Penjaskes_PTK - Agus Kristiyanto.pdf - Sertifikasi FKIP UNS
Penjaskes_PTK - Agus Kristiyanto.pdf - Sertifikasi FKIP UNS
Penjaskes_PTK - Agus Kristiyanto.pdf - Sertifikasi FKIP UNS
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
MODUL<br />
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PROFESI GURU<br />
(PLPG)<br />
PENELITIAN TINDAKAN KELAS<br />
PENJASKES<br />
Oleh :<br />
Dr. <strong>Agus</strong> <strong>Kristiyanto</strong>, M.Pd.<br />
PANITIA SERTIFIKASI GURU RAYON 113<br />
UNIVERSITAS SEBELAS MARET<br />
SURAKARTA<br />
2013
KATA PENGANTAR<br />
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat ALLAH SWT atas rahmat dan<br />
nikmat serta karunia-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan modul ini<br />
sesuai dengan rencana.<br />
Modul ini dibuat sebagai bahan acuan dalam kegiatan workshop Penelitian<br />
Tindakan Kelas (<strong>PTK</strong>) pada Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) Tahun<br />
2013. Para praktisi pendidikan seperti guru dituntut untuk selalu berupaya<br />
meningkatkan kemampuan profesionalnya melalui berbagai kegiatan. Salah satu<br />
kegiatan yang dapat mewujudkan hal tersebut secara sederhana dan lebih bersifat<br />
mandiri bagi mereka adalah dengan melakukan <strong>PTK</strong>. Kegiatannya dapat<br />
dilakukan secara bersamaan dengan teman sejawat ketika melakukan tugas<br />
pengajaran.<br />
Penyusunan modul ini lebih ditekankan pada pertimbangan kepraktisan agar<br />
guru mudah memahaminya dan sekaligus mempraktekkannya. Namun tentu<br />
dalam penyajiannya masih memiliki kekurangan, sehingga kritik dan saran dari<br />
para guru diperlukan untuk memperbaiki isi modul ini di masa yang akan datang.<br />
Akhirnya, dengan harapan dan keyakinan penuh, semoga modul ini<br />
memberikan manfaat pada kita semua, khususnya bagi peserta PLPG dalam upaya<br />
meningkatkan kompetensi dan profesionalisme kinerjanya.<br />
Surakarta, Mei 2013<br />
Penulis<br />
Modul PLPG <strong>Penjaskes</strong> Rayon 113 <strong>UNS</strong> Surakarta<br />
ii
DAFTAR ISI<br />
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii<br />
BAB 1 PENGAN TAR PENINGKATAN PROFESIONALISME GURU<br />
PENJASORKES MELALUI PENGUASAAN <strong>PTK</strong> .................................. 1<br />
A. Pendahuluan ......................................................................................... 1<br />
B. Urgensi <strong>PTK</strong> bagi Guru Penjasorkes ................................................... 2<br />
C. Pembekalan <strong>PTK</strong> bagi Mahasiswa ....................................................... 7<br />
D. Hakikat <strong>PTK</strong> Penjasorkes..................................................................... 8<br />
E. Penutup ............................................................................................... 12<br />
BAB 2 MENETAPKAN SISTEMATIKA PROPOSAL <strong>PTK</strong> PENJASORKES . 14<br />
BAB 3 ANATOMI DAN POLA JUDUL <strong>PTK</strong> PENJASORKES ........................ 16<br />
A. Anatomi Judul <strong>PTK</strong> ............................................................................ 16<br />
B. Pola Judul <strong>PTK</strong>................................................................................... 19<br />
BAB 4 MENYUSUN LATAR BELAKANG DAN RUMUSAN MASALAH <strong>PTK</strong><br />
PENJASORKES ........................................................................................ 23<br />
A. Menyusun Latar Belakang Masalah ................................................... 23<br />
B. Rumusan Masalah <strong>PTK</strong> ...................................................................... 26<br />
BAB 5 CARA MERUMUSKAN TUJUAN DAN MANFAAT ........................... 28<br />
A. Merumuskan Tujuan Penelitian ......................................................... 28<br />
B. Merumuskan Manfaat Penelitian ....................................................... 28<br />
BAB 6 KAJIAN PUSTAKA DALAM PROPOSAL <strong>PTK</strong> PENJASORKES ....... 30<br />
BAB 7 METODE, JADWAL, DAN PENULISAN DAFTAR PUSTAKA<br />
DALAM PROPOSAL ............................................................................... 33<br />
A. Komponen Metode Penelitian dalam Proposal .................................. 33<br />
B. Jadwal Penelitian ................................................................................ 33<br />
C. Penulisan Daftar Pustaka .................................................................... 34<br />
D. Lampiran-lampiran ............................................................................. 36<br />
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 37<br />
Lampiran 1: SKENARIO PRAKTIK PLPG MATERI: PRAKTiK PENELITIAN<br />
TINDAKAN KELAS (<strong>PTK</strong>) PENJASORKES ............................... 38<br />
Lampiran 2: CONTOH SLIDE OPERASIONAL PELAKSANAAN SIKLUS ... 40<br />
Modul PLPG <strong>Penjaskes</strong> Rayon 113 <strong>UNS</strong> Surakarta<br />
iii
BAB 1<br />
PENGANTAR:<br />
PENINGKATAN PROFESIONALISME GURU PENJASORKES<br />
MELALUI PENGUASAAN <strong>PTK</strong><br />
A. Pendahuluan 1<br />
Pengembangan mutu layanan profesi guru pendidikan jasmani,<br />
olahraga, dan kesehatan (Penjasorkes) dicapai melalui usaha secara terusmenerus.<br />
Usaha tersebut dilakukan dengan berbagai cara. Untuk mewujudkan<br />
guru Penjasorkes yang bermutu di masa depan, maka proses seleksi calon<br />
mahasiswa harus mengakomodasi berbagai kriteria khusus yang secara nyata<br />
diperlukan untuk mewujudkan sosok-sosok guru penjasorkes yang bermutu.<br />
Selanjutnya, proses pembekalan selama masa studi perlu diarahkan pada<br />
upaya mengkondisikan situasi kuliah yang mengasah para mahasiswa untuk<br />
berfikir kreatif dan mengembangkan daya inovatif yang tinggi. Kreativitas dan<br />
inovasi ini merupakan ciri utama produktivitas mutu intelektual yang<br />
dibutuhkan dalam pengembangan profesionalisme guru Penjasorkes di masa<br />
depan.<br />
Pada dimensi yang lain, guru-guru Penjasorkes yang ada (existing<br />
teacher) juga harus selalu dipicu dan dipacu melakukan hal-hal kreatif dan<br />
inovatif dalam mengemban tugas-tugas profesional kependidikan. Guru<br />
Penjasorkes memiliki peran dan tugas penting bukan hanya sebagai pengajar<br />
dan pendidik. Guru Penjasorkes masa depan (baca: era sertifikasi), haruslah<br />
guru yang multikompeten, yakni kompeten sebagai Pendidik, Pengajar,<br />
sekaligus Peneliti. Guru sudah tidak boleh sekadar menjalankan tugas dalam<br />
format rutinitas, melainkan harus lebih kreatif dan inovatif dalam memajukan<br />
proses pembelajaran.<br />
Kata kunci kebutuhan pengembangan profesionalitas guru<br />
Penjasorkes masa depan adalah: kreatif dan inovatif. Melalui proses kreatif<br />
1 Sari Makalah yang ditulis dan disajikan oleh penulis Modul ini pada Seminar Nasional Olahraga,<br />
Surakarta 11 Juni 2011.<br />
Modul PLPG <strong>Penjaskes</strong> Rayon 113 <strong>UNS</strong> Surakarta 1
yang terasah dan inovasi yang terfasilitasi, maka akan lahir berbagai produk<br />
intelektual guru yang bermanfaat nyata bagi usaha pencapaian tujuan<br />
pendidikan melalui pembelajaran Penjasorkes. Keterbatasan guru sebenarnya<br />
bukan pada ketidaktahuan dan ketidakmampuannya, melainkan terletak pada<br />
belum terbentuknya iklim ber-“metakognisi” pada guru Penjasorkes untuk<br />
seluruh jenjang yang ada.<br />
Iklim metakognisi adalah sebuah kebiasaan kolektif yang dilakukan<br />
oleh sekelompok profesi untuk selalu mencatat dan menelaah berbagai<br />
masalah dan tindakan ketika menjalankan tugas profesinya. Catatan dan telaah<br />
yang demikian menjadi modal yang besar bagi guru Penjasorkes untuk<br />
memulai merencanakan tindakan-tindakan cerdas yang kreatif dan inovatif.<br />
Perlu sebuah skenario tersendiri agar setiap guru memulai untuk terbiasa<br />
mencatat segala sesuatu yang telah, sedang, dan akan dilakukan untuk<br />
mengatasi berbagai masalah-masalah praktis dalam pembelajaran Penjasorkes.<br />
Pertanyaannya adalah: “Dengan cara apa skenario tersebut dapat dibentuk?”.<br />
Penguasaan <strong>PTK</strong> akan semakin memperkuat semangat dan etos<br />
kerja para guru Penjasorkes untuk me-recharge kompetensiya sepanjang<br />
karier. Bahkan <strong>PTK</strong> itu merupakan terminal dan akumulasi dari berbagai<br />
sendi kompetensi yang harus dimiliki oleh setiap guru Penjasorkes untuk<br />
bekerja dengan cara pengembangan solusi. Hal itulah yang mengilhami dan<br />
mendasari penulis untuk mengangkat pembahasan skenario pengembangan<br />
profesional Guru Penjasorkes melalui penguasaan Penelitian Tindakan Kelas<br />
(<strong>PTK</strong>). Kajian memfokus pada makalah dengan judul: “PENELITIAN<br />
TINDAKAN KELAS (<strong>PTK</strong>): Terminal Akumulasi dan Integrasi<br />
Pengembangan Kemampuan Profesional Guru Penjasorkes Masa Depan”.<br />
B. Urgensi <strong>PTK</strong> bagi Guru Penjasorkes<br />
1. Memelihara Kesadaran Guru Penjasorkes untuk Rajin Ber-<strong>PTK</strong><br />
Penelitian Tindakan Kelas (<strong>PTK</strong>) atau Classroom Action<br />
Research merupakan sebuah prosedur metodologis yang sebenarnya<br />
bukan sama sekali baru, <strong>PTK</strong> bukanlah “barang baru”. <strong>PTK</strong> telah banyak<br />
dipraktekkan sebagai sebuah langkah sistematis untuk memecahkan<br />
Modul PLPG <strong>Penjaskes</strong> Rayon 113 <strong>UNS</strong> Surakarta 2
permasalahan praktis, terutama masalah-masalah yang berkaitan dengan<br />
persoalan pembelajaran pendidikan jasmani di kelas. Bahkan, di beberapa<br />
negara maju, seperti negara-negara di Amerika dan beberapa negara di<br />
Eropa, telah banyak guru-guru dan para praktisi pendidikan jasmani<br />
menerapkan <strong>PTK</strong> ini untuk memecahkan masalah praktis yang terkait<br />
dengan banyak aspek pembelajaran dalam pendidikan jasmani. Minimal<br />
telah dilakukan secara terus menurus di kelas di mana mereka terdorong<br />
untuk ingin selalu memperbaiki proses dan hasil pembelajaran.<br />
Di Indonesia, kesadaran para guru pendidikan jasmani untuk<br />
mampu melakukan <strong>PTK</strong> seperti merupakan sebuah “ledakan” atau<br />
“booming” yang sifatnya kolektif, manakala semakin banyak guru<br />
pendidikan jasmani di Indonesia yang ingin mengambil peranan lebih<br />
besar dalam rangka memperbaiki mutu pembelajaran Penjasorkes.<br />
Penguasaan <strong>PTK</strong> bagi guru menjadi sebuah kebutuhan mendasar, karena<br />
melalui <strong>PTK</strong> maka segala ide kreatif dan daya inovasi guru akan<br />
tersalurkan secara aplikatif, baik dalam pengembangan metode, media,<br />
maupun asesmen.<br />
2. Membentuk Guru Masa Depan yang Pendidik- Pengajar- Peneliti (P3)<br />
Hal yang lazim terjadi pada saat guru selama bertahun-tahun<br />
mengajar adalah mulai merasakan bahwa kegiatan profesionalnya tersebut<br />
tiba-tiba menjadi sesuatu yang statis dan menjemukan. Menjemukan bagi<br />
