).<br />

Pembahasan Hasil Analisis Data<br />

Berdasarkan analisis data hasil<br />

penelitian terhadap siswa kelas XI<br />

IPS semester 2 SMA Negeri 5


18 Phederal Vol. 4 No. 1, Mei 2011<br />

Surakarta tahun pelajaran 2009/2010,<br />

dilakukan pembahasan sebagai<br />

berikut:<br />

1. Dari hasil analisis korelasi<br />

variabel persepsi siswa tentang<br />

profesionalisme guru mata<br />

pelajaran penjasorkes (X 1 )<br />

dengan variabel hasil belajar<br />

mata pelajaran penjasorkes siswa<br />

(Y) diperoleh nilai korelasi<br />

sebesar 0,631 dan nilai t hitung<br />

sebesar 9,087 yang berarti bahwa<br />

hubungan antara persepsi siswa<br />

tentang profesionalisme guru<br />

mata pelajaran penjasorkes (X 1 )<br />

dengan hasil belajar mata<br />

pelajaran penjasorkes siswa (Y)<br />

positif dan signifikan.<br />

2. Dari hasil analisis korelasi<br />

variabel minat siswa terhadap<br />

mata pelajaran penjasorkes (X 2 )<br />

dan variabel hasil belajar mata<br />

pelajaran penjasorkes siswa (Y)<br />

diperoleh nilai korelasi sebesar<br />

0,697 dan nilai t hitung sebesar<br />

10,876 yang berarti bahwa<br />

hubungan antara minat siswa<br />

terhadap mata pelajaran<br />

penjasorkes (X 2 ) dengan hasil<br />

belajar mata pelajaran<br />

penjasorkes siswa (Y) positif dan<br />

signifikan.<br />

3. Dari hasil analisis regresi linier<br />

ganda diperoleh nilai<br />

R X<br />

X Y<br />

0, 722<br />

dan<br />

1<br />

2<br />

F 67,167 yang berarti<br />

hitung<br />

bahwa hubungan antara persepsi<br />

siswa tentang profesionalisme<br />

guru mata pelajaran penjasorkes<br />

(X 1 ) dan minat siswa terhadap<br />

mata pelajaran penjasorkes (X 2 )<br />

dengan hasil belajar mata<br />

pelajaran penjasorkes siswa (Y)<br />

kuat, searah dan signifikan.<br />

KESIMPULAN DAN SARAN<br />

Berdasarkan analisis data dan<br />

pembahasannya, maka dapat diambil<br />

kesimpulan sebagai berikut:<br />

1. Ada hubungan positif yang<br />

signifikan antara persepsi siswa<br />

tentang profesionalisme guru<br />

mata pelajaran penjasorkes (X 1 )<br />

dengan hasil belajar mata<br />

pelajaran penjasorkes siswa (Y)<br />

sebesar 0,631. Artinya, siswa<br />

yang memiliki persepsi positif<br />

tentang profesionalisme guru<br />

mata pelajaran penjasorkes akan<br />

memperoleh hasil belajar mata<br />

pelajaran penjasorkes yang baik.<br />

Sebaliknya, siswa yang memiliki<br />

persepsi negatif tentang<br />

profesionalisme guru penjasorkes<br />

akan memperoleh hasil belajar<br />

mata pelajaran penjasorkes yang<br />

buruk.<br />

2. Ada hubungan positif yang<br />

signifikan antara minat siswa<br />

terhadap mata pelajaran<br />

penjasorkes (X 2 ) dengan variabel<br />

hasil belajar mata pelajaran<br />

penjasorkes siswa (Y) sebesar<br />

0,697. Artinya, siswa yang<br />

memiliki minat yang tinggi


Phederal Vol. 4 No. 1, Mei 2011<br />

19<br />

terhadap mata pelajaran<br />

penjasorkes akan memperoleh<br />

hasil belajar mata pelajaran<br />

penjasorkes yang baik.<br />

Sebaliknya, siswa yang tidak<br />

memiliki minat yang tinggi<br />

terhadap mata pelajaran<br />

penjasorkes akan memperoleh<br />

hasil belajar mata pelajaran<br />

penjasorkes yang buruk.<br />

3. Ada hubungan positif yang<br />

signifikan antara persepsi siswa<br />

tentang profesionalisme guru<br />

mata pelajaran penjasorkes (X 1 )<br />

dan minat siswa terhadap mata<br />

pelajaran penjasorkes (X 2 )<br />

dengan hasil belajar mata<br />

pelajaran penjasorkes siswa (Y)<br />

sebesar 0,722. Yang dapat<br />

diartikan bahwa hasil belajar<br />

mata pelajaran penjasorkes siswa<br />

dapat ditingkatkan dengan<br />

membuat persepsi yang positif<br />

dari siswa tentang<br />

profesionalisme guru dan<br />

meningkatkan minat siswa<br />

terhadap mata pelajaran.<br />

DAFTAR PUSTAKA<br />

Achmad Dasuki, dkk. 2010. Sertifikasi Guru Dalam Jabatan. Jakarta: Dirjen<br />

Peningkatan Mutu pendidik dan tenaga Kependidikan<br />

Bimo Walgito. 2004. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: CV. Andi Offset<br />

Desmita. 2009. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: PT. Remaja<br />

Rosdakarya<br />

Hamzah B. Uno. 2009. Teori Motivasi dan Pengukurannya. Jakarta: Bumi Aksara<br />

Heru Suranto. 2005. Psikologi Olahraga. Surakarta: UNS Press<br />

\J. S. Husdarta. 2008. Manajemen Pendidikan Jasmani. Bandung: CV. Alfabeta<br />

Jamal Ma’mur Asani. 2009. 7 Kompetensi Guru Menyenangkan dan Profesional.<br />

Yogyakarta: Power Books (Ihdina)<br />

Mimin Haryati. 2007. Model dan Teknik Penilaian pada Tingkat Satuan<br />

Pendidikan. Jakarta: Gaung Persada Press<br />

Muhibbin Syah. 2005. Psikologi Belajar. Jakarta: Pt. Raja Grafindo Persada<br />

Riduan. 2003. Dasar-Dasar Statistika. Bandung: CV. Alfabeta<br />

Samsunuwiyati, Lieke Indieningsih Kartono. 2006. Perilaku Manusia. Bandung:<br />

PT. Refika Aditama


20 Phederal Vol. 4 No. 1, Mei 2011<br />

Slameto. 2010. Belajar dan faktor Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: PT.<br />

Rineka Cipta<br />

Stephen P. Robbins. 1999. Prinsip-Prinsip Perilaku Organisasi. Jakarta: Erlangga<br />

Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: CV. Alfabeta<br />

Suharsimi Arikunto. 2006. Prosedur penelitian Suatu Pendekatan Praktik.<br />

Jakarta: PT. Rineka Cipta<br />

Sumadi Suryabrata. 2006. Metodologi Penelitian. Jakarta: PT Raja Grafindo<br />

Persada.<br />

Syaiful Sagala. 2009. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: CV. Alfabeta<br />

____________. 2009. Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga Kependidikan.<br />

Bandung: CV. Alfabeta<br />

Uyoh Saduloh. 2010. Pedagogik. Bandung: CV. Alfabeta<br />

Wagiman, Suharto, Noorhadi, Th., & H. Djono, R. 2002. Profesi Kependidikan I.<br />

Surakarta: Universitas Sebelas Maret


Phederal Vol. 4 No. 1, Mei 2011<br />

21<br />

PERBEDAAN PENGARUH PENDEKATAN LATIHAN DAN<br />

KOORDINASI MATA-KAKI TERHADAP KEMAMPUAN PASSING<br />

MENDATAR DALAM PERMAINAN SEPAK BOLA PADA<br />

PSB BONANSA KELOMPOK UMUR 10-12<br />

Pomo Warih Adi<br />

Universitas Sebelas Maret Surakarta<br />

ABSTRACT<br />

The objectives of this study are to find out: (1) The differences between<br />

the effect of practice approach of massed practice and distributed practice toward<br />

the short passing skill in football to the students in PSB BONANSA of the group<br />

age 10-12 years old in 2010. (2) The differences between the effect of high eyeleg<br />

coordination and low eye-leg coordination toward the short passing skill to the<br />

students in PSB BONANSA of the group age 10-12 years old in 2010. (3) The<br />

interaction among the practice approach of massed practice, distributed practice,<br />

and eye-leg coordination toward the short passing skill in football to the students<br />

in PSB BONANSA of the group age 10-12 years old in 2010.<br />

It is an experimental study. The population in this study is the students of<br />

PSB BONANSA year 10-12 years old in 2010 consisting of 50 students. The<br />

sampling of the study used stratified random sampling, in which 40 students were<br />

as the sample of the study. The data collected were gained by using test and<br />

measurement covering: eye-leg coordination by using soccer wall volley test and<br />

test of short passing with the accuracy passing. The analyzed by using ANAVA<br />

2X2.<br />

Based on the result of the study, it concludes that: (1) There were<br />

significant differences between the practice approach of massed practice and<br />

distributed practice toward the short passing skill of the students in PSB<br />

BONANSA year of 10-12 in 2010. (2) There were significant differences between<br />

high eye-leg coordination and low eye-leg coordination toward the short passing<br />

skill in football to the students year of 10-12 in PSB BONANSA 2010. (3) There<br />

were no interaction between the practice approach and eye-leg coordination<br />

toward the short passing skill in football to the students of PSB BONANSA year<br />

