16.09.2014 Views

Banjarmasin Post Selasa, 16 September 2014

NO. 151572 TH XLIII/ ISSN 0215-2987

NO. 151572 TH XLIII/ ISSN 0215-2987

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

10<br />

Aspirasi<br />

<strong>Banjarmasin</strong> <strong>Post</strong><br />

SELASA <strong>16</strong> SEPTEMBER <strong>2014</strong><br />

TAJUK<br />

Sertifikasi dan Ibadah Haji<br />

SERTIFIKASI guru merupakan sebuah pengakuan<br />

yang sangat dinantikan seorang pengajar<br />

berstatus pegawai negeri sipil (PNS). Betapa<br />

tidak, mendapatkan sertifikasi tersebut sama<br />

dengan meningkatnya perekonomian seorang<br />

guru.<br />

Definisi sertifikasi guru adalah proses pemberian<br />

sertifikat pendidik kepada guru. Sertifikat<br />

pendidik diberikan kepada guru yang telah memenuhi<br />

standar profesional guru. Guru profesional<br />

merupakan syarat mutlak untuk menciptakan<br />

sistem dan praktik pendidikan yang<br />

berkualitas.<br />

Adapun manfaat sertifikasi bagi guru antara<br />

lain dapat melindungi profesi guru dari praktikpraktik<br />

yang tidak kompeten, yang merusak citra<br />

profesi guru. Melindungi masyarakat dari praktikpraktik<br />

pendidikan yang tidak berkualitas dan<br />

tidak profesional. Dan yang tidak kalah penting<br />

adalah meningkatkan kesejahteraan guru.<br />

Ya. Mendapatkan sertifikasi guru sama<br />

dengan mendapatkan tunjangan yang jumlahnya<br />

tergolong banyak. Apalagi pencairan sertifikasi<br />

guru dilakukan per triwulan. Sehingga pada saat<br />

dicairkan tak heran jika semua guru bersuka<br />

cita.<br />

Dalam pelaksanaannya, ada yang menggunakan<br />

dana sertifikasi untuk keperluan seharihari,<br />

membeli kendaraan dan laptop untuk keperluan<br />

mengajar, bahkan hingga keperluan lain<br />

untuk diri sendiri.<br />

Jika dalam pelaksanaan pencairannya terkendala,<br />

biasanya antara satu atau dua bulan<br />

maka tak sedikit guru yang bertanya-tanya, bahkan<br />

menjadi sebuah konsumsi berita yang menarik<br />

bagi media.<br />

Baru-baru ini, sejumlah guru mempertanyakan<br />

kebijakan pemerintah yang serta merta memotong<br />

dana sertifikasi. Pemotongan dana, atau<br />

SUARA REKAN<br />

Siap Mengawasi dan Diawasi<br />

KEMARIN (15/9) sebanyak 45 anggota Dewan<br />

Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota<br />

Pontianak periode <strong>2014</strong>-2019 diambil sumpahnya<br />

dan dilantik oleh Wakil Gubernur Kalbar<br />

Christiandy Sanjaya di gedung Pontianak Convention<br />

Centre (PCC). Kegiatan baru dan harapan<br />

baru dimulai, khususnya bagi politisi yang baru<br />

duduk di sebagai wakil rakyat di DPRD, setelah<br />

terpilih pada pemilu legislatif April <strong>2014</strong> lalu.<br />

Pengalaman baru ini tentu menjadi catatan<br />

tersendiri dalam sejarah hidup mereka. Sebuah<br />

karier politik yang tidak semua orang bisa mencapainya.<br />

Dari seluruh anggota DPRD yang dilantik<br />

itu, 28 orang di antaranya anggota baru, sisanya<br />

muka lama.<br />

Duduknya muka-muka lama kembali di gedung<br />

dewan diharapkan dapat bekerja sama,<br />

bahu membahu dengan rekan-rekan mereka<br />

yang baru. Sedangkan bagi<br />

mereka yang baru terpilih, diharapkan<br />

dapat memberikan<br />

darah segar untuk meningkatkan<br />

kinerja dan kualitas DP-<br />

RD untuk lima tahun mendatang.<br />

Sebab, mereka adalah penentu jalannya<br />

pemerintahan lewat tiga fungsinya yakni legislasi,<br />

anggaran dan pengawasan.<br />

Untuk menjalankan fungsinya, anggota DP-<br />

RD sudah seharusnya mahir menggunakan alat<br />

tersebut secara kredibel. Selain mengucapkan<br />

selamat, kita ingin mengingatkan bahwa menjadi<br />

