obatobatan
efektivitas senam dismenore - Penjaskesrek - Universitas Sebelas ...
efektivitas senam dismenore - Penjaskesrek - Universitas Sebelas ...
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
2 Phederal Vol. 4 No. 1, Mei 2011<br />
biologi yaitu mulainya remaja<br />
mengalami menstruasi. Menstruasi<br />
dimulai saat pubertas dan<br />
kemampuan seorang wanita untuk<br />
mengandung anak atau masa<br />
reproduksi. Menstruasi biasanya<br />
dimulai antara usia 10 dan 16 tahun,<br />
tergantung pada berbagai faktor,<br />
termasuk kesehatan wanita, status<br />
nutrisi dan berat tubuh relatif<br />
terhadap tinggi tubuh. Walaupun<br />
begitu, pada kenyataannya banyak<br />
wanita yang mengalami masalah<br />
menstruasi, diantaranya nyeri haid/<br />
dismenore (Sumudarsono,1998).<br />
Nyeri haid/ dismenore<br />
m e r u p a k a n<br />
a d a l a h<br />
k e t i d a k s e i m b ang a n h o r m o n<br />
progesteron dalam darah sehingga<br />
mengakibatkan rasa nyeri timbul,<br />
faktor psikologis juga ikut berperan<br />
terjadinya dismenore pada beberapa<br />
wanita. Wanita pernah mengalami<br />
dismenore sebanyak 90%. Masalah<br />
ini setidaknya mengganggu 50%<br />
wanita masa reproduksi dan 60-<br />
85% pada usia remaja, yang<br />
mengakibatkan banyaknya absensi<br />
pada sekolah maupun kantor. Pada<br />
umumnya 50 - 60% wanita<br />
diantaranya memerlukan <strong>obatobatan</strong><br />
analgesik untuk mengatasi<br />
masalah dismenore ini<br />
(Annathayakheisha, 2009).<br />
Latihan-latihan olahraga yang<br />
ringan sangat dianjurkan untuk<br />
mengurangi dismenore. Olahraga/<br />
senam merupakan salah satu teknik<br />
relaksasi yang dapat digunakan untuk<br />
mengurangi nyeri. Hal ini disebabkan<br />
saat melakukan olahraga/ senam<br />
tubuh akan menghasilkan endorphin.<br />
Endorphin dihasilkan di otak dan<br />
susunan syaraf tulang belakang.<br />
Hormon ini dapat berfungsi sebagai<br />
obat penenang alami yang diproduksi<br />
otak sehingga menimbulkan rasa<br />
nyaman (Harry,2007). Dari hasil<br />
penelitian ternyata dismenore lebih<br />
sedikit terjadi pada olahragawati<br />
dibandingkan wanita yang tidak<br />
melakukan olahraga/ senam<br />
(Sumudarsono, 1998).<br />
Dari uraian diatas dan<br />
mengingat sering timbulnya masalah<br />
dismenore pada remaja yang dapat<br />
mengganggu aktivitas belajar<br />
mengajar maka perlu adanya<br />
penelitian untuk mencari alternative<br />
terapi yang mudah dilakukan dan<br />
tidak memerlukan biaya untuk<br />
mencegah dan mengatasi masalah<br />
dismenore tersebut dengan senam<br />
dismenore dalam mengurangi<br />
maupun mengatasi masalah nyeri<br />
haid ini.<br />
Tujuan dari penelitian ini<br />
yaitu 1). Untuk mengetahui dan<br />
menganalisa efektivitas dari senam<br />
dismenore dengan adanya<br />
perbedaan skala nyeri sebelum dan<br />
sesudah melakukan senam dismenor<br />
pada remaja putri 2). Mengukur<br />
perbedaan tingkatan nyeri siswa saat<br />
mengalami dismenore sebelum dan<br />
setelah melakukan senam dismenore.<br />
Manfaat dari penelitian ini antara<br />
lain a). Dapat membantu remaja yang
Phederal Vol. 4 No. 1, Mei 2011<br />
3<br />
mengalami dismenore dalam<br />
mengurangi dan mencegah nyeri saat<br />
menstruasi sehingga dapat mengikuti<br />
pembelajaran dari awal hingga akhir<br />
mata pelajaran b). Sebagai informasi<br />
bagi institusi pendidikan bahwa<br />
senam merupakan salah satu<br />
alternatif terapi untuk mengatasi dan<br />
mengurangi siswa-siswa yang<br />
mengalami dismenore sehingga<br />
mereka dapat lebih berkonsentrasi<br />
dalam mengikuti proses<br />
pembelajaran dan dapat<br />
mengajarkan gerakan senam<br />
tersebut kepada siswa-siswanya c).<br />
Dapat menjadikan senam sebagai<br />
salah satu alternatif terapi ke dalam<br />
intervensi yang diterapkan perawat<br />
untuk memberikan pelayanan asuhan<br />
keperawatan bagi masalah<br />
dismenoreyang sering dialami remaja<br />
d). Memberi pengalaman baru bagi<br />
peneliti dalam melaksanakan<br />
penelitian dan dapat mengetahui<br />
keefektifan terapi senam secara<br />
langsung dalam menangani masalah<br />
dismenore remaja dan<br />
mengaplikasikan teori yang telah<br />
didapat untuk mengatasi masalah<br />
dismenore pada peneliti sendiri.<br />
METODE PENELITIAN<br />
Penelitian ini menggunakan<br />
quasi eksperimen dalam satu<br />
kelompok (one group pre test – post<br />
test design). Karena rancangan ini<br />
merupakan bentuk desain eksperimen<br />
yang lebih baik validitas internalnya<br />
daripada pre-eksperimen namun lebih<br />
lemah dari true eksperimen. Dengan<br />
mengobservasi sebanyak 2 kali yaitu<br />
sebelum dan sesudah diberikan<br />
perlakuan. Kelompok diobservasi<br />
sebelum dilakukan intervensi,<br />
kemudian diobservasi kembali<br />
setelah intervensi di lain waktu yang<br />
telah ditentukan (Setiadi,2007).<br />
Di sini peneliti mengukur<br />
pengalaman skala nyeri remaja yang<br />
mengalami dismenore pada bulan<br />
lalu sebelum melakukan senam<br />
dismenore, kemudian diukur skala<br />
nyeri kembali setelah melakukan<br />
senam dismenore saat siklus<br />
menstruasi bulan berikutnya.<br />
Pengambilan sampel dilakukan<br />
secara purposive sampling dimana<br />
purposive sampling didasarkan pada<br />
suatu pertimbangan tertentu yang<br />
dibuat oleh peneliti sendiri, dengan<br />
ciri dan syarat populasi yang sudah<br />
diketahui sebelumnya (Notoadmojo,<br />
2005). Berdasarkan kriteria inklusi<br />
yang telah ditetapkan oleh peneliti<br />
maka populasi yang telah ditetapkan<br />
untuk diambil sampel adalah 15<br />
orang.<br />
Variabel dalam penelitian ini<br />
adalah Variabel Independen dan<br />
Variable dependen.<br />
1. Variabel Independen<br />
Senam Dismenore<br />
a) Definisi Operasional<br />
Teknik relaksasi merupakan<br />
salah satu teknik dalam<br />
memberikan kondisi yang
4 Phederal Vol. 4 No. 1, Mei 2011<br />
nyaman dan rileks pada<br />
remaja saat mengalami<br />
dismenore dengan melakukan<br />
senam dismenore gerakan<br />
sederhana minimal selama 3<br />
hari sebelum menstruasi<br />
setiap pagi dan atau sore hari.<br />
Diharapkan senam tersebut<br />
memberikan efek dalam<br />
mengurangi dan mencegah<br />
dismenore. Karena senam<br />
dapat menyebabkan tubuh<br />
menjadi relaks dengan<br />
menghasilkan hormon<br />
endorphin.<br />
b) Alat ukur<br />
Berupa gerakan senam<br />
sederhana yang dilakukan<br />
minimal 3 hari sebelum<br />
menstruasi pada pagi dan<br />
atau sore hari.<br />
2. Variabel dependen<br />
a) Nyeri saat menstuasi<br />
sebelum melakukan senam<br />
1) Definisi Operasional<br />
Perasaan tidak nyaman<br />
yang dirasakan remaja<br />
saat menstruasi akibat<br />
kontraksi uterus<br />
(dismenore) sebelum<br />
melakukan teknik<br />
relaksasi dengan senam<br />
gerakan sederhana.<br />
2) Alat Ukur<br />
Lembar skala nyeri<br />
Universal Pain<br />
Assessment Tool<br />
yang menampilkan<br />
tingkatan nyeri 1-<br />
10 dan ekspresi<br />
wajah yang<br />
ditampilkan dan<br />
lembar kuesioner<br />
untuk mengetahui<br />
lebih mendalam<br />
tentang siswa yang<br />
mengalami<br />
dismenore<br />
(Kristiono, 2007).<br />
b) Nyeri saat menstuasi setelah<br />
melakukan senam<br />
1) Definisi Operasional<br />
Perasaan tidak nyaman<br />
yang dirasakan remaja<br />
saat menstruasi akibat<br />
kontraksi uterus<br />
(dismenore) sebelum<br />
melakukan teknik<br />
relaksasi dengan senam<br />
gerakan sederhana.<br />
2) Alat Ukur<br />
Lembar skala nyeri<br />
Universal Pain<br />
Assessment Tool yang<br />
menampilkan tingkatan<br />
nyeri 1-10 dan<br />
ekspresi wajah yang<br />
ditampilkan dan lembar<br />
kuesioner untuk<br />
mengetahui lebih<br />
mendalam tentang<br />
siswa yang mengalami<br />
dismenore (Kristiono,<br />
2007).<br />
Peneliti mengidentifikasi remaja<br />
putri yang mengalami dismenore,
Phederal Vol. 4 No. 1, Mei 2011<br />
5<br />
mengidentifikasi skala nyeri<br />
dismenore yang mereka rasakan dari<br />
pengalaman menstruasi bulan lalu,<br />
serta waktu remaja tersebut<br />
mengalami menstruasi dengan<br />
menyebar lembar observasi sebagai<br />
tahap pretest. Melakukan pendekatan<br />
pada remaja-remaja putri tersebut<br />
satu persatu dan melakukan kontrak<br />
tempat dan waktu. Kemudian peneliti<br />
menjelaskan tujuan dan maksud dari<br />
pertemuan yang telah disepakati dan<br />
memberikan surat kesediaan mereka<br />
menjadi responden.<br />
Peneliti mengajarkan tentang<br />
gerakan senam dismenore dan tata<br />
cara pelaksanaan, kemudian<br />
membuat kesepakatan agar remaja<br />
bersedia untuk melakukan senam<br />
dismenore tersebut di rumah selama<br />
minimal 3 hari sebelum menstruasi<br />
setiap pagi dan atau sore hari. Peneliti<br />
memantau remaja tersebut dengan<br />
bertemu langsung dengan remajaremaja<br />
putri tersebut untuk<br />
memastikan remaja tersebut, terus<br />
bersedia melakukan senam yang telah<br />
diajarkan sesuai aturan secara<br />
mandiri di rumah. Untuk post test,<br />
didapatkan setelah remaja tersebut<br />
mengalami dismenore saat<br />
menstruasi dan telah melakukan<br />
senam selama minimal 3 hari<br />
sebelum menstruasi, kemudian<br />
diukur skala nyeri yang dirasakan.<br />
HASIL PENELITIAN DAN<br />
PEMBAHASAN<br />
Dalam waktu tersebut telah<br />
didapatkan 15 responden remaja putri<br />
yang mengalami dismenore.<br />
Responden-responden tersebut telah<br />
memenuhi kriteria inklusi dan telah<br />
melakukan senam dismenore untuk<br />
mengetahui kefektifan senam tersebut<br />
dalam mengatasi maupun<br />
mengurangi nyeri haid/dismenore.<br />
Tabel 1. Distribusi Frekuensi<br />
tingkatan skala nyeri<br />
sebelum melakukan senam<br />
dismenore pada remaja di<br />
SMU N 2 Sumenep bulan<br />
Maret-April 2009 n = 15<br />
Skala nyeri<br />
Nyeri<br />
ringan<br />
f<br />
Prosentase<br />
(%)<br />
1 7<br />
Nyeri<br />
sedang<br />
8 53<br />
Nyeri berat 6 40<br />
Jumlah 15 100<br />
Dari tabel diatas menunujukkan<br />
tingkatan nyeri sebelum melakukan<br />
senam dismenore terbanyak adalah<br />
siswa dengan skala nyeri sedang<br />
sejumlah 8 siswa (53%). Untuk<br />
skala nyeri ringan sejumlah 1 orang<br />
siswa (7%) dan skala nyeri berat<br />
sebanyak 6 orang siswa (40%).
6 Phederal Vol. 4 No. 1, Mei 2011<br />
Tabel 2. Distribusi Frekuensi<br />
tingkatan skala nyeri setelah<br />
melakukan senam dismenore<br />
pada remaja di SMU N 2<br />
Sumenep bulan Maret-April<br />
2009 n = 15<br />
Skala nyeri f<br />
Prosentase<br />
(%)<br />
Nyeri<br />
ringan<br />
11 73,33<br />
Nyeri<br />
sedang<br />
4 26,67<br />
Nyeri berat 0 0<br />
Jumlah 15 100<br />
Tabel diatas menunjukkan<br />
perubahan skala nyeri setelah<br />
melakukan senam dismenore dengan<br />
skala nyeri ringan sebanyak 11 orang<br />
siswa (73,33%) dan skala nyeri<br />
sedang sebanyak 4 orang siswa<br />
(26,67%).<br />
Tabel 3. Hasil Uji Paired Sample<br />
Test efektivitas senam<br />
dismenore<br />
dalam<br />
mengurangi dismenore di<br />
SMU N 2 Sumenep pada<br />
bulan Maret-April 2009 n =<br />
15<br />
Uji Paired Sample t-Test<br />
didapatkan nilai signifikansi yaitu<br />
0,000 yang nilainya lebih kecil dari<br />
taraf kesalahan (α) 0,05 atau dengan<br />
signifikansi 95 % dan nilai mean<br />
3,733, standart deviasi 3,195,<br />
standart error mean 0,825. Nilai t<br />
tabel adalah 1,761, maka daerah<br />
penerimaan Ho antara -1,761 sampai<br />
dengan 1,761. Pada penelitian ini,<br />
nilai t hitung 4,525, maka nilai di<br />
luar daerah penerimaan Ho, artinya<br />
Ho ditolak dan Ha diterima.<br />
Sehingga dapat diputuskan bahwa<br />
hipotesis efektifitas senam dismenore<br />
dalam mengurangi nyeri haid/<br />
dismenore pada remaja diterima.<br />
Dismenore atau nyeri haid adalah<br />
normal, namun dapat berlebihan<br />
apabila dipengaruhi oleh faktor fisik<br />
dan psikis seperti stress serta<br />
pengaruh dari hormon prostaglandin<br />
dan progesteron. Selama dismenore,<br />
terjadi kontraksi otot rahim akibat<br />
peningkatan prostaglandin sehingga<br />
menyebabkan vasospasme dari<br />
arteriol uterin yang menyebabkan<br />
terjadinya iskemia dan kram pada<br />
abdomen bagian bawah yang akan<br />
merangsang rasa nyeri di saat datang<br />
bulan (Robert dan David, 2004).<br />
Pengeluaran prostaglandin F2alfa<br />
dipengaruhi oleh hormon progesteron<br />
selama fase luteal dari siklus<br />
menstruasi dan mencapai puncaknya<br />
pada saat menstruasi (Wiknjosastro,<br />
1999).<br />
Siswa yang mengalami<br />
dismenore menyatakan mereka<br />
minum obat atau jamu untuk<br />
mengatasi nyeri saat haid/dismenore.<br />
Untuk itu perlu adanya alternatif lain<br />
yang bersifat preventif untuk<br />
mengatasi dismenore. Setelah
Phederal Vol. 4 No. 1, Mei 2011<br />
7<br />
melakukan senam dismenore terbukti<br />
sebagian besar siswa melaporkan<br />
adanya perubahan dalam rasa nyeri<br />
yang mereka rasakan.<br />
Olahraga atau senam<br />
dismenore ini merupakan salah<br />
satu teknik relaksasi. Olahraga atau<br />
latihan fisik dapat menghasilkan<br />
hormon endorphin. Endorphin adalah<br />
neuropeptide yang dihasilkan tubuh<br />
pada saat relaks/ tenang. Endorphin<br />
dihasilkan di otak dan susunan syaraf<br />
tulang belakang. Hormon ini dapat<br />
berfungsi sebagai obat penenang<br />
alami yang diproduksi otak yang<br />
melahirkan rasa nyaman dan<br />
meningkatkan kadar endorphin dalam<br />
tubuh untuk mengurangi rasa nyeri<br />
pada saat kontraksi.<br />
Olahraga terbukti dapat<br />
meningkatkan kadar b-endorphin<br />
empat sampai lima kali di dalam<br />
darah. Sehingga, semakin banyak<br />
melakukan senam/olahraga maka<br />
akan semakin tinggi pula kadar b-<br />
endorphin. Ketika seseorang<br />
melakukan olahraga/senam, maka b-<br />
endorphin akan keluar dan ditangkap<br />
oleh reseptor di dalam hipothalamus<br />
dan sistem limbik yang berfungsi<br />
untuk mengatur emosi. Peningkatan<br />
b-endorphin terbukti berhubungan<br />
erat dengan penurunan rasa nyeri,<br />
peningkatan daya ingat, memperbaiki<br />
nafsu makan, kemampuan seksual,<br />
tekanan darah dan pernafasan<br />
(Harry,2007). Sehingga olahraga atau<br />
senam akan efektif dalam<br />
mengurangi masalah nyeri terutama<br />
nyeri dismenore.<br />
Tubuh bereaksi saat mengalami<br />
stress. Faktor stress ini dapat<br />
menurunkan ketahanan terhadap rasa<br />
nyeri. Tanda pertama yang<br />
menunjukan keadaan stress adalah<br />
adanya reaksi yang muncul yaitu<br />
menegangnya otot tubuh individu<br />
dipenuhi oleh hormon stress yang<br />
menyebabkan tekanan darah, detak<br />
jantung, suhu tubuh, dan pernafasan<br />
meningkat.<br />
Disisi lain saat stress, tubuh akan<br />
memproduksi hormon adrenalin,<br />
estrogen, progesteron serta<br />
prostaglandin yang berlebihan.<br />
Estrogen dapat menyebabkan<br />
peningkatan kontraksi uterus secara<br />
berlebihan, sedangkan progesteron<br />
bersifat menghambat kontraksi.<br />
Peningkatan kontraksi secara<br />
berlebihan ini menyebabkan rasa<br />
nyeri. Selain itu hormon adrenalin<br />
juga meningkat sehingga<br />
menyebabkan otot tubuh tegang<br />
termasuk otot rahim dan dapat<br />
menjadikan nyeri ketika haid<br />
(Handrawan, 2008).<br />
KESIMPULAN DAN SARAN<br />
Hasil data dan analisa yang telah<br />
dilakukan maka dapat dikatakan<br />
bahwa senam dismenore efektif<br />
untuk mengurangi dismenore pada<br />
remaja.<br />
Untuk penelitian selanjutnya<br />
disarankan untuk menambah jumlah
8 Phederal Vol. 4 No. 1, Mei 2011<br />
responden, memperhatikan faktor<br />
psikis yang dapat mempengaruhi<br />
keeefektifan senam dismenore dan<br />
diharapkan dalam pelaksanaan<br />
penelitian perlu adanya pemantauan<br />
dalam melaksanakan senam dan<br />
waktu senam ditetapkan secara pasti<br />
sehingga responden dapat dipantau<br />
dan senam dismenore benar-benar<br />
dilakukan dengan gerakan yang<br />
benar, rutin dan serius/rileks. Karena<br />
semakin rutin dan serius/rileks dalam<br />
melaksanakannya maka keefektifan<br />
senam dismenore ini akan dapat<br />
nyatakan hasilnya.<br />
DAFTAR PUSTAKA<br />
F.J. Monks, Koers, Haditomo.S.R . 2002. Psikologi perkembangan : pengantar<br />
dalam berbagai bagiannya. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.<br />
Sumodarsono,S. 1998. Pengetahuan praktis kesehatan dalam olahraga. Jakarta :<br />
PT.Gramedia.<br />
Annathayakeishka. Nyeri haid. 2009. Available at<br />
http://forum.dudung.net/index.php?action=printpage;topic=14042.0.<br />
Diposkan tanggal 10 Januari 2009.<br />
Harry. Mekanisme endorphin dalam tubuh. 2007. Available at<br />
Http:/klikharry.files.wordpress.com/2007/02/1.doc + endorphin + dalam<br />
+ tubuh. Diposkan tanggal 10 Januari 2009<br />
Setiadi. 2007. Konsep dan penulisan riset keperawatan. Cetakan<br />
pertama. Yogyakarta : Graha Ilmu.<br />
Notoadmojo, S. 2005. Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.<br />
Dempsey, Patricia Ann dan Arthur. 2002. Riset keperawatan buku ajar<br />
dan latihan. Alih bahasa : Palupi Widiastuti. Edisi 4. Jakarta : EGC.<br />
Kristiono. Perkembangan psikologi remaja. 2007. Available at<br />
Http://Kristiono.wordpress.com/2008/04/23/perkembangan-psikologiremaja/.<br />
April 23, 2008. Diposkan tanggal 10 januari<br />
2009.<br />
Robert dan David. 2004. Apa yang ingin diketahui remaja tentang seks. Jakarta :<br />
Bumi Aksara.<br />
Wiknjosastro.H . 1999. Ilmu kandungan. Jakarta : Yayasan bina pustaka.<br />
Adil, S. Tingkatannyeri. 2007. Available at<br />
http://keperawatanadil.blogspot.com/2007/11/tingkatan-nyeri.html.<br />
Diposkan tanggal 25 Desember 2008.<br />
Handrawan.H. 1999. Ilmu kandungan. Jakarta : Yayasan bina pustaka.