of 10-12 in 2010.<br />

Keyword : massed practice, distributed practice, passing skill in football<br />

PENDAHULUAN<br />

Permainan sepak bola<br />

merupakan salah satu cabang<br />

olahraga yang digemari diseluruh<br />

dunia. Cabang permainan sepak bola<br />

cukup berkembang pesat termasuk di<br />

Indonesia. Namun perkembangan<br />

prestasi sepak bola di Indonesia


22 Phederal Vol. 4 No. 1, Mei 2011<br />

kurang memuaskan, berbagai strategi<br />

dan upaya pembinaan yang dapat<br />

ditempuh untuk meningkatkan<br />

prestasi sepak bola nasional<br />

diantaranya melalui penerapan ilmu<br />

pengetahuan dan teknologi,<br />

pembibitan dan pemanduan bakat.<br />

Untuk membenahi hal ini yang<br />

pertama dilakukan adalah pembinaan<br />

prestasi yang dimulai sejak anakanak<br />

yang diharapkan dapat<br />

memunculkan bibit-bibit pemain<br />

sepak bola yang akan dibina untuk<br />

menjadi pemain yang berprestasi.<br />

Sehingga akan menjunjung tinggi<br />

nama baik Bangsa dan Negara.<br />

Teknik dasar bermain yang harus<br />

dikuasai dalam permainan sepak bola<br />

antara lain adalah menendang bola,<br />

menyundul bola, menggiring bola,<br />

melmpar bola dan sebagainya.<br />

Soekatamsi (1991: 14)<br />

mengemukakan bahwa, “teknik<br />

bermain merupakan kelengkapan<br />

yang fundamental sebagai dasar<br />

bermain, disamping pembinaan lain”.<br />

Berlatih teknik dasar dengan teratur<br />

memungkinkan anak memiliki<br />

ketrampilan teknik bermain sepak<br />

bola yang lebih baik. “ketrampilan<br />

teknik bermain sepak bola<br />

merupakan penerapan teknik dasar<br />

dalam bermain sepak bola<br />

(Soekatamsi, 1995: 14)”.<br />

Ketrampilan teknik bermain bola<br />

merupakan hal yang sistematis, terus<br />

menerus dan berkelanjutan, sehingga<br />

menghasilkan kerjasama yang baik<br />

antara sekumpulan otot-otot untuk<br />

pembentukan gerakan yang<br />

harmonis.<br />

Salah satu teknik dasar bermain<br />

sepak bola adalah menendang bola.<br />

Menurut Wahjoedi (1999: 120)<br />

“menendang bola merupakan<br />

ketrampilan paling penting dan<br />

mendasar yang harus dikuasai dalam<br />

permainan sepak bola. Oleh karena<br />

itu yang pertama kali harus dikuasai<br />

oleh setiap pemain adalah teknik<br />

dasar menendang bola”.<br />

Mengingat pentingnya latihan<br />

passing mendatar tersebut maka<br />

kemampuan passing mendatar ini<br />

harus mendapat perhatian yang<br />

serius dalam latihan sepak bola.<br />

Setiap individu pemain sepak bola<br />

perlu dilatih kemampuan passing<br />

mendatar. Demikian juga dengan<br />

PSB BONANSA Solo dalam rangka<br />

untuk meningkatkan prestasinya,<br />

kemampuan passing mendatar para


Phederal Vol. 4 No. 1, Mei 2011<br />

23<br />

pemainnya pun harus ditingkatkan.<br />

Untuk meningkatkan kemampuaan<br />

passing mendatar para pemainnya<br />

diperlukan bentuk latihan yang<br />

sesuai. Ada beberapa bentuk latihan<br />

yang dapat diberikan untuk<br />

meningkatkan kemampuan passing<br />

mendatar diantaranya adalah dengan<br />

metode latihan messed practice dan<br />

metode distributed practice. Kedua<br />

metode latihan ini memiliki tingkat<br />

kesulitan dan efektifitas yang<br />

berbeda dalam meningkatkan<br />

kemampuan passing mendatar.<br />

Koordinasi mata-kaki<br />

mempunyai peran penting dalam<br />

aktivitas olahraga salah satunya<br />

dalam sepak bola. Koordinasi<br />

dibutuhkan untuk semua aktivitas<br />

yang membutuhkan ketepatan<br />

terhadap suatu sasaran. Koordinasi<br />

pada prinsipnya merupakan<br />

pengaturan syaraf-syaraf pusat dan<br />

tepi secara harmonis dalam<br />

menghubungkan gerakan-gerakan<br />

otot synergis dan antogonis selaras.<br />

Menurut Suharno HP. (1993: 61)<br />

“koordinasi adalah kemampuan atlet<br />

untuk merangkaikan beberapa gerak<br />

menjadi satu gerak yang utuh dan<br />

selaras”. Koordinasi yang dimiliki<br />

seseorang akan berpengaruh terhadap<br />

kemampuan passing mendatar.<br />

Apakah benar, baik tidaknya<br />

koordinasi yang dimiliki seseorang<br />

akan mempengaruhi kemampuan<br />

passing mendatar dalam permainan<br />

sepak bola. Nampaknya hal itu perlu<br />

dipertanyakan lagi dan perlu dikaji<br />

lebih mendalam baik secara teori<br />

atau praktik melalui penelitian<br />

eksperimen.<br />

Permainan Sepak Bola<br />

Sepak bola merupakan salah satu<br />

jenis permainan yang memiliki<br />

prinsip-prinsip yang sederhana, yaitu<br />

berusaha memasukan bola ke<br />

gawang lawannya sebanyak mungkin<br />

dan berusaha menggagalkan<br />

serangan lawan untuk melindungi<br />

atau menjaga gawang agar tidak<br />

kemasukan bola. Jozef Sneyers<br />

(1998: 3) berpendapat bahwa<br />

“Prinsip dalam sepak bola sederhana<br />

sekali yaitu membuat gol dan<br />

mecegah jangan sampai lawan<br />

berbuat sama ke gawang sendiri”<br />

Teknik dasar bermain bola<br />

merupakan bagian yang penting<br />

untuk mencapai ketrampilan teknik<br />

bermain bola. Dapat dikatakan


24 Phederal Vol. 4 No. 1, Mei 2011<br />

kualitas menang-kalahnya suatu tim<br />

dapat ditentukan oleh tingkat<br />

penguasaan teknik dasar oleh para<br />

pemainnya.<br />

Dalam hal ini Jozef Sneyers<br />

(1988: 10) menyatakan bahwa,<br />

“Mutu permainan suatu kesebelasan<br />

ditentukan oleh suatu penguasaan<br />

teknik dasar tentang sepak bola.<br />

Taktik tanpa teknik tidak mungkin,<br />

kecuali bila taktik itu sangat<br />

sederhana”.<br />

Pendapat diatas menujukan<br />

bahwa, penguasaan teknik dasar<br />

bermain sepak bola merupakan<br />

faktor yang akan mempengaruhi<br />

penampilan pemain maupun tim<br />

secara kolektif, kualitas permainan<br />

dan penerapan taktik bermain sepak<br />

bola. Taktik permainan sepak bola<br />

tidak akan mempunyai arti, jika<br />

pemainnya tidak menguasai teknik<br />

dasar bermain sepak bola.<br />

F a k t o r - F a k t o r y a n g<br />

Memp engaruhi<br />

Kema mp u an Menendang Bola<br />

Tujuan utama permainan sepak<br />

bola adalah mencetak gol ke gawang<br />

lawan sebanyak-banyaknya dan<br />

mencegah lawan melakukan hal yang<br />

sama pada gawang kesebelasannya.<br />

Gol dapat diciptakan melalui<br />

tendangan yang baik dan tepat pada<br />

gawang. Menurut Richard Widdows<br />

dan Paul Backle (1981:26)<br />

“pertandingan-pertandingan sepak<br />

bola dimenangkan dengan mencetak<br />

gol lebih tujuh puluh persen dari golgol<br />

itu berasal dari tembakan”. Hal<br />

ini menunjukan bahwa kemampuan<br />

untuk melakukan tendangan yang<br />

tepat dan akurat merupakan faktor<br />

yang penting untuk melakukan<br />

operan atau mencetak gol ke gawang<br />

lawan.<br />

Kemampuan dan ketepatan<br />

tendangan dalam permainan sepak<br />

bola dipengaruhi oleh beberapa<br />

faktor. Menurut Wahjoedi (1999:<br />

120) “menendang bola pada<br />

prinsipnya dapat dilakukan dengan<br />

kaki kanan maupun kiri, pada (1)<br />

bagian dalam kaki, (2) bagian<br />

punggung kaki, (3) bagian luar kaki”.<br />

Menurut Joseph A. Luxbacher<br />

(1997:105) “kemampuan untuk<br />

melakukan tembakan dengan kuat<br />

dan akurat menggunakan kedua kaki<br />

adalah faktor yang paling penting.<br />

Kualitas seperti antisipasi,<br />

kemantapan dan ketenangan dibawah


Phederal Vol. 4 No. 1, Mei 2011<br />

25<br />

tekanan lawan juga tak kalah<br />

penting”.<br />

Menendang Bola Dengan Kaki<br />

Bagian Dalam<br />

Menendang bola dengan kaki<br />

bagian dalam merupakan salah satu<br />

tendangan yang sering dilakukan<br />

dalam permainan sepak bola.<br />

Tendangan kaki bagian dalam<br />

umumnya disebut juga passing.<br />

Tendangan kaki bagian dalam ini<br />

biasa digunakan untuk operan jarak<br />

pendek. Dilihat dari macam<br />

tendangan, tendangan kaki bagian<br />

dalam merupakan tendangan rendah,<br />

bola bergulir diatas tanah. Menurut<br />

Joseph A. Luxbacher (1997: 12)<br />

“ketrampilan pengoperan bola yang<br />

paling dasar dan harus dipelajari<br />

terlebih dahulu biasanya disebut<br />

push pass (operan dorong). Teknik<br />

pengoperan ini digunakan untuk<br />

menggerakan bola sejauh 5 hingga<br />

15 yard”. Menurut Danny Mielke<br />

(2003: 20) “kebanyakan passing<br />

dilakkukan dengan menggunakan<br />

kaki bagian dalam karena di kaki<br />

bagian itulah terdapat permukaan<br />

yang lebih luas bagi pemain untuk<br />

menendang bola, sehingga<br />

memberikan kontrol bola yang lebih<br />

baik. Selain itu, kaki bagian dalam<br />

merupakan permukaan yang lebih<br />

tepat untuk melakukan passing”.<br />

Analisa Gerakan Tendangan<br />

Mendatar<br />

Teknik menendang bola dalam<br />

sepak bola menurut fungsinya dapat<br />

dibedakan menjadi dua, yaitu<br />

passing (mengoper bola ke teman)<br />

dan shooting (menendang dengan<br />

kuat kearah gawang). Seluruh kaki<br />

dapat digunkan untuk menendang<br />

bola dengan hasil yang berlainan<br />

pula. Berdasarkan hal itu menendang<br />

bola dapat dibedakan menjadi:<br />

menendang bola dengan<br />

menggunakan sisi dalam kaki<br />

(inside), sisi luar kaki (outside) dan<br />

punggung kaki penuh (instep). Maka<br />

dari itu akan dijelaskan analisis<br />

gerakan passing bawah dengan sisi<br />

kaki bagian dalam. Dalam<br />

melakukan passing bawah dengan<br />

kaki bagian dalam tingkat ketepatan<br />

umpan ke teman sangat besar, agar<br />

dapat mengirimkan bola dengan teliti<br />

kepada seorang kawan perlu dilatih<br />

terus dan diperhatikan selalu<br />

kecermatannya (Sneyers, 1989: 83).