guru juga menjemukan bagi siswa. Proses interaksi dalam pembelajaran<br />
yang telah terkontaminasi oleh kebosanan (boring) tentu tidak akan<br />
menghasilkan sesuatu yang baik. Proses pembelajaran tidak akan optimal<br />
karena siswa berpartisipasi secara setengah hati, dan hasil belajarnya-pun<br />
pasti juga akan “mengambang”. Praktik pembelajaran tentunya akan<br />
sangat jauh dari bentuk pembelajaran yang berkualitas. Hal tersebut akan<br />
mengarah pada sebuah tuntutan tentang bagaimana sebaiknya kualitas<br />
pembelajaran tersebut dikembangkan?<br />
Pengembangan kualitas pembelajaran pendidikan jasmani pada<br />
jenjang apapun, seharusnya senantiasa diupayakan melalui penelitian<br />
secara berkesinambungan. Penelitian untuk mengembangkan kualitas<br />
Modul PLPG <strong>Penjaskes</strong> Rayon 113 <strong>UNS</strong> Surakarta 3
pembelajaran pendidikan jasmani, secara ideal dilakukan oleh guru<br />
pendidikan jasmani. Mengapa ideal? Jawabannya: karena guru merupakan<br />
pihak yang paling berkepentingan dengan persoalan pembelajaran.<br />
Guru juga merupakan aktor, sutradara, bahkan produser dari<br />
sebuah peristiwa pembelajaran di kelas. Guru merupakan pihak yang<br />
paling mengerti dan memahami tentang sesuatu yang terjadi dikelas.<br />
Multiperan yang sangat strategis tersebut menjadi modal yang besar bagi<br />
guru untuk tidak saja berperan sebagai pendidik dan pengajar (P2), tetapi<br />
mengembang menjadi guru yang pendidik, pengajar, dan peneliti (P3).<br />
3. Menjadikan <strong>PTK</strong> sebagai Solusi atas Kendala Guru dalam Meneliti<br />
Dalam rangka untuk memenuhi rasa ingin tahunya atau dalam<br />
upaya mengembangkan kemampuan profesional akademik dalam<br />
menopang tugas-tugas edukatif, secara metodologis dan substansial guru<br />
dapat melakukan penelitian dengan mengaplikasikan berbagai metode<br />
penelitian, seperti: penelitian korelasional, studi kasus, eksperimen, dan<br />
lain-lain. Namun dalam kenyataannya, hampir semua guru terkendala<br />
untuk melakukan penelitian-penelitian formal tersebut. Tuntutan mengajar<br />
24 jam/ minggu pasti akan menjadikan guru sangat sibuk dengan tugas<br />
mengajarnya. Sehingga akan semakin sulit bagi guru meluangkan waktu<br />
untuk bereksperimen atau mengadakan survey, studi korelasional atau<br />
jenis-jenis penelitian formal yang lain.<br />
Penelitian Tindakan Kelas (<strong>PTK</strong>) atau Classroom Action<br />
Research merupakan salah satu solusi tepat untuk mengatasi kendala guru<br />
pendidikan jasmani dalam meneliti. <strong>PTK</strong> merupakan model penelitian<br />
yang dilakukan dalam situasi riil (natural setting), sehingga guru tidak<br />
perlu memisahkan antara waktu untuk meneliti dan waktu untuk mengajar.<br />
Keduanya dapat dilakukan secara bersama-sama. “Guru dapat melakukan<br />
penelitian pada saat mengajar. Guru dapat tetap mengajar pada saat<br />
meneliti”.<br />
Tidak ada alasan bagi guru pendidikan jasmani untuk berkata<br />
bahwa <strong>PTK</strong> itu sulit dan merepotkan, karena segala sesuatu yang terkait<br />
Modul PLPG <strong>Penjaskes</strong> Rayon 113 <strong>UNS</strong> Surakarta 4
dengan <strong>PTK</strong> pada prinsipnya telah dilaksanakan oleh setiap guru<br />
pendidikan jasmani, hanya saja belum sistematis sebagai bentuk aktivitas<br />
riset. Selama kariernya, guru pasti pernah menghukum siswa yang<br />
terlambat masuk kelas untuk memberikan efek jera, guru juga pernah<br />
memberikan penghargaan kepada siswa yang menunjukkan apresiasi<br />
tinggi selama mengikuti pelajaran. Hal-hal seperti itu sebenarnya<br />
merupakan bagian dari <strong>PTK</strong> yang mungkin selama ini belum didesain<br />
secara sadar dan sengaja oleh guru melalui perencanaan, pelakasanaan,<br />
observasi, dan refleksi.<br />
Dengan demikian, agar dapat melaksanakan sebuah <strong>PTK</strong> dengan<br />
baik, guru pendidikan jasmani hanya memerlukan pemahaman “sedikit”<br />
untuk menjadikan tugas-tugas mengajar dapat tersusun secara sistematis<br />
sebagai sebuah aktivitas riset. Sistematika <strong>PTK</strong> hanya memerlukan empat<br />
tahap utama yakni, perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi.<br />
Praktek pembelajaran yang dilakukan oleh guru di kelas, pada hakikatnya<br />
merupakan proses unik interaksi antara guru, siswa, dan tujuan belajar.<br />
Interaksi yang demikian pasti akan “memaksa” setiap guru untuk terbiasa<br />
menyusun perencanaan, mengembangkan pelaksanaan, melakukan<br />
observasi, dan refleksi.<br />
Keempat komponen tersebut acapkali terlaksana dalam tataran<br />
yang terpisah satu dengan yang lain. Jika saja dapat menjadi sebuah<br />
rangkaian, maka rangkaian tersebut masih merupakan rangkaian tunggallurus,<br />
belum merupakan rangkaian berdaur-siklus (cyclical). Konsep <strong>PTK</strong><br />
adalah mengembangkan siklus-siklus yang mengarah pada usaha<br />
meningkatkan kualitas proses dan hasil pembelajaran.<br />
Penguasaan <strong>PTK</strong> pada sisi yang lain dapat menampung ide-ide<br />
segar para guru pendidikan jasmani yang kreatif, baik dalam<br />
pengembangan media, metode, maupun asesmen. Banyak guru pendidikan<br />
jasmani yang kreatif, tetapi hasil kreativitasnya tidak secara optimal<br />
memberi kontribusi bagi proses pembelajaran, karena guru tidak<br />
menguasai tahapan-tahapan siklus yang benar dalam <strong>PTK</strong>. Kreativitas<br />
guru tersebut seharusnya dapat terprogram melalui tahap-tahap <strong>PTK</strong> yang<br />
Modul PLPG <strong>Penjaskes</strong> Rayon 113 <strong>UNS</strong> Surakarta 5
dirancang secara baik, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, observasi,<br />
dan refleksi.<br />
4. Mengembangkan Kebiasaan Mencatat/ Menulis pada Guru<br />
Penjasorkes<br />
Kendala umum yang menyebabkan kurang produktifnya guru<br />
penjas dalam kegiatan penelitian terutama terletak dari kebiasaan guru<br />
yang tidak suka mencatat kejadian-kejadian. Guru lebih suka mencatat<br />
dalam “hati’ atau “otak”. Padahal catatan kecil itu suatu saat akan menjadi<br />
pintu pembuka hal yang sangat luar biasa. Kebanyakan guru-guru<br />
pendidikan jasmani itu tidak suka menulis atau mencatat apa yang telah,<br />
sedang, dan akan dilakukan ketika mengatasi permasalahan-permaslahan<br />
pembelajaran di lapangan. Hal ini tentunya juga menjadi persoalan krusial<br />
pada guru-guru mata pelajaran yang lain, bahkan juga merupakan masalah<br />
umum bagi masyarakat Indonesia.<br />
Tidak gemar membaca dan menulis sebenarnya merupakan<br />
peristiwa budaya, di mana masyarakat kita memang lebih mengarah pada<br />
“masyarakat pendengar dan pemirsa”, bukan pada “masyarakat penulis<br />
dan pembaca”. Artinya, bahwa kendala-kendala dalam meningkatkan<br />
kualitas dan produktivitas karya tulis ilmiah dan penelitian juga sangat<br />
dipengaruhi oleh masih rendahnya budaya menulis dan membaca di<br />
kalangan masyarakat kita.<br />
Kemampuan guru pendidikan jasmani untuk menulis sesuatu<br />
terkait dengan apa yang telah, sedang, dan akan dilakukan sehubungan<br />
dengan persoalan pembelajaran, disebut dengan kemampuan metakognisi.<br />
Kemampuan metakognisi ini sesuatu yang perlu dibudayakan di kalangan<br />
guru, agar guru tidak puas menyimpan hal-hal bagus yang telah<br />
dilaksanakan cukup di dalam benak masing-masing. Hasil dari proses<br />
metakognisi tersebut penting sekali agar setiap kali melakukan sesuatu<br />
perbaikan proses pembelajaran tidak selalu dan selalu dimulai dari nol<br />
atau dari awal lagi.<br />
Bahkan sebuah catatan kecil tentang suatu hal, akan berpotensi<br />
menjadi inspirasi bagi seseorang pada kesempatan lain, atau menjadi<br />
Modul PLPG <strong>Penjaskes</strong> Rayon 113 <strong>UNS</strong> Surakarta 6
stimulus orang lain untuk membantu memecahkan persoalan yang sama<br />
untuk melakukan perbaikan atau solusi. Hasil proses metakognisi guru<br />
pendidikan jasmani merupakan modal dasar yang sangat berharga bagi<br />
dilaksanakannya Penelitian Tindakan Kelas (<strong>PTK</strong>) yang berkualitas dan<br />
berakar pada persoalan penting di lapangan.<br />
C. Pembekalan <strong>PTK</strong> bagi Mahasiswa<br />
Masih banyak yang beranggapan bahwa <strong>PTK</strong> hanya boleh dilakukan<br />
oleh guru dan pelatih. Guru melakukan <strong>PTK</strong> pendidikan jasmani di suatu<br />
kelas pada jenjang pendidikan tertentu, sedangkan pelatih melakukan <strong>PTK</strong><br />
kepelatihan olahraga pada cabang atau nomor olahraga tertentu. Pihak yang<br />
bersikukuh bahwa <strong>PTK</strong> hanya boleh dilakukan oleh guru dan pelatih mungkin<br />
berasumsi bahwa <strong>PTK</strong> itu penelitian atas masalah-masalah praktis di<br />
kelas/lapangan secara alamiah (natural setting). Hanya guru dan pelatih yang<br />
memiliki ikatan secara profesional dengan natural setting, sehingga hanya<br />
guru dan pelatihlah yang memenuhi syarat untuk melakukan <strong>PTK</strong>, tidak dapat<br />
digantikan oleh siapapun apalagi oleh mahasiswa walaupun hal itu untuk<br />
penyusunan tugas akhir. Bagaimana dengan para mahasiswa kita yang calon<br />
guru pendidikan jasmani atau calon pelatih olahraga? Benarkah mereka itu<br />
tidak boleh melakukan <strong>PTK</strong> ? Haruskah mereka menjadi guru atau pelatih<br />
terlebih dahulu agar bisa memiliki pengalaman ber-<strong>PTK</strong>?<br />
Polemik tentang boleh tidaknya mahasiswa melakukan <strong>PTK</strong><br />
sebaiknya perlu diakhiri setelah penjelasan tentang dimensi <strong>PTK</strong> benar-benar<br />
telah dipahami oleh semua pihak. <strong>PTK</strong> bukan hal yang “diharamkan” bagi<br />
mahasiswa hanya dengan alasan karena mahasiswa belum menjadi guru. Hal<br />
tersebut analog dengan pelarangan bagi siswa penerbang untuk memegang<br />
kemudi pesawat karena belum menjadi pilot. Analog juga dengan pelarangan<br />
bagi mahasiswa menggunakan stetoskup karena belum jadi dokter. Analog<br />
juga dengan pelarangan menggunakan pistol bagi taruna AKMIL sebelum<br />
menjadi tentara.<br />
Mahasiswa calon guru/ pelatih boleh melakukan <strong>PTK</strong> walau belum<br />
jadi guru/pelatih ; calon penerbang boleh mengendalikan pesawat di dalam<br />
cockpit walau belum menjadi pilot; mahasiswa calon dokter boleh<br />
Modul PLPG <strong>Penjaskes</strong> Rayon 113 <strong>UNS</strong> Surakarta 7
menggunakan stetoskup atau peralatan medis yang lain walau belum menjadi<br />
dokter; Taruna Akmil boleh memegang senapan sebelum menjadi tentara. Apa<br />
yang dilakukan tersebut tentu saja dilakukan dalam sebuah koridor proses<br />
pendidikan dan latihan yang dibimbing secara benar. Hal tersebut merupakan<br />
antisipasi pembekalan kemampuan sebelum memasuki alam profesi yang<br />
sebenarnya di kemudian hari.<br />
Bagaimana mungkin kita akan memilki guru Penjasorkes yang<br />
menguasai <strong>PTK</strong> dengan baik, bila selama berstatus calon tidak pernah<br />
