13.07.2015 Views

Fleksibilitas Penerapan Special Safeguard Mechanism dan Kaji ...

Fleksibilitas Penerapan Special Safeguard Mechanism dan Kaji ...

Fleksibilitas Penerapan Special Safeguard Mechanism dan Kaji ...

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

RINGKASAN EKSEKUTIFI. PENDAHULUAN1) Kelompok G-33 menuntut agar diberikan fleksibelitas tinggi untuk perlindungansementara untuk NB. Provisi tersebut dikenal sebagai <strong>Special</strong> <strong>Safeguard</strong> <strong>Mechanism</strong>(SSM) sebagai pengganti SSG. Proposal kelompok G-33 berkaitan dengan SSM adalah(i) perlindungan boleh saja dalam bentuk menaikkan tarif, (ii) pembatasan tersebut adalahtemporer, (iii) semua NB berhak mendapatkannya <strong>dan</strong> berlaku buat semua produkpertanian, <strong>dan</strong> (iv) hanya NB yang berhak mendapatkan SSM, <strong>dan</strong> dapat digunakantanpa perlu membuktikan a<strong>dan</strong>ya ”injury”.2) Indonesia sebagai salah satu NB harus menganalisa sejauh mana fleksibelitas proposalG-33 tentang SSM. Sebagai pembandingnya perlu dianalisa tentang perlindungan SSGterhadap komoditas yang sama. Dengan demikian diharapkan dapat diperoleh sejumlahpelajaran, khususnya terhadap Indonesia.3) Domestic Support (DS) terutama yang masuk dalam Green Box adalah bentuk lain yangdapat diberikan kepada petani <strong>dan</strong> terkait dengan pembangunan pertanian <strong>dan</strong>perdesaan. Selama ini, besaran DS yang dilakukan NB amat terbatas, seperti jugaIndonesia. Diantara DS yang penting harus diperhatikan di NB adalah bantuan yangterkait dengan Pelayanan Umum (General Services).4) Kebijakan DS terkait erat dengan pembangunan daya saing non-price factor, peningkatanproduktivitas <strong>dan</strong> efisiensi. Tidak hanya pada usahatani itu sendiri, tetapi juga kegiatanpascapanen. Pengeluaran untuk Pelayanan Umum ini menjadi penting, manakala hampirsemua budget pembangunan diserahkan ke daerah. Atau dengan kata lain, banyak <strong>dan</strong>apembangunan pertanian <strong>dan</strong> pembangunan perdesaan telah didesentralisasikan. Inipenting pula untuk dipahami <strong>dan</strong> dianalisa.II.TUJUAN PENELITIAN1) Mengkaji penerapan proposal G-33 yang terkait dengan SSM di Indonesia, baik Volumetrigger maupun Price trigger, remedy, serta product coverage-nya.2) Menganalisa perlindungan SSG di Indonesia, baik Volume trigger maupun Price trigger,remedy, <strong>dan</strong> durasi untuk produk yang sama. Ini dipakai untuk membandingkannyadengan perlindungan SSM.3) Menganalisa <strong>dan</strong> menghitung Domestic Support terutama yang terkait dengan GeneralServices yang ada dalam Green Box, baik dari pemerintah pusat, maupun daripemerintah daerah.III. PEMBAHASANKebijakan Perdagangan <strong>dan</strong> Impor Pangan1) Asimetri endowment <strong>dan</strong> kebijakan perdagangan antara negara maju (NM) lawan negaraberkembang (NB) telah merupakan penyebab kecenderungan penurunan harga pangandunia. Produksi <strong>dan</strong> perdagangan produk pangan terkonsentrasi di beberapa NM.i