Phederal Vol. 4 No. 1, Mei 2011<br />
9<br />
HUBUNGAN PERSEPSI TENTANG<br />
PROFESIONALISME GURU DAN MINAT SISWA<br />
DENGAN HASIL BELAJAR<br />
MATA PELAJARAN PENJASORKES<br />
Sunardi<br />
Universitas Sebelas Maret<br />
ABSTRACT<br />
The purpose of this research is: (1) To See correlation between student<br />
perceptions of teacher professionalism penjasorkes subjects with the results of<br />
learning subjects penjasorkes, (2) To See correlation between the interest the<br />
students towards subjects penjasorkes with the results of learning subjects<br />
penjasorkes, and (3) To See correlation between student perceptions of teacher<br />
professionalism penjasorkes subjects and student interests against penjasorkes<br />
subjects with subjects learning outcomes students.<br />
This study used descriptive correlation approach. The population of this<br />
study was the students semester 2 class XI IPS Surakarta SMA Negeri 5 academic<br />
year 2009/2010 some 200 were students. Determination of the number of samples<br />
using the formula of Isaac and Michael in order to obtain 127 people as<br />
respondents. Samples taken by simple random sampling using lottery. Data<br />
collection technique for variable student perception about the professionalism of<br />
teaching staff, penjasorkes (X 1 ) and interest the students towards subjects<br />
penjasorkes (X 2 ) used questionnaire, the variable Y is used to value students'<br />
report cards. The data analysis technique used is the technique of correlation<br />
analysis and multiple linear regression.<br />
Based on the research conclusions were taken: (1) There is a significant<br />
positive relationship between students 'perception about the professionalism of<br />
teaching staff, penjasorkes (X 1 ) with the results of learning subjects penjasorkes<br />
students (Y), (2) There was a significant positive relationship between students'<br />
interests against foreign penjasorkes lessons (X 2 ) with the results of learning<br />
subjects penjasorkes students (Y), (3) There was a significant positive relationship<br />
between students' perceptions about the professionalism of teaching staff,<br />
penjasorkes (X 1 ) and interest the students towards subjects penjasorkes (X 2 ) with<br />
learning outcomes eye penjasorkes lesson students (Y).
10 Phederal Vol. 4 No. 1, Mei 2011<br />
Keyword : teacher professionalism, interest the students, results of learning<br />
physical education.<br />
PENDAHULUAN<br />
Pendidikan jasmani pada<br />
hakikatnya adalah proses pendidikan<br />
yang memanfaatkan aktifitas fisik<br />
untuk menghasilkan perubahan<br />
holistik dalam kualitas individu, baik<br />
dalam hal fisik, mental, serta<br />
emosional. J. S. Husdarta (2009: 18)<br />
menyatakan, ”Pendidikan jasmani<br />
adalah proses pendidikan melalui<br />
aktivitas jasmani, permainan atau<br />
olahraga yang terpilih untuk<br />
mencapai tujuan pendidikan”.<br />
Pendidikan jasmani memperlakukan<br />
anak sebagai sebuah kesatuan utuh,<br />
makhluk total, daripada hanya<br />
menganggapnya sebagai seseorang<br />
yang terpisah kualitas fisik dan<br />
mentalnya.<br />
Dalam kegiatan belajar mata<br />
pelajaran penjasorkes (pendidikan<br />
jasmani olahraga dan kesehatan)<br />
terjadi interaksi antara siswa dengan<br />
gurunya yang dikenal dengan istilah<br />
interaksi paedagogis. Menurut Uyoh<br />
Saduloh (2010: 143), ”Interaksi<br />
paedagogis pada dasarnya adalah<br />
komunikasi timbal balik antara anak<br />
didik dengan pendidik yang terarah<br />
kepada tujuan pendidikan”. Dari<br />
interaksi ini akan timbul persepsi<br />
yang berbeda-beda dari masingmasing<br />
siswa tentang<br />
profesionalisme dari guru tersebut.<br />
Contoh adanya persepsi negatif<br />
dari siswa tentang guru mata<br />
pelajaran penjasorkes adalah siswa<br />
tidak bisa menghargai namun takut<br />
kepada gurunya. Hal ini dipicu dari<br />
beberapa hal seperti dinyatakan<br />
beberapa praktisi bahwa guru mata<br />
pelajaran penjasorkes secara umum<br />
belum menunjukkan profesionalnya.<br />
Contohnya yaitu: guru mengajar<br />
hanya duduk di pinggir lapangan,<br />
sedangkan siswa suruh latihan<br />
sendiri tanpa ada motivasi,<br />
penghargaan, dan perhatian yang<br />
serius. Contoh yang lain guru<br />
mengajar hanya secara tradisional<br />
yaitu tanpa menggunakan media dan<br />
metode yang sesuai dengan yang<br />
seharusnya. Selain itu pola mengajar<br />
guru mata pelajaran penjasorkes<br />
yang masih konvensional.<br />
Pembelajaran yang diberikan oleh<br />
guru kurang adanya variasi sehingga<br />
terkesan membosankan. Kasus yang<br />
sering terjadi adalah penyampaian<br />
materi dan pengambilan nilai pada<br />
hari yang sama. Hal ini kurang<br />
menarik bagi siswa karena siswa<br />
dituntut untuk belajar melakukan<br />
suatu aktifitas olahraga, misalnya<br />
lempar cakram pada jam pertama<br />
pelajaran untuk kemudian dituntut<br />
harus mampu mempraktikkannya<br />
dengan benar dalam ujian pada jam
Phederal Vol. 4 No. 1, Mei 2011<br />
11<br />
kedua. Sementara pada waktu lain,<br />
siswa tidak diberikan materi secara<br />
khusus dan dibebaskan untuk<br />
melakukan aktifitas jasmani pada<br />
jam pelajaran penjasorkes.<br />
Pola pembelajaran yang terkesan<br />
kurang diperhatikan secara khusus<br />
oleh guru mata pelajaran penjasorkes<br />
dan siswa tersebut dipastikan akan<br />
berpengaruh terhadap hasil belajar<br />
siswa. Driscoll dalam Hamzah B.<br />
Uno (2009: 15) menyatakan ada dua<br />
hal yang perlu diperhatikan terutama<br />
oleh guru dan siswa dalam belajar,<br />
yaitu: ”(1) belajar adalah suatu<br />
perubahan yang menetap dalam<br />
kinerja seseorang, dan (2) hasil<br />
belajar yang muncul dalam diri siswa<br />
merupakan akibat atau hasil dari<br />
interaksi siswa dengan lingkungan”.<br />
Dari pernyataan Driscoll tersebut<br />
dapat disimpulkan apabila proses<br />
belajar tidak berjalan dengan benar,<br />
maka hasil belajar tidak akan<br />
maksimal. Harapan yang timbul dari<br />
suatu proses belajar adalah agar hasil<br />
belajar siswa baik.<br />
Namun, dewasa ini<br />
kebanyakan anak-anak dan remaja<br />
kurang memiliki minat yang baik<br />
terhadap aktifitas jasmani baik itu di<br />
sekolah maupun diluar sekolah. Hal<br />
ini tercermin pada aktifitas siswa<br />
pada saat mengikuti pelajaran<br />
penjasorkes di sekolah. Beberapa<br />
siswa lebih menyukai bermain<br />
dengan teman dan kurang<br />
memperhatikan ketika guru<br />
menyampaikan materi pelajaran.<br />
Mereka hanya mau melakukan<br />
aktifitas jasmani sesuai dengan<br />
instruksi guru hanya pada saat<br />
pengambilan nilai. Kenyataan<br />
tersebut seolah menunjukkan bahwa<br />
siswa mengikuti mata pelajaran<br />
penjasorkes hanya sekedar untuk<br />
memperoleh nilai dan bukan karena<br />
siswa tertarik untuk mengikuti dan<br />
memiliki minat yang baik terhadap<br />
mata pelajaran penjasorkes.<br />
PEMBAHASAN<br />
Persepsi<br />
a. Pengertian Persepsi<br />
Persepsi berasal dari bahasa<br />
Inggris yaitu kata perception, yang<br />
diambil dari bahasa latin perceptio,<br />
yang berarti menerima atau<br />
mengambil. Menurut Leavitt dalam<br />
Desmita (2009: 117), ”Perception<br />
dalam pengertian sempit adalah<br />
penglihatan, yaitu bagaimana<br />
seseorang melihat sesuatu;<br />
sedangkan dalam arti luas,<br />
perception adalah pandangan, yaitu<br />
bagaimana seseorang memandang<br />
atau mengartikan sesuatu”.<br />
Persepsi merupakan salah satu<br />
aspek kognitif manusia yang sangat<br />
penting. Hal ini memungkinkan<br />
manusia untuk mengetahui dan<br />
memahami dunia sekelilingnya.<br />
Persepsi diawali melalui sebuah<br />
penginderaan dari stimulus yang<br />
diterima seseorang, stimulus tersebut<br />
dilanjutkan sebagai sebuah proses<br />
persepsi untuk kemudian
12 Phederal Vol. 4 No. 1, Mei 2011<br />
diinterpretasikan. Dengan persepsi,<br />
manusia dapat menangkap dan<br />
memaknai berbagai fenomena,<br />
informasi atau data yang senantiasa<br />
mengitarinya. Riset mengenai<br />
persepsi menunjukkan bahwa<br />
individu yang berbeda dapat melihat<br />
hal yang sama namun memahaminya<br />
secara berbeda. Individu<br />
menginterpretasikan apa yang dilihat<br />
dan menyebutnya sebagai realitas.<br />
Persepsi sebagai sebuah konstruk<br />
psikologis akan sulit diartikan secara<br />
utuh atau dijabarkan dengan tepat<br />
dalam sebuah rumusan, namun<br />
berdasar pendapat beberapa ahli<br />
diatas dapat disimpulkan bahwa<br />
persepsi merupakan tanggapan atau<br />
penilaian seseorang terhadap<br />
rangsangan (stimulus) yang diterima<br />
melalui alat inderanyanya, dimana<br />
rangsangan itu dapat berupa<br />
fenomena, benda mati, maupun<br />
individu lain.<br />
b. Faktor-Faktor yang Berperan<br />
dalam Persepsi<br />
Guna memahami persepsi lebih<br />
dalam, perlu diketahui faktor-faktor<br />
yang berperan dalam persepsi. Bimo<br />
Walgito (2004: 90) menyatakan,<br />
”Beberapa faktor yang berperan,<br />
yang merupakan syarat agar terjadi<br />
persepsi, yaitu (1) Objek atau<br />
stimulus yang dipersepsi; (2) Alat<br />
indera dan syaraf-syaraf serta pusat<br />
susunan syaraf, yang merupakan<br />
syarat fisiologis; dan (3) Perhatian<br />
yang merupakan syarat psikologis”.<br />
c. Prinsip-Prinsip Persepsi<br />
Perlu dipahami mengenai<br />
prinsip-prinsip persepsi agar tidak<br />
terjadi salah interpretasi atau salah<br />
pengertian. Slameto (2010: 103-105)<br />
mengemukakan lima prinsip dasar<br />
tentang persepsi, yaitu:<br />
(1) Persepsi itu relatif bukannya<br />
absolut, (2) Persepsi itu selektif,<br />
(3) Persepsi itu mempunyai<br />
tatanan, (4) Persepsi dipengaruhi<br />
oleh harapan dan kesiapan<br />
(penerima rangsangan), dan (5)<br />
Persepsi seseorang atau<br />
kelompok dapat jauh bebeda<br />
dengan persepsi orang atau<br />
kelompok lain sekalipun<br />
situasinya sama.<br />
d. Komponen Persepsi<br />
Persepsi sebagai suatu interaksi<br />
antara manusia dengan lingkungan<br />
maupun dengan manusia lain<br />
terdapat beberapa komponen<br />
pembentuknya. Desmita (2009: 120)<br />
menyatakan, ”Persepsi meliputi<br />
suatu interaksi rumit yang<br />
melibatkan setidaknya tiga<br />
komponen utama, yaitu: seleksi,<br />
penyusunan, dan penafsiran”.<br />
Profesionalisme Guru<br />
a. Pengertian Profesi dan<br />
Profesionalisme
Phederal Vol. 4 No. 1, Mei 2011<br />
13<br />
Istilah profesi berasal dari bahasa<br />
Inggris profession yang berakar dari<br />
bahasa latin profesus yang memiliki<br />
arti mengakui atau menyatakan<br />
mampu atau ahli dalam suatu<br />
pekerjaan.<br />
Profesionalisme guru adalah<br />
kemampuan guru untuk melakukan<br />
tugas pokoknya sebagai pendidik dan<br />
pengajar meliputi kemampuan<br />
merencanakan, melakukan, dan<br />
melaksanakan<br />
evaluasi<br />
pembelajaran. Profesionalisme guru<br />
dalam pendidikan diartikan bahwa<br />
guru haruslah orang yang memiliki<br />
insting pendidik, paling tidak<br />
mengerti dan memahami siswa. Guru<br />
harus menguasai secara mendalam<br />
minimal satu bidang keilmuan. Guru<br />
harus memiliki sikap integritas<br />
profesional. Dengan integritas itulah,<br />
guru menjadi teladan atau role model<br />
bagi siswanya. Empat kompetensi<br />
dasar seorang pendidik yaitu<br />
Kompetensi Paedagogi, Kompetensi<br />
Kepribadian,<br />
Kompetensi<br />
Profesional, Kompetensi Sosial.<br />
Untuk dapat menangani tugas<br />
dalam proses belajar-mengajar,<br />
menurut Husdarta (2009: 64)<br />
sekurang-kurangnya ada lima<br />
kemampuan dasar yang harus<br />
dimiliki oleh guru penjaskes, yaitu:<br />
(1) Penghayatan tentang landasan<br />
falsafah profesi dan sikap sebagai<br />
profesional; (2) Kemampuan<br />
menerapkan prinsip dan teori<br />
yang tersumber dari ilmu<br />
keolahragaan kedalam praktik<br />
pembinaan; (3) Kemampuan<br />
dalam cabang olahraga atau<br />
pemahaman tentang tugas gerak;<br />
(4) Pengelolaan proses belajar<br />
mengajar; (5) Keterampilan<br />
sosial, termasuk kepemimpinan.<br />
Seseorang guru pendidikan<br />
jasmani saat sekarang dan<br />
mendatang sangat dituntut<br />
profesionalismenya. Hal ini selaras<br />
dengan persaingan dalam beberapa<br />
aspek, yaitu aspek sosial, teknologi,<br />
dan kemanusiaan, karena persyaratan<br />
kemampuan seseorang yang<br />
profesional untuk melakukan<br />
pekerjaan semakin meningkat.<br />
Dalam<br />
pembelajaran<br />
penjasorkes, seorang guru<br />
penjasorkes saat sekarang dan<br />
mendatang sangat dituntut<br />
profesionalismenya. Hal ini selaras<br />
dengan persaingan dalam beberapa<br />
aspek, yaitu aspek sosial, teknologi,<br />
dan kemanusiaan, karena persyaratan<br />
kemampuan seseorang yang<br />
profesional untuk melakukan<br />
pekerjaan semakin meningkat.<br />
Profesi guru pendidikan jasmani<br />
secara umum sama dengan guru mata<br />
pelajaran yang lain pada umumnya,<br />
namun secara khusus ada letak<br />
perbedaan yang prinsip dan ini<br />
merupakan ciri khas tersendiri. Guru<br />
pendidikan jasmani tentunya telah<br />
melewati sebuah proses pendidikan<br />
melalui suatu lembaga pendidikan<br />
yang profesional pula sehingga
14 Phederal Vol. 4 No. 1, Mei 2011<br />
tercapai kompetensi yang<br />
diharapkan, serta layak dan mampu<br />
untuk mengajar. Sehingga<br />
diharapkan seorang guru pendidikan<br />
jasmani memiliki kompetensi<br />
sebagai berikut:<br />
Minat<br />
1) Pengetahuan disiplin<br />
keilmuan<br />
Pengetahuan tentang dimensi<br />
filosofis pendidikan jasmani<br />
termasuk etika sebagai aturan<br />
dan profesi.<br />
2) Pengetahuan dan<br />
keterampilan professional.<br />
Komponen ini meliputi aspek<br />
humanistik dan tingkah laku<br />
tentang pendidikan profesi.<br />
3) Pengetahuan dan<br />
keterampilan kependidikan.<br />
Komponen ini termasuk<br />
belajar dan mengajar<br />
penerapan teori dan aplikasi<br />
professional dari batang<br />
tubuh pengetahuan.<br />
a. Pengertian Minat<br />
Minat (interest), adalah keadaan<br />
mental yang menghasilkan respon<br />
terarah kepada sesuatu, situasi atau<br />
obyek tertentu yang menyenangkan<br />
dan memberikan kepuasan<br />
kepadanya (statisfiers). Slameto<br />
(2010: 180) mendefinisikan, ”Minat<br />
adalah rasa lebih suka dan rasa<br />
ketertarikan pada suatu hal atau<br />
aktivitas, tanpa ada yang menyuruh”.<br />
Heru Suranto (2005: 30)<br />
mengemukakan bahwa, ”Minat dapat<br />
diartikan sebagai kecenderungan<br />
untuk memilih dan atau melakukan<br />
sesuatu hal atau obyek tertentu,<br />
diantara sejumlah obyek yang<br />
tersedia”.<br />
Minat muncul dari masingmasing<br />
individu ketika dihadapkan<br />
pada beberapa pilihan akan benda,<br />
aktifitas atau hal tertentu untuk<br />
kemudian menentukan satu sebagai<br />
pilihannya. Seseorang yang<br />
menginginkan berprestasi dalam<br />
bidang tertentu, secara pasti memiliki<br />
minat yang tinggi pada bidang<br />
tersebut. Demikian juga minat dapat<br />
menimbulkan sikap yang merupakan<br />
suatu kesiapan berbuat bila ada<br />
stimulus sesuai dengan keadaan<br />
tersebut.<br />
Timbulnya minat seseorang<br />
disebabkan oleh beberapa hal, yaitu<br />
rasa tertarik atau rasa senang,<br />
perhatian dan kebutuhan. Minat<br />
timbul karena perasaan senang serta<br />
tendensi yang dinamis untuk<br />
berperilaku atas dasar ketertarikan<br />
seseorang pada jenis-jenis kegiatan<br />
tertentu. Perasaan senang seseorang<br />
akan menimbulkan dorongandorongan<br />
dalam dirinya untuk segera<br />
beraktifitas. Sehubungan dengan<br />
minat terhadap salahsatu mata<br />
pelajaran, dapat disimpulkan bahwa<br />
minat merupakan sumber motivasi<br />
intrinsik bagi seseorang untuk
Phederal Vol. 4 No. 1, Mei 2011<br />
15<br />
memperoleh sesuatu yang<br />
diminatinya.<br />
Faktor-faktor yang Mempengaruhi<br />
Minat<br />
Minat seseorang tidak timbul<br />
secara tiba-tiba. Minat tersebut ada<br />
karena pengaruh dari beberapa<br />
faktor. Faktor-faktor yang<br />
mempengaruhi minat siswa, yaitu<br />
faktor Internal, faktor Eksternal<br />
Faktor-faktor yang menimbulkan<br />
minat pada diri seseorang terhadap<br />
sesuatu dapat digolongkan sebagai<br />
berikut:<br />
1. Faktor kebutuhan dari dalam.<br />
Kebutuhan ini dapat berupa<br />
kebutuhan yang berhubungan<br />
dengan jasmani dan kejiwaan.<br />
2. Faktor motif sosial.<br />
Timbulnya minat dalam diri<br />
seseorang dapat didorong<br />
oleh motif sosial yaitu<br />
kebutuhan<br />
untuk<br />
mendapatkan pengakuan,<br />
penghargaan dari lingkungan<br />
dimana ia berada.<br />
3. Faktor emosional.<br />
Faktor yang merupakan<br />
ukuran intensitas seseorang<br />
dalam menaruh perhatian<br />
terhadap suatu kegiatan atau<br />
objek tertentu.<br />
Minat Siswa Terhadap Mata<br />
Pelajaran Penjasorkes<br />
Seringkali masyarakat rancu<br />
pada pengertian penjas dan olahraga.<br />
Pada dasarnya penjas dan olahraga<br />
adalah berbeda. Menurut Husdarta<br />
(2009: 21), ”Penjas berarti program<br />
pendidikan lewat gerak atau<br />
permainan dan olahraga”.<br />
Selanjutnya, ”Sedangkan, pendidikan<br />
olahraga adalah pendidikan yang<br />
membina anak agar menguasai<br />
cabang olahraga tertentu” (Husdarta.<br />
2009: 21). Mengingat penjasorkes<br />
merupakan bagian dari pendidikan,<br />
tak selayaknya penjasorkes<br />
dikesampingkan dari pendidikan<br />
secara keseluruhan. Proses dan hasil<br />
belajar siswa pada mata pelajaran<br />
penjasorkes juga berpengaruh<br />
terhadap hasil belajar siswa secara<br />
keseluruhan.<br />
Seperti telah dijelaskan<br />
mengenai minat dan pentingnya<br />
minat dalam belajar, pada<br />
pembelajaran penjasorkes juga<br />
dibutuhkan minat dari siswa agar<br />
siswa tersebut memberi perhatian<br />
sehingga dapat mengikuti<br />
pembelajaran dengan baik kemudian<br />
memperoleh hasil yang baik dari<br />
proses belajarnya itu.<br />
Minat siswa terhadap mata<br />
pelajaran penjasorkes adalah sikap<br />
tertarik dan keinginan yang kuat dari<br />
diri siswa untuk mengikuti dan<br />
berprestasi dalam mata pelajaran<br />
penjasorkes tanpa ada paksaan atau<br />
suruhan dari pihak lain.
