pasang surut dan energinya - Pusat Penelitian Oseanografi - LIPI
pasang surut dan energinya - Pusat Penelitian Oseanografi - LIPI
pasang surut dan energinya - Pusat Penelitian Oseanografi - LIPI
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
Oseana, Volume XXXII, Nomor 1, Tahun 2007 : 15-22 ISSN 0216-1877<br />
PASANG SURUT DAN ENERGINYA<br />
Oleh<br />
Dewi Surinati 1)<br />
ABSTRACT<br />
TIDE AND ENERGY. Tide is the raising and falling process of the sea due to<br />
interaction of the earth, sun and moon. There are three types of tidals : diurnal,<br />
semidiurnal and mixed. The tides exist in coastal areas. Large tidal ranges can obtain<br />
energy, and it can generate electricity either on the ebb tide or both the ebb and<br />
flood tides.<br />
PENDAHULUAN<br />
Indonesia merupakan negara yang<br />
mempunyai lautan yang cukup luas. Posisinya<br />
cukup strategis, yaitu terletak di kawasan<br />
khatulistiwa yang berada di antara dua<br />
samudera, Samudera Hindia <strong>dan</strong> Pasifik, <strong>dan</strong><br />
dua benua, Asia <strong>dan</strong> Australia. Laut Indonesia<br />
yang semula (versi Wawasan Nusantara) seluas<br />
± 3.166.000 km 2 menjadi ± 6juta km 2<br />
menurut versi ZEE se<strong>dan</strong>gkan luas seluruh laut<br />
yang ada di bumi ± 361 juta km 2<br />
(WIBISONO, 2005). Perairan pesisir<br />
meliputi pantai <strong>dan</strong> estuaria (muara sungai)<br />
paling banyak dimanfaatkan masyarakat.<br />
Pantai merupakan wilayah pertemuan<br />
antara daratan <strong>dan</strong> lautan. Secara garis besar<br />
terdapat 2 kelompok energi yang bekerja di<br />
pantai. Kelompok pertama adalah kekuatan<br />
erosif dari badai, angin <strong>dan</strong> gelombang,<br />
Oseana, Volume XXXII No. 1, 2007<br />
15<br />
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id<br />
se<strong>dan</strong>gkan kelompok kedua adalah kekuatan<br />
restoratif dari <strong>pasang</strong>-<strong>surut</strong> <strong>dan</strong> arus<br />
(ROSITASARI, 2002). Beberapa wilayah<br />
pesisir di Indonesia yang memiliki wilayah<br />
estuaria cukup luas, yaitu di Sumatera,<br />
Kalimantan, Jawa <strong>dan</strong> Irian Jaya (SUPRIADI,<br />
2001). Estuaria merupakan wilayah pesisir yang<br />
memiliki tingkat kesuburan tinggi, karena masih<br />
dipengaruhi oleh sifat-sifat laut, (misalnya<br />
<strong>pasang</strong> <strong>surut</strong>) <strong>dan</strong> karena dipengaruhi oleh<br />
a<strong>dan</strong>ya kegiatan yang ada di darat, (misalnya<br />
pemukiman, industri, pertanian dalam bentuk<br />
sedimentasi <strong>dan</strong> debit aliran sungai). Seluruh<br />
kegiatan tersebut sangat membutuhkan energi.<br />
Krisis energi telah melanda dunia<br />
hingga akhir tahun 1990an, hal ini karena<br />
kebutuhan akan bahan energi primer dunia<br />
adalah 85 % disuplai oleh bahan bakar fosil,<br />
yakni minyak bumi 40 %, batu bara 25 % <strong>dan</strong><br />
gas bumi 20 % (PRAMUDJI, 2002).