mendapatkan pengalaman edukatif yang cukup? Membekali kemampuan ber-<br />
<strong>PTK</strong> setara dengan membekali dasar-dasar kompetensi lain bagi para calon<br />
guru. Dasar-dasar penguasaan <strong>PTK</strong> memang sudah seharusnya layak<br />
diberikan kepada para mahasiswa calon guru Penjasorkes. Dengan demikian,<br />
membekali calon guru Penjasorkes melalui pemberian tugas akhir yang<br />
berupa <strong>PTK</strong>, itu tidak sekadar untuk mempersiapkan tenaga profesional<br />
keolahragaan yang handal di kemudian hari, tetapi juga berarti<br />
mempersiapkan sejumlah ilmuwan. Ilmuwan yang sekaligus mengemban misi<br />
profesional, demikian pula sebaliknya, tenaga profesional yang memiliki<br />
karakter ilmuwan yang skeptis dan reflektif.<br />
D. Hakikat <strong>PTK</strong> Penjasorkes<br />
Setidak-tidaknya ada empat hal atau dimensi yang perlu diuraikan<br />
terkait dengan persoalan memahami hakikat <strong>PTK</strong>, yaitu : (1) <strong>PTK</strong> sebagai<br />
prosedur; (2) <strong>PTK</strong> sebagai substansi ;(2) <strong>PTK</strong> sebagai penelitian akademik;<br />
dan (4) <strong>PTK</strong> sebagai penelitian profesional.<br />
1. <strong>PTK</strong> Sebagai Prosedur atau Cara<br />
<strong>PTK</strong> itu sebenarnya merupakan sebuah prosedur atau cara penelitian<br />
yang dipilih dan dilakukan untuk mengatasi masalah-masalah praktis. Sebagai<br />
prosedur, <strong>PTK</strong> itu memiliki nilai yang sama dengan pilihan-pilihan prosedur<br />
penelitian yang lainnya, seperti: ekperimen, studi korelasional, studi kasus,<br />
survey, dan jenis-jenis penelitian formal yang lain. Jika penelitian formal<br />
cenderung mengarah pada pengujian teoretik, maka <strong>PTK</strong> lebih memfokus<br />
Modul PLPG <strong>Penjaskes</strong> Rayon 113 <strong>UNS</strong> Surakarta 8
pada pemecahan masalah praktis dengan mengembangkan pada pengujian<br />
hipotesis tindakan. Dengan demikian, perguruan tinggi yang mencetak<br />
akademisi dan calon profesional sudah barang tentu tidak akan membatasi<br />
mahasiswanya hanya melakukan penelitian pengujian teoritis, tapi justru juga<br />
mengarahkan agar mahasiswa memiliki kemampuan pengujian atas masalah<br />
praktis terkait dengan masalah yang relevan dengan bidang ilmu dan sendisendi<br />
profesi yang sangat diperlukan di kemudian hari.<br />
2. <strong>PTK</strong> Sebagai Substansi Akademik<br />
Secara substansial, <strong>PTK</strong> dapat dikatakan seperti air, yakni memiliki<br />
volume yang pasti tetapi bentuknya mengikuti wadahnya. Dalam tataran ini,<br />
maka dapat digarisbawahi bahwa <strong>PTK</strong> itu layak dipelajari substansinya oleh<br />
mahasiswa dari berbagai jenjang dan prodi, khususnya di perguruan tinggi<br />
yang lulusannya dibekali kemampuan akademik dan profesional. Mahasiswa<br />
memang seharusnya menguasai benar tentang hal-hal akademis yang terkait<br />
dengan Penelitian Tindakan Kelas (<strong>PTK</strong>). Dalam kaitannya dengan ini, maka<br />
<strong>PTK</strong> adalah subject matter yang menjadi bagian terpenting untuk<br />
menjembatani keilmuan dan pengembangan dasar-dasar profesi kependidikan<br />
Penjasorkes.<br />
Dalam kaitannya tentang <strong>PTK</strong> sebagai substansi, maka setidaktidaknya<br />
harus diyakinkan bahwa mahasiswa benar-benar telah sampai pada<br />
pemahaman yang lurus tentang <strong>PTK</strong>. Pemahaman dasar <strong>PTK</strong> meliputi<br />
tentang : (1) batasan <strong>PTK</strong> dalam Penjasorkes; (2) karakteristik <strong>PTK</strong> dalam<br />
Penjasorkes; serta (3) tujuan pelaksanaan <strong>PTK</strong> dalam Penjasorkes, termasuk<br />
di dalamnya adalah tentang desain <strong>PTK</strong> dalam Penjasorkes.<br />
a. Batasan <strong>PTK</strong> dalam Penjasorkes<br />
“ Penelitian Tindakan Kelas (<strong>PTK</strong>) dalam Penjasorkes adalah<br />
suatu bentuk kajian yang bersifat reflektif dan dilakukan untuk<br />
meningkatkan kemampuan rasional dari tindakan-tindakan guru/ calon<br />
guru dalam melaksanakan tugas, memperdalam pemahaman terhadap<br />
tindakan-tindakan yang dilakukannya, serta memperbaiki kondisi di mana<br />
Modul PLPG <strong>Penjaskes</strong> Rayon 113 <strong>UNS</strong> Surakarta 9
praktek-praktek pembelajaran Penjasorkes tersebut dilakukan, dimulai<br />
dari adanya perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi untuk setiap<br />
siklusnya”<br />
b. Karakteristik <strong>PTK</strong> dalam Penjasorkes<br />
Karakteristik <strong>PTK</strong> tersebut meliputi: (1) <strong>PTK</strong> merupakan<br />
penelitian praktis (practical inquiry) yang bertujuan untuk memperbaiki<br />
situasi praktis secara “langsung-di sini-sekarang”. Perbaikan dilakukan<br />
dalam setting alami dan riil terjadi di lapangan, <strong>PTK</strong> tidak menguji<br />
pengetahuan dan teori-teori; (2) <strong>PTK</strong> merupakan penelitian yang<br />
dilaksanakan secara kolaboratif. Pihak yang berkolaborasi adalah pihakpihak<br />
yang secara riil menjadi komponen inti dalam praktek pembelajaran<br />
sesuai masalah yang diteliti; dan (3) <strong>PTK</strong> merupakan penelitian berbentuk<br />
self-monitoring dengan penajaman kemampuan merefleksi berdasarkan<br />
apa yang telah direncanakan, dilaksanakan, dan diobservasi.<br />
c. Tujuan Pelaksanaan <strong>PTK</strong> dalam Penjasorkes<br />
Tujuan pelaksanaan <strong>PTK</strong> dalam Penjasorkes, setidak-tidaknya<br />
mengarah pada dua hal yaitu: (1) untuk memperoleh cara meningkatkan<br />
atau memanipulasi perlakuan atau tindakan dalam pembelajaran<br />
Penjasorkes agar proses dan hasil pembelajaran meningkat; dan (2) untuk<br />
meyakinkan pelaksanaan perbaikan melalui Proses Pengkajian Berdaur<br />
(cyclical), yakni dengan perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi.<br />
Pengkajian berdaur tersebut diilustrasikan dalam bentuk proses<br />
berkelanjutan, yang disebut disain <strong>PTK</strong> sebagaimana diilustrasikan dalam<br />
gambar berikut ini.<br />
Modul PLPG <strong>Penjaskes</strong> Rayon 113 <strong>UNS</strong> Surakarta 10
Disain Penelitian Tindakan Kelas<br />
Plan<br />
Reflection<br />
Action/<br />
Observation<br />
Reflection<br />
Action/<br />
Observation<br />
Reflection<br />
Action/<br />
Observation<br />
Siklus 1<br />
Revised Plan<br />
Siklus 2<br />
Revised Plan<br />
Siklus 3<br />
Revised Plan<br />
Gambar 1. Desain <strong>PTK</strong> dalam Penjasorkes<br />
3. <strong>PTK</strong> Sebagai Penelitian Akademik<br />
Penelitian akademik ada yang memaknai sebagai penelitian latihan,<br />
tetapi ada yang memandangnya sebagai karya monumental. <strong>PTK</strong> sebagai<br />
karya akademik memenuhi persyaratan sebagai penelitian akademik, baik<br />
dimaknai sebagai sebuah “penelitian latihan” atau “penelitian monumental”.<br />
Dalam tataran ini, bagi mahasiswa calon guru atau mahasiswa yang kebetulan<br />
sudah jadi guru tapi belum pernah melakukan <strong>PTK</strong>, maka pengalaman<br />
menyusun skripsi dalam bentuk <strong>PTK</strong> dapat memberikan kesempatan emas<br />
ber-<strong>PTK</strong> bagi mahasiswa yang bersangkutan, yakni sambil “latihan”<br />
mahasiswa membuat karya “monumental”. <strong>PTK</strong> akademik ini dilakukan oleh<br />
calon guru pendidikan jasmani atau calon pelatih olahraga.<br />
4. <strong>PTK</strong> Sebagai Penelitian Profesional<br />
<strong>PTK</strong> sebagai penelitian profesional hanya dilakukan oleh<br />
profesional, baik guru Penjasorkes profesional maupun pelatih olahraga yang<br />
profesional. Artinya <strong>PTK</strong> Penjasorkes dilakukan oleh guru bukan sekedar<br />
untuk mendapatkan kredit poin kenaikan pangkat, tetapi dilakukan memang<br />
Modul PLPG <strong>Penjaskes</strong> Rayon 113 <strong>UNS</strong> Surakarta 11
enar-benar untuk memperbaiki proses dan hasil pembelajaran, sebagaimana<br />
<strong>PTK</strong> kepelatihan olahraga profesional dilakukan oleh pelatih dalam rangka<br />
memperbaiki dan meningkatkan kontribusi dari sebuah tindakan tertentu yang<br />
ditambahkan dalam program latihan, dengan tujuan untuk memperbesar<br />
peluang atlet agar lebih berprestasi.<br />
E. Penutup<br />
Sebuah harapan yang sangat cerah di masa depan, jika calon guru<br />
Penjasorkes disamping dibekali kemampuan profesional sebagai calon guru,<br />
juga telah dibekali kemampuan plus sebagai peneliti <strong>PTK</strong> Penjasorkes.<br />
Harapan yang sangat cerah dan optimis masa depan tersebut merupakan<br />
harapan yang menjadi idaman semua pihak yang ingin mewujudkan sebuah<br />
bangsa yang maju dan berkeunggulan melalui perbaikan wajah Penjasorkes.<br />
Penjasorkes masa depan akan ditangani oleh para sarjana yang tidak saja<br />
sekadar sebagai guru yang piawai melaksanakan tugas mengajar secara rutin,<br />
tetapi juga memiliki kemampuan dan motivasi untuk selalu meningkatkan<br />
mutu kinerja kelas melalui fungsi mereka sebagai peneliti <strong>PTK</strong> yang kreatif<br />
dan inovatif.<br />
Sosok Guru Penjasorkes masa depan adalah guru Pendidik –<br />
Pengajar – Peneliti (P3) yang piawai meracik suatu solusi melalui<br />
kemampuannya dalam hal: (1) merencanakan tindakan, (2) melaksanakan<br />
tindakan, (3) kecerdasan dalam mengobservasi, serta (4) berkemampuan<br />
tinggi dalam melakukan refleksi. Keempat hal tersebut adalah tahapan sebuah<br />
<strong>PTK</strong>, yang ternyata merupakan terminal akumulasi dan integrasi<br />
pengembangan kemampuan profesional guru Penjasorkes masa depan.<br />
Sebagai terminal, karena <strong>PTK</strong> bukan sekadar tujuan dari proses<br />
perjalanan profesional guru Penjasorkes, tetapi juga merupakan titik tolak<br />
distribusi pengembangan menuju tujuan-tujuan lain Penjasorkes yang lebih<br />
pragmatis dan relevan. <strong>PTK</strong> sebagai akumulasi dan integrasi kemampuan<br />
profesional guru Penjasorkes, karena <strong>PTK</strong> harus dipersyarati oleh<br />
kemampuan-kemampuan berkolaborasi, berfikir kreatif, tindakan inovatif,<br />
kecerdasan reflektif, dan penguasaan atas kecocokan penggunaan metode,<br />
media, dan asesmen. Di situlah letak kekuatan profesionalisme guru<br />
Modul PLPG <strong>Penjaskes</strong> Rayon 113 <strong>UNS</strong> Surakarta 12
Penjasorkes masa depan, yakni; “guru yang selalu hadir sebagai penemu<br />
solusi atas masalah, bukan guru yang hadir untuk menambah masalah bagi<br />
para koleganya”.<br />
Modul PLPG <strong>Penjaskes</strong> Rayon 113 <strong>UNS</strong> Surakarta 13
BAB 2<br />
MENETAPKAN SISTEMATIKA PROPOSAL<br />
<strong>PTK</strong> PENJASORKES<br />
Seberapa layak kemampuan seorang guru pendidikan jasmani, pelatih<br />
olahraga, termasuk juga mahasiswa calon guru atau calon pelatih dalam ber-<strong>PTK</strong>,<br />
dapat dilihat dari bagaimana kemampuannnya dalam menyusun proposal<br />
Penelitian Tindakan Kelas (<strong>PTK</strong>). Proposal itu dapat diibaratkan sebuah rencana<br />