16 Phederal Vol. 4 No. 1, Mei 2011<br />
Hasil Belajar Penjasorkes Siswa<br />
Pada tahun ajaran baru, mutu<br />
pendidikan yang berkaitan dengan<br />
pencapaian tujuan pendidikan secara<br />
umum disegala jenjang pendidikan<br />
formal, termasuk SMA sering<br />
dipermasalahkan. Permasalahan ini<br />
seringkali dikaitankan dengan<br />
adanya kecenderungan merosotnya<br />
minat belajar dan hasil belajar yang<br />
dicapai siswa.<br />
Hasil belajar diperoleh melalui<br />
proses belajar. Menurut Slameto<br />
(2010: 2), ”Belajar ialah suatu proses<br />
usaha yang dilakukan seseorang<br />
untuk memperoleh suatu perubahan<br />
tingkah laku yang baru secar<br />
keseluruhan, sebagai hasil<br />
pengalamannya sendiri dalam<br />
interaksi dengan lingkungan”.<br />
Sedangkan menurut Muhibbin Syah<br />
(2005: 68), ”Secara umum, belajar<br />
dapat dipahami sebagai tahapan<br />
perubahan seluruh tingkah laku<br />
individu yang relatif menetap<br />
sebagai hasil pengalaman dan<br />
interaksi dengan lingkungan yang<br />
melibatkan proses kognitif”.<br />
Dalam belajar terjadi sebuah<br />
proses untuk memperoleh hasil yang<br />
baik dan sesuai harapan. Muhibbin<br />
Syah (2005:109) mendefinisikan,<br />
”Proses belajar adalah tahapan<br />
perubahan perilaku kognitif, afektif<br />
dan psikomotor yang terjadi dalam<br />
diri siswa”. Perubahan itu bersifat<br />
positif, dalam arti perubahan yang<br />
terjadi adalah perubahan ke arah<br />
yang lebih baik dari keadaan siswa<br />
sebelumnya. Dalam proses belajar<br />
siswa ada beberapa faktor yang<br />
mempengaruhinya. Slameto (2010:<br />
54) mengolongkan faktor-faktor<br />
yang mempengaruhi belajar dalam 2<br />
golongan, yaitu: ”(1) Faktor intern<br />
yang meliputi: faktor jasmaniah,<br />
faktor psikologis, dan faktor<br />
kelelahan; (2) Faktor ekstern yang<br />
meliputi: faktor keluarga, faktor<br />
sekolah, dan faktor masyarakat”.<br />
Mimin Haryati (2007: 22)<br />
menyatakan hasil belajar dapat<br />
dikelompokkan menjadi tiga ranah<br />
yaitu:<br />
a. Ranah kognitif<br />
Berkenaan dengan hasil<br />
belajar intelektual yang<br />
terdiri dari enam aspek, yaitu<br />
pengetahuan atau ingatan,<br />
pemahaman, aplikasi,<br />
analisis, sintesis dan evaluasi.<br />
b. Ranah Afektif<br />
Berkenaan dengan sikap yang<br />
terdiri dai lima aspek yaitu<br />
penerimaan, jawaban atau<br />
reaksi penilaian, organisasi<br />
dan internalisasi.<br />
c. Ranah Psikomotorik<br />
Berkenaan dengan hasil<br />
belajar ketrampilan dan<br />
kemauan bertindak, ada enam<br />
aspek yaitu gerakan refleks,<br />
ketrampilan gerakan dasar,<br />
ketrampilan membedakan<br />
secara visual, ketrampilan
Phederal Vol. 4 No. 1, Mei 2011<br />
17<br />
dibidang fisik, ketrampilan<br />
komplek dan komunikasi.<br />
Ketiga ranah tersebut menjadi<br />
objek penilaian hasil belajar. Hasil<br />
kognitif diukur pada awal dan akhir<br />
pembelajaran, sedangkan untuk hasil<br />
belajar afektif dan psikomotorik<br />
diukur pada proses pembelajaran<br />
untuk mengetahui sikap dan<br />
ketrampilan siswa. Ketiganya<br />
dikonversi dalam bentuk nilai, yang<br />
salah satunya berupa nilai akhir<br />
semester yang dicantumkan dalam<br />
raport.<br />
METODE PENELITIAN<br />
Metode yang digunakan pada<br />
penelitian ini adalah metode<br />
deskriptif dengan pendekatan<br />
korelasional. Populasi dari penelitian<br />
ini adalah siswa kelas XI IPS<br />
semester 2 SMA Negeri 5 Surakarta<br />
tahun pelajaran 2009/2010 dengan<br />
jumlah 200 orang dari 5 kelas.<br />
Diperoleh sampel sebanyak 127<br />
orang siswa dari populasi. Teknik<br />
sampling yang digunakan dalam<br />
penelitian ini adalah simple random<br />
sampling. Sedangkan, untuk data<br />
variabel hasil belajar mata pelajaran<br />
penjasorkes siswa yang berupa nilai<br />
mata pelajaran penjasorkes siswa<br />
diperoleh dari dokumen yang<br />
dimiliki oleh guru mata pelajaran<br />
penjasorkes. Sebelum angket<br />
digunakan untuk pengambilan data<br />
penelitian, terlebih dahulu dilakukan<br />
uji coba angket tersebut untuk<br />
memperoleh data yang nantinya akan<br />
dilakukan uji validitas dan uji<br />
reliabilitas. Tujuannya adalah agar<br />
diketahui angket tersebut valid dan<br />
reliabel.<br />
Uji coba dilakukan tidak pada<br />
responden penelitian. Pada penelitian<br />
ini uji coba angket dilaksanakan di<br />
SMA Negeri 4 Surakarta. Angket uji<br />
coba terdapat pada lampiran 5. Pada<br />
uji coba angket ini dipilih 30 orang<br />
responden siswa kelas XI SMA<br />
Negeri 4 Surakarta. Setelah<br />
dilakukan uji coba dan diperoleh data<br />
hasil uji coba tersebut, maka<br />
dilakukan penghitungan statistik<br />
guna mengetahui validitas item<br />
pernyataan dan reliabilitas angket.<br />
HASIL PENELITIAN DAN<br />
PEMBAHASAN<br />
Deskripsi data dalam penelitian<br />
ini meliputi persepsi siswa tentang<br />
profesionalisme guru mata pelajaran<br />
penjasorkes sebagai variabel bebas<br />
pertama (X 1 ), minat siswa terhadap<br />
mata pelajaran penjasorkes sebagai<br />
variabel bebas kedua (X 2 ), dan hasil<br />
belajar mata pelajaran penjasorkes<br />
siswa kelas XI IPS semester 2 SMA<br />
Negeri 5 Surakarta tahun pelajaran<br />
2009/2010 sebagai variabel terikat<br />
(Y).<br />
Pembahasan Hasil Analisis Data<br />
Berdasarkan analisis data hasil<br />
penelitian terhadap siswa kelas XI<br />
IPS semester 2 SMA Negeri 5
18 Phederal Vol. 4 No. 1, Mei 2011<br />
Surakarta tahun pelajaran 2009/2010,<br />
dilakukan pembahasan sebagai<br />
berikut:<br />
1. Dari hasil analisis korelasi<br />
variabel persepsi siswa tentang<br />
profesionalisme guru mata<br />
pelajaran penjasorkes (X 1 )<br />
dengan variabel hasil belajar<br />
mata pelajaran penjasorkes siswa<br />
(Y) diperoleh nilai korelasi<br />
sebesar 0,631 dan nilai t hitung<br />
sebesar 9,087 yang berarti bahwa<br />
hubungan antara persepsi siswa<br />
tentang profesionalisme guru<br />
mata pelajaran penjasorkes (X 1 )<br />
dengan hasil belajar mata<br />
pelajaran penjasorkes siswa (Y)<br />
positif dan signifikan.<br />
2. Dari hasil analisis korelasi<br />
variabel minat siswa terhadap<br />
mata pelajaran penjasorkes (X 2 )<br />
dan variabel hasil belajar mata<br />
pelajaran penjasorkes siswa (Y)<br />
diperoleh nilai korelasi sebesar<br />
0,697 dan nilai t hitung sebesar<br />
10,876 yang berarti bahwa<br />
hubungan antara minat siswa<br />
terhadap mata pelajaran<br />
penjasorkes (X 2 ) dengan hasil<br />
belajar mata pelajaran<br />
penjasorkes siswa (Y) positif dan<br />
signifikan.<br />
3. Dari hasil analisis regresi linier<br />
ganda diperoleh nilai<br />
R X<br />
X Y<br />
0, 722<br />
dan<br />
1<br />
2<br />
F 67,167 yang berarti<br />
hitung<br />
bahwa hubungan antara persepsi<br />
siswa tentang profesionalisme<br />
guru mata pelajaran penjasorkes<br />
(X 1 ) dan minat siswa terhadap<br />
mata pelajaran penjasorkes (X 2 )<br />
dengan hasil belajar mata<br />
pelajaran penjasorkes siswa (Y)<br />
kuat, searah dan signifikan.<br />
KESIMPULAN DAN SARAN<br />
Berdasarkan analisis data dan<br />
pembahasannya, maka dapat diambil<br />
kesimpulan sebagai berikut:<br />
1. Ada hubungan positif yang<br />
signifikan antara persepsi siswa<br />
tentang profesionalisme guru<br />
mata pelajaran penjasorkes (X 1 )<br />
dengan hasil belajar mata<br />
pelajaran penjasorkes siswa (Y)<br />
sebesar 0,631. Artinya, siswa<br />
yang memiliki persepsi positif<br />
tentang profesionalisme guru<br />
mata pelajaran penjasorkes akan<br />
memperoleh hasil belajar mata<br />
pelajaran penjasorkes yang baik.<br />
Sebaliknya, siswa yang memiliki<br />
persepsi negatif tentang<br />
profesionalisme guru penjasorkes<br />
akan memperoleh hasil belajar<br />
mata pelajaran penjasorkes yang<br />
buruk.<br />
2. Ada hubungan positif yang<br />
signifikan antara minat siswa<br />
terhadap mata pelajaran<br />
penjasorkes (X 2 ) dengan variabel<br />
hasil belajar mata pelajaran<br />
penjasorkes siswa (Y) sebesar<br />
0,697. Artinya, siswa yang<br />
memiliki minat yang tinggi
Phederal Vol. 4 No. 1, Mei 2011<br />
19<br />
terhadap mata pelajaran<br />
penjasorkes akan memperoleh<br />
hasil belajar mata pelajaran<br />
penjasorkes yang baik.<br />
Sebaliknya, siswa yang tidak<br />
memiliki minat yang tinggi<br />
terhadap mata pelajaran<br />
penjasorkes akan memperoleh<br />
hasil belajar mata pelajaran<br />
penjasorkes yang buruk.<br />
3. Ada hubungan positif yang<br />
signifikan antara persepsi siswa<br />
tentang profesionalisme guru<br />
mata pelajaran penjasorkes (X 1 )<br />
dan minat siswa terhadap mata<br />
pelajaran penjasorkes (X 2 )<br />
dengan hasil belajar mata<br />
pelajaran penjasorkes siswa (Y)<br />
sebesar 0,722. Yang dapat<br />
diartikan bahwa hasil belajar<br />
mata pelajaran penjasorkes siswa<br />
dapat ditingkatkan dengan<br />
membuat persepsi yang positif<br />
dari siswa tentang<br />
profesionalisme guru dan<br />
meningkatkan minat siswa<br />
terhadap mata pelajaran.<br />
DAFTAR PUSTAKA<br />
Achmad Dasuki, dkk. 2010. Sertifikasi Guru Dalam Jabatan. Jakarta: Dirjen<br />
Peningkatan Mutu pendidik dan tenaga Kependidikan<br />
Bimo Walgito. 2004. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: CV. Andi Offset<br />
Desmita. 2009. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: PT. Remaja<br />
Rosdakarya<br />
Hamzah B. Uno. 2009. Teori Motivasi dan Pengukurannya. Jakarta: Bumi Aksara<br />
Heru Suranto. 2005. Psikologi Olahraga. Surakarta: UNS Press<br />
\J. S. Husdarta. 2008. Manajemen Pendidikan Jasmani. Bandung: CV. Alfabeta<br />
Jamal Ma’mur Asani. 2009. 7 Kompetensi Guru Menyenangkan dan Profesional.<br />
Yogyakarta: Power Books (Ihdina)<br />
Mimin Haryati. 2007. Model dan Teknik Penilaian pada Tingkat Satuan<br />
Pendidikan. Jakarta: Gaung Persada Press<br />
Muhibbin Syah. 2005. Psikologi Belajar. Jakarta: Pt. Raja Grafindo Persada<br />
Riduan. 2003. Dasar-Dasar Statistika. Bandung: CV. Alfabeta<br />
Samsunuwiyati, Lieke Indieningsih Kartono. 2006. Perilaku Manusia. Bandung:<br />
PT. Refika Aditama
20 Phederal Vol. 4 No. 1, Mei 2011<br />
Slameto. 2010. Belajar dan faktor Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: PT.<br />
Rineka Cipta<br />
Stephen P. Robbins. 1999. Prinsip-Prinsip Perilaku Organisasi. Jakarta: Erlangga<br />
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: CV. Alfabeta<br />
Suharsimi Arikunto. 2006. Prosedur penelitian Suatu Pendekatan Praktik.<br />
Jakarta: PT. Rineka Cipta<br />
Sumadi Suryabrata. 2006. Metodologi Penelitian. Jakarta: PT Raja Grafindo<br />
Persada.<br />
Syaiful Sagala. 2009. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: CV. Alfabeta<br />
____________. 2009. Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga Kependidikan.<br />
Bandung: CV. Alfabeta<br />
Uyoh Saduloh. 2010. Pedagogik. Bandung: CV. Alfabeta<br />
Wagiman, Suharto, Noorhadi, Th., & H. Djono, R. 2002. Profesi Kependidikan I.<br />
Surakarta: Universitas Sebelas Maret
Phederal Vol. 4 No. 1, Mei 2011<br />
21<br />
PERBEDAAN PENGARUH PENDEKATAN LATIHAN DAN<br />
KOORDINASI MATA-KAKI TERHADAP KEMAMPUAN PASSING<br />
MENDATAR DALAM PERMAINAN SEPAK BOLA PADA<br />
PSB BONANSA KELOMPOK UMUR 10-12<br />
Pomo Warih Adi<br />
Universitas Sebelas Maret Surakarta<br />
ABSTRACT<br />
The objectives of this study are to find out: (1) The differences between<br />
the effect of practice approach of massed practice and distributed practice toward<br />
the short passing skill in football to the students in PSB BONANSA of the group<br />
age 10-12 years old in 2010. (2) The differences between the effect of high eyeleg<br />
coordination and low eye-leg coordination toward the short passing skill to the<br />
students in PSB BONANSA of the group age 10-12 years old in 2010. (3) The<br />
interaction among the practice approach of massed practice, distributed practice,<br />
and eye-leg coordination toward the short passing skill in football to the students<br />
in PSB BONANSA of the group age 10-12 years old in 2010.<br />
It is an experimental study. The population in this study is the students of<br />
PSB BONANSA year 10-12 years old in 2010 consisting of 50 students. The<br />
sampling of the study used stratified random sampling, in which 40 students were<br />
as the sample of the study. The data collected were gained by using test and<br />
measurement covering: eye-leg coordination by using soccer wall volley test and<br />
test of short passing with the accuracy passing. The analyzed by using ANAVA<br />
2X2.<br />
Based on the result of the study, it concludes that: (1) There were<br />
significant differences between the practice approach of massed practice and<br />
distributed practice toward the short passing skill of the students in PSB<br />
BONANSA year of 10-12 in 2010. (2) There were significant differences between<br />
high eye-leg coordination and low eye-leg coordination toward the short passing<br />
skill in football to the students year of 10-12 in PSB BONANSA 2010. (3) There<br />
were no interaction between the practice approach and eye-leg coordination<br />
toward the short passing skill in football to the students of PSB BONANSA year<br />
of 10-12 in 2010.<br />
Keyword : massed practice, distributed practice, passing skill in football<br />
PENDAHULUAN<br />
Permainan sepak bola<br />
merupakan salah satu cabang<br />
olahraga yang digemari diseluruh<br />
dunia. Cabang permainan sepak bola<br />
cukup berkembang pesat termasuk di<br />
Indonesia. Namun perkembangan<br />
prestasi sepak bola di Indonesia
22 Phederal Vol. 4 No. 1, Mei 2011<br />
kurang memuaskan, berbagai strategi<br />
dan upaya pembinaan yang dapat<br />
ditempuh untuk meningkatkan<br />
prestasi sepak bola nasional<br />
diantaranya melalui penerapan ilmu<br />
pengetahuan dan teknologi,<br />
pembibitan dan pemanduan bakat.<br />
Untuk membenahi hal ini yang<br />
pertama dilakukan adalah pembinaan<br />
prestasi yang dimulai sejak anakanak<br />
yang diharapkan dapat<br />
memunculkan bibit-bibit pemain<br />
sepak bola yang akan dibina untuk<br />
menjadi pemain yang berprestasi.<br />
Sehingga akan menjunjung tinggi<br />
nama baik Bangsa dan Negara.<br />
Teknik dasar bermain yang harus<br />
dikuasai dalam permainan sepak bola<br />
antara lain adalah menendang bola,<br />
menyundul bola, menggiring bola,<br />
melmpar bola dan sebagainya.<br />
Soekatamsi (1991: 14)<br />
mengemukakan bahwa, “teknik<br />
bermain merupakan kelengkapan<br />
yang fundamental sebagai dasar<br />
bermain, disamping pembinaan lain”.<br />
Berlatih teknik dasar dengan teratur<br />
memungkinkan anak memiliki<br />
ketrampilan teknik bermain sepak<br />
bola yang lebih baik. “ketrampilan<br />
teknik bermain sepak bola<br />
merupakan penerapan teknik dasar<br />
dalam bermain sepak bola<br />
(Soekatamsi, 1995: 14)”.<br />
Ketrampilan teknik bermain bola<br />
merupakan hal yang sistematis, terus<br />
menerus dan berkelanjutan, sehingga<br />
menghasilkan kerjasama yang baik<br />
antara sekumpulan otot-otot untuk<br />
pembentukan gerakan yang<br />
harmonis.<br />
Salah satu teknik dasar bermain<br />
sepak bola adalah menendang bola.<br />
Menurut Wahjoedi (1999: 120)<br />
“menendang bola merupakan<br />
ketrampilan paling penting dan<br />
mendasar yang harus dikuasai dalam<br />
permainan sepak bola. Oleh karena<br />
itu yang pertama kali harus dikuasai<br />
oleh setiap pemain adalah teknik<br />
dasar menendang bola”.<br />
Mengingat pentingnya latihan<br />
passing mendatar tersebut maka<br />
kemampuan passing mendatar ini<br />
harus mendapat perhatian yang<br />
serius dalam latihan sepak bola.<br />
Setiap individu pemain sepak bola<br />
perlu dilatih kemampuan passing<br />
mendatar. Demikian juga dengan<br />
PSB BONANSA Solo dalam rangka<br />
untuk meningkatkan prestasinya,<br />
kemampuan passing mendatar para
Phederal Vol. 4 No. 1, Mei 2011<br />
23<br />
pemainnya pun harus ditingkatkan.<br />
Untuk meningkatkan kemampuaan<br />
passing mendatar para pemainnya<br />
diperlukan bentuk latihan yang<br />
sesuai. Ada beberapa bentuk latihan<br />
yang dapat diberikan untuk<br />
meningkatkan kemampuan passing<br />
mendatar diantaranya adalah dengan<br />
metode latihan messed practice dan<br />
metode distributed practice. Kedua<br />
metode latihan ini memiliki tingkat<br />
kesulitan dan efektifitas yang<br />
berbeda dalam meningkatkan<br />
kemampuan passing mendatar.<br />
Koordinasi mata-kaki<br />
mempunyai peran penting dalam<br />
aktivitas olahraga salah satunya<br />
dalam sepak bola. Koordinasi<br />
dibutuhkan untuk semua aktivitas<br />
yang membutuhkan ketepatan<br />
terhadap suatu sasaran. Koordinasi<br />