Indonesiapun saat ini telah menjadi net importir<br />
minyak mentah dunia, tetapi sumber-sumber<br />
bahan bakar fosil lebih sukar didapat, sehingga<br />
dapat diperkirakan produksinya dari tahun ke<br />
tahun pasti menurun tajam, akibatnya harganya<br />
semakin mahal. Sementara itu teknologi<br />
alternatif untuk sumber energi lain belum<br />
sepenuhnya dikembangkan <strong>dan</strong> diterapkan di<br />
Indonesia. Kesenjangan antara kebutuhan <strong>dan</strong><br />
persediaan energi merupakan masalah penting<br />
yang perlu segera dicari pemecahannya. Oleh<br />
karena itu, keadaan ini harus diantisipasi dengan<br />
melakukan diversifikasi energi guna mengurangi<br />
ketergantungan sumber energi pada BBM<br />
dengan memanfaatkan sumber energi alternatif,<br />
antara lain gas bumi, batu bara serta sumber<br />
energi nir-konvensional dari lautan. Sumber<br />
energi nir-konvensional dari lautan misalnya<br />
Ocean Thermal Energy Conversion (OTEC).<br />
OTEC memanfaatkan perbedaan suhu<br />
permukaan <strong>dan</strong> suhu air kedalaman pada laut<br />
dalam yang dapat menghasilkan tenaga listrik.<br />
Selain itu yaitu gelombang arus atau perbedaan<br />
salinitas perairan <strong>dan</strong> <strong>pasang</strong>-<strong>surut</strong> yang<br />
<strong>energinya</strong> menghasilkan tenaga listrik juga.<br />
PASANG-SURUT<br />
Pasang-<strong>surut</strong> (pasut) merupakan salah<br />
satu gejala alam yang tampak nyata di laut, yakni<br />
suatu gerakan vertikal (naik turunnya air laut<br />
secara teratur <strong>dan</strong> berulang-ulang) dari seluruh<br />
partikel massa air laut dari permukaan sampai<br />
bagian terdalam dari dasar laut. Gerakan<br />
tersebut disebabkan oleh pengaruh gravitasi<br />
(gaya tarik menarik) antara bumi <strong>dan</strong> bulan,<br />
bumi <strong>dan</strong> matahari, atau bumi dengan bulan <strong>dan</strong><br />
matahari.<br />
Pasang-<strong>surut</strong> laut merupakan hasil dari<br />
gaya tarik gravitasi <strong>dan</strong> efek sentrifugal, yakni<br />
dorongan ke arah luar pusat rotasi. Hukum<br />
gravitasi Newton menyatakan, bahwa semua<br />
massa benda tarik menarik satu sama lain <strong>dan</strong><br />
gaya ini tergantung pada besar massanya, serta<br />
Oseana, Volume XXXII No. 1, 2007<br />
16<br />
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id<br />
jarak di antara massa tersebut. Gravitasi<br />
bervariasi secara langsung dengan massa, tetapi<br />
berbanding terbalik terhadap jarak. Sejalan<br />
dengan hukum di atas, dapat dipahami bahwa<br />
meskipun massa bulan lebih kecil dari massa<br />
matahari tetapi jarak bulan ke bumi jauh lebih<br />
kecil, sehingga gaya tarik bulan terhadap bumi<br />
pengaruhnya lebih besar dibanding matahari<br />
terhadap bumi. Kejadian yang sebenarnya dari<br />
gerakan <strong>pasang</strong> air laut sangat berbelit-belit,<br />
sebab gerakan tersebut tergantung pula pada<br />
rotasi bumi, angin, arus laut <strong>dan</strong> keadaankeadaan<br />
lain yang bersifat setempat. Gaya tarik<br />
gravitasi menarik air laut ke arah bulan <strong>dan</strong><br />
matahari <strong>dan</strong> menghasilkan dua tonjolan (bulge)<br />
<strong>pasang</strong> <strong>surut</strong> gravitasional di laut. Lintang dari<br />
tonjolan <strong>pasang</strong> <strong>surut</strong> ditentukan oleh deklinasi,<br />
yaitu sudut antara sumbu rotasi bumi <strong>dan</strong> bi<strong>dan</strong>g<br />
orbital bulan <strong>dan</strong> matahari (WARDIYATMOKO<br />
& BINTARTO,1994).<br />
Pasang-<strong>surut</strong> purnama (spring tides)<br />
terjadi ketika bumi, bulan <strong>dan</strong> matahari berada<br />
dalam suatu garis lurus (matahari <strong>dan</strong> bulan<br />
