04.04.2013 Views

senyawa terpen dalam karang lunak ( octocorallia : alcyonacea)

senyawa terpen dalam karang lunak ( octocorallia : alcyonacea)

senyawa terpen dalam karang lunak ( octocorallia : alcyonacea)

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

Oseana, Volume XV, Nomor 2 : 77 - 84 ISSN 0216-1877<br />

SENYAWA TERPEN DALAM KARANG LUNAK<br />

( OCTOCORALLIA : ALCYONACEA)<br />

oleh<br />

ANNA E. W. MANUPUTTY 1)<br />

ABSTRACT<br />

TERPENOID OF SOFT CORALS ( OCTOCORALLIA : ALCYONACEA ).<br />

Soft corals are one of the most important group of animals on the coral reef area.<br />

They produce natural compounds that play important roles in their ecology. The<br />

majority of their products belong to the chemical class called <strong>terpen</strong>es. This compound is<br />

toxic. It can be released and distributed into the water colum. Some soft corals do in<br />

fact suffer local mortality from hard corals by direct contact or tissue necrosis and<br />

growth retardation without contact. The <strong>terpen</strong>es role as allelopathic agents. The<br />

other functions are as anti-predatory in competition for space and in reproduction.<br />

The main species which is known has the highest toxicity is Sinularia flexibilis (QUOY<br />

& GAIMARD).<br />

PENDAHULUAN<br />

Karang <strong>lunak</strong> (Alcyonaria) tersebar luas<br />

di perairan Indo-Pasifik. Dalam suatu ekosistem<br />

terumbu <strong>karang</strong>, kedudukannya menempati<br />

urutan kedua sesudah <strong>karang</strong> batu,<br />

jika ditinjau dari jumlah jenis serta ukuran<br />

koloninya. Peranannya selain sebagai salah<br />

satu hewan penyusun ekosistem terumbu<br />

<strong>karang</strong>, <strong>karang</strong> <strong>lunak</strong> merupakan hewan<br />

pemasok terbesar <strong>senyawa</strong> karbonat yang<br />

berguna bagi pembentukan terumbu. Hal ini<br />

telah terbukti sejak diketemukannya sejumlah<br />

besar spikula berkapur di <strong>dalam</strong> jaringan<br />

tubuhnya, yang tidak ditemukan pada he-<br />

Oseana, Volume XV No. 2, 1990<br />

77<br />

www.oseanografi.lipi.go.id<br />

wan-hewan lain yang hidup di terumbu<br />

<strong>karang</strong> yang sama (KONISHI1981).<br />

Sisi lain dari kehidupan hewan ini<br />

yaitu sifat allelopatik yang dimilikinya.<br />

Di satu pihak sifat ini menguntungkan bagi<br />

hewan itu sendiri, tetapi merugikan bagi<br />

hewan lain di sekitarnya karena dapat menghambat<br />

pertumbuhan bahkan mematikan hewan<br />

lain terutama yang hidup melekat di<br />

sekitarnya (SAMMARCO et al 1983). Cara<br />

mematikan ini dilakukan dengan jalan mengeluarkan<br />

zat beracun yang terdiri dari <strong>senyawa</strong><br />

organik yang disebut <strong>terpen</strong>. Beberapa<br />

pakar telah berhasil mengektraksi <strong>senyawa</strong><br />

<strong>terpen</strong> dari beberapa marga <strong>karang</strong> <strong>lunak</strong><br />

seperti Sinularia, Lobophytum, Sar-


cophyton, Xenia dan Clavularia (TURSCH et<br />

al 1978, COLL et al 1982, 1983). Dari<br />

beberapa percobaan di alam telah dibuktikan<br />

bahwa jenis-jenis hewan yang mengandung<br />

<strong>senyawa</strong> <strong>terpen</strong> yang toksis dapat mematikan<br />

biota lain di sekitarnya, baik secara<br />

kontak langsung atau berdekatan<br />

(SAMMARCO et al 1983). Demikian pula<br />

dengan hasil-hasil percobaan di laboratorium<br />

oleh BAKUS (1981) menunjukkan<br />

bahwa 88% dari ekstrak <strong>karang</strong> <strong>lunak</strong> terbukti<br />

mengandung zat yang bersifat racun<br />

terhadap ikan..<br />

Tulisan ini mengetengahkan beberapa<br />

<strong>karang</strong> <strong>lunak</strong> yang mengandung <strong>senyawa</strong><br />