pada prinsipnya merupakan<br />
pengaturan syaraf-syaraf pusat dan<br />
tepi secara harmonis dalam<br />
menghubungkan gerakan-gerakan<br />
otot synergis dan antogonis selaras.<br />
Menurut Suharno HP. (1993: 61)<br />
“koordinasi adalah kemampuan atlet<br />
untuk merangkaikan beberapa gerak<br />
menjadi satu gerak yang utuh dan<br />
selaras”. Koordinasi yang dimiliki<br />
seseorang akan berpengaruh terhadap<br />
kemampuan passing mendatar.<br />
Apakah benar, baik tidaknya<br />
koordinasi yang dimiliki seseorang<br />
akan mempengaruhi kemampuan<br />
passing mendatar dalam permainan<br />
sepak bola. Nampaknya hal itu perlu<br />
dipertanyakan lagi dan perlu dikaji<br />
lebih mendalam baik secara teori<br />
atau praktik melalui penelitian<br />
eksperimen.<br />
Permainan Sepak Bola<br />
Sepak bola merupakan salah satu<br />
jenis permainan yang memiliki<br />
prinsip-prinsip yang sederhana, yaitu<br />
berusaha memasukan bola ke<br />
gawang lawannya sebanyak mungkin<br />
dan berusaha menggagalkan<br />
serangan lawan untuk melindungi<br />
atau menjaga gawang agar tidak<br />
kemasukan bola. Jozef Sneyers<br />
(1998: 3) berpendapat bahwa<br />
“Prinsip dalam sepak bola sederhana<br />
sekali yaitu membuat gol dan<br />
mecegah jangan sampai lawan<br />
berbuat sama ke gawang sendiri”<br />
Teknik dasar bermain bola<br />
merupakan bagian yang penting<br />
untuk mencapai ketrampilan teknik<br />
bermain bola. Dapat dikatakan
24 Phederal Vol. 4 No. 1, Mei 2011<br />
kualitas menang-kalahnya suatu tim<br />
dapat ditentukan oleh tingkat<br />
penguasaan teknik dasar oleh para<br />
pemainnya.<br />
Dalam hal ini Jozef Sneyers<br />
(1988: 10) menyatakan bahwa,<br />
“Mutu permainan suatu kesebelasan<br />
ditentukan oleh suatu penguasaan<br />
teknik dasar tentang sepak bola.<br />
Taktik tanpa teknik tidak mungkin,<br />
kecuali bila taktik itu sangat<br />
sederhana”.<br />
Pendapat diatas menujukan<br />
bahwa, penguasaan teknik dasar<br />
bermain sepak bola merupakan<br />
faktor yang akan mempengaruhi<br />
penampilan pemain maupun tim<br />
secara kolektif, kualitas permainan<br />
dan penerapan taktik bermain sepak<br />
bola. Taktik permainan sepak bola<br />
tidak akan mempunyai arti, jika<br />
pemainnya tidak menguasai teknik<br />
dasar bermain sepak bola.<br />
F a k t o r - F a k t o r y a n g<br />
Memp engaruhi<br />
Kema mp u an Menendang Bola<br />
Tujuan utama permainan sepak<br />
bola adalah mencetak gol ke gawang<br />
lawan sebanyak-banyaknya dan<br />
mencegah lawan melakukan hal yang<br />
sama pada gawang kesebelasannya.<br />
Gol dapat diciptakan melalui<br />
tendangan yang baik dan tepat pada<br />
gawang. Menurut Richard Widdows<br />
dan Paul Backle (1981:26)<br />
“pertandingan-pertandingan sepak<br />
bola dimenangkan dengan mencetak<br />
gol lebih tujuh puluh persen dari golgol<br />
itu berasal dari tembakan”. Hal<br />
ini menunjukan bahwa kemampuan<br />
untuk melakukan tendangan yang<br />
tepat dan akurat merupakan faktor<br />
yang penting untuk melakukan<br />
operan atau mencetak gol ke gawang<br />
lawan.<br />
Kemampuan dan ketepatan<br />
tendangan dalam permainan sepak<br />
bola dipengaruhi oleh beberapa<br />
faktor. Menurut Wahjoedi (1999:<br />
120) “menendang bola pada<br />
prinsipnya dapat dilakukan dengan<br />
kaki kanan maupun kiri, pada (1)<br />
bagian dalam kaki, (2) bagian<br />
punggung kaki, (3) bagian luar kaki”.<br />
Menurut Joseph A. Luxbacher<br />
(1997:105) “kemampuan untuk<br />
melakukan tembakan dengan kuat<br />
dan akurat menggunakan kedua kaki<br />
adalah faktor yang paling penting.<br />
Kualitas seperti antisipasi,<br />
kemantapan dan ketenangan dibawah
Phederal Vol. 4 No. 1, Mei 2011<br />
25<br />
tekanan lawan juga tak kalah<br />
penting”.<br />
Menendang Bola Dengan Kaki<br />
Bagian Dalam<br />
Menendang bola dengan kaki<br />
bagian dalam merupakan salah satu<br />
tendangan yang sering dilakukan<br />
dalam permainan sepak bola.<br />
Tendangan kaki bagian dalam<br />
umumnya disebut juga passing.<br />
Tendangan kaki bagian dalam ini<br />
biasa digunakan untuk operan jarak<br />
pendek. Dilihat dari macam<br />
tendangan, tendangan kaki bagian<br />
dalam merupakan tendangan rendah,<br />
bola bergulir diatas tanah. Menurut<br />
Joseph A. Luxbacher (1997: 12)<br />
“ketrampilan pengoperan bola yang<br />
paling dasar dan harus dipelajari<br />
terlebih dahulu biasanya disebut<br />
push pass (operan dorong). Teknik<br />
pengoperan ini digunakan untuk<br />
menggerakan bola sejauh 5 hingga<br />
15 yard”. Menurut Danny Mielke<br />
(2003: 20) “kebanyakan passing<br />
dilakkukan dengan menggunakan<br />
kaki bagian dalam karena di kaki<br />
bagian itulah terdapat permukaan<br />
yang lebih luas bagi pemain untuk<br />
menendang bola, sehingga<br />
memberikan kontrol bola yang lebih<br />
baik. Selain itu, kaki bagian dalam<br />
merupakan permukaan yang lebih<br />
tepat untuk melakukan passing”.<br />
Analisa Gerakan Tendangan<br />
Mendatar<br />
Teknik menendang bola dalam<br />
sepak bola menurut fungsinya dapat<br />
dibedakan menjadi dua, yaitu<br />
passing (mengoper bola ke teman)<br />
dan shooting (menendang dengan<br />
kuat kearah gawang). Seluruh kaki<br />
dapat digunkan untuk menendang<br />
bola dengan hasil yang berlainan<br />
pula. Berdasarkan hal itu menendang<br />
bola dapat dibedakan menjadi:<br />
menendang bola dengan<br />
menggunakan sisi dalam kaki<br />
(inside), sisi luar kaki (outside) dan<br />
punggung kaki penuh (instep). Maka<br />
dari itu akan dijelaskan analisis<br />
gerakan passing bawah dengan sisi<br />
kaki bagian dalam. Dalam<br />
melakukan passing bawah dengan<br />
kaki bagian dalam tingkat ketepatan<br />
umpan ke teman sangat besar, agar<br />
dapat mengirimkan bola dengan teliti<br />
kepada seorang kawan perlu dilatih<br />
terus dan diperhatikan selalu<br />
kecermatannya (Sneyers, 1989: 83).
26 Phederal Vol. 4 No. 1, Mei 2011<br />
Operan ini sering dipergunakan tim<br />
sepak bola yang mengandalkan<br />
kecepatan permainan untuk<br />
melakukan penyerangan maupun<br />
pertahanan. Teknik dasar ini<br />
dipergunakan untuk jenis operan<br />
datar. Operan ini relatif lebih cepat<br />
dibandingkaan operan lainnya.<br />
Secara umum teknik<br />
pelaksanaannya adalah berdiri<br />
dengan bahu menghadap sasaran,<br />
letakkan kaki tumpu disamping bola,<br />
letakkan kaki ayun menyamping<br />
dengan jari-jari kaki mengarah ke<br />
atas, kemudian tendang bola tepat<br />
ditengahnya dengan menggunakan<br />
kaki bagian sisi dalam ayun,<br />
lanjutkan gerakan tendangan kearah<br />
depan dengan tetap menjaga posisi<br />
kaki.<br />
Prinsip-Prinsip Latihan<br />
Dalam pelaksanaan latihan, baik<br />
atlet maupun pelatih harus<br />
memperhatikan prinsip-prinsip<br />
latihan. Dengan mempetimbangkan<br />
prinsip latihan tersebut diharapkan<br />
latihan yang dilakukan dapat<br />
meningkat dan tidak berakibat buruk<br />
baik terhadap fisik maupun teknik<br />
atlet. Menurut A. Hamidsyah Noer<br />
(1996: 8-11) prinsip-prinsip dalam<br />
latihan olahraga meliputi : (1)<br />
Latihan-latihan yang dilakukan<br />
hendaknya diulang-ulang, (2)<br />
Latihan yang diberikan hendaknya<br />
harus cukup berat, (3) Latihan yang<br />
diberikan harus cukup meningkat, (4)<br />
Latihan harus dilakukan secara<br />
teratur dan (5) Kemampuan<br />
berprestasi.<br />
Komponen-Komponen Latihan<br />
Untuk lebih jelasnya komponenkomponen<br />
latihan dapat dapat<br />
diuraikan secara singkat sebagai<br />
berikut :<br />
1) Volume Latihan<br />
Sebagai komponen utama,<br />
volume adalah prasarat yang sangat<br />
penting untuk mendapatkan teknik<br />
yang tinggi dan pencapaian fisik<br />
yang baik. Menurut Sukardiyanto<br />
dalam Andi Suhendro (1999: 3.17)<br />
bahwa, “volume latihan adalah<br />
ukuran yang menunjukkan jumlah<br />
repetisi, seri atau set dan panjang<br />
jarak yang ditempuh”. Sedangkan<br />
repetisi menurut Suharno HP. (1993:<br />
32) adalah “ulangan gerak brerapa
Phederal Vol. 4 No. 1, Mei 2011<br />
27<br />
kali atlet harus melakukan gerak<br />
setiap giliran”. Pengertian seri atau<br />
set menurut M. Sajoto (1995: 34)<br />
adalah “suatu rangkaian gerakan<br />
dalam satu repetisi”.<br />
Peningkatan volume latihan<br />
merupakan puncak latihan dari<br />
semua cabang olahraga yang<br />
memiliki komponen relatif dan juga<br />
pada cabang olahraga yang menutut<br />
kesempurnaan teknik atau<br />
ketrampilan taktik. Hanya<br />
pengulangan latihan yang tinggi<br />
yang dapat menjamin akumulasi<br />
jumlah ketrampilan yang diperlukan<br />
untuk perbaikan penampilan secara<br />
kuantitatif. Perbaikan penampilan<br />
seorang atlet merupakan hasil dari<br />
adanya peningkatan jumlah satuan<br />
latihan serta jumlah kerja yang<br />
diselesaikan setiap satuan latihan.<br />
2) Intensitas Latihan<br />
Disamping volume dan densitas,<br />
intensitas latihan merupakan<br />
komponen yang sangat penting untuk<br />
dikaitkan dengan komponen<br />
kualitatif kerja yang dilakukan dalam<br />
kurun waktu yang diberikan. Lebih<br />
banyak kerja yang dilakukan dalam<br />
satuan waktu akan lebih tinnggi pula<br />
intensitasnya.<br />
Intensitas adalah fungsi dari<br />
kekuatan rangsangan syaraf yang<br />
dilakukan dalam latihan, dan<br />
kekuatan rangsangan tergantunng<br />
dari berapa kecepatan geraknya,<br />
variasi interval atau istirahat diantara<br />
tiap ulangannya. Suharno HP. (1993:<br />
31) menyatakan, “Intensitas adalah<br />
takaran yang menunjukan kadar atau<br />
tingkatan pengeluaran energi atlet<br />
dalam aktivitas jasmani baik dalam<br />
latihan maupun pertandingan”.<br />
Untuk memperoleh hasil yang<br />
optimal, maka intensitas latihan yang<br />
diberikan tidak boleh terlalu tinggi<br />
atau terlalu rendah, maka pengaruh<br />
latihan yang ditimbulkan sangat kecil<br />
bahkan tidak ada sama sekali.<br />
Sebaliknya bila intensitas latihan<br />
terlalu tinggi dapat menimbulkan<br />
cidera.<br />
3) Densitas Latihan<br />
Menurut Sukadiyanto dalam<br />
Andi Suhendro (1999: 3.24)<br />
“Density merupakan ukuran derajat<br />
kepadatan suatu latihan yang<br />
dilakukan”. Dengan demikian<br />
densitas berkaitan dengan suatu<br />
hubungan yang dinyatakan dalam<br />
waktu antara kerja dan pemulihan.<br />
Densitas yang mencukupi akan
28 Phederal Vol. 4 No. 1, Mei 2011<br />
menjamin efisiensi latihan,<br />
menghindarkan atlet dari kelelahan<br />
yang berlebihan. Densitas yang<br />
seimbang akan mengarah kepada<br />
pencapaian rasio optimal antara<br />
rangsangan latihan dan pemulihan.<br />
Istirahat yang direncanakan<br />
diantara dua rangsangan bergantung<br />
langsung pada intensitasnya dan<br />
lamanya setiap rangsangan yang<br />
diberikan. Rangsangan diatas tingkat<br />
intensitas submaksimal menuntut<br />
interval istirahat yang relatif lama,<br />
dengan maksud untuk memudahkan<br />
pemulihan seseorang dalam<br />
menghadapi rengsangan berikutnya.<br />
Sebaliknya rangsangan pada tingkat<br />
rendah membutuhkan sedikit waktu<br />
untuk pemulihan, kerena tuntutan<br />
terhadap organismenya pun juga<br />
rendah.<br />
4) Kompleksitas Latihan<br />
Kompleksitas dikaitkan pada<br />
tingkat kerumitan latihan yang<br />
dilaksanakan dalam latihan.<br />
Kompleksitas dari suatu ketrampilan<br />
membutuhkan koordinasi, dapat<br />
menjadi penyebab yang penting<br />
dalam menambah intensitas latihan.<br />
Ketrampilan yang sulit atau rumit,<br />
mungkin akan menimbulkan<br />
permasalahan dan akhirnya akan<br />
menyebabkan tekanan terhadap otot,<br />
khususnya selama tahap dimana<br />
koordinasi syaraf otot berada dalam<br />
keadaan lemah. Suatu gambaran<br />
kelompok individual terhadap<br />
ketrampilan yang komplek, dapat<br />
membedakan dengan cepat mana<br />
yang memiliki koordinasi yang baik<br />
dan yang jelek.<br />
Komponen-komponen latihan<br />
yang telah disebutkan diatas harus<br />
dipahami dan diperhatikan dalam<br />
pelaksanaan latihan. Untuk<br />
memperoleh hasil latihan yang<br />
optimal, Komponen-komponen<br />
latihan tersebut harus diterapkan<br />
dengan baik dan benar.<br />
Peranan Koordinasi Mata-Kaki<br />
dengan Menendang Bola<br />
Menendang bola merupakan<br />
teknik dalam sepak bola yang<br />
membutuhkan koordinasi yang baik.<br />
Dalam gerakannya, koordinasi yang<br />
dibutuhkan adalah koordinasi matakaki.<br />
Koordinasi mata-kaki berperan<br />
untuk mengoper bola dengan baik<br />
dan tepat sasaran. Harsono (1988:<br />
220) menyatakan, “suatu ketrampilan<br />
atau skill menuntut adanya
Phederal Vol. 4 No. 1, Mei 2011<br />
29<br />
koordinasi. Koordinasi yang<br />
dibutuhkan dalam ketrampilan di<br />
antaranya koordinasi mata-kaki<br />
(foot-eye coordination) dan<br />
koordinasi mata-tangan (eye hand<br />
coordination). Koordinasi mata-kaki<br />
dibutuhkan dalam gerakan seperti<br />
dalam skill menendang bola,<br />
menggiring bola”.<br />
Pendapat tersebut menunjukan<br />
bahwa, ketepatan passing dalam<br />
sepak bola merupakan suatu<br />
keterampilan yang memiliki cukup<br />
gerakan komplek. Kemampuan<br />
seorang pemain menendang bola<br />
baik untuk mengoper kepada kawan<br />
atau menembak ke gawang lawan<br />
dibutuhkan koordinasi mata-kaki.<br />
Koordinasi mata-kaki yang baik,<br />
maka gerakan menendang bola dapat<br />
dilakukan dengan baik dan tepat<br />
sasaran. Namun sebaliknya,<br />
koordinasi mata-kaki yang buruk,<br />
maka gerakan menendang bola tidak<br />
akan baik dan tepat sasaran.<br />
METODE PENELITIAN<br />
Penelitian ini menggunakan<br />
metode eksperimen. Penelitian<br />
menggunakan rancangan faktorial 2<br />
X 2. Variabel bebas (independent)<br />
variabel manipulatif terdiri atas :<br />
Latihan dengan pendekatan massed<br />
practice.dan Latihan dengan<br />
pendekatan<br />
distributed<br />
practice.Variabel atributif dibedakan<br />
atas : Koordinasi mata-kaki tinggi<br />
dan Koordinasi mata-kaki rendah.<br />
Sedangkan variabel terikat<br />
(dependen) adalah kemempuan<br />
menendang bola.<br />
Populasi dalam penelitian ini<br />
adalah siswa PSB BONANSA Solo<br />
kelompok umur 10-12 tahun tahun<br />
2010 berjumlah 50 anak. Teknik<br />
pengambilan sampel yang digunakan<br />
adalah Stratified Random Sampling.<br />
Sampel sejumlah 40 anak ini<br />
kemudian dikelompokkan sesuai<br />
rancangan faktorial 2 x 2 yaitu<br />
menjadi 4 kelompok, dimana setiap<br />
kelompok terdiri dari 10 anak, utuk<br />
pengelompokkanya dilakukun secara<br />
acak (random). Teknik<br />
Pengumpulan Data Untuk<br />
memperoleh data yang diperlukan<br />
dalam penelitian ini diadakan tes dan<br />
pengukuran. Untuk mengukur<br />
koordinasi mata-kaki adalah<br />
menggunakan soccer wall voley test<br />
dan tes menendang bola untuk
30 Phederal Vol. 4 No. 1, Mei 2011<br />
mengukur kemampuan passing<br />
mendatar.<br />
HASIL PENELITIAN DAN<br />
PEMBAHASAN<br />
Deskripsi hasil analisis data dan<br />
hasil kemapuan tendangan mendatar<br />
pada siswa PSB BONANSA<br />
kelompok umur 10-12 tahun tahun<br />
2010 yang dilakukan sesuai dengan<br />
kelompok yang dibandingkan,<br />
disajikan dalam bentuk tabel sebagai<br />
berikut :<br />
Tabel 1. Ringkasan Angka-Angka<br />
Statistik Deskripsi Data<br />
Hasil Kemampuan<br />
Tendangan Mendatar Tiap<br />
kelompok Perlakuan.<br />
1. Jika kelompok siswa dengan<br />
koordinasi mata-kaki tinggi<br />
yang mendapat perlakuan<br />
dengan bentuk pendekatan<br />
massed practice mempunyai<br />
rata-rata peningkatan tes 2.20.<br />
Sedangkan kelompok siswa<br />
dengan koordinasi mata-kaki<br />
tinggi yang mendapat perlakuan<br />
dengan bentuk pendekatan<br />
distributed practice mempunyai<br />
rata-rata peningkatan tes 1.70.<br />
Bila kedua pendekatan latihan<br />
dibandingkan, maka dapat<br />
diketahui bahwa kelompok<br />
perlakuan dengan bentuk<br />
pendekatan massed practice<br />
lebih baik dari pada kelompok<br />
perlakuan dengan bentuk<br />
pendekatan distributed practice.<br />
2. Jika kelompok siswa dengan<br />
koordinasi mata-kaki rendah<br />
yang mendapat perlakuan<br />
dengan bentuk pendekatan<br />
massed practice mempunyai<br />
rata-rata peningkatan tes 1.10.<br />
Sedangkan kelompok siswa<br />
dengan koordinasi mata-kaki<br />
rendah yang mendapat<br />
perlakuan dengan bentuk<br />
pendekatan distributed practice<br />
mempunyai<br />
rata-rata<br />
peningkatan tes 0.30. Bila kedua<br />
pendekatan<br />
latihan<br />
dibandingkan, maka dapat<br />
diketahui bahwa kelompok<br />
perlakuan dengan bentuk<br />
pendekatan massed practice<br />
lebih baik dari pada kelompok<br />
perlakuan dengan bentuk<br />
pendekatan distributed practice.