dalam keadaan oposisi). Pada saat itu, akan<br />
dihasilkan <strong>pasang</strong> tinggi yang sangat tinggi <strong>dan</strong><br />
<strong>pasang</strong> rendah yang sangat rendah, karena<br />
kombinasi gaya tarik dari matahari <strong>dan</strong> bulan<br />
bekerja saling menguatkan. Pasang-<strong>surut</strong><br />
purnama ini terjadi dua kali setiap bulan, yakni<br />
pada saat bulan baru <strong>dan</strong> bulan purnama (full<br />
moon). Se<strong>dan</strong>gkan <strong>pasang</strong>-<strong>surut</strong> perbani (neap<br />
tides) terjadi ketika bumi, bulan <strong>dan</strong> matahari<br />
membentuk sudut tegak lurus, yakni saat bulan<br />
membentuk sudut 90° dengan bumi. Pada saat<br />
itu akan dihasilkan <strong>pasang</strong> tinggi yang rendah<br />
<strong>dan</strong> <strong>pasang</strong> rendah yang tinggi. Pasang-<strong>surut</strong><br />
perbani ini terjadi dua kali, yaitu pada saat<br />
bulan 1/4 <strong>dan</strong> 3/4 (WARDIYATMOKO &<br />
BINTARTO, 1994).<br />
Pasang-sumt laut dapat didefinisikan<br />
pula sebagai gelombang yang dibangkitkan oleh<br />
a<strong>dan</strong>ya interaksi antara bumi, matahari <strong>dan</strong><br />
bulan. Puncak gelombang disebut <strong>pasang</strong> tinggi<br />
(High Water/RW) <strong>dan</strong> lembah gelombang
disebut <strong>surut</strong>/<strong>pasang</strong> rendah (Low Water/LW).<br />
Perbedaan vertikal antara <strong>pasang</strong> tinggi <strong>dan</strong><br />
<strong>pasang</strong> rendah disebut rentang <strong>pasang</strong>-<strong>surut</strong> atau<br />
tunggang pasut (tidal range) yang bisa mencapai<br />
beberapa meter hingga puluhan meter. Periode<br />
<strong>pasang</strong>-<strong>surut</strong> adalah waktu antara puncak atau<br />
lembah gelombang ke puncak atau lembah<br />
gelombang berikutnya. Harga periode <strong>pasang</strong><strong>surut</strong><br />
bervariasi antara 12 jam 25 menit hingga<br />
24 jam 50 menit (SETIAWAN, 2006).<br />
Menurut WIBISONO (2005),<br />
sebenarnya hanya ada tiga tipe dasar <strong>pasang</strong><strong>surut</strong><br />
yang didasarkan pada periode <strong>dan</strong><br />
keteraturannya, yaitu sebagai berikut:<br />
1. Pasang-<strong>surut</strong> tipe harian tunggal<br />
(diurnal type): yakni bila dalam<br />
waktu 24 jam terdapat 1 kali<br />
<strong>pasang</strong> <strong>dan</strong> 1 kali <strong>surut</strong>.<br />
2. Pasang-<strong>surut</strong> tipe tengah harian/<br />
harian ganda (semi diurnal type):<br />
yakni bila dalam waktu 24 jam<br />
terdapat 2 kali <strong>pasang</strong> <strong>dan</strong> 2 kali<br />
<strong>surut</strong>.<br />
3. Pasang-<strong>surut</strong> tipe campuran<br />
(mixed tides): yakni bila dalam<br />
waktu 24 jam terdapat bentuk<br />
campuran yang condong ke tipe<br />
harian tunggal atau condong ke<br />
tipe harian ganda.<br />
Tipe <strong>pasang</strong>-<strong>surut</strong> ini penting diketahui<br />
untuk studi lingkungan, mengingat bila di suatu<br />
lokasi dengan tipe <strong>pasang</strong>-<strong>surut</strong> harian tunggal<br />
atau campuran condong harian tunggal terjadi<br />
pencemaran, maka dalam waktu kurang dari 24<br />
jam, pencemar diharapkan akan tersapu bersih<br />
dari lokasi. Namun pencemar akan pindah ke<br />
lokasi lain, bila tidak segera dilakukan clean up.<br />
Berbeda dengan lokasi dengan tipe harian<br />
ganda, atau tipe campuran condong harian<br />
ganda, maka pencemar tidak akan segera<br />
tergelontor keluar. Dalam sebulan, variasi harian<br />
dari rentang <strong>pasang</strong>-<strong>surut</strong> berubah secara<br />
sistematis terhadap siklus bulan. Rentang<br />
