Hal. 97-101 Resensi Buku.pdf - BPK Penabur
Hal. 97-101 Resensi Buku.pdf - BPK Penabur
Hal. 97-101 Resensi Buku.pdf - BPK Penabur
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
<strong>Resensi</strong> buku<br />
<strong>Resensi</strong> buku : JANGAN PUKUL AKU!<br />
JANGAN PUKUL AKU!<br />
Diterjemahkan dari Unconditional Parenting:<br />
Moving from Rewards and Punishments to Love and Reason<br />
Alfie Kohn, 2005<br />
Terbitan Attria Books, Amerika, 2005<br />
Diterjemahkan oleh: M. Rudi Atmoko<br />
Bandung: Mizan Learning Center (MLC)<br />
XII+408 halaman<br />
ISBN: <strong>97</strong>9-3611-46-4<br />
Oleh: Nur Hari Cahyanti *)<br />
P<br />
ada umumnya masyarakat masih<br />
menganggap anak merupakan pribadipribadi<br />
kecil dan lemah serta berada di<br />
bawah kendali orang dewasa. Orangtua<br />
merasa berhak melakukan apa saja terhadap<br />
anak, menentukan apa yang harus dilakukan<br />
anak, bahkan menentukan masa depan anak.<br />
Keluarga, sekolah, dan masyarakat terusmenerus<br />
mengajarkan paradigma keliru, bahwa<br />
anak-anak harus menurut sepenuhnya kepada<br />
orang tua, guru, atau orang dewasa lainnya.<br />
Anak-anak tidak boleh membantah, mengkritik,<br />
apalagi melawan tanpa ada<br />
penjelasan terperinci yang<br />
masuk akal dan dipandang<br />
pantas oleh orangtua.<br />
Pandangan keliru<br />
terhadap anak sering<br />
membuka peluang timbulnya<br />
berbagai tindak kekerasan,<br />
penindasan, dan perlakuan<br />
tidak baik terhadap anak.<br />
Seolah-olah mendidik anak<br />
memang harus dilakukan<br />
dengan kekerasan. Karena<br />
dianggap wajar, masyarakat<br />
kurang merespon tindak<br />
kekerasan terhadap anak oleh<br />
orang dewasa, apalagi<br />
pelakunya adalah orangtua<br />
sendiri atau masih<br />
mempunyai hubungan<br />
keluarga. Masalah anak dianggap sebagai<br />
masalah domestik keluarga yang tidak boleh<br />
dicampurtangani oleh orang lain.<br />
Realita ini sangat memprihatinkan. Anakanak<br />
yang banyak mendapatkan tindak<br />
kekerasan akan mengalami berbagai gangguan<br />
kejiwaan yang kelak, mengganggu proses<br />
tumbuh kembangnya secara optimal. Mungkin<br />
inilah penyebab anak-anak kita setelah besar<br />
tidak mencerminkan pribadi-pribadi unggul.<br />
Apabila kita menginginkan munculnya pribadipribadi<br />
unggul di masa depan, semua orang<br />
yang terpanggil harus berani bertindak dari<br />
sekarang, yaitu menyerukan kepada orangtua<br />
atau orang dewasa untuk menghentikan<br />
berbagai tindak kekerasan<br />
terhadap anak. Mendidik<br />
anak tidak sekedar<br />
memberikan instruksi atau<br />
perintah, tetapi<br />
memberikan hati kita orang<br />
dewasa yang sarat dengan<br />
cinta dan kasih sayang.<br />
Kaitannya dengan<br />
memunculkan pribadi<br />
unggul, buku Jangan Pukul<br />
Aku; Paradigma Baru<br />
Pengasuhan Anak karya<br />
psikolog terkemuka Amerika<br />
Serikat, Alfie Kohn,<br />
sungguh sangat tepat untuk<br />
menjadi bahan bacaan<br />
setiap orang dewasa untuk<br />
meluruskan paradigma<br />
salah tentang pendidikan<br />
anak. <strong>Buku</strong> ini ditulis berdasarkan hasil riset yang<br />
amat kaya dari para peneliti psikologi<br />
perkembangan selama kurang-lebih 10 tahun.<br />
*) Guru SDK <strong>BPK</strong> PENABUR Tasikmalaya<br />
Jurnal Pendidikan <strong>Penabur</strong> - No.08/Th.VI/Juni 2007<br />
