13.07.2015 Views

Analisis Perilaku Konsumsi Pangan Sumber Protein Hewani dan

Analisis Perilaku Konsumsi Pangan Sumber Protein Hewani dan

Analisis Perilaku Konsumsi Pangan Sumber Protein Hewani dan

SHOW MORE
SHOW LESS
  • No tags were found...

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

ICASERD WORKING PAPER No.56ANALISIS PERILAKU KONSUMSI PANGANSUMBER PROTEIN HEWANI DAN NABATIPADA MASA KRISIS EKONOMI DI JAWAEning AriningsihJuli 2004Pusat Penelitian <strong>dan</strong> Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian(Indonesian Center for Agricultural Socio Economic Research and Development)Ba<strong>dan</strong> Penelitian <strong>dan</strong> Pengembangan PertanianDepartemen Pertanian


ICASERD WORKING PAPER No. 56ANALISIS PERILAKU KONSUMSI PANGANSUMBER PROTEIN HEWANI DAN NABATIPADA MASA KRISIS EKONOMI DI JAWAEning AriningsihJuli 2004Pusat Penelitian <strong>dan</strong> Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian(Indonesian Center for Agricultural Socio Economic Research and Development)Ba<strong>dan</strong> Penelitian <strong>dan</strong> Pengembangan PertanianDepartemen PertanianWorking Paper adalah publikasi yang memuat tulisan ilmiah peneliti Pusat Penelitian <strong>dan</strong>Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian mengenai hasil penelitian, gagasan ilmiah, opini,pengembangan metodologi, pengembangan alat analisis, argumentasi kebijakan, pan<strong>dan</strong>ganilmiah, <strong>dan</strong> review hasil penelitian. Penanggung jawab Working Paper adalah Kepala PusatPenelitian <strong>dan</strong> Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, dengan Pengelola : Dr. Handewi P.Saliem, Dr. A. Rozany Nurmanaf, Ir. Tri Pranadji MSi, <strong>dan</strong> Dr. Yusmichad Yusdja. Redaksi:Ir. Wahyuning K. Sejati MSi; Ashari SP MSi; Siti Fajar Ningrum SS, Kardjono <strong>dan</strong> Edi AhmadSaubari. Alamat Redaksi : Pusat Penelitian <strong>dan</strong> Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian,Jalan A. Yani No. 70 Bogor 16161, Telp. 0251-333964, Fax. 0251-314496E-mail : caser@indosat.net.idNo. Dok.075.56.05.04


ANALISIS PERILAKU KONSUMSI PANGAN SUMBER PROTEIN HEWANI DANNABATI PADA MASA KRISIS EKONOMI DI JAWAEning AriningsihPusat Penelitian <strong>dan</strong> Pengembangan Sosial Ekonomi PertanianJl. A. Yani 70 Bogor 16161ABSTRACTThe objective of this paper was to analyze consumption behavior of animal andvegetable protein sourced food in Java during economic crisis. National Socio-EconomicSurvey 1999 data of BPS - Statistics Indonesia were used in this study. A descriptive analysiswas applied to learn expenditure pattern and an econometric analysis of Linear ApproximationAlmost Ideal Demand System (LA/AIDS) was also applied to identify animal and vegetableprotein sourced food demand. The results of the study showed that: (1) expenditure share ofanimal protein sourced food was very low; in contrast to expenditure share of vegetableprotein sourced food; (2) the expenditure share of animal protein sourced food increased inline to increasing income, on the contrary to the expenditure share of vegetable proteinsourced food; (3) demand response of animal and vegetable protein sourced food wasinelastic towards income changes; (4) except for cereals, response demand of animal andvegetable protein sourced food towards price changes was also inelastic; (5) in general,demand response of animal and vegetable protein sourced food towards price changes wasmore elastic for rural households compared to those of urban households; and (6) cereals’prices strongly affected other food group demand. Considering that most animal andvegetable protein sourced food consumption in rural areas and lower income group responsewas much stronger towards income and the food prices changes, policies on food andnutrition should be more focused on that group.Keywords: animal and vegetable protein, economic crisis, JavaABSTRAKMakalah ini bertujuan untuk menganalisis perilaku konsumsi pangan sumber proteinhewani <strong>dan</strong> nabati rumah tangga di Jawa pada masa krisis ekonomi. Data yang digunakanadalah data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 1999 yang dilakukan olehBa<strong>dan</strong> Pusat Statistik. Untuk mempelajari pola pengeluaran digunakan metode deskriptif,se<strong>dan</strong>gkan untuk mempelajari permintaan pangan sumber protein hewani <strong>dan</strong> nabatidigunakan analisis ekonometrika sistem persamaan permintaan Linear Approximation AlmostIdeal Demand System (LA/AIDS). Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) pangsapengeluaran pangan sumber protein hewani sangat rendah; sebaliknya pangsa pengeluaranpangan sumber protein nabati dominan, (2) pangsa pengeluaran pangan sumber proteinhewani meningkat seiring dengan meningkatnya pendapatan, <strong>dan</strong> sebaliknya untuk pangsapengeluaran pangan sumber protein nabati, (3) respon permintaan kelompok pangan sumberprotein hewani <strong>dan</strong> nabati bersifat inelastis terhadap perubahan pendapatan, (4) kecuali untukkelompok serealia, respon permintaan pangan sumber protein hewani <strong>dan</strong> nabati terhadapperubahan harga bersifat inelastis, (5) pada umumnya respon permintaan pangan sumberprotein hewani <strong>dan</strong> nabati terhadap perubahan harga bagi rumah tangga di pedesaan lebihelastis dibanding rumah tangga di perkotaan, <strong>dan</strong> (6) harga serealia berpengaruh kuatterhadap permintaan kelompok pangan lainnya. Mengingat untuk sebagian besar jenispangan sumber protein hewani <strong>dan</strong> nabati di daerah pedesaan <strong>dan</strong> kelompok pendudukberpendapatan rendah memiliki respon yang lebih kuat terhadap perubahan pendapatanmaupun harga-harga komoditas pangan tersebut, maka prioritas kebijakan di bi<strong>dan</strong>g pangan(<strong>dan</strong> gizi) perlu lebih memfokuskan pada kelompok tersebut.Kata kunci: protein hewani <strong>dan</strong> nabati, krisis ekonomi, Jawa1


PENDAHULUAN<strong>Protein</strong> merupakan salah satu zat gizi yang paling penting peranannya dalampembangunan sumberdaya manusia. Bersama-sama dengan energi, kecukupanprotein dapat digunakan sebagai indikator untuk melihat kondisi gizi masyarakat <strong>dan</strong>juga keberhasilan pemerintah dalam pembangunan pangan, pertanian, kesehatan<strong>dan</strong> sosial ekonomi secara terintegrasi (Moeloek, 1999). <strong>Protein</strong> dapat diperoleh daribahan pangan nabati maupun hewani, namun dibandingkan dengan protein nabati,protein hewani mempunyai beberapa keunggulan. Salah satu yang terpenting adalahpembawa sifat keturunan dari generasi ke generasi <strong>dan</strong> berperan pula dalam prosesperkembangan kecerdasan manusia. Oleh sebab itu, protein hewani dipan<strong>dan</strong>g darisudut peranannya layak dianggap sebagai agent of development bagi pembangunanbangsa, baik untuk masa sekarang maupun masa mendatang (Soehadji, 1994).Data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) menunjukkan bahwa salahsatu permasalahan penting konsumsi pangan di Indonesia adalah masih sangatrendahnya kontribusi pangan sumber protein hewani dalam menu makanan seharihari,serta ketergantungan yang tinggi terhadap pangan sumber protein nabati,khususnya serealia (beras). Rendahnya konsumsi pangan sumber protein hewanitersebut terkait erat dengan harga pangan sumber protein hewani yang relatif mahaldibandingkan dengan pangan sumber protein nabati nabati. Oleh karena itu, faktordaya beli sangat menentukan tingkat konsumsi pangan sumber protein hewani,dimana semakin tinggi pendapatan maka konsumsi pangan sumber protein hewanicenderung semakin tinggi (lihat misalnya Martianto, 1995; Hermanto et al., 1996;<strong>dan</strong> Erwidodo et al.,1998).Krisis ekonomi yang terjadi sejak pertengahan tahun 1997 mengakibatkanharga pangan (termasuk pangan sumber protein) <strong>dan</strong> bukan pangan meningkat. Disisi lain, pendapatan riil rumah tangga menurun, yang mengakibatkan terjadinyapenurunan daya beli rumah tangga. Penurunan daya beli mengakibatkan terjadinyapenurunan konsumsi pangan (termasuk pangan sumber protein), sekalipun rumahtangga akan memprioritaskan pemenuhan pangan dibandingkan bukan pangankecuali untuk kebutuhan yang sangat mendasar. Dalam hal penurunan konsumsipangan ini, bukan hanya kuantitasnya yang menurun, tetapi juga kualitas maupunkeseimbangan konsumsi pangan rumah tangga, yang kesemuanya berdampak padapenurunan status gizi keluarga.2