Oseana, Volume XXXII No. 1, 2007<br />
17<br />
<strong>pasang</strong>-<strong>surut</strong> juga bergantung pada bentuk<br />
perairan <strong>dan</strong> konfigurasi lantai samudera.<br />
Pasang-<strong>surut</strong> (pasut) di berbagai lokasi<br />
mempunyai ciri yang berbeda karena<br />
dipengaruhi oleh topografi dasar laut, lebar<br />
selat, bentuk teluk <strong>dan</strong> sebagainya. Di beberapa<br />
tempat, terdapat beda antara <strong>pasang</strong> tertinggi<br />
<strong>dan</strong> <strong>surut</strong> terendah (rentang pasut), bahkan di<br />
Teluk Fundy (Kanada) bisa mencapai 20 meter.<br />
Proses terjadinya pasut memang merupakan<br />
proses yang sangat kompleks, namun masih<br />
bisa diperhitungkan <strong>dan</strong> diramalkan. Pasut<br />
dapat diramalkan karena sifatnya periodik, <strong>dan</strong><br />
untuk meramalkan pasut, diperlukan data<br />
amplitudo <strong>dan</strong> beda fasa dari masing-masing<br />
komponen pembangkit pasut. Ramalan pasut<br />
untuk suatu lokasi tertentu kini dapat<br />
dibuat dengan ketepatan yang cukup cermat<br />
(NONTJI, 2005).<br />
Pasut tidak hanya mempengaruhi<br />
lapisan di bagian teratas saja, melainkan seluruh<br />
massa air yang bisa menimbulkan energi yang<br />
besar. Di perairan pantai, terutama di teluk atau<br />
selat sempit, gerakan naik turunnya muka air<br />
akan menimbulkan terjadinya arus pasut. Jika<br />
muka air bergerak naik, maka arus mengalir<br />
masuk, se<strong>dan</strong>gkan pada saat muka air bergerak<br />
turun, arus mengalir ke luar. NONTJI (2005)<br />
mengatakan bahwa pengetahuan mengenai<br />
pasut sangat diperlukan dalam pembangunan<br />
pelabuhan, bangunan di pantai <strong>dan</strong> lepas pantai,<br />
serta dalam hal lain seperti pengelolaan <strong>dan</strong><br />
budidaya di wilayah pesisir, pelayaran,<br />
peringatan dini terhadap bencana banjir air<br />
<strong>pasang</strong>, pola umum gerakan massa air <strong>dan</strong><br />
sebagainya. Namun yang paling penting dari<br />
pasut adalah <strong>energinya</strong> dapat dimanfaatkan<br />
untuk menghasilkan tenaga listrik.<br />
ENERGI DARI LAUT<br />
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id<br />
Energi laut merupakan alternatif energi<br />
terbaharui termasuk sumberdaya non-hayati<br />
yang memiliki potensi besar untuk<br />
dikembangkan. Selain menjadi sumber pangan,
laut juga mengandung beraneka sumberdaya<br />
energi yang keberadaannya semakin signifikan,<br />
manakala energi yang bersumber dari bahan<br />
bakar fosil semakin menipis. Laut sebagai Last<br />
Frontier di bumi memang menjadi tujuan akhir<br />
menjawab tantangan kekurangan energi.<br />
Diperkirakan potensi laut mampu memenuhi<br />
empat kali kebutuhan listrik dunia, sehingga<br />
tidak mengherankan apabila berbagai negara<br />
maju telah berlomba memanfaatkan energi ini<br />
(DAUD, 2006).<br />
Laut memiliki dua tipe energi yaitu<br />
energi termal dari panas matahari <strong>dan</strong> energi<br />
mekanik dari <strong>pasang</strong>-<strong>surut</strong> <strong>dan</strong> gelombang.<br />
Lebih dari 70% bagian permukaan bumi adalah<br />
lautan, hal ini menjadikan lautan sebagai<br />
pengumpul sinar matahari terbesar di bumi.<br />
Matahari menghangatkan permukaan air lebih<br />
banyak daripada di bagian laut yang lebih<br />
dalam, <strong>dan</strong> perbedaan temperatur ini<br />
menyimpan energi panas/termal. Energi termal<br />
ini dapat digunakan untuk banyak hal, termasuk<br />
sebagai pembangkit tenaga listrik. Ada tiga tipe<br />
sistem konversi yang biasa digunakan dalam<br />
pemanfaatan energi termal yaitu siklus tertutup,<br />
siklus terbuka <strong>dan</strong> hibrid (SETIAWAN, 2006).<br />