<strong>97</strong>
<strong>Resensi</strong> buku : JANGAN PUKUL AKU!<br />
<strong>Buku</strong> yang kaya akan ilustrasi kejadian<br />
sehari-hari hasil pengalaman langsung sang<br />
penulis dengan anak-anaknya sendiri, serta<br />
dilengkapi dengan latihan-latihan praktis<br />
sederhana agar para pembaca dapat mengubah<br />
paradigma lamanya yang keliru. <strong>Buku</strong> ini<br />
menunjukkan bahwa pendidikan yang efektif<br />
adalah pendidikan dan pengasuhan anak yang<br />
bertumpu pada cinta dan kasih sayang tanpa<br />
syarat. Pendidikan yang bertumpu pada prinsip<br />
reward dan punishment belaka (paradigma<br />
pendidikan lama) sudah tidak sesuai lagi,<br />
karena hanya membuat anak menurut<br />
(melakukan sesuatu) di bawah ancaman hadiah<br />
dan hukuman.<br />
<strong>Buku</strong> ini meninjau salah satu perbedaan<br />
antara mencintai anak-anak karena apa yang<br />
mereka lakukan dan karena siapa mereka. Jenis yang<br />
pertama adalah cinta bersyarat, artinya anakanak<br />
harus mendapatkannya dengan bertindak<br />
dalam cara-cara yang<br />
kita anggap tepat, atau<br />
melakukan sesuatu<br />
sesuai dengan standar<br />
kita. Jenis yang kedua<br />
adalah cinta tidak<br />
bersyarat, artinya cinta<br />
ini tidak bergantung<br />
pada bagaimana<br />
mereka bertindak,<br />
apakah mereka<br />
berhasil atau bersikap<br />
baik atau yang lainnya.<br />
Anak-anak bukanlah hewan peliharaan<br />
yang dapat dilatih, bukan pula komputer yang<br />
diprogram untuk merespon input yang dapat<br />
diprediksikan. Mereka bertindak seperti ini,<br />
bukan seperti itu karena banyak alasan berbeda,<br />
sebagian di antaranya sulit untuk dipilah. Anakanak<br />
perlu dibimbing dan dibantu, benar, tetapi<br />
mereka bukan monster kecil yang harus<br />
dijinakkan atau ditundukkan. Mereka<br />
mempunyai kemampuan untuk mempunyai<br />
belas kasihan atau agresif, mendahulukan<br />
kepentingan umum atau egois, bekerja sama<br />
atau bersaing. Cinta dari orangtua tidak perlu<br />
dibayar dengan apapun. Cinta dari orangtua itu<br />
murni hadiah semata. Cinta dari orangtua<br />
adalah hak yang patut diperoleh semua anak<br />
(hal. 22-28).<br />
Selama bertahun-tahun para peneliti telah<br />
menemukan bahwa “semakin bersyarat<br />
dukungan (yang diterima oleh seseorang),<br />
semakin rendah persepsinya tentang apa yang<br />
... pendidikan yang efektif<br />
adalah pendidikan dan<br />
pengasuhan anak yang<br />
bertumpu pada cinta dan<br />
kasih sayang tanpa syarat.<br />
berharga pada dirinya sebagai manusia”.<br />
Apabila anak-anak menerima kasih sayang<br />
bersyarat, mereka cenderung menerima diri<br />
mereka sendiri dengan bersyarat pula.<br />
Sejumlah penelitian menemukan bahwa<br />
anak-anak maupun orang dewasa kurang<br />
berhasil dalam berbagai tugas jika mereka<br />
ditawari ganjaran (hadiah) untuk melakukannya<br />
atau ketika melakukannya dengan baik.<br />
Seberapa besar anak “termotivasi” untuk<br />
melakukan sesuatu (menggunakan toilet, latihan<br />
piano, berangkat ke sekolah, apa saja) tidaklah<br />
terlalu penting, yang penting bagaimana anak<br />
termotivasi. Dengan kata lain bukan jumlah<br />
(kuantitas) yang penting, melainkan jenisnya<br />
(kualitas).<br />
Ada tiga gaya atau tekhnik mendisiplin<br />