anggota parlemen merupakan amanah rakyat<br />

yang disematkan kepada mereka. Dalam arti,<br />

pada diri masing-masing anggota dewan itulah<br />

masyarakat menitipkan banyak harapan yang<br />

tentunya juga beragam.<br />

Banyak persoalan yang terjadi di tengah masyarakat,<br />

dan anggota dewan yang terhormat<br />

inilah yang diharapkan memberikan solusi dari<br />

masalah yang terjadi tersebut. Kehadiran mereka<br />

di kursi parlemen itu diharapkan memberi manfaat<br />

yang bisa dirasakan langsung oleh rakyat.<br />

Mereka diberikan gaji besar bukan untuk dilayani,<br />

tetapi untuk melayani. Untuk itu anggota<br />

dewan semestinya mempunyai integritas dan<br />

sikap jujur, kredibel agar dapat menjalankan<br />

tugas dan fungsinya dengan baik, khususnya<br />

didalam pengawasan terhadap pemerintah<br />

tidak disalurkannya dana sertifikasi kepada<br />

sejumlah guru itu bukannya tanpa alasan.<br />

Guru yang dana sertifikasinya tidak dibayarkan<br />

itu karena menunaikan ibadah haji. Pemerintah<br />

beralasan tidak melakukan pembayaran<br />

karena yang bersangkutan, atau guru yang<br />

menunaikan ibadah haji itu meninggalkan kewajibannya<br />

alias tidak mengajar selama 40 hari.<br />

Sebagin besar guru menyayangkan kebijakan<br />

tersebut, sementara sebagian lagi merasa<br />

tidak menjadi masalah. Para guru yang menganggap<br />

tidak masalah itu karena mereka lebih<br />

mengutamakan ibadah haji ketimbang mempersoalkan<br />

dana sertifikasi.<br />

Jadilah sebagian besar guru yang menjalankan<br />

ibadah haji dilanda rasa galau. Sebab, dana<br />

sertifikasi selama dua bulan tidak terhitung dan<br />

tidak dibayarkan.<br />

Pada dasarnya apa yang dilakukan pemerintah,<br />

yakni mengeluarkan program sertfikasi,<br />

merupakan hal yang bagus. Namun, dalam pelaksanaannya<br />

banyak peraturan yang justru<br />

tidak sampai atau tidak diketahui oleh para guru.<br />

Misalkan, tidak dibayarkannya tunjangan kepada<br />

guru yang menunaikan ibadah haji tadi. Kemudian,<br />

banyak lagi peraturan-peraturan lainnya<br />

yang tidak diketahui sebagian guru.<br />

Ada pendapat bahwa sosialisasi kebijakan<br />

itu sangat perlu dilakukan, agar para guru memahami<br />

dan tidak sampai terjadi salah paham.<br />

Apalagi jika ini berkaitan dengan ibadah. Sehingga<br />

guru yang menjalankan ibadah haji tidak sampai<br />

kepikiran atau memikirkan terpotongnya tunjangan<br />

saat menjalankan ibadah haji.<br />

Semoga saja kegalauan para guru yang tunjangannya<br />

dipotong karena menjalankan ibadah<br />

haji ini, menjadikan pemerintah gencar menjalankan<br />

sosialisasi kebijakan yang berkaitan<br />

dengan pemotongan tunjangan. (*)<br />

(eksekutif).<br />

Mereka juga harus konsisten untuk mewujudkan<br />

janji-janji yang pernah mereka sampaikan<br />

waktu kampanye dulu. Janji untuk berpihak pada<br />

rakyat serta tidak melakukan praktik-praktik ‘miring’<br />

yang selama ini sudah cukup akrab di telinga<br />

masyarakat. Para wakil rakyat, sebagai perpanjangan<br />

suara masyarakat di lembaga legislatif,<br />

harus siap diawasi oleh masyarakat luas. Sebab,<br />

seluruh anggota dewan terpilih, karena adanya<br />

suara rakyat. Jadi, jika dalam perjalanan tugas<br />

mereka, ada hal-hal yang dinilai tidak sesuai dengan<br />

keinginan masyarakat, maka masyarakat<br />

berhak memberikan teguran atau koreksi.<br />

Rasanya hal ini cukup adil, guna memberikan<br />

keseimbangan serta untuk meningkatkan kualitas<br />

lembaga dewan.<br />

Pengawalan yang akan dilakukan oleh masyarakat<br />

adalah merupakan<br />

salah satu jalan terbaik. Ini<br />

juga merupakan semangat<br />