Siklus tertutup memanfaatkan<br />
hangatnya permukaan air laut untuk<br />
menguapkan fluida kerja yang memiliki titik<br />
didih yang rendah seperti amoniak. Uap<br />
mengembang <strong>dan</strong> menggerakkan turbin yang<br />
selanjutnya akan mengaktifkan generator untuk<br />
menghasilkan energi listrik. Sementara itu<br />
sistem siklus terbuka bekerja dengan cara<br />
mendidihkan air laut pada tekanan rendah yang<br />
menghasilkan uap yang berfungsi untuk<br />
menggerakkan turbin atau generator. Se<strong>dan</strong>gkan<br />
sistem hibrid adalah kombinasi dari sistem<br />
siklus tertutup <strong>dan</strong> terbuka (SETIAWAN, 2006).<br />
Adapun energi mekanik laut berbeda<br />
dengan energi termal. Meskipun sinar matahari<br />
mempengaruhi seluruh aktivitas di laut, namun<br />
gaya tarik gravitasi bulan merupakan gaya<br />
pembangkit utama <strong>pasang</strong> <strong>surut</strong> laut, se<strong>dan</strong>gkan<br />
Oseana, Volume XXXII No. 1, 2007<br />
18<br />
angin adalah gaya pembangkit utama<br />
gelombang laut. Bendungan biasanya digunakan<br />
untuk mengkonversi energi <strong>pasang</strong> <strong>surut</strong><br />
menjadi energi listrik dengan cara memaksa air<br />
agar melewati turbin <strong>dan</strong> membangkitkan<br />
generator. Se<strong>dan</strong>gkan untuk mengkonversi<br />
energi gelombang terdapat 3 (tiga) sistem dasar<br />
yaitu sistem kanal yang menyalurkan gelombang<br />
ke dalam reservoar atau kolam, sistem<br />
pelampung yang menggerakkan pompa hidrolik<br />
<strong>dan</strong> sistem osilasi kolom air yang memanfaatkan<br />
gelombang untuk menekan udara di dalam<br />
sebuah wadah. Tenaga mekanik yang dihasilkan<br />
dari sistem-sistem tersebut ada yang akan<br />
mengaktifkan generator secara langsung atau<br />
mentransfernya ke dalam fluida kerja, air atau<br />
udara, yang selanjutnya akan menggerakan<br />
turbin atau generator. Daya total dari gelombang<br />
pecah di garis pantai dunia diperkirakan<br />
mencapai 2 hingga 3 juta megawatt. Pada<br />
tempat-tempat tertentu yang kondisinya sangat<br />
bagus, kerapatan energi gelombang dapat<br />
mencapai harga rata-rata 65 MW per mil garis<br />
pantai (SETIAWAN, 2006).<br />
ENERGI PASANG SURUT<br />
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id<br />
Energi <strong>pasang</strong> <strong>surut</strong> merupakan bentuk<br />
energi dengan memanfaatkan beda ketinggian<br />
pada waktu air laut <strong>pasang</strong> <strong>dan</strong> air laut <strong>surut</strong>.<br />
Pasang <strong>surut</strong> akan bervariasi dengan waktu <strong>dan</strong><br />
tingginya tergantung pada posisi relatif<br />
matahari, bulan <strong>dan</strong> bumi. Topografi <strong>dan</strong><br />
kedalaman laut pada keadaan tertentu dapat<br />
bertindak sebagai resonator atau konsentrator<br />
<strong>pasang</strong> <strong>surut</strong> <strong>dan</strong> dapat menyebabkan tinggi<br />
<strong>pasang</strong> mencapai 15 m. Tidak kurang dari 100<br />
lokasi di dunia yang dinilai sebagai tempat yang<br />
cocok bagi pembangunan pembangkit energi<br />
<strong>pasang</strong> <strong>surut</strong> (SOEPARDJO, 2005).<br />
Saat ini ada 3 jenis teknologi<br />
pembangkit listrik tenaga arus pasut yaitu,<br />
Tidal Power, Tidal Fence <strong>dan</strong> Tidal Turbine<br />
(DAUD, 2006). Seluruh wilayah pantai secara
teratur mengalami periode <strong>pasang</strong> <strong>surut</strong> dalam<br />
sehari <strong>dan</strong> untuk Tidal Power perbedaan<br />
<strong>pasang</strong>-<strong>surut</strong> minimal 5 meter. Teknologi yang<br />
diterapkan sebenarnya adalah teknik<br />
tradisional hydroelectric, dengan a<strong>dan</strong>ya dam<br />
