05.04.2013 Views

PERKAWINAN ADAT SUMBAWA DAN PERMASALAHAN HAK ...

PERKAWINAN ADAT SUMBAWA DAN PERMASALAHAN HAK ...

PERKAWINAN ADAT SUMBAWA DAN PERMASALAHAN HAK ...

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

Soemali, SH., M.Hum.: Perkawinan Adat Sumbawa dan Permasalahan Hak Waris<br />

bila ditinjau menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974<br />

JURNAL FAKULTAS HUKUM VOLUME XX, No. 20, April 2011<br />

Fakultas Hukum Universitas Narotama Surabaya<br />

106<br />

tujuan untuk memperoleh keturunan agar garis keturunan kekerabatan tidak<br />

sampai hilang.<br />

Dari uraian tersebut bisa ditarik pengertian hukum perkawinan secara<br />

adat Sumbawa pada umumnya belum tertulis, namun asas-asasnya dipakai<br />

sebagai penyempurnaan dari Undang-Undang yang berlaku sekarang ini di<br />

mana ruang dan lingkupnya sebenarnya tidak jauh berbeda dengan hukum<br />

perkawinan yang lainnya, seperti dalam proses maupun dalam sebab-sebab<br />

putusnya perkawinan.<br />

Mengenai perkawinan dalam hukum adat Sumbawa, terdapat syaratsyarat<br />

untuk melangsungkan perkawinan. Adapun syarat-syarat yang harus<br />

dipenuhi dalam hukum adat Sumbawa:<br />

1) Persetujuan dalam Hukum Adat Sumbawa.<br />

2) Batas Umur.<br />

Ad.1. Persetujuan dalam Hukum Adat Sumbawa<br />

Menurut hukum adat Sumbawa setiap pribadi walaupun sudah<br />

dewasa tidak bebas menyatakan kehendaknya untuk melakukan<br />

perkawinan, tanpa persetujuan orangtua/kerabatnya. Lebih-lebih pada<br />

masyarakat kekerabatan adat Sumbawa yang sistem klannya masih kuat.<br />

Klan yang mengetahui dan memilihkan calon-calon istri bagi para anggota<br />

lelakinya, sedangkan anak-anak gadis akan diberikan kepada klan-klan<br />

yang lain. Dengan terlaksana persetujuan untuk kawin diputuskan oleh<br />

mereka sendiri, lalu disampaikan kepada orangtua untuk melakukan<br />

“bakatoan” (meminang).<br />

Ad.2. Batas Umur<br />

Menurut Hilman Hadikusumah, 4 dalam hukum adat<br />

memperbolehkan perkawinan semua umur. Di masa lampau sebelum<br />

berlakunya UU Perkawinan sering terjadi perkawinan yang disebut kawin<br />

gantung (perkawinan yang ditangguhkan percampuran sebagai suamiistri),<br />

kawin antara anak-anak, kawin paksa, juga kawin utang (karena<br />

orangtua si wanita tidak dapat membayar utang, maka ia menyerahkan<br />

anak gadisnya sebagai pembayar utang dan si gadis dikawini oleh si<br />

berpiutang), atau juga kawin selir, di mana anak gadis diserahkan kepada<br />

bangasawan atau raja untuk dikawini sebagai istri selir.<br />

Sementara itu, sahnya perkawinan bukan saja adanya persetujuan<br />

antara kedua calon mempelai tetapi juga termasuk keluarga/kerabat mereka<br />

dan dilaksanakan menurut tata tertib hukum agamanya dan sesuai adat<br />

Sumbawa dari kedua mempelai. Dengan begitu, perkawinan itu sudah sah<br />

menurut hukum adat Sumbawa. Bagi mereka yang belum menganut agama<br />

yang diakui pemerintah, sepertinya halnya di kalangan penganut kepercayaan<br />

agama lama (kuno) seperti pemuja roh dan agama yang percaya dengan nenek<br />

moyang, maka perkawinan dilakukan menurut tata tertib kepercayaan itu<br />

adalah sah.<br />

B. Perkawinan Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974<br />

Dengan diundangkannya UU Perkawinan tentang perkawinan, maka<br />

tidak ada lagi beraneka ragam aturan mengenai peraturan. Perkawinan<br />

4 Hilman Hadikusuma, Op.cit, hal. 22-54

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!