matang sebelum yang bersangkutan benar-benar akan melaksanakan <strong>PTK</strong>. Banyak<br />
yang beranggapan bahwa 80 % pemahaman <strong>PTK</strong> dapat dicermati dari bagaimana<br />
seseorang itu menyusun proposal <strong>PTK</strong>. Kita sudah memahami pandangan umum<br />
seperti itu, bahwa perencanaan itu sesuatu yang sangat strategis dan vital sebelum<br />
pelaksanaan. Ada ungkapan umum bahwa: “ failing to plan is planing to fail”,<br />
artinya bahwa kegagalan dalam menyusun sebuah rencana (proposal), berarti<br />
merencanakan (memproposalkan) suatu kegagalan.<br />
Langkah awal sebelum menyusun proposal adalah menetapkan terlebih<br />
dahulu sistematika proposal yang akan digunakan. Sebagaimana penelitianpenelitian<br />
yang lain, penyusunan proposal itu harus mengikuti sistematika yang<br />
berlaku. Dalam kaitannya dengan ini maka akan terdapat banyak sekali versi<br />
sistematika proposal. Proposal <strong>PTK</strong> juga akan ditemukan banyak versi. Apapun<br />
versi proposal yang akan digunakan maka ada sebuah keharusan yang harus<br />
dimiliki oleh calon peneliti <strong>PTK</strong>, yaitu bahwa calon telah benar-benar<br />
menemukenali permasalahan praktis dalam setting alami serta alternatif tindakan<br />
yang direncanakan akan diimplementasikan. Dengan kata lain, telah tercipta ide<br />
matang dari calon peneliti tentang masalah penelitian serta tindakannya.<br />
Penyusunan proposal hanyalah merupakan penuangan ide tersebut<br />
dalam sebuah format perencanaan yang sistematis. Semakin sistematis dan rinci,<br />
maka proposal tersebut semakin banyak membantu peneliti dalam pelaksanaan<br />
<strong>PTK</strong>. Sebaliknya, jika ide atau gagasan peneliti dituangkan dalam sebuah proposal<br />
yang kurang sistematis dan kurang rinci, maka dalam pelaksanaannya akan<br />
ditemukan berbagai kendala teknis. Oleh karena itu proposal itu harus berisi<br />
komponen-komponen khusus dan penting yang secara teknis telah menampung<br />
Modul PLPG <strong>Penjaskes</strong> Rayon 113 <strong>UNS</strong> Surakarta 14
erbagai hal yang mudah diimplementasikan dalam praktek penelitian di<br />
lapangan/ kelas. Proposal <strong>PTK</strong> memiliki fungsi sebagai dokumen pemandu dan<br />
pengarah dalam pelaksanaan penelitian <strong>PTK</strong>.<br />
Sistematika proposal <strong>PTK</strong> dalam pendidikan jasmani dan kepelatihan<br />
olahraga pada umumnya meliputi komponen proposal yang meliputi: (1) Judul;<br />
(2) Latar Belakang Masalah; (3) Rumusan Masalah; (4) Tujuan Penelitian; (5)<br />
Manfaat Penelitian; (6) Kajian Pustaka; (7) Metode Penelitian; (8) Jadwal<br />
Penelitian; (9) Rincian Beaya Penelitian; (10) Daftar Pustaka; dan (11) Lampiranlampiran.<br />
Untuk kepentingan pemahaman isi proposal dalam rangka persiapan<br />
penyusunan laporan <strong>PTK</strong>, lazimnya komponen-komponen tersebut kemudian<br />
dikemas secara teknis dalam sebuah format dengan pola standar 3 bab, yakni<br />
sebagai berikut:<br />
Tabel 2.1. Format Pola Standar 3 Bab Proposal <strong>PTK</strong><br />
JUDUL <strong>PTK</strong><br />
BAB I PENDAHULUAN<br />
A. Latar Belakang Masalah<br />
B. Rumusan Masalah<br />
C. Tujuan Penelitian<br />
D. Manfaat Penelitian<br />
BAB II KAJIAN PUSTAKA<br />
A. Kajian Pustaka yang relevan dengan variabel masalah (y)<br />
B. Kajian Pustaka yang relevan dengan variabel tindaka (x)<br />
C. Kerangka Berfikir<br />
D. Hipotesis Tindakan<br />
BAB III METODE PENELITIAN<br />
A. Setting (Tempat dan Waktu) Penelitian<br />
B. Subjek Penelitian<br />
C. Sumber Data<br />
D. Teknik Pengumpulan Data<br />
E. Teknik Analisis Data<br />
F. Prosedur Penelitian<br />
DAFTAR PUSTAKA<br />
LAMPIRAN-LAMPIRAN<br />
Modul PLPG <strong>Penjaskes</strong> Rayon 113 <strong>UNS</strong> Surakarta 15
BAB 3<br />
ANATOMI DAN POLA JUDUL <strong>PTK</strong><br />
PENJASORKES<br />
Untuk dapat merumuskan judul proposal yang bagus dan memenuhi standar<br />
judul <strong>PTK</strong>, maka setiap calon peneliti <strong>PTK</strong> setidaknya harus memahami dua hal<br />
yang meliputi: (1) anatomi judul <strong>PTK</strong>, dan (2) pola judul <strong>PTK</strong>.<br />
A. Anatomi Judul <strong>PTK</strong><br />
Judul <strong>PTK</strong> yang bagus dan standar adalah judul yang memiliki<br />
komponen-komponen masiv (kompak) dan eksplisit (gamblang). Kriteria<br />
masiv dan eksplisit ini meliputi : (1) judul <strong>PTK</strong> ditulis secara singkat, spesifik<br />
dan jelas; (2) judul <strong>PTK</strong> menggambarkan masalah yang akan diteliti (jelas<br />
variabel y atau variabel terikatnya); dan (3) judul <strong>PTK</strong> menggambarkan<br />
tindakan penelitian yang dipilih untuk memecahkan masalah (jelas variabel x<br />
atau variabel bebasnya).<br />
1. Judul <strong>PTK</strong>: Singkat, Specifik, dan Jelas<br />
Persyaratan yang pertama, adalah bahwa judul harus singkat,<br />
spesifik, dan jelas. Persyaratan singkat, specifik, dan jelas harus<br />
dipahami sebagai satu kesatuan, karena judul yang singkat belum tentu<br />
specifik dan jelas. Misalnya, hanya sekadar mengejar persyaratan judul<br />
yang ringkas, peneliti <strong>PTK</strong> tidak boleh menulis judul: “Bolavoli”,<br />
“Atletik”, “Lari”, atau “Pembelajaran Penjas”. Judul yang ringkas<br />
tersebut ternyata malah tidak specifik dan tidak jelas. Merumuskan<br />
judul yang ringkas, specifik, dan jelas kadang terasa sesuatu yang amat<br />
relatif. Apalagi untuk mengejar ke-specifik-an judul, justru peneliti<br />
kadang justru harus mengembangkan kalimat yang panjang dalam<br />
judul. Demikian pula, untuk mendapatkan rumusan yang jelas sering<br />
justru rumusan harus mengarahkan pada pengembangan anak-anak<br />
kalimat yang memperpanjang rumusan judul. Sekadar ancer-ancer,<br />
banyak ahli yang menyarankan judul <strong>PTK</strong> itu tidak lebih dari 14 (empat<br />
Modul PLPG <strong>Penjaskes</strong> Rayon 113 <strong>UNS</strong> Surakarta 16
elas kata). Maksudnya tidak termasuk kata sambung seperti: dan,<br />
terhadap, dengan, pada, di, dan lain-lain.<br />
Contoh judul <strong>PTK</strong> dalam pendidikan jasmani dan kepelatihan<br />
olahraga yang ideal dalam hal pemenuhan syarat singkat, specifik, dan<br />
jelas ( kurang dari 14 kata ):<br />
‣ <strong>PTK</strong> Pendidikan jasmani: “Optimalisasi Penggunaan Media<br />
Belajar yang Dimodifikasi untuk Meningkatkan Keberanian Siswa<br />
SD dalam Pembelajaran Lari Gawang” (Jumlah kata yang<br />
digunakan adalah 12 kata)<br />
‣ <strong>PTK</strong> Kepelatihan olahraga: “Peningkatan Hasil Latihan Kecepatan<br />
Reaksi melalui feedback triangulasi antara Sesama Atlet Anggar” (<br />
jumlah kata yang digunakan adalah 10 kata )<br />
Untuk mendapatkan judul yang singkat, spesifik dan jelas,<br />
seorang calon peneliti <strong>PTK</strong> tidak boleh memaksakan diri merumuskan<br />
judul dengan menghitung kata-kata. Tingkat kecukupan kata-kata yang<br />
harus ditulis sebenarnya tergantung dari tingkat kecukupan dan<br />
kepatutan yang itu menjadi semacam hak individual dari seorang<br />
peneliti. Peneliti memiliki semacam sense tersendiri dalam<br />
merencanakan penelitian yang akan dilaksanakan.<br />
2. Judul <strong>PTK</strong>: Menggambarkan Masalah Yang Akan Diteliti<br />
Persyaratan kedua, adalah bahwa judul <strong>PTK</strong> itu harus<br />
menggambarkan secara jelas masalah yang akan diteliti. Maksudnya<br />
adalah judul <strong>PTK</strong> telah jelas variabel y atau variabel terikatnya.<br />
Variabel terikat (y) dalam <strong>PTK</strong> adalah variabel masalah yang akan<br />
diangkat dan dipecahkan melalui serangkaian siklus-siklus dalam<br />
tindakan <strong>PTK</strong>. Variabel y itu sekaligus merupakan masalah sentral yang<br />
telah nyata diangkat dari persoalan praktis dan nyata terjadi di kelas/ di<br />
lapangan. Masalah tersebut nyata dan terjadi pada saat guru pendidikan<br />
jasmani mengajar di kelas, atau seorang pelatih saat melatih di<br />
kelompok atlet cabang olahraga tertentu. Masalah tersebut telah<br />
ditemukenali dan dipilih guru/ pelatih (bersama kolaborator) sebagai<br />
masalah yang urgen untuk dicari solusinya melalui tindakan tertentu.<br />
Modul PLPG <strong>Penjaskes</strong> Rayon 113 <strong>UNS</strong> Surakarta 17
Oleh karena masalah yang diangkat itu merupakan masalah riil<br />
yang benar-benar terjadi, maka masalah tersebut dapat berupa apa saja,<br />
dan itu berangkat dari situasi yang specifik. Permasalahan itu yang jelas<br />
terbentuk dari adanya kesenjangan antara yang seharusnya dan yang<br />
senyatanya. Permasalahan tersebut menjadi benar-benar bermasalah<br />
jika telah memberikan efek yang sifatnya “menghambat”,<br />
“mengganggu”, bahkan “membelokkan arah” dalam pencapaian tujuan<br />
pembelajaran pendidikan jasmani atau kepelatihan cabang olahraga<br />
tertentu. Di luar itu bukan merupakan masalah jika tidak berefek buruk<br />
bagi proses dan hasil pembelajaran pendidikan jasmani maupun<br />
kepelatihan olahraga.<br />
Permasalahan yang dijadikan variabel y bukan merupakan<br />
sekumpulan masalah, tetapi sebuah masalah terpilih yang dianggap<br />
urgen di antara masalah-masalah lain. Artinya varibel y merupakan<br />
masalah yang paling specifik yang hendak dicarikan solusinya.<br />
Kebanyakan guru atau pelatih selalu memandang permasalahan itu<br />
datang secara kolektif, yang merupakan timbunan dari berbagai<br />
masalah. Tetapi <strong>PTK</strong> tidak akan mencari solusi untuk semua masalah<br />
secara bersamaan. Ada sebuah pepatah: “ cara tercepat untuk<br />
mengatasi problem atau masalah yang ruwet adalah dengan cara<br />
mengatasi masalah satu demi satu”.<br />
3. Judul <strong>PTK</strong>: Menggambarkan Tindakan yang Dipilih<br />
Persyaratan ketiga, yaitu judul <strong>PTK</strong> harus menggambarkan<br />
tindakan atau action yang dipilih. Artinya, judul <strong>PTK</strong> telah tersurat atau<br />
secara eksplisit menggambarkan tindakan penelitian yang dipilih untuk<br />
memecahkan masalah (jelas variabel x atau variabel bebasnya).<br />
Tindakan dalam <strong>PTK</strong> juga dapat berupa apa saja, mungkin berupa<br />
inovasi atau rekayasa (engineering) dalam hal penggunaan pendekatan<br />
atau metode, media, atau asesmen atau penilaian. Apapun tindakannya<br />
yang dipilih maka harus memilki keterkaitan secara rasional dengan<br />
upaya mengatasi masalahnya (variabel y). Harus ada keterkaitan<br />
rasional antara tindakan yang dipilih dengan upaya mengatasi masalah.<br />
Modul PLPG <strong>Penjaskes</strong> Rayon 113 <strong>UNS</strong> Surakarta 18
Bentuk dan jenis aksi yang dipilih juga merupakan hasil kesepakatan<br />
yang terbaik antara guru/ pelatih sebagai peneliti utama dengan<br />
kolaboratornya.<br />
Bentuk tindakan yang dipilih disamping memilki keterkaitan<br />
yang rasional dengan masalah penelitiannya, juga harus<br />
dipertimbangkan aspek praktikabilitanya. Tindakan harus benar-benar<br />