anak, yaitu : a) Teknik disiplin “otoriter” adalah<br />
mendisiplinkan anak dengan kekuatan<br />
hukuman fisik. Orang tua lebih sering menuntut<br />
daripada menerima<br />
dan menyemangati.<br />
Orang tua jarang<br />
memberi penjelasan<br />
atas peraturan yang<br />
mereka terapkan.<br />
Orang tua<br />
mengharapkan<br />
kepatuhan mutlak,<br />
dan menggunakan<br />
hukuman sesukanya<br />
u n t u k<br />
mendapatkannya. b) Teknik disiplin “permisif”<br />
adalah membiarkan anak bertindak semaunya<br />
tanpa hukuman dan bimbingan. Teknik permisif<br />
membingungkan anak untuk mengetahui<br />
tentang perilaku yang boleh dan yang tidak<br />
boleh. c) Teknik disiplin “demokrasi” adalah<br />
menggunakan penjelasan, diskusi, dan<br />
penalaran untuk membantu anak memahami<br />
berperilaku yang baik dan benar.<br />
Anak-anak yang menurut adalah yang<br />
ibunya biasa bersikap mendukung dan hangat,<br />
dan yang cenderung menghindari pengontrolan<br />
dengan paksa. Penelitian menunjukkan bahwa<br />
anak-anak yang dibesarkan oleh orangtua yang<br />
mengontrol, bahkan anak-anak yang berusia<br />
tiga tahun, sangat cenderung mengganggu dan<br />
agresif terhadap teman-temannya. Hasilnya<br />
adalah teman-temannya tidak mau<br />
berhubungan dengannya. Pengaruh<br />
pengontrolan yang berlebihan itu merusak anakanak<br />
tanpa peduli berapa usianya, pengontrolan<br />
98 Jurnal Pendidikan <strong>Penabur</strong> - No.08/Th.VI/Juni 2007
<strong>Resensi</strong> buku : JANGAN PUKUL AKU!<br />
yang berlebihan memiliki pengaruh negatif<br />
terhadap semua orang.<br />
Hukuman yang diberikan kepada anak<br />
dengan alasan apapun tidak efisien<br />
(kontraproduktif) sebagai alat untuk menghapus<br />
perilaku negatif yang menjadi sasaran hukuman<br />
tersebut. Memukul anak jelas “memberi<br />
pelajaran” – dan pelajarannya adalah bahwa<br />
orangtua bisa mendapatkan apa yang<br />
diinginkannya dari orang-orang yang lebih<br />
lemah (salah satunya anak) dengan cara<br />
menyakitinya. Semakin orangtua bergantung<br />
pada hukuman, maka “semakin sedikit<br />
pengaruh nyata orangtua dalam kehidupan<br />
anak”.<br />
Penelitian membuktikan, bahwa hukuman<br />
membuat anak menjadi lebih egois dan<br />
mendatangkan penderitaan. Ironisnya<br />
penderitaan yang anak-anak terima berasal dari<br />
orang-orang yang menjadi tempat mereka<br />
bergantung. Kontrol<br />
yang berlebihan secara<br />
umum terbukti jelas<br />
menimbulkan dampak<br />
negatif, tidak hanya<br />
pada kesehatan mental<br />
anak-anak, tetapi juga<br />
pada keberhasilan<br />
(prestasi) mereka di<br />
sekolah.<br />
Drs. M.S.<br />
Hadisubrata, M.A.<br />
dalam bukunya yang<br />
berjudul “Mengembangkan Kepribadian Anak<br />
Balita (pola pendidikan untuk meletakkan dasar<br />
kepribadian yang baik)”, terbitan <strong>BPK</strong>-Gunung<br />
Mulia tahun 1<strong>97</strong>7, terhadap ketiga teknik<br />
disiplin, beliau cenderung menyarankan<br />
penggunaan teknik disiplin “demokrasi”, karena<br />
lebih menekankan aspek edukatif disiplin,<br />
bukan aspek hukuman. Dengan demikian<br />
pendapat Drs. M.S. Hadisubrata, M.A. tidak<br />
bertentangan dengan pendapat Alfie Kohn.<br />
Akan tetapi Alfie Kohn lebih menekankan dalam<br />
hal menyadarkan setiap orang tua mengenai<br />
mencintai anak tanpa bersyarat dan perlunya<br />