<strong>terpen</strong>, terutama dari marga Sinularia,<br />

Lobophytum, dan Xenia, serta pengaruh<br />

allelopatiknya terhadap biota di sekitarnya<br />

terutama <strong>karang</strong> batu.<br />

ASAL MULA SENYAWA TERPEN PADA<br />

KARANG LUNAK<br />

Terpen merupakan suatu kelompok <strong>senyawa</strong><br />

kimia dari golongan hidrokarbqn<br />

isometik yang mempunyai rumus molekul<br />

CJQH^. Senyawa ini umumnya ditemukan<br />

<strong>dalam</strong> minyak esensial atau minyak<br />

asiri dari tumbuh-tumbuhan yang berdaun<br />

harum seperti ekaliptus atau <strong>dalam</strong><br />

bentuk <strong>terpen</strong>tin dari sebangsa pinus, damar,<br />

karet dan sebagainya. Senyawa ini berbau<br />

harum atau wangi dan sering digunakan<br />

<strong>dalam</strong> industri farmasi terutama <strong>dalam</strong><br />

pembuatan obat-obat antibiotika, anti-jamur<br />

dan anti-tumor.<br />

Karang <strong>lunak</strong> umumnya mempunyai<br />

bau atau aroma yang tajam. Hal ini dapat<br />

dibuktikan pada waktu hewan tersebut<br />

baru diambil dari laut. Telah diketahui bahwa<br />

<strong>senyawa</strong> <strong>terpen</strong> hanya dihasilkan oleh<br />

golongan tumbuh-tumbuhan, sehingga menjadi<br />

suatu pertanyaan bila diketahui <strong>karang</strong><br />

<strong>lunak</strong> juga dapat menghasilkan <strong>senyawa</strong> ter-<br />

Oseana, Volume XV No. 2, 1990<br />

78<br />

pen. Para pakar telah dapat membuktikan<br />

darimana asalnya <strong>senyawa</strong> tersebut.<br />

Sejak diketahuinya sampai seberapa jauh<br />

golongan Coelenterata dapat hidup bersimbiosa<br />

dengan zooxanthella yaitu sejenis<br />

alga uniseluler, para pakar mulai mendugaduga<br />

darimana asalnya <strong>senyawa</strong> <strong>terpen</strong> tersebut.<br />

Dalam hal ini jenis zooxanthella yang<br />

ditemukan ialah Gymnodinium microadriaticum<br />

Freudenthal. Ada tiga kemungkinan<br />

yaitu pertama dihasilkan oleh polip <strong>karang</strong><br />

sendiri, kedua oleh zooxanthella sendiri<br />

dan ketiga dihasilkan oleh keduanya yaitu<br />

hasil asosiasi polip <strong>karang</strong> dengan zooxan-<br />

.thella. Dengan mengisolasi salah satu simbion<br />

belum dapat dibuktikan asalnya <strong>senyawa</strong><br />

tersebut, karena <strong>senyawa</strong> yang dihasilkan<br />

oleh salah satu partner diperkirakan dapat<br />

langsung dipindahkan ke partner yang lain.<br />

Cara lain ialah dengan mencoba mengekstraksi<br />

kristal krasin asetat dari jaringan tubuh<br />

sejenis gorgonia yaitu Pseudoplexaura<br />

porosa. Pada jenis ini telah diketahui<br />

bahwa kerjasama antara zooxanthella dengan<br />

polipnya dapat menghasilkan <strong>senyawa</strong> krasin<br />

asetat. Percobaan selanjutnya membuktikan<br />

bahwa <strong>senyawa</strong> <strong>terpen</strong> ditemukan <strong>dalam</strong><br />

bentuk sesqui<strong>terpen</strong> <strong>dalam</strong> tubuh zooxanthella<br />

yang diisolasi. Senyawa sesqui<strong>terpen</strong><br />

ini juga terbukti dihasilkan oleh jaringan<br />

tubuh gorgonia tadi. Dengan demikian dapat<br />

disimpulkan bahwa <strong>senyawa</strong> sesqui<strong>terpen</strong> dihasilkan<br />