untuk memberikan yang terbaik<br />

untuk bangsa ini. Anggota<br />

dewan yang mungkin<br />

mendapat koreksian dari masyarakat, diharapkan<br />

juga legawa dengan hal itu. Ini semata-mata untuk<br />

kemajuan bangsa, mulai dari masyarakat, legislatif,<br />

hingga eksekutif.<br />

Kita, sebagai bagian dari masyarakat yang<br />

mencintai negeri ini, tentu ingin bangsa ini maju.<br />

Pengawasan dan diawasi merupakan salah satu<br />

cara untuk memajukan negeri ini. Karena itu, sekali<br />

lagi perlu ditekankan bahwa anggota DPRD<br />

dituntut mampu melaksanakan fungsi pengawasan<br />

terhadap penyusunan anggaran yang dibuat<br />

eksekutif dan pengawasan terhadap realisasi<br />

penyerapan anggaran seefektif mungkin guna<br />

mencegah kemungkinan terjadinya penyimpangan<br />

di kemudian hari.<br />

Di sisi lain, diperlukan keterlibatan masyarakat<br />

dalam mengawasi kinerja para wakil rakyat, baik<br />

secara individu maupun kelembagaan. Jika<br />

semua ini bisa disatukan dalam tekat bersama<br />

untuk membangun Kota Pontianak, sebagai<br />

ibukota Provinsi Kalimantan Barat, tentu rakyat<br />

bisa merasakan hasil kinerja wakil rakyat dan<br />

eksekutif. Selamat bekerja anggota DPRD Kota<br />

Pontianak periode <strong>2014</strong>-2019. (*)<br />

M<br />

enjelang Pemilihan<br />

Umum Presiden<br />

Juli lalu, masyarakat<br />

digegerkan<br />

dengan<br />

pengesahan Rancangan Undang-Undang<br />

MPR, DPR,<br />

DPD, dan DPRD (UU MD3).<br />

RUU yang dibuat untuk menyempurnakan<br />

undang-undang<br />

sebelumnya, yaitu UU<br />

No 27 Tahun 2009 tersebut,<br />

justru menuai kontrovesi<br />

yang luas karena dinilai terlalu<br />

memproteksi anggota DPR<br />

secara berlebihan.<br />

Kritik atas pengesahan<br />

RUU itu datang dari berbagai<br />

pihak, salah satunya adalah<br />

Partai Demokrasi Indonesia<br />

Perjuangan (PDI-P). PDI-P<br />

merasa dikacangi dengan UU<br />

MD3 yang baru itu. Pasalnya<br />

kursi ketua DPR tidak lagi<br />

dihadiahkan kepada partai pemenang<br />

pemilu, melainkan<br />

harus dilakukan pemilihan<br />

lagi dan setiap fraksi bisa mengajukan<br />

calonnya masingmasing.<br />

Sebagai partai pemenang<br />

Pemilu, PDI-P terang saja tak<br />

bisa terima. Karena secara<br />

etika, sudah selayaknya partai<br />

pemenang mendapatkan hadiah<br />

kursi pimpinan DPR. Akhirnya,<br />

PDI-P pun melangkah<br />

ke Mahkamah Konstitusi untuk<br />

mengajukan judicial review<br />

terhadap matriil UU<br />

MD3 tersebut.<br />

Hingga detik ini, proses uji<br />

materi UU MD3 tersebut masih<br />

berjalan di Mahkamah<br />

Konstitusi. Namun, beberapa<br />

analisa mengisyaratkan langkah<br />

PDI-P tersebut akan tandas<br />

tanpa hasil yang diharapkan.<br />

Hal ini karena materi<br />

yang diajukan kepada Mahkamah<br />

Konstitusi tersebut lebih<br />

bersifat aturan internal<br />

lembaga negara, yaitu DPR.<br />

Tidak terlalu banyak berkaitan<br />

dengan kemaslahatan publik.<br />

Selain itu, argumentasi<br />

yang digunakan dalam permohonan<br />

juga dinilai lemah.<br />

Karena meski secara etik aturan<br />

pemilihan pimpinan DPR<br />

itu tidak etis, namun mekanisme<br />

itu tidak bertentangan dengan<br />

UUD 1945. Lagi pula, dengan<br />

mekanisme yang baru<br />

ini, PDI-P masih memiliki peluang<br />

yang besar untuk menduduki<br />

kursi pimpinan DPR.<br />

Artinya, sebenarnya tidak ada<br />

kerugian konstitusionalitas<br />

yang dialami PDI-P.<br />

Kasus ini semakin menarik<br />

jika diamati dari segi politik<br />

hukum. Awalnya, politik<br />

“Berpikirlah hanya dari pandangan tertinggi terhadap dirimu sendiri dan kamu<br />