Phederal Vol. 4 No. 1, Mei 2011<br />
31<br />
Pembahasan Hasil Penelitian<br />
1. Perbedaan Pengaruh<br />
Pendekatan Latihan Massed<br />
Practice dan Distributed<br />
practice terhadap Kemampuan<br />
Tendangan Mendatar dalam<br />
Permainan Sepak Bola<br />
Berdasar pengujian hipotesis<br />
pertama menunjukan bahwa, ada<br />
pengaruh antara pendekatan latihan<br />
massed practice dan distributed<br />
practice dalam terhdap kemampuan<br />
tendangan mendatar pada siswa usia<br />
10-12 tahun PSB BONANSA tahun<br />
2010. Kelompok yang mendapat<br />
perlakuan pendekatan latihan massed<br />
practice memiliki peningkatan lebih<br />
dibanding dengan kelompok yang<br />
mendapat perlakuan dengan<br />
pendekatan distributed practice.<br />
Ditinjau dari hasil kemampuan<br />
tendangan mendatar yang dihasilkan<br />
ternyata kelompok perlakuan<br />
pendekatan latihan massed practice<br />
lebih baik daripada kelompok<br />
dengan bentuk pendekatan latihan<br />
distrbuted practice. Hal ini dapat<br />
dilihat dari nilai peningkatan massed<br />
practice yaitu 3,30 sedang<br />
distributed practice hanya 1,00.<br />
2. Perbedaan Pengaruh<br />
Koordinasi Mata-Kaki Tinggi<br />
dan Koordinasi Rendah<br />
terhadap Kemampuan<br />
Tendangan Mendatar dalam<br />
Permainan Sepak Bola<br />
Berdasarkan pengujian hipotesis<br />
kedua menunjukan bahwa, ada<br />
perbedaan pengaruh yang signifikan<br />
antara koordinasi mata-kaki tinggi<br />
dan koordinasi mata-kaki rendah<br />
teradap kemampuan tendangan<br />
mendatar pada siswa usia 10-12<br />
tahun PSB BONANSA. Siswa yang<br />
memiliki koordinasi tinggi<br />
mempunyai peningkatan kemampuan<br />
tendanngan mendatar yang lebih baik<br />
daripada siswa yang memiliki<br />
koordinasi mata-kaki rendah.<br />
Dari angka-angka yang<br />
dihasilkan dalama analisis data<br />
menunjukan bahwa perbandingan<br />
rata-rata peningkatan hasil<br />
kemampuan tendangan mendatar<br />
pada siswa yang memiliki koordinasi<br />
tinggi lebih baik 1,5 dari pada<br />
kelompok yang memiliki kelincahan<br />
rendah.
32 Phederal Vol. 4 No. 1, Mei 2011<br />
3. Interaksi antara Pendekatan<br />
Massed Practice, Distributed<br />
Practice dan Koordinasi<br />
Mata-Kaki terhadap<br />
Kemampuan tendangan<br />
Mendatar dalam Permainan<br />
Sepak Bola<br />
Untuk kepentingan pengujian<br />
interaksi faktor utama terbentuklah<br />
tabel sebagai berikut :<br />
Tabel 8. Pengaruh sederhana,<br />
Pengaruh Utama dan<br />
Interaksi Faktor Utama<br />
terhadap Peningkatan<br />
Kemampuan Tendangan<br />
Mendatar dalam Permainan<br />
Sepak Bola.<br />
Gambar7. Bentuk Interaksi<br />
Koordinasi dan Pendekatan<br />
Latihan.<br />
Berdasarkan gambar 7<br />
menunjukkan bahwa, bentuk garis<br />
perubahan besarnya nilai<br />
peningkatan kemampuan tendangan<br />
mendatar yaitu tidak sejajar,<br />
sehingga jika garis tersebut<br />
diteruskan akan terdapat satu titik<br />
pertemuan atau berpotongan. Hal ini<br />
artinya, ada kecenderungan interaksi<br />
antara koordinasi mata-kaki dan<br />
pendekatan berlatih.<br />
Berdasarkan hasil analisis data<br />
diperoleh nilai Fhit = 0,9866 ternyata<br />
lebih kecil dari Ftabel = 4,11 pada<br />
taraf signifikansi 5%. Ini<br />
menunjukkan bahwa antara<br />
keduanya belum diketemukan<br />
interaksi. Hal ini bisa dikarenakan<br />
sampel penelitian yang terbatas dan<br />
bisa juga karena waktu penelitian<br />
yang singkat. Tetapi dilahat dari<br />
interaksi koordinasi dan pendekatan<br />
latihan (gambar 7) yang<br />
menunjukkan dua garis yang tidak<br />
sejajar melainkan cenderung bertemu<br />
disatu titik itu artinya<br />
memungkinkan ada interaksi antara<br />
koordinasi mata-kaki dan pendekatan<br />
berlatih.
Phederal Vol. 4 No. 1, Mei 2011<br />
33<br />
KESIMPULAN DAN SARAN<br />
Berdasarkan analisis dan<br />
pembahasannya yang telah<br />
dilakukan, maka dapat ditarik<br />
kesimpulan sebagai berikut :<br />
1. Ada perbedaan pengaruh yang<br />
meyakinkan antara latihan massed<br />
practice dengan latihan<br />
distributed practice terhadap<br />
peningkatan kemampuan<br />
tendangan mendatar dalam sepak<br />
bola pada siswa PSB BONANSA<br />
kelompok umur 10-12 tahun<br />
tahun 2010. Dari analisis data<br />
menunjukkan Fo = 4,5302 lebih<br />
besar dari Ft = 4,110. Ini berarti<br />
bahwa hipotesis nol ditolak<br />
sehingga ada perbedaan yang<br />
signifikan antara kedua kelompok<br />
perlakuan.<br />
2. Ada perbedaan pengaruh yang<br />
meyakinkan antara koordinasi<br />
tinggi dan koordinasi rendah<br />
terhadap peningkatan kemampuan<br />
tendangan mendatar dalam<br />
permainan sepak bola pada siswa<br />
PSB BONANSA kelompok umur<br />
10-12 tahun tahun 2010. Dari<br />
hasil perhitungan diperoleh Fo=<br />
10,6510 lebih besar dari Ft =<br />
4,110. Ini berarti hipotesis nol<br />
ditolak sehingga ada perbedaan<br />
yang signifikan antara koordinasi<br />
mata-kaki tinggi dengan<br />
koordinasi mata-kaki rendah.<br />
3. Tidak ada interaksi antara metode<br />
latihan dan koordinasi mata-kaki<br />
dalam peningkatan kemampuan<br />
tendangan mendatar dalam<br />
permainan sepak bola. Dari hasil<br />
analisis data yang telah dilakukan<br />
menunjukan tidak ada interaksi,<br />
hal ini ditunjukan dengan Fo =<br />
0,9866 lebih kecil dari Ft = 4,110.<br />
Yang bearti hipotesis nol diterima<br />
sehingga dapat disimpulkan<br />
bahwa tidak diketemukan adanya<br />
interaksi antara bentuk latihan<br />
massed practice, distributed<br />
practice dan koordinasi matakaki.
34 Phederal Vol. 4 No. 1, Mei 2011<br />
DAFTAR PUSTAKA<br />
Andi Suhendro. 2004. Ilmu Kepelatihan Dasar. Jakarta : Pusat Penerbitan<br />
Universitas Terbuka<br />
Danny Mielke. 2007. Dasar-Dasar Sepak Bola. Alih Bahasa. Eko Wahyu<br />
Setiawan. Bandung : PT Intan Sejati<br />
Ismaryati. 2006. Tes dan Pengukuran Olahraga. Surakarta : UNS Pres.<br />
Luxbacher, Joseph. 1997. Sepak Bola Langkah-Langkah Menuju Sukses. Alih<br />
Bahasa. Agus Setiadi. Jakarta : PT. Gramedia<br />
M. Sajoto. 1998. Peningkatan dan Pembinaan Kekuatan Kondisi Fisik dalam<br />
Olahraga. Semarang : Dahara Prize<br />
Mulyono B. 2007. Tes dan Pengukuran dalam Sepak Bola. Surakarta : JPOK<br />
FKIP UNS<br />
Remmy Muchtar. 1992. Olahraga Pilihsn Sepak Bola. Jakarta : Depdikbud.<br />
Direktoral Jendral Pendidikan Tinggi Proyek Pembinaan Tenaga<br />
Kependidikan<br />
Rusli Lutan. 1988. Belajar Ketrampilan Motorik Pengantar dan Metode. Jakarta :<br />
PT. Gramedia<br />
Soekatamsi. 1984. Teknik Dasar Bermain Sepak Bola. Surakarta : Tiga Serangkai<br />
1988. Teknik Dasar Bermain Sepak Bola. Surakarta : Tiga<br />
Serangkai<br />
Soedjono. 1985. Sepak Bola Taktik dan Kerja Sama. Yogyakarta : PT BP.<br />
Kedaulatan Rakyat<br />
Sneyars, Jozef.1990. Sepak Bola Remaja. Bandung : PT. Rosda Jayaputra<br />
Sudjarwo. 1993. Ilmu Kepelatihan Dasar. Surakarta : UNS Pers<br />
Sugiyanto. 1995. Metodologi Penelitian. Surakarta : UNS Pers<br />
Suharno HP. 1993. Ilmu Coaching Umum. Yogyakarta. IKIP Yogyakarta<br />
Sutrisno Hadi. 1995. Metodologi Research. Yogyakarta : Andi Offset<br />
Yusuf Adisasmita & Aip Syaifudin. 1996. Ilmu Kepelatihan Dasar. Jakarta :<br />
Depdikbud Direktorat Jendral Perguruan Tinggi.
Phederal Vol. 4 No. 1, Mei 2011<br />
35<br />
PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN SINTETIS PROGRESIF DAN<br />
UMPAN BALIK MELALUI MEDIA VIDEO UNTUK MENINGKATKAN<br />
HASIL PEMBELAJARAN RENANG GAYA PUNGGUNG<br />
Tri Winarti Rahayu<br />
Heru Suranto<br />
Universitas Sebelas Maret Surakarta<br />
ABSTRACT<br />
Tri Winarti Rahayu, Heru Suranto,2011. Application of Synthetic Progressive<br />
Learning Method And Feedback with Video To Improve Learning Outcomes<br />
Back Crawl Style.<br />
This study aims to improve outcomes Back Crawl Style On Learning<br />
2010/2011. Lesson Learning Through the Application of Synthetic Methods<br />
Feedback With Video. The research was conducted by using a design of action<br />
research (action research), study design consists of four components, namely:<br />
planning, implementation of the action, observation and reflection on each cycle.<br />
Action in such research is a Back Crawl Style to improve the Learning Center<br />
Back In Style Student .Lesson Learning Through the Application of Synthetic<br />
methods Feedback With Video. Based on the analysis and reflection on action<br />
cycles that have been implemented then obtained the following conclusions: (1)<br />
The method of synthesis and progressive feedback darting through the effective<br />
use of video to enhance the ability of swimming back crawl on Student, (2)<br />
Method of synthesis of progressive and feedback darting through the effective use<br />
of video to improve learning outcomes swimming back crawl on Student<br />
Keywords: Sintetis Progresif Metode, Feedback , Video, Study Result<br />
PENDAHULUAN<br />
Salah satu kompetensi yang<br />
harus dimiliki mahasiswa lulusan<br />
JPOK – FKIP adalah dapat<br />
mengajarkan olahraga berenang,<br />
disamping beberapa cabang olahraga<br />
lainnya. Karena lulusan mahasiswa<br />
JPOK – FKIP diharapkan dapat<br />
menjadi guru olahraga yang<br />
professional, dan mengajar berenang<br />
merupakan salahsatu bagian dari<br />
tugas seorang guru olahraga. Untuk<br />
menjadi guru renang yang profesional<br />
dituntut beberapa syarat yang harus
36 Phederal Vol. 4 No. 1, Mei 2011<br />
dipenuhi, antara lain adalah dapat<br />
berenang dengan baik dan benar<br />
sesuai dengan perkembangan ilmu<br />
berenang, memiliki dasar pendidikan<br />
formal, memiliki pengetahuan lain<br />
sebagai pelengkap menjadi guru<br />
renang, seperti (ilmu jiwa,didaktifmetodik<br />
umum dan khusus berenang,<br />
ilmu melatih umum dan khusus,<br />
kinesiologi, sosiologi, psikologi dan<br />
lain - lain)<br />
Mata kuliah renang di JPOK<br />
masih dianggap sebagai mata kuliah<br />
yang sulit oleh sebagian mahasiswa.<br />
Mereka yang tidak berhasil atau<br />
gagal dalam mata kuliah ini<br />
mempunyai berbagai alasan,<br />
diantaranya adalah takut air, trauma<br />
berenang, mengidap penyakit, tidak<br />
dapat menerapkan teori berenang ke<br />
dalam prakteknya, metode dan media<br />
pembelajaran yang tidak sesuai dan<br />
masih banyak lagi alasan-alasan yang<br />
menyebabkan mereka gagal dan tidak<br />
lulus dalam mata kuliah ini. Mata<br />
kuliah renang mempunyai bobot 4<br />
SKS, yang terbagi menjadi 2 SKS di<br />
semester genap dengan nama mata<br />
kuliah renang I dan 2 SKS lagi di<br />
semester gasal atau dengan nama<br />
mata kuliah renang II. Materi yang<br />
diberikan pada renang I adalah<br />
renang gaya bebas dan gaya dada,<br />
sedangkan pada renang II materi<br />
yang diberikan adalah renang gaya<br />
punggung dan gaya kupu-kupu.<br />
Materi pada renang II memiliki<br />
tingkat kesulitan yang lebih tinggi<br />
dibandingkan dengan materi pada<br />
renang I. Renang gaya punggung<br />
memiliki tingkat kesulitan yang<br />
cukup tinggi karena perenang harus<br />
membuat posisi terlentang (sikap<br />
berenang pada gaya punggung) pada<br />
permukaan air.<br />
Berdasarkan hasil pengamatan<br />
terhadap proses pembelajaran renang<br />
khususnya gaya punggung pada<br />
angkatan sebelumnya, jika dilihat<br />
dari partisipasi mahasiswa masih<br />
sangat rendah, hanya 60% yang<br />
berpartisipasi dan aktif secara<br />
maksimal, selain itu hasil<br />
pembelajaran renang yang diperoleh<br />
melalui uji kompetensi 70% yang<br />
berhasil lulus dengan rentang nilai,<br />
selebihnya harus mengikuti program<br />
remidial ataupun harus mengulang di<br />
semester berikutnya. Kegagalan<br />
mahasiswa dalam mata kuliah ini<br />
merupakan tugas team teaching<br />
renang untuk mencari solusinya.
Phederal Vol. 4 No. 1, Mei 2011<br />
37<br />
Tidak dapat dipungkiri bahwa salah<br />
satu penentu keberhasilan proses<br />
pembelajaran adalah penggunaan<br />
metode dan umpan balik<br />
pembelajaran yang tepat sehingga<br />
proses pembelajaran dapat berjalan<br />
secara efektif dan efisien, berarti juga<br />
prosentasi kegagalan mahasiswa<br />
dapat ditekan seminimal mungkin.<br />
Salah satu metode pembelajaran<br />
yang dapat digunakan dalam<br />
pembelajaran renang gaya punggung<br />
adalah metode pembelajaran sintetis<br />
progresif. Metode pembelajaran ini<br />
merupakan salah satu metode bagian<br />
(Part Method) yang dapat digunakan<br />
untuk membantu mahasiswa untuk<br />
mengusai keterampilan dasar<br />
berenang secara bertahap dan<br />
meningkat. Metode pembelajaran ini<br />
akan membantu mahasiswa untuk<br />
dapat menguasai masing-masing<br />
tahap rangkain gerakan berenang<br />
sebelum diberikan gerak berikutnya<br />
yang kemudian dirangkaikan. Metode<br />
sintetis progresif di pilih karena<br />
metode ini lebih sesuai dengan sifat<br />
kelengkapan saat bergerak diair.<br />
Disamping metode yang tepat, umpan<br />
balik yang diberikan juga membawa<br />
pengaruh terhadap tingkat<br />
keberhasilan mahasiswa dalam<br />
belajar berenang. Keberhasilan<br />
umpan balik yang dilakukan dosen<br />
kepada mahasiswanya tidak dapat<br />
dilepaskan dari media umpan balik<br />
yang digunakan. Dalam pembelajaran<br />
mata kuliah renang umpan balik yang<br />
dilakukan dengan menggunakan<br />
media video sangat sesuai untuk<br />
menggambarkan kondisi yang<br />
sebenarnya.<br />
Umpan balik dengan<br />
menggunakan media video adalah<br />
memberikan umpan balik pada<br />
mahasiswa dengan memperlihatkan<br />
gambar yang bergerak yang sudah<br />
mereka lakukan dalam membelajaran<br />
yang kemudian di bandingkan dengan<br />
gerakan yang benar.Video merupakan<br />
media yang efektif dalam<br />
penyampaaian informasi, terutama<br />
yang menyangkut unsur gerak.<br />
Dengan media video ini akan<br />
membantu siswa dalam mempelajari<br />
gerak secara lebih teliti dan benar<br />
sehingga akan membantu<br />
pelaksanaan proses pembelajaran<br />
yang berkualitas.