dapat dilaksanakan di tempat munculnya permasalahan. Pilihan<br />
tindakan jangan justru menimbulkan permasalahan baru dalam proses<br />
pembelajaran pendidikan jasmani atau kepelatihan olahraga. Tindakan<br />
harus bersifat membumi dengan akar masalahnya dalam setting<br />
alamiahnya, bukan berupa tindakan muluk-muluk yang seolah-olah<br />
datangnya dari “langit”.<br />
B. Pola Judul <strong>PTK</strong><br />
Di samping anatomi judul <strong>PTK</strong>, maka setiap calon peneliti <strong>PTK</strong><br />
juga harus mengenali pola judul <strong>PTK</strong>. Ditinjau dari bagaimana sebuah<br />
judul itu harus dipolakan, sebenarnya tidak ada satu pihak manapun yang<br />
memiliki kekuasaan merubah selera calon peneliti. Pola judul itu<br />
sebenarnya merupakan hak masing-masing peneliti. Namun ada semacam<br />
patokan yang secara khusus dapat dijadikan pegangan untuk membantu<br />
mempermudah dalam mempolakan judul <strong>PTK</strong>. Dari ratusan bahkan ribuan<br />
judul <strong>PTK</strong> sebenarnya kalau dicermati, hanya dapat dibedakan dan<br />
disederhanakan dalam bentuk tiga pola saja. Pola judul tersebut yaitu:<br />
◦ Pola A : Optimalisasi Penerapan x untuk Meningkatkan y pada Siswa<br />
/ Atlet ...............<br />
◦ Pola B : Peningkatan y melalui Penerapan x pada Siswa/ Atlet …<br />
◦ Pola C : Penerapan x untuk Meningkatkan y pada Siswa/ Atlet …<br />
Contoh dari ketiga pola judul di atas adalah sebagaimana adalah<br />
sebagaimana tabel berikut:<br />
Modul PLPG <strong>Penjaskes</strong> Rayon 113 <strong>UNS</strong> Surakarta 19
Tabel 3.1. Contoh Pola Judul <strong>PTK</strong> yang Memenuhi Kriteria<br />
No Pola Contoh Judul<br />
1 A Contoh <strong>PTK</strong> Pendidikan Jasmani: Optimalisasi<br />
Penerapan Penggunaan Film Animasi (X) untuk<br />
Meningkatkan Kemampuan Mengenali Gerakan<br />
Bagian-bagian Tubuh (Y) pada Siswa Kelas VIII.4 SMP<br />
Negeri 1 Surakarta Tahun 2010<br />
Contoh <strong>PTK</strong> Kepelatihan Olahraga: Optimalisasi<br />
Penerapan Video Simulasi (X) untuk Meningkatkan<br />
Kemampuan Menirukan Gerakan High Impact (Y) pada<br />
Atlet Discorobics Manahan Surakarta Tahun 2010.<br />
2 B Contoh <strong>PTK</strong> Pendidikan Jasmani: Peningkatan Jiwa<br />
Kepemimpinan Siswa (Y) melalui Penerapan Model<br />
Belajar Berbasis Outdoor Education (X) pada Kelas<br />
Ekstrakurikuler di SMP Negeri 1 Banjarmasin Tahun<br />
Ajaran 2009/2010.<br />
Contoh <strong>PTK</strong> Kepelatihan Olahraga: Peningkatan<br />
Rasa Percaya Diri Atlet (Y) melalui Penerapan Model<br />
Latihan Berbasis Outdoor Activity (X) pada Atlet<br />
Bolabasket Yunior Bhineka Surakarta Tahun 2010.<br />
3 C Contoh <strong>PTK</strong> Pendidikan Jasmani: Penerapan Model<br />
Belajar Permainan (X) untuk Meningkatkan<br />
Kemampuan Numerik (Y) pada Siswa Kelas VII.1 SMP<br />
Negeri 1 Wonogiri Tahun 2010<br />
Contoh <strong>PTK</strong> Kepelatihan Olahraga : Penerapan<br />
Variasi Bermain Futsal (X) untuk Meningkatkan<br />
Kemampuan Kerjasama (Y) pada Atlet Yunior Vita<br />
Surakarta Tahun 2010.<br />
Pola judul sebagaimana tabel 3.1 di atas adalah contoh judul<br />
yang memenuhi kriteria syarat judul berdasarkan pola (A, B, atau C) dan<br />
kelengkapan komponennya. Namun untuk sampai pemahaman yang lebih<br />
mendalam, setiap calon peneliti <strong>PTK</strong> pendidikan jasmani atau kepelatihan<br />
olahraga juga harus mencoba mengenali contoh-contoh rumusan judul <strong>PTK</strong><br />
Modul PLPG <strong>Penjaskes</strong> Rayon 113 <strong>UNS</strong> Surakarta 20
yang tidak memenuhi kriteria. Tabel berikut akan mnyajikan berbagai<br />
contoh judul yang tidak mmenuhi kreiteria <strong>PTK</strong>.<br />
Pada bagian ini akan dicontohkan beberapa rumusan judul <strong>PTK</strong>,<br />
baik <strong>PTK</strong> pendidikan jasmani atau kepelatihan olahraga yang tidak<br />
memenuhi kriteria. Tidak memenuhi kriteria karena ada dua alasan, yaitu :<br />
(1) komponen tidak lengkap, dan (2) kekeliruan secara metodologis.<br />
Tabel 3.2. Contoh Judul yang Tidak Memenuhi Kriteria dan<br />
Alasannya (Karena komponen tak lengkap)<br />
No<br />
Contoh Judul yang Tidak Memenuhi<br />
Kriteria Karena Faktor Komponen<br />
Alasan Tidak<br />
Memenuhi Kriteria<br />
1 Contoh <strong>PTK</strong> Pendidikan Jasmani:<br />
Meningkatkan Kemampuan Mengenali<br />
Gerakan Bagian-bagian Tubuh pada<br />
Siswa Kelas VIII.4 SMP Negeri 1<br />
Surakarta Tahun 2010<br />
Contoh <strong>PTK</strong> Kepelatihan Olahraga:<br />
Kemampuan Menirukan Gerakan High<br />
Impact pada Atlet Discorobics Manahan<br />
Surakarta Tahun 2010.<br />
2 Contoh <strong>PTK</strong> Pendidikan Jasmani:<br />
Penerapan Model Belajar Permainan<br />
pada Siswa Kelas VII.1 SMP Negeri 1<br />
Wonogiri Tahun 2010<br />
Contoh <strong>PTK</strong> Kepelatihan Olahraga :<br />
Penerapan Model Latihan Berbasis<br />
Outdoor Activity pada Atlet Bolabasket<br />
Yunior Bhineka Surakarta Tahun 2010.<br />
Tidak menyertakan<br />
komponen tindakan<br />
(X), hanya masalahnya<br />
saja yang tersurat.<br />
Artinya dengan Aksi<br />
(X) apa?<br />
Tidak menyertakan<br />
komponen tindakan<br />
(X), hanya masalahnya<br />
saja yang tersurat.<br />
Artinya dengan Aksi<br />
(X) apa?<br />
Tidak menyertakan<br />
komponen masalah<br />
(Y), hanya Aksinya<br />
(X) yang digambarkan.<br />
Artinya Aksinya itu<br />
untuk merubah<br />
masalah apa?<br />
Tidak menyertakan<br />
komponen masalah<br />
(Y), hanya Aksinya<br />
(X) yang digambarkan.<br />
Artinya Aksinya itu<br />
untuk merubah<br />
masalah apa?<br />
Modul PLPG <strong>Penjaskes</strong> Rayon 113 <strong>UNS</strong> Surakarta 21
Tabel 3.3. Contoh Judul yang Tidak Memenuhi Kriteria dan<br />
Alasannya (Karena Aspek Metodologis)<br />
No<br />
Contoh Judul yang Tidak Memenuhi<br />
Kriteria Karena Faktor Metodologis<br />
Alasan Tidak<br />
Memenuhi Kriteria<br />
1 Pengaruh Frekwensi Senam Kesegaran<br />
Jasmani (SKJ) per Minggu terhadap<br />
Tingkat Kesegaran Jasmani Siswa Putera<br />
SMP Negeri 1 Surakarta Tahun 2010.<br />
Pengaruh Latihan Berbeban Dengan Pola<br />
Progresif - Meningkat Terhadap<br />
Perubahan Kapasitas Vital Atlet Lari<br />
Jarak Menengah Pada Atlet Club Dragon<br />
Salatiga Tahun 2010.<br />
2 Efek Kekurangan Pemanasan Dalam<br />
Mengikuti Pembelajaran Pendidikan<br />
Jasmani Terhadap Peluang Terjadinya<br />
Cedera Sendi Dan Otot Pada Siswa SMP<br />
Negeri 1 Sukoharjo Tahun 2010<br />
Pengaruh Fungsional Penggunaan<br />
Protector terhadap Tingkat Kefatalan<br />
Cedera pada Atlet Beladiri dalam PON<br />
XVII Kalimatan Timur.<br />
3 Hubungan antara Latar Belakang Status<br />
Sosial Orang Tua dengan Hasil Belajar<br />
Siswa dalam Mapel Pendidikan Jasmani<br />
pada Siswa SMA 1 Sukoharjo tahun<br />
2010.<br />
Hubungan antara Konsep Diri dan<br />
Motivasi Berprestasi terhadap<br />
Pencapaian Peak Performance pada Atlet<br />
Pelatda Jateng Tahun 2010.<br />
4 Uji Coba Pemanfaatan Modul Gerak<br />
Aplikatif Untuk Meningkatkan<br />
Pemahaman Konsep Gerak Dasar Pada<br />
Siswa SD Negeri I - IV Surakarta Tahun<br />
2010.<br />
Efektivitas dan Efisiensi Pegangan<br />
Lembing gaya “manahan” untuk<br />
meningkatkan Prestasi Lempar Lembing<br />
Atlet Pelatda Atletik Jawa Tengah Tahun<br />
2010.<br />
Mengarah pada<br />
penelitian Eksperimen,<br />
bukan <strong>PTK</strong> dalam<br />
pendidikan Jasmani.<br />
Mengarah pada<br />
penelitian Eksperimen,<br />
bukan <strong>PTK</strong> dalam<br />
kepelatihan olahraga.<br />
Mengarah pada<br />
penelitian Ex Post<br />
Facto, bukan <strong>PTK</strong><br />
dalam pendidikan<br />
jasmani.<br />
Mengarah pada<br />
penelitian Ex Post<br />
Facto, bukan <strong>PTK</strong><br />
dalam kepelatihan<br />
olahraga.<br />
Mengarah pada<br />
penelitian Studi<br />
Korelasional, bukan<br />
<strong>PTK</strong> dalam pendidikan<br />
jasmani.<br />
Mengarah pada<br />
penelitian Studi<br />
Korelasional, bukan<br />
<strong>PTK</strong> dalam kepelatihan<br />
olahraga..<br />
Mengarah pada<br />
penelitian<br />
Pengembangan, bukan<br />
<strong>PTK</strong> dalam pendidikan<br />
jasmani<br />
Mengarah pada<br />
penelitian<br />
Pengembangan, bukan<br />
<strong>PTK</strong> dalam kepelatihan<br />
olahraga.<br />
Modul PLPG <strong>Penjaskes</strong> Rayon 113 <strong>UNS</strong> Surakarta 22
BAB 4<br />
MENYUSUN LATAR BELAKANG DAN RUMUSAN<br />
MASALAH <strong>PTK</strong> PENJASORKES<br />
A. Menyusun Latar Belakang Masalah<br />
Latar belakang berisi tentang deskripsi naratif dan pemaparan<br />
tentang adanya situasi problematis yang dirasakan guru waktu mengajar atau<br />
pelatih waktu melatih. Situasi problematis tersebut harus benar-benar terjadi<br />
secara nyata, bukan hanya sesuatu yang ada dalam pikiran dan asumsi guru<br />
atau pelatih. Sudah barang tentu tidak semua masalah dalam pembelajaran<br />
pendidikan jasmani dan kepelatihan olahraga itu layak diangkat menjadi<br />
sebuah permasalahan untuk <strong>PTK</strong>. Guru/ pelatih harus dapat memilahkan<br />
antara permasalahan yang harus dipecahkan solusinya dengan penelitian dan<br />
permasalahan yang cara mengatasinya cukup dengan cara tertentu. Guru/<br />
pelatih juga harus dapat memilahkan persoalan yang diteliti dengan <strong>PTK</strong> atau<br />
dengan penelitian formal.<br />
Substansi latar belakang masalah <strong>PTK</strong> terkait dengan beberapa hal<br />
yang perlu diperhatikan, yaitu: (1) Apa permasalahan yang diangkat?; (2)<br />
bagaimankah sifat permasalahannya?; (3) adakah data pendukung yang perlu<br />
dimunculkan untuk memperkuat terjadinya masalah?; (4) adakah penjelasan<br />
tentang analisis untuk mencari akar permasalahannya?.<br />
1. Masalah yang Layak Diangkat dalam <strong>PTK</strong><br />
Terdapat beberapa pertimbangan dalam memilih dan<br />
memilahkan permasalahan yang layak diangkat dalam <strong>PTK</strong>. Tetapi<br />
setidak-tidaknya ada beberapa ketentuan, yaitu : (1) masalah yang<br />
diangkat dalam <strong>PTK</strong> haruis Jelas dan bukan hasil kajian teoretik. Artinya<br />
bahwa permasalahan memang nyata terjadi di sekolah/ di tempat latihan;<br />
(2) dapat terinspirasi dari hasil penelitian terdahulu atau dari penelitian<br />
yang telah dilakukan orang lain (penelitian relevan), tetapi digali dari<br />
Modul PLPG <strong>Penjaskes</strong> Rayon 113 <strong>UNS</strong> Surakarta 23
permasalahan pembelajaran/ kepelatihan yang aktual; (3) masalah<br />
didiagnosis secara kolaboratif oleh guru/ pelatih dan pihak kolaborator.<br />
a. Sifat Masalah <strong>PTK</strong>:<br />
Permasalahan <strong>PTK</strong> dalam pendidikan jasmani dan kepelatihan<br />
olahraga harus memiliki sifat: (1) penting dan mendesak untuk<br />
dipecahkan, dan (2) dapat dilaksanakan, dengan mempertimbangkan<br />
ketersediaan waktu, biaya dan daya dukung lainnya.<br />
Tidak semua masalah yang dianggap penting itu mendesak<br />