Menurut Saliem (2002), a<strong>dan</strong>ya krisis ekonomi bagi penduduk miskin didaerah perkotaan maupun pedesaan secara mikro dapat diartikan menurunnyaanggaran belanja untuk pangan. Hal ini berarti kuantitas <strong>dan</strong> atau kualitas makananberkurang. Bagi penduduk dewasa, pengurangan makanan berarti daya tahan tubuhberkurang <strong>dan</strong> pada gilirannya dapat menurunkan produktivitas kerja. Bagi anakanakbalita <strong>dan</strong> ibu hamil/menyusui, penurunan kuantitas/kualitas makananberdampak sangat panjang karena mengganggu pertumbuhan sel-sel otak, yangakan menentukan tingkat kecerdasan manusia di masa mendatang.Jawa menjadi fokus perhatian karena hasil studi Warr (1999) menunjukkanbahwa baik daerah perkotaan maupun pedesaan di Jawa sangat terpengaruh olehkrisis ekonomi. Hal tersebut menjadi sangat penting karena berdasarkan hasilSUPAS 1995 (BPS, 1996) sekitar 59 persen penduduk tinggal di Pulau Jawa.Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah dikemukakan di atas,maka secara umum makalah ini bertujuan untuk menganalisis perilaku konsumsipangan sumber protein hewani <strong>dan</strong> nabati pada masa krisis ekonomi di Jawa. Secaraspesifik menganalisis: (1) Pola pengeluaran pangan sumber protein hewani <strong>dan</strong>nabati yang dikonsumsi oleh rumah tangga <strong>dan</strong> (2) Respon permintaan pangansumber protein hewani <strong>dan</strong> nabati terhadap perubahan harga sendiri, harga panganlain, <strong>dan</strong> pengeluaran.METODE ANALISISData <strong>dan</strong> <strong>Sumber</strong> DataData yang digunakan dalam makalah ini adalah data sekunder, yaitu dataSurvei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 1999 yang dilakukan oleh Ba<strong>dan</strong>Pusat Statistik (BPS). Data yang dianalisis adalah data lima provinsi di wilayah Jawa(DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, <strong>dan</strong> Jawa Timur), yangmencakup data pengeluaran <strong>dan</strong> konsumsi pangan rumah tangga, serta karakteristiksosiodemografi rumah tangga (pendidikan isteri <strong>dan</strong> ukuran keluarga).<strong>Pangan</strong> sumber protein hewani <strong>dan</strong> nabati yang dianalisis dikelompokkanmenjadi delapan kelompok, yaitu ikan segar, ikan awetan, daging ternak, dagingunggas, telur, susu, kacang-kacangan, <strong>dan</strong> serealia. Dalam pengelompokankomoditas-komoditas tersebut terlebih dahulu dilakukan kesesuaian bentuk <strong>dan</strong>satuan dengan menggunakan konversi tertentu. Dilihat dari kandungan proteinnya,3


kandungan protein serealia sebenarnya jauh lebih rendah daripada kandunganprotein kacang-kacangan yang dikenal sebagai sumber protein nabati. Kelompokserealia lebih tepat disebut sebagai sumber kalori, akan tetapi karena dikonsumsidalam jumlah yang besar maka kelompok tersebut menjadi sumber protein utamabagi pemenuhan kebutuhan protein penduduk Indonesia. Oleh karena itu, kelompokserealia juga turut dianalisis dalam penelitian ini. Komoditas-komoditas lainnya yangtidak dikategorikan ke dalam pangan sumber protein hewani <strong>dan</strong> nabatidigabungkan ke dalam pangan lainnya.Untuk menghindari nilai nol yang dapat mengganggu perhitungan model logseperti yang digunakan dalam makalah ini, maka dibuat suatu Primary Sampling Unit(PSU), yaitu dengan mengelompokkan 16 rumah tangga contoh dalam satu bloksensus (segmen) menjadi satu unit PSU <strong>dan</strong> menganggapnya sebagai satu unitcontoh. Pengelompokan seperti itu telah banyak dilakukan, misalnya oleh Deaton(1989), Rachmat <strong>dan</strong> Erwidodo (1993), <strong>dan</strong> Hermanto et al. (1996).Selanjutnya, untuk pengolahan data digunakan nilai rata-rata (pengeluaran,konsumsi protein, konsumsi pangan sumber protein nabati <strong>dan</strong> hewani, pendidikanisteri, maupun ukuran keluarga) dari setiap kelompok rumah tangga (PSU) yangdipilih. Angka tersebut diperoleh dengan membagi nilai total dari observasi denganjumlah total dari seluruh rumah tangga dalam kelompok itu. <strong>Analisis</strong> perilakukonsumsi pangan sumber protein hewani <strong>dan</strong> nabati dibedakan menurut wilayah(perkotaan <strong>dan</strong> pedesaan) <strong>dan</strong> kelompok pendapatan yang diproksi dari pengeluarantotal rumah tangga (rendah [40% terendah], se<strong>dan</strong>g [40% menengah], <strong>dan</strong> tinggi[20% tertinggi]).<strong>Analisis</strong> DataMetode analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif <strong>dan</strong> analisisekonometrika. <strong>Analisis</strong> deskriptif digunakan untuk melihat pola pengeluaran pangansumber protein hewani <strong>dan</strong> nabati, se<strong>dan</strong>gkan analisis ekonometrika digunakanuntuk menjelaskan respon permintaan pangan terhadap perubahan harga sendiri,harga komoditas lain, <strong>dan</strong> pengeluaran/pendapatan.4


Spesifikasi Model <strong>Analisis</strong>Model yang digunakan adalah model AIDS (Deaton <strong>dan</strong> Muellbauer, 1980)dalam bentuk aproksimasi linier (LA/AIDS) <strong>dan</strong> dimodifikasi dengan memasukkanvariabel ukuran rumah tangga <strong>dan</strong> tingkat pendidikan isteri.Model LA/AIDS tersebut diformulasikan sebagai berikut:dimana:w i = α* i + Σγ ij log p j + β i log (x/P*) + θ i log S + φ i log Eji, j = 1, 2, …, 8, yang masing-masing menunjukkan kelompok komoditasikan segar, ikan awetan, daging ternak, daging unggas, telur,susu, kacang-kacangan, <strong>dan</strong> serealiaw i = pangsa dari kelompok pangan sumber protein ke-i terhadap totalpengeluaran pangan sumber protein hewani <strong>dan</strong> nabati (w i = p i q i /x)α, β, γ, θ, φ = parameter regresi berturut-turut untuk intersep, pengeluaran,harga agregat, ukuran rumah tangga, <strong>dan</strong> tingkat pendidikan isterip j = harga terbobot kelompok pangan sumber protein hewani <strong>dan</strong> nabatike-j (p j = Σ w k p k )x = pengeluaran total kelompok pangan sumber protein hewani <strong>dan</strong>nabatiP* = indeks harga Stone, dimana log P* = Σ w i log p iS = ukuran rumah tanggaE = tingkat pendidikan isteriUntuk memenuhi teori permintaan (asumsi memaksimumkan kepuasan tidakdilanggar), dalam pendugaan model LA/AIDS tersebut diterapkan restriksi-restriksisebagai berikut:(i) Simetri : γ ij = γ ji(ii) Homogenitas : Σγ ij = 0j(iii) Adding-up : Σα i = 1, Σγ ij = 0, Σβ i = 0, Σθ i =0, Σφ i =0i i i i iRumus yang digunakan untuk menghitung elastisitas permintaan dari ModelLA/AIDS dalam penelitian ini mengikuti Chalfant (1987), yang juga digunakan olehHarianto (1994), yaitu sebagai berikut:(1) elastisitas harga sendiri : ε ii = (γ ii - β i w i )/w i -1(2) elastisitas harga silang : ε ij = (γ ij - β i w j )/w i ; i ≠ j(3) elastisitas pengeluaran : η i = β i /w i +15