pendampingan/kehadiran orang tua di dekat<br />
anak.<br />
Ada 13 (tiga belas) prinsip pengasuhan tak<br />
bersyarat yang diuraikan dan masing-masing<br />
mempunyai implikasi praktis yang lebih<br />
mengejutkan dan menantang. Ketigabelas<br />
prinsip tersebut yaitu: 1) Bersikap reflektif; 2)<br />
Pertimbangkan kembali permintaan Anda; 3)<br />
Perhatikan selalu tujuan jangka panjang Anda;<br />
4) Utamakan hubungan; 5) Ubah cara pandang<br />
Anda, bukan hanya tindakan anda; 6) Hormat;<br />
7) Bersikap wajar; 8) Kurangi bicara, lebih<br />
banyak tanya; 9) Ingat selalu usia mereka (anakanak);<br />
10) Anggaplah anak mempunyai motif<br />
terbaik yang konsisten dengan fakta; 11) Jangan<br />
asal mengucapkan kata “Tidak”; 12) Jangan<br />
kaku; 13) Jangan tergesa-gesa (hal. 179).<br />
Sebagian orang dengan sangat cepat<br />
menjadi orangtua yang menyenangkan,<br />
mendukung dan penuh perhatian kepada anakanak<br />
hanya apabila anak-anak menyenangkan.<br />
Tetapi cinta tak bersyarat menjadi paling penting<br />
ketika mereka sedang tidak menyenangkan.<br />
Cinta tak bersyarat menuntut orangtua<br />
meminimalkan beberapa hal, antara lain: 1)<br />
batasi jumlah kritikan; 2) batasi lingkup setiap<br />
kritikan; 3) batasi intensitas setiap kritikan; 4)<br />
carilah alternatif untuk kritik. Orangtua juga<br />
Orangtua tidak perlu membanjiri<br />
anak-anak dengan barang-barang<br />
sebagai hadiah karena<br />
melakukan apa yang orangtua<br />
inginkan, sebab hal itu<br />
mengajarkan penyuapan kepada<br />
anak dan menjadikan anak manja.<br />
dituntut untuk<br />
memaksimalkan<br />
suasana lebih ceria dan<br />
menjadi orang tua<br />
yang lebih pemaaf,<br />
paling tidak ketika<br />
berada di sekitar<br />
anak-anaknya.<br />
Marilyn Watson<br />
seorang psikolog<br />
pendidikan yang<br />
membantu para guru<br />
mengubah kelas<br />
mereka menjadi masyarakat belajar yang peduli,<br />
menekankan betapa pentingnya bagi para siswa<br />
untuk merasa dipercaya dan diterima.<br />
Penerimaan tak bersyarat bukan hanya sesuatu<br />
yang patut diterima semua anak, tetapi juga<br />
merupakan cara efektif dan kuat membantu<br />
anak-anak menjadi orang yang lebih baik. Tentu<br />
saja diperlukan ketulusan ketika orangtua<br />
meyakinkan anak-anak, bahwa orangtua tetap<br />
mencintainya tanpa peduli apa yang terjadi.<br />
Orangtua tidak perlu membanjiri anak-anak<br />
dengan barang-barang sebagai hadiah karena<br />
melakukan apa yang orangtua inginkan, sebab<br />
hal itu mengajarkan penyuapan kepada anak<br />
dan menjadikan anak manja. Anak manja adalah<br />
anak yang “mendapatkan terlalu banyak<br />
keinginan dan terlalu sedikit kebutuhan<br />
mereka”. Oleh karena itu orangtua sebaiknya<br />
memberikan kasih sayang (yang anak-anak<br />
butuhkan) tanpa batas, tanpa syarat, tanpa<br />
cadangan, dan tanpa alasan. Berikanlah<br />
Jurnal Pendidikan <strong>Penabur</strong> - No.08/Th.VI/Juni 2007<br />
99
<strong>Resensi</strong> buku : JANGAN PUKUL AKU!<br />
perhatian sebanyak mungkin yang dapat<br />
diberikan tidak peduli suasana hati dan keadaan<br />
Anda sebagai orangtua. Biarkan anak-anak tahu,<br />
bahwa orangtuanya suka bersama dengannya.<br />
Sebuah pernyataan sederhana yang tidak<br />
mengandung evaluasi (contoh “kamu berhasil”)<br />
memungkinkan anak tahu, bahwa orangtuanya<br />