26 Phederal Vol. 4 No. 1, Mei 2011<br />

Operan ini sering dipergunakan tim<br />

sepak bola yang mengandalkan<br />

kecepatan permainan untuk<br />

melakukan penyerangan maupun<br />

pertahanan. Teknik dasar ini<br />

dipergunakan untuk jenis operan<br />

datar. Operan ini relatif lebih cepat<br />

dibandingkaan operan lainnya.<br />

Secara umum teknik<br />

pelaksanaannya adalah berdiri<br />

dengan bahu menghadap sasaran,<br />

letakkan kaki tumpu disamping bola,<br />

letakkan kaki ayun menyamping<br />

dengan jari-jari kaki mengarah ke<br />

atas, kemudian tendang bola tepat<br />

ditengahnya dengan menggunakan<br />

kaki bagian sisi dalam ayun,<br />

lanjutkan gerakan tendangan kearah<br />

depan dengan tetap menjaga posisi<br />

kaki.<br />

Prinsip-Prinsip Latihan<br />

Dalam pelaksanaan latihan, baik<br />

atlet maupun pelatih harus<br />

memperhatikan prinsip-prinsip<br />

latihan. Dengan mempetimbangkan<br />

prinsip latihan tersebut diharapkan<br />

latihan yang dilakukan dapat<br />

meningkat dan tidak berakibat buruk<br />

baik terhadap fisik maupun teknik<br />

atlet. Menurut A. Hamidsyah Noer<br />

(1996: 8-11) prinsip-prinsip dalam<br />

latihan olahraga meliputi : (1)<br />

Latihan-latihan yang dilakukan<br />

hendaknya diulang-ulang, (2)<br />

Latihan yang diberikan hendaknya<br />

harus cukup berat, (3) Latihan yang<br />

diberikan harus cukup meningkat, (4)<br />

Latihan harus dilakukan secara<br />

teratur dan (5) Kemampuan<br />

berprestasi.<br />

Komponen-Komponen Latihan<br />

Untuk lebih jelasnya komponenkomponen<br />

latihan dapat dapat<br />

diuraikan secara singkat sebagai<br />

berikut :<br />

1) Volume Latihan<br />

Sebagai komponen utama,<br />

volume adalah prasarat yang sangat<br />

penting untuk mendapatkan teknik<br />

yang tinggi dan pencapaian fisik<br />

yang baik. Menurut Sukardiyanto<br />

dalam Andi Suhendro (1999: 3.17)<br />

bahwa, “volume latihan adalah<br />

ukuran yang menunjukkan jumlah<br />

repetisi, seri atau set dan panjang<br />

jarak yang ditempuh”. Sedangkan<br />

repetisi menurut Suharno HP. (1993:<br />

32) adalah “ulangan gerak brerapa


Phederal Vol. 4 No. 1, Mei 2011<br />

27<br />

kali atlet harus melakukan gerak<br />

setiap giliran”. Pengertian seri atau<br />

set menurut M. Sajoto (1995: 34)<br />

adalah “suatu rangkaian gerakan<br />

dalam satu repetisi”.<br />

Peningkatan volume latihan<br />

merupakan puncak latihan dari<br />

semua cabang olahraga yang<br />

memiliki komponen relatif dan juga<br />

pada cabang olahraga yang menutut<br />

kesempurnaan teknik atau<br />

ketrampilan taktik. Hanya<br />

pengulangan latihan yang tinggi<br />

yang dapat menjamin akumulasi<br />

jumlah ketrampilan yang diperlukan<br />

untuk perbaikan penampilan secara<br />

kuantitatif. Perbaikan penampilan<br />

seorang atlet merupakan hasil dari<br />

adanya peningkatan jumlah satuan<br />

latihan serta jumlah kerja yang<br />

diselesaikan setiap satuan latihan.<br />

2) Intensitas Latihan<br />

Disamping volume dan densitas,<br />

intensitas latihan merupakan<br />

komponen yang sangat penting untuk<br />

dikaitkan dengan komponen<br />

kualitatif kerja yang dilakukan dalam<br />

kurun waktu yang diberikan. Lebih<br />

banyak kerja yang dilakukan dalam<br />

satuan waktu akan lebih tinnggi pula<br />

intensitasnya.<br />

Intensitas adalah fungsi dari<br />

kekuatan rangsangan syaraf yang<br />

dilakukan dalam latihan, dan<br />

kekuatan rangsangan tergantunng<br />

dari berapa kecepatan geraknya,<br />

variasi interval atau istirahat diantara<br />

tiap ulangannya. Suharno HP. (1993:<br />

31) menyatakan, “Intensitas adalah<br />

takaran yang menunjukan kadar atau<br />

tingkatan pengeluaran energi atlet<br />

dalam aktivitas jasmani baik dalam<br />

latihan maupun pertandingan”.<br />

Untuk memperoleh hasil yang<br />

optimal, maka intensitas latihan yang<br />

diberikan tidak boleh terlalu tinggi<br />

atau terlalu rendah, maka pengaruh<br />

latihan yang ditimbulkan sangat kecil<br />

bahkan tidak ada sama sekali.<br />

Sebaliknya bila intensitas latihan<br />

terlalu tinggi dapat menimbulkan<br />

cidera.<br />

3) Densitas Latihan<br />

Menurut Sukadiyanto dalam<br />

Andi Suhendro (1999: 3.24)<br />

“Density merupakan ukuran derajat<br />

kepadatan suatu latihan yang<br />

dilakukan”. Dengan demikian<br />

densitas berkaitan dengan suatu<br />

hubungan yang dinyatakan dalam<br />

waktu antara kerja dan pemulihan.<br />

Densitas yang mencukupi akan


28 Phederal Vol. 4 No. 1, Mei 2011<br />

menjamin efisiensi latihan,<br />

menghindarkan atlet dari kelelahan<br />

yang berlebihan. Densitas yang<br />

seimbang akan mengarah kepada<br />

pencapaian rasio optimal antara<br />

rangsangan latihan dan pemulihan.<br />

Istirahat yang direncanakan<br />

diantara dua rangsangan bergantung<br />

langsung pada intensitasnya dan<br />

lamanya setiap rangsangan yang<br />

diberikan. Rangsangan diatas tingkat<br />

intensitas submaksimal menuntut<br />

interval istirahat yang relatif lama,<br />

dengan maksud untuk memudahkan<br />

pemulihan seseorang dalam<br />

menghadapi rengsangan berikutnya.<br />

Sebaliknya rangsangan pada tingkat<br />

rendah membutuhkan sedikit waktu<br />

untuk pemulihan, kerena tuntutan<br />

terhadap organismenya pun juga<br />

rendah.<br />

4) Kompleksitas Latihan<br />

Kompleksitas dikaitkan pada<br />

tingkat kerumitan latihan yang<br />

dilaksanakan dalam latihan.<br />

Kompleksitas dari suatu ketrampilan<br />

membutuhkan koordinasi, dapat<br />

menjadi penyebab yang penting<br />

dalam menambah intensitas latihan.<br />

Ketrampilan yang sulit atau rumit,<br />

mungkin akan menimbulkan<br />

permasalahan dan akhirnya akan<br />

menyebabkan tekanan terhadap otot,<br />

khususnya selama tahap dimana<br />

koordinasi syaraf otot berada dalam<br />

keadaan lemah. Suatu gambaran<br />

kelompok individual terhadap<br />

ketrampilan yang komplek, dapat<br />

membedakan dengan cepat mana<br />

yang memiliki koordinasi yang baik<br />

dan yang jelek.<br />

Komponen-komponen latihan<br />

yang telah disebutkan diatas harus<br />

dipahami dan diperhatikan dalam<br />

pelaksanaan latihan. Untuk<br />

memperoleh hasil latihan yang<br />

optimal, Komponen-komponen<br />

latihan tersebut harus diterapkan<br />

dengan baik dan benar.<br />

Peranan Koordinasi Mata-Kaki<br />

dengan Menendang Bola<br />

Menendang bola merupakan<br />

teknik dalam sepak bola yang<br />

membutuhkan koordinasi yang baik.<br />

Dalam gerakannya, koordinasi yang<br />

dibutuhkan adalah koordinasi matakaki.<br />

Koordinasi mata-kaki berperan<br />

untuk mengoper bola dengan baik<br />

dan tepat sasaran. Harsono (1988:<br />

220) menyatakan, “suatu ketrampilan<br />

atau skill menuntut adanya


Phederal Vol. 4 No. 1, Mei 2011<br />

29<br />

koordinasi. Koordinasi yang<br />

dibutuhkan dalam ketrampilan di<br />

antaranya koordinasi mata-kaki<br />

(foot-eye coordination) dan<br />

koordinasi mata-tangan (eye hand<br />

coordination). Koordinasi mata-kaki<br />

dibutuhkan dalam gerakan seperti<br />

dalam skill menendang bola,<br />

menggiring bola”.<br />

Pendapat tersebut menunjukan<br />

bahwa, ketepatan passing dalam<br />

sepak bola merupakan suatu<br />

keterampilan yang memiliki cukup<br />

gerakan komplek. Kemampuan<br />

seorang pemain menendang bola<br />

baik untuk mengoper kepada kawan<br />

atau menembak ke gawang lawan<br />

dibutuhkan koordinasi mata-kaki.<br />

Koordinasi mata-kaki yang baik,<br />

maka gerakan menendang bola dapat<br />

dilakukan dengan baik dan tepat<br />

sasaran. Namun sebaliknya,<br />

koordinasi mata-kaki yang buruk,<br />

maka gerakan menendang bola tidak<br />

akan baik dan tepat sasaran.<br />

METODE PENELITIAN<br />

Penelitian ini menggunakan<br />

metode eksperimen. Penelitian<br />

menggunakan rancangan faktorial 2<br />

X 2. Variabel bebas (independent)<br />

variabel manipulatif terdiri atas :<br />

Latihan dengan pendekatan massed<br />

practice.dan Latihan dengan<br />

pendekatan<br />

distributed<br />

practice.Variabel atributif dibedakan<br />

atas : Koordinasi mata-kaki tinggi<br />

dan Koordinasi mata-kaki rendah.<br />

Sedangkan variabel terikat<br />

(dependen) adalah kemempuan<br />

menendang bola.<br />

Populasi dalam penelitian ini<br />

adalah siswa PSB BONANSA Solo<br />

kelompok umur 10-12 tahun tahun<br />

2010 berjumlah 50 anak. Teknik<br />

pengambilan sampel yang digunakan<br />

adalah Stratified Random Sampling.<br />

Sampel sejumlah 40 anak ini<br />

kemudian dikelompokkan sesuai<br />

rancangan faktorial 2 x 2 yaitu<br />

menjadi 4 kelompok, dimana setiap<br />

kelompok terdiri dari 10 anak, utuk<br />

pengelompokkanya dilakukun secara<br />

acak (random). Teknik<br />

Pengumpulan Data Untuk<br />

memperoleh data yang diperlukan<br />

dalam penelitian ini diadakan tes dan<br />

pengukuran. Untuk mengukur<br />

koordinasi mata-kaki adalah<br />

menggunakan soccer wall voley test<br />

dan tes menendang bola untuk


30 Phederal Vol. 4 No. 1, Mei 2011<br />

mengukur kemampuan passing<br />

mendatar.<br />

HASIL PENELITIAN DAN<br />

PEMBAHASAN<br />

Deskripsi hasil analisis data dan<br />

hasil kemapuan tendangan mendatar<br />

pada siswa PSB BONANSA<br />

kelompok umur 10-12 tahun tahun<br />

2010 yang dilakukan sesuai dengan<br />

kelompok yang dibandingkan,<br />

disajikan dalam bentuk tabel sebagai<br />

berikut :<br />

Tabel 1. Ringkasan Angka-Angka<br />

Statistik Deskripsi Data<br />

Hasil Kemampuan<br />

Tendangan Mendatar Tiap<br />

kelompok Perlakuan.<br />

1. Jika kelompok siswa dengan<br />

koordinasi mata-kaki tinggi<br />

yang mendapat perlakuan<br />

dengan bentuk pendekatan<br />

massed practice mempunyai<br />

rata-rata peningkatan tes 2.20.<br />

Sedangkan kelompok siswa<br />

dengan koordinasi mata-kaki<br />

tinggi yang mendapat perlakuan<br />

dengan bentuk pendekatan<br />

distributed practice mempunyai<br />

rata-rata peningkatan tes 1.70.<br />

Bila kedua pendekatan latihan<br />

dibandingkan, maka dapat<br />

diketahui bahwa kelompok<br />

perlakuan dengan bentuk<br />

pendekatan massed practice<br />

lebih baik dari pada kelompok<br />

perlakuan dengan bentuk<br />

pendekatan distributed practice.<br />

2. Jika kelompok siswa dengan<br />

koordinasi mata-kaki rendah<br />

yang mendapat perlakuan<br />

dengan bentuk pendekatan<br />

massed practice mempunyai<br />

rata-rata peningkatan tes 1.10.<br />

Sedangkan kelompok siswa<br />

dengan koordinasi mata-kaki<br />

rendah yang mendapat<br />

perlakuan dengan bentuk<br />

pendekatan distributed practice<br />

mempunyai<br />

rata-rata<br />

peningkatan tes 0.30. Bila kedua<br />

pendekatan<br />

latihan<br />

dibandingkan, maka dapat<br />

diketahui bahwa kelompok<br />

perlakuan dengan bentuk<br />

pendekatan massed practice<br />

lebih baik dari pada kelompok<br />

perlakuan dengan bentuk<br />

pendekatan distributed practice.


Phederal Vol. 4 No. 1, Mei 2011<br />

31<br />

Pembahasan Hasil Penelitian<br />

1. Perbedaan Pengaruh<br />

Pendekatan Latihan Massed<br />

Practice dan Distributed<br />

practice terhadap Kemampuan<br />

Tendangan Mendatar dalam<br />

Permainan Sepak Bola<br />

Berdasar pengujian hipotesis<br />

pertama menunjukan bahwa, ada<br />

pengaruh antara pendekatan latihan<br />

massed practice dan distributed<br />

practice dalam terhdap kemampuan<br />

tendangan mendatar pada siswa usia<br />

10-12 tahun PSB BONANSA tahun<br />

2010. Kelompok yang mendapat<br />

perlakuan pendekatan latihan massed<br />

practice memiliki peningkatan lebih<br />

dibanding dengan kelompok yang<br />

mendapat perlakuan dengan<br />

pendekatan distributed practice.<br />

Ditinjau dari hasil kemampuan<br />

tendangan mendatar yang dihasilkan<br />

ternyata kelompok perlakuan<br />

pendekatan latihan massed practice<br />

lebih baik daripada kelompok<br />

dengan bentuk pendekatan latihan<br />

distrbuted practice. Hal ini dapat<br />

dilihat dari nilai peningkatan massed<br />

practice yaitu 3,30 sedang<br />

distributed practice hanya 1,00.<br />

2. Perbedaan Pengaruh<br />

Koordinasi Mata-Kaki Tinggi<br />

dan Koordinasi Rendah<br />

terhadap Kemampuan<br />

Tendangan Mendatar dalam<br />

Permainan Sepak Bola<br />

Berdasarkan pengujian hipotesis<br />

kedua menunjukan bahwa, ada<br />

perbedaan pengaruh yang signifikan<br />

antara koordinasi mata-kaki tinggi<br />

dan koordinasi mata-kaki rendah<br />

teradap kemampuan tendangan<br />

mendatar pada siswa usia 10-12<br />

tahun PSB BONANSA. Siswa yang<br />

memiliki koordinasi tinggi<br />

mempunyai peningkatan kemampuan<br />

tendanngan mendatar yang lebih baik<br />

daripada siswa yang memiliki<br />

koordinasi mata-kaki rendah.<br />

Dari angka-angka yang<br />

dihasilkan dalama analisis data<br />

menunjukan bahwa perbandingan<br />

rata-rata peningkatan hasil<br />

kemampuan tendangan mendatar<br />

pada siswa yang memiliki koordinasi<br />

tinggi lebih baik 1,5 dari pada<br />

kelompok yang memiliki kelincahan<br />

rendah.


32 Phederal Vol. 4 No. 1, Mei 2011<br />

3. Interaksi antara Pendekatan<br />

Massed Practice, Distributed<br />

Practice dan Koordinasi<br />

Mata-Kaki terhadap<br />

Kemampuan tendangan<br />

Mendatar dalam Permainan<br />

Sepak Bola<br />

Untuk kepentingan pengujian<br />

interaksi faktor utama terbentuklah<br />

tabel sebagai berikut :<br />

Tabel 8. Pengaruh sederhana,<br />

Pengaruh Utama dan<br />

Interaksi Faktor Utama<br />

terhadap Peningkatan<br />

Kemampuan Tendangan<br />

Mendatar dalam Permainan<br />

Sepak Bola.<br />

Gambar7. Bentuk Interaksi<br />

Koordinasi dan Pendekatan<br />

Latihan.<br />

Berdasarkan gambar 7<br />

menunjukkan bahwa, bentuk garis<br />

perubahan besarnya nilai<br />

peningkatan kemampuan tendangan<br />

mendatar yaitu tidak sejajar,<br />

sehingga jika garis tersebut<br />

diteruskan akan terdapat satu titik<br />

pertemuan atau berpotongan. Hal ini<br />

artinya, ada kecenderungan interaksi<br />

antara koordinasi mata-kaki dan<br />

pendekatan berlatih.<br />

Berdasarkan hasil analisis data<br />

diperoleh nilai Fhit = 0,9866 ternyata<br />

lebih kecil dari Ftabel = 4,11 pada<br />

taraf signifikansi 5%. Ini<br />

menunjukkan bahwa antara<br />

keduanya belum diketemukan<br />

interaksi. Hal ini bisa dikarenakan<br />

sampel penelitian yang terbatas dan<br />

bisa juga karena waktu penelitian<br />

yang singkat. Tetapi dilahat dari<br />

interaksi koordinasi dan pendekatan<br />

latihan (gambar 7) yang<br />

menunjukkan dua garis yang tidak<br />

sejajar melainkan cenderung bertemu<br />

disatu titik itu artinya<br />

memungkinkan ada interaksi antara<br />

koordinasi mata-kaki dan pendekatan<br />

berlatih.


Phederal Vol. 4 No. 1, Mei 2011<br />

33<br />

KESIMPULAN DAN SARAN<br />

Berdasarkan analisis dan<br />

pembahasannya yang telah<br />

dilakukan, maka dapat ditarik<br />

kesimpulan sebagai berikut :<br />

1. Ada perbedaan pengaruh yang<br />

meyakinkan antara latihan massed<br />

practice dengan latihan<br />

distributed practice terhadap<br />

peningkatan kemampuan<br />

tendangan mendatar dalam sepak<br />

bola pada siswa PSB BONANSA<br />

kelompok umur 10-12 tahun<br />

tahun 2010. Dari analisis data<br />

menunjukkan Fo = 4,5302 lebih<br />

besar dari Ft = 4,110. Ini berarti<br />

bahwa hipotesis nol ditolak<br />

sehingga ada perbedaan yang<br />

signifikan antara kedua kelompok<br />

perlakuan.<br />

2. Ada perbedaan pengaruh yang<br />

meyakinkan antara koordinasi<br />

tinggi dan koordinasi rendah<br />

terhadap peningkatan kemampuan<br />

tendangan mendatar dalam<br />

permainan sepak bola pada siswa<br />

PSB BONANSA kelompok umur<br />

10-12 tahun tahun 2010. Dari<br />

hasil perhitungan diperoleh Fo=<br />

10,6510 lebih besar dari Ft =<br />

4,110. Ini berarti hipotesis nol<br />

ditolak sehingga ada perbedaan<br />

yang signifikan antara koordinasi<br />

mata-kaki tinggi dengan<br />

koordinasi mata-kaki rendah.<br />

3. Tidak ada interaksi antara metode<br />

latihan dan koordinasi mata-kaki<br />

dalam peningkatan kemampuan<br />

tendangan mendatar dalam<br />

permainan sepak bola. Dari hasil<br />

analisis data yang telah dilakukan<br />

menunjukan tidak ada interaksi,<br />

hal ini ditunjukan dengan Fo =<br />

0,9866 lebih kecil dari Ft = 4,110.<br />

Yang bearti hipotesis nol diterima<br />

sehingga dapat disimpulkan<br />

bahwa tidak diketemukan adanya<br />

interaksi antara bentuk latihan<br />

massed practice, distributed<br />

practice dan koordinasi matakaki.


34 Phederal Vol. 4 No. 1, Mei 2011<br />

DAFTAR PUSTAKA<br />

Andi Suhendro. 2004. Ilmu Kepelatihan Dasar. Jakarta : Pusat Penerbitan<br />

Universitas Terbuka<br />

Danny Mielke. 2007. Dasar-Dasar Sepak Bola. Alih Bahasa. Eko Wahyu<br />

Setiawan. Bandung : PT Intan Sejati<br />

Ismaryati. 2006. Tes dan Pengukuran Olahraga. Surakarta : UNS Pres.<br />

Luxbacher, Joseph. 1997. Sepak Bola Langkah-Langkah Menuju Sukses. Alih<br />

Bahasa. Agus Setiadi. Jakarta : PT. Gramedia<br />

M. Sajoto. 1998. Peningkatan dan Pembinaan Kekuatan Kondisi Fisik dalam<br />

Olahraga. Semarang : Dahara Prize<br />

Mulyono B. 2007. Tes dan Pengukuran dalam Sepak Bola. Surakarta : JPOK<br />

FKIP UNS<br />

Remmy Muchtar. 1992. Olahraga Pilihsn Sepak Bola. Jakarta : Depdikbud.<br />

Direktoral Jendral Pendidikan Tinggi Proyek Pembinaan Tenaga<br />

Kependidikan<br />

Rusli Lutan. 1988. Belajar Ketrampilan Motorik Pengantar dan Metode. Jakarta :<br />

PT. Gramedia<br />

Soekatamsi. 1984. Teknik Dasar Bermain Sepak Bola. Surakarta : Tiga Serangkai<br />

1988. Teknik Dasar Bermain Sepak Bola. Surakarta : Tiga<br />

Serangkai<br />

Soedjono. 1985. Sepak Bola Taktik dan Kerja Sama. Yogyakarta : PT BP.<br />

Kedaulatan Rakyat<br />

Sneyars, Jozef.1990. Sepak Bola Remaja. Bandung : PT. Rosda Jayaputra<br />

Sudjarwo. 1993. Ilmu Kepelatihan Dasar. Surakarta : UNS Pers<br />

Sugiyanto. 1995. Metodologi Penelitian. Surakarta : UNS Pers<br />

Suharno HP. 1993. Ilmu Coaching Umum. Yogyakarta. IKIP Yogyakarta<br />

Sutrisno Hadi. 1995. Metodologi Research. Yogyakarta : Andi Offset<br />

Yusuf Adisasmita & Aip Syaifudin. 1996. Ilmu Kepelatihan Dasar. Jakarta :<br />

Depdikbud Direktorat Jendral Perguruan Tinggi.


