28.09.2013 Views

Majalah Santunan edisi Agustus 2010 - Kanwil Kemenag Aceh

Majalah Santunan edisi Agustus 2010 - Kanwil Kemenag Aceh

Majalah Santunan edisi Agustus 2010 - Kanwil Kemenag Aceh

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

Puasa, Damai dan Merdeka<br />

(Renungan Ramadhan 1431 H, Milad MoU Helsinki ke 5, dan Milad Proklamasi ke 65)<br />

Salah satu punca konflik itu dari<br />

terlalu banyak bicara, lalu puasa<br />

menyapa dan meredam benih<br />

kegentingan itu. Idealnya, selama<br />

Ramadhan, sesuai sunnah Nabi<br />

saw., kita hemat dalam omongan,<br />

aktual dalam berbicara. Cermat<br />

dalam menebar janji, bukan tambah<br />

khianat dengan amanah, bukan<br />

pula malah menambah dusta atas<br />

bohong kemarin. Jangan kita menutup<br />

kebohongan dengan kedustaan baru.<br />

Puasa ialah universitas kesadaran,<br />

fakultas kejujuran. Puasa itu jihad<br />

agung, alumninya akan digelar pahlawan.<br />

Pahlawan itu syuhada, jika<br />

syahid dalam garis perjuangan. Gelar<br />

itu ditabalkan ummat dan Tuhan,<br />

bukan diminta olehnya atau keluarga<br />

dengan mengumbar jasa lewat bicara.<br />

Selain hemat bicara, juga terukur<br />

dalam mengumbar materi, sebelum<br />

dan usai puasa. Kita mestinya sosok<br />

yang sederhana dan ekonomis. Bukan<br />

malah selama tiga puluh hari ke depan<br />

boros dan mubazir, kecuali murah<br />

dengan membentangkan tangan,<br />

demi sedekah dan infaq. Semakin<br />

banyak kita lewati Ramadhan, moga<br />

tidak malah tambah tamak, loba,<br />

atau rakus. Lebih-lebih serakah dari<br />

uang rakyat. Mestinya jalan-jalan tak<br />

perlu macet, menjelang puasa, sebab<br />

belanja itu biasa saja. Mestinya rumah<br />

Allah tak terkejut dengan kehadiran<br />

membludak kita, tiba-tiba. Sebab<br />

ibadah Ramadhan cuma lanjutan<br />

sebelas bulan sebelumnya. Harga<br />

tidak perlu melambung, sebab kita<br />

bukan kapitalis: jual kambing beli<br />

lembu. Mestinya, tak perlu bersusah<br />

payah serta menumpuk kekayaan<br />

kita untuk masuki Ramadhan. Berapa<br />

dana dan daya yang tersedia, segitulah<br />

yang kita konsumsi, yang kita nikmati.<br />

Persipan puasa, sekadar sanggup<br />

Oleh Muhammad Yakub Yahya<br />

bangun malam tarawih dan sunnah di<br />

siang hari saja. Sithon mita sibeuleuen<br />

pajoh, pesan indatu kita.<br />

Realitasnya bukan begitu: menjelang<br />

sore, kita belanja, biasa menurut<br />

selera perut, hawa nafsu yang serakah.<br />

Kita ke pasar membeli penganan,<br />

un-tuk mengganti menu, buat sesi<br />

makan yang luput di siang hari. Bukan<br />

menjaja menurut kebutuhan setan.<br />

Apalagi belanjaan banyak, menu di<br />

meja makan penuh, lalu seusai isya,<br />

tatkala hampir basi, baru diantar ke<br />

meunasah, daripada dibuang percuma.<br />

Sedekah akan dinilai manakala kita<br />

memberi sebelum beduk, sebelum<br />

sirine berbuka menggema. Memasuki<br />

Ramadhan tak perlu ambisi untuk<br />

kaya sekali. Hilangkan juga hati busuk<br />

sesama saudara. Ramadhan, ajang<br />

menyucikan diri kita, untuk masuk<br />

surga. Apalagi Ramadhan 1431<br />

Hijriah ini bakal kian meriah, karena<br />

berbarengan dengan ulang tahun<br />

‘teken damai’ MoU Hesinki ke 5, dan<br />

kemerdekaan persada tecinta ke 65.<br />

Puasa, sebelum Syawal, yang memekarkan<br />

buah ketakwaan, setia<br />

mengawasi dan menasehati kita: agar<br />

tenang dan bersahaja hidup, jangan<br />

cepat terpancing emosi, tak mudah<br />

terpengaruh dengan isu. Kita yang<br />

<strong>Santunan</strong> AGUSTUS <strong>2010</strong><br />

di pesisir dan pedalaman, mudahmudahan<br />

damai lahir dan batin,<br />

tenang luar dan dalam, sebagaimana<br />

spirit dari Proklamasi 17 <strong>Agustus</strong>,<br />

tepat pagi Jumat bulan Ramadhan,<br />

65 tahun silam. Harapan Ilahi, kita<br />

dengan beragam watak, kian tenang<br />

setenang menanti sahur dan berbuka<br />

di depan meja menu itu. Andai puasa<br />

mulai rampung, kita tak berbuka<br />

sebelum saatnya tiba, walau sirine<br />

berbunyi terlalu cepat. Berbuka<br />

bukan karena sirine semata, tapi oleh<br />

sebab terbenam mata hari. Maka kita<br />

jangan lagi lekas latah: tak tega dan<br />

rela ditarik, ditolak, dan diperalat oleh<br />

suasana yang buta arah. Hati-hati<br />

selalu, itulah indikasi sang muttaqin,<br />

orang bertakwa. Sehati-hati orang yang<br />

berjalan di lorong berbatuan tajam,<br />

jawab Imam Ali, saat mendeskripsikan<br />

takwa.<br />

Pekan ini, dinamika rumah tangga<br />

juga mulai naik, hingga ada beberapa<br />

isteri dari meja makan menyarankan<br />

suami tersayang, sebelum Ramadhan,<br />

siap-siap memborong sayur dan gula.<br />

Bakal ramai saudara dari kampung<br />

yang akan memadati kota. Ini bisa<br />

berarti, stok makanan itu untuk menjamu<br />

tamu agung beriak. Padahal, kita<br />

santai saja menanti, sejak Syakban.<br />

Spirit puasa mengajarkan kita jangan<br />

boros, ekonomis, dan tak panik. Jadi<br />

kita yang alumni Ramadhan saban<br />

tahun, tak ikut memainkan pasar.<br />

Nuansa Syawal, ujung puasa, akan<br />

mendinginkan suhu, menyirami benih<br />

perdamaian. Damai itu warisan Nabi.<br />

Justru sering datang setelah telat,<br />

saat semua terlambat. Justru muncul<br />

manakala musibah datang bertubitubi.<br />

Paceklik di Mesir mengantarkan<br />

Bunyamin dan saudara seayah<br />

dengan Yusuf, untuk berpelukan,<br />

meusyen dalam damai. Dulu Yusuf<br />

41

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!