memperhatikannya. Sebuah penelitian<br />
menunjukkan bahwa setelah anak-anak meniru<br />
orang dewasa yang bertindak murah hati,<br />
mereka yang diberitahu bahwa mereka berbuat<br />
begitu “karena kamu adalah orang baik hati yang<br />
suka membantu orang lain” menjadi lebih<br />
pemurah daripada anak-anak yang diberitahu<br />
bahwa mereka memberikan sumbangan karena<br />
mereka diharapkan untuk berbuat begitu .<br />
Anak-anak paling membutuhkan cinta<br />
orang dewasa (orangtua, guru, dan orang yang<br />
lebih tua) bukan<br />
kekecewaan ketika<br />
sedang menghadapi<br />
kegagalan dalam<br />
mencapai sesuatu<br />
dan merasa tidak<br />
mampu. Orangtua<br />
dan guru harus<br />
bekerja sama<br />
membantu anak-anak<br />
untuk menjadi orang<br />
baik, dan lebih baik.<br />
Untuk itu orangtua harus mengetahui apa yang<br />
terjadi di sekolah, misalnya: 1) Apakah sekolah<br />
merupakan tempat yang agenda utamanya<br />
memenuhi kebutuhan anak atau untuk<br />
mendapatkan ketaatan anak?; 2) Apakah<br />
perilaku yang menyulitkan dilihat sebagai<br />
masalah yang harus dipecahkan atau sebagai<br />
pelanggaran yang harus dihukum?; 3) Apakah<br />
para guru memandang pekerjaan mereka sebagai<br />
membantu anak-anak belajar untuk membuat<br />
keputusan yang baik atau apakah mereka<br />
bersikeras membuat keputusan mereka sendiri?;<br />
4) Apakah para siswa didorong untuk bekerja<br />
sama dengan siswa lainnya, atau sebagian besar<br />
tugas dimaksudkan untuk diselesaikan<br />
sendirian (atau bahkan dengan kompetisi<br />
dengan sesama siswa?); 5) Apakah sekolah<br />
menerima anak-anak dengan tak bersyarat?<br />
Apakah anak-anak merasa senang karena<br />
diterima dengan tak bersyarat?. Bila yang terjadi<br />
tidak seperti yang diharapkan, maka orangtua<br />
perlu mengajak guru untuk memperbaiki<br />
pemahaman keliru tentang pengasuhan anak<br />
... agar anak-anak diberi<br />
kesempatan untuk<br />
mengusulkan beberapa cara<br />
menangani masalahnya atau<br />
melibatkan anak berpartisipasi<br />
dalam membuat keputusan.<br />
dengan cara memberikan buku-buku, kaset VCD,<br />
atau sumber-sumber belajar lainnya.<br />
Banyak orangtua yang mengalami kesulitan<br />
mengatasi masalah anak-anaknya. <strong>Buku</strong> ini<br />
menyarankan agar anak-anak diberi<br />
kesempatan untuk mengusulkan beberapa cara<br />
menangani masalahnya atau melibatkan anak<br />
berpartisipasi dalam membuat keputusan. Riset<br />
menunjukkan manfaat anak mempunyai<br />
kesempatan untuk memilih atau terlibat dalam<br />
pembuatan keputusan yaitu anak merasakan<br />
kemandirian dan mempunyai kemungkinan<br />
kecil untuk berperilaku buruk. Anak-anak<br />
menjadi lebih suka dengan dirinya sendiri,<br />
dengan sekolahnya, dan lebih menyukai tugastugas<br />
yang menantang.<br />
Cara-cara mengatasi “ketika anak-anak harus<br />
melakukan sesuatu, tetapi ia tidak ingin<br />
melakukannya”, yaitu:<br />
1) Gunakan strategi<br />
yang paling tidak<br />
mengganggu. Baik<br />
menghadapi anak<br />
yang sedang marahmarah<br />
(perlawanan<br />
aktif), maupun anak<br />
yang diam saja<br />
(perlawanan pasif)<br />
berilah anak waktu<br />
beberapa saat, biarkan<br />
anak menjadi tenang dan jangan terpancing ke<br />
dalam perselisihan; 2) Jujurlah kepada mereka<br />
(anak-anak). Katakanlah dan akui bila yang harus<br />