untuk diteliti dan dipecahkan oleh guru/ pelatih. Tidak semua masalah<br />
yang dianggap penting itu disarankan untuk diteliti, jika memang hal<br />
tersebut berada di luar kewenangan dan kemampuan peneliti. Tidak dapat<br />
dipaksa-paksakan untuk diteliti karena mungkin keterbatasan daya dukung<br />
seperti waktu, beaya, sarana dan prasarana.<br />
b. Identifikasi Masalah Disertai Data Pendukung<br />
Penyertaan data pendukung pada bagian latar belakang masalah,<br />
mutlak dilakukan untuk memberikan penguatan tersendiri bahwa<br />
masalahnya memang nyata dan riil terjadi di kelas penjas/ lapangan<br />
kepelatihan olahraga. Data pendukung bukan sekadar ”pemanis” atau<br />
aksesoris, tetapi merupakan penjelasan faktual bahwa persoalan yang<br />
diangkat bukan sekadar asumsi peneliti saja. Latar belakang dalam<br />
proposal <strong>PTK</strong> tidak boleh by assumption. Artinya bukan hanya<br />
penjelasan-penjelasan yang merupakan asumsi atau prasangka pribadi<br />
peneliti. Data dapat berupa data kuantitatif maupun kualitatif. Apapun<br />
jenis datanya, latar belakang masalah yang disertai data pendukung akan<br />
memiliki kejelasan dalam membimbing arah pemecahan solusi. Adanya<br />
data pendukung akan semakin memperkuat keterkaitan secara rasional<br />
antara masalah pokok penelitian dengan alternatif tindakan yang dipilih.<br />
Contoh penggalan latar belakang masalah <strong>PTK</strong> tanpa data<br />
pendukung : “..............Minat mengikuti KBM Penjas siswa di SMP kelas<br />
Modul PLPG <strong>Penjaskes</strong> Rayon 113 <strong>UNS</strong> Surakarta 24
VII sangat rendah, terutama jika materi atau sub pokok bahasan atletik<br />
nomor lari. Rendahnya minat siswa tersebut tentunya akan menimbulkan<br />
masalah jangka panjang dalam pelaksanaan Penjas di sekolah terutama di<br />
SMP................Oleh karena itu, perlu dilakukan semacam tindakan yang<br />
dilaksanakan secara kolaboratif. Yakni tindakan untuk meningkatkan<br />
minat siswa dalam proses pembelajaran atletik..........<br />
Bandingkan dengan contoh penggalan latar belakang masalah<br />
<strong>PTK</strong> yang disertai data pendukung berikut: “................Jumlah siswa<br />
yang ijin tidak mengikuti pelajaran materi atletik nomor lari bertambah<br />
selama 3 bulan terakhir. Catatan presensi menunjukkan bahwa pada<br />
pertemuan 1 jumlah yang ijin 5 orang siswa, mulai pertemuan 2 sampai<br />
berikutnya, jumlah yang ijin semakin menuju pada angka 20% dari jumlah<br />
siswa di kelas. Sebagian besar dari mereka tidak memiliki alasan yang<br />
jelas, bahkan ada kesan mereka ijin dengan cara berpura-pura sakit atau<br />
tidak enak badan...... Oleh karena itu, perlu dilakukan semacam tindakan<br />
yang dilaksanakan secara kolaboratif. Yakni tindakan untuk meningkatkan<br />
minat siswa dalam proses pembelajaran atletik..........<br />
c. Menentukan Akar Masalah <strong>PTK</strong><br />
Dalam penelitian praktis, latar belakang masalah juga harus<br />
sudah menjelaskan secara naratif tentang proses penemuan akar masalah.<br />
Masalah praktis yang bersifat alami dan faktual. Penentuan akar<br />
permasalahan akan mengarahkan pada efek faktual dari tindakan-tindakan<br />
logis-rasional yang dipilih untuk memperoleh solusi dalam <strong>PTK</strong>. Proses<br />
penemuan akar masalah serta pemilihan tindakan, merupakan produk awal<br />
yang sangat berharga sebagai hasil proses kooperatif antara peneliti dan<br />
kolaborator. Oleh karena itu, kehadiran kolaborator itu ternyata sudah<br />
harus dilakukan sebelum peneliti utama menyusun latar belakang masalah.<br />
Peneliti tidak mungkin mampu menuliskan akar permasalahan di dalam<br />
latar belakang proposalnya kalau belum memiliki kolaborator.<br />
Analisis untuk menentukan akar penyebab masalah dilakukan<br />
secara kolaboratif antara peneliti utama dengan kolaborator. Penentuan<br />
Modul PLPG <strong>Penjaskes</strong> Rayon 113 <strong>UNS</strong> Surakarta 25
tersebut dilakukan melalui proses sharing yang menuju pada kesepakatan<br />
antara peneliti utama dan kolaborator. Bagaimana sharing tersebut<br />
dilakukan secara riil? Kita gunakan contohnya adalah pada situasi<br />
problematis pada contoh C.3 di atas. Ketika situasi problematis tersebut<br />
sudah dapat dipahami, maka antara peneliti utama dan kolaborator harus<br />
secara bersama-sama menganalisis faktor penyebabnya. Baik peneliti<br />
utama maupun kolaborator, keduanya memiliki cara pandang dalam<br />
menemukan akar penyebab maslah termasuk solusinya. Melalui proses<br />
nego yang terjadi diantara peneliti dan kolaborator akan menghasilkan<br />
sebuah kesepakatan final tentang: (1) penyebab utama permasalahan atau<br />
fokus masalah praktisnya , dan (2) tindakan yang disepakati untuk<br />
mengatasi masalah utamanya tersebut.<br />
B. Rumusan Masalah <strong>PTK</strong><br />
Rumusan masalah dalam <strong>PTK</strong> bersifat specifik dan operasional,<br />
artinya masalah yang dirumuskan harus dapat membantu peneliti utama dan<br />
kolaborator untuk lebih menuju pada arah pencarian jawaban pemecahan<br />
masalah praktis. Rumusan masalah disusun: (1) dalam bentuk rumusan<br />
masalah <strong>PTK</strong>, yaitu ada alternatif tindakan yang akan diambil, (2) relevan<br />
dengan judul <strong>PTK</strong>; dan (3) menggunakan kalimat tanya atau interogative<br />
form.<br />
<strong>PTK</strong> itu pada prinsipnya menguji adanya hipotesis tindakan. Oleh<br />
karena itu bentuk pertanyaan dalam rumusan masalah tidak berbentuk<br />
pertanyaan tentang apa (what), tetapi mengarah pada pertanyaan tentang<br />
bagaimana (how). Rumusan masalah dalam bentuk pertanyaan tentang apa<br />
(what) lazimya digunakan untuk pengujian hipotesis penelitian-penelitian<br />
formal, terutama untuk rumusan masalah tentang ada tidaknya hubungan antar<br />
variabel atau perbandingan/ pengaruh antar variabel. Dalam penelitianpenelitian<br />
masalah praktis, termasuk <strong>PTK</strong>, bentuk pertanyaannya lebih<br />
mengarah pada bagaimanakah (how).<br />
Contoh rumusan masalah pada <strong>PTK</strong> pendidikan jasmani: “<br />
Bagaimanakah penerapan metode bermain dapat meningkatkan minat dan<br />
Modul PLPG <strong>Penjaskes</strong> Rayon 113 <strong>UNS</strong> Surakarta 26
partisipasi siswa dalam mengikuti Pokok bahasan Atletik pada Siswa Kelas<br />
VIII SMP Negeri 2 Selogiri Tahun Ajaran 2008/2009?<br />
Contoh rumusan masalah pada <strong>PTK</strong> kepelatihan olahraga:<br />
“Bagaimanakah modifikasi latihan futsal dapat meminimalkan kebosanan<br />
serta menumbuhkan gairah kerjasama tim pada atlet bolavoli pada Pemusatan<br />
Latihan Nasional (Pelatnas) Sentul Bogor tahun 2010?”<br />
Modul PLPG <strong>Penjaskes</strong> Rayon 113 <strong>UNS</strong> Surakarta 27
BAB 5<br />
CARA MERUMUSKAN TUJUAN DAN MANFAAT<br />
A. Merumuskan Tujuan Penelitian<br />
Tujuan dirumuskan secara singkat dan jelas berdasarkan permasalahan<br />
dan cara pemecahan masalah yang dikemukakan. Tujuan harus bersifat paralel<br />
dengan masalah yang dirumuskan, karena apa yang dituju dalam <strong>PTK</strong> adalah<br />
untuk mencari arah jawaban praktis atas pertanyaan dalam rumusan masalah<br />
tersebut. Mengacu pada contoh rumusan masalah di atas, maka berikut ini<br />
akan dicontohkan tentang bagaimana merumuskan tujuan penelitian yang<br />
benar.<br />
Contoh rumusan tujuan pada <strong>PTK</strong> pendidikan jasmani: “ penelitian<br />
tindakan kelas (<strong>PTK</strong>) ini bertujuan untuk meningkatkan minat dan partisipasi<br />
siswa dalam mengikuti Pokok bahasan Atletik melalui penerapan metode<br />
bermain dapat pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 2 Selogiri Tahun Ajaran<br />
2008/2009”<br />
Contoh rumusan tujuan pada <strong>PTK</strong> kepelatihan olahraga: “penelitian<br />
tindakan kelas (<strong>PTK</strong>) ini bertujuan meminimalkan kebosanan serta<br />
menumbuhkan gairah kerjasama tim pada atlet bolavoli melalui modifikasi<br />
latihan futsal pada Pemusatan Latihan Nasional (Pelatnas) Sentul Bogor tahun<br />
2010”<br />
(Catatan: Tujuan penelitian yang dirumuskan harus relevan dan paralel<br />
dengan rumusan masalah penelitian).<br />
B. Merumuskan Manfaat Penelitian<br />
Isi pokok uraian tentang manfaat penelitian, setidak-tidaknya<br />
mengandung dua hal, yaitu: (1) manfaat diuraikan secara jelas dan sistematis<br />
dan bukan merupakan harapan-harapan atau angan-angan “kosong” dari<br />
peneliti. Manfaat merupakan dampak rasional atas pemecahan masalah utama<br />
penelitian melalui tindakan yang dipilih. Manfaat merupakan sisi pragmatis<br />
dari sebuah hasil penelitian, ketika penelitian tersebut dilaksanakan dan<br />
memperoleh hasil. Hasil dari <strong>PTK</strong> adalah pemecahan masalah praktis,<br />
Modul PLPG <strong>Penjaskes</strong> Rayon 113 <strong>UNS</strong> Surakarta 28
sehingga manfaatnya tersebut berupa solusi atas permasalahan utamanya; dan<br />
(2) pada uraian tentang manfaat penelitian harus disebutkan pula beberapa<br />
pihak yang mendapatkan manfaat, terutama terkait secara langsung dengan<br />
kegiatan <strong>PTK</strong> yang dilaksanakan.<br />
Pada <strong>PTK</strong> pendidikan jasmani, kemukakan manfaat bagi guru, siswa,<br />
serta komponen pendidikan terkait di sekolah. Contoh: (1) bagi guru: melalui<br />
<strong>PTK</strong> ini guru dapat menerapkan strategi pembelajaran yang menyenangkan,<br />
khususnya untuk meningkatkan minat dan partisipasi siswa dalam<br />
pembelajaran atletik; (2) bagi siswa: hasil penelitian ini bermanfaat bagi siswa<br />
yang bermasalah dalam mengikuti pembelajaran atletik dengan cara<br />
konvensional; (3) bagi sekolah: hasil penelitian ini membantu memperbaiki<br />
pembelajaran pendidikan jasmani di sekolah<br />
Sedangkan pada <strong>PTK</strong> kepelatihan olahraga, kemukakan manfaat bagi<br />
pelatih, atlet, serta komponen kepelatihan terkait di klub olahraga atau tempat<br />
pemusatan latihan olahraga. Contoh: (1) bagi pelatih: melalui <strong>PTK</strong> ini pelatih<br />
dapat menerapkan strategi/ metode/ variasi latihan yang menyenangkan,<br />
khususnya untuk meningkatkan minat dan partisipasi atlet dalam mengikuti<br />
serangkaian program latihan harian maupun mingguan; (2) bagi atlet: hasil<br />
penelitian ini bermanfaat bagi atlet terutama yang merasakan kebosanan atau<br />
boring dalam mengikuti latihan-latihan rutin melalui cara konvensional; (3)<br />
bagi klub/ tempat pemusatan latihan: hasil penelitian ini membantu<br />
memperbaiki situasi dan meningkatkan mutu pelaksanaan program latihan<br />
dalam micro cycle, meso cycle, maupun macro cycle.<br />
Modul PLPG <strong>Penjaskes</strong> Rayon 113 <strong>UNS</strong> Surakarta 29
BAB 6<br />
KAJIAN PUSTAKA DALAM PROPOSAL <strong>PTK</strong><br />
PENJASORKES<br />
Kendatipun <strong>PTK</strong> tidak untuk menguji teori, kajian pustaka di dalam<br />