38 Phederal Vol. 4 No. 1, Mei 2011<br />
Teknik Dasar Renang Gaya<br />
Punggung<br />
Renang gaya punggung<br />
merupakan gaya renang yang<br />
mempunyai tingkat kesulitan yang<br />
cukup tinggi karena dalam<br />
mempelajari renang gaya punggung,<br />
kesulitan pertama yang dihadapi<br />
adalah membuat posisi telentang<br />
(sikap punggung) pada permukaan<br />
air. Pada saat berenang sikap badan<br />
yang streamline (datar pada<br />
permukaan air) merupakan hal yang<br />
prinsip harus dilakukan. Dalam<br />
mempelajari renang gaya punggung,<br />
ada beberapa tahapan gerak<br />
(keterampilan dasar renang gaya<br />
punggung) yang harus dikuasai.<br />
Tahapan gerak tersebut adalah<br />
sebagai berikut:<br />
1) Posisi badan<br />
Prinsip utama yang harus<br />
dipegang dalam renang adalah<br />
posisi badan yang streamline<br />
(datar) pada permukaan air.<br />
Dengan tahanan depan yang<br />
kecil maka orang akan mudah<br />
bergerak di dalam air. Untuk<br />
mendapatkan posisi streamline<br />
pada renang gaya punggung, ada<br />
beberapa hal yang harus<br />
diperhatikan, antara lain posisi<br />
kepala, badan dan kaki, kepala<br />
harus setengah bagian kepala<br />
masuk kedalam air sehingga<br />
permukaan air pada kedua daun<br />
telingga dan pandangan kearah<br />
atas, posisi badan membuat sikap<br />
badan lurus dengan cara<br />
menekan pantat kearah atas,<br />
kedua kaki harus lurus sampai<br />
telapak kaki tepat dibawah<br />
permukaan air. Dengan demikian<br />
maka posisi badan terlentang<br />
lurus pada permukaan air akan<br />
mudah dilakukan.<br />
2) Gerakan kaki<br />
Gerakan kaki pada gaya<br />
punggung dilakukan naik-turun<br />
secara bergantian antara kaki kiri<br />
dan kanan pada bidang vertikal.<br />
Gerakan kaki ini dimulai dari<br />
pangkal paha dan diperluas pada<br />
persendian lutut. Gerakan kaki<br />
ke bawah dilakukan secara lurus<br />
dan rilex, sedangkan pada saat<br />
gerakan kaki ke atas dilakukan<br />
dengan gerakan paha terlebih<br />
dahulu sehingga terjadi<br />
bengkokan pada lutut, baru<br />
kemudian dilakukan pukulan<br />
pukulan kaki ke atas dengan
Phederal Vol. 4 No. 1, Mei 2011<br />
39<br />
keras dengan menggunakan<br />
punggung kaki. Amplitudo<br />
gerakan antar kaki antar<br />
maksimal dibawah 30 – 40 cm.<br />
3) Gerakan lengan<br />
Gerakan lengan pada gaya<br />
punggung terdiri dari dua bagian<br />
yaitu gerakan rekaveri dan<br />
gerakan mendayung. Gerakan<br />
rekaveri dimulai pada saat<br />
lengan keluar dari permukaan air<br />
sampai dengan lengan masuk<br />
kedalam air. Pada saat rekaveri<br />
lengan berjalan dalam keadaan<br />
lurus keatas samping sampai<br />
kebelakang samping kepala.<br />
Sedangkan dalam gerakkan<br />
mendayung dibagi menjadi dua<br />
yakni pada saat gerakkan<br />
menarik (pull) dan mendorong<br />
(push). Pada saat lengan mulai<br />
mendayung setelah masuk dalam<br />
air maka dilakukan tarikan<br />
lengan kearah samping bawah,<br />
dengan gerakan pelan kearah<br />
cepat, telapak tangan menghadap<br />
kearah gerakannya. Kemudian<br />
lengan ditekuk pada persendian<br />
siku, dilanjutkan dengan gerakan<br />
mendayung oleh lengan bawah<br />
dan telapak tangan. Telapak<br />
tangan memutar keatas dan<br />
kebawah untuk mendorong air.<br />
4) Pernapasan<br />
Pada gaya punggung tidak ada<br />
masalah dalam pelaksanaan<br />
pernapasan. Meskipun demikian<br />
pelaksanaannya harus diatur agar<br />
air tidak jatuh pada permukaan<br />
mulut. Pengambilan napas<br />
(membuka mulut) dilakukan<br />
pada saat gerakan lengan pada<br />
pertengahan rekaveri, dimana air<br />
yang mengikuti lengan sudah<br />
melewati mulut. Pernapasan ini<br />
dilakukan secara explosive.<br />
5) Gerak koordinasi<br />
Pada gaya punggung tidak ada<br />
aturan antara gerakan lengan dan<br />
kaki. Apabila gerakan kaki dan<br />
lengan telah dikuasai dengan<br />
baik koordinasi antara gerakan<br />
kaki dan lengan akan terjadi<br />
dengan sendirinya.<br />
Pembelajaran<br />
Pembelajaran adalah suatu<br />
kegiatan untuk membelajarkan siswa<br />
secara terintegrasi dengan<br />
memperhitungkan faktor lingkungan<br />
belajar, karakteristik siswa,<br />
karakteristik bidang studi serta
40 Phederal Vol. 4 No. 1, Mei 2011<br />
berbagai strategi pembelajaran, baik<br />
dalam penyampaian, pengelolaan<br />
maupun<br />
pengorganisasian<br />
pembelajaran (B. Uno, 2007: ).<br />
Sedangkan hakekat pembelajaran<br />
menurut Baharudin (2009 : 11)<br />
mengemukkan pembelajaran sebagai<br />
proses manusia untuk mencapai<br />
berbagai macam kompetensi,<br />
keterampilan dan sikap.<br />
Pembelajaran merupakan<br />
kegiatan yang dilakukan untuk<br />
memfasilitasi, meningkatkan<br />
intensitas dan kualitas belajar pada<br />
peserta didik. Pembelajaran<br />
merupakan upaya sistematis dan<br />
sistemik untuk memfasilitasi dan<br />
meningkatkan proses belajar maka<br />
kegiatan belajar berkaitan erat dengan<br />
jenis hakikat dan jenis belajar serta<br />
hasil belajar. Dalam proses<br />
pembelajaran harus menghasilkan<br />
belajar, akan tetapi tidak semua<br />
proses belajar menghasilkan proses<br />
pembelajaran.<br />
Prinsip Pembelajaran<br />
Prinsip-prinsip<br />
dalam<br />
pembelajaran meliputi perhatian dan<br />
motivasi, keaktifan siswa,<br />
keterlibatan langsung, pengulangan,<br />
tantangan, balikan dan penguatan<br />
serta perbedaan individual (Dimyati<br />
dan Mudjiono, 2006:42). Sedangkan<br />
menurut Wina Sanjaya (2006:30-31)<br />
mengemukkkan bahwa ada sejumlah<br />
prinsip yang harus diperhatikan<br />
dalam pengelolaan kegiatan<br />
pembelajaran antara lain:<br />
1) Berpusat pada siswa<br />
2) Belajar dengan melakukan<br />
3) Mengembangkan<br />
kemampuan sosial<br />
4) Mengembangkan<br />
keingintahuan, imajinasi dan<br />
fitrah<br />
5) Mengembangkan<br />
keterampilan pemecahan<br />
masalah<br />
6) Mengembangkan kreativitas<br />
siswa<br />
7) Mengembangkan<br />
kemampuan ilmu dan<br />
teknologi<br />
8) Menumbuhkan kesadaran<br />
sebagai warga negara yang<br />
baik<br />
9) Belajar seapanjang hayat<br />
Media Pembelajaran<br />
Media pembelajaran merupakan<br />
segala sesuatu yang dapat<br />
dipergunakan untuk menyalurkan
Phederal Vol. 4 No. 1, Mei 2011<br />
41<br />
pesan, merangsang pikiran, perasaan,<br />
perhatian dan kemaun siswa sehingga<br />
dapat terdorong terlibat dalam proses<br />
pembelajaran. Media pembelajaran<br />
secara mendasar berpotensi<br />
memberikan peluang bagi siswa<br />
untuk mengembangkan kepribadian.<br />
Media pembelajaran adalah segala<br />
sesuatu yang digunakan dalam rangka<br />
untuk membantu penyampaian materi<br />
ajar dari guru kepada muridnya.<br />
Oemar Hambalik (1980 : 23)<br />
mengemukakan maksud dari media<br />
pendidikan adalah alat, metode dan<br />
teknik yang digunakan dalam rangka<br />
untuk lebih mengefektifkan<br />
komunikasi dan interaksi antara guru<br />
dan siswa dalam proses pendidikan<br />
dan pengajaran di sekolah.<br />
Media disusun berdasarkan<br />
prinsip bahwa pengetahuan yang ada<br />
pada setiap manusia diterima atau<br />
ditangkap melalui panca indera.<br />
Semakin banyak indera yang<br />
digunakan untuk menerima sesuatu<br />
maka semakin banyak dan semakin<br />
jelas pula pengertian dan<br />
pengetahuan yang diperoleh.<br />
Sedangkan dalam hal fungsi, media<br />
pembelajaran berfungsi untuk<br />
membangkitkan semangat dalam<br />
proses pembelajaran. Menurut<br />
Mulyani sumantri (2001:154)<br />
menyebutkan, secara umum media<br />
berfungsi sebagai:<br />
1) Alat bantu dalam pembelajaran<br />
dalam menciptakan pembelajaran<br />
yang efektif.<br />
2) Merupakan bagian keseluruhan<br />
tegral dari keseluruhan proses<br />
pembelajaran<br />
3) Meletakkan dasar yang kongkrit<br />
dari konsep yang abstrak<br />
4) Membangkitkan motivasi belajar<br />
bagi siswa<br />
5) Meningkatkan mutu<br />
pembelajaran<br />
Jenis Media Pembelajaran<br />
Ada beberapa jenis media<br />
pembelajaran yang dapat digunakan<br />
dalam proses pembelajaran. Jenis<br />
media tersebut seacara garis besar<br />
dapat dikelompokkan menjadi;<br />
1) Media Visual<br />
Media yang dapat diterima<br />
indera penglihatan, misalnya<br />
media gambar diam, media<br />
papan, media dengan proyeksi<br />
dan lain-lain.
42 Phederal Vol. 4 No. 1, Mei 2011<br />
2) Media Audio<br />
Media yang dapat diterima oleh<br />
indera pendengaran, misalnya<br />
kaset, tape recorder dan lain-lain<br />
3) Media Audio Visual<br />
Media yang dapat diterima<br />
indera penglihatan dan<br />
pendengaran, misalnya televisi,<br />
video dan lain-lain.<br />
4) Media Asli atau Orang<br />
Media yang merupakan benda<br />
sebenarnya/ sesungguhnya yang<br />
diperagakan melalui sebuah<br />
model /alat peraga, misalnya<br />
diorama, museum dan lain-lain<br />
Menentukan Media Pembelajaran<br />
Proses pemilihan media<br />
pembelajaran tidak sama dengan<br />
pemilihan buku pegangan dalam<br />
pembelajaran. Pemilihan buku<br />
pegangan perlu memperhatikan<br />
kebutuhan dan kemampuan siswa<br />
yang akan diajar. Menurut Wilkinson,<br />
ada beberapa hal yang perlu<br />
diperhatikan dalam memilih media<br />
pembelajaran, yakni tujuan,<br />
ketepatan, keadaan siswa,<br />
ketersediaan, dan biaya. Perubahan<br />
global dalam perkembangan<br />
pengetahuan dan teknologi, terutama<br />
yang berhubungan dengan sistem<br />
pendidikan menuntut adanya<br />
perubahan sikap pendidik dalam<br />
melaksanakan pembelajaran baik di<br />
dalam kelas maupu di lapangan.<br />
Salah satu perkembangan<br />
pengetahuan dan teknologi dalam<br />
bidang pendidikan adalah mengenai<br />
penggunaan media pembelajaran.<br />
Media pembelajaran sebagai alat<br />
bantu dalam proses belajar mengajar<br />
mengalami perkembangan yang<br />
cukup pesat.<br />
Tiap-tiap media mempunyai<br />
karakteristik yang perlu dipahami<br />
oleh pemakainya. Pengenalan jenis<br />
media dan karakteristiknya<br />
merupakan salahsatu faktor dalam<br />
penentuan atau pemilihan media.<br />
Dalam memilihan media, yang perlu<br />
dipertimbangkan antara lain:<br />
1) Kejelasan maksud dan tujuan<br />
pemilihan tersebut<br />
2) Sifat dan ciri-ciri media yang akan<br />
dipilih<br />
3) Adanya sejumlah media yang<br />
dapat dibandingkan karena<br />
pemilihan media pada dasarnya<br />
adalah proses pengambilan<br />
keputusan akan adanya alternatifalternatif<br />
pemecahan yang
Phederal Vol. 4 No. 1, Mei 2011<br />
43<br />
dituntut oleh tujuan (R.<br />
Angkowo, 2007 : 12)<br />
Seorang guru dalam memilih<br />
atau menentukan media yang akan<br />
digunakan,<br />
berdasarkan<br />
pertimbangan sebagai berikut : (a) ia<br />
merasa sudah akrab dengan media<br />
tersebut, (b) ia merasa bahwa media<br />
yang dipilihnya dapat menggabarkan<br />
dengan lebih baik dari pada dirinya<br />
sendiri, (c) media yang dipilihnya<br />
dapat menarik minat dan perhatian<br />
siswa serta menuntunnya pada<br />
penyajian yang lebih terstruktur dan<br />
terorganisasi. Pertimbangan ini<br />
diharapkan oleh guru dapat<br />
memenuhi kebutuhannya dalam<br />
mencapai tujuan yang telah<br />
ditetapkan.<br />
Media merupakan bagian dari<br />
sistem instruksional secara<br />
keseluruhan, utuk itu ada beberapa<br />
kriteria yang harus diperhatikan<br />
dalam menentukan media<br />
pembelajaran. Kriteria tersebut antara<br />
lain;<br />
1. Sesuai dengan tujuan yang akan<br />
dicapai<br />
2. Tepat untuk mendukung isi<br />
pelajaran yang sifatnya fakta,<br />
konsep, prinsip atau generalisasi<br />
3. Praktis, luwes dan bertahan<br />
4. Guru terampil menggunakannya<br />
5. Pengelompakan sasaran<br />
6. Mutu teknis (Azhar Arsyad,<br />
1996 : 75 – 76 )<br />
Metode Pembelajaran Sintesis<br />
Progresif Renang Gaya Punggung<br />
Keberhasilan<br />
dalam<br />
pembelajaran renang tidak terlepas<br />
dari metode yang digunakan dalam<br />
menyampaikan materi renang. Oleh<br />
karena itu diperlukan metode<br />
pembelajaran yang sesuai dengan dan<br />
cocok dengan sifat bahan<br />
pembelajaran dalam renang. Ada<br />
beberapa macam metode yang dapat<br />
dipergunakan dalam pembelajaran<br />
renang. Salahsatunya adalah metode<br />
sintetis progresif. Metode sintetis<br />
progresif ini dapat digunakan untuk<br />
pembelajaran dalam renang gaya<br />
punggung.<br />
Prinsip pembelajaran renang gaya<br />
punggung dengan menggunakan<br />
metode sintetis progresif adalah<br />
sebagai berikut:<br />
1) Langkah pertama yang diajarkan<br />
adalah membuat posisi badan<br />
tetentang diatas permukaan air
44 Phederal Vol. 4 No. 1, Mei 2011<br />
(streamline) pada gaya<br />
punggung.<br />
2) Langkah kedua yang diajarkan<br />
adalah meluncur<br />
3) Langkah ketiga yang diajarkan<br />
adalah menggabungkan gerak<br />
telentang dan meluncur diatas<br />
permukaan air. Setelah gerakan<br />
telentang dan meluncur dapat<br />
dikuasai dengan baik, baru<br />
melangkah ke tahap berikutnya,<br />
yaitu<br />
4) Langkah keempat yang diajarkan<br />
adalah gerakan kaki renang gaya<br />
punggung. Setelah gerakan kaki<br />
dapat dikuasai kemudian<br />
melangkah pada tahap<br />
berikutnya yaitu,<br />
5) Langkah kelima, yang diajarkan<br />
adalah menggabungkan gerakan<br />
dari awal yang sudah dipelajari<br />
yakni telentang melunjur dan<br />
dilanjutkan dengan gerakan kaki<br />
gaya punggung, begitu terus<br />
langkah dilkukan sampai semua<br />
tahap atau gerak dasar pada<br />
renang gaya punggung dapat<br />
dikuasai dan dirangkaikan dalam<br />
satu gerakan utuh renang gaya<br />
punggung.<br />
Umpan Balik Pembelajaran<br />
Renang Dengan Menggunakan<br />
Media Video<br />
Umpan balik dalam pembelajaran<br />
renang gaya punggung ini dilakukan<br />
dengan menggunakan bantuan media<br />
video. Dengan menggunakan alat<br />
bantu video dalam menyamapaikan<br />
umpan balik, akan mempermudah<br />
siswa dalam menyerap informasi<br />
yang disamapaikan dan dapat<br />
mempelajari dan merespon gerak<br />
secara lebih teliti sehingga akan<br />
menghasilkan gerakan yang benar<br />
sesuai dengan yang direspon. Media<br />
ini bertujuan menyajikan informasi<br />
dalam bentuk yang menyenangkan,<br />
menarik, mudah dimengerti dan jelas.<br />
Informasi akan mudah dimengerti<br />
karena sebanyak mungkin indera,<br />
terutama telinga dan mata, digunakan<br />
untuk menyerap informasi itu.<br />
METODE PENELITIAN<br />
Penelitian ini akan dilaksanakan<br />
di kolam renang manahan. Waktu<br />
pelaksanaannya adalah pada semester<br />
ganjil pada tahun ajaran 2010/2011.<br />
Penelitian direncanakan dilakukan<br />
selama 6 (enam) bulan, mencakup<br />
kegiatan.
Phederal Vol. 4 No. 1, Mei 2011<br />
45<br />
Subjek penelitian adalah<br />
mahasiswa penjaskesrek semester III<br />
yang mengambil mata kuliah renang<br />
II. Dalam penelitian ini, dosen<br />
sebagai pengajar sekaligus peneliti.<br />
Dimana dosen pengampu dan assisten<br />
dosen mata kuliah renang bersamasama<br />
merencanakan, mengamati,<br />
mendiskusikan dan menganalisis<br />
hasil penelitian.<br />
Pengumpulan data dalam<br />
penelitian ini adalah dengan<br />
Observasi dan Tes. Teknik observasi<br />
digunakan untuk mengumpulkan data<br />
mengenai situasi kegiatan belajar<br />
mengajar yaitu metode pembelajaran<br />
yang digunakan oleh dosen..<br />
Observasi merupakan proses<br />
perekaman dengan mengamati semua<br />
peristiwa dan kegiatan yang terjadi<br />
selama penelitian tindakan kelas<br />
berlangsung. Sedangkan tes<br />
kemampuan berenang gaya punggung<br />
digunakan untuk mengetahui<br />
kemampuan renang gaya punggung<br />
yang telah dikuasai, sedangkan tes uji<br />
kompetensi (UK) digunakan untuk<br />
mendapatkan data tentang hasil<br />
pembelajaran renang gaya punggung<br />
yang telah dilakukan.<br />
Data yang dikumpulkan pada<br />
setiap kegiatan observasi dari<br />
pelaksanaan siklus PTK dianalisis<br />
secara deskriptif dengan<br />
menggunakan teknik prosentase<br />
untuk melihat kecenderungan yang<br />
terjadi dalam kegiatan pembelajaran.<br />
Teknik analisis data yang<br />
digunakan dalam penelitian tindakan<br />
kelas ini adalah deskriptif kualitatif.<br />
Dimana analisis data kualitatif<br />
dilakukan dengan jalan bekerja<br />
dengan data, mencari dan<br />
menemukan apa yang penting dan<br />
apa yang dipelajari serta mengambil<br />
keputusan apa yang dapat<br />
disampaikanpada orang lain.<br />
Langkah-langkah pelaksanaan<br />
PTK dilakukan melalui empat tahap,<br />
yaitu: (1) perencanaan tindakan, (2)<br />
pelaksanaan tindakan, (3) observasi<br />
dan interpretasi, (4) analisis dan<br />
refleksi.<br />
Seperti ditulis di depan<br />
banyaknya siklus tergantung pada<br />
tercapainya indikator keberhasilan.<br />
Dalam penelitian ini indikator<br />
pencapaiannya adalah:
46 Phederal Vol. 4 No. 1, Mei 2011<br />
Tabel . Target Capaian antar Siklus<br />
HASIL PENELITIAN DAN<br />
PEMBAHASAN<br />
Penelitian Tindakan Kelas ini<br />
dalam pelaksanaannya mengikuti alur<br />
(tahapan) sebagai berikut;<br />
1. Perencanaan, meliputi penetapan<br />
materi pembelajaran mata kuliah<br />
renang II<br />
2. Tindakan, meliputi seluruh proses<br />
kegiatan belajar mengajar dengan<br />
menerapakan metode sintetis<br />
progresif dan umpan balik dengan<br />
menggunakan media video<br />
3. Observasi, dilaksanakan<br />
bersamaan dengan proses<br />
pembelajaran, yang meliputi;<br />
aktivitas siswa, pengembangan<br />
materi dan hasil belajar.<br />
4. Refleksi, meliputi kegiatan<br />
analisis hasil pembelajaran dan<br />
sekaligus menyusun rencana<br />
perbaikan pada siklus berikutnya.<br />
Berikut disajikan pembahasan<br />
dari masing-masing permasalahan<br />
yang ada dalam penelitian sebagai<br />
berikut:<br />
Tabel . Hasil Peningkatan Kualitas<br />
Pembelajaran Antar Siklus<br />
Kemampuan Siklus 1 80%<br />
mahasiswa<br />
90%<br />
2<br />
Hasil belajar Siklus 1 80%<br />
mahasiswa<br />
2 90%<br />
Kemampuan Melakukan Renang<br />
Gaya Punggung<br />
Metode pembelajaran renang<br />
gaya punggung dengan menggunakan<br />
metode bagian khususnya metode<br />
sintetis progresif sangat sesuai<br />
dengan karakteristik pembelajaran<br />
renang. Metode ini sangat efektif<br />
karena pembelajaran renang gaya<br />
punggung diberikan secara bertahap<br />
atau per-elemen gerak sehingga<br />
mahasiswa dapat mengikuti setiap<br />
elemen gerak renang gaya punggung<br />
yang diberikan. Elemen gerak yang<br />
diberikan dapat langsung dipraktekan<br />
sampai terkuasai, baru digabungkan<br />
dengan elemen gerak yang lainya<br />
sehingga mahasiswa dapat lebih
Phederal Vol. 4 No. 1, Mei 2011<br />
47<br />
mudah untuk mengusai gerakan.<br />
Melalui peningkatanyangterjadi sejak<br />
kondisi awal hingga diberikan<br />
tindakan I dan II dapat disimpulkan<br />
bahwa metode sintetis progresif dan<br />
pemberian umpan balik dengan<br />
media video dapat meningkatkan<br />
hasil belajar Hasil Pembelajaran<br />
Renang Gaya Punggung Pada<br />
Mahasiswa PENJASKESREK JPOK<br />
FKIP UNS tahun pelajaran<br />
2010/2011?”<br />
Hasil Belajar Renang Gaya<br />
Punggung<br />
Kemampuan renang yang telah<br />
dikuasai akan mempengaruhui hasil<br />
belajar renang mahasiswa khususnya<br />
pada gaya punggung. Dengan<br />
kemampuan renang gaya punggung<br />
yang meningkat secara otomatis juga<br />
akan meningkatkan hasil belajar<br />
renang gaya punggung. Dari kondisi<br />
menunjukan hasil belajar mahasiswa<br />
yang belum optimal karena target<br />
ketutasan dalam belajar belum dapat<br />
tercapai. Dengan penerapan metode<br />
pembelajran sintetis progresif dan<br />
memberikan umpan balik melalui<br />
media video, maka dapat dilihat<br />
adanya peningkatan hasil belajar<br />
mahasiswa dalam renang gaya<br />
punggung. Hal ini dapat dilihat dari<br />
kondisi awal jumlah mahasiswa yang<br />
dapat lulus dalam uji kompetensi<br />
hanya sekitar 70%, sedangkan setelah<br />
dilakukan tindakan I dan II, jumlah<br />
mahasiswa yang lulus dalam<br />
mengikuti uji kompetensi sebesar<br />
90%.<br />
KESIMPULAN DAN SARAN<br />
Keseluruhan hasil penelitian<br />
menunjukan adanya peningkatan baik<br />
dalam hal kemampuan berenang dan<br />
hasil belajar renang gaya punggung<br />
pada Mahasiswa PENJASKESREK<br />
JPOK FKIP UNS Tahun Pelajaran<br />
2010/2011 Sehingga dapat diperoleh<br />
kesimpulan sebagai berikut :<br />
1. Metode sintesis progresif dan<br />
umpan balik menggunakan<br />
media video sanagat efektif<br />
untuk meningkatkan kemampuan<br />
renang gaya punggung pada<br />
Mahasiswa PENJASKESREK<br />
JPOK FKIP UNS Tahun<br />
Pelajaran 2010/2011<br />
2. Metode sintesis progresif dan<br />
umpan balik menggunakan<br />
media video sanagat efektif<br />
untuk meningkatkan hasil belajar<br />
renang gaya punggung pada<br />
Mahasiswa PENJASKESREK<br />
JPOK FKIP UNS Tahun<br />
Pelajaran 2010/2011
48 Phederal Vol. 4 No. 1, Mei 2011<br />
DAFTAR PUSTAKA<br />
Agus Kristiyanto.2010. Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Surakarta : UNS Press<br />
Azhar Arsyad. 2007. Media Pembelajaran. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.<br />
Dimyati. 1999. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : PT Rineka Cipta<br />
Hamzah B Uno. 2008. Perencanaan Pembelajaran. Jakarta : Bumi Aksara<br />
Kasiyo Dwijowinoto. 1979. Renang, Metoda, Teknik, Pola.<br />
Semarang<br />
FPOK IKIP N<br />
Oemar Hambalik. 1980. Media Pendidikan. Bandung: Alumni<br />
R. Angkowo & A. Kosasih. 2007. Optimalisasi Media Pembelajaran. Jakarta :<br />
PT. Grasindo.<br />
Soemanto Y & CH. Suradi. 1997. T & P Renang II. JPOK FKIP UNS<br />
Supandi.1992. Strategi Belajar Mengajar Pendidikan Jasmani dan Kesehatan.<br />
Jakarta: Depdikbud Ditjen Dikti PPTK.<br />
Thomas, David G. 1996. Renang Pemula: Langkah-langkah Menuju<br />
Keberhasilan. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada<br />
Thomas, David G. 1996. Renang Tingkat Mahir : Langkah-langkah Menuju<br />
Keberhasilan. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada<br />
Thomas Jerry R., Nelson Jack K.1996. Research Methods in Physical Activity.<br />
Champaign: Human Kinetics.<br />
Woolfolk, E. Anita.1993 Educational Psychology. Boston: Allyn and Bacon A<br />
Division of Simon and Schuster, Inc.
