PERKAWINAN ADAT SUMBAWA DAN PERMASALAHAN HAK ...
PERKAWINAN ADAT SUMBAWA DAN PERMASALAHAN HAK ...
PERKAWINAN ADAT SUMBAWA DAN PERMASALAHAN HAK ...
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
Soemali, SH., M.Hum.: Perkawinan Adat Sumbawa dan Permasalahan Hak Waris<br />
bila ditinjau menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974<br />
JURNAL FAKULTAS HUKUM VOLUME XX, No. 20, April 2011<br />
Fakultas Hukum Universitas Narotama Surabaya<br />
112<br />
dipergunakan sebagai modal kehidupan lebih lanjut tanpa dipengaruhi<br />
angota-angota keluarga lain. Ia dapat mentransaksikan bagian<br />
warisannya itu kepada orang lain untuk dipergunakan menurut<br />
kebutuhannya atau menurut kebutuhan keluarga yang menjadi<br />
tanggungannya.<br />
Pecahnya harta warisan dan merenggangkan tali kekerabatan yang<br />
berakibatkan timbul hasrat ingin memiliki kebendaan secara pribadi<br />
dan mementingkan diri sendiri.<br />
b. Sistem Pewarisan Kolektif<br />
Sistem pewarisan kolektif terdapat dalam masyarakat matrilineal.<br />
Dalam pewarisan dengan sistem kolektif ini harta peninggalan<br />
diteruskan dan dialihkan pemiliknya kepada para ahli waris secara<br />
bersama-sama atau sebagai satu kesatuan yang berarti bahwa warisan<br />
itu tidak terbagi-bagi pemiliknya.<br />
Harta peninggalan tersebut diurus bersama di bawah pengawasan<br />
“Mamak Kepala Waris”. Para ahli waris hanya mempunyai hak pakai<br />
dan hak menikmati hasilnya saja, misalnya tanah pusaka di<br />
Minangkabau. Sistem ini terdapat juga di Ambon, yakni atas “Tanah<br />
Dati” yang tidak dibagi-bagikan kepada ahli waris melainkan hanya<br />
disediakan penikmatan hasilnya dan pemakaiannya bagi ahli waris. Di<br />
Minahasa dikenal “Tanah Kelakaran” yang merupakan tanah kerabat<br />
yang tidak terbagi-bagi tetapi dapat dipakai dan dinikmati oleh para<br />
anggota keluarga.<br />
c. Sistem Pewarisan Mayorat<br />
Sistem ini terdapat dalam masyarakat dengan kekerabatan pancar<br />
lelaki atau patrilineal, di mana dalam keseluruhan harta peninggalan<br />
diwariskan oleh anak tertua. Namun dalam sistem mayorat ini tidak<br />
berarti bahwa anak tertua adalah sebagai pemilik harta peninggalan<br />
secara perorangan. Ia hanya berkedudukan sebagai penguasa, seolaholah<br />
mendapatkan mandat dari orangtua yang dibatasi oleh masyarakat<br />
keluarga, dan kewajiban mengurus saudara-saudara lainnya sehingga<br />
mereka dapat mentas atau mencar.<br />
1) Mayorat lelaki, artinya anak lelaki tertua yang menguasai seluruh<br />
harta peninggalan orangtuanya seperti berlaku di lingkungan<br />
masyarakat Lampung, Bali, Batak, dan Papua.<br />
2) Mayorat perempuan, artinya anak perempuan tertua menguasai<br />
seluruh harta peninggalan orangtuanya yang disebut anak tunggu<br />
tubing, seperti berlaku di lingkungan masyarakat adat Sumedo<br />
(Sumatra), Dayak, Landak, Daya Tayan, disebut adanya anak<br />
pangkalan di Toraja Barat.<br />
Kelemahan dan kelebihan sistem warisan mayorat terletak pada<br />
kepemimpinan anak tertua dalam kedudukannya sebagai pengganti<br />
orangtua yang telah wafat dalam mengurus harta kekayaan dan<br />
memanfaatkan guna kepentingan semua anggota keluarga yang<br />
ditinggalkan.<br />
Anak tertua yang penuh tanggung jawab dapat mempertahankan<br />
keutuhan dan kerukunan keluarga sampai semua anggota ini menjadi<br />
dewasa dan dapat berdiri sendiri mengatur rumah tangga sendiri.