oleh polip gorgonia sedangkan <strong>senyawa</strong><br />

<strong>terpen</strong> lainnya yaitu di<strong>terpen</strong> dihasilkan<br />

oleh zooxanthella. Peranan zooxanthella<br />

<strong>dalam</strong> memproduksi <strong>terpen</strong> didukung<br />

oleh kenyataan bahwa di laboratorium <strong>terpen</strong><br />

dideteksi hanya pada hewan-hewan yang<br />

hidup bersimbiosa dengan alga uniseluier<br />

tadi. Jenis-jenis hewan yang kurang atau tidak<br />

mengandung alga ini tidak dapat menghasilkan<br />

<strong>senyawa</strong> <strong>terpen</strong>. Sebagai contoh<br />

<strong>senyawa</strong> eunicellin ditemukan pada jenis<br />

www.oseanografi.lipi.go.id


gorgonia Eunicella stricta, tapi tidak ditemukan<br />

pada jenis gorgonian E. stricta var aphyta<br />

yang hidup di laut <strong>dalam</strong>. Hal ini disebabkan<br />

tempat hidupnya tidak dijangkau<br />

oleh sinar matahari yang diperlukan oleh<br />

alga ini untuk berfotosintesa.<br />

Berbagai penelitian telah dilakukan<br />

terhadap kandungan <strong>terpen</strong> pada berbagai<br />

jenis Coelenterata. Banyaknya kandungan<br />

zooxanthella di <strong>dalam</strong> jaringan tubuh je-nisjenis<br />

tersebut mempengaruhi baik pro-duksi<br />

maupun ciri khas kimiawi <strong>senyawa</strong> <strong>terpen</strong><br />

yang dihasilkannya. Senyawa <strong>terpen</strong> yang<br />

terdapat <strong>dalam</strong> jenis hewan yang ber-beda<br />

mempunyai struktur kimia yang ber-beda<br />

pula..<br />

Faktor lain yang mempengaruhi ciri<br />

khas kimiawi <strong>terpen</strong> tersebut ialah faktor<br />

geografi. Sebagai contoh, 5. flexibilis yang<br />

hidup di perairan Maluku dengan yang<br />

hidup di perairan Great Barrier Reef mengandung<br />

<strong>senyawa</strong> <strong>terpen</strong> yang berbeda<br />

(TURSCH etal 1978).<br />

FUNGSI SENYAWA TERPEN PADA<br />

KARANG LUNAK<br />

BAKUS (1981) menyatakan bahwa<br />

tingkat toksisitas <strong>senyawa</strong> <strong>terpen</strong> berhubungan<br />

dengan jenis biota yang hidup<br />

menetap dan melekat di dasar atau biota<br />

yang bergerak lambat. Umumnya <strong>senyawa</strong><br />

<strong>terpen</strong> <strong>dalam</strong> tubuh <strong>karang</strong> <strong>lunak</strong> berfungsi<br />

sebagai pelengkap kegiatan fisik, mengingat<br />

tekstur tubuhnya yang <strong>lunak</strong> dan lentur.<br />

Beberapa fungsi dan peranan <strong>terpen</strong> pada<br />

<strong>karang</strong> <strong>lunak</strong> dijelaskan selanjutnya.<br />

Terpen sebagai racun untuk melawan predator<br />

Pada umumnya di perairan terumbu<br />

<strong>karang</strong> hidup bermacam-macam predator<br />

<strong>karang</strong> <strong>lunak</strong> seperti ikan, krustasea, ekhinodermata<br />

dan Iain4ain. Secara morfologi<br />

Oseana, Volume XV No. 2, 1990<br />

79<br />

www.oseanografi.lipi.go.id<br />

tubuh <strong>karang</strong> <strong>lunak</strong> lentur dan <strong>lunak</strong>. Hidupnya<br />

menetap dan melekat di dasar sehingga<br />

tidak dapat menghindari serangan<br />

predator. Selain itu tubuhnya kaya akan<br />

unsur-unsur nutrisi yang penting seperti<br />

protein, lemak, dan karbohidrat,yang merupakan<br />

sumber makanan yang bernilai tinggi<br />

bagi predator.<br />

Hasil analisis kimia menunjukkan bahwa<br />

50% dari ekstrak <strong>senyawa</strong> <strong>terpen</strong> ini bersifat<br />

racun (COLL & SAMMARCO, 1986).<br />

Hal ini telah dibuktikan dengan jalan memberikan<br />

hasil ekstrak dari sejumlah <strong>karang</strong><br />

<strong>lunak</strong> yang hidup di perairan Great Barrier<br />

Reef kepada sejenis ikan pemakan nyamuk<br />

(Gambusia affinis).<br />

Tingkat toksisitas pada masing-masing<br />

suku sampai ke jenis bervariasi dari menghambat,<br />

merusak sampai mematikan predator.<br />

Demikian pula hubungannya dengan<br />

tekstur tubuh <strong>karang</strong> <strong>lunak</strong>. Pada jenis tertentu<br />