Untuk memperoleh elastisitas pengeluaran total rumah tangga dari masingmasingkelompok bahan pangan sumber protein hewani <strong>dan</strong> nabati, nilai elastisitaspengeluaran hasil perhitungan dengan model LA/AIDS dikalikan dengan nilaielastisitas pengeluaran kelompok bahan pangan sumber protein hewani <strong>dan</strong> nabatiterhadap pengeluaran total rumah tangga.Elastisitas pengeluaran pangan sumber protein hewani <strong>dan</strong> nabati terhadappengeluaran total rumah tangga diduga melalui model logaritma linier sebagaiberikut:ln w prot = a + b ln Y Tη prot= (ln w prot /ln Y T ) = bdimana:w prot = pangsa pengeluaran pangan sumber rotein hewani <strong>dan</strong> nabatiterhadap pengeluaran total rumah tangga= pengeluaran total rumah tanggaY TSelanjutnya elastisitas pengeluaran kelompok pangan sumber protein hewani<strong>dan</strong> nabati tertentu terhadap pengeluaran total (pendapatan) rumah tangga dapatdihitung berdasarkan rumus:dimana:η iT = η prot . η iη iT = elastisitas pengeluaran kelompok pangan sumber protein hewani <strong>dan</strong>nabati ke-iη prot = elastisitas pengeluaran pangan sumber protein hewani <strong>dan</strong> nabatiterhadap total pengeluaran rumah tanggaη i = elastisitas pengeluaran kelompok pangan sumber protein hewani <strong>dan</strong>nabati ke-i terhadap total pengeluaran pangan sumber proteinhewani <strong>dan</strong> nabati (hasil analisis model LA/AIDS)HASIL DAN PEMBAHASANPola Pengeluaran Rumah TanggaTabel 1 menunjukkan bahwa pengeluaran total rumah tangga di daerahperkotaan lebih tinggi daripada daerah pedesaan. Pada tabel tersebut juga terlihata<strong>dan</strong>ya kesenjangan pengeluaran total antara rumah tangga berpendapatan rendah<strong>dan</strong> se<strong>dan</strong>g dengan rumah tangga berpendapatan tinggi, dimana pengeluaran total6


umah tangga berpendapatan tinggi mencapai lebih dari tiga kali lipat dibandingkanrumah tangga berpendapatan rendah. Kesenjangan tersebut akan mempengaruhipola pengeluaran pangannya.Tabel 1. Rata-rata Pengeluaran Total <strong>dan</strong> Pangsa Pengeluaran <strong>Pangan</strong> Rumah Tangga diJawa Menurut Wilayah <strong>dan</strong> Kelompok Pendapatan, Tahun 1999Kelompok pangan JawaWilayahKelompok pendapatanKota Desa Rendah Se<strong>dan</strong>g TinggiPengeluaran total(Rp/kap/bulan)170.006 223.156 127.331 96.055 161.364 334.749Pangsa pengeluaranpangan dari total 50,57 46,28 56,61 65,08 53,29 39,66pengeluaran (%)<strong>Sumber</strong>: BPS, Susenas 1999 (Raw data, diolah)Secara garis besar kebutuhan rumah tangga dapat dikelompokkan ke dalamdua kategori besar, yaitu pangan <strong>dan</strong> bukan pangan. Dengan demikian, pada tingkatpendapatan tertentu, rumah tangga akan mengalokasikan pendapatannya untukmemenuhi kebutuhan pangan <strong>dan</strong> bukan pangan. Menurut Harianto (1994), apabilapendapatan rendah/sedikit, rumah tangga cenderung membelanjakan sebagianbesar pendapatannya tersebut, atau bahkan pada kasus-kasus yang ekstrim semuapendapatannya, untuk pangan <strong>dan</strong> mengabaikan kebutuhan lainnya. Ketikapendapatan meningkat, porsi yang lebih besar dari pendapatan akan dibelanjakanuntuk bukan pangan. Secara alamiah, kuantitas pangan yang dibutuhkan seseorangakan mencapai titik jenuh sementara kebutuhan akan bukan pangan, termasukkualitas pangan tidak terbatasi dengan cara yang sama. Dengan demikian, polapengeluaran pangan, atau lebih spesifik sebagai persentase pendapatan (ataupengeluaran total) yang dibelanjakan untuk pangan dari suatu rumah tangga dapatdigunakan sebagai petunjuk tingkat kesejahteraan rumah tangga. Dalam hal ini,semakin tinggi pangsa pengeluaran pangan, berarti semakin kurang sejahtera rumahtangga yang bersangkutan.Data empiris menunjukkan bahwa pangsa pengeluaran pangan semakinmenurun dengan semakin tingginya pendapatan. Demikian pula pangsapengeluaran pangan di daerah perkotaan lebih rendah daripada di daerahpedesaan. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tingkat kesejahteraan rataratarumah tangga di daerah perkotaan Jawa lebih tinggi daripada di daerah7


pedesaan. Pola tersebut sejalan pula dengan pangsa pengeluaran pangan di tingkatnasional (Ariani et al., 2000).Pada Tabel 2 disajikan pola (proporsi) pengeluaran pangan penduduk diJawa, yang dianalisis menurut wilayah <strong>dan</strong> kelompok pendapatan. MenurutRachman (2001), pengetahuan tentang besarnya pangsa masing-masing jenispangan terhadap struktur pengeluaran pangan, dapat mengidentifikasi perananpangan tersebut dalam alokasi pendapatan pangan rumah tangga. Informasitersebut dapat digunakan sebagai salah satu acuan pertimbangan pengambilkeputusan di bi<strong>dan</strong>g pangan <strong>dan</strong> gizi, terutama dikaitkan dengan kebijakan hargapangan maupun program penyediaan <strong>dan</strong> distribusi pangan. Hal ini didasarkan padakenyataan bahwa pangsa pengeluaran jenis pangan tertentu merupakan proporsidari jumlah komoditas/jenis pangan yang dikonsumsi dikalikan dengan harga pangantersebut terhadap pendapatan rumah tangga yang dialokasikan untuk pangan(secara keseluruhan).Tabel 2. Pola Pengeluaran <strong>Pangan</strong> Rumah Tangga di Jawa Menurut Wilayah <strong>dan</strong>Kelompok Pendapatan, Tahun 1999 (%)Kelompok pangan JawaWilayahKelompok pendapatanKota Desa Rendah Se<strong>dan</strong>g Tinggi<strong>Hewani</strong> 14,54 16,91 11,80 10,25 14,06 19,15-Ikan segar 3,94 4,70 3,07 2,42 3,84 5,49-Ikan awetan 1,85 1,37 2,42 2,30 1,99 1,26-Daging ternak 1,61 2,17 0,96 0,72 1,48 2,61-Daging unggas 2,28 2,76 1,72 1,38 2,20 3,21-Telur 2,96 3,13 2,75 2,67 2,97 3,20-Susu 1,90 2,78 0,88 0,76 1,58 3,38Nabati 30,88 25,44 37,15 39,42 32,16 21,23-Kacang-kacangan 4,90 4,48 5,39 5,67 5,27 3,71-Serealia 25,98 20,96 31,76 33,75 26,89 17,52Total hewani <strong>dan</strong> nabati 45,42 42,35 48,95 49,67 46,22 40,38<strong>Pangan</strong> lainnya 54,58 57,65 51,05 50,33 53,78 59,62Total pangan 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00<strong>Sumber</strong>: BPS, Susenas 1999 (Raw data, diolah)Pangsa pengeluaran untuk pangan sumber protein hewani sangat rendah;sebaliknya pangsa pengeluaran pangan sumber protein nabati lebih dominan (Tabel2). Seperti telah disinggung sebelumnya, rendahnya pangsa pengeluaran pangansumber protein hewani disebabkan oleh harganya yang relatif mahal, sehingga8