<strong>PTK</strong> juga merupakan keharusan karena memiliki tujuan untuk : (1) membantu<br />
peneliti dalam memecahkan masalah penelitiannya, dan (2) memperoleh<br />
gambaran tentang kedudukan penelitiannya terhadap penelitian-penelitian lain.<br />
Hal tersebut tentu amat berbeda dengan kajian pustaka pada beberapa penelitian<br />
formal. Kajian pustaka dalam penelitian formal mengarah dan mengerucut untuk<br />
kepentingan uji hipotesis keterkaitan antar varibel.<br />
Kajian pustaka dalam <strong>PTK</strong> memiliki berbagai fungsi penting, yaitu untuk<br />
: (1) mengetahui kronologi masalah; (2) membantu pemilihan prosedur; (3)<br />
memahami latar belakang teoretis masalah penelitian; (4) mengetahui manfaat<br />
penelitian sebelumnya; (5) menghindari duplikasi, dan (5) memberikan<br />
pembenaran pemilihan masalah penelitian.<br />
Berbagai sumber kepustakaan dapat digunakan untuk menggali informasi<br />
yang relevan dengan masalah <strong>PTK</strong>. Sumber kepustakaan dapat berupa buku,<br />
literatur, terbitan berkala, jurnal ilmiah, artikel di harian atau majalah, bahkan<br />
dapat diakses dari sumber-sumber internet. Apapun sumber kepustakaan yang<br />
perlu diperhatikan adalah relevansinya dengan fokus masalah utama <strong>PTK</strong>. Dalam<br />
kajian pustaka penelitian praktis, peneliti tidak dituntut mengejar keluasan dan<br />
kedalaman informasi teoretisnya, tetapi lebih mengacu pada kebutuhan<br />
mencukupi informasi yang relevan. Relevan dengan masalah <strong>PTK</strong> dan tindakan<br />
atau aksi yang diterapkan.<br />
Kajian teori <strong>PTK</strong> dalam pendidikan jasmani terutama akan membahas<br />
tentang: teori-teori keperilakuan, belajar motorik, perkembangan motorik,<br />
penilaian hasil belajar, media pembelajaran, psikologi dan sosiologi pembelajaran.<br />
Sementara itu teori <strong>PTK</strong> dalam kepelatihan olahraga terutama membahas dan<br />
mengkaji tentang : teori-teori keperilakuan, belajar motorik, perkembangan<br />
motorik, evaluasi performa atlet, sarana dan prasarana latihan olahraga, psikologi<br />
dan sosiologi olahraga, hukum-hukum latihan, dan sebagainya. Di dalam <strong>PTK</strong>,<br />
Modul PLPG <strong>Penjaskes</strong> Rayon 113 <strong>UNS</strong> Surakarta 30
Informasi atas kajian teori yang relevan dideduksikan untuk mengarah pada<br />
penyusunan hipotesis tindakan.<br />
Yang perlu digarisbawahi dalam kajian pustaka adalah bahwa peneliti<br />
harus mengupayakan kecukupan informasi yang aktual tentang : (1) penjelasan<br />
relevan atas variabel masalah pokok yang di-<strong>PTK</strong>-kan, dan (2) penjelasan relevan<br />
atas tindakan atau action <strong>PTK</strong>. Penjelasan atau kajian atas masalah pokok dan<br />
tindakan tersebut akan dideduksikan dan diramu untuk menyusun kerangka<br />
berfikir. Kerangka berfikir selanjutnya akan dijadikan dasar penyusunan hipotesis<br />
tindakan.<br />
Penjelasan relevan atas variabel masalah pokok dan tindakan dalam<br />
pendidikan jasmani misalnya, pasti banyak terkait dengan persoalan praktis dalam<br />
pembelajaran pendidikan jasmani. Sebagai contoh, jika permasalahan <strong>PTK</strong><br />
adalah: “Bagaimanakah kejenuhan siswa dalam pembelajaran atletik dapat<br />
diminimalkan melalui pendekatan bermain?. Maka dalam kajian pustaka proposal,<br />
peneliti pengusul juga sudah harus melakukan kupasan teoretis dan mengacu<br />
hasil-hasil penelitian relevan. Peneliti tidak perlu mengupas tentang sejarah atletik<br />
serta jenis-jenis nomor atletik, tetapi pengusul penelitian sudah harus menukik<br />
pada kupasan tentang. Hakikat “Kejenuhan” siswa dalam aktivitas pembelajaran,<br />
ditinjau dari berbagai sisi, seperti sebab internal dan ekternal, dampak-dampak<br />
buruk bagi pencapaian tujuan, upaya mengatasinya, dan lain-lain. Hal lain yang<br />
harus dilakukan adalah mengupas tentang varibel tindakannya, yakni<br />
“pendekatan bermain”. Hakikat pendekatan bermain dikupas untuk memperoleh<br />
gambaran mendasar tentang efek-efek edukatif dan efek menyenangkan dari<br />
bermain.<br />
Kerangka berfikir secara logis disusun berdasarkan keterkaitan antara<br />
varibel masalah dan variabel tindakan. Proses logika tersebut sekaligus<br />
menunjukkan bahwa tindakan apapun yang dilakukan untuk mengatasi masalah,<br />
adalah tindakan yang logis dan rasional. Tindakan logis-rasional untuk mengatasi<br />
masalah praktis akan diteruskan dengan upaya empirik dengan berpedoman pada<br />
“hipotesis tindakan”. Jadi fungsi hipotesis tindakan sebenarnya lebih mengarah<br />
pada fungsi pemandu arah dan bentuk penelitian. Hal tersebut tentu sangat<br />
berbeda dengan hipotesis pada penelitian formal karena cenderung pada fungsi<br />
Modul PLPG <strong>Penjaskes</strong> Rayon 113 <strong>UNS</strong> Surakarta 31
verifikasi dan pengujian-pengujian, baik hipotesis tentang hubungan antar varibel,<br />
maupun hipotesis tentang perbedaan / pengaruh antar variabel.<br />
Modul PLPG <strong>Penjaskes</strong> Rayon 113 <strong>UNS</strong> Surakarta 32
BAB 7<br />
METODE, JADWAL, DAN PENULISAN DAFTAR PUSTAKA<br />
DALAM PROPOSAL<br />
A. Komponen Metode Penelitian dalam Proposal<br />
Komponen metode penelitian di dalam proposal <strong>PTK</strong> merupakan<br />
komponen yang sangat penting, karena berisi tentang skenario prosedural<br />
pelaksanaan <strong>PTK</strong>. Oleh karena itu setidaknya dalam bagian ini, perlu<br />
dituangkan secara jelas tapi padat tentang : (1) setting atau tempat dan waktu<br />
penelitian; (2) subjek penelitian; (3) prosedur penelitian yang berisi rancangan<br />
siklus; (4) teknik pengumpulan data; dan (5) analisis data. Rancangan siklus,<br />
setidak-tidaknya telah direncanakan dalam 2 siklus, yang setiap siklusnya<br />
berisi tentang: rencana tindakan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi.<br />
B. Jadwal Penelitian<br />
Kendatipun ada yang beranggapan tidak penting dalam proposal,<br />
jadwal penelitian sebenarnya merupakan komponen yang memiliki arti<br />
sendiri. Penyusunan jadwal walaupun bersifat tentatif, memiliki arti sebagai<br />
pengarah dalam pemanfaatan waktu. Jadwal merupakan bukti keseriusan<br />
peneliti dalam merencanakan penelitian. Jadwal juga dapat dijadikan indikator<br />
kelayakan akan keberhasilan pelaksanaan penelitian yang direncanakan.<br />
Banyak proposal bagus yang tidak dapat ditindaklanjuti sebagai penelitian<br />
yang bagus, hanya karena penyusun proposal tidak tepat menyusun jadwal<br />
sehingga bertumbukan dengan kegiatan-kegiatan penting yang lainnya.<br />
Jadwal kegiatan agar dapat mudah dipahami maka sebaiknya<br />
disusun adalam bentuk bar chart. Dengan penjadwalan bentuk bar chart,<br />
maka segala bentuk kegiatan berikut alokasi waktu yang disediakan akan<br />
mudah dipahami, baik oleh peneliti maupun bagi orang lain. Contoh bar chart<br />
adalah sebagai berikut:<br />
Modul PLPG <strong>Penjaskes</strong> Rayon 113 <strong>UNS</strong> Surakarta 33
Kegiatan pokok <strong>PTK</strong><br />
Tabel 7.1. Contoh Bar Chart Jadwal Rencana Kegiatan <strong>PTK</strong><br />
o Siklus I<br />
Perencanaan, Pelaksanaan dan<br />
Observasi, Refleksi<br />
o Siklus II<br />
Perencanaan, Pelaksanaan dan<br />
Observasi, Refleksi<br />
o Siklus III<br />
Perencanaan, Pelaksanaan dan<br />
Observasi, Refleksi<br />
Sesi ke:<br />
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10<br />
Catatan: Jadwal <strong>PTK</strong> sangat bersifat tentatif dan hanya bersifat alokasi yang<br />
diprediksikan, karena ketercapaian indikator setiap siklus tidak dapat<br />
dipastikan oleh variabel banyak sedikitnya sesi yang digunakan.<br />
C. Penulisan Daftar Pustaka<br />
Proposal <strong>PTK</strong> harus menyertakan Daftar Pustaka pada bagian akhir<br />
proposal sebelum lampiran. Hal tersebut demi untuk meyakinkan lagi bahwa<br />
proposal yang disusun telah merupakan standar sebuah proposal ilmiah. Daftar<br />
Pustaka dalam proposal <strong>PTK</strong> tidak boleh hanya dianggap sebagai pelengkap,<br />
tetapi harus disertakan karena memang suatu keharusan. Berikut ini akan<br />
dikemukakan beberapa hal penting terkait dengan penulisan daftar pustaka<br />
dalam sebuah proposal <strong>PTK</strong>.<br />
1. Daftar Pustaka dituliskan secara konsisten dan alphabetis sesuai dengan<br />
salah satu model baku.<br />
2. Sumber yg dicantumkan dalam Daftar Pustaka hanya yg benar-benar<br />
dirujuk dalam naskah batang tubuh.<br />
3. Semua sumber yang dirujuk di dalam batang tubuh harus dicantumkan di<br />
dalam Daftar Pustaka.<br />
Contoh penulisan Daftar Pustaka adalah sebagai berikut (sumber<br />
pustaka yang dicontohkan, baik nama pengarang maupun judulnya hanya<br />
fiktif, sekedar untuk contoh tentang kelaziman akan struktur penulisannya):<br />
Modul PLPG <strong>Penjaskes</strong> Rayon 113 <strong>UNS</strong> Surakarta 34
BUKU<br />
Doel Sumbang. (2010). Cara Menyanyi Tidak Sumbang. Jakarta :<br />
Penerbit Perkusi Press.<br />
Doel Gepuk. (2010). Cara Mudah Berlatih Beladiri Secara<br />
Otodidak. Surakarta: Penerbit Manahan Press & co.<br />
<br />
ARTIKEL/ BAB DALAM SUATU BUKU<br />
Iwan Fals. (2010). Menghindari Suara Fals, dalam Sudewo. Kiat<br />
Belajar Bernyanyi. Surakarta : Penerbit Manahan Asyik<br />
Press.hal 205 – 275.<br />
Iwan Yahya. (2010). Menghindari Malpraktik Pembelajaran<br />
Pendidikan Jasmani Melalui Pendekatan Kooperatif, dalam<br />
Bagindo Sihasale, Bunga Rampai Pembelajaran Inovatif.<br />
Yogyakarta: Penerbit Gadjah Mungkur Press.<br />
<br />
ARTIKEL JURNAL<br />
Mbah Maridjan. (2010). “Rosa…Rosa”, Jurnal Lelaki Pemberani,<br />
Volume VII : Hal.158 – 300.<br />
Mbah Warno. (2010). “Memodifikasi Media Pembelajaran dalam<br />
Pendidikan Jasmani di SD”, Jurnal Ilmiah Pendidikan,<br />
Volume XXI: Hal. 25 – 33.<br />
<br />
MAJALAH<br />
Bush, George W. (2010). Menghindari Bicara Nggedebus,<br />
Terjemahan Budiwan. Humor Politik, Vol 4, Nomor 5, Hal<br />
25 – 75.<br />
Markotop Santosa. (2010). Menghindari Cedera Sendi pada Saat<br />
Latihan Beladiri. Sporty dan Bugar. Vol. 10. Nomor 15.<br />
Hal. 38 – 47.<br />
<br />
INTERNET<br />
Waluyo Paijo, (2010). Kiat Menjadi Guru Pendidikan Jasmani<br />
Sukses. Tersedia pada http://www.gurupenjas.com.<br />
Diakses pada 20 <strong>Agus</strong>tus 2010.<br />
Bambang Paikem, (2010). Pengalaman Sukses Pelatih Atletik.<br />
Tersedia pada http://www.kepelatihanatletik.com. Diakses<br />
pada 14 Juli 2010.<br />
Modul PLPG <strong>Penjaskes</strong> Rayon 113 <strong>UNS</strong> Surakarta 35
D. Lampiran-lampiran<br />
Lampiran berisi tentang segala dokumen penting yang terkait<br />
dengan kelengkapan proposal. Dokumen tersebut merupakan penguat<br />
proposal yang penting untuk dilampirkan, karena kalau dimasukkan di batang<br />
tubuh proposal akan terasa “menganggu”. Beberapa dokumen yang lazim<br />
dilampirkan misalnya: Biodata atau Curriculum Vitae peneliti dan anggota<br />
peneliti (meskipun ada jenis proposal tertentu yang biodata peneliti diletakkan<br />