Phederal Vol. 4 No. 1, Mei 2011<br />

35<br />

PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN SINTETIS PROGRESIF DAN<br />

UMPAN BALIK MELALUI MEDIA VIDEO UNTUK MENINGKATKAN<br />

HASIL PEMBELAJARAN RENANG GAYA PUNGGUNG<br />

Tri Winarti Rahayu<br />

Heru Suranto<br />

Universitas Sebelas Maret Surakarta<br />

ABSTRACT<br />

Tri Winarti Rahayu, Heru Suranto,2011. Application of Synthetic Progressive<br />

Learning Method And Feedback with Video To Improve Learning Outcomes<br />

Back Crawl Style.<br />

This study aims to improve outcomes Back Crawl Style On Learning<br />

2010/2011. Lesson Learning Through the Application of Synthetic Methods<br />

Feedback With Video. The research was conducted by using a design of action<br />

research (action research), study design consists of four components, namely:<br />

planning, implementation of the action, observation and reflection on each cycle.<br />

Action in such research is a Back Crawl Style to improve the Learning Center<br />

Back In Style Student .Lesson Learning Through the Application of Synthetic<br />

methods Feedback With Video. Based on the analysis and reflection on action<br />

cycles that have been implemented then obtained the following conclusions: (1)<br />

The method of synthesis and progressive feedback darting through the effective<br />

use of video to enhance the ability of swimming back crawl on Student, (2)<br />

Method of synthesis of progressive and feedback darting through the effective use<br />

of video to improve learning outcomes swimming back crawl on Student<br />

Keywords: Sintetis Progresif Metode, Feedback , Video, Study Result<br />

PENDAHULUAN<br />

Salah satu kompetensi yang<br />

harus dimiliki mahasiswa lulusan<br />

JPOK – FKIP adalah dapat<br />

mengajarkan olahraga berenang,<br />

disamping beberapa cabang olahraga<br />

lainnya. Karena lulusan mahasiswa<br />

JPOK – FKIP diharapkan dapat<br />

menjadi guru olahraga yang<br />

professional, dan mengajar berenang<br />

merupakan salahsatu bagian dari<br />

tugas seorang guru olahraga. Untuk<br />

menjadi guru renang yang profesional<br />

dituntut beberapa syarat yang harus


36 Phederal Vol. 4 No. 1, Mei 2011<br />

dipenuhi, antara lain adalah dapat<br />

berenang dengan baik dan benar<br />

sesuai dengan perkembangan ilmu<br />

berenang, memiliki dasar pendidikan<br />

formal, memiliki pengetahuan lain<br />

sebagai pelengkap menjadi guru<br />

renang, seperti (ilmu jiwa,didaktifmetodik<br />

umum dan khusus berenang,<br />

ilmu melatih umum dan khusus,<br />

kinesiologi, sosiologi, psikologi dan<br />

lain - lain)<br />

Mata kuliah renang di JPOK<br />

masih dianggap sebagai mata kuliah<br />

yang sulit oleh sebagian mahasiswa.<br />

Mereka yang tidak berhasil atau<br />

gagal dalam mata kuliah ini<br />

mempunyai berbagai alasan,<br />

diantaranya adalah takut air, trauma<br />

berenang, mengidap penyakit, tidak<br />

dapat menerapkan teori berenang ke<br />

dalam prakteknya, metode dan media<br />

pembelajaran yang tidak sesuai dan<br />

masih banyak lagi alasan-alasan yang<br />

menyebabkan mereka gagal dan tidak<br />

lulus dalam mata kuliah ini. Mata<br />

kuliah renang mempunyai bobot 4<br />

SKS, yang terbagi menjadi 2 SKS di<br />

semester genap dengan nama mata<br />

kuliah renang I dan 2 SKS lagi di<br />

semester gasal atau dengan nama<br />

mata kuliah renang II. Materi yang<br />

diberikan pada renang I adalah<br />

renang gaya bebas dan gaya dada,<br />

sedangkan pada renang II materi<br />

yang diberikan adalah renang gaya<br />

punggung dan gaya kupu-kupu.<br />

Materi pada renang II memiliki<br />

tingkat kesulitan yang lebih tinggi<br />

dibandingkan dengan materi pada<br />

renang I. Renang gaya punggung<br />

memiliki tingkat kesulitan yang<br />

cukup tinggi karena perenang harus<br />

membuat posisi terlentang (sikap<br />

berenang pada gaya punggung) pada<br />

permukaan air.<br />

Berdasarkan hasil pengamatan<br />

terhadap proses pembelajaran renang<br />

khususnya gaya punggung pada<br />

angkatan sebelumnya, jika dilihat<br />

dari partisipasi mahasiswa masih<br />

sangat rendah, hanya 60% yang<br />

berpartisipasi dan aktif secara<br />

maksimal, selain itu hasil<br />

pembelajaran renang yang diperoleh<br />

melalui uji kompetensi 70% yang<br />

berhasil lulus dengan rentang nilai,<br />

selebihnya harus mengikuti program<br />

remidial ataupun harus mengulang di<br />

semester berikutnya. Kegagalan<br />

mahasiswa dalam mata kuliah ini<br />

merupakan tugas team teaching<br />

renang untuk mencari solusinya.


Phederal Vol. 4 No. 1, Mei 2011<br />

37<br />

Tidak dapat dipungkiri bahwa salah<br />

satu penentu keberhasilan proses<br />

pembelajaran adalah penggunaan<br />

metode dan umpan balik<br />

pembelajaran yang tepat sehingga<br />

proses pembelajaran dapat berjalan<br />

secara efektif dan efisien, berarti juga<br />

prosentasi kegagalan mahasiswa<br />

dapat ditekan seminimal mungkin.<br />

Salah satu metode pembelajaran<br />

yang dapat digunakan dalam<br />

pembelajaran renang gaya punggung<br />

adalah metode pembelajaran sintetis<br />

progresif. Metode pembelajaran ini<br />

merupakan salah satu metode bagian<br />

(Part Method) yang dapat digunakan<br />

untuk membantu mahasiswa untuk<br />

mengusai keterampilan dasar<br />

berenang secara bertahap dan<br />

meningkat. Metode pembelajaran ini<br />

akan membantu mahasiswa untuk<br />

dapat menguasai masing-masing<br />

tahap rangkain gerakan berenang<br />

sebelum diberikan gerak berikutnya<br />

yang kemudian dirangkaikan. Metode<br />

sintetis progresif di pilih karena<br />

metode ini lebih sesuai dengan sifat<br />

kelengkapan saat bergerak diair.<br />

Disamping metode yang tepat, umpan<br />

balik yang diberikan juga membawa<br />

pengaruh terhadap tingkat<br />

keberhasilan mahasiswa dalam<br />

belajar berenang. Keberhasilan<br />

umpan balik yang dilakukan dosen<br />

kepada mahasiswanya tidak dapat<br />

dilepaskan dari media umpan balik<br />

yang digunakan. Dalam pembelajaran<br />

mata kuliah renang umpan balik yang<br />

dilakukan dengan menggunakan<br />

media video sangat sesuai untuk<br />

menggambarkan kondisi yang<br />

sebenarnya.<br />

Umpan balik dengan<br />

menggunakan media video adalah<br />

memberikan umpan balik pada<br />

mahasiswa dengan memperlihatkan<br />

gambar yang bergerak yang sudah<br />

mereka lakukan dalam membelajaran<br />

yang kemudian di bandingkan dengan<br />

gerakan yang benar.Video merupakan<br />

media yang efektif dalam<br />

penyampaaian informasi, terutama<br />

yang menyangkut unsur gerak.<br />

Dengan media video ini akan<br />

membantu siswa dalam mempelajari<br />

gerak secara lebih teliti dan benar<br />

sehingga akan membantu<br />

pelaksanaan proses pembelajaran<br />

yang berkualitas.