umah tangga akan lebih memprioritaskan pangan yang lebih pokok seperti serealia.Namun seiring dengan meningkatnya pendapatan, pangsa pengeluaran pangansumber protein hewani meningkat, <strong>dan</strong> sebaliknya untuk pangsa pengeluaranpangan sumber protein nabati. Dengan demikian, peningkatan pendapatanmerupakan kunci bagi peningkatan konsumsi pangan sumber protein hewani, yangpada akhirnya berdampak pada peningkatan kualitas sumberdaya manusia. Terkaitdengan pendapatan tersebut, pangsa pengeluaran pangan sumber protein hewanilebih tinggi di daerah perkotaan yang rata-rata pendapatannya penduduknya lebihtinggi, <strong>dan</strong> sebaliknya untuk pangsa pengeluaran sumber protein nabati.Di antara keenam kelompok pangan yang dikategorikan sebagai pangansumber protein hewani, nampak bahwa pola pengeluaran untuk ikan awetan berbedadengan kelima kelompok lainnya. Jika dipilah antar daerah, maka pangsapengeluaran untuk ikan awetan lebih tinggi di daerah pedesaan. Jika dipilah antarkelompok pendapatan, maka pangsa pengeluaran ikan awetan semakin rendahdengan semakin tingginya pendapatan. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa ikanawetan akan semakin ditinggalkan ketika pendapatan meningkat.Pola pengeluaran ikan awetan tersebut terkait dengan relatif murahnya hargaikan awetan dibandingkan dengan harga ikan segar ataupun pangan sumber proteinhewani lainnya. Oleh karena itulah ikan awetan lebih dominan pada pola konsumsirumah tangga berpendapatan rendah. Seiring dengan meningkatnya pendapatan,dominasi ikan awetan akan mulai tergeser oleh pangan hewani lainnya yang lebihberkualitas <strong>dan</strong> dianggap mempunyai gengsi lebih tinggi. Di samping itu,pendapatan rata-rata rumah tangga di pedesaan yang lebih rendah daripadapendapatan rata-rata rumah tangga di perkotaan menyebabkan ikan awetan lebihdominan di daerah pedesaan.Dugaan Parameter PermintaanSebagian besar dugaan parameter model sistem permintaan pangan sumberprotein hewani <strong>dan</strong> nabati nyata pada taraf nyata 1 persen, yang menunjukkanbahwa pengaruh perubahan harga, pengeluaran, <strong>dan</strong> variabel demografi adalahnyata terhadap pangsa pengeluaran masing-masing komoditas (kelompok) pangan,seperti terlihat pada Lampiran 1 sampai 6. Dugaan parameter pengeluaranseluruhnya nyata pada taraf 1 persen. Sebagian besar koefisien pengeluarantersebut bertanda negatif, yang berarti meningkatnya pengeluaran pangan sumber9


protein hewani <strong>dan</strong> nabati akan diikuti oleh penurunan pangsa pengeluarankelompok pangan yang dugaan parameternya bertanda negatif tadi, yaitu dagingternak, daging unggas, telur, susu, <strong>dan</strong> kacang-kacangan.Dugaan parameter harga sebagian besar nyata pada taraf 1 persen, yangberarti pengaruh perubahan harga terhadap pangsa pengeluaran kelompokkelompokpangan yang dianalisis adalah nyata, kecuali untuk daging unggas yangnyata pada taraf 10 persen. Untuk harga sendiri, hanya dugaan parameter hargaserealia yang bertanda negatif sementara untuk ketujuh kelompok lainnya bertandapositif.Sebagian besar dugaan parameter variabel ukuran rumah tangga nyata padataraf 1 persen, yang menunjukkan nyatanya pengaruh perubahan ukuran rumahtangga terhadap pangsa pengeluaran kelompok pangan yang dianalisis. Dugaanparameter ukuran rumah tangga lebih banyak yang bertanda negatif, yang berartisemakin besar ukuran rumah tangga, maka semakin rendah pangsa pengeluaranuntuk berbagai jenis pangan tersebut atau “efek pendapatan” mendominasi “efekspesifik”. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa pada masa krisis rumah tanggacenderung menjadi lebih miskin karena untuk memenuhi kebutuhan akan panganpokok (serealia), rumah tangga tidak bisa berbuat lain kecuali mengurangi pangsapengeluaran untuk pangan sumber protein hewani (kecuali ikan yang harganya relatifmurah dibandingkan pangan sumber protein hewani lainnya) <strong>dan</strong> juga kacangkacangan.Dugaan parameter variabel pendidikan isteri seluruhnya nyata pada taraf 1persen, yang menunjukkan kuatnya hubungan antara variabel tersebut dengankonsumsi pangan sumber protein hewani <strong>dan</strong> nabati yang dianalisis. Dari tandadugaan parameter dapat disimpulkan bahwa dengan semakin tingginya pendidikanisteri (yang dapat diinterpretasikan dengan semakin meningkatnya pengetahuantentang pangan <strong>dan</strong> gizi) akan terjadi perubahan pola konsumsi dimana alokasipengeluaran untuk ikan awetan, serealia <strong>dan</strong> kacang-kacangan menurun <strong>dan</strong>dialihkan ke pangan lain yang lebih bermutu (ikan segar, daging ternak, dagingunggas, telur, <strong>dan</strong> susu).Elastisitas PendapatanKecuali susu, kelompok pangan sumber protein hewani <strong>dan</strong> nabati yangdianalisis mempunyai elastisitas pendapatan yang positif, yang berarti kelompok10


komoditas tersebut merupakan barang normal. Susu yang juga dihipotesiskanbersifat barang normal, dalam penelitian ini ternyata mempunyai tanda elastisitaspendapatan yang negatif (inferior). Tanda negatif tersebut dapat disebabkan karenamahalnya komoditas tersebut, sehingga karena terbatasnya pendapatan, khususnyabagi penduduk berpendapatan rendah <strong>dan</strong> se<strong>dan</strong>g, a<strong>dan</strong>ya peningkatan pendapatandialokasikan untuk konsumsi pangan yang lain yang lebih pokok. Selain itu, menurutKhomsan (2002), budaya minum susu belum tertanam di kalangan masyarakatIndonesia. Hasil studi Sumarno et al. (1997) menunjukkan bahwa susu hampir tidakpernah dikonsumsi oleh sebagian besar rumah tangga di Indonesia, kecuali susukental manis, itupun dalam frekuensi yang sangat jarang. Bahkan rumah tanggadengan desil pengeluaran tertinggi pun hanya mengkonsumsi susu kental manis 1-3kali sebulan.Secara agregat wilayah Jawa, respon permintaan semua kelompok pangansumber protein hewani <strong>dan</strong> nabati yang dianalisis bersifat inelastis terhadapperubahan pendapatan. Jika dipilah menurut wilayah, elastisitas pendapatan untukikan segar, daging unggas, <strong>dan</strong> serealia lebih tinggi di daerah pedesaan daripada diperkotaan, <strong>dan</strong> sebaliknya untuk ikan awetan, telur, <strong>dan</strong> kacang-kacangan. Haltersebut menunjukkan bahwa apabila terjadi kenaikan pengeluaran, maka rumahtangga di perkotaan akan lebih memprioritaskan alokasi peningkatanpengeluarannya untuk ikan awetan, telur, <strong>dan</strong> kacang-kacangan (yang harganyarelatif murah) dengan besaran yang lebih elastis dari-pada rumah tangga dipedesaan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dampak krisis bagi rumahtangga di perkotaan lebih nyata daripada di pedesaan.Jika dipilah antar kelompok pendapatan, terlihat bahwa nilai elastisitaspendapatan ikan segar, daging ternak, <strong>dan</strong> serealia paling tinggi pada kelompokpendapatan rendah, <strong>dan</strong> menurun pada kelompok pendapatan yang lebih tinggi.Temuan itu dapat diinterpretasikan bahwa permintaan komoditas-komoditas tersebutpada rumah tangga berpendapatan rendah lebih responsif terhadap perubahanpendapatan dibanding kelompok pendapatan tinggi. Implikasi dari temuan tersebutadalah perlunya prioritas kebijakan yang mendorong peningkatan pendapatan (<strong>dan</strong>atau stabilisasi harga pangan) bagi kelompok penduduk berpendapatan rendah.11