yaitu yang tubuhnya lentur karena<br />

kandungan spikulanya sedikit, mengandung<br />

<strong>senyawa</strong> <strong>terpen</strong> yang tingkat toksisitasnya<br />

tinggi seperti marga Xenia, Heteroxenia<br />

dan S. flexibilis. Sedangkan pada jenis-jenis<br />

yang teksturnya kaku, merambat dan<br />

agak keras karena mengandung banyak<br />

spikula yang besar-besar bahkan mencuat<br />

ke luar dinding tubuh, mengandung <strong>senyawa</strong><br />

<strong>terpen</strong> dengan tingkat toksisitas yang rendah<br />

seperti S. dura dan Dendronephthya sp. Spikula-spikula<br />

ini melindungi polip maupun<br />

koloni terhadap serangan predator. Beberapa<br />

predator khusus seperti Ovula ovum dan<br />

Phyllodedesmium longicirra hidupnya bersimbiose<br />

dengan <strong>karang</strong> <strong>lunak</strong> dan bersifat<br />

komensalis.<br />

Terpen sebagai <strong>senyawa</strong> untuk menyelamatkm<br />

makanan dari biota lain.<br />

Senyawa <strong>terpen</strong> berbau harum dan juga<br />

mempunyai rasa yang enak, tetapi dibalik<br />

semua ini terkandung racun yang dapat


membinasakan biota lain. Beberapa percobaan<br />

telah dilakukan untuk menguji apakah<br />

ekstrak <strong>karang</strong> <strong>lunak</strong> juga dapat mempengaruhi<br />

makanan ikan. Hal ini dilakukan dengan<br />

jalan mencampur hasil ekstrak <strong>karang</strong> <strong>lunak</strong><br />

<strong>dalam</strong> konsentrasi yang berbeda-beda dengan<br />

makanan ikan. Hasil lain yang diperoleh<br />

menunjukkan bahwa 90% makanan yang<br />

dicampur dengan hasil ekstrak pada konsentrasi<br />

tinggi akan dihindari ikan. Demikian<br />

pula dengan makanan yang dicampuri ekstrak<br />

konsentrasi rendah, 55% dari makanan<br />

ini juga dihindari ikan. Dari percobaan ini<br />

disimpulkan bahwa <strong>karang</strong> <strong>lunak</strong> dengan<br />

<strong>senyawa</strong> <strong>terpen</strong>nya berpengaruh terhadap<br />

makanan ikan. Jadi dengan perantaraaan<br />

bau atau aroma yang dikeluarkan oleh <strong>karang</strong><br />

<strong>lunak</strong> ke <strong>dalam</strong> air laut di sekitarnya,<br />

dapat menghalang-halangi biota lain yang<br />

mencari makan di tempat tersebut. Bau atau<br />

aroma ini merupakan daya tarik tersendiri<br />

bagi biota-biota lain. Beberapa <strong>karang</strong> <strong>lunak</strong><br />

yang berbau tidak enak tidak berbahaya,<br />

sedangkan yang berbau harum dapat mematikan.<br />

PERANAN TERPEN DALAM MEREBUT<br />

RUANG LINGKUP<br />

Biota-biota lain yang hidup melekat di<br />

terumbu <strong>karang</strong> mempunyai mekanisme tersendiri<br />

untuk merebut ruang lingkup hidupnya.<br />

Karang batu misalnya dapat menggunakan<br />

sel penyengat (nematosis) untuk membunuh<br />

biota lain yang bertetangga dengannya.<br />

Hal ini merupakan salah satu cara<br />

Oseana, Volume XV No. 2, 1990<br />

80<br />

untuk merebut ruang lingkup. Karang <strong>lunak</strong><br />

tidak memiliki sel penyengat tetapi<br />

memiliki <strong>senyawa</strong> <strong>terpen</strong> yang bersifat<br />

racun. Beberapa <strong>karang</strong> <strong>lunak</strong> dengan bantuan<br />

