20.11.2014 Views

Bab-II Fin - Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian ...

Bab-II Fin - Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian ...

Bab-II Fin - Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian ...

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

26<br />

<strong>Bab</strong> <strong>II</strong>. Rumusan <strong>dan</strong> Advokasi Arah <strong>Kebijakan</strong> <strong>Pertanian</strong><br />

Salah satu persoalan yang menyulitkan pelaksanaan pembaruan agraria di<br />

Indonesia adalah belum a<strong>dan</strong>ya suatu kesepahaman antara berbagai kalangan,<br />

terutama antara pihak pengambil kebijakan <strong>dan</strong> pihak LSM serta beberapa<br />

akademisi, tentang pendekatan <strong>dan</strong> pola pelaksanaan pembaruan agraria. Pihak<br />

LSM cenderung melihat pelaksanaan pembaruan agraria, atau lebih sempit lagi<br />

landreform harusnya dilaksanakan secara menyeluruh <strong>dan</strong> mengawali serta<br />

mendasari berbagai program pemerintah di bi<strong>dan</strong>g pertanian dalam arti luas <strong>dan</strong><br />

program lain yang terkait dengan penggunaan lahan.<br />

Sementara kalangan pemerintah umumnya melihat bahwa pelaksanaan<br />

landreform hanya mungkin dilaksanakan secara gradual, dengan terlebih dahulu<br />

memperbaiki effisiensi usaha yang berada di atas lahan tersebut. Menurut<br />

Syahyuti, dalam tulisannya tentang Memadukan Aspek Landreform <strong>dan</strong> Nonlandreform<br />

dalam <strong>Kebijakan</strong> Pembaruan Agraria (2005) kalangan LSM lebih<br />

banyak tertarik kepada aspek penguasaan <strong>dan</strong> pemilikan lahan dengan penekanan<br />

pada tanah untuk siapa, sementara pemerintah melalui Departemen Teknis lebih<br />

memperhatikan aspek penggunaan <strong>dan</strong> pemanfaatan dengan penekanan pada<br />

produktivitas dari sebi<strong>dan</strong>g lahan.<br />

Selain hal atas, permasalahan lain yang menghambat pelaksanaan<br />

pembaruan agraria di Indonesia adalah kurangnya perhatian terhadap syarat<br />

keharusan bagi terlaksananya pembaruan agraria, yaitu tersedia <strong>dan</strong><br />

berkembangnya kegiatan non-pertanian di wilayah pedesaan. Berbagai kalangan,<br />

terutama pihak LSM <strong>dan</strong> beberapa akademisi lebih menekankan prasyarat politis<br />

yang dapat dikategorikan sebagai syarat kecukupan bagi pelaksanaan pembaruan<br />

agraria, dengan melihat <strong>dan</strong> menyoroti kemauan politik dari pemerintah, data<br />

yang akurat, organisasi tani yang kuat, elit politik <strong>dan</strong> bisnis yang terpisah <strong>dan</strong><br />

dukungan dari angkatan bersenjata <strong>dan</strong> kepolisian (KPA <strong>dan</strong> Wiradi dalam<br />

berbagai tulisannya).<br />

Padahal Hayami <strong>dan</strong> Kikuchi dalam bukunya Asian Village Economy at<br />

the Crossroads (1981) secara gamblang menguraikan bahwa berkembangnya<br />

kegiatan non-pertanian di pedesaan, merupakan kunci keberhasilan Jepang <strong>dan</strong><br />

Taiwan dalam memperbaiki struktur pengusaan lahan di tingkat petaninya.<br />

Dengan berkembangnya kegitan non-pertanian di wilayah pedesaan di kedua<br />

negara tersebut, kelebihan tenaga kerja di pertanian akibat restrukturisasi<br />

penguasaan lahan yang ada, dapat diserap oleh sektor non-pertanian. Logikanya,<br />

bagaimana mungkin dapat dilakukan perbaikan terhadap struktur penguasaan<br />

lahan yang ada, bila petani yang terpaksa tersingkir akibat dari upaya ini, tidak<br />

mempunyai alternatif lapangan pekerjaan yang memadai untuk membiayai<br />

hidupnya.<br />

Beberapa Langkah Operasional lingkup Departemen <strong>Pertanian</strong><br />

Hal lain yang menyulitkan pelaksanaan pembaruan agraria di Indonesia<br />

adalah terlalu banyaknya institusi yang mengurusi masalah ini <strong>dan</strong> belum ada<br />

koordinasi yang baik antar institusi tersebut. Khusus untuk Departemen<br />

<strong>Pertanian</strong>, terdapat kesenjangan antar kewenangan yang diberikan secara<br />

institusional yang relatif terbatas dibandingkan dengan kebutuhan untuk<br />

mewujudkan pembangunan pertanian dalam arti yang sebenarnya. Sehingga

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!