Tabel 3. Elastisitas Pendapatan <strong>Pangan</strong> <strong>Sumber</strong> <strong>Protein</strong> <strong>Hewani</strong> <strong>dan</strong> Nabati di Jawa MenurutWilayah <strong>dan</strong> Kelompok Pendapatan, Tahun 1999KelompokpanganTotalWilayahKelompok pendapatanKota Desa Rendah Se<strong>dan</strong>g TinggiIkan segar 0,788 0,660 1,248 0,881 0,467 0,029Ikan awetan 0,770 0,869* 0,641 0,381 2 0,667 0,043Daging ternak 0,538 0,462 0,593 0,480 0,307 0,024*Daging unggas 0,288 0,274 0,382 0,052 0,133 0,019 1Telur 0,333 0,355 0,329 0,193 0,235 0,017Susu -0,369 -0,273 -0,261 -0,350 -0,336 -0,005Kacang 2 an 0,224 0,400 0,050 0,088 0,110 0,022*Serealia 0,698 0,571 0,722 0,612 0,427 0,029Keterangan:1 taraf nyata 5%,2 taraf nyata 10%, *tidak nyata,tanpa catatan: taraf nyata 1 %<strong>Sumber</strong>: BPS, Susenas 1999 (Raw data, diolah)Elastisitas Harga SendiriPerubahan harga suatu komoditas mempunyai dua efek, yaitu “efeksubstitusi” <strong>dan</strong> “efek pendapatan”. “Efek substitusi” adalah perubahan dalammengkonsumsi suatu komoditas akibat perubahan harga komoditas tersebut ataukomoditas lain, dimana tingkat utilitas adalah konstan. “Efek pendapatan” terjadikarena perubahan harga suatu komoditas menyebabkan a<strong>dan</strong>ya perubahan dalamkekuatan daya belinya. Untuk barang normal (normal goods) “efekpendapatan” berdampak positif terhadap barang yang dikonsumsi, sebaliknya untukbarang inferior (inferior goods) berdampak negatif.Tabel 4 memperlihatkan besaran elastisitas harga sendiri komoditas pangansumber protein hewani <strong>dan</strong> nabati di Jawa secara total, menurut daerah <strong>dan</strong>kelompok pendapatan. Dilihat dari segi tanda, semua nilai elastisitas harga sendiribertanda negatif, yang berarti naik turunnya harga komoditas akan direspon denganarah berlawanan oleh permintaan konsumen akan komoditas tersebut. Secaraagregat wilayah Jawa, sebagian besar komoditas yang dianalisis bersifat inelastis,yang dapat diinterpretasikan bahwa komoditas-komoditas tersebut merupakanbarang kebutuhan (necessities). Respon perubahan jumlah yang diminta untukkomoditas-komoditas tersebut, persentasenya lebih kecil dibanding persentaseperubahan harga.Menarik untuk dibahas adalah nilai elastisitas harga sendiri kelompok serealiayang tergolong elastis. Hasil-hasil studi terdahulu tentang elastisitas harga sendiri12


eras menunjukkan bahwa hingga pertengahan tahun 1980-an respon permintaanberas terhadap perubahan harga sendiri beras umumnya adalah elastis (Timmer <strong>dan</strong>Alderman, 1979; Kuntjoro, 1984; Daud, 1986), namun sejak tahun 1980-an padaumumnya adalah inelastis (Rachmat <strong>dan</strong> Erwidodo, 1993; Harianto, 1994; Rachman2001). Respon permintaan kelompok serealia yang elastis pada studi ini dapatterjadi karena tarikan serealia lain selain beras. Studi Rachman (2001) menunjukkanbahwa permintaan serelia lain <strong>dan</strong> mie/terigu elastis terhadap perubahan hargasendiri. Sesuai hasil-hasil studi terdahulu seperti Rachmat <strong>dan</strong> Erwidodo (1993) <strong>dan</strong>Rachman <strong>dan</strong> Erwidodo (1994), pada umumnya respon permintaan pangan sumberprotein hewani <strong>dan</strong> nabati terhadap perubahan harga bagi rumah tangga dipedesaan lebih elastis dibanding rumah tangga di perkotaan. Pengecualian terjadipada komoditas kacang-kacangan yang mempunyai nilai elastisitas harga yang lebihrendah di daerah pedesaan.Tabel 4. Elastisitas Harga Sendiri <strong>Pangan</strong> <strong>Sumber</strong> <strong>Protein</strong> <strong>Hewani</strong> <strong>dan</strong> Nabati di JawaMenurut Wilayah <strong>dan</strong> Kelompok Pendapatan, Tahun 1999KelompokpanganTotalWilayahKelompok pendapatanKota Desa Rendah Se<strong>dan</strong>g TinggiIkan segar -0,689 -0,617 -1,131 -1,222 2 -0,730 -0,390Ikan awetan -0,689 -0,588 -0,634 -0,851 2 -0,483 -0,577Daging ternak -0,478 -0,404 -0,630 -0,735 2 -0,273 -0,284Daging unggas -0,845 2 -0,800 1 -0,848* -0,652 2 -0,852* -0,531Telur -0,825 -0,939* -0,791 2 -0,766 2 -1,124* -0,549Susu -0,701 -0,664 -0,650 -0,576 -0,603 -0,540Kacang 2 an -0,691 -0,814 -0,671 -0,678 -0,726 -0,871 2Serealia -1,266 -1,198 -1,197 -1,122 -1,154* -1,126*Keterangan: 1 taraf nyata 5%,2 taraf nyata 10%, *tidak nyata,tanpa catatan: taraf nyata 1 %<strong>Sumber</strong>: BPS, Susenas (Raw data, diolah)Membahas pola elastisitas harga antar kelompok pendapatan akan lebihkompleks dibandingkan dengan membahas pola elastisitas pendapatan karenaseperti telah diuraikan sebelumnya respon perubahan harga mencakup “efeksubstitusi” <strong>dan</strong> “efek pendapatan”, se<strong>dan</strong>gkan perubahan pendapatan itu sendirimencakup kuantitas <strong>dan</strong> kualitas komoditas yang dikonsumsi oleh rumah tangga.Dengan demikian, dapat dipahami mengapa pola elastisitas harga terlihat lebihbervariasi daripada pola elastisitas pendapatan. Harianto (1994) menemukan bahwa13


elastisitas kualitas secara umum bernilai positif yang menunjukkan bahwa denganmeningkatnya pendapatan rumah tangga cenderung membeli berbagai pangan yanglebih mahal. Kenyataannya elastisitas harga berkaitan dengan tingkat substitusikuantitatif–kualitatif, di mana rumah tangga mengkonsumsi barang-barang yang lebihmahal dengan kuantitas yang lebih sedikit daripada konsumsi barang-barang yangtidak mahal. Hal ini terkait dengan perilaku rumah tangga dalam hal selera,kenyamanan berbelanja, kemasan, penyimpanan, <strong>dan</strong> sebagainya.Elastisitas Harga SilangPada Tabel 5 disajikan elastisitas harga silang pangan sumber protein hewani<strong>dan</strong> nabati untuk agregat wilayah Jawa, yang dipilah menurut wilayah <strong>dan</strong> kelompokpendapatan. Terlihat bahwa nilai elastisitas harga silang ada yang bertanda positif<strong>dan</strong> ada yang bertanda negatif, sehingga diantara satu komoditas pangan dengankomoditas pangan yang lain ada yang mempunyai hubungan substitusi <strong>dan</strong> ada yangkomplementer. Baik hubungan substitusi maupun komplementer di antarakomoditas-komoditas pangan tersebut pada umumnya relatif lemah (kurang begitukuat) karena pada umumnya nilai elastisitas harga silang komoditas-komoditastersebut harga mutlaknya kurang dari satu (inelastis) <strong>dan</strong> pada umumnya nilaielastisitas harga silang tersebut relatif rendah (harga mutlaknya kurang dari 0,5).Tabel 5. Elastisitas Harga Silang <strong>Pangan</strong> <strong>Sumber</strong> <strong>Protein</strong> <strong>Hewani</strong> <strong>dan</strong> Nabati di Jawa, Tahun1999KelompokpanganIkansegarIkanawetanDagingternakHargaDaging Telur Susu Kacang 2 SerealiaunggasanIkan segar 0,870 -0,019* -0,122 -0,088 -0,088 2 -0,124 -0,385Ikan awetan 0,473 -0,026* 0,106 0,132 0,046 2 -0,378 1,042Daging ternak 0,041* 0,011* -0,261 -0,194 -0,228 -0,241 1,126Daging unggas -0,141 0,134 -0,184 -0,333 -0,208 0,043* 1,020Telur -0,044 0,119 -0,102 -0,238 -0,825 0,095 2 0,555Susu 0,028 0,138 2 -0,166 -0,210 -0,198 0,428 1,970Kacang 2 an -0,006 -0,097 -0,068 0,022* 0,065 2 -0,080 0,455Serealia -0,036 -0,066 0,025 0,043 0,017 0,045 -0,010Keterangan: 1 taraf nyata 5%,2 taraf nyata 10%, *tidak nyata,tanpa catatan: taraf nyata 1 %<strong>Sumber</strong>: BPS, Susenas (diolah)Menarik untuk dikaji lebih lanjut adalah pengaruh perubahan harga serealiaterhadap permintaan komoditas pangan lainnya yang cukup besar, sementara14