di batang tubuh proposal); persetujuan atau endorsement kolaborator; serta<br />
dokumen lain yang dianggap oleh peneliti layak untuk dilampirkan karena<br />
sebagai penguat atas proposal yang diajukan.<br />
Jika peneliti akan mengembangkan sebuah format RPP (Rencana<br />
Pelaksanaan Pembelajaran) maka RPP tersebut kalau disajikan dalam batang<br />
tubuh akan sangat terasa mengganggu, sehingga RPP memang seharusnya<br />
dimasukkan ke dalam lampiran. Hal tersebut juga berlaku untuk rancangan<br />
Program Latihan jika <strong>PTK</strong> merupakan <strong>PTK</strong> untuk kepelatihan olahraga.<br />
Modul PLPG <strong>Penjaskes</strong> Rayon 113 <strong>UNS</strong> Surakarta 36
DAFTAR PUSTAKA<br />
Aqib, Zainal . 2008. Penelitian Tindakan Kelas untuk Guru. Bandung: Penerbit<br />
Yrama Widya<br />
Iskandar, 2009. Penelitian Tindakan Kelas. Cipayung – Ciputat: Gunung Persada<br />
(GP) Press.<br />
Joni, T Raka. 1998. Penelitian Tindakan Kelas: Beberapa Permasalahannya.<br />
Jakarta: PCP PGSM Ditjen Dikti.<br />
Karyadi, Benny, dkk. 2006. Penelitian untuk Peningkatan Kualitas Pembelajaran<br />
dan Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta : Direktorat Ketenagaan Ditjen<br />
Dikti Depdiknas.<br />
Kasbolah, Kasihani, dan Sukaryana, I Wayan. 2001. Penelitian Tindakan Kelas<br />
Untuk Guru. Malang: Penerbit Universitas Negeri Malang.<br />
Kemmis, S and Mc Taggart, R. 1988. The Action Research Planner. Third<br />
Edition. Victoria: Deakin University Press.<br />
<strong>Kristiyanto</strong>, <strong>Agus</strong>. 2010. Penelitian Tindakan Kelas (<strong>PTK</strong>) dalam Pendidikan<br />
Jasmani dan Kepelatihan Olahraga. Surakarta: Sebelas Maret<br />
University Press.<br />
<strong>Kristiyanto</strong>, <strong>Agus</strong>. dan Nuruddin PBS. 2011. Penelitian Pengajaran: Prinsip<br />
Dasar Metodologi <strong>PTK</strong> dalam Pendidikan Jasmani dan Kepelatihan<br />
Olahraga. Surakarta: Sebelas Maret University Press.<br />
<strong>Kristiyanto</strong>, <strong>Agus</strong>. dan Sugito. 2011. Penelitian Tindakan Kelas (<strong>PTK</strong>) Panduan<br />
bagi Mahasiswa dan Guru Penjasorkes. Surakarta: Sebelas Maret<br />
University Press.<br />
Suroso, 2009. Penelitian Tindakan Kelas : Peningkatan Kemampuan Menulis<br />
melalui Classroom Action Research. Yogyakarta: Penerbit Pararaton.<br />
Susilo, 2009. Panduan Penelitian Tindakan Kelas. Sleman Yogyakarta: Pustaka<br />
Book Publisher.<br />
Modul PLPG <strong>Penjaskes</strong> Rayon 113 <strong>UNS</strong> Surakarta 37
Lampiran 1: SKENARIO PRAKTIK PLPG MATERI:<br />
PRAKTiK PENELITIAN TINDAKAN KELAS (<strong>PTK</strong>)<br />
PENJASORKES<br />
Tujuan Praktek:<br />
Peserta PLPG mampu menunjukkan kompetensi dalam <strong>PTK</strong> dengan cara<br />
mengkomunikasikan proposal <strong>PTK</strong> yang telah disusun sebelumnya dalam sebuah<br />
forum diskusi/presentasi yang difasilitasi Instruktur PLPG.<br />
Indikator Penguasaan:<br />
Peserta PLPG dianggap menguasai <strong>PTK</strong>, bila: (1) mampu menyusun proposal<br />
<strong>PTK</strong> secara layak, meliputi aspek: substansi, relevansi, manfaat, dan sistematika;<br />
(2) mampu mempresentasikan dan mengakomodasikan dengan baik masukan dari<br />
teman se-rombel maupun masukan-masukan dari Instruktur; dan (3) berpartisipasi<br />
aktif dan konstruktif dalam diskusi.<br />
Skenario Praktek:<br />
1. Peserta PLPG satu per satu mempresentasikan proposal <strong>PTK</strong> di dalam<br />
Rombelnya masing-masing dan difasilitasi oleh Instruktur PLPG.<br />
2. Urutan presentasi diatur dan ditentukan oleh Instruktur, namun disarankan<br />
agar urutan bersifat acak atau tidak urut presensi. Hal ini dimaksudkan<br />
agar semua peserta PLPG sejak awal hingga akhir berada dalam kesiapan<br />
dan partisipasi yang lebih kondusif.<br />
3. Waktu yang disediakan untuk setiap peserta bersifat relatif. Tapi pada<br />
prinsipnya setiap peserta harus presentasi dengan durasi yang<br />
menyesuaikan antara jumlah peserta dalam Rombel (30 orang) dengan<br />
waktu efektif yang dapat digunakan.<br />
4. Instruktur berkewajiban membantu dengan cara memberikan solusi secara<br />
teknis maupun substansi <strong>PTK</strong>.<br />
5. Jika ada persoalan mendasar yang perlu dipecahkan bersama, disarankan<br />
sesama Instruktur dapat saling membantu.<br />
Modul PLPG <strong>Penjaskes</strong> Rayon 113 <strong>UNS</strong> Surakarta 38
6. Instruktur berkewajiban memberikan penilaian kepada seluruh peserta<br />
PLPG. Nilai yang diberikan menggunakan standar 100 ( batas lulus 70).<br />
7. Penilaian mengacu pada beberapa aspek sebagaimana telah dideskripsikan<br />
dalam Indikator Penguasaan di atas.<br />
8. Segala sesuatu yang belum diatur dalam skenario ini akan diatur dan<br />
dibicarakan melalui kesepakatan-kesepakatan bersama, terutama<br />
kesepakatan sesama Instruktur.<br />
9. Waktu penyampaian materi <strong>PTK</strong> adalah 6 JP, dengan rincian 4 JP materi<br />
dasar teretik dan konsep <strong>PTK</strong>, 2 JP pendampingan penulisan proposal<br />
<strong>PTK</strong>.<br />
10. Nilai <strong>PTK</strong> dalam kegiatan workshop <strong>PTK</strong> meliputi nilai rata-rata antara<br />
skor proses atau partisipasi dan skor hasil (nilai proposal).<br />
Modul PLPG <strong>Penjaskes</strong> Rayon 113 <strong>UNS</strong> Surakarta 39
Lampiran 2: CONTOH SLIDE OPERASIONAL<br />
PELAKSANAAN SIKLUS<br />
Pointers 1 : Siklus <strong>PTK</strong><br />
Desain Penelitian Tindakan Kelas<br />
Plan<br />
Siklus 1<br />
Reflection<br />
Action/<br />
observation<br />
Siklus 2<br />
Revised Plan<br />
Reflection<br />
Action/<br />
observation<br />
Revised Plan<br />
Siklus 3<br />
Reflection<br />
Action/<br />
observation<br />
Revised Plan<br />
Pointers 2: Jumlah Siklus dalam <strong>PTK</strong><br />
• Jumlah siklus tidak dapat ditentukan oleh peneliti maupun kolaborator,<br />
atau oleh siapapun.<br />
• Banyak sedikitnya siklus tergantung pada fakta empiriknya. Ada masalah<br />
yang teratasi dalam sedikit siklus, tetapi ada yang harus menempuh banyak<br />
siklus.<br />
• Tiap siklus mungkin berlangsung dalam satu pertemuan (1 RPP) saja,<br />
tetapi mungkin juga memerlukan banyak pertemuan (beberapa RPP).<br />
• Tiap siklus terdiri dari tahap: Perencanaan, Pelaksanaan, Observasi, dan<br />
Refleksi.<br />
Modul PLPG <strong>Penjaskes</strong> Rayon 113 <strong>UNS</strong> Surakarta 40
Pointers 3: Indikator dalam Siklus<br />
• Banyak sedikitnya pertemuan dalam suatu siklus tergantung dari cepat -<br />
lambatnya pencapaian indikator siklus yang bersangkutan.<br />
• Indikator adalah tingkat prosentase ketercapaian performansi kelompok<br />
(klasikal) yang secara komprehensif dan gradual direncanakan oleh<br />
peneliti dan kolaborator untuk setiap siklusnya.<br />
Pointers 4: Contoh Sederhana<br />
‣ MERUMUSKAN JUDUL:<br />
“Pembentukan kemampuan kerjasama siswa melalui pembelajaran<br />
kompetisi antar kelompok kecil dan media terbatas pada Siswa SMP N 1<br />
Ngoresan Tahun Pelajaran 2010/2011”<br />
(Catatan: Judul harus memenuhi kriteria komponen dan tidak lebih dari 20<br />
kata)<br />
‣ RUMUSAN MASALAH:<br />
Bagaimanakah kemampuan kerjasama siswa dibentuk melalui<br />
pembelajaran kompetisi antar kelompok kecil dan media terbatas pada<br />
Siswa SMP N 1 Ngoresan Tahun Pelajaran 2010/2011 ?<br />
‣ RUMUSAN TUJUAN:<br />
Membentuk kemampuan kerjasama siswa melalui pembelajaran kompetisi<br />
antar kelompok kecil dan media terbatas pada Siswa SMP N 1 Ngoresan<br />
Tahun Pelajaran 2010/2011.<br />
‣ HIPOTESIS TINDAKAN (tidak harus ada)<br />
Kemampuan kerjasama siswa dapat dibentuk melalui pembelajaran<br />
kompetisi antar kelompok kecil dan media terbatas pada Siswa SMP N 1<br />
Ngoresan Tahun Pelajaran 2010/2011.... (bagaimana...... Itulah alur<br />
lanjutannya)<br />
Modul PLPG <strong>Penjaskes</strong> Rayon 113 <strong>UNS</strong> Surakarta 41
Pointers 5: Memulai Siklus<br />
Mempersiapkan Perangkat lengkap Pembelajaran (Silabus, RPP, Form<br />
Evaluasi, dsb.)<br />
Kesepakatan Lengkap SKENARIO ACTION (Peneliti bersama<br />
kolaborator), meliputi:<br />
Action (Metode/Media/Asesmen)<br />
Indikator KKM (misalnya: KKM 80 %)<br />
Indikator per siklus, misalnya:<br />
o Siklus 1 ------- misalnya indikator 60 %<br />
o Siklus 2 ------- misalnya indikator 70 %<br />
o Siklus 3 ------- misalnya indikator 80 %<br />
Modul PLPG <strong>Penjaskes</strong> Rayon 113 <strong>UNS</strong> Surakarta 42
CONTOH MEKANISME PER SIKLUS<br />
(Siklus 1- Indikator 1)<br />
• Contoh: Siklus 1 dikatakan sampai pada tujuannya jika 60 %<br />
siswa mampu melakukan proses pembelajaran dengan cara<br />
kerjasama bersama temannya dalam satu regu.<br />
Perencanaan<br />
Pelaksanaan<br />
dan<br />
observasi<br />
Refleksi<br />
(Temuan 1 a)<br />
(48 %)<br />
Indikator<br />
belum tercapai<br />
Perencanaan<br />
Pelaksanaan<br />
dan observasi<br />
Refleksi<br />
(Temuan 1 b)<br />
(55%)<br />
Indikator<br />
belum tercapai<br />
Perencanaan<br />
Pelaksanaan<br />
dan<br />
observasi<br />
Refleksi<br />
(Temuan 1 c<br />
– Akhir<br />
Siklus 1)<br />
(62 %)<br />
Indikator telah<br />
Tercapai<br />
SILAHKAN<br />
MASUK KE<br />
SIKLUS KE-2<br />
Modul PLPG <strong>Penjaskes</strong> Rayon 113 <strong>UNS</strong> Surakarta 43
CONTOH MEKANISME PER SIKLUS<br />
(Siklus 2- Indikator 2)<br />
• Contoh: Siklus 2 dikatakan sampai pada tujuannya jika 70 %<br />
siswa mampu melakukan proses pembelajaran dengan cara<br />
kerjasama bersama temannya dalam satu regu.<br />
Perencanaan<br />
Pelaksanaan<br />
dan<br />
observasi<br />
Refleksi<br />
(Temuan 2 a)<br />
(65 %)<br />
Indikator<br />
belum tercapai<br />
Perencanaan<br />
Pelaksanaan<br />
dan observasi<br />
Refleksi<br />
(Temuan 2 b)<br />
(68%)<br />
Indikator<br />
belum tercapai<br />
Perencanaan<br />
Pelaksanaan<br />
dan<br />
observasi<br />
Refleksi<br />
(Temuan 2 c<br />
– Akhir<br />
Siklus 1)<br />
(73 %)<br />
Indikator telah<br />
Tercapai<br />
SILAHKAN<br />
MASUK KE<br />
SIKLUS KE-3<br />
Modul PLPG <strong>Penjaskes</strong> Rayon 113 <strong>UNS</strong> Surakarta 44
CONTOH MEKANISME PER SIKLUS<br />
(Siklus 3- Indikator 3)<br />
• Contoh: Siklus 3 dikatakan sampai pada tujuannya jika 80 %<br />
siswa mampu melakukan proses pembelajaran dengan cara<br />
kerjasama bersama temannya dalam satu regu.<br />
Perencanaan<br />
Pelaksanaan<br />
dan<br />
observasi<br />
Refleksi<br />
(Temuan 3 a)<br />
(76 %)<br />
Indikator<br />
belum tercapai<br />
Perencanaan<br />
Pelaksanaan<br />
dan observasi<br />
Refleksi<br />
(Temuan 3 b)<br />
(78%)<br />
Indikator<br />
belum tercapai<br />
Perencanaan<br />
Pelaksanaan<br />
dan<br />
observasi<br />
Refleksi<br />
(Temuan 3 c<br />
– Akhir<br />
Siklus 3)<br />
(82 %)<br />
Indikator telah<br />
Tercapai<br />
STOP<br />
Modul PLPG <strong>Penjaskes</strong> Rayon 113 <strong>UNS</strong> Surakarta 45