38 Phederal Vol. 4 No. 1, Mei 2011<br />

Teknik Dasar Renang Gaya<br />

Punggung<br />

Renang gaya punggung<br />

merupakan gaya renang yang<br />

mempunyai tingkat kesulitan yang<br />

cukup tinggi karena dalam<br />

mempelajari renang gaya punggung,<br />

kesulitan pertama yang dihadapi<br />

adalah membuat posisi telentang<br />

(sikap punggung) pada permukaan<br />

air. Pada saat berenang sikap badan<br />

yang streamline (datar pada<br />

permukaan air) merupakan hal yang<br />

prinsip harus dilakukan. Dalam<br />

mempelajari renang gaya punggung,<br />

ada beberapa tahapan gerak<br />

(keterampilan dasar renang gaya<br />

punggung) yang harus dikuasai.<br />

Tahapan gerak tersebut adalah<br />

sebagai berikut:<br />

1) Posisi badan<br />

Prinsip utama yang harus<br />

dipegang dalam renang adalah<br />

posisi badan yang streamline<br />

(datar) pada permukaan air.<br />

Dengan tahanan depan yang<br />

kecil maka orang akan mudah<br />

bergerak di dalam air. Untuk<br />

mendapatkan posisi streamline<br />

pada renang gaya punggung, ada<br />

beberapa hal yang harus<br />

diperhatikan, antara lain posisi<br />

kepala, badan dan kaki, kepala<br />

harus setengah bagian kepala<br />

masuk kedalam air sehingga<br />

permukaan air pada kedua daun<br />

telingga dan pandangan kearah<br />

atas, posisi badan membuat sikap<br />

badan lurus dengan cara<br />

menekan pantat kearah atas,<br />

kedua kaki harus lurus sampai<br />

telapak kaki tepat dibawah<br />

permukaan air. Dengan demikian<br />

maka posisi badan terlentang<br />

lurus pada permukaan air akan<br />

mudah dilakukan.<br />

2) Gerakan kaki<br />

Gerakan kaki pada gaya<br />

punggung dilakukan naik-turun<br />

secara bergantian antara kaki kiri<br />

dan kanan pada bidang vertikal.<br />

Gerakan kaki ini dimulai dari<br />

pangkal paha dan diperluas pada<br />

persendian lutut. Gerakan kaki<br />

ke bawah dilakukan secara lurus<br />

dan rilex, sedangkan pada saat<br />

gerakan kaki ke atas dilakukan<br />

dengan gerakan paha terlebih<br />

dahulu sehingga terjadi<br />

bengkokan pada lutut, baru<br />

kemudian dilakukan pukulan<br />

pukulan kaki ke atas dengan


Phederal Vol. 4 No. 1, Mei 2011<br />

39<br />

keras dengan menggunakan<br />

punggung kaki. Amplitudo<br />

gerakan antar kaki antar<br />

maksimal dibawah 30 – 40 cm.<br />

3) Gerakan lengan<br />

Gerakan lengan pada gaya<br />

punggung terdiri dari dua bagian<br />

yaitu gerakan rekaveri dan<br />

gerakan mendayung. Gerakan<br />

rekaveri dimulai pada saat<br />

lengan keluar dari permukaan air<br />

sampai dengan lengan masuk<br />

kedalam air. Pada saat rekaveri<br />

lengan berjalan dalam keadaan<br />

lurus keatas samping sampai<br />

kebelakang samping kepala.<br />

Sedangkan dalam gerakkan<br />

mendayung dibagi menjadi dua<br />

yakni pada saat gerakkan<br />

menarik (pull) dan mendorong<br />

(push). Pada saat lengan mulai<br />

mendayung setelah masuk dalam<br />

air maka dilakukan tarikan<br />

lengan kearah samping bawah,<br />

dengan gerakan pelan kearah<br />

cepat, telapak tangan menghadap<br />

kearah gerakannya. Kemudian<br />

lengan ditekuk pada persendian<br />

siku, dilanjutkan dengan gerakan<br />

mendayung oleh lengan bawah<br />

dan telapak tangan. Telapak<br />

tangan memutar keatas dan<br />

kebawah untuk mendorong air.<br />

4) Pernapasan<br />

Pada gaya punggung tidak ada<br />

masalah dalam pelaksanaan<br />

pernapasan. Meskipun demikian<br />

pelaksanaannya harus diatur agar<br />

air tidak jatuh pada permukaan<br />

mulut. Pengambilan napas<br />

(membuka mulut) dilakukan<br />

pada saat gerakan lengan pada<br />

pertengahan rekaveri, dimana air<br />

yang mengikuti lengan sudah<br />

melewati mulut. Pernapasan ini<br />

dilakukan secara explosive.<br />

5) Gerak koordinasi<br />

Pada gaya punggung tidak ada<br />

aturan antara gerakan lengan dan<br />

kaki. Apabila gerakan kaki dan<br />

lengan telah dikuasai dengan<br />

baik koordinasi antara gerakan<br />

kaki dan lengan akan terjadi<br />

dengan sendirinya.<br />

Pembelajaran<br />

Pembelajaran adalah suatu<br />

kegiatan untuk membelajarkan siswa<br />

secara terintegrasi dengan<br />

memperhitungkan faktor lingkungan<br />

belajar, karakteristik siswa,<br />

karakteristik bidang studi serta


40 Phederal Vol. 4 No. 1, Mei 2011<br />

berbagai strategi pembelajaran, baik<br />

dalam penyampaian, pengelolaan<br />

maupun<br />

pengorganisasian<br />

pembelajaran (B. Uno, 2007: ).<br />

Sedangkan hakekat pembelajaran<br />

menurut Baharudin (2009 : 11)<br />

mengemukkan pembelajaran sebagai<br />

proses manusia untuk mencapai<br />

berbagai macam kompetensi,<br />

keterampilan dan sikap.<br />

Pembelajaran merupakan<br />

kegiatan yang dilakukan untuk<br />

memfasilitasi, meningkatkan<br />

intensitas dan kualitas belajar pada<br />

peserta didik. Pembelajaran<br />

merupakan upaya sistematis dan<br />

sistemik untuk memfasilitasi dan<br />

meningkatkan proses belajar maka<br />

kegiatan belajar berkaitan erat dengan<br />

jenis hakikat dan jenis belajar serta<br />

hasil belajar. Dalam proses<br />

pembelajaran harus menghasilkan<br />

belajar, akan tetapi tidak semua<br />

proses belajar menghasilkan proses<br />

pembelajaran.<br />

Prinsip Pembelajaran<br />

Prinsip-prinsip<br />

dalam<br />

pembelajaran meliputi perhatian dan<br />

motivasi, keaktifan siswa,<br />

keterlibatan langsung, pengulangan,<br />

tantangan, balikan dan penguatan<br />

serta perbedaan individual (Dimyati<br />

dan Mudjiono, 2006:42). Sedangkan<br />

menurut Wina Sanjaya (2006:30-31)<br />

mengemukkkan bahwa ada sejumlah<br />

prinsip yang harus diperhatikan<br />

dalam pengelolaan kegiatan<br />

pembelajaran antara lain:<br />

1) Berpusat pada siswa<br />

2) Belajar dengan melakukan<br />

3) Mengembangkan<br />

kemampuan sosial<br />

4) Mengembangkan<br />

keingintahuan, imajinasi dan<br />

fitrah<br />

5) Mengembangkan<br />

keterampilan pemecahan<br />

masalah<br />

6) Mengembangkan kreativitas<br />

siswa<br />

7) Mengembangkan<br />

kemampuan ilmu dan<br />

teknologi<br />

8) Menumbuhkan kesadaran<br />

sebagai warga negara yang<br />

baik<br />

9) Belajar seapanjang hayat<br />

Media Pembelajaran<br />

Media pembelajaran merupakan<br />

segala sesuatu yang dapat<br />

dipergunakan untuk menyalurkan


Phederal Vol. 4 No. 1, Mei 2011<br />

41<br />

pesan, merangsang pikiran, perasaan,<br />

perhatian dan kemaun siswa sehingga<br />

dapat terdorong terlibat dalam proses<br />

pembelajaran. Media pembelajaran<br />

secara mendasar berpotensi<br />

memberikan peluang bagi siswa<br />

untuk mengembangkan kepribadian.<br />

Media pembelajaran adalah segala<br />

sesuatu yang digunakan dalam rangka<br />

untuk membantu penyampaian materi<br />

ajar dari guru kepada muridnya.<br />

Oemar Hambalik (1980 : 23)<br />

mengemukakan maksud dari media<br />

pendidikan adalah alat, metode dan<br />

teknik yang digunakan dalam rangka<br />

untuk lebih mengefektifkan<br />

komunikasi dan interaksi antara guru<br />

dan siswa dalam proses pendidikan<br />

dan pengajaran di sekolah.<br />

Media disusun berdasarkan<br />

prinsip bahwa pengetahuan yang ada<br />

pada setiap manusia diterima atau<br />

ditangkap melalui panca indera.<br />

Semakin banyak indera yang<br />

digunakan untuk menerima sesuatu<br />

maka semakin banyak dan semakin<br />

jelas pula pengertian dan<br />

pengetahuan yang diperoleh.<br />

Sedangkan dalam hal fungsi, media<br />

pembelajaran berfungsi untuk<br />

membangkitkan semangat dalam<br />

proses pembelajaran. Menurut<br />

Mulyani sumantri (2001:154)<br />

menyebutkan, secara umum media<br />

berfungsi sebagai:<br />

1) Alat bantu dalam pembelajaran<br />

dalam menciptakan pembelajaran<br />

yang efektif.<br />

2) Merupakan bagian keseluruhan<br />

tegral dari keseluruhan proses<br />

pembelajaran<br />

3) Meletakkan dasar yang kongkrit<br />

dari konsep yang abstrak<br />

4) Membangkitkan motivasi belajar<br />

bagi siswa<br />

5) Meningkatkan mutu<br />

pembelajaran<br />

Jenis Media Pembelajaran<br />

Ada beberapa jenis media<br />

pembelajaran yang dapat digunakan<br />

dalam proses pembelajaran. Jenis<br />

media tersebut seacara garis besar<br />

dapat dikelompokkan menjadi;<br />

1) Media Visual<br />

Media yang dapat diterima<br />

indera penglihatan, misalnya<br />

media gambar diam, media<br />

papan, media dengan proyeksi<br />

dan lain-lain.


42 Phederal Vol. 4 No. 1, Mei 2011<br />

2) Media Audio<br />

Media yang dapat diterima oleh<br />

indera pendengaran, misalnya<br />

kaset, tape recorder dan lain-lain<br />

3) Media Audio Visual<br />

Media yang dapat diterima<br />

indera penglihatan dan<br />

pendengaran, misalnya televisi,<br />

video dan lain-lain.<br />

4) Media Asli atau Orang<br />

Media yang merupakan benda<br />

sebenarnya/ sesungguhnya yang<br />

diperagakan melalui sebuah<br />

model /alat peraga, misalnya<br />

diorama, museum dan lain-lain<br />

Menentukan Media Pembelajaran<br />

Proses pemilihan media<br />

pembelajaran tidak sama dengan<br />

pemilihan buku pegangan dalam<br />

pembelajaran. Pemilihan buku<br />

pegangan perlu memperhatikan<br />

kebutuhan dan kemampuan siswa<br />

yang akan diajar. Menurut Wilkinson,<br />

ada beberapa hal yang perlu<br />

diperhatikan dalam memilih media<br />

pembelajaran, yakni tujuan,<br />

ketepatan, keadaan siswa,<br />

ketersediaan, dan biaya. Perubahan<br />

global dalam perkembangan<br />

pengetahuan dan teknologi, terutama<br />

yang berhubungan dengan sistem<br />

pendidikan menuntut adanya<br />

perubahan sikap pendidik dalam<br />

melaksanakan pembelajaran baik di<br />

dalam kelas maupu di lapangan.<br />

Salah satu perkembangan<br />

pengetahuan dan teknologi dalam<br />

bidang pendidikan adalah mengenai<br />

penggunaan media pembelajaran.<br />

Media pembelajaran sebagai alat<br />

bantu dalam proses belajar mengajar<br />

mengalami perkembangan yang<br />

cukup pesat.<br />

Tiap-tiap media mempunyai<br />

karakteristik yang perlu dipahami<br />

oleh pemakainya. Pengenalan jenis<br />

media dan karakteristiknya<br />

merupakan salahsatu faktor dalam<br />

penentuan atau pemilihan media.<br />

Dalam memilihan media, yang perlu<br />

dipertimbangkan antara lain:<br />

1) Kejelasan maksud dan tujuan<br />

pemilihan tersebut<br />

2) Sifat dan ciri-ciri media yang akan<br />

dipilih<br />

3) Adanya sejumlah media yang<br />

dapat dibandingkan karena<br />

pemilihan media pada dasarnya<br />

adalah proses pengambilan<br />

keputusan akan adanya alternatifalternatif<br />

pemecahan yang


Phederal Vol. 4 No. 1, Mei 2011<br />

43<br />

dituntut oleh tujuan (R.<br />

Angkowo, 2007 : 12)<br />

Seorang guru dalam memilih<br />

atau menentukan media yang akan<br />

digunakan,<br />

berdasarkan<br />

pertimbangan sebagai berikut : (a) ia<br />

merasa sudah akrab dengan media<br />

tersebut, (b) ia merasa bahwa media<br />

yang dipilihnya dapat menggabarkan<br />

dengan lebih baik dari pada dirinya<br />

sendiri, (c) media yang dipilihnya<br />

dapat menarik minat dan perhatian<br />

siswa serta menuntunnya pada<br />

penyajian yang lebih terstruktur dan<br />

terorganisasi. Pertimbangan ini<br />

diharapkan oleh guru dapat<br />

memenuhi kebutuhannya dalam<br />

mencapai tujuan yang telah<br />

ditetapkan.<br />

Media merupakan bagian dari<br />

sistem instruksional secara<br />

keseluruhan, utuk itu ada beberapa<br />

kriteria yang harus diperhatikan<br />

dalam menentukan media<br />

pembelajaran. Kriteria tersebut antara<br />

lain;<br />

1. Sesuai dengan tujuan yang akan<br />

dicapai<br />

2. Tepat untuk mendukung isi<br />

pelajaran yang sifatnya fakta,<br />

konsep, prinsip atau generalisasi<br />

3. Praktis, luwes dan bertahan<br />

4. Guru terampil menggunakannya<br />

5. Pengelompakan sasaran<br />

6. Mutu teknis (Azhar Arsyad,<br />

1996 : 75 – 76 )<br />

Metode Pembelajaran Sintesis<br />

Progresif Renang Gaya Punggung<br />

Keberhasilan<br />

dalam<br />

pembelajaran renang tidak terlepas<br />

dari metode yang digunakan dalam<br />

menyampaikan materi renang. Oleh<br />

karena itu diperlukan metode<br />

pembelajaran yang sesuai dengan dan<br />

cocok dengan sifat bahan<br />

pembelajaran dalam renang. Ada<br />

beberapa macam metode yang dapat<br />

dipergunakan dalam pembelajaran<br />

renang. Salahsatunya adalah metode<br />

sintetis progresif. Metode sintetis<br />

progresif ini dapat digunakan untuk<br />

pembelajaran dalam renang gaya<br />

punggung.<br />

Prinsip pembelajaran renang gaya<br />

punggung dengan menggunakan<br />

metode sintetis progresif adalah<br />

sebagai berikut:<br />

1) Langkah pertama yang diajarkan<br />

adalah membuat posisi badan<br />

tetentang diatas permukaan air


44 Phederal Vol. 4 No. 1, Mei 2011<br />

(streamline) pada gaya<br />

punggung.<br />

2) Langkah kedua yang diajarkan<br />

adalah meluncur<br />

3) Langkah ketiga yang diajarkan<br />

adalah menggabungkan gerak<br />

telentang dan meluncur diatas<br />

permukaan air. Setelah gerakan<br />

telentang dan meluncur dapat<br />

dikuasai dengan baik, baru<br />

melangkah ke tahap berikutnya,<br />

yaitu<br />

4) Langkah keempat yang diajarkan<br />

adalah gerakan kaki renang gaya<br />

punggung. Setelah gerakan kaki<br />

dapat dikuasai kemudian<br />

melangkah pada tahap<br />

berikutnya yaitu,<br />

5) Langkah kelima, yang diajarkan<br />

adalah menggabungkan gerakan<br />

dari awal yang sudah dipelajari<br />

yakni telentang melunjur dan<br />

dilanjutkan dengan gerakan kaki<br />

gaya punggung, begitu terus<br />

langkah dilkukan sampai semua<br />

tahap atau gerak dasar pada<br />

renang gaya punggung dapat<br />

dikuasai dan dirangkaikan dalam<br />

satu gerakan utuh renang gaya<br />

punggung.<br />

Umpan Balik Pembelajaran<br />

Renang Dengan Menggunakan<br />

Media Video<br />

Umpan balik dalam pembelajaran<br />

renang gaya punggung ini dilakukan<br />

dengan menggunakan bantuan media<br />

video. Dengan menggunakan alat<br />

bantu video dalam menyamapaikan<br />

umpan balik, akan mempermudah<br />

siswa dalam menyerap informasi<br />

yang disamapaikan dan dapat<br />

mempelajari dan merespon gerak<br />

secara lebih teliti sehingga akan<br />

menghasilkan gerakan yang benar<br />

sesuai dengan yang direspon. Media<br />

ini bertujuan menyajikan informasi<br />

dalam bentuk yang menyenangkan,<br />

menarik, mudah dimengerti dan jelas.<br />

Informasi akan mudah dimengerti<br />

karena sebanyak mungkin indera,<br />

terutama telinga dan mata, digunakan<br />

untuk menyerap informasi itu.<br />

METODE PENELITIAN<br />

Penelitian ini akan dilaksanakan<br />

di kolam renang manahan. Waktu<br />

pelaksanaannya adalah pada semester<br />

ganjil pada tahun ajaran 2010/2011.<br />

Penelitian direncanakan dilakukan<br />

selama 6 (enam) bulan, mencakup<br />

kegiatan.


Phederal Vol. 4 No. 1, Mei 2011<br />

45<br />

Subjek penelitian adalah<br />

mahasiswa penjaskesrek semester III<br />

yang mengambil mata kuliah renang<br />

II. Dalam penelitian ini, dosen<br />

sebagai pengajar sekaligus peneliti.<br />

Dimana dosen pengampu dan assisten<br />

dosen mata kuliah renang bersamasama<br />

merencanakan, mengamati,<br />

mendiskusikan dan menganalisis<br />

hasil penelitian.<br />

Pengumpulan data dalam<br />

penelitian ini adalah dengan<br />

Observasi dan Tes. Teknik observasi<br />

digunakan untuk mengumpulkan data<br />

mengenai situasi kegiatan belajar<br />

mengajar yaitu metode pembelajaran<br />

yang digunakan oleh dosen..<br />

Observasi merupakan proses<br />

perekaman dengan mengamati semua<br />

peristiwa dan kegiatan yang terjadi<br />

selama penelitian tindakan kelas<br />

berlangsung. Sedangkan tes<br />

kemampuan berenang gaya punggung<br />

digunakan untuk mengetahui<br />

kemampuan renang gaya punggung<br />

yang telah dikuasai, sedangkan tes uji<br />

kompetensi (UK) digunakan untuk<br />

mendapatkan data tentang hasil<br />

pembelajaran renang gaya punggung<br />

yang telah dilakukan.<br />

Data yang dikumpulkan pada<br />

setiap kegiatan observasi dari<br />

pelaksanaan siklus PTK dianalisis<br />

secara deskriptif dengan<br />

menggunakan teknik prosentase<br />

untuk melihat kecenderungan yang<br />

terjadi dalam kegiatan pembelajaran.<br />

Teknik analisis data yang<br />

digunakan dalam penelitian tindakan<br />

kelas ini adalah deskriptif kualitatif.<br />

Dimana analisis data kualitatif<br />

dilakukan dengan jalan bekerja<br />

dengan data, mencari dan<br />

menemukan apa yang penting dan<br />

apa yang dipelajari serta mengambil<br />

keputusan apa yang dapat<br />

disampaikanpada orang lain.<br />

Langkah-langkah pelaksanaan<br />

PTK dilakukan melalui empat tahap,<br />

yaitu: (1) perencanaan tindakan, (2)<br />

pelaksanaan tindakan, (3) observasi<br />

dan interpretasi, (4) analisis dan<br />

refleksi.<br />

Seperti ditulis di depan<br />

banyaknya siklus tergantung pada<br />

tercapainya indikator keberhasilan.<br />

Dalam penelitian ini indikator<br />

pencapaiannya adalah:


46 Phederal Vol. 4 No. 1, Mei 2011<br />

Tabel . Target Capaian antar Siklus<br />

HASIL PENELITIAN DAN<br />

PEMBAHASAN<br />

Penelitian Tindakan Kelas ini<br />

dalam pelaksanaannya mengikuti alur<br />

(tahapan) sebagai berikut;<br />

1. Perencanaan, meliputi penetapan<br />

materi pembelajaran mata kuliah<br />

renang II<br />

2. Tindakan, meliputi seluruh proses<br />

kegiatan belajar mengajar dengan<br />

menerapakan metode sintetis<br />

progresif dan umpan balik dengan<br />

menggunakan media video<br />

3. Observasi, dilaksanakan<br />

bersamaan dengan proses<br />

pembelajaran, yang meliputi;<br />

aktivitas siswa, pengembangan<br />

materi dan hasil belajar.<br />

4. Refleksi, meliputi kegiatan<br />

analisis hasil pembelajaran dan<br />

sekaligus menyusun rencana<br />

perbaikan pada siklus berikutnya.<br />

Berikut disajikan pembahasan<br />

dari masing-masing permasalahan<br />

yang ada dalam penelitian sebagai<br />

berikut:<br />

Tabel . Hasil Peningkatan Kualitas<br />

Pembelajaran Antar Siklus<br />

Kemampuan Siklus 1 80%<br />

mahasiswa<br />

90%<br />

2<br />

Hasil belajar Siklus 1 80%<br />

mahasiswa<br />

2 90%<br />

Kemampuan Melakukan Renang<br />

Gaya Punggung<br />

Metode pembelajaran renang<br />

gaya punggung dengan menggunakan<br />

metode bagian khususnya metode<br />

sintetis progresif sangat sesuai<br />

dengan karakteristik pembelajaran<br />

renang. Metode ini sangat efektif<br />

karena pembelajaran renang gaya<br />

punggung diberikan secara bertahap<br />

atau per-elemen gerak sehingga<br />

mahasiswa dapat mengikuti setiap<br />

elemen gerak renang gaya punggung<br />

yang diberikan. Elemen gerak yang<br />

diberikan dapat langsung dipraktekan<br />

sampai terkuasai, baru digabungkan<br />

dengan elemen gerak yang lainya<br />

sehingga mahasiswa dapat lebih


Phederal Vol. 4 No. 1, Mei 2011<br />

47<br />

mudah untuk mengusai gerakan.<br />

Melalui peningkatanyangterjadi sejak<br />

kondisi awal hingga diberikan<br />

tindakan I dan II dapat disimpulkan<br />

bahwa metode sintetis progresif dan<br />

pemberian umpan balik dengan<br />

media video dapat meningkatkan<br />

hasil belajar Hasil Pembelajaran<br />

Renang Gaya Punggung Pada<br />

Mahasiswa PENJASKESREK JPOK<br />

FKIP UNS tahun pelajaran<br />

2010/2011?”<br />

Hasil Belajar Renang Gaya<br />

Punggung<br />

Kemampuan renang yang telah<br />

dikuasai akan mempengaruhui hasil<br />

belajar renang mahasiswa khususnya<br />

pada gaya punggung. Dengan<br />

kemampuan renang gaya punggung<br />

yang meningkat secara otomatis juga<br />

akan meningkatkan hasil belajar<br />

renang gaya punggung. Dari kondisi<br />

menunjukan hasil belajar mahasiswa<br />

yang belum optimal karena target<br />

ketutasan dalam belajar belum dapat<br />

tercapai. Dengan penerapan metode<br />

pembelajran sintetis progresif dan<br />

memberikan umpan balik melalui<br />

media video, maka dapat dilihat<br />

adanya peningkatan hasil belajar<br />

mahasiswa dalam renang gaya<br />

punggung. Hal ini dapat dilihat dari<br />

kondisi awal jumlah mahasiswa yang<br />

dapat lulus dalam uji kompetensi<br />

hanya sekitar 70%, sedangkan setelah<br />

dilakukan tindakan I dan II, jumlah<br />

mahasiswa yang lulus dalam<br />

mengikuti uji kompetensi sebesar<br />

90%.<br />

KESIMPULAN DAN SARAN<br />

Keseluruhan hasil penelitian<br />

menunjukan adanya peningkatan baik<br />

dalam hal kemampuan berenang dan<br />

hasil belajar renang gaya punggung<br />

pada Mahasiswa PENJASKESREK<br />

JPOK FKIP UNS Tahun Pelajaran<br />

2010/2011 Sehingga dapat diperoleh<br />

kesimpulan sebagai berikut :<br />

1. Metode sintesis progresif dan<br />

umpan balik menggunakan<br />

media video sanagat efektif<br />

untuk meningkatkan kemampuan<br />

renang gaya punggung pada<br />

Mahasiswa PENJASKESREK<br />

JPOK FKIP UNS Tahun<br />

Pelajaran 2010/2011<br />

2. Metode sintesis progresif dan<br />

umpan balik menggunakan<br />

media video sanagat efektif<br />

untuk meningkatkan hasil belajar<br />

renang gaya punggung pada<br />

Mahasiswa PENJASKESREK<br />

JPOK FKIP UNS Tahun<br />

Pelajaran 2010/2011


48 Phederal Vol. 4 No. 1, Mei 2011<br />

DAFTAR PUSTAKA<br />

Agus Kristiyanto.2010. Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Surakarta : UNS Press<br />

Azhar Arsyad. 2007. Media Pembelajaran. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.<br />

Dimyati. 1999. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : PT Rineka Cipta<br />

Hamzah B Uno. 2008. Perencanaan Pembelajaran. Jakarta : Bumi Aksara<br />

Kasiyo Dwijowinoto. 1979. Renang, Metoda, Teknik, Pola.<br />

Semarang<br />

FPOK IKIP N<br />

Oemar Hambalik. 1980. Media Pendidikan. Bandung: Alumni<br />

R. Angkowo & A. Kosasih. 2007. Optimalisasi Media Pembelajaran. Jakarta :<br />

PT. Grasindo.<br />

Soemanto Y & CH. Suradi. 1997. T & P Renang II. JPOK FKIP UNS<br />

Supandi.1992. Strategi Belajar Mengajar Pendidikan Jasmani dan Kesehatan.<br />

Jakarta: Depdikbud Ditjen Dikti PPTK.<br />

Thomas, David G. 1996. Renang Pemula: Langkah-langkah Menuju<br />

Keberhasilan. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada<br />

Thomas, David G. 1996. Renang Tingkat Mahir : Langkah-langkah Menuju<br />

Keberhasilan. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada<br />

Thomas Jerry R., Nelson Jack K.1996. Research Methods in Physical Activity.<br />

Champaign: Human Kinetics.<br />

Woolfolk, E. Anita.1993 Educational Psychology. Boston: Allyn and Bacon A<br />

Division of Simon and Schuster, Inc.


Phederal Vol. 4 No. 1, Mei 2011<br />

49<br />

PENATAAN ORGANISASI DAN PERSPEKTIF<br />

PEMBENTUKAN KARAKTER WASIT BOLAVOLI INDONESIA<br />

Deddy Whinata Kardiyanto<br />

Wahyu Sulistyo<br />

ABSTRACT<br />

Currently was beginning gets ebbing nation children character,<br />

meanwhile in even sporting domain to find one ” Charakter Building's Mental ”,<br />

well that athlete, trainer, and also referees have a lot of one takes down to<br />

conduct, no longer advances totally that referee is professionalization who shall<br />