pengaruh perubahan harga kelompok pangan lain terhadap permintaan serealiasangat kecil. Temuan tersebut, seperti juga didapatkan oleh Harianto (1994),mendukung observasi sebelumnya bahwa konsumsi pangan di Indonesia sangatberpusat pada beras, yang merupakan serealia yang dominan dalam konsumsipangan penduduk Indonesia. Harga beras, khususnya, menentukan pola konsumsipangan.Dilihat dari nilai elastisitasnya, hubungan sepasang (kelompok) komoditasyang sama dapat berbeda (substitusi atau komplementer) apabila dilihat dari sudutpan<strong>dan</strong>g yang berbeda, meskipun pasangan komoditas tersebut mempunyai besaran<strong>dan</strong> tanda efek substusi yang sama (simetri). Sebagai contoh, hubungan antaraserealia dengan ikan awetan seperti ditunjukkan pada Tabel 5. Dilihat dari tandaefek substitusinya, seperti terlihat pada Lampiran 1, pasangan komoditas tersebutmempunyai efek substitusi yang negatif yang berarti bahwa keduanya adalahkomplemen satu sama lain. Akan tetapi, jika dilihat dari tanda elastisitas hargasilangnya terlihat bahwa apabila dilihat dari sudut pan<strong>dan</strong>g serealia, kenaikan hargaikan awetan akan menyebabkan permintaan serealia menurun (hubungankomplementer), se<strong>dan</strong>gkan apabila dilihat dari sudut pan<strong>dan</strong>g ikan awetan, kenaikanharga serealia akan berdampak pada meningkatnya permintaan ikan awetan(hubungan substitusi). Perbedaan ini disebabkan karena perbedaan preferensikonsumen terhadap serealia <strong>dan</strong> ikan awetan, dimana ikan awetan lebih disukaidaripada serealia. Secara teoritis, hal tersebut disebabkan karena efek pendapatanyang disebabkan oleh perubahan harga ikan awetan lebih kuat daripada efeksubstitusinya, <strong>dan</strong> sebaliknya untuk efek pendapatan yang disebabkan perubahanharga serealia.KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKANKesimpulanPangsa pengeluaran untuk pangan sumber protein hewani sangat rendah;sebaliknya pangsa pengeluaran pangan sumber protein nabati lebih dominanPangsa pengeluaran pangan sumber protein hewani meningkat seiring denganmeningkatnya pendapatan, <strong>dan</strong> sebaliknya untuk pangsa pengeluaran pangansumber protein nabati. Pangsa pengeluaran pangan sumber protein hewani lebih15


tinggi di daerah perkotaan, <strong>dan</strong> sebaliknya untuk pangsa pengeluaran pangansumber protein nabati.Kecuali susu, komoditas pangan sumber protein hewani <strong>dan</strong> nabatimerupakan barang normal. Respon permintaan kelompok pangan sumber proteinhewani <strong>dan</strong> nabati yang dianalisis bersifat inelastis terhadap perubahan pendapatan.Nilai elastisitas pendapatan untuk ikan segar, daging unggas, <strong>dan</strong> serealia lebihtinggi di daerah pedesaan daripada di perkotaan, <strong>dan</strong> sebaliknya untuk ikan awetan,telur, <strong>dan</strong> kacang-kacangan. Nilai elastisitas pendapatan ikan segar, daging ternak,<strong>dan</strong> serealia paling tinggi pada kelompok pendapatan rendah, <strong>dan</strong> menurun padakelompok pendapatan yang lebih tinggi.Sebagian besar respon permintaan pangan sumber protein hewani <strong>dan</strong>nabati terhadap perubahan harga bersifat inelastis, kecuali untuk kelompok serealiayang tergolong elastis. Pada umumnya respon permintaan pangan sumber proteinhewani <strong>dan</strong> nabati terhadap perubahan harga bagi rumah tangga di pedesaan lebihelastis dibanding rumah tangga di perkotaan, se<strong>dan</strong>gkan pola elastisitas harga antarkelompok pendapatan lebih bervariasi.Diantara satu komoditas pangan dengan komoditas pangan yang lain adayang mempunyai hubungan substitusi <strong>dan</strong> ada yang komplementer, namunhubungan tersebut pada umumnya relatif lemah (kurang begitu kuat). Hanyapengaruh perubahan harga serealia terhadap permintaan komoditas pangan lainnyayang cukup besar, sementara pengaruh perubahan harga kelompok pangan lainterhadap permintaan serealia sangat kecil.Implikasi KebijakanMengingat untuk sebagian besar jenis pangan sumber protein hewani <strong>dan</strong>nabati di daerah pedesaan <strong>dan</strong> kelompok penduduk berpendapatan rendah memilikirespon yang lebih kuat terhadap perubahan pendapatan maupun harga-hargakomoditas pangan tersebut. Oleh karena itu, prioritas kebijakan di bi<strong>dan</strong>g pangan(<strong>dan</strong> gizi) perlu lebih memfokuskan pada kelompok tersebut. Mengingat pentingnyapangan sumber protein dalam peningkatan kualitas sumberdaya manusia Indonesia,maka perlu diupayakan jaminan ketersediaan pangan sumber protein tersebut, baikdari segi kuantitas, kualitas, pemerataan distribusi, serta harga yang terjangkau, yangdisertai dengan penyuluhan tentang masalah gizi kepada masyarakat.16