(bendungan) yang melewati suatu teluk atau<br />
daerah estuari. Kemudian dilengkapi pintupintu<br />
air <strong>dan</strong> turbin di<strong>pasang</strong> sepanjang dam<br />
yang memisahkan kolam <strong>dan</strong> laut. Teluk yang<br />
ujungnya sempit sangat cocok diterapkan.<br />
Ketika air <strong>pasang</strong> menghasilkan tingkat air<br />
yang berbeda di dalam <strong>dan</strong> di luar dam, pintupintu<br />
air akan terbuka, air yang mengalir<br />
melewati turbin akan menjalankan generator<br />
untuk menghasilkan listrik. Pemanfaatan<br />
energi ini memerlukan daerah yang cukup luas<br />
untuk menampung air laut (reservoir area) <strong>dan</strong><br />
bangunan dam bisa dijadikan jembatan<br />
transportasi. Tidal Power dibedakan menjadi<br />
dua yaitu kolam tunggal <strong>dan</strong> kolam ganda.<br />
Pada sistem pertama, energi dimanfaatkan<br />
hanya pada saat periode air <strong>surut</strong> atau air naik.<br />
Se<strong>dan</strong>gkan sistem kolam ganda memanfaatkan<br />
aliran dalam dua arah. Perbedaan tinggi antara<br />
permukaan air di kolam <strong>dan</strong> permukaan air laut<br />
pada instalasi ini semakin tinggi semakin baik.<br />
Di Jepang, sistem ini telah dikembangkan<br />
dengan pembukaan instalasi baru di Laut<br />
Ariake, Kyushu. Di Muara Sungai Severn,<br />
Inggris juga telah mulai direncanakan instalasi<br />
berskala besar untuk 12 GW listrik.<br />
Teknologi Tidal Fence, skala besar<br />
digunakan juga sebagai jembatan penghubung<br />
antar pulau di antara selat. Menggunakan<br />
instalasi yang hampir sama dengan Tidal<br />
Power, namun terpisah dengan turbin arus<br />
antara 5 sampai 8 knot (5,6 sampai 9 mil/jam)<br />
dapat dimanfaatkan energi lebih besar dari<br />
pembangkit listrik tenaga angin karena densitas<br />
air 832 kali lebih besar dari udara (5 knot arus<br />
= velositas angin 270 km/jam). Skala besar<br />
pembangkit tenaga arus ini sepanjang 4 km<br />
telah mulai dikerjakan tak jauh dari Sulawesi<br />
Utara yakni di Kepulauan Dalupiri <strong>dan</strong> Samar,<br />
Oseana, Volume XXXII No. 1, 2007<br />
19<br />
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id<br />
Filipina, sekaligus membuat jembatan<br />
penghubung pada empat pulaunya. Proyek ini<br />
disponsori oleh Blue Energy Power System-<br />
Canada yang telah mengkomersialkan diri<br />
dengan berbagai modul turbin dalam berbagai<br />
skala. Diestimasi energi yang nantinya<br />
dihasilkan di Filipina ini maksimum adalah<br />
sebesar 2.200 MW dengan minimum rata-rata<br />
sebesar 1.100 MW setiap hari. Hal ini<br />
didasarkan dengan kecepatan arus rata-rata<br />
sebesar 8 knots pada kedalaman sekitar 40<br />
meter. Modul turbin Davis yang dipakai dapat<br />
mengkonversi listrik pada lokasi tertentu<br />
seperti di sungai sebesar 5 KW sampai 500 KW<br />
se<strong>dan</strong>gkan instalasi di laut bisa menghasilkan<br />
200 MW sampai 8000 MW.<br />
Teknologi ketiga adalah Tidal Turbine<br />
seperti turbin angin. Teknologi ini berfungsi<br />
sangat baik pada arus pantai yang bergerak<br />
sekitar 3,6 <strong>dan</strong> 4,9 knots (4 <strong>dan</strong> 5,5 m/jam).<br />
Pada kecepatan ini, turbin arus berdiameter<br />
15 meter dapat menghasilkan energi sama<br />
dengan turbin angin yang berdiameter 60<br />
meter. Lokasi ideal turbin arus pasut ini<br />
tentunya dekat dengan pantai pada kedalaman<br />
antara 20-30 meter. Energi listrik yang<br />
dihasilkan menurut perusahaan Marine<br />
Current Turbine - Inggris adalah lebih besar<br />
dari 10 MW per 1 km 2 , <strong>dan</strong> 42 lokasi yang<br />
berpotensi di Inggris telah teridentifikasi<br />