akan kagum pada hasil ciptaanmu”<br />

DOLORES GILDEA<br />

Negara Menuju<br />

‘Kehancuran’<br />

Oleh:<br />

Ahmad Sadzali<br />

Mahasiswa Magister<br />

Fakultas Hukum UII,<br />

Yogyakarta<br />

hukum dilakukannya revisi<br />

atas UU MD3 ini sebenarnya<br />

adalah untuk menguatkan<br />

kembali fungsi Dewan Perwakilan<br />

Daerah (DPD). Karena<br />

UU sebelumnya dinilai<br />

sangat mereduksi fungsi legislasi<br />

DPD, mengingat setiap<br />

usulan DPD harus selalu<br />

melewati komisi DPR dan/<br />

atau Baleg. Wacana tentang<br />

revisi UU MD3 ini pun sudah<br />

muncul sejak 2010.<br />

Sayangnya, rencana revisi<br />

yang sebelumnya memiliki<br />

niatan baik, ternyata akhirnya<br />

dimanfaatkan untuk kepentingan<br />

suatu golongan tertentu.<br />

Revitalisasi fungsi DPD tidak<br />

kunjung tercapai dengan<br />

adanya revisi itu. Yang ada<br />

justru penguatan imunitas<br />

anggota DPR.<br />

Politik hukumnya seakan<br />

mengalami pergeseran setelah<br />

pemilu legislatif usai dan<br />

menjelang Pemilu presiden.<br />

Politik hukum revisi UU<br />

MD3 ini pun akhirnya berubah<br />

menjadi manuver politik<br />

yang dahsyat, sebagai hantaman<br />

atas presiden terpilih.<br />

Sepertinya strategi ini sudah<br />

disiapkan dengan matang<br />

jauh-jauh hari sebelum pemenang<br />

kontestasi pemilu<br />

presiden dan wakil presiden<br />

muncul. Semacam ada tindakan<br />

preventif terhadap kemungkinan<br />

menangnya capres<br />

yang diusung oleh PDI-<br />

P.<br />

Pada faktanya, hal ini sejalan<br />

dengan niatan strategi politik<br />

Prabowo Subianto setelah<br />

kekalahannya dalam pengajuan<br />

sengketa pilpres di<br />

Mahkamah Konstitusi. Pascaputusan<br />

MK, Prabowo dan tim<br />

koalisi Merah Putihnya masih<br />

tak juga kehilangan akal untuk<br />

“menjegal” lawan politik<br />

yang mengalahkannya dalam<br />

pertarungan pilpres. Prabowo<br />

dan koalisi Merah Putih ingin<br />

menguasai parlemen dan kepala-kepala<br />

daerah. Karena<br />

jika koalisi Merah Putih tetap<br />

solid, maka jumlah gabungan<br />

kursi mereka di DPR mencapai<br />

lebih dari 60 persen. Dengan<br />

kekuatan parlemen seperti<br />

itu, eksekutif pun niscaya<br />

dapat dikendalikan.<br />

Melihat fenomena aras politik<br />

seperti ini, menandakan<br />

telah terjadinya pergeseran<br />

paradigma kebangsaan di<br />

level para elite, khususnya<br />

dalam kehidupan demokrasi.<br />

Paradigma Pancasila<br />

dan semangat UUD 1945 sekarang<br />

ini tersimpan dengan<br />

rapi di dalam lemari atau<br />

telah dimuseumkan. Pancasila<br />

sudah tinggal lambang<br />

saja. Gagasan Empat Pilar<br />

masih belum mampu menyentuh<br />

para elite untuk<br />

kembali kepada paradigma<br />

dan falsafah Pancasila.<br />

Padahal, di dalam falsafah<br />

Pancasila, terkandung spirit<br />

yang melatarbelakangi lahirnya<br />

bangsa ini. Spirit itu dinamakan<br />

oleh Soepomo dengan<br />

spirit atau paham integralistik.<br />

Spirit ini jugalah yang seharusnya<br />

menjadi landasan dalam<br />

berbangsa dan bernegara,<br />

termasuk dalam membangun<br />

negara hukum dan demokrasi.<br />

Dalam tataran normatif,<br />

demokrasi yang dicetuskan<br />

oleh para pendiri bangsa ini<br />

bukanlah demokrasi liberal,<br />

melainkan demokrasi yang<br />

berlandaskan pada semangat<br />