2) Selama periode 1996-2005 kecuali kedelai, daging (sapi/domba atau unggas), sebagianbesar impor pangan berasal dari NB. Pertumbuhan impor pangan berasal dari NB yangrelatif tinggi adalah pisang <strong>dan</strong> jeruk. Se<strong>dan</strong>gkan pertumbuhan impor yang relatif tinggiyang berasal dari NM adalah kedelai, gula, <strong>dan</strong> daging ternak.3) Volume impor pangan terbesar selama periode 1996-2005 adalah kedelai mencapai 23ribu ton. Disusul beras (15 ribu ton), gula (14 ribu ton), jagung (9 ribu ton), pisang (2 ributon), jeruk (642 ton), bawang merah (445 ton), daging ternak (394 ton), daging unggas(40 ton), <strong>dan</strong> pisang (2 ton).4) Pertumbuhan impor pangan ada yang mengalami peningkatan <strong>dan</strong> penurunan. Imporyang cenderung mengalami penurunan antara lain adalah beras (-16,87 persen/tahun),daging unggas (-8,02 persen/tahun), <strong>dan</strong> jagung (-0,08 persen/tahun). Sementara imporyang mengalami peningkatan pertumbuhan antara lain pisang (29,63 persen/tahun),daging ternak (9,71 persen/tahun), kedelai (9,12 persen/tahun), jeruk (8,37 persen/tahun),gula (2,88 persen/tahun), <strong>dan</strong> bawang merah (1,48 persen/tahun).5) Selain produk hortikultura, produk tanaman pangan <strong>dan</strong> hasil ternak impor yang berasaldari NM anggota OECD memperoleh subsidi dari pemerintahnya. Harga pangan yangdiekspor NM di pasar dunia tidak menggambarkan tingkat efisiensi sesungguhnya6) Besaran subsidi negara OECD untuk tanaman pangan <strong>dan</strong> peternakan pada periode2001-2003 relatif menurun dibandingkan periode 1986-188. Subsidi terbesar yangdiperoleh petani di NM pada periode 1986-188 untuk beras beras (81 persen), jagung (40persen), daging ternak (32 persen), kedelai <strong>dan</strong> gula (27 persen), serta daging unggas(20 persen). Pada periode berikutnya, 2001-2003 kecuali daging ternak rata-ratamengalami penurunan. Rata-rata subsidi untuk beras turun menjadi 78 persen, jagung,kedelai, gula turun menjadi 24 persen, <strong>dan</strong> daging unggas turun menjadi 17 persen.Se<strong>dan</strong>gkan rata-rata subsidi untuk daging ternak naik menjadi 33 persen.APLIKASI SPECIAL SAFEGUARDS PROVISION1) Mekanisme price trigger SSG, tambahan tariff baru bisa dikenakan apabila harga turunlebih dari 10% se<strong>dan</strong>gkan tingkat tambahan tariff yang bias dikenakan bervariasi sesuaidengan besarnya tingkat penurunan harga.2) Formula pemicu harga yang digunakan dalam mekanisme SSG tidak sesuai untukdigunakan oleh Indonesia. Penyebabnya dua hal.3) Pertama, rata-rata harga impor (c.i.f) periode 1986-1988 yang dijadikan sebagai hargareferensi akan memperkecil peluang Indonesia untuk menggunakan mekanisme SSGdalam melindungi pasar dalam negeri. Hal ini terkait dengan anjloknya nilai tukar Rupiahpada pertengahan tahun 1997, yang semula sekitar Rp. 2,400/$AS menjadi lebih dari Rp.9.000/$AS. Anjloknya nilai tukar itu membuat harga impor menjadi jauh lebih mahal <strong>dan</strong>senantiasa berada diatas harga referensi.4) Kedua, parameter atau konstanta yang digunakan dalam formula SSG dalammenentukan tambahan tariff menghasilkan tambahan tariff yang tidak memadai untukmengatsi penurunan harga. Tambahan tariff baru bisa menutup penurunan harga ketikapenurunan harga tersebut telah mencapai 64%.ii


SPECIAL SAFEGUARD MECHANISM (SSM): PROPOSAL G-33 DAN PENERAPANNYA1) Menurut proposal SSM usulan G-33, dengan metoda moving average 3 tahun diketahuibahwa hak pengenaan mekanisme volume trigger dapat diberlakukan untuk kesembilankomoditas. Persentase serbuan impor berkisar dari yang terendah 7 persen (daging sapi<strong>dan</strong> jeruk) sampai yang tertinggi 161 persen (pisang). Selama 1996-2005 frekuensikejadian serbuan impor berkisar 3 (beras, daging unggas, jeruk, <strong>dan</strong> pisang) sampai 4kali (kedelai, jagung, gula, daging sapi, <strong>dan</strong> bawang merah).2) Menurut perhitungan moving average 5 tahun hanya beras yang tidak mengalamipengenaan mekanisme tersebut. Persentase serbuan impor berkisar 6 persen (kedelai)sampai dengan 146 persen (pisang). Frekuensi kejadian serbuan impor berkisar nol(beras) sampai 5 kali (kedelai, daging sapi, <strong>dan</strong> jeruk).3) Kecuali bawang merah semua produk dapat dikenakan remedy tambahan tarif maksimalsebesar bound tariffnya. Tambahan tarif SSM yang dapat dikenakan berkisar dari 40persen sampai dengan 60 persen. Apabila mengikuti bound tariff akan berkisar 14 persen(kedelai) sampai 160 persen (beras).4) Metoda moving average bulanan 3 tahun terakhir menunjukkan frekuensi kejatuhan hargaakibat impor bekisar dari 5,1 – 100 persen. Frekuensi tertinggi dialami jagung (55 kali)<strong>dan</strong> terendah oleh kedelai (13 kali). Berdasarkan rata-rata bulanan 3 tahun terakhirdiketahui bahwa kejatuhan harga berkisar dari 5,1 – 100 persen. Namun frekuensikejatuhan harga relatif lebih sedikit, berkisar 6 kali (kedelai) sampai dengan 54 kali(jagung).5) Remedy tambahan tarif yang dapat dikenakan untuk kejatuhan harga berkisar 5,1 persen(kedelai <strong>dan</strong> daging sapi) sampai dengan 100 persen (daging unggas <strong>dan</strong> pisang).6) Produk yang diutamakan memperoleh SSM adalah produk yang tingkat bound tariffrendah (di bawah 10%). Misalnya corn flour (9%) <strong>dan</strong> rice flour (9%).DUKUNGAN DOMESTIK (DOMESTIC SUPPORT)1) Alokasi <strong>dan</strong>a bantuan domestik Indonesia dari tahun 2001 – 2004 cenderung mengalamipeningkatan. Persentase <strong>dan</strong>a terbesar dialokasikan untuk bantuan pangan domestik.Diikuti stok penyangga pangan, pelayanan umum, <strong>dan</strong> bantuan darurat bencana alam.2) Perhitungan <strong>dan</strong>a pelayanan umum maupun bantuan domestik di tingkat nasional belummengagregasikan serapan <strong>dan</strong>a di tingkat daerah. Nilai nominalnya belum mencerminkanalokasi yang sesungguhnya.IV. KESIMPULAN DAN SARAN1) Negara berkembang umunya menggunakan price trigger SSG untuk melindungikejatuhan harga impor. Indonesia memperoleh hak untuk 13 pos tarif, namun tidakpernah digunakan. Perhitungan SSG untuk 9 komodtas tidak satupun memenuhi syaratuntuk diterapkan. Referensi harga yang terlalu rendah, pada periode 1986-88, ditambahdengan nilai tukar Rp terhadap USD yang semakin merosot, sehingga tidak ditemukantelah terjadinya insiden kejatuhan harga produk impor.2) Perlindungan serbuan impor underestimate, tidak terdeteksi untuk komoditas peternakan<strong>dan</strong> hortikultura. Sejumlah komoditas dalam kelompok produk itu mengalami lonjakaniv