Phederal Vol. 4 No. 1, Mei 2011<br />
49<br />
PENATAAN ORGANISASI DAN PERSPEKTIF<br />
PEMBENTUKAN KARAKTER WASIT BOLAVOLI INDONESIA<br />
Deddy Whinata Kardiyanto<br />
Wahyu Sulistyo<br />
ABSTRACT<br />
Currently was beginning gets ebbing nation children character,<br />
meanwhile in even sporting domain to find one ” Charakter Building's Mental ”,<br />
well that athlete, trainer, and also referees have a lot of one takes down to<br />
conduct, no longer advances totally that referee is professionalization who shall<br />
hold firmness in advances regulation bases each that sport.<br />
This therefore about needs it settlement is back particularly in take one<br />
decision and policy ought to does ever notice substansial who that has or<br />
necessarily determine one that decision with bases character who can build<br />
vollyball referee gets better.<br />
Keyword : Organisation, Charakter Building's<br />
PENDAHULUAN<br />
Fenomena yang muncul<br />
sekarang ini berdasarkan data<br />
empirik telah menunjukan bahwa<br />
beberapa organisasi khususnya, pada<br />
top<br />
organisasi-organisasi<br />
keolahragaan, terindikasi mulai lepas<br />
dari substansial di dalam<br />
mengaplikasikan kinerja berdasarkan<br />
job-discription masing-masing<br />
anggota organisasi itu. Fenomena<br />
inilah yang nantinya akan berdampak<br />
terhadap kelangsungan operasional<br />
kinerja sebuah organisasi, dan dapat<br />
pula menjadikan ketidak patuhan<br />
para anggota organisasi, dimana<br />
organisasi itu berada.<br />
Organisasi akan bertumbuh<br />
kembang dan solid, apabila<br />
dilakukan berdasarkan regulasi yang<br />
telah digulirkan untuk difahami,<br />
dicermati, diresapi, dan dilaksanakan<br />
oleh seluruh komponen pengakses<br />
dalam organisasi itu. Organisasi<br />
dalam aplikasinya selalu<br />
dikendalikan oleh pimpinan besera<br />
perangkatnya, organisasi akan<br />
berjalan baik, namun memerlukan<br />
sebuah karakter tentang keteladanan<br />
dan kepatuhan, disiplin dari<br />
pengendali atau pimpinan tehadap
50 Phederal Vol. 4 No. 1, Mei 2011<br />
regulasi yang ada. Keteladanan tidak<br />
mudah seperti kita membalikan<br />
telapak tangan kita, oleh sebab itu<br />
berhati-hatilah berkinerja dalam<br />
mengendalikan sebuah biduk yang<br />
berlayar untuk menuju ketepian dan<br />
berlabuh sesuai dengan tujuan<br />
dimaksud.<br />
Sekarang ini sudah mulai<br />
bersurutnya karakter anak-anak<br />
bangsa, sedangkan di dalam ranah<br />
olahragapun untuk menemukan<br />
sebuah ”Mental Charakter Building”<br />
, baik itu atlet, pelatih, maupun para<br />
wasit sebagai pengadil sudah banyak<br />
yang lepas kendali, tidak lagi<br />
mengedepankan secara total bahwa<br />
wasit adalah profesionalisasi yang<br />
harus dipegang teguh dalam<br />
mengedepankan regulasi atau<br />
peraturan berdasarkan masingmasing<br />
kecabangan olahraga<br />
tersebut.<br />
Pembentukan karakter sangat<br />
sulit sekali, namun demikian kita<br />
sebagai wasit (pengadil) sangat di<br />
perlukan dan dikembalikan lagi<br />
kedalam kaidah atau kode etik<br />
perwasitan yang selalu kita dengungdengungkan.<br />
Penyimpanganpenyimpangan<br />
dalam mengendalikan<br />
biduk yang telah digambarkan di atas<br />
dari seorang pimpinan apa saja,<br />
apabila lepas dalam kendali maka<br />
dampaknya akan menjadi<br />
berkepanjangan, terutama akan<br />
menjadikan sebuah kebiasaan dan<br />
akhirnya membuahkan kharakter/<br />
prilaku menyimpang.<br />
Dua hal tersebut di atas, baik tata<br />
kinerja berorganisasi, pembentukan<br />
sebuah karakter, sementara ini<br />
menjadikan fenomena yang sangat<br />
perlu mendapatkan perhatian dalam<br />
menegakkan sebuah kebenaran<br />
secara kondusif di beberapa<br />
organisasi keolahragaan.<br />
Aplikasi dalam organisasi<br />
keolahragaan<br />
Dalam kontekstual sebuah<br />
aplikasi dalam organisasi<br />
keolahragaan<br />
khususnya<br />
perbolavolian baik dari pimpinan<br />
pusat, pengprov, pengkab/ pengkot,<br />
sampai ke club-club, diharapkan<br />
benar-benar telah menegakkan tataaturan<br />
dan hirarki keorganisasian<br />
secara profesional. PBVSI adalah<br />
suatu organisasi keolahragaan yang<br />
besar di Indonesia tercinta ini,
Phederal Vol. 4 No. 1, Mei 2011<br />
51<br />
organisasi ini bertumbuhkembang<br />
semakin menggembirakan, dalam<br />
tulisan ini sedikit mengkritisi tentang<br />
perlunya penataan kembali terutama<br />
dalam pengambilan sebuah<br />
keputusan dan kebijakan hendaknya<br />
selalu memperhatikan substansial<br />
dan kewenangan siapa yang harus<br />
atau semestinya menentukan sebuah<br />
keputusan itu.<br />
Dalam tulisan ini dibicarakan<br />
pada kontek di perwasitan, data-data<br />
yang terakumulasi secara empirik,<br />
contoh: ditengarai carut mawut,<br />
tumpang tindihnya sebuah<br />
pengambilan keputusan dan<br />
kebijakan dalam menentukan wasit<br />
yang harus ditugaskan atau<br />
diturunkan dalam sebuah event.<br />
Kepentingan-kepentingan yang<br />
menyebabkan ketidak puasan, suka<br />
tidak suka akan bermunculan, yang<br />
pada akhirnya menyebabkan konflik<br />
internal di dalam tubuh Corps<br />
perwasitan PBVSI tercinta ini,<br />
janganlah sebuah Power atau<br />
mungkin yang mempunyai finansial<br />
keterkaitan pada sebuah event ini<br />
dikedepankan sehingga melangkahi<br />
kewenangan-kewenangan yang<br />
semestinya<br />
diberlakukan.<br />
Pemberdayaan kewenangan adalah<br />
sangat penting di dalam mensikapi<br />
dan mengaktualisasikan sebuah<br />
regulasi yang sudah baku, sekali lagi<br />
janganlah persoalan ini dikebiri oleh<br />
sebuah kekuasaan.<br />
Penentuan penugasan wasit<br />
harus dikembalikan secara penuh<br />
pada penanggung jawab wasit,<br />
janganlah ada lagi intervensi diluar<br />
para penanggung jawab (Kabid<br />
Perwasitan) yang nantinya akan<br />
mempengaruhi hak prerogatif yang<br />
dimiliki, bagaimanapun saja<br />
penanggung jawab secara uji<br />
material berdasarkan iventarisasi dan<br />
kemampuan SDM wasit lebih<br />
mengusai terutama karakter, skill,<br />
performance, kemampuan<br />
intelektualitas, dan knowledge secara<br />
personalitas ada dalam evaluation<br />
sheet, yang dimiliki para penanggung<br />
jawab wasit (Kabid Perwasitan).<br />
Sebuah komitmen harus<br />
dipegang teguh oleh seluruh<br />
componen, hal ini akan berjalan baik<br />
dan secara kondusif, sebuah<br />
keyakinan akan terwujud tidak<br />
adanya konflik internal dalam<br />
organisasi apabila kita semua<br />
mengedepankan kepercayaan kepada
52 Phederal Vol. 4 No. 1, Mei 2011<br />
para pemangku kewenangan atau job<br />
discription yang telah diberikan<br />
sehingga akan secara total dalam<br />
mengaplikasikan kinerja tidak dalam<br />
sebuah kegamangan atau keraguraguan.<br />
Dalam mensikapi persoalan ini<br />
makalah ini juga mengkritisi para<br />
pemangku kewenangan dalam hal ini<br />
penanggung jawab perwasitan.<br />
Jangan sampai antara para<br />
penanggung jawab berjalan sendirisendiri,<br />
sehingga terkesan siapa suka,<br />
siapa tidak suka, itu lingku, itu<br />
binaanmu, hal ini akan terkesan tidak<br />
satu kata dan satu perbuatan di dalam<br />
melangkah berkenaan dengan sebuah<br />
kebijakan dan keputusan. Kalau<br />
diperkenankan dalam makalah ini<br />
menggulirkan beberapa rekomendasi<br />
untuk disikapi baik pimpinan<br />
organisasi, pemangku kewenangan<br />
keolahragaan PBVSI tercinta ini.<br />
1. Organisasi akan berjalan dengan<br />
baik apabila seluruh jajaran<br />
mengindahkan regulasinya.<br />
2. Kembalikanlah kewenangankewenangan<br />
sesuai dengan jobdiscription<br />
masing-masing<br />
pengurus.<br />
3. Jangan ada sebuah intervensi<br />
yang bukan kewenangannya pada<br />
bidang lainya.<br />
4. Apabila ada sesuatu hal<br />
(problem) janganlah diputuskan<br />
sendiri, sebuah hasil akan bagus<br />
dan solid apabila ada sebuah<br />
diskusi yang berkompeten<br />
dengan persoalan yang<br />
dikedepankan.<br />
5. Ciptakanlah Good Organitation<br />
dan Clear Organitation.<br />
Tinjauan karakter dalam<br />
perwasitan bolavoli<br />
Karakter adalah sifat<br />
pembawaan yang mempengarui<br />
perilaku budi pekerti tabiat atau<br />
perangai, (Prima Pena, 2007).<br />
Kharakter memang sangat sulit untuk<br />
dilakukan perubahan, namun dapat<br />
juga, tetapi harus melalui proses<br />
yang panjang dalam pengertian<br />
butuh waktu.<br />
Wasit adalah sebagai panutan,<br />
oleh sebab itu segala, prilaku dan<br />
kharakter sangat perlu untuk<br />
diteladani, maka penyimpanganpenyimpangan<br />
yang berkaitan<br />
dengan perubahan prilaku harus<br />
benar-benar ditekan dalam perspektif
Phederal Vol. 4 No. 1, Mei 2011<br />
53<br />
wasit yang berkualitas, baik mental,<br />
kharakter, maupun sikap. Wasit<br />
harus mampu menepis konflikkonfik<br />
baik internal maupun<br />
eksternal.<br />
Arogansi, sikap yang sangat<br />
tidak terpuji, belajarlah<br />
dengan mengedepankan<br />
karakter yang baik, hindarilah<br />
sebuah kekerasan. Kekerasan<br />
adalah bentuk tingkahlaku<br />
yang ditujukan untuk<br />
menyakiti orang lain baik<br />
secara fisik maupun mental.<br />
Kekerasan dalam olahraga<br />
bisa terjadi antara sesama<br />
pemain, pemain dengan<br />
wasit, offisial dengan wasit,<br />
pemain dengan suporter,<br />
suporter dengan wasit, dan<br />
sesama suporter.<br />
1. Mencegah Tindak Kekerasan<br />
Mencegah kekerasan adalah<br />
prinsip seorang wasit, ada beberapa<br />
hal yang perlu diperhatikan, adalah<br />
sebagai berikut:<br />
Wasit, Pelatih atau official<br />
jangan pernah men-toleransi<br />
tindak kekerasan.<br />
Perlu penerapan aturan secara<br />
konsisten disetiap tingkatan,<br />
baik pada individu maupun<br />
tim.<br />
Sesegera mungkin<br />
menghukum siapa pun yang<br />
melakukan tindak kekerasan.<br />
Individu yang melakukan<br />
tindak kekerasan segera<br />
diisolasi atau bila perlu<br />
dikeluarkan<br />
dari<br />
pertandingan.<br />
Etika fair play perlu diajarkan<br />
kepada mereka yang terlibat<br />
dalam olahraga.<br />
Media massa perlu<br />
memberikan informasi yang<br />
seimbang dan faktual.<br />
Munculnya penyimpangan<br />
kharakter pada wasit salah satunya<br />
disebabkan oleh stres yang penuh,<br />
hal ini tidak boleh terjadi, maka<br />
pengendalian diri harus benar-benar<br />
dikedepankan, stres adalah kondisi<br />
ketidak seimbangan antara tuntutan<br />
dengan kemampuan untuk memenuhi<br />
tuntutan tersebut. Dalam<br />
menjalankan tugasnya, seorang wasit<br />
berada dalam situasi yang stressful,<br />
baik karena tekanan pemain, offisial,<br />
maupun penonton.