kekeluargaan, gotong-royong<br />

atau spirit integralistik.<br />

Namun sayangnya, pada tataran<br />

empirik, Indonesia ternyata<br />

menganut demokrasi<br />

liberal.<br />

Demokrasi liberal cenderung<br />

mencari kemenangan<br />

dalam setiap kontestasi politik.<br />

Berbeda dengan demokrasi<br />

integralistik atau demokrasi<br />

Pancasila, selalu mengedepankan<br />

kemufakatan. Kemufakatan<br />

itu dapat diraih<br />

melalui proses yang namanya<br />

musyawarah. Oleh karenanya,<br />

sila keempat dari Pancasila<br />

mengisyaratkan bahwa<br />

demokrasi yang dibangun di<br />

Indonesia adalah demokrasi<br />

permusyawaratan. Demokrasi<br />

permusyawaratan ini akan<br />

bermuara kepada sebuah tujuan<br />

negara yang dicapai melalui<br />

mekanisme kekeluargaan<br />

dan gotong-royong.<br />

Maka, melihat fenomena<br />

di atas, seakan para elite sudah<br />

kehilangan spirit itu. Semangat<br />

yang dikembangkan<br />

adalah semangat kemenangan,<br />

bukan semangat kemufakatan<br />

dengan jalur musyawarah.<br />

Politik hukum sudah bergeser<br />

dari tujuan negara kepada<br />

tujuan kelompok masing-masing.<br />

Para anggota<br />

parlemen masih suka menempatkan<br />

diri mereka sebagai<br />

politisi, dan bukan sebagai<br />

negarawan.<br />

Jika hal seperti ini terus<br />

berlanjut dan tidak ada perubahan<br />

yang signifikan, artinya<br />

Indonesia dan seluruh<br />

rakyatnya harus siap menghadapi<br />

kehancuran negara.<br />

Sebuah studi akademis<br />

menyatakan, dalam tataran<br />

konsep, Indonesia sejak<br />

amandemen UUD 1945 lalu<br />

sebenarnya tengah berjalan<br />

di jalur kehancuran negara<br />

(failed state). Amandemen<br />

UUD 1945 telah membawa<br />

Indonesia kepada dua perubahan<br />

fundamental. Pertama,<br />

berlakunya sistem demokrasi<br />

mayoritas. Hal ini<br />

terlihat dari pelaksanaan<br />

Pemilu legislatif semi proporsional,<br />

serta pemilu presiden<br />

langsung. Kedua, penguatan<br />

pada sistem pemerintahan<br />

presidensial.<br />

Namun sayang, pada konsepnya,<br />

Indonesia tidak memenuhi<br />

syarat untuk melakukan<br />

kedua sistem tersebut.<br />

Sistem pertama (demokrasi<br />

mayoritas), sebenarnya hanya<br />

cocok digunakan dalam masyarakat<br />

yang homogen. Sementara<br />

masyarakat Indonesia<br />

sangat heterogen dan plural.<br />

Sistem kedua (presidensial),<br />

sebenarnya hanya efektif<br />

digunakan dalam sistem dua<br />

partai. Sedangkan Indonesia<br />

menganut sistem multi partai.<br />

Dari analisis konsep ini dapat<br />

disimpulkan bahwa sebenarnya<br />

Indonesia tengah mengarah<br />

kepada negara gagal<br />

(failed state).<br />

Gambaran suasana aras politik<br />

di atas setidaknya telah<br />

membuktikan hipotesis ini.<br />

Untuk dapat memperbaikinya<br />

sebenarnya sangat sederhana,<br />

yakni harus ada political<br />

will dari setiap elite. Para<br />

elite harus mau mengembangkan<br />

demokrasi yang<br />

berbasis pada budaya bangsa,<br />

yaitu demokrasi permusyawaratan.<br />

Wallahu’alam. (*)<br />

Tulisan Opini bisa dikirim ke email: redaksi@banjarmasinpost.co.id (Maksimal 1.000 karakter tanpa spasi). Sertakan nama, alamat lengkap, nomor telepon,<br />

nomor rekening dan fotokopi (KTP). Opini yang terbit akan kami berikan imbalan ke nomor rekening penulis. Terima kasih.<br />