dilakukan anak tidak menyenangkan atau<br />
mengecewakan; 3) Jelaskan alasannya. Berilah<br />
berbagai pandangan pilihan konsekuensi bila<br />
tidak dilakukan. (Misalnya “kakakmu sekarang<br />
sedang menunggu kita di sekolah, jika kita tidak<br />
segera berangkat untuk menjemputnya, dia tidak<br />
akan tahu kita berada di mana dan dia akan<br />
sedih.”).; 4) Ubahlah menjadi permainan. Gunakan<br />
imajinasi dan buatlah permainan untuk<br />
membantu anak-anak menemukan suatu<br />
kesenangan dalam mengerjakan hal-hal yang<br />
pada dasarnya tidak menyenangkan.; 5) Berikan<br />
teladan. Lebih mudah untuk menyuruh anakanak<br />
melakukan sesuatu yang kita sendiri<br />
bersedia untuk melakukannya.; 6) Beri mereka<br />
(anak-anak) pilihan sebanyak mungkin. Bertanyalah<br />
kepada anak: bagaimana mereka ingin<br />
melakukannya, atau di mana mereka ingin<br />
melakukannya, atau kapan mereka ingin<br />
melakukannya, atau dengan siapa mereka ingin<br />
100 Jurnal Pendidikan <strong>Penabur</strong> - No.08/Th.VI/Juni 2007
<strong>Resensi</strong> buku : JANGAN PUKUL AKU!<br />
melakukannya. Ajaklah anak-anak untuk ikut<br />
berpikir dan membuat keputusan meskipun<br />
intinya adalah sesuatu yang harus dilakukan<br />
(hal. 275-278).<br />
Bagaimana kita membesarkan anak-anak<br />
agar bahagia? Dan bagaimana kita membesarkan<br />
anak-anak agar peduli apakah orang lain<br />
bahagia juga?. <strong>Hal</strong>-hal yang perlu diperhatikan<br />
dalam membentuk anak-anak kita bermoral,<br />
yaitu: 1) Pedulikan mereka (anak-anak). Hubungan<br />
orangtua dan anak yang hangat, aman, dan cinta<br />
tak bersyarat merupakan sesuatu yang sangat<br />
penting bagi perkembangan moral anak.; 2)<br />
Tunjukkan kepada mereka (anak-anak) bagaimana<br />
hidup orang yang bermoral. Kita tunjukkan melalui<br />
perbuatan kita atau teladan hidup kita, sebab<br />
anak belajar dari apa yang mereka lihat.; 3)<br />
Biarkan mereka (anak-anak) berlatih. Berilah<br />
kesempatan kepada anak untuk membantu dan<br />
untuk bekerja sama. (misalnya anak diberi<br />
kepercayaan untuk mengawasi adiknya,<br />
memelihara hewan peliharaan, dan<br />
mengerjakan sesuatu bersama teman-temannya.;<br />
4) Bicaralah dengan mereka (anak-anak). Orangtua<br />
harus meluangkan waktu cukup banyak untuk<br />
mengkomunikasikan nilai-nilai yang baik yang<br />
berlaku secara umum di masyarakat yang harus<br />
mereka lakukan. (Misalnya mengatakan kata<br />
tolong dan terima kasih dapat membuat orang lain<br />
merasa senang mendengarnya. Dan doronglah<br />
anak-anak melakukan dan mengusahakan<br />
untuk membantu dan menyenangkan orang lain.<br />
Selamat membaca buku “JANGAN PUKUL<br />
AKU” yang ditulis psikolog Alfie Kohn, maka<br />
akan mendapatkan banyak manfaat dalam<br />
mendidik dan mengasuh anak-anak kita sendiri<br />
dan anak-anak didik kita secara benar.<br />
Tinggalkan hukuman dan hadiah yang selama<br />
ini digunakan untuk mengancam anak agar<br />
disiplin, rajin, dan melakukan segala sesuatu<br />
yang kita inginkan. Mulailah dengan mencintai<br />
anak-anak dengan cinta yang tulus. <strong>Buku</strong> ini<br />
juga memberikan banyak latihan bagi orang tua<br />
dalam mendidik anak dengan benar.<br />
Jurnal Pendidikan <strong>Penabur</strong> - No.08/Th.VI/Juni 2007<br />
<strong>101</strong>