hold firmness in advances regulation bases each that sport.<br />

This therefore about needs it settlement is back particularly in take one<br />

decision and policy ought to does ever notice substansial who that has or<br />

necessarily determine one that decision with bases character who can build<br />

vollyball referee gets better.<br />

Keyword : Organisation, Charakter Building's<br />

PENDAHULUAN<br />

Fenomena yang muncul<br />

sekarang ini berdasarkan data<br />

empirik telah menunjukan bahwa<br />

beberapa organisasi khususnya, pada<br />

top<br />

organisasi-organisasi<br />

keolahragaan, terindikasi mulai lepas<br />

dari substansial di dalam<br />

mengaplikasikan kinerja berdasarkan<br />

job-discription masing-masing<br />

anggota organisasi itu. Fenomena<br />

inilah yang nantinya akan berdampak<br />

terhadap kelangsungan operasional<br />

kinerja sebuah organisasi, dan dapat<br />

pula menjadikan ketidak patuhan<br />

para anggota organisasi, dimana<br />

organisasi itu berada.<br />

Organisasi akan bertumbuh<br />

kembang dan solid, apabila<br />

dilakukan berdasarkan regulasi yang<br />

telah digulirkan untuk difahami,<br />

dicermati, diresapi, dan dilaksanakan<br />

oleh seluruh komponen pengakses<br />

dalam organisasi itu. Organisasi<br />

dalam aplikasinya selalu<br />

dikendalikan oleh pimpinan besera<br />

perangkatnya, organisasi akan<br />

berjalan baik, namun memerlukan<br />

sebuah karakter tentang keteladanan<br />

dan kepatuhan, disiplin dari<br />

pengendali atau pimpinan tehadap


50 Phederal Vol. 4 No. 1, Mei 2011<br />

regulasi yang ada. Keteladanan tidak<br />

mudah seperti kita membalikan<br />

telapak tangan kita, oleh sebab itu<br />

berhati-hatilah berkinerja dalam<br />

mengendalikan sebuah biduk yang<br />

berlayar untuk menuju ketepian dan<br />

berlabuh sesuai dengan tujuan<br />

dimaksud.<br />

Sekarang ini sudah mulai<br />

bersurutnya karakter anak-anak<br />

bangsa, sedangkan di dalam ranah<br />

olahragapun untuk menemukan<br />

sebuah ”Mental Charakter Building”<br />

, baik itu atlet, pelatih, maupun para<br />

wasit sebagai pengadil sudah banyak<br />

yang lepas kendali, tidak lagi<br />

mengedepankan secara total bahwa<br />

wasit adalah profesionalisasi yang<br />

harus dipegang teguh dalam<br />

mengedepankan regulasi atau<br />

peraturan berdasarkan masingmasing<br />

kecabangan olahraga<br />

tersebut.<br />

Pembentukan karakter sangat<br />

sulit sekali, namun demikian kita<br />

sebagai wasit (pengadil) sangat di<br />

perlukan dan dikembalikan lagi<br />

kedalam kaidah atau kode etik<br />

perwasitan yang selalu kita dengungdengungkan.<br />

Penyimpanganpenyimpangan<br />

dalam mengendalikan<br />

biduk yang telah digambarkan di atas<br />

dari seorang pimpinan apa saja,<br />

apabila lepas dalam kendali maka<br />

dampaknya akan menjadi<br />

berkepanjangan, terutama akan<br />

menjadikan sebuah kebiasaan dan<br />

akhirnya membuahkan kharakter/<br />

prilaku menyimpang.<br />

Dua hal tersebut di atas, baik tata<br />

kinerja berorganisasi, pembentukan<br />

sebuah karakter, sementara ini<br />

menjadikan fenomena yang sangat<br />

perlu mendapatkan perhatian dalam<br />

menegakkan sebuah kebenaran<br />

secara kondusif di beberapa<br />

organisasi keolahragaan.<br />

Aplikasi dalam organisasi<br />

keolahragaan<br />

Dalam kontekstual sebuah<br />

aplikasi dalam organisasi<br />

keolahragaan<br />

khususnya<br />

perbolavolian baik dari pimpinan<br />

pusat, pengprov, pengkab/ pengkot,<br />

sampai ke club-club, diharapkan<br />

benar-benar telah menegakkan tataaturan<br />

dan hirarki keorganisasian<br />

secara profesional. PBVSI adalah<br />

suatu organisasi keolahragaan yang<br />

besar di Indonesia tercinta ini,


Phederal Vol. 4 No. 1, Mei 2011<br />

51<br />

organisasi ini bertumbuhkembang<br />

semakin menggembirakan, dalam<br />

tulisan ini sedikit mengkritisi tentang<br />

perlunya penataan kembali terutama<br />

dalam pengambilan sebuah<br />

keputusan dan kebijakan hendaknya<br />

selalu memperhatikan substansial<br />

dan kewenangan siapa yang harus<br />

atau semestinya menentukan sebuah<br />

keputusan itu.<br />

Dalam tulisan ini dibicarakan<br />

pada kontek di perwasitan, data-data<br />

yang terakumulasi secara empirik,<br />

contoh: ditengarai carut mawut,<br />

tumpang tindihnya sebuah<br />

pengambilan keputusan dan<br />

kebijakan dalam menentukan wasit<br />

yang harus ditugaskan atau<br />

diturunkan dalam sebuah event.<br />

Kepentingan-kepentingan yang<br />

menyebabkan ketidak puasan, suka<br />

tidak suka akan bermunculan, yang<br />

pada akhirnya menyebabkan konflik<br />

internal di dalam tubuh Corps<br />

perwasitan PBVSI tercinta ini,<br />

janganlah sebuah Power atau<br />

mungkin yang mempunyai finansial<br />

keterkaitan pada sebuah event ini<br />

dikedepankan sehingga melangkahi<br />

kewenangan-kewenangan yang<br />

semestinya<br />

diberlakukan.<br />

Pemberdayaan kewenangan adalah<br />

sangat penting di dalam mensikapi<br />

dan mengaktualisasikan sebuah<br />

regulasi yang sudah baku, sekali lagi<br />

janganlah persoalan ini dikebiri oleh<br />

sebuah kekuasaan.<br />

Penentuan penugasan wasit<br />

harus dikembalikan secara penuh<br />

pada penanggung jawab wasit,<br />

janganlah ada lagi intervensi diluar<br />

para penanggung jawab (Kabid<br />

Perwasitan) yang nantinya akan<br />

mempengaruhi hak prerogatif yang<br />

dimiliki, bagaimanapun saja<br />

penanggung jawab secara uji<br />

material berdasarkan iventarisasi dan<br />

kemampuan SDM wasit lebih<br />

mengusai terutama karakter, skill,<br />

performance, kemampuan<br />

intelektualitas, dan knowledge secara<br />

personalitas ada dalam evaluation<br />

sheet, yang dimiliki para penanggung<br />

jawab wasit (Kabid Perwasitan).<br />

Sebuah komitmen harus<br />

dipegang teguh oleh seluruh<br />

componen, hal ini akan berjalan baik<br />

dan secara kondusif, sebuah<br />

keyakinan akan terwujud tidak<br />

adanya konflik internal dalam<br />

organisasi apabila kita semua<br />

mengedepankan kepercayaan kepada


52 Phederal Vol. 4 No. 1, Mei 2011<br />

para pemangku kewenangan atau job<br />

discription yang telah diberikan<br />

sehingga akan secara total dalam<br />

mengaplikasikan kinerja tidak dalam<br />

sebuah kegamangan atau keraguraguan.<br />

Dalam mensikapi persoalan ini<br />

makalah ini juga mengkritisi para<br />

pemangku kewenangan dalam hal ini<br />

penanggung jawab perwasitan.<br />

Jangan sampai antara para<br />

penanggung jawab berjalan sendirisendiri,<br />

sehingga terkesan siapa suka,<br />

siapa tidak suka, itu lingku, itu<br />

binaanmu, hal ini akan terkesan tidak<br />

satu kata dan satu perbuatan di dalam<br />

melangkah berkenaan dengan sebuah<br />

kebijakan dan keputusan. Kalau<br />

diperkenankan dalam makalah ini<br />

menggulirkan beberapa rekomendasi<br />

untuk disikapi baik pimpinan<br />

organisasi, pemangku kewenangan<br />

keolahragaan PBVSI tercinta ini.<br />

1. Organisasi akan berjalan dengan<br />

baik apabila seluruh jajaran<br />

mengindahkan regulasinya.<br />

2. Kembalikanlah kewenangankewenangan<br />

sesuai dengan jobdiscription<br />

masing-masing<br />

pengurus.<br />

3. Jangan ada sebuah intervensi<br />

yang bukan kewenangannya pada<br />

bidang lainya.<br />

4. Apabila ada sesuatu hal<br />

(problem) janganlah diputuskan<br />

sendiri, sebuah hasil akan bagus<br />

dan solid apabila ada sebuah<br />

diskusi yang berkompeten<br />

dengan persoalan yang<br />

dikedepankan.<br />

5. Ciptakanlah Good Organitation<br />

dan Clear Organitation.<br />

Tinjauan karakter dalam<br />

perwasitan bolavoli<br />

Karakter adalah sifat<br />

pembawaan yang mempengarui<br />

perilaku budi pekerti tabiat atau<br />

perangai, (Prima Pena, 2007).<br />

Kharakter memang sangat sulit untuk<br />

dilakukan perubahan, namun dapat<br />

juga, tetapi harus melalui proses<br />

yang panjang dalam pengertian<br />

butuh waktu.<br />

Wasit adalah sebagai panutan,<br />

oleh sebab itu segala, prilaku dan<br />

kharakter sangat perlu untuk<br />

diteladani, maka penyimpanganpenyimpangan<br />

yang berkaitan<br />

dengan perubahan prilaku harus<br />

benar-benar ditekan dalam perspektif


Phederal Vol. 4 No. 1, Mei 2011<br />

53<br />

wasit yang berkualitas, baik mental,<br />

kharakter, maupun sikap. Wasit<br />

harus mampu menepis konflikkonfik<br />

baik internal maupun<br />

eksternal.<br />

Arogansi, sikap yang sangat<br />

tidak terpuji, belajarlah<br />

dengan mengedepankan<br />

karakter yang baik, hindarilah<br />

sebuah kekerasan. Kekerasan<br />

adalah bentuk tingkahlaku<br />

yang ditujukan untuk<br />

menyakiti orang lain baik<br />

secara fisik maupun mental.<br />

Kekerasan dalam olahraga<br />

bisa terjadi antara sesama<br />

pemain, pemain dengan<br />

wasit, offisial dengan wasit,<br />

pemain dengan suporter,<br />

suporter dengan wasit, dan<br />

sesama suporter.<br />

1. Mencegah Tindak Kekerasan<br />

Mencegah kekerasan adalah<br />

prinsip seorang wasit, ada beberapa<br />

hal yang perlu diperhatikan, adalah<br />

sebagai berikut:<br />

Wasit, Pelatih atau official<br />

jangan pernah men-toleransi<br />

tindak kekerasan.<br />

Perlu penerapan aturan secara<br />

konsisten disetiap tingkatan,<br />

baik pada individu maupun<br />

tim.<br />

Sesegera mungkin<br />

menghukum siapa pun yang<br />

melakukan tindak kekerasan.<br />

Individu yang melakukan<br />

tindak kekerasan segera<br />

diisolasi atau bila perlu<br />

dikeluarkan<br />

dari<br />

pertandingan.<br />

Etika fair play perlu diajarkan<br />

kepada mereka yang terlibat<br />

dalam olahraga.<br />

Media massa perlu<br />

memberikan informasi yang<br />

seimbang dan faktual.<br />

Munculnya penyimpangan<br />

kharakter pada wasit salah satunya<br />

disebabkan oleh stres yang penuh,<br />

hal ini tidak boleh terjadi, maka<br />

pengendalian diri harus benar-benar<br />

dikedepankan, stres adalah kondisi<br />

ketidak seimbangan antara tuntutan<br />

dengan kemampuan untuk memenuhi<br />

tuntutan tersebut. Dalam<br />

menjalankan tugasnya, seorang wasit<br />

berada dalam situasi yang stressful,<br />

baik karena tekanan pemain, offisial,<br />

maupun penonton.


54 Phederal Vol. 4 No. 1, Mei 2011<br />

Kalau melihat situasi demikian<br />

ini wasit harus mempunyai sebuah<br />

kharakter bagaimana mengatasi hal<br />

ini, padahal wasit harus memberikan<br />

keputusan-keputusan yangakurat,<br />

bagaimana dapat mengambil<br />

keputusan dengan baik?, harus<br />

memperhatikan beberapa alternatif<br />

dibawah ini<br />

Kejelasan Masalah<br />

Alternatif Pilihan Keputusan<br />

& Konsekuensi<br />

Penentuan Putusan dan<br />

memiliki<br />

Konsistensi Putusan<br />

Keputusan yang baik bagi wasit<br />

adalah: Tegas, taat azas dan memiliki<br />

efek jera bagi yang ditindak.<br />

2. Ciri Kepribadian Yang<br />

Menunjang PROFESI WASIT<br />

a. Percaya Diri<br />

Keyakinan seseorang atas<br />

kemampuan dirinya. Orang<br />

yang percaya diri adalah<br />

orang yang tidak pernah ragu<br />

dalam mengambil keputusan.<br />

b. Komitmen<br />

Kesediaan seseorang untuk<br />

mengikuti dan memegang<br />

teguh ketentuan, baik yang<br />

datang dari dalam diri orang<br />

tersebut maupun datang dari<br />

luar<br />

c. Berani Mengambil Resiko<br />

Resiko adalah sesuatu yang<br />

belum terjadi, tapi mungkin<br />

akan terjadi. Peluang<br />

terjadinya akibat yang tidak<br />

diinginkan merupakan ukuran<br />

besar-kecilnya sebuah resiko.<br />

Banyak orang cenderung<br />

menghindari resiko dengan<br />

cara tidak melakukan apaapa.<br />

Menolak mengambil<br />

resiko<br />

seringkali<br />

menghambat kemajuan.<br />

Apapun yang kita tempuh<br />

pada dasarnya mengandung<br />

resiko. Bertindak ada resiko,<br />

diam juga ada resiko.<br />

d. Swa-kendali<br />

Kesanggupan untuk<br />

mengendalikan perasaan,<br />

pikiran, dan tingkah laku<br />

secara efektif. orang yang<br />

memiliki swakendali adalah<br />

orang yang mampu<br />

mengendalikan keinginankeinginan<br />

yang destruktif<br />

terhadap prestasi. Ia juga


Phederal Vol. 4 No. 1, Mei 2011<br />

55<br />

memiliki stabilitas emosi,<br />

yakni mampu mengendalikan<br />

perasaan cemas, marah dan<br />

keinginan mengakhiri<br />

pertandingan dengan cepat.<br />

Selain itu, ia juga sportif<br />

terhadap apa yang telah<br />

diusahakan dan dihasilkan.<br />

e. Mandiri<br />

Kesediaan seseorang untuk<br />

melakukan sesuatu secara<br />

independen dan bertanggung<br />

jawab. Orang yang mandiri<br />

tidak mudah goyah<br />

pendiriannya, meskipun ada<br />

tekanan dari pihak lain.<br />

KESIMPULAN DAN SARAN<br />

Wasit merupakan panutan, oleh<br />

sebab itu segala, prilaku dan<br />

kharakter sangat perlu untuk<br />

diteladani, maka penyimpanganpenyimpangan<br />

yang berkaitan<br />

dengan perubahan prilaku harus<br />

benar-benar ditekan dalam perspektif<br />

wasit yang berkualitas, baik mental,<br />

kharakter, maupun sikap.<br />

Penentuan penugasan wasit<br />

harus dikembalikan pada<br />

penanggung jawab wasit, janganlah<br />

ada lagi intervensi diluar yang<br />

nantinya akan mempengaruhi hak<br />

preogatif. Bagaimanapun juga<br />

penanggung jawab secara uji<br />

material berdasarkan iventarisasi dan<br />

kemampuan SDM wasit lebih<br />

mengusai terutama karakter, skill,<br />

performance, kemampuan<br />

intelektualitas, dan knowledge secara<br />

personalitas ada dalam evaluation<br />

sheet, yang dimiliki para penanggung<br />

jawab wasit (Kabid Perwasitan).<br />

DAFTAR PUSTAKA<br />

Agus Kristiyanto. 2008. Multidesain Pengembangan Volleyball. Jakarta:<br />

Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia.<br />

Ahmadi, Nuril. 2007. Panduan Olahraga Bolavoli. Solo: Era Pustaka Utama<br />

Anonim. http://MetodePembelajaranZonaUIM.htm diakses 25 Februari 2011.<br />

Harsono.1988. Coaching dan Aspek-aspek Psikologi dalam Coaching. Jakarta:<br />

Depdikbud.<br />

Machfud Irsyada. 2004. Pembelajaran Permainan Bolavoli. Jakarta : Depdiknas


56 Phederal Vol. 4 No. 1, Mei 2011<br />

Maz Glemboh. Sejarah dan Perkembangan Bolavoli.<br />

http://ganevo.wordpress.com/2008/04/25/sejarah-bola-voli/ diakses 25<br />

April 2011.<br />

Munasifah. 2008. Bermain Bola Voli. Semarang: Aneka Ilmu.<br />

Nossek, Yosef. 1982. Teori Umum Latihan. Lagos : Institut Nasional Olahraga<br />

Lagos Pan African Press LTP.<br />

Pusat Kesegaran Jasmani dan Rekreasi. 1996. Ketahuilah Kesegaran Jasmani<br />

Anda. Jakarta: Depdikbud.<br />

Ratih Riesafitri. Gambar Teknik Bolavoli. www.rriesafitri.com/previewcontent/gambar-teknik-bola-voli/<br />

diakses 29 April 2011.<br />

Undang-Undang Republik Indonesia No.20 Tahun 2003. Tentang Sisdiknas,<br />

Bandung : Citra Umbara.<br />

Yunus, M. 1992. Olahraga Pilihan Bolavoli. DEPDIKBUD


Phederal Vol. 4 No. 1, Mei 2011<br />

57<br />

GURU SEBAGAI MODEL DALAM PEMBENTUKAN KARAKTER<br />

MELALUI OLAHRAGA DAN PENDIDIKAN JASMANI<br />

Matsuri<br />

Program PGSD FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta<br />

ABSTRACT<br />

The Teacher’s Role as a Model in Establishment Character through<br />

Sport and Physical Education. Problems of students’ bad character always<br />

appear in the field of education. This may result from the fact that education in<br />

Indonesia emphasizes intellectual development only, while other aspects, such as<br />

personality, affective factors, receive less attention. Schools and teachers actually<br />

play an important role and have a responsibility for students' learning both in the<br />

cognitive and affective aspects. Inother words, improvement of and emphasis on<br />

the cognitive aspect such as skills in reading, language, mathematics, and science<br />

aimed at preparing students to enterthe global world should be balanced against<br />

the improvement of their affectiveaspect. This means that character building<br />