DAFTAR PUSTAKAAriani, M., H.P. Salim, S.H. Suhartini, Wahida, <strong>dan</strong> M.H. Sawit. 2000. Dampak KrisisEkonomi Terhadap <strong>Konsumsi</strong> <strong>Pangan</strong> Rumah Tangga. Laporan Hasil Penelitian.Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian, Bogor.[BPS] Ba<strong>dan</strong> Pusat Statistik. 1996. Statistik Indonesia 1996. Ba<strong>dan</strong> Pusat Statistik, Jakarta.Chalfant, J. 1987. A Globaly Flexible, Almost Ideal Demand System. Journal of Business andEconomic Statistics 5:233-242.Daud, L.A. 1986. Kajian Sistem Permintaan Makanan Penting di Indonesia, Suatu PenerapanModel Almost Ideal Demand System (AIDS) dengan Data Susenas 1981. TesisMagister Sains. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.Deaton, M. 1989. Price Elasticities from Survey Data: Estimation and Indonesian Results.LSTS Working Paper No. 69. World Bank. Washington, D.C.Deaton, M. and J. Muellbauer. 1980. An Almost Ideal Demand System. American EconomisReview 70(3):312-326.Erwidodo, B. Santoso, M. Ariani, E. Ariningsih, <strong>dan</strong> V. Siagian. 1998. Perubahan Pola<strong>Konsumsi</strong> <strong>Sumber</strong> <strong>Protein</strong> <strong>Hewani</strong> di Indonesia: <strong>Analisis</strong> Data Susenas. LaporanHasil Penelitian. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian, Bogor.Harianto. 1994. An Empirical Analysis of Food Demand in Indonesia: A Cross-SectionalStudy. Thesis for Doctor of Philosophy. La Trobe University. Bundoora, Victoria.Hermanto, T. Sudaryanto, <strong>dan</strong> A. Purwoto. 1996. Pola <strong>Konsumsi</strong> <strong>dan</strong> Pendugaan ElastisitasProduk Peternakan. Dalam S. Hastiono et al. (eds.). Prosiding Seminar NasionalPeternakan <strong>dan</strong> Veteriner. Cisarua, 7-8 Nopember 1995. Pusat Penelitian <strong>dan</strong>Pengembangan Peternakan, Bogor.Khomsan, A. 2002. Budaya Minum Susu <strong>dan</strong> Peringkat SDM Kita. Kompas, 22 Mei 2002,hal. 13, kol. 1-8.Kuntjoro, S.U. 1984. Permintaan Bahan <strong>Pangan</strong> Penting di Indonesia. Disertasi Doktor.Fakultas Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.Martianto, D. 1995. <strong>Konsumsi</strong> <strong>dan</strong> Permintaan <strong>Pangan</strong> <strong>Hewani</strong> di Berbagai Provinsi diIndonesia. Tesis Magister Sains. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor,Bogor.Moeloek, F.A. 1999. Gizi Sebagai Basis Pengembangan <strong>Sumber</strong>daya Manusia MenujuIndonesia Sehat 2000. Dalam Pengembangan Gizi <strong>dan</strong> <strong>Pangan</strong> dari PerspektifKemandirian Lokal. Persatuan Peminat <strong>Pangan</strong> <strong>dan</strong> Gizi <strong>dan</strong> Center for RegionalResources Development and Community Empowerment, Jakarta.Rachman, H.P.S. 2001. Kajian Pola <strong>Konsumsi</strong> <strong>dan</strong> Permintaan <strong>Pangan</strong> di Kawasan TimurIndonesia. Disertasi Doktor. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.Rachman, H.P.S. <strong>dan</strong> Erwidodo. 1994. Kajian Sistem Permintaan <strong>Pangan</strong> di Indonesia.Jurnal Agroekonomi 15(2):72-79.Rachmat, M. <strong>dan</strong> Erwidodo. 1993. Kajian Sistem Permintaan <strong>Pangan</strong> Utama di Indonesia.Penerapan Model Almost Ideal Demand System dengan Data Susenas 1990. JurnalAgroekonomi 13(2):72-89.Saliem, H.P.S. 2002. <strong>Analisis</strong> Permintaan <strong>Pangan</strong> di Kawasan Timur Indonesia. Jurnal AgroEkonomi 20(2):64-91.Soehadji. 1994. Tanggapan <strong>dan</strong> Pembahasan Makalah Prof. Dr. Michael Crawford, Prof. Dr.Boedhi-Darmojo, <strong>dan</strong> Prof Dr. Soekirman. Dalam M.A. Rifai et al. (eds.). Risalah17


Widyakarya <strong>Pangan</strong> <strong>dan</strong> Gizi V. Jakarta, 20-22 April 1993. Lembaga IlmuPengetahuan Indonesia, Jakarta.Sumarno, I., S. Latinulu, <strong>dan</strong> E. Saraswati. 1997. Pola <strong>Konsumsi</strong> Makanan Rumah TanggaIndonesia. Gizi Indonesia 22: 39-61.Timmer, C.P. and H. Alderman. 1979. Estimating Consumption Parameters for Food PolicyAnalysis. American Journal of Agricultural Economics 61(5):982-987.Warr, P. 1999. Indonesia’s Crisis and the Agricultural Sector. In P. Simatupang et al. (eds.).Seminar Proceeding on Indonesia’s Economic Crisis Effects on Agriculture and PolicyResponses. Center for Agro-Socio Economic Research, Bogor.18


Lampiran 1. Dugaan Parameter Model LA/AIDS Permintaan <strong>Pangan</strong> <strong>Sumber</strong> <strong>Protein</strong> <strong>Hewani</strong> <strong>dan</strong> Nabati di Jawa, Tahun 1999KelompokpanganKonstantaPengeluaranIkansegarIkanawetanDagingternakDagingunggasHargaTelur Susu Kacang 2anSerealiaIkan segar -0,0856 0,0309 0,0121 0,0206 -0,0005* -0,0078 -0,0047 -0,0034 2 -0,0058 -0,0105 0,0321 0,0321Ikan awetan -0,0172 2 0,0155 0,0206 0,0134 -0,0006* 0,0050 0,0064 0,0024 2 -0,0138 -0,0335 0,0013* -0,0151Dgg. ternak 0,0760 -0,0230 -0,0005* -0,0006* 0,0148 -0,0087 -0,0072 -0,0075 -0,0097 0,0195 -0,0083 0,0222Dgg. unggas 0,1032 -0,0213 -0,0078 0,0050 -0,0087 0,0059 2 -0,0160 -0,0099 -0,0005* 0,0321 -0,0064* 0,0295Telur 0,1531 -0,0253 -0,0078 0,0064 -0,0072 -0,0160 0,0094 -0,0106 0,0031 2 0,0196 -0,0145 0,0163Susu 0,1702 -0,0581 -0,0047 0,0024 2 -0,0075 -0,0099 -0,0106 0,0084 -0,0114 0,0319 -0,0182 0,0294Kacang 2 an 0,3163 -0,0678 -0,0058 -0,0138 -0,0097 -0,0005* 0,0031 2 -0,0114 0,0272 0,0109 -0,0077* -0,0083Serealia 0,2839 0,1490 -0,0105 -0,0335 0,0195 0,0321 0,0196 0,0319 0,0109 -0,0700 0,0216 2 -0,1061UkuranRTPend.isteriLampiran 2. Dugaan Parameter Model LA/AIDS Permintaan <strong>Pangan</strong> <strong>Sumber</strong> <strong>Protein</strong> <strong>Hewani</strong> <strong>dan</strong> Nabati di Daerah PerkotaanJawa, Tahun 1999KelompokpanganKonstantaPengeluaranIkansegarIkanawetanDagingternakHargaDaging Telur Susu Kacang 2unggasanSerealiaIkan segar -0,0782 0,0383 0,0419 0,0208 -0,0002* -0,0093 -0,0086 -0,0005* -0,0056* -0,0385 -0,0030* 0,0392Ikan awetan -0,0389 0,0264 0,0208 0,0140 -0,0060 0,0012* 0,0064 0,0037 1 -0,0125 -0,0275 0,0039* -0,0139Dgg. ternak 0,0620 -0,0160 -0,0002* -0,0060 -0,0257 -0,0039* -0,0035* -0,0107 -0,0132 0,0119 -0,0242 0,0315Dgg. unggas 0,1204 -0,0252 -0,0093 -0,0012* -0,0039* 0,0104 1 -0,0219 -0,0132 -0,0006* 0,0373 -0,0167 0,0378Telur 0,1359 -0,0184 -0,0086 0,0064 -0,0035* -0,0219 0,0031* -0,0054 0,0088 0,0211 -0,0156 0,0190Susu 0,2569 -0,0906 -0,0005* 0,0037 1 -0,0107 -0,0132 -0,0054 0,0141 -0,0145 0,0265 -0,0421 0,0354Kacang 2 an 0,2314 -0,0179 -0,0056* -0,0125 -0,0132 -0,0006* 0,0088 -0,0145 0,0187 0,0189 -0,0019* -0,0174Serealia 0,3104 0,1035 -0,0385 -0,0275 0,0119 0,0373 0,0211 0,0265 0,0189 -0,0496 0,0997 -0,1315Keterangan: 1 taraf nyata 5%, 2 taraf nyata 10%, * tidak nyata, tanpa catatan: taraf nyata 1%UkuranRTPend.isteri19


Lampiran 3. Dugaan Parameter Model LA/AIDS Permintaan <strong>Pangan</strong> <strong>Sumber</strong> <strong>Protein</strong> <strong>Hewani</strong> <strong>dan</strong> Nabati di Daerah PedesaanJawa, Tahun 1999HargaKelompok Konstanta PengepanganluaranIkan Ikan Daging Daging Telur Susu Kacang 2Ukuran Pend.SerealiaRT isterisegar awetan ternak unggasanIkan segar -0,1329 0,0588 -0,0040 0,0163 -0,0034 2 -0,0039* 0,0001* -0,0028 2 -0,0003* -0,0020* 0,0436 0,0055 2Ikan awetan 0,0140* 0,0026* 0,0163 0,0178 0,0015* 0,0036* 0,0026* -0,0014* -0,0126 -0,0277 0,0021* -0,0086Dgg. ternak 0,0733 -0,0170 -0,0034 2 0,0015* 0,0063 -0,0080 -0,0080 -0,0041 -0,0052 0,0209 -0,0047* 0,0093Dgg. unggas 0,0600 -0,0119 -0,0039* 0,0036* -0,0080 0,0044* -0,0103 -0,0019* -0,0029* 0,0190 -0,0005* 0,0205Telur 0,1589 -0,0253 0,0001* 0,0026* -0,0080 -0,0103 0,0101 2 -0,0080 -0,0036* 0,0171 -0,0210 0,0110Susu 0,0571 -0,0241 -0,0028 2 -0,0014* -0,0041 -0,0019* -0,0080 0,0055 -0,0052 0,0180 0,0075 2 0,0159Kacang 2 an 0,3973 -0,1055 -0,0003* -0,0126 -0,0052 -0,0029* -0,0036* -0,0052 0,0257 0,0040* -0,0249 -0,0003*Serealia 0,3723 0,1224 -0,0020* -0,0277 0,0209 0,0190 0,0171 0,0180 0,0040* -0,0494 -0,0022 -0,0533Lampiran 4. Dugaan Parameter Model LA/AIDS Permintaan <strong>Pangan</strong> <strong>Sumber</strong> <strong>Protein</strong> <strong>Hewani</strong> <strong>dan</strong> Nabati pada KelompokPendapatan Rendah di Jawa, Tahun 1999KelompokpanganKonstantaPengeluaranIkansegarIkanawetanDagingternakHargaDaging Telur Susu Kacang 2unggasanSerealiaIkan segar -0,1018 0,0359 -0,0084 2 0,0125 0,0024* 0,0013* -0,0004* 0,0003* 0,0046* -0,0123 2 0,0447 -0,0068 2Ikan awetan 0,0587 -0,0102 2 0,0125 0,0064 2 -0,0012* 0,0054 2 0,0060 -0,0017* -0,0111 -0,0162 -0,0012* -0,0091Dgg. ternak 0,0330 -0,0151 0,0024* -0,0012* 0,0035 2 -0,0041 2 -0,0020* -0,0013* -0,0013* 0,0040* 0,0094 0,0045Dgg. unggas 0,0585 -0,0238 0,0013* 0,0054 2 -0,0041 2 0,0086 2 -0,0131 0,0005* 0,0031* -0,0016* 0,0008* 0,0133Telur 0,1561 -0,0323 -0,0004* 0,0060 -0,0020* -0,0131 0,0107 2 -0,0052 -0,0007* 0,0047* -0,0234 0,0097Susu 0,0372 -0,0257 0,0003* -0,0017* -0,0013* 0,0005* -0,0052 0,0060 0,0265 0,0061 2 0,0162 0,0091Kacang 2 an 0,3357 -0,0969 0,0046* -0,0111 -0,0013* 0,0031* -0,0007* -0,0047 0,0265 -0,0164 -0,0178 2 0,0033*Serealia 0,4225 0,1681 -0,0123 2 -0,0162 0,0040* -0,0016* 0,0047* 0,0061 2 -0,0164 0,0317 -0,0287 2 -0,0239Keterangan: 1 taraf nyata 5%, 2 taraf nyata 10%, * tidak nyata, tanpa catatan: taraf nyata 1%UkuranRTPend.isteri20


Lampiran 5. Dugaan Parameter Model LA/AIDS Permintaan <strong>Pangan</strong> <strong>Sumber</strong> <strong>Protein</strong> <strong>Hewani</strong> <strong>dan</strong> Nabati pada KelompokPendapatan Se<strong>dan</strong>g di Jawa, Tahun 1999KelompokpanganKonstantaPengeluaranIkansegarIkanawetanDagingternakHargaDaging Telur Susu Kacang 2unggasanSerealiaIkan segar -0,1177 0,0318 0,0237 0,0155 0,0018* -0,0028* 0,0046* 0,0008* -0,0030* -0,0407 0,0500 0,0122Ikan awetan -0,0655 0,0412 0,0155 0,0230 -0,0013* -0,0018* 0,0044 2 -0,0034 2 -0,0099 -0,0263 0,0062* -0,0130Dgg. ternak 0,1247 -0,0466 0,0018* -0,0013* 0,0212 -0,0018* -0,0049 2 -0,0057 -0,0137 0,0044* -0,0145 0,0104Dgg. unggas 0,0980 -0,0275 -0,0028* -0,0018* -0,0018* 0,0055* -0,0084 2 -0,0013* -0,0041* 0,0148 -0,0092* 0,0235Telur 0,1125 -0,0188 0,0046* 0,0044 2 -0,0049 2 -0,0084 2 -0,0091* -0,0023* 0,0049 2 0,0108 2 -0,0071* 0,0149Susu 0,1588 -0,0670 0,0008* -0,0034 2 -0,0057 -0,0013* -0,0023* 0,0110 -0,0132 0,0141 -0,0019* 0,0160Kacang 2 an 0,3626 -0,0787 -0,0030* -0,0099 -0,0137 -0,0041* 0,0049 2 -0,0132 0,0229 0,0161 -0,0143* -0,0079 2Serealia 0,3266 0,1656 -0,0407 -0,0263 0,0044* 0,0148 0,0108 2 0,0141 0,0161 0,0069* -0,0089* -0,0562Lampiran 6. Dugaan Parameter Model LA/AIDS Permintaan <strong>Pangan</strong> <strong>Sumber</strong> <strong>Protein</strong> <strong>Hewani</strong> <strong>dan</strong> Nabati pada KelompokPendapatan Tinggi di Jawa, Tahun 1999KelompokpanganKonstantaPengeluaranIkansegarIkanawetanDagingternakDagingunggasHargaTelur Susu Kacang 2anSerealiaIkan segar -0,0366* 0,0275 0,0819 0,0236 -0,0107 2 -0,0174 -0,0200 -0,0043* -0,0140 -0,0391 0,0088* 0,0363Ikan awetan -0,0181* 0,0247 0,0236 0,0141 -0,0047 2 0,0002* 0,0054 2 0,0042* -0,0147 -0,0281 0,0045* -0,0259Dgg. ternak -0,0038* 0,0025* -0,0107 2 -0,0047 2 0,0410 -0,0055* -0,0046* -0,0039* -0,0133 0,0016* -0,0387 0,0480Dgg. unggas 0,0810 -0,0148 1 -0,0174 0,0002* 0,0055* 0,0342 -0,0177 -0,0163 -0,0045* 0,0269 -0,0055* 0,0378Telur 0,1480 -0,0247 -0,0200 0,0054 2 -0,0046* -0,0177 0,0340 -0,0121 0,0009* 0,0141 -0,0053* 0,0125Susu 0,2391 -0,0954 -0,0043* 0,0042* -0,0039* -0,0163 -0,0121 0,0285 -0,0021* 0,0059* -0,0639 0,0569Kacang 2 an 0,2000 -0,0068* -0,0140 -0,0147 -0,0133 -0,0045* 0,0009* -0,0021* 0,0116 2 0,0362 -0,0037* -0,0164Serealia 0,3905 0,0870 -0,0391 -0,0281 0,0016* 0,0269 0,0141 0,0059* 0,0362 -0,0176* 0,1038 -0,1492Keterangan: 1 taraf nyata 5%, 2 taraf nyata 10%, * tidak nyata, tanpa catatan: taraf nyata 1%UkuranRTUkuranRTPend.isteriPend.isteri21

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!