Artikel yang masuk batas waktu pemuatannya maksimal dua minggu.<br />

Homepage: http//www.banjarmasinpost.co.id<br />

Penerbit : PT Grafika Wangi Kalimantan<br />

SIUPP : SK Menpen No. 004/SK MENPEN/<br />

SIUPP/A.7/1985 tgl 24 Oktober 1985<br />

Sejak Tanggal : 2 Agustus 1971<br />

Direktur Utama : Herman Darmo<br />

Pemimpin Redaksi: Yusran Pare<br />

Wakil: Harry Prihanto<br />

Redaktur Pelaksana: Dwie Sudarlan<br />

Manajer Peliputan: Elpianur Achmad<br />

Asisten Manajer Peliputan :<br />

R Hari Tri Widodo<br />

Manajer Produksi: M Taufik<br />

Redaktur Eksekutif: Muhammad Yamani<br />

(<strong>Banjarmasin</strong> <strong>Post</strong>/Online), Mulyadi Danu<br />

Saputra (Metro Banjar), Irhamsyah Safari<br />

(Serambi UmmaH),<br />

Manajer Redaksi: Irhamsyah Safari<br />

Wakil: Agus Rumpoko<br />

Redaktur: Sigit Rahmawan A, Syamsuddin, Alpri<br />

Widianjono, Kamardi, Mahmud M Siregar, Aya<br />

Sugianto, Sofyar Redhani, M Royan Naimi, Siti<br />

Hamsiah. Asisten: Sudarti , Halmien Thaha,<br />

Murhan, Anjar Wulandari, Ernawati,Idda Royani,<br />

Mohammad Choiruman, Budi Arif RH.<br />

Staf Redaksi: Umi Sriwahyuni, Eka Dinayanti,<br />

Hanani, Burhani Yunus, AM Ramadhani, Syaiful<br />

Anwar, Syaiful Akhyar, Khairil Rahim, Ibrahim<br />

Ashabirin, Sutransyah, Faturahman, Irfani<br />

Rahman, Jumadi, Edi Nugroho, Doni Usman,<br />

Mustain Khaitami (Kabiro), Hari Widodo, Ratino, M<br />

Risman Noor, Salmah, Rahmawandi, M Hasby<br />

Suhaily, Helriansyah, Didik Triomarsidi (Kabiro),<br />

Nia Kurniawan, Mukhtar Wahid, Rendy Nicko<br />

Ramandha, Restudia, Yayu Fathilal, Aprianto,<br />

Frans, Nurholis Huda, Man Hidayat,<br />

Reni Kurnia Wati<br />

Fotografer: Donny Sophandi, Kaspul Anwar.<br />

Tim Pracetak: Syuhada Rakhmani (Kepala), M<br />

Syahyuni, Aminuddin Yunus, Syaiful Bahri, Edi<br />

Susanto, Sri Martini, Kiki Amelia, Rahmadi, Ibnu<br />

Zulkarnain, Achmad Sabirin, Rahmadhani, Ahmad<br />

Radian, M Trino Rizkiannoor, M Denny Irwan<br />

Saputra.<br />

Biro Jakarta: Febby Mahendra Putra (Kepala),<br />

Domuara Ambarita, Murdjani, Antonius Bramantoro,<br />

Budi Prasetyo, Fikar W Eda, FX Ismanto, Johson<br />

Simandjuntak, Rahmat Hidayat, Yulis Sulistyawan,<br />

Choirul Arifin, Hendra Gunawan, Sugiyarto<br />

<strong>Banjarmasin</strong> <strong>Post</strong> Group<br />

Penasihat Hukum: DR Masdari Tasmin SH MH<br />

e-mail : redaksi@banjarmasinpost.co.id<br />