<strong>terpen</strong> dapat melemahkan bahkan mematikan<br />

biota sesil yang hidup di sekitarnya,<br />

seperti <strong>karang</strong> batu atau <strong>karang</strong> <strong>lunak</strong><br />

jenis lainnya.<br />

Beberapa percobaan telah dilakukan di<br />

perairan Great Barrier Reef dengan jalan<br />

menempatkan koloni-koloni <strong>karang</strong> <strong>lunak</strong><br />

jenis Lobophytum pauciflorum (L) dan<br />

Xenia sp. (X) yang berdekatan dan bersentuhan<br />

dengan koloni <strong>karang</strong> batu Porites<br />

andrewsi (Po) dan Pavona cactus (Pa),<br />

(Gambar 1). Ternyata pada perlakuan <strong>karang</strong><br />

<strong>lunak</strong> yang bersentuhan langsung dengan<br />

<strong>karang</strong> batu, <strong>karang</strong> batunya akan mati<br />

(Gambar 1 A, C, D). Demikian pula yang diletakkan<br />

berdekatan satu dengan lainnya<br />

tapi tidak bersentuhan (Gambar 1 B), juga<br />

mengakibatkan kematian bagi <strong>karang</strong> batu.<br />

Kemampuan <strong>senyawa</strong> <strong>terpen</strong> pada <strong>karang</strong><br />

<strong>lunak</strong> untuk bersaing <strong>dalam</strong> merebut ruang<br />

lingkup dapat berakibat menghambat pertumbuhan,<br />

mematikan jaringan <strong>karang</strong> batu<br />

secara perlahan-lahan (tissue necrosis) <strong>dalam</strong><br />

keadaan tidak bersentuhan. Sedangkan bila<br />

bersentuhan, dapat secara cepat mematikan<br />

<strong>karang</strong> batu. Keadaan seperti ini yang<br />

disebut allelopatik, yaitu kemampuan suatu<br />

jenis biota untuk menghambat atau mematikan<br />

biota lain di sekitarnya secara langsung<br />

dengan menggunakan <strong>senyawa</strong> beracun.<br />

Setelah mematikan <strong>karang</strong> batu daerah di<br />

sekitarnya langsung dikuasai oleh <strong>karang</strong><br />

<strong>lunak</strong>.<br />

www.oseanografi.lipi.go.id


PENGARUH SENYAWA TERPEN DALAM<br />

PROSES REPRODUKSI<br />

Karang <strong>lunak</strong> diketahui berkembang<br />

biak dengan tiga cara yaitu :<br />

— fertilisasi eksternal, yaitu telur yang di-<br />

buahi tetap tinggal pada permukaan<br />

tubuh.<br />

— fertilisasi eksternal, yaitu telur yang di-<br />

buahi akan berkembang menjadi pla-<br />

nula yang planktonis.<br />

— reproduksi aseksual dengan pelebaran<br />

atau pertumbuhan koloni, dan fragmen-<br />

tasi.<br />

Oseana, Volume XV No. 2, 1990<br />

81<br />

Senyawa <strong>terpen</strong> berperan <strong>dalam</strong> siklus<br />

reproduksi seksual terutama <strong>dalam</strong> proses<br />

pematangan gonad. Hal ini terlihat pada<br />

kandungan <strong>terpen</strong> yang meningkat pada<br />

waktu ovulasi. Demikian pula konsentrasi<br />

<strong>terpen</strong> meninggi <strong>dalam</strong> telur pada saat dilepaskan<br />

ke air, sampai menjadi planula kemudian<br />

melekat di dasar. Konsentrasinya<br />

semakin menurun pada waktu musim kawin<br />

berakhir. Hal ini membuktikan bahwa<br />

<strong>senyawa</strong> tersebut membantu <strong>dalam</strong> proses<br />

fertilisasi sampai perlekatan dan pertumbuhan<br />

larva. Secara ringkas fungsi-fungsi dari<br />

<strong>senyawa</strong> <strong>terpen</strong> pada <strong>karang</strong> <strong>lunak</strong> dapat<br />

dilihat <strong>dalam</strong> skema pada Gambar 2. Beberapa<br />

jenis <strong>senyawa</strong> <strong>terpen</strong> yang sering terdapat<br />

<strong>dalam</strong> tubuh <strong>karang</strong> <strong>lunak</strong> disajikan<br />