perusahaan ini. Lokasi ideal lainnya yang<br />
dapat dikembangkan terdapat di Filipina, Cina<br />
<strong>dan</strong> tentunya Indonesia.<br />
<strong>Penelitian</strong> pemanfaatan energi arus<br />
pasut sejak tahun 1920 telah dilakukan di<br />
beberapa negara seperti, Prancis, Amerika<br />
Serikat, Rusia <strong>dan</strong> Kanada. Setelah lebih dari<br />
40 tahun, yaitu pada tahun 1966, di Prancis telah<br />
dibangun stasiun France's La Ranee yang<br />
merupakan satu-satunya industri Pembangkit<br />
Listrik Tenaga Arus Pasang-Surut dengan skala<br />
besar di dunia (Gambar 1 a <strong>dan</strong> b). Pembangkit<br />
energi listrik yang digerakkan oleh tenaga<br />
<strong>pasang</strong> <strong>surut</strong> dengan tidal range 8-13,5 meter
ini memproduksi 240 MW listrik lewat instalasi<br />
Tidal Power melewati daerah Muara Sungai<br />
Ranee, dekat Saint Malo (DAUD, 2006).<br />
Instalasi ini mensuplai 90 persen kebutuhan<br />
listrik wilayah itu. Pada waktu itu tenaga pasut<br />
telah dapat menghasilkan 500 juta KWH per<br />
tahun, sehingga dapat mencukupi kebutuhan<br />
sebuah kota dengan jumlah penduduk<br />
100 ribu orang menurut standard Eropa<br />
(ONGKOSONGO, 1989). Di Murmansk, Rusia,<br />
memanfaatkan 0,4 MW listrik dari jenis yang<br />
sama. Tidak jauh dari Indonesia, ada Australia<br />
yang memanfaatkannya di Kimberly <strong>dan</strong> Cina<br />
Oseana, Volume XXXII No. 1, 2007<br />
20<br />
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id<br />
sebesar 8 MW. Kemudian pada tahun 1984,<br />
dibangun stasiun Annapolis Royal, proyek<br />
energi <strong>pasang</strong> <strong>surut</strong> dengan kapasitas 2.176 MW<br />
terletak di Teluk Fundy (Bay of Fundy), yaitu<br />
di Muara Sungai Annapolis Provinsi Nova<br />
Scotia, Kanada (Gambar 2), dengan tunggang<br />
pasut 8,7 m pada saat <strong>pasang</strong> purnama <strong>dan</strong> 4,4<br />
m saat <strong>pasang</strong> perbani menghasilkan 30-40 juta<br />
KWH per tahun (DUXBURY et al. 2002). Di<br />
kota Hammerfest, Norwegia, listrik telah sukses<br />
dibangkitkan dengan memanfaatkan arus <strong>pasang</strong><br />
di pantai <strong>dan</strong> mencukupi sebagian kebutuhan<br />
listrik kota dengan modul turbin Blades.
Mekanisme suatu pusat energi <strong>pasang</strong><strong>surut</strong><br />
tergantung dari faktor meteorologi atau<br />
geofisika, antara lain, arah <strong>dan</strong> kecepatan angin,<br />
lamanya angin bertiup <strong>dan</strong> luas daerah yang<br />
dipengaruhi <strong>pasang</strong>-<strong>surut</strong>. Oleh karena itu,<br />
faktor-faktor tersebut harus diperhatikan dengan<br />
seksama. Pada pemanfaatan energi ini<br />
diperlukan daerah yang cukup luas untuk dapat<br />
menampung air laut (reservoir area). Pada sisi<br />
lain energi ini tidak menimbulkan bahan-bahan<br />
yang beracun (unhealthy waste), "exhaust gas",<br />
"ask", "atmospheric radiation"(SOEPARDJO,<br />
2005).<br />
Potensi energi <strong>pasang</strong>-<strong>surut</strong> seluruh<br />
samudera di dunia tercatat sebesar 3.106 MW. Di<br />
Indonesia pada umumnya yang <strong>pasang</strong>-<strong>surut</strong>nya<br />
sekitar 5 m, antara lain di sebagian Pulau<br />
Sumatera, Pulau Sulawesi, Nusa Tenggara Barat<br />
(NTB), Kalimantan Barat, Irian <strong>dan</strong> pantai selatan<br />
Pulau Jawa (SOEPARDJO, 2005).<br />
Oseana, Volume XXXII No. 1, 2007<br />
21<br />
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id<br />
Tunggang pasut maksimum di<br />
Indonesia yang sudah terekam sampai saat ini<br />
adalah mencapai sekitar 6 m, yakni terdapat di<br />
daerah Muara Sungai Digul, Irian Jaya. Selain<br />
letaknya yang saat ini kurang prospektif, juga<br />