Pemimpin Umum : HG (P) Rusdi Effendi AR<br />

Pendiri : Drs H J Djok Mentaya (1939-1994)<br />

Drs H Yustan Aziddin (1933-1995)<br />

HG (P) Rusdi Effendi AR<br />

Pemimpin Perusahaan:<br />

A Wahyu Indriyanta<br />

General Manager Percetakan: A Wahyu Indriyanta<br />

Asisten General Manager Percetakan : Suharyanto<br />

Wakil PP (Bidang Humas dan Promosi): M Fachmy Noor<br />

Manajer Iklan : Helda Annatasia (08115803012)<br />

Manajer Sirkulasi :<br />

Alamat: Gedung HJ Djok Mentaya, Jl AS Musyaffa No <strong>16</strong><br />

<strong>Banjarmasin</strong> 70111, Telepon (0511) 3354370<br />

Fax 4366123, 3353266, 3366303<br />

Bagian Redaksi: Ext 402-405 ; Bagian Iklan: Ext. 113, 114<br />

Bagian Sirkulasi: Ext. 1<strong>16</strong>, 117<br />

Pengaduan Langganan: 08115000117 (0511) 3352050<br />

Biro Jakarta-Persda: Redaksi, Jl Pal Merah Selatan No<br />

12 Lantai II Jakarta 10270, Telp (021) 5483008, 5480888<br />

dan 5490666 Fax (021) 5495358<br />

Perwakilan Surabaya: Jl Raya Jemursari 64 Surabaya, Telp<br />

(031) 8471096/ 843428, Fax (031) 8471<strong>16</strong>3<br />

Biro Banjarbaru: Jl Mister Cokrokusumo Kav 15-17<br />

Widya Chandra Utama, Cempaka, Kota Banjarbaru Telp<br />

(0511) 4780355 Fax (0511) 4780356, Biro Palangka Raya:<br />

Jl RTA Milono Km 1,5 Palangka Raya, Telp (0536) 3242922<br />

Tarif Iklan:<br />

Display Umum: Hitam Putih (BW): Rp 22.500/mmk<br />

Berwarna (FC): Rp 45.000/mmk<br />

Display Halaman 1: Hitam Putih (BW): Rp 45.000/mmk<br />

Berwarna (FC): Rp 90.000/mmk<br />

Iklan kolom/Duka Cita: Hitam Putih (BW):<br />

Rp 15.000/mmk Berwarna (FC): Rp 30.000/mmk<br />

Iklan Kuping: (FC) Rp 100.000/mmk<br />

Iklan Baris: (FC) Rp 20.000/baris:<br />

(BW): Rp 15.000/baris<br />

Iklan Satu Kolom : (FC)Rp 30.000/mmk, (BW):<br />

Rp15.000/mmk<br />

Catatan: Harga belum termasuk PPN 10%.<br />

Harga Langganan: Rp 75.000/bln<br />

Percetakan: PT Grafika Wangi Kalimantan<br />

Alamat: Lianganggang Km 21 Landasan Ulin Selatan<br />

Banjarbaru<br />

Telepon (0511) 4705900-01<br />

Isi di luar tanggung jawab percetakan<br />

Setiap artikel/tulisan/foto atau materi apa pun yang telah dimuat di<br />

harian “<strong>Banjarmasin</strong> <strong>Post</strong>” dapat diumumkan/dialihwujudkan<br />

kembali dalam format digital maupun nondigital yang tetap<br />

merupakan bagian dari harian “<strong>Banjarmasin</strong> <strong>Post</strong>”.<br />

WARTAWAN “BANJARMASIN POST GROUP” SELALU DIBEKALI TANDA PENGENAL DAN TIDAK<br />

DIPERKENANKAN MENERIMA/MEMINTA APA PUN DARI NARASUMBER.<br />

Media Sosial Dijadikan Ajang Fitnah dan Caci Maki<br />

Berhati-hati dengan Privasi Publik<br />

MENCUAT ke permukaan<br />

sebuah kasus mengenai Sosmed<br />

atau sosial media yaitu<br />

florence Sihombing. Namanya<br />

sempat heboh di media<br />

massa akibat kicauan statusnya<br />

di media sosial.<br />

Kasus ini menambah deretan<br />

masalah mengenai penyalahgunaan<br />

sosmed untuk mencaci<br />

atau menghina suatu pihak.<br />

Setelah sebelumnya kita sempat<br />

juga dihebohkan oleh ulah<br />

Farhat Abbas lewat kicauan<br />

kontroversialnya di twitter.<br />

Tentu tak asing lagi bagi kita jika<br />

Diharapkan Kedewasaan Pengguna Internet<br />

Akhmad Nafarin<br />

Warga <strong>Banjarmasin</strong><br />

mendengar masalah seperti ini.<br />

Tak jarang juga orang<br />

menjadikan sosmed sebagai<br />

ajang cari sensasi. Biasanya<br />

dilakukan oleh para artis atau<br />

orang-orang yang ingin terkenal<br />

secara kontroversial.<br />

Sebenarnya semua kembali<br />

kepada kita pribadi dalam<br />

penggunaan sosmed. Perlu<br />

kesadaran dalam diri bahwa<br />

sosmed bukanlah buku diary,<br />

yang cuma sang penulisnya lah<br />

yang dapat membaca. Sosmed<br />

adalah privasi publik. Segala<br />

yang kita posting meru-<br />

TEKNOLOGI sekarang<br />

ini semakin maju. Untuk<br />

berkomunikasi sekarang<br />

sudah sangat gampang.<br />

Orang yang berada jauh<br />

pun serasa dekat dengan<br />

adanya internet dan juga<br />

berbagai media sosial.<br />

Perangkat tersebut<br />

memudahkan orang untuk<br />

berkomunikasi, baik untuk<br />

komunikasi sehari-hari<br />

maupun menyebarkan<br />

informasi secara luas ke<br />

masyarakat.<br />

pakan privasi publik atau<br />

rahasia umum. Maka berhatihatilah<br />

menggunakannya.<br />

Jadikan sosmed sebagai<br />

mana fungsinya. Sosmed bisa<br />

sangat bermanfaat. Kita bisa<br />

menjadikan sosmed untuk<br />

men-sharing sesuatu yang<br />

bermanfaat bagi pembacanya.<br />

Itu tentu akan lebih bermanfaat<br />

daripada kita mencaci<br />

maki seseorang di sosmed,<br />

yang justru merugikan diri<br />

kita sendiri baik dari segi norma<br />

agama, bahkan bisa merujuk<br />

ke hukum. (*)<br />

Saking mudahnya<br />

menggunakan media sosial,<br />

anak kecil pun tidak mau<br />

ketinggalan. Mereka pun<br />

berkomunikasi melalui<br />

internet. Namun, di balik<br />

sisi positif, ternyata media<br />

sosial juga mengandung sisi<br />

negatif.<br />

Salah satu sisi negatif dari<br />

media sosial adalah dijadikan<br />

sebagai ajang fitnah<br />

dan caci maki. Contoh yang<br />

baru terjadi adalah saat<br />

musim kampanye<br />

M Iqbal Khatami<br />

Siswa SMAN 1 Takisung<br />

pemilihan presiden yang<br />

lalu. Lantaran terjadi<br />

perbedaan, maka muncul<br />

aksi saling serang di media<br />

sosial untuk membela<br />

pihaknya masing-masing.<br />

Diharapkan kedewasaan<br />

bagi para pengguna<br />

internet di Indonesia, agar<br />

bisa membangun negara ini<br />

ke posisi yang lebih baik.<br />

Bukan sebaliknya, justru<br />

menimbulkan perpecahan<br />

dan kekacauan meski hanya<br />

melalui media sosial. (*)<br />

Tema berikutnya: Kabut Asap Mulai Menyerang<br />

Sampaikan komentar Anda maksimal 250 karakter secara santun ke redaksi@banjarmasinpost.co.id, disertai salinan kartu identitas diri dan<br />

foto (mohon jangan pasfoto). Kini, saatnya Anda bicara demi kebaikan bersama.

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!