impor. Sementara, komoditas pangan <strong>dan</strong> komoditas perkebunan kasus kejatuhan hargajuga amat rendah. Tambahan tarif untuk mengkompensir kejatuhan harga masih tidakmampu menutupi tingkat kejatuhan harga tersebut.3) Penggunaan SSG lebih ruwet baik dalam penentuan price trigger maupun volume trigger.Remedy SSG yang tidak realistis membuat mekanisme perlindungan ini kurang efektif.4) Proposal SSM G-33 memperlihatkan bahwa Indonesia mengalami serbuan impor <strong>dan</strong>kejatuhan harga dalam periode 1996-2005 untuk semua komoditas pangan terpilihtersebut.5) Lonjakan impor yang besar terjadi pada komoditas beras (84%), jagung (72%), gula(50%), daging sapi (85%), pisang (161%), <strong>dan</strong> daging unggas (121%). Tindakan setelahitu adalah menaikkan tingkat tarif atau tambahan tarif SSM sesuai denganpengelompokan kejatuhan harganya. Komoditas beras misalnya, pada 1998, lonjakanimpor 85%, diperlukan tambahan tariff SSM sebesar 60% atau 160%. Daging unggasdengan lonjakan impor sebesar 121%, diperlukan tambahan tarif SSM sebesar 40% atau60%.6) Tindakan atas lonjakan impor baru bisa dilakukan setelah terbukti terjadinya impor tahunsebelumnya. Hal ini agak lambat untuk mengatasi serbuan impor, sehingga harga pastiakan tertekan.7) Tindakan atas kejatuhan harga dapat lebih segera dilakukan, karena yang dilihat databulanan. Kejatuhan harga terjadi dalam bulan lalu segera dapat diterapkan SSM.Pemakaian data harga lebih realistis, terhindar dari data yang underestimate.8) Implikasi dari temuan di atas adalah Indonesia memang memerlukan perlindungankhusus yang lebih sederhana, mengingat begitu seriusnya terjadi serbuan impor maupunkejatuhan harga produk impor. Perlindungan SSM yang dirancang oleh G-33 ternyatarelatif cukup mudah untuk diterapkan, karena tersedia data impor tahunan, maupun hargaimpor bulanan yang diterbitkan BPS.9) Perhitungan pengeluaran untuk Green Box sebagai bagian penting dari Supor Domestik,ternyata telah mengabaikan peran General Services. Padahal, GS itu mampu membuatpetani sempit <strong>dan</strong> miskin dapat meningkatkan produktivitas <strong>dan</strong> efisiensi, sehinggamembuat daya saing menjadi kuat.10) Pengeluaran GS jumlahnya sedikit terkonsentrasi pada bimbingan <strong>dan</strong> penyuluhan.Sedikit pengeluaran untuk prasarana/infrastruktur, penelitian <strong>dan</strong> pengawasan sertapromosi/pemasaran. Pola yang sama juga dilakukan oleh Pemda. Hanya 29% <strong>dan</strong>aAPBD yang dipakai untuk keperluan GS. Ada 3 komponen yang terbanyak dialokasikanyaitu untuk prasarana atau infrastruktur, bimbingan <strong>dan</strong> penyuluhan, serta promosi <strong>dan</strong>pemasaran.v

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!