54 Phederal Vol. 4 No. 1, Mei 2011<br />
Kalau melihat situasi demikian<br />
ini wasit harus mempunyai sebuah<br />
kharakter bagaimana mengatasi hal<br />
ini, padahal wasit harus memberikan<br />
keputusan-keputusan yangakurat,<br />
bagaimana dapat mengambil<br />
keputusan dengan baik?, harus<br />
memperhatikan beberapa alternatif<br />
dibawah ini<br />
Kejelasan Masalah<br />
Alternatif Pilihan Keputusan<br />
& Konsekuensi<br />
Penentuan Putusan dan<br />
memiliki<br />
Konsistensi Putusan<br />
Keputusan yang baik bagi wasit<br />
adalah: Tegas, taat azas dan memiliki<br />
efek jera bagi yang ditindak.<br />
2. Ciri Kepribadian Yang<br />
Menunjang PROFESI WASIT<br />
a. Percaya Diri<br />
Keyakinan seseorang atas<br />
kemampuan dirinya. Orang<br />
yang percaya diri adalah<br />
orang yang tidak pernah ragu<br />
dalam mengambil keputusan.<br />
b. Komitmen<br />
Kesediaan seseorang untuk<br />
mengikuti dan memegang<br />
teguh ketentuan, baik yang<br />
datang dari dalam diri orang<br />
tersebut maupun datang dari<br />
luar<br />
c. Berani Mengambil Resiko<br />
Resiko adalah sesuatu yang<br />
belum terjadi, tapi mungkin<br />
akan terjadi. Peluang<br />
terjadinya akibat yang tidak<br />
diinginkan merupakan ukuran<br />
besar-kecilnya sebuah resiko.<br />
Banyak orang cenderung<br />
menghindari resiko dengan<br />
cara tidak melakukan apaapa.<br />
Menolak mengambil<br />
resiko<br />
seringkali<br />
menghambat kemajuan.<br />
Apapun yang kita tempuh<br />
pada dasarnya mengandung<br />
resiko. Bertindak ada resiko,<br />
diam juga ada resiko.<br />
d. Swa-kendali<br />
Kesanggupan untuk<br />
mengendalikan perasaan,<br />
pikiran, dan tingkah laku<br />
secara efektif. orang yang<br />
memiliki swakendali adalah<br />
orang yang mampu<br />
mengendalikan keinginankeinginan<br />
yang destruktif<br />
terhadap prestasi. Ia juga
Phederal Vol. 4 No. 1, Mei 2011<br />
55<br />
memiliki stabilitas emosi,<br />
yakni mampu mengendalikan<br />
perasaan cemas, marah dan<br />
keinginan mengakhiri<br />
pertandingan dengan cepat.<br />
Selain itu, ia juga sportif<br />
terhadap apa yang telah<br />
diusahakan dan dihasilkan.<br />
e. Mandiri<br />
Kesediaan seseorang untuk<br />
melakukan sesuatu secara<br />
independen dan bertanggung<br />
jawab. Orang yang mandiri<br />
tidak mudah goyah<br />
pendiriannya, meskipun ada<br />
tekanan dari pihak lain.<br />
KESIMPULAN DAN SARAN<br />
Wasit merupakan panutan, oleh<br />
sebab itu segala, prilaku dan<br />
kharakter sangat perlu untuk<br />
diteladani, maka penyimpanganpenyimpangan<br />
yang berkaitan<br />
dengan perubahan prilaku harus<br />
benar-benar ditekan dalam perspektif<br />
wasit yang berkualitas, baik mental,<br />
kharakter, maupun sikap.<br />
Penentuan penugasan wasit<br />
harus dikembalikan pada<br />
penanggung jawab wasit, janganlah<br />
ada lagi intervensi diluar yang<br />
nantinya akan mempengaruhi hak<br />
preogatif. Bagaimanapun juga<br />
penanggung jawab secara uji<br />
material berdasarkan iventarisasi dan<br />
kemampuan SDM wasit lebih<br />
mengusai terutama karakter, skill,<br />
performance, kemampuan<br />
intelektualitas, dan knowledge secara<br />
personalitas ada dalam evaluation<br />
sheet, yang dimiliki para penanggung<br />
jawab wasit (Kabid Perwasitan).<br />
DAFTAR PUSTAKA<br />
Agus Kristiyanto. 2008. Multidesain Pengembangan Volleyball. Jakarta:<br />
Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia.<br />
Ahmadi, Nuril. 2007. Panduan Olahraga Bolavoli. Solo: Era Pustaka Utama<br />
Anonim. http://MetodePembelajaranZonaUIM.htm diakses 25 Februari 2011.<br />
Harsono.1988. Coaching dan Aspek-aspek Psikologi dalam Coaching. Jakarta:<br />
Depdikbud.<br />
Machfud Irsyada. 2004. Pembelajaran Permainan Bolavoli. Jakarta : Depdiknas
56 Phederal Vol. 4 No. 1, Mei 2011<br />
Maz Glemboh. Sejarah dan Perkembangan Bolavoli.<br />
http://ganevo.wordpress.com/2008/04/25/sejarah-bola-voli/ diakses 25<br />
April 2011.<br />
Munasifah. 2008. Bermain Bola Voli. Semarang: Aneka Ilmu.<br />
Nossek, Yosef. 1982. Teori Umum Latihan. Lagos : Institut Nasional Olahraga<br />
Lagos Pan African Press LTP.<br />
Pusat Kesegaran Jasmani dan Rekreasi. 1996. Ketahuilah Kesegaran Jasmani<br />
Anda. Jakarta: Depdikbud.<br />
Ratih Riesafitri. Gambar Teknik Bolavoli. www.rriesafitri.com/previewcontent/gambar-teknik-bola-voli/<br />
diakses 29 April 2011.<br />
Undang-Undang Republik Indonesia No.20 Tahun 2003. Tentang Sisdiknas,<br />
Bandung : Citra Umbara.<br />
Yunus, M. 1992. Olahraga Pilihan Bolavoli. DEPDIKBUD
Phederal Vol. 4 No. 1, Mei 2011<br />
57<br />
GURU SEBAGAI MODEL DALAM PEMBENTUKAN KARAKTER<br />
MELALUI OLAHRAGA DAN PENDIDIKAN JASMANI<br />
Matsuri<br />
Program PGSD FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta<br />
ABSTRACT<br />
The Teacher’s Role as a Model in Establishment Character through<br />
Sport and Physical Education. Problems of students’ bad character always<br />
appear in the field of education. This may result from the fact that education in<br />
Indonesia emphasizes intellectual development only, while other aspects, such as<br />
personality, affective factors, receive less attention. Schools and teachers actually<br />
play an important role and have a responsibility for students' learning both in the<br />
cognitive and affective aspects. Inother words, improvement of and emphasis on<br />
the cognitive aspect such as skills in reading, language, mathematics, and science<br />
aimed at preparing students to enterthe global world should be balanced against<br />
the improvement of their affectiveaspect. This means that character building<br />
teaching must not beignored.<br />
Keywords: Teacher as model, Establishment character<br />
PENDAHULUAN<br />
Lembaga pendidikan dan guru<br />
dewasaini dihadapkan pada tuntutan<br />
yang semakin berat, terutama untuk<br />
mempersiapkan peserta didik agar<br />
mampu menghadapi berbagai<br />
dinamika perubahan yang<br />
berkembang dengan sangat cepat.<br />
Perubahan yang terjadi tidak hanya<br />
berkaitan dengan dinamika<br />
perubahan ilmu pengetahuan dan<br />
teknologi, tetapi juga menyentuh<br />
perubahan dan pergeseran aspek<br />
nilaidan moral dalam kehidupan<br />
masyarakat. Contoh perilaku<br />
kekerasan, juga isu-isu moralitas di<br />
kalangan remaja, seperti penggunaan<br />
narkotika, pornografi, perkosaan,
58 Phederal Vol. 4 No. 1, Mei 2011<br />
perampasan, dan perusakan milik<br />
orang lain sudah menjadi masalah<br />
sosial yang hingga saat ini belum<br />
dapat diatasi secara tuntas.<br />
Akibat yang ditimbulkan cukup<br />
serius dan tidak dapat lagi dianggap<br />
sebagai suatu persoalan sederhana<br />
karena tindakan-tindakan tersebut<br />
telah menjurus kepada tindakan<br />
kriminal.Banyak<br />
orang<br />
berpandangan bahwa kondisi<br />
demikian diduga berawal dariapa<br />
yang dihasilkan oleh dunia<br />
pendidikan. Dalam konteks<br />
pendidikan formal di sekolah, bisa<br />
jadi salah satu penyebabnya karena<br />
pendidikan di Indonesia lebih<br />
menitikberatkan pada pengembangan<br />
intelektual semata. Aspek-aspek<br />
yang lain yang ada dalam diri siswa,<br />
yaitu aspek afektif kurang<br />
mendapatkan perhatian.<br />
Koesoema (Kompas, 1 Desember<br />
2009) menegaskan bahwa integrasi<br />
pendidikan dan pembentukan<br />
karakter merupakan titik lemah<br />
kebijakan pendidikan nasional.<br />
Sekolah dan para guru memegang<br />
peran dan tanggung jawab yang lebih<br />
besar dalam pembelajaran siswa,<br />
tidak hanya ditunjukkan untuk<br />
memenuhi harapan agar kinerja<br />
siswa berhasil dalam aspek kognitif<br />
yang tercermin dari hasil tesdan<br />
tingkat kelulusan lebih tinggi dalam<br />
ujian nasional (UN), tetapi harus<br />
menekankan pada aspek afektif.<br />
Dengankata lain, peningkatan dan<br />
penekanan pada aspek kognitif harus<br />
diimbangi dengan upaya peningkatan<br />
dalam aspek pengembangan afektif<br />
siswa atau dalam arti pendidikan<br />
karakter juga tidak boleh diabaikan.<br />
Guru memiliki peran yang sangat<br />
besar dan berpengaruh dalam<br />
kehidupan peserta didik, oleh<br />
karenanya masyarakat masih tetap<br />
berharap para guru untuk<br />
menampilkan perilaku yang<br />
mencerminkan nilai-nilai moral,<br />
seperti keadilan, kejujuran, dan<br />
mematuhi kode etik profesional.<br />
Sebuah kebajikan sosial dihargai<br />
secara sosial, sementara kebajikan<br />
moral, seperti kejujuran, dihargai<br />
secara moral. Menurut Lickona<br />
(1991), sekolah dan guru harus<br />
mendidik karakter, khususnya<br />
melalui pengajaran yang dapat<br />
mengembangkanrasa hormat dan<br />
tanggung jawab
Phederal Vol. 4 No. 1, Mei 2011<br />
59<br />
Dalam tugasnya sebagai<br />
pendidik dan pengajar, guru<br />
berinteraksi dengan siswa, sangat<br />
penting bagi para guru untuk<br />
melayani dan berperan sebagai<br />
model pengembangan karakter<br />
dengan membuat penilaian dan<br />
keputusan profesional yang<br />
didasarkan pada kebajikan sosial dan<br />
moral. Koesoema (2009:134)<br />
menegaskan bahwa terlepas dari<br />
berbagai macam posisi yang<br />
disandangnya, sadar atau tidak,<br />
perilaku dan tindakan guru dalam<br />
melaksanakan tugas-tugasnya<br />
merupakan wahana utama untuk<br />
pembelajaran karakter. Seseorang<br />
yang berkarakter memiliki<br />
kebijaksanaan untuk mengetahui dan<br />
membedakan mana yang benar dan<br />
mana yang salah; jujur, dapat<br />
dipercaya, adil, hormat, dan<br />
bertanggungjawab; mengakui dan<br />
belajar dari kesalahan; dan<br />
berkomitmen untuk hidup menurut<br />
prinsip-prinsip ini.<br />
Melihat dari fenomena yang<br />
terjadi di masyarakat, Tulisan ini<br />
ingin mencoba mengkaji bahwa<br />
model perilaku berbudi luhur yang<br />
diperankan guru melalui contohcontoh<br />
dalam konteks pendidikan<br />
jasmani merupakan upaya yang<br />
dapat mengatasi terjadinya masalah<br />
tersebut.<br />
GURU DAN PENGEMBANGAN<br />
KARAKTER DALAM KONTEKS<br />
PENDIDIKANJASMANI<br />
Pendidik sangat yakin salah satu<br />
tujuan pendidikan, khususnya<br />
pendidikan jasmani, adalah<br />
menekankan hasil ranah afektif atau<br />
perkembangan karakter dalam<br />
kurikulumnya. Berbagai penelitian<br />
terkini mendukung pendapat bahwa<br />
melalui pengelolaan pengalaman<br />
pendidikan jasmani dapat<br />
menfasilitasi<br />
terjadinya<br />
perkembangan karakter siswa<br />
(Gibbons, Ebbeck, & Weiss, 1995;<br />
Giebink & Mc-Kenzie, 1985; Miller,<br />
Bredemeier, &Shields, 1997).<br />
Pengembangan karakter dapat dilihat<br />
sebagai komponen perkembangan<br />
moral yang tidak mencakup konotasi<br />
keagamaan (Weinberg & Gould,<br />
1995). Pada tulisan ini,<br />
pengembangan karakter akan<br />
digunakan secara bergantian dan<br />
merujuk pada pengalaman proses<br />
kognitif seseorang ketika
60 Phederal Vol. 4 No. 1, Mei 2011<br />
mengembangkan kemampuan yang<br />
terkait dengan isu-isumoral.<br />
Berdasarkan uraian tersebut di<br />
atasdapat disimpulkan bahwa<br />
pendidikan jasmani dapat<br />
mengembangkan karakter telah<br />
memiliki sejarah panjang dan<br />
diyakini oleh para pendidik<br />
khususnya guru pendidikan jasmani.<br />
Mekipun bukti-bukti empirik sangat<br />
terbatas. Namun, pendidikan jasmani<br />
yang dikelola dengan baik dan<br />
ditangani oleh guru yang<br />
berkompeten dapat mengembangkan<br />
karakter. Jadi, peran guru pendidikan<br />
jasmani dalam mengembangkan<br />
karakter sangat strategis. Peran Guru<br />
sebagai Model dalam<br />
Mengembangkan<br />
KarakterPentingnya<br />
mengembangkan karakter ditekankan<br />
dalam tujuan danfungsi standar<br />
kompetensi nasional pendidikan<br />
jasmani sebagaimana yang tertuang<br />
dalam Kurikulum tahun 2004.<br />
Guru pendidikan jasmani dapat<br />
membantu siswa memenuhi standar<br />
tersebut dengan menekankan<br />
pentingnya karakter dan kebajikan<br />
moral. Ketika siswa sedang<br />
mempelajari dan melakukan<br />
berbagai aktivitas olahraga, guru<br />
harus menekankan bahwa mengejek<br />
orang lain, berbuat curang, dan<br />
kekerasan merupakan perilaku yang<br />
bertentangan dengan sportivitas dan<br />
kebajikan moral. Dimediasi oleh<br />
berbagai aktivitas olahraga, seperti<br />
olahraga profesional, olahraga di<br />
kampus dan olahraga di sekolah,<br />
para siswa dan anak-anak remaja<br />
terus-menerus dibombardir oleh<br />
pentingnya kemenangan.<br />
Realitas ini sangat bertolak<br />
belakang dengan model pelajaran<br />
kebajikan moral dan karakter yang<br />
harus diperankan oleh guru kepada<br />
siswa. Menurut Gough (1998) tujuan<br />
akhir dari pembangunan karakter<br />
terjadi apabila setiap orang mencapai<br />
titik di mana berbuat "baik" menjadi<br />
otomatis atau terbiasa. Seperti<br />
belajar keterampilan olahraga<br />
melalui praktek berkelanjutan, secara<br />
moral tindakan tepat menjadi alami<br />
dan konsisten. Para siswa perlu<br />
meniru guru yang jujur, bisa<br />
dipercaya, adil, hormat, dan<br />
bertanggung jawab dalam berbagai<br />
tindakannya. Solomon (1997: 41)<br />
menyimpulkan penelitian terbaru<br />
mengenai pengembangan karakter
Phederal Vol. 4 No. 1, Mei 2011<br />
61<br />
melalui pendidikan jasmani<br />
menunjukkan bahwa aktivitas<br />
jasmani yang terorganisasi dengan<br />
baik dapat meningkatkan<br />
pertumbuhan moral yang positif.<br />
Lebih jauh dinyatakan olehnya<br />
bahwa bukti menunjukkan, tanpa<br />
perkembangan karakter, proses<br />
pematangan moral tidak mungkin<br />
terjadi. Para guru pendidikan jasmani<br />
memiliki tanggung jawab dan<br />
kesempatan menciptakan situasi<br />
untuk meningkatkan perkembangan<br />
karakter siswa. Bangunan teoritis<br />
yang mendasari kajian dalam tulisan<br />
ini adalah guru dapat berperan dan<br />
berfungsi sebagai model dalam<br />
mengajar karakter (Kohlberg, 1981;<br />
Lickona,1991; Noddings, 1992).<br />
Bagian selanjutnya dalam tulisan ini<br />
akan diuraikan bahwa integritas<br />
adalah landasan nilai yang mencakup<br />
nilai-nilai kejujuran, kepercayaan,<br />
keadilan, rasa hormat, dan tanggung<br />
jawab, serta menyediakan aplikasi<br />
yang dapat membimbing perilaku<br />
guru ketika berperan sebagai model<br />
pengajaran karakter dan kebajikan<br />
moral. Diharapkan melalui kajian<br />
bagian ini dapat memberikan<br />
rekomendasi bagaimana seharusnya<br />
guru berperan sebagai model<br />
berdasarkan karakter sehingga dapat<br />
menumbuhkan penalaran moral<br />
siswa.<br />
MEMBANGUN DASAR-DASAR<br />
INTEGRITAS<br />
GURU<br />
PENDIDIKAN JASMANI<br />
Keteladanan hidup yang berbasis<br />
nilai adalah pemenuhan kewajiban<br />
dankebenaran moral dengan karakter<br />
yang konsisten, atau integritas.<br />
Penjelasan ini benar-benar terlepas<br />
dari agama, budaya, ras, atau<br />
etnisitas. Ketika berada di<br />
masyarakat, guru yang memiliki<br />
integritas dipandang sebagai model<br />
bagi suara moral para remaja untuk<br />
mengikutinya. Sebagai contoh, bagi<br />
guru pendidikan jasmani penting<br />
untuk menunjukkan integritas<br />
dengan mengajar fair play,<br />
sportivitas dan melayani dengan<br />
penuh keteladanan seperti<br />
menghargai semua siswa dan<br />
memperlakukan setiap siswa dengan<br />
baik.<br />
Model guru yang berintegritas<br />
adalah guru yang memilih untuk<br />
melakukan hal yang benar, sekalipun<br />
tidak ada orang lain yang
62 Phederal Vol. 4 No. 1, Mei 2011<br />
melihatnya. Integritas berarti secara<br />
konsisten melakukan apa yang benar,<br />
sekalipun dihadapannya ada yang<br />
lebih mudah untuk melakukan<br />
sesuatu yang secara pribadi<br />
menguntungkan.Guru yang<br />
berintegritas menunjukkan perilaku<br />
bertanggung jawab untuk<br />
menyediakan program akademik<br />
yang berkualitas dan pengalaman<br />
pendidikan yang positif. Orang tua,<br />
serta masyarakat umum,<br />
mengharapkan para guru<br />
mengajarkan karakter yang dapat<br />
membantu membentuk siswa<br />
sehingga menjadi anggota<br />
masyarakat yang berguna. Pada diri<br />
guru ada tanggung jawabdan<br />
dipercayakan untuk membentuk<br />
sikap disiplin, keselamatan siswa<br />
sehingga pengaruh pengajaran dan<br />
potensi pembelajaran yang terjadi di<br />
sekolah akan mengubah hidup.<br />
Integritas seorang guru yang<br />
melekat padanya tidak lepas dari<br />
pengamatan siswa. Artinya, siswa<br />
akan mengevaluasi karakter guru<br />
didasarkan pada bagaimana cara<br />
guru memperlakukan dalam proses<br />
pembelajaran. Para siswa tahu kapan<br />
guru berkomitmen untuk mengajar<br />
yang mencakup aspek psikomotorik,<br />
kognitif, dan afektif, dan mengetahui<br />
bahwa guru sungguh peduli dapat<br />
dipercaya, jujur, dan hormat.<br />
Bagaimana para guru dapat melayani<br />
sebagai teladan dengan mengajar<br />
karakter dan nilai-nilai moral<br />
kejujuran, kepercayaan, keadilan,<br />
rasa hormat, dan tanggung jawab.<br />
KESIMPULAN DAN SARAN<br />
Seorang guru yang akan<br />
mengembangkan karakter siswa<br />
harus menunjukkan bahwa integritas<br />
adalah hal yang paling berharga.<br />
Guru terlebih dahulu harus berperan<br />
sebagai model untuk menyatakan<br />
kebenaran, menghormati orang lain,<br />
menerima dan memenuhi tanggung<br />
jawab, bermain jujur,<br />
mengembalikan kepercayaan, dan<br />
menjalani kehidupan yang bermoral.<br />
Guru harus berperan sebagai model<br />
akan pentingnya keterlibatan dalam<br />
sebuah pencarian kebenaran yang<br />
akan berlangsung seumur hidup<br />
sehingga dapat melakukan sesuatu<br />
yang benar tidak mudah melakukan<br />
sesuatu tindakan yang salah. Guru<br />
sebagai pendidik karakter harus<br />
mengajar murid-muridnya sebagai
Phederal Vol. 4 No. 1, Mei 2011<br />
63<br />
individu-individu yang dapat<br />
membuat keputusan berdasarkan<br />
proses dan prinsip penalaran moral.<br />
Guru dapat memainkan peran<br />
penting dalam membantu siswa<br />
belajar dan menerapkan proses<br />
penalaran moral. Pelajaran di dalam<br />
kelas dan melalui interaksi gurumurid<br />
di luar kelas harus didasarkan<br />
pada kebajikan. Integritas, kejujuran,<br />
kepercayaan, keadilan, rasa hormat,<br />
dan tanggung jawab harus menjadi<br />
ciri khas guru dalam hubungannya<br />
dengan siswa.<br />
DAFTAR PUSTAKA<br />
Departemen Pendidikan Nasional, 2003.Kurikulum 2004, Standar<br />
KompetensiMata Pelajaran Pendidikan JasmaniSekolah Dasar dan<br />
MadrasahIbtidaiyah. Jakarta: Depdiknas.<br />
Gibbons, S., Ebbeck, V., & Weiss, M.1995. “Fair Play for Kids: Effectson the<br />
Moral Development ofChildren in Physical Education”.Research<br />
Quarterly for Exercise andSport. 66, 247-255.<br />
Hellison, D. 2003. Teaching Responsibilitythrough Physical Activity (2nd<br />
ed.).Champaign, IL: Human Kinetics.Josephson Institute of Ethics.<br />
2006. TheEthics of American Youth. http:-//www.josephsoninstitute.<br />
org/-reportcard/.<br />
Kompas, Jumat, 15 Januari 2010. PendidikanAbaikan Karakter. Halaman12.<br />
Lickona, T. 1991. Educating for Character:How Our Schools can Teach<br />
Respectand Responsibility. New York:Bantam.<br />
Mulkey, Y. J. 1997. “The History ofCharacter Education”. Journal ofPhysical<br />
Education, Recreation &Dance. 68(9), 35-37.<br />
Solomon, G. 1997. “Does Physical EducationAffect Character DevelopmentIn<br />
students?” Journal of PhysicalEducation, Recreation &<br />
Dance.68(9), 38-41.<br />
Stoll, S. K., & Beller, J. M. 1998. CanCharacter be Measured? Journal of<br />
Physical Education, Recreation &Dance. 69(1), 19-24.
64 Phederal Vol. 4 No. 1, Mei 2011<br />
PETUNJUK PENULISAN NASKAH JURNAL “PHEDHERAL”<br />
1. Naskah berupa hasil penelitian atau artikel yang belum pernah<br />
dipublikasikan pada medai cetak yang lain, ditulis dalam bahasa indonesia<br />
dan bahasa inggris, jumlah font 12 huruf Times New Roman.<br />
2. Sistematika penulisan sebagai berikut:<br />
a. Judul tidak lebih dari 14 kata dalam tulisan bahasa indonesia atau 10<br />
kata dalam bahasa inggris, ditulis di tengah dengan huruf kapital.<br />
b. Nama penulis, ditulis lengkap dengan asal lembaga, tanpa gelar.<br />
c. Abstrak ditulis dalam bahasa inggris maksimal 200 kata.<br />
d. Kata kunci ditulis maksimal 5 kata dalam bahasa inggris.<br />
e. Daftar referensi ditulis hanya pustaka yang dirujuk, diurutkan secara<br />
alfabetis dan ditulis seperti contoh sebagai berikut:<br />
Proory Lodge Education Limited, 1997. SPIROMETRY: Question &<br />
Answers. Chest Medicine On-Line.<br />
http://www.priory.com/chest.htm.15/8/2003.<br />
Riana Sari, 2001. Hubungan antara Merokok dengan Kejadian<br />
Penyakit Paru Obstruksi Kronik di Balai Pengobatan Penyakit<br />
Paru-Paru. Surakarta: UNS<br />
3. Naskah dikirim ke alamat redaksi Prodi Penjas, JPOK FKIP UNS, Jl.<br />
Menteri Supeno No. 13 Manahan Surakarta, (fax. 0271-714957) dalam<br />
bentuk CD dan print out sebanyak 2 eksemplar atau melalui email<br />
deddy@fkip.uns.ac.id<br />
4. Kepada penulis yang naskahnya dimuat diberikan nomor bukti 2 eksemplar<br />
dengan mengganti biaya untuk penyelesaian cetak Rp 200.000 9dua ratus<br />
ribu rupiah) sedangkan naskah yang tidak dimuat, naskah tidak akan<br />
dikembalikan. Bagi penulis luar kota ditambah ongkos kirim.<br />
5. Pengirim naskah disertai dengan alamat penulis, nomor telepon/ HP, fax<br />
atau e-mail.