kemungkinan pemanfaatannya masih sangat<br />
belum realistis. Namun demikian, manakala<br />
transmigrasi sudah mulai berkembang di daerah itu,<br />
sumberdaya energi pasut ini merupakan ca<strong>dan</strong>gan<br />
energi yang berpotensi, sehingga patut<br />
dipertimbangkan untuk dimanfaatkan di daerah itu<br />
(ONGKOSONGO, 1989).<br />
Wilayah Indonesia yang merupakan<br />
negara kepulauan memiliki selat-selat sempit<br />
yang membatasi pulau-pulaunya. Selain itu,<br />
cukup banyak juga teluk <strong>dan</strong> semenanjung yang<br />
setiap harinya mengalami <strong>pasang</strong> <strong>dan</strong> <strong>surut</strong> yang<br />
memiliki potensi untuk digali <strong>energinya</strong>. Hal ini<br />
memungkinkan untuk memanfaatkan tenaga<br />
<strong>pasang</strong>-<strong>surut</strong>, sebagai sumberdaya energi yang
diperlukan oleh manusia. Pada saat laut <strong>pasang</strong><br />
<strong>dan</strong> saat laut <strong>surut</strong> aliran airnya dapat<br />
menggerakkan turbin untuk membangkitkan<br />
listrik.<br />
Dari penelitian yang telah dilakukan,<br />
diketahui ada beberapa daerah di Indonesia yang<br />
mempunyai potensi energi <strong>pasang</strong> <strong>surut</strong><br />
(SOEPARDJO, 2005), yaitu :<br />
1. Bagan Siapi-api; <strong>pasang</strong> <strong>surut</strong><br />
mencapai 7 m,<br />
2. Teluk Palu; daerah ini dilihat dari<br />
struktur geologisnya merupakan<br />
suatu patahan (Palu Graben) yang<br />
memungkinkan a<strong>dan</strong>ya gejala<br />
<strong>pasang</strong> <strong>surut</strong>,<br />
3. Teluk Bima di Sumbawa (Nusa<br />
Tenggara Barat),<br />
4. Kalimantan Barat,<br />
5. Irian Jaya,<br />
6. Pantai selatan Pulau Jawa.<br />
DAFTAR PUSTAKA<br />
DAUD, J.R.P. 2006. Sumber Energi Raksasa<br />
Terbaharui. Dalam Artikel Sulut on<br />
line tanggal 22 Oktober 2005. http://<br />
www.sulutlink.com/berita2005/<br />
sulut51022artikel.htm (diakses<br />
tanggal 30 November 2006)<br />
DUXBURY, B. A; A. C. DUXBURY and K.A.<br />
SVERDRUP 2002. Fundamentals of<br />
Oceanography. Fourth Edition.<br />
McGraw-Hill: 204-205.<br />
NONTJI, A. 2005. Laut Nusantara.<br />
Djambatan. Jakarta : 92-98.<br />
Oseana, Volume XXXII No. 1, 2007<br />
22<br />
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id<br />
ONGKOSONGO, O. S. R. 1989. Penerapan<br />
Pengetahuan <strong>dan</strong> Data Pasang-Surut<br />
Dalam Pasang-Surut, <strong>Pusat</strong> <strong>Penelitian</strong><br />
<strong>dan</strong> Pengembangan Oseanologi-<strong>LIPI</strong>.<br />
Jakarta : 241-254.<br />
PRAMUDJI 2002. Pengelolaan Kawasan<br />
Pesisir dalam Upaya Pengembangan<br />
Wisata Bahari. Oseana XXVII (1) :<br />
27-35.<br />
ROSITASARI, R. 2002. Beberapa Aspek Dasar<br />
yang Perlu Diagendakan dalam<br />
Pengelolaan Wilayah Pesisir di<br />
Indonesia. Oseana XXVII (3): 19-27.<br />
SETIAWAN, A. 2006. Energi dari Laut<br />
<strong>dan</strong> Pasang-<strong>surut</strong> Laut http://<br />
oseanojgrafi.blogspot.com (diakses<br />
pada tanggal 13 September 2006).<br />
SOEPARDJO, A. H. 2005. Potensi <strong>dan</strong><br />
Teknologi Energi Samudera Dalam<br />
Eksplorasi Sumber daya Budaya<br />
Maritim. Departemen Kelautan <strong>dan</strong><br />
Perikanan (DKP)-<strong>Pusat</strong> <strong>Penelitian</strong><br />
Kemasyarakatan <strong>dan</strong> Budaya,<br />
Universitas Indonesia, Jakarta: 125-<br />
132.<br />
SUPRIADI, I. H. 2001. Dinamika Estuaria<br />
Tropik. Oseana XXVI (4): 1-11.<br />
WARDIYATMOKO, K. <strong>dan</strong> H.R. BINTARTO<br />
1994. Geografi untuk SMU Kelas 1.<br />
Erlangga. Jakarta: 95-125.<br />
WIBISONO, M. S. 2005. Pengantar Ilmu<br />
Kelautan. Grasindo. Jakarta: 224 hal.