teaching must not beignored.<br />

Keywords: Teacher as model, Establishment character<br />

PENDAHULUAN<br />

Lembaga pendidikan dan guru<br />

dewasaini dihadapkan pada tuntutan<br />

yang semakin berat, terutama untuk<br />

mempersiapkan peserta didik agar<br />

mampu menghadapi berbagai<br />

dinamika perubahan yang<br />

berkembang dengan sangat cepat.<br />

Perubahan yang terjadi tidak hanya<br />

berkaitan dengan dinamika<br />

perubahan ilmu pengetahuan dan<br />

teknologi, tetapi juga menyentuh<br />

perubahan dan pergeseran aspek<br />

nilaidan moral dalam kehidupan<br />

masyarakat. Contoh perilaku<br />

kekerasan, juga isu-isu moralitas di<br />

kalangan remaja, seperti penggunaan<br />

narkotika, pornografi, perkosaan,


58 Phederal Vol. 4 No. 1, Mei 2011<br />

perampasan, dan perusakan milik<br />

orang lain sudah menjadi masalah<br />

sosial yang hingga saat ini belum<br />

dapat diatasi secara tuntas.<br />

Akibat yang ditimbulkan cukup<br />

serius dan tidak dapat lagi dianggap<br />

sebagai suatu persoalan sederhana<br />

karena tindakan-tindakan tersebut<br />

telah menjurus kepada tindakan<br />

kriminal.Banyak<br />

orang<br />

berpandangan bahwa kondisi<br />

demikian diduga berawal dariapa<br />

yang dihasilkan oleh dunia<br />

pendidikan. Dalam konteks<br />

pendidikan formal di sekolah, bisa<br />

jadi salah satu penyebabnya karena<br />

pendidikan di Indonesia lebih<br />

menitikberatkan pada pengembangan<br />

intelektual semata. Aspek-aspek<br />

yang lain yang ada dalam diri siswa,<br />

yaitu aspek afektif kurang<br />

mendapatkan perhatian.<br />

Koesoema (Kompas, 1 Desember<br />

2009) menegaskan bahwa integrasi<br />

pendidikan dan pembentukan<br />

karakter merupakan titik lemah<br />

kebijakan pendidikan nasional.<br />

Sekolah dan para guru memegang<br />

peran dan tanggung jawab yang lebih<br />

besar dalam pembelajaran siswa,<br />

tidak hanya ditunjukkan untuk<br />

memenuhi harapan agar kinerja<br />

siswa berhasil dalam aspek kognitif<br />

yang tercermin dari hasil tesdan<br />

tingkat kelulusan lebih tinggi dalam<br />

ujian nasional (UN), tetapi harus<br />

menekankan pada aspek afektif.<br />

Dengankata lain, peningkatan dan<br />

penekanan pada aspek kognitif harus<br />

diimbangi dengan upaya peningkatan<br />

dalam aspek pengembangan afektif<br />

siswa atau dalam arti pendidikan<br />

karakter juga tidak boleh diabaikan.<br />

Guru memiliki peran yang sangat<br />

besar dan berpengaruh dalam<br />

kehidupan peserta didik, oleh<br />

karenanya masyarakat masih tetap<br />

berharap para guru untuk<br />

menampilkan perilaku yang<br />

mencerminkan nilai-nilai moral,<br />

seperti keadilan, kejujuran, dan<br />

mematuhi kode etik profesional.<br />

Sebuah kebajikan sosial dihargai<br />

secara sosial, sementara kebajikan<br />

moral, seperti kejujuran, dihargai<br />

secara moral. Menurut Lickona<br />

(1991), sekolah dan guru harus<br />

mendidik karakter, khususnya<br />

melalui pengajaran yang dapat<br />

mengembangkanrasa hormat dan<br />

tanggung jawab


Phederal Vol. 4 No. 1, Mei 2011<br />

59<br />

Dalam tugasnya sebagai<br />

pendidik dan pengajar, guru<br />

berinteraksi dengan siswa, sangat<br />

penting bagi para guru untuk<br />

melayani dan berperan sebagai<br />

model pengembangan karakter<br />

dengan membuat penilaian dan<br />

keputusan profesional yang<br />

didasarkan pada kebajikan sosial dan<br />

moral. Koesoema (2009:134)<br />

menegaskan bahwa terlepas dari<br />

berbagai macam posisi yang<br />

disandangnya, sadar atau tidak,<br />

perilaku dan tindakan guru dalam<br />

melaksanakan tugas-tugasnya<br />

merupakan wahana utama untuk<br />

pembelajaran karakter. Seseorang<br />

yang berkarakter memiliki<br />

kebijaksanaan untuk mengetahui dan<br />

membedakan mana yang benar dan<br />

mana yang salah; jujur, dapat<br />

dipercaya, adil, hormat, dan<br />

bertanggungjawab; mengakui dan<br />

belajar dari kesalahan; dan<br />

berkomitmen untuk hidup menurut<br />

prinsip-prinsip ini.<br />

Melihat dari fenomena yang<br />

terjadi di masyarakat, Tulisan ini<br />

ingin mencoba mengkaji bahwa<br />

model perilaku berbudi luhur yang<br />

diperankan guru melalui contohcontoh<br />

dalam konteks pendidikan<br />

jasmani merupakan upaya yang<br />

dapat mengatasi terjadinya masalah<br />

tersebut.<br />

GURU DAN PENGEMBANGAN<br />

KARAKTER DALAM KONTEKS<br />

PENDIDIKANJASMANI<br />

Pendidik sangat yakin salah satu<br />

tujuan pendidikan, khususnya<br />

pendidikan jasmani, adalah<br />

menekankan hasil ranah afektif atau<br />

perkembangan karakter dalam<br />

kurikulumnya. Berbagai penelitian<br />

terkini mendukung pendapat bahwa<br />

melalui pengelolaan pengalaman<br />

pendidikan jasmani dapat<br />

menfasilitasi<br />

terjadinya<br />

perkembangan karakter siswa<br />

(Gibbons, Ebbeck, & Weiss, 1995;<br />

Giebink & Mc-Kenzie, 1985; Miller,<br />

Bredemeier, &Shields, 1997).<br />

Pengembangan karakter dapat dilihat<br />

sebagai komponen perkembangan<br />

moral yang tidak mencakup konotasi<br />

keagamaan (Weinberg & Gould,<br />

1995). Pada tulisan ini,<br />

pengembangan karakter akan<br />

digunakan secara bergantian dan<br />

merujuk pada pengalaman proses<br />

kognitif seseorang ketika


60 Phederal Vol. 4 No. 1, Mei 2011<br />

mengembangkan kemampuan yang<br />

terkait dengan isu-isumoral.<br />

Berdasarkan uraian tersebut di<br />

atasdapat disimpulkan bahwa<br />

pendidikan jasmani dapat<br />

mengembangkan karakter telah<br />

memiliki sejarah panjang dan<br />

diyakini oleh para pendidik<br />

khususnya guru pendidikan jasmani.<br />

Mekipun bukti-bukti empirik sangat<br />

terbatas. Namun, pendidikan jasmani<br />

yang dikelola dengan baik dan<br />

ditangani oleh guru yang<br />

berkompeten dapat mengembangkan<br />

karakter. Jadi, peran guru pendidikan<br />

jasmani dalam mengembangkan<br />

karakter sangat strategis. Peran Guru<br />

sebagai Model dalam<br />

Mengembangkan<br />

KarakterPentingnya<br />

mengembangkan karakter ditekankan<br />

dalam tujuan danfungsi standar<br />

kompetensi nasional pendidikan<br />

jasmani sebagaimana yang tertuang<br />

dalam Kurikulum tahun 2004.<br />

Guru pendidikan jasmani dapat<br />

membantu siswa memenuhi standar<br />

tersebut dengan menekankan<br />

pentingnya karakter dan kebajikan<br />

moral. Ketika siswa sedang<br />

mempelajari dan melakukan<br />

berbagai aktivitas olahraga, guru<br />

harus menekankan bahwa mengejek<br />

orang lain, berbuat curang, dan<br />

kekerasan merupakan perilaku yang<br />

bertentangan dengan sportivitas dan<br />

kebajikan moral. Dimediasi oleh<br />

berbagai aktivitas olahraga, seperti<br />

olahraga profesional, olahraga di<br />

kampus dan olahraga di sekolah,<br />

para siswa dan anak-anak remaja<br />

terus-menerus dibombardir oleh<br />

pentingnya kemenangan.<br />

Realitas ini sangat bertolak<br />

belakang dengan model pelajaran<br />

kebajikan moral dan karakter yang<br />

harus diperankan oleh guru kepada<br />

siswa. Menurut Gough (1998) tujuan<br />

akhir dari pembangunan karakter<br />

terjadi apabila setiap orang mencapai<br />

titik di mana berbuat "baik" menjadi<br />

otomatis atau terbiasa. Seperti<br />

belajar keterampilan olahraga<br />

melalui praktek berkelanjutan, secara<br />

moral tindakan tepat menjadi alami<br />

dan konsisten. Para siswa perlu<br />

meniru guru yang jujur, bisa<br />

dipercaya, adil, hormat, dan<br />

bertanggung jawab dalam berbagai<br />

tindakannya. Solomon (1997: 41)<br />

menyimpulkan penelitian terbaru<br />

mengenai pengembangan karakter


Phederal Vol. 4 No. 1, Mei 2011<br />

61<br />

melalui pendidikan jasmani<br />

menunjukkan bahwa aktivitas<br />

jasmani yang terorganisasi dengan<br />

baik dapat meningkatkan<br />

pertumbuhan moral yang positif.<br />

Lebih jauh dinyatakan olehnya<br />

bahwa bukti menunjukkan, tanpa<br />

perkembangan karakter, proses<br />

pematangan moral tidak mungkin<br />

terjadi. Para guru pendidikan jasmani<br />

memiliki tanggung jawab dan<br />

kesempatan menciptakan situasi<br />

untuk meningkatkan perkembangan<br />

karakter siswa. Bangunan teoritis<br />

yang mendasari kajian dalam tulisan<br />

ini adalah guru dapat berperan dan<br />

berfungsi sebagai model dalam<br />

mengajar karakter (Kohlberg, 1981;<br />

Lickona,1991; Noddings, 1992).<br />

Bagian selanjutnya dalam tulisan ini<br />

akan diuraikan bahwa integritas<br />

adalah landasan nilai yang mencakup<br />

nilai-nilai kejujuran, kepercayaan,<br />

keadilan, rasa hormat, dan tanggung<br />

jawab, serta menyediakan aplikasi<br />

yang dapat membimbing perilaku<br />

guru ketika berperan sebagai model<br />

pengajaran karakter dan kebajikan<br />

moral. Diharapkan melalui kajian<br />

bagian ini dapat memberikan<br />

rekomendasi bagaimana seharusnya<br />

guru berperan sebagai model<br />

berdasarkan karakter sehingga dapat<br />

menumbuhkan penalaran moral<br />

siswa.<br />

MEMBANGUN DASAR-DASAR<br />

INTEGRITAS<br />

GURU<br />

PENDIDIKAN JASMANI<br />

Keteladanan hidup yang berbasis<br />

nilai adalah pemenuhan kewajiban<br />

dankebenaran moral dengan karakter<br />

yang konsisten, atau integritas.<br />

Penjelasan ini benar-benar terlepas<br />

dari agama, budaya, ras, atau<br />

etnisitas. Ketika berada di<br />

masyarakat, guru yang memiliki<br />

integritas dipandang sebagai model<br />

bagi suara moral para remaja untuk<br />

mengikutinya. Sebagai contoh, bagi<br />

guru pendidikan jasmani penting<br />

untuk menunjukkan integritas<br />

dengan mengajar fair play,<br />

sportivitas dan melayani dengan<br />

penuh keteladanan seperti<br />

menghargai semua siswa dan<br />

memperlakukan setiap siswa dengan<br />

baik.<br />

Model guru yang berintegritas<br />

adalah guru yang memilih untuk<br />

melakukan hal yang benar, sekalipun<br />

tidak ada orang lain yang


62 Phederal Vol. 4 No. 1, Mei 2011<br />

melihatnya. Integritas berarti secara<br />

konsisten melakukan apa yang benar,<br />

sekalipun dihadapannya ada yang<br />

lebih mudah untuk melakukan<br />

sesuatu yang secara pribadi<br />

menguntungkan.Guru yang<br />

berintegritas menunjukkan perilaku<br />

bertanggung jawab untuk<br />

menyediakan program akademik<br />

yang berkualitas dan pengalaman<br />

pendidikan yang positif. Orang tua,<br />

serta masyarakat umum,<br />

mengharapkan para guru<br />

mengajarkan karakter yang dapat<br />

membantu membentuk siswa<br />

sehingga menjadi anggota<br />

masyarakat yang berguna. Pada diri<br />

guru ada tanggung jawabdan<br />

dipercayakan untuk membentuk<br />

sikap disiplin, keselamatan siswa<br />

sehingga pengaruh pengajaran dan<br />

potensi pembelajaran yang terjadi di<br />

sekolah akan mengubah hidup.<br />

Integritas seorang guru yang<br />

melekat padanya tidak lepas dari<br />

pengamatan siswa. Artinya, siswa<br />

akan mengevaluasi karakter guru<br />

didasarkan pada bagaimana cara<br />

guru memperlakukan dalam proses<br />

pembelajaran. Para siswa tahu kapan<br />

guru berkomitmen untuk mengajar<br />

yang mencakup aspek psikomotorik,<br />

kognitif, dan afektif, dan mengetahui<br />

bahwa guru sungguh peduli dapat<br />

dipercaya, jujur, dan hormat.<br />

Bagaimana para guru dapat melayani<br />

sebagai teladan dengan mengajar<br />

karakter dan nilai-nilai moral<br />

kejujuran, kepercayaan, keadilan,<br />

rasa hormat, dan tanggung jawab.<br />

KESIMPULAN DAN SARAN<br />

Seorang guru yang akan<br />

mengembangkan karakter siswa<br />

harus menunjukkan bahwa integritas<br />

adalah hal yang paling berharga.<br />

Guru terlebih dahulu harus berperan<br />

sebagai model untuk menyatakan<br />

kebenaran, menghormati orang lain,<br />

menerima dan memenuhi tanggung<br />

jawab, bermain jujur,<br />

mengembalikan kepercayaan, dan<br />

menjalani kehidupan yang bermoral.<br />

Guru harus berperan sebagai model<br />

akan pentingnya keterlibatan dalam<br />

sebuah pencarian kebenaran yang<br />

akan berlangsung seumur hidup<br />

sehingga dapat melakukan sesuatu<br />

yang benar tidak mudah melakukan<br />

sesuatu tindakan yang salah. Guru<br />

sebagai pendidik karakter harus<br />

mengajar murid-muridnya sebagai


Phederal Vol. 4 No. 1, Mei 2011<br />

63<br />

individu-individu yang dapat<br />

membuat keputusan berdasarkan<br />

proses dan prinsip penalaran moral.<br />

Guru dapat memainkan peran<br />

penting dalam membantu siswa<br />

belajar dan menerapkan proses<br />

penalaran moral. Pelajaran di dalam<br />

kelas dan melalui interaksi gurumurid<br />

di luar kelas harus didasarkan<br />

pada kebajikan. Integritas, kejujuran,<br />

kepercayaan, keadilan, rasa hormat,<br />

dan tanggung jawab harus menjadi<br />

ciri khas guru dalam hubungannya<br />

dengan siswa.<br />

DAFTAR PUSTAKA<br />

Departemen Pendidikan Nasional, 2003.Kurikulum 2004, Standar<br />

KompetensiMata Pelajaran Pendidikan JasmaniSekolah Dasar dan<br />

MadrasahIbtidaiyah. Jakarta: Depdiknas.<br />

Gibbons, S., Ebbeck, V., & Weiss, M.1995. “Fair Play for Kids: Effectson the<br />

Moral Development ofChildren in Physical Education”.Research<br />

Quarterly for Exercise andSport. 66, 247-255.<br />

Hellison, D. 2003. Teaching Responsibilitythrough Physical Activity (2nd<br />

ed.).Champaign, IL: Human Kinetics.Josephson Institute of Ethics.<br />

2006. TheEthics of American Youth. http:-//www.josephsoninstitute.<br />

org/-reportcard/.<br />

Kompas, Jumat, 15 Januari 2010. PendidikanAbaikan Karakter. Halaman12.<br />

Lickona, T. 1991. Educating for Character:How Our Schools can Teach<br />

Respectand Responsibility. New York:Bantam.<br />

Mulkey, Y. J. 1997. “The History ofCharacter Education”. Journal ofPhysical<br />

Education, Recreation &Dance. 68(9), 35-37.<br />

Solomon, G. 1997. “Does Physical EducationAffect Character DevelopmentIn<br />

students?” Journal of PhysicalEducation, Recreation &<br />

Dance.68(9), 38-41.<br />

Stoll, S. K., & Beller, J. M. 1998. CanCharacter be Measured? Journal of<br />

Physical Education, Recreation &Dance. 69(1), 19-24.


64 Phederal Vol. 4 No. 1, Mei 2011<br />

PETUNJUK PENULISAN NASKAH JURNAL “PHEDHERAL”<br />

1. Naskah berupa hasil penelitian atau artikel yang belum pernah<br />

dipublikasikan pada medai cetak yang lain, ditulis dalam bahasa indonesia<br />

dan bahasa inggris, jumlah font 12 huruf Times New Roman.<br />

2. Sistematika penulisan sebagai berikut:<br />

a. Judul tidak lebih dari 14 kata dalam tulisan bahasa indonesia atau 10<br />

kata dalam bahasa inggris, ditulis di tengah dengan huruf kapital.<br />

b. Nama penulis, ditulis lengkap dengan asal lembaga, tanpa gelar.<br />

c. Abstrak ditulis dalam bahasa inggris maksimal 200 kata.<br />

d. Kata kunci ditulis maksimal 5 kata dalam bahasa inggris.<br />

e. Daftar referensi ditulis hanya pustaka yang dirujuk, diurutkan secara<br />

alfabetis dan ditulis seperti contoh sebagai berikut:<br />

Proory Lodge Education Limited, 1997. SPIROMETRY: Question &<br />

Answers. Chest Medicine On-Line.<br />

http://www.priory.com/chest.htm.15/8/2003.<br />

Riana Sari, 2001. Hubungan antara Merokok dengan Kejadian<br />

Penyakit Paru Obstruksi Kronik di Balai Pengobatan Penyakit<br />

Paru-Paru. Surakarta: UNS<br />

3. Naskah dikirim ke alamat redaksi Prodi Penjas, JPOK FKIP UNS, Jl.<br />

Menteri Supeno No. 13 Manahan Surakarta, (fax. 0271-714957) dalam<br />

bentuk CD dan print out sebanyak 2 eksemplar atau melalui email<br />

deddy@fkip.uns.ac.id<br />

4. Kepada penulis yang naskahnya dimuat diberikan nomor bukti 2 eksemplar<br />

dengan mengganti biaya untuk penyelesaian cetak Rp 200.000 9dua ratus<br />

ribu rupiah) sedangkan naskah yang tidak dimuat, naskah tidak akan<br />

dikembalikan. Bagi penulis luar kota ditambah ongkos kirim.<br />

5. Pengirim naskah disertai dengan alamat penulis, nomor telepon/ HP, fax<br />

atau e-mail.

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!