<strong>dalam</strong> Tabel 1.<br />

www.oseanografi.lipi.go.id


Oseana, Volume XV No. 2, 1990<br />

82<br />

www.oseanografi.lipi.go.id


Salah satu jenis <strong>karang</strong> <strong>lunak</strong> yang<br />

mempunyai kandungan <strong>terpen</strong> yang sangat<br />

beracun dan dapat mematikan <strong>karang</strong> batu<br />

baik secara kontak langsung atau berdekatan<br />

letaknya ialah Sinularia flexibilis. COLL et<br />

al. (1982 ) telah mengisolasi <strong>senyawa</strong> <strong>terpen</strong><br />

beracun dari perairan di sekitar <strong>karang</strong><br />

<strong>lunak</strong> jenis ini dan mencatat bahwa pertumbuhan<br />

<strong>karang</strong> batu akan terhambat, terjadi<br />

pada jarak 30 cm dari <strong>karang</strong> <strong>lunak</strong>. Pada<br />

jarak ≤ 15 cm akan terjadi kematian (Gambar<br />

3). Sifat allelopatik dari jenis ini sangat tinggi.<br />

Pada gambar tersebut tampak jelas bahwa<br />

pada jarak terdekat dengan koloni <strong>karang</strong> <strong>lunak</strong><br />

ini tidak ada <strong>karang</strong> batu atau <strong>karang</strong><br />

<strong>lunak</strong> lainnya. Sedangkan <strong>karang</strong> batu yang<br />

terdekat yaitu Pavona cactus mulai mengalami<br />

hambatan pertumbuhan.<br />

Sisi lain dari <strong>senyawa</strong> <strong>terpen</strong> dari jenis<br />

ini ialah dengan berhasil diekstraksinya<br />

<strong>senyawa</strong> Sinularin dan Dihydro sinularin,<br />

yang akhir-akhir ini diketahui sebagai <strong>senyawa</strong><br />

anti-kanker dari laut (WEINHEIMER et<br />

al. 1977). Penelitian selanjutnya tentang<br />

<strong>senyawa</strong> anti-kanker ini perlu dilanjutkan.<br />

Gambar 3. Hambatan pertumbuhan Pavona cactus akibat sifat allelopatik dari Sinularia<br />

flexibilis. (SAMM ARCO et al 1983).<br />

Oseana, Volume XV No. 2, 1990<br />

83<br />

www.oseanografi.lipi.go.id


DAFTAR PUSTAKA<br />

BAKUS, G.J., 1981 Chemical defence mechanisms<br />

on the Great Barrier Reef,<br />

Australia. Science 211 : 497 - 499.<br />

COLL, J.C., B.F. BOWDEN, D.M. TAPIO-<br />

LAS, and W.C. DUNLAP, 1982. In situ :<br />

Isolation of allelochemicals released from<br />

Soft corals (Coelenterata; Octocorallia) :<br />

a totally submersible sampling apparatus.<br />

J. Exp. Mar. Biol Ecol 60 : 293 -<br />

299.<br />

COLL, J.C., B.F. BOWDEN, D:M. TAPIO-<br />

LAS, R.H. WILLIS, P. DJURA, M. STEA-<br />

MER and L. TROTT, 1983. The <strong>terpen</strong>oid<br />

chemistry of soft corals and its<br />

implications. Tetrahedron 41 (6) :<br />

1083-1092.<br />

COLL, J.C., and P.W. SAMMARCO, 1986.<br />

Soft corals : Chemistry and ecology.<br />

Oceanus 29 (2) : 33-37.<br />

Oseana, Volume XV No. 2, 1990<br />

84<br />

www.oseanografi.lipi.go.id<br />

KONISHI, K., 1981. Alcyonarian spiculite :<br />

Limestone of soft corals. Proc. of the<br />

Fourth Int. Coral Reef Sym. 1 : 643 -<br />

649.<br />

SAMMARCO, P.W., J.C. COLL, S. LA<br />

BARRE, and B. WILLIS, 1983. Competitive<br />

strategies of soft corals (Coelenterata<br />

: Octocorallia) : allelophatic effects<br />

on selected scleractinian corals. Coral<br />

Reef 7(3): 173-178.<br />

TURSCH, B., J.C. BRAEKMAN, D. DALO-<br />

ZE and M. KASIN, 1978. Terpenoid<br />

from Coelenterata. In : Scheuer P.J.<br />

(ed.). Marine Natural Products, Chemical<br />

and Biological Perspectures II Academic<br />

Press N.Y.: 247 - 296.<br />

WEINHEIMER, A.J., J.A. MATSON, H.M.<br />

BILAYET and D. van der HELM, 1977.<br />

Marine anticancer agents Sinularin and<br />

Dihydro Sinularin, new cembranolide<br />

di<strong>terpen</strong>es from the soft coral Sinularia<br />

flexibilis, Tetrahedron Lett. : 2923